pengaruh kadar fly ash sebagai pengganti sebagian …
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user i
PENGARUH KADAR FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI
SEBAGIAN SEMEN TERHADAP MODULUS
ELASTISITAS PADA HIGH VOLUME FLY ASH – SELF
COMPACTING CONCRETE
(Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution On Elastic Modulus of High
Volume Fly Ash- Self Compacting Concrete)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
DEDI SEPTIAN
NIM I. 1107041
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGARUH KADAR FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN
SEMEN TERHADAP MODULUS ELASTISITAS PADA HIGH
VOLUME FLY ASH – SELF COMPACTING CONCRETE
(Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution On Elastic Modulus of High
Volume Fly Ash- Self Compacting Concrete)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
DEDI SEPTIAN NIM I. 1107041
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji pendadaran
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan :
Dosen Pembimbing I
S.A. Kristiawan, ST., MSc., Ph.D. NIP. 19690501 199512 1 001
Dosen Pembimbing II
Ir. Sunarmasto, MT NIP.19560717 198703 1 003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
MOTTO
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
” Jangan Layu Hidupmu Karena Kamu Tidak Pernah Ditinggalkan Walaupun Kesusahan
dan Kepahitan Membutakan Hatimu, Kasih dan Sukacita Akan Tetap Terbit Seperti Fajar
Menerpa Malam yang Gelap”
KUPERSEMBAHKAN Karya ini dengan Kerendahan Hati Kepada :
Bapak dan Ibu,
KangMas dan Mbakyu,
Terimakasih Untuk Cinta Kasih, Doa dan Segala Dukungan.
Special Thanks To:
· Githa Yannet Christine yang selalu memberi kepercayaan, dorongan dan
semangat.
· Teman satu tim penelitian, Pringgi, Ariyanta dan Hebri terima kasih atas
semua kerjasamanya.
· Segenap Kru Sekretariat Bu Kartini, Tomo, Demas, Agung Gendon, Oji,
Jati, Feri, Bambang Tarzan, Anggo, Bram, Bima, Raden dan semua yang
ikut ambil bagian meramaikan Sekretariat Angkatan 2007.
· Segenap kawan-kawan Teknik Sipil dari segala angkatan.
· Kawan-kawan KOMPAREM GKJ KARTASURA, Sekolah Minggu sampai
Bapak Ibu Adi Yuswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRAK Dedi Septian, 2011, Pengaruh Kadar Fly Ash Sebagai Pengganti Sebagian Semen Terhadap Modulus Elastisitas Pada High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengecoran beton dengan tulangan padat atau tempat yang tidak memungkinkan menggunakan vibrator tidak menjamin tercapainya kepadatan secara optimal dan hanya mengandalkan sifat self-compactibility beton segar. Sifat self-compactibility menjadi dasar penggunaan Self Compacting Concrete (SCC). Penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian semen dalam campuran Self Compacting Concrete dengan kadar lebih dari 50% atau disebut High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (HVFA SCC) akan menambah kemampuan aliran beton segar , mengurangi kapur padam aktif sebagai hasil sampingan dari proses hidrasi antara semen dan air yang cenderung melemahkan beton serta menambah kepadatan beton karena butiran fly ash akan berperan sebagai filler antar agregat. Salah satu tolok ukur kepadatan suatu beton dapat silihat dari nilai modulus elastisitasnya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan total benda uji 27 buah berbentuk silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Variasi kadar fly ash yang ditinjau dalam penelitian ini adalah 35%, 55%, dan 65%. Kadar fly ash 35% dalam penelitian ini digunakan sebagai pembanding sesuai syarat maksimum penggunaan fly ash dalam ASTM C618-86. Pengujian modulus elastisitas mengacu rumusan dalam ASTM C 469-94 pada umur 7 hari, 28 hari dan 56 hari. Dari hasil pengujian modulus elastisitas HVFA SCC terdapat pengaruh penggunaan fly ash semakin banyak pada campuran beton menyebabkan nilai modulus elastisitasnya cenderung rendah pada saat awal umur beton. Pada umur 7 hari, kadar fly ash 65 % memiliki nilai modulus elastisitas terendah dibanding dengan kadar fly ash yang lebih rendah, tetapi semakin lama umur beton dengan semakin banyak fly ash yang digunakan nilai modulus elastisitasnya cenderung lebih besar. Pada beton umur 56 hari dengan kadar fly ash 65% nilai modulus elastisitasnya lebih besar dibanding beton dengan kadar fly ash yang lebih rendah. Dalam rumusan ACI 318M-95 didapat rumusan hubungan kuat
tekan dan modulus elastisitas HVFA SCC adalah E = 4075 cf ' untuk kadar 35 %, E =
4479 cf ' kadar 55% , dan E = 4863 cf ' kadar 65%. Kata kunci: self compacting concrete, high volume fly ash self compacting concrete, fly
ash, modulus elastisitas, umur beton.
ABSTRACT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
Dedi Septian, 2011, Effect of Fly Ash Content as Cement Subtitution On Elastic Modulus of High Volume Fly Ash- Self Compacting Concrete. Final Project Majoring Civil Engineering Sebelas Maret University Surakarta. Foundry fresh concrete with heavy reinforcement or places that are not allowed to use a vibrator does not guarantee the achievement of optimum density and rely solely on self-compactibility of fresh concrete properties. The property of self-compatibility becomes the basis for the use of self compacting concrete. Use of fly ash as a partial substitute for cement in the mix of self-compacting concrete with high levels of more than 50% or so-called High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (SCC HVFA) will increase the ability of fresh concrete flow, reduce outages calcium active as a byproduct of cement hydration process and water which tends to weaken the concrete and increase the density of fly ash concrete for grain will act as a filler between the aggregate. One measure the density of the concrete can be seen from the value of the modulus of elasticity. This study uses an experimental method with a total of 27 test specimens with a cylindrical diameter of 15 cm and 30 cm high. Variations in content of fly ash are reviewed in this study was 35%, 55%, and 65%. Contents of 35% fly ash used in this study as a comparison according to the terms maximum use of fly ash in ASTM C618-86. Modulus of elasticity refers to the formulation of the test in ASTM C469-94 at the age of 7 days, 28 days, and 56 days. From the test results contained HVFA SCC modulus of elasticity influence more use of fly ash in concrete mixtures cause the value of modulus of elasticity tends to be low during the early age of concrete. At the age of 7 days 65% fly ash content has a value of modulus of elasticity compared with the lowest levels of fly ash is lower, but the longer age of concrete with a growing number of fly ash used elastic modulus values tend to be larger. At the age of 56 days of concrete with fly ash content of 65% of the value of modulus of elasticity greater than concrete with fly ash content is lower. In the formulation of ACI 318M-95 formulation of the relationship obtained compressive strength and modulus of elasticity HVFA SCC is E = 4075√f’c to 35% contens, E = 4479√f’c to 55% contens, and E = 4863√f’c to 65% contens. Keywords : self compacting concrete, high volume fly ash self compacting concrete,
modulus of elasticity, concrete age.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
Kata Pengantar
Puji Syukur penulis kepadan Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan berkan yang
selalu tercurah maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1 di
Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis
mengambil judul skripsi “Pengaruh Kadar Fly Ash Sebagai Pengganti Sebagian
Semen Terhadap Modulus Elastisitas Pada High Volume Fly Ash Self Compacting
Concrete.”
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka banyak
kendala yang sulit untuk penulis pecahkan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi
ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Pimpinan Program S1 Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret.
4. Bapak S A Kristiawan, ST, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I.
5. Bapak Ir. Sunarmasto, MT., selaku Dosen Pembimbing II.
6. Tim Penguji Pendadaran.
7. Ibu Ir. Koosdaryani, MT., selaku Dosen Pembimbing Akademik.
8. Segenap mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret .
9. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Disadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan berharap saran serta kritik yang
membangun. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Surakarta, 11 November 2011
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR GRAFIK xiii
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 3
1.3. Batasan Masalah 3
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5. Manfaat Penelitian 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 5
2.1. Tinjauan Pustaka 5
2.2. Landasan Teori 9
2.2.1. Beton 9
2.2.2. Jenis - jenis Beton 9
2.2.3. High Volume Fly Ash Concrete 9
2.2.3.1 Pengertian High Volume Fly Ash Concrete 9
2.2.3.2 Pengertian High Volume Fly Ash Concrete 11
2.2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan High Volume Fly Ash Concrete 14
2.2.4. Self Compacting Concrete 14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
2.2.4.1. Pengertian Self Compacting Concrete 14
2.2.4.2. Spesifikasi Self Compacting Concrete 15
2.2.4.3. Sifat-sifat Self Compacting Concrete 18
2.2.4.4. Kelebihan dan Kekurangan Self Compacting Concrete 20
2.2.5. High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete (HVFA SCC) 21
2.2.5.1. Pengertian High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete 21
2.2.5.1. Bahan Penyusun High Volume Fly Ash Self
Compacting Concrete (HVFA SCC) 22
2.2.6. Modulus Elastisitas Beton 27
BAB 3. METODE PENELITIAN 29
3.1. Pengujian Bahan Dasar Beton 29
3.1.1. Agregat Halus 29
3.1.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus 29
3.1.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus 30
3.1.1.3. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus 30
3.1.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus 31
3.1.2. Agregat Kasar 32
3.1.2.1. Pengujian Specific Gravity Agregat Kasar 32
3.1.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar 33
3.1.2.2. Pengujian Abrasi Agregat Kasar 33
3.1.3. Fly Ash 33
3.2. Rancang Campur High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete 34
3.3. Pembuatan Adukan dan Pengujian Beton Segar
High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete 37
3.4. Curing (Perawatan) HVFA - SCC 40
3.5. Pengujian Modulus Elastisitas HVFA-SCC 41
3.6. Tahap Penelitian 42
BAB 4. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 45
4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar 45
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar 47
4.1.3. Hasil Pengujian Fly Ash 49
4.2. Rancang Campur 49
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar 50
4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan 54
4.5. Hasil Pengujian dan Analisa Data Modulus Elastisitas HVFA SCC 55
4.6. Analisis Hubungan Modulus Elastisitas dan Kuat Tekan HVFA SCC 55
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 64
5.1. Kesimpulan 64
5.2. Saran 65
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi beton semakin hari semakin pesat seiring dengan
berbagai permasalahan yang timbul saat pengerjaan konstruksi. Berbagai macam
penelitian telah dilakukan demi memperoleh mutu beton yang lebih baik dari segi
kuat tekan (compressive strength), kemampuan pengerjaan (workability),
kemampuan pengaliran (flowabilty), serta keawetannya (durability). Jika
dibandingkan dengan bahan bangunan yang lain, beton mempunyai berbagai
keunggulan, antara lain relatif lebih kuat menahan gaya tekan, mudah pengerjaan
dan perawatannya, mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan, tahan terhadap
perubahan cuaca, lebih tahan terhadap api dan korosi.
Pengecoran beton konvensional pada beam column joint dan konstruksi bawah air
yang padat tulangan dengan alat vibrator belum menjamin tercapainya kepadatan
secara optimal sehingga kuat tekan yang diharapkan tidak bisa tercapai dengan
baik. Pada keadaan yang tidak memungkinkan penggunaan vibrator pengecoran
beton hanya mengandalkan sifat self-compactibility beton segar yang digunakan.
Sifat self-compactibility menjadi dasar penggunaan Self Compacting Concrete
(SCC). SCC mempunyai tingkat pengaliran yang lebih baik jika dibandingkan
dengan tingkat pengaliran dari beton normal. Perilaku dari SCC yang mampu
memadat sendiri sangat bermanfaat pada pengecoran dengan tulangan yang rapat
dan dalam lingkungan yang tidak memungkinkan penggunaan vibrator. Untuk
menjaga penggunaan air tetap terkontrol pada beton segar maka diperlukan
penambahan zat aditif, dalam hal ini biasanya digunakan adalah superplasticizer.
Penemuan superplasticizer yang berbasis polycarboxylate telah memungkinkan
untuk mendapatkan beton segar yang bersifat high-flowable dan self-compactable,
di mana beton segar mampu mengalir dan memadat dengan memanfaatkan berat
sendiri sehingga menghasilkan beton keras yang benar-benar padat atau kompak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
tanpa dilakukan proses pemadatan atau vibrasi. Beton segar yang termasuk
golongan self-compacting concrete (SCC) memiliki nilai slump yang sangat tinggi
(lebih dari 20 cm), sehingga pengukuran dengan kerucut abrams tidak efektif lagi.
Pengukuran sifat beton segar jenis self-compacting concrete dapat mengacu pada
dua alat ukur yang berupa Slump-Flow Test dan L-Shape Box Test (Grunewald,
2004).
Penggunaan air yang terkontrol dengan baik dapat meningkatkan kekuatan beton
karena terbentuknya capillary suction berasal dari proses hidrasi (air + semen)
dan sisa air yang menguap di dalam beton setelah proses hidrasi menyebabkan
beton memiliki pori sehingga kepadatannya berkurang. Kurangnya kepadatan
berpengaruh pada modulus elastisitas beton. Modulus elastisitas merupakan suatu
tolok ukur umum yang digunakan untuk pengukuran sifat-sifat elastis suatu bahan
dan erat hubungannya dengan kekuatan beton menahan beban. Untuk mencapai
nilai modulus elastisitas yang baik maka kepadatan beton harus semaksimal
mungkin. Upaya penanggulangan tersebut dapat dilakukan dengan penambahan
fly ash yang dapat bereaksi dengan sisa dari proses hidrasi semen.
Penambahan fly ash memanfaatkan unsur silikat dan aluminat dari fly ash yang
reaktif untuk bereaksi dengan kapur padam aktif (Ca(OH)2) yang merupakan hasil
sampingan dari proses hidrasi antara semen portland dan air menjadi kalsium
silikat hidrat (C3S2H3 atau tubermorite). Sehingga hasil sampingan dari proses
hidrasi semen dan air yang berupa kapur bebas atau Ca(OH)2 dapat dikurangi
karena kapur bebas ini dalam jangka panjang cenderung melemahkan beton.
Kapur bebas dapat bereaksi dengan zat asam maupun sulfat yang ada di
lingkungan sekitar, sehingga menimbulkan proses korosi dan melemahkan
kekuatan beton.
Ukuran butiran fly ash yang lolos ayakan 45 mikrometer dan lebih kecil dari
butiran semen ( 75 mikrometer ) juga bermanfaat mengisi dan meminimalkan pori
pada beton. Pemakaian fly ash yang masih terbatas antara 10-35% dari berat
semen dinilai belum maksimal. Untuk itu kadar fly ash dalam beton ditingkatkan
menjadi minimal 50% atau biasa disebut dengan high volume fly ash concrete
(HVFAC). Pada HVFAC ruang antar partikel yang ada pada beton akan lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
berkurang dan kepadatannya akan lebih baik. Selain itu bentuk butiran fly ash
yang bulat akan membantu meningkatkan kemampuan pengaliran (flowabilty)
pada beton segar sehingga beton akan lebih mudah mengalir untuk memadat
sendiri.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh
penggunaan fly ash dengan volume tinggi terhadap nilai modulus elastisitas (E)
self compacting concrete.
1.3 Batasan Masalah
Dalam penelitian ini rekasi kimia dari senyawa-senyawa pembentuk high volume
fly ash-self compacting concrete tidak dibahas secara detail.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan fly ash
dengan volume tinggi terhadap nilai modulus elastisitas (E) self compacting
concrete.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.
b. Memberikan wawasan pada masyarakat pada umumnya dan dunia teknik
sipil pada khususnya tentang penggantian konsentrasi semen dengan fly ash
sehingga membentuk high volume fly ash-self compacting concrete.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Manfaat Praktis
a. Menambah alternatif pemanfaatan limbah fly ash sebagai bahan campuran
pembuatan beton untuk mengatasi kekurangan dan kelangkaan bahan
pembuat adukan beton serta untuk mengurangi biaya.
b. Memanfaatkan limbah fly ash yang tergolong B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) skala besar untuk diproduksi sebagai bahan bangunan terutama
sebagai bahan campuran beton, sehingga menjadi ramah lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beton adalah suatu campuran yang tediri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau
agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat
dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau
lebih bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik
tertentu, seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas, dan waktu
pengerasan (McCormac, 2003).
Mulyono (2004:3) menyatakan, beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya
yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat
halus, air dan bahan tambah (admixture atau additive). Untuk mengetahui dan
mempelajari perilaku elemen gabungan (bahan-bahan penyusun beton),
diperlukan pengetahuan mengenai karakteristik masing-masing komponen
tersebut.
Penggunaan fly ash pada campuran beton salah satunya berfungsi untuk
menambah kelecakan beton sehingga workability beton akan menjadi lebih baik
dan mudah untuk dikerjakan serta memungkinkan untuk meningkatkan
kemampuan beton mengalir dan mampu memadat sendiri. Selain itu fly ash juga
berfungsi sebagai filler sehingga tujuan mendapatkan struktur beton yang
memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dapat dicapai.
High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) merupakan campuran beton yang
menggunakan fly ash dimana prosentase fly ash yang digunakan lebih dari 50%.
Menurut ASTM C618 penggunaan fly ash untuk tipe F dibatasi 15% – 20%.
Sedangkan untuk tipe C dibatasi 25% – 35% dari berat binder. Fly Ash pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
umumnya memberi dampak dalam workability dan biaya yang lebih ekonomis
pada beton. Namun hal tersebut tidak mencukupi untuk meningkatkan daya tahan
(Durability) untuk serangan sulfat, alkali-silika ekspansi dan juga thermal
cracking. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan perkembangan dengan
meningkatkan prosentase fly ash menjadi 25% – 35% dari berat total semen akan
tetapi menurut (Malhotra dan Mehta, 2003) hal tersebut belum cukup untuk
meningkatkan daya tahan (durability) untuk serangan sulfat, alkali-silika
ekspansi, dan juga thermal cracking. (Malhotra dan Mehta, 2003) mengusulkan
untuk menggunakan prosentase fly ash minimum 50% dari berat semen untuk
diterapkan sebagai mix design dari High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC). Hal
tersebut sangat memungkinkan untuk menghasilkan workability yang tinggi,
ultimate strength yang paling tinggi, dan durability yang paling tinggi.
Sejak tahun 1980-an, beberapa peneliti di Jepang memperkenalkan self
compacting concrete (SCC). self compacting concrete (SCC) adalah beton yang
mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada bekisting dengan tingkat
penggunaan alat pemadat yang sangat sedikit atau bahkan tidak menggunakan alat
pemadat sama sekali. Beton ini dicampur memanfaatkan pengaturan ukuran
agregat, porsi agregat, dan admixture superplasticizer untuk mencapai kekentalan
khusus yang memungkinkannya mengalir sendiri tanpa bantuan alat pemadat.
Sekali dituang ke dalam cetakan, beton ini akan mengalir sendiri mengisi semua
ruang mengikuti prinsip gravitasi, termasuk pada pengecoran beton dengan
tulangan pembesian yang sangat rapat. Beton ini akan mengalir ke semua celah di
tempat pengecoran dengan memanfaatkan berat sendiri campuran beton (Ludwig,
et.al, 2001) dalam (Falahudin, 2010).
Prototype dari self compacting concrete mulai dikembangkan di Jepang dengan
tujuan mendapatkan struktur beton yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi
untuk daerah rawan gempa. Beberapa contoh aplikasi penggunaan SCC antara lain
Jembatan Shin-kiba Ohashi Jepang, Jembatan Ritto di Jepang, Higashi-Oozu
Viaduct, Jepang, Proyek Sodra Lanken, Swedia dan Jembatan Suramadu di
Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Riset tentang beton ini masih terus dilakukan hingga sekarang dengan banyak
aspek kajian, misalnya ketahanan (durability), modulus elastisitas dan kuat tekan
(compressive strength). Kekuatan tekan beton kering 120 MPa sudah dapat
dicapai karena penggunaan superplasticizer yang memungkinkan penurunan rasio
air-semen (w/c) hingga nilai w/c = 0,3 atau lebih kecil (Juvas, 2004).
Metode mix design konvensional yang biasa untuk beton normal tidak dapat lagi
dipergunakan untuk membuat self compacting concrete yang baik. Karena itu
pada tahun 1995, Okamura dan Ozawa mengusulkan metode mix design yang
sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia pada pabrik beton
ready mix. Kadar agregat kasar dan agregat halus ditentukan terlebih dahulu dan
pemadatan sendiri dapat didapatkan dengan mengatur faktor air - bahan pengikat
dan dosis superplasticizer. Spesifikasinya antara lain adalah sebagai berikut :
1. Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume total, agar mortar dapat
melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut.
2. Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari volume total mortar,yang
bertujuan mengisi kekosongan dari agregat kasar.
3. Rasio volume untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1
tergantung pada sifat pada bahan pengikatnya.
4. Dosis superplasticizer dan faktor air - bahan pengikat ditentukan setelahnya
untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri.
Bahan tambah untuk beton (admixture) adalah bahan atau zat kimia yang
ditambahkan di dalam adukan beton pada tahap mula-mula sewaktu beton masih
segar. Tujuan penggunaan bahan tambah secara umum adalah untuk memperoleh
sifat-sifat beton yang diinginkan, misalnya mempercepat pengerasan, menambah
encer adukan, menambah kuat tekan, menambah daktilitas, mengurangi sifat getas
dan mengurangi retak-retak pengerasan.
Hal yang berpengaruh dalam self compacting concrete adalah deformability dan
viscosity. Self compacting concrete yang berkinerja tinggi membutuhkan
deformability yang tinggi dan segregasi yang rendah. Okumura, H., & Ouchi, M,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
(2003) menyatakan bahwa perbandingan antara deformability ( Γm ) dengan
viscosity (Rm) hampir konstan dengan variasi dari w/b dengan syarat penggunaan
superplasticizer yang konstan pula.
Gambar 2.1 Hubungan Antara Deformability dan Viscosity
Dari Gambar 2.1 menunjukkan bahwa semakin besar nilai Γm maka semakin
besar pula deformability dari beton, sedangkan nilai Rm semakin kecil maka
viscosity dari beton semakin besar.
Penggunaan High Volume Fly Ash Self Compacting Concrete akan sangat
menguntungkan dari segi workability dan durability. Kadar fly ash yang tinggi
pada campuran tersebut akan meningkatkan kemampuan beton untuk mengalir
tanpa menggunakan banyak air. Kemampuan beton untuk mempertahankan
bentuk akan semakin baik akibat fly ash yang berfungsi menambah kepadatan
beton sehingga nilai modulus elastisitas beton juga akan semakin baik.
Γm Deformability
Viscosity
Rm
Peningkatan w/b
Peningkatan dosis superplasticizer
Sp %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Beton
Tiga bahan penyusun utama beton adalah agregat kasar, agragat halus, dan semen
yang dipersatukan dengan air dalam takaran tertentu. Bahan tambah (admixture)
dapat ditambahkan jika menginginkan sifat-sifat tertentu dari beton yang
bersangkutan untuk menjadi lebih baik.
2.2.2 Jenis-Jenis Beton
Beton dapat dibedakan berdasarkan material pembentuk dan kegunaan
strukturnya, misalnya beton kertas, beton serat, beton dengan High Volume Fly
Ash, dan beton yang mampu mengalir dan memadat sendiri (self compacting
concrete). Beton jenis lain pada prinsipnya sama dengan beton normal, yang
membedakan adalah material tambahan tertentu yang digunakan untuk mengubah
sifat betonnya.
Dalam perkembangannya banyak penelitian yang telah dilakukan untuk
memperbaiki sifat-sifat beton. Selain itu bahan campurannya juga mengalami
beberapa variasi. Hal ini bertujuan selain untuk meningkatkan kualitas beton juga
dtujukan untuk menekan biaya pembuatan beton sekecil mungkin serta lebih
ramah lingkungan. Berikut ini merupakan beberapa jenis beton ditinjau dari sifat-
sifat dan bahan campurannya.
2.2.3. High Volume Fly Ash Concrete ( HVFAC )
2.2.3.1. Pengertian High Volume Fly Ash Concrete ( HVFAC )
High Volume Fly Ash Concrete merupakan campuran beton yang menggunakan
fly ash dimana prosentase fly ash yang digunakan lebih dari 50%. Menurut ASTM
C618 penggunaan fly ash untuk tipe F dibatasi 15% – 20%. Sedangkan untuk tipe
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
C dibatasi 25% – 35% dari berat binder. Fly Ash pada umumnya memberi dampak
dalam workability dan biaya yang lebih ekonomis pada beton. Namun hal tersebut
tidak mencukupi untuk meningkatkan daya tahan (Durability) untuk serangan
sulfat, alkali-silika ekspansi dan juga thermal cracking.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan perkembangan dengan
meningkatkan prosentase fly ash. Malhotra dan Mehta mengusulkan untuk
menggunakan prosentase fly ash minimum 50% dari berat semen untuk diterapkan
sebagai mix design dari beton HVFA. Hal tersebut sangat memungkinkan untuk
menghasilkan workability, ultimate strength, dan durability yang tinggi.
Untuk mendapatkan kuat tekan yang tinggi menggunakan variasi water content
berkisar antara 100-130 kg/m3 dengan kombinasi superplasicizer, fly ash, dan
agregat pada mix design beton HVFA. Malhotra telah melakukan percobaan
dengan hasil yang menunjukan bahwa variasi water content tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap kuat tekan beton. Peningkatan kadar semen
justru memberikan pengaruh yang besar pada kuat tekan beton HVFA. Untuk
mendapatkan beton HVFA dengan kuat tekan yang tinggi dapat menggunakan
High Early Strengh Portland Cement.
Beton HVFA dengan faktor air semen yang rendah dapat digolongkan sebagai
beton dengan yang memiliki kemungkinan terjadi keretakan akibat susut. Untuk
menanggulangi hal tersebut beberapa cara harus dilakukan yaitu dengan
melindungi beton dari berbagai bentuk kehilangan air dengan cepat. Untuk
mendapatkan hasil yang baik curing harus dilakukan pada permukaan beton
minimum 7 hari untuk mendapatkan kekuatan dan bentuk beton yang optimum.
Berdasarkan dari pengalaman di lapangan dan tes di laboratorium, beton HVFA
jika dibandingkan dengan beton konvensional dapat disimpulkan sebagai berikut
(Stefanus dan Howard, 2010 ) :
1.) Lebih mudah dalam flowability, pumpability, dan workability.
2.) Memiliki penyelesaian permukaan beton yang lebih cepat dan lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
3.) Memiliki waktu setting time yang lebih lama.
4.) Kekuatan awal beton dapat ditingkatkan pada umur 7 hari, dimana dapat
dipercepat dengan mengubah pada mix design jika dibutuhkan untuk
pembukaan bekisting dan pembebanan struktur pada awal umur beton.
5.) Beton HVFA, penambahan kekuatannya terjadi antara umur 7 hari sampai 90
hari bahkan mampu melebihi 100% dari kekuatannya. Jadi tidak perlu
dilakukan overdesign untuk mendapatkan suatu kekuatan yang tinggi.
6.) Beton HVFA memiliki stabilitas dan ketahanan terhadap terjadinya retak pada
beton, baik retak yang diakibatkan oleh thermal shrinkage, autogenous
shrinkage, dan drying shringkage.
7.) Beton HVFA dengan waktu curing yang mencapai tiga sampai enam bulan
memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap electrical dan chloride ion
penetration berdasarkan ASTM C1202.
Secara umum beton HVFA memiliki sifat kohesi yang baik dan kemungkinan
terjadinya bleeding dan segregation yang kecil. Sifat workability pada beton
HVFA juga sangat bagus dengan hasil uji slump yang lebih besar dari 75 mm dan
cocok digunakan untuk pengecoran struktur yang memiliki tulangan yang padat.
Material pada beton HVFA dapat bergerak untuk mengisi ruang kosong dan
memiliki sifat hampir mampu memadat sendiri.
2.2.3.2 Spesifikasi High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC)
Fly ash yang digunakan sebagai pengganti sebagian penggunaan semen pada
beton dapat membuat beton lebih kuat, tahan lama, dan mengurangi dampak
lingkungan. Fly ash itu sendiri memiliki kegunaan untuk meningkatkan kekuatan,
memperlambat setting time, dan mengurangi panas hidrasi dari semen, sehingga
kemungkinan terjadinya cracking dapat dikurangi. Selama ini terdapat 2 jenis fly
ash yaitu fly ash tipe C dan fly ash tipe F. Fly ash tipe C dihasilkan dari
pembakaran batu bara muda, sedangkan fly ash tipe F dihasilkan dari pembakaran
batu bara antrasit. Fly ash tipe C memiliki karakteristik ringan dan berwarna lebih
terang dari fly ash tipe F. Sedangkan fly ash tipe F berwarna lebih gelap dari fly
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
ash tipe C. Selama ini, kebanyakan percobaan yang dilakukan menggunakan
standar ASTM C618 yaitu fly ash tipe F dengan persentase 15%-20% dari berat
total binder dan fly ash tipe C dengan persentase 25%-35% dari berat total binder
pada beton. Menurut pertimbangan referensi dan beberapa pengalaman percobaan,
dikatakan bahwa penggunaan fly ash dengan kadar 50% bahkan lebih dari berat
total binder dapat meningkatkan workability, kekuatan maksimum, dan ketahanan
dari beton tersebut (Malhotra, Mehta, 2003).
(Malhotra, Mehta, 2003) mengatakan bahwa fly ash sebagai bahan pozzolanic
yang digunakan bersamaan dengan semen memiliki persentase tertentu dalam
pembuatan beton, dimana jika kadar fly ash 50% atau lebih dari berat total binder
disebut high volume fly ash concrete (HVFAC). Jika dibandingkan dengan beton
konvensional, high volume fly ash concrete (HVFAC) memiliki kelebihan yaitu
ramah lingkungan, kekuatan lebih tinggi, memiliki ketahanan yang lebih lama,
penggunaaan air pada campuran mortar yang lebih sedikit, lebih ekonomis, dan
mengurangi panas hidrasi dari semen sehingga mengurangi resiko cracking. High
volume fly ash concrete (HVFAC) memiliki kelebihan ramah lingkungan karena
dapat mengurangi penggunaan semen pada beton, sehingga karbon dioksida yang
dihasilkan dari industri semen dapat dikurangi.
Unsur silikat dan aluminat sebagai unsur dari fly ash yang reaktif akan bereaksi
dengan kapur padam aktif (Ca(OH)2) yang merupakan hasil sampingan dari
proses hidrasi antara semen portland dan air menjadi kalsium silikat hidrat
(C3S2H3 atau “tubermorite”), sehingga mendapatkan hasil utama dari proses
hidrasi C3S2H3 (tubermorite). Karena dalam high volume fly ash concrete
(HVFAC) menggunakan kadar fly ash tinggi, maka akan terjadi perubahan fungsi
fly ash menjadi filler. Ukuran butiran fly ash (45µm) yang lebih kecil dari pada
butiran semen (75 µm) sehingga dapat menutup dari ruang kosong antar butiran
semen dan beton bisa lebih kedap terhadap air. Dengan beton lebih kedap, maka
durability dan ultimate strength dapat lebih meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Fly ash memiliki butiran yang lebih halus, bulat dan mempunyai sifat hidrolik.
Oleh karena itu fly ash tidak sekedar menambah kekuatan mortar. Secara mekanik
fly ash ini akan mengisi ruang kosong (rongga) di antara butiran-butiran, dan
secara kimiawi akan memberikan sifat hidrolik pada kapur mati yang dihasilkan
dari proses hidrasi, dimana mortar hidrolik ini akan lebih kuat daripada mortar
udara (kapur mati + air) (Suhud, 1993). Butiran fly ash tersebut dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.2. Butiran Fly Ash (SpecData_FlyAsh Holcim, 2006)
Dengan bentuk butir dari fly ash bulat maka gesekan atau friksi antar butir sangat
kecil sehingga memiliki flowability tinggi dan akan lebih mudah dalam
pengerjaan atau workability tinggi.
Pada penggunaannya, beton HVFA diharapkan membutuhkan biaya yang lebih
murah dari beton konvensional, meningkatkan kekuatan, workability, durability,
dan memperlama setting time 2 - 3 jam sehingga dapat memberikan waktu yang
lebih lama untuk pekerjaan pengecoran. Di sisi lain, beton HVFA ternyata juga
memiliki kekurangan yaitu proses hardening yang lebih lama dibandingkan beton
konvensional, sehingga membuat kita tidak bisa memperkirakan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk melepas bekisting dan melakukan curing pada
beton tesebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
2.2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC)
High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) memiliki beberapa kelebihan
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. HVFAC lebih kedap air karena kapur bebas yang dilepas pada proses hidrasi
akan terikat oleh silikat dan alumina aktif yang terkandung di dalam fly ash dan
menambah pembentukan silica gel, yang berubah menjadi kalsium silikat
hidrat yang berperan menutup pori–pori yang terbentuk akibat dibebaskannya
Ca(OH)2.
2. Mempermudah pengerjaan beton segar karena beton lebih plastis.
3. Jumlah air yang digunakan (FAS) lebih kecil, sehingga kekuatan beton akan
meningkat.
4. Fly ash dalam volume tinggi dapat menurunkan panas hidrasi yang terjadi,
sehingga dapat mencegah terjadinya retak.
5. Relatif dapat menghemat biaya karena akan mengurangi pemakaian semen
(Hidayat, 1993).
Sedangkan beberapa kekurangan dari HVFAC antara lain sebagai berikut :
1. High Volume Fly Ash Concrete (HVFAC) kurang baik untuk pengerjaan beton
yang memerlukan waktu pengerasan dan kekuatan awal yang tinggi, karena
proses pengerasan (setting time) dan penambahan kekuatan betonnya agak
lambat pada umur beton kurang dari 28 hari.
2. Pengendalian mutu harus dilakukan karena kualitas fly ash tergantung pada
proses pembakaran (suhu) serta jenis batubara.
2.2.4 Self Compacting Concrete
2.2.4.1 Pengertian Self Compacting Concrete
Self compacting concrete adalah beton yang mampu mengalir sendiri yang dapat
dicetak pada bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang sangat
sedikit atau bahkan tidak menggunakan alat pemadat sama sekali. Beton ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dicampur memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi agregat, dan admixture
superplasticizer untuk mencapai kekentalan khusus yang memungkinkannya
mengalir sendiri. Self compacting concrete merupakan penelitian yang sudah lama
dilakukan di Jepang mulai era tahun 1980-an. Dalam perkembangannya di
masyarakat luas, beton memadat mandiri ini menawarkan banyak hal, diantaranya
tidak memerlukan tenaga kerja pemadat untuk melakukan pemadatan, dan
memenuhi tuntutan desainer untuk mewujudkan suatu struktur dengan bentuk dan
tulangan yang kompleks.
High range water reducer diperlukan untuk menghasilkan self compacting
concrete dengan workability dan flowability yang tinggi. Untuk meningkatkan
homogenitas dan viskositas beton segar yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
underwater concreting, perlu ditambahkan filler yang berupa fly ash, silica fume
ataupun limestone (Persson, 2000). Self Compacting Concrete mensyaratkan
kemampuan mengalir yang cukup baik pada beton segar tanpa terjadi segregasi,
sehingga viskositas beton juga harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya
segregasi (Okamura dan Ozawa, 1994).
2.2.4.2 Spesifikasi Self Compacting Concrete
Metode mix design konvensional yang biasa untuk beton normal tidak dapat lagi
dipergunakan untuk membuat self compacting concrete yang baik. Karena itu
pada tahun 1995, Okamura dan Ozawa mengusulkan metode mix design yang
sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia pada pabrik beton
ready mix. Kadar agregat kasar dan agregat halus ditentukan terlebih dahulu dan
pemadatan sendiri dapat didapatkan dengan mengatur faktor air - bahan pengikat
dan dosis superplasticizer. Spesifikasinya antara lain adalah sebagai berikut :
1. Agregat kasar yang digunakan adalah kurang lebih 50% volume total, agar
mortar dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut.
Dengan pembatasan jumlah agregat kasar ini diharapkan terjadi blok
seminimal mungkin sehingga kemampuan aliran beton untuk melewati
tulangan lebih maksimal (Himawan,A., & Darma,D.S., 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Volume agregat halus ditetapkan 40% dari volume total mortar,yang
bertujuan mengisi kekosongan dari agregat kasar.
Apabila prosentase agregat halus kurang dari 40% maka porus dari beton
akan lebih banyak, dan apabila prosentase agregat halus lebih dari 40% maka
kuat tekan yang dihasilkan akan lebih kecil.
3. Rasio volume untuk air dan bahan pengikat ditetapkan antara 0,9 hingga 1
tergantung pada sifat pada bahan pengikatnya.
Apabila Rasio volume untuk air dan bahan pengikat lebih dari (0,9-1) maka
resiko kemungkinan adanya segregasi dan bleeding lebih tinggi. Dan Apabila
Rasio volume untuk air dan bahan pengikat kurang dari (0,9-1) maka adukan
beton segar memiliki flowability yang rendah dan tidak termasuk dalam self
compacting concrete.
4. Dosis superplasticizer dan faktor air - bahan pengikat ditentukan setelahnya
untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri.
Self compacting concrete dengan deformabilitas tinggi dan kemungkinan
segregasi yang rendah maka diatur agar beton (i) mempunyai kadar agregat yang
rendah, (ii) faktor air-bahan pengikat (semen dan material lainnya) yang rendah
dan (iii) menggunakan superplasticizer (Nugraha dan Antoni, 2007). Jika jumlah
agregat dikurangi, maka pasta dan mortar beton meningkat sehingga jumlah friksi
antar agregat menjadi berkurang dan beton dengan mudah berdeformasi. Pada
kondisi demikian, dengan kekentalan (viskositas) yang dapat dipertahankan maka
beton memadat mandiri akan memadat sendiri dan tidak mengalami segregasi
(Ouchi et.al, 2003).
Self Compacting Concrete mensyaratkan kemampuan mengalir yang baik pada
beton segar dengan nilai slump-flow minimal sebesar 60 cm memiliki dan pada
umumnya nilai slump yang dicapai sangat tinggi (lebih dari 20 cm). Konsep dasar
yang diterapkan dalam proses produksi SCC ditunjukkan pada Gambar 2.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Gambar 2.3. Prinsip Dasar Proses Produksi Self-Compacting Concrete
(Dehn dkk, 2000).
Self-Compacting Concrete dapat diproduksi jika menggunakan superplasticizer
yang diperlukan untuk mendispersikan (menyebarkan) partikel semen menjadi
merata dan memisahkan menjadi partikel-partikel yang halus sehingga reaksi
pembentukan C-S-H (tubermorite) akan lebih merata dan lebih aktif. Komposisi
agregat kasar dan halus juga harus diperhatikan dalam proses produksi SCC,
mengingat semakin besar proporsi agregat halus dapat meningkatkan daya alir
beton segar tetapi jika agregat halus yang digunakan terlalu banyak maka dapat
menurunkan kuat tekan beton yang dihasilkan, sebaliknya jika terlalu banyak
agregat kasar dapat memperbesar resiko segregasi pada beton. Sedangkan
penggunaan bahan pengisi (filler) diperlukan untuk meningkatkan viskositas
beton guna menghindari terjadinya bleeding dan segregasi, untuk tujuan tersebut
dapat digunakan fly ash, serbuk batu kapur, sillica fume atau yang lainnya
(Persson,2000).
Self Compactibility
Ketahanan Terhadap Segregasi
Kemampuan Mengalir (Flowability)
Pembatasan Fraksi Agregat Kasar
Penggunaan Superplasticizer
Pengurangan Nilai Water-Binder Ratio
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2.2.4.3 Sifat Self Compacting Concrete
1. Sifat Beton Segar Self Compacting Concrete
a. Kemampuan mengisi ruangan (Filling Ability)
Filling Ability merupakan ukuran dari tingkat kemampuan adukan beton untuk
mengisi ruangan. Perbandingan bahan dan juga sifat bahan mempengaruhi
kemampuan beton segar mengisi ruangan.
Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat Filling Ability antara lain:
1) Ukuran agregat kasar maksimal 20 mm.
2) Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume total, agar mortar
dapat melewati sela-sela dari agregat kasar yang kurang rapat tersebut.
3) Penggunaan superplastiziser yang memadai dengan sangat ketat
mengatur komposisi aggregat pada campuran.
4) Rasio air-semen (w/c-ratio) yang rendah dengan mengendalikan volume
agregat yang dikombinasikan dengan agregat pengisi berukuran sekitar
0,125 mm menyebabkan campuran beton ini tidak mudah mengalami
segregasi.
5) Pemakaian butir batuan yang bulat dapat mempermudah pengerjaan
adukan
b. Pengaliran (flowability)
Flowability pada SCC dapat menunjukkan bahwa beton tersebut mempunyai
pengaliran yang baik atau tidak. Pada SCC flowability dapat diuji
menggunakan uji flow table dan v-funnel. Pengujian flow table tanpa serat
disyaratkan waktu yang diperlukan beton untuk mencapai diameter sebaran
sebesar 500 mm (t500) adalah 2-5 detik dan syarat diameter sebaran adalah 700
mm, sedangkan pada pengujian v-funnel tanpa serat waktu yang diperlukan
beton untuk melewati celah hingga habis adalah 6-12 detik (Siddique,2001).
c. Kemampuan melewati tulangan (passingability)
Kinerja self compacting concrete tidak hanya dilihat dari segi flowability saja,
passingability dari SCC juga perlu diperhatikan. Passingability dari SCC
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dapat diketahui melalui pengujian J-Ring flow table, L-Box dan Box Type.
Perincian syarat pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Slump flow test Alat uji ini terdiri dari papan aliran dengan permukaan
licin berukuran 80 cm x 80 cm. Papan dilengkapi dengan kerucut pengarah
tuangan beton segar setinggi 30 cm dengan diameter atas 10 cm dan
diameter bawah 20 cm.
2) Pengujian J-Ring flow table tanpa serat syarat waktu yang diperlukan
beton untuk melewati tulangan hingga diameter sebaran sebesar 500 mm
(t500) adalah 2-5 detik dan syarat diameter sebaran adalah 600 mm
(Siddique, 2001).
3) Pengujian L-Shape Box Test tanpa serat syarat waktu yang diperlukan
untuk mencapai t200 adalah 3-4 detik, dan untuk mencapai t400 adalah 6
detik (As’ad, 2006). Perbandingan ketinggian (h2/h1) adalah ≥ 0,8 (Kumar,
2006).
4) Pengujian Box type tanpa serat syarat ketinggian permukaan beton setelah
partition gate dibuka adalah 300 mm (Kumar,2006).
5) V-funnel test : Flowability beton segar dapat diuji dengan V-funnel test,
dengan cara mengukur waktu pengaliran setelah funnel diisi sekitar 12
liter beton segar.
d. Ketahanan terhadap segregasi (segregation resistance)
Segregation merupakan kecenderungan dari butir-butir kerikil untuk
memisahkan diri dari campuran adukan beton. Campuran beton yang
kelebihan air semakin memperbesar terjadinya segregasi, dimana material
yang berat mengendap ke dasar beton segar dan material yang lebih ringan
akan menuju ke permukaan. Hal ini dapat mengakibatkan adanya lubang-
lubang pada beton, beton menjadi tidak homogen, permeabilitas berkurang,
dan juga kurang awet. Dengan penggunaan superplasticizer maka
water/binder dapat diperkecil, dalam takaran tertentu segregasi dapat
dihilangkan yaitu dengan trial mix design.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Sementara itu ada beberapa pengujian lain dari beton segar yang dipaparkan
oleh Tattersall (1983) adalah sebagai berikut :
1) Filling Box Test, untuk mengetahui kemampuan beton segar dalam
mengisi tulangan dan menghindari segregasi.
2) Wet Sieving stability Test, untuk mengetahui rasio segregasi beton segar.
3) Penetration Test for Segregation¸ untuk mengukur resistensi penetrasi
beton yang bersifat cair dan pemadatan mandiri.
2. Sifat Beton Padat Self Compacting Concrete
a. Kekuatan (strength)
Kekuatan beton padat meliputi kekuatan tekan dan kekuatan tarik. Faktor air
semen (FAS) sangat mempengaruhi kuat tekan beton. Semakin kecil FAS,
sampai batas tertentu semakin tinggi kuat tekan beton. Kekuatan akan sesuai
dengan yang direncanakan bila pada campuran beton tersebut menggunakan
semen portland dengan kekuatan yang sesuai dengan persyaratan dan proporsi
campuran dengan perencanaan yang tepat. Kekuatan beton akan semakin
meningkat dengan bertambahnya umur beton karena proses hidrasi semen
yang ada dalam adukan beton akan terus berjalan walaupun lambat.
b. Ketahanan (durability)
Ketahanan beton dikatakan baik apabila dapat bertahan lama dalam kondisi
tertentu tanpa mengalami kerusakan selama bertahun-tahun yang disebabkan
faktor dari luar, erosi kembang dan susut akibat basah atau kering yang silih
berganti dan pengaruh bahan kimia, dan faktor dari dalam yaitu akibat reaksi
agregat dengan senyawa alkali.
c. Absorbsi dan Permeabilitas
Pada Self Compacting Concrete memiliki tingkat absorbsi dan permeabilitas
yang rendah dikarenakan pada adukan beton segar faktor air-semen sangat
rendah sehingga pada waktu mengeras, ruangan-ruangan dari penguapan air
lebih kecil, dengan demikian beton dapat lebih kedap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2.2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Self Compacting Concrete
1. Kelebihan dari Self Compacting Concrete :
a. Segi Durabilitas
a. Meningkatkan homogenitas dari beton
b. Dapat membungkus tulangan dengan baik
c. Porositas dari matrik beton yang rendah
d. No Carbonation, no chloride ingress
b. Segi Produktivitas
1) Pengecoran yang cepat
2) Pemompaan yang lebih mudah
3) Pekerjaan pemadatan tidak perlu dilakukan lagi
c. Segi Tenaga Kerja
1) Human error akibat pemadatan yang kurang sempurna dapat dihilangkan
2) Angka kecelakaan tenaga kerja dapat diperkecil
3) Tidak ada polusi suara akibat vibrator
4) Tidak terjadi Hand Arm Vibration Syndrom (HAVS)
5) Tidak terjadi White Fingers akibat gangguan peredaran darah
2. Kekurangan Self Compacting Concrete
a. Dari segi biaya Self Compacting Concrete lebih mahal dari pada beton
konvensional, salah satunya penggunaan superplasticizer
b. Pembuatan cetakan beton harus diperhatikan karena mudah terjadi kebocoran
akibat sangat encernya campuran beton.
2.2.5. High Volume Fly Ash Self-Compacting Concrete (HVFA SCC)
2.2.5.1 Pengertian High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete
Fly ash sebagai bahan tambah pada Self-compacting concrete (SCC) dapat
menambah kelecakan beton. Butiran fly ash yang berbentuk bulat akan membantu
memudahkan mengalir mengikuti berat sendiri dari beton segar serta mengisi
ruang kosong antar agregat sehingga beton dapat memadat sendiri dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kepadatan yang optimal. Fly ash pada SCC juga berperan sebagai water reducer
sehingga faktor air semen akan menjadi lebih kecil tanpa mengurangi kemampuan
beton untuk dapat mengalir.
Pada beton high volume fly ash (HVFA) dengan kadar yang lebih dari 50% dari
berat binder peran fly ash dapat meningkatkan ketahanan dan keawetan beton.
Butiran fly ash akan banyak mengisi ruang kosong antar agregat sehingga
kepadatan beton akan menjadi lebih baik. Sisa reaksi semen dengan air yang
berupa kapur padam yang cenderung melemahkan beton akan bereaksi kembali
dengan fly ash. Hasil sampingan reaksi semen dan air tersebut dapat dikurangi
sehingga beton akan menjadi lebih tahan terhadap reaksi zat asam maupun sulfat
yang ada di sekitarnya.
High volume fly ash self-compacting concrete (HVFA SCC) merupakan perpaduan
dari teknologi beton HVFA dan SCC. HVFA SCC merupakan beton dengan kadar
fly ash sebagai pengganti semen mencapai lebih dari 50% dan memiliki sifat-sifat
beton segar sama seperti SCC biasa. Pemakaian fly ash sebagai bahan pengganti
semen minimum 50% dari berat binder memiliki berbagai keunggulan untuk
membuat beton segar memiliki sifat sifat SCC. Bentuk butiran fly ash yang bulat
akan meningkatkan workability beton segar sehingga kemampuan beton untuk
mengalir akan lebih baik dengan penggunaan faktor air semen yang lebih kecil.
Selain itu kadar penggantian semen yang cukup tinggi memperkecil ruang antar
agregat karena ukuran butiran fly ash lebih kecil dari semen sehingga beton yang
dihasilkan akan lebih padat sehingga dapat meningkatkan nilai modulus elastisitas
beton. Nilai modulus elastisitas beton yang tinggi mencerminkan kemampuan
beton yang baik untuk mempertahankan bentuk ketika menerima beban.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2.2.5.2 Bahan Penyusun High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete
(HVFA-SCC)
Bahan penyusun HVFA – SCC agak berbeda. Pembuatan HVFA – SCC diperlukan
agregat, semen dan air dengan komposisi tertentu dengan mineral admixture dan
chemical admixture untuk mendapakan beton yang flowable dan compactable.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat HVFA – SCC, diuraikan sebagai
berikut:
1. Bahan Pengikat.
a. Semen
Semen portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam
pekerjaan beton. Menurut SNI-2049-2004, semen portland didefinisikan sebagai
semen hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling clinker yang terdiri dari
kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk
kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan
utamanya. Untuk mendapatkan workability yang tinggi, dapat dilakukan dengan
meningkatkan volume pasta semen. Peningkatan volume pasta diperoleh dengan
memberikan bahan mineral pada semen seperti fly ash, silica fume, limestone, dan
sebagainya. Bahan-bahan tersebut berguna untuk meningkatkan sifat mekanis dan
kimiawi serta umur beton. Jumlah semen dan bahan tambahnya berkisar antara
425 – 625 kg/m3.
b. Fly Ash
Fly ash adalah material yang berasal dari abu pembakaran batu bara yang tidak
terpakai. Pembakaran batu bara kebanyakan digunakan pada pembangkit listrik
tenaga uap. Produk limbah dari PLTU Cilacap tersebut mencapai 1 juta ton per
tahun. Material ini mempunyai kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai
sifat pozzolanik. Kandungan fly ash sebagian besar terdiri dari silikat dioksida
(SiO2), alumunium oksida (Al2O3), besi (Fe2O3), dan kalsium (CaO), serta
magnesium, pottasium, sodium, titanium, dan sulfur dalam jumlah yang lebih
sedikit. Sebagian besar komposisi kimia dari fly ash tergantung dari tipe batu bara.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Menurut ASTM C618-86, terdapat dua jenis fly ash, yaitu kelas F dan C. Kelas F
dihasilkan dari pembakaran batu bara jenis antrasit dan bituminous, sedangkan
kelas C dari batu bara jenis lignite dan subitumious. Persyaratan Kandungan
Kimia dan fisika Fly Ash Berdasarkan ASTM C618 – 96 disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Persyaratan Kandungan Kimia Fly Ash
Fly ash yang dipakai untuk penelitian ini adalah fly ash yang di peroleh dari
PLTU Cilacap. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan (BTKL) dan Penanggulangan Penyakit Menular (PPM) tentang
kandungan kimia yang terdapat dalam fly ash dari PLTU Cilacap. Dari hasil
analisis parameter kimia tersebut, fly ash dari PLTU Cilacap tergolong dalam fly
ash tipe C yang ditampilkan dalam Tabel 2.2. sebagai berikut :
Tabel 2.2. Parameter Kimia Fly Ash PLTU Cilacap.
Parameter Kelas
C
Silicon dioxide (SiO2)+ aluminum oxide (Al2O3) + iron
oxide (Fe2O3),
min, %
56,05
Sulfur trioxide (SO3), max, % 0,37
Moisture content, max, % 2,46
Loss on ignition, max, % 4,67
Sumber : BTKL dan PPM Yogyakarta (2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Alasan penggunaan fly ash pada HVFA – SCC adalah :
1) Ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah yang beracun dan
mengurangi penggunaan semen.
2) Dapat menggantikan semen dengan biaya lebih murah.
3) Dapat mengurangi resiko terjadinya bleeding, segregasi, dan penyusutan
beton.
4) Kehalusan dan bentuk partikel fly ash yang bulat dapat meningkatkan
workability.
5) Mampu meningkatkan kepadatan beton.
2. Agregat Kasar
Komposisi agregat kasar pada beton konvensional menempati 70-75% dari total
volume beton. Sedangkan dalam HVFA – SCC, penggunaan agregat kasar lebih
sedikit, yaitu dibatasi jumlahnya maksimal 50 % dari total volume beton supaya
bisa mengalir dan memadat sendiri tanpa alat pemadat. Selain itu pembatasan
fraksi agregat kasar dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap
segregasi. Sedangkan ukuran maksimum agregat kasar 20 mm dengan
pertimbangan jarak bersih minimal antar tulangan, dan kemampuan mengalir.
Untuk mendapatkan beton dengan kemampuan memadat dengan baik, lebih
disarankan agar menggunakan agregat dengan berat jenis tinggi (berat).
3. Agregat halus
Agregat halus yang digunakan lebih banyak daripada beton konvensional, yaitu
dengan volume agregat halus lebih besar 40 % dari volume mortar, dan harus
lebih besar 50 % dari berat total agregat, tetapi lebih kecil 50 % dari volume pasta.
Pasta terbentuk dari campuran semen ditambah air dan udara, sedangkan mortar
dibentuk dari pasta dan agregat.
4. Air
Faktor air semen sangat berpengaruh pada beton segar dan setelah mengeras.
Sedangkan penggunaan air pada HVFA – SCC lebih sedikit dibanding beton
konvensional yaitu dengan FAS berkisar antara 0,28 – 0,42 atau dibatasi sebesar ±
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
200 liter/m3. Pengurangan penggunaan air ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya segregasi.
5. Bahan campur (admixture)
Pada HVFA – SCC, diperlukan dosis superplasticizer yang tinggi. Pada
pembuatan HVFA – SCC ini digunakan superplasticizer dengan nama dagang Sika
Viscocrete-10. Sika Viscocrete-10 adalah bahan tambah kimia (chemical
admixture) yang melarutkan gumpalan-gumpalan dengan cara melapisi pasta
semen sehingga semen dapat tersebar dengan merata pada adukan beton dan
mempunyai pengaruh dalam meningkatkan workability beton sampai pada tingkat
yang cukup besar. Bahan ini digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit karena
sangat mudah mengakibatkan terjadinya bleeding. Superplasticizer dapat
mereduksi air sampai 40% dari campuran awal Beton berkekuatan tinggi dapat
dihasilkan dengan pengurangan kadar air, akibat pengurangan kadar air akan
membuat campuran lebih padat sehingga pemakaian superplasticizer sangat
diperlukan untuk mempertahankan nilai slump yang tinggi. Keistimewaan
penggunaan superplasticizer dalam campuran pasta semen maupun campuran
beton antara lain:
a. Menjaga kandungan air dan semen tetap konstan sehingga didapatkan
campuran dengan workability tinggi.
b. Mengurangi jumlah air dan menjaga kandungan semen dengan kemampuan
kerjanya tetap sama serta menghasilkan faktor air semen yang lebih rendah
dengan kekuatan yang lebih besar.
c. Mengurangi kandungan air dan semen dengan faktor air semen yang konstan
tetapi meningkatkan kemampuan kerjanya sehingga menghasilkan beton
dengan kekuatan yang sama tetapi menggunakan semen lebih sedikit.
d. Sedikit udara yang masuk. Penambahan 1% udara kedalam beton dapat
menyebabkan pengurangan strength rata-rata 6%. Untuk memperoleh
kekuatan yang tinggi, diharapkan dapat menjaga ”air content” didalam beton
serendah mungkin. Penggunaan superplasticizer menyebabkan sedikit bahkan
tidak ada udara masuk kedalam beton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Tidak adanya pengaruh korosi terhadap tulangan. Secara umum, partikel semen
dalam air cenderung untuk berkohesi satu sama lainnya dan partikel semen akan
menggumpal. Dengan menambahkan superplasticizer, partikel semen ini akan
saling melepaskan diri dan terdispersi. Dengan kata lain superplasticizer
mempunyai dua fungsi yaitu, mendispersikan partikel semen dari gumpalan
partikel dan mencegah kohesi antar semen. Fenomena dispersi partikel semen
dengan penambahan superplasticizer dapat menurunkan viskositas pasta semen,
sehingga pasta semen lebih mengalir. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan air
dapat diturunkan dengan penambahan superplasticizer. Adapun spesifikasi
(technical data) dari Sika Viscocrete 10 dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Data Teknis Sika Viscocrete 10
Bentuk Cair
Warna Pale Straw
Kerapatan relatif @ 20°C 1,06
Kandungan material kering % 30
Dosis % berat semen 0,2-1,5
Ph 4,5
Water Soluble Chloride Content % <0,1 Chloride free
Equivalent Sodium Oxide as Na2O 0,30
Sumber: www.sika.co.id
2.2.6. Modulus Elastisitas Beton
Modulus elastisitas merupakan suatu ukuran nilai yang menunjukkan kekakuan
dan ketahanan beton untuk menahan deformasi (perubahan bentuk). Suatu bahan
apabila dibebani maka akan mengalami deformasi. Perbandingan deformasi
vertikal dengan tinggi awal benda uji disebut dengan regangan. Modulus
elastisitas merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan dalam arah
aksial, semakin tinggi modulus elastisitas suatu bahan maka bahan tersebut
semakin kuat menahan tegangan aksial akibat pembebanan dengan regangan yang
sekecil mungkin. Biasanya sruktur yang mempunyai nilai modulus elastisitas yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
besar akan bersifat getas atau kaku, akan tetapi struktur itu akan memiliki kuat
tekan yang tinggi. Parameter ini sangat penting karena menunjukkan kemampuan
beton untuk menahan beban maksimal sebelum struktur mengalami regangan atau
lendutan. Tolok ukur yang umum dari sifat elastisitas suatu beton adalah modulus
elastisitas, yang merupakan perbandingan dari tekanan yang diberikan dengan
perubahan bentuk persatuan panjang sebagai akibat dari tekanan yang diberikan.
Murdock dan Brook (1991), modulus elastisitas yang sebenarnya atau modulus
pada suatu waktu tetentu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.1 -
2.4.
Modulus elastisitas (E)es
= (2.1)
Dengan :
Tegangan (σ)AP
= (2.2)
Regangan (ε)llD
=
(2.3)
Dengan : P = beban yang diberikan (ton),
A = luas tampang melintang (mm2),
Δl = perubahan panjang akibat beban P (mm),
l = panjang semula (mm).
Berdasarkan rekomendasi ASTM C 469-94, perhitungan modulus elastisitas beton
yang digunakan adalah modulus chord, adapun perhitungan modulus elastisitas
chord (Ec) dapat dilihat pada Persamaan 2.9.
Ec00005,0
2
12
--
=e
SS
(2.4)
Dengan:
Ec = modulus elastisitas (MPa),
S2 = tegangan sebesar 40% x fc’ (MPa),
S1 = tegangan yang bersesuaian dengan regangan arah longitudinal akibat
tegangan sebesar 0,00005 (MPa),
e2 = regangan longitudinal akibat tegangan S2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan langkah-langkah atau metode yang dilakukan
dalam penelitian suatu masalah, kasus, gejala, fenomena, atau lainnya dengan jalan
ilmiah untuk menghasilkan jawaban yang rasional. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimental, yaitu metode penelitian yang dilakukan
dengan cara mengadakan suatu percobaan untuk mendapatkan data atau hasil yang
menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Pengujian yang dilakukan
dalam penelitian ini meliputi pengujian bahan, trial mix design dan pengujian
modulus elastisitas.
3.1. Pengujian Bahan Dasar Beton
Pengujian bahan dasar beton ditujukan untuk mengetahui kelayakan karakteristik
bahan penyusun beton yang nantinya dipakai dalam rancang campur (mix design).
Pengujian bahan dasar beton dilakukan terhadap fly ash, agregat halus dan agregat
kasar.
3.1.1. Agregat Halus
3.1.1.1. Pengujian Kadar Lumpur Agregat Halus
Pengujian kadar lumpur disyaratkan PBI 1971 untuk pasir yang digunakan dalam
campuran beton maksimal adalah 5%. Maka bila pasir mengandung lumpur 5% dari
dari berat keringnya, pasir tersebut harus dicuci.
Kadar lumpur pasir dihitung dengan persamaan 3.1 sebagai berikut :
KadarLumpur 롸 啤钳能啤前啤前 果100% .......................................................................(3.1)
dengan :
G0 = berat pasir awal (100 gram),
G1 = berat pasir akhir (gram).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3.1.1.2. Pengujian Kadar Zat Organik Agregat Halus
Pengujian kandungan zat organik pada agregat halus menggunakan larutan NaOH 3%
pada percobaan perubahan warna Abrams Harder sesuai dengan PBI 1971. Kadar zat
organik pada pasir berdasarkan perubahan warnanya dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Tabel Perubahan Warna Pada Uji Kadar Zat Organik Pasir
Warna Prosentase kandungan zat organik
Jernih
Kuning muda
Kuning tua
Kuning kemerahan
Coklat kemerahan
Coklat
0 %
0 – 10%
10 – 20%
20 – 30%
30 – 50%
50 – 100%
3.1.1.3. Pengujian Specific Gravity Agregat Halus
Pengujian specific gravity agregat halus mengacu pada ASTM C 128. Pengujian ini
ditujukan agar mendapatkan :
1. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi kering
dengan volume pasir total.
2. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat pasir jenuh dalam
kondisi kering permukaan dengan volume pasir total.
3. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat pasir dalam kondisi
kering dengan volume butir pasir.
4. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat pasir
kering.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.2 s/d 3.5 sebagai berikut:
Bulk Specific Gravity cdb
a-+
= .......................................................... (3.2)
Bulk Specific Gravity SSD cdb
d-+
= ........................................................... (3.3)
Apparent Specific Gravity cab
a-+
= ........................................................... (3.4)
Absorbsion %100´-
=a
ad ............................................................................. (3.5)
dengan :
a = berat pasir kering oven (gram),
b = berat volumetric flash berisi air (gram),
c = berat volumetric flash berisi pasir dan air (gram),
d = berat pasir dalam keadaan kering permukaan jenuh (500 gram).
3.1.1.4. Pengujian Gradasi Agregat Halus
Pengujian gradasi agregat halus menggunakan standar pengujian ASTM C 136.
Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan Persamaan 3.6 sebagai berikut :
꠰ú圭DSDƼō闺됰SDƼ됰柜ᴈ됰Ƽ轨Ė롸 聘乒 ................................................................... (3.6)
dengan :
d = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan,
e = Σ prosentase kumulatif berat pasir yang tertinggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3.1.2. Agregat Kasar
3.1.2.1. Pengujian Specific Gravity Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian adalah kerikil berdiameter 10 mm.
Standar pengujian yang digunakan adalah ASTM C127. Pengujian ini ditujukan untuk
mengetahui :
1. Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi
kering dengan volume kerikil total.
2. Bulk specific gravity SSD, yaitu perbandingan antara berat kerikil jenuh dalam
kondisi kering permukaan dengan volume kerikil total.
3. Apparent specific gravity, yaitu perbandingan antara berat kerikil dalam kondisi
kering dengan volume butir kerikil.
4. Absorbtion, yaitu perbandingan antara berat air yang diserap dengan berat kerikil
kering.
Untuk menganalisis hasil pengujian dengan Persamaan 3.7 s/d 3.10 sebagai berikut:
Bulk Specific Gravity hg
f-
= ............................................................... (3.7)
Bulk Specific Gravity SSD hg
g-
= ............................................................... (3.8)
Apparent Specific Gravity hf
f-
= .............................................................. (3.9)
Absorbsion %100´-
=h
hg ........................................................................... (3.10)
dengan :
f = berat agregat kasar (3000 gram),
g = berat agregat kasar setelah direndam 24 jam dan dilap (gram),
h = berat agregat kasar jenuh (gram).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
3.1.2.2. Pengujian Gradasi Agregat Kasar
Pengujian gradasi agregat kasar menggunakan standar pengujian ASTM C 136.
Modulus kehalusan pasir dihitung menggunakan Persamaan 3.11 sebagai berikut :
꠰ú圭DSDƼō闺됰SDƼ됰柜ōĖ轨轨S롸 屏坡................................................................ (3.11)
dengan :
m = Σ prosentase kumulatif berat kerikilr yang tertinggal selain dalam pan,
n = Σ prosentase kumulatif berat kerikil yang tertinggal.
3.1.2.3. Pengujian Abrasi Agregat Kasar
Standar pengujian abrasi pada agregat kasar menggunakan ASTM C 131, dengan
menggunakan mesin Los Angeles. Keausan agregat tidak boleh lebih dari 50%.
Prosentase berat yang hilang dihitung dengan menggunakan persamaan 3.12 sebagai
berikut :
�ĖúƼō柜棍됰ƼōᬈōĖ됰棍H됰柜龟闺轨S됰柜龟롸 平能凭平果100% ........................................... (3.12)
dengan:
i = berat agregat kasar kering oven yang telah dicuci, sebelum pengausan (gram),
j = berat agregat kasar kering oven yang tertahan ayakan 2,3 mm dan telah dicuci
setelah pengausan (gram).
3.1.3 Fly Ash
Dalam penelitian ini, fly ash yang digunakan adalah bahan sisa pembakaran di PLTU
Cilacap. Pengujian fly ash dilakukan di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan
dan Pemeberantasan Penyakit Menular Yogyakarta (Laboratorium Fisika Kimia
Padatan dan B3). Pengujain fly ash terdiri dari beberapa parameter dilihat pada Tabel
3.2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 3.2. Tabel Parameter Pengujain Fly Ash
No Parameter Satuan Metode Uji
1 Berat Jenis gram/ cm3 In House Methode
2 Kerapatan % In House Methode
3 Kadar Air % SNI 06-69924-2004-4.6.2
4 Hilang Pijar % In House Methode
5 Kelembaban % In House Methode
6 Lolos 200 mesh % In House Methode
7 Al2O3 % In House Methode
8 SO3 % In House Methode
9 Fe2O3 % In House Methode
10 CaO % In House Methode
11 Na2O % In House Methode
12 SiO2 % In House Methode
Sumber : Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemeberantasan Penyakit
Menular Yogyakarta (Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3)
3.2 Rancang Campur High Volume Fly Ash – Self Compacting
Concrete.
Dalam penelitian pendahuluan digunakan rancang campur beton yang mengacu
rancang campur High Volume Fly Ash – Self Compacting Concrete (Mehta,Monteiro,
2004) dengan target dapat dihasilkan adukan beton yang memiliki flowabilty dan
workability yang baik. Untuk mencapai target yang diharapkan perlu dilakukan trial
mix.
Trial Mix awal bertujuan untuk menyederhanakan variasi komposisi campuran yang
akan dilakukan pada percobaan nanti dan menentukan perbandingan agregat kasar dan
halus yang optimum. Pada trial mix awal ini, yang diutamakan adalah dicapainya
kondisi campuran beton yang memenuhi syarat pengujian flowability dan workability.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Langkah-langkah rancang campur beton dan pengujian dari awal sampai akhir adalah
sebagai berikut :
1. Kerikil ukuran 10 mm dan pasir pada kondisi saturated surface dry (SSD). Conical
mould dengan ukuran diameter atas 3,8 cm, diameter bawah 8,9 cm, tinggi 7,6 cm,
lengkap dengan alat penumbuk sebagai alat untuk mengukur keadaan SSD pasir.
2. Disiapkan cetakan silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
3. Kerikil ukuran 10 mm dan pasir ditimbang dan dimasukkan ke tempat pengadukan.
4. Semen tipe 1 (Ordinary Portland Cement) dan fly ash tipe C dari PLTU Cilacap
ditimbang kemudian dimasukkan ke tempat pengadukan.
5. Sika Viscocrete 10 ditimbang kemudian dicampurkan ke dalam air yang telah
disiapkan dalam gelas ukur. Sebelum campuran air dengan Sika Viscocrete 10
dimasukkan ke tempat pengadukan, campuaran agregat kasar, agregat halus, fly
ash, semen diaduk menggunakan cangkul sampai tercampur rata. Setelah
pencampurannya sudah merata air yang telah dicampurkan dengan Sika Viscocrete
10 dimasukkan ke tempat pengadukan secara bertahap dan diaduk menggunakan
cangkul sampai adukan beton tercampur merata.
6. Memeriksa flowability dan passingability yaitu dengan pengujian (slump flow, J-
Ring flow table) dari adukan beton tersebut. Cara pengujian flowability dengan
slump flow test:
a. Mempersiapkan papan aliran dan kerucut Abraham dengan membasahinya.
b. Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10cm dibagian
bawah dan diameter 20cm diatas) diatas papan aliran dan diletakkan pada
posisi tengah papan aliran.
c. Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete
tanpa dilakukan proses pemadatan.
d. Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran.
e. Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500
mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Cara pengujian passingability dengan J-Ring flow table:
a. Mempersiapkan papan aliran dengan J-Ring dan kerucut Abraham dengan
membasahinya.
b. Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10 cm dibagian
bawah dan diameter 20 cm di atas) diatas papan aliran dan diletakkan pada
posisi tengah papan aliran dengan J-Ring.
c. Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete
maka tidak dilukukan proses pemadatan.
d. Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran
e. Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500
mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum.
7. Jika air yang dicampur dengan Superplasticizer Sika Viscocrete 10 sudah diberikan
sampai habis, sedangkan melalui pengujian flowability dan passingability hasil
trial mix tersebut tidak memenuhi syarat maka dilakukan modifikasi komposisi
bahan.
8. Kemudian diukur penambahan air yang diberikan dan dijumlah dengan takaran
yang sebelumnya. Dari jumlah air tersebut kemudian dibagi dengan jumlah total
binder yang digunakan. Dari hasil pembagian tersebut diperoleh nilai water-binder
ratio.
9. Setiap adukan beton rata-rata jumlah cetakan silinder yang terisi penuh didapat
sebanyak buah benda uji, yang nantinya akan diuji kuat tekannya.
10.Pengujian kuat tekan dilakukan pada beton mencapai umur 28 hari.
Tabel 3.3. Tabel Hasil Rancang Campur HVFA-SCC
Variasi
fly ash
Semen
(kg)
Fly ash
(kg)
Pasir
(kg)
Krikil
(kg)
Air
(kg)
Superplasticizer
(kg)
35% 440.3286 237.1000 671.177 669.589 162.8571 7.7227
55% 304.8429 372.5857 671.177 669.589 127.1429 7.7227
65% 237.1000 440.3286 671.177 669.589 109.2858 7.7227
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Secara garis besar langkah-langkah rancang campur beton dapat dilihat diagram alir
pada Gambar 3.1
Gambar 3.1 Diagram Alir Rancang Campur Beton
3.3 Pembuatan Adukan dan Pengujian Sifat Beton Segar High
Volume Fly Ash Concrete – Self Compacting Concrete
Dalam pembuatan adukan beton segar, takaran komposisi bahan (fly ash, semen,
pasir, kerikil ukuran 10mm, air, superplasticizer sika viscocrete 10) yang dipakai
adalah hasil trial mix pada penilitian pendahuluan yang telah berhasil memenuhi
persyaratan beton segar High Volume Fly Ash-Self Compacting Concrete yaitu
menghasilkan adukan beton yang flowability dan fillingability.
Mulai
Data- data komposisi
Pengadukan bahan
Pengujian
Flowability passingability
Persyaratan HVFA-SCC
Memenuhi Modifikasi Komposisi
bahan
Cetak dalam silinder
Selesai
Tidak
Ya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Langkah-langkah pembuatan adukan High Volume Fly Ash – Self Compacting
Concrete dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Menyiapkan material (semen, fly ash, pasir, kerikil ukuran 10 mm, air, dan
superplasticizer sika viscocrete 10) dan peralatan yang akan digunakan untuk
campuran beton.
2. Menyiapkan cetakan beton diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan melumuri bagian
dalam permukaan cetakan dengan bekisting.
3. Menimbang masing-masing material berdasarkan perhitungan rancang campur
beton sebagai patokan rancang campur pada penelitian pendahuluan yang telah
memenuhi persyaratan sifat beton segar High Volume Fly Ash-Self Compacting
Concrete.
4. Membuat adukan beton dengan alat bantu molen, mencampur (pasir, kerikil
ukuran 10mm, fly ash, semen, Superplasticizer dan air).
Cara pencampuran adukan beton :
Setelah material (semen, fly ash, pasir, kerikil ukuran 10mm, air, dan
superplasticizer sika viscocrete 10) sudah disiapkan sesuai dengan takaran yang
berpatok pada rancang campur pada penelitian pendahuluan. Memasukan semen,
fly ash, pasir, kerikil ukuran 10mm ke dalam molen dan memutar molen sampai
(semen, fly ash, pasir, kerikil ukuran 10mm) benar – benar tercampur rata. Setelah
tercampur, campuran (Superplasticizer dan air) dituangkan secara bertahap ke
dalam molen, sampai habis campuran (Superplasticizer dan air) tersebut.
5. Pengujian sifat beton segar High Volume Fly Ash-Self Compacting Concrete yaitu
flowability dan filling ability. Cara pengujian sifat beton segar High Volume Fly
Ash – Self Compacting Concrete :
a. Cara pengujian flowability dengan slump flow test:
1) Mempersiapkan papan aliran dan kerucut Abraham dengan membasahinya.
2) Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10 cm dibagian
bawah dan diameter 20 cm diatas) diatas papan aliran dan diletakkan pada
posisi tengah papan aliran.
3) Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete
tanpa dilakukan proses pemadatan.
4) Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
30 cm
30 cm
5) Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500
mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum.
b. Cara pengujian passingability dengan J-Ring flow table:
1) Mempersiapkan papan aliran dengan J-Ring dan kerucut Abraham dengan
membasahinya.
2) Meletakkan kerucut Abraham pada posisi terbalik (diameter 10 cm dibagian
bawah dan diameter 20 cm diatas) diatas papan aliran dan diletakkan pada
posisi tengah papan aliran dengan J-Ring.
3) Mengisi kerucut abraham sampai penuh, karena self compacting concrete
tanpa dilakukan proses pemadatan.
4) Mengangkat secara perlahan tegak lurus keatas dengan papan aliran
5) Menghitung waktu yang diperlukan adukan beton segar pada diameter 500
mm, dan waktu yang diperlukan untuk mencapai diameter maksimum.
6. Selanjutnya dilakukan pengecoran dengan menuangkan adukan beton ke dalam
cetakan dan memberi tanda untuk masing-masing sampel.
Gambar 3.2. Silinder
Benda uji yang digunakan pada penelitian modulus elastisitas masing-masing terdiri
dari 3 buah sampel. Pengujian benda uji dilakukan setelah benda uji berumur 7,28 dan
56 hari. Perincian sampel benda uji porositas dapat dilihat di Tabel 3.4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Tabel 3.4. Rincian Sampel Benda Uji Modulus Elastisitas HVFA-SCC
Kadar fly ash (%Volume terhadap binder)
Jumlah (Sampel)
Umur (Hari) Kode
35 3 7 HSM 3507 3 28 HSM 3528 3 56 HSM 3556
55 3 7 HSM 5507 3 28 HSM 5528 3 56 HSM 5556
65 3 7 HSM 6507 3 28 HSM 6528 3 56 HSM 6556
Jumlah 27
Keterangan:
3 sampel Benda Uji 35 % fly ash diuji pada umur 7 hari
3 sampel Benda Uji 35 % fly ash diuji pada umur 28 hari
3 sampel Benda Uji 35 % fly ash diuji pada umur 56 hari
3 sampel Benda Uji 55 % fly ash diuji pada umur 7 hari
3 sampel Benda Uji 55 % fly ash diuji pada umur 28 hari
3 sampel Benda Uji 55 % fly ash diuji pada umur 56 hari
3 sampel Benda Uji 65 % fly ash diuji pada umur 7 hari
3 sampel Benda Uji 65 % fly ash diuji pada umur 28 hari
3 sampel Benda Uji 65 % fly ash diuji pada umur 56 hari
3.4 Curing (Perawatan) HVFA – SCC.
Perawatan beton dilakukan dengan menjaga kelembaban beton HVFA-SCC.
Perawatan ini dilakukan sampai benda uji berumur 7, 28, dan 56 hari. Berikut adalah
langkah-langkah perawatan beton:
1. Benda uji yang telah berumur 1 hari (perkiraan beton mengeras) dilepas dari
cetakan silinder.
2. Benda uji yang telah dilepas dari cetakan kemudian ditutup menggunakan plastik.
3. Benda uji yang telah ditutup plastik, kemudian tutup kembali menggunakan
karung goni yang telah dibasahi.
4. Sebelum pengujian benda uji dilap agar permukaannya kering.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3.5 Pengujian Modulus Elastisitas HVFA – SCC.
Pengujian tegangan – regangan akibat pembebanan tekan menggunakan silinder
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Pengujian tegangan-regangan menggunakan
alat uji tekan loading frame dan alat pengukur deformasi berupa dial gauge.
1. Setting alat
a. Memasang hydraulic jack pada frame bagian atas menghadap kebawah.
b. Memasang dua buah dial gauge pada benda uji dengan menggunakan ring.
c. Meletakkan benda uji silinder pada loading frame.
d. Memasang load cell setelah benda uji dalam keadaan seimbang.
e. Menghubungkan kabel load cell ke tranducer
f. Menghubungkan kabel power supply tranducer ke trafo 110 volt.
g. Menghidupkan trafo sehingga pada tranducer muncul angka.
h. Memompa pressure pump perlahan-lahan sehingga pada tranducer muncul
angka nol.
2. Pengujian modulus elastisitas
a. Pengujian dilakukan dengan cara memberi beban atau tekanan pada
permukaan atas benda uji. Pembebanan diberikan berangsur-angsur dengan
menggunakan hydraulic jack dan tranducer. Setiap kenaikan pembebanan
tertentu dilakukan pembacaan dial untuk mengetahui besarnya perubahan
panjang yang terjadi pada benda uji. Interval pembebanan yang diberikan
adalah 400 kg.
b. Pembebanan dilakukan hingga mencapai 30 % dari kuat desak benda uji.
c. Menghitung regangan yang terjadi berdasarkan data perubahan panjang yang
diperoleh dari pengujian dengan rumus:
(ε) LLD
= ................................................................................................(2.1)
d. Menghitung tegangan dengan rumus:
σ AP
= ..................................................................................................... (2.2)
e. Membuat grafik hubungan tegangan-regangan
f. Menghitung nilai modulus elastisitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
CE =00005,02
12
--
eSS
.................................................................................. (2.3)
Gambar 3.3. Pengujian modulus elastisitas
3.6 Tahap Penelitian
Tahapan pelaksanaan penelitian sebagai berikut :
1. Tahap I
Tahap ini melakukan studi literatur serta mempersiapkan bahan dan alat uji
penelitian.
2. Tahap II
Tahap ini melakukan pengujian bahan yang akan digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui sifat dan karakterstik bahan.
3. Tahap III
Tahap ini melakukan Rancang campur untuk menentukan komposisi bahan HVFA
- SCC.
4. Tahap IV
Tahap ini melakukan pembuatan adukan, pengujian sifat beton segar dan
pengecoran ke dalam cetakan.
5. Tahap V
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Tahap ini melakukan perawatan HVFA-SCC dengan membungkus benda uji
dengan plastik dan menutup dengan karung goni.
6. Tahap VI
Tahap ini melakukan pengujian modulus elastisitas HVFA-SCC. Pengujian
dilakukan di Laboratorium Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNS.
7. Tahap VII
Tahap ini melakukan analisis data hasil pengujian antara variabel – variabel yang
diteliti dalam penelitian.
8. Tahap VIII
Tahap ini melakukan pengambilan kesimpulan dari hasil analisis pengujian yang
berhubungan dengan tujuan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tahapan penelitian dapat dilihat secara skematis dalam bentuk bagan alir pada
Gambar 3.4.
Persiapan
Mulai
Agregat Air Semen
Uji Bahan:
- kadar kumpur
- kadar organik
- specific gravity
- gradasi
- kadar air
Uji Bahan :
- abrasi
- specific gravity
- gradasi
- kadar air
Rancang Campur HVFA – SCC.
Tahap I
Tahap III
Tahap II
Agregat Halus
Gambar 3.4. Bagan Alir Tahap – Tahap Penelitian
Kadar Fly ash 35%,55%,65%
Fly ash
Uji bahan : - Al2O3
- SO3
- Fe2O3
- CAO
- Na2O
- SiO2
- Kadar Air
- Hilang Pijar
Pembuatan Adukan HVFA-SCC
Pengujian sifat beton segar
Mencetak Benda Uji HVFA-SCC
Perawatan (Curing) HVFA-SCC
Pengujian Modulus Elastisitas HVFA-SCC
Analisis Data dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Tahap VI
Tahap V
Tahap IV
Tahap VIII
Tahap VII
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar
Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar
pengujian yang terdapat pada ASTM. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan
dengan jadwal penelitian dan ijin penggunaan Laboratortium Bahan Fakultas Teknik
UNS Surakarta.
Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang
diperoleh. Sedangkan data rinci hasil pemeriksaan bahan dasar dan penyusun beton
disajikan dalam lampiran A.
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Pengujian terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar
lumpur, kandungan zat organik, specific gravity, gradasi agregat dan berat jenis. Data-
data pengujian dan perhitungannya secara lengkap terdapat pada LampiranA. Hasil-
hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan
Absorbtion 2,88 % - -
Apparent Specific Gravity 2,809 gr/cm3 - -
Bulk Specific Gravity 2,598 gr/cm3 - -
Kandungan Zat Organik Jernih Kuning Memenuhi syarat
Kandungan Lumpur 4 % Maks 5 % Memenuhi syarat
Bulk Specific SSD 2,674 gr/cm3 2,5-2,7 gr/cm3 Memenuhi syarat
Modulus Halus 2,57 2,3 – 3,1 Memenuhi syarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat
pada Tabel 4.2.dan Grafik 4.1.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
No Diameter Ayakan (mm)
Berat Tertahan Berat Lolos
Kumulatif (%) ASTM C-33
Gram % Kumulatif (%)
1 9,5 0 0.00 0.00 100 100
2 4,75 41 1.37 1.37 98.63 95 - 100
3 2,36 194 6.47 7.84 92.16 80 - 100
4 1,18 342 11.41 19.25 80.75 50 - 85
5 0,85 902 30.09 49.33 50.67 25 - 60
6 0,3 1052 35.09 84.42 15.58 10 - 30
7 0,15 308 10.27 94.70 5.30 2 - 10
8 0 159 5.30 100 0.00 0
Jumlah 2998 100 356,90
Dari Tabel 4.2. didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Grafik 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Grafik 4.1. Gradasi Agregat Halus
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam
penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan
gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3 dan
Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar sehingga
dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam
lampiran A.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan
Abrasi 42,51 % Maksimum 50 % Memenuhi syarat
Absorbtion 7,43 % - -
Bulk Specific Gravity 2,338 gr/cm3 - -
Bulk Specific SSD 2,512 gr/cm3 2,5-2,7 Memenuhi syarat
Apparent Specific Gravity 2,830 gr/cm3 - -
Modulus Halus Butir 2,711 - -
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kum
ulat
if lo
los
(%)
Diameter ayakan (mm)
ASTM Batas Atas Data Hasil Pengujian ASTM Batas Bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
No Diameter Ayakan (mm)
Berat Tertahan Berat Lolos
Kumulatif (%) ASTM C-33
Gram % Kumulatif (%)
1 12,50 0,00 0,00 0,00 100,00 100
2 9,50 0,00 0,00 0,00 100,00 85 – 100
3 4,75 2187 72,95 72,95 27,05 10 – 30
4 2,36 756 25,22 98,17 1,83 0 – 10
5 1,18 55 1,83 100,00 0,00 0 – 5
6 0 0,00 0,00 100,00 0,00 -
Jumlah 2998 100 371,11
Dari Tabel 4.4 didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Grafik 4.2.sebagai berikut:
Grafik 4.2. Gradasi Agregat Kasar
Secara visual, agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 4.2.sebagai berikut:
0102030405060708090
100
0 2 4 6 8 10 12 14
Kom
ulat
if l
olos
(%
)
Diameter ayakan (mm)
ASTM Batas Atas Data Hasil Pengujian ASTM Batas Bawah
0 1.18 2.36 4.75 9.50 12.50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
4.1.3 Hasil Pengujian Fly Ash
Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKLPPM) Yogyakarta, fly ash
yang dipakai untuk penelitian ini adalah fly ash yang di peroleh dari PLTU Cilacap
masuk dalam golongan fly ash tipe C. Hasil pengujian fly ash berdasarkan parameter
yang diteliti dapat dilihat di Tabel. 4.5.
Tabel. 4.5. Hasil Pengujian Fly Ash dari PLTU Cilacap.
No Parameter Satuan Hasil Uji Klasifikasi
F N C Berat Jenis gr/cm3 1,2091 Kerapatan % 2,4178 Kadar Air % 0,14 Hilang Pijar % 4,67 Kelembaban % 2,46 Lolos 200 mesh % 94,86 Al2O3 % 19,18
70 70 50 Fe2O3 % 2,22 SiO2 % 34,65 CaO % 0,37 Na2O % 0,01 SO3 % 0,37
Sumber : Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3 Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL PPM) Yogyakarta
4.2. Rancang Campur
Dari perhitungan rancang campur (mix design) adukan beton diperoleh kebutuhan
bahan untuk 1 m3High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete (HVFA-SCC)
seperti pada Tabel 4.5.sampai dengan Tabel. 4.8.
Tabel 4.6. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCCUntuk Setiap Variasi Per 1 m3.
Variasi Fly Ash
Semen (Kg)
Fly Ash (Kg)
Pasir (Kg)
Kerikil (Kg)
Air (Kg)
Superplasticizer (Kg)
35% 440,3286 237,1000 671,177 669,589 162,8571 7,7227 55% 304,8429 372,5857 671,177 669,589 127,1429 7,7227 65% 237,1000 440,3286 671,177 669,589 109,2858 7,7227
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 4.7.Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC Untuk Tiap 1 Kali Adukan
Variasi Fly Ash
Semen (Kg)
Fly Ash (Kg)
Pasir (Kg)
Kerikil (Kg)
Air (Kg)
Superplasticizer (Kg)
35% 25.198 13.568 38.409 38.318 8.637 0.442 55% 17.445 21.322 38.406 38.318 8.547 0.442 65% 13.568 25.198 38.406 38.318 7.102 0.442
Tabel 4.8.Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk Kebutuhan 1 Benda Uji
Variasi Fly Ash
Semen (Kg)
Fly Ash (Kg)
Pasir (Kg)
Kerikil (Kg)
Air (Kg)
Superplasticizer
(Kg) 35% 2.800 1.508 4.268 4.258 0.960 0.049 55% 1.938 2.369 4.267 4.258 0.950 0.049 65% 1.508 2.800 4.267 4.258 0.789 0.049
Perhitungan proporsi campuran adukan beton untuk setiap variasi secara lengkap
terdapat pada Lampiran B.
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar.
Untuk mendapatkan High Volume Fly Ash Concrete yang memiliki sifat beton segar
Self Compacting Concrete perlu adanya pengujian, antara lain Flow Table Tes, J-Ring
Flow Table Test, Box Type Test, L-Box Test, V-Funnel Test. Dari hasil pengujian
didapat nilai slump flow dari masing-masing beton dapat dilihat pada Tabel 4.9.
sampai dengan Tabel .4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel 4.9.Hasil Pengujian Flow Table Test HVFA-SCC
Kadar
Fly ash
Sampel Pencampuran
Flow Table
Diameter maximal Waktu Kecepatan (mm/dt) d1
(mm) d2
(mm) drata-rata (mm)
t500 (dt)
tmax (dt)
35%
Pencampuran ke-1 760 700 730 6.03 21.78 33.517
Pencampuran ke-2 680 700 690 5.38 21.28 32.425
Pencampuran ke3 740 750 745 6.67 22.47 33.155
Rata-rata 721.667 6.027 21.843 33.032
55%
Pencampuran ke-1 720 760 740 4.78 18.87 39.216
Pencampuran ke-2 740 750 745 4.57 18.08 41.206
Pencampuran ke3 710 740 725 4.24 17.51 41.405
Rata-rata 736.667 4.530 18.153 40.609
65%
Pencampuran ke-1 740 770 755 4.36 14.14 53.395
Pencampuran ke-2 730 700 715 3.27 13.03 54.873
Pencampuran ke3 770 760 765 3.18 12.06 63.433
Rata-rata 745.000 3.603 13.077 57.234
Tabel 4.10. Hasil Pengujian J-Ring Flow Table Test HVFA-SCC
Kadar
Fly ash
Sampel Pencampuran
J-Ring Flow Table
Diameter maximal Waktu Kecepatan (mm/dt) d1
(mm) d2
(mm) drata-rata (mm)
t500 (dt)
tmax (dt)
35%
Pencampuran ke-1 62 67 64.5 10.79 30.68 2.102
Pencampuran ke-2 64 61 62.5 8.48 29.07 2.150
Pencampuran ke3 61 65 63 9.38 29.86 2.110
Rata-rata 63.333 9.550 29.870 2.121
55%
Pencampuran ke-1 62 66 64 8.57 21.17 3.023
Pencampuran ke-2 63 68 65.5 8.78 22.78 2.875
Pencampuran ke3 62 65 63.5 7.90 19.59 3.241
Rata-rata 64.333 8.417 21.180 3.047
65%
Pencampuran ke-1 64 68 66 7.15 17.38 3.797
Pencampuran ke-2 66 65 65.5 6.10 16.58 3.951
Pencampuran ke3 62 66 64 5.52 15.46 4.140
Rata-rata 65.167 6.257 16.473 3.963
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 4.11. Hasil Pengujian L-Box Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
L-Box test t200 (dt)
t400 (dt)
h1 (mm)
h2 (mm) h2/h1
35%
Pencampuran ke-1 1.28 3.45 10 10 1
Pencampuran ke-2 2.12 5.23 10 10 1
Pencampuran ke3 3.22 5.76 10 10 1
Rata-rata 2.207 4.813 10 10 1
55%
Pencampuran ke-1 1.38 3.49 10 10 1
Pencampuran ke-2 2.48 4.01 10 10 1
Pencampuran ke3 2.72 4.24 10 10 1
Rata-rata 2.193 3.913 10 10 1
65%
Pencampuran ke-1 1.33 3.43 10 10 1
Pencampuran ke-2 1.28 3.15 10 10 1
Pencampuran ke3 1.22 2.06 10 10 1
Rata-rata 1.277 2.880 10 10 1
Tabel 4.12. Hasil Pengujian Box – Type Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
Box Type h1
(mm) h2
(mm) h2/h1
35%
Pencampuran ke-1 34 34 1
Pencampuran ke-2 34 34 1
Pencampuran ke3 34 34 1
Rata-rata 34 34 1
55%
Pencampuran ke-1 34 34 1
Pencampuran ke-2 34 34 1
Pencampuran ke3 34 34 1
Rata-rata 34 34 1
65%
Pencampuran ke-1 34 34 1
Pencampuran ke-2 34 34 1
Pencampuran ke3 34 34 1
Rata-rata 34 34 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 4.13. Hasil Pengujian V-Funnel Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
V-Funnel Test t
(dt)
35%
Pencampuran ke-1 24.5
Pencampuran ke-2 21.15
Pencampuran ke3 19.78
Rata-rata 21.810
55%
Pencampuran ke-1 13.48
Pencampuran ke-2 15.43
Pencampuran ke3 13.74
Rata-rata 14.217
65%
Pencampuran ke-1 11.09
Pencampuran ke-2 11.67
Pencampuran ke3 9.23
Rata-rata 10.663
Berdasarkan Tabel 4.9. sampai Tabel 4.13 dapat menyimpulkan nilai slump flow pada
HVFA-SCC, semakin banyak kandungan fly ash sebagai pengganti sebagian semen
semakin cepat kemampuan mengalirnya . Hal ini dikarenakan butiran fly ash yang
berbentuk bulat dapat menamabah kelecakan beton segar pada HVFA-SCC sehingga
memiliki sifat workability yang baik. Workability merupakan faktor yang penting
dalam pembuatan adukan beton diperlukan untuk memudahkan proses pengadukan,
pengangkutan dan penuangan.
Selain itu beton HVFA SCC juga mamiliki kemampuan pasinggability yang baik.
Kemampuan pasinggability pada beton berkaitan erat dengan kemampuan beton segar
untuk dapat mengisi ruang kosong pada bagian beton yang memiliki tulangan yang
padat seperti pada joint balok dan kolom sehingga tidak perlu lagi melakukan
pemadatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 28, dan 56 hari
dengan menggunakan Compression Testing Machine untuk mendapatkan beban
maksimum yaitu beban pada saat beton hancur ketika menerima beban tersebut
(Pmax).
Dari data pengujian kuat tekan dapat diperoleh kuat tekan rata-rata HVFA SCC. Hasil
pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi
30 cm pada umur 7, 28, dan 56 hari selengkapnya disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.14. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
No. Variasi Umur (hari)
F’c rata-rata (MPa)
1 35 %
7 31.595
28 54.514
56 67.529
2
55 %
7 29.426
28 46.968
56 58.286
3 65 %
7 19.617
28 40.178
56 55.079
Dari hasil pengujian kuat tekan pada penelitian HVFA SCC ini menjelaskan tentang
beton dengan variasi kadar penggantian sebagian semen menggunakan fly ash
sejumlah 35 % sesuai dengan kadar maksimum yang dianjurkan oleh ASTM C618
memiliki kuat tekan rata-rata yang terbaik. Kuat tekan maksimum terdapat pada beton
dengan umur 56 hari pada tiap veriasi kadar fly ash.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Beton dengan kadar fly ash yang lebih besar dan umur lebih pendek cenderung
memiliki kuat tekan yang rendah. Pada umur beton dengan campuran kadar fly ash
65 % dengan umur 7 hari memiliki nilai kuat tekan yang terendah yaitu sebesar
19,617 MPa. Hal ini besar kemungkinan akibat dari proses pengikatan dan reaksi
unsur-unsur senyawa pada fly ash belum terjadi secara maksimal.
4.5. Hasil Pengujian dan Analisis Data Modulus Elastisitas HVFA
SCC
Pengujian modulus elastisitas HVFA-SCC dilakukan dengan loading frame sebagai
alat uji desak untuk memberikan beban pada benda uji secara berangsur-angsur
dengan interval pembebanan 400 kg sampai mencapai maksimal 40 % dari kuat
desak. Sedangkan untuk mengetahui perubahan panjang yang terjadi digunakan dial
gauge dengan skala 0,001 mm.
Data yang diperoleh langsung dari pengujian adalah data perubahan panjang (ΔL)
yang terjadi pada masing-masing benda uji di setiap kenaikan beban yang diberikan,
kemudian dari data tersebut dapat dianalis menjadi nilai modulus elastisitas masing-
masing benda uji. Perhitungan nilai modulus elastisitas:
1. Regangan (ε) yang terjadi dihitung dengan persamaan 2.1
2. Perhitungan tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.2
3. Membuat grafik hubungan tegangan-regangan
4. Menghitung nilai modulus elastisitas
Sebagai contoh perhitungan diambil salah satu sampel benda HVFA-SCC variasi
kadar fly ash 55 % umur 28 hari dengan kode HSM 5507-1.
1e = 61 105001,02001
001,0 -´=´=´DL
L
2e = 62 105001,0200
1001,0 -´=´=´
DL
L
Rata rata regangan = 666
21 1052
1051052
---
´=´+´
=+ ee
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Sedangkan tegangan yang terjadi
s = MPaAF
226469,05,17662
4000==
Data selengkapnya terdapat pada lampiran C.
Grafik hubungan regangan-tegangan diperoleh dengan memplotkan data tegangan
setiap kenaikan beban aksial 400 kg dengan regangan yang terjadi. Grafik
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.
Grafik hubungan regangan-tegangan kemudian dianalisa dengan regresi linier untuk
memperoleh gradient. Garis regresi linier menunjukkan nilai modulus elastisitas.
Grafik 4.3. Grafik Hubungan Regangan-Tegangan HSM 5507-1
Berikut ini merupakan contoh perhitungan Modulus Elastisitas untuk benda uji
silinder beton dengan kadar variasi fly ash 55% umur 7 hari pada sampel pertama.
믨 实 管2石管12e 石0,00005
믨 实 11,7704石1,18580,00496石0,00005 实23716Mpa
dengan
f’c = 29,426 Mpa
y = 23716x R² = 0.9947
0
2
4
6
8
10
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004
Grafik HubunganRegangan-TeganganHSM 5507-1
Linear (GrafikHubungan Regangan-Tegangan HSM 5507-1)
TEG
ANG
AN (M
Pa)
REGANGAN (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
S1 = 0.00005 x 23716
S2 = 0,4 f’c = 11,7704 Mpa
e2 = 0.000496
Nilai modulus elastisitas dari benda uji dapat juga disimpulakan dari nilai gradien dari
grafik hubungan tegangan-regangan.
Nilai modulus elastisitas benda uji HVFA SCC dapat dilihat pada Tabel 4.15
Tabel 4.15 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas
No. Variasi Kode
Benda Uji Umur (hari)
Persamaan Regresi
Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas rata-rata
1
35 %
HSM 3507-1 7 24026X 24026 23582
HSM 3507-2 7 24205X 24205 HSM 3507-3 7 22514X 22514 HSM 3528-1 28 33678X 33678
31702 HSM 3528-2 28 28088X 28088 HSM 3528-3 28 33340X 33340 HSM 3556-1 56 33213X 33213
31588 HSM 3556-2 56 31811X 31811 HSM 3556-3 56 29739X 29739
2
55 %
HSM 5507-1 7 23716X 23716 22259
HSM 5507-2 7 21744X 21744 HSM 5507-3 7 21318X 21318 HSM 5528-1 28 28974X 28974
32824 HSM 5528-2 28 37094X 37094 HSM 5528-3 28 32403X 32403 HSM 5556-1 56 32993X 32993
33746 HSM 5556-2 56 35977X 35977 HSM 5556-3 56 32269X 32269
3 65 %
HSM 6507-1 7 18983X 18983 21971
HSM 6507-2 7 22316X 22316 HSM 6507-3 7 24614X 24614 HSM 6528-1 28 28092X 28092
32912 HSM 6528-2 28 34209X 34209 HSM 6528-3 28 36434X 36434 HSM 6556-1 56 35603X 35603
34057 HSM 6556-2 56 31721X 31721 HSM 6556-3 56 34846X 34846
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Berdasarkan Tabel 4.13 nilai modulus elastisitas rata-rata terbesar pada HVFA SCC
dengan kadar fly ash sebagai pengganti sebagian semen sebesar 65 % yaitu 34057
MPa pada umur 56 hari dan terendah yaitu 21971 MPa dengan kadar fly ash 65 %
pada umur 7 hari. Hubungan antara pengaruh kadar fly ash dengan nilai modulus
elastisitas dapat dapat dilihat pada Grafik 4.3.
Grafik 4.4. Hubungan Kadar Fly Ash dengan Modulus Elastisitas pada Beberapa
Kelompok Umur Beton.
Grafik 4.5. Hubungan Umur Beton dengan Modulus Elastisitas Pada Beberapa Variasi
Fly Ash
Pada Grafik 4.4 memperlihatkan pengaruh kadar fly ash pada HVFA SCC cenderung
mengurangi nilai modulus elastisitas sedangkan pada umur beton yang lebih lama
nilai modulus elastisitasnya meningkat melebihi beton yang menggunakan kadar fly
20000
25000
30000
35000
40000
30 40 50 60 70
umur 7 hari
umur 28 hari
umur 56 hari
Hubungan Kadar Fly ash dengan Nilai Modulus Elastisitas
MoE
(MPa
)
Kadar Fly Ash (%)
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
0 10 20 30 40 50 60
Kadar FlyAsh 35%
Kadar FlyAsh 55 %
Kadar FlyAsh 65 %
Umur Beton (hari)
Mod
ulus
Ela
stis
itas (
MPa
)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
ash lebih rendah. Hubungan antara umur benda uji dengan nilai modulus elastisitas
pada beberapa kadar fly ash dapat dilihat pada Grafik 4.4.
Berdasarkan Grafik 4.5 memperlihatkan nilai modulus elastisitas beton dengan kadar
fly ash sebanyak 65 % pada awal-awal cenderung rendah. Kadar fly ash yang semakin
banyak pada campuran beton cenderung memperlambat proses pengikatan agregat
sehingga menjadi lebih lama mengering dan padat sehingga berpengaruh pada nilai
modulus elastisitasnya.
Beton dengan kadar fly ash 65 % dalam jangka waktu yang lebih lama memiliki nilai
modulus elastisitas yang semakin tinggi akibat pozzolanic reaction dan filler effect.
Unsur silikat dan aluminat dari fly ash yang reaktif akan bereaksi dengan kapur
padam aktif (Ca(OH)2) yang merupakan hasil sampingan dari proses hidrasi antara
semen portland dan air membentuk kalsium silikat hidrat. Proses dari reaksi sekunder
ini dalam jangka waktu lama akan memperkuat beton. Butiran fly ash yang memiliki
ukuran lebih kecil dari butiran semen akan memeperkecil ruang antar agregat beton
akibat penguapan air sehingga beton akan menjadi lebih padat dan meningkatkan nilai
modulus elastisitasnya.
Rumusan reaksi kimia menurut Tjokrodimulyo (1996) adalah sebagai berikut :
3Ca(OH)2 + 2SiO2 +3 H2O → 3CaO – 2SiO2 – 3H2O atau (C3S2H3)
dan
Ca(OH)2 + Al2O3 + H2O → 3CaO – Al2O3 – 6H2O atau C3AH6
Sementara reaksi yang terjadi pada semen adalah sebagai berikut :
2C3S + 6 H2O → (C3S2H3) + 3 Ca (OH)2
2C2S + 4 H2O → (C3S2H3) + Ca(OH)2
C3A + 6H2O → C3AH6
dimana :
C = CaO ; S = SiO2 ; A = Al2O3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
4.6 Analisis Hubungan Modulus Elastisitas dan Kuat Tekan HVFA
SCC.
Modulus elastisitas dan kuat tekan merupakan beberapa tolok ukur yang
mencerminkan kukuatan beton. Beton yang memiliki kepadatan dan pengikatan antar
agregat yang baik akan memiliki kuat tekan dan modulus elastisitas yang besar.
Pemakaian fly ash sebagai pengganti sebagian semen pada penelitian HVFA SCC ini
diharapakan mampu meningkatkan kepadatan dan pengikatan antar agregat beton.
Dalam formula ACI 318M-95 hubungan modulus elastisitas (E) dan kuat tekan (f’c)
beton normal dirumuskan dalam bentuk persamaan :
E = 4730 cf ' …………………………….. (4.1)
dimana, E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara modulus elastisitas dan kuat tekan
pada beberapa variasi fly ash dapat dilihat pada Grafik 4.5
Grafik 4.6. Hubungan E dan cf ' Beberapa Variasi Fly Ash HVFA SCC
y = 4075.x
y = 4479.x
y = 4863.x
y = 4700x
15000
20000
25000
30000
35000
40000
4 6 8 10
Kadar Fly Ash 35 %
Kadar Fly Ash 55 %
Kadar Fly Ash 65%
ACI 318-95
Linear (Kadar Fly Ash35 %)Linear (Kadar Fly Ash55 %)Linear (Kadar Fly Ash65%)Linear (ACI 318-95)
E (
MPa
)
(MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Berdasarkan Grafik 4.5 dapat dilihat koefisien nilai √f’c dibandingkan dengan beton
normal sesuai ACI 318M-95. Pengaruh kadar fly ash pada hubungan antara modulus
elastisitas dan kuat tekan dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. HVFA SCC dengan kadar fly ash 35 % , E = 4075 cf ' ……….. (4.2)
b. HVFA SCC dengan kadar fly ash 55 % , E = 4479 cf ' ……….. (4.3)
c. HVFA SCC dengan kadar fly ash 65 % , E = 4863 cf ' ..………. (4.4)
Keterangan: E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan
Untuk mengetahui seberapa baik nilai modulus elastisitas pada beberapa variasi fly
ash HVFA SCC perlu adanya perbandingan dengan beberapa penelitian sebelumnya.
Penelitian yang dijadikan perbandingan berupa hubungan antara kuat tekan dan
modulus elastisitas beton normal, beberapa jenis SCC, dan beberapa jenis beton. Data
sekunder yang diambil dari beberapa penelitian yang telah dipublikasikan dan
digunakan sebagai pembanding dengan HVFA SCC pada beberapa variasi fly ash
sesuai acuan persamaan hubungan antara modulus elastisitas dan kuat tekan pada ACI
318M-95.
Grafik 4.7. Hubungan cf ' dan E pada HVFA SCC dengan Beberapa Beton Normal.
0
10000
20000
30000
40000
50000
0 2 4 6 8 10
ACI 318M-95
Giri,dkk 2008
Sebayang,2006
Hernando,2009
Istianto,2010
HVFA SCC 35%
HVFA SCC 55%
HVFA SCC 65%
E (
MPa
)
( MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Rumusan dari beberapa beton normal dari penelitian-penelitian sebelumnya yang
telah dipublikasi dan menjadi data pembanding HVFA SCC adalah sebagai berikut :
a. E = 1810,555 cf ' (Giri, dkk, 2008) …………… (4.5)
b. E = 5923,123 cf ' (Sebayang, 2006) ………….... (4.6)
c. E = 3966,676 cf ' (Hernando, 2009) …………… (4.7)
d. E = 1219,587 cf ' (Istianto, 2010) …………… (4.8)
Keterangan: E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan
Pada Grafik 4.6 memperlihatkan nilai hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas
HVFA SCC dengan kadar fly ash cenderung tidak begitu jauh dengan acuan dari ACI
318M-95. Untuk mengetahui hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas HVFA
SCC dengan beberapa jenis SCC serta beberapa jenis beton yang lain dapat dilihat
pada Grafik 4.7 dan Grafik 4.8.
Grafik 4.8. Hubungan cf ' dan E pada HVFA SCC dengan Beberapa Jenis SCC.
Berdasarkan Grafik 4.6 data mengambil data pembanding dari penelitian tentang SCC
dan variasi serat dalam SCC. Rumusan dari hubungan kuat tekan dan modulus
elastisitas dari data pembanding dalam penelitian Falahudin (2010) adalah sebagai
berikut :
a. E = 4945,9 cf ' (SCC normal) …………… (4.9)
b. E = 4146,2 cf ' (SCC serat plastik) ………….... (4.10)
0
2000
4000
6000
8000
10000
0 0.5 1 1.5 2
SCC Normal
SCC SeratPlastikSCC SeratKalengSCC SeratBAnHVFA SCC 35%HVFA SCC55%
E (
MPa
)
( MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
c. E = 5184,6 cf ' (SCC serat kaleng) …………… (4.11)
d. E = 2991,4 cf ' (SCC serat ban kasar) ………… (4.12)
Keterangan: E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan
Grafik. 4.9. Hubungan cf ' dan E pada HVFA SCC dengan Beberapa Jenis Beton
Berdasarkan Grafik 4.8 data mengambil data pembanding dari penelitian beberapa
jenis beton. Rumusan dari hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas dari data
pembanding pada Grafik 4.8 adalah sebagai berikut :
a. Beton Styrocon Kadar 10 % (Giri, dkk, 2008)
E = 4945,9 cf ' ........................................ ( 4.12)
b. SCC Serat Plastik 1% (Falahudin, 2010)
E = 4146,2 cf ' ........................................ ( 4.13)
c. Beton Fly Ash Kadar 25 % (Sebayang, 2006)
E = 5823,28 cf ' ........................................ ( 4.14)
d. Beton Metakaolin Serat Aluminium 0,33 % (Istianto,2010)
E = 4945,9 cf ' ........................................ ( 4.15)
0
2500
5000
7500
10000
12500
15000
17500
20000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Beton Styrocon 10%
Beton Fly Ash 25 %
Beton metakaolinserat alumunium0,33%SCC Serat Plastik1%
HVFA SCC 35%
E (
MPa
)
√f'c (MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB 4
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengujian Bahan Dasar
Pengujian bahan dan benda uji dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan standar
pengujian yang terdapat pada ASTM. Waktu pelaksanaan percobaan disesuaikan
dengan jadwal penelitian dan ijin penggunaan Laboratortium Bahan Fakultas Teknik
UNS Surakarta.
Dalam bab ini akan disajikan hasil penelitian dan pembahasan terhadap hasil yang
diperoleh. Sedangkan data rinci hasil pemeriksaan bahan dasar dan penyusun beton
disajikan dalam lampiran A.
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Pengujian terhadap agregat halus dalam penelitian ini meliputi pengujian kadar
lumpur, kandungan zat organik, specific gravity, gradasi agregat dan berat jenis. Data-
data pengujian dan perhitungannya secara lengkap terdapat pada LampiranA. Hasil-
hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat Halus
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan
Absorbtion 2,88 % - -
Apparent Specific Gravity 2,809 gr/cm3 - -
Bulk Specific Gravity 2,598 gr/cm3 - -
Kandungan Zat Organik Jernih Kuning Memenuhi syarat
Kandungan Lumpur 4 % Maks 5 % Memenuhi syarat
Bulk Specific SSD 2,674 gr/cm3 2,5-2,7 gr/cm3 Memenuhi syarat
Modulus Halus 2,57 2,3 – 3,1 Memenuhi syarat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Hasil pengujian gradasi agregat halus dan syarat batas dari ASTM C-33 dapat dilihat
pada Tabel 4.2.dan Grafik 4.1.
Tabel 4.2. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Halus
No Diameter Ayakan (mm)
Berat Tertahan Berat Lolos
Kumulatif (%) ASTM C-33
Gram % Kumulatif (%)
1 9,5 0 0.00 0.00 100 100
2 4,75 41 1.37 1.37 98.63 95 - 100
3 2,36 194 6.47 7.84 92.16 80 - 100
4 1,18 342 11.41 19.25 80.75 50 - 85
5 0,85 902 30.09 49.33 50.67 25 - 60
6 0,3 1052 35.09 84.42 15.58 10 - 30
7 0,15 308 10.27 94.70 5.30 2 - 10
8 0 159 5.30 100 0.00 0
Jumlah 2998 100 356,90
Dari Tabel 4.2. didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Grafik 4.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Grafik 4.1. Gradasi Agregat Halus
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Pengujian terhadap agregat kasar split (batu pecah) yang dilaksanakan dalam
penelitian ini meliputi pengujian berat jenis (specific gravity), keausan (abrasi) dan
gradasi agregat kasar. Hasil-hasil pengujian tersebut disajikan dalam Tabel 4.3 dan
Tabel 4.4 menyajikan hasil analisis ayakan terhadap sampel agregat kasar sehingga
dapat diketahui gradasinya. Data hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam
lampiran A.
Tabel 4.3. Hasil Pengujian Agregat Kasar
Jenis Pengujian Hasil Pengujian Standar Kesimpulan
Abrasi 42,51 % Maksimum 50 % Memenuhi syarat
Absorbtion 7,43 % - -
Bulk Specific Gravity 2,338 gr/cm3 - -
Bulk Specific SSD 2,512 gr/cm3 2,5-2,7 Memenuhi syarat
Apparent Specific Gravity 2,830 gr/cm3 - -
Modulus Halus Butir 2,711 - -
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kum
ulat
if lo
los
(%)
Diameter ayakan (mm)
ASTM Batas Atas Data Hasil Pengujian ASTM Batas Bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 4.4. Hasil Pengujian Gradasi Agregat Kasar
No Diameter Ayakan (mm)
Berat Tertahan Berat Lolos
Kumulatif (%) ASTM C-33
Gram % Kumulatif (%)
1 12,50 0,00 0,00 0,00 100,00 100
2 9,50 0,00 0,00 0,00 100,00 85 – 100
3 4,75 2187 72,95 72,95 27,05 10 – 30
4 2,36 756 25,22 98,17 1,83 0 – 10
5 1,18 55 1,83 100,00 0,00 0 – 5
6 0 0,00 0,00 100,00 0,00 -
Jumlah 2998 100 371,11
Dari Tabel 4.4 didapat grafik gradasi beserta batas gradasi yang disyaratkan ASTM
C-33 yang ditunjukkan dalam Grafik 4.2.sebagai berikut:
Grafik 4.2. Gradasi Agregat Kasar
Secara visual, agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 4.2.sebagai berikut:
0102030405060708090
100
0 2 4 6 8 10 12 14
Kom
ulat
if l
olos
(%
)
Diameter ayakan (mm)
ASTM Batas Atas Data Hasil Pengujian ASTM Batas Bawah
0 1.18 2.36 4.75 9.50 12.50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
4.1.3 Hasil Pengujian Fly Ash
Dari hasil uji laboratorium yang telah dilakukan Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKLPPM) Yogyakarta, fly ash
yang dipakai untuk penelitian ini adalah fly ash yang di peroleh dari PLTU Cilacap
masuk dalam golongan fly ash tipe C. Hasil pengujian fly ash berdasarkan parameter
yang diteliti dapat dilihat di Tabel. 4.5.
Tabel. 4.5. Hasil Pengujian Fly Ash dari PLTU Cilacap.
No Parameter Satuan Hasil Uji Klasifikasi
F N C Berat Jenis gr/cm3 1,2091 Kerapatan % 2,4178 Kadar Air % 0,14 Hilang Pijar % 4,67 Kelembaban % 2,46 Lolos 200 mesh % 94,86 Al2O3 % 19,18
70 70 50 Fe2O3 % 2,22 SiO2 % 34,65 CaO % 0,37 Na2O % 0,01 SO3 % 0,37
Sumber : Laboratorium Fisika Kimia Padatan dan B3 Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL PPM) Yogyakarta
4.2. Rancang Campur
Dari perhitungan rancang campur (mix design) adukan beton diperoleh kebutuhan
bahan untuk 1 m3High Volume Fly Ash - Self Compacting Concrete (HVFA-SCC)
seperti pada Tabel 4.5.sampai dengan Tabel. 4.8.
Tabel 4.6. Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCCUntuk Setiap Variasi Per 1 m3.
Variasi Fly Ash
Semen (Kg)
Fly Ash (Kg)
Pasir (Kg)
Kerikil (Kg)
Air (Kg)
Superplasticizer (Kg)
35% 440,3286 237,1000 671,177 669,589 162,8571 7,7227 55% 304,8429 372,5857 671,177 669,589 127,1429 7,7227 65% 237,1000 440,3286 671,177 669,589 109,2858 7,7227
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Tabel 4.7.Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC Untuk Tiap 1 Kali Adukan
Variasi Fly Ash
Semen (Kg)
Fly Ash (Kg)
Pasir (Kg)
Kerikil (Kg)
Air (Kg)
Superplasticizer (Kg)
35% 25.198 13.568 38.409 38.318 8.637 0.442 55% 17.445 21.322 38.406 38.318 8.547 0.442 65% 13.568 25.198 38.406 38.318 7.102 0.442
Tabel 4.8.Proporsi Campuran Adukan HVFA-SCC untuk Kebutuhan 1 Benda Uji
Variasi Fly Ash
Semen (Kg)
Fly Ash (Kg)
Pasir (Kg)
Kerikil (Kg)
Air (Kg)
Superplasticizer
(Kg) 35% 2.800 1.508 4.268 4.258 0.960 0.049 55% 1.938 2.369 4.267 4.258 0.950 0.049 65% 1.508 2.800 4.267 4.258 0.789 0.049
Perhitungan proporsi campuran adukan beton untuk setiap variasi secara lengkap
terdapat pada Lampiran B.
4.3. Hasil Pengujian Beton Segar.
Untuk mendapatkan High Volume Fly Ash Concrete yang memiliki sifat beton segar
Self Compacting Concrete perlu adanya pengujian, antara lain Flow Table Tes, J-Ring
Flow Table Test, Box Type Test, L-Box Test, V-Funnel Test. Dari hasil pengujian
didapat nilai slump flow dari masing-masing beton dapat dilihat pada Tabel 4.9.
sampai dengan Tabel .4.13.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tabel 4.9.Hasil Pengujian Flow Table Test HVFA-SCC
Kadar
Fly ash
Sampel Pencampuran
Flow Table
Diameter maximal Waktu Kecepatan (mm/dt) d1
(mm) d2
(mm) drata-rata (mm)
t500 (dt)
tmax (dt)
35%
Pencampuran ke-1 760 700 730 6.03 21.78 33.517
Pencampuran ke-2 680 700 690 5.38 21.28 32.425
Pencampuran ke3 740 750 745 6.67 22.47 33.155
Rata-rata 721.667 6.027 21.843 33.032
55%
Pencampuran ke-1 720 760 740 4.78 18.87 39.216
Pencampuran ke-2 740 750 745 4.57 18.08 41.206
Pencampuran ke3 710 740 725 4.24 17.51 41.405
Rata-rata 736.667 4.530 18.153 40.609
65%
Pencampuran ke-1 740 770 755 4.36 14.14 53.395
Pencampuran ke-2 730 700 715 3.27 13.03 54.873
Pencampuran ke3 770 760 765 3.18 12.06 63.433
Rata-rata 745.000 3.603 13.077 57.234
Tabel 4.10. Hasil Pengujian J-Ring Flow Table Test HVFA-SCC
Kadar
Fly ash
Sampel Pencampuran
J-Ring Flow Table
Diameter maximal Waktu Kecepatan (mm/dt) d1
(mm) d2
(mm) drata-rata (mm)
t500 (dt)
tmax (dt)
35%
Pencampuran ke-1 62 67 64.5 10.79 30.68 2.102
Pencampuran ke-2 64 61 62.5 8.48 29.07 2.150
Pencampuran ke3 61 65 63 9.38 29.86 2.110
Rata-rata 63.333 9.550 29.870 2.121
55%
Pencampuran ke-1 62 66 64 8.57 21.17 3.023
Pencampuran ke-2 63 68 65.5 8.78 22.78 2.875
Pencampuran ke3 62 65 63.5 7.90 19.59 3.241
Rata-rata 64.333 8.417 21.180 3.047
65%
Pencampuran ke-1 64 68 66 7.15 17.38 3.797
Pencampuran ke-2 66 65 65.5 6.10 16.58 3.951
Pencampuran ke3 62 66 64 5.52 15.46 4.140
Rata-rata 65.167 6.257 16.473 3.963
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Tabel 4.11. Hasil Pengujian L-Box Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
L-Box test t200 (dt)
t400 (dt)
h1 (mm)
h2 (mm) h2/h1
35%
Pencampuran ke-1 1.28 3.45 10 10 1
Pencampuran ke-2 2.12 5.23 10 10 1
Pencampuran ke3 3.22 5.76 10 10 1
Rata-rata 2.207 4.813 10 10 1
55%
Pencampuran ke-1 1.38 3.49 10 10 1
Pencampuran ke-2 2.48 4.01 10 10 1
Pencampuran ke3 2.72 4.24 10 10 1
Rata-rata 2.193 3.913 10 10 1
65%
Pencampuran ke-1 1.33 3.43 10 10 1
Pencampuran ke-2 1.28 3.15 10 10 1
Pencampuran ke3 1.22 2.06 10 10 1
Rata-rata 1.277 2.880 10 10 1
Tabel 4.12. Hasil Pengujian Box – Type Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
Box Type h1
(mm) h2
(mm) h2/h1
35%
Pencampuran ke-1 34 34 1
Pencampuran ke-2 34 34 1
Pencampuran ke3 34 34 1
Rata-rata 34 34 1
55%
Pencampuran ke-1 34 34 1
Pencampuran ke-2 34 34 1
Pencampuran ke3 34 34 1
Rata-rata 34 34 1
65%
Pencampuran ke-1 34 34 1
Pencampuran ke-2 34 34 1
Pencampuran ke3 34 34 1
Rata-rata 34 34 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 4.13. Hasil Pengujian V-Funnel Test HVFA-SCC
Kadar Fly ash
Sampel Pencampuran
V-Funnel Test t
(dt)
35%
Pencampuran ke-1 24.5
Pencampuran ke-2 21.15
Pencampuran ke3 19.78
Rata-rata 21.810
55%
Pencampuran ke-1 13.48
Pencampuran ke-2 15.43
Pencampuran ke3 13.74
Rata-rata 14.217
65%
Pencampuran ke-1 11.09
Pencampuran ke-2 11.67
Pencampuran ke3 9.23
Rata-rata 10.663
Berdasarkan Tabel 4.9. sampai Tabel 4.13 dapat menyimpulkan nilai slump flow pada
HVFA-SCC, semakin banyak kandungan fly ash sebagai pengganti sebagian semen
semakin cepat kemampuan mengalirnya . Hal ini dikarenakan butiran fly ash yang
berbentuk bulat dapat menamabah kelecakan beton segar pada HVFA-SCC sehingga
memiliki sifat workability yang baik. Workability merupakan faktor yang penting
dalam pembuatan adukan beton diperlukan untuk memudahkan proses pengadukan,
pengangkutan dan penuangan.
Selain itu beton HVFA SCC juga mamiliki kemampuan pasinggability yang baik.
Kemampuan pasinggability pada beton berkaitan erat dengan kemampuan beton segar
untuk dapat mengisi ruang kosong pada bagian beton yang memiliki tulangan yang
padat seperti pada joint balok dan kolom sehingga tidak perlu lagi melakukan
pemadatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
4.4. Hasil Pengujian Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan dilakukan pada saat benda uji berumur 7, 28, dan 56 hari
dengan menggunakan Compression Testing Machine untuk mendapatkan beban
maksimum yaitu beban pada saat beton hancur ketika menerima beban tersebut
(Pmax).
Dari data pengujian kuat tekan dapat diperoleh kuat tekan rata-rata HVFA SCC. Hasil
pengujian kuat tekan beton pada benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi
30 cm pada umur 7, 28, dan 56 hari selengkapnya disajikan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.14. Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton
No. Variasi Umur (hari)
F’c rata-rata (MPa)
1 35 %
7 31.595
28 54.514
56 67.529
2
55 %
7 29.426
28 46.968
56 58.286
3 65 %
7 19.617
28 40.178
56 55.079
Dari hasil pengujian kuat tekan pada penelitian HVFA SCC ini menjelaskan tentang
beton dengan variasi kadar penggantian sebagian semen menggunakan fly ash
sejumlah 35 % sesuai dengan kadar maksimum yang dianjurkan oleh ASTM C618
memiliki kuat tekan rata-rata yang terbaik. Kuat tekan maksimum terdapat pada beton
dengan umur 56 hari pada tiap veriasi kadar fly ash.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Beton dengan kadar fly ash yang lebih besar dan umur lebih pendek cenderung
memiliki kuat tekan yang rendah. Pada umur beton dengan campuran kadar fly ash
65 % dengan umur 7 hari memiliki nilai kuat tekan yang terendah yaitu sebesar
19,617 MPa. Hal ini besar kemungkinan akibat dari proses pengikatan dan reaksi
unsur-unsur senyawa pada fly ash belum terjadi secara maksimal.
4.5. Hasil Pengujian dan Analisis Data Modulus Elastisitas HVFA
SCC
Pengujian modulus elastisitas HVFA-SCC dilakukan dengan loading frame sebagai
alat uji desak untuk memberikan beban pada benda uji secara berangsur-angsur
dengan interval pembebanan 400 kg sampai mencapai maksimal 40 % dari kuat
desak. Sedangkan untuk mengetahui perubahan panjang yang terjadi digunakan dial
gauge dengan skala 0,001 mm.
Data yang diperoleh langsung dari pengujian adalah data perubahan panjang (ΔL)
yang terjadi pada masing-masing benda uji di setiap kenaikan beban yang diberikan,
kemudian dari data tersebut dapat dianalis menjadi nilai modulus elastisitas masing-
masing benda uji. Perhitungan nilai modulus elastisitas:
1. Regangan (ε) yang terjadi dihitung dengan persamaan 2.1
2. Perhitungan tegangan dapat dihitung dengan persamaan 2.2
3. Membuat grafik hubungan tegangan-regangan
4. Menghitung nilai modulus elastisitas
Sebagai contoh perhitungan diambil salah satu sampel benda HVFA-SCC variasi
kadar fly ash 55 % umur 28 hari dengan kode HSM 5507-1.
1e = 61 105001,02001
001,0 -´=´=´DLL
2e = 62 105001,02001
001,0 -´=´=´D
LL
Rata rata regangan = 666
21 1052
1051052
---
´=´+´
=+ ee
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Sedangkan tegangan yang terjadi
s = MPaAF
226469,05,17662
4000==
Data selengkapnya terdapat pada lampiran C.
Grafik hubungan regangan-tegangan diperoleh dengan memplotkan data tegangan
setiap kenaikan beban aksial 400 kg dengan regangan yang terjadi. Grafik
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.
Grafik hubungan regangan-tegangan kemudian dianalisa dengan regresi linier untuk
memperoleh gradient. Garis regresi linier menunjukkan nilai modulus elastisitas.
Grafik 4.3. Grafik Hubungan Regangan-Tegangan HSM 5507-1
Berikut ini merupakan contoh perhitungan Modulus Elastisitas untuk benda uji
silinder beton dengan kadar variasi fly ash 55% umur 7 hari pada sampel pertama.
拰 实 管2石管12e 石0,00005
拰 实 11,7704石1,18580,00496石0,00005 实23716Mpa
dengan
f’c = 29,426 Mpa
y = 23716x R² = 0.9947
0
2
4
6
8
10
0 0.0001 0.0002 0.0003 0.0004
Grafik HubunganRegangan-TeganganHSM 5507-1
Linear (GrafikHubungan Regangan-Tegangan HSM 5507-1)
TEG
ANG
AN (M
Pa)
REGANGAN (mm)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
S1 = 0.00005 x 23716
S2 = 0,4 f’c = 11,7704 Mpa
e2 = 0.000496
Nilai modulus elastisitas dari benda uji dapat juga disimpulakan dari nilai gradien dari
grafik hubungan tegangan-regangan.
Nilai modulus elastisitas benda uji HVFA SCC dapat dilihat pada Tabel 4.15
Tabel 4.15 Hasil Pengujian Modulus Elastisitas
No. Variasi Kode
Benda Uji Umur (hari)
Persamaan Regresi
Modulus Elastisitas
Modulus Elastisitas rata-rata
1
35 %
HSM 3507-1 7 24026X 24026 23582
HSM 3507-2 7 24205X 24205 HSM 3507-3 7 22514X 22514 HSM 3528-1 28 33678X 33678
31702 HSM 3528-2 28 28088X 28088 HSM 3528-3 28 33340X 33340 HSM 3556-1 56 33213X 33213
31588 HSM 3556-2 56 31811X 31811 HSM 3556-3 56 29739X 29739
2
55 %
HSM 5507-1 7 23716X 23716 22259
HSM 5507-2 7 21744X 21744 HSM 5507-3 7 21318X 21318 HSM 5528-1 28 28974X 28974
32824 HSM 5528-2 28 37094X 37094 HSM 5528-3 28 32403X 32403 HSM 5556-1 56 32993X 32993
33746 HSM 5556-2 56 35977X 35977 HSM 5556-3 56 32269X 32269
3 65 %
HSM 6507-1 7 18983X 18983 21971
HSM 6507-2 7 22316X 22316 HSM 6507-3 7 24614X 24614 HSM 6528-1 28 28092X 28092
32912 HSM 6528-2 28 34209X 34209 HSM 6528-3 28 36434X 36434 HSM 6556-1 56 35603X 35603
34057 HSM 6556-2 56 31721X 31721 HSM 6556-3 56 34846X 34846
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Berdasarkan Tabel 4.13 nilai modulus elastisitas rata-rata terbesar pada HVFA SCC
dengan kadar fly ash sebagai pengganti sebagian semen sebesar 65 % yaitu 34057
MPa pada umur 56 hari dan terendah yaitu 21971 MPa dengan kadar fly ash 65 %
pada umur 7 hari. Data tambahan menggunakan dari penelitian Limantra dan Sugiarto
(2010) pada kadar fly ash 75 % dengan nilai modulus elastisitas pada umur 7, 28 , dan
56 hari berturut-turut adalah 19286 Mpa, 28598 MPa, dan 32416 Mpa. Hubungan
antara pengaruh kadar fly ash dengan nilai modulus elastisitas dapat dapat dilihat pada
Grafik 4.4.
Grafik 4.4. Hubungan Kadar Fly Ash dengan Modulus Elastisitas pada Beberapa
Kelompok Umur Beton.
Grafik 4.5. Hubungan Umur Beton dengan Modulus Elastisitas Pada Beberapa Variasi
Fly Ash
Pada Grafik 4.4 memperlihatkan pengaruh kadar fly ash pada HVFA SCC cenderung
mengurangi nilai modulus elastisitas sedangkan pada umur beton yang lebih lama
nilai modulus elastisitasnya meningkat melebihi beton yang menggunakan kadar fly
15000
20000
25000
30000
35000
40000
30 40 50 60 70 80
MoE
(MPa
)
Kadar Fly Ash (%)
05000
100001500020000250003000035000
0 10 20 30 40 50 60
Kadar FlyAsh 35%
Kadar FlyAsh 55 %
Kadar FlyAsh 65 %
Umur Beton (hari)
Mod
ulus
Ela
stis
itas (
MPa
)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
ash lebih rendah. Hubungan antara umur benda uji dengan nilai modulus elastisitas
pada beberapa kadar fly ash dapat dilihat pada Grafik 4.4.
Berdasarkan Grafik 4.5 memperlihatkan nilai modulus elastisitas beton dengan kadar
fly ash sebanyak 65 % pada awal-awal cenderung rendah. Kadar fly ash yang semakin
banyak pada campuran beton cenderung memperlambat proses pengikatan agregat
sehingga menjadi lebih lama mengering dan padat sehingga berpengaruh pada nilai
modulus elastisitasnya.
Beton dengan kadar fly ash 65 % dalam jangka waktu yang lebih lama memiliki nilai
modulus elastisitas yang semakin tinggi akibat pozzolanic reaction dan filler effect.
Unsur silikat dan aluminat dari fly ash yang reaktif akan bereaksi dengan kapur
padam aktif (Ca(OH)2) yang merupakan hasil sampingan dari proses hidrasi antara
semen portland dan air membentuk kalsium silikat hidrat. Proses dari reaksi sekunder
ini dalam jangka waktu lama akan memperkuat beton. Butiran fly ash yang memiliki
ukuran lebih kecil dari butiran semen akan memeperkecil ruang antar agregat beton
akibat penguapan air sehingga beton akan menjadi lebih padat dan meningkatkan nilai
modulus elastisitasnya.
Rumusan reaksi kimia menurut Tjokrodimulyo (1996) adalah sebagai berikut :
3Ca(OH)2 + 2SiO2 +3 H2O → 3CaO – 2SiO2 – 3H2O atau (C3S2H3)
dan
Ca(OH)2 + Al2O3 + H2O → 3CaO – Al2O3 – 6H2O atau C3AH6
Sementara reaksi yang terjadi pada semen adalah sebagai berikut :
2C3S + 6 H2O → (C3S2H3) + 3 Ca (OH)2
2C2S + 4 H2O → (C3S2H3) + Ca(OH)2
C3A + 6H2O → C3AH6
dimana :
C = CaO ; S = SiO2 ; A = Al2O3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
4.6 Analisis Hubungan Modulus Elastisitas dan Kuat Tekan HVFA
SCC.
Modulus elastisitas dan kuat tekan merupakan beberapa tolok ukur yang
mencerminkan kukuatan beton. Beton yang memiliki kepadatan dan pengikatan antar
agregat yang baik akan memiliki kuat tekan dan modulus elastisitas yang besar.
Pemakaian fly ash sebagai pengganti sebagian semen pada penelitian HVFA SCC ini
diharapakan mampu meningkatkan kepadatan dan pengikatan antar agregat beton.
Dalam formula ACI 318M-95 hubungan modulus elastisitas (E) dan kuat tekan (f’c)
beton normal dirumuskan dalam bentuk persamaan :
E = 4730 cf ' …………………………….. (4.1)
dimana, E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara modulus elastisitas dan kuat tekan
pada beberapa variasi fly ash dapat dilihat pada Grafik 4.5
Grafik 4.6. Hubungan E dan cf ' Beberapa Variasi Fly Ash HVFA SCC
y = 4075.x
y = 4479.x
y = 4863.x
y = 4730x
15000
20000
25000
30000
35000
40000
4 6 8 10
Kadar Fly Ash 35 %
Kadar Fly Ash 55 %
Kadar Fly Ash 65%
ACI 318-95
Linear (Kadar Fly Ash35 %)Linear (Kadar Fly Ash55 %)Linear (Kadar Fly Ash65%)Linear (ACI 318-95)
E (
MPa
)
(MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Berdasarkan Grafik 4.5 dapat dilihat koefisien nilai √f’c dibandingkan dengan beton
normal sesuai ACI 318M-95. Pengaruh kadar fly ash pada hubungan antara modulus
elastisitas dan kuat tekan dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. HVFA SCC dengan kadar fly ash 35 % , E = 4075 cf ' ……….. (4.2)
b. HVFA SCC dengan kadar fly ash 55 % , E = 4479 cf ' ……….. (4.3)
c. HVFA SCC dengan kadar fly ash 65 % , E = 4863 cf ' ..………. (4.4)
Keterangan: E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan
Untuk mengetahui seberapa baik nilai modulus elastisitas pada beberapa variasi fly
ash HVFA SCC perlu adanya perbandingan dengan beberapa penelitian sebelumnya.
Penelitian yang dijadikan perbandingan berupa hubungan antara kuat tekan dan
modulus elastisitas beton normal, beberapa jenis SCC, dan beberapa jenis beton. Data
sekunder yang diambil dari beberapa penelitian yang telah dipublikasikan dan
digunakan sebagai pembanding dengan HVFA SCC pada beberapa variasi fly ash
sesuai acuan persamaan hubungan antara modulus elastisitas dan kuat tekan pada ACI
318M-95.
Grafik 4.7. Hubungan cf ' dan E pada HVFA SCC dengan Beberapa Beton Normal.
0
10000
20000
30000
40000
50000
0 2 4 6 8 10
ACI 318M-95
Giri,dkk 2008
Sebayang,2006
Hernando,2009
Istianto,2010
HVFA SCC 35%
HVFA SCC 55%
HVFA SCC 65%
E (
MPa
)
( MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Rumusan dari beberapa beton normal dari penelitian-penelitian sebelumnya yang
telah dipublikasi dan menjadi data pembanding HVFA SCC adalah sebagai berikut :
a. E = 1810,555 cf ' (Giri, dkk, 2008) …………… (4.5)
b. E = 5923,123 cf ' (Sebayang, 2006) ………….... (4.6)
c. E = 3966,676 cf ' (Hernando, 2009) …………… (4.7)
d. E = 1219,587 cf ' (Istianto, 2010) …………… (4.8)
Keterangan: E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan
Pada Grafik 4.6 memperlihatkan nilai hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas
HVFA SCC dengan kadar fly ash cenderung tidak begitu jauh dengan acuan dari ACI
318M-95. Untuk mengetahui hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas HVFA
SCC dengan beberapa jenis SCC serta beberapa jenis beton yang lain dapat dilihat
pada Grafik 4.7 dan Grafik 4.8.
Grafik 4.8. Hubungan cf ' dan E pada HVFA SCC dengan Beberapa Jenis SCC.
Berdasarkan Grafik 4.6 data mengambil data pembanding dari penelitian tentang SCC
dan variasi serat dalam SCC. Rumusan dari hubungan kuat tekan dan modulus
elastisitas dari data pembanding dalam penelitian Falahudin (2010) adalah sebagai
berikut :
a. E = 4945,9 cf ' (SCC normal) …………… (4.9)
b. E = 4146,2 cf ' (SCC serat plastik) ………….... (4.10)
0
2000
4000
6000
8000
10000
0 0.5 1 1.5 2
SCC Normal
SCC SeratPlastikSCC SeratKalengSCC SeratBAnHVFA SCC 35%HVFA SCC55%
E (
MPa
)
( MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
c. E = 5184,6 cf ' (SCC serat kaleng) …………… (4.11)
d. E = 2991,4 cf ' (SCC serat ban kasar) ………… (4.12)
Keterangan: E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan
Grafik. 4.9. Hubungan cf ' dan E pada HVFA SCC dengan Beberapa Jenis Beton
Berdasarkan Grafik 4.8 data mengambil data pembanding dari penelitian beberapa
jenis beton. Rumusan dari hubungan kuat tekan dan modulus elastisitas dari data
pembanding pada Grafik 4.8 adalah sebagai berikut :
a. Beton Styrocon Kadar 10 % (Giri, dkk, 2008)
E = 4945,9 cf ' ........................................ ( 4.12)
b. SCC Serat Plastik 1% (Falahudin, 2010)
E = 4146,2 cf ' ........................................ ( 4.13)
c. Beton Fly Ash Kadar 25 % (Sebayang, 2006)
E = 5823,28 cf ' ........................................ ( 4.14)
d. Beton Metakaolin Serat Aluminium 0,33 % (Istianto,2010)
E = 4945,9 cf ' ........................................ ( 4.15)
0
2500
5000
7500
10000
12500
15000
17500
20000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Beton Styrocon 10%
Beton Fly Ash 25 %
Beton metakaolinserat alumunium0,33%SCC Serat Plastik1%
HVFA SCC 35%
E (
MPa
)
√f'c (MPa)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari seluruh pengujian, analisis data, dan pembahasan yang dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Penggantian sebagian semen dengan fly ash pada high volume fly ash self
compacting concrete cenderung mengurangi modulus elastisitas beton pada
saat awal-awal umur beton. Semakin banyak kadar fly ash yang digunakan
pada high volume fly ash self compacting concrete maka semakin rendah nilai
modulus elastisitas pada saat awal umur beton. Pada umur 7 hari variasi kadar
fly ash 65 % memiliki nilai modulus elastisitas terendah yaitu sebesar 21971
MPa dibanding dengan variasi kadar fly ash 35% dan 55%.
b. Seiring dengan bertambahnya umur beton, semakin besar kadar fly ash
cenderung menambah nilai modulus elastisitas high volume fly ash self
compacting concrete melebihi beton dengan kadar variasi yang lebih rendah.
Pada kadar variasi fly ash sebesar 65 % dengan umur beton 56 hari memiliki
nilai modulus elastisitas 34057 Mpa yang lebih besar dari kadar variasi fly
ash 35 % dan 55 %.
c. Hubungan antar kuat tekan dan modulus elastisitas pada high volume fly ash
self compacting concrete dengan acuan persamaan ACI318M-95 adalah
sebagai berikut :
1. HVFA SCC dengan kadar fly ash 35 % , E = 4075 √f’c ……….. (4.2)
2. HVFA SCC dengan kadar fly ash 55 % , E = 4479 √f’c ……….. (4.3)
3. HVFA SCC dengan kadar fly ash 65 % , E = 4863 √f’c ……….. (4.4)
Keterangan: E = modulus elastisitas
f’c = kuat tekan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
5.2. Saran
Untuk menindaklanjuti penelitian ini kiranya perlu dilakukan beberapa koreksi
yang diperlukan agar penelitian-penelitian selanjutnya dapat lebih baik. Adapun
saran-saran untuk penelitian selanjutnya antara lain:
1. Perlu memastikan bahwa alat-alat yang akan digunakan dalam kondisi baik
agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil data.
2. Menempatkan dial gauge secara tepat pada benda uji agar tidak bergeser saat
dibebani.
3. Memperbanyak jumlah benda uji untuk setiap jenis variasi kadar fly ash agar
data hasil pengujian yang dihasilkan lebih akurat dan tidak bertolak belakang
dengan landasan teori dan selisih formula yang dihasilkan dengan data hasil
percobaan lebih kecil.
4. Melakukan jenis pengujian yang lain agar lebih mengetahui karakteristik high
volume fly ash - self compacting concrete.