“pengaruh intangible asset, kebijakan keuangan, dan

17
PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN KINERJA KEUANGAN, TERHADAP NILAI PERUSAHAANRindu Rika Gamayuni Dosen FEB Universitas Lampung [email protected] ABSTRACT The purpose of this study is to empirically study (1) the effect of intangible asset on financial policy, (2) the effect of intangible asset on financial performance, (3) the effect of intangible asset, financial performance (current ratio, ROA, asset turnover), and financial policy on firm value. The sample of this research is manufacture companies registered between 2005 -2009 on Indonesian Stock Exchange (IDX). The result of this study using path analysis finds that: (1) intangible asset have negative but not significant effect on debt policy, (2) intangible asset have possitive but not significant effect on dividend policy,(3) intangible asset have possitive significant effect on ROA, but have no significant effect to current ration and asset turnover, (3) intangible asset have possitive significant effect on firm value, (4) debt policy have possitive significant effect on firm value,(5) devident policy have possitive but not significant effect on firm value, (6) ROA have possitive and significant effect on firm value, but current ratio and asset turnover have no significant effect on firm value. These results showed that financial statement still relevant to predict firm value. Intangible asset will increase ROA and then increase firm value. Keywords: intangible asset, financial policy, financial performance, firm value. I. PENDAHULUAN Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa dalam seperempat abad terakhir, nilai perusahaan yang terdaftar pada S&P 500 telah mengalami penyimpangan besar dari nilai bukunya (Malackowski, 2009). Penelitian mereka selanjutnya menunjukkan bahwa porsi yang signifikan dari nilai intangible asset ini terdapat pada teknologi patent. Hasil studi ini diperkuat oleh Ben McClure (2009) yang dalam hasil studinya terhadap 3500 perusahaan di United States membuktikan bahwa pada saat ini nilai buku hanya 28% dari market value (tahun 1975 masih 95%), dan dalam 20 tahun terakhir terdapat peningkatan nilai intangible asset yang dramatis. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Pamela Megna dan Marck Klock (1993) membuktikan bahwa intangible capital memiliki kontribusi bagi nilai tobin’s q, artinya intangible capital berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Studi terhadap perusahaan yang terdaftar di BEI selama 2007-2009 telah membuktikan bahwa nilai pasar ekuitas secara signifikan lebih tinggi dari nilai buku ekuitasnya (Gamayuni, 2010). Intangible asset yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi ( human capital, structural capital, costumer / relational capital ) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi. Keputusan pendanaan yang tepat akan mempengaruhi kinerja perusahaan, karena setiap sumber dana memiliki keuntungan dan juga risiko yang berbeda. Manajer keuangan berusaha

Upload: vuongnhi

Post on 14-Jan-2017

231 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

“PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN

KEUANGAN, DAN KINERJA KEUANGAN, TERHADAP

NILAI PERUSAHAAN”

Rindu Rika Gamayuni Dosen FEB Universitas Lampung

[email protected]

ABSTRACT

The purpose of this study is to empirically study (1) the effect of intangible asset on financial

policy, (2) the effect of intangible asset on financial performance, (3) the effect of intangible asset,

financial performance (current ratio, ROA, asset turnover), and financial policy on firm value. The

sample of this research is manufacture companies registered between 2005 -2009 on Indonesian Stock

Exchange (IDX).

The result of this study using path analysis finds that: (1) intangible asset have negative but not

significant effect on debt policy, (2) intangible asset have possitive but not significant effect on

dividend policy,(3) intangible asset have possitive significant effect on ROA, but have no significant

effect to current ration and asset turnover, (3) intangible asset have possitive significant effect on firm

value, (4) debt policy have possitive significant effect on firm value,(5) devident policy have possitive

but not significant effect on firm value, (6) ROA have possitive and significant effect on firm value, but

current ratio and asset turnover have no significant effect on firm value. These results showed that

financial statement still relevant to predict firm value. Intangible asset will increase ROA and then

increase firm value.

Keywords: intangible asset, financial policy, financial performance, firm value.

I. PENDAHULUAN

Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa dalam seperempat abad terakhir, nilai perusahaan

yang terdaftar pada S&P 500 telah mengalami penyimpangan besar dari nilai bukunya (Malackowski,

2009). Penelitian mereka selanjutnya menunjukkan bahwa porsi yang signifikan dari nilai intangible

asset ini terdapat pada teknologi patent. Hasil studi ini diperkuat oleh Ben McClure (2009) yang dalam

hasil studinya terhadap 3500 perusahaan di United States membuktikan bahwa pada saat ini nilai buku

hanya 28% dari market value (tahun 1975 masih 95%), dan dalam 20 tahun terakhir terdapat

peningkatan nilai intangible asset yang dramatis. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Pamela

Megna dan Marck Klock (1993) membuktikan bahwa intangible capital memiliki kontribusi bagi nilai

tobin’s q, artinya intangible capital berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Studi terhadap perusahaan

yang terdaftar di BEI selama 2007-2009 telah membuktikan bahwa nilai pasar ekuitas secara

signifikan lebih tinggi dari nilai buku ekuitasnya (Gamayuni, 2010). Intangible asset yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human

capital, structural capital, costumer / relational capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan

teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.

Keputusan pendanaan yang tepat akan mempengaruhi kinerja perusahaan, karena setiap sumber

dana memiliki keuntungan dan juga risiko yang berbeda. Manajer keuangan berusaha

Page 2: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

memaksimumkan kesejahteraan investor dengan cara membuat berbagai keputusan dan kebijakan

keuangan yaitu keputusan pendanaan (financing decision), keputusan investasi (invesment decision)

dan kebijakan dividen (dividend policy). Ketiga keputusan keuangan tersebut saling mempengaruhi

satu dengan yang lainnya dan dapat mempengaruhi nilai perusahaan (Jensen & Smith, 1984 ; Fama

and French, 1998 ; Gitman, 2000 ; Brigham & Erhardt, 2002 ; Van Horne & Wachowizc, 2004 ; Van

Horne, 2002).

Berdasarkan fenomena dan penelitian sebelumnya tersebut, peneliti melakukan riset ini yang

bertujuan untuk (1) membuktikan apakah intangible asset merupakan faktor yang berpengaruh

signifikan dalam meningkatkan nilai perusahaan (dan yang menyebabkan gap yang signifikan antara

nilai buku ekuitas dengan nilai pasar ekuitas), (2) apakah laporan keuangan yang diwakili oleh kinerja

keuangan masih digunakan oleh investor untuk memprediksi nilai perusahaan, (3) apakah kebijakan

keuangan (kebijakan utang dan kebijakan deviden) berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

II. STUDI LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HPPOTESIS

Berdasarkan literature, pengukuran nilai perusahaan dapat diperoleh melalui: (1) Tobin’s q:

Market value equities/Book value equities, oleh James Tobin (1967), Copeland (2002), Lindenberg

dan Ross (1981), dan lain-lain peneliti, (2) Price Book Value (PBV) yang merupakan nilai yang

diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan

yang terus tumbuh (Brigham, 1999 dalam Wahyudi dan Pawestri, 2006, Andri dan Hanung, 2007), (3)

Enterprise Value= market value +debt – cash, (4) Present value dari cash flow, (5) Free Cash Flow

to the Firm = after tax operating income – reinvestment needs. Rasio-Q merupakan ukuran yang

lebih teliti tentang seberapa efektif manajemen memanfaatkan sumber-sumber daya ekonomis dalam

kekuasaannya. Teori tobin’s Q secara umum telah diterima sebagai alat yang dapat diandalkan untuk

mengevaluasi tingkat pasar suatu perusahaan.

Ciri khas aktiva tak berwujud yang paling utama adalah tingkat ketidakpastian mengenai nilai dan

manfaatnya di kemudian hari. Namun tidak semua jenis aktiva tidak berwujud diakui dan disajikan

dalam laporan keuangan (neraca). Aktiva tidak berwujud yang disajikan dalam neraca antaralain

berbentuk hak paten, hak cipta, franchise, merk dagang dan goodwill. Secara tradisional, satu-satunya

intellectual capital yang diakui dalam neraca adalah intellectual property, seperti patent, trademark,

dan goodwill.

Beberapa jenis intangible asset atau intellectual capital lainnya tidak disajikan dalam laporan

keuangan karena sulit untuk diukur atau dikuantifikasikan ke dalam nilai moneter. IC yang tidak dapat

disajikan ke dalam neraca ini selain karena tidak dapat dikuantifikasikan secara tepat ke dalam nilai

moneter, juga karena tidak memenuhi salah satu criteria dari intangible asset yaitu dapat dikendalikan

oleh perusahaan, seperti misalnya human capital tidak dapat dikendalikan atau dimiliki sepenuhnya

oleh perusahaan. Namun IC ini memenuhi criteria IA lainnya yaitu memberikan manfaat ekonomi di

masa depan. Marr and Schiuma (2001) menyatakan definisi intellectual capital: ‘Intellectual capital

is the group of knowledge assets that are attributed to an organization and most significantly

contribute to an improved competitive position of this organisation by adding value to defined key

stakeholders’. Menurut Sveiby (1998) “The invisible intangible part of the balance sheet can be

classified as a family of three, individual competence, internal structural, and external structure”.

Sementara itu Leif Edvinsson seperti yang dikutip oleh Brinker (2000) menyamakan intellectual

capital sebagai jumlah dari human capital, dan structural capital (misalnya, hubungan dengan

konsumen, jaringan teknologi informasi dan manajemen). Stewart (1997) dan Luthi (1998) dalam

Choong (2008) mengkalkulasikan intellectual capital sebagai excess ROA yang terdiri dari human,

customer, dan structural intangible asset. Secara umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai

definisi intellectual capital yang ada, maka intellectual capital dapat didefinisikan sebagai jumlah dari

apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, costumer

capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi

perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.

Page 3: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Roos et al. (1997) mengungkapkan bahwa “the market value of these companies is many times

their net asset value, that is the value of their physical. The difference between the two values is the

company’s “hidden value”, which can be expressed as a percentage of the market value”.

Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa market value terjadi karena masuknya konsep modal

intelektual yang merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan nilai suatu perusahaan.

Abdolmohammadi (1999) mengacu pada pandangan yang diberikan oleh Commissioner Wallman

yang menyebutkan bahwa ada tiga metode yang dapat digunakan dalam bidang akuntansi guna

mengukur dan melaporkan modal intelektual perusahaan. Ketiga metode ini dibagi kedalam dua

kelompok pengukuran yaitu metode pengukuran secara langsung (direct intellectual capital method)

dan tidak langsung (indirect method). Indirect Methods antaralain: a. Metode yang menggunakan

konsep Return On Asset (ROA), b. Metode Market Capitalization Method (MCM) yang memerlukan

penyesuaian atas inflasi dan replacement cost. Direct Intellectual Capital (DIC) Methods menurut

Brooking (1996) terdiri dari: a. Market assets (misalnya merk, loyalitas konsumen), b. Intellectual

property assets (misalnya paten, rahasia dagang), c. Human–centered assets (misalnya pendidikan,

penguasaan pekerjaan), d. Infrastructure assets (misalnya filosofi manajemen, budaya perusahaan).

Sveiby (2001), mengklasifikasikan 21 metode pengukuran intellectual capital yang ada kedalam

empat kelompok besar. (1) Direct Intellectual Capital Methods (DIC), (2) Market Capitalization

Methods (MCM), perhitungan terhadap perbedaan antara kapitalisasi pasar perusahaan dengan ekuitas

pemegang sahamnya sebagai nilai dari modal intelektual atau intangible assets perusahaan, (3) Return

On Assets (ROA), (4) Scorecards Methods (SC).

Intangible Asset dan Nilai Perusahaan

Beberapa studi yang menunjukkan korelasi yang kuat antara nilai perusahaan dengan pengeluaran

intangible asset dalam perusahaan, menunjukkan bahwa pengeluaran R&D berkorelasi secara positif

dan signifikan terhadap nilai pasar perusahaan (Hirshey and Weygandt 1985; Skinner 1993; Agrawal

and Knoeber 1996; Connolly and Hirschey's (1984). Penelitian Pamela Megna dan Marck Klock

(1993) membuktikan bahwa intangible capital memiliki kontribusi bagi nilai tobin’s q. dibandingkan

nilai tangible asset.

Intangible Asset dan Kinerja Keuangan

Lantz, et al. (2005) menyatakan bahwa pengeluaran R&D tersebut selain berpengaruh terhadap

nilai pasar perusahaan juga berpengaruh terhadap kinerja perusahaan yang tercermin dalam income

dan return. Chan et al. (1990) dalam Lantz, et al. (2005) menjelaskan bahwa harga pasar saham suatu

perusahaan bereaksi positif ketika perusahaan tersebut mengumumkan kenaikan pengeluaran R&D.

Canibano, Garcia-Ayuso and Sanchez (2000) dalam Lantz, et al. (2005) membuktikan adanya

peningkatan return disebabkan oleh peningkatan pengeluaran R&D. Jika IC merupakan sumberdaya

yang terukur untuk peningkatan competitive advantages, maka IC akan memberikan kontribusi

terhadap kinerja keuangan perusahaan (Harrison dan Sullivan, 2000; Chen et al., 2005;

Abdolmohammadi, 2005) dalam Ulum, et al. (2005). Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008),

membuktikan bahwa IC berpengaruh postif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan (diwakili oleh

ROA, rasio dari total pendapatan terhadap nilai buku dari total aset, tingkat pertumbuhan). Erawati

dan Sudana (2005) menyatakan bahwa intangible asset bersama-sama dengan tangible asset

merupakan satu kesatuan yang menentukan nilai perusahaan dan mempengaruhi kinerja keuangan

perusahaan.

Intangible Asset dan Kebijakan Keuangan (Kebijakan utang dan deviden)

Teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) berpendapat bahwa kebijakan keuangan ditentukan

oleh agency cost. Berdasarkan karakteristik unik intangible asset tersebut, agency cost diperkirakan

akan lebih tinggi pada perusahaan yang memiliki intangible asset intensif. Intangible asset akan

meningkatkan agency cost pada shareholder (karena lebih banyak informasi dan aksi tersembunyi),

juga agency cost pada debtholder (subtitusi asset dan masalah underinvestment). Dengan demikian

investasi pada intangible asset akan berpengaruh pada kebijakan keuangan perusahaan (kebijakan

utang dan kebijakan deviden).

Page 4: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Intangible Asset dan Kebijakan utang Pecking Order Theory (Myers dan Majluf, 1984) menyatakan bahwa perusahaan lebih

mengutamakan sumber pendanaan internal (laba ditahan) terlebih dahulu, dan ketika perlu dana dari

luar maka perusahaan akan memilih menerbitkan utang dibanding ekuitas. Dengan demikian

intangible asset yang tinggi pada perusahaan akan menyebabkan tingginya level utang. Sebagaimana

intangible asset berhubungan dengan tingginya level informasi asimetri, maka pecking order theory

menyarankan level utang yang tinggi. Penelitian Zantout (1997) membuktikan bahwa reaksi pasar atas

pengumuman pengeluaran biaya R&D berhubungan positif dengan ratio utang perusahaan.

Agency theory sebagai teori yang mendasari hubungan antara intangible asset dengan kebijakan

utang ini juga sejalan dengan fakta yang diungkapkan oleh Davidson dan Brooks (2004) dalam

penelitiannya bahwa R&D yang intensif dalam suatu perusahaan berhubungan dengan lebih kecilnya

utang dalam struktur modal perusahaan. Jika manajer adalah risk averse (menyukai resiko) maka ia

akan memilih investasi pada intangible asset (yang lebih beresiko dibanding tangible asset), dan salah

satu cara mengurangi keseluruhan resiko tersebut adalah dengan mengurangi debt perusahaan (Friend

dan Lang; 1988, Bretger et al; 1997) dalam Davidson, et al. (2004). Hasil penelitian-penelitian tersebut

didukung oleh Bal dan Dumontier (2001) dan Alves dan Martins (2010) bahwa perusahaan dengan

R&D intensif memiliki level utang yang lebih rendah secara signifikan dibanding dengan perusahaan

dengan R&D non intensif. Penelitian Shi (2003), mengindikasikan bahwa aktivitas R&D akan

meningkatkan nilai pasar ekuitas, disamping itu juga meningkatkan kegagalan bond dan premi resiko

utang, karena bondholder tidak mau menanggung resiko yang berhubungan dengan aktivitas R&D.

Dengan demikian dari berbagai penelitian sebelumnya mayoritas mengungkapkan secara fakta bahwa

intangible asset berhubungan dengan lebih kecilnya utang dalam struktur modal perusahaan. Adanya

pertentangan diantara teori yang mendasari hubungan antara intangible asset dengan kebijakan utang

(agency theory, pecking order theory) maupun ketidakkonsistenan diantara fakta hasil penelitian,

mengakibatkan peneliti tertarik untuk meneliti masalah ini.

Intangible Asset dan Kebijakan Deviden

Berikut beberapa teori yang mengemukakan adanya hubungan antara intangible asset dengan

kebijakan deviden:

1. Signalling argument (Bhattacharya, 1970):

Perusahaan dengan intangible asset yang tinggi, harus membayar deviden yang tinggi sehingga

memberikan sinyal kualitas yang baik bagi investor. Dalam hal kebijakan deviden, teori ini

berlawanan dengan Pecking Order Theory dan Agency Cost Theory.

2. Pecking Order Theory (Myers dan Majluf, 1984):

Menurut teori ini, perusahaan lebih mengutamakan sumber pendanaan internal (laba ditahan)

terlebih dahulu, dan ketika perlu dana dari luar maka perusahaan akan memilih menerbitkan utang

dibanding ekuitas. Dengan demikian maka sejalan dengan teori ini, perusahaan yang memiliki

R&D tinggi cenderung membayar deviden rendah (Chan et al, 2001).

3. Agency Cost Theory (Jensen dan Meckling, 1976).

Dengan tingginya agency cost, utang membutuhkan premium yang tinggi, begitupula saham baru

yang diterbitkan membutuhkan diskon yang tinggi, maka laba ditahan merupakan sumber dana

yang paling rendah biayanya sebagai sumber dana untuk membiayai perusahaan. Laba ditahan

yang ada dipergunakan untuk membiayai investasi pada intangible asset, bukan untuk membayar

deviden, dengan demikian investasi yang tinggi pada intangible asset mengakibatkan pembayaran

deviden yang rendah.

Teori yang saling bertentangan tersebut diperkuat oleh penelitian-penelitian sebelumnya.

Davidson dan Brooks (2004) menguji pengaruh R&D intensif dan agency cost terhadap nilai

perusahaan, memberikan hasil bahwa perusahaan dengan R&D intensif akan lebih bernilai jika

perusahaan tersebut memiliki deviden yield yang tinggi. Sedangkan penelitian La Porta et al (2000)

membuktikan bahwa perusahaan dengan growth option yang tinggi memiliki deviden payout ratio

yang lebih rendah. Alves dan Martin (2010) membuktikan bahwa level dan tipe intangible asset tidak

berpengaruh terhadap deviden payout. Berbagai teori dan penelitian sebelumnya mengenai hubungan

Page 5: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

antara intangible asset dengan pembayaran deviden, belum menemukan suatu hasil yang konsisten.

Oleh karena itu penelitian ini ingin menguji lebih lanjut permasalahan ini.

Kebijakan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Nilai Perusahaan

Keputusan dan kebijakan keuangan yaitu keputusan pendanaan (financing decision), keputusan

investasi (invesment decision) dan kebijakan dividen (dividend policy) perlu dilakukan karena

keputusan tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya dan dapat mempengaruhi nilai

perusahaan (Jensen & Smith, 1984 ; Fama and French, 1998 ; Gitman, 2000 ; Brigham & Erhardt,

2002 ; Van Horne & Wachowizc, 2004 ; Van Horne, 2002) yang dikutip oleh Haruman (2007).

Jensen (1986), Barclay dan Smith (1996) dalam Ahmed (2008) menyatakan bahwa ada konflik

kepentingan antara bondholder dan shareholder yang membawa pada masalah keagenan. Konflik

kepentingan dan masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan

suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait

tersebut. Akibat dari munculnya mekanisme pengawasan tersebut menyebabkan timbulnya biaya yang

disebut sebagai agency cost. Agrawal dan Jayaraman (1994) dalam Ahmed (2008) mendukung ide

bahwa pembayaran deviden dan kebijakan leverage merupakan mekanisme pengganti untuk

mengontrol agency cost dari free cash flow sekaligus meningkatkan kinerja.

Kebijakan Utang dan Nilai Perusahaan

Myers dan Majluf (1984) mengenalkan Pecking Order theory yang menggambarkan sebuah

hirarki dalam pencarian dana perusahaan dimana perusahaan lebih memilih menggunakan internal

equity untuk membayar dividen dan mengimplementasikannya sebagai peluang pertumbuhan.

Modigliani & Miller (1963), De Angelo & Masulis (1980), Bradley et al (1984) dan Park & Evan

(1996) dalam Haruman (2007) menyatakan bahwa pendanaan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Apabila pendanaan didanai melalui hutang, peningkatan tersebut terjadi akibat dari efek tax

deductible. Artinya, perusahaan yang memiliki hutang akan membayar bunga pinjaman yang dapat

mengurangi penghasilan kena pajak, yang dapat memberi manfaat bagi pemegang saham. Selain itu,

penggunaan dana eksternal akan menambah pendapatan perusahaan yang nantinya akan digunakan

untuk kegiatan investasi yang menguntungkan bagi perusahaan. Hal ini sejalan dengan pendapat

Jensen (1986) yang menyatakan bahwa dengan adanya hutang dapat digunakan untuk mengendalikan

penggunaan free cash flow secara berlebihan oleh manajemen, dengan demikian menghindari investasi

yang sia-sia. Dengan demikian akan meningkatkan nilai perusahaan. Hal ini didukung oleh Haruman

(2007) yang membuktikan bahwa keputusan pendanaan (debt to equity ratio) berpengaruh negative

dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Namun Taswan (2003) menyatakan sebaliknya yaitu bahwa

kebijakan utang (Debt to Equity Ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan

(Price Book Value).

Kebijakan Dividen (Dividen Policy) dan Nilai Perusahaan

Keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan selama satu periode akan dibagikan semua

atau dibagi sebagian untuk dividen dan sebagian lagi tidak dibagi dalam bentuk laba ditahan yang

disebut sebagai kebijakan dividen (dividend policy). Terdapat tiga pandangan mengenai hubungan

antara deviden dan nilai perusahaan Ketiga pendapat tersebut saling bertentangan satu sama lain, yaitu

: (1) Modigliani dan Miller berpendapat bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan karena tidak

mempengaruhi sama sekali nilai perusahaan atau biaya modalnya. (2) Gordon dan Litnert dalam

teorinya bird-in-the-hand, berpendapat bahwa dividen lebih baik daripada capital gain, karena dividen

yang dibagi kurang berisiko lagi, oleh karenanya perusahaan semestinya membentuk rasio

pembayaran dividen yang tinggi yang menawarkan dividend yield yang tinggi agar dapat

memaksimalkan harga sahamnya. (3) Litzenberger dan Ramaswamy berpendapat bahwa investor lebih

menyukai retained earnings daripada dividen, karena pertimbangan pajak yang dikenakan pada

capital gain lebih rendah daripada pajak deviden. Teori ini menyarankan agar perusahaan seharusnya

membayarkan dividen yang rendah bila ingin memaksimalkan harga sahamnya.

Selain ketiga teori di atas, terdapat dua teori yang saling bertentangan yaitu signaling dan

contracting theory. Signaling theory menganggap bahwa informasi dividen dapat berarti good news

Page 6: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

bagi investor karena perusahaan mempunyai free cash flow dari operasi perusahaan yang akan dibagi.

Sedangkan contracting theory menganggap informasi tersebut adalah bad news, karena menunjukan

ketidakmampuan manajemen melakukan reinvestasi atas adanya free cash flow yang dimiliki oleh

perusahaan. Signaling theory mendukung Gordon dan Litnert dalam teorinya bird-in-the-hand, dimana

kedua theory tersebut berlawanan dengan contracting theory.

Hasil penelitian Ahmed (2008) dan Rahim, et al. (2008) membuktikan bahwa kebijakan deviden

berhubungan positif terhadap kinerja perusahaan yang mewakili nilai perusahaan. Namun berdasarkan

hasil penelitian Haruman (2007) dan Taswan (2003), kebijakan deviden berpengaruh negative dan

signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian belum terdapat suatu konsistensi hasil atas

penelitian-penelitian sebelumnya terhadap bidang ini.

Kinerja Keuangan dan Nilai perusahaan

Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil

yang tidak konsisten. Penelitian Vishnany dan Shah (2008) memberikan bukti bahwa rasio-rasio yang

berasal dari laporan keuangan memiliki hubungan yang signifikan dengan indicator pasar saham.

Rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian Vishnani dan Shah tersebut antaralain price per book

value, net cash flow, provit after tax, cash flow from operation, return on net worth. Beberapa

penelitian lainnya menemukan bahwa struktur risiko keuangan dan perataan laba berpengaruh

terhadap nilai perusahaan (Suranta dan Pratana, 2004; Maryatini, 2006). Invesment opportunity set dan

leverage berpengaruh terhadap nilai perusahaan (Andri dan Hanung, 2007). Hasil penelitian Ulupui

tersebut membuktikan bahwa rasio keuangan yang berpengaruh terhadap return saham adalah current

ratio (positif dan signifikan), ROA (positif dan signifikan). Hasil ini konsisten dengan teori dan

pendapat Modigliani dan Miller yang menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earnings

power dari aset perusahaan. Hasil yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi earnings power

semakin efisien perputaran aset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh oleh perusahaan,

sehingga akan berdampak pada peningkatan nilai perusahaan yang dalam hal ini return saham satu

tahun ke depan. Maka ROA merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Model Kerangka Pikir

Page 7: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Hipotesis

1. Intangible asset berpengaruh terhadap kebijakan keuangan (kebijakan utang dan kebijakan

deviden)

Intangible asset berpengaruh terhadap kebijakan utang

Intangible asset berpengaruh terhadap kebijakan deviden

2. Intangible asset berpengaruh terhadap Kinerja Keuangan

Intangible asset berpengaruh terhadap current ratio

Intangible asset berpengaruh terhadap ROA

Intangible asset berpengaruh terhadap asset turnover

3. Intangible asset, kebijakan keuangan, dan kinerja keuangan, berpengaruh terhadap nilai

perusahaan

Intangible asset berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

Kebijakan utang berpengaruh terhadap nilai perusahaan

Kebijakan deviden berpengaruh terhadap nilai perusahaan

Kinerja keuangan berpengaruh terhadap nilai perusahaan

- Current ratio berpengaruh terhadap nilai perusahaan

- ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

- Asset turnover berpengaruh terhadap nilai perusahaan

III. METODA PENELITIAN

Objek yang diteliti adalah variable-variabel dependent dan independent yang dihitung

berdasarkan laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada

tahun 2007 sampai 2009. Analisis dilakukan dengan cross sectional, dengan dibantu data time series.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode analisa data kuantitatif berupa hubungan kausalitas

(pengaruh) antar variable yang diteliti menggunakan alat analisis jalur (Path Analysis), untuk

menganalisis hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya

mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung”

(Robert D. Retherford 1993).

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini:

1. Kinerja Keuangan adalah ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu

perusahaan dalam menghasilkan laba. Kinerja keuangan juga digunakan sebagai ukuran umum

kondisi kesehatan perusahaan pada suatu periode. Indicator kinerja keuangan dalam penelitian ini

adalah rasio keuangan, antaralain:

Rasio Likuiditas, dalam penelitian ini menggunakan current ratio, adalah kemampuan untuk

membayar hutang yang segera harus dipenuhi dengan aktiva lancar.

Rasio Aktivitas, dalam penelitian ini menggunakan total asset turnover ratio adalah kemampuan

dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva berputar dalam suatu periode tertentu atau

kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan revenue.

Rasio Profitabilitas, dalam penelitian ini menggunakan Return on Asset (ROA) adalah rasio yang

mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk

menghasilkan keuntungan bagi pemilik perusahaan.

Variabel yang digunakan:

Y3: Rasio likuiditas (current ratio)

Y4: Rasio aktivitas (turnover ratio)

Y5: Rasio Provitabilititas (return on asset)

2. Intangible asset, adalah jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human

capital, structural capital, costumer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi

yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi.

3. Nilai Perusahaan adalah suatu ukuran ekonomi yang merefleksikan nilai pasar (market value) dari

keseluruhan bisnis, atau suatu ukuran kinerja berdasarkan pasar. Nilai perusahaan merupakan harga

Page 8: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Bagi perusahaan yang

menerbitkan saham di pasar modal, harga saham yang diperjualbelikan di bursa merupakan

indikator nilai perusahaan (Suad Husnan,1998).

4. Kebijakan deviden adalah Rasio pendistribusian laba yang dibagikan kepada pemegang saham.

5. Kebijakan utang (debt to total equity) adalah rasio leverage yang menggambarkan struktur modal

perusahaan.

Tabel 1. Variabel-variabel dalam Penelitian dan Indikator.

Notasi Variabel Indikator

Intangible asset:

X Value of Intangible asset Market Value of Equity (MVE) – Book Value of Equity (BVE)

Kebijakan Utang

Y1 Debt to equity ratio Debt

Equity

Kebijakan Deviden

Y2 Deviden Payout ratio Deviden per share

Earning per share

Kinerja Keuangan

Y3 Rasio Likuiditas

Current ratio:

Y4 Rasio Profitabilitas

Return on Asset (ROA):

Y5 Asset Turnover Sales

Total asset

Nilai Perusahaan

Z Tobin’s Q Q =

Sumber data pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan yang

terdiri dari neraca, laporan rugi laba, laporan arus kas, dan catatan-catatan atas laporan keuangan yang

diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel penelitian didasarkan pada metode nonprobability sampling

tepatnya metode purposive sampling.

Kriteria pemilihan sampel:

1. Perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2007-2009, yang menerbitkan laporan tahunan (annual

report) secara berturut-turut.

2. Perusahaan sampel mempunyai laporan keuangan yang berakhir 31 Desember.

3. Membayar dividen

4. Laporan keuangan tersedia lengkap.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi atau pengamatan terhadap laporan

keuangan perusahaan yang dijadikan sampel.

Aktiva Lancar

Hutang Lancar

Net provit after tax

Total asset

MVE

BE

Page 9: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Tabel 2. Daftar sampel perusahaan.

Jenis perusahaan No. Nama Perusahaan

Mining and Mining Services 1 PT. Aneka tambang Tbk.

Mining and Mining Services 2 PT. Timah Tbk.

Mining and Mining Services 3 PT. International Nickel Indonesia Tbk.

Agriculture, Forestry and Fishing 4 PT. Astra Agro Lestari Tbk.

Agriculture, Forestry and Fishing 5 PT.Bakri Sumatra Plantation Tbk.

Tobacco Manufacturers 6 PT. Gudang Garam Tbk.

Tobacco Manufacturers 7 PT. HM Sampoerna Tbk

Food and Beverages 8 PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.

Food and Beverages 9 PT. Smart Tbk

Pharmaceutical 10 PT. Kalbe Farma Tbk.

Cement 11 PT. Semen Gresik Tbk.

Telecomunication 12 PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Pharmaceutical 13 PT. Tempo Scan Pasific Tbk.

Consumer Goods 14 PT. Unilever Indonesia Tbk.

Automotive and Allied Products 15 PT. United Tractor Tbk.

Automotive and Allied Products 16 PT. Astra International Tbk.

Automotive and Allied Products 17 PT. Tunas Ridean Tbk

Automotive and Allied Products 18 PT. Hexindo Adiperkasa Tbk

Automotive and Component 19 PT. Selamat Sempurna Tbk

Chemical and Allied Product 20 PT. AKR Corporindo Tbk

Restaurant, Hotel, Tourism 21 PT. Pembangunan Jaya Ancol Tbk

Restaurant, Hotel, Tourism 22 PT. Pudjiaji and and Sons Tbk

Transportation 23 PT. Samudera Indonesia Tbk

Advertising, Printing, and Media 24 PT. Surya Citra Media Tbk

Advertising, Printing, and Media 25 PT. Fortune Tbk

Wholesale and Retail Trade 26 PT. Ramayana Lestari Tbk.

Wholesale and Retail Trade 27 PT. Tigaraksa Satria Tbk

Wholesale and Retail Trade 28 PT. Enseval Putra Megatrading Tbk

Wholesale and Retail Trade 29 PT. Multi Indo Citra Tbk

Crude Petroleum & Natural Gas Production 30 PT. Radiant Utama Interinsco Tbk

Berdasarkan teori atau konsep yang ada dan hipotesis yang telah ditentukan maka persamaan

atau model struktural yang terbentuk sebagai berikut:

Hipotesis 1:

1. DER = a + b1 IA + e1

2. DPR = a + b2 IA + e2

Hipotesis 2:

3. CR = a + b3 IA + e3

4. ROA = a + b4 IA + e4

5. AsT = a + b5 IA + e5

Hipotesis 3:

6. FV = a + b6 IA + b7 DPR + b8 DER + b9 CR + b10 ROA + b11 AsT + e6

Page 10: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Keterangan:

FV : Nilai Perusahaan (Tobin’s q)

IA : Intangible asset

DER : debt to equity ratio

DPR : Deviden Payout Ratio

CR : current ratio

ROA : return on asset

AsT : Asset turnover

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji asumsi klasik untuk memenuhi syarat regresi berganda, penelitian ini

telah memenuhi persayaratan uji asumsi klasik (uji normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas,

otokorelasi) (data terlampir).

Hasil Pengujian Hipotesis 1.1: Pengaruh Intangible Asset terhadap Kebijakan Utang

Hipotesis pertama pengaruh intangible asset terhadap kebijakan utang (debt to equity ratio)

ditunjukkan oleh koefisien jalur P1 sebesar -0,128, berarti intangible asset berpengaruh negative

terhadap kebijakan utang. Hasil perhitungan t hitung diperoleh -1,016, sedangkan t table diperoleh

1,987 (df=n-2, p-value = 0,05). Karena t hitung < t table, dan nilai signifikansi diperoleh 0,313 > p

value (0,05) maka berarti pengaruh negative tersebut secara statistic tidak signifikan. Dengan

demikian berarti intangible asset (X) berpengaruh negative terhadap debt equity ratio atau leverage

ratio, namun pengaruh tersebut tidak signifikan.

Hasil penelitian ini tidak mendukung Pecking Order Theory yang menyatakan bahwa semakin

tinggi intangible asset maka semakin tinggi tingkat utang perusahaan. Tetapi Hasil penelitian ini

mendukung Agency cost theory dan mayoritas hasil-hasil penelitian sebelumnya yang secara fakta

membuktikan bahwa intangible asset berhubungan dengan lebih kecilnya utang dalam struktur modal

perusahaan. Namun dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara intangible

asset dengan DER kemungkinan disebabkan saling bertentangannya pendapat diantara kedua teori

yang dikemukakan (pecking order theory dan agency cost theory), juga kurang banyaknya jumlah

sampel perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini.

Hasil Pengujian Hipotesis 1.2: Pengaruh Intangible Asset terhadap Kebijakan Deviden

Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap kebijakan deviden (deviden payout

ratio) ditunjukkan oleh koefisien jalur P2 sebesar 0,189, berarti intangible asset berpengaruh positif

terhadap kebijakan deviden. Karena t hitung < t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,135 >

p value (0,05) maka berarti intangible asset (X) berpengaruh positif terhadap deviden payout ratio,

namun pengaruh tersebut tidak signifikan. Hasil ini mendukung Signaling theory yang menyatakan

bahwa intangible asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap deviden, karena perusahaan

dengan intangible asset yang tinggi akan membayar deviden yang lebih tinggi agar memberikan sinyal

yang baik bagi investor. Namun hasil penelitian ini tidak mendukung agency theory dan pecking order

theory yang menyatakan intangible asset berpengaruh negative dan signifikan terhadap deviden.

Menurut teori ini, dengan semakin tinggi intangible asset dan semakin tingginya biaya modal untuk

investasi, investor lebih memilih membiayai investasi menggunakan laba ditahan karena biayanya

paling rendah. Laba ditahan lebih banyak digunakan untuk membiayai investasi daripada untuk

membayar deviden sehingga pada perusahaan dengan intangible asset yang tinggi akan membayar

deviden yang rendah. Hasil penelitian ini didukung Alves dan Martin (2010) dalam hasil penelitiannya

yang membuktikan bahwa level dan tipe intangible asset tidak berpengaruh signifikan terhadap

deviden payout, hal ini disebabkan karena argument teori yang saling bertentangan berkaitan dengan

masalah tersebut.

Hasil Pengujian Hipotesis 2.1: Pengaruh Intangible Asset terhadap Current Ratio

Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap kinerja keuangan (current ratio)

ditunjukkan oleh koefisien jalur P3 sebesar -0,093, berarti intangible asset berpengaruh negatif

terhadap current ratio. Karena t hitung < t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,464 > p

Page 11: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

value (0,05) maka berarti intangible asset (X) berpengaruh negatif terhadap current ratio, namun

pengaruh tersebut tidak signifikan. Semakin tinggi intangible asset perusahaan maka semakin rendah

kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang perusahaan,

namun hasil ini secara statistic tidak signifikan. Hasil yang negative ini kemungkinan disebabkan

karena pada perusahaan dengan intangible asset yang tinggi menggunakan lebih banyak kas untuk

membiayai investasinya sehingga menurunkan kemampuan aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban

utang perusahaan.

Hasil Pengujian Hipotesis 2.2: Pengaruh Intangible Asset terhadap ROA

Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap ROA ditunjukkan oleh koefisien

jalur P4 sebesar 0,438 berarti intangible asset berpengaruh positif terhadap ROA. Karena t hitung > t

table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p value (0,05) maka berarti berarti intangible

asset (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Hasil ini mendukung penelitian yang

dilakukan oleh Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008), membuktikan bahwa Intelectual Capital

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan yang diwakili oleh ROA. Semakin

tinggi intangible asset maka semakin tinggi kemampuan modal yang diinvestasikan dalam

keseluruhan aktiva untuk menghasilkan laba bagi pemilik perusahaan.

Hasil Pengujian Hipotesis 2.3: Pengaruh Intangible Asset terhadap Asset Turnover Ratio

Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset terhadap asset turnover ratio ditunjukkan

oleh koefisien jalur P5 sebesar -0,003 berarti intangible asset berpengaruh negatif terhadap asset

turnover ratio. Hasil perhitungan t hitung diperoleh -0,024 sedangkan t table diperoleh 1,987 (df=n-2,

p-value = 0,05). Artinya intangible asset (X) berpengaruh negatif terhadap asset turnover ratio,

namun pengaruh tersebut tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa intangible asset dalam

suatu perusahaan berpengaruh negative terhadap kemampuan modal yang diinvestasikan dalam suatu

perusahaan untuk menghasilkan revenue. Semakin tinggi intangible asset dalam suatu perusahaan

maka semakin rendah kemampuan modal yang dihasilkan untuk menghasilkan revenue. Namun hasil

ini secara statistic tidak signifikan, kemungkinan disebabkan kurang banyaknya jumlah sampel

perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini.

Hasil Uji Hipotesis 3: Pengaruh Intangible asset, Kebijakan Keuangan, dan Kinerja Keuangan

terhadap Nilai Perusahaan

Berdasarkan hasil uji F (simultan) diperoleh F hitung 32,404 dan p value diperoleh 0,000

(lampiran 3). F tabel 19,296 (p value=0,05 %). Oleh karena F hitung > F table dan p value < 0,05

maka disimpulkan bahwa intangible asset, DER, DPR, current asset, ROA, dan asset turnover secara

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh intangible asset (X) terhadap nilai perusahaan (Z) ditunjukkan

oleh koefisien jalur P6 sebesar 0,548 berarti intangible asset berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan. Hasil perhitungan t hitung diperoleh 7,466 sedangkan t table diperoleh (df=n-2, p-value

= 0,05). Karena t hitung > t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p value (0,05) maka

berarti intangible asset merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Hasil

penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pamela Megna dan Marck Klock (1993),

Ulum, Ghozali, dan Chariri (2008), bahwa intangible asset atau intellectual capital berpengaruh

positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh kebijakan utang / debt equity ratio (Y3) terhadap nilai

perusahaan (Z) ditunjukkan oleh koefisien jalur P7 sebesar 0,604 berarti DER berpengaruh positif

terhadap nilai perusahaan. Karena t hitung > t table (1,987), dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p

value (0,05) maka berarti DER (Y3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (Z).

Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi rasio utang maka nilai perusahaan akan semakin

meningkat. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Modligiani dan Miller mengenai struktur modal

dan nilai perusahaan, yaitu bahwa perusahaan yang memiliki utang akan membayar pajak lebih lecil

sehingga perusahaan yang memiliki utang akan lebih bernilai bagi investor daripada perusahaan yang

Page 12: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

sama jika tidak terdapat utang, sehingga perusahaan yang memiliki utang (levered firm) akan lebih

tinggi nilai perusahaannya dibandingkan perusahaan yang sama jika tidak memiliki utang.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh kebijakan deviden / deviden payment ratio (Y2) terhadap nilai

perusahaan (Z) ditunjukkan oleh koefisien jalur P8 sebesar 0,048 berarti DPR berpengaruh positif

terhadap nilai perusahaan. Karena t hitung < t table, dan nilai signifikansi diperoleh 0,471 > p value

(0,05) maka berarti DPR (Y2) berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan namun secara statistic

tidak signifikan. Hasil penelitian ini mendukung teori signaling dan bird in the hand theory, yang

menyatakan bahwa DPR yang tinggi akan meningkatkan nilai perusahaan. Menurut teori signaling,

perusahaan akan membagikan deviden untuk memberikan sinyal good news bagi investor, sehingga

akan meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan menurut bird in the hand theory, investor lebih

menyukai deviden yang dibagikan daripada deviden yang tidak dibagi, sehingga investor akan lebih

memilih perusahaan dengan DPR tinggi dimana hal ini mengakibatkan peningkatan harga saham dan

nilai perusahaan. Namun hasil penelitian ini tidak konsisten dengan teori Modigliani dan Miller

bahwa kebijakan dividen adalah tidak relevan karena tidak mempengaruhi sama sekali nilai

perusahaan. Nilai perusahaan tidak tergantung pada besarnya jumlah deviden yang dibayarkan. Hasil

penelitian ini juga mendukung penelitian Ahmed (2008), Rahim, et al. (2008), yang menemukan

hubungan positif dan signifikan DPR terhadap nilai perusahaan, namun tidak mendukung Haruman

(2007) dan Taswan (2003) yang membuktikan adanya pengaruh negative signifikan.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh current asset ratio (Y3) terhadap nilai perusahaan (Z)

ditunjukkan oleh koefisien jalur P9 sebesar 0,033 berarti current asset ratio (Y3) berpengaruh positif

terhadap nilai perusahaan (Z). Hasil perhitungan t hitung diperoleh 0,395 sedangkan t table diperoleh

1,987 (df=n-2, p-value = 0,05). Artinya current asset ratio (Y3) berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan namun secara statistic tidak signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Ulupui (2007) yang membuktikan bahwa current ratio memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap return saham satu periode ke depan, yang mengindikasikan bahwa current ratio

dapat digunakan untuk memprediksi return saham. Koefisien beta yang positif dalam hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kemampuan aktiva lancar perusahaan untuk memenuhi

kewajiban lancarnya, maka semakin tinggi nilai perusahaan, namun hasil ini secara statistic tidak

signifikan.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh ROA (Y4) terhadap nilai perusahaan (Z) ditunjukkan oleh

koefisien jalur P 10 sebesar 0,457 berarti ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Karena

t hitung > t table, dan nilai signifikansi diperoleh 0,000 < p value (0,05) maka berarti ROA (Y4)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan (Z). Hal ini mengindikasikan bahwa

ROA dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori

dan pendapat Modligiani dan Miller bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset

perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Vishnani dan Shah

(2008), Ulupui (2007), Yuniasih dan Wirakusuma (2007), yang menemukan bahwa ROA berpengaruh

positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian

Suranta dan Pranata (2004), Kaaro (2002) yang menemukan bahwa ROA justru berpengaruh negative

terhadap nilai perusahaan.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh asset turnover ratio (Y5) terhadap nilai perusahaan (Z)

ditunjukkan oleh koefisien jalur P 11 sebesar -0,026 berarti asset turnover ratio berpengaruh negatif

terhadap nilai perusahaan, maka HA ditolak. Karena t hitung < t table, dan nilai signifikansi diperoleh

0,704 > p value (0,05) maka berarti asset turnover ratio (Y4) berpengaruh negatif tetapi tidak

signifikan terhadap nilai perusahaan (Z). Hasil penelitian ini mendukung Ulupui (2007) bahwa asset

turnover berpengaruh negative tetapi tidak signifikan terhadap return saham. Namun tidak sejalan

dengan hasil penelitian Kennedy (2003) yang menunjukkan variabel asset turnover berpengaruh

signifikan terhadap return saham.

Persamaan regresi yang diperoleh dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis

Path:

1. DER = -0,128 IA + e1

2. DPR = 0,189 IA + e2

Page 13: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

3. CR = -0,093 IA + e3

4. ROA = 0,438 IA + e4

5. AstTurn = -0,003 IA + e5

6. FV = 0,548 IA + 0,604 DER + 0,048 DEV + 0,033 CR + 0,457 ROA – 0,026 astturn + e6

Pengaruh error ditentukan sebagai berikut:

e1 = √ = √ = 0,492

e2 = √ = √ = 0,482

e3 = √ = √ = 0,4955

e4 = √ = √ = 0,809

e5 = √ = √ = 0,5

e6 = √ = √ = 0,1135

Koefisien Determinasi Total (Rm2):

Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model di ukur dengan :

Rm2= 1 – (0.492)

2 (0.482)

2 (0.4955)

2(0.809)

2 (0.5)

2 (0.1135)

2 = 0,6547

Keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model tersebut adalah sebesar 65,47%. Nilai ini

berarti variable nilai perusahaan dapat dijelaskan oleh variable intangible asset, kebijakan keuangan,

dan kinerja keuangan sebesar 65,47 %, sedangkan sisanya 34,52 % dijelaskan oleh variabel lain (yang

belum terdapat di dalam model) dan error.

Hasil analisis data dengan Path Analysis dapat digambarkan sebagai berikut:

2

ep

2

2

2

1

2 P . . . 1 eem PPR

Page 14: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Interpretasi Hasil.

Total Pengaruh Intangible asset (IA) terhadap Nilai Perusahaan (FV):

Pengaruh langsung IA ke FV = 0,548

Pengaruh tidak langsung:

- IA ke DER ke FV = -0,128 x 0,604 = -0,132

- IA ke DPR ke FV = 0,189 x 0,048 = 0,0030

- IA ke CR ke FV = -0,093 x 0,033 = -0,0031

- IA ke ROA ke FV = 0,438 x 0,457 = 0,200

- IA ke Astturn ke FV = -0,003 x 0,026 = -0,00008 +

Total Pengaruh IA ke FV = 0,6158

Berdasarkan hasil validitas model dengan menghitung koefisien determinasi total, diperoleh

bahwa model dapat menjelaskan informasi yang terkandung di dalam data, sebesar 65,47%. Angka ini

cukup besar, sehingga layak dilakukan interpretasi lebih lanjut. Lintasan pengaruh yang signifikan

adalah dari intangible asset ke nilai perusahaan melalui ROA. Informasi yang disampaikan adalah

upaya untuk meningkatkan nilai perusahaan harus dilakukan dengan cara meningkatkan intangible

asset diikuti dengan upaya untuk meningkatkan ROA. Pada keadaan demikian variabel ROA

berfungsi sebagai variabel intervening atau mediating.

V. SIMPULAN DAN SARAN

Intangible asset berpengaruh negative tetapi secara statistic tidak signifikan terhadap utang /

DER. Intangible asset berpengaruh positif tetapi secara statistic tidak signifikan terhadap kebijakan

deviden / DPR. Intangible asset berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA. Namun Intangible

asset berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan terhadap current ratio dan asset turnover. Intangible

asset terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Kebijakan utang

perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, namun kebijakan deviden

berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Kinerja keuangan yang

berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan adalah ROA (positif dan signifikan). Current ratio

dan asset turnover berpengaruh negative tetapi tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini

mengindikasikan bahwa investor masih menggunakan variable kinerja keuangan yang tersaji dalam

laporan keuangan, terutama ROA untuk memprediksi nilai perusahaan. Kesimpulan umum yang dapat

diambil dari hasil penelitian ini, intangible asset (termasuk juga intellectual capital di dalamnya)

akan meningkatkan kinerja keuangan yaitu ROA perusahaan, dan peningkatan ROA ini akan

mengakibatkan peningkatan nilai perusahaan.

Penelitian selanjutnya dapat menggunakan indicator intangible asset yang lain, agar hasilnya

dapat diperbandingkan. Diperlukan adanya suatu standarisasi dalam pelaporan / disclosure atas

intellectual capital yang merupakan bagian dari intangible asset yang tidak tersaji pada neraca.

Standarisasi ini diperlukan agar disclosure IC yang merupakan bagian dari laporan keuangan tersebut

menjadi informasi yang lebih dapat diperbandingkan antar perusahaan sehingga bermanfaat bagi analis

dan investor sebagai indikator potensi masa depan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdolmohammadi, Mohammad J. 1999. “The Components of Intellectual Capital for Accounting

Measurement”. http://www.sbaer.lka.edu/research/1999/wdsi/

Anne Marie Knott, David J. Bryce, Hart E. On the Strategic Accumulation of Intangible assets.

Organization Science, Vol. 14, No. 2 (Mar. - Apr., 2003), pp. 192-207 Published by:

INFORMS Stable URL: http://www.jstor.org/stable/4135159

Page 15: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Brinker, Barry. 2000. “Intellectual Capital: Tomorrows Asset, Today’s Challenge”.

http://www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm

Choong, Kwee Keong. 2008. Intellectual capital: definitions,categorization and reporting models.

Journal of Intellectual Capital Vol. 9 No. 4, 2008 pp. 609-638. Emerald Group Publishing

Limited.

Choudhury, Jyotirmayee. 2010. Performance Impact of Intellectual Capital: A Study of Indian it

Sector. International Journal of Business and Management Vol. 5, No. 9; September 2010.

www.ccsenet.org/ijbm

Davidson, et al. 2004. R&D, Agency Cost and Capital Structure: International Evidence. Econometric

Society No.59. Australian Meetings from Econometric Society.

Dewa Gede Wirama. 2008. Teori Surplus Bersih: Valuasi Perusahaan Berdasarkan Data Akuntansi.

Dumay, John C. 2009. Intellectual capital measurement: a critical approach. Journal of Intellectual

Capital Vol. 10 No. 2, 2009 pp. 190-210. Emerald Group Publishing Limited

Dwi Martani, Mulyono, Rahfiani Khairurizka. 2009. The effect of financial ratios, firm size, and cash

flow from operating activities in the interim report to the stock return. Chinese Business

Review, Jun. 2009, Volume 8, No.6, USA.

Garger, John. 2010. Equity and market value: How much is a company worth to an investor?

http://www.johngarger.com.

------------. 2010. How Investors View the Differences between Tangible and Intangible Assets.

http://www.johngarger.com.

Ghodratallah Talebnia, Hashem Valipour, Shahram Shafiee. 2010. Empirical Study of the

Relationship between Ownership Structure and Firm Performance: Some Evidence of

Listed Companies in Tehran Stock Exchange . Journal of Sustainable Development Vol. 3,

No. 2; June 2010.

Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit

Universitas Diponegoro. Semarang.

Huson Joher Ali Ahmed. 2008. The Impact of Financing Decision, Dividend Policy, corporate

ownership on Firm Performance at Presence or absence of growth Opportunity: A Panel

Data Approach, Evidence from Kuala Lumpur Stock Exchange.

Haruman, Tendi. 2007. Pengaruh Keputusan Keuangan dan Kepemilikan Institusional terhadap Nilai

Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEJ) The 1st PPM

National Conference on Management Research “ Manajemen di Era Globalisasi” Sekolah

Tinggi Manajemen PPM, 7 November 2007.

Husnan, Suad dan Wijastuti. 1998. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Penerbit UPP ANP YKPN.

Yogyakarta.

Ihyaul Ulum, Imam Ghozali & Anis Chariri. 2008. Intelectual Capital dan Kinerja Keuangan.

Kent Daniel dan Sherid An Titman. 2005. Market Reactions to Tangible and Intangible Information.

Lantz, Jean-Sébastien, Sahut, Jean-Michel. 2005. R&D Investment and the Financial Performance of

Technological Firms. International Journal of Business.

Marr & Schiuma. 2001. Intellectual capital – defining key performance indicators for organizational

knowledge assets. Centre for Business Performance, Cranfield School of Management,

Cranfield, Bedfordshire, UK. DAPIT – Facolta´ di Ingegneria, Potenza, Italy.

www.emeraldinsight.com/researchregister.

Page 16: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Nerissa C. Brown, Michael D. Kimbrough. 2010. The Impact of Intangible Investment on the

RelativeImportance of Firm-Specific Factors versus Market- and Industry-Level Factors in

the Determination of Firm-Level Earnings.

Ni Made Adi Erawati dan I Putu Sudana. 2005. Intangible Asset, Nilai Perusahaan, dan Kinerja

Keuangan.

Ni Wayan Yuniasih, Made Gede Wirakusuma. 2007. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Nilai

Perusahaan dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good Corporate

Governance sebagai Variabel Pemoderasi.

Ocean Tomo. 2010. Ocean Tomo’s Intangible Asset Market Value Study. Ocean Tomo Announces

Result of Annual Study of Intangible Asset Market Value.

Ortiz, Miguel. 2009. Analysis and valuation of intellectual capital according to its context. Journal of

Intellectual Capital Vol. 10 No. 3, 2009 pp. 451-482. Emerald Group Publishing Limited.

www.emeraldinsight.com/1469-1930.htm

Pamela Megna and Mark Klock. 1993. The Impact of Intangible Capital on Tobin's q in the

Semiconductor Industry. The American Economic Review, Vol. 83, No. 2, Papers and

Proceedings of the Hundred and Fifth Annual Meeting of the American Economic

Association (May, 1993), pp. 265-269 Published by: American Economic Association

Ping Jiang. 2004. The Relationship Between Ownership Structure and Firm Performance: an

Empirical Analysis over Heilongjiang Listed Companies, . Nature and Science, 2(4), 2004.

Rahmawati. 2005. Relevansi Nilai Informasi Akuntansi dengan Pendekatan Terintegrasi: Hubungan

Nonlinier. SNA VIII Solo, 15 – 16 September 2005.

Robert M. Bowen, Rajgopal, Venkatachalam. 2006. Accounting Discretion, Corporate Governance,

and Firm Performance.

Robert A. Connolly, Barry T. Hirsch, and Mark Hirschey. 1986. Union Rent Seeking, Intangible

Capital, and Market Value of the Firm.

Roos, Johan., Goran Roos, Nocola C. Dragonetti, and Leif Edvinsson. 1997. Intellectual Capital

Navigating The New Business Landscape, London; M acMillan Press Ltd.

Rahim, et al. 2008. Investment, Board Governance and Firm Value: A Panel Data Analysis. The 1st

PPM National Conference on Management Research “ Manajemen di Era Globalisasi”

Sekolah Tinggi Manajemen PPM, 7 November 2007

Salamudin, et al. 2010. Intangible assets valuation in the Malaysian capital market. Journal of

Intellectual Capital Vol. 11 No. 3, 2010 pp. 391-405. Emerald Group Publishing Limited.

www.emeraldinsight.com/1469-1930.htm

Soler and Celestino. 2007. Evaluating the scope of IC in firms’ value. Journal of Intellectual Capital

Vol. 8 No. 3, 2007 pp. 470-493. Emerald Group Publishing Limited.

Sveiby, Karl Erik. 1998. “Intellectual Capital: Thingking Ahead”, Australian CPA.June, page 18-21.

---------------. 1998. “Measuring Intangables & Intellectual Capital – An Emerging First standard”.

http://www.sveiby.com/articles/Intangiblemethods.

Sandra Alves dan Júlio Martins. 2010. The Impact of Intangible assets on Financial and Governance

Policies: UK Evidence. International Research Journal of Finance and Economics. ISSN 1450-

2887 Issue 36 (2010). © EuroJournals Publishing, Inc. 2010.

Sawarjuwono dan Kadir. 2003. Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah

Library Research). Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 5, No. 1, Mei 2003: 35 – 57.

http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting

Page 17: “PENGARUH INTANGIBLE ASSET, KEBIJAKAN KEUANGAN, DAN

Sonnier, et al. 2007. Accounting for Intelectual Capital: The Relationship between Profitability and

Disclosure. The Journal of Applied Management and Entrepreneurship; Vol.12, No.2.

Suwarjono. 2005. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Yogyakarta:BPFE.

Taswan. 2003. Analisis Pengaruh Insider Ownership, Kebijakan Hutang dan Deviden terhadap Nilai

Perusahaan serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.

Ulupui. 2007. Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas, dan Profitabiltas terhadap

Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri

barang Konsumsi di BEJ).

Vishnani dan Shah. 2008. Value Relevance of Published Financial Statements with Special Emphasis

on Impact of Cash Flow Reporting.

Wilbur G. Lewellen and Douglas R. Emery. 1986. Corporate Debt Management and the Value of the

Firm. The Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. 21Published by: University

of Washington School of Business Administration. http://www.jstor.org/stable