pengaruh fortivikasi bahan pangan kaya kalsium dengan
TRANSCRIPT
OPEN ACCES
Vol. 14 No. 1: 94-98 Mei 2021
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https: https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.14.1.94-98
Pengaruh Fortivikasi Bahan Pangan Kaya Kalsium dengan Konsentrasi Berbeda Terhadap Mutu Organoleptik Ikan Tuna Kering Kayu Kaleng
(Effect Of Fortivation Calcium-Rich Foodstuffs With Different Concentrations on the Organoleptic Quality of Ikan Tuna Kering Kayu
Canned)
Ibnu Wahab Laitupa1
1 Prodi THP, FAPERTA Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Ternate-Indonesia,
Email : [email protected]
Info Artikel:
Diterima : 05 Mei. 2021
Disetujui : 08 Mei. 2021
Dipublikasi : 14 Mei. 2021
Artikel Penelitian
Keyword:
Fortivikasi, Canned Wood Dry
Tuna, Organoleptic
Korespondensi:
Ibnu Wahab Laitupa
Universitas Khairun,
Ternate-Indonesia
Email :
Copyright© Mei
2021 AGRIKAN
Abstrak. Geliat kegiatan ekonomi di bidang perikanan merambat dan tumbuh pesat bukan hanya pada
kegiatan perikanan tangkap. Usaha di bidang pengolahan hasil perikanan juga berkembang cukup pesat.
Keberhasilan ini tentu perlu diiringi dengan perhatian serius terhadap mutu produk yang dihasilkan. Bukan
hanya pada kandungan gizi tetapi juga pada parameter organoleptic. Penelitian sebelumnya yang telah
menunjukkan hasil positif pada peningkatan kalsium perlu dilanjutkan dengan uji organoleptik agar dapat
mengukur tingkat ketertarikan konsumen terhadap produk dari aspek citarasa, aroma, tekstur maupun
kenampakan. Penelitian dimulai dari tahap persiapan, pembuatan bahan fortivikasi yaitu tepung tulang ikan
tuna dan tepung ikan teri, pembuatan produk olahan ikan tuna kering kayu kaleng, uji organoleptik dan
analisis statistic. Fortivikasi dilakukan sebanyak lima perlakuan yaitu tanpa fortivikasi atau 0 % (A0),
fortivikasi tepung tulang ikan tuna 3 % (B1), tepung tulang ikan tuna 6% (B2), tepung ikan teri 3% (C1),
tepung ikan teri 6 % (C2). Fortivikasi ikan tuna kering kayu kaleng menggunakan tepung tulang ikan tuna
dan tepung ikan teri dengan konsentrasi berbeda, tidak memberikan pengaruh berbeda signifikan terhadap
kualitas kenampakan, bau, rasa dan tekstur pada perlakuan B1 dan C1 penambahan masing-masing 3% dari
total berat produk dengan nilai rata-rata masing-masing 8,4 dan 8,3. Sedangkan pada penambahan 6 %
perlakuan B2 dan C2, memberikan pengaruh cukup signifikan dengan nilai rata-rata masing-masing
perlakuan yaitu 7,7 dan 7,6.
Abstract. The activity of economic activities in the field of fisheries propagates and grows rapidly not only in
fishing activities. Business in the field of processing of fishery products is also growing quite rapidly. This
success certainly needs to be accompanied by serious attention to the quality of the products produced. Not
only on nutritional content but also on organoleptic parameters. Previous research that has shown positive
results on the increase in calcium needs to be continued with organoleptic tests in order to measure the level of
consumer interest in the product from aspects of taste, aroma, texture and appearance. Research began from the
preparatory stage, the manufacture of fortivation materials, namely tuna bone meal and anchovies, the
manufacture of processed products dried tuna wood canned tuna, organoleptic tests and statistical analysis.
Fortivation is carried out as many as five treatments, namely without fortivikasi or 0 % (A0), fortivikasi tuna
bone meal 3 % (B1), tuna bone meal 6% (B2), anchovies 3% (C1), anchovies flour 6 % (C2). Fortivikasi
canned wood dried tuna using bone meal tuna and anchovies with different concentrations, does not have a
significant different influence on the quality of appearance, smell, taste and texture on the treatment of B1 and
C1 additions of 3% of the total weight of the product with an average value of 8.4 and 8.3 respectively. While
in addition to 6% B2 and C2 treatment, it gives a significant influence with an average value of 7.7 and 7.6
treatment, respectively.
I. PENDAHULUAN
Maluku Utara adalah Provinsi dengan luas
lautan yang cukup besar, memiliki sumberdaya
perikanan yang tinggi. Perikanan telah menjadi
kegiatan yang mendominasi sebagian besar
kegiatan perekonomian daerah maupun kegiatan
perekonomian masyarakat. Geliat kegiatan
ekonomi di bidang perikanan merambat dan
tumbuh pesat bukan hanya pada kegiatan
perikanan tangkap. Usaha di bidang pengolahan
hasil perikanan juga berkembang cukup pesat.
Ditandai dengan telah banyak usaha kecil
menengah (UKM) di kawasan perkotaan
khususnya ternate yang menghasilkan aneka
olahan hasil perikanan. Salah satu olahan ikan
yang dapat dikembangkan adalah teknologi
pengalengan. Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan (THP-UMMU) Ternate sebagai program
studi pengolahan perikanan telah berhasil
memproduksi olahan ikan tuna kering kayu
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
95
kaleng (Olahan ikan tradisional khas Ternate
sejenis rending ikan) melalui kegiatan pengabdian
skema PPUPIK. Sebuah capaian positif terhadap
produk khas Maluku Utara yang sudah
mendapatkan sentuhan teknologi.
Keberhasilan ini tentu perlu diiringi dengan
perhatian serius terhadap mutu produk yang
dihasilkan. Sebagai upaya menjaga dan
meningkatkan kualitas dan mutu produk, program
studi THP UMMU telah banyak melakukan
penelitian mengenai kandungan gizi maupun
mikroba produk perikanan, termasuk penelitian
tentang fortivikasi tepung tulang ikan tuna dan
tepung ikan teri sebagai bahan kaya kalsium pada
produkan ikan tuna kering kayu kaleng.
Penelitian sebelumnya yang kami lakukan
menyimpulkan bahwa fortivikasi menggunakan
tepung tulang ikan tuna sebagai bahan pangan
kaya kalsium berhasil memberikan pengaruh
sangat besar terhadap peningkatan kandungan
kalsium. Begitu pun hasilnya ketika model
perlakuan kepada sampel dilakukan perbedaan
pada konsentrasi fortivikasinya. Utamanya pada
fortivikasi menggunakan tepung tulang ikan tuna.
Laitupa et al (2020) [1], menyebutkan Hasil analisis
statistic (anava) juga menunjukkan perbedaan
nyata yaitu kandungan kalsium pada perlakuan
fortivikasi tepung tulang ikan tuna 6% berbeda
sangat nyata terhadap kandungan kalsium yang
terkandung dalam sampel kontrol. Dengan
kandungan 1305 mg per 180 gram berat produk.
Fortivikasi tepung tulang ikan tuna 6 % telah
memenuhi kebutuhan kalsium harian manusia.
Sedangkan fortivikasi menggunakan tepung ikan
teri dengan jumlah fortivikasi tinggi (6%) belum
memenuhi kebutuhan kalsium harian manusia
dengan rata-rata 790 ppm atau 142 mg per 180 gram
berat produk. Peningkatan kandungan kalsium
melalui penelitian telah berhasil dilakukan,
selanjutnya perlu dilakukan penelitian mengenai
pengaruhnya terhadap mutu organoleptik. Oleh
sebab mutu organoleptik sangat menentukan
ketertarikan konsumen terhadap produk.
Uji organoleptic merupakan salah satu cara
untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen
terhadap produk yang dihasilkan. Pengujian
organoleptik berperan penting dalam
pengembangan produk dengan meminimalkan
resiko dalam pengambilan keputusan tentang
penerimaan konsumen terhadap produk baru.
Diharapkan melalui penelitian ini, produk ikan
tuna kering kayu kaleng dapat diterima di pasaran
dengan mutu yang terbaik baik gizinya maupun
citarasa, aroma, kenampakan maupun teksturnya
(Asikin et al, 2016) [2]
II. METODE PENELITIAN
2.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan sejak bulan
September sampai dengan Desember 2020
Laboratorium Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan (THP) UMMU.
2.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah baki, pisau,
panci, kompor, wajan, blender, oven, autoclave,
disc mill, timbangan, mesin seamer, dan stopwatch,
table scoresheet organoleptik. Bahan yang
digunakan adalah ikan teri, tulang ikan tuna, ikan
tuna, kaleng, NaOH, bawang merah, bawang
putih, jintan, asam jawa, minyak goreng, cabai,
kecap, garam, tomat, kaleng dan air dingin.
2.3. Prosedur Kerja Pembuatan Bahan Fortivikan
Pembuatan bahan fortivikan diawali dengan
perebusan bahan baku (80 oC, 30 menit),
pencucian, autoclaving (121 oC,1 atm), pengecilan
ukuran 5-10 cm, perebusan (100 oC, 30 menit),
ekstraksi basa NaOH (1,5 N, 60 oC,2 jam),
pencucian, pengeringan, dan penepungan.
Pembuatan ikan tuna kering kayu kaleng
yang dimulai dari persiapan bahan, pembumbuan,
pemasakan, pengisian ke dalam kaleng,
pemanasan, penutupan kaleng menggunakan
mesin seamer sekaligus exhausting, autoclaving,
pendinginan dan pelabelan.
Fortivikasi dilakukan pada saat pengisian
kaleng, sebanyak lima perlakuan yaitu tanpa
fortivikasi atau 0 % (A0), fortivikasi tepung tulang
ikan tuna 3 % (B1), tepung tulang ikan tuna 6%
(B2), tepung ikan teri 3% (C1), tepung ikan teri 6 %
(C2). Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan.
2.4. Uji Organoleptik
Uji sensorik menggunakan lembar
penilaian sensori SNI (2712 : 2013) [20] Uji ini
meliputi rasa, aroma, tekstur, dan penampakan,
menggunakan angka 1 sampai angka 9 untuk skala
tertinggi. Panelis sebanyak 20 orang panelis semi
terlatih, merupakan mahasiswa Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan (THP) UMMU Ternate.
2.5. Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan Percobaan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan
tiga perlakuan dan tiga ulangan. Model
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
96
matematikanya adalah : Yi j = + A1+ ij.
Kemudian dianalisis dengan menggunakan
analisis ragam.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji organoleptik pada 5 perlakuan dengan
empat parameter (Kenampakan, bau, rasa dan
tekstur) menunjukkan nilai rata-rata seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik
Perlakuan/Parameter A0 B1 B2 C1 C2 Rata-rata
(B1,B2,C1,C2 )
Kenampakan 8.6 8.3 7.1 8.3 7 7,7
Bau 8.4 8.2 7.8 8.3 7.9 8,05
Rasa 8.6 8.3 8 8.1 7.8 8,05
Tekstur 8.4 8.7 7.8 8.4 8 8,2
Rata -rata 8.5 8.4 7.7 8.3 7.6
Parameter Kenampakan memiliki nilai rata-
rata 7,7 pada semua perlakuan fortivikasi dengan
spesifikasi serpihan daging tidak lebih dari 18 %.
Produk masih memenuhi standari SNI 8223 : 2016.
Hasil Uji Anava juga menunjukkan hasil yang
tidak berbeda nyata. Grafik penilaian panelis
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik penilaian panelis terhadap parameter kenampakan
Menurut Wulandari et al (2009) [3], Variasi
kenampakan pada produk akhir disebabkan oleh
kenampakan bahan baku. Bila bahan baku
kenampakannya sudah baik maka hasil produk
akhirnya dapat dipastikan baik. Bahan baku yang
digunakan pada pembuatan produk perikanan
adalah bahan baku yang masih segar dan memiliki
mutu yang baik. Selain itu kuatnya pengaruh
bumbu yang digunakan terhadap kenampakan
permukaan daging ikan turut memperkuat
konsistensi tampilan permukaan daging ikan.
Parameter bau memiliki nilai rata-rata 8,05
pada semua perlakuan fortivikasi dengan
spesifikasi aroma sangat kuat sesuai spesifikasi.
Khususnya pada perlakuan B2 dan C2 atau
penambahan tepung tulang ikan tuna dan tepung
ikan teri 6 % cukup memberikan pengaruh
berkurangnya nilai bau namun masih memenuhi
standari SNI 8223 : 2016 [4],. Hasil Uji Anava juga
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Grafik penilaian panelis dapat dilihat pada
Gambar 2.
Produk ikan tuna kering kayu kaleng
memiliki bau atau aroma yang sangat dominan
dipengaruhi oleh bumbu dan rempah yang
digunakan sebagai ciri khas kedaerahan.
Fortivikasi tepung ikan tuna dan ikan teri pada
semua perlakuan tidak cukup mempengaruhi
dominasi bau khas produk karena telah terurai
pada saat dicampur dengan produk. Proses
sterilisasi pada saat pembuatan produk juga
dilakukan dengan memadai sehingga bau khas
produk bertahan tanpa mendapatkan pengaruh
dari aktivitas bakteri. Bawinto et al (2015) [5],
menyatakan kehadiran mikroorganisme akan
mengakibatkan perubahan yang timbul akibat
timbulnya amoniak (NH3) pada degradasi protein
dan gas H2S.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
97
Gambar 2. Grafik Penilaian Panelis Terhadap Parameter Bau
Parameter rasa memiliki nilai rata-rata 8,05
pada semua perlakuan yang difortivikasi dengan
spesifikasi sangat sesuai spesifikasi. Produk
masih memenuhi standari SNI 8223 : 2016 [4]. Hasil
Uji Anava juga menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata. Grafik penilaian panelis dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Penilaian Panelis Terhadap Parameter Rasa
Jumlah bahan fortivikasi yang ditambahkan
lebih banyak dibandingkan penelitian
sebelumnya masih tidak mempengaruhi citarasa
karena berasal dari bahan baku yang masih sejenis
yaitu dari bahan ikan. Racikan tradisional dengan
ketajaman rasa memperkuat konsistensi cita rasa
sehingga tidak dipengaruhi oleh fortivikasi.
Proses fortivikasi yang dilakukan pada saat
sebelum sterilisasi panas pun merupakan
penyebab rasa tepung telah terurai dengan kuah
produk. Keberadaan kuah khas ikan tuna kering
kayu menjadi medium untuk memberikan rasa
tertentu pada produk, kuah menjadi medium bagi
terbentuknya cita rasa khas dari campuran bumbu
dan rempah (Vatria, 2006) [6]
Parameter Tekstur memiliki nilai rata-rata
semua perlakuan yang difortivikasi yakni 8,2
dengan spesifikasi sangat kompak sesuai
spesifikasi. Produk masih memenuhi standar SNI
8223 : 2016 [3]. Hasil Uji Anava juga menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata. Grafik penilaian
panelis dapat dilihat pada Gambar 4.
Tekstur daging ikan tidak dipengaruhi oleh
adanya fortivikasi karena dilakukan pada medium
kuah dan tidak secara langsung pada daging ikan.
Secara umum, hasil ini menunjukkan bahwa
percobaan konsentrasi berbeda dengan jumlah
fortivikasi yang ditambahkan sebesar 3% dan 6%
tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
produk. Indikasi ini bersifat positif sehingga
diharapkan nantinya fortivikasi dengan tujuan
menambah kandungan kalsium dapat dilakukan
dengan mutu organoleptik memenuhi standar dan
telah teruji sebelumnya.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 14 Nomor 1 (Mei 2021)
98
Gambar 4. Grafik Penilaian Panelis Terhadap Parameter Tekstur
IV. PENUTUP
Fortivikasi ikan tuna kering kayu kaleng
menggunakan tepung tulang ikan tuna dan tepung
ikan teri dengan konsentrasi berbeda, tidak
memberikan pengaruh berbeda signifikan
terhadap kualitas kenampakan, bau, rasa dan
tekstur pada perlakuan B1 dan C1 dengan
penambahan masing-masing 3% dari total berat
produk dengan nilai rata-rata masing-masing 8,4
dan 8,3. Sedangkan pada penambahan 6 %
perlakuan B2 dan C2, memberikan pengaruh
cukup signifikan dengan nilai rata-rata masing-
masing perlakuan yaitu 7,7 dan 7,6.
REFERENSI
Laitupa, I., W., Husen, A. 2020. The Effect of Fortifying Tuna Bone Meal and Anchovy Meal with
Different Concentrations on the calcium content of Canned Tuna. Jurnal Agribisnis Perikanan.
Vol.13, no. 2, hal. 509-512.
Asikin, A., W., Kusumaningrum, I. 2016. Uji Organoleptik Amplang Ikan Bandeng (Chanos chanos) yang
difortivikasi dengan tepung tulang ikan belida. Media Sains. Vol. 9, no. 2, hal. 152-161.
Wulandari, A., W., Abida, I., W., Farid, A. 2009. Kualitas Mutu Bahan Mentah dan Produk Akhir Pada
Unit Pengalengan Ikan Sardine di PT. Karya Manunggal Prima Sukses Muncar Banyuwangi.
Jurnal Kelautan. Vol.2, no. 1, hal.5.
Standar Nasional Indonesia. 2016. Tuna dalam Kemasan Kaleng. 8223:2016. Badan Standar Nasional
Indonesia.
Bawinto, A., S., Mongi, E., Kaseger, B., E. 2015. Analisa Kadar Air, pH, Organoleptik, dan Kapang pada
Produk Ikan Tuna (Thunnus Sp) Asap, di Kelurahan Girian Bawah Kota Bitung Sulawesi. Jurnal
Media Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 3, no. 2, hal. 3.
Vatria, B. 2006. Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Fish Canning). Jurnal Belian. Vol. 5, no. 3,
hal. 174