pengaruh budaya dan alam terhadap sejarah terjadinya kota

26
PENGARUH BUDAYA DAN ALAM TERHADAP SEJARAH TERJADINYA KOTA TUGAS 1 Mata Kuliah Pengantar Perencanaan Kota Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015 Oleh : Ariella Noor Azyyati (123130010) PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

Upload: ariella-na

Post on 16-Sep-2015

41 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

menjelaskan tentang sejarahnya terbentuknya suatu kota dengan adanya pengaruh budaya dan alam yg mempengaruhinya. asal usul suatu kota terbentuk, bagaimana manusia dapat beraglomerasi dsb

TRANSCRIPT

PENGARUH BUDAYA DAN ALAM TERHADAP SEJARAH TERJADINYA KOTA

TUGAS 1

Mata Kuliah Pengantar Perencanaan Kota

Semester Genap Tahun Akademik 2014/2015Oleh :

Ariella Noor Azyyati

(123130010)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA INSTITUT TEKNOLOGI INDONESIA

TANGERANG SELATAN

2015 Sejarah Perencanaan Kota Kota sudah terbentuk sejak ribuan tahun yang lalu dengan adanya perencanaan. Perencanaan kota sendiri telah berkembang sebagai suatu seni dan ilmu selama hampir 6000 tahun lamanya. Adanya bukti-bukti pada zaman dahulu bahwa kota-kota kuno di dunia sudah diatur dan direncanakan seperti perumahan yang teratur, pola-pola persegi dan peletakan bangunan religius di sepanjang jalan utama kota. Dari kota negara Asiria hingga pembangunan kembali kota-kota sentral masa kini, terdapat evolusi dalam pemikiran dan praktek yang dibangun berdasarkan suatu tuntutan sederhana, orang harus dapat merencanakan kota. Di zaman dahulu, manusia membutuhkan tempat untuk bertempat tinggal. Tempat-tempat tinggal bersama ini kemudian menjadi bentuk perkampungan. Perkampungan ini merupakan hasil sampingan dari perkembangan pertanian di daerah-daerah yang persediaan airnya cukup dengan tanah yang subur.Berdasarkan buku Antony J. Cathanese yang berjudul Introduction to Urban Planning (1979), bahwa :

Kebanyakan teknik perencanaan kota bergantung pada pelanjutan (ekstrapolasi) dari kecenderungan-kecenderungan masa lalu yang bersumber dari sejarah. Dalam buku Desain dan Perencanaan Kota, Lewis Mumford berpendapat :

Meskipun perkampungan-perkampungan permanen baru dimulai sejak zaman Neolitik namun kebiasaan untuk berkumpul ke gua-gua untuk penyelenggaraan upacara magis secara bersama-sama tampaknya telah dimulai sejak periode yang lebih awal; dan seluruh masyarakat yang tinggal di gua-gua dan dinding batu yang dilubangi, telah bertahan hidup dalam daerah-daerah yang sangat terpencar sampai saat ini. Pola garis besar kota, baik sebagai bentuk luar maupun sebagai pola kehidupan ke dalam, bisa ditemui di tempat-tempat berkumpul semacam itu.Mayoritas dari perkampungan awal ini tumbuh di sekitar dengan yang kita kenal sebagai Laut Tengah dan sungai-sungai Nil, Eufrat dan Tigris. Selain itu, pada sekitar tahun 480 SM, dunia mengenal Hippodamus yaitu seorang arsitek kota sebagai peletak dasar teoritis perencanaan fisik kota atau lebih dikenal Bapak Perencanaan Kota. Definisi Kota Definisi-definisi tradisional mengenal kota pada umumnya agak ethnocentric, didasarkan pada kota-kota Barat modern (Abad Pertengahan dan sesudahnya). Misalnya suatu definisi klasik menyatakan bahwa kota adalah sebuah pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen yang dihuni oleh individu-individu heterogen dalam arti sosial.

Golden Chilce yang meneliti asal-usul kota dalam kerangka revolusi perkotaan, menyusun suatu daftar kriteria suatu kota yaitu suatu konsentrasi penduduk dalam jumlah besar, spesialisasi pekerjaan, suatu pola ekonomi yang merata, bangunan-bangunan umum yang monumental, stratifikasi sosial yang sudah berkembang, penggunaan tulisan serta ilmu pengetahuan perkiraan dan eksakta, seni alamiah, perdagangan luar-negeri, dan keanggotaan kelompok atas dasar lokasi tempat tinggal bukan atas dasar hubungan keluarga. Namun, seperti yang akan kita lihat nanti, banyak permukiman-permukiman besar yang tidak sesuai dengan kriteria diatas. Hardoy menggunakan 10 kriteria untuk mendefinisikan suatu kota, yaitu :

1) Berukuran dan berpenduduk besar untuk jaman dan daerahnya

2) Bersifat permanen

3) Mempunyai kepadatan minimum untuk jaman dan daerahnya

4) Mempunyai struktur dan pola dasar yang padat dikenal sebagai jalan dan ruang kota.

5) Merupakan suatu tempat dimana orang tinggal dan bekerja

6) Mempunyai fungsi-fungsi kota yang meliputi sebuah pasar, pusat pemerintahan atau politik, pusat militer, pusat keagamaan, dan suatu pusat kegiatan intelektual lengkap yang formal, informal serta sosial

7) Masyarakatnya heterogen dan bertingkat-tingkat sehingga adanya perbedaan dalam masyarakat tersebut

8) Terdapat pusat ekonomi perkotaan untuk jaman dan daerahnya yang dapat menghubungkan suatu hinterland pertanian dan mengelola bahan mentah untuk pasaran yang lebih luas

9) Merupakan sebuah pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya

10) Merupakan suatu pusat difusi dan mempunyai suatu cara hidup perkotaan sesuai dengan jaman dan daerahnya Definisi lain bahwa istilah kota mengandung arti suatu konsentrasi penduduk dalam suatu wilayah geografis tertentu yang menghidupi dirinya sendiri secara relatif permanen dari kegiatan ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Kota bisa merupakan sebuah pusat industri, perdagangan, pemerintahan, pendidikan serta sarana prasarana lain yang mencakup semua kegiatan tersebut. Oleh karena itu, sebelum membuat perencanaan sebuah kota maka harus melihat terlebih dahulu bagaimana sejarah yang terjadi di masa lampau pada kota tersebut agar kota nya dapat direncanakan dengan sesuai dan tidak menuai berbagai macam kontroversi. Apakah yang menentukan bentuk fisik kota? Bentuk kota muncul dari inisiatif dan usaha dari banyak orang yang bertindak secara individu maupun dalam kelompok. Mereka tidak dipedomani oleh bayangan model kota di masa depan, bagaimana pun cemerlangnya melainkan oleh seperangkat standar. Rencana yang sebenarnya dari kota-kota kita adalah standar-standar yang digariskan oleh persyaratan dan peraturan yang mengatur pengembangan tanah dan bangunan kota.

Mengacu pada Catanese (1996), pola kota dibangun oleh empat dasar, yaitu :

a. dasar fisik yang merupakan wujud kota seperti bangunan-bangunan, jalan, taman dan benda-benda lain yang menciptakan bentuk kota tersebut

b. dasar ekonomi

c. dasar politik, sebuah kota sangat penting bagi ketertiban

d. dasar sosial

Revolusi Industri

Pada zaman revolusi industri (1750-1850), dimana saat itu terjadi perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, transportasi, pertambangan, dan teknologi yang mengakibatkan dampak sosial, ekonomi dan budaya di dunia sehingga memiliki dampak pula terhadap kota. Dalam titik balik ini, terdapat penemuan baru yaitu mesin uap oleh James Watt pada tahun 1769. Adanya penemuan baru tersebut, produksi dari pabrik-pabrik industri meningkat, transportasi hadir dengan menggunakan uap seperti kapal uap dan kereta api uap. Transportasi kereta api menggunakan jalur khusus yang disebut rel. Infrastruktur lain menjadi dibangun dengan adanya kereta api adalah rangkaian rel kereta api untuk melintas serta stasiun sebagai tempat pemberhentian kereta api. Munculnya sedikit demi sedikit kemudahan untuk berpindah dengan alat yang disebut transportasi maka manusia semakin mudah untuk melakukan perjalanan dari satu kota menuju kota yang lain sehingga jika aksesibilitasnya semakin mudah, hal itu dapat membuat kota semakin berkembang karena adanya lalu lintas, transaksi dan kegiatan-kegiatan ekonomi yang terjadi pada kota tersebut membuat kota semakin hidup. Dibalik sisi positif adanya penemuan baru mesin uap ini juga memiliki dampak masalah kota yang cukup kompleks seperti adanya polusi-polusi kota yaitu polusi udara, air, suara, tanah dan permasalahan-permasalahan ekonomi dan kota lainnya.

Sejak terjadinya revolusi industri di negara bagian Barat, hal itu membuat kota-kota di Eropa menjadi berkembang pesat dengan adanya urbanisasi yang dapat menumbuhkan pergerakan industri, ekonomi serta sosial dan hal itu membuat kota di sekitarnya menjadi berkembang. Kota-kota di dunia selalu mengalami perkembangan dengan berbagai model perencanaannya. Dan dari perkembangan-perkembangan itulah kota dapat bersaing dengan kota lainnya. Demi menciptakan trend perkembangan, maka dapat dibagi menjadi empat fase berdasarkan tahapan-tahapan historis :

1. The Ancient World ( Dunia Masa Lampau)

2. Medieval to Renaissance (Pertengahan ke Kebangkitan Kembali)

3. The Industrial City (Kota Industri)

4. 20th Century and Today (Abad ke-20 dan Sekarang)

Menurut Gideon Sjoberg (dalam The Preindustrial City, 1960), mengemukakan adanya tiga tingkatan organisasi manusia menuju kepada terbentuknya pusat-pusat urban, yaitu :

1. Pre-urban feudal society, yaitu masyarakat feodal sebelum adanya kota-kota.

2. Pre-industrial feudal society, yaitu masyarakat feodal sebelum adanya industri. 3. Modern industrial feudal, yaitu masyarakat feodal dengan industri yang maju.

Dan menurut Drs. J. H. De Goode (dalam J.W. Schoorl : Modernisasi, 1981), mengemukakan bahwa perkembangan kota-kota dapat dipandang sebagai fungsi dari faktor-faktor :

1. Jumlah penduduk keseluruhan

2. Penguasaan atas alam lingkungan

3. Kemajuan teknologi, dan

4. Kemajuan dalam organisasi sosial

Menurut Lewis Mumford (dalam The City in History, 1961), sedikitnya terdapat enam metafora atau perkembangan kota. Jenis-jenis kota itu adalah : a) Fase Eopolis

Kehidupan manusia dengan aktivitas ekonomi yang cenderung berdasarkan pertanian, perikanan dan pertambangan. Oleh sebab itu, daerahnya dapat berupa agraria atau perikanan dengan corak sederhana (pedesaan). b) Fase Polis

Kota ini cenderung berpusat pada pemerintahan dan keagamaan. Aktivitas kota dari segi ekonomi ditandai dengan adanya pasar-pasar dan industri yang semakin berkembang. c) Fase Metropolis

Daerah ini memiliki suatu ciri yaitu wilayahnya kurang luas dengan jumlah penduduk yang padat dan terus bertambah terdiri dari berbagai macam suku, ras dari berbagai daerah di luar. Disebabkan penduduk pendatang yang berasal dari berbagai wilayah, maka terjadilah perkawinan dengan berbagai suku dan ras. Oleh sebab itu, maka terjadilah lingkaran social gap pada kota yaitu terlihat dengan sangat jelas perbedaan golongan yang berpendapatan menengah keatas dengan golongan yang berpendapatan menengah ke bawah. Selain itu, fungsi kotanya sudah mendominasi kota-kota kecil dan daerah di sekitarnya. d) Fase Megapolis

Semakin tingginya persaingan untuk mendapatkan kekuasaan didukung oleh birokrasi yang ketat sehingga menyebabkan beberapa kelompok menjadi kaya dan masyarakat lain menjadi miskin. Oleh sebab itulah mulai terjadi pemberontakan-pemberontakan massal. e) Fase Teranipolis

Terjadinya degenerasi moral penduduk. Adanya aksi-aksi massal seperti peristiwa pemberontakan, kejahatan-kejahatan dan genosida sehingga mengakibatkan munculnya kekuatan politik baru yang dapat merusak suatu kota. f) Fase Nekropolis

Mulai runtuhnya suatu peradaban kota. Ditandai dengan pelayanan fasilitas kota mengalami kemunduran, fungsi kota tidak terlihat lagi perannya, masyarakat terserang berbagai wabah penyakit dan kelaparan bahkan bisa terjadi peperangan jika telah terjadi krisis moral dan ekonomi suatu kota. Tanda-tanda itu sudah menuju pada kehancuran sebuah kota. Kota Makassar Sejarah Terbentuknya Kota Makassar

Di muara sungai inilah, berawal sejarah terbentuknya kota Makassar. Kota yang menjadi pintu gerbang di kawasan Indonesia Timur, kota yang ini dikemas untuk menjadi Living Room (ruang keluarga), yang kemudian sedang didesain untuk kembali menjadi Kota Dunia.

Pada abad ke-V, garis pantai di pesisir Makassar, berada di pada jalur yang kini dikenal dengan Jl. Jend Sudirman, hingga ke Dr.W.S.Husodo, seterusnya lurus hingga ke kawasan Tallo. Pada abad ke-VII, karena proses sedimentasi dari Sungai Jeneberang dan Sungai Tallo, garis pantai kemudian berpindah ke kawasan sepanjang Losari, hingga ke pesisir Tallo. Pada zaman itu, kawasan pesisir masih berupa hutan bakau dan belum dihuni penduduk.

Di penghujung abad XV, pesisir pantai di muara sungai Tallo, mulai terdapat pelabuhan niaga kecil. Pelabuhan ini kemudian semakin lama menjadi semakin ramai, hingga terbentuk kota kecil sebagai kota bandar niaga. Bandar sungai Tallo itu awalnya berada dibawah kerajaan Siang yang berpusat di sekitar Pangkajene, yang kini dikenal sebagai daerah pesisir yang berada di Kabupaten Pangkep. Pada pertengahan abad XVI, Tallo bersatu dengan sebuah kerajaan kecil lainnya yang bernama Gowa, dan mulai melepaskan diri dari kerajaan Siang. Kerajaan Gowa-Tallo kemudian memerangi kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya, dan mengalahkan mereka.

Akibat semakin intensifnya kegiatan pertanian di hulu sungai Tallo, mengakibatkan sungai ini mengalami pendangkalan. Sehingga bandarnya dipindahkan ke muara sungai Jeneberang. Disinilah berlangsung pembangunan kekuasaan di kawasan istana oleh para ningrat Gowa-Tallo, yang kemudian membangun pertahanan Benteng Somba Opu. Kawasan Somba Opu inilah kemudian yang jadi wilayah inti kota Makassar.

Pada masa pemerintahan Raja Gowa XVI, didirikan Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam) di bagian utara. Lokasi benteng tidaklah terlalu jauh dari eks bandar niaga hulu sungai Tallo, dan dengan kehadiran benteng, kota eks bandar niaga Tallo mulai melebar ke sekitar benteng. Saat itu, pemerintahan kerajaan masih dibawah kekuasaan kerajaan Gowa, dan terjadi peningkatan aktifitas pada sektor perdagangan lokal, regional dan internasional, sektor politik, serta sektor pembangunan fisik oleh kerajaan. Masa ini merupakan puncak kejayaan kerajaan Gowa. Namun selanjutnya, dengan adanya perjanjian Bongaya ternyata menghantarkan kerajaan Gowa pada awal keruntuhan. Perencanaan Kota Makassar Makassar, merupakan sebuah ibukota di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 1 September 1971 berubah nama menjadi kota Ujung Pandan setelah diadakan perluasan kota dari 21 km2 menjadi 175,177 km2 . Namun, pada 13 Oktober 1999 berubah nama dan kembali menjadi kota Makassar.

Setelah perluasan wilayah Kota Makassar menjadi 175,177 km2 maka batas-batas wilayahnya pun berubah. Secara administratif, kota Makassar memiliki batas-batas administrasi sebagai berikut :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene, Kepulauan (Pangkep), dan Kabupaten MarosSebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Marros dan Kabupaten Gowa

Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Makassar

Kota Makassar sendiri berawal di abad ke-16 dengan adanya 2 kerajaan yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Secara fisik, kedua kerajaan tersebut dihubungkan oleh jalur jalan linier sepanjang pantai. Di tahun 1669 setelah ditaklukan oleh VOC, Makassar memiliki sebuah perencanaan kota. Terdapat berbagai macam aktivitas kota seperti pusat pemerintahan, perdagangan dan permukiman. Memiliki lokasi geografis yang strategis didukung oleh potensi wilayah dan penduduknya, Makassar menjadi tempat lalu lintas perdagangan internasional seperti Eropa, Melayu, Cina dan Arab. Sebelumnya pusat kerajaan berada di pedalaman lalu dipindahkan ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara sungai Jeneberang serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan. Perdagangan Internasional yang terjadi di kota Makassar semakin ramai karena searah dengan budaya masyarakatnya sehingga menjadikan kota Makassar mengalami dinamika pertumbuhan perkotaan yaitu sebagai kota pantai. Dengan seringnya dilalui oleh orang-orang asing untuk melakukan transaksi pada perdagangan internasional maka raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat yaitu seluruh pengunjung yang menuju ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upayaVOC(Belanda) untuk memperoleh hak monopolidi kota tersebut.

Dijajah oleh bangsa Belanda, membuat kontrol para penguasa atau raja-raja Makassar semakin turun untuk mengendalikan daerah kekuasaannya karena semakin kuat pengaruh-pengaruh kolonial Belanda yang masuk ke kota Makassar seperti menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Kehadiran komunitas-komunitas yang ada disana memberikan dampak positif terhadap sosial budaya masyarakat yakni memberikan kontribusi yang bersifat sinergis pada masyarakat asli kota Makassar yaitu suku Bugis. Pada awal abad ke-20, Makassar memiliki benteng Rotterdam yang fungsinya sebagai pusat pemerintahan dan pusat permukiman. Namun dengan berjalannya waktu, perkembangan struktur kota tidak lagi mengarah ke benteng. Tapi bergeser ke lapangan Karebosi dengan diikuti oleh adanya perkembangan kawasan perkotaan yang cenderung menyebar dan membentuk sub-sub pusat kota. Menurut Sumalyo (2002),

Wujud kota Makassar berbeda dengan wujud kota tradisional nusantara lainnya seperti di Jawa, yaitu struktur kotanya tidak memperlihatkan secara jelas pola dasar tetap yang berbasis pada budayanyaSumalyo dapat mengatakan hal tersebut disebabkan oleh terlihatnya perbedaan yang terlihat pada kota Makassar yaitu perbedaan sejarah dan proses pertumbuhan. Konsep Perencanaan Kota Berdasarkan Karakteristik Orang Makassar Fenomena yang secara umum terjadi pada beberapa kota di Indonesia juga terlihat di kota Makassar. Masyarakat Bugis sebagai salah satu etnik dominan di kota Makassar tersebar secara spasial khususnya di wilayah pesisir timur dan barat Provinsi Sulawesi Selatan, akan dijadikan objek amatan. Masyarakat Bugis awal yang mengenal konsep kosmologi Tomanurung, norma adat, aturan-aturan, serta pesan-pesan luhur seperti yang tertuang dalam karya besar naskah I La Galigo dan Lontara. Komunitas pedagang Bugis menurut Mattulada telah berdomisili di Kota Makassar sejak pertengahan abad-16 yaitu ketika kota tersebut menjadi bandar niaga pada pasca kejatuhan Malaka oleh Portugis. Ketika itu juga telah terdapat beberapa pedagang dari Melayu dan Johor (Mattulada, 1982). Hal tersebut semakin memacu perkembangan populasi masyarakat Bugis di kota Makassar hingga era kemenangan VOC bersama pasukan Bugis (dipimpin Arupalakka) terhadap kerajaan Gowa pada Tahun 1669. Beberapa masyarakat Bugis kemudian merantau ke wilayah lain setelah pergolakan tersebut untuk menghindari kekacauan di kota Makassar. Populasi masyarakat Bugis kembali

berkembang ketika kedatangan para pedagang Bugis Wajo yang selanjutnya membentuk permukiman di Kota Makassar sejak tahun 1671. Sejak itu dikenal bentuk kerukunan di kalangan masyarakat Wajo di Kota Makassar yang dipimpin oleh seorang pemimpin yang bergelar Matoa. Masyarakat pedagang tersebut hidup berdampingan dengan komunitas dominan yang sudah ada yaitu Eropa, Cina, Melayu, Arab, dan masyarakat lainnya. Pada awal abad ke-18 (sekitar tahun 1730an) peranan Makassar sebagai bandar niaga dan administrasi semakin besar (Sumalyo, 2002). Cepatnya perkembangan kota Makassar sangat dipengaruhi oleh letaknya yang strategis menjadi tempat transit perdagangan internasional dan domestik menuju ke atau dari Maluku. Kedatangan bangsa Eropa didukung oleh tingginya mobilitas perdagangan terutama dari Cina, Melayu, dan Arab. Kehadiran masyarakat Eropa di kota Makassar banyak memberi pengaruh karakter kolonial terhadap pembentukan kota Makassar khususnya di kawasan kota lama. Seperti pada kota-kota lainnya, karakter kota kolonial banyak memberi kontribusi terhadap wujud kota berupa: wujud kota yang berorientasi pada pusat pemerintahan di benteng Rotterdam, terbentuknya pola jalan kota yang dilengkapi dengan ruang terbuka (lapangan) yang luas, berkembangnya berbagai fasilitas perumahan orang Eropa dan prasarana pelabuhan, serta berbagai fasilitas sosial ekonomi. Pembentukan kota Makassar terus berkembang hingga puncaknya pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Pola-pola karakter kolonial yang dibangun oleh Belanda tampak berjalan mulus sebagai implikasi di samping kekuatan pemerintahan kolonial, juga karakter pembangunan kotanya yang cenderung sejalan dengan konsep wujud kota yang diharapkan oleh masyarakat Bugis. Sebagai contoh: Belanda membangun kota yang membentuk pusat kota yang dilengkapi dengan lapangan, membangun pola jalan berbentuk kisi persegi empat, dan wujud bangunan yang sesuai dengan ciri bangunan tropis. Kesemuanya ini sejalan dengan karakter kota-kota Bugis sebagai cerminan nilai-nilai sosio-kultural yang dipahami.Selanjutnya, kehadiran masyarakat Cina pada masa kolonial juga banyak memberi kontribusi terhadap wujud kota Makassar terutama di kawasan kota lama. Karakter umum kawasan permukiman Cina (pecinan) yaitu antara lain : cenderung terbentuk di sekitar pelabuhan sebagai tempat yang strategis dalam berdagang yang dilengkapi dengan fasilitas perbelanjaan (pasar) dan tempat ibadah, pola jalan permukiman terbentuk secara paralel mengikuti garis pantai dan sebagian tegak lurus garis pantai, bentuk kotanya menerapkan azas geometris, permukiman relatif padat dan minim penghijauan kota. Pengaruh pembangunan kota yang dilakukan oleh masyarakat Cina terhadap elemen kota Makassar menunjukkan beberapa kesamaan dengan karakter wujud kota yang dibangun oleh masyarakat Bugis.

Beberapa perumahan masyarakat Cina yang berbentuk rumah-toko yaitu cenderung memanfaatkan rumahnya sekaligus sebagai tempat usaha (perdagangan), juga menunjukkan kesamaan fungsi dengan rumah-rumah produktif yang dibangun oleh masyarakat Bugis dengan bentuk bangunan berlantai dua. Dalam hal ini kontribusi masyarakat Cina terhadap wujud kota Makassar mengalami kesesuaian dengan masyarakat lokal khususnya masyarakat

Bugis. Hal tersebut sangat didukung oleh adanya karakter yang serupa antara orang Cina dan orang Bugis, yaitu karakter yang senang berdagang yang selanjutnya tercermin dalam wujud kota. Karakter senang berdagang juga dimiliki oleh masyarakat Melayu dan Arab, namun demikian karena jumlah polulasinya kurang dominan dibandingkan masyarakat Cina sehingga kontribusinya juga kurang terlihat dalam pembangunan kota, yaitu hanya terbatas pada pembangunan mesjid. Dapat dikatakan bahwa kesesuaian karakter antara masyarakat Cina dan Bugis menyebabkan mereka saling bersinergi dan cenderung bertempat tinggal di sekitar pasar atau pelabuhan.Demikian pula halnya dengan kehadiran pedagang Melayu dan sebagian kecil orang Arab di kota Makassar juga telah memberikan pengaruh terhadap wujud kota. Namun demikian, kontribusi spasial terhadap wujud kota kurang terlihat secara spesifik. Hal ini karena masyarakatnya kurang terkonsentrasi di kota Makassar dan sebagian tersebar ke daerah-daerah kabupaten sekitarnya. Satu-satunya kontribusi terhadap wujud kota yang terlihat saat ini adalah berupa fasilitas ibadah (Mesjid Melayu dan Mesjid Arab yang hingga saat ini telah

mengalami pemugaran). Komunitas tersebut juga sangat mendukung peran masyarakat Bugis dalam pembangunan. Dukungan yang dimaksud adalah kemiripan karakternya sebagai ekspresi kesenangan berdagang dan sebagai masyarakat religius yang memeluk ajaran Islam. Sebagai konsekuensi mereka banyak mengalami asimilasi melalui hubungan perkawinan, seperti yang terjadi antara masyarakat Bugis dan masyarakat lokal lainnya seperti masyarakat

Makassar. Perkembangan ajaran Islam di kota Makassar pada tahun 1605, banyak menginspirasi dan telah mengalami proses paduserasi dengan budaya Bugis. Hal ini terlihat dengan berkembangnya ajaran Islam yang seirama dengan perkembangan populasi masyarakat muslim Bugis dan diikuti terbangunnya beberapa fasilitas peribadatan agama Islam.

Bandar Niaga Baru Komoditi ekspor utama Makassar adalah beras, yang dapat ditukar dengan rempah-rempah di Maluku, maupun barang-barang manufaktur asal Timur Tengah, India dan Cina di Nusantara Barat. Dari laporan Saudagar Portugal maupun catatan-catatan lontara setempat, diketahui bahwa peranan penting Saudagar Melayu dalam perdagangannya yang berdasarkan pertukaran surplus pertanian dengan barang-barang impor itu. Dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya, yang pada umumnya berbasis agraris pula, maka Makassar meningkatkan produksi komoditi itu dengan berarti, bahkan, dalam menyerang kerajaan-kerajaan kecil tainnya, para ningrat Makassar bukan hanya menguasai kawasan pertanian lawan-lawannya itu, akan tetapi berusaha pula untuk membujuk dan memaksa para saudagar setempat agar berpindah ke Makassar, sehingga kegiatan perdagangan semakin terkonsentrasi di bandar niaga baru itu. Dalam hanya seabad saja, Makassar menjadi salah satu kota niaga terkemuka dunia yang dihuni lebih 100.000 orang. Pada zaman itu, Makassar termasuk kota ke-20 terbesar dunia. Perkembangan bandar Makasar yang demikian pesat itu, berkat hubungannya dengan perubahan pada tatanan perdagangan internasional masa itu. Pusat utama jaringan perdagangan di Malaka, ditaklukkan oleh Portugal pada tahun 1511, demikian di Jawa Utara semakin berkurang mengikuti kekalahan armada lautnya di tangan Portugal dan pengkotak-kotakan dengan kerajaan Mataram. Bahkan ketika Malaka diambil-alih oleh Kompeni Dagang Belanda VOC pada tahun 1641, sekian banyak pedagang Portugis ikut berpindah ke Makassar. Sampai pada pertengahan pertama abad ke-17, Makassar berupaya merentangkan kekuasaannya ke sebagian besar Indonesia Timur dengan menaklukkan Pulau Selayar dan sekitarnya, kerajaan-kerajaan Wolio di Buton, Bima di Sumbawa, Banggai dan Gorontalo di Sulawesi bagian Timur dan Utara, serta mengadakan perjanjian dengan kerajaan-kerajaan di Seram dan pulau-pulau lain di Maluku. Secara internasional, sebagai salah satu bagian penting dalam dunia Islam, Sultan Makassar menjalin hubungan perdagangan dan diplomatik yang erat dengan kerajaan-kerajaan Banten dan Aceh di Indonesia Barat, Golconda di India dan Kekaisaran Otoman di Timur Tengah.

Daftar Pustaka :

Anthony J. Catanese dan James C. Synder. Introduction to Urban Planning. Ch. 1 and 2. Anthony J. Catanese dan James C. Synder. Perencanaan Kota Edisi Kedua

Arthur B. Gallion dan Simon Eisner. Desain dan Perencanaan Kota. Edisi Kelima Jilid 1.

Gideon Sjoberg. The Preindustrial City : Past and Present.

http://www.lokasitpa.blogspot.com/PENGARUH-KEBUDAYAAN-DAN-ALAM-TERHADAP-SEJARAH-KOTA.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Makassar ITS-PhD-21337-3208301006-Chapter1.pdf

Lewis Mumford. The City in History. Ch. 1 -3.Gambar Mesin Uap pada saat Revolusi Industri