pengaruh belanja modal dan belanja operasi …eprints.undip.ac.id/27408/1/jurnal.pdfmasyarakat pada...

34
Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah (Norista Gathama Putra) 1 PENGARUH BELANJA MODAL DAN BELANJA OPERASI TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI JAWA TENGAH (2005 2008) Norista Gathama Putra (C2B006047) Dosen Pembimbing oleh Drs. Y Bagio Mudakir MSP Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang ABSTRACT Government expenditure or regional spending is a form of invesment made by local government. It aims to stimulate the regional economy. The government expenditure is divided into 2 (two) forms, there are capital spending and operational spending. According to the researchs of Jamzani Sodik (2007), Siti Aisyah Tri Rahayu (2004), Mesghena Yasin (2002), and Shantayanan Devarajan, Vinaya Swaroop, and Heng-fu Zou (1996) showed the different correlation between capital spending and operational spending to the economic growth. This study is aimed to verify the behavior of capital spending and operational spending toward economic growth in 35 Regencies / Cities in Central Java Province during 2005 2008 period. The operational variables were economic growth (GR) as the dependent variable, and the ratio of capital spending to the PDRB (GIR) with the ratio of operational spending to the PDRB (GCR) as the independent variable, this research also employed Least Square Dummy Variable (LSDV) to enrich the recommendation of this study. The results showed that ratio of capital spending has probability value of 0,0108 which less than α 5%, also the coeficient of 7,2382, it means this variable has positively and significant correlation to the economic growth in 35 Regencies / Cities in Central Java Province. Likewise to the ratio of operational spending which it has probability value of 0,0128 less than α 5%, also the coeficient of 3,7010, it means this variable has positively and significant correlation to the economic growth in 35 Regencies / Cities in Central Java Province. In the same level of credibility in 95%, shown the effect of capital spending is more than the effect of operational spending, so as the policy implication that local government supposed to do is give more concern to the capital spending as the booster of economic growth. Keywords : Economic, Growth, Spending, Central Java, Least-Square- Dummy-Variabel.

Upload: hoangkien

Post on 01-Apr-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

1

PENGARUH BELANJA MODAL DAN BELANJA OPERASI TERHADAP

LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI JAWA TENGAH

(2005 – 2008)

Norista Gathama Putra (C2B006047)

Dosen Pembimbing oleh Drs. Y Bagio Mudakir MSP

Fakultas Ekonomi

Universitas Diponegoro Semarang

ABSTRACT

Government expenditure or regional spending is a form of invesment made by local government. It aims to stimulate the regional economy. The government

expenditure is divided into 2 (two) forms, there are capital spending and operational spending. According to the researchs of Jamzani Sodik (2007), Siti Aisyah Tri Rahayu (2004), Mesghena Yasin (2002), and Shantayanan Devarajan,

Vinaya Swaroop, and Heng-fu Zou (1996) showed the different correlation between capital spending and operational spending to the economic growth. This

study is aimed to verify the behavior of capital spending and operational spending toward economic growth in 35 Regencies / Cities in Central Java Province during 2005 – 2008 period.

The operational variables were economic growth (GR) as the dependent

variable, and the ratio of capital spending to the PDRB (GIR) with the ratio of operational spending to the PDRB (GCR) as the independent variable, this research also employed Least Square Dummy Variable (LSDV) to enrich the

recommendation of this study.

The results showed that ratio of capital spending has probability value of

0,0108 which less than α 5%, also the coeficient of 7,2382, it means this variable has positively and significant correlation to the economic growth in 35 Regencies

/ Cities in Central Java Province. Likewise to the ratio of operational spending which it has probability value of 0,0128 less than α 5%, also the coeficient of 3,7010, it means this variable has positively and significant correlation to the

economic growth in 35 Regencies / Cities in Central Java Province. In the same level of credibility in 95%, shown the effect of capital spending is more than the

effect of operational spending, so as the policy implication that local government supposed to do is give more concern to the capital spending as the booster of economic growth.

Keywords : Economic, Growth, Spending, Central Java, Least-Square-

Dummy-Variabel.

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

2

1. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi

sebuah negara pada dasarnya

bertujuan untuk mencapai

kemakmuran masyarakat melalui

pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan

pertumbuhan output yang dibentuk

oleh berbagai sektor ekonomi

sehingga dapat menggambarkan

bagaimana kemajuan atau

kemunduran yang telah dicapai oleh

sektor ekonomi tersebut pada suatu

periode waktu tertentu. Pertumbuhan

ekonomi juga menunjukkan sejauh

mana aktivitas perekonomian akan

menghasilkan tambahan pendapatan

masyarakat pada suatu periode

tertentu, karena pada dasarnya

aktivitas perekonomian adalah suatu

proses penggunaan faktor – faktor

produksi untuk menghasilkan output,

maka proses ini pada saatnya akan

menghasilkan suatu aliran balas jasa

terhadap faktor produksi yang

dimiliki oleh masyarakat sebagai

pemilik faktor produksi juga akan

turut meningkat.

Begitu juga di daerah, sasaran

utama pembangunan daerah adalah

menciptakan pertumbuhan ekonomi

dan pemerataan pembangunan,

termasuk didalamnya pemerataan

pendapatan antar daerah. Untuk

mencapai sasaran pembangunan

tersebut diperlukan perencanaan

pembangunan ekonomi yang baik.

Hal tersebut disebabkan karena pada

umumnya pembangunan ekonomi

suatu daerah berkaitan erat dengan

potensi ekonomi dan karakteristik

yang dimiliki dimana pada umumnya

berbeda antar satu daerah dengan

daerah lainnya.

Setelah dilaksanakannya

otonomi daerah melalui Undang-

Undang No 32 dan 33 tahun 2004

yaitu mengenai pelimpahan

wewenang dari pemerintah pusat

kepada pemerintah daerah untuk

merencanakan dan mengelola

pembangunan daerahnya masing-

masing berdasarkan potensi dan

permasalahan yang ada di wilayah

bersangkutan, banyak daerah yang

mengalami kesulitan dalam

pembangunan daerahnya. Kesulitan –

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

3

kesulitan tersebut merupakan

tantangan besar yang harus dihadapi

serta ditangani oleh pemerintah

daerah dengan kembali memikirkan

mengenai strategi – strategi

pembangunan yang harus dilakukan.

Strategi pembangunan tersebut

menyangkut peranan pemerintah

dalam perekonomian di luar pasar.

Karena kekuatan pasar sendiri tidak

akan berjalan sempurna apabila tidak

mengikutsertakan campur tangan

pemerintah (Mangkoesoebroto,

2001).

Tantangan yang dihadapi

suatu daerah terutama untuk daerah

otonom yang baru adalah

peningkatan pendapatan daerah dan

kemandirian dalam pembangunan

dengan kendala ketersediaan sumber

daya di daerah yang terbatas. Dengan

demikian penentuan kebijakan dan

strategi pembangunan ekonomi yang

tepat sangatlah diperlukan. Arah

penentu kebijakan dan strategi

tersebut adalah tercapainya kriteria –

kriteria prioritas pembangunan salah

satunya berupa peningkatan investasi

disuatu daerah, dengan

meningkatnya investasi maka

dampaknya akan mendorong

pertumbuhan pada segala sektor dan

akan memicu peningkatan

pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Pembangunan di Propinsi

Jawa Tengah yang berlangsung

secara menyeluruh dan

berkesinambungan telah

meningkatkan perekonomian

masyarakat. Pencapaian hasil-hasil

pembangunan yang sangat dirasakan

masyarakat merupakan agregat

pembangunan dari 35

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah

yang tidak terlepas dari usaha keras

bersama-sama antara pemerintah dan

masyarakat Namun di sisi lain

berbagai kendala dalam

memaksimalkan potensi sumber

daya manusia dan sumber modal

masih dihadapi oleh penentu

kebijakan di tingkat propinsi maupun

di kabupaten/kota.

Seperti yang terlihat pada

Tabel 1, dapat diketahui bahwa

selama periode 2005 – 2008

pertumbuhan ekonomi di Propinsi

Jawa Tengah mengalami rata – rata

pertumbuhan hanya sebesar 5,43

persen, sedikit di bawah

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

4

pertumbuhan ekonomi nasional

sebesar rata-rata 5,46 persen.

Provinsi Jawa Tengah juga

merupakan provinsi dengan rata –

rata pertumbuhan ekonomi paling

rendah di banding dengan provinsi di

pulau jawa lainnya selama periode

2005 – 2008.

Tabel 1

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Pada 6 Provinsi di Pulau Jawa

Tahun 2005 – 2008

(persen)

Provinsi 2005 2006 2007 2008

Rata

-

rata

Banten 6,01 5,95 6,04 5,89 5,97

DKI

Jakarta 5,60 6,02 6,44 6,19 6,06

Jawa Barat 5,35 5,33 6,41 5,90 5,75

Jawa

tengah 5,35 5,33 5,59 5,46 5,43

DI

Yogyakarta 5,84 5,80 4,57 5,68 5,47

Jawa

Timur 5,84 5,80 6,11 5,90 5,91

Indonesia 5,38 5,18 5,67 5,59 5,46

Sumber : BPS, 2009

Dalam teori ekonomi makro,

dari sisi pengeluaran, pendapatan

regional bruto adalah penjumlahan

dari berbagai variabel termasuk di

dalamnya adalah pengeluaran

pemerintah (G). Pengeluaran

pemerintah atau belanja daerah

merupakan bentuk rangsangan yang

dilakukan oleh pemerintah terhadap

perekonomian daerah.

Perekonomian Jawa Tengah

sangat dipengaruhi oleh keberadaan

Kabupaten / Kota yang berada pada

wilayah Provinsi tersebut. Provinsi

Jawa Tengah terdiri dari 35

Kabupaten / Kota yang tersebar di

wilayah administratifnya, dimana

Jawa Tengah terdiri dari 29

Kabupaten dan 6 (enam) Kota.

Berdasarkan data BPS, PDRB atas

dasar harga berlaku tanpa migas pada

4 tahun terakhir, terdapat 6

Kabupaten / Kota yang mempunyai

besaran dan peranan cukup dominan

dalam pembentukan PDRB jawa

Tengah, yaitu Kabupaten Cilacap,

Kabupaten Kudus, Kota Magelang,

Kota Surakarta, Kota Semarang,

Kota Pekalongan. Sementara itu,

untuk Kabupaten / Kota yang lain

memiliki sumbangan terhadap total

PDRB Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Tengah relatif rendah, yaitu

kurang dari 4 persen (BPS, 2009).

PDRB inilah yang akan membentuk

laju pertumbuhan ekonomi pada

Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa

Tengah.

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

5

Berdasarkan data di Provinsi

Jawa Tengah, pertumbuhan ekonomi

di tiap – tiap daerah berfluktuatif,

hanya terdapat 5 (lima) daerah saja

yang memiliki pertumbuhan

ekonomi yang terus meningkat tiap

tahunnya, yaitu Kabupaten

Banyumas, Kabupaten Kebumen,

Kabupaten Wonosobo, Kabupaten

Sragen, dan Kabupaten Pekalongan.

Namun pertumbuhan ekonomi kedua

wilayah tersebut berada dibawah rata

– rata seluruh pertumbuhan ekonomi

regional Kabupaten / Kota Provinsi

Jawa Tengah periode tahun 2005 –

2008 yaitu sebesar 4,48 persen

dengan standar deviasi sebesar 0,84.

Selain kedua wilayah tersebut

terdapat 18 wilayah lainnya yang

berada di bawah rata – rata

pertumbuhan 4,48 persen. Wilayah

yang memiliki pertumbuhan

ekonomi paling tinggi pada periode

tahun 2005 – 2008 adalah Kota

Semarang, Kota Surakarta, dan

Kabupaten Karanganyar, meskipun

ketiga wilayah tersebut bukan

merupakan wilayah dengan PDRB

yang tergolong tinggi.

Hubungan antara

pertumbuhan ekonomi dan

pengeluaran pemerintah, atau lebih

umumnya adalah ukuran dari sektor

publik, adalah pengeluaran

pemerintah dapat menaikkan

pertumbuhan ekonomi dalam jangka

panjang (Sodik, 2007). Pengeluaran

pemerintah pada sektor publik ini

dapat dilihat dari jumlah belanja

modal yang terdapat di realisasi

anggaran pendapatan dan belanja

daerah di masing – masing daerah.

Belanja modal meliputi belanja

modal tanah, belanja modal peralatan

dan mesin, belanja modal gedung

dan bangunan, belanja modal jalan,

irigasi, dan jaringan serta belanja

modal fisik lainnya (BPS, 2009).

Keseluruhan belanja modal tersebut

merupakan infrastruktur yang

digunakan oleh daerah. Ketersediaan

infrastruktur tersebut penting bagi

suatu daerah untuk menarik investor

masuk, karena seringkali hambatan

investasi terjadi bukan karena

terbatasnya pasar atau kekurangan

bahan mentah ataupun tenaga kerja

melainkan karena terbatasnya jenis

prasarana atau infrastruktur yang ada

di daerah tersebut (Sukirno, 1985).

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

6

Selain pengeluaran

pemerintah daerah pada sektor publik

yang bersifat investasi juga terdapat

pengeluaran pemerintah untuk

keperluan konsumsi yang

dicerminkan oleh belanja operasi,

walaupun belanja operasi dampaknya

tidak langsung terhadap

pembangunan, melainkan melalui

multipliernya yang akan berdampak

pada pembangunan. Baik belanja

operasi maupun belanja modal,

keduanya sama – sama memiliki

pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi. Karena jika perekonomian

hanya ditopang oleh konsumsi saja

atau investasi saja, maka

pertumbuhan ekonomi tidak akan

maksimal. Oleh karena itu

diperlukannya sinergi dari kedua

jenis pengeluaran pemerintah

tersebut agar pertumbuhan ekonomi

dapat maksimal (Purba, 2006).

Kondisi perekonomian secara

keseluruhan di tiap – tiap daerah

salah satunya dapat dilihat dari

seberapa besar jumlah belanja daerah

pada daerah bersangkutan. Seperti

yang sudah di bahas, belanja daerah

sendiri dapat dibedakan menjadi 2

(dua) yaitu belanja operasi dan

belanja modal. Yang membedakan

kedua jenis belanja daerah tersebut

adalah sifatnya, belanja operasi lebih

bersifat konsumsi dari pemerintah

daerah bersangkutan pada kurun

waktu tertentu, sedangkan belanja

operasi lebih bersifat investasi dalam

hal ini berkaitan dengan sektor

publik pada daerah bersangkutan dan

pada periode waktu tertentu (Bastian,

2006).

Berdasarkan data di Provinsi

Jawa Tengah, daerah yang memiliki

jumlah belanja modal paling tinggi

adalah Kabupaten Cilacap, dimana

dilihat dari kondisi perekonomian,

Kabupaten Cilacap termasuk pada 6

(enam) besar Kabupaten / Kota yang

memilik peranan penting / dominan

terhadap pembentukan PDRB Jawa

Tengah (BPS, 2009). Selain itu

terlihat belanja modal tiap – tiap

wilayah memiliki tren yang berbeda

– beda. Hal ini terkait dengan

kebutuhan di masing – masing

daerah yang juga berbeda – beda.

Daerah yang memilik belanja daerah

yang tergolong besar adalah

Kabupaten Cilacap, Kabupaten

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

7

Banyumas, Kabupaten Kebumen,

Kabupaten Wonosobo, Kabupaten

Wonogiri, Kabupaten Sragen,

Kabupaten Grobogan, Kabupaten

Kendal, Kabupaten Pati, Kabupaten

Kudus, Kabupaten Jepara,

Kabupaten Tegal, Kabupaten Brebes,

dan Kota Semarang. Secara teori

kenaikan pengeluaran pemerintah

untuk belanja modal ini akan

menyebabkan kenaikan pertumbuhan

ekonomi, mengingat belanja modal

mempunyai dampak langsung

terhadap perekonomian suatu

wilayah, namun pada Provinsi Jawa

Tengah selama kurun waktu 2005 –

2008 tidak semua pertambahan atau

pengurangan belanja modal

Kabupaten / Kota seiring dengan

pertumbuhan ekonomi daerahnya

masing – masing. Hanya terdapat 1

(satu) wilayah saja yang kenaikan

jumlah belanja modalnya selaras

dengan kenaikan laju pertumbuhan

ekonominya yaitu Kabupaten

Wonosobo. Selain di daerah tersebut

hubungan antara belanja modal

dengan laju pertumbuhan ekonomi

cenderung fluktuatif dan tidak ada

tren yang tetap untuk kenaikan

jumlah belanja modal dan

pertumbuhan ekonomi.

Berbeda halnya pada belanja

modal yang cenderung fluktuatif,

tren dari belanja operasi selama

periode 2005 – 2008 cenderung

meningkat. Hanya terdapat empat

wilayah saja yang trennya fluktuatif

selama periode tersebut, yaitu

Kabupaten Rembang, Kabupaten

Temanggung, Kabupaten

Pekalongan, dan Kota Magelang. Hal

ini disebabkan oleh kebutuhan –

kebutuhan konsumtif pemerintah

daerah yang terus meningkat tiap

tahunnya. Namun jika di bandingkan

dengan besarnya belanja modal,

jumlah belanja operasi ini jauh lebih

besar daripada jumlah belanja modal,

menurut Siti Aisyah Tri Rahayu

(2004) semakin besarnya

penggunaan anggaran untuk

keperluan konsumtif pemerintahan,

maka akan semakin besar pula

kemungkinan terjadinya inefisiensi

dalam penggunaan anggaran.

Penelitian yang dilakukan

oleh Jamzani Sodik (2007) diperoleh

hasil bahwa pertumbuhan ekonomi

suatu daerah dipengaruhi oleh

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

8

investasi pemerintah, konsumsi

pemerintah, tenaga kerja dan tingkat

keterbukaan ekonomi. Sedangkan

untuk investasi swasta tidak memiliki

pengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi. Hal ini sependapat dengan

penelitian yang dilakukan oleh Siti

Aisyah Tri Rahayu (2004) yang

menunjukkan hubungan yang positif

dan signifikan antara investasi

pemerintah daerah yang di lihat dari

rasio antar belanja modal dengan

PDRB daerah bersangkutan dengan

laju pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan untuk variabel konsumsi

pemerintah yang dilihat dari rasio

antar belanja operasi dengan PDRB

daerah bersangkutan dan variabel

tenaga kerja menunjukkan hubungan

yang positif akan tetapi tidak

signifikan dampaknya terhadap laju

pertumbuhan ekonomi. Tidak

signifikannya konsumsi pemerintah

terhadap laju pertumbuhan ekonomi

kemungkinan bisa disebabkan karena

dalam pengeluaran pemerintah untuk

konsumsi terjadi inefisiensi dalam

penggunaan anggaran sejalan dengan

semakin besarnya pos pengeluaran

pemerintah.

Sebaliknya dengan penelitian

yang dilakukan oleh Shantayanan

Devarajan, Vinaya Swaroop, dan

Heng-fu Zou (1996) yang

menunjukkan hubungan yang positif

dan signifikan antara rasio

pengeluaran rutin terhadap PDB

terhadap laju pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan hubungan antara rasio

pengeluaran pembangunan terhadap

PDB dengan laju pertumbuhan

ekonomi adalah negatif. Penelitian

yang dilakukan Mesghena Yasin

(2002) menunjukkan hubungan yang

positif dan signifikan antara rasio

pengeluaran pemerintah terhadap

PDB dan laju pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan penjelasan diatas

mengenai keadaan perekonomian

Provinsi Jawa Tengah pada tahun

2005 – 2008 khususnya pada

masalah laju pertumbuhan ekonomi,

belanja modal, dan belanja operasi,

serta adanya penelitian – penelitian

terdahulu yang memiliki hasil yang

berbeda – beda (research gap)

mengenai hubungan belanja modal

dan belanja operasi terhadap laju

pertumbuhan ekonomi di berbagai

daerah melatar belakangi penulis

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

9

untuk mengadakan penelitian

mengenai sejauh apa pengaruh

belanja modal dan belanja operasi

terhadap laju pertumbuhan ekonomi

pada 35 Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Tengah selama periode 2005 –

2008

2. TELAAH TEORI

2.1 Pemerintah dan Pertumbuhan

Ekonomi

Berdasarkan teori

pertumbuhan endogen, fungsi

produksi sederhana dari teori ini

adalah (Mankiw, 2003) :

....................................... (2.1)

Dimana Y adalah output, A

adalah konstanta yang mengukur

jumlah output yang diproduksi untuk

setiap unit modal, sedangkan K

adalah persediaan modal. Fungsi

produksi ini berkaitan dengan

pertumbuhan ekonomi.

Modifikasi fungsi produksi

Cobb-Douglas dalam Barro dan Sala-

i-Martin (1995) dinyatakan sebagai

berikut:

........................................(2.2)

Persamaan ini menunjukkan

bahwa produksi yang dilakukan pada

constant return to scale pada input

dan . Asumsinya adalah angkatan

kerja agregat (L) adalah konstan.

Pengeluaran pemerintah (G) berada

pada deminishing return untuk modal

agregat (K). Oleh karena itu,

perekonomian berada pada kondisi

pertumbuhan ekonomi endogen.

Barro dan Sala-i-Martin

(1995) menyatakan bahwa kegiatan

pemerintah mempunyai efek

terhadap pertumbuhan ekonomi.

Aktivitas pemerintah adalah

pengadaan jasa – jasa infrastruktur,

perlindungan hak kepemilikan dan

pengenaan pajak terhadap aktivitas

ekonomi. Perubahan – perubahan

pada aktivitas pemerintah akan

menyebabkan pergeseran pada fungsi

produksi.

2.2 Hubungan Pengeluaran

Pemerintah dan Pertumbuhan

Ekonomi

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

10

Salah satu komponen dalam

permintaan agregat (aggregate

demand / AD) adalah pengeluaran

pemerintah. Secara teori dinyatakan

bahwa jika pengeluaran pemerintah

meningkat maka AD akan

meningkat. Selain itu, peranan

pengualaran pemerintah di negara

sedang berkembang sangat signifikan

mengingat kemampuan sektor swasta

dalam mendorong pertumbuhan

ekonomi relatif terbatas sehingga

peranan pemerintah sangat penting.

Peningkatan AD berarti terjadi

pertumbuhan ekonomi, karena

pertumbuhan ekonomi diukur dari

Produk Domestik Bruto (PDB) maka

peningkatan PDB berarti

peningkatan pendapatan.

Menurut Samuelson dan

Nordhaus (1995) bahwa ada empat

faktor sebagai sumber pertumbuhan

ekonomi. Faktor-faktor tersebut

adalah (1) sumberdaya manusia, (2)

sumberdaya alam, (3) pembentukan

modal, dan (4) teknologi. Dalam hal

ini pengeluaran pemerintah berperan

dalam pembentukan modal melalui

pengeluaran pemerintah di berbagai

bidang seperti sarana dan prasarana.

Pembentukan modal di bidang sarana

dan prasarana ini umumnya menjadi

social overhead capital (SOC) yang

sangat penting dalam pertumbuhan

ekonomi. SOC ini sangat penting

karena pihak swasta tidak akan mau

menyediakan berbagai fasilitas

publik, namun tanpa adanya fasilitas

publik ini maka pihak swasta tidak

berminat untuk menanamkan

modalnya. Dengan adanya berbagai

fasilitas publik ini akan mendorong

pertumbuhan ekonomi dan

peningkatan pendapatan.

Peningkatan pendapatan

berarti peningkatan kemampuan

masyarakat untuk membayar pajak.

Sebagaimana diketahui bahwa pajak

merupakan salah satu sumber

penerimaan negara yang

diperuntukkan untuk membiayai

pengeluaran pemerintah maka

peningkatan pajak berarti

peningkatan pengeluaran pemerintah.

Keadaan ini membuat suatu siklus

yang saling terkait dan saling

mempengaruhi. Kenaikan

pengeluaran pemerintah akan

menyebabkan kenaikan pertumbuhan

ekonomi dan kenaikan pertumbuhan

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

11

ekonomi akan meningkatkan

kemampuan keuangan pemerintah

yang diperuntukkan bagi

pembangunan (Alliasuddin dan

Dawood, 2008). Penelitian yang

dilakukan oleh Jamzani Sodik (2007)

menunjukkan investasi pemerintah

dan konsumsi pemerintah yang

ditunjukkan oleh jumlah belanja

modal dan belanja operasi memiliki

hubungan yang positif terhadap

pertumbuhan ekonomi.

2.3 Penelitian Terdahulu

Studi mengenai faktor yang

berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi telah banyak dilakukan.

Berbagai macam studi empiris yang

mencakup berbagai macam sampel

daerah dan negara, periode

penelitian, dan metode penelitian.

Penelitian terdahulu yakni telah

dilakukan oleh Jamzani Sodik pada

tahun 2007, Siti Aisyah Tri Rahayu

pada tahun 2004, Mesghena Yasin

pada tahun 2002, dan Shantayanan

Devarajan, Vinaya Swaroop, dan

Heng-fu Zou pada tahun 1996.

Jamzani Sodik dalam

penelitiannya yang berjudul

Pengeluaran Pemerintah dan

Pertumbuhan Ekonomi Regional :

Studi Kasus Data Panel di Indonesia,

dengan mengambil sampel di 26

provinsi di Indonesia selama periode

1993 – 2003. Penelitian ini

mengidentifikasi pengaruh investasi

swasta, investasi pemerintah,

konsumsi pemerintah, tenaga kerja,

dan tingkat keterbukaan ekonomi

daerah / provinsi terhadap

pertumbuhan ekonomi regional.

Hasilnya untuk semua variabel

memiliki pengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi regional

kecuali untuk variabel investasi

swasta yang tidak memiliki pengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi.

Siti Aisyah Tri Rahayu dalam

penelitiannya yang berjudul Peranan

Sektor Publik Lokal dalam

Pertumbuhan Ekonomi Regional di

Wilayah Surakarta (1987 – 2000)

mengambil sampel 7 Kabupaten /

Kota di Eks-Karesidenan Surakarta

selama periode 1987 – 2000.

Penelitian ini mengidentifikasi

pengaruh investasi pemerintah

daerah, laju pertumbuhan angkatan

kerja, pengeluaran (konsumsi)

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

12

pemerintah daerah, dan penerimaan

daerah terhadap pertumbuhan

ekonomi regional dengan

menggunakan teknik data panel.

Secara garis besar hasil estimasi

persamaan menunjukkan bahwa

selama periode pengamatan peranan

sektor publik lokal mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi regional.

Mesghena Yasin dalam

penelitiannya yang berjudul Public

Spending and Economic Growth :

Empirical Investigation of Sub

Saharan mengambil sampel di 26

daerah di Sub-Saharan Afrika selama

periode 1987 – 1997. Penelitian ini

mengidentifikasi pengaruh

pengeluaran pemerintah, bantuan

pembangunan, liberalisasi

perdagangan, investasi swasta, dan

tingkat pertumbuhan penduduk

terhadap pertumbuhan ekonomi

dengan menggunakan teknik

pengolahan data panel. Hasilnya

pengeluaran pemerintah, bantuan

pembangunan, liberalisasi

perdagangan, investasi swasta, dan

tingkat pertumbuhan penduduk

memiliki tanda yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Shantayanan Devarajan,

Vinaya Swaroop, dan Heng-fu Zou

dalam penelitiannya yang berjudul

The Composition of Public

Expenditure and Economic Growth

mengemukakan bahwa di 43 negara

berkembang selama kurun waktu

1970 – 1990 menunjukkan

peningkatan pengeluaran rutin dan

mempunyai pengaruh yang positif

dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi, sebaliknya pengeluaran

pembangunan menunjukkan

pengaruh yang negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan landasan teoritis,

maka hipotesis dari penelitian ini

adalah:

1. Rasio pengeluaran

pemerintah untuk investasi

berpengaruh positif dan signifikan

terhadap laju pertumbuhan ekonomi.

2. Rasio pengeluaran

pemerintah untuk konsumsi

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

13

berpengaruh positif dan signifikan

terhadap laju pertumbuhan ekonomi.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data sekunder,

yaitu data yang diperoleh

berdasarkan informasi yang telah

disusun dan dipublikasikan oleh

instansi tertentu.

Penelitian ini menggunakan

data panel yang merupakan

penggabungan data time series dan

cross-section. Data time series

dimulai dari tahun 2005 sampai

tahun 2008 dan data cross-section

yaitu 35 Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah. Teknik data

panel dengan menggabungkan jenis

data time series dan cross-section,

memberikan beberapa keunggulan

dibandingkan dengan pendekatan

standar time series dan cross-section.

Untuk menggambarkan data panel

secara singkat, misalkan pada data

cross-section, nilai dari satu variabel

atau lebih dikumpulkan untuk

beberapa unit sampel pada suatu

waktu. Dalam data panel, unit cross-

section yang sama disurvei dalam

beberapa waktu. (Gujarati dan Porter,

2009 dalam Firmansyah, 2009).

Data yang digunakan dalam

penelitian ini diperoleh dari beberapa

sumber, antara lain:

1. Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Provinsi – Provinsi di

Indonesia menurut lapangan usaha,

publikasi Badan Pusat Statisti

Indonesia.

2. Statistik Keuangan Pemerintah

Daerah Provinsi, publikasi Badan

Pusat Statistik Indonesia.

3. Ringkasan Pertanggung

Jawaban Pelaksanaan APBD

Kabupaten / Kota, publikasi

Sekretariat Daerah Jawa Tengah.

4. Jawa Tengah Dalam Angka,

Publikasi Badan Pusat Statistik Jawa

Tengah.

5. PDRB Kabupaten / Kota

Provinsi Jawa Tengah, publikasi

Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.

3.2 Definisi Operasional

Variabel

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

14

a. Laju Pertumbuhan Ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi

didekati dengan laju pertumbuhan

Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB). PDRB yang digunakan

dalam penelitian ini adalah PDRB

atas dasar harga konstan tahun dasar

2000 dalam jutaan rupiah.

Laju pertumbuhan PDRB

merupakan laju pertumbuhan dari

tahun ke tahun (yoy) yang dihitung

dengan formula:

x 100

........................... (3.1)

Dimana:

GR : Laju pertumbuhan

ekonomi (persen)

: PDRB tahun t

: PDRB tahun t-1

b. Rasio Pengeluaran Pemerintah

untuk Investasi (GIR)

Pengeluaran pemerintah

didekati dengan jumlah belanja

modal yang tercantum pada realisasi

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) kemudian

dirasiokan dengan PDRB di tahun

tersebut. APBD yang digunakan

pada penelitian ini merupakan

realisasi anggaran tiap – tiap daerah

penelitian dalam jutaan rupiah.

Rasio pengeluaran

pemerintah untuk investasi dihitung

dengan formula:

........................... (3.2)

Dimana:

GIR : Rasio pengeluaran

pemerintah untuk investasi

(GI/Y)

: Pengeluaran pemerintah

untuk investasi pada tahun n

: PDRB tahun n

c. Rasio Pengeluaran Pemerintah

untuk Konsumsi (GCR)

Pengeluaran pemerintah

didekati dengan jumlah belanja

operasi yang tercantum pada realisasi

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

15

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD) kemudian

dirasiokan dengan PDRB di tahun

tersebut. APBD yang digunakan

pada penelitian ini merupakan

realisasi anggaran tiap – tiap daerah

penelitian dalam jutaan rupiah.

Rasio pengeluaran

pemerintah untuk konsumsi dihitung

dengan formula:

........................... (3.3)

Dimana:

GCR : Rasio pengeluaran

pemerintah untuk konsumsi (GC/Y)

: Pengeluaran

pemerintah untuk konsumsi pada

tahun n

: PDRB tahun n

d. Dummy Wilayah (D)

Model regresi variabel tak

bebas Y dan variabel penjelas X

bersifat bilangan kuantitatif. Namun

hal ini tak selalu berlaku, dan ada

kalanya variabel – variabel penjelas

bisa bersifat kualitatif. Variabel

kualitatif ini sering dikenal dengan

variabel buatan atau variabel dummy

atau variabel boneka (Gujarati,

2009). Variabel dummy ini

ditunjukan dengan angka 0 dan 1.

Penggunaan dummy wilayah dalam

penelitian ini untuk melihat

perbedaan pertumbuhan antara

daerah satu dengan daerah lainnya.

3.3 Spesifikasi Model

Untuk mengukur pengaruh

pengeluaran pemerintah untuk

investasi (GIR), pengeluaran

pemerintah untuk konsumsi (GCR)

terhadap laju pertumbuhan ekonomi

(GR), maka digunakan analisis

regresi dengan metode Fixed Effect

Model (FEM) atau Least Square

Dummy Variable (LSDV) dengan

menggunakan program Eviews 6.0.

Data yang digunakan dalam analisis

ini berupa data panel. Adapun

persamaan yang digunakan dibentuk

berdasarkan teori sebagai berikut

(Mankiw, 2003):

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

16

........................... (3.4)

Dimana:

Y = Tingkat output

K = Persediaan modal fisik

A = Konstanta yang mengukur

jumlah output yang diproduksi untuk

setiap unit model

Berdasarkan persamaan (3.4)

dapat diketahui bahwa modal

mempengaruhi tingkat output.

Asumsi yang diberikan pada

persamaan (3.4) adalah constant

return to scale, maka K dapat

digantikan oleh G, dimana G adalah

pengeluaran pemerintah, sehingga

persamaan (3.4) dapat dituliskan

kembali sebagai berikut:

........................... (3.5)

Pengeluaran pemerintah

dibedakan menjadi dua, yaitu

pengeluaran pemerintah untuk

investasi (GI) dan konsumsi (GC).

Kemudian persamaan (3.5) dapat

diturunkan terhadap Y, sehingga

akan menghasilkan persamaan

sebagai berikut:

........................... (3.6)

Dimana:

= Marginal produk dari

pengeluaran pemerintah untuk

investasi

= Marginal produk dari

pengeluaran pemerintah untuk

konsumsi

Arah hubungan semua

penurunan parsial terhadap output

diasumsikan positif, dan untuk

pengujian empiris, notasi =

dan . Variabel – variabel

dalam persamaan ini dinotasikan

, dan =

GCR. Sehingga persamaan baru yang

akan digunakan dalam penelitian ini

dapat ditulis sebagai berikut

(Rahayu, 2004):

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

17

........................... (3.7)

Dimana:

GR = Laju pertumbuhan ekonomi

(Growth Rate)

GIR = Rasio pengeluaran

pemerintah untuk investasi terhadap

PDRB (Government Investment

Ratio)

GCR = Rasio pengeluaran

pemerintah untuk konsumsi terhadap

PDRB (Government Consumption

Ratio)

= Nilai autonomous tingkat

pertumbuhan ekonomi

= Koefisien variabel –

variabel independen

= Variabel pengganggu

i = 1, 2, ..., 35

t = 2005, 2006, 2007, 2008

4. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Wilayah Provinsi

Jawa Tengah

Jawa Tengah sebagai salah satu

provinsi di Jawa, letaknya diapit oleh

dua provinsi besar, yaitu Jawa Barat

dan Jawa Timur. Letaknya antara

5ᴼ40’ dan 8ᴼ30’ Lintang Selatan dan

antara 108ᴼ30” dan 111ᴼ30’ Bujur

Timur (termasuk Pulau

Karimunjawa). Jarak terjauh dari

Barat ke Timur adalah 263 km dan

dari Utara ke Selatan adalah 226 km

(tidak termasuk Pulau Karimunjawa).

Luas wilayah provinsi Jawa

Tengah tercatat sebesar 3.254.412

hektar atau sekitar 25,04 persen dari

luas pulau Jawa dan 1,70 persen dari

luas Indonesia. Luas wilayah tersebut

terdiri dari 991.000 hektar (30,45

persen) lahan sawah dan 2,26 juta

hektar (69,55 persen) bukan lahan

sawah.

Provinsi Jawa Tengah dengan

pusat pemerintahan di Kota

Semarang, secara administrattif

terbagi dalam 35 Kabupaten / Kota

(29 Kabupaten dan 6 Kota) dengan

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

18

565 Kecamatan yang meliputi 7872

desa dan 622 kelurahan. Secara

administratif Provinsi Jawa Tengah

berbatasan oleh :

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Jawa Timur

Sebelah Selatan: Samudra Hindia

Sebelah Barat : Jawa Barat

Jumlah penduduk yang

tersebar di seluruh wilayah Provinsi

Jawa Tengah berdasarkan Survei

Sosial Ekonomi Nasional

(SUSENAS) yang dilakukan oleh

BPS tahun 2007 tercatat sebesar 16

juta jiwa penduduk laki – laki dan

16,29 juta jiwa penduduk

perempuan, dengan total penduduk

sebesar 32,24 juta jiwa. Provinsi

Jawa Tengah adalah Provinsi dengan

jumlah penduduk terbanyak ketiga

setelah Provinsi Jawa Barat dan Jawa

Timur. Kota Semarang sebagai ibu

kota Provinsi Jawa Tengah berada

pada posisi ketiga terbesar jumlah

penduduknya di Provinsi Jawa

Tengah yaitu sebesar 1,5 juta jiwa

setelah Kabupaten Brebes (1,77 juta

jiwa) dan Kabupaten Cilacap (1,61

juta jiwa).

Berdasarkan jumlah

penduduk tersebut, 48 persen

diantaranya merupakan angkatan

kerja. Mata pencaharian yang paling

banyak terdapat pada sektor

pertanian (36,84 persen), sektor

perdagangan (21,05 persen), dan

sektor industri (17,48 persen).

Pertanian merupakan sektor utama

perekonomian di Provinsi Jawa

Tengah, dimana hampir separuh

jumlah angkatan kerja berada pada

sektor ini.

Kawasan hutan meliputi 29

persen dari total lahan non-sawah di

Provinsi Jawa Tengah, terutama di

Kabupaten Blora dan Kabupaten

Grobogan. Dimana kedua daerah

tersebut dikenal sebagai daerah

penghasil kayu jati. Di Provinsi Jawa

Tengah juga terdapat sejumlah

industri besar maupun menengah,

kawasan industri utama di Provinsi

Jawa Tengah adalah Kota Semarang,

Kabupaten Cilacap, dan Kota

Surakarta. Kabupaten Cilacap

merupakan Kabupaten terluas di

Provinsi Jawa Tengah, luas

wilayahnya sekitar 6,6 persen dari

total wilayah di Provinsi Jawa

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

19

Tengah. Tiga Kabupaten yang

menyumbang PDRB non migas

terbesar adalah Kabupaten Cilacap,

Kabupaten Kudus, dan Kota

Semarang.

4.2 Pengeluaran Pemerintah pada

35 Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah

Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) merupakan

instrumen kebijakan yang dijalankan

pemerintah daerah untuk

menentukan arah dan tujuan

pembangunan. Kebijakan pemerintah

daerah dalam menjalankan APBD

merupakan gambaran langkah

konkret pemerintah dalam

memberikan pelayanan publik.

Pemerintah daerah masih perlu

melakukan penanganan gejolak

ekonomi dan politik yang masih

terjadi beberapa tahun terakhir.

Pemerintah dituntut menjadi motor

utama dalam menggerakkan

perekonomian yang lesu agar dapat

kembali ke posisi sebelum krisis.

Perekonomian yang lesu ini dapat

diatasi dengan kebijakan yang tepat

pada sisi pengeluaran (belanja)

pemerintah.

Pengeluaran pemerintah

biasanya mencerminkan kebijakan

pemerintah dalam penentuan

anggarannya. Pengeluaran

pemerintah terus berkembang seiring

dengan meningkatnya aktivitas

pemerintah dalam perekonomian

yang antara lain disebabkan oleh

adanya perubahan – perubahan

dalam suatu perekonomian seperti

pertumbuhan ekonomi, perubahan

demografi, dan perubahan kegiatan

sektor swasta. Dengan demikian,

pemerintah harus dapat memainkan

peranannya dalam mengatur tingkat

alokasi penggunaan sumber – sumber

daya serta distribusi pendapatan

diantara konsumen sehingga dapat

mempertahankan tingkat kesempatan

kerja yang tinggi, dan tingkat

stabilitas harga, serta laju

pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Menurut Budiono (1992)

pengeluaran pemerintah dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu

pertama, pembelian faktor-faktor

produksi (input) dan pembelian

produk (output). Kedua, untuk

pengeluaran konsumsi pemerintah

(belanja rutin / belanja operasi) serta

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

20

untuk investasi pemerintah (belanja

pembangunan / belanja modal).

Pengeluaran pemerintah yang diukur

dari belanja modal dan belanja

operasi mempunyai peranan dan

fungsi cukup besar mendukung

sasaran pembangunan dalam

menunjang kegiatan pemerintah serta

peningkatan jangkauan dan misi

pelayanan yang secara langsung

berkaitan dengan pembentukan

modal untuk tujuan peningkatan

produksi. Layaknya pengeluaran

masyarakat maka pengeluaran

pemerintah akan memperbesar

permintaan aggregat melalui

multiplier effect dan selanjutnya akan

meningkatkan produksi atau

penawaran aggregat sehingga PDRB

akan meningkat.

Perkembangan penduduk

pada 35 Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Tengah menuntut adanya

pengeluaran pembiayaan sebagai

upaya peningkatan kesejahteraan

rakyat. Pembiayaan tersebut berupa

pengeluaran pemerintah daerah baik

belanja modal maupun belanja

operasi. Dengan adanya peningkatan

pengeluaran pemerintah diharapkan

kemampuan dalam menciptakan

sarana dan prasarana pembangunan

yang meningkat dan pada akhirnya

juga akan mendorong aggregate

demand untuk meningkat, sehingga

dapat merangsang kegiatan produksi

daerah yang selanjutnya dapat

meningkatkan laju pertumbuhan

ekonomi.

Peran masing – masing

belanja dalam pembentukan PDRB

Provinsi Jawa Tengah selama tahun

2005 – 2008 menunjukkan belanja

operasi mempunyai rasio terhadap

PDRB lebih besar daripada belanja

modal, yaitu sebesar 14,71 persen

sedangkan belanja modalnya sebesar

3,88 persen. Begitu juga jika dilihat

per Kabupaten / Kota, semua daerah

menunjukkan rasio belanja operasi

terhadap PDRB yang lebih besar dari

pada rasio belanja modal terhadap

PDRB. Besarnya belanja operasi ini

lebih disebabkan oleh keperluan

masing – masing daerah untuk

membiayai keperluan konsumtifnya,

seperti pembayaran gaji pegawai dan

belanja barang kebutuhan

operasional. Selain itu besarnya

belanja operasi juga digunakan untuk

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

21

pembayaran bunga hutang. Pada

belanja modal, keperluan yang paling

banyak menggunakan anggaran

adalah kebutuhan pembelanjaan

infrastruktur seperti pembelanjaan

gedung dan bangunan, dan

pembelanjaan jalan, irigasi, dan

bangunan, dan pembelanjaan

peralatan dan mesin.

Besarnya nilai rasio anggaran

pengeluaran pemerintah / belanja

daerah terhadap PDRB merupakan

salah satu indikator peran pemerintah

daerah dalam pembentukan PDRB.

Semakin besar nilai rasio anggaran

pengeluaran pemerintah terhadap

PDRB berarti semakin besar peranan

pemerintah dalam perekonomian

daerah (pembentukan PDRB).

4.3 Pertumbuhan Ekonomi pada

35 Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah

Salah satu hal yang penting

dalam pembangunan adalah

pertumbuhan ekonomi yang positif

dan tinggi. Tiap – tiap daerah

menginginkan pertumbuhan ekonomi

yang tinggi dan menjadikan

pertumbuhan ekonomi menjadi salah

satu sasaran dalam pembangunan

daerahnya.

Provinsi Jawa Tengah yang

terdiri dari 35 Kabupaten / Kota

dalam pelaksanaan pembangunan

ekonomi antar daerah telah

menghasilkan pencapaian yang

berbeda – beda. Hal ini berhubungan

dengan keunggulan komparatif

masing – masing daerah yang

sekaligus menggambarkan

karakteristik perekonomiannya.

Berdasarkan data, PDRB pada 35

Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa

Tengah terdapat 3 daerah yang

memiliki PDRB yang menonjol,

yaitu Kota Semarang, Kabupaten

Kudus, dan Kabupaten Cilacap.

Selain ketiga daerah tersebut,

terdapat beberapa daerah yang

PDRBnya berada di atas rata – rata

PDRB pada 35 Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah selama kurun

waktu 4 tahun, yaitu Kabupaten

Banyumas, Kabupaten Klaten,

Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten

Karanganyar, Kabupaten Pati,

Kabupaten Semarang, Kabupaten

Kendal, Kabupaten Brebes, dan Kota

Surakarta.

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

22

Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Kantor Pusat Bank

Indonesia mengenai dampak krisis

keuangan global yang terjadi pada

pertengahan tahun 2007 terhadap

perekonomian daerah Jawa Tengah,

didapati hasil bahwa penurunan nilai

PDB Amerika Serikat yang

merupakan salah satu tujuan ekspor

utama Jawa Tengah berdampak pada

ekspor Jawa Tengah turun hingga

26,74 persen. PDRB, impor,

investasi, dan konsumsi mengalami

penurunan sebesar 12,53 persen, 10,3

persen, 5,54 persen, dan 1,58 persen.

Ekspor menjadi imbas krisis ini

karena merupakan sisi yang langsung

besentuhan dengan luar negeri, dan

menjadi transmission channel ke

variabel makro ekonomi yang lain.

Secara umum penurunan PDRB ini

menyebabkan penurunan

pertumbuhan ekonomi di Provinsi

Jawa Tengah. Tetapi apabila dilihat

secara khusus per Kabupaten / Kota

maka tidak ada pengaruh yang

signifikan dari adanya krisis global

terhadap pertumbuhan ekonomi pada

35 Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Tengah, hanya ada 2 daerah

yang mengalami penurunan

pertumbuhan ekonomi yaitu

Kabupaten Boyolali dan Kabupaten

Rembang. Jadi krisis keuangan

global tidak terlalu berpengaruh

secara langsung terhadap

pertumbuhan ekonomi pada

Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa

Tengah.

Rata – rata perumbuhan

ekonomi Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah tidak memiliki

tren yang tetap tiap tahunnya, hanya

ada 5 daerah saja yang trennya selalu

naik sejak tahun 2005 hingga tahun

2008, yaitu Kabupaten Banyumas,

Kabupaten Kebumen, Kabupaten

Wonosobo, Kabupaten Sragen, dan

Kabupaten Pekalongan. Sedangkan

untuk daerah yang pertumbuhan

ekonominya paling tinggi adalah

Kota Semarang, Kota Surakarta, dan

Kabupaten Karanganyar. Pada tahun

2005 – 2008 Kota Semarang

memiliki pertumbuhan ekonomi

sebesar 5,14 persen, 5,71 persen,

5,98 persen, dan 5,59 persen, dengan

rata – rata pertumbuhan selama 4

tahun tersebut sebesar 5,60 persen,

dimana merupakan rata – rata

pertumbuhan tertinggi pada 35

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

23

Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa

Tengah. Diikuti oleh Kota Surakarta

yang merupakan salah satu kawasan

industri utama di Provinsi Jawa

Tengah yang memiliki rata – rata

pertumbuhan ekonomi sebesar 5,52

persen, kemudian Kabupaten

Karanganyar yang memiliki rata –

rata pertumbuhan ekonomi juga

sebesar 5,52 persen.

4.3 Estimasi Fixed Effect Model

Hasil regresi persamaan

dengan estimasi fixed effect model

diselesaikan dengan Eviews 6.0

adalah sebagai berikut :

........................... (4.2)

Persamaan regresi tersebut

merupakan persamaan utama yang

belum memasukkan koefisien

variabe dummy, sebagai pembeda

persamaan tiap – tiap daerah.

Intersep dalam persamaan ini

bervariasi sepanjang individu (dalam

hal ini adalah 35 Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah), dan tidak

bervariasi sepanjang waktu, yang

disebut time invariant. Berdasarkan

model FEM, diasumsikan bahwa

koefesien slope dari regresor tidak

bervariasi antar individu maupun

waktu. Bentuk model fixed effect

adalah dengan memasukan variabel

dummy untuk menyatakan

perbedaaan intersep yakni dengan

mengurangkan (negatif) atau

menambahkan (positif) konstanta

dengan parameter variabel dummy.

Akibat dari efek dummy tersebut

adalah perbedaan pada setiap

persamaan daerah yang satu dengan

daerah yang lainnya. Persamaan

yang berbeda – beda

tersebutmenyebabkan laju

pertumbuhan ekonomi yang berbeda

pula untuk setiap daerahnya.

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

24

Tabel 2

Persamaan Regresi Tiap Kabupaten / Kota

Dummy Kabupaten /

Kota Persamaan Regresi

1 Cilacap 4,582481 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

2 Banyumas 3,769432 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR 3 Purbalingga 4,148207 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

4 Banjarnegara 3,606565 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

5 Kebumen 3,164278 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

6 Purworejo 4,604400 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

7 Wonosobo 2,150997 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

8 Kab. Magelang 4,144863 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

9 Boyolali 3,414475 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

10 Klaten 2,806742 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR 11 Sukoharjo 4,111212 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

12 Wonogiri 3,526208 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

13 Karanganyar 5,008371 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

14 Sragen 4,366996 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

15 Grobogan 3,564953 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

16 Blora 3,176184 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

17 Rembang 3,434546 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR 18 Pati 3,843919 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

19 Kudus 3,188208 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

20 Jepara 3,729405 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

21 Demak 3,223451 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

22 Kab. Semarang 3,467440 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

23 Temanggung 2,957552 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

24 Kendal 3,114385 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR 25 Batang 2,246590 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

26 Pekalongan 3,637931 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

27 Pemalang 3,461306 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

28 Kab. Tegal 4,281205 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

29 Brebes 4,104406 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

30 Kota Magelang 2,856485 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

31 Kota Surakarta 4,987671 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

32 Kota Salatiga 3,203284 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR 33 Kota Semarang 5,374022 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

34 Kota Pekalongan 2,799900 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

35 Kota Tegal 3,916456 + 7,238157 GIR + 3,700973 GCR

Sumber : Data diolah

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

25

4.4 Intepretasi Hasil dan

Pembahasan

Dari data yang diperoleh

dilakukan pengolahan data

menggunakan model fixed effect

untuk mengetahui hubungan antara

belanja modal dan belanja operasi

terhadap laju pertumbuhan ekonomi

pada 35 Kabupaten / Kota di Provinsi

Jawa Tengah tahun 2005 – 2008.

Variabel dependen yang digunakan

adalah laju pertumbuhan ekonomi,

sedangkan variabel independen yang

digunakan adalah rasio pengeluaran

pemerintah untuk investasi (GIR),

rasio pengeluaran pemerintah untuk

konsumsi (GCR), dan variabel

dummy wilayah.

Sebagai akibat dari penambahan

variabel dummy maka dapat di lihat

dari persamaan hasil regresi pada

Tabel 4.8 menunjukkan konstanta

persamaan tiap – tiap daerah yang

berbeda – beda, hal ini menyebabkan

hasil regresi yang berbeda – beda

pula untuk tiap daerahnya. Apabila

diasumsikan semua variabel

independen sama dengan nol, maka

laju pertumbuhan ekonomi adalah

sebesar konstanta masing – masing

daerah. Apabila asumsi tersebut

dipenuhi maka daerah yang laju

pertumbuhan ekonominya paling

tinggi adalah Kota Semarang

(5,37%), Kabupaten Karanganyar

(5,01%), dan Kota Surakarta (4,99).

Model fixed effect dalam

penelitian ini mengasumsikan bahwa

koefisien slope dari regresor tidak

bervariasi antar individu dan waktu,

sehingga dalam 35 persamaan pada

Tabel 4.9 intepretasinya sama untuk

tiap – tiap variabel independennya.

Variabel rasio pengeluaran

pemerintah untuk investasi (GIR)

yang diukur dari rasio realisasi

belanja modal pemerintah terhadap

PDRB, memiliki pengaruh positif

dan signifikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai probabilita

sebesar 0,0108 lebih kecil dari nilai α

5%. Rasio pengeluaran pemerintah

untuk investasi memiliki koefisien

sebesar 7,238157, artinya bahwa

setiap kenaikan 1 satuan dalam

meningkatkan 7,24% pertumbuhan

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

26

ekonomi regional. Apabila rasio

pengeluaran pemerintah untuk

investasi terhadap PDRB naik

sebesar 0,01 satuan atau 1% maka

akan meningkatkan 0,0724%

pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga

sesuai dengan hipotesis awal yang

menyatakan hubungan rasio

pengeluaran pemerintah untuk

investasi memiliki hubungan yang

postif dan signifikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi. Pengaruh

yang sama juga ditunjukkan oleh

penelitian yang dilakukan oleh Siti

Aisyah Tri Rahayu (2004) dan

Jamzani Sodik (2007).

Variabel rasio pengeluaran

pemerintah untuk konsumsi (GCR)

yang diukur dari rasio realisasi

belanja operasi pemerintah terhadap

PDRB, memiliki pengaruh positif

dan signifikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai probabilita

sebesar 0,0128 lebih kecil dari nilai α

5%. Rasio pengeluaran pemerintah

untuk investasi memiliki koefisien

sebesar 3.700973, artinya bahwa

setiap kenaikan 1 satuan dalam

meningkatkan 3,70% pertumbuhan

ekonomi regional. Apabila rasio

pengeluaran pemerintah untuk

konsumsi terhadap PDRB naik

sebesar 0,01 satuan atau 1% maka

akan meningkatkan 0,0370%

pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga

sesuai dengan hipotesis awal yang

menyatakan hubungan rasio

pengeluaran pemerintah untuk

investasi memiliki hubungan yang

postif dan signifikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi. Pengaruh

yang sama juga diitunjukkan oleh

penelitian yang dilakukan oleh

Shantayanan Devarajan, Vinaya

Swaroop, dan Heng-fu Zou (1996)

dan Jamzani Sodik (2007).

5 SIMPULAN,

KETERBATASAN, DAN

SARAN

5.1 Kesimpulan

Selama periode penelitian

ditemukan bahwa secara garis besar

pengeluaran pemerintah memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap

laju pertumbuhan ekonomi regional.

Untuk komponen pengeluaran

pemerintah yang pertama yaitu

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

27

belanja modal, menurut hasil analisis

menunjukkan hubungan yang sesuai

dengan hipotesis awal yaitu positif

dan signifikan terhadap laju

pertumbuhan ekonomi. Hal ini

berarti bahwa alokasi anggaran untuk

belanja modal yang dilakukan

pemerintah dapat mendorong laju

pertumbuhan ekonomi di daerah

tersebut. Begitu juga dengan alokasi

anggaran yang dilakukan pemerintah

untuk belanja operasi, menurut hasil

analisis juga menunjukkan hubungan

yang sesuai dengan hipotesis awal

yaitu positif dan signifikan terhadap

laju pertumbuhan ekonomi. Hal ini

berarti bahwa alokasi anggaran untuk

belanja operasi yang dilakukan

pemerintah juga dapat mendorong

laju pertumbuhan ekonomi di daerah

tersebut.

5.2 Keterbatasan

Keterbatasan dalam

penelitian ini adalah jumlah tahun

penelitian yang relatif singkat (4

tahun). Selain itu, model yang

dikembangkan dalam penelitian ini

masih terbatas pada pengaruh belanja

modal dan belanja operasi terhadap

laju pertumbuhan ekonomi. Masih

banyak faktor-faktor lainnya yang

juga dapat berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi seperti

investasi swasta, tenaga kerja,

aglomerasi, pengangguran, netto

ekspor dan prasarana perhubungan

guna menunjang mobilitas barang.

Oleh karenanya diperlukan studi

lanjutan yang lebih mendalam

dengan data dan metode yang lebih

lengkap sehingga dapat melengkapi

hasil penelitian yang telah ada dan

hasilnya dapat dipergunakan sebagai

bahan pertimbangan berbagai pihak

yang berkaitan dengan pertumbuhan

ekonomi.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil

pembahasan dan kesimpulan yang

telah diberikan, maka dapat

diberikan beberapa saran yaitu

sebagai berikut :

Pertama, pemerintah daerah

agar lebih mengoptimalkan segala

potensi penerimaan daerahnya,

sehingga penerimaan daerah akan

meningkat kemudian hasilnya dapat

digunakan untuk menambah jumlah

alokasi untuk belanja daerah

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

28

khususnya pada belanja modal,

diharapkan penambahan jumlah

alokasi ini akan berdampak langsung

pada pembangunan daerah melalui

pembangunan infrastruktur, sehingga

akan menarik lebih banyak investor

swasta untuk masuk. Dengan catatan

penambahan jumlah alokasi ini juga

harus disesuaikan dengan sasaran –

sasaran pembangunan yang ingin

dicapai oleh suatu daerah, sehingga

penambahan jumlah alokasi pada

belanja modal ini akan berjalan

efektif sesuai dengan sasaran

pembangunan suatu daerah. Oleh

karena itu diperlukan studi lebih

lanjut mengenai penerimaan daerah

apa saja yang dapat berpotensi

meningkatkan laju pertumbuhan

ekonomi disuatu daerah.

Kedua, pemerintah daerah

agar meningkatkan kualitas dari

sumber daya manusia, agar

pengalokasian anggaran pemerintah

untuk belanja pegawai dapat

terhindar dari inefisiensi penggunaan

anggaran, sehingga diharapkan

dampak multipliernya dapat

berimbas pada pembangunan daerah.

Usaha peningkatan kualitas sumber

daya manusia tersebut dapat berupa

pelatihan – pelatihan meliputi

pelatihan hard-skill berupa

penguasaan ilmu pengetahuan,

teknologi, dan keterampilan teknis

dan pelatihan soft-skill khususnya

pada usaha untuk memberantas

korupsi.

Ketiga, pemerintah daerah

agar lebih banyak memberikan

stimulus kepada perekonomian

daerahnya terutama bagi daerah yang

laju pertumbuhan ekonominya masih

cenderung rendah seperti Kabupaten

Wonosobo, Kabupaten Batang, dan

Kota Pekalongan. Bagi daerah –

daerah tersebut juga sebaiknya tidak

hanya menggantungkan kepada

pemerintah pusat melainkan lebih

menggali potensi daerahnya masing

– masing agar perekonomian

daerahnya dapat terangkat.

Keempat, • Bagi daerah

yang memiliki potensi laju

pertumbuhan ekonomi yang tinggi

seperti Kota Semarang, Kabupaten

Karanganyar, Kota Surakarta, agar

mengimbangi pertumbuhan

ekonominya dengan perbaikan

perekonomian masyarakat. Usaha

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

29

perbaikan perekonomian masyarakat

ini ditunjukkan dengan ikut

berkembangnya sektor – sektor

perekonomian yang berhubungan

langsung dengan masyarakat luas,

seperti sektor pertanian dan sektor

industri

***

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

30

DAFTAR PUSTAKA

Alliasuddin dan Dawood, Taufiq C. 2008.” Pertumbuhan Ekonomi dan

Pengeluaran Pemerintah”. Makalah disampaikan pada seminar Universitas

Syiah Kuala, Universitas Bengkulu dan Universitas Kebangsaan Malaysia,

Banda Aceh, 27 - 28 Oktober 2008.

Arsyad, Lincolyn. 1997. Ekonomi Pembangunan. Edisi Ketiga.Yogyakarta: BP

STIE YKPN.

Arsyad, Lincolyn. 1999. Pengantar dan Perencanaan Pembangunan Ekonomi

Daerah. Yogyakarta: BPFE.

Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Jawa Tengah dalam Angka. Semarang:

Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi

di Indonesia. Jakarta:

Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Produk Domestik Regional Bruto

Kabupaten / Kota Provinsi Jawa Tengah. Semarang:

Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah

Provinsi. Semarang:

Bakir, Zainab dan Manning, Chris. 1984. Angkatan Kerja di Indonesia :

Partisipasi, Kesempatan dan Pengangguran. Jakarta: Rajawali.

Bank Indonesia. 2007. Pemetaan Peraturan Daerah dan Potensi Dampaknya

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah. Semarang: LSKE.

Barro dan Sala-i-Martin. 1995. Economic Growth. New York: McGraw-Hill,inc.

Bastian, Indra. 2006. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah

di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Biro Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah. Berbagai Tahun.

Ringkasan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kabupaten / Kota

Provinsi Jawa tengah. Semarang:

Boediono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE .

Deliarnov, 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Devarajan, Shantayanan, Vinaya Swaroop, dan Heng-fu Zou. 1996. “The

Composition of Public Expenditure and Economic Growth”. Policy Research

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

31

Department, The World Bank. Journal of Monetary Economics, Vol. 37, Page

313 – 344.

Dronbusch, Fischer, dan Startz. 2004. Makroekonomi. Jakarta: PT. Media Global

Edukasi.

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Firmansyah. 2009. “Modul Praktek Regresi Data Panel dengan EViews6”. Modul

disajikan dalam Seri 13 Pelatihan LSKE FE Universitas Diponegoro,

Semarang, 29 Mei 2009.

Ghozali, Imam. 2006. Analisis Multivariate lanjutan dengan Program SPSS. Semarang : Undip.

Gujarati, Damodar N. 2009. Basic Econometric International Edition. New York:

McGraw-Hill,inc

Jhingan. 1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Alih Bahas oleh D.

Guritno SH. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Kuncoro, Mudrajad. n.d. Pengolahan Data Panel, Kuliah Ekonometri IESP FE

UGM. Yogyakarta:

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi,

Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga

Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan : Teori, Masalah, dan

Kebijakan. Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Mangkoesoebroto, Guritno. 2001. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.

Mankiw, N Gregory. 2000. Teori Makro Ekonomi. Jakarta : Erlangga.

Musgrave, Richard A and Peggy B Musgrave. 1991. Keuangan Negara dalam

Teori dan Praktek. Alih Bahasa oleh Drs. Alfonsus Sirait AK. Jakarta:

Erlangga.

Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.

Jakarta: PT. Grasindo.

Purba, Adearman. 2006. “Analisis Faktor - faktor yang Mempengaruhi

Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Simalungun”. Tesis Tidak

Dipubliksikan. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

32

Rahayu, Siti Aisyah Tri. 2004. “Peranan Sektor Publik Lokal dalam Pertumbuhan

Ekonomi Regional di Wilayah Surakarta (1987 – 2000)”. Universitas Sebelas

Maret Surakarta. Kinerja, Vol. 8, No. 2, Hal 135 – 150.

Samuelson, Paul A dan Nordhaus. 1995. Makro Ekonomi. Alih Bahasa : Drs

Haris Munandar, dkk. Jakarta: Erlangga.

Sasana, Hadi. 2005. “Analisis Dampak Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Antar Wilayah, Antar

Sektor di Kabupaten / Kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (2001 –

2003)”. Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol. 12, No. 2, Hal 249 – 268.

Septiana, Denada. 2010. “Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD) Dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah di Kabupaten Kudus”.

Skripsi Tidak Dipublikasikan. Program Sarjana Fakultas Hukum USM.

Sinaga, Enidarwati R.A. 2009. “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah pada

Sektor Publik terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada 35 Kabupaten / Kota di

Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2004 – 2007”. Skripsi Tidak

Dipublikasikan, Universitas Diponegoro Semarang.

Simanjuntak, Payaman J. 1998. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia.

Jakarta: LPFE-UI.

Sjoberg, Peter. 2003. “Government Expenditures Effect on Economic Growth :

The Case of Sweden (1960 – 2001)”. Tesis Tidak Dipublikasikan. Social

Science and Business Administration Programmes of LULBA University of

Technology.

Sodik, Jamzani. 2007. “Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi

Regional: Studi Kasus Data Panel di Indonesia”. UPN Veteran Yogyakarta.

Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12, No. 1, Hal 27 – 36.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan Proses, Masalah, dan Dasar

Kebijaksanaan. Jakarta: LPFE UI dengan Bina Grafika.

Sukirno, Sadono. 2004. Pengantar Teori Makroekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Suparmoko. 1994. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Edisi Keempat.

Yogyakarta: BPFE.

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

33

Suparmoko. 2001. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.

Edisi Pertama. Yogyakarta: ANDI.

Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Edisi 7. Alih Bahasa

oleh Drs. Haris Munandar MA. Jakarta: Erlangga.

Winarno, Wing Wahyu. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan

Eviews. Edisi 2. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Yasin, Mesghena. 2002. “Public Spending and Economic Growth : Empirical

Investigation of Sub Saharan”. Morehead State University.

Pengaruh Belanja Modal dan Belanja Operasi terhadap

Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah

(Norista Gathama Putra)

34

LAMPIRAN

Hasil Analisis Data

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Probability

C 3,6564 0,1848 19,7893 0,0000

GIR 7,2382 2,7864 2,5977 0,0108

GCR 3,7010 1,4616 2,5322 0,0128

R-squared (R2) 0,7072

Mean dependent variables 4,4816

S.D. dependent variables 0,8360

F-tabel 3,0622

Cross-section Random Probability (Hausman Test) 0,0424

Uji Asumsi Klasik (Uji Normalitas) Auxiliary Regression GIR=f(GCR) t-statistic = 10,82448

Durbin-Watson Stat. 2,2331 Obs*R-squared (white-test) 59,5023

Obs*R-squared (LM-test) 27,8539

χ2 Tabel 165,3159