pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdf

Download Pengantar ilmu hukum_tata_negara_jilid2.pdf

If you can't read please download the document

Upload: jampanx

Post on 07-May-2015

6.225 views

Category:

Documents


40 download

TRANSCRIPT

  • 1.PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA JILID II TIDAK DIPERJUALBELIKAN PersembahanMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA 1

2. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqqie, S.H. PENGANTAR ILMU HUKUMTATA NEGARAJILID IIPenerbitSekretariat Jenderal dan KepaniteraanMahkamah Konstitusi RIJakarta, 2006ii iii 3. PENGANTAR ILMU HUKUM TATA NEGARA JILID II DARI PENERBIT Asshiddiqie, Jimly Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RICetakan Pertama, Juli 2006Perkembangan tata kehidupan dunia terus me- xVii + 215 hlm; 14 x 21 cmngalami perubahan dari waktu kewaktu, baik dalam ke- hidupan skala kecil maupun dalam skala kehidupan yang besar; bermasyarakat dan bernegara. Sehingga banyak- 1. Hukum Tata Negara2. Undang-Undangnya perubahan ini, baik langsung maupun tidak lang- sung, telah mereduksi kembali cara pandang kita ter- hadap kehidupan dan nilai-nilainya, termasuk dalam hu- kum dan ketatanegaraan, yang mau tidak mau harus me- Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang revisi kembali berbagai teori dan konsep-konsep hukum All right reserved tata negara yang diproduk pada masa lalu, yang se- kiranya sudah tidak relevan lagi dengan kebutuhan pada zaman sekarang.Hak Cipta @ Jimly Asshiddiqie Fenomena terbentuknya Uni Eropa (EuropeanCetakan Pertama, Juli 2006 Union), merupakan sebuah contoh perubahan karak- teristik yang cukup mendasar dari teori susunan negara. Begitu pula dengan konsepsi tiga fungsi kekuasaan secara klasik yang kita kenal dengan istilah trias politicaKoreksi naskah:dari Baron de Montesquieu, yang terdiri dari fungsi legis- Muchamad Ali Safaat, Pan Muhammad Faizsetting layout : Ery Satria Pamungkas, Luthfi WE, Rio Tri JP latif, eksekutif, dan yudikatif. Hampir di seluruh negaraRancang Sampul : Abiarsyadunia berpandangan bahwa konsepsi yang demikian di-Indeks : Subhan Hariri, M. Azis Hakimanggap sudah tidak relevan lagi saat ini, mengingat tidak mungkin lagi dipertahankan secara serta merta bahwa ketiga fungsi tersebut hanya berurusan secara eksklusif dengan salah satu kekuasaan dimaksud di atas.Pengembaraan intelektual dari belantara pe- mikiran-pemikiran mondial yang bersifat universal ter-Penerbit:sebut tentu saja harus juga dipadukan dengan pe- Sekretariat Jenderal dan KepaniteraanMahkamah Konstitusi RI mikiran-pemikiran lokal yang bersifat partikularistis. Jl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta PusatBertitik-tolak dari hal tersebut, maka berbagaiTelp. (021) 3520173, 3520787 gagasan dan penyempurnaan pemikiran seputar Hukum www.mahkamahkonstitusi.go.idTata Negara dan Konstitusi di abad millenium ketiga ini,iv v 4. dengan cermat dan teliti berdasarkan pengalaman danHakim dan Rio Tri Juli Putranto yang telah mem-kemampuannya ini telah dituangkan secara sistematisperlancar proses penerbitan.oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam buku yang Semoga buku ini dapat membantu meretas jalanberjudul Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara ini. bagi terwujudnya sistem ketatanegaraan Indonesia yangSelaku Guru Besar Hukum Tata Negara Universitassemakin kokoh dimasa yang akan datang. Akhirnya kamiIndonesia yang telah memiliki andil besar dalam pe-ucapkan, selamat membaca.ngembangan kehidupan bernegara dan berkonstitusi diIndonesia untuk menjadi lebih baik dan lebih demo-kratis, juga sebagai seorang academic writer yang telah Jakarta, Juli 2006membuahkan berpuluh-puluh karya monumental di bi-Sekretaris Jenderaldang hukum tata negara, maka dengan mengambil mo- Mahkamah Konstitusi RI,mentum penerbitan buku ini pantaslah kiranya kita men-juluki beliau sebagai Pakar Hukum Tata Negara Modern Janedjri M. GaffarIndonesia.Terbitnya buku ini juga merupakan tambahan bagikhazanah pustaka dan ilmu pengetahuan yang mengulassecara khusus dan komprehensif mengenai Hukum TataNegara sebagai Ilmu Hukum (the science of con-stitutional law). Kalaupun terdapat buku yang sejenis,itupun kita sadari bersama bahwa beberapa bagiannyadirasa sudah cukup ketinggalan zaman (achterlijk). Bukuini merupakan jilid kedua sebagai lanjutan dari jilid I.Pada awalnya antara jilid I dan jilid II merupakan satunaskah buku. Namun karena mengingat ketebalan nas-kah yang disiapkan, naskah tersebut dijadikan dua jilidyang tetap merupakan satu kesatuan.Atas itu semua, pantaslah kiranya kita memberikanpenghargaan kepada Beliau atas pemikiran-pe-mikirannya dalam buku maha karya ini, yang di-percayakan kepada kami untuk menerbitkannya. Selainitu kami, ucapkan terima kasih pula kepada Sdr.Muchamad Ali Safaat dan Pan Mohamad Faiz, yangdengan cermat dan tekun mengedit naskah ini. Demikianpula kepada Sdr. Abiarsya yang telah men-design coverdan juga me-lay out buku ini, serta kepada Sdr. ErySatria, Luthfi Widagdo Eddyono, Subhan Hariri, M. Azis vi vii 5. KATA PENGANTAR Bismilahhirrahmanirrahim, Buku ini saya persembahkan sebagai bahan kajian bagi para mahasiswa dan pemula, para dosen, pemerhati hukum, serta para peminat pada umumnya yang tertarik untuk mempelajari seluk-beluk mengenai hukum tata negara sebagai ilmu pengetahuan hukum. Sebenarnya, banyak buku yang sudah ditulis oleh para ahli mengenai hal ini sebelumnya. Akan tetapi, di samping tidak dimak- sudkan sebagai buku teks yang bersifat menyeluruh, pada umumnya buku-buku tersebut ditulis pada kurun waktu sebelum reformasi. Oleh karena itu, buku-buku teks yang sampai sekarang masih dipakai sebagai pegangan dalam perkuliahan hukum tata negara di ber- bagai fakultas hukum di tanah air kita dewasa ini sudah banyak yang ketinggalan zaman. Buku-buku dimaksud dapat dikatakan ketinggalan zaman, karena dua sebab utama. Pertama, dunia pada umumnya di abad ke-21 sekarang ini telah berubah secara sangat mendasar, sehingga menyebabkan struktur dan fungsi-fungsi kekuasaan negara juga mengalami per- ubahan yang sangat significant apabila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Perubahan-perubahan mendasar itu tidak hanya terjadi di lapangan per- ekonomian global, tetapi juga di bidang kebudayaan dan di bidang sosial politik yang mau tidak mau telah pula mempengaruhi format dan fungsi kekuasaan di hampir semua negara di dunia. Dikarenakan perubahan-perubahan yang bersifat global atau mondial itu, hubungan saling pengaruh mempengaruhi antara sistim konstitusi menjadi semakin niscaya. Dikotomi antara nasionalisme versus interna-viiiix 6. sionalisme sistim hukum dan konstitusi juga semakinpolitik yang berusaha untuk mengubah atau bahkan me-tipis batasan-batasannya. Bahkan, karena perkembanganngembalikan hasil perubahan yang sudah ditetapkan ituUni Eropa yang semakin menguat tingkat kohesi danke naskah UUD 1945 yang asli sebagaimana disahkanintegrasinya, maka kedaulatan sistim hukum dan kons- pada tahun 1945. Namun, terlepas dari perbedaan-per-titusi masing-masing negara anggotanya juga semakinbedaan pendapat yang demikian, naskah Undang-cair. Apalagi, sebagai akibat kuat dan luasnya pengaruhUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945gelombang liberalisme di hampir semua negara di dunia, sudah berubah dan perubahannya itu sudah disahkanperan pemerintah dan negara pada umumnya terus me- secara konstitusional. Oleh karena itu, sekarang bukannerus dituntut untuk dikurangi melalui kebijakan demo- lagi saatnya untuk menyatakan setuju atau tidak setuju.kratisasi, privatisasi, deregulasi, debirokratisasi, dan pe- Akan tetapi, sekarang adalah saatnya untuk melak-majuan hak asasi manusia di semua sektor kehidupan.sanakan segala ketentuan UUD 1945 pasca perubahan ituAkibatnya, format organisasi negara dan fungsi-fungsisecara konsekuen.kekuasaan negara juga dipaksa oleh keadaan untuk Jikapun perbedaan pendapat yang terjadi dapat di-berubah secara mendasar. kembangkan dalam tataran ilmiah, maka tentunya per-Kedua, setelah era reformasi, Negara Kesatuanbedaan-perbedaan itu justru dapat memperkaya pers-Republik Indonesia (NKRI) juga telah mengalami pektif bagi perkembangan ilmu hukum tata negaraperubahan yang sangat mendasar di hampir semua positif di Indonesia. Akan tetapi, para jurist dan para ca-aspeknya. Undang-Undang Dasar Negara Republiklon jurist di bidang hukum tata negara harus pula me-Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan hukum mahami bahwa norma hukum dasar sebagai hukum yangtertinggi dalam sistim hukum Indonesia telah mengalami tertinggi sebagaimana tertuang dalam ketentuan UUDperubahan secara besar-besaran. Jumlah ketentuan yangNegara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sah dantercakup dalam naskah UUD 1945 yang asli mencakup 71 mengikat secara konstitusional sejak ditetapkan. Olehbutir ketentuan. Sekarang, setelah mengalami empat kalikarena itu, sistim hukum dan ketatanegaraan Indonesiaperubahan dalam satu rangkaian proses perubahan dari pasca Perubahan UUD 1945 harus pula berubah secaratahun 1999 sampai dengan tahun 2002, butir ketentuan mendasar sesuai dengan tuntutan baru UUD 1945. Ber-yang tercakup di dalamnya menjadi 199 butir. Dari ke-samaan dengan itu, buku-buku teks dan buku-buku pela-199 butir ketentuan itu, hanya 25 butir ketentuan yang jaran lainnya yang berkenaan dengan sistim hukum danberasal dari naskah asli yang disahkan oleh Panitiaketatanegaraan Indonesia dewasa ini juga harus diubahPersiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggaldan disesuaikan secara besar-besaran pula. Oleh sebab18 Agustus 1945. Selebihnya, yaitu sebanyak 174 butiritulah, buku ini dipersembahkan dengan harapan agarketentuan, dapat dikatakan merupakan ketentuan yangdapat membantu para mahasiswa, para dosen, dan parabaru sama sekali.peminat pada umumnya yang berusaha untuk me-Banyak pihak yang merasa kecewa atau bahkan me-mahami segala seluk-beluk hukum tata negara sebagainentang perubahan secara besar-besaran dan mendasarsatu cabang ilmu pengetahuan hukum.demikian. Bahkan di kalangan guru besar hukum tata Oleh karena luasnya masalah yang perlu dibahas,negara sendiri banyak juga yang terlibat dalam gerakan saya sengaja membagi dua buku ini menjadi (i) x xi 7. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, dan (ii) Pengantar satu buku pedoman Hukum Tata Negara bagi siapapun.Hukum Tata Negara Indonesia. Buku pertama adalah Syukur-syukur buku ini dapat pula dijadikan sebagaipengantar bagi kajian hukum tata negara pada umumnya buku pegangan bagi setiap mahasiswa Fakultas Hukumsebagai satu cabang ilmu pengetahuan hukum. Materi dalam mempelajari seluk-beluk ilmu hukum tata negara.buku pertama inilah yang biasa disebut sebagai HukumSemoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati kitaTata Negara Umum. Namun karena pembahasan yang semua. Amiin.dilakukan secara mendalam, buku pertama tersebut di-jadikan dua jilid, yaitu Jilid I dan Jilid II yangmerupakan satu rangkaian.Jakarta, Juli 2006Sedangkan buku yang kedua berkenaan denganmateri Hukum Tata Negara Positif yang berlaku diProf. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Indonesia. Oleh karena banyaknya materi yang penting,maka pada Buku kedua ini juga diberi judul PengantarHukum Tata Negara Indonesia, karena sifatnya hanyasebagai pengantar saja. Artinya, bagi mereka yang ber-minat untuk mengkaji materi tertentu secara lebih men-dalam lagi, perlu membaca buku yang tersendirimengenai hal-hal dimaksud.Namun sebenarnya, buku mengenai apa saja yangberkenaan dengan buku Hukum Tata Negara, baik yangbersifat umum ataupun yang bersifat positif, sangat ter-asa masih sangat kurang di Indonesia. Terlebih lagi,buku-buku yang sengaja diabdikan untuk membahas hu-kum tata negara sebagai ilmu pengetahuan di antara se-dikit buku tentang hukum tata negara, pada umumnyahanya membahas mengenai hukum tata negara positifyang berlaku di Indonesia. Sangat sedikit yang secarakhusus membahas teori umum tentang hukum tatanegara. Oleh sebab itu, saya berusaha mengisi ke-kosongan tersebut dengan menerbitkan buku inisebagaimana mestinya.Lahirnya buku ini tentunya juga atas dukungan danketerlibatan dari berbagai pihak. Untuk itu saya ucapkanterima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut mem-bidani dalam penyusunan buku ini. Besar harapan sayabahwa kiranya buku ini dapat dijadikan sebagai salahxiixiii 8. DAFTAR ISIDari Penerbit ~ vKata Pengantar ~ ixDaftar Isi ~ xvBAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANG ~ 1B. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ~ 7C. PENDEKATAN PEMBAHASAN ~8BAB IIORGAN DAN FUNGSI KEKUASAAN NEGARAA. PEMBATASAN KEKUASAAN ~ 11 1. Fungsi-Fungsi Kekuasaan ~11 2. Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan~ 14 3. Desentralisasi dan Dekonsentrasi~ 26B. CABANG KEKUASAAN LEGISLATIF~ 32 1. Fungsi Pengaturan (Legislasi) ~ 32 2. Fungsi Pengawasan (Control) ~35 3. Fungsi Perwakilan (Representasi)~39C. CABANG KEKUASAAN YUDISIAL ~ 44 1. Kedudukan Kekuasaan Kehakiman ~ 44 2. Beberapa Prinsip Pokok Kehakiman ~ 52 3. Struktur Organisasi Kehakiman~ 56D. CABANG KEKUASAAN EKSEKUTIF~ 59 1. Sistim Pemerintahan ~ 59 2. Kementerian Negara ~ 61E. PERKEMBANGAN ORGANISASI NEGARA ~ 65xiv xv 9. 1. Liberalisasi Negara Kesejahteraan dan ~ 65 C. SISTEM PEMILIHAN UMUM ~ 178Perubahan Kelembagaan Negara1. Sistim Pemilu Mekanis dan Organis ~ 178 2. Belajar dari Negara Lain ~ 76 2. Sistim Distrik dan Proporsional ~ 181 D. PENYELENGGARA DAN SENGKETAHASIL PEMILU ~ 185 BAB III1. Lembaga Penyelenggara ~ 185 HAK ASASI MANUSIA DAN MASALAH2. Pengadilan Sengketa Hasil Pemilu ~ 187 KEWARGANEGARAAN Daftar Pustaka ~ 191A. HAK ASASI MANUSIA ~ 85Daftar Indeks ~ 203 1. Selintas Sejarah HAM ~ 85Tentang Penulis ~ 209 2. Gagasan HAM dalam UUD 1945 ~ 96 3. HAM dalam UUD 1945 Pasca Reformasi ~ 104B. KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB MANUSIA ~ 110 1. Asal Mula Prakarsa ~ 110 2. Aspirasi tentang Kewajiban Asasi Manusia ~ 118 3. Kampanye dan Sosialisasi Deklarasi ~ 122C. WARGA NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN ~ 131 1. Warga Negara dan Penduduk ~ 131 2. Prinsip Dasar Kewarganegaraan ~ 135 3. Perolehan dan Kehilangan Kewarganegaraan ~145BAB IV PARTAI POLITIK DAN PEMILIHAN UMUMA. PARTAI POLITIK ~ 153 1. Partai dan Pelembagaan Demokrasi ~ 153 2. Fungsi Partai Politik ~ 159 3. Kelemahan Partai Politik ~ 163B. PEMILU DAN KEDAULATAN RAKYAT ~ 168 1. Pemilu Berkala ~ 168 2. Tujuan Pemilihan Umum ~ 175 xvi xvii 10. Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIBAB IOleh karena itu, buku yang bermutu juga menjadiPENDAHULUANsangat kurang jumlahnya. Kata kuncinya tidak lain ada- lah bahwa konsumen dan konsumsi buku di masyarakat kita masih sangat tipis jumlahnya, sehingga tidak dapatA. LATAR BELAKANGmenggerakkan roda industri buku untuk dapat tumbuh sehat. Untuk itu, sebagai seorang guru dalam pendidikanAda beberapa sebab yang mendorong saya menulis hukum yang kebetulan mendapat kepercayaan menjadibuku ini. Pertama, dunia pustaka kita di tanah air sangatKetua Mahkamah Konstitusi, di tengah kesibukan kerjamiskin dengan buku-buku yang berisi informasi yang sehari-hari, saya merasa bertanggung jawab secara moralluas dan mendalam dengan perspektif yang bersifatuntuk terus menulis buku untuk kepentingan mahasiswaalternatif. Saya berusaha menyajikan informasi dan hasil dan masyarakat peminat lainnya.analisis kritis mengenai berbagai soal dalam bidang ilmu Ketiga, perkembangan ketatanegaraan Indonesiahukum tata negara sebagai alternatif pilihan terhadapsendiri sesudah terjadinya reformasi nasional sejaksemua buku dan karya yang sudah ada selama ini.tahun 1998 yang kemudian diikuti oleh terjadinya Per-Kadang-kadang buku-buku yang tersedia hanyalah bukuubahan UUD 1945 secara sangat mendasar sebanyak em-yang berisi kumpulan peraturan perundang-undangan di pat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002,bidang politik dan ketatanegaraan dengan tambahantelah mengubah secara mendasar pula cetak biru (blue-komentar dan catatan yang serba sumir, tanpa keda- print) ketatanegaraan Indonesia di masa yang akan da-laman analisis dengan berbasis teori-teori yang telah ber- tang. Oleh karena itu, diperlukan banyak buku baru yangkembang pesat di lingkungan negara-negara maju. Oleh dapat menggambarkan perspektif-perspektif baru itu, ti-karena itu, buku dengan kedalaman pengertian tentang dak saja di dunia teori, tetapi juga di bidang hukumberbagai aspek ilmiah tentang hukum tata negara sung-positif yang sekarang berlaku.guh sangat banyak diperlukan.Sampai sekarang, pemasyarakatan UUD 1945 pascaKedua, dari segi jumlahnya, buku-buku yang terse-Perubahan Keempat relatif masih sangat terbatas. Pada-dia di perpustakaan dan di toko buku pun juga sangat hal, isinya telah mengalami perubahan lebih dari 300terbatas. Oleh sebab itu, makin banyak buku tentulah di- persen. Sebagai gambaran, sebelum diadakan Perubah-harapkan dapat semakin mendorong peningkatan peng- an, naskah UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan ayat ataukajian-pengkajian yang lebih intensif oleh para maha-pasal. Akan tetapi sekarang, setelah mengalami 4 (em-siswa dan peminat masalah ketatanegaraan selanjutnya.pat) kali perubahan, ketentuan yang terkandung di da-Budaya baca di kalangan masyarakat kita sangatlah le-lamnya menjadi 199 butir. Dari rumusan ketentuan yangmah, dan demikian pula budaya menulis juga sangat ter- asli, hanya tersisa 25 butir saja yang sama sekali tidakbatas, apalagi untuk menjadi penulis buku-buku yangberubah. Sedangkan selebihnya, yaitu 174 butir, samabermutu. Menjadi penulis yang baik saja pun sekarang sekali merupakan butir-butir ketentuan baru dalam UUDini belumlah dapat dijadikan andalan untuk hidup. Ka-Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya, meski-rena tidak ada orang yang mampu hidup hanya dengan pun namanya masih menggunakan nama lama denganmengandalkan kemampuan menulis.penegasan kembali dengan nama resmi Undang- 2 11. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,kap sebagai jurist. Perhatian para sarjana hukum keba-tetapi isinya sudah lebih dari 300 persen baru. Untung-nyakan tertuju kepada politik hukum (legal policy) dari-lah bahwa pembukaannya tidak mengalami perubahan,pada norma hukum itu sendiri. Para sarjana hukum,dan naskah standar yang dijadikan pegangan dalam apalagi di kalangan aktivis di lapangan, para advokat,melakukan perubahan itu adalah naskah UUD 1945 ataupun para dosen yang terlibat aktif sebagai pengamat,sebagaimana Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demi-cenderung bertindak sebagai sarjana patriotis yang inginkian, meskipun isinya sudah mengalami perubahan lebihmemperjuangkan nilai agar dapat turut memperbaikidari 300 persen, tetapi jiwanya tetap jiwa proklamasi, hukum.dan orisinalitas ideologinya tetap terpelihara sesuai nas-Kecenderungan demikian biasanya dibungkus pulakah aslinya yang diwarisi dari tahun 1945. oleh alasan yang bersifat psedo-ilmiah, dengan menda-Namun, sebagai akibat dari perubahan yang sangat sarkan diri pada teori-teori ilmiah yang secara salahmendasar dan bersifat besar-besaran itu, tidak ada jalan kaprah dipergunakan. Misalnya, dikatakan bahwa sarja-lain, harus ada upaya bersengaja untuk menyebarluaskan na hukum tidak boleh berpikir dogmatis-posivistik, ataupengertian-pengertian baru dalam UUD 1945, terutamasarjana hukum sudah seharusnya mengutamakan pera-di kalangan para calon ahli hukum sendiri, yaitu parasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat, sehinggamahasiswa hukum di seluruh tanah air. Untuk itu, pe- tidak perlu terpaku kepada bunyi teks. Padahal, ukurannulisan buku ini termasuk dalam rangka kebutuhan yangperasaan keadilan itu sangat relatif dan cenderungamat mendesak mengenai pemasyarakatan kesadaranmenyebabkan penerapan hukum menjadi sangat dipe-akan konstitusi baru Indonesia, yaitu UUD Negara ngaruhi oleh faktor-faktor kekuatan politik majoritarian.Republik Indonesia Tahun 1945 pasca perubahan. Ba-Apabila dipandang dari segi kebutuhan akan pem-nyak kalangan dosen dan bahkan banyak pula para guru baruan hukum di negara kita yang dewasa ini sedangbesar hukum tata negara sendiri serta para ahli hukumberubah menjadi lebih demokratis dan berkeadilan, halpada umumnya yang belum sungguh-sungguh memaha-itu tentu merupakan fenomena yang baik dan positifmi pengertian-pengertian baru dalam substansi perubah- saja. Upaya melakukan perombakan memerlukan sikapan yang terjadi dalam Undang-Undang Dasar Negara kritis dari banyak kalangan, terutama dari kalangan paraRepublik Indonesia Tahun 1945. ahli hukum sendiri. Akan tetapi, kebiasaan semacam itu,Lagi pula, di kalangan para sarjana hukum Indo-jika tidak terkendali, justru dapat menyebabkan terjadi-nesia sejak dulu, terdapat pula kebiasaan buruk menge- nya destabilisasi dan disharmoni dalam diskursus publiknai cara berpikir politis tentang hukum. Para sarjana(public discourse) yang pada gilirannya menyebabkanhukum sering berpikir mengenai apa yang ia inginkansemakin kacaunya tertib hukum nasional kita.dengan suatu ketentuan hukum, bukan apa yang diingin- Dalam memahami ketentuan undang-undang da-kan oleh perumusan norma hukum itu sendiri. Orangsar, para sarjana hukum kita juga terbiasa dengan carasering terjebak dalam keinginannya sendiri mengenaiberpikir demikian. Orang tidak berusaha memahami apaapa yang semestinya diatur, bukan apa yang dikehendaki yang terkandung di dalam UUD 1945, melainkan meng-oleh peraturan itu sendiri. Para sarjana hukum kita cen- ajukan pikirannya sendiri yang seharusnya ada dalamderung bersikap sebagai politisi hukum daripada bersi- UUD 1945. Pikiran dan harapannya itulah yang dijadikan-3-4 12. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIbahan dalam memahami apa yang diatur dalam pasal-(bondstaat), dan negara konfederasi (confederation).pasal UUD 1945. Akibatnya, yang berkembang di antara Sekarang kita menyaksikan terbentuknya wadah Unipara ahli hukum bukanlah pengertian-pengertian yangEropa (European Union) di antara negara-negara Eropaterkandung di dalam rumusan-rumusan naskah UUD Bersatu yang dari waktu ke waktu terus menguat derajat1945, melainkan apa yang mereka setuju atau yang mere- integrasinya menjadi suatu komunitas kenegaraan yangka ingin untuk dirumuskan dalam naskah UUD 1945 itu. sama sekali tidak dapat dikategorikan sebagai salah satuHal inilah sebenarnya yang membedakan seorangdari ketiga bentuk susunan organisasi negara tersebut diilmuwan hukum dari seorang politisi hukum. Norma hu- atas. Oleh sebab itu, sangat banyak fenomena baru yangkum bagi jurist dan ilmuwan hukum adalah apa adanyaharus dipelajari dengan intensif oleh para mahasiswa hu-(das sein), sedangkan bagi para politisi hukum merupa- kum yang menaruh minat kepada teori-teori mutakhirkan norma yang seharusnya (das sollen). Para juristtentang hukum tata negara pada umumnya.lebih mengutamakan norma hukum yang mengikat atau Kelima, sebagai akibat dari gelombang globalisasiius constitutum, sedangkan para politisi hukum lebih ekonomi dan kebudayaan umat manusia, meluas pulamenekankan ius constituendum atau hukum yang dicita- hubungan saling pengaruh mempengaruhi mengenaicitakan. Kebiasaan demikian itu pada gilirannya dapatpola-pola kehidupan bernegara dan aspek-aspek ketata-semakin mempersulit upaya kita untuk memasyarakat- negaraan di berbagai negara, sehingga hukum tata nega-kan kesadaran dan menyebarluaskan pengertian-penger- ra sebagai bidang ilmu pengetahuan juga tidak lagi ter-tian baru dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca Per-kungkung dalam ruang-ruang nasionalisme normaubahan Pertama, Kedua, Ketiga, dan Perubahan Keem- konstitusi masing-masing negara. Para mahasiswa hu-pat. kum harus menangkap pula kecenderungan baru dimanaKeempat, keadaan dunia dewasa ini juga telah me- hukum tata negara sebagai bidang hukum yang bersifatngalami perubahan yang sangat pesat dan mendasar,internal suatu negara mulai menyatu atau setidaknyaapabila dibandingkan dengan keadaan di masa-masa lalusaling pengaruh mempengaruhi dengan bidang kajianpada abad ke-20. Kehidupan kenegaraan di seluruh hukum internasional publik. Hukum tata negara meluasdunia dewasa ini juga berubah dengan sangat fundamen-dari sempitnya orientasi selama ini yang hanya bersifattal sehingga teori-teori dan konsep-konsep hukum yanginternal ke arah orientasi eksternal, sehingga ilmu hu-berlaku di masa lalu juga banyak yang menjadi tidakkum tata negara di samping harus dipelajari sebagai bi-relevan lagi dengan kebutuhan zaman sekarang. Demi-dang ilmu hukum tata negara positif, juga harus dipela-kian pula halnya dengan bidang hukum tata negara,jari sebagai bidang ilmu hukum tata negara umum.banyak sekali konsep-konsep baru yang muncul danHukum tata negara positif hanya berkisar kepadapengertian-pengertian lama yang sudah tidak cocok lagi norma-norma hukum dasar yang berlaku di satu negara,untuk dijadikan pegangan ilmiah. sedangkan hukum tata negara umum mempelajari jugaMisalnya saja, teori mengenai susunan organisasi fenomena hukum tata negara pada umumnya. Hukumnegara yang selama berabad-abad dipahami terdiri atasTata Negara Positif hanya mempelajari hukum yang ber-tiga kemungkinan bentuk, yaitu negara kesatuan (unit-laku di Indonesia saja dewasa ini. Tetapi Hukum Tataary state atau eenheidsstaat), negara serikat atau federal Negara Umum mempelajari gejala-gejala ilmiah hukum-5-6 13. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IItata negara pada umumnya. Oleh karena itu, judul yangpositif yang berlaku di Indonesia, tetapi hal itu bukanlahdipilih untuk buku ini bukanlah Pengantar Hukum Tatamenjadi muatan utamanya.Negara Indonesia, melainkan Pengantar Ilmu Hukum Pada Jilid I telah diuraikan beberapa aspek pemba-Tata Negara saja. hasan yang berkenaan dengan (i) disiplin ilmu hukum tata negara sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuanB. RUANG LINGKUP PEMBAHASANhukum kenegaraan, (ii) gagasan umum tentang konsti-Buku merupakan Jilid II sebagai kelanjutan daritusi, (iii) sumber-sumber hukum tata negara atau thebuku Jilid I yang dimaksudkan sebagai bacaan bagilaws of the constitution, (iv) konvensi ketatanegaraanmahasiswa Strata-1 dan para pemula yang ingin menge- atau the conventions of the constitution, dan (v) metode-tahui mengenai garis besar ruang lingkup ilmu pengeta- metode penafsiran yang dikenal dalam hukum tata nega-huan hukum yang dinamakan ilmu Hukum Tata Negara.ra; dan (vi) berbagai aspek mengenai praktik hukum tataDari judul ini, pertama dapat diketahui bahwa buku ini negara.hanyalah merupakan bagian pengantar untuk pengkajian Pada Jilid II ini akan dibahas masalah (i) organ danyang lebih mendalam mengenai ilmu hukum tata negara. fungsi kekuasaan negara; (ii) hak asasi manusia danArtinya, yang dibahas dalam buku ini barulah kulit ataumasalah kewarganegaraan; serta (iii) partai politik danhal-hal yang belum merupakan substansi pokok ilmupemilihan umum. Pembahasan masalah-masalah terse-hukum tata negara itu. Misalnya, di sini belum dibahas but dilakukan secara umum dengan perspektif teoritis.mengenai prinsip-prinsip dasar dalam hukum tata nega-ra seperti konsep pembatasan kekuasaan dan implikasi-C. PENDEKATAN PEMBAHASANnya terhadap struktur kekuasaan yang biasanya dibagi Dalam menyusun buku ini, penulis sangat menya-dalam cabang-cabang legislatif, eksekutif, dan yudisial. dari bahwa banyak buku-buku teks yang biasa dipakaiBuku ini benar-benar baru bersifat pengantar ke arah sehari-hari sebagai buku wajib oleh mahasiswa dan do-studi yang lebih mendalam mengenai materi ilmu hukum sen hukum di tanah air kita, banyak yang sudah keting-tata negara itu. galan atau obsolete. Akan tetapi, saya sendiri tidak ber-Kedua, dalam judul ini, juga tergambar bahwa isi maksud meniadakan atau menafikan sumbangan yangbuku ini merupakan pengantar terhadap kajian ilmu hu-telah diberikan oleh buku-buku tersebut sebelumnya.kum tata negara yang bersifat umum, yang tidak hanya Buku-buku lama itu menurut saya masih tetap bergunaterbatas kepada hukum tata negara positif, dalam artidan bagi mereka yang memilikinya masih tetap dapathukum tata negara Indonesia yang dewasa ini sedang menggunakannya sebagai bahan perbandingan.berlaku. Oleh karena itu, lingkup pembahasan dalam Misalnya saja, di lingkungan Fakultas Hukum Uni-buku ini bersifat mengantarkan studi yang lebih luas dan versitas Indonesia, buku karya Mohammad Kusnardi danmendalam mengenai berbagai aspek hukum tata negara Harmaily Ibrahim (keduanya sudah almarhum) dengansebagai bidang ilmu pengetahuan hukum. Di dalamnya judul Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia masihdapat saja tercakup pula aspek-aspek hukum tata negara terus dipakai sebagai buku pegangan mahasiswa sampai sekarang. Isinya jelas sudah sangat banyak ketinggalan, -7-8 14. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IItetapi tetap penting untuk dijadikan pegangan bagi do-sen dan mahasiswa. Bahkan, oleh sebab itu, buku ini jugaditulis dengan berpatokan pada apa yang ditulis olehMoh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim tersebut. Dengandemikian, buku teks yang lama ini tidak perlu seluruhnyadihapuskan, karena banyak bagian yang masih tetap da-pat dipakai sampai sekarang.Hanya saja, jika buku teks lama ini dibaca tanpa di-lengkapi dengan buku baru, pemahaman pembacanyadapat tergelincir kepada kesalahan fatal. Banyak sekalipengertian-pengertian baru yang telah berubah secarafundamental baik karena pengaruh perubahan global,nasional, regional, maupun perubahan yang bersifat lo-kal. Semua itu memerlukan keterangan-keterangan danpenjelasan-penjelasan baru yang hanya dapat dibacadalam buku-buku yang baru pula.Di samping itu, pembahasan dalam buku ini tidakdilakukan semata-mata secara normatif ataupun menu-rut peraturan hukum positif, melainkan melalui deskrip-tif-analitis. Pembahasan dilakukan melalui pendeskripsi-an pendapat ahli mengenai persoalan yang dibahas de-ngan contoh-contoh yang dipraktikkan di berbagai nega-ra. Baru setelah itu, pembahasan dikaitkan pula denganpengalaman praktik ketatanegaraan di Indonesia.-9-10 15. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II BAB II hendak pribadi sang raja atau ratu tersebut tanpa adanyaORGAN DAN FUNGSIkontrol yang jelas agar kekuasaan itu tidak menindasKEKUASAAN NEGARAatau meniadakan hak-hak dan kebebasan rakyat.Bahkan, ketika kekuasaan Raja itu berhimpit puladengan paham teokrasi yang menggunakan prinsip ke-A. PEBATASAN KEKUASAANdaulatan Tuhan, maka doktrin kekuasaan para raja ber-kembang menjadi semakin absolut. Suara dan kehendak1. Fungsi-Fungsi Kekuasaanraja identik dengan suara dan kehendak Tuhan yang ab- Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasasolut dan tak terbantahkan. Dalam sejarah, kekuasaanInggris disebut the rule of law atau dalam bahasa Belan-Tuhan yang menyatu dalam kemutlakan kekuasaan Rajada dan Jerman disebut rechtsstaat, adalah adanya ciri ini dapat ditemukan dalam semua peradaban umat ma-pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasa- nusia, mulai dari peradaban Mesir, peradaban Yunanian negara. Pembatasan itu dilakukan dengan hukumdan Romawi kuno, peradaban Cina, India, serta pengala-yang kemudian menjadi ide dasar paham konstitusi- man bangsa Eropa sendiri di sepanjang sejarah masa laluonalisme modern. Oleh karena itu, konsep negara hu- hingga munculnya gerakan sekularisme yang memisah-kum juga disebut sebagai negara konstitusional atau kan secara tegas antara kekuasaan negara dan kekuasaanconstitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh gereja.konstitusi. Dalam konteks yang sama, gagasan negara Upaya untuk mengadakan pembatasan terhadapdemokrasi atau kedaulatan rakyat disebut pula dengankekuasaan itu tidak berhenti hanya dengan munculnyaistilah constitutional democracy yang dihubungkan gerakan pemisahan antara kekuasaan raja dan kekuasa-dengan pengertian negara demokrasi yang berdasarkan an pendeta serta pimpinan gereja. Upaya pembatasanatas hukum. kekuasaan juga dilakukan dengan mengadakan pola-pola Dalam empat ciri klasik negara hukum Eropa Kon-pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaantinental yang biasa disebut rechtsstaat, terdapat elemennegara itu sendiri, yaitu dengan mengadakan pembedaanpembatasan kekuasaan sebagai salah satu ciri pokokdan pemisahaan kekuasaan negara ke dalam beberapanegara hukum.1 Ide pembatasan kekuasaan itu dianggapfungsi yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini, yangmutlak harus ada, karena sebelumnya semua fungsidapat dianggap paling berpengaruh pemikirannya dalamkekuasaan negara terpusat dan terkonsentrasi di tanganmengadakan pembedaan fungsi-fungsi kekuasaan itusatu orang, yaitu di tangan Raja atau Ratu yang memim-adalah Montesquieu2 dengan teori trias politica-nya,3pin negara secara turun temurun. Bagaimana kekuasaanyaitu cabang kekuasaan legislatif, cabang kekuasaannegara itu dikelola sepenuhnya tergantung kepada ke-eksekutif atau administratif, dan cabang kekuasaan yudi-sial.1Mengenai rechtsstaat, lihat dan cermati beberapa tulisan para pakar dalam2Sri Soemantri, dkk, Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan PolitikNama lengkap Montesquieu yang sebenarnya adalah Charles de SecondatIndonesia: 30 Tahun Kembali ke Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta:Baron de Labriede et de Montesquieu.3Pustaka Sinar Harapan, 1993). Lihat C.L. Montesquieu, The Spirit of Laws, 2nd edition, (Hafner, 1949).- 11 - 12 16. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II Menurut Montesquieu, dalam bukunya LEsprit itu terkait dengan fungsi pelaksanaan hukum. Tetapides Lois (1748), yang mengikuti jalan pikiran John bagi Montesquieu, fungsi pertahanan (defence) dan hu-Locke, membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang,bungan luar negerilah (diplomasi) yang termasuk keyaitu (i) kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-dalam fungsi eksekutif, sehingga tidak perlu disebutundang, (ii) kekuasan eksekutif yang melaksanakan, dantersendiri. Justru dianggap penting oleh Montesquieu(iii) kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. Dari adalah fungsi yudisial atau fungsi kekuasaan kehakiman.klasifikasi Montesquieu inilah dikenal pembagian keku-Mirip dengan itu, sarjana Belanda, van Vollenhovenasaan negara modern dalam tiga fungsi, yaitu legislatif membagi fungsi kekuasaan juga dalam 4 (empat) fungsi,(the legislative function), eksekutif (the executive or ad- yang kemudian biasa disebut dengan catur praja, yaitu:ministrative function), dan yudisial (the judicial func-1) Regeling (pengaturan) yang kurang lebih identik de-tion).4 ngan fungsi legislatif menurut Montesquieu; Sebelumnya, John Locke juga membagi kekuasaan2) Bestuur yang identik dengan fungsi pemerintahannegara dalam 3 (tiga) fungsi, tetapi berbeda isinya. Me-eksekutif;nurut John Locke, fungsi-fungsi kekuasaan negara itu3) Rechtspraak (peradilan); danmeliputi: 4) Politie yang menurutnya merupakan fungsi untuk1) Fungsi Legislatif; menjaga ketertiban dalam masyarakat (social order)2) Fungsi Eksekutif;dan peri kehidupan bernegara.3) Fungsi Federatif.Di samping itu, dalam studi ilmu administrasi pu-Dalam bidang legislatif dan eksekutif, pendapat ke- blik atau public administration dikenal pula adanya teoridua sarjana itu nampaknya mirip. Tetapi dalam bidangyang membagi kekuasaan ke dalam dua fungsi saja.yang ketiga, pendapat mereka berbeda. John LockeKedua fungsi itu adalah (i) fungsi pembuatan kebijakanmengutamakan fungsi federatif, sedangkan Baron de (policy making function), dan (ii) fungsi pelaksanaanMontesquieu mengutamakan fungsi kekuasaan kehakim-kebijakan (policy executing function). Semua usahaan (yudisial). Montesquieu lebih melihat pembagian atau membagi dan membedakan serta bahkan memisah-mi-pemisahan kekuasaan itu dari segi hak asasi manusia sahkan fungsi-fungsi kekuasaan itu ke dalam beberapasetiap warga negara, sedangkan John Locke lebih meli- cabang, pada pokoknya adalah dalam rangka membatasihatnya dari segi hubungan ke dalam dan keluar dengankekuasaan itu sendiri sehingga tidak menjadi sumbernegara-negara lain. Bagi John Locke, penjelmaan fungsikesewenang-wenangan.defencie baru timbul apabila fungsi diplomacie terbuktigagal. Oleh sebab itu, yang dianggap penting adalah 2. Pembagian dan Pemisahan Kekuasaanfungsi federatif. Sedangkan, fungsi yudisial bagi LockeSeperti diuraikan di atas, persoalan pembatasan ke-cukup dimasukkan ke dalam kategori fungsi legislatif, ya-kuasaan (limitation of power) berkaitan erat dengan te-ori pemisahan kekuasaan (separation of power) dan te-4 O. Hood Phillips, Paul Jackson, and Patricia Leopold, Constitutional and ori pembagian kekuasaan (division of power atau distri-Administrative Law, (London: Sweet & Maxwell, 2001), hal. 10-11. - 13 -14 17. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIbution of power). Pada umumnya, doktrin pemisahanyudikatif hanya dilakukan oleh cabang kekuasaankekuasaan (separation of power)5 atau pembagian keku-yudisial. Sehingga pada intinya, satu organ hanya dapatasaan dianggap berasal dari Montesquieu dengan trias memiliki satu fungsi, atau sebaliknya satu fungsi hanyapolitica-nya. Namun dalam perkembangannya, banyakdapat dijalankan oleh satu organ.versi yang biasa dipakai oleh para ahli berkaitan dengan Menurut Montesquieu dalam bukunya LEsprit desperistilahan pemisahan dan pembagian kekuasaan ini.Lois (1748) yang kemudian diterjemahkan dalam bahasaSebenarnya, konsep awal mengenai hal ini dapat Inggris dengan The Spirit of Laws:7ditelusuri kembali dalam tulisan John Locke, SecondWhen the legislative and executive powers are unitedTreaties of Civil Government (1690) yang berpendapat in the same person, or in the same body of magistrate,bahwa kekuasaan untuk menetapkan aturan hukum there can be no liberty; because apprehensions maytidak boleh dipegang sendiri oleh mereka yang menerap-arise, lest the same monarch or senate should enactkannya. Oleh sarjana hukum Perancis, Baron de Montes- tyrannical laws, to execute them in a tyrannicalquieu (1689-1755), yang menulis berdasarkan hasil pe- manner.nelitiannya terhadap sistim konstitusi Inggris, pemikiran Again, there is no liberty, if the judiciary power be notJohn Locke itu diteruskannya dengan mengembangkan separated from the legislative and executive. Were itkonsep trias politica yang membagi kekuasaan negara joined with the legislative, the life and liberty of thedalam 3 (tiga) cabang kekuasaan, yaitu legislatif, ekse-subject would be exposed to arbitrary control; for thekutif, dan yudikatif.6 Pandangan Montesquieu inilah judge would be then the legislator. Were it joined to theyang kemudian dijadikan rujukan doktrin separation of executive power, the judge might behave with violencepower di zaman sesudahnya.and oppression.Istilah pemisahan kekuasaan dalam bahasa Indo-There would be an end of everything, were the samenesia merupakan terjemahan perkataan separation ofman or the same body, whether of the nobles or of thepower berdasarkan teori trias politica atau tiga fungsi people, to exercise those three powers, that of enactingkekuasaan, yang dalam pandangan Montesquieu, haruslaws, that of executing the public resolutions, and ofdibedakan dan dipisahkan secara struktural dalamtrying the causes of individuals. 8organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan ma- Tujuh belas tahun sesudah Montesquieu menulissing-masing. Kekuasaan legislatif hanya dilakukan oleh hal yang demikian, seorang sarjana hukum Inggris,lembaga legislatif, kekuasaan eksekutif hanya dilakukanBlackstone, juga mengemukakan pandangan yang seru-oleh lembaga eksekutif, dan demikian pula kekuasaanpa. Menurutnya:5In all tyrannical governments, the supreme magis-Lihat dan bandingkan W.B. Glyn, The Meaning of the Separation oftracy, or the right both of making and of enforcing thePowers (1965); M.J.C. Vile, Constitutionalism and the Separation of Powerslaws, is vested in one and the same man, or one and the(1967); G. Marshall, Constitutional Theory (1971); Colin Munro,The Sepa-ration of Powers (1981) dalam Munro, Studies in Constitutional Law, 7(London: Butterwoths Law), hal. 295-307. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul The Spirit6Michael T. Molan, Constitutional Law: Machinery of Government, 4th of Laws. Lihat C.L. Montesquieu, Op Cit. 8edition, (London: Old Bailey Press, 2003), hal. 63-64. Ibid., XI, Chapter VI. - 15 -16 18. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II same body of men; and wherever these two powers areBanyak sekali pro dan kontra yang timbul di kala- united together, there can be no public liberty. Thengan para sarjana mengenai pandangan Montesquieu di magistrate may enact tyrannical laws, and execute lapangan ilmu politik dan hukum.11 Oleh karena itu, them in a tyrannical manner, since he is possessed in dengan menyadari banyaknya kritik terhadap teori trias quality of dispenser of justice with all the power which he as legislator thinks proper to give himself. ... Were it politica Monstesquieu, para ahli hukum di Indonesia se- (the judicial power) joined with the legislative, the life, ringkali menarik kesimpulan seakan-akan istilah pemi- liberty, and property of the subject would be in thesahan kekuasaan (separation of power) yang dipakai hands of arbitrary judges, whose decisions would be oleh Montesquieu itu sendiri pun tidak dapat dipergu- then regulated only by their own opinions, and not by nakan. Kesimpulan demikian terjadi, karena penggunaan any fundamental principles of law; which, thoughistilah pemisahan kekuasaan itu biasanya diidentikkan legislators may depart from, yet judges are bound todengan teori trias politica Montesquieu, dan seolah-olah observe. Were it joined with the executive, this unionistilah pemisahan kekuasaan itu hanya dipakai oleh might soon be an overbalance for the legislative.9 Montesquieu. Padahal, istilah pemisahan kekuasaan ituPada umumnya, doktrin pemisahan kekuasaansendiri konsep yang bersifat umum, seperti halnya kon-seperti yang dibayangkan oleh Montesquieu itu, diang-sep pembagian kekuasaan juga dipakai oleh banyak sar-gap oleh para ahli sebagai pandangan yang tidak realistisjana dengan pengertian-pengertian yang berbeda-bedadan jauh dari kenyataan. Pandangannya itu dianggap satu dengan yang lain.oleh para ahli sebagai kekeliruan Montesquieu dalam Sebagai sandingan atas konsep pemisahan keku-memahami sistim ketatanegaraan Inggris yang dijadi-asaan (separation of power), para ahli biasa menggu-kannya objek telaah untuk mencapai kesimpulan menge- nakan pula istilah pembagian kekuasaan sebagai terje-nai trias politica-nya itu dalam bukunya LEsprit desmahan perkataan division of power atau distribution ofLois (1748). Tidak ada satu negara pun di dunia yang power. Ada pula sarjana yang justru menggunakansungguh-sungguh mencerminkan gambaran Montes-istilah division of power itu sebagai genus, sedangkanquieu tentang pemisahan kekuasaan (separation of po- separation of power merupakan bentuk species-nya.wer) demikian itu. Bahkan, struktur dan sistim ketata- Bahkan, misalnya, Arthur Mass membedakan pengertiannegaraan Inggris yang ia jadikan objek penelitian dalampembagian kekuasaan (division of power) tersebut kemenyelesaikan bukunya itu juga tidak menganut sistim dalam 2 (dua) pengertian, yaitu: (i) capital division ofpemisahan kekuasaan seperti yang ia bayangkan. Olehpower, dan (ii) territorial division of power. Pengertianbeberapa sarjana, Baron de Montesquieu malah dikritikyang pertama bersifat fungsional, sedangkan yang keduabahwa pandangannya merupakan an imperfect under-bersifat kewilayahan atau kedaerahan.standing of the eighteenth-century English Constitu-tion.10 11 Lihat misalnya ulasan G.H. Sabine mengenai kontroversi ini dalam A History of Political Theory, (New York: Holt, Rinehart and Winston,9Commentaries on the Laws of England, volume 1, 1765, hal. 146-269. 1961), hal. 559; Lihat juga John Alder and Peter English, Constitutional and10Phillips, Jackson, and Leopold, op. cit., hal. 12. Administrative Law, (London: Macmillan, 1989), hal. 53-54. - 17 -18 19. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIKadang-kadang istilah separation of power diiden- terakhir inilah yang disebut oleh Arthur Mass sebagaitikkan pula dengan istilah distribution of power atau capital division of power.setidaknya dipakai sebagai penjelasan atas kata separa-Dengan demikian, dapat dibedakan penggunaantion of power. Misalnya, O. Hood Phillips dan kawan-istilah pembagian dan pemisahan kekuasaan itu dalamkawan menyatakan:12 dua konteks yang berbeda, yaitu konteks hubunganThe question whether the separation of power (i.e. the kekuasaan yang bersifat horizontal atau vertikal. Dalamdistribution of the various powers of governmentkonteks yang vertikal, pemisahan kekuasaan atau pem-among different organs), in so far as is praticable, is bagian kekuasaan itu dimaksudkan untuk membedakandesirable, and (if so) to what extent, is a problem ofantara kekuasaan pemerintahan atasan dan kekuasaanpolitical theory and must be distinguished from the pemerintahan bawahan, yaitu dalam hubungan antaraquestion which alone concerns the constitutional law- pemerintahan federal dan negara bagian dalam negarayer, namely, whether and to what extent such afederal (federal state), atau antara pemerintah pusat danseparation actually in any given constitution. pemerintahan daerah provinsi dalam negara kesatuanSeparation of power diartikan oleh O. Hood(unitary state). Perspektif vertikal versus horizontal iniPhillips dan yang lainnya sebagai the distribution of the juga dapat dipakai untuk membedakan antara konsepvarious powers of government among different organs.pembagian kekuasaan (division of power) yang dianut diDengan perkataan lain, kata separation of power diiden- Indonesia sebelum perubahan UUD 1945, yaitu bahwatikkan dengan distribution of power.kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dianggap berada diOleh karena itu, istilah-istilah separation of po-tangan rakyat dan dijelmakan dalam Majelis Permusya-wers, division of powers, distribution of powers, dan waratan Rakyat sebagai lembaga tertinggi negara. Sistemdemikian pula istilah-istilah pemisahan kekuasaan dan yang dianut oleh UUD 1945 sebelum perubahan itu dapatpembagian kekuasaan, sebenarnya mempunyai arti yang dianggap sebagai pembagian kekuasaan (division ofsama saja, tergantung konteks pengertian yang dianut. power) dalam konteks pengertian yang bersifat vertikal.Misalnya, dalam konstitusi Amerika Serikat, kedua isti- Sedangkan sekarang, setelah Perubahan Keempat, sistemlah separation of power dan division of power jugayang dianut oleh UUD 1945 adalah sistim pemisahan ke-sama-sama digunakan. Hanya saja, istilah division ofkuasaan (separation of power) berdasarkan prinsippower itu digunakan dalam konteks pembagian kekuasa-checks and balances.an antara federal dan negara bagian, atau yang menurut Oleh sebab itu, istilah division of power, distri-pengertian Arthus Mass yang terkait dengan pengertian bution of power, dan separation of power sebenarnyaterritorial division of powers. Sedangkan, istilah separa-dapat saja dipertukarkan maknanya satu sama lain.tion of powers dipakai dalam konteks pembagian keku-Misalnya, Arthur Mass menggunakan istilah division ofasaan di tingkat pemerintahan federal, yaitu antara legis-power sebagai genus yang terbagi menjadi capitallature, the executive, dan judiciary. Pembagian yangdivision of power dan territorial division of power. Se-perti juga dinyatakan oleh John Alder, There areseveral aspects of the separation of powers doctrine12 Phillips, Jackson, and Leopold, op. cit.- 19 -20 20. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IIwhich are not entirely consistent.13 Namun demikian,pemerintahan parlemen, hal ini tidak diterapkan secaraistilah pemisahan kekuasaan (separation of powers) itu konsisten. Para menteri pemerintahan kabinet di Inggrissendiri sudah biasa digunakan di kalangan para ahli, justru dipersyaratkan harus berasal dari mereka yang du-tidak saja dalam pengertian yang mutlak seperti dalamduk sebagai anggota parlemen.pandangan Montesquieu, tetapi mencakup pula penger-Ketiga, doktrin pemisahan kekuasaan juga menen-tian-pengertian baru yang berkembang dalam praktik tukan bahwa masing-masing organ tidak boleh turutselama abad ke-20 yang sedikit banyak mencakup jugacampur atau melakukan intervensi terhadap kegiatan or-pengertian-pengertian yang kadang-kadang terdapatgan yang lain. Dengan demikian, independensi masing-pula istilah division of powers ataupun distribution ofmasing cabang kekuasaan dapat terjamin dengan sebaik-powers.baiknya. Keempat, dalam doktrin pemisahan kekuasaan Untuk membatasi pengertian separation of powers itu, yang juga dianggap paling penting adalah adanyaitu, dalam bukunya Constitutional Theory,14 G. Marshallprinsip checks and balances, di mana setiap cabangmembedakan ciri-ciri doktrin pemisahan kekuasaan mengendalikan dan mengimbangi kekuatan cabang-ca-(separation of powers) itu ke dalam 5 (lima) aspek,bang kekuasaan yang lain. Dengan adanya perimbanganyaitu: yang saling mengendalikan tersebut, diharapkan tidak1) differentiation;terjadi penyalahgunaan kekuasaan di masing-masing or-2) legal incompatibility of office holding;gan yang bersifat independen itu. Kemudian yang ter-3) isolation, immunity, independence;akhir, kelima, adalah prinsip koordinasi dan kesedera-4) checks and balances;jatan, yaitu semua organ atau lembaga (tinggi) negara5) co-ordinate status and lack of accountability.yang menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, dan yudi- sial mempunyai kedudukan yang sederajat dan mem-Pertama, doktrin pemisahan kekuasaan (separa-punyai hubungan yang bersifat co-ordinatif, tidak bersi-tion of powers) itu bersifat membedakan fungsi-fungsifat sub-ordinatif satu dengan yang lain. 15kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial. LegislatorDalam pengalaman ketatanegaraan Indonesia, isti-membuat aturan, eksekutor melaksanakannya, sedang- lah pemisahan kekuasaan (separation of power) itukan pengadilan menilai konflik atau perselisihan yangsendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat Mon-terjadi dalam pelaksanaan aturan itu dan menerapkantesquieu secara absolut. Konsep pemisahan kekuasaannorma aturan itu untuk menyelesaikan konflik atautersebut dibedakan secara diametral dari konsep pemba-perselisihan. Kedua, doktrin pemisahan kekuasaan gian kekuasaan (division of power) yang dikaitkan de-menghendaki orang yang menduduki jabatan di lembagangan sis-tim supremasi MPR yang secara mutlak meno-legislatif tidak boleh merangkap pada jabatan di luar ca-lak ide pemisahan kekuasaan ala trias politica Mon-bang legislatif. Meskipun demikian, dalam praktik sistem tesquieu. Dalam sidang-sidang BPUPKI pada tahun13Alder and English, Op Cit., hal. 56.14G. Marshall, Constitutional Theory, (Clarendon: Oxford University Press, 151971), chapter 5. Alder and English, op. cit., hal. 57-59. - 21 - 22 21. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II1945,16 Soepomo misalnya menegaskan bahwa UUD 1945hakim dianggap hanya dapat menerapkan undang-tidak menganut doktrin trias politica dalam arti pahamundang dan tidak boleh menilai undang-undang;pemisahan kekuasaan ala Montesquieu, melainkan 3) Diakuinya bahwa lembaga pelaku kedaulatan rakyatmenganut sistim pembagian kekuasaan.17itu tidak hanya terbatas pada MPR, melainkan semuaNamun demikian, sekarang setelah UUD 1945 me- lembaga negara baik secara langsung atau tidak lang-ngalami empat kali perubahan, dapat dikatakan bahwa sung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat. Pre-sistim konstitusi kita telah menganut doktrin pemisahan siden, anggota DPR, dan DPD sama-sama dipilih se-kekuasaan itu secara nyata.18 Beberapa bukti mengenai cara langsung oleh rakyat dan karena itu sama-samahal ini antara lain adalah: merupakan pelaksana langsung prinsip kedaulatan1) Adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan rakyat;Presiden ke DPR. Bandingkan saja antara ketentuan4) Dengan demikian, MPR juga tidak lagi berstatusPasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan sebagai lembaga tertinggi negara, melainkan meru-dengan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUD pakan lembaga (tinggi) negara yang sama derajatnya1945 setelah perubahan. Kekuasaan untuk mem-dengan lembaga-lembaga (tinggi) negara lainnya,bentuk undang-undang yang sebelumnya berada diseperti Presiden, DPR, DPD, MK, dan MA;tangan Presiden, sekarang beralih ke Dewan Perwa-5) Hubungan-hubungan antar lembaga (tinggi) negarakilan Rakyat; itu bersifat saling mengendalikan satu sama lain se-2) Diadopsikannya sistim pengujian konstitusional atassuai dengan prinsip checks and balances.undang-undang sebagai produk legislatif oleh Mah-kamah Konstitusi.19 Sebelumnya tidak dikenal ada- Dari kelima ciri tersebut di atas, dapat diketahuinya mekanisme semacam itu, karena pada pokoknyabahwa UUD 1945 tidak lagi dapat dikatakan menganutundang-undang tidak dapat diganggu gugat di mana prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal, tetapi juga tidak menganut paham trias politica Montes- quieu yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan legis-16 latif, eksekutif, dan yudisial secara mutlak dan tanpa Lihat risalah sidang BPUPKI dalam Saefroedin Bahar, dkk. (Ed.), RisalahSidang BPUPKI-PPKI, (Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, diiringi oleh hubungan saling mengendalikan satu sama1992), hal. 137-290 (Sidang BPUPKI) dan hal. 292-324 (Sidang PPKI).lain. Dengan perkataan lain, sistem baru yang dianut17 Hal ini tergambar, misalnya, dalam pernyataan Soepomo ketika menyam-oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistimpaikan penolakannya atas ide Muhammad Yamin yang mengusulkan agarpemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks andkepada Balai Agung, nama semula Mahkamah Agung, diberi kewenangan balances. Kalaupun istilah pemisahan kekuasaanuntuk membanding undang-undang atau yang sekarang kita kenal denganistilah pengujian undang-undang. Salah satu alasan yang dikemukakan oleh (separation of power) itu hendak dihindari, sebenarnya,Soepomo ketika itu adalah karena UUD 1945 tidak menganut paham pemi- kita dapat saja menggunakan istilah pembagian ke-sahan kekuasaan berdasarkan prinsip trias politica Monstesquieu. kuasaan (division of power) seperti yang dipakai oleh18Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,Arthur Mass, yaitu capital division of power untuk pe-Konpress, Jakarta, 2005.19 Lihat Pasal 24C UUD 1945 dan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahka- ngertian yang bersifat horizontal, dan territorial divisionmah Konstitusi, LNRI Tahun 2003 Nomor 98, TLN-RI Nomor 4316. of power untuk pengertian yang bersifat vertikal. - 23 -24 22. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IIAkan tetapi, perlu dicatat bahwa mengenai istilah Untuk mengatasi hal itu, maka ketika rancanganpembagian itu telah dipergunakan oleh Pasal 18 ayat Perubahan Kedua UUD 1945 dibahas pada tahun 2000,(1) UUD 1945 untuk pengertian pembagian dalam ketentuan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 tersebut dengankonteks pengertian yang bersifat vertikal atau territorialsengaja menggunakan istilah ... dibagi atas daerah-division of power. Pasal 18 ayat (1) tersebut berbunyi: daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi ataskabupaten dan kota.... Dengan penggunaan istilah ini, daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi ingin ditegaskan bahwa hubungan antara pusat dan atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,daerah, dan antara provinsi dan kabupaten/kota kembali kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan dae-bersifat hierarkis vertikal. Dengan demikian, UUD 1945 rah yang diatur dengan undang-undang. secara sadar menggunakan istilah pembagian itu dalamkonteks pengertiannya yang bersifat vertikal, sehinggaArtinya, dalam wadah NKRI terdapat provinsi-pro-konsep pembagian kekuasaan (division of power) harus-vinsi yang merupakan daerah-daerah bagiannya, dan dilah diartikan sebagai pembagian dalam konteks penger-tiap-tiap daerah provinsi terdapat pula kabupaten-kabu-tian yang bersifat vertikal pula.paten dan kota yang merupakan daerah-daerah bagianOleh karena itu, maka untuk pengertian pembagiandari provinsi-provinsi tersebut. Adanya konsep daerahkekuasaan dalam konteks pengertian yang bersifat hori-bagian ini terkait erat dengan kekecewaan umum terha-zontal atau seperti yang diartikan oleh Arthur Mass de-dap penerapan ketentuan Undang-undang Nomor 22ngan capital division of power, haruslah diartikan seba-Tahun 199920 yang menganggap pola hubungan antargai pemisahan kekuasaan (separation of power), meski-pemerintahan pusat dan provinsi serta kabupaten/kotapun bukan dalam pengertian trias politica Montesquieu.di seluruh Indonesia sebagai hubungan yang tidakDengan perkataan lain, saya menganjurkan orang tidakhierarkis, melainkan bersifat horizontal. Ekses-eksesperlu ragu-ragu menggunakan istilah pemisahan keku-yang timbul sebagai akibat ketentuan Undang-undangasaan berdasarkan prinsip checks and balances untukNomor 22 Tahun 1999 yang demikian itu, menyebabkanmenyebut sistim yang dianut oleh UUD 1945 pasca Per-banyaknya Bupati dan Walikota yang seolah-olah tidakubahan Keempat, asalkan tidak dipahami dalam konteksmau tunduk di bawah koordinasi Gubernur selakupengertian trias politica Montesquieu.Kepala Pemerintah Daerah Provinsi.213. Desentralisasi dan Dekonsentrasi20 Indonesia, Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22Di samping terkait dengan persoalan pemisahanTahun 1999, LN No. 60 Tahun 1999, TLN No. 3839. kekuasaan (separation of power) dan pembagian keku-21Dikarenakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Peme- asaan (division of power), pembatasan kekuasaan jugarintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketata ne-dikaitkan dengan desentralisasi dan dekonsentrasi keku-garaan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka Undang-undangtersebut diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang asaan. Menurut Hoogerwarf, desentralisasi merupakanPemerintahan Daerah. Lihat Indonesia, Undang-undang tentang Pemerin-pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-tahan Daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004, LN Nomor 125 Tahun 2004,badan publik yang lebih tinggi kepada badan-badanTLN Nomor 4437. - 25 -26 23. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IIpublik yang lebih rendah kedudukannya untuk secara pahan kekuasaan di bidang perundang-undangan dan dimandiri dan berdasarkan kepentingan sendiri meng-bidang pemerintahan (regelende en besturende bevoeg-ambil keputusan di bidang pengaturan (regelendaad) heiden) kepada unit-unit pemerintahan daerah otonom.dan di bidang pemerintahan (bestuursdaad). Namun, secara umum, pengertian desentralisasi itu Sementara itu, menurut Dennis A. Rondinelli, John sendiri biasanya dibedakan dalam 3 (tiga) pengertian,R. Nellis, dan G. Shabbir Cheema mengatakan: yaitu:Decentralization is the transfer of planning, decision1) Desentralisasi dalam arti dekonsentrasi;making, or administrative authority from the central 2) Desentralisasi dalam arti pendelegasian kewenangan;government to its field organizations, local govern- 3) Desentralisasi dalam arti devolusi atau penyerahanment, or non-gevernmental organizations.22fungsi dan kewenangan;Menurut ketiga sarjana ini, desentralisasi merupa- Desentralisasi dalam pengertian dekonsentrasikan pembentukan atau penguatan unit-unit pemerintah- merupakan pelimpahan beban tugas atau beban kerjaan sub-nasional yang kegiatannya secara substansial dari pemerintah pusat kepada wakil pemerintah pusat diberada di luar jangkauan kendali pemerintahan pusat daerah tanpa diikuti oleh pelimpahan kewenangan untuk(the creation or strengthening of sub-national units of mengambil keputusan. Sebaliknya, desentralisasi dalamgovernment, the activities of which are substantially arti pendelegasian kewenangan (transfer of authority)outside the direct control of central government). berisi penyerahan kekuasaan untuk mengambil keputus-Jika dikelompokkan, desentralisasi itu dapat dibe- an dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerahdakan ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu (i) de- atau unit organisasi pemerintahan daerah yang berada dikonsentrasi yang merupakan ambtelijke decentralisatie luar jangkauan kendali pemerintah pusat. Sementara itu,atau desentralisasi administratif, dan (ii) desentralisasi desentralisasi dalam arti devolusi merupakan penyerah-politik atau staatskundige decentralisatie. Dalam an fungsi pemerintahan dan kewenangan pusat kepadahubungannya dengan bidang kajian hukum administrasi pemerintahan daerah. Dengan penyerahan itu, pemerin-negara dan hukum tata negara, desentralisasi adminis- tah daerah menjadi otonom dan tanpa dikontrol olehtratif itu dapat kita namakan sebagai desentralisasi pemerintah pusat yang telah menyerahkan hal itu kepadaketatausahanegaraan, sedangkan staatskundige decen- daerah.tralisatie merupakan desentralisasi ketatanegaraan. Pada hakikatnya, desentralisasi itu sendiri dapat di-Dalam ambtelijke decentralisatie, terjadi pelimpahan ke- bedakan dari segi karakteristiknya, yaitu:kuasaan dari alat perlengkapan negara tingkat atas ke- 1) Desentralisasi teritorial (territorial decentralization),pada alat perlengkapan negara tingkat bawahannya guna yaitu penyerahan urusan pemerintahan atau pelim-melancarkan pelaksanaan tugas pemerintahan. Sedang- pahan wewenang untuk menyelenggarakan suatukan, dalam staatskundige decentralisatie terjadi pelim- urusan pemerintahan dari pemerintah yang lebih22 tinggi kepada unit organisasi pemerintah yang lebihKrishna D. Darumurti, Umbu Rauta, Otonomi Daerah: PerkembanganPemikiran, Pengaturan dan Pelaksanaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, rendah berdasarkan aspek kewilayahan;2003), hal. 47. - 27 -28 24. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid II2) Desentralisasi fungsional (functional decentra- konsentrasi juga diharapkan dapat terwujud fungsi- lization), yaitu penyerahan urusan-urusan pemerin-fungsi kekuasaan negara yang efektif dan efisien, serta tahan atau pelimpahan wewenang untuk menyeleng- terjaminnya manfaat-manfaat lain yang tidak dapat garakan suatu urusan pemerintahan dari pemerintah diharapkan dari sistim pemerintahan yang terlalu ter- yang lebih tinggi kepada unit-unit pemerintah yangkonsentrasi dan bersifat sentralistis. lebih rendah berdasarkan aspek tujuannya (seperti Oleh karena itu, ada beberapa tujuan dan manfaat Subak di Bali); yang biasa dinisbatkan dengan kebijakan desentralisasi3) Desentralisasi politik (political decentralization),dan dekonsentrasi itu, yaitu: yaitu pelimpahan wewenang yang menimbulkan hak1) Dari segi hakikatnya, desentralisasi dapat mencegah untuk mengurus diri kepentingan rumah tanggaterjadinya penumpukan (concentration of power) sendiri bagi badan-badan politik di daerah-daerah dan pemusatan kekuasaan (centralised power) yang yang dipilih oleh rakyat. Ini terkait juga dengan dapat menimbulkan tirani; desentralisasi teritorial;2) Dari sudut politik, desentralisasi merupakan wahana4) Desentralisasi budaya (cultural decentralization),untuk pendemokratisasian kegiatan pemerintahan; yaitu pemberian hak kepada golongan-golongan ter- 3) Dari segi teknis organisatoris, desentrali-sasi dapat tentu untuk menyelenggarakan kegiatan kebudaya- menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan efi- annya sendiri. Misalnya, kegiatan pendidikan oleh sien; kedutaan besar negara asing, otonomi nagari dalam 4) Dari segi sosial, desentralisasi dapat membuka menyelenggarakan kegiatan kebudayaannya sendiri,peluang partisipasi dari bawah yang lebih aktif dan dan sebagainya. Dalam hal ini sebenarnya tidakberkembangnya kaderisasi kepemimpinan yang ber- termasuk urusan pemerintahan daerah;tanggung jawab karena proses pengambilan kepu-5) Desentralisasi ekonomi (economic decentralization), tusan tersebar di pusat-pusat kekuasaan di seluruh yaitu pelimpahan kewenangan dalam penyelenggara-daerah; an kegiatan ekonomi;5) Dari sudut budaya, desentralisasi diselenggarakan6) Desentralisasi administratif (administrative decen- agar perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkah tralization), yaitu pelimpahan sebagian kewenangankepada kekhususan-kekhususan yang terdapat di da- kepada alat-alat atau unit pemerintahan sendiri dierah, sehingga keanekaragaman budaya dapat ter- daerah. Pengertiannya identik dengan dekonsentrasi. pelihara dan sekaligus didayagunakan sebagai modal yang mendorong kemajuan pembangunan dalamKeenam karakteristik desentralisasi tersebut dapat bidang-bidang lainnya;dikaitkan dengan tujuan dan manfaat yang dapat dipe- 6) Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, ka-roleh dengan diterapkannya kebijakan desentralisasi danrena pemerintah daerah dianggap lebih banyak tahudekonsentrasi yang pada pokoknya merupakan kebijakan dan secara langsung berhubungan dengan kepen-yang diperlukan untuk mengatasi kecenderungan terja- tingan di daerah, maka dengan kebijakan desen-dinya penumpukan kekuasaan di satu pusat kekuasaan.tralisasi, pembangunan ekonomi dapat terlaksana de-Di samping itu, dengan kebijakan desentralisasi dan de-ngan lebih tepat dan dengan biaya yang lebih murah. - 29 - 30 25. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIsud, (iii) diurus atau dipimpin oleh pejabat yang dipilihKegiatan desentralisasi menurut Cohen dan di tingkat lokal, (iv) berwenang membuat kebijakan danPeterson dapat dikaitkan dengan sistem klasifikasi.23 peraturan daerah, (v) berwenang memungut pajak, (vi)Desentralisasi dapat dilihat sebagai konsep dan sebagai memiliki kewenangan mengelola anggaran sendiri, peng-alat untuk pembangunan yang berkembang sangat dina- gajian, dan sistem keamanan.mis dalam teori dan praktik. Oleh karena itu, desen-Keenam, dari segi tujuannya, desentralisasi dapattralisasi juga dapat dipahami secara lebih luas melalui pula dibedakan untuk tujuan politik, tujuan perhubung-berbagai pendekatan. Pertama, dari segi historis, konsepan, tujuan pasar, dan tujuan administratif. Sedangkandan corak desentralisasi itu sendiri terus berkembang dari segi sifatnya, desentralisasi yang bertujuan adminis-dari waktu ke waktu, sehingga oleh sebab itu, pengertiantratif tersebut dapat dibedakan lagi dalam tiga jenis,dan pemahaman baku tentang desentralisasi juga terusyaitu (i) dekonsentrasi, (ii) devolusi, dan (iii) delegasi.berkembang. Kedua, konsep desentralisasi juga biasadibedakan dari segi desentralisasi teritorial versus desen- B. CABANG KEKUATAN LEGISLATIFtralisasi fungsional. Ketiga, desentralisasi juga dapat1. Fungsi Pengaturan (Legislasi)dilihat dari pendekatan produksi, yaitu fungsi produksidan penetapan barang dan jasa, serta pengiriman barangCabang kekuasaan legislatif adalah cabang keku-dan jasa. asaan yang pertama-tama mencerminkan kedaulatanNamun, keempat, menurut Berkeley, desentralisasirakyat. Kegiatan bernegara, pertama-tama adalah untukitu dapat dibedakan dalam 8 (delapan) bentuk. Kede- mengatur kehidupan bersama. Oleh sebab itu, kewe-lapan bentuk desentralisasi itu adalah: (i) devolusi, (ii)nangan untuk menetapkan peraturan itu pertama-tamadevolusi fungsional, (iii) organisasi permasalahan, (iv)harus diberikan kepada lembaga perwakilan rakyat ataudekonsentrasi prefectoral, (v) dekonsentrasi ministerial, parlemen atau lembaga legislatif. Ada tiga hal penting(vi) delegasi kepada unit-unit otonom, (vii) keder- yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui par-mawanan, (viii) marketisasi. Di samping itu, kelima,lemen, yaitu (i) pengaturan yang dapat mengurangi hakdesentralisasi juga dipandang tidak hanya sekedar dan kebebasan warga negara, (ii) pengaturan yang dapatmemindahkan tanggung jawab, kekuasaan personil, dan membebani harta kekayaan warga negara, dan (iii) peng-resources. Lebih dari itu, dengan desentralisasi, unit-unit aturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penye-pemerintahan di daerah (i) dibentuk oleh badan per- lenggara negara. Pengaturan mengenai ketiga hal terse-wakilan rakyat sehingga menjadi legal unit tersendiri dibut hanya dapat dilakukan atas persetujuan dari wargadepan pengadilan, (ii) berada dalam wilayah tertentu de-negara sendiri, yaitu melalui perantaraan wakil-wakilngan unsur masyarakatnya didukung oleh kebersamaanmereka di parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat.dan kesadaran akan adanya unit pemerintahan dimak-Oleh karena itu, yang biasa disebut sebagai fungsipertama lembaga perwakilan rakyat adalah fungsi legis-23lasi atau pengaturan. Fungsi pengaturan (regelende Lihat GTZ, Pegangan Memahami Desentralisasi: Beberapa Pengertianfunctie) ini berkenaan dengan kewenangan untuk me-tentang Desentralisasi, terjemahan Decentralization: A Sampling of Defini-tions, cet-1, (Yogyakarta: Pembaharuan, 2004), hal. 8.nentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan - 31 - 32 26. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IInorma-norma hukum yang mengikat dan membatasi. atau otonomi, meskipun tidak diperintah oleh undang-Sehingga, kewenangan ini utamanya hanya dapat dila-undang.kukan sepanjang rakyat sendiri menyetujui untuk diikat Selain itu, fungsi legislatif juga menyangkut empatdengan norma hukum dimaksud. Sebab, cabang keku- bentuk kegiatan sebagai berikut:asaan yang dianggap berhak mengatur pada dasarnya1) Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative ini-adalah lembaga perwakilan rakyat, maka peraturan yangtiation);paling tinggi di bawah undang-undang dasar haruslah2) Pembahasan rancangan undang-undang (law ma-dibuat dan ditetapkan oleh parlemen dengan persetujuan king process);bersama dengan eksekutif.3) Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-un-Dalam sistem UUD 1945, peraturan inilah yang di- dang (law enactment approval);namakan Undang-undang yang dibentuk oleh DPR atas4) Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasipersetujuan bersama dengan Presiden. Di Amerika Seri-atas perjanjian atau persetujuan internasional dankat, Undang-undang itu disebut law atau legislative act, dokumen-dokumen hukum yang mengikat lainnyadi Belanda disebut wet, sedangkan di Jerman disebut(Binding decision making on international agree-gessetz. Untuk menjalankan semua bentuk undang-ment and treaties or other legal binding documents).undang, wet, gessetz, atau act tersebut, biasanya diper-lukan peraturan pelaksanaan, seperti di Indonesia yaituDalam berbagai peraturan perundang-undangan didengan Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Presi- Indonesia, fungsi legislasi ini biasanya memang dianggapden. yang paling penting. Sejak dulu, lembaga parlemen atauSelanjutnya, kewenangan pengaturan lebih opera-lembaga perwakilan biasa dibedakan dalam tiga fungsi,sional itu dianggap berasal dari delegasi kewenangan yaitu: (a) fungsi legislasi, (b) fungsi pengawasan, dan (c)legislatif dari lembaga perwakilan rakyat, dan karena itu, fungsi anggaran. Pembedaan ini, misalnya, dapat dilihatharus ada perintah atau pendelegasian kewenangan dalam Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan(legislative delegation of rule-making power) kepada anggota MPR, DPR, DPR, dan DPRD.24 Dalam praktik dilembaga eksekutif untuk menentukan pengaturan lebihIndonesia, fungsi legislasilah yang dianggap utama, se-lanjut tersebut. Pengecualian terhadap doktrin pende-dangkan fungsi pengawasan dan penganggaran adalahlegasian kewenangan pengaturan yang demikian itu fungsi kedua dan ketiga sesuai dengan urutan penyebu-hanya dapat diterima berdasarkan prinsip freijsermessentannya dalam undang-undang. Padahal, ketiga-tiganyayang dikenal dalam hukum administrasi negara, di manasama-sama penting. Bahkan dewasa ini, di seluruhpemerintah dengan sendirinya dianggap memiliki kele- penjuru dunia, yang lebih diutamakan justru adalahluasaan untuk bertindak atau bergerak dalam rangka fungsi pengawasan daripada fungsi legislasi. Hal inipenyelenggaraan administrasi pemerintahan untuk ke-pentingan umum. Dalam hal yang terakhir ini, tanpa 24delegasi pun pemerintah dianggap berwenang menetap- Indonesia, Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majeliskan peraturan di bawah undang-undang secara mandiriPermusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UU Nomor 22 Tahun 2003, LN Nomor 92 Tahun 2003, TLN Nomor 4310.- 33 - 34 27. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IIterjadi karena sistim hukum di berbagai negara majuterjerumus ke dalam kecenderungan alamiahnya sendirisudah dianggap cukup untuk menjadi pedoman penye-untuk menjadi sewenang-wenang. Oleh karena itu,lenggaraan negara yang demokratis dan sejahtera, se- lembaga perwakilan rakyat diberikan kewenangan untukhingga tidak banyak lagi produk hukum baru yangmelakukan kontrol dalam tiga hal itu, yaitu (i) kontroldiperlukan.25atas pemerintahan (control of executive), (ii) kontrol atasDi samping itu, perlu ditelaah secara kritis pulapengeluaran (control of expenditure), dan (iii) kontrolmengenai fungsi penganggaran (budgeting), apakah atas pemungutan pajak (control of taxation).tepat disebut sebagai satu fungsi yang tersendiri. Masa- Bahkan, secara teoritis, jika dirinci, fungsi-fungsilahnya, anggaran pendapatan dan belanja negara itu kontrol atau pengawasan oleh parlemen sebagai lembagadituangkan dalam baju hukum undang-undang, sehinggaperwakilan rakyat dapat pula dibedakan sebagai berikut:penyusunan anggaran dan belanja negara identik dengan1) Pengawasan terhadap penentuan kebijakan (controlpembentukan undang-undang tentang APBN, meskipun of policy making);rancangannya selalu harus datang dari Presiden.262) Pengawasanterhadappelaksanaan kebijakanSementara itu, pelaksanaan APBN itu sendiri harus pula (control of policy executing);diawasi oleh DPR, dan pengawasan itu sendiri termasuk3) Pengawasan terhadap penganggaran dan belanja ne-kategori fungsi pengawasan oleh parlemen. Oleh karenagara (control of budgeting);itu, sebenarnya, lebih tepat untuk mengelompokkan4) Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan be-fungsi-fungsi parlemen itu menjadi tiga, yaitu (i) peng- lanja negara (control of budget implementation);awasan, (ii) legislasi, dan (iii) representasi.5) Pengawasan terhadap kinerja pemerintahan (control2. Fungsi Pengawasan (Control) of government performances); 6) Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat publikSeperti dikemukakan di atas, pengaturan yang (control of political appointment of public officials)dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara, dalam bentuk persetujuan atau penolakan, atau punpengaturan yang dapat membebani harta kekayaan dalam bentuk pemberian pertimbangan oleh DPR.warga negara, dan pengaturan-pengaturan mengenaipengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara, Parlemen pertama-tama haruslah terlibat dalamperlu dikontrol dengan sebaik-baiknya oleh rakyat sen- mengawasi proses perumusan dan penentuan kebijakandiri. Jika pengaturan mengenai ketiga hal itu tidakpemerintahan, jangan sampai bertentangan dengandikontrol sendiri oleh rakyat melalui wakil-wakilnya diundang-undang yang telah mendapat persetujuan ber-parlemen, maka kekuasaan di tangan pemerintah dapatsama oleh parlemen bersama dengan pemerintah. Pada pokoknya, undang-undang dasar dan undang-undang25 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen dalam serta peraturan perundang-undangan pelaksana lainnyaSejarah, (Jakarta: UI-Press, 1996).mencerminkan norma-norma hukum yang berisi kebi-26 Lihat Pasal 23 ayat (3) UUD 1945, Rancangan undang-undang anggaran jakan atau state policy yang dituangkan dalam bentukpendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahasbersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan Dewan hukum tertentu yang tidak boleh bertentangan denganPerwakilan Daerah.state policy yang tertuang dalam bentuk hukum yang - 35 -36 28. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid IIlebih tinggi. Setiap kebijakan dimaksud, baik menyang-dipilih oleh DPR untuk selanjutnya ditetapkan dengankut bentuk penuangannya, isinya, maupun pelaksana-Keputusan Presiden. Panglima TNI dan Kepala POLRIannya haruslah dikontrol dengan seksama oleh lembagadiangkat oleh Presiden dengan persetujuan DPR, danperwakilan rakyat.lain sebagainya.Demikian pula dengan kegiatan penganggaran danKeterlibatan lembaga perwakilan rakyat denganpelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, adanya hak untuk memberikan atau tidak memberikanyang terkait erat dengan kinerja pemerintahan, haruspersetujuan ataupun pertimbangan ini dapat disebutpula dikontrol dengan sebaik-baiknya oleh lembaga per-juga sebagai hak untuk konfirmasi (right to confirm)wakilan rakyat. Daya serap anggaran dan pelaksanaan lembaga legislatif. Hak untuk konfirmasi (right toanggaran menurut peraturan perundang-undangan yangconfirm) ini khusus diberikan dalam rangka pengang-berlaku berhubungan erat dengan kinerja pemerintahankatan pejabat publik melalui pengangkatan politis (poli-(government performances). Oleh karena itu, kontrol tical appointment). Dengan adanya hak ini, lembagaterhadap kedua hal ini, sama-sama penting dalam rangkaperwakilan rakyat dapat ikut mengendalikan atau meng-fungsi kontrol oleh lembaga perwakilan rakyat.awasi kinerja para pejabat publik dimaksud dalamBahkan, pengawasan oleh parlemen juga berkaitan menjalankan tugas dan kewenangannya masing-masingdengan pengangkatan dan pemberhentian pejabat-peja- agar sesuai dengan ketentuan konstitusi dan peraturanbat publik tertentu yang memerlukan sentuhan pertim-perundang-undangan yang berlaku.bangan yang bersifat politik. Semua pejabat yang dipilihDalam praktik, sebenarnya fungsi kontrol atausecara tidak langsung oleh rakyat, maka pemilihannyapengawasan inilah yang harusnya diutamakan. Apalagi,dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat. Demikianpada hakikatnya, asal mula munculnya konsep parlemenpula pejabat publik lainnya yang perlu diangkat dengansebagai lembaga perwakilan rakyat itu sendiri dalampertimbangan politik tertentu, maka pengangkatannya sejarah berkaitan erat dengan kata le parle yang berartiditentukan harus dengan pertimbangan atau bahkanto speak yang berarti berbicara. Artinya, wakil rakyatdengan persetujuan lembaga perwakilan rakyat. Misal-itu adalah juru bicara rakyat, yaitu untuk menyuarakannya, para hakim agung dipilih oleh Dewan Perwakilan aspirasi, kepentingan, dan pendapat rakyat. ParlemenRakyat untuk selanjutnya ditetapkan menjadi hakim sebagai lembaga perwakilan rakyat tak ubahnya merupa-agung dengan Keputusan Presiden. 27 Tiga orang hakimkan wadah, di mana kepentingan dan aspirasi rakyat itukonstitusi, dipilih oleh DPR untuk selanjutnya ditetap- diperdengarkan dan diperjuangkan untuk menjadi mate-kan dengan Keputusan Presiden. Duta Besar, diangkat ri kebijakan dan agar kebijakan itu dilaksanakan denganoleh Presiden dengan pertimbangan Dewan Perwakilantepat untuk kepentingan seluruh rakyat yang aspirasinyaRakyat. Pimpinan atau Dewan Gubernur Bank Sentral diwakili.Sehingga, fungsi kontrol inilah yang sebenarnya27Calon hakim agung yang akan dipilih oleh DPR adalah calon hakim agung lebih utama daripada fungsi legislasi. Fungsi kontrol ti-yang diusulkan dari Komisi Yudisial. Lihat Pasal 24A UUD 1945, Pasal 8dak saja berkenaan dengan kinerja pemerintah dalamUU No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Pasal 13 Undang-undangmelaksanakan ketentuan undang-undang ataupun kebi-Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.jakan yang telah ditentukan, melainkan juga berkaitan- 37 - 38 29. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIdengan penentuan anggaran dan pelaksanaan anggaranUntuk menjamin keterwakilan substantif itu, prin-pendapatan dan belanja negara yang telah ditetapkan.sip perwakilan dianggap tidak cukup hanya apabila se-Oleh sebab itu, dalam fungsi pengawasan sudah terkan- suatu pendapat rakyat sudah disampaikan secara resmidung pula pengertian fungsi anggaran (budgeting) yang ke lembaga perwakilan rakyat. Untuk menjamin hal itu,di Indonesia biasanya disebut sebagai fungsi yang tersen- masih diperlukan kemerdekaan pers, kebebasan untukdiri. Sesungguhnya, fungsi anggaran itu sendiri meru- berdemo atau berunjuk rasa, dan bahkan hak mogok bagipakan salah satu manifestasi fungsi pengawasan, yaitu buruh, dan sebagainya, sehingga keterwakilan formal dipengawasan fiskal. Dengan demikian, yang penting dise-parlemen itu dapat dilengkapi secara substantif. Denganbut tersendiri sebagai fungsi parlemen itu sebenarnya demikian, perwakilan formal memang dapat dianggapadalah fungsi legislasi, fungsi pengawasan (control), dan penting, tetapi tetap tidak mencukupi (its necessary, butfungsi representasi (representation). not sufficient) untuk menjamin keterwakilan rakyat seca-3. Fungsi Perwakilan (Representasi) ra sejati dalam sistem demokrasi perwakilan yang dikem-bangkan dalam praktik.Fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rak- Dalam rangka pelembagaan fungsi representasi itu,yat yang paling pokok sebenarnya adalah fungsi repre- dikenal pula adanya tiga sistem perwakilan yang diprak-sentasi atau perwakilan itu sendiri. Lembaga perwakilan tikkan di berbagai negara demokrasi. Ketiga fungsi itutanpa representasi tentulah tidak bermakna sama sekali. adalah:Dalam hubungan itu, penting dibedakan antara penger-1) Sistem perwakilan politik (political representation);tian representation in presence dan representation in 2) Sistem perwakilan teritorial (territorial atau regionalideas. Pengertian pertama bersifat formal, yaitu keter- representation);wakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik. 3) Sistem perwakilan fungsional (functional represen-Sedangkan, pengertian keterwakilan yang kedua bersifattation).substantif, yaitu perwakilan atas dasar aspirasi atau idea.Dalam pengertian yang formal, keterwakilan itu sudahSistem perwakilan politik menghasilkan wakil-dianggap ada apabila secara fisik dan resmi, wakil rakyat wakil politik (political representatives), sistem perwakil-yang terpilih sudah duduk di lembaga perwakilan rakyat. an territorial menghasilkan wakil-wakil daerah (regionalAkan tetapi, secara substansial, keterwakilan rakyat iturepresentatives atau territorial representatives). Se-sendiri baru dapat dikatakan tersalur apabila kepenting-dangkan, sistem perwakilan fungsional menghasilkanan nilai, aspirasi, dan pendapat rakyat yang diwakili wakil-wakil golongan fungsional (functional representa-benar-benar telah diperjuangkan dan berhasil menjaditives). Misalnya, anggota Dewan Perwakilan Rakyatbagian dari kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga(DPR) yang berasal dari partai politik merupakan contohperwakilan rakyat yang bersangkutan, atau setidak-dari perwakilan politik, sementara anggota Dewan Per-tidaknya aspirasi mereka itu sudah benar-benar diper- wakilan Daerah (DPD) yang berasal dari tiap-tiap daerahjuangkan sehingga mempengaruhi perumusan kebijakanprovinsi adalah contoh dari perwakilan teritorial atauyang ditetapkan oleh parlemen.regional representation. Sedangkan, anggota utusangolongan dalam sistem keanggotaan MPR di masa Orde- 39 -40 30. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIBaru (sebelum perubahan UUD 1945) adalah contoh darithe United States of America. The House of Represen-sistem perwakilan fungsional (functional representa-tatives mirip dengan The House of Commons di Inggris,tives). yaitu sama-sama merupakan wakil-wakil partai politikDianutnya ketiga sistem perwakilan politik (poli- yang dipilih melalui pemilihan umum. Akan tetapi, ber-tical representation), perwakilan territorial (territorialbeda dengan The House of Lords di Inggris, Senatrepresentation), dan perwakilan fungsional (functionalAmerika Serikat beranggotakan wakil-wakil rakyat di ne-representation) menentukan bentuk dan struktur pe-gara bagian yang juga dipilih melalui pemilihan umumlembagaan sistim perwakilan itu di setiap negara. Pilihan setempat. Calon anggota senat tidak diharuskan berasalsistem perwakilan itu selalu tercermin dalam struktur ke- dari partai politik tertentu, meskipun dapat saja paralembagaan parlemen yang dianut di suatu negara. Padacalon senator itu berasal dari orang-orang partai politik.umumnya, di setiap negara, dianut salah satu atau palingAkan tetapi, karakteristik para anggota Senat itu sangatbanyak dua dari ketiga sistem tersebut secara bersa-berbeda dari karakteristik anggota House of Lords. Paramaan. Dalam hal negara yang bersangkutan menganut senator itu adalah wakil negara bagian atau regionalsalah satu dari ketiganya, maka pelembagaannya tercer-representatives berdasarkan prinsip territorial repre-min dalam struktur parlemen satu kamar. Artinya, struk- sentation, sedangkan para Lords termasuk kategoritur lembaga perwakilan rakyat yang dipraktikkan olehwakil-wakil dari golongan fungsional (functional repre-negara itu mestilah parlemen satu kamar (unicameral sentatives).parliament). Jika sistem yang dianut itu mencakup dua Dalam sistim bikameral di Irlandia, juga dianut duafungsi, maka kedua fungsi itu selalu dilembagakan dalam sistim perwakilan, yaitu sistim perwakilan politik danstruktur parlemen dua kamar (bicameral parliament). perwakilan fungsional. Anggota Sienad Ieramm bersifatMisalnya, Kerajaan Inggris memiliki parlemen duafungsional, yaitu dari kelompok profesi, perguruan ting-kamar, yaitu House of Lords dan House of Commons. gi, dan golongan fungsional lainnya, sedangkan DewanThe House of Lords beranggotakan tokoh-tokoh yang Perwakilan beranggotakan para wakil partai politik.mempunyai ciri sebagai kelompok fungsional. Sedang- Dengan demikian, dalam praktik di berbagai negara, sis-kan, The House of Commons beranggotakan merekatem unikameral selalu mencerminkan satu sistem perwa-yang berasal dari partai politik yang dipilih melalui pemi- kilan saja, yaitu perwakilan politik, sedangkan dalamlihan umum, sehingga disebut sebagai political represen-sistem bikameral dianut dua dari ketiga sistem perwa-tatives. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa kilan tersebut di atas. Ada parlemen bikameral yangInggris menganut sistem perwakilan fungsional dan per-menganut sistem perwakilan politik dan perwakilanwakilan politik yang masing-masing tercermin di lemba-fungsional, dan ada pula parlemen bikameral yangga parlemen bikameralnya, yaitu the House of Lords danmenganut sistem perwakilan politik dan perwakilan teri-the House of Commons. torial (regional).Berbeda dari Inggris, Amerika Serikat juga memi-Justru yang menarik adalah bahwa Majelis Permu-liki parlemen dua kamar atau bicameral parliament,syawaratan Rakyat Republik Indonesia berdasarkanyaitu The House of Representative dan The Senate yang UUD 1945 sebelum mengalami perubahan menggabung-secara bersama-sama disebut sebagai The Congress of kan ketiga sistim perwakilan tersebut di atas sekaligus.- 41 -42 31. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIPasal 2 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan menen- e) Pengawasan atas kinerja pemerintahan (controltukan: of government performances); MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah de-f) Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat pu- ngan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan- blik (control of political appointment of public golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan officials) dalam bentuk persetujuan atau peno- undang-undang. lakan, atau pun dalam bentuk pemberian pertim- bangan oleh DPR.Di dalamnya terdapat tiga unsur anggota, yaitu (i)3) Fungsi Pengaturan atau Legislasi menyangkut 4 (em-anggota DPR sebagai perwakilan politik (political repre- pat) bentuk kegiatan, yaitu:sentatives), (ii) Utusan Daerah dari daerah provinsi a) Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative(regional representatives), dan (iii) Utusan Golongan initiation);yang berasal dari golongan fungsional (functional repre- b) Pembahasan rancangan undang-undang (lawsentaitves). Sekarang, setelah Perubahan Keempat UUD, making process);Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: c) Persetujuan atas pengesahan rancangan undang- MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yangundang (law enactment approval); dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjutd) Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi dengan undang-undang.atas perjanjian atau persetujuan internasionalDengan demikian, unsur utusan golongan fungsi- dan dokumen-dokumen hukum yang mengikatonal dihilangkan sama sekali dari keanggotaan MPR pas- lainnya (Binding decision making on internati-ca reformasi.onal agreement and treaties or other legal bin-Dari uraian di atas, dapat diringkaskan bahwading documents).fungsi parlemen atau lembaga perwakilan rakyat itu padapokoknya ada tiga, yaitu: C. CABANG KEKUASAAN YUDISIAL1) Fungsi Representasi (Perwakilan):1. Kedudukan Kekuasaan Kehakimana) Representasi formal; danb) Representasi aspirasi.Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga da-2) Fungsi Pengawasan (Control): lam sistim kekuasaan negara modern. Dalam bahasaa) Pengawasan atas penentuan kebijakan (control ofIndonesia, fungsi kekuasaan yang ketiga ini seringkali di-policy making); sebut cabang kekuasaan yudikatif, dari istilah Belandab) Pengawasan atas pelaksanaan kebijakan (control judicatief. Dalam bahasa Inggris, di samping istilah le-of policy executing); gislative, executive, tidak dikenal istilah judicative,c) Pengawasan atas penganggaran dan belanja nega- sehingga untuk pengertian yang sama biasanya dipakaira (control of budgeting);istilah judicial, judiciary, ataupun judicature.d) Pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan be-Dalam sistem negara modern, cabang kekuasaanlanja negara (control of budget implementation);kehakiman atau judiciary merupakan cabang yang dior-ganisasikan secara tersendiri. Oleh karena itu, dikatakan- 43 -44 32. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.Pengantar Ilmu Hukum Tata NegaraJilid IIoleh John Alder, The principle of separation of powers kenegaraan, tetapi kata akhir dalam memahami maksud-is particuarly important for the judiciary.28 Bahkan,nya tetap berada di tangan para hakim.boleh jadi, karena Montesquieu sendiri adalah seorang Lagi pula, sebagai buatan manusia, hukum danhakim (Perancis), maka dalam bukunya, LEsprit des peraturan perundang-undangan seringkali memang ti-Lois, ia mengimpikan pentingnya pemisahan kekuasaandak sempurna. Kadang-kadang, ada undang-undangyang ekstrim antara cabang kekuasaan legislatif, ekse-yang agak kabur perumusannya dan membuka kemung-kutif, dan terutama kekuasaan yudisial. kinan banyak penafsiran mengenai pengertian-penger- Baik di negara-negara yang menganut tradisi civiltian yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, peraturanlaw maupun common law, baik yang menganut sistimyang demikian itu menyebabkan terjadinya kebingunganpemerintahan parlementer maupun presidentil, lembagadan ketidakpastian yang luas. Karena itu, diperlukank