penerapan penghitungan ppn - president university

113
i PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN PADA RUMAH SAKIT “XYZ” DI BEKASI SKRIPSI Oleh CLARA HENI RIYANTI 008201000230 Fakultas Bisnis President University Untuk memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi PRESIDENT UNIVERSITY Cikarang Baru Bekasi Indonesia 2013

Upload: others

Post on 09-Nov-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

i

PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN

PADA RUMAH SAKIT “XYZ” DI BEKASI

SKRIPSI

Oleh

CLARA HENI RIYANTI

008201000230

Fakultas Bisnis

President University

Untuk memenuhi

Sebagian dari Syarat-Syarat Guna Mencapai

Gelar Sarjana Ekonomi

PRESIDENT UNIVERSITY

Cikarang Baru – Bekasi

Indonesia

2013

Page 2: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, Penguji menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

“PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN PADA RUMAH SAKIT

“XYZ” DI BEKASI” (Penulis : Clara Heni Riyanti, Fakultas Ekonomi)

dinilai dan terbukti telah lulus sidang pada : ….....

Ketua Penguji

…………………………………..

( Dr. Sumarno Zain, SE., Ak., MBA.)

Penguji 1

…………………………………...

( Prof. Dr. Kery Soetjipto, M.Si, Ak )

Penguji 2

……………………………………

( Drs. H. Umar Subandijo,.Ak, MBA. )

Page 3: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

iii

SURAT REKOMENDASI

Skripsi ini berjudul “Penerapan Penghitungan PPN Pada Rumah Sakit “XYZ” di

Bekasi” disusun dan disampaikan oleh (Clara Heni Riyanti) dalam pemenuhan sebagian

dari persyaratan untuk gelar Sarjana Ekonomi - Jurusan Akuntansi, telah ditinjau dan

telah memenuhi persyaratan untuk skripsi. Oleh karena itu, kami merekomendasikan

mahasiswa tersebut untuk mengikuti sidang.

Cikarang, Agustus 2013

Menyetujui,

Kepala Program Studi Akuntansi Dosen Pembimbing,

Dr. Sumarno Zain, SE., Ak., MBA. Drs. H. Umar Subandijo,.Ak, MBA.

Page 4: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

iv

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Clara Heni Riyanti

NIM : 008201000230

Fakultas/ Jurusan : Ekonomi/ Akuntansi.

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN

PADA RUMAH SAKIT “XYZ” DI BEKASI ini adalah murni hasil karya sendiri.

Apabila saya mengutip dari karya orang lain, maka saya mencantumkan sumbernya

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan saya bersedia dikenakan sanksi pembatalan

laporan skripsi ini, apabila terbukti melakukan tindakan plagiat.

Cikarang, Agustus 2013

Clara Heni Riyanti

NIM. 008201000230

Page 5: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

v

ABSTRAK

Skripsi ini dibuat untuk mengetahui bagaimana penerapan penghitungan PPN

pada Rumah Sakit “XYZ” di Bekasi, rumah sakit sebagai suatu layanan jasa

menyediakan berbagai macam bentuk pelayanan dan seperti organisasi atau perusahaan

lainnya, rumah sakit juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Salah satu

kewajiban perpajakannya adalah memungut, menyetor dan melaporkan PPN.

Metodologi penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah

penelitian eksplorasi dengan menggunakan metode deskripsi analitis dan memberikan

gambaran mengenai aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meliputi cara penghitungan

atas penyerahan yang terutang PPN yang sesuai dengan Undang-Undang, penyetoran

dan pelaporannya oleh Rumah Sakit “XYZ”. Sumber data yang diperoleh berasal dari

internal rumah Sakit berupa data kualitatif dan data kuantitatif.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa Rumah Sakit “XYZ” telah

menggunakan format Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dalam

penghitungan PPN yang harus dibayar, dan sudah mampu melakukan tax management

dalam pembayaran pajak rumah sakit.

Kata kunci : PPN, rumah sakit

Page 6: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

vi

ABSTRACT

This thesis was made to determine how the implementation of the Value Added

Tax (VAT - PPN) calculations toward "XYZ" Hospitals in Bekasi. A hospital provide

various kinds of services, and such other organizations or companies, a hospital also

have an obligation to pay taxes. One of the taxing obligation is collecting, paying and

VAT reporting.

This thesis is explorative research and the methodology is descriptive analytical

through an overview of the aspects of the Value Added Tax (VAT) encompass how to

calculate the VAT payable on the transfer in accordance to the tax Policy also paying

and reporting by the "XYZ" Hospital . The resource of all datas obtained from the

"XYZ" Hospital which are qualitative and quantitative data.

The results of this study are the "XYZ" Hospital has been using the Union of

Indonesian Hospital (PERSI) format in the calculation of VAT to be paid, and has been

able to perform tax management in order to payment the taxing.

Keywords: VAT, Hospital

Page 7: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Penghitungan PPN Pada Rumah Sakit

“XYZ” Di Bekasi”. Skripsi ini diajukan untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas

Ekonomi program studi ilmu ekonomi akuntansi, President University.

Pada kesempatan ini, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini dapat terwujud

atas peran banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr Sumarmo Zain SE., Ak., MBA. selaku Ketua Program Studi Ilmu

Ekonomi.

2. Bapak Arief Setiadi Widhiharto selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran dan motivasi dalam

penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ir.B.M.A.S. Anaconda Bangkara MT., selaku Direktur S1 Ekstensi

President University yang telah memberikan semangat dan bantuannya.

4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Ekonomi President University atas bimbingan

dan bantuan yang diberikan selama ini.

5. Ibunda Tercinta (Lucia Murniyati) selalu mengiringi langkah saya untuk

menuntut ilmu.yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, dorongan, dan

doa yang

6. Suami terkasih (Yohanes Sulistiyanto) dan buah hati tersayang (Mikael Abiel

Bintang Atmaja), yang selalu memberikan cinta dan semangat untuk saya

menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

viii

7. Bapak dan Ibu di Bagian keuangan terutama di bagian perpajakan Rumah Sakit

“XYZ” yang sudah begitu terbuka, terima kasih atas bantuannya dalam

melaksanakan penelitian.

8. Imelda, Hendy, dan Ari terima kasih atas bantuannya dalam memberikan

masukan yang membangun dalam menyelesaikan penelitian.

9. Melan, Lina, Teki, Tri, Aris, Shinta, dan teman-teman kantor lainnya yang

memberi dukungan untuk saya bisa menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman mahasiswa khususnya akuntansi angkatan 2010 yang telah

berjuang bersama-sama untuk menyelesaikan skripsi.

11. Seluruh pihak yang telah membantu, yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam

penulisan skripsi ini. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat

bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Cikarang, 06 Agustus 2013

Penulis

Clara Heni Riyanti

Page 9: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... ii

SURAT REKOMENDASI ........................................................................................ iii

SURAT PERNYATAAN ........................................................................................... iv

INTISARI ................................................................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

I.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ...................................................... 6

I.3 Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 6

I.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7

I.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7

I.6 Metodologi Penelitian ............................................................................ 7

Page 10: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

x

BAB II LANDASAN TEORI

II.1 Pengertian Umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ............................... 9

II.2 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai .................................................. 10

II.3 Subjek PPN ............................................................................................ 12

II.4 Objek PPN .............................................................................................. 15

2.4.1 Penyerahan BKP atau JKP yang dikenakan PPN ............................ 16

2.4.2 Penyerahan BKP atau JKP Tidak dikenakan PPN .......................... 18

II.5 Bukan Objek Pajak ................................................................................. 19

2.5.1 Barang Bukan Objek Pajak ............................................................... 19

2.5.2 Jasa Bukan Objek Pajak .................................................................. 20

II.6 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran ....................................................... 21

2.6.1 Pengertian Pajak Masukan (PM) ...................................................... 21

2.6.2 Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan (PM) .......................... 22

2.6.3 Pajak Keluaran (PK) ........................................................................ 28

II.7 Pengertian dan Jenis Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ............................. 29

II.8 Tarif PPN ................................................................................................ 31

II.9 Cara Menghitung PPN Terutang ............................................................ 31

II.10 Saat dan Tempat Pajak Terutang ........................................................... 33

2.10.1 Saat Terutang .................................................................................. 33

2.10.2 Tempat Pajak Terutang ................................................................... 34

II.11 Fasilitas Di Bidang PPN ........................................................................ 35

2.11.1 Fasilitas PPN Tidak Dipungut ........................................................ 36

2.11.2 Fasilitas PPN Dibebaskan ............................................................... 36

II.12 Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai ................................... 39

2.12.1 Mekanisme Umum ......................................................................... 39

2.12.2 Mekanisme Khusus (Penyerahan kepada Pemungut PPN) ............ 40

II.13 Mekanisme Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai .................................... 40

2.13.1 Faktur Pajak (FP) ............................................................................ 41

2.13.2 SPT Masa PPN ............................................................................... 47

II.14 Sanksi Keterlambatan ............................................................................. 49

2.14.1 Sanksi Keterlambatan Penyampaian SPT Masa PPN ..................... 49

2.14.2 Sanksi Keterlambatan Pembayaran PPN Terutang ........................ 49

II.15 Pajak Pertambahan Nilai di Rumah Sakit ............................................... 49

II.16 Penghitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran ................................. 53

Page 11: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

xi

2.16.1 Pajak Keluaran (PK) ....................................................................... 53

2.16.2 Pajak Masukan (PM) ...................................................................... 54

2.16.3 Perlakuan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai .............................. 55

BAB III DESKRIPSI PERUSAHAAN

III.1 Metodologi Penelitian yang Digunakan ................................................. 56

III.2 Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 56

3.2.1 Studi Kepustakaan (Library Research) ............................................ 56

3.2.2 Studi Lapangan (Field Research) ..................................................... 57

III.3 Sumber dan Jenis Data ........................................................................... 58

III.4 Teknik Pengumpulan Instrumen ............................................................. 58

III.5 Teknik Analisa Data ............................................................................... 59

III.6 Sejarah Perusahaan ................................................................................ 60

III.7 Struktur Organisasi ................................................................................. 60

III.8 Fasilitas Yang Tersedia di Rumah Sakit “XYZ” ................................... 65

BAB IV ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisa Penghitungan data Pembelian dan Pendapatan ......................... 66

4.1.1 Data Pembelian ............................................................................. 66

4.1.2 Data Pendapatan dari Jasa Utama Rumah Sakit ............................ 67

IV.2 Analisa Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai ................ 70

4.2.1 Pajak Keluaran .............................................................................. 70

4.2.2 Pajak Masukan .............................................................................. 76

4.2.3 Penghitungan PPN.......................................................................... 78

4.2.4 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai .................... 85

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

V.1 Simpulan ................................................................................................ 87

V.2 Saran ...................................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 90

LAMPIRAN

Page 12: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Realisasi Penerimaan Negara (Milliar Rp), Tahun 2007 s.d. 2012 3

Tabel 4.1. Rekap Pembelian Obat, Alat Kesehatan dan Umum 67

Tabel 4.2. Rekap Pendapatan Dari Jasa Rumah Sakit “XYZ” 69

Tabel 4.3. Rekap Pajak Keluaran Atas Penyerahan Obat Dan Alkes th 2010 72

Tabel 4.4. Rekap Pajak Keluaran Atas Penyerahan Obat Dan Alkes th 2011 73

Tabel 4.5. Rekap Pajak Keluaran Atas Penyerahan Obat Dan Alkes th 2012 74

Tabel 4.6. Rekap Pajak Keluaran Atas Penyerahan Obat Dan Alkes th 2010-2012 75

Tabel 4.7. Rekap Pajak Masukan Atas Pembelian Obat Dan Alat Kesehatan 77

Tabel 4.8. Rekap PPN Yang Di Bayar (Format PERSI) 80

Tabel 4.9. Rekap PPN Yang Di Bayar (penghitungan biasa) Tahun 2010 81

Tabel 4.10. Rekap PPN Yang Di Bayar (penghitungan biasa) Tahun 2011 82

Tabel 4.11. Rekap PPN Yang Di Bayar (penghitungan biasa) Tahun 2012 83

Tabel 4.12. Rekap Selisih PPN (Format PERSI & penghitungan biasa) 84

Tabel 4.13. Rekap Bukti Penyetoran dan Pelaporan PPN 86

Page 13: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Grafik Penerimaan Pajak Berdasarkan APBN 4

Gambar 3.1. Gambar Struktur Organisasi Rumah Sakit ”XYZ” 62

Page 14: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Pajak sebagai sumber penerimaan dalam negeri semakin lama semakin terasa

sebagai andalan penerimaan negara. Indonesia yang saat ini sedang mengalami berbagai

permasalahan di berbagai sektor khususnya sektor ekonomi. Hal ini menjadikan

pendapatan pajak sebagai salah satu potensi penerimaan dalam negeri yang menjadi

prioritas utama karena mampu mendominasi penerimaan negara. Pembayaran pajak

merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta masyarakat secara

langsung yang bersama-sama mengumpulkan dana untuk pembiayaan negara dan

pembangunan nasional. Pajak yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat

melalui perbaikan dan penambahan pelayanan publik, mengalokasikan pajak tidak hanya

untuk rakyat pembayar pajak, tetapi juga untuk kepentingan rakyat yang tidak wajib

membayar pajak.

Dalam melaksanakan pembangunan nasional, pemerintah memerlukan dana yang

cukup memadai. Dana yang digunakan salah satunya berasal dari penerimaan Kas Negara

dalam bentuk pajak. Pungutan pajak ada di tangan pemerintah dan pembuat peraturan di

bidang perpajakan ditetapkan oleh pemerintah bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang merupakan

perubahan keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah UU KUP adalah sebagai berikut:

“ Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi

atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

Page 15: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

2

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Definisi pajak menurut para ahli di bidang perpajakan bermacam-macam, namun

definisi tersebut memiliki inti dan tujuan yang sama. Di bawah ini definisi pajak menurut

beberapa ahli perpajakan.

Definisi pajak menurut Siti Resmi dalam bukunya Perpajakan Teori dan Kasus

adalah sebagai berikut :

“Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke Kas Negara

yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan

kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang

ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik

dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.”

(2012:2)

Sedangkan menurut Erly Suandy dalam bukunya Perencanaan Pajak

menyatakan bahwa definisi pajak adalah sebagai berikut:

“Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah, yang

sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik.”

(2011:5)

Pajak juga merupakan sumber penerimaan terbesar dalam Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN). Perkembangan penerimaan pajak Indonesia terhadap APBN

tampak dalam tabel berikut.

Page 16: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

3

Tabel 1.1 Realisasi Penerimaan Negara (Miliar Rupiah), 2007 s.d. 2012

Sumber Penerimaan

2007 1)

2008

1) 2009

1) 2010

1) 2011

1) 2012

2)

Penerimaan Perpajakan 490.988 658.701 619.922 723.307 873.874 1.016.237

Pajak Dalam Negeri 470.052 622.359 601.252 694.392 819.752 968.293

Pajak Penghasilan 238.431 327.498 317.615 357.045 431.122 513,650

Pajak Pertambahan Nilai 154.527 209.647 193.067 230.605 277.800 336,057

Pajak Bumi dan Bangunan 23.724 25.354 24.270 28.581 29.893 29,687

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan bangunan 5.953 5.573 6.465 8.026 (1) -

Cukai 44.679 51.252 56.719 66.166 77.010 83,267

Pajak Lainnya 2.738 3.035 3.116 3.969 3.928 5,632

Pajak Perdagangan Internasional 20.936 36.342 18.670 28.915 54.122 47.944

Bea Masuk 16.699 22.764 18.105 20.017 25.266 24,738

Pajak Ekspor 4.237 13.578 565 8.898 28.856 23,206

Penerimaan Bukan Pajak 215.120 320.604 227.174 268.942 331.472 341.143

Penerimaan Sumber Daya Alam 132.893 224.463 138.959 168.825 213.823 217,159

Bagian laba BUMN 23.223 29.088 26.050 30.097 28.184 30,777

Penerimaan Bukan Pajak Lainnya 56.873 63.319 53.796 59.429 69.361 72,799

Pendapatan Badan Layanan Umum 2.131 3.734 8.369 10.591 20.104 20,408

Jumlah / Total 706.108 979.305 847.096 992.249 1.205.346 1.357.380

Prosentase Penerimaan Pajak 69.53 67.26 73.18 72.90 72.50 74.87

Sumber : Departemen Keuangan

Catatan : Perbedaan satu digit di belakang terhadap angka penjumlahan karena pembulatan

1) LKPP

2) APBN-P

Page 17: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

4

0

100

200

300

400

500

600

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Pajak Penghasilan

PPN

PBB

BPHTB

Cukai

Pajak Lainnya

Bea masuk

Pajak Ekspor

Gambar 1.1 Grafik Penerimaan Pajak berdasarkan APBN

Dari grafik di atas jelas bahwa pajak merupakan sumber penerimaan utama bagi

bangsa Indonesia untuk mendukung pembiayaan pembangunan. Dari grafik juga terlihat

bahwa penyumbang penerimaan pajak terbesar adalah dari Pajak Penghasilan yang terus

meningkat dari tahun ke tahun dan posisi kedua adalah dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

yang juga semakin meningkat dari tahun ke tahun.

PPN ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang kemudian

disebut UU PPN 1984, yaitu undang-undang mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Jasa

dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009. Dasar pemikiran pengenaan

pajak ini pada dasarnya adalah untuk mengenakan pajak pada tingkat kemampuan

masyarakat untuk berkonsumsi, yang pengenaannya dilakukan secara tidak langsung

kepada konsumen. Pajak ini dikenakan kepada pengusaha yang menyerahkan Barang Kena

Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) kepada konsumen, sehingga pengusaha yang

menyerahkan barang dan jasa akan memperhitungkan pajaknya di dalam harga jualnya.

Oleh karena pengenaan pajaknya ditujukan kepada konsumen, maka pajak pertambahan

nilai lebih dikenal dengan sebutan pajak atas konsumsi.

Page 18: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

5

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena

Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jasa

sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4A Undang-Undang No.8/1983 tentang Pajak

Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana

telah beberapa kali diubah. Jasa tidak kena PPN seperti yang tertulis dalam pasal tersebut

salah satunya adalah jasa pelayanan medis.

Definisi rumah sakit menurut World Health Organization (WHO) sebagaimana

yang termuat dalam WHO Technical Report Series No. 122/1957 yang berbunyi: ”Rumah

sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi

menyediakan pelayanan kesehatan paripurna kepada masyarakat, serta pelayanan rawat

jalan yang diberikan guna menjangkau keluarga di rumah. Rumah sakit juga merupakan

pusat pendidikan dan latihan tenaga kesehatan. Pengelolaan usaha rumah sakit memiliki

keunikan tersendiri karena fungsi utama rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan

maupun bagian mata rantai rujukan pelayanan kesehatan telah berkembang sejalan dengan

kemajuan dan perkembangan ilmu serta teknologi kedokteran, rumah sakit dari suatu

lembaga kemanusiaan, keagamaan, dan sosial yang murni, menjadi suatu lembaga yang

lebih mengarah dan lebih berorientasi kepada “bisnis”, apalagi setelah para pemodal

diperbolehkan untuk mendirikan rumah sakit di bawah badan hukum yang bertujuan

mencari profit.

Rumah sakit sebagai suatu layanan jasa menyediakan berbagai macam bentuk

pelayanan, antara lain: jasa konsultasi dengan dokter-dokter ahli, jasa rawat inap, jasa rawat

jalan dengan memberikan obat-obatan, jasa medical check up, jasa laboratorium, jasa

radiologi, jasa fisioterapi, dan ada pula kantin yang disediakan oleh pihak rumah sakit

untuk memenuhi kebutuhan keluarga pasien. Seperti organisasi atau perusahaan lainnya,

Page 19: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

6

rumah sakit juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Oleh karena itu, sesuai

dengan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) nomor 16 tahun 2009 pada

pasal 2 ayat (1) dan (2) rumah sakit juga harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak

(NPWP) dan juga mendaftarkan diri sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk

memenuhi kewajiban perpajakannya.

Dalam kegiatan rumah sakit, sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-

06/PJ.52/2000, menyatakan bahwa terhadap penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat

inap dan pasien gawat darurat dikecualikan dari pengenaan PPN karena dianggap sebagai

bagian dari jasa rumah sakit, sedangkan bagi rawat jalan dikenakan PPN. Dari uraian

tersebut di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai

“PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN PADA RUMAH SAKIT “XYZ” DI BEKASI.

I.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut melalui penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Apakah penghitungan PPN di Rumah Sakit “XYZ” sudah sesuai dengan peraturan

perpajakan yang berlaku?

b. Faktor-faktor apakah yang menjadi hambatan dalam penghitungan PPN di Rumah

Sakit “XYZ” dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?

I.3 Ruang Lingkup Penelitian

Pembahasan dalam penghitungan PPN di Rumah Sakit “XYZ” mencakup bukti

pelaporan PPN dari tahun 2010 s.d. 2012 meliputi Pajak Masukan (PM) dan Pajak

Keluaran (PK) dan item-item yang ada di dalamnya.

Page 20: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

7

I.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk :

a. Untuk mengetahui sistem penghitungan PPN pada Rumah Sakit “XYZ” dan

memastikan sudah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam penghitungan PPN

dan penanggulangan yang dilakukan oleh manajemen rumah sakit “XYZ”.

I.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :

a. Bagi Perusahaan:

Sebagai masukan untuk mengetahui apakah penghitungan selama ini sudah

sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penelitian ini juga sekaligus sebagai audit pemeriksaan bagi pelaporan PPN

yang terjadi dari tahun 2010 s.d 2012.

b. Bagi Penulis, untuk menambah wawasan mengenai perpajakan rumah sakit pada

umumnya dan penghitungan PPN pada khususnya.

c. Bagi P embaca, sebagai bahan referensi dalam memahami perpajakan

khususnya PPN rumah sakit.

I.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode

deskripsi analitis, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang dapat

Page 21: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

8

memberi gambaran mengenai suatu objek penelitian dan menganalisis objek penelitian

tersebut. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Studi Kepustakaan (library research)

Riset yang dilakukan dengan menggunakan buku-buku referensi sebagai acuan dalam

mengadakan penelitian. Riset dilakukan dengan membaca, mempelajari, dan menelaah

literatur- literatur yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Jadi tujuan riset

perpustakaan adalah untuk memperoleh dasar-dasar teoritis yang akan digunakan

sebagai pedoman untuk menganalisa perusahaan.

b. Studi Lapangan (field research)

Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dan gambaran nyata dengan

mengunjungi dan meninjau secara langsung ke lapangan untuk memperoleh data dan

informasi yang dibutuhkan, melalui :

1) Observasi

Melakukan pengamatan secara langsung mengenai cara kerja serta prosedur yang

berkaitan dengan penghitungan PPN.

2) Wawancara (interview)

Melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait di perusahaan dan juga di

kantor pajak mengenai objek permasalahan yang dibahas oleh penulis.

Page 22: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

9

BAB II

LANDASAN TEORI

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung, yang dikenakan

atas transaksi penyerahahan Barang Kena Pajak (BKP) maupun Pemanfaatan Jasa Kena

Pajak (JKP). Pada dasarnya pengenaan PPN akan dibebankan kepada konsumen akhir.

PPN adalah salah satu dari jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah Republik Indonesia.

Dasar hukum dalam pelaksanaan pemungutan atas PPN ini adalah Undang-Undang Nomor

8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah, yang telah mengalami perubahan pertama menjadi Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 1994, perubahan kedua menghasilkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2000, dan perubahan ketiga menjadi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang berlaku

mulai 1 April 2010. Selanjutnya atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 beserta

perubahannya tersebut akan disebut sebagai UU PPN.

II.1 Pengertian Umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap

pertambahan nilai dari Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam

Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pertambahan nilai yang dimaksudkan

dalam PPN adalah pertambahan nilai yang timbul karena adanya proses peningkatan fungsi

dari guna barang atau peningkatan jasa yang diberikan kepada konsumen.

Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,

perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi

eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya berlaku undang-undang yang mengatur

Page 23: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

10

mengenai kepabeanan. BKP menurut Pasal 1 UU Nomor 42 Tahun 2009 adalah barang

berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang

tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang

Undang PPN dan PPnBM.

Sedangkan JKP menurut UU PPN pasal 1 ayat 6, adalah setiap kegiatan pelayanan

berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau

fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan

untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan atas petunjuk

pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN dan PPnBM.

II.2 Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai

Karakteristik dari PPN menurut Untung Sukardji, (2008, pp: 6-10) adalah sebagai

berikut:

a. Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Tidak Langsung

Sebagai pajak tidak langsung, PPN memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Secara ekonomis, beban pajak dialihkan kepada pihak lain, yaitu pihak yang

akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak.

Secara yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak ke Kas Negara tidak berada

di tangan pihak yang memikul beban pajak.

PPN memisahkan antara penanggung jawab pembayaran pajak dan pemikul beban

pajak. Penanggung jawab pemungutan dan pembayaran pajak terletak pada Pengusaha

Kena Pajak yang melakukan transaksi penyerahan atas Barang Kena Pajak atau Jasa

Kena Pajak. Sedangkan pemikul beban pajak adalah para pembeli Barang Kena Pajak

atau penerima Jasa Kena Pajak.

Page 24: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

11

b. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Objektif

Pajak objektif mengandung pengertian bahwa kewajiban pajak (PPN) ini sangat

ditentukan oleh adanya objek pajak. Sebagai pajak objektif, PPN menimbulkan dampak

regresif. Regresivitas PPN ini berarti bahwa semakin tinggi kemampuan konsumen,

semakin ringan beban pajak yang dipikul begitu pula sebaliknya, semakin rendah

kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. Untuk regresivitas

dari PPN ini, maka bagi konsumen yang berpenghasilan tinggi yang mengkonsumsi

Barang Kena Pajak yang tergolong mewah selain dikenakan PPN juga dikenakan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

c. Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia menggunakan tarif tunggal

Di dalam UU PPN Indonesia diterapkan tarif tunggal PPN sebesar 10%. Tarif tunggal

bertujuan untuk mempermudah dalam pelaksanaan dan pengawasan.

d. Pajak Pertambahan Nilai menggunakan metode pengurangan tidak langsung (Indirect

Subtraction Method).

Di dalam metode ini, jumlah PPN yang harus disetor diperoleh dari mekanisme Pajak

Keluaran (PK) – Pajak Masukan (PM) yang artinya hasil penghitungan pajak yang

dipungut dari penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (Pajak Keluaran)

dikurangi dengan pajak yang dibayarkan atas perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena

Pajak (Pajak Masukan).

e. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan di setiap jenjang penyerahan (multi stage Levy)

PPN dikenakan di setiap jenjang produksi atau distribusi mempunyai arti bahwa PPN

sudah dikenakan sejak penyerahan dari tingkat pabrikan hingga penyerahan pada

tingkat konsumen akhir. Meskipun PPN mempunyai karakteristik multi stage Levy

Page 25: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

12

namun tidak menimbulkan efek pajak berganda karena PPN menganut sistem

pengkreditan.

f. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.

PPN hanya dikenakan atas konsumsi barang dan/atau jasa yang dilakukan di dalam

negeri. Oleh karena itu, impor barang dan pemanfaatan jasa dan barang tidak berwujud

dari luar Daerah Pabean yang dilakukan di dalam negeri akan dikenakan PPN.

Presentase pengenaan PPN antara produk dari luar Daerah Pabean dengan produk

domestik adalah sama. Dengan demikian, PPN bersifat netral terhadap keduanya.

Karakteristik lain dari PPN adalah berdasarkan lembaga pemungutannya. PPN

termasuk jenis pajak pusat yang dipungut berdasarkan undang-undang. Penerimaan

pajak ini menjadi sumber pembiayaan dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara

(APBN).

II.3 Subjek PPN

Mengacu pada pengertian PPN, maka yang menjadi subjek dari PPN adalah semua

orang atau badan yang melakukan penyerahan atas BKP atau JKP di dalam Daerah Pabean.

Ketentuan yang mengatur bahwa subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) diatur

dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN No. 42 Tahun 2009.

Badan menurut UU PPN Pasal 1 ayat 13 adalah sekumpulan orang dan atau modal

yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan

usaha yang meliputi: Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan

Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi,

Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa,

Page 26: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

13

Organisasi Sosial Politik, atau Organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan

Bentuk Badan lainnya.

Pengusaha menurut UU PPN pasal 1 ayat 14 UU PPN No.42 Tahun 2009 adalah

orang pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya meliputi:

menghasilkan barang,

mengimpor barang,

melakukan usaha perdagangan,

memanfaatkan barang tidak berwujud dari Luar Daerah Pabean,

melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar

Daerah Pabean.

Pengusaha Kena Pajak (PKP) menurut UU PPN Pasal 1 Ayat 15 adalah Pengusaha

yang melakukan penyerahan BKP/ JKP yang dikenakan PPN (tidak termasuk Pengusaha

Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan), kecuali

Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai PKP. Berdasarkan ketentuan yang

terdapat dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN No. 42 Tahun 2009 dan Pasal 2 PP No.

143/2000, dapat disimpulkan bahwa PKP adalah:

Pengusaha (tidak termasuk pengusaha kecil).

Pengusaha kecil yang memilih menjadi PKP dan melakukan penyerahan BKP dan atau

JKP.

Pengusaha yang baru berniat akan melakukan BKP/JKP.

Bentuk kerjasama operasi (Joint Operation/Joint Venture) yang melakukan penyerahan

BKP/JKP atas nama JO.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Untung Sukardji ( Sukardji,2008,p:50) bahwa

pengukuhan sebagai PKP adalah persyaratan mutlak bagi pengusaha supaya dapat

Page 27: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

14

memungut pajak yang terutang. Sebagai bukti bahwa pengusaha tersebut telah dikukuhkan

sebagai PKP maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan menerbitkan Surat Pengukuhan

Pengusaha Kena Pajak dan akan mendapatkan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

(NPPKP). Surat ini merupakan dokumen yuridis yang membuktikan bahwa pengusaha

yang identitasnya tercantum di dalam surat tersebut memang telah dikukuhkan sebagai

PKP.

Di dalam subjek PPN, selain PKP adapula pengusaha kecil. Berdasarkan Pasal 3A

Ayat (1) UU PPN diatur bahwa pengusaha kecil tidak termasuk PKP sehingga tidak

diwajibkan untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Namun demikian,

berdasarkan Pasal 3A Ayat (1a) UU PPN, pengusaha kecil dapat memilih untuk

dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebgai PKP

tersebut wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP dan wajib memungut,

menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang. Kriteria pengusaha kecil yang

diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tanggal 23 Maret 2010

adalah sebagai berikut:

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan

BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak

lebih dari Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto adalah jumlah keseluruhan

penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan

usahanya.

Pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP apabila

sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan/atau

penerimaan brutonya telah melebihi Rp600.000.000,00.

Page 28: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

15

Kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan paling lama

akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan

brutonya melebihi Rp600.000.000,00.

Apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban

perpajakan tidak dipenuhi pengusaha, Direktorat Jendral Pajak (DJP) dapat

mengukuhkan pengusaha sebagai PKP secara jabatan.

DJP dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan atau Surat Tagihan Pajak

(STP) untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan secara jabatan sebagai PKP,

terhitung sejak saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi

Rp600.000.000,00.

II.4 Objek PPN

Sejak berlakunya UU PPN tahun 1984 tanggal 1 April 1984, objek PPN yang diatur

dalam Pasal 4 UU PPN 1984 lebih diarahkan pada penyerahan BKP sedangkan objek PPN

di bidang jasa dibatasi hanya jasa tertentu. Dalam perjalanan berikutnya, objek PPN ini

mengalami perluasan secara bertahap. Perluasan objek pajak ini dimaksudkan untuk

meningkatkan penerimaan negara dari sektor PPN dan untuk menunjang netralitas PPN

sebagai pajak atas konsumsi.

Objek pajak sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 UU PPN adalah sebagai berikut:

a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

b. Impor BKP.

c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean ke dalam Daerah Pabean.

Page 29: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

16

f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.

g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

h. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak.

i. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau

pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau

digunakan pihak lain.

j. Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.

2.4.1 Penyerahan BKP atau JKP yang dikenakan PPN

Berdasarkan penjelasan pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 dapat

disimpulkan bahwa suatu penyerahan BKP atau JKP dapat dikenakan PPN

apabila memenuhi syarat sebagai berikut :

Barang atau Jasa yang diserahkan adalah BKP atau JKP.

Penyerahan yang dilakukan termasuk dalam pengertian penyerahan kena

pajak.

Penyerahan dilakukan di Daerah Pabean.

Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Yang termasuk dalam penyerahan BKP menurut UU PPN pasal 1A adalah:

Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.

Perjanjian yang menyebabkan timbulnya pengenaan PPN adalah jual beli,

tukar menukar, jual beli dengan angsuran atau perjanjian lain yang

mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian

leasing.

Page 30: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

17

Penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha artinya penyerahan yang

disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi. Di dalam UU

PPN ditentukan bahwa penyerahan BKP telah terjadi pada saat

dilakukannya penandatangan perjanjian.

Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.

Yang dimaksud dengan pedagang perantara menurut UU PPN adalah orang

pribadi atau badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya dengan

nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk

tanggungan orang lain dengan mendapatkan upah atau balas jasa tertentu.

Dan yang dimaksud dengan juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau

yang ditunjuk oleh pemerintah.

Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma atas BKP.

Pemakaian sendiri menurut UU PPN adalah pemakaian untuk pemakaian

kepentingan pengusaha sendiri, pengurus atau karyawannya, baik barang

produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. Sedangkan pengertian

pemberian cuma-cuma menurut UU PPN adalah pemberian yang diberikan

tanpa pembayaran baik barang produksi sendiri maupun bukan produksi

sendiri, seperti pemberian contoh untuk promosi kepada relasi atau pembeli.

Persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan,

sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat

dikreditkan.

Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP

antar cabang. Yang dimaksud dengan “pusat” adalah tempat tinggal atau

Page 31: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

18

tempat kedudukan, sedangkan yang dimaksud dengan “cabang” antara lain

lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan tempat kegiatan usaha

sejenisnya. Apabila perusahaan memiliki lebih dari satu tempat pajak

terutang maka tempat pajak terutang adalah tempat dimana terjadi

penyerahan BKP kepada pihak lain, sehingga di dalam UU PPN ini

menganggap bahwa pemindahan BKP dari tempat-tempat tersebut adalah

penyerahan BKP.

Penyerahan BKP secara konsinyasi.

Penyerahan BKP secara konsinyasi adalah penyerahan barang secara

dititipkan. PPN yang sudah dibayar pada waktu BKP yang bersangkutan

diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada

Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan. Oleh UU PPN saat

terjadinya penitipan ini sudah harus diakui adanya PPN dan jika BKP

tersebut tidak laku maka akan dilakukan pengembalian atas BKP dan juga

pengembalian atas PPN, seperti yang dimaksudkan dalam Pasal 5A

Undang-Undang PPN.

Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang

dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap

langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.

2.4.2 Penyerahan BKP atau JKP Tidak Dikenakan PPN

Dalam UU PPN pasal 1A Ayat 2 terdapat 3 macam pengertian penyerahan yang

tidak termasuk dalam penyerahan BKP, yaitu:

Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang. Pengertian makelar atau pedagang

Page 32: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

19

perantara adalah mereka yang menyelenggarakan perusahaan mereka

dengan melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu,

atas amanat, dan atas nama orang lain yang dengan mereka tidak terdapat

hubungan kerja. Oleh karena itu, pada saat melakukan penyerahan BKP

kepada makelar tidak dapat digolongkan sebagai penyerahan BKP karena

prinsipnya makelar menyelenggarakan usahanya atas nama orang lain.

Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang.

Penyerahan BKP dalam hal PKP memperoleh ijin pemusatan tempat pajak

terutang. Jika PKP memiliki lebih dari satu tempat usaha (pusat dan cabang)

dan telah memiliki ijin pemusatan tempat pajak terutang, maka atas

penyerahan BKP dari pusat ke cabang, ataupun sebaliknya tidak termasuk

dalam penyerahan BKP.

Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang

melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah PKP.

BKP berupa harta yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,

yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak

Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

II.5 Bukan Objek Pajak

2.5.1 Barang Bukan Objek Pajak

Yang termasuk dalam Barang Bukan Objek Pajak atau Barang Tidak Dikenakan

Pajak menurut Pasal 4A UU No. 42 Tahun 2009 dan PP Nomor 144 Tahun

2000 adalah:

Page 33: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

20

a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung

dari sumbernya. Contohnya: Minyak mentah; gas bumi; pasir dan kerikil;

barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran lainnya yang diambil

langsung dari sumbernya.

b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat

banyak. Contohnya: beras dan gabah; jagung; sagu; kedelai; garam baik

yang beriodium maupun tidak beriodium.

c. Makan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung dan sejenisnya. Makanan dan minuman yang disediakan di hotel,

restoran, warung, dll, tersebut telah dikenakan pajak daerah sehingga tidak

dikenakan PPN lagi agar tidak menimbulkan pajak berganda.

d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

2.5.2 Jasa Bukan Objek Pajak

Selain Barang Tidak Kena Pajak, adapula beberapa jenis jasa yang di dalam

penyerahannya tidak dipungut PPN. Jasa-jasa tersebut disebut dengan Jasa

Tidak Kena Pajak (Jasa Bukan Objek Pajak). Yang termasuk dalam jenis Jasa

Tidak Kena Pajak yang sesuai dengan UU PPN Pasal 4A ayat 3 juncto

Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000, yaitu:

a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;

b. Jasa di bidang pelayanan sosial;

c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;

d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;

e. Jasa di bidang keagamaan;

f. Jasa di bidang pendidikan;

Page 34: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

21

g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;

h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;

i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;

j. Jasa di bidang tenaga kerja;

k. Jasa di bidang perhotelan;

l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan

pemerintahan secara umum.

II.6 Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

PPN di Indonesia menggunakan mekanisme pengkreditan antara Pajak Masukan

dengan Pajak Keluaran. Berikut ini adalah pengertian dari Pajak Masukan (PM) dan Pajak

Keluaran (PK).

2.6.1 Pengertian Pajak Masukan (PM)

Menurut Soemarso S.R (2007:270):

“Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar pada waktu pembelian atau

impor Barang Kena Pajak serta penerimaan jasa kena pajak yang dapat

dikreditkan untuk Masa Pajak yang sama. Dalam hal tertentu Pajak

Masukan tidak dapat dikreditkan.”

Pengkreditan Pajak Masukan diatur dalam :

a. Pasal 1 angka 24;Pasal 9;Pasal 16B UU PPN;

b. Pasal 12 PP Nomor 143 Tahun 2000 jo PP Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2002;

Page 35: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

22

c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/KMK.03/2010 tentang Pedoman

Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak

Yang Melakukan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak;

d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman

Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak

Yang Mempunyai Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu;

e. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.03/2010

Tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi

Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu;

f. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.03/2010

Tentang Saat Penghitungan Dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak

Masukan Yang Telah Dikreditkan Dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi

Pengusaha kena Pajak Yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi.

2.6.2 Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak Masukan (PM)

Prinsip dasar pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut :

a. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran

untuk Masa Pajak yang sama (Pasal 9 ayat 2 UU PPN).

b. Apabila dalam suatu Masa Pajak masih belum ada PK, maka PM tetap dapat

dikreditkan, selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak di

dalam Faktur Pajak Standar dan setelah berakhirnya Masa Pajak yang

bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan

pemeriksaan.(Pasal 9 ayat 9 UU PPN).

Page 36: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

23

c. Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan

yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang

modal dapat dikreditkan (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).

d. Barang modal adalah harta berwujud yang memiliki manfaat lebih dari

1(satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan

termasuk pengeluaran yang dikapitalisasikan ke barang modal tersebut (PP

No. 1 Tahun 2012).

e. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan

ayat (9),Pasal 9 ayat 2a UU PPN).

f. Jika di dalam suatu Masa Pajak terjadi PK lebih besar daripada PM, maka

atas selisihnya merupakan PPN yang masih harus dibayarkan oleh PKP.

Tetapi jika yang terjadi adalah PM yang dapat dikreditkan lebih besar

dibandingkan dengan PK, maka selisih ini merupakan kelebihan pajak yang

dapat dimintakan kembali (restitusi) atau dikompensasikan ke Masa Pajak

Berikutnya.(Pasal 9 ayat 3 dan 4 UU PPN).

g. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP harus

dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat PKP dikukuhkan. Contoh:

alamat di FP sama dengan alamat di SK pengukuhan. Dalam hal impor

BKP, DJP karena jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari PKP

dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor BKP

sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan.

Apabila PKP di dalam suatu Masa Pajak juga melakukan penyerahan

yang tidak terutang pajak dan sepanjang PM yang dikreditkan diketahui secara

Page 37: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

24

pasti di dalam pembukuannya, maka jumlah PM yang dapat dikreditkan adalah

PM yang berhubungan dengan penyerahan yang terutang pajak.

Tetapi jika PKP tidak mengetahui secara pasti jumlah PM untuk

penyerahan yang terutang pajak, maka jumlah PM untuk penyerahan yang

terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan

KMK-575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak

Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang

Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.

Besarnya PM yang dapat dikreditkan oleh PKP yang dikenakan pajak

penghasilan dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan netto di

dalam UU PPh Nomor 17 Tahun 2000, dapat dihitung pengkreditan Pajak

Masukannya menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan yang

ditetapkan oleh Menteri Keuangan di dalam KMK-553/KMK.04/2000 tentang

pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena

Pajak yang berdasarkan UU PPh Nomor 17 Tahun 2000 Memilih Dikenakan

Pajak Dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Kriteria PM yang dapat dikreditkan adalah harus memenuhi syarat

material dan syarat formal. Syarat material adalah Pajak Masukan untuk

memperoleh BKP atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Syarat formal di dalam pengkreditan PM adalah tercantum di dalam

Faktur Pajak yang tidak lengkap. Di dalam UU PPN Pasal 9 Ayat 8 dan pasal

16B ayat(3) UU PPN juga dijelaskan mengenai PM yang tidak dapat

dikreditkan, antara lain jika:

Perolehan BKP atau JKP sebelum Pengusaha dikukuhan sebagai PKP.

Page 38: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

25

Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan

kegiatan usaha.

Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan, jeep, station

wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau

disewakan.

Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah

Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP.

Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan.

Begitu pula dengan perolehan BKP atau JKP yang menggunakan Faktur

Pajak yang tidak memenuhi ketentuan seperti dalam UU PPN atau dikenal

dengan istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap, atas PM yang telah dibayarkan

juga tidak dapat dikreditkan.

Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah

Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan. Direktorat Jendral

Pajak berhak menentukan dokumen lain yang dipersamakan dengan Faktur

Pajak. Contohnya: Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Pemberitahuan

Ekspor Barang (PEB), dll. Yang diatur lebih lanjut di dalam KEP-

522/PJ/2000 juncto KEP-312/PJ/2001 tentang Dokumen-Dokumen tertentu

yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak.

Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang dibayar setelah ditagih

dengan penerbitan ketetapan pajak.

Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN), yang

diketemukan pada waktu dilakukannya pemeriksaan juga tidak dapat

Page 39: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

26

dikreditkan karena dalam hal ini memang telah terjadi penyelewengan dari

Pengusaha kena Pajak. Oleh karena itu sudah seharusnya atas PM itu tidak

dapat dikreditkan.

Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi

sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak.

Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP untuk menghasilkan penyerahan

BKP/JKP yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.

Di dalam KMK-575/KMK.04/2000 dijelaskan juga bahwa jika PKP

menggunakan barang modal untuk kegiatan usaha yang menghasilkan BKP

dan/atau JKP yang penyerahannya terutang PPN dan kegiatan lain yang tidak

terutang dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN maka tetap dapat

mengkreditkan PM atas perolehan barang modal tersebut senilai yang

sebanding dengan persentase penggunaan barang modal yang digunakan untuk

menghasilkan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN.

Di dalam PMK Nomor 78/PMK.03/2010 dijelaskan juga mengenai

beberapa jenis penyerahan oleh PKP yang dimaksudkan di dalam Peraturan

Pasal 9 ayat(6) UU PPN adalah PKP yang:

Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau

kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang

PPN dan unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas

penyerahannya terutang PPN dan atau unit atau kegiatan yang menghasilkan

barang yang atas penyerahannya terutang PPN. Contoh : PKP memiliki

usaha yang menghasilkan jagung (bukan BKP) dan juga menghasilkan

minyak jagung (BKP).

Page 40: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

27

Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan

yang tidak terutang PPN dan yang terutang PPN. Contoh: PKP yang

memiliki usaha di bidang perhotelan, PKP ini melakukan usaha jasa

perhotelan (bukan JKP) dan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha

(JKP).

Melakukan kegiatan menghasilkan atau memperdagangkan barang dan

usaha jasa atas penyerahannya terutang PPN dan yang tidak terutang PPN.

Contoh : PKP memiliki usaha pabrikan roti (BKP) dan juga memiliki usaha

jasa angkutan umum (bukan JKP).

Melakukan kegiatan usaha yang atas atas penyerahannya sebagian terutang

PPN dan sebagian lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN. Contoh : PKP

memiliki usaha membangun perumahan. PKP ini membangun perumahan

mewah (BKP) dan juga membangun Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang

bukan BKP. Maka PM yang dibayar atas perolehan BKP dan/atau JKP

adalah:

Nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas

penyerahannya tidak terutang PPN atau dibebaskan dari

pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan. Contoh: PM atas

pembelian truk dan pupuk yang akan digunakan untuk

perkebunan jagung.

Digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas

penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut tidak

terutang PPN atau dibebaskan dari pengenaan PPN, maupun

untuk kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau

Page 41: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

28

kegiatan tersebut terutang PPN terhadap peredaran

seluruhnya. Contoh : PM dari pembelian truk yang dipakai

untuk angkutan di perkebunan jagung dan pabrik minyak

jagung

Nyata-nyata digunakan untuk hasil unit kegiatan yang atas

penyerahan hasil dari unit atau kegiatan tersebut terutang

PPN, dapat dikreditkan. Contoh: PM atas pembelian dari

mesin-mesin guna memproduksi minyak jagung.

2.6.3 Pajak Keluaran (PK)

Menurut Soemarso S.R (2007:270):

“Pajak Keluaran adalah pajak yang dikenakan atas penjualan Barang

Kena Pajak yang ditambahkan sebesar 10% dari harga jual.”

Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak

yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak,

ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak

Berwujud dan/atau ekspor Jasa Kena Pajak. Contoh: PT. Cemerlang melakukan

penjualan komputer dengan perincian sebagai berikut:

Harga jual komputer Rp10.000.000,00

PPN Rp1.000.000,00

Harga jual komputer dan PPN Rp11.000.000,00

Maka PPN sebesar Rp1.000.000,00 merupakan Pajak Keluaran bagi PT.

Cemerlang.

Page 42: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

29

II.7 Pengertian dan Jenis Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah komponen penting dalam penghitungan Pajak

Pertambahan Nilai. Berdasarkan UU PPN 2009 Pasal 1 Ayat 17, terdapat 5 dasar dalam

pengenaan PPN, yaitu:

a. Harga Jual untuk penyerahan BKP

Harga jual di dalam pengertian ini adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya

yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak

termasuk PPN yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang

dicantumkan dalam Faktur Pajak.

b. Penggantian untuk penyerahan JKP

Ekspor BKP tidak berwujud, dan Ekspor JKP. Pengertian penggantian sebenarnya

hampir sama dengan pengertian harga jual, hanya saja penggantian lebih tepat

digunakan dalam penyerahan JKP, yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya

yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP,

tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan

harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

c. Nilai Impor untuk Impor BKP

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk

ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang

dipungut menurut undang-undang ini.

d. Nilai Ekspor untuk Ekspor BKP

Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh eksportir.

Page 43: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

30

e. Nilai Lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dasar

Pengenaan Pajak Nilai Lain diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 75/PMK.03/2010, yaitu dapat dirinci sebagai berikut:

Untuk pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau

penggantian setelah dikurangi laba kotor.

Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual

atau penggantian setelah laba kotor.

Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah

perkiraan harga jual rata-rata.

Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per

judul film.

Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran

perusahaan adalah harga pasar wajar.

Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut

menurut ketentuan dapat dikreditkan, adalah harga pasar wajar.

Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual.

Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata

adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya

ditagih.

Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan atau

jumlah yang seharusnya ditagih.

Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan

yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon.

Page 44: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

31

Untuk penyerahan BKP dan/atau JKP dari pusat ke cabang atau

sebaliknya dan penyerahan BKP dan/atau JKP antar cabang adalah

Harga Pokok Penjualan atau harga perolehan.

Untuk penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui

juru lelang adalah harga lelang atau harga yang disepakati antara

pedagang perantara dengan pembeli

II.8 Tarif PPN

Undang-Undang PPN menerapkan single rate atau tarif tunggal dalam menghitung

PPN terutang. Besarnya tarif ini adalah 10% (Pasal 7 ayat(1) UU PPN ). Dengan tarif

tunggal ini maka semua BKP dan JKP akan dikenakan tarif yang sama yaitu 10% tanpa

melihat jenis barang atau jasanya. Dengan pengenaan tarif tunggal ini, PPN menegaskan

dirinya bersifat netral dari persaingan dunia bisnis.

Namun demikian, PPN juga memiliki tarif lain yaitu tarif 0% (Pasal 7 ayat(2) UU

PPN ). Tarif ini dikenakan khusus untuk objek PPN berupa ekspor BKP, ekspor JKP dan

ekspor BKP tidak berwujud. Pengenaan tarif 0% ini dimaksudkan agar PKP yang

melakukan ekspor dapat meminta kembali unsur PPN yang terdapat dalam BKP atau JKP

yang diekspornya sehingga harga barang atau jasa tersebut tidak mengandung unsur PPN.

Hal ini sesuai dengan ciri PPN yang merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri.

II.9 Cara Menghitung PPN Terutang

Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam melaporkan PPN yang terutang melalui Surat

Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). PPN yang terutang

Page 45: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

32

dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang

dapat ditulis dengan rumus:

PPN terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Cara menghitung PPN yang terutang adalah dengan mengalikan jumlah harga jual,

penggantian, nilai impor, nilai kkspor atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri

Keuangan dengan tarif pajak. Contoh:

a. PKP Sony menjual BKP secara tunai dengan harga jual Rp45.000.000,00.

PPN yang terutang :

10% x Rp45.000.000,00 = Rp4.500.000,00

PPN sebesar Rp4.500.000,00 ini adalah Pajak Keluaran yang dipungut oleh PKP Soni.

b. PKP Sulist melakukan penyerahan JKP dengan memperoleh penggantian sebesar

Rp82.500.000,00.

PPN yang terutang:

10% x Rp82.500.000,00 = Rp8.250.000,00

PPN sebesar Rp8.250.000,00 merupakan PK yang dipungut oleh PKP Sulist.

c. Melan mengimpor BKP dari Luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor

Rp700.000.000,00.

PPN Terutang:

10% x Rp700.000.000,00 = Rp70.000.000,00

PPN sebesar Rp70.000.000,00 adalah PPN yang dipungut melalui Direktorat Jendral

Bea dan Cukai.

Page 46: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

33

II.10 Saat dan Tempat Pajak Terutang

2.10.1 Saat Terutang

Saat terutang diperlukan untuk menentukan kapan saat Pengusaha Kena Pajak

(PKP) membayarkan pajak yang terutang. Di dalam UU PPN Pasal 11 Ayat 1

dijelaskan bahwa saat terutang PPN adalah pada saat :

Penyerahan BKP/JKP,

Impor BKP,

Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean,

Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean,

Pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau

sebelum pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah

Pabean.

Pada saat lain yang ditetapkan Dirjen Pajak, dalam hal saat terutangnya

pajak sukar ditetapkan atau terjadi perubahan ketentuan yang dapat

menimbulkan ketidakadilan.

Di dalam proses pemungutan PPN memang menganut sistem akrual yang

artinya:

Hutang pajak diakui pada saat penyerahan BKP atau JKP, meskipun belum

ada penerimaan pembayaran.

Untuk JKP, saat terutang ini adalah dimana sudah dimulai ketersediaan jasa

yang dimaksudkan untuk mulai digunakan.

Untuk impor BKP, saat terutang pajaknya adalah saat BKP tersebut masuk

ke dalam Daerah Pabean.

Page 47: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

34

Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean ini terutang

pajak pada saat BKP tersebut digunakan oleh pengusaha di dalam Daerah

Pabean.

Untuk kegiatan ekspor BKP, saat terutangnya adalah saat dibuatnya

dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) tetapi karena pemanfaatan

barang-barang ekspor ini adalah di luar Daerah Pabean, maka untuk ekspor

BKP terutang PPN sebesar 0%.

2.10.2 Tempat Pajak Terutang

Ketentuan tentang tempat terutangnya PPN dimuat dalam Pasal 12 UU PPN

sebagai berikut :

Atas penyerahan BKP/JKP adalah di tempat (Orang Pribadi) atau tempat

kedudukan (badan) dan/atau tempat kegiatan usahanya dilakukan, yaitu di

tempat pengusaha dikukuhkan atau seharusnya dikukuhkan sebagai PKP

atau tempat lain selain tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau

tempat kegiatan usaha dilakukan yang diatur dengan Peraturan Direktur

Jenderal Pajak.

Atas impor BKP adalah di tempat dimasukkannya BKP ke dalam Daerah

Pabean.

Atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah

Pabean di dalam Daerah Pabean adalah di tempat orang pribadi atau badan

yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud/JKP tersebut terdaftar sebagai

wajib pajak dan/atau tempat kegiatan usaha.

Atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan

usaha atau pekerjaan adalah di tempat bangunan didirikan.

Page 48: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

35

Apabila PKP memiliki lebih dari satu tempat tinggal atau tempat usaha,

maka seharusnya setiap tempat tersebut terutang pajak. Tetapi jika beberapa

tempat usaha tadi berada dalam satu wilayah Kantor Direktorat Jendral Pajak,

maka atas seluruh tempat usaha tadi oleh PKP boleh dipilih salah satu untuk

menjadi tempat terutang pajaknya dan bertanggung jawab atas seluruh tempat

usaha yang lainnya.

Terhadap PKP orang pribadi, Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-

4/Pj/2010 mengatur bahwa dalam hal di tempat tinggal pengusaha orang

pribadi tidak dilakukan kegiatan usaha (hanya semata-mata untuk tempat

tinggal), maka PPN hanya terutang di tempat kegiatan usaha. Sehingga

pengukuhan sebagai PKP hanya dilakukan di KPP yang wilayah kerjanya

meliputi tempat kegiatan usaha. Apabila di tempat tinggal pengusaha tersebut

sudah terlanjur dikukuhkan sebagai PKP, pengukuhan tersebut akan dicabut

setelah dilakukan pemeriksaan oleh Fiskus.

II.11 Fasilitas Di Bidang PPN

Tujuan dan maksud diberikannya kemudahan pada hakekatnya untuk memberikan

fasilitas perpajakan yang benar-benar diperlukan terutama untuk berhasilnya sektor-sektor

kegiatan ekonomi yang berprioritas tinggi dalam skala nasional, mendorong

perkembangan dunia usaha, meningkatkan daya saing, mendukung pertahanan nasional,

serta memperlancar pembangunan nasional.

Berdasarkan UU PPN Pasal 16B, ada 2 macam fasilitas di bidang PPN dan PPnBM

meliputi Pajak Terutang Tidak Dipungut dan Pajak Terutang Dibebaskan. Walaupun telah

ditetapkan 2 (dua) macam fasilitas PPN sesuai UU PPN tetapi pada prakteknya masih

Page 49: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

36

berlaku 5 (lima) macam fasilitas PPN, yaitu: penangguhan pembayaran PPN dan PPnBm,

penundaan pembayaran PPN dan PPnBM, PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah, PPN

dan PPnBM tidak dipungut, dan dibebaskan dari pengenaan pajak.

2.11.1 Fasilitas PPN Tidak Dipungut

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/ perolehan JKP

yang atas penyerahannya tidak dipungut PPN, tetap dapat dikreditkan. Yang

dimaksud dengan fasilitas ini adalah atas BKP atau JKP tersebut tetap

terutang PPN tetapi di dalam pelaksanaannya tidak dipungut yang diketahui

di dalam Faktur Pajaknya telah dicap dengan “TIDAK DIPUNGUT”.

Sehingga atas PM-nya tetap dapat dikreditkan walaupun dikreditkan dengan

PK yang nihil karena fasilitas ini.

2.11.2 Fasilitas PPN dibebaskan

Pajak terutang yang dibebaskan dari pengenaan pajak adalah untuk:

Berdasarkan PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang pelaksanaan PPN yang

Dibebaskan atas Impor dan/atau Penyerahan BKP Tertentu dan/atau

Penyerahan JKP Tertentu.

Pemberian Restitusi/Pembebasan PPN/PPnBM kepada Perwakilan Negara

Asing atau Badan Internasional serta Pejabat atau Tenaga Ahlinya diatur

dalam KMK No.25/KMK.01/1998.

Impor dan Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis (PP Nomor 12

Tahun 2001 juncto PP Nomor 31 Tahun 2007).

Berdasarkan PP No.2 Tahun 2009 Tentang Perlakuan Kepabeanan,

Perpajakan, Dan Cukai serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran

Barang Ke Dan Dari Serta Berada di Kawasan yang Telah Ditunjuk

Page 50: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

37

Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang berlaku

mulai tanggal ditetapkan yaitu 16 Januari 2009.

Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan atau perolehan

JKP yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat

dikreditkan. Berbeda dengan fasilitas tidak terutang pajak, fasilitas

dibebaskan dari pengenaan pajak ini menyebabkan tidak adanya PK, sehingga

PM yang berkaitan dengan penyerahan BKP dan atau JKP yang memperoleh

pembebasan tersebut tidak dapat dikreditkan.

Berikut ini adalah BKP tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan

dari pengenaan PPN adalah:

Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok

boro, asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya yang

batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendengar

pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah.

Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat

angkutan udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan

patroli dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang

diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI, dan

komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan

amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen

Pertahanan, TNI atau POLRI.

Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional

(PIN).

Buku-buku pelajaran umum, Kitab Suci, dan buku-buku pelajaran agama.

Page 51: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

38

Kapal Laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal

angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan,

kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau

keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh

Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Nasional,

Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan

Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional

sesuai dengan kegiatan usahanya.

Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat

keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang

diserahkan kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga

Nasional dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau

pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh

Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka

pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan

Udara Niaga Nasional.

Kereta Api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau

pemeliharaan serta prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh

PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia dan komponen atau bahan yang

diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO) Kereta Api

Indonesia.

Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data

batas dan foto udara wilayah negara Republik Indonesia untuk mendukung

Page 52: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

39

pertahanan Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau

TNI.

II.12 Mekanisme Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

2.12.1 Mekanisme Umum

a. Setiap Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena

Pajak (BKP) atau Jasa kena Pajak (JKP) wajib membuat Faktur Pajak

untuk memungut pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dari pembeli

BKP/penerima JKP ini disebut Pajak Keluaran.

b. Pada saat PKP tersebut membeli BKP atau JKP dari PKP lain, juga

membayar pajak yang terutang, yang disebut Pajak Masukan.

c. Pada akhir Masa Pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan terhadap

Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal Pajak

Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka kekurangannya

dibayar ke Kas Negara selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya

melalui Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro dengan sarana Surat Setoran

Pajak (SSP).

d. Sebaliknya, apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran,

maka selisihnya merupakan kelebihan pembayaran pajak yang dapat

dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya atau diminta kembali

(restitusi).

e. Untuk setiap Masa Pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk

melaporkan pemungutan dan penyetoran pajak yang terutang ke Kantor

Page 53: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

40

Pelayanan Pajak dimana dia terdaftar selambat-lambatnya akhir bulan

berikutnya setelah akhir Masa Pajak.

2.12.2 Mekanisme Khusus (Penyerahan kepada Pemungut PPN)

a. Instansi pemerintah dan badan-badan tertentu ditunjuk sebagai pemungut

PPN.

b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP/JKP kepada

pemungut PPN pada saat melakukan penagihan membuat Faktur Pajak

dan Surat Setoran Pajak (SSP).

c. Pemungut „memungut” pajak yang terutang pada saat melakukan

pembayaran sebesar harga jual atau penggantian kepada PKP rekanannya,

kemudian menyetorkannya ke Kas Negara dengan Surat Setoran Pajak

(SSP) atas nama PKP rekanannya serta melaporkannya ke Kantor

Pelayanan Pajak (KPP) setempat.

d. Pemungut kemudian menyerahkan SSP tersebut kepada PKP yang

bersangkutan.

e. Pelaporan atas penyerahan kepada pemungut tersebut di SPT Masa PPN

pada masa pembayaran bukan saat penagihan atau penyerahan.

II.13 Mekanisme Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

PKP yang melakukan kegiatan penyerahan BKP/JKP diwajibkan untuk melaporkan

penghitungan PPN yang telah disetorkan. Pelaporan PPN yang telah disetorkan adalah

dengan menggunakan form SPT Masa PPN (1111). Di dalam penyetoran tersebut haruslah

dilampiri dengan bukti berupa Faktur Pajak. Berdasarkan PER-44/PJ/2010 Tanggal 06

Page 54: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

41

Oktober 2010, diberlakukan tiga jenis formulir SPT Masa PPN dengan nama dan

peruntukan sebagai berikut:

a. SPT Masa PPN 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak

Masukan dan Pajak Keluaran (Normal).

b. SPT Masa PPN 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan Pedoman

Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan.

c. SPT Masa PPN 1107 PUT, yang digunakan oleh pemungut PPN.

2.13.1 Faktur Pajak (FP)

Pengertian Faktur Pajak menurut UU PPN Pasal 1 Ayat 23 adalah

bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang

melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.

Bukti pemungutan PPN yang sah dari Direktorat Jenderal Pajak

adalah berupa Faktur Pajak. Fungsi Faktur Pajak selain sebagai bukti

pungutan PPN juga sebagai sarana pengkreditan Pajak Masukan dan juga

sebagai bukti pembayaran PPN pada saat impor Barang Kena Pajak atau

Jasa Kena Pajak yang telah dilakukan melalui Dirjen Bea dan Cukai. Faktur

Pajak juga berfungsi sebagai pengawasan administrasi pajak terhadap

pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Pengusaha Kena

Pajak.

Berdasarkan pada UU PPN Pasal 13 ayat 5 jo PER-13/PJ/2010 jo

PER-10/PJ/2010 menyatakan bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan

keterangan tentang penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang paling

sedikit memuat:

Page 55: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

42

a) Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan

Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.

b) Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak

c) Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan

potongan harga

d) Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut

e) Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut

f) Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

g) Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur

Pajak.

Ketentuan dalam membuat Faktur Pajak (FP) sekarang mengalami

perubahan signifikan terutama dalam hal sistem penomoran. Hal tersebut

diatur dalam PER-24/PJ/2012 tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian

Keterangan, Prosedur Pemberitahuan Dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara

Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak yang

berlaku per 1 April 2013. Dengan penerbitan ketentuan baru ini, diharapkan

berbagai pelanggaran berkenaan dengan ketentuan perpajakan khususnya

tentang PPN akan berkurang secara signifikan.

Sebagai contoh, untuk pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, PKP

disyaratkan telah mempunyai Kode Aktivasi dan Password dan telah

melaporkan SPT Masa PPN untuk 3(tiga) Masa Pajak terakhir. Selain itu,

untuk mendapatkan Kode Aktivasi, disyaratkan terhadap PKP telah

melakukan registrasi ulang atau verifikasi. Dengan Ketentuan baru ini

Page 56: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

43

diharapkan tingkat kepatuhan PKP akan meningkat dan penerbitan Faktur

Pajak Fiktif akan berkurang.

Beberapa hal terkait dengan penerbitan Faktur Pajak sesuai PER-

24/PJ/2012 yang baru tersebut , Wajib pajak perlu memperhatikan beberapa

hal sebagai berikut:

Saat pembuatan Faktur Pajak menurut peraturan yang lama yaitu PER-

13/PJ/2010 adalah:

a) Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan

Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran

diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan

Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak.

b) Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi

sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP/JKP

c) Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan

pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau sebelum

penyerahan JKP.

d) Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan

sebagian tahap pekerjaan, atau

e) Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada

Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan

Nilai.

Di Peraturan yang baru (PER-24/PJ/2012) ditambahkan satu kondisi

baru, yaitu “saat lain” yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan

Menteri Keuangan. Apabila Faktur Pajak diterbitkan setelah melewati

Page 57: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

44

jangka waktu 3(tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, maka

PKP dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak . Akibatnya, PKP Pembeli

Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur

Pajak tersebut tidak dapat mengkreditkan PPN yang tercantum didalamnya

sebagai Pajak Masukan.

a) Penomoran Faktur Pajak

Di sistem penomoran yang baru ini, jumlah digit nomor Faktur Pajak

tetap enam belas digit, tetapi dengan pengaturan yang berbeda, yaitu:

2 digit kode transaksi

1 digit kode status, dan

13 digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh

Direktorat Jenderal Pajak. Diketentuan yang lama Nomor Seri

Faktur Pajak ini hanya terdiri atas sepuluh digit saja dan

diterbitkan secara urut mulai 0000000001 tiap awal tahun. Di

ketentuan yang baru ini, Direktorat Jendral Pajak yang akan

memberikan Nomor Faktur Pajak secara blok sesuai permintaan

Wajib Pajak (WP).

b) Pengajuan Permohonan Kode Aktivasi dan Password

Agar dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak, Pengusaha Kena

Pajak harus mengajukan surat permohonan kode aktivasi dan

Password terlebih dahulu agar dapat memperoleh Nomor Faktur

Pajak. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan kode aktivasi dan

Password ke PKP setelah PKP melakukan registrasi ulang

Pengusaha Kena Pajak dan laporan hasil registrasi ulang verifikasi

Page 58: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

45

menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau PKP telah dilakukan

verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

73/PMK.03/2012.

c) Tata cara mengajukan Kode Aktivasi dan Password

Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengajukan permohonan secara

tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan.

Jika surat permohonan sudah diisi dengan lengkap, PKP menerima

Bukti Penerimaan Surat (BPS). Setelah permohonan kode aktivasi

dan password disetujui, PKP akan menerima surat Pemberitahuan

Kode Aktivasi melalui jasa kurir ke alamat PKP sesuai dengan data

yang ada pada sistem di KPP dan menerima Password melalui surat

elektronik (email). Jika permohonan ditolak, PKP akan menerima

surat Penolakan Pemberian Kode Aktivasi yang dikirimkan oleh

KPP melalui jasa ekspedisi ke alamat PKP sesuai dengan data yang

ada pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak. Untuk pertama

kalinya permohonan kode aktivasi, password, dan permintaan nomor

seri Faktur Pajak dapat diajukan oleh PKP mulai tanggal 1 Maret

2013.

d) Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak

Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak

tempat PKP terdaftar, akan menerbitkan Surat Pemberitahuan

Nomor Seri Faktur Pajak berdasarkan permintaan PKP, dengan

syarat PKP telah mempunyai kode aktivasi dan password. Selain itu,

diperlukan pula syarat lain yaitu PKP telah melaporkan SPT Masa

Page 59: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

46

PPN untuk tiga Masa Pajak terakhir, yang telah jatuh tempo, secara

berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke Kantor

Pelayanan Pajak.

e) Penunjukkan dan Penandatangan Faktur Pajak

Sebagaimana telah di atur di peraturan terdahulu, PKP berkewajiban

untuk memberitahukan ke KPP dimana PKP terdaftar tentang

Pejabat/Pegawai yang berwenang untuk menandatangani Faktur

Pajak. Namun demikian, peraturan terbaru ini mengharuskan PKP

untuk melampirkan fotokopi identitas diri para pejabat/pegawai

penandatangan faktur pajak yang telah dilegalisir oleh yang

berwenang.

f) Pemakaian Nomor Seri Faktur Pajak

Berbeda dengan peraturan sebelumnya yang mewajibkan penomoran

Faktur Pajak secara sequence, di Peraturan yang baru ini PKP

diperkenankan memberikan nomor seri Faktur Pajak secara tidak

berurutan. Konsekuensinya, di setiap masa pajak Desember, nomor

seri Faktur Pajak yang tidak dipergunakan harus dilaporkan ke KPP

tempat PKP terdaftar, sehingga nomor Faktur Pajak yang

dikeluarkan oleh PKP bersangkutan akan selalu termonitor.

g) Faktur Pajak Tidak Lengkap

Di Peraturan yang baru ini tidak dikenal lagi istilah Faktur Pajak

Cacat. Sebagai gantinya muncul istilah Faktur Pajak Tidak Lengkap.

Pada dasarnya kedua istilah ini mempunyai pengertian yang sama.

Di peraturan yang baru ini dipertegas bahwa PKP yang menerbitkan

Page 60: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

47

Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai

dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan. Penegasan ini semakin memperjelas dan

memberikan kepastian hukum bagi fiskus dan PKP. Dan dengan

adanya pengaturan kembali ini diharapkan penyalahgunaan faktur

pajak dapat ditekan.

2.13.2 SPT Masa PPN

Fungsi dari Surat Pemberitahuan adalah sebagai alat untuk melakukan

kewajiban pelaporan dan pertanggungjawaban penghitungan PPN terutang.

Isi lain dari Surat Pemberitahuan melaporkan tentang:

1. Jumlah pengkreditan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dan

2. Jumlah pelunasan pajak yang telah dilakukan oleh Pengusaha Kena

Pajak atau pelunasan pajak melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak.

Cara penyampaian SPT Masa PPN dapat dilakukan dengan cara e-

filling yaitu sebuah layanan pengiriman atau penyampaian Surat

Pemberitahuan Pajak (SPT) secara elektronik baik untuk orang pribadi

maupun badan ke Direktorat Jendral Pajak dengan menggunakan jaringan

internet melalui ASP (Aplication Service Provider atau penyedia Jasa

Aplikasi), sehingga WP tidak perlu lagi melakukan pencetakan semua

formulir laporan. Dengan begitu DJP akan lebih mudah di dalam

mengarsipkan data-data dari Wajib Pajak (WP).

Cara Penyampaian SPT Masa PPN diatur dalam Peraturan Direktur

jenderal Pajak Nomor : PER-21/PJ/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan

Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2011 Tentang Tata Cara

Page 61: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

48

Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan

Nilai (SPT Masa PPN). Dipasal (1a) disebutkan bahwa Setiap PKP wajib

menyampaikan SPT dalam bentuk data elektronik, kecuali PKP Orang

Pribadi yang melaporkan tidak lebih 25 dokumen (Faktur pajak/dokumen

tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan FP dan/atau Nota

Retur/Nota Pembatalan) pada setiap lampiran SPT dalam 1(satu) Masa

Pajak, dan jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1(satu)

Masa Pajak kurang dari Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dapat

menyampaian SPT dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau dalam

bentuk data elektronik.

Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 terdiri dari 7 lembar, yaitu SPT

induk formulir 1111, dan 6 lampiran SPT Masa PPN 1111 sebaga berikut :

1. Formulir 1111 AB adalah untuk Rekapitulasi Penyerahan dan

Perolehan.

2. Formulir 1111 A1 adalah Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak

Berwujud dan/atau JKP.

3. Formulir 1111 A2 adalah Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam

Negeri dengan Faktur Pajak.

4. Formulir 1111 B1 adalah Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

atas Impor BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar

Daerah Pabean.

5. Formulir 1111 B2 adalah Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan

atas Impor BKP/JKP Dalam Negeri.

Page 62: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

49

6. Formulir 1111 B3 adalah Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat

Dikreditkan atau yang Mendapat Fasilitas.

II.14 Sanksi Keterlambatan

2.14.1 Sanksi Keterlambatan Penyampaian SPT Masa PPN

SPT Masa PPN seharusnya wajib dilaporkan paling lama akhir bulan

berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Apabila tidak disampaikan

tepat pada waktunya maka akan dikenakan sanksi sebesar Rp500.000,00

sesuai dengan UU KUP Pasal 7 Ayat 1.

2.14.2 Sanksi Keterlambatan Pembayaran PPN Terutang

UU KUP Pasal 9 Ayat 1 dan 2a telah menjelaskan tentang pembayaran

dan sanksi administrasi keterlambatan pembayaran pajak. Jadi penyetoran

PPN kurang bayar ini harus dilakukan paling lambat akhir bulan

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan mengisi formulir Surat

Setoran Pajak (SSP) dan menyetorkan pajaknya di bank persepsi. Apabila

ada keterlambatan pembayaran maka akan dikenai sanksi administrasi

sebesar 2% setiap bulannya.

II.15 Pajak Pertambahan Nilai Di Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai suatu instansi yang bergerak di bidang medis memiliki

kegiatan usaha utama adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

yang berupa pelayanan jasa dokter, baik dokter umum maupun dokter ahli, perawatan

dalam bentuk rawat jalan, rawat inap dan tindakan penunjang lainnya seperti :

Radiologi, Fisioterapi, konsultasi gizi, Medical Check Up, Unit Gawat Darurat, dll.

Page 63: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

50

Berdasarkan UU PPN Pasal 4A ayat 3 jo Peraturan Pemerintah Nomor 144

Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan

Nilai, yang termasuk jasa pelayanan kesehatan medik adalah:

1. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.

2. Jasa dokter hewan.

3. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dan fisioterapi.

4. Jasa kebidanan dan dukun bayi.

5. Jasa paramedis dan perawat.

6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan

sanatorium.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 juga disebutkan di

dalam penjelasan bahwa jasa pengobatan alternatif, psikolog dan paranormal juga

merupakan jenis jasa pelayanan kesehatan medik. Rumah sakit sebagai instansi

kesehatan saat ini tidak hanya melakukan jasa bukan Jasa Kena Pajak semata. Rumah

sakit juga memberikan pelayanan-pelayanan pendukung jasa kesehatan medik, seperti

dengan adanya kamar obat dan apotek, dan adapula kantin bagi keluarga maupun

pengunjung pasien. Oleh karena adanya pelayanan-pelayanan tambahan yang

disediakan oleh rumah sakit membuat rumah sakit menjadi subjek PPN yang wajib

PKP untuk memenuhi kewajiban pembayaran PPN atas transaksi-transaksinya yang

terutang PPN.

Di dalam membahas PPN rumah sakit yang harus diperhatikan adalah tentang

penyerahan obat-obatan yang dilakukan oleh rumah sakit. Obat-obatan di dalam rumah

sakit diserahkan kepada pasien baik yang menjalani rawat inap maupun pasien rawat

jalan. Dua penyerahan ini memiliki 2 implikasi yang berbeda dalam pengenaan

Page 64: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

51

pajaknya. Bagi penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat inap, maka penyerahan ini

dimasukkan di dalam jasa rumah sakit yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Tetapi

hal ini berbeda dengan pengenaan PPN atas obat-obatan bagi pasien rawat jalan.

Dasar hukum tentang perlakuan PPN atas obat-obatan bagi pasien rawat jalan

tertuang di dalam SE-11/PJ.52/1998 jo SE-17/PJ.52/1998 jo SE-21/PJ.52/1998 jo SE-

06/PJ.52/2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penggantian Biaya Obat di Rumah

Sakit. Surat Edaran tersebut menjelaskan mengenai pengertian dari kamar obat atau

instalasi farmasi dan pengertian apotek.

Kamar obat atau instalasi farmasi merupakan suatu tempat untuk mengadakan

dan menyimpan obat-obatan, gas medik alat-alat kesehatan serta bahan kimia yang

bukan berdiri sendiri tetapi merupakan satuan organik yang tak terpisahkan dari

keseluruhan organisasi rumah sakit. Sedangkan apotek adalah suatu tempat yang dapat

menyerahkan obat-obatan baik kepada pasien yang sedang menjalani rawat inap

maupun kepada pasien rawat jalan atau bukan pasien rumah sakit.

Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-06/PJ.52/2000 juga

ditegaskan bahwa atas penyerahan obat kepada pasien rawat jalan melalui instalasi

farmasi juga terhutang PPN. Hal ini ditegaskan kembali dengan pengenaan PPN atas

obat-obatan ini dipersamakan dengan PPN pedagang eceran. Pengertian pedagang

eceran adalah pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya

melakukan usaha perdagangan dengan cara:

a. Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya.

b. Menyerahkan BKP melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios atau

dengan cara penjualan langsung kepada konsumen akhir atau dari rumah ke rumah.

c. Menyediakan BKP yang diserahkan di tempat penjualan secara eceran tersebut.

Page 65: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

52

d. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran

tertulis, penawaran tertulis, penawaran, kontrak atau lelang dan pada umumnya

bersifat tunai, dan pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut

langsung membawa sendiri BKP yang dibelinya.

Dengan demikian apabila apotek instalasi farmasi rumah sakit yang bertindak

seperti apotek yang melakukan penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan,

maka rumah sakit yang mempunyai instalasi farmasi/apotek tersebut adalah merupakan

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran. Selanjutnya PPN harus dibayar atas

penyerahan obat-obatan kepada pasien rawat jalan oleh instalasi farmasi/apotek adalah

sebesar 10% dari jumlah seluruh penyerahan barang dagangan.

Seiring dengan perkembangan rumah sakit, maka SE-06/PJ.52/2000 dinyatakan

tidak berlaku lagi. Dan pemungutan PPN atas penyerahan obat oleh Apotek atau

Instalasi Obat saat ini didasarkan pada KMK-253/KMK.03/2002 juncto KMK-

402/KMK.03/2002 tentang PPN atas Penyerahan Barang Dagangan oleh Pedagang

Eceran Selain yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Di dalam KMK-253/KMK.03/2002 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

Pedagang Eceran Selain yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto

adalah Pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan pembukuan yang

dalam kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya adalah melakukan usaha perdagangan

dengan cara sebagai berikut:

a. Menyerahkan BKP melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko, kios, atau

dengan cara penjualan yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, atau

dengan cara penjualan dari rumah ke rumah.

Page 66: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

53

b. Menyediakan Barang Kena Pajak yang diserahkan di tempat penjualan secara

eceran tersebut.

c. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului dengan penawaran

tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifar tunai,

dam pembeli pada umumnya datang ke tempat penjualan tersebut langsung

membawa sendiri BKP yang dibelinya.

II.16 Penghitungan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran

2.16.1 Pajak Keluaran (PK)

Transaksi-transaksi yang terjadi di rumah sakit ini memiliki dua

macam perlakuan atas Pajak Keluarannya. Pertama adalah transaksi-

transaksi yang terutang PPN. Contoh-contoh dari transaksi yang terutang

PPN di rumah sakit adalah transaksi penyerahan obat kepada pasien rawat

jalan yang dilakukan oleh apotek, transaksi-transaksi yang menimbulkan

adanya pendapatan lain-lain bagi rumah sakit yang memang merupakan

objek dari PPN. Yang atas transaksi – transaksi ini akan terutang PK

sebesar 10% dari DPPnya.

Kedua adalah transaksi-transaksi yang tidak terutang PPN.

Transaksi-transaksi ini contohnya penyerahan obat yang dilakukan oleh

instalasi farmasi kepada pasien rawat inap, transaksi-transaksi jasa rumah

sakit sesuai dengan UU PPN Pasal 4A, dan transaksi–transaksi lain yang

tidak terutang PPN. Sehingga atas transaksi-transaksi ini rumah sakit tidak

perlu memungut PPN.

Page 67: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

54

2.16.2 Pajak Masukan (PM)

Perlakuan dari PM selalu berhubungan dengan perlakuan dari PK,

oleh karena itu, Di dalam rumah sakit terdapat beberapa perlakuan pajak

yang berkaitan dengan PM.

Untuk transaksi-transaksi yang terutang PK saat penjualannya,

maka PM yang telah dibayar pada saat pembelian barang tersebut boleh

dikreditkan. Contoh dari transaksi ini adalah transaksi penyerahan obat

yang dilakukan oleh apotek kepada pasien rawat jalan. PM atas obat-

obatan ini boleh dikreditkan di dalam SPT Masa PPN.

Untuk transaksi yang tidak terutang PK pada saat penjualannya,

maka PM yang telah dibayar pada saat pembeliannya tidak dapat

dikreditkan di dalam SPT Masa PPN-nya. Tetapi atas PM yang telah

dibayarkan ini dapat ditambahkan di dalam komponen harga pokok

pembelian (HPP) dari barang dagangan. Contoh transaksinya adalah

penyerahan obat kepada pasien rawat inap yang dilakukan oleh instalasi

farmasi.

Tata cara pemisahan PM obat yang dapat dikreditkan atau yang

akan dibiayakan dalam komponen HPP dilakukan dengan menggunakan

prosentase penghitungan kembali PM yang sesuai dengan KMK-

575/KMK.04/2000 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan yang terutang Pajak

dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak.

Page 68: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

55

2.16.3 Perlakuan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai

Di dalam PPN ada 2 bagian penting yang harus diperhatikan di

dalam pengakuan akuntansinya, yaitu:

1. Pajak Keluaran (PK)

Adanya Pajak Keluaran (PK) disebabkan karena penyerahan Barang

Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP). Besarnya PK ini

diukur dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dengan tarif

PPN. PK sebenarnya bukanlah pendapatan, melainkan adalah hutang

PPN yang akan disetorkan kepada Kas Negara. PK ini diakui ketika

penyerahan BKP atau JKP terjadi. PK ini nantinya akan dicatat Di

dalam neraca yang akan dilaporkan di dalam Laporan Keuangan yang

dibuat oleh perusahaan.

2. Pajak Masukan (PM)

Timbulnya PM karena adanya pembelian BKP atau JKP. Besarnya

PM ini dihitung dengan cara mengalikan DPP dengan tarif PPN.

Khusus untuk PM, ada 2 macam PM yaitu yang dapat dikreditkan dan

PM yang tidak dapat dikreditkan. Untuk PM yang dapat tidak dapat

dikreditkan, maka dapat dibebankan menjadi biaya. PM yang dapat

dikreditkan disajikan dalam neraca. PM sebenarnya bukanlah bagian

dari nilai pembelian BKP atau JKP, melainkan PM ini merupakan

Uang Muka Pajak yang nantinya dapat dikreditkan dengan PK. Jika

nilainya masih lebih besar dari PK dapat pula dikompensasikan atau

direstitusikan.

Page 69: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

56

Page 70: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

56

BAB III

DESKRIPSI PERUSAHAAN

III.1 Metode Penelitian yang Digunakan

Metode penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah penelitian

eksplorasi dengan menggunakan metode deskripsi analitis yaitu penelitian yang

menggambarkan keadaan perusahaan bukan hanya suatu teori saja, tetapi juga akan

memberikan gambaran mengenai aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meliputi cara

penghitungan, penyetoran dan pelaporan serta perlakuan akuntansi PPN. Penelitian ini

dilakukan dengan studi kasus ke Rumah Sakit “ XYZ”, dengan mengumpulkan data-data

yang diperlukan dan kemudian menguraikannya secara keseluruhan.

III.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.2.1 Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan yaitu teknik berdasarkan literature guna memperoleh dasar

teoritis dalam pemecahan masalah yang diteliti. Data dari literature berguna

sebagai bahan pertimbangan atas data yang diperoleh dari penelitian. Studi

dilakukan dengan membaca, mempelajari dan menelaah literatur-literatur yang

berhubungan dengan objek yang diteliti. Jadi tujuan Studi kepustakaan adalah

untuk memperoleh dasar-dasar teoritis yang akan digunakan sebagai pedoman

untuk menganalisa perusahaan.

Page 71: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

57

3.2.2 Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan ini meliputi pengumpulan data langsung dengan mengadakan

penelitian terhadap objek-objek yang diteliti untuk memperoleh data primer,

melalui:

a) Pengamatan Langsung (Observasi)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung aktivitas

yang berhubungan dengan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada

Rumah Sakit “XYZ”.

b) Wawancara (Interview)

Yaitu mengadakan tanya jawab dan diskusi secara langsung dengan pihak

rumah sakit, khususnya dengan bagian yang berhubungan dengan objek

penelitian. Tanya jawabnya antara lain menanyakan bagaimana selama ini

rumah sakit di dalam melakukan penjualan dan pembelian yang harusnya

terhutang PPN dan bagaimanakah cara rumah sakit memisahkan transaksi

penyerahan obat kepada pasien –pasiennya. Dari wawancara tersebut akan

diperoleh data mengenai struktur organisasi, uraian tugas dan juga proses

penghitungan PK dan PM yang akan menghasilkan besarnya PPN yang

akan disetor ke Kas Negara. Data yang telah diperoleh akan dianalisis untuk

kemudian dibuat simpulan.

Page 72: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

58

III.3 Sumber dan Jenis Data

Sumber data yang diperoleh di dalam penelitian ini adalah berasal dari internal

rumah sakit yaitu Kepala Divisi Finance & Accounting, Kepala Departemen Finance, Staff

Bagian Keuangan yang menangani Pajak, Kepala Departemen Accounting.

Jenis data yang diperoleh adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif

adalah laporan keuangan, daftar pembelian obat dan alat kesehatan, daftar pembelian lain

lain, serta data seluruh pendapatan rumah sakit. Data kualitatif adalah data mengenai

penjelasan dari laporan keuangan, data kebijakan rumah sakit, dan data penjelasan

mengenai data-data lain yang diperlukan, serta data mengenai penjelasan peraturan yang

berhubungan dengan PPN.

Untuk menghitung besarnya PPN yang disetorkan ke Kas Negara adalah dengan

melakukan penghitungan pada Pajak Masukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK), PM dapat

dihitung dari data pembelian yang diperoleh setiap bulannya selama tahun 2010 s.d. 2012.

Sedangkan PK dihitung dari data penjualan selama untuk tahun 2010 s.d. 2012.

Untuk perlakuan akuntansi PPN, rumah sakit hanya melakukan penjurnalan atas

transaksi penjualan, pembelian, dan retur. Hanya saja di dalam semua jurnal yang ada tidak

memuat adanya unsur pemotongan PPN.

III.4 Teknik Pengumpulan Instrumen

Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data mengenai variabel-variabel

penelitian untuk kebutuhan penelitian. Penulis menggunakan beberapa instrumen atau alat

penelitian untuk mengumpulkan data, yaitu pertama daftar pertanyaan atau wawancara.

Daftar pertanyaan ini berisi uraian mengenai pertanyaan apa sajakah yang akan ditanyakan

kepada nara sumber, yang akan membantu penulis untuk mendapatkan informasi tentang

Page 73: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

59

objek penulisannya. Kedua adalah metode pencatatan untuk mendapatkan data yang

dibutuhkan. Pencatatan dilakukan langsung oleh peneliti berkaitan dengan data yang

dibutuhkan. Pencatatan ini dilakukan untuk mendapatkan data berupa daftar pembelian,

daftar penjualan, dan laporan keuangan.

III.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisis ini menggambarkan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh

peneliti untuk mengetahui aspek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Rumah Sakit “XYZ”

sebagai berikut :

Penghitungan Pajak Masukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK) :

a) Melakukan dokumentasi atas transaksi penyerahan barang/ jasa, dan

perolehan barang.

b) Memisahkan transaksi-transaksi tersebut menjadi transaksi yang terhutang

PPN dan transaksi yang tidak terhutang PPN.

c) Menghitung besarnya Pajak Masukan (PM) dan Pajak Keluaran (PK) dari

transaksi –transaksi yang terhutang PPN.

Penghitungan PPN terhutang :

a) Menjumlahkan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran selama 1 bulan.

b) Mengurangkan Pajak keluaran dengan Pajak Masukan guna mendapatkan

jumlah PPN terhutang.

Penerapan perlakuan akutansi atas PPN:

a) Memberikan contoh pencatatan atas transaksi penyerahan barang/ jasa dan

transaksi perolehan barang.

Page 74: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

60

b) Memberikan contoh penjurnalan atas penghitungan PPN yang harus

disetorkan ke negara.

Simpulan

Bagaimana penerapan perlakuan PPN di dalam Rumah Sakit “XYZ”.

III.6 Sejarah Perusahaan

Rumah Sakit “XYZ” adalah rumah sakit yang berlokasi di Bekasi dan telah berdiri

sejak tahun 2002. Saat ini Rumah Sakit “XYZ” memiliki 108 tempat tidur dan didukung

oleh 80 dokter serta 100 perawat. Fasilitas pelayanan yang disediakan Rumah Sakit

“XYZ” adalah Pelayanan Rawat Inap, Rawat Jalan, Unit Gawat Darurat, Ruang Operasi,

Ruang Bersalin, Intensif Care Unit (ICU), Neonatal Intensif Care Unit (NICU), Ruang

perawatan bayi yang butuh perawatan khusus (Perina) dan Medical Check Up (MCU).

Selain itu adapula pelayanan penunjang medis yang juga disediakan oleh Rumah Sakit

“XYZ” yaitu fasilitas Farmasi/Apotek, Laboratorium, Ruang Cuci Darah (Haemodialisa),

Radiologi, Fisioterapi, Rehabilitasi Medis, Endoscopy dan ESWL (Extracorporeal Shock

Wave Lithotripsy). Rumah Sakit “XYZ” merupakan bentuk badan hukum yang sudah

mempunyai NPWP dan ditetapkan sebagai PKP pada tanggal 20 February 2007.

III.7 Struktur Organisasi

Untuk mengatur berjalannya perusahaan diperlukan struktur organisasi. Bentuk

struktur organisasi tergantung dari besar kecilnya perusahaan. Bagaimanapun juga bentuk

struktur organisasi itu perlu ditetapkan atau dipilih terlebih dahulu, agar tujuan perusahaan

lebih efektif dan efisien. Dengan adanya struktur organisasi akan lebih jelas pembagian

kerja dan tanggung jawabnya. Hal ini akan memudahkan dalam menentukan dan

Page 75: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

61

mengarahkan serta mengontrol pelaksanaan kegiatan-kegiatan suatu perusahaan dan

apakah tujuan yang telah ditentukan semua tercapai atau tidak.

Dalam pencapaian tujuan suatu perusahaan harus melakukan aktivitas pekerjaan

dan kumpulan aktivitas ini dilaksanakan oleh orang-orang yang menjadi anggota

organisasi. Agar anggota organisasi mengetahui tugasnya maka harus diadakan

pengorganisasian. Pengorganisasian dapat dilaksanakan dimana pekerjaan dapat dibagi-

bagi dan merupakan sekumpulan tugas-tugas yang kemudian orang-orang ditugaskan untuk

melaksanakannya.

Organisasi rumah sakit mempunyai bentuk yang unik, yang berbeda dengan

organisasi lain pada umumnya. Rumah sakit mempunyai kekhususan yang lahir dari

adanya hubungan yang terjadi antara Medical Staff ( kelompok dokter) dan Chief

Executive Officer /CEO ( manajemen). Dokter dalam kaitannya sebagai profesional tidak

tepat jika ditempatkan secara hirarki piramidal dalam struktur organisasi rumah sakit,

namun mereka mempunyai sendiri strukturnya dalam Dewan Penasehat Medik. Oleh

karena itu rumah sakit memang merupakan sebuah organisasi yang memiliki tingkat

kompleksitas tinggi akibat adanya hubungan-hubungan tersebut, dimana otoritas formal

yang direpresentasikan oleh Administrator atau CEO ( manajemen) harus mengakomodasi

otoritas keilmuan dan keahlian yang dimiliki oleh kelompok dokter.

Page 76: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

62

Berdasarkan penelitian pada Rumah Sakit “XYZ” maka struktur organisasinya adalah sebagai berikut (Gambar 3.1):

CEO Grup

CEO “XYZ”

Dewan Penasehat

Medik (DPM)

Quality & Risk (QR)

Sekretariat

Kadiv.

keperawatan

Kadiv.

Fin. & Acc.

Kadiv.

Pemasaran

Kadiv.

Sumber Daya

Manusia

Kadiv.

Pelayanan

Umum (PU)

Tim Pengendali

Infeksi

Page 77: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

63

CEO adalah seseorang yang telah memenuhi syarat untuk diangkat menjadi

pemimpin dan pengelola rumah sakit. CEO bertugas sebagai penentu didalam pengambilan

kebijakan. Secara struktural bertanggung jawab langsung kepada CEO Grup di dalam

mengendalikan semua komponen yang ada di bawahnya. CEO juga bertanggung jawab

penuh atas kemajuan atau kemunduran manajemen rumah sakit, sebagai Decission Maker

dan mampu memimpin, memerintah, memberi wewenang, teguran dengan tugas dan

prosedural serta mendelegasikan dan membagi tugas-tugas pokok dan penting pada staff

jajaran direksi dibawahnya. Sekretariat dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang

disebut Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur.

Dewan Penasehat Medik atau Komite Medik dipimpin oleh Ketua Komite Medik

yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur. Komite Medik mempunyai

tugas membantu Direktur dalam menyusun Standar Pelayanan Medik, memantau

pelaksanaannya, melaksanakan etika profesi, mengatur kewenangan profesi anggota staf

medik fungsional, dan mengembangkan program pelayanan.

Quality & Risk (QR) dalam rumah sakit dibentuk sebagai salah satu usaha

peningkatan mutu pelayanan di semua unit pelayanan, baik pada unit pelayanan medis,

pelayanan penunjang medis, ataupun pada unit pelayanan administrasi dan manajemen

melalui program jaminan mutu.

Tim Pengendali Infeksi dibentuk sesuai dengan Pedoman Manajerial Pencegahan

dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya dan

pedoman pengendalian infeksi (PPI) lainnya yang dikeluarkan oleh Departemen RI. Tim

Pengendali Infeksi bertanggung jawab langsung kepada CEO/direktur rumah sakit. Tim PPI

disusun agar dapat mencapai visi, misi dan tujuan dari penyelenggaraan PPI, yaitu dengan

menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan efisien.

Page 78: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

64

Kepala Divisi Bidang Pelayanan mempunyai tugas pokok merencanakan

operasionalisasi, memberi tugas, memberi petunjuk, mengatur, mengevaluasi dan

melaporkan penyelenggaraan tugas bidang pelayanan. Divisi Pelayanan juga bertanggung

jawab akan kebutuhan dan pemeliharaan sarana dan prasarana, serta peralatan kesehatan.

Kepala Divisi keperawatan bertugas pokok untuk memastikan penyelenggaraan

ketentuan jasa keperawatan sesuai dengan etika keperawatan di rumah sakit dan

memberikan laporan setiap bulannya tentang urusan keperawatan disertai hasil analisisnya,

yang kemudian dihubungkan dengan laporan keuangan dan pencatatan medis. Kepala divisi

keperawatan juga melaksanakan pengelolaan logistik dan tenaga keperawatan, pengawasan

dan pengendalian kegiatan pelayanan keperawatan, dan pengawasan asuhan keperawatan.

Kepala Divisi Sumber Daya Manusia atau kepegawaian melaksanakan penyusunan

bahan rencana dan program kegiatan lingkup administrasi umum dan pengelolaan data

kepegawaian, administrasi umum yang meliputi naskah dinas, penataan kearsipan

administrasi RS, administrasi perjalanan dinas, penataan kearsipan administrasi RS, dan

segala macam kearsipan kepegawaian.

Kepala Divisi Finance & Accounting (FA) melaksanakan kebijakan dan ketentuan

perusahaan serta peraturan pemerintah dalam menyelenggarakan program-program dalam

ranka untuk meningkatkan pendapatan dan pengendalian biaya rumah sakit. Kepala Divisi

F&A juga bertanggungjawab terhadap laporan keuangan, cash flow rumah sakit dan

kelancaran system akuntansi yang diterapkan rumah sakit, serta berkoordinasi dengan CEO

untuk menjaga stabilitas kondisi keuangan rumah sakit secara menyeluruh.

Kepala Divisi Pemasaran bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi

tentang rumah sakit kepada customer baik pelanggan tetap maupun calon pelanggan dengan

lengkap dan data yang akurat. Kepala Divisi Pemasaran bekerjasama dengan semua jajaran

Page 79: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

65

direksi yang lain mencari pelanggan-pelanggan dengan bentuk penawaran yang menarik,

untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit.

III.8 Fasilitas Yang Tersedia di Rumah Sakit “XYZ”

Rumah Sakit “XYZ” menyediakan berbagai macam layanan, yang dibagi dalam

beberapa bagian:

Fasilitas Pelayanan: Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Inap 1(satu) hari (one day

care), Kamar Operasi, Ruang Rawat Intensif dewasa dan anak (ICU dan NICU),

Ruang rawat bayi khusus (Perina), Unit Gawat Darurat (UGD), Ruang Persalinan,

Ruang Endoscopy, dan Medical Check Up.

Sarana Penunjang Medis: Farmasi/Apotek, Laboratorium dan Bank Darah,

Radiologi, Fisioterapi, Haemodialisa, Pusat Rehabilitasi

Fasilitas 24 jam: UGD, Ambulance, Radiologi, Farmasi, Laboratorium

Page 80: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

66

BAB IV

ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Analisa Penghitungan Data Pembelian dan Pendapatan

4.1.1 Data Pembelian

Pembelian yang dilakukan oleh Rumah Sakit “XYZ” ini adalah kepada

pengusaha yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan pengusaha

bukan PKP. Untuk Pembelian Obat dan Alat Kesehatan (Alkes) yang habis pakai,

Rumah Sakit “XYZ” bertransaksi dengan Pengusaha Kena Pajak, yaitu Pedagang

Besar Farmasi dan distributor alat kesehatan sehingga selain nota pembelian

diterbitkan juga Faktur Pajak sebagai bukti pembeliannya. Alkes habis pakai

adalah alat-alat penunjang pelaksanaan jasa rumah sakit (Contohnya: jarum

suntik, kain kassa, plester, kapas steril, perban, dll.)

Transaksi-transaksi dengan pengusaha yang tidak PKP adalah transaksi

pembelian untuk keperluan penunjang di Rumah Sakit “XYZ”, pembelian

keperluan penunjang ini misalnya: pembelian alat tulis kantor (ATK), pembelian

untuk keperluan kebersihan (laundry), pembelian bahan makanan kering (kopi,

teh, gula, mie instant, dll), pembelian alat rumah tangga lainnya. Atas segala

pembelian keperluan penunjang ini, Rumah Sakit “XYZ” mendapatkan bukti

berupa nota pembelian.

Data semua pembelian yang telah dikelompokan menjadi 3 (tiga) bagian utama

meliputi : Obat, Alat Kesehatan (Alkes), dan Umum dari tahun 2010 s.d. 2012

dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Page 81: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

67

Tabel 4.1 Rekap Pembelian Obat, Alat Kesehatan dan Umum

(Dalam Jutaan Rupiah)

Dari tabel di atas, tampak bahwa total pembelian Rumah Sakit “XYZ” meningkat

dari tahun ke tahun yaitu sebesar 21% di tahun 2011 dan meningkat 37% di tahun

2012. Sementara untuk prosentase pembelian obat menempati porsi yang paling

besar yaitu rata-rata 73% dari total pembelian setiap tahunnya. Hal ini bisa kita

kaitkan dengan total pendapatan rumah sakit dari Jasa rumah sakit dan juga dari

penjualan obat yang akan ditampilkan dalam tabel 4.2.

4.1.2 Data Pendapatan dari Jasa Utama Rumah sakit

Pendapatan utama Rumah Sakit “XYZ” adalah pendapatan dari jasa rumah

sakit. Pendapatan jasa rumah sakit ini dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu

pendapatan Rawat Inap (RWI), pendapatan Rawat Jalan (RWJ), Unit Gawat

Darurat (UGD), dan Medical Check Up (MCU).

Bulan

Pembelian Total Pembelian

(4=1+2+3) Obat

(1)

Alkes

(2)

Umum

(3)

Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Tahun

2010

Tahun

2011

Tahun

2012

Jan 1.162 1.472 1.793 297 454 609 70 100 120 1.529 2.026 2.522

Feb 1.232 1.487 2.053 456 529 130 97 79 126 1.785 2.095 2.309

Mar 1.456 1.683 2.418 378 484 913 159 108 146 1.993 2.275 3.477

Apr 1.402 1.824 2.322 458 449 589 75 103 127 1.935 2.376 3.038

Mei 1.289 1.931 2.582 369 547 887 68 99 141 1.726 2.577 3.610

Juni 1.483 1.724 2.401 424 452 706 66 76 112 1.973 2.252 3.219

Juli 1.282 1.858 2.282 361 619 727 99 111 148 1.742 2.588 3.157

Agus 1.534 2.027 2.091 368 549 1.445 124 100 100 2.026 2.676 3.636

Sept 1.364 1.306 2.324 346 396 753 47 87 107 1.757 1.789 3.184

Okt 1.619 1.663 2.860 547 542 986 91 92 131 2.257 2.297 3.977

Nop 1.596 1.643 2.256 497 705 719 95 119 129 2.188 2.467 3.104

Des 1.858 2.216 2.712 570 601 912 131 119 133 2.559 2.936 3.757

TOTAL 17.277 20.834 28.094 5.071 6.327 9.376 1.122 1.193 1.520 23.470 28.354 38.990

Sumber : Internal rumah sakit

Page 82: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

68

Rawat inap adalah perawatan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada

pasien yang mewajibkan pasien menginap di rumah sakit. Rawat inap terdiri dari

komponen pendapatan sebagai berikut: kamar perawatan, pemakaian obat &

alkes, penunjang medis, kamar perawatan khusus (ruang bersalin dan ruang

operasi), jasa dokter (tindakan dan visit), jasa administrasi dan pendapatan lain-

lain (pemakaian fasilitas).

Rawat jalan adalah perawatan yang dilakukan oleh rumah sakit kepada

pasien tanpa mengharuskan pasien untuk menginap di rumah rumah sakit. Rawat

jalan terdiri dari komponen pendapatan sebagai berikut: pemakaian obat & alkes

di Apotek dan Klinik (Outside Clinic), penunjang medis, jasa dokter (tindakan

dan visit), jasa administrasi dan pendapatan lain-lain (pemakaian fasilitas).

UGD terdiri dari komponen pendapatan pemakaian obat & alkes, penunjang

medis, jasa dokter (tindakan dan visit), jasa administrasi dan pendapatan lain-lain

(pemakaian fasilitas).

Pendapatan dari MCU hanya terdiri dari penunjang medis dan jasa dokter

(tindakan dan visit). Penunjang medis yang dimaksud dalam setiap bagian adalah

pendapatan dari : Laboratorium, Radiologi, Hemodialisa (cuci darah), Diagnostik,

dan Fisioterapi.

Page 83: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

69

Tabel 4.2 Rekap Pendapatan dari Jasa rumah sakit "XYZ"

(dalam jutaan rupiah)

Bulan

Rawat Inap

(1)

Rawat Jalan

(2)

UGD

(3)

MCU

(4)

TOTAL

(5=1+2+3+4)

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

Jan

2.894

3.621

4.335

2.560

3.007

3.301

82

86

318

8

275

72

5.544

6.989 8.026

Feb

2.712

3.342

4.147

2.513

2.744

3.512

71

106

319

39

452

86

5.335

6.645 8.064

Mar

3.067

3.371

5.053

2.862

3.139

3.975

85

93

381

19

528

118

6.034

7.130 9.527

Apr

3.081

4.137

5.314

2.684

2.904

3.557

96

92

339

51

303

154

5.912

7.436 9.365

Mei

3.234

4.130

5.653

2.522

3.003

3.857

78

108

369

27

361

57

5.860

7.602 9.936

Juni

3.193

3.807

4.169

2.506

2.887

3.539

80

92

372

29

526

67

5.807

7.312 8.147

Juli

2.772

4.215

4.920

2.495

2.870

3.549

96

106

369

33

648

84

5.396

7.839 8.922

Agust

3.103

2.976

3.855

2.811

2.554

3.025

128

102

314

33

323

80

6.075

5.955 7.274

Sept

3.074

3.499

5.097

2.248

2.923

3.602

82

96

343

33

374

100

5.438

6.892 9.142

Okt

3.936

3.851

6.108

2.765

3.255

4.090

110

130

379

82

661

108

6.893

7.898 10.684

Nop

3.529

3.727

4.938

2.774

3.041

3.777

98

126

467

77

1.135

96

6.478

8.029 9.278

Des

4.124

3.954

4.956

2.824

3.241

3.756

125

140

400

106

986

140

7.178

8.321 9.252

TOTAL

38.717

44.629

58.546

31.563

35.568

43.539

1.132

1.277

4.371

535

6.572

1.162

71.948

88.047 107.618

Sumber : Internal rumah sakit

Page 84: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

70

IV.2 Analisa Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

4.2.1 Pajak Keluaran

Penyerahan jasa rumah sakit yang berdasarkan UU PPN Pasal 4A ayat (3)

juncto Peraturan Pemerintah nomor 144 tahun 2000 merupakan jasa yang tidak

terutang PPN, tetapi karena di dalam rumah sakit terdapat penyerahan barang/jasa

lain yang terutang PPN, sehingga atas penyerahan barang/jasa lain tersebut

mengharuskan rumah sakit menjadi PKP.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Head Division Finance & Accounting

Rumah Sakit “XYZ” maka diketahui cara penghitungan jumlah pasien rawat jalan

yang ada di Rumah Sakit “XYZ” setiap bulannya adalah membandingkan jumlah

resep pasien rawat jalan dengan total jumlah resep yang masuk di Apotek.

Di dalam Rumah Sakit “XYZ” ini juga ada pemakaian sendiri untuk tujuan

konsumtif yang dilakukan oleh karyawannya. Menurut KEP-87/PJ./2002 tentang

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah atas Pemakaian Sendiri dan/atau Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak pada Pasal 2 dijelaskan bahwa pemakaian sendiri

untuk tujuan produktif bukanlah merupakan penyerahan Barang Kena Pajak

(BKP) atau Jasa kena Pajak (JKP) sehingga tidak terutang PPN, tetapi pemakaian

sendiri untuk tujuan konsumtif merupakan penyerahan BKP atau JKP sehingga

atas pemakaian sendiri ini terutang PPN.

Pengertian pemakaian sendiri untuk tujuan produktif dan pemakaian sendiri

untuk tujuan konsumtif diberikan di memori penjelasan Pasal 5 PP Nomor 1

Tahun 2012. Yang dimaksud dengan “Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak

adalah pemakaian Barang Kena Pajak untuk kepentingan pengusaha sendiri,

Page 85: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

71

pengurus, atau karyawannya, baik barang produksi sendiri maupun bukan

produksi sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan “Pemakaian sendiri Jasa

Kena Pajak” adalah pemakaian Jasa Kena Pajak untuk kepentingan pengusaha

sendiri, pengurus, atau karyawannya.

Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif adalah pemakaian BKP/JKP yang

nyata-nyata digunakan untuk kegiatan produksi selanjutnya atau untuk kegiatan

yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha Pengusaha yang

bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan

manajemen. Sementara itu, pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif adalah

pemakaian BKP/JKP yang tidak ada kaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya

atau kegiatan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegaitan usaha

Pengusaha yang bersangkutan, yang meliputi kegiatan produksi, distribusi,

pemasaran, dan manajemen. Jasa yang diberikan oleh Rumah Sakit “XYZ” adalah

jasa yang tidak terutang PPN, maka atas pemakaian sendiri inipun juga tidak

terutang PPN.

Rumah Sakit “XYZ” juga melakukan kerjasama dengan perusahaan lain

dengan membuka klinik di perusahaan tersebut. Rumah Sakit “XYZ”

mengirimkan beberapa dokter dan tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan

kesehatan di perusahaan tersebut, sehingga atas pendapatan dari kerjasamanya ini

tidak dikenakan PPN, karena jasa yang diberikan adalah jasa yang tidak terutang

PPN. Tetapi ada juga bentuk kerjasama dimana Rumah Sakit “XYZ” juga

menyediakan obat di klinik tersebut, jadi untuk semua penjualan obat yang

dilakukan di klinik tersebut dikenakan PPN 10%.

Page 86: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

72

Jumlah pajak keluaran di Rumah Sakit “XYZ” yang terutang PPN selama

tahun 2010 s.d. 2012 tampak dalam tabel tersebut di bawah ini:

Tabel 4.3 Pajak Keluaran atas penyerahan obat dan alat kesehatan

Rumah Sakit "XYZ"

Tahun 2010 (Dalam Rupiah)

NO BULAN

Dari Penjualan

Obat Farmasi Outside Klinik

Total Pajak

Keluaran

1 Januari

85.178.377

1.810.394

86.988.771

2 Februari

90.963.166

1.718.263

92.681.429

3 Maret

102.713.614

1.761.724

104.475.338

4 April

95.254.199

1.827.066

97.081.265

5 Mei

94.151.416

1.731.202

95.882.618

6 Juni

91.973.599

1.747.077

93.720.676

7 Juli

89.657.904

3.592.004

93.249.908

8 Agustus

106.098.612

6.679.493

112.778.105

9 September

86.691.727

2.487.761

89.179.488

10 Oktober

101.497.803

2.302.910

103.800.713

11 Nopember

100.952.178

2.173.785

103.125.963

12 Desember

99.540.214

2.183.139

101.723.353

Sumber : Internal Rumah Sakit

Page 87: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

73

Tabel 4.4 Pajak Keluaran atas penyerahan obat dan alat kesehatan

Rumah Sakit "XYZ"

Tahun 2011 (Dalam Rupiah)

NO BULAN

Dari Penjualan

Obat Farmasi Outside Klinik

Total Pajak

Keluaran

1 Januari

111.136.278

2.313.496

113.449.774

2 Februari

100.935.129

2.192.713

103.127.842

3 Maret

116.459.969

2.158.788

118.618.757

4 April

106.066.192

2.268.523

108.334.715

5 Mei

108.608.245

50.647.688

159.255.933

6 Juni

102.003.280

2.117.322

104.120.602

7 Juli

99.743.536

2.250.660

101.994.196

8 Agustus

97.195.371

10.756.601

107.951.972

9 September

102.542.843

2.663.211

105.206.054

10 Oktober

115.543.728

3.086.734

118.630.462

11 Nopember

105.010.766

3.106.408

108.117.174

12 Desember

114.982.478

3.345.315

118.327.793

Sumber : Internal Rumah Sakit

Page 88: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

74

Tabel 4.5 Pajak Keluaran atas penyerahan obat dan alat kesehatan

Rumah Sakit "XYZ"

Tahun 2012 (Dalam Rupiah)

NO BULAN

Dari Penjualan

Obat Farmasi Outside Klinik

Total Pajak

Keluaran

1 Januari

113.592.043

3.144.524

116.736.567

2 Februari

125.684.859

3.101.389

128.786.248

3 Maret

139.574.385

3.366.415

142.940.800

4 April

132.413.870

3.139.114

135.552.984

5 Mei

136.235.523

10.800.627

147.036.150

6 Juni

124.893.690

7.967.918

132.861.608

7 Juli

123.516.129

5.959.327

129.475.456

8 Agustus

112.797.494

6.161.896

118.959.390

9 September

128.832.206

5.993.125

134.825.331

10 Oktober

140.186.865

6.466.084

146.652.949

11 Nopember

130.892.149

9.405.206

140.297.355

12 Desember

135.420.748

10.773.005

146.193.753

Sumber : Internal Rumah Sakit

Page 89: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

75

Jumlah peningkatan pajak keluaran di Rumah Sakit “XYZ” yang terutang PPN kami rekap dalam tabel 4.6 tersebut di bawah ini:

Tabel 4.6 Rekap Pajak Keluaran Atas Penyerahan Obat Dan Alat Kesehatan (Tahun 2010 s/d 2012) (Dalam Rupiah)

No Bulan

PPN Keluaran

Dari Penjualan Obat Farmasi (1)

Outside Klinik (2)

Total (3=1+2)

2010 2011 2012 2010 2011 2012 2010 2011 2012

1 Jan

85.178.377

111.136.278

113.592.043

1.810.394

2.313.496

3.144.524

86.988.771

113.449.774

116.736.567

2 Feb

90.963.166

100.935.129

125.684.859

1.718.263

2.192.713

3.101.389

92.681.429

103.127.842

128.786.248

3 Mar

102.713.614

116.459.969

139.574.385

1.761.724

2.158.788

3.366.415

104.475.338

118.618.757

142.940.800

4 Apr

95.254.199

106.066.192

132.413.870

1.827.066

2.268.523

3.139.114

97.081.265

108.334.715

135.552.984

5 Mei

94.151.416

108.608.245

136.235.523

1.731.202

50.647.688

10.800.627

95.882.618

159.255.933

147.036.150

6 Juni

91.973.599

102.003.280

124.893.690

1.747.077

2.117.322

7.967.918

93.720.676

104.120.602

132.861.608

7 Juli

89.657.904

99.743.536

123.516.129

3.592.004

2.250.660

5.959.327

93.249.908

101.994.196

129.475.456

8 Agust

106.098.612

97.195.371

112.797.494

6.679.493

10.756.601

6.161.896

112.778.105

107.951.972

118.959.390

9 Sept

86.691.727

102.542.843

128.832.206

2.487.761

2.663.211

5.993.125

89.179.488

105.206.054

134.825.331

10 Okt

101.497.803

115.543.728

140.186.865

2.302.910

3.086.734

6.466.084

103.800.713

118.630.462

146.652.949

11 Nop

100.952.178

105.010.766

130.892.149

2.173.785

3.106.408

9.405.206

103.125.963

108.117.174

140.297.355

12 Des

99.540.214

114.982.478

135.420.748

2.183.139

3.345.315

10.773.005 101.723.353

118.327.793

146.193.753

Sumber : Internal rumah sakit

Page 90: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

76

4.2.2 Pajak Masukan

Di dalam transaksi pembelian Rumah Sakit “XYZ” yang dilakukan dengan

Pengusaha Kena Pajak adalah untuk pembelian obat dan alat kesehatan habis

pakai, dimana pada saat pembelian tersebut Rumah Sakit “XYZ” tidak hanya

mendapatkan nota pembelian saja, tetapi juga mendapatkan Faktur Pajak. Faktur

Pajak ini adalah bukti yang digunakan untuk mengkreditkan PPN yang telah

dibayarkan pada saat pembelian obat dan alat kesehatan habis pakai.

Untuk pembelian yang dilakukan kepada pedagang bukan PKP Rumah

Sakit “XYZ” hanya mendapatkan nota pembelian yang di dalam mekanisme PPN,

nota pembelian ini tidak dapat dijadikan sebagai bukti pengkreditan PPN di dalam

SPT Masa PPN. Jadi PPN yang bisa dikreditkan hanyalah PPN yang telah

dibayarkan untuk pembelian obat dan alat kesehatan habis pakai. Karena obat dan

alat kesehatan habis pakai ini dipakai secara bersamaan antara pasien rawat inap

dan pasien rawat jalan dengan jumlah yang berbeda-beda, maka akan sangat sulit

untuk memisahkan secara pasti berapa Pajak Masukan (PM) yang berasal dari

pemakaian obat untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

Dikarenakan kesulitan tersebut maka di dalam mekanisme perpajakan

diijinkan menggunakan persentase di dalam penghitungan kembali Pajak

Masukan ini. Tujuan dari penghitungan kembali Pajak Masukan ini adalah untuk

mengetahui seberapa besar seharusnya Pajak Masukan yang boleh dikreditkan

setiap bulannya. Melalui tabel 4.4 di bawah ini dapat kita ketahui total Pajak

Masukan yang telah dibayarkan dan berapakah seharusnya besar Pajak Masukan

yang boleh dikreditkan atas pembelian obat dan alat kesehatan.

Page 91: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

77

Tabel 4.7 Rekap Pajak Masukan Atas Pembelian Obat Dan Alat Kesehatan (Dalam Rupiah)

No Bulan

Dari Pembelian Obat Farmasi

2010 2011 2012

Tdk Terutang PPN

Terutang PPN

Total

Tdk Terutang PPN

Terutang PPN

Total

Tdk Terutang PPN

Terutang PPN

Total

1 Januari

26.024.037

46.262.473

72.286.510

29.204.940

54.002.730

83.207.670

71.897.857

100.887.177

172.785.034

2 Februari

24.683.748

46.687.726

71.371.474

24.270.971

43.200.828

67.471.799

78.669.001

121.097.043

199.766.044

3 Maret

32.666.560

63.465.251

96.131.811

33.458.829

60.385.780

93.844.609

69.156.816

103.284.875

172.441.691

4 April

36.654.263

69.069.428

105.723.691

44.562.748

59.802.671

104.365.419

87.147.719

103.715.330

190.863.049

5 Mei

31.103.439

50.640.548

81.743.987

52.456.684

70.116.664

122.573.348

110.651.041

129.154.214

239.805.255

6 Juni

30.872.698

49.297.657

80.170.355

37.919.333

55.378.053

93.297.386

83.891.237

132.750.700

216.641.937

7 Juli

27.944.498

51.846.320

79.790.818

43.988.571

59.051.327

103.039.898

80.061.823

101.815.381

181.877.204

8 Agustus

35.298.322

61.391.958

96.690.280

40.028.943

76.932.094

116.961.037

64.251.102

95.728.661

159.979.763

9 September

29.406.360

43.215.902

72.622.262

37.691.135

52.202.244

89.893.379

93.406.778

110.246.821

203.653.599

10 Oktober

34.896.787

52.645.823

87.542.610

29.067.293

54.796.858

83.864.151

128.507.322

135.960.072

264.467.394

11 Nopember

35.438.366

58.753.214

94.191.580

28.892.383

103.496.698

132.389.081

84.511.450

121.393.715

205.905.165

12 Desember

38.597.880

51.569.243

90.167.123

56.604.366

91.732.195

148.336.561

79.016.910

106.156.283

185.173.193

Sumber : Internal rumah sakit

Page 92: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

78

4.2.3 Penghitungan PPN

Penghitungan PPN di Rumah Sakit “XYZ” sesuai dengan penghitungan

yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)

yang juga sudah sesuai dengan Peraturan dari Dirjen Pajak. Penghitungan ini

selanjutnya kita sebut dengan Penghitungan PPN Berdasarkan Format PERSI.

Dari semua Pajak Masukan yang telah dibayarkan oleh Rumah Sakit “XYZ”

selama tahun 2010 s.d. 2012, yang dapat dikreditkan hanyalah Pajak Masukan

yang berasal dari Pajak Masukan dari pembelian obat dan alat kesehatan habis

pakai yang akan dijual kembali kepada pasien rawat jalan. Sedangkan untuk Pajak

Keluaran yang dipungut oleh Rumah Sakit “XYZ” selama tahun 2010 s.d. 2012

adalah Pajak Keluaran atas penyerahan obat kepada pasien rawat jalan melalui

Apotek.

Penghitungan PPN setiap bulannya adalah dengan mengurangkan Pajak

Keluaran dengan Pajak Masukan, sehingga dapat diketahui Kurang Bayar atau

Lebih Bayar PPN setiap bulannya. Atas penghitungan PPN tersebut disajikan di

dalam SPT Masa PPN (1111).

Peraturan PPN rumah sakit mengalami perkembangan dimulai pada 27 Mei

1998 melalui SE Dirjen Pajak No.SE.11/1998 yang mengatur semua penyerahan

obat di apotek rumah sakit baik rawat jalan dan rawat inap harus dipungut PPN

10% dan semua apotek atau instalasi farmasi rumah sakit menjadi Pengusaha

Kena Pajak (PKP) lalu pada tanggal 28 Juli 1998 dikeluarkan SE Dirjen Pajak No.

SE.17/PJ-52/1998 yang mengatur bahwa Apotek menyatu dengan rumah sakit

dan yang menjadi PKP adalah rumah sakit tersebut.

Page 93: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

79

Pada 8 September 1998 melalui SE No.21-PJ.52/1998, Dirjen Pajak

menegaskan bahwa instalasi farmasi tidak memungut PPN dan tidak dikukuhkan

sebagai PKP. Atas dasar SE itu, maka Depkes mengimbau kepada seluruh RS

agar mengubah apotek di RS menjadi instalasi farmasi.

Dirjen Pajak kembali mengeluarkan SE pada 20 Maret 2000 bernomor 06-

PJ.52/2000 yang membatalkan SE No.21/1998 sekaligus mengatur pungutan PPN

obat rawat jalan sebesar 2% x bruto penjualan untuk semua rumah sakit maupun

instalasi farmasi.

Permasalahan terjadi lagi ketika SE No.23-PJ.52/2002 sebagai penjabaran

KMK.253/2002 yang mengatur kembali pungutan PPN obat rawat jalan sebesar

10%, sedangkan SE-06 dianggap tidak berlaku padahal tidak ada klausul

pencabutan. Ikatan Rumah Sakit Jakarta Metropolitan (IRSJAM) dan

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) lalu menyatakan keberatan

karena sulit menghitung Pajak masukan dan keluaran dan harga obat juga jadi

mahal, tetapi lalu keluar Surat Dirjen Pajak No.431/PJ.52/2003 tanggal 14 Mei

2003 yang menyatakan bahwa Apotek rawat jalan tetap harus memungut PPN

10% dan rumah sakit harus melaporkan PPN masukan dan keluaran.

Berikut ini adalah tabel yang menyajikan perbedaan Penghitungan PPN

antara penghitungan dengan Format PERSI (Tabel 4.8) dan penghitungan yang

biasa (bukan format PERSI), yaitu penghitungan dari semua Pajak Keluaran dan

Pajak Masukan (Tabel 4.9, Tabel 4.10, Tabel 4.11)

Page 94: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

80

Tabel 4.8 Rekap PPN Yang Di bayar (Format PERSI) (Dalam Rupiah)

No Bulan

Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

Pajak

Keluaran

(1)

Pajak

Masukan

(2)

PPN

(3=1-2)

Pajak

Keluaran

(1)

Pajak

Masukan

(2)

PPN

(3=1-2)

Pajak

Keluaran

(1)

Pajak

Masukan

(2)

PPN

(3=1-2)

1 Jan

86.988.771

46.262.473

40.726.298

113.449.774

54.002.730

59.447.044 116,736,567

100,887,177

15,849,390

2 Feb

92.681.429

46.687.726

45.993.703

103.127.842

43.200.828

59.927.014 128,786,248

121,097,043

7,689,205

3 Mar

104.475.338

63.465.251

41.010.087

118.618.757

60.385.780

58.232.977 142,940,800

103,284,875

39,655,925

4 Apr

97.081.265

69.069.428

28.011.837

108.334.715

59.802.671

48.532.044 135,552,984

103,715,330

31,837,654

5 Mei

95.882.618

50.640.548

45.242.070

159.255.933

70.116.664

89.139.269 147,036,150

129,154,214

17,881,936

6 Juni

93.720.676

49.297.657

44.423.019

104.120.602

55.378.053

48.742.549 132,861,608

132,750,700

110,908

7 Juli

93.249.908

51.846.320

41.403.588

101.994.196

59.051.327

42.942.869 129,475,456

101,815,381

27,660,075

8 Agust

112.778.105

61.391.958

51.386.147

107.951.972

76.932.094

31.019.878 118,959,390

95,728,661

23,230,729

9 Sept

89.179.488

43.215.902

45.963.586

105.206.054

52.202.244

53.003.810 134,825,331

110,246,821

24,578,510

10 Okt

103.800.713

52.645.823

51.154.890

118.630.462

54.796.858

63.833.604 146,652,949

135,960,072

10,692,877

11 Nop

103.125.963

58.753.214

44.372.749

108.117.174

103.496.698

4.620.476 140,297,355

121,393,715

18,903,640

12 Des 101.723.353

51.569.243 50.154.110

118.327.793

91.732.195

26.595.598 146,193,753

106,156,283

40,037,470

Total 529.842.083

586.037.132

258,128,320

Sumber : Internal rumah sakit

Page 95: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

81

Tabel 4.9 Rekap PPN Yang Di bayar (penghitungan biasa)

Tahun 2010 (Dalam Rupiah)

No Bulan

Pajak Keluaran Pajak Masukan Jumlah

Terutang

(1)

Tidak

Terutang

(2)

Total

(3=1+2)

Terutang

(4)

Tidak

Terutang

(5)

Total

(6=4+5)

PPN

(7=3-6)

1 Jan

86.988.771

43.559.461

130.548.233

26.024.037

46.262.473

72.286.510 58,261,723

2 Feb

92.681.429

43.720.111

136.401.540

24.683.748

46.687.726

71.371.474 65,030,066

3 Mar

104.475.338

48.062.097

152.537.435

32.666.560

63.465.251

96.131.811 56,405,624

4 Apr

97.081.265

45.954.712

143.035.977

36.654.263

69.069.428

105.723.691 37,312,286

5 Mei

95.882.618

52.570.750

148.453.368

31.103.439

50.640.548

81.743.987 66,709,381

6 Juni

93.720.676

52.362.310

146.082.986

30.872.698

49.297.657

80.170.355 65,912,631

7 Juli

93.249.908

43.931.322

137.181.230

27.944.498

51.846.320

79.790.818 57,390,412

8 Agust

112.778.105

55.457.411

168.235.516

35.298.322

61.391.958

96.690.280 71,545,236

9 Sept

89.179.488

53.626.895

142.806.382

29.406.360

43.215.902

72.622.262 70,184,120

10 Okt

103.800.713

61.162.534

164.963.246

34.896.787

52.645.823

87.542.610 77,420,636

11 Nop

103.125.963

55.356.046

158.482.010

35.438.366

58.753.214

94.191.580 64,290,430

12 Des 101.723.353

67.729.608 169.452.961

38.597.880

51.569.243

90.167.123 79,285,838

Total 558.973.811

Sumber : Internal rumah sakit

Page 96: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

82

Tabel 4.10 Rekap PPN Yang Di bayar (penghitungan biasa)

Tahun 2011 (Dalam Rupiah)

No Bulan

Pajak Keluaran Pajak Masukan Jumlah

Terutang

(1)

Tidak

Terutang

(2)

Total

(3=1+2)

Terutang

(4)

Tidak

Terutang

(5)

Total

(6=4+5)

PPN

(7=3-6)

1 Jan

113.449.774 54.639.128

168.088.902

29.204.940

54.002.730

83.207.670

84,881,232

2 Feb

103.127.842 51.551.906

154.679.749

24.270.971

43.200.828

67.471.799

87,207,950

3 Mar

118.618.757 58.662.428

177.281.185

33.458.829

60.385.780

93.844.609

83,436,576

4 Apr

108.334.715 71.831.778

180.166.493

44.562.748

59.802.671

104.365.419

75,801,074

5 Mei

159.255.933 73.866.869

233.122.802

52.456.684

70.116.664

122.573.348

110,549,454

6 Juni

104.120.602 63.495.719

167.616.321

37.919.333

55.378.053

93.297.386

74,318,935

7 Juli

101.994.196 67.546.408

169.540.604

43.988.571

59.051.327

103.039.898

66,500,706

8 Agust

107.951.972 45.974.760

153.926.732

40.028.943

76.932.094

116.961.037

36,965,695

9 Sept

105.206.054 67.307.385

172.513.439

37.691.135

52.202.244

89.893.379

82,620,060

10 Okt

118.630.462 55.718.910

174.349.372

29.067.293

54.796.858

83.864.151

90,485,221

11 Nop

108.117.174 54.934.394

163.051.568

28.892.383

103.496.698

132.389.081

30,662,487

12 Des

118.327.793 64.501.100

182.828.893

56.604.366

91.732.195

148.336.561

34,492,332

Total

857.921.721

Sumber : Internal rumah sakit

Page 97: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

83

Tabel 4.11 Rekap PPN Yang Di bayar (penghitungan biasa)

Tahun 2012 (Dalam Rupiah)

No Bulan

Pajak Keluaran Pajak Masukan Jumlah

Terutang

(1)

Tidak

Terutang

(2)

Total

(3=1+2)

Terutang

(4)

Tidak

Terutang

(5)

Total

(6=4+5)

PPN

(7=3-6)

1 Jan

116.736.567 73.592.778

190.329.346

71.897.857

100.887.177

172.785.034

17,544,312

2 Feb

128.786.248 74.232.584

203.018.833

78.669.001

121.097.043

199.766.044

3,252,789

3 Mar

142.940.800 84.959.372

227.900.172

69.156.816

103.284.875

172.441.691

55,458,481

4 Apr

135.552.984 101.147.200

236.700.184

87.147.719

103.715.330

190.863.049

45,837,135

5 Mei

147.036.150 106.107.137

253.143.287

110.651.041

129.154.214

239.805.255

13,338,032

6 Juni

132.861.608 71.750.939

204.612.547

83.891.237

132.750.700

216.641.937

(12,029,390)

7 Juli

129.475.456 88.296.415

217.771.870

80.061.823

101.815.381

181.877.204

35,894,666

8 Agust

118.959.390 68.824.865

187.784.255

64.251.102

95.728.661

159.979.763

27,804,492

9 Sept

134.825.331 99.230.247

234.055.579

93.406.778

110.246.821

203.653.599

30,401,980

10 Okt

146.652.949 120.456.745

267.109.694

128.507.322

135.960.072

264.467.394

2,642,300

11 Nop

140.297.355 82.840.034

223.137.389

84.511.450

121.393.715

205.905.165

17,232,224

12 Des

146.193.753 91.636.155

237.829.907

79.016.910

106.156.283

185.173.193

52,656,714

Total

290.033.735

Sumber : Internal rumah sakit

Page 98: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

84

Tabel 4.12 Selisih PPN yang dibayar oleh Rumah Sakit "XYZ"(Penghitungan Format PERSI dan penghitungan biasa)

Tahun 2010 s/d 2012 (Dalam Rupiah)

No Bulan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

Format

PERSI

Penghitungan

biasa Selisih PPN

Format

PERSI

Penghitungan

biasa Selisih PPN

Format

PERSI

Penghitungan

biasa Selisih PPN

1 Jan

40.726.298 58.261.723

(17.535.424)

59.447.044 84.881.232

(25.434.188)

15.849.390 17.544.312

(1.694.921)

2 Feb

45.993.703 65.030.066

(19.036.363)

59.927.014 87.207.950

(27.280.935)

7.689.205 3.252.789

4.436.417

3 Mar

41.010.087 56.405.624

(15.395.537)

58.232.977 83.436.576

(25.203.599)

39.655.925 55.458.481

(15.802.556)

4 Apr

28.011.837 37.312.286

(9.300.449)

48.532.044 75.801.074

(27.269.030)

31.837.654 45.837.135

(13.999.481)

5 Mei

45.242.070 66.709.381

(21.467.311)

89.139.269 110.549.454

(21.410.185)

17.881.936 13.338.032

4.543.904

6 Juni

44.423.019 65.912.631

(21.489.612)

48.742.549 74.318.935

(25.576.386)

110.908 (12.029.390)

12.140.298

7 Juli

41.403.588 57.390.412

(15.986.824)

42.942.869 66.500.706

(23.557.837)

27.660.075 35.894.666

(8.234.592)

8 Agust

51.386.147 71.545.236

(20.159.089)

31.019.878 36.965.695

(5.945.817)

23.230.729 27.804.492

(4.573.763)

9 Sept

45.963.586 70.184.120

(24.220.535)

53.003.810 82.620.060

(29.616.250)

24.578.510 30.401.980

(5.823.469)

10 Okt

51.154.890 77.420.636

(26.265.747)

63.833.604 90.485.221

(26.651.617)

10.692.877 2.642.300

8.050.577

11 Nop

44.372.749 64.290.430

(19.917.680)

4.620.476 30.662.487

(26.042.011)

18.903.640 17.232.224

1.671.416

12 Des

23.006.787.214 23.035.918.942

(29.131.728)

26.595.598 34.492.332

(7.896.734)

40.037.470 52.656.714

(12.619.245)

Total

(239.906.299)

(271.884.588)

(31.905.415)

Total Selisih

(543.696.303)

Sumber : Internal Rumah Sakit

Page 99: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

85

Dari Perbandingan di atas, terlihat selisih pembayaran sebesar Rp543.696.303,00

(Lima Ratus Empat Puluh Tiga Juta Enam Ratus Sembilan Puluh Enam Ribu Tiga

Ratus Tiga Rupiah) dalam kurun waktu 3 tahun untuk PPN Kurang bayar yang

seharusnya dibayarkan oleh Rumah Sakit “XYZ”.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Account Representative (AR) dari Rumah

Sakit “XYZ” maka diketahui bahwa masih banyak rumah sakit yang tidak mengetahui

akan Penghitungan PPN dengan Format PERSI ini, sehingga mereka masih

menggunakan penghitungan biasa (bukan format PERSI).

4.2.4 Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Dalam Undang-undang KUP Pasal 3 Ayat (1) juncto UU PPN Pasal 3A

Ayat (1), mewajibkan Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk melaporkan pajak

terutangnya melalui SPT Masa PPN.

Selain melaporkan SPT Masa PPN, PKP juga harus menyetorkan Pajaknya

melalui bank persepsi. Penyetoran PPN Terutang ini disertai dengan dokumen Surat

Setoran Pajak (SSP) yang berjumlah 5 lembar. Penyetoran dan pelaporan pajak

terutang ini harus dilakukan sebelum akhir bulan berikutnya. Untuk SPT Masa PPN

yang tidak dilaporkan tepat waktu maka akan dikenakan sanksi administrasi sebesar

Rp500.000,00.

Untuk mendapatkan formulir SPT Masa PPN (1111) dan SSP dapat

langsung men-download dari www.pajak.go.id.

Untuk mengetahui kepatuhan dari Rumah Sakit “XYZ” dalam hal

penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPN dari tahun 2010 s.d. 2012, berikut ini

adalah tabel mengenai tanggal penyetoran yang sesuai dengan bukti SSP yang telah

dilampirkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) sebagai bukti

Page 100: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

86

penerimaan dari bank persepsi dan juga mengenai tanggal pelaporan sesuai dengan

bukti penerimaan dari Kantor Pelayanan Pajak.

Tabel 4.13 Rekap Bukti Penyetoran dan Pelaporan PPN

No Bulan Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012

Tgl Setor Tgl Lapor Tgl Setor Tgl Lapor Tgl Setor Tgl Lapor

1 Jan 09-Feb-10 19-Feb-10 22-Feb-11 25-Feb-11 28-Feb-12 29-Feb-12

2 Feb 12-Mar-10 19-Mar-10 18-Mar-11 23-Mar-11 30-Mar-12 30-Mar-12

3 Mar 09-Apr-10 20-Apr-10 21-Apr-11 28-Apr-11 27-Apr-12 30-Apr-12

4 Apr 07-May-10 20-May-10 24-May-11 30-May-11 08-May-12 30-May-12

5 May 11-Jun-10 17-Jun-10 20-Jun-11 27-Jun-11 25-Jun-12 28-Jun-12

6 June 14-Jul-10 30-Jul-10 27-Jul-11 29-Jul-11 25-Jul-12 27-Jul-12

7 July 13-Aug-10 31-Aug-10 19-Aug-11 24-Aug-11 15-Aug-12 28-Aug-12

8 Aug 29-Sep-10 30-Sep-10 23-Sep-11 29-Sep-11 26-Sep-12 28-Sep-12

9 Sept 25-Oct-10 28-Oct-10 27-Oct-11 29-Oct-11 27-Oct-12 29-Oct-12

10 Oct 18-Nov-10 29-Nov-10 28-Nov-11 30-Nov-11 27-Nov-12 29-Nov-12

11 Nov 15-Dec-10 30-Dec-10 29-Dec-11 30-Dec-11 20-Dec-12 26-Dec-12

12 Dec 27-Jan-11 28-Jan-11 31-Jan-12 31-Jan-12 28-Jan-13 31-Jan-13

Dari tabel 4.13 tersebut di atas, terlihat bahwa Rumah Sakit “XYZ” tidak

terlambat dalam menyetorkan maupun melaporkan SPT Masa PPN dari Januari

2010 s.d. Desember 2012. Jadi, Rumah Sakit “XYZ” tidak mendapatkan sanksi

keterlambatan pembayaran maupun pelaporan.

Page 101: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

87

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

V.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian mengenai penerapan penghitungan PPN pada Rumah

Sakit “XYZ”, dapat disimpulkan bahwa:

1. Rumah Sakit “XYZ” telah memenuhi tugas dan kewajiban dalam

perpajakan sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku. Sebagai

badan hukum Rumah Sakit “XYZ” mempunyai NPWP dan telah

dikukuhkan sebagai PKP.

2. Dalam penghitungan PPN, Rumah Sakit “XYZ” menggunakan Format

PERSI yang telah sesuai dengan peraturan perpajakan yaitu Pajak

Keluaran hanya dari pasien rawat jalan yang melakukan transaksi

pembelian obat dan alkes melalui apotek. Besarnya Pajak Masukan

yang dikreditkan adalah sebesar persentase penjualan obat dan alkes di

apotek rawat jalan dibandingkan dengan total penjualan obat dan alkes

secara keseluruhan di apotek.

3. Dengan menggunakan Format PERSI ini, maka Rumah Sakit “XYZ”

mampu melakukan penghematan pajak sebesar Rp543.696.303,00

(Lima Ratus Empat Puluh Tiga Juta Enam Ratus Sembilan Puluh

Enam Ribu Tiga Ratus Tiga Rupiah) selama 3 tahun. Hal ini karena

petugas perpajakan yang menangani PPN di Rumah Sakit “XYZ”

mempunyai pengetahuan yang cukup dan selalu mengikuti

perkembangan peraturan perpajakan yang sering berubah, sehingga

Rumah Sakit “XYZ” mampu melakukan tax management dalam

bidang PPN.

Page 102: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

88

4. Dalam penyetoran SPT Masa PPN, Rumah Sakit “XYZ” tidak pernah

terlambat, sehingga tidak pernah mendapatkan sanksi atau denda. Hal

ini ditunjang juga dengan sistem komputer yang digunakan di Rumah

Sakit “XYZ” sehingga memudahkan petugas dalam merekap data

Pajak Masukan dan Pajak Keluaran selama sebulan. Dalam pelaporan

SPT Masa PPN, Rumah Sakit “XYZ” telah menggunakan eSPT dari

tahun 2010 sampai dengan saat ini. Dengan eSPT ini maka data PPN

tersimpan baik hard copy maupun soft copy, dan mencegah adanya

Faktur Pajak double.

5. Petugas yang menangani Pajak di Rumah Sakit “XYZ” sudah di

pisah-pisah sesuai dengan kualifikasinya. Hal ini sangat bagus karena

petugas menjadi fokus dengan bidang perpajakan yang menjadi

tanggung jawabnya. Pemisahan petugas ini yaitu PPh pasal 23

digabung dengan PPh pasal 4(2), PPN, pajak penghasilan, dan pajak

badan. Empat petugas ini berada di bawah pengawasan Head of

Divison Finance & Accounting.

V.2 Saran

Setelah melakukan penelitian di Rumah Sakit “XYZ” dalam penghitungan

PPN dari tahun 2010 s/d 2012, maka saran yang bisa penulis berikan untuk

Rumah Sakit “XYZ” adalah sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian tentang tanggal penyetoran dan pelaporan

pajak, maka setiap bulan dari januari 2010 s/d desember 2012 selalu

dilaksanakan mendekati akhir bulan. Sementara data total Pajak

Keluaran dan Pajak Masukan sudah bisa direkap di awal minggu

kedua setiap bulannya. Pelaporan yang mendekati batas waktu akhir

pelaporan membuat petugas selalu buru-buru dan tidak tersedia

banyak waktu jika harus ada perubahan (contoh: data eSPT tidak

Page 103: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

89

terbaca di Kantor Pelayanan Pajak sehingga harus copy ulang dari

sistem eSPT di komputer)

2. Sistem filling PPN di Rumah Sakit “XYZ” kurang rapi. Jadi saat

penulis mencari data hard copy untuk penelitian, harus

mengumpulkan dari tempat atau lokasi yang tidak rapi. Meskipun

sudah ada data soft copy, sebaiknya filling data hard copy juga harus

tetap rapi.

3. Rumah Sakit “XYZ” harus terus mempertahankan kepatuhan

pajaknya dan juga terus mengupdate peraturan terbaru tentang

perpajakan. Karena kita tahu bahwa petugas di Kantor Pajak masih

terbatas jumlahnya, sehingga tidak semua perubahan perpajakan bisa

disosialisasikan dengan baik ke semua wajib pajak. Oleh sebab itu,

wajib pajak yang harus aktif dalam mencari informasi tentang

perubahan dalam perpajakan.

Saran untuk pembaca maupun peneliti lain :

1. Untuk penghitungan PPN yang dilakukan oleh Rumah Sakit “XYZ”

dengan format PERSI dan terbukti berhasil melakukan penghematan

pajak, maka sebaiknya format disosialisasikan oleh pegawa pajak di

Kantor Pelayanan Pratama maupun Madya, supaya semua rumah sakit

bisa menggunakannya. Dari PERSI sendiri juga dimohon aktif untuk

menyebarkan mengenai Format ini supaya beban pajak yang

ditanggung oleh rumah sakit bisa kecil

2. Karena keterbatasan waktu, maka penulis hanya mengolah data primer

yang ada di Rumah Sakit “XYZ” dan menggunakan data kualitatif dari

sumber lain.

Page 104: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

90

DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Inoer. (2012). Buku Pintar EYD. Jakarta : Indonesia Tera.

Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta :

Erlangga.

Resmi, Siti. (2012). Perpajakan Teori dan Kasus. (Edisi Dua). Jakarta : Salemba

Empat.

Suandy, Erly. (2011). Perencanaan Pajak. (Edisi Lima). Jakarta : Salemba Empat.

Soemarso, S.R. (2007). Perpajakan Pendekatan Komprehensif. Jakarta : Salemba

Empat.

Sukardji, Untung. (2008). Pemungut pajak pertambahan nilai. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Sukardji, Untung. (2008). Pajak Pertambahan Nilai (Edisi 2009). Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Undang-Undang nomor 8 Tahun 1983 juncto Undang-Undang nomor 11 Tahun 1994

juncto Undang-Undang nomor 18 Tahun 2000 juncto Undang-Undang nomor

42 Tahun 2009 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak

penjualan atas barang mewah.

Undang-Undang nomor 6 Tahun 1983 juncto Undang-Undang nomor 28 Tahun 2007

juncto Undang-Undang nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan umum dan

tata cara perpajakan.

Peraturan Pemerintah nomor 143 Tahun 2000 juncto Peraturan Pemerintah nomor 24

tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-Undang-Undang nomor 8 Tahun

1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan

atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang nomor 18 tahun 2000.

Peraturan Pemerintah nomor 144 Tahun 2000 tentang jenis barang dan jasa yang

tidak dikenakan pajak pertambahan nilai.

Peraturan Pemerintah nomor 146 Tahun 2000 tentang impor dan atau penyerahan

barang kena pajak tertentu dan atau penyerahan jasa kena pajak tertentu yang

dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.

Page 105: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

91

Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2001 juncto Peraturan Pemerintah nomor 43

tahun 2002 juncto Peraturan Pemerintah nomor 31 Tahun 2007 tentang impor

dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang

dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.

Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2009 tentang perlakuan kepabeanan,

perpajakan, dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran

barang ke dan dari serta berada di kawasan yang telah ditunjuk sebagai

kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.

Peraturan Pemerintah nomor 1 tahun 2012 tentang pelaksanaan Undang-Undang

nomor 8 tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan

pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang perubahan

ketiga atas Undang-Undang nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan

nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor-25/KMK.01/1998 tentang

pemberian restitusi/pembebasan pajak pertambahan nilai dan/atau pajak

penjualan atas barang mewah kepada perwakilan Negara asing /badan

internasional serta pejabat/tenaga ahlinya.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor-575/KMK.04/2000 tentang

pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena

Pajak yang melakukan penyerahan yang terhutang pajak dan penyerahan

yang tidak terhutang pajak.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor-553/KMK.04/2000 tentang

pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan bagi Pengusaha Kena

Pajak yang berdasarkan UU PPh Nomor 17 Tahun 2000 memilih dikenakan

pajak dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan netto.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor-253/KMK.03/2002 juncto

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor-402/KMK.03/2002

tentang pajak pertambahan nilai atas penyerahan barang dagangan oleh

pedagang eceran selain yang menggunakan norma perhitungan penghasilan

netto.

Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-522/PJ./2000 juncto Keputusan

Direktur Jendral Pajak Nomor KEP-312/PJ/2001 tentang dokumen-dokumen

tertentu yang diperlakukan sebagai faktur pajak standar.

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-4/PJ./2010 tentang tempat lain sebagai

tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha

Page 106: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

92

dilakukan sebagai tempat terutang pajak pertambahan nilai atau pajak

pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-44/PJ./2010 tentang bentuk, isi, dan

tata cara pengisian serta penyampaian surat pemberitahuan masa pajak

pertambahan nilai (SPT MASA PPN) .

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-13/PJ/2010 tentang bentuk, ukuran,

prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan, tata cara pengisian

keterangan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan

faktur pajak.

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-10/PJ/2010 tentang dokumen tertentu

yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-24PJ/2012 tentang bentuk, ukuran, tata

cara pengisian keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka

pembuatan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan

faktur pajak .

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang batasan pengusaha

kecil pajak pertambahan nilai

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 tentang Pedoman penghitungan

pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan

Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebaga

dasar pengenaan Pajak

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2010 tentang Pedoman Penghitungan

Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Mempunyai

Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 79/PMK.03/2010 Tentang

Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena

Pajak Yang Melakukan Kegiatan Usaha Tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.03/2010 Tentang

Saat Penghitungan Dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan

Yang Telah Dikreditkan Dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha

kena Pajak Yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi.

Page 107: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University

93

Peraturan Menteri Keuangan Nomor PER-21/PJ/2013 tentang perubahan atas

peraturan direktur jenderal pajak nomor PER-2/PJ/2011 tentang tata cara

penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan masa pajak pertambahan

nilai (SPT Masa PPN).

Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-11/PJ.52/1998 juncto Surat Edaran

Direktur Jendral Pajak Nomor SE-17/PJ.52/1998 juncto Surat Edaran

Direktur Jendral Pajak Nomor SE-21/PJ.52/1998 juncto Surat Edaran

Direktur Jendral Pajak Nomor SE-06/PJ.52/2000 tentang pajak pertambahan

nilai atas penggantian biaya obat di rumah sakit.

Page 108: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University
Page 109: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University
Page 110: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University
Page 111: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University
Page 112: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University
Page 113: PENERAPAN PENGHITUNGAN PPN - President University