penerapan inkuiri dan sikap ilmiah siswa · pdf filekelas vi semester i yang mengikuti...

65

Upload: buiquynh

Post on 06-Feb-2018

237 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup
Page 2: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

1

Dr. Evi Apriana M.Pd* adalah Dosen Kopertis Wil XIII dpk pada FKIP Universitas Serambi Mekkah

PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA SEKOLAH DASAR DAN

PENGEMBANGANNYA DALAM PEMBELAJARAN

PELESTARIAN MAKHLUK HIDUP

Oleh

Evi Apriana*

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan inkuiri dan sikap ilmiah siswa

dalam pembelajaran pelestarian makhluk hidup melalui analisis kebutuhan, studi

dokumentasi, dan studi lapangan. Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Kualitatif

(Qualitative Research), dilakukan menggunakan metode observasi langsung pada siswa

kelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD

Kota Banda Aceh dan wawancara mendalam (deep interview) dengan informan (key

person) guru dan siswa. Setelah mengidentifikasi penerapan inkuiri dan sikap ilmiah siswa

maka dilakukan pengembangan pembelajaran pelestarian makhluk hidup menggunakan

analisis pengembangan yang berhubungan dengan isu-isu lingkungan. Dari observasi dan

wawancara diperoleh hasil bahwa penerapan inkuiri dan sikap ilmiah siswa tidak ada

perencanaan pada perangkat pembelajaran pelestarian makhluk hidup, nilai rata-rata

persentase aktivitas inkuiri adalah 29% (rendah), nilai rata-rata persentase aktivitas sikap

ilmiah adalah 61% (sedang), dan harus ditingkatkan melalui pembelajaran pelestarian

makhluk hidup. Pengembangan silabus inkuiri berbasis sikap ilmiah, bahan ajar, lembar

kegiatan siswa (LKS), tes pelestarian makhluk hidup, dan skala sikap terintegrasi ke dalam

sasaran, prinsip, dan metode dalam model pembelajaran inkuiri berbasis sikap ilmiah.

Pembelajaran pelestarian makhluk hidup dengan model pembelajaran inkuiri berbasis sikap

ilmiah diharapkan mampu membangun kesadaran siswa dan masyarakat akan pelestarian

hutan dan lingkungan Aceh secara berkelanjutan.

Kata kunci : Pembelajaran pelestarian makhluk hidup, aktivitas inkuiri, aktivitas sikap

ilmiah

Kegiatan pelestarian alam bertujuan untuk

mempertahankan spesies-spesies tumbuhan dan

hewan agar tetap lestari dan berfungsi sebagai

sumber gen (DNA, pembawa sifat) (Apriana,

2012). Upaya untuk melakukan pelestarian

alam dapat dilakukan melalui pendidikan dari

mulai taman kanak-kanak sampai dengan

perguruan tinggi (Munandar, 2009). Salah satu

strategi yang dapat digunakan sekolah dasar

untuk menyadarkan kepedulian siswa terhadap

lingkungan melalui pembelajaran pelestarian

makhluk hidup dengan menggunakan model

pembelajaran inkuiri berbasis sikap ilmiah.

Oleh sebab itu perlu dilakukan

penelitian untuk mengidentifikasi penerapan

inkuiri dan sikap ilmiah siswa melalui analisis

kebutuhan, studi dokumentasi, studi lapangan,

dan merupakan penelitian awal untuk

pengembangan pembelajaran pelestarian

makhluk hidup dengan model pembelajaran

inkuiri berbasis sikap ilmiah.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini menerapkan desain

Penelitian Kualitatif (Qualitative Research)

(Creswell, 2008). Analisis kebutuhan dilakukan

dengan mengumpulkan informasi yang

berkaitan dengan produk (model

pembelajaran). Studi dokumentasi dilakukan

dengan mengkaji perangkat pembelajaran

pelestarian makhluk hidup dari tiga SD Kota

Banda Aceh. Studi lapangan dilakukan dengan

menggunakan metode observasi dan

wawancara, kemudian diolah menggunakan

pendekatan kualitatif sesuai dengan karakter

data dan kebutuhan informasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Kebutuhan

Pembelajaran pelestarian makhluk

hidup idealnya mempelajari aspek kognitif

(pengetahuan), afektif (minat, motivasi), dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 3: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

2

Dr. Evi Apriana M.Pd* adalah Dosen Kopertis Wil XIII dpk pada FKIP Universitas Serambi Mekkah

psikomotorik (keterampilan; tindakan; tujuh

aktivitas inkuiri: mengamati fenomena,

merumuskan masalah, melakukan analisis,

merumuskan hipotesis, menguji hipotesis dan

pengumpulan data, melakukan interpretasi dan

menjawab pertanyaan, dan menyampaikan

hasil, implikasi logis dan memaknainya (Aulls

& Shore, 2008: 150); dan aktivitas sikap

ilmiah: jujur, terbuka pada ide-ide baru

(willnesti change opinions), bertanggung

jawab, objektif, bekerja sama (cooperative),

pemikiran kritikal (critical mindedness),

berlandaskan pada bukti (respect for evidence),

rasa ingin tahu, sikap mawas diri (hati-hati),

kedisiplinan diri, kesadaran atau peduli

terhadap lingkungan (Amin, 1994; BSNP,

2005: 2)).

Sementara pembelajaran pelestarian

makhluk hidup yang dilaksanakan selama ini

hanya mempelajari aspek kognitif (pengetahuan

ekologi dan pelestarian makhluk hidup) saja.

Sehingga sangat diperlukan adanya

pengembangan pembelajaran pelestarian

makhluk hidup dengan model pembelajaran

inkuiri berbasis sikap ilmiah yang mempelajari

pengetahuan, dan melibatkan beberapa

aktivitas inkuiri berbasis aktivitas sikap

ilmiah yaitu: 1) Mengamati fenomena berbasis

jujur, objektif. 2) Merumuskan masalah

berbasis rasa ingin tahu. 3) Melakukan analisis

berbasis pemikiran kritikal (critical

mindedness). 4) Merumuskan hipotesis berbasis

terbuka pada ide-ide baru (willnesti change

opinions). 5) Menguji hipotesis dan

pengumpulan data berbasis terbuka pada ide-

ide baru (willnesti change opinions), bekerja

sama (cooperative), sikap mawas diri (hati-

hati), kedisiplinan diri. 6) Melakukan

interpretasi dan menjawab pertanyaan berbasis

berlandaskan pada bukti (respect for evidence),

kesadaran atau peduli terhadap lingkungan. 7)

Menyampaikan hasil, implikasi logis dan

memaknainya berbasis jujur, bertanggung

jawab, kesadaran atau peduli terhadap

lingkungan.

B. Studi Dokumentasi

Data hasil identifikasi penerapan

inkuiri dan sikap ilmiah siswa yang

dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan

menggunakan studi dokumentasi. Dokumen

yang diperoleh dari tiga sekolah dasar berupa

perangkat pembelajaran pelestarian makhluk

hidup dianalisis dan ditabulasi, hasilnya dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekap Data Berdasarkan Dokumen Rencana Program Pembelajaran Berkaitan dengan

Rencana Penerapan Inkuiri dan Rencana Penerapan Sikap Ilmiah

No. Sekolah

Dasar

Metode yang

Digunakan

Media yang Digunakan Rencana

Penerapan

Inkuiri

Rencana

Penerapan

Sikap Ilmiah

1. SD Swasta Ceramah dan

diskusi

Papan tulis Tidak ada Tidak ada

2. SD Negeri A Ceramah dan

diskusi kelompok

Papan tulis Tidak ada Tidak ada

3. SD Negeri B Ceramah, diskusi

kelompok, dan

demonstrasi

Papan tulis dan tumbuhan

langka Aceh (bunga

jeumpa dan bunga

seulanga)

Tidak ada Tidak ada

C. Studi Lapangan

Data hasil observasi penerapan inkuiri

dan sikap ilmiah siswa yang dikumpulkan

dalam penelitian ini dilakukan menggunakan

metode observasi langsung pada siswa kelas VI

semester I yang mengikuti pembelajaran

pelestarian makhluk hidup di tiga SD Kota

Banda Aceh dan wawancara mendalam (deep

interview) dengan informan (key person) guru

dan siswa.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 4: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

3

Dr. Evi Apriana M.Pd* adalah Dosen Kopertis Wil XIII dpk pada FKIP Universitas Serambi Mekkah

Tabel 2. Data Hasil Observasi Penerapan Inkuiri dalam Pembelajaran Pelestarian Makhluk Hidup

No.

Aktivitas Inkuiri yang Diamati

(Diadaptasi dari Aulls & Shore,

2008: 150)

Sekolah Dasar Persentase Aktivitas

dari Tiap Langkah

Inkuiri

SD

Swasta

SD

Negeri A

SD

Negeri B

1. Mengamati fenomena 0 1 1 2 (67%)

2. Merumuskan masalah 0 0 0 0 (0%)

3. Melakukan analisis 0 0 0 0 (0%)

4. Merumuskan hipotesis 0 0 0 0 (0%)

5. Menguji hipotesis dan

pengumpulan data

0 0 0 0 (0%)

6. Melakukan interpretasi dan

menjawab pertanyaan

1 1 1 3 (100%)

7. Menyampaikan hasil, implikasi

logis dan memaknainya

0 0 1 1 (33%)

Jumlah 1

(14%)

2

(29%)

3

(43%)

Rata-rata

2 (29%)

Tabel 3. Data Hasil Observasi Penerapan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Pelestarian Makhluk Hidup

No. Aspek-Aspek Sikap Ilmiah

Sekolah Dasar Persentase Aktivitas

dari Tiap Aspek

Sikap Ilmiah

SD

Swasta

SD

Negeri A

SD

Negeri B

1. Jujur 1 1 1 3 (100%)

2. Terbuka pada ide-ide baru

(willnesti change opinions)

0 0 1 1 (33%)

3. Bertanggung jawab 0 1 1 2 (67%)

4. Objektif 0 0 0 0 (0%)

5. Bekerja sama (cooperative) 0 1 1 2 (67%)

6. Pemikiran kritikal (critical

mindedness)

0 0 0 0 (0%)

7. Berlandaskan pada bukti

(respect for evidence)

0 0 1 1 (33%)

8. Rasa ingin tahu 1 1 1 3 (100%)

9. Sikap mawas diri (hati-hati) 0 1 1 2 (67%)

10. Kedisiplinan diri 1 1 1 3 (100%)

11. Kesadaran atau peduli terhadap

lingkungan

1 1 1 3 (100%)

Jumlah 4

(36%)

7

(64%)

9

(82%)

Rata-rata

6,7 (61%)

Hasil wawancara dengan pendidik

(guru) adalah pembelajaran pelestarian

makhluk hidup dilakukan dengan metode

ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi dan

penugasan. Praktikum dan praktek lapangan

tidak dilakukan karena memerlukan waktu

khusus dan lebih lama, biaya mahal, dan

persiapan ke lapangan. Sebagian siswa kurang

aktif dalam proses belajar mengajar, tidak

termotivasi mengajukan pertanyaan, dan tidak

termotivasi mengemukakan pendapat. Buku

sulit didapat (terutama dalam bahasa

Indonesia).

Pembelajaran pelestarian makhluk

hidup kurang mengangkat isu-isu yang ada di

masyarakat dan guru sangat dominan, materi

yang dibahas sangat teksbook tentang riset-riset

yang ada di dalam negeri dan di luar Aceh,

guru tidak mengaitkan materi dengan situasi

nyata kehidupan siswa sesuai kehidupan

masyarakat Aceh (hasil wawancara dengan

siswa). Hal ini disebabkan terbatasnya

Evi Apriana, Penerapan Inkuiri dan Sikap Ilmiah Siswa Sekolah Dasar

Page 5: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

4

Dr. Evi Apriana M.Pd* adalah Dosen Kopertis Wil XIII dpk pada FKIP Universitas Serambi Mekkah

dokumentasi atau bahan bacaan tentang

keanekaragaman hayati Aceh yang

berhubungan dengan pelestarian. Selama ini

guru belum mengeksplorasi berbagai

keanekaragaman hayati yang ada di masyarakat

Aceh dan mengembangkannya dalam

pembelajaran. Kasus pelestarian alam Aceh

tersebut masih kurang mendapat perhatian

secara seksama. Mengingat konsep-konsep

konservasi alam di Indonesia masih tetap

menekankan pada konsep dari luar, seperti

konsep Barat, yang sistem sosial ekonomi dan

budayanya sangat berlainan dengan Indonesia

(hasil wawancara dengan guru).

Setelah mengidentifikasi penerapan

inkuiri dan sikap ilmiah siswa yang merupakan

penelitian awal maka dilakukan pengembangan

pembelajaran pelestarian makhluk hidup

dengan model pembelajaran inkuiri berbasis

sikap ilmiah. Pengembangan silabus inkuiri

berbasis sikap ilmiah, bahan ajar, lembar

kegiatan siswa (LKS), tes pelestarian makhluk

hidup, dan skala sikap yang dikumpulkan

dalam penelitian ini dilakukan menggunakan

analisis pengembangan yang berhubungan

dengan isu-isu lingkungan.

Pengembangan silabus pelestarian

makhluk hidup dengan model pembelajaran

inkuiri berbasis sikap ilmiah menitikberatkan

pada pengembangan konsep, aktivitas inkuiri,

aktivitas sikap ilmiah, metode, lembar kegiatan

siswa (LKS), indikator, dan instrumen

pembelajaran.

Beberapa aktivitas inkuiri dan

berbasis aktivitas sikap ilmiah yang dapat

diterapkan adalah : 1) Mengamati fenomena

berbasis jujur, objektif. 2) Merumuskan

masalah berbasis rasa ingin tahu. 3) Melakukan

analisis berbasis pemikiran kritikal (critical

mindedness). 4) Merumuskan hipotesis

berbasis terbuka pada ide-ide baru (willnesti

change opinions). 5) Menguji hipotesis dan

pengumpulan data berbasis terbuka pada ide-

ide baru (willnesti change opinions), bekerja

sama (cooperative), sikap mawas diri (hati-

hati), kedisiplinan diri. 6) Melakukan

interpretasi dan menjawab pertanyaan berbasis

berlandaskan pada bukti (respect for evidence),

kesadaran atau peduli terhadap lingkungan. 7)

Menyampaikan hasil, implikasi logis dan

memaknainya berbasis jujur, bertanggung

jawab, kesadaran atau peduli terhadap

lingkungan.

Pembelajaran pelestarian makhluk

hidup dengan model pembelajaran inkuiri

berbasis sikap ilmiah ini melibatkan tujuh

aktivitas inkuiri yaitu: mengamati fenomena,

merumuskan masalah, melakukan analisis,

merumuskan hipotesis, menguji hipotesis dan

pengumpulan data, melakukan interpretasi dan

menjawab pertanyaan, dan menyampaikan

hasil, implikasi logis dan memaknainya (Aulls

& Shore, 2008: 150) dan berbasis aktivitas

sikap ilmiah yaitu: jujur, terbuka pada ide-ide

baru (willnesti change opinions), bertanggung

jawab, objektif, bekerja sama (cooperative),

pemikiran kritikal (critical mindedness),

berlandaskan pada bukti (respect for evidence),

rasa ingin tahu, sikap mawas diri (hati-hati),

kedisiplinan diri, kesadaran atau peduli

terhadap lingkungan (Amin, 1994; BSNP,

2005: 2). Pembelajaran dapat dilakukan dengan

berbagai metode yang menarik agar siswa

mempunyai kapasitas dan tingkat kesadaran

yang tinggi terhadap pelestarian makhluk

hidup.

Pengembangan bahan ajar pelestarian

makhluk hidup yang berhubungan dengan isu-

isu lingkungan terdiri dari konsep hewan dan

tumbuhan langka (hewan yang mendekati

kepunahan dan tumbuhan yang mendekati

kepunahan), pentingnya pelestarian makhluk

hidup (melindungi tempat hidupnya dan

perkembangbiakan secara buatan).

Pengembangan lembar kegiatan siswa

(LKS) terdiri dari lembar kerja sebagai

penuntun kegiatan dan hasil pekerjaan siswa

merupakan bahagian dari bahan ajar.

Tes adalah serentetan pertanyaan atau

latihan serta alat lain yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan

intelegensi, kemampuan atau yang dimiliki

individu atau kelompok (Arikunto, 2002).

Pengembangan tes pelestarian makhluk hidup

yang disusun dalam penelitian ini digunakan

untuk mengukur pengetahuan dan pemahaman

siswa tentang pelestarian makhluk hidup.

Pengembangan tes pelestarian makhluk hidup

ini mengacu pada materi dan hasil belajar yang

telah ditetapkan bersama sebelumnya.

Skala sikap adalah sejumlah

pertanyaan tertulis untuk memperoleh

informasi dari responden tentang pribadinya

atau hal-hal yang diketahuinya (Arikunto,

2002). Pengembangan skala sikap dalam

penelitian ini berbentuk skala bertingkat

mencakup skala sikap dan tanggapan. Skala

sikap digunakan untuk mengukur sikap siswa

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 6: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

5

Dr. Evi Apriana M.Pd* adalah Dosen Kopertis Wil XIII dpk pada FKIP Universitas Serambi Mekkah

terhadap pelestarian makhluk hidup sebelum

dan setelah pembelajaran dijalankan, serta

untuk menggali tanggapan siswa terhadap

kegiatan yang telah dilaksanakan. Kategori

penilaian skala sikap menggunakan skala

likerts yang mencakup lima kategori yaitu

sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju,

dan sangat tidak setuju.

SIMPULAN

Penerapan inkuiri dan sikap ilmiah

siswa tidak ada perencanaan pada perangkat

pembelajaran pelestarian makhluk hidup, nilai

rata-rata persentase aktivitas inkuiri adalah

29% (rendah), nilai rata-rata persentase

aktivitas sikap ilmiah adalah 61% (sedang), dan

harus ditingkatkan melalui pembelajaran

pelestarian makhluk hidup. Identifikasi

penerapan inkuiri dan sikap ilmiah siswa ini

sangat penting untuk pengembangan

pembelajaran pelestarian makhluk hidup

dengan model pembelajaran inkuiri berbasis

sikap ilmiah. Materi pembelajaran pelestarian

makhluk hidup dapat diintegrasikan dengan

sasaran, prinsip, dan metode dalam model

pembelajaran inkuiri berbasis sikap ilmiah

(pengembangan silabus inkuiri berbasis sikap

ilmiah, bahan ajar, lembar kegiatan siswa

(LKS), tes pelestarian makhluk hidup, dan

skala sikap). Model pembelajaran pelestarian

makhluk hidup yang efektif, terintegrasi dalam

pembelajaran dan kegiatan lapangan yang

mampu memperjelas pembelajaran di kelas,

mengembangkan inkuiri dan sikap ilmiah

siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (1994). Mengajarkan Ilmu

Pengetahuan Alam dengan Metode

Discovery dan Inquiry. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Apriana, E. (2012). Pengembangan Program

Perkuliahan Biologi Konservasi

dengan Pendekatan Kontekstual

Berbasis Kearifan Lokal Aceh untuk

Meningkatkan Literasi Lingkungan

dan Tindakan Konservasi. Disertasi

Doktor pada SPs UPI. Bandung: tidak

diterbitkan.

Arikunto, S. (2002). Penilaian Program

Pendidikan. Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan. Dirjend. Pendidikan

Tinggi. Jakarta: Proyek

Pengembangan Lembaga Pendidikan

Tenaga Kependidikan.

Aulls, M.W. & Shore, B.M. (2008). Inquiry in

Education. The Conceptual

Foundations for Research as a

Curricular Imperative. Volume 1.

New York: Lawrences Erlbaum

Associates.

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

(2005). Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar IPA. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional.

Creswell, J.W. (2008). Educational Research:

Planning, Conducting, and Evaluating

Quantitative and Qualitative

Research. Third Edition. New Jersey:

Pearson Education, Inc.

Munandar, A., dkk., (2009). Konservasi Fauna

Indonesia. Bandung: Rizqi Press.

Evi Apriana, Penerapan Inkuiri dan Sikap Ilmiah Siswa Sekolah Dasar

Page 7: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

6

Ir. Nursyamsu* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA DAN HASIL BELAJAR MATRIKS DENGAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW SISWA KELAS XII IA2

SMA NEGERI 6 BANDA ACEH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

Nursyamsu*

Abstrak Karya tulis ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan

Aktivitas siswa dan hasil belajar Matriks dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw siswa kelas XII-IA2 SMA Negeri 6 Banda Aceh tahun pembelajaran

2012/2013. Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi, observasi, tugas, dan tes.

Dokumentasi nilai ulangan harian pada bab sebelumnya digunakan sebagai nilai dasar.

Pada setiap pertemuan dilaksanakan observasi dengan menggunakan lembar pedoman

observasi untuk mengamati berlangsungnya proses pembelajaran yang menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Tugas yang diberikan kepada siswa berupa tugas

kelompok yang diberikan pada setiap pertemuan pada setiap siklus dan tugas individu (PR)

diberikan pada setiap pertemuan I dan II pada setiap siklus. Masing-masing siklus terdiri

dari tiga kali pertemuan. Pada pertemuan I dan II, selama 2 jam pelajaran dilaksanakan

kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

Pada pertemuan III, digunakan untuk melaksanakan tes akhir siklus. Hasil observasi dari

Kegiatan Belajar Siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw aktivitas siswa

dikatagorikan aktif dilihat dari persentase bekerja dengan sesama kelompok,

mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, dan diskusi antar siswa serta antara siswa

dengan guru mengalami kenaikan yang signifikan yakni sebesar 22,1%, 20,8% dan 15,0%.

dan rata-rata nilai hasil belajar siklus 1 adalah sebesar 64,78.dan hanya 65,22% tuntas

belajar Jika dibandingkan dengan rata-rata nilai dasar yaitu 51,13 dan 42,30 % tuntas

belajar maka terjadi peningkatan sebesar 21,07%. Pada siklus 2 diperoleh rata-rata nilai

hasil belajar sebesar 72,61 dan tuntas belajar 78,26% dengan peningkatan sebesar 10,78%.

Pada siklus 3 diperoleh rata-rata nilai hasil belajar sebesar 80,00 dan tuntas belajar 86,96%

dengan peningkatan sebesar 9,24%.Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat

disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan

aktivitas siswa dan hasil belajar matematika pokok bahasan Matriks siswa di kelas XII-IA2

SMA Negeri 6 Banda Aceh tahun pembelajaran 2012/2013. Berdasarkan kesimpulan

tersebut, maka disarankan bagi guru dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran di

kelas, siswa diharapkan untuk lebih aktif dan kreatif dalam belajar dengan membiasakan

diri bekerjasama dalam kelompok belajar, dan diharapkan sekolah dapat mendukung proses

pembelajaran matematika yang kreatif dengan menyediakan fasilitas yang dapat menunjang

berlangsungnya proses pembelajaran.

Kata Kunci: Aktivitas Siswa, Hasil Belajar, dan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw

Terkait dengan mutu pendidikan

khususnya pendidikan menengah pada jenjang

Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah

Aliyah (MA) sampai saat ini masih jauh dari

apa yang kita harapkan. Betapa kita masih

ingat dengan hangat akan standarisasi Ujian

Nasional (UN) dengan nilai masing – masing

mata pelajaran 5,50 dikeluhkan oleh para

pendidik bahkan oleh orangtua – orang tua

siswa sendiri, karena anak atau siswanya tidak

dapat lulus. Melihat kondisi rendahnya

prestasi atau hasil belajar siswa tersebut

beberapa upaya dilakukan salah satunya

adalah pembelajaran model kooperatif tipe

jigsaw pada pokok bahasan Matriks yang

diharapkan siswa dapat meningkatkan aktifitas

belajarnya, sehingga terjadi pengulangan dan

penguatan terhadap materi yang diberikan di

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 8: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

7

Ir. Nursyamsu* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

sekolah dengan harapan siswa mampu

meningkatkan hasil belajar atau prestasi siswa.

Dari pengamatan terungkap bahwa hasil

belajar siswa kelas XII-IA2 pokok bahasan

Matriks pada SMAN 6 Banda Aceh secara

umum masih rendah, hal ini dapat dibuktikan

dari penilaian hasil belajar Kompetensi Dasar

Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2012/2013,

dimana Peneliti sebagai guru matematika

untuk siswa kelas XII-IA2 yang berjumlah 26

orang siswa terdiri dari 11 orang siswi dan 15

orang siswa. Dari keseluruhan siswa kelas

XII-IA2 hanya 11 orang siswa (41,8%) saja

hasil belajar sudah mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) 65 dan 15 orang

siswa (58,2%) lainnya harus melalui remidial

untuk mencapai KKM 65 atau memiliki rata-

rata nilai 51,13.

Munculnya masalah di atas, adalah

menjadi permasalahan dalam penelitian

tindakan kelas adalah sebagai berikut (1)

Apakah dengan menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dapat

meningkatkan prestasi belajar Matriks bagi

siswa kelas XII-IA2 pada SMAN 6 Banda

Aceh; (2) Apakah dengan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw dapat meningkatkan

keaktifan siswa kelas XII-IA2 pokok bahasan

Matriks pada SMAN 6 Banda Aceh.

Tujuan Penelitian ini merupakan

untuk mengetahui dan dapat meningkatkan :

(1) Prestasi belajar Matriks bagi siswa kelas

XII-IA2 dengan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw pada SMAN 6 Banda

Aceh; dan (2) Keaktifan siswa kelas XII-IA2

pokok bahasan Matriks dengan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada

SMAN 6 Banda Aceh. Hasil penelitian ini

akan memberikan banyak manfaat bagi semua

pihak , meliputi : (1) Sekolah sebagai penentu

kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi

belajar siswa khususnya pada mata pelajaran

matematika; (2) Guru, menjadikan bahan

pertimbangan dalam menentukan Model

Pembelajaran Koopera tif Tipe Jigsaw dalam

penyampaian pokok bahasan Matriks yang

dapat memberikan manfaat bagi siswa; dan

(3) Siswa, dapat meningkatkan hasil belajar

dan melatih sikap sosial untuk saling peduli

terhadap keberhasilan siswa lain dalam

mencapai tujuan belajar.

METODA PENELITIAN Metode yang digunakan metode

Metode Deskriptif. Penelitian diawali dengan

pengkondisian (pra tindakan), yaitu

menentukan dahulu subyek penelitian yakni;

siswa XII-IA2 SMA Negeri 6 Banda Aceh

yang berjumlah 26 siswa, membentuk

kelompok, menentukan nilai standar

ketuntasan kompetensi minimal (KKM)yakni

65.00. Pembentukan kelompok secara acak

dengan mempertimbangkan prestasi akademik

sebelumnya. Selanjutnya siswa dikelompokan

ke dalam 4 kelompok dengan formasi 5 dan

satu kelompok lagi dengan formasi 6 orang

siswa yang berprestasi baik, sedang dan

kurang.

Rancangan penelitian adalah

penelitian tindakan kelas. Penelitian terdiri

atas 3 siklus. Siklus 1 dilaksanakan pada

tanggal 02 Februari 2013, siklus 2

dilaksanakan tanggal 20 Februari 2013, dan

siklus 3 dilaksanakan tanggal 07 Maret 2013 .

Prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan

dalam penelitian ini dilaksanakan dalam

kegiatan yang berbentuk siklus dengan

mengacu pada model yang diadaptasi dari

Kemmis dan Mc Taggart (1990:14). tiap siklus

terdiri dari empat komponen, yaitu a)

perencanaan (planing), b) tindakan (acting), c)

pengamatan (Observing), dan d) tindakan

(reflecting). Untuk komponen tindakan dan

pengamatan untuk model ini dijadikan sebagai

satu kesatuan.

Indikator keberhasilan yang sesuai

dengan tujuan akhir dari penelitian tindakan

kelas ini adalah meningkatnya presentase

kemampuan hasil belajar siswa dan

meningkatnya Aktivitas belajar siswa melalui

pendekatan model pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pada Siklus 1 Pada tahap perencanaan guru

mengidentifikasi masalah-masalah

Matematika yang berkaitan dengan topik

Matriks. Pada saat menganalisis dan

merumuskan masalah, guru melakukan diskusi

dengan pembimbing dan observer untuk

memperoleh persamaan persepsi tentang topik,

sehingga konsep/materi yang akan dibahas

dalam pembelajaran menjadi lebih mantap.

Setelah selesai menganalisis dan merumuskan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 9: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

8

Ir. Nursyamsu* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

asalah, dan berdikusi guru merancang model

pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw kerja

kelompok yang akan diterapkan pada

pembelajaran Matematika di kelas XII-IA2.

Dalam merancang model pembelajaran guru

menyusun kelompok belajar peserta didik dan

merencanakan tugas kelompok. Guru juga

menyiapkan instrumen berupa angket,

pedoman observasi, dan tes akhir.

Pada saat melakukan tindakan,

peneliti berupaya untuk melaksanakan

langkah-langkah pembelajaran sesuai

perencanaan. Namun karena kegiatan tersebut

belum biasa dilakukan peneliti, maka masih

ada beberapa kendala yang dihadapi seperti

kurangnya referensi terhadap materi yang

sedang dibahas. Untuk mengatasi kendala

tersebut peneliti mencoba menjadi lebih giat

membaca beberapa buku materi Matematika

lainnya selain buku wajib Matematika yang

dimiliki peserta didik. Hal itu dimaksudkan

untuk memperkaya pengetahuan sehingga

peneliti menjadi lebih percaya diri. Peneliti

selain sebagai pengajar juga berperan sebagai

nara sumber dan sebagai fasilitator saat proses

pembelajaran. Agar lebih mantap dalam

mengelola kelas, peneliti sangat terbuka

menerima masukan dari pembimbing sehingga

memudahkan peneliti menggali lebih dalam

untuk memperkaya data penelitian sehingga

komunikasi antara peneliti dengan

pembimbing,dan observer menjadi lebih

harmonis.

Dalam menerapkan model

pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Matematika di SMA dengan kerja kelompok

peserta didik, pada awalnya sulit untuk bekerja

dalam kelompok, terutama karena peserta

didik yang pintar/pandai tidak mau bergabung

dengan peserta didik yang tidak/kurang

pandai. Peserta didik yang merasa dirinya

pandai lebih suka belajar dan bekerja sendiri,

umumnya tidak mau diganggu maupun

mengganggu orang lain. Peserta didik terkesan

egois. Untuk dapat menyatukan peserta didik

dalam kelompok dan bekerja sama, guru

berusaha memberi penjelasan tentang

pentingnya berbagi, bekerja sama, dan

bersahabat tanpa melihat/memperhatikan

kepintaran atau kemampuan orang lain. Justru

peserta didik yang memiliki kelebihan

daripada teman-temannya dapat membantunya

dengan memberikan penjelasan tentang materi

pelajaran yang belum dipahami dan

dimengerti. Setelah diberi penjelasan oleh

guru tentang arti persahabatan dan manfaat

kerja sama serta kerja kelompok, akhirnya

peserta didik mau membentuk kelompok,

melakukan diskusi, dan bekerja kelompok.

Dalam terapan tipe jigsaw, materi pelajaran

diberikan pada siswa dalam bentuk teks.

Setiap anggota bertanggungjawab untuk

mempelajari bagian tertentu bahan yang

diberikan. Anggota dari kelompok yang lain

mendapat tugas topik yang sama berkumpul

dan berdiskusi tentang topik tersebut.

Kelompok ini disebut dengan kelompok ahli

(Ibrahim, dkk. 2000 : 52).

Langkah-langkah model jigsaw

dibagi menjadi enam tahapan, yaitu :

(1) Menyampaikan tujuan belajar dan

membangkitkan motivasi

(2) Menyajikan informasi kepada siswa

dengan demonstrasi disertai penjelasan

verbal, buku teks, atau bentuk lain

(3) Mengorganisasikan siswa ke

dalam kelompok belajar

(4) Mengelola dan membantu siswa dalam

belajar kelompok dan kerja di tempat

duduk masing-masing

(5) Mengetes penguasaan kelompok

atas bahan ajar

(6) Pemberian penghargaan atau pengakuan

terhadap hasil belajar siswa (Nurhadi dan

Agus Gerrard, 2003 : 40)

Tabel.1 Aktivitas Siswa pada siklus 1

No Aktivitas siswa yang diamati Presentase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku

Bekerja dengan sesama anggota kelompok

Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru

Menyajikan hasil pembelajaran

Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi

16,67

12,08

17,29

14,38

4,16

10,63

9,38

7,08

8,33

Nursyamsu, Peningkatan Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Matriks

Page 10: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

9

Ir. Nursyamsu* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

Berdasarkan tabel di atas tampak

bahwa aktivitas siswa yang paling dominan

adalah mendengarkan/ memperhatikan

penjelasan guru yaitu 16,67 %. Aktivitas lain

yang presentasinya cukup besar adalah bekerja

dengan sesama anggota kelompok 17,29%,

diskusi antara siswa atau antara siswa

dengan guru 14,38%, dan membaca buku

yaitu 12,08 %.

Pada siklus I, secara garis besar

kegiatan belajar mengajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sudah

dilaksanakan dengan baik, walaupun peran

guru masih dominan untuk memberikan

penjelasan dan arahan, karena masih

dirasakan belum biasa mengajar dengan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

disampaikan kepada siswa.

Tabel.2 Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus I

No Uraian Hasil

Siklus I

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

64,78

15

65,22

Dari tabel di atas dapat dijelaskan

bahwa dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diperoleh

nilai rata-rata prestasi belajar siswa adalah

64,78 dan ketuntasan belajar mencapai 65,22%

atau ada 15 siswa dari 23 siswa sudah tuntas

belajar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

pada siklus pertama secara klasikal siswa

belum tuntas belajar, karena siswa yang

memperoleh nilai ≥ 65 hanya sebesar 65,22%

lebih kecil dari persentase ketuntasan yang

dikehendaki yaitu sebesar 85%. Hal ini

disebabkan karena siswa masih merasa belum

biasa apa yang dimaksudkan dan digunakan

guru dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw.

B. Pada Siklus 2 Kerja kelompok yang dilakukan peserta

didik dalam pembelajaran Matematika

memotivasi peserta didik untuk belajar

Matematika lebih baik. Peserta didik berusaha

memahami topik-topik Matematika dan

mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang

muncul saat membaca dan belajar topik-topik

Matematika.

Tabel.3 Aktivitas Siswa pada siklus 2

No Aktivitas siswa yang diamati Presentase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku

Bekerja dengan sesama anggota kelompok

Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru

Menyajikan hasil pembelajaran

Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi

17,9

12,1

21,0

13,8

4,6

5,4

7,7

6,7

10,8

Berdasarkan tabel.3 di atas, tampak

bahwa aktivitas siswa yang paling dominan

pada siklus 2 adalah bekerja dengan sesama

anggota kelompok yaitu (21%). Jika

dibandingkan dengan siklus I, aktifitas ini

mengalami peningkatan. Aktifitas siswa yang

mengalami penurunan adalah

mengajukan/menanggapi pertanyaan/ide

(5,40%). merangkum pembelajaran(6,7%), dan

menulis yang relevan dengan KBM (7,7%)

Adapun aktifitas siswa yang mengalami

peningkatan adalah membaca buku (12,1%),

menyajikan hasil pembelajaran (4,6%),

mendengarkan/memperhatikan penjelasan

guru (17,9%), dan mengerjakan tes evaluasi

(10,8%).

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 11: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

10

Ir. Nursyamsu* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

Tabel.4. Rekapitulasi Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus 2

No Uraian Hasil

Siklus II

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

72,61

21

78,26

Dari tabel di atas diperoleh nilai rata-rata

prestasi belajar siswa adalah 72,61 dan

ketuntasan belajar mencapai 78,26% atau ada

21 siswa dari 26 siswa sudah tuntas belajar.

Hasil ini menunjukkan bahwa pada siklus 2 ini

ketuntasan belajar secara klasikal telah

mengalami peningkatan sedikit lebih baik dari

siklus I. Adanya peningkatan hasil belajar

siswa ini karena setelah guru

menginformasikan bahwa setiap akhir

pelajaran akan selalu diadakan tes sehingga

pada pertemuan berikutnya siswa lebih

termotivasi untuk belajar. Selain itu siswa juga

sudah mulai mengerti apa yang dimaksudkan

dan dinginkan guru dengan menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

C. Pada Siklus 3

Adapun proses belajar mengajar

mengacu pada rencana pelajaran dengan

memperha- tikan revisi pada siklus 2,

sehingga kesalahan atau kekurangan pada

siklus 2 tidak terulang lagi pada siklus 3.

Pengamatan (observasi) dilaksanakan

bersamaan dengan pelaksanaan belajar

mengajar.

Pada akhir proses belajar mengajar

siswa diberi tes formatif 3 dengan tujuan untuk

mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam

proses belajar mengajar yang telah dilakukan.

Instrumen yang digunakan adalah tes formatif

3. Adapun data hasil penelitian pada siklus 3

adalah sebagai berikut:

Tabel.5 Aktivitas Siswa pada siklus 3

Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa

aktivitas siswa yang paling dominan pada

siklus 3 adalah bekerja dengan sesama anggota

kelompok yaitu (22,1%) dan

mendengarkan/memperhatikan penjelasan

guru (20,8%), aktivitas yang mengalami

peningkatan adalah membaca buku siswa

(13,1%) dan diskusi antar siswa/antara siswa

dengan guru (15,0%). Sedangkan aktivitas

yang lainnya mengalami penurunan.

Tabel.6 Hasil Tes Formatif Siswa Pada Siklus 3

No Uraian Hasil

Siklus III

1

2

3

Nilai rata-rata tes formatif

Jumlah siswa yang tuntas belajar

Persentase ketuntasan belajar

80,00

20

86,96

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai

rata-rata tes formatif sebesar 80,00 dari 26

siswa (3 siswa keluar) sehingga tinggal 23

siswa dan yang telah tuntas sebanyak 20 siswa

dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan

belajar. Maka secara klasikal ketuntasan

belajar yang telah tercapai sebesar 86,96%

(termasuk kategori tuntas). Hasil pada siklus 3

No Aktivitas siswa yang diamati Presentase

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru

Membaca buku

Bekerja dengan sesama anggota kelompok

Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru

Menyajikan hasil pembelajaran

Menyajikan/ menanggapi pertanyaan/ ide

Menulis yang relevan dengan KBM

Merangkum pembelajaran

Mengerjakan tes evaluasi

20,8

13,1

22,1

15,0

2,9

4,2

6,1

7,3

8,5

Nursyamsu, Peningkatan Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Matriks

Page 12: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

11

Ir. Nursyamsu* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

ini mengalami peningkatan lebih baik dari

siklus 2. Adanya peningkatan hasil belajar

pada siklus 3 ini dipengaruhi oleh adanya

peningkatan kemampuan guru dalam

menerapkan model pembelajaran kooperatif

tipe jigsaw yang membuat siswa menjadi lebih

terbiasa dengan pembelajaran seperti ini

sehingga siswa lebih mudah dalam memahami

materi yang telah diberikan.

Tabel 4.1 Hasil Tiap Aspek PTK Selama Dua Siklus

No Aspek Penelitian Siklus

ke-1 (%) Siklus

ke-2 (%)

Siklus

ke-3 (%)

1

Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

a. Bekerja dengan sesama anggota kelompok 17.29 21.00 22.10

b. Mendengarkan/ memperhatikan penjelasan guru 16.67 17.90 20.80

c. Diskusi antar siswa/ antara siswa dengan guru 14.38 13.80 15.00

2

Hasil Belajar Siswa

a. Ketuntasan Belajar 65.22 78.26 86.96

b. Rataan Nilai Formatif 64.78 72.61 80.00

SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kegiatan pembelajaran yang

telah dilakukan selama tiga siklus, dan

berdasarkan seluruh pembahasan serta analisis

yang telah dilakukan dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw memiliki dampak positif dalam

meningkatkan aktivitas siswa dilihat

dari hasil pengamatan selama Kegiatan

Belajar Mengajar (KBM) berlangsung

dimana persentase bekerja dengan

sesama kelompok, mendengarkan/ mem

perhatikan penjelasan guru, dan diskusi

antar siswa serta antara siswa dengan

guru mengalami kenaikan yang

signifikan yakni sebesar 22,10%,

20,80% dan 15,00%.

2. Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw berpengaruh baik

terhadap hasil be lajar siswa yang

ditandai dengan peningkatan ketuntasan

belajar siswa dalam setiap sik -lus, yaitu

siklus 1 (65,22%), siklus 2 (78,26%),

dan siklus 3 (86,96%). Dan rataan nilai

formatif dari 64.78 siklus 1, 72.61 siklus

2, menjadi 80.00 siklus 3.

3. Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe jigsaw juga mempunyai

pengaruh positif, dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa. Hal ini

ditunjukkan dari hasil wawancara de -

ngan beberapa siswa, rata-rata jawaban

siswa menyatakan bahwa mereka tertarik

dan berminat dengan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

sehingga mereka menjadi ter motivasi

untuk belajar.

1. Saran-saran

Dari hasil penelitian yang diperoleh

dari uraian sebelumnya agar proses belajar

mengajar matematika lebih efektif dan lebih

memberikan hasil yang optimal bagi siswa,

maka disampaikan saran sebagai berikut:

1. Untuk melaksanakan model

pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

memerlukan persiapan yang cukup

matang, sehingga guru harus mampu

menentukan atau memilih topik yang

benar-benar bisa diterapkan dengan

model pembelajaran kooperatif tipe

jigsaw dalam proses belajar mengajar

sehingga diperoleh hasil yang optimal.

2. Dalam rangka meningkatkan hasil belajar

siswa, guru hendaknya lebih sering

melatih siswa dengan berbagai metode

pengajaran, walau dalam taraf yang

sederhana, dimana siswa nantinya dapat

menemukan pengetahuan baru,

memperoleh konsep dan keterampilan,

sehingga siswa berhasil atau mampu

memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya.

3. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut,

karena hasil penelitian ini masih sangat

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 13: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

12

Ir. Nursyamsu* adalah Guru SMA Negeri 6 Banda Aceh

sederhana dan perlu disempurnakan di

tahun –tahun mendatang.

4. Untuk penelitian yang serupa hendaknya

dilakukan perbaikan-perbaikan agar

diperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1993. Manajemen

Mengajar Secara Manusiawi.

Jakarta: Rineksa Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-dasar

Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Dahar, R.W. 1989. Teori-teori Belajar.

Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses

Belajar Mengajar, Jakarta. Balai

Pustaka.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta: Rineksa

Cipta.

Felder, Richard M. 1994. Cooperative

Learning in Technical Corse,

(online), (Pcll\d\My %

Document\Coop % 20 Report.

Hadi, Sutrisno. 1981. Metodogi Research.

Yayasan Penerbitan FakuLearning

Togetheras Psikologi Universitas

Gajah Mada. Yoyakarta.

Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan.

Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hasibuan. J.J. dan Moerdjiono. 1998. Proses

Belajar Mengajar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Hudoyo, H. 1990. Strategi Belajar Mengajar

Matematika. Malang: IKIP Malang.

KBBI. 1996. Edisi Kedua. Jakarta:

Balai Pustaka.

Margono, S. 1996. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Jakarta: Rineksa Cipta.

Mursell, James ( - ). Succesfull Teaching

(terjemahan). Bandung: Jemmars.

Ngalim, Purwanto M. 1990. Psikologi

Pendidikan. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Nur, Muhammad. 1996. Pembelajaran

Kooperatif. Surabaya. Universitas

Negeri Surabaya.

Rustiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar

Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.

Sardiman, A.M. 1996. Interaksi dan Motivasi

Belajar Mengajar. Jakarta: Bina

Aksara.

Soekamto, Toeti. 1997. Teori Belajar dan

Model Pembelajaran. Jakarta: PAU-

PPAI, Universitas Terbuka.

Soetomo. 1993. Dasar-dasar Interaksi

Belajar Mengajar. Surabaya Usaha

Nasional.

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses

Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan,

Suatu Pendekatan Baru. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Usman, Moh. Uzer. 2001. Menjadi Guru

Profesional. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Wahyuni, Dwi. 2001. Studi Tentang

Pembelajaran Kooperatif Terhadap

Hasil Belajar Matematika. Malang:

Program Sarjana Universitas Negeri

Malang.

Nursyamsu, Peningkatan Aktivitas Siswa dan Hasil Belajar Matriks

Page 14: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

13

Dra. Hj. Cut Zuraidah* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh

IMPROVING THE STUDENTS' COMPREHENSION IN DESCRIPTIVE TEXT THROUGH

TEAM PRODUCT IN COOPERAITVE LEARNING IN THE VIII/8 CLASS STUDENTS

OF SMP 2 BANDA ACEH 2013/2014 ACADEMIC YEARS

By

Cut Zuraidah*

Abstract The problems of this research were how to improve students' comprehension in Descriptive

text through Team Product in Cooperative Learning. The research was guided by a

conceptual framework leading to the using team product through group work to improve

their comprehension in English subject. The research type was an action research. The

subject consisted of 26 students of the second class (VIII/8) of SMP 2 Banda Aceh 2013-

2014 academic years. The research data were collected using test (test after first treatment

and test after the second treatment), observation for collecting data on the students'

motivation in improving the students' comprehension using Team Product. Data on

students' comprehension using Team Product were analyzed using the descriptive and

statistic analysis, using the increasing of mean after the first and the second treatment. The

study concluded that using Team Product through group work as a teaching strategy

variation has brought a new nuance in English language teaching in improving their

comprehension in Descriptive Text.

Keywords : Students' Comprehension, Descriptive Text, Cooperaitve Learning

Fungsi dan tujuan pembelajaran

Bahasa Inggris di sekolah menengah pertama

adalah untuk mendukung pencapaian

kompetensi lulusan SMP yang memiliki

pengetahuan, nilai, dan sikap terhadap empat

keterampilan bahasa sebagaimana digariskan

dalam kurikulum KTSP 2006, yaitu 1)

keterampilan mendengarkan, 2) keterampilan

berbicara, 3) keterampilan membaca, dan 4)

keterampilan menulis.

Dalam konteks tugas sekolah, para

siswa kadang-kadang ditugaskan untuk

membuat teks yang berisikan informasi

tentang penjelasan suatu phenomena baik yang

bersifat natural ataupun non-natural.

Penjelasan disini bukan hanya penjelasan

tentang proses terjadi atau terbentuknya

fenomena, akan tetapi penjelasan deskripsi,

yang berfungsi untuk memberikan informasi

yang bersifat scientific dan knowledge-

improving, yang bermanfaat sebagai tambahan

pengetahuan (knowledge) kepada para

pembaca.

Proses pembelajaran Bahasa Inggris

yang dilaksanakan masih bersifat satu arah

(teacher centered), yaitu guru hanya

menyampaikan pesan/informasi materi

pelajaran dan siswa sebagai penerima yang

pasif. Kecenderungan pembelajaran demikian

mengakibatkan lemahnya pengembangan

potensi diri siswa dalam pembelajaran

sehingga partisipasi siswa dalam belajar tidak

optimal.

Dalam rangka mencapai harapan

bahwa hasil belajar dalam kegiatan belajar ini

dapat meningkat, dikemukakan salah satu

altemative melalui sebuah penelitian yang

berjudul "Upaya Meningkatkan Kemampuan

Siswa Memahami Teks Dekriptif Bahasa

Inggris melalui Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Team Product di Kelas VIII/8

SMP Negeri 2 Banda Aceh Tahun Pelajaran

2013/2014”. Dengan menggunakan metode ini

diharapkan siswa dapat mengikuti

pembelajaran dengan baik yang bertujuan

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi

teks Descriptive.

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Henry E. Garret (dalam

konsep dan makna pembelajaran:13) "Belajar

adalah proses yang berlangsung dalam jangka

waktu lama melalui latihan maupun

pengalaman yang membawa perubahan pada

diri dan perubahan cara mereaksi terhadap

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 15: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

14

Dra. Hj. Cut Zuraidah* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh

suatu perangsang tertentu". Pembelajaran

sebagai suatu proses dimana suatu organisasi

berubah tingkah lakunya sebagai akibat dari

pengalaman. "Hasil belajar yang diperoleh

siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar

yang dilakukan oleh siswa" (Nana Sudjana,

1989:111).

Investigasi Kelompok adalah strategi

belajar kooperatif yang menempatkan siswa ke

dalam kelompok secara heterogen dilihat dari

kemampuan dan latar belakang, baik dari segi

jenis kelamin, suku, dan agama, untuk

melakukan investigasi terhadap suatu topic

(Eggen & Kauchak, 1998:305)

Teks descriptif bertujuan untuk

menjelaskan orang, tempat, atau benda

tertentu. Jadi, dalam teks deskriptif, kita dapat

menjelaskan orang, tempat, atau benda yang

kita lihat atau miliki.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di kelas

VIII/8 SMP Negeri 2 Banda Aceh semester 2

tahun ajaran 2013/2014. Lokasi penelitian ini

adalah di SMP Negeri 2 Banda Aceh yang

beralamat di Desa Lampriet Kecamatan Syiah

Kuala, Banda Aceh. Subjek penelitian ini

adalah siswa kelas VIII/8, yang berjumlah 26

orang siswa terdiri atas 13 siswa perempuan

dan 13 siswa laki-laki. Subjek penelitian ini

sangat heterogen dilihat dari kemampuannya,

yakni, ada sebagian siswa yang mempunyai

kemampuan tinggi, sedang, rendah dan sangat

rendah. Data dari penelitian ini berupa data

hasil tes, data hasil pengamatan pengelolaan

pembelajaran, dan data pengamatan aktivitas

siswa secara individu. Sumber data untuk

memperoleh data penelitian adalah siswa kelas

VIII/8. Alat pengumpulan data dalam

penelitian ini adalah (1) Soal Kuis (2) Lembar

pengamatan pengelolaan pembelajaran melalui

Team Product (3) Lembar pengamatan

aktivitas siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data hasil observasi terhadap

aktivitas siswa terjadi peningkatan dari 50%

pada siklus I menjadi 82,9% di siklus II.

Sebagian besar aspek pengamatan telah

dilakukan dengan baik. Persentase di atas telah

mencapai indikator yang ditetapkan yaitu

mencapai kategori BAIK (76%-86%). Dari

hasil tes siswa, data pengamatan kemampuan

guru mengelola pembelajaran, dan aktivitas

siswa dapat disimpulkan bahwa penelitian ini

dianggap berhasil karena telah mencapai

indicator keberhasilan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa model Team Product

memberi dampak positif dalam meningkatkan

hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari

semakin meningkatnya nilai siswa pada hasil

tes materi teks deskriptif bahasa Inggris.

(Ketuntasan belajar meningkat dari siklus I ke

siklus II) yaitu masing-masing 42% pada

siklus I meningkat menjadi 88,4% pada siklus

Pada siklus II indicator keberhasilan telah

tercapai karena indicator yang ditetapkan

adalah sebesar 85% siswa mencapai nilai

KKM 70. Berdasarkan analisis data, diperoleh

informasi bahwa kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran juga meningkat

persentasenya dari siklus I ke siklus II. Pada

siklus I, kemarnpuan guru mengelola

pembelajaran mencapai 64,6% dan pada siklus

II mencapai 82,2% berarti telah mencapai

kategori BAIK (76%-86%). Nilai hasil tes

siswa mencapai persentase ketuntasan 88,4%,

pengelolaan pembelajaran mencapai 82,2%

atau berada pada kategori baik, dan aktivitas

siswa juga mencapai 82,85% sesuai dengan

indikator yang ditetapkan telah mencapai

kategori BAIK.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan di atas dapat disimpulkan: -

Penerapan model Team Product dalam

pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan

siswa menguasai materi Teks Deskriptif

bahasa Inggris. -Melalui Team Product guru

dapat meningkatkan kemampuannya dalam

mengelola pembelajaran. -Penerapan model

Team Product dapat meningkatkan aktivitas

siswa dalam mengikuti pembelajaran bahasa

Inggris pada materi teks Deskriptif

DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. I. 2002. Classroom Instruction and

Management. USA: The Mc. Graw

Hill Companies, Inc.

Blatner, A. 2002. "Drama In Education As

Mental Hygiene: A Child

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 16: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

15

Dra. Hj. Cut Zuraidah* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh

Psychiatrist's Perspectii;e". Youth

Theatre Journal, 9, 92-96.

Depdiknas, Direktorat Pendidikan Menengah

Umum. 2003. Kurikulum Berbasis

Kompetensi Sekolah Menengah

Atas; Pedoman Pembelajaran

Tuntas. Jakarta.

Hamalik, O. 2002. Pengajaran Unit: Studi

Kurikulum dan Metodologi.

Bandung: Penerbit Alumni.

______. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran.

Jakarta: Bumi Aksara.

______. 2002. Perencanaan Pengajaran

Berdasarkan Pendekatan Sistem.

Jakarta: Bumi Aksara.

Haryati, H. 2007. Model Teknik Penilaian

pada Tingkat Satuan Pendidikan.

Jakarta: Gaung Persada Press.

Joyce, B. 2000. Models of Teaching. New

Jersey: Prentice Hall International.

Karo-Karo, U. 1981. Metodologi Pengajaran.

Salatiga: CV. Saudara.

Kasbolah, K. 2001. Penelitian Tindakan Kelas.

Malang: Universitas Negeri Malang

Press.

Mulyasa, E. 2003. Implementasi Kurikulum.

Bandung: Remaja Rosda Karya.

Prawiradilaga, D. S. 2007. Prinsip Disain

Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Sardiman, A.M. 2004. Interaksi dan Motivasi

Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang

Mempengaruhinya. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Sudjana. 2001. Metode dan Teknik

Pembelajaran Partisipatif. Bandung:

Falah Production.

Cut Zuraida, Improving The Students' Comprehension In Descriptive Text

Page 17: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

16

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TERHADAP PEMAHAMAN TEKS

BERBENTUK NARRATIVE DAN REPORT MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND

LEARNING (CTL) PADA MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS DI KELAS XI IS-1 SMA

NEGERI 2 BANDA ACEH SEMESTER GANJIL 2012/2013

Oleh

Ratnawati*

Abstrak

Penelitian ini mengkaji masalah bagaimana peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa

terhadap pemahaman teks berbentuk Narrative dan Report melalui penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dalam pembelajaran bahasa Inggris, serta bagaimana

peningkatan aktivitas guru dan siswa selama penerapan contextual teaching and learning

(CTL) dalam pembelajaran bahasa Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa

terhadap pemahaman teks berbentuk Narrative dan Report melalui penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dalam pembelajaran bahasa Inggris, serta peningkatan

aktivitas guru dan siswa selama penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam

pembelajaran bahasa Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh. Jenis penelitian

yang digunakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) melalui pendekatan

kualitatif. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh

sebanyak 24 orang. Hasil penelitian menunjukkan persentase ketuntasan belajar siswa pada

siklus I sebesar 45,83% dengan rata-rata hasil belajar siswa 63,75, persentase ketuntasan

belajar siswa pada siklus II sebesar 75,00% dengan rata-rata hasil belajar siswa 71,25, serta

persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus III sebesar 95,83% dengan rata-rata hasil

belajar 78,33. Dengan demikian, hasil belajar siswa terhadap pemahaman teks berbentuk

Narrative dan Report melalui penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam

pembelajaran bahasa Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh mengalami

peningkatan untuk tiap siklusnya. Rata-rata tingkat aktivitas guru dalam menerapkan

contextual teaching and learning (CTL) pada siklus I sebesar 3,17 dengan persentase

63,40%, rata-rata tingkat aktivitas guru pada siklus II sebesar 3,95 dengan persentase

79,00%, dan rata-rata tingkat aktivitas guru pada siklus III sebesar 4,42 dengan persentase

88,40%. Dengan demikian, aktivitas guru selama penerapan contextual teaching and

learning (CTL) dalam pembelajaran bahasa Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda

Aceh mengalami peningkatan untuk tiap siklus sehingga pembelajaran yang diterapkan

guru efektif. Rata-rata tingkat aktivitas siswa selama penerapan contextual teaching and

learning (CTL) pada siklus I sebesar 2,54 dengan persentase 50,77%, rata-rata aktivitas

siswa pada siklus II sebesar 4,08 dengan persentase 81,60%, dan rata-rata tingkat aktivitas

guru pada siklus III sebesar 4,23 dengan persentase 84,62%. Dengan demikian, aktivitas

siswa selama penerapan contextual teaching and learning (CTL) dalam pembelajaran

bahasa Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh mengalami peningkatan untuk

tiap siklus sehingga siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran.

Kata kunci: hasil belajar siswa, contextual teaching and learning (CTL), bidang studi

bahasa Inggris

Sekolah merupakan salah satu

lembaga pendidikan formal yang selalu

berupaya menghasilkan manusia-manusia

yang berkualitas. Pendidikan di sekolah

dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah

ditetapkan. Tujuan pendidikan tersebut akan

tercapai dengan pemilihan pendekatan

pembelajaran yang tepat. Djamarah dan Zain

(2002:7) berpendapat, dalam pelaksanaan

kegiatan belajar mengajar agar berhasil sesuai

yang diharapkan perlunya memilih dan

menetapkan prosedur, metode dan teknik

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 18: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

17

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

pembelajaran yang dianggap paling tepat dan

efektif. Metode, prosedur atau teknik

penyajian untuk memotivasi siswa agar

mampu menerapkan pengetahuan dan

pengalamannya dalam memecahkan masalah.

Siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran

dapat membuat kondisi kelas bersifat pasif,

siswa mudah bosan, apalagi jika guru hanya

mengajarkan materi dengan pembelajaran

monoton. Kondisi ini terjadi pada siswa kelas

XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh.

Berdasarkan hasil observasi penulis,

menunjukkan bahwa siswa sering merasa

bosan dan mengalami kesulitan dalam

memahami materi yang diajarkan khususnya

pada pelajaran bahasa Inggris. Hal ini

mungkin disebabkan karena umumnya guru

menyampaikan materi secara monoton dengan

metode ceramah tanpa mengaktifkan siswa

dalam kegiatan diskusi dan tanya jawab.

Akibatnya hasil belajar yang diperoleh siswa

pada pelajaran bahasa Inggris juga rendah.

Hal ini terlihat rata-rata hasil tes ulangan

siswa pada pelajaran bahasa Inggris yaitu 56,5

yang masih berada di bawah Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan

oleh SMA Negeri 2 Banda Aceh yaitu

minimal 65.

Untuk mengatasi kondisi tersebut,

upaya yang dapat dilakukan guru adalah

melalui penerapan kegiatan contextual

teaching and learning (CTL). Hal ini

dikarenakan konsep dari CTL adalah

mengaitkan konsep/materi dengan kehidupan

nyata (real) sehingga memudahkan siswa

untuk memahami konsep materi. Sejalan

dengan hal ini, Johar dkk (2006:72)

menjelaskan Contextual teaching and

learning (CTL) adalah suatu konsep belajar

dimana guru menghadirkan situasi dunia

nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimiliki dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sebagai anggota keluarga

dan masyarakat. Dengan demikian

pembelajaran akan lebih bermakna,

dikarenakan siswa dapat memahami konsep

dari materi yang diajarkan.

Siswa dalam contextual teaching and

learning (CTL) dituntut untuk aktif dalam

kegiatan pembelajaran. Siswa dimotivasi

untuk dapat mengaitkan materi yang sedang

dipelajarinya dengan penerapan di dunia

nyata ataupun dalam kehidupan sehari-hari.

Berkenaan dengan hal tersebut, Johar dkk

(2006:72) menambahkan bahwa Contextual

teaching and learning (CTL) merupakan

salah satu pembelajaran yang menekankan

pentingnya lingkungan alamiah diciptakan

dalam proses belajar agar kelas lebih hidup

dan lebih bermakna karena siswa mengalami

sendiri apa yang dipelajarinya. Dengan

konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan

lebih bermakna bagi siswa. Proses

pembelajaran berlangsung alamiah dalam

bentuk kegiatan siswa bekerja dan

mengalami, bukan mentransfer pengetahuan

dari guru ke siswa. Berkaitan dengan

contextual teaching and learning (CTL),

Sanjaya (2005:109) menyatakan bahwa CTL

merupakan suatu pembelajaran yang

menekankan kepada proses keterlibatan siswa

secara penuh untuk dapat menemukan materi

yang dipelajari dan menghubungkannya

dengan situasi kehidupan nyata sehingga

mendorong siswa untuk dapat menerapkannya

dalam kehidupan mereka.

Pada pembelajaran bahasa Inggris,

khususnya materi teks berbentuk descriptive

yang diajarkan di sekolah akan lebih

bermakna serta dapat diaplikasikan oleh siswa

secara langsung apabila contextual teaching

and learning (CTL) diterapkan. Penerapan

kontekstual dalam pembelajaran bahasa

Inggris pada materi teks berbentuk Narrative

dan Report, merupakan salah satu alternatif

yang baik untuk mengembangkan

pembelajaran yang memberikan kesempatan

pada siswa mengkonstruksikan

pengetahuannya sendiri. Siswa belajar

menghubungkan materi dengan dunia nyata,

sehingga proses belajar diharapkan akan lebih

bermakna bagi siswa. Selain itu, siswa

diharapkan dapat menemukan dan

membangun ide-ide serta konsep yang

diajarkan baik dari fenomena sehari-hari

ataupun dari masalah yang dapat

dibayangkan, sehingga mendidik siswa

bersikap kritis, logis serta mampu

memecahkan masalah. Dari uraian tersebut,

maka diperlukan suatu upaya dalam

meningkatkan hasil belajar siswa terhadap

pemahaman teks berbentuk Narrative dan

Report melalui contextual teaching and

learning (CTL) pada mata pelajaran bahasa

Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda

aceh semester ganjil 2012/2013.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 19: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

18

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

Tujuan Penelitian ini adalah (1)

Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar

siswa setelah penerapan contextual teaching

and learning (CTL) pada mata pelajaran

bahasa Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2

Banda Aceh; dan (2) Untuk mengetahui

peningkatan aktivitas guru dan siswa selama

penerapan contextual teaching and learning

(CTL) pada mata pelajaran bahasa Inggris di

kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Contextual Teaching and

Learning (CTL)

Djamarah (2000:12) menjelaskan

Pembelajaran adalah proses interaksi siswa

dengan guru dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan

bantuan yang diberikan pendidik agar dapat

terjadi proses pemerolehan ilmu dan

pengetahuan, penguasaan kemahiran dan

tabiat, serta pembentukan sikap dan

kepercayaan pada siswa. Sedangkan Sanjaya,

(2007:253) menjelaskan bahwa Contextual

teaching and learning (CTL) merupakan

strategi pembelajaran yang menekankan pada

proses keterlibatan siswa untuk menemukan

konsep materi yang dipelajari dan

menghubungkannya dengan situasi kehidupan

nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat

menerapkannya dalam kehidupan.

Berkenaan dengan konsep contextual

teaching and learning (CTL), Johar dkk

(2006:72) menjelaskan bahwa Contextual

teaching and learning (CTL) adalah suatu

konsep belajar dimana guru menghadirkan

situasi dunia nyata ke dalam kelas dan

mendorong siswa membuat hubungan antara

pengetahuan yang dimiliki dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Dengan demikian pembelajaran akan lebih

bermakna, dikarenakan siswa dapat

memahami konsep dari materi yang diajarkan.

Sejalan dengan pendapat di atas, Sanjaya

(2007:259) menjelaskan (1) kontekstual

menekankan pada proses keterlibatan siswa

untuk menemukan materi, artinya pada proses

belajar diorientasikan pada proses

pengalaman secara langsung. Proses belajar

dalam konteks kontekstual tidak

mengharapkan agar siswa hanya menerima

pelajaran, akan tetapi proses mencari dan

menemukan sendiri konsep materi pelajaran;

(2) kontekstual mendorong siswa agar dapat

menemukan hubungan materi yang dipelajari

dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa

dituntut untuk dapat menangkap hubungan

antara pengalaman belajar di sekolah dengan

kehidupan nyata. Hal ini sangat penting,

sebab dengan menghubungkan konsep materi

yang ditemukan dengan kehidupan nyata

bukan hanya akan membuat materi lebih

bermakna bagi siswa, bahkan materi yang

telah dipelajari akan tertanam erat dalam

memori siswa sehingga tidak mudah

dilupakan; (3) kontekstual mendorong siswa

untuk dapat menerapkan materi dalam

kehidupan nyata, artinya kontekstual bukan

hanya mengharapkan siswa dapat memahami

materi yang dipelajarinya tetapi juga

bagaimana materi pelajaran dapat mewarnai

perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Materi pelajaran dalam konteks kontekstual

bukan hanya untuk ditumpuk di otak dan

kemudian dilupakan, akan tetapi sebagai

bekal bagi siswa dalam menjalani kehidupan

nyata.

Oleh karena itu, penerapan

kontekstual dalam pembelajaran bahasa

Inggris merupakan alternatif yang baik untuk

mengembangkan pembelajaran yang

memberikan kesempatan pada siswa

mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri.

Siswa belajar menghubungkan materi dengan

dunia nyata, sehingga proses pembelajaran

diharapkan akan lebih bermakna bagi siswa.

Selain itu, siswa dapat menemukan dan

membangun ide-ide serta konsep yang

diajarkan baik dari fenomena sehari-hari

ataupun dari masalah yang dapat

dibayangkan, sehingga mendidik siswa

bersikap kritis, logis serta mampu

memecahkan masalah.

Pada contextual teaching and

learning (CTL), program pembelajaran lebih

merupakan rencana kegiatan kelas yang

dirancang guru, yang berisi skenario tahap

demi tahap tentang apa yang akan dilakukan

bersama siswanya sehubungan dengan topik

yang akan dipelajarinya. Dalam program

tercermin tujuan pembelajaran, media untuk

mencapai tujuan tersebut, materi

pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,

dan autentik assesmennya. Dalam konteks itu,

program yang dirancang guru benar-benar

rencana pribadi tentang apa yang akan

Ratnawati, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pemahaman Teks

Page 20: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

19

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

dikerjakannya bersama siswanya. Menurut

Johar dkk (2006:72), secara umum tidak ada

perbedaan mendasar format antara program

pembelajaran konvensional dengan program

contextual teaching and learning (CTL).

Sekali lagi, yang membedakan hanya pada

penekanannya. Program pembelajaran

konvensional lebih menekankan pada

deskripsi tujuan yang akan dicapai yaitu jelas

dan operasional dengan titik tujuan adalah

hasil, sedangkan program untuk contextual

teaching and learning (CTL) lebih

menekankan pada skenario pembelajarannya

dengan menitikberatkan pada proses dan

kebermaknaan bagi siswa.

Pada contextual teaching and

learning (CTL) pembelajaran lebih

ditekankan pada proses. Selain itu CTL siswa

dilibatkan dalam situasi dunia nyata ataupun

masalah kehidupan sehari-hari, sehingga

siswa mampu menemukan substansi atau

konsep dari materi pelajaran yang diajarkan

oleh guru. Contextual teaching and learning

(CTL) lebih menempatkan siswa sebagai

subjek dalam kegiatan dan bukan sebagai

objek. Oleh karena itu, siswa dalam CTL

dituntut untuk aktif dalam kegiatan

pembelajaran.

Tabel 1. Perbedaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Konvensional

No Contextual Teaching and Learning (CTL) Konvensional (Tradisonal)

1. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan

siswa.

Pemilihan informasi ditentukan oleh guru.

2. Siswa terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran.

Siswa secara pasif menerima informasi.

3. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan

nyata/masalah yang disimulasikan.

Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.

4. Selalu mengkaitkan informasi dengan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

Memberikan tumpukan informasi kepada

siswa sampai saatnya diperlukan.

5. Cenderung mengintegrasikan beberapa

bidang.

Cenderung terfokus pada satu bidang

(disiplin) tertentu.

6. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk

menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir

kritis, atau mengerjakan proyek dan

pemecahan masalah (melalui kerja

kelompok).

Waktu belajar siswa sebagian besar

dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas,

mendengar ceramah, dan mengisi latihan

yang membosankan (melalui kerja

individual).

7. Perilaku dibangun atas kesadaran diri Perilaku dibangun atas kebiasaan

8. Keterampilan dikembangkan atas dasar

pemahaman.

Keterampilan dikembangkan atas dasar

latihan.

9. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan

diri.

Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau

nilai (angka) rapor

10. Siswa tidak melakukan hal yang buruk

karena sadar hal tersebut keliru dan

merugikan.

Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk

karena takut akan hukuman.

11. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik. Perilaku baik berdasarkan motivasi

ekstrinsik.

12. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat,

konteks dan setting.

Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.

13. Hasil belajar diukur melalui penerapan

penilaian autentik.

Hasil belajar diukur melalui kegiatan

akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

Sumber: Johar dkk (2006:74).

Contextual teaching and learning

(CTL) merupakan suatu proses pembelajaran

yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa

untuk memahami makna materi pelajaran

yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi

tersebut dengan konteks kehidupan mereka

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 21: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

20

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan

kultural) sehingga siswa memiliki

pengetahuan atau keterampilan yang secara

fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari

satu permasalahan atau konteks ke

permasalahan atau konteks lainnya.

Contextual teaching and learning (CTL)

merupakan konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi pelajaran yang

diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan

mendorong siswa membuat hubungan antara

materi yang diajarkannya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka

sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Pada pembelajaran bahasa Inggris

lebih bermakna serta dapat diaplikasikan

langsung oleh siswa apabila contextual

teaching and learning (CTL) diterapkan. Hal

ini karena pembelajaran kontektual

menekankan pada lingkungan alamiah serta

menghubungkan materi yang telah dipelajari

dengan dunia nyata, siswa diberikan

kesempatan aktif dalam pembelajaran.

Sehingga materi yang sampaikan guru lebih

mudah dipahami oleh siswa baik dari segi

konsep, penerapan maupun manfaatnya.

Sehingga diharapkan hasil belajar yang

diperoleh juga optimal.

B. Tujuh Unsur Dalam Pendekatan

Contextual Teaching and Learning

(CTL)

1. Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme adalah proses

membangun atau menyusun pengetahuan baru

dalam struktur kognitif siswa berdasarkan

pengalaman. Pengetahuan memang berasal

dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan

dari dalam diri seseorang. Sehingga

pengetahuan terbentuk dari dua faktor yaitu

pengalaman dan kemampuan seseorang untuk

menginterpretasi pengalaman tersebut

(Sanjaya, 2006:262).

Konstruktivisme adalah landasan berpikir

(filosofi) dalam contextual teaching and

learning (CTL), yaitu bahwa pengetahuan

manusia dibangun secara bertahap, sedikit

demi sedikit. Johar dkk (2006:75)

menjelaskan bahwa Pengetahuan bukanlah

seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang

siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus

mengkonstruksi pengetahuan itu, dan

memberi makna melalui pengalaman nyata.

Dengan dasar ini, pembelajaran harus

dikemas dengan mengkonstruksi dan bukan

menerima pengetahuan. Dengan demikian,

dalam pandangan konstruktivisme strategi

memperoleh pengetahuan lebih diutamakan

agar siswa mampu membangun pemahaman

mereka sendiri berdasarkan pada pengetahuan

awal siswa. Sehingga siswa akan dapat

menemukan serta memahami sindiri konsep

dari materi yang diajarkan.

2. Menemukan (Inquiry)

Menemukan (inquiry) merupakan bagian

inti dari contextual teaching and learning

(CTL). Pengetahuan dan keterampilan siswa

diharapkan bukan hasil mengingat sejumlah

fakta, tetapi hasil menemukan sendiri. Johar

dkk (2006:75) mengatakan bahwa Siklus

inquiry terdiri dari kegiatan mengamati,

bertanya, menyelidiki, menganalisis dan

menemukan teori atau membuat kesimpulan.

Sejalan dengan hal ini, Sanjaya (2006:163)

menjelaskan Pengetahuan bukanlah sejumlah

fakta dari hasil mengingat, akan tetapi hasil

dari proses menemukan sendiri. Dengan

demikian, dalam inquiry terjadinya proses

perpindahan dari pengamatan menjadi

pemahaman siswa. Proses menemukan

merupakan cara belajar menggunakan

keterampilan berpikir kritis yang

mengakibatkan siswa mampu memaknai

hakikat konsep materi yang dipelajari.

3. Bertanya (Questioning)

Bertanya (questioning) merupakan strategi

utama pembelajaran yang berbasis

kontekstual. Kegiatan bertanya bukan hanya

bersumber dari guru, tetapi juga bersumber

dari siswa dengan kata lain komunikasi dua

arah. Johar dkk (2006:75) mengatakan bahwa

Bertanya dalam kegiatan pembelajaran

dipandang sebagai kegiatan guru untuk

mendorong, membimbing dan menilai

kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa,

bertanya merupakan bagian penting dalam

pembelajaran berbasis inquiry. Sejalan

dengan hal tersebut, Sanjaya (2006:264)

menjelaskan bahwa Belajar pada hakikatnya

adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi

dari keingintahuan setiap orang, sedangkan

menjawab pertanyaan mencerminkan

kemampuan seseorang dalam berpikir. Dalam

proses contextual teaching and learning

(CTL), guru tidak menyampaikan materi

Ratnawati, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pemahaman Teks

Page 22: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

21

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

begitu saja akan tetapi mendorong siswa

untuk dapat menemukan sendiri. Oleh karena

itu, peran bertanya sangat penting sebab

melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat

membimbing dan mengarahkan siswa untuk

menemukan setiap konsep materi yang

dipelajarinya.

4. Masyarakat Belajar (Learning

Community)

Konsep masyarakat belajar dalam

kontekstual menyarankan agar hasil

pembelajaran diperoleh melalui kerjasama

dengan orang lain. Kerja sama itu dapat

dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam

sekelompok belajar secara formal maupun

dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah.

Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil

sharing dengan orang lain, antar teman,

maupun antar kelompok (Sanjaya, 2006:265).

Johar dkk (2006:76) berpendapat bahwa

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar

hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama

dengan orang lain. Dengan demikian,

sekelompok orang yang terikat dalam

kegiatan belajar dan bekerja sama dengan

orang lain akan lebih baik dari pada belajar

sendiri. Selain itu, dalam konsep masyarakat

belajar dapat terjadinya tukar pengalaman

serta berbagi ide antara siswa yang satu

dengan siswa lainnya.

5. Pemodelan (Modeling) Johar dkk (2006:76) menjelaskan,

Pemodelan dalam contextual teaching and

learning (CTL) maksudnya keterampilan atau

pengetahuan tertentu yang dipedomani dari

model yang bisa ditiru. Model yang dimaksud

dapat berupa cara mengoperasikan sesuatu,

mempraktekkan atau memperagakan suatu

materi atau dapat juga berupa benda atau

orang yang dijadikan model. Sejalan dengan

tersebut, Sanjaya (2006:265) menjelaskan

bahwa Pemodelan (modeling) merupakan

proses pembelajaran dengan memperagakan

sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh

setiap siswa. Dengan demikian, pemodelan

merupakan proses penampilan suatu contoh

agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar

serta mengerjakan apa yang guru inginkan

agar siswa mengerjakannya.

6. Refleksi (Reflection)

Johar dkk (2006:77) mengatakan bahwa

Refleksi adalah cara tentang apa yang baru

dipelajari atau berpikir ke belakang tentang

apa-apa yang telah dilakukan. Sanjaya

(2006:266) menjelaskan bahwa Refleksi

merupakan proses menyimpulkan pengalaman

yang telah dipelajari yang dilakukan dengan

cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian

atau peristiwa pembelajaran yang telah dilalui

siswa. Refleksi dapat berbentuk langkah-

langkah atau juga trik-trik dalam menemukan

konsep dari suatu materi yang telah dipelajari.

Sehingga siswa mudah mengingat apa saja

yang telah dilakukannya dalam menemukan

substansi dari materi pelajaran.

7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic

Assesment)

Johar dkk (2006:145) menjelaskan bahwa

Assesmen adalah proses pengumpulan

berbagai data yang dapat memberikan

gambaran perkembangan hasil belajar siswa.

Karena gambaran tentang kemajuan belajar

itu, diperlukan disepanjang proses

pembelajaran. Assesmen tidak hanya

dilakukan pada akhir pembelajaran, tetapi

juga pada awal serta dalam proses

pembelajaran. Jadi, kemajuan dalam belajar

siswa bukan hanya dinilai pada hasil saja,

tetapi juga pada prosesnya. Dengan

melakukan assesmen di awal, dalam proses

serta pada akhir pembelajaran maka guru akan

dengan mudah memantau perkembangan hasil

belajar siswa. Selain itu juga berguna untuk

membuat serta mengambil suatu kebijakan

dalam memaksimalkan aktivitas siswa dalam

kegiatan pembelajaran.

C. Penerapan Contextual Teaching and

Learning (CTL) pada Materi Teks

Berbentuk Narrative dan Report

Materi teks berbentuk Narrative dan

Report adalah salah satu materi mata

pelajaran bahasa Inggris yang diajarkan pada

kelas XI IS-1 SMA semester I. Standar

Kompetensi (SK) pada materi ini yaitu

memahami makna dalam teks lisan fungsional

dan monolog pendek sederhana berbentuk

Narrative dan Report untuk berinteraksi

dalam konteks kehidupan sehari-hari. Adapun

Kompetensi Dasar (KD) materi ini adalah

merespon makna yang terdapat dalam

monolog pendek sederhana secara akura[----t,

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 23: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

22

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

lancar, dan berterima untuk berinteraksi

dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam

teks berbentuk . Penerapan model contextual

teaching and learning (CTL) pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report dilakukan

dalam tiga kali pertemuan.

1. Kegiatan Pendahuluan

Pada kegiatan pendahuluan, guru

menyampaikan tujuan pembelajaran materi

teks berbentuk Narrative dan Report dan

memotivasi siswa untuk belajar. Langkah

selanjutnya, guru mengaitkan materi teks

berbentuk Narrative dan Report dengan

contoh kehidupan sehari-hari, misalnya

kegiatan jual beli di teks berbentuk Narrative

dan Report.

2. Kegiatan Inti

Pada kegiatan inti, guru membagi siswa

dalam beberapa kelompok belajar yang

beranggotakan 4 – 5 orang. Membagikan LKS

tiap kelompok, serta meminta siswa

berdiskusi dalam kelompok untuk

menyelesaikan permasalahan yang terdapat

dalam LKS. Guru mengajukan masalah

kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan

teks berbentuk Narrative dan Report, dan

membagikan LKS yang berisi rangkuman

tentang teks berbentuk Narrative dan Report ,

siswa dituntut untuk menentukan pengertian

teks berbentuk Narrative dan Report ,

macam-macam teks berbentuk Narrative dan

Report, serta bentuk teks berbentuk Narrative

dan Report. Selanjutnya guru memantau

jalannya diskusi dalam kelompok,

membimbing dan mempersilahkan siswa

untuk menjelaskan pada anggota kelompok

masing-masing jika terdapat materi yang

kurang dipahami.

Selanjutnya guru meminta perwakilan

kelompok untuk mempresentasikan hasil

diskusinya mengenai materi teks berbentuk

Narrative dan Report. Guru mempersilahkan

kelompok lainnya untuk menanggapi hasil

kerja kelompok penyaji. Kemudian guru

memberikan pertanyaan kepada masing-

masing siswa untuk mewakili kelompok, dan

tidak boleh dibantu teman kelompoknya. Skor

kelompok diperoleh dari penjumlahan nilai

jawaban anggota kelompok masing-masing.

Selanjutnya guru memberikan penghargaan

kepada kelompok-kelompok yang

memperoleh nilai yang tertinggi.

3. Kegiatan Penutup

Pada kegiatan ini, guru membimbing

siswa untuk menarik kesimpulan dari materi

yang telah dipelajari. Memberikan

penghargaan kepada kelompok terbaik dalam

diskusi dan kuis. Langkah terakhir adalah

menilai hasil belajar siswa terhadap materi

teks berbentuk Narrative dan Report dengan

memberikan tes. Kemudian ditutup dengan

memberikan PR kepada siswa.

METODA PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

dengan merujuk pada gambaran penelitian di

lapangan berdasarkan data kualitatif.

Berkenaan dengan data kualitatif, Riduwan

(2003:31) menjelaskan Data kualitatif adalah

data yang berhubungan dengan kategori,

karakteristik data berwujud pernyataan atau

berupa kata-kata. Jadi, pendekatan kualitatif

lebih menekankan pada jenis data yang

diperoleh dalam penelitian. Pendekatan ini

digunakan untuk mengkaji keadaan alamiah

siswa mengikuti pembelajaran bahasa Inggris

melalui contextual teaching and learning

(CTL) sesuai dengan karakteristiknya. Jenis

penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan

Kelas (Classroom Action Research), yang

merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat

reflektif oleh pelaku tindakan (peneliti), yang

dilakukan untuk meningkatkan pemantapan

rasional dari tindakan-tindakan yang

dilakukan pada saat pelaksanaan,

memperdalam pemahaman serta memperbaiki

kondisi di mana praktek atau pelaksanaan

tindakan tersebut dilakukan (Wiriaatmadja,

2007:94).

B. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini siswa

kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh

yang berjumlah 24 orang. Pemilihan subjek

penelitian didasarkan pada pertimbangan

rendahnya hasil belajar siswa pada mata

pelajaran bahasa Inggris.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian

tindakan kelas dengan prosedur penelitian

mengikuti model yang dikembangkan oleh

Kemmis dan Mc Taggart (dalam

Ratnawati, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pemahaman Teks

Page 24: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

23

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

Wiriaatmadja, 2007:66) berupa siklus spiral,

meliputi kegiatan perencanaan, pemberian

tindakan, pengamatan, dan refleksi yang

membentuk siklus demi siklus sampai tuntas

penelitian, sehingga diperoleh data yang dapat

dijadikan jawaban dari permasalahan

penelitian.

1. Tahap perencanaan (plan); Pada tahap

perencanaan, yang dilakukan adalah

merencanakan kegiatan pembelajaran

dengan menggunakan contextual

teaching and learning (CTL). Adapun

kegiatan yang dilakukan pada tahap

perencanaan yaitu: (1) menyusun

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP); (2) menyiapkan sumber belajar;

(3) menyusun Lembar Kerja Siswa

(LKS) untuk masing-masing tindakan;

serta (4) menyiapkan media yang

dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran

contextual teaching and learning (CTL).

2. Tahap pelaksanaan tindakan (actuat);

Tahap pelaksanaan tindakan yang

dilakukan dalam penelitian ini

merupakan rangkaian kegiatan

pembelajaran yang dilakukan dengan

menggunakan contextual teaching and

learning (CTL) pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report di XI

IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh.

Pemberian tindakan dalam penelitian ini

dilakukan sebanyak 3 (tiga) siklus,

dengan materi penelitian adalah teks

berbentuk. Pada siklus I, contextual

teaching and learning (CTL) diterapkan

pada pokok bahasan teks berbentuk

Narrative dan Report. Untuk siklus II

contextual teaching and learning (CTL)

diterapkan pada pokok bahasan teks

berbentuk Narrative dan Report.

Sedangkan untuk siklus III contextual

teaching and learning (CTL) diterapkan

pada pokok bahasan teks berbentuk

Narrative dan Report.

3. Tahap observasi (observe); Tahap

observasi merupakan kegiatan

pengamatan terhadap jalannya proses

pembelajaran. Pengamatan dilakukan

terhadap aktivitas guru (peneliti) dan

aktivitas siswa selama penerapan

contextual teaching and learning (CTL)

pada materi teks berbentuk Narrative

dan Report di kelas XI IS-1 SMA Negeri

2 Banda Aceh. Observasi dilakukan oleh

seorang guru bahasa Inggris yang

mengajar di sekolah tersebut dan dibantu

oleh seorang teman sejawat peneliti.

Semua kegiatan penerapan contextual

teaching and learning (CTL) diamati

dan dicatat untuk dijadikan bahan

perbaikan pembelajaran selanjutnya.

4. Tahap refleksi (reflect); Refleksi

merupakan kegiatan mengevaluasi

proses dan hasil tindakan yang

dilakukan. Kegiatan ini bertujuan untuk

mengkaji apa yang telah terjadi dan apa

yang akan dilakukan pada tindakan

selanjutnya, dengan mengacu hasil

refleksi yang telah diperoleh pada

tindakan sebelumnya. Hasil refleksi

merupakan acuan (pedoman) peneliti

dalam menerapkan contextual teaching

and learning (CTL) untuk siklus

selanjutnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Tes belajar, digunakan untuk

mengetahui hasil belajar siswa setelah

penerapan contextual teaching and

learning (CTL) pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report di kelas

XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh pada

setiap tindakan.

2. Observasi, dilakukan oleh pengamat

(observer) selama pelaksanaan tindakan

untuk mengamati aktivitas guru dan

aktivitas siswa selama pembelajaran

bahasa Inggris dengan contextual

teaching and learning (CTL) pada

materi teks berbentuk Narrative dan

Report di XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda

Aceh. Aktivitas guru diamati oleh

seorang guru bahasa Inggris yang

mengajar di sekolah tersebut, sedangkan

aktivitas siswa diamati oleh seorang

teman sejawat.

E. Teknik Analisis Data

1. Data Hasil Belajar Siswa

Data hasil belajar siswa untuk setiap

siklus ditinjau berdasarkan ketuntasan belajar

siswa secara individual yang mengacu pada

KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang

ditetapkan SMA Negeri 2 Banda Aceh. Untuk

ketuntasan belajar secara klasikal, penulis

mengacu pada pendapat Mulyasa (2004:99)

yang menyebutkan Tuntas belajar secara

klasikal apabila di kelas tersebut terdapat

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 25: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

24

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

minimal 85% dari jumlah siswa tuntas belajar

individual. Besarnya persentase hasil belajar

secara klasikal dihitung dengan rumus:

P = N

Fx 100%

Keterangan:

P = Persentase ketuntasan siswa

F = Jumlah siswa yang tuntas.

N = Jumlah seluruh siswa

(Sudijono, 2005:43).

Apabila persentase ketuntasan belajar

klasikal siswa masih di bawah 85%, maka

akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan

untuk memperbaiki proses kegiatan

pembelajaran pada siklus selanjutnya.

2. Data Aktivitas Guru

Observasi aktivitas guru dilakukan oleh

observer (pengamat) selama pelaksanaan

tindakan, dengan berpedoman pada lembar

observasi. Analisis data hasil observasi

aktivitas guru selama penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dilakukan

dengan menghitung persentase skor rata-rata

Tingkat Aktivitas Guru (TAG) pada setiap

indikator yang diamati, yaitu:

Persentase TAG = %100xmaksimalSkor

skorJumlah

Tabel 2. Kriteria Tingkat Aktivitas Guru

(TAG)

No. Tingkat Aktivitas

Guru (TAG) Kriteria

1.

2.

3.

4.

5.

0,00% – 60,00%

60,01% – 70,00%

70,01% – 80,00%

80,01% – 90,00%

90,01% – 100,00%

sangat kurang

kurang

cukup

baik

sangat baik

Sumber: Arif (2003:71).

Arif (2003:69) menjelaskan bahwa

Aktivitas guru selama pembelajaran dikatakan

mencapai taraf keberhasilan jika berada pada

kategori baik atau sangat baik. Apabila hasil

analisis data tidak memenuhi dari salah satu

kategori baik atau sangat baik pada penelitian

ini akan dijadikan bahan pertimbangan untuk

memperbaiki proses pembelajaran pada siklus

selanjutnya.

3. Data Aktivitas Siswa

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan

aktivitas siswa kemudian dianalisis, untuk

menentukan persentase Tingkat Aktivitas

Siswa (TAS) selama kegiatan penerapan

contextual teaching and learning (CTL) pada

materi teks berbentuk Narrative dan Report di

kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh.

Penentuan besarnya persentase tingkat

aktivitas siswa digunakan rumus yaitu:

Persentase TAS = %100xmaksimalSkor

skorJumlah

Tabel 3. Kriteria Tingkat Aktivitas Siswa

(TAS)

No. Tingkat Aktivitas

Siswa (TAS) Kriteria

1.

2.

3.

4.

5.

0,00% – 60,00%

60,01% – 70,00%

70,01% – 80,00%

80,01% – 90,00%

90,01% – 100,00%

sangat kurang

kurang

cukup

baik

sangat baik

Sumber: Arif (2003:68).

Arif (2003:71) menjelaskan bahwa

Aktivitas siswa selama pembelajaran

dikatakan mencapai taraf keberhasilan jika

berada pada kategori baik atau sangat baik.

Apabila hasil analisis data tidak memenuhi

kategori baik atau sangat baik pada penelitian

ini akan dijadikan bahan pertimbangan untuk

memperbaiki proses pembelajaran pada siklus

selanjutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Belajar Siswa

Dari hasil belajar siswa melalui

contextual teaching and learning (CTL) pada

materi teks berbentuk Narrative dan Report di

kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh

menunjukkan jumlah siswa yang mencapai

ketuntasan belajar secara individu sebanyak

11 orang atau 45,83%, sedangkan 13 orang

atau sebesar 54,17% belum mencapai

ketuntasan belajar. Rata-rata hasil belajar

yang diperoleh siswa adalah 63,75 dan berada

di bawah nilai KKM mata pelajaran bahasa

Inggris. Oleh karena persentase ketuntasan

belajar siswa masih berada di bawah 85%,

maka hasil belajar siswa kelas XI IS-1 SMA

Negeri 2 Banda Aceh pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report untuk siklus I

belum mencapai ketuntasan belajar klasikal.

Ratnawati, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pemahaman Teks

Page 26: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

25

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

Dari hasil belajar siswa pada siklus II

menunjukkan jumlah siswa yang mencapai

ketuntasan belajar secara individu sebanyak

18 orang atau 75,00%, sedangkan 6 orang

atau 25,00% lainnya belum mencapai

ketuntasan belajar. Adapun rata-rata hasil

belajar yang diperoleh siswa adalah 71,25 dan

berada di atas nilai KKM yang ditetapkan

oleh SMA Negeri 2 Banda Aceh. Walaupun

hasil belajar siswa pada siklus II lebih baik

dari pada hasil belajar siswa pada siklus I,

namun persentase ketuntasan belajar siswa

masih berada di bawah 85%. Dengan

demikian, hasil belajar siswa yang diterapkan

dengan contextual teaching and learning

(CTL) pada materi teks berbentuk Narrative

dan Report untuk siklus II belum mencapai

ketuntasan belajar secara klasikal atau

keseluruhan. Oleh karena itu, pada siklus III

selanjutnya hasil belajar siswa perlu

ditingkatkan dengan mengoptimalkan

aktivitas guru dan siswa agar ketuntasan

belajar klasikal tercapai.

Sementara itu, hasil belajar siswa

melalui penerapan contextual teaching and

learning (CTL) dalam pembelajaran bahasa

Inggris pada materi teks berbentuk Narrative

dan Report untuk siklus III menunjukkan

jumlah siswa yang mencapai ketuntasan

belajar individual sebanyak 23 orang atau

95,83%, sedangkan 1 orang atau 4,17% belum

mencapai ketuntasan belajar. Adapun rata-rata

hasil belajar yang diperoleh siswa adalah

78,33 dan berada di atas nilai KKM yang

ditetapkan oleh SMA Negeri 2 Banda Aceh

untuk mata pelajaran bahasa Inggris.

Persentase ketuntasan belajar siswa sebesar

95,83% lebih besar dari 85% untuk mencapai

ketuntasan klasikal. Dengan demikian,

disimpulkan hasil belajar siswa melalui

penerapan CTL dalam pembelajaran bahasa

Inggris pada materi teks berbentuk Narrative

dan Report dan siklus III di kelas XI IS-1

SMA Negeri 2 Banda Aceh sudah mencapai

ketuntasan belajar klasikal.

Hal tersebut membuktikan hasil

belajar siswa dengan penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dalam

pembelajaran bahasa Inggris pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report di kelas XI

IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh mengalami

peningkatan untuk tiap siklusnya. Hal ini

secara tidak langsung juga menggambarkan

adanya upaya guru dalam meningkatkan

kualitas pembelajaran yang dilakukan,

sehingga berdampak positif terhadap hasil

belajar yang diperoleh siswa.

B. Aktivitas Guru Selama Penerapan

Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Dari hasil penelitian, rata-rata

Tingkat Aktivitas Guru (TAG) pada tindakan

I diperoleh skor rata-rata 3,17 dengan

persentase sebesar 63,4%, sehingga secara

umum tingkat aktivitas guru dalam

menerapkan contextual teaching and learning

(CTL) masih kurang. Hal ini dapat dilihat dari

aspek: memotivasi siswa dan

menginformasikan tujuan dari pelajaran,

menginformasikan langkah-langkah

pembelajaran, mendorong para siswa agar

berpikir kritis melalui pertanyaan, menghargai

berbagai pendapat siswa dan memberikan

penghargaan terhadap hasil belajar siswa

sebagai motivasi belajar, serta pengelolaan

waktu, yang berada pada kategori penilaian

kurang dengan skor 2. Begitu juga untuk

aspek pengamatan: membuka pelajaran,

mengaitkan materi dengan materi

sebelumnya, menjelaskan dan mengajukan

masalah yang real/nyata kepada siswa,

mendorong siswa untuk membandingkan

jawaban dengan jawaban teman sekelompok,

mendorong siswa untuk mau bertanya,

mengeluarkan pendapat atau menjawab

pertanyaan, mengevaluasi hasil belajar siswa

dengan mengajukan pertanyaan langsung

kepada siswa untuk mempertahankan ingatan

siswa, mengarahkan siswa untuk menemukan

sendiri dan menarik kesimpulan tentang

konsep/prinsip/teorema/rumus, menegaskan

hal-hal penting atau intisari berkaitan dengan

pembelajaran, menyampaikan judul sub

materi berikutnya dan memberikan PR serta

menutup pelajaran, dan antusias siswa yang

masih berada pada kategori penilaian cukup

dengan skor 3. Oleh karena itu, pada

penerapan contextual teaching and learning

(CTL) untuk siklus II selanjutnya, aktivitas

guru dalam mengelola pembelajaran terutama

pada aspek-aspek tersebut perlu ditingkatkan.

Tingkat Aktivitas Guru (TAG) untuk

siklus II menunjukkan aktivitas guru dalam

menerapkan contextual teaching and learning

(CTL) semakin meningkat, hal ini terlihat dari

rata-rata tingkat aktivitas guru sebesar 3,95

dengan persentase 79,00% yang lebih baik

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 27: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

26

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

dari siklus sebelumnya. Jika ditinjau

berdasarkan kriteria penilaian, maka aktivitas

guru dalam penerapan contextual teaching

and learning (CTL) pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report untuk siklus

II di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh

berada pada kategori cukup. Berdasarkan

aspek-aspek yang diamati, masih terdapat

aspek pengamatan yang berada pada kategori

kurang baik. Aspek-aspek pengamatan yang

perlu ditingkatkan untuk siklus III selanjutnya

antara lain yaitu: menginformasikan langkah-

langkah pembelajaran, mendorong para siswa

agar berpikir kritis melalui pertanyaan,

mendorong siswa untuk mau bertanya,

mengeluarkan pendapat atau menjawab

pertanyaan, mengevaluasi hasil belajar siswa

dengan mengajukan pertanyaan langsung

kepada siswa untuk mempertahankan ingatan

siswa, menegaskan hal-hal penting atau

intisari berkaitan dengan pembelajaran, serta

pengelolaan waktu masih berada pada

kategori cukup dengan skor 3. Oleh karena

itu, aspek ini perlu mandapat perhatian dalam

merevisi atau melakukan perbaikan-perbaikan

pada siklus selanjutnya.

Tingkat Aktivitas Guru (TAG) pada

siklus III menunjukkan aktivitas guru dalam

menerapkan contextual teaching and learning

(CTL) dalam pembelajaran bahasa Inggris

pada materi teks berbentuk Narrative dan

Report untuk siklus III sudah baik. Hal ini

terlihat dari skor rata-rata tingkat aktivitas

guru yang diperoleh yaitu 4,42 dengan

persentase 88,4%. Sehingga dengan mengacu

pada kriteria yang ditetapkan maka dapat

dikatakan bahwa aktivitas guru dalam

menerapkan contextual teaching and learning

(CTL) dalam pembelajaran bahasa Inggris

pada materi teks berbentuk Narrative dan

Report di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda

Aceh adalah baik dan efektif. Hal ini juga

didukung dari catatan lapangan selama

pelaksanaan tindakan, guru pada tiap

penerapan contextual teaching and learning

(CTL) untuk tiap siklusnya selalu berusaha

untuk menciptakan suasana pembelajaran

yang kondusif, dengan pembelajaran yang

berpusat pada keaktifan dan kreativitas siswa

sehingga membuat pembelajaran lebih

kondusif, inovatif, serta menyenangkan. Hal

ini menunjukkan bahwa, adanya upaya

perbaikan yang dilakukan guru dalam

menerapkan contextual teaching and learning

(CTL) dalam pembelajaran bahasa Inggris

pada materi teks berbentuk Narrative dan

Report yang diajarkan di kelas XI IS-1 SMA

Negeri 2 Banda Aceh untuk tiap siklusnya.

C. Aktivitas Siswa Selama Penerapan

Contextual Teaching and Learning

(CTL)

Dari hasil penelitian, rata-rata

Tingkat Aktivitas Siswa (TAS) pada siklus I

adalah 2,54 dengan persentase 50,77% yang

menunjukkan skor tingkat aktivitas siswa

dalam mengikuti penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dalam

pembelajaran bahasa Inggris pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report untuk siklus I

masih sangat kurang. Oleh karena itu,

aktivitas siswa selama penerapan contextual

teaching and learning (CTL) pada materi teks

berbentuk Narrative dan Report untuk siklus I

di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh

masih belum efektif. Tingkat aktivitas siswa

yang diamati menunjukkan bahwa untuk

aspek: menjawab pertanyaan guru yang

berkaitan dengan materi pembelajaran

sebelumnya; memperhatikan penjelasan guru;

membaca atau memahami naskah teks

berbentuk Narrative dan Report ;

memerankan naskah teks berbentuk Narrative

dan Report ; bertanya kepada siswa,

kelompok lain, atau guru; membuat

rangkuman atau kesimpulan; serta

menggunakan bahasa, intonasi, dan bahasa

dengan baik yang masih kurang baik karena

hanya memperoleh skor 2. Begitu juga aspek

pengamatan: memperhatikan dan memahami

tujuan pembelajaran, melakukan kerjasama

kelompok, berdiskusi antara siswa-guru atau

siswa-siswa, mengerjakan soal yang

diberikan, berusaha memperbaiki kelemahan

yang masih berada pada kategori penilaian

cukup dengan skor 3. Oleh karena itu, perlu

dilakukan revisi dan perbaikan terhadap

jalannya proses pembelajaran dan penerapan

contextual teaching and learning (CTL) pada

materi teks berbentuk Narrative dan Report

untuk siklus selanjutnya.

Tingkat Aktivitas Siswa (TAS)

selama mengikuti pembelajaran bahasa

Inggris dengan contextual teaching and

learning (CTL) untuk siklus II menunjukkan

aktivitas siswa semakin meningkat, hal ini

terlihat dari rata-rata tingkat aktivitas siswa

sebesar 4,08 juga dari persentase sebesar

Ratnawati, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pemahaman Teks

Page 28: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

27

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

81,60% yang menunjukkan bahwa aktivitas

siswa sudah lebih baik dari siklus I

sebelumnya. Apabila ditinjau berdasarkan

kriteria penilaian, Tingkat Aktivitas Siswa

(TAS) dalam mengikuti pembelajaran bahasa

Inggris melalui contextual teaching and

learning (CTL) pada materi teks berbentuk

Narrative dan Report untuk siklus II di kelas

XI IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh berada

pada kategori baik. Walaupun tingkat

aktivitas siswa selama mengikuti

pembelajaran bahasa Inggris melalui

penerapan contextual teaching and learning

(CTL) untuk siklus II sudah baik, namun

masih terdapat aspek pengamatan yang perlu

ditingkatkan yaitu berdiskusi antara siswa-

guru atau siswa-siswa, menggunakan bahasa,

intonasi, dan bahasa dengan baik yang masih

memperoleh skor 2. Sehingga untuk siklus III

selanjutnya guru perlu melakukan perbaikan

terhadap kegiatan pembelajaran CTL, serta

melibatkan siswa dalam pembelajaran

terutama terhadap aspek yang kurang optimal.

Sementara itu, Tingkat Aktivitas

Siswa (TAS) selama mengikuti pembelajaran

bahasa Inggris dengan contextual teaching

and learning (CTL) untuk siklus III

menunjukkan aktivitas siswa semakin

meningkat, hal ini terlihat dari rata-rata

tingkat aktivitas siswa sebesar 4,23 dengan

persentase sebesar 84,62%. Jika ditinjau

berdasarkan kriteria tingkat aktivitas siswa

yang ditetapkan, maka aktivitas siswa dalam

mengikuti pembelajaran bahasa Inggris

melalui penerapan contextual teaching and

learning (CTL) untuk siklus III di kelas XI

IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh berada pada

kategori baik, sehingga pembelajaran yang

diterapkan juga efektif. Hasil penelitian

tersebut tentunya membuktikan bahwa dalam

penerapan contextual teaching and learning

(CTL), guru berusaha untuk memaksimalkan

aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran

bahasa Inggris di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2

Banda Aceh. Sehingga aktivitas siswa selama

pembelajaran yang dilakukan guru untuk tiap

pertemuannya terus mencapai aktivitas yang

efektif. Oleh karena itu, penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dalam

pembelajaran bahasa Inggris dapat

meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa

dalam pembelajaran, sehingga siswa terlibat

langsung dalam kegiatan pembelajaran,

membuat pembelajaran lebih kondusif,

inovatif, dan menyenangkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa:

1. Persentase ketuntasan belajar siswa pada

siklus I sebesar 45,83% dengan rata-rata

hasil belajar siswa 63,75, persentase

ketuntasan belajar siswa pada siklus II

sebesar 75,00% dengan rata-rata hasil

belajar siswa 71,25, serta persentase

ketuntasan belajar siswa pada siklus III

sebesar 95,83% dengan rata-rata hasil

belajar 78,33. Dengan demikian, hasil

belajar yang diperoleh siswa terhadap

pemahaman teks berbentuk Narrative

dan Report melalui penerapan

contextual teaching and learning (CTL)

dalam pembelajaran bahasa Inggris

materi di kelas XI IS-1 SMA Negeri 2

Banda Aceh mengalami peningkatan

untuk tiap siklusnya.

2. Rata-rata tingkat aktivitas guru dalam

menerapkan contextual teaching and

learning (CTL) pada siklus I sebesar

3,17 dengan persentase 63,40%, rata-

rata tingkat aktivitas guru pada siklus II

sebesar 3,95 dengan persentase 79,00%,

dan rata-rata tingkat aktivitas guru pada

siklus III sebesar 4,42 dengan persentase

88,40%. Dengan demikian, aktivitas

guru selama penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dalam

pembelajaran bahasa Inggris di kelas XI

IS-1 SMA Negeri 2 Banda Aceh

mengalami peningkatan untuk tiap siklus

sehingga pembelajaran yang diterapkan

guru efektif.

3. Rata-rata tingkat aktivitas siswa selama

penerapan contextual teaching and

learning (CTL) pada siklus I sebesar

2,54 dengan persentase 50,77%, rata-

rata aktivitas siswa pada siklus II sebesar

4,08 dengan persentase 81,60%, dan

rata-rata tingkat aktivitas guru pada

siklus III sebesar 4,23 dengan persentase

84,62%. Dengan demikian, aktivitas

siswa selama penerapan contextual

teaching and learning (CTL) dalam

pembelajaran bahasa Inggris di XI IS-1

SMA Negeri 2 Banda Aceh mengalami

peningkatan untuk tiap siklus sehingga

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 29: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

28

Dra. Ratnawati* adalah Guru pada SMA Negeri 2 Banda Aceh

siswa aktif dan kreatif dalam

pembelajaran.

1. Saran-saran

a. Mengingat penerapan contextual teaching

and learning (CTL) dapat meningkatkan

hasil belajar siswa, aktivitas guru dan

aktivitas siswa, serta membuat

pembelajaran lebih efektif. Penulis

menyarankan kepada para guru untuk

menggunakan contextual teaching and

learning (CTL) dalam pembelajaran

sebagai upaya untuk meningkatkan hasil

belajar siswa, dan menciptakan

pembelajaran yang kondusif serta efektif.

b. Hasil penelitian ini hendaknya dijadikan

masukan dan bahan pertimbangan guru

dalam menerapkan contextual teaching

and learning (CTL) dengan maksud

untuk memberikan penekanan pada

aspek-aspek aktivitas guru dan aktivitas

siswa yang masih belum optimal pada

penelitian ini. Dengan demikian,

diharapkan melalui upaya perbaikan

tersebut, aktivitas guru dan aktivitas

siswa tercapai secara optimal sehingga

mampu meningkatkan hasil belajar siswa.

c. Disarankan pada pihak lain untuk

melakukan penelitian yang sama pada

materi lain sebagai bahan perbandingan

dari hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2003. Belajar Kooperatif dengan

Pendekatan Struktural Untuk

Pemahaman Konsep Statistika Siswa

Kelas II SLTP Laboratorium Universitas

Negeri Malang. Tesis. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan.

Cetakan I. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, Syaiful B. 2000. Guru dan Peserta

Dididk dalam Interaksi Edukatif.

Jakarta: Rineka Cipta.

________. 2002. Psikologi Belajar. Cetakan

I. Jakarta: Rineka Cipta.

Djamarah, S.B dan Zein, A. 2002. Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka

Cipta.

Johar, Rahmah dkk. 2006. Strategi Belajar

Mengajar. Banda Aceh: FKIP

Universitas Syiah Kuala.

Mulyasa. 2004. Implementasi Kurikulum

2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukhlis. 2005. Pembelajaran Matematika

Realistik untuk Materi Pokok

Perbandingan di Kelas VII SMP Negeri

I Pallangga. Tesis. Universitas Negeri

Surabaya.

Nasution, Noehi. 1993. Materi Pokok

Psikologi Pendidikan. Cetakan III.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Nurhadi, M. 2003. Pembelajaran Kontekstual

dan Penerapannya dalam KBK. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Nurkancana, Wayan. 2000. Evaluasi

Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Purwanto, M. Ngalim. 1995. Prinsip-prinsip

dan Teknik Evaluasi Pengajaran.

Cetakan X. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika.

Cetakan III. Edisii Revisi. Bandung:

Alfabeta.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam

Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Kencana.

_______. 2007. Strategi Pembelajaran

Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor

yang Mempengaruhinya. Cetakan IV.

Jakarta: Rineka Cipta.

Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Statistik

Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.

Winkel, W.S. 1984. Psikologi Pendidikan dan

Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2007. Metode

Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan V.

Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ratnawati, Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Terhadap Pemahaman Teks

Page 30: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

29

Dra. Silmi T.Abdullah* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA MATERI

SHALAT JUM’AT MELALUI METODE DEMONSTRASI PADA SISWA

KELAS VII-3 DI SMP NEGERI 2 BANDA ACEH

Oleh

Silmi T.Abdullah*

Abstract Participation of students is a motivation in the learning process is used as a measure of the

progress of the student's achievements, both individually and collectively. The purpose of

this study was to determine the extent of the application of the method demonstration on the

subjects of Islamic Education. The subjects were students of class VII-3, SMP Negeri 2

Banda Aceh. This research was conducted in two cycles twice face to face. Each cycle of

data obtained from the student's ability to practice the Friday Prayers. In terms of mastery

learning, congregational Friday prayers material using demonstarsi reached 85%, which

means that teachers targeted ≤ 80%.

Keywords: Improved Learning Outcomes, Methods Demonstration.

Pendidikan agama merupakan bagian

integral dari sistem pendidikan nasional.

Pendidikan agama yang didalamnya termasuk

pendidikan agama islam terdapat disemua jalur

dan jenjang pendidikan yang menjadi penentu

tercapainya tujuan pendidikan nasional, karena

salah satu tujuanya adalah mewujudkan

manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu jalur

jenjang pendidikan tersebut adalah pendidikan

dasar baik SD maupun SMP.

Pendidikan Agama Islam (PAI)

disekolah atau madrasah dalam

pelaksanaannya masih menunjukkan berbagai

permasalahan yang kurang menyenangkan,

seperti halnya proses pembelajaran Pendidikan

Agama Islam (PAI) yang saat ini hanya

menyampaikan pengetahuan tentang agama

islam, sangat sedikit pada proses internalisasi

nilai-nilai islam pada diri siswa.

Kondisi dilapangan yang terjadi pada

siswa kelas VII-3 SMP Negeri 2 Banda Aceh

yang nilai ketuntasan bekajarnya masih

rendah, khusunya pada materi shalat Jum’at.

Pemahaman siswa terhadap materi ini belum

memuaskan . Hal ini ditunjukkan dengan nilai

ketuntasan formatif masih 45% dari VII-3

siswa hanya orang yang memiliki KKM yang

sudah ditentukan yaitu . Oleh karena itu guru

PAI berinisiatif untuk melakukan

pembelajaran dengan mengunakan metode

yang variatif. Salah satu metode tersebut

adalah metode demonstrasi yang diterapkan

dalam materi shalat sunnah berjamaah.

Metode demonstrasi merupakan salah

satu metode mengajar yang tidak pernah lepas

pada proses pebelajaran Pendidikan Agama

Islam, khususnya pada materi-materi yang

berkenaan dengan ibadah seperti shalat,

wudhu’, tayamum, haji dan akhlak. Bagi siswa

sekolah menegah pertama, penerapan metode

demonstrasi sangat penting, karena pada

dasarnya siswa belum sempurna kekuatan

akalnya untuk menerima materi yang

disampaikan secara lisan saja, sehingga

diperlukan latihan atau demonstrasi.Penerapan

metode demonstrasi khususnya materi ibadah

shalat jum’at, akan meningkatkan kualitas

intelektual siswa baik dari aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik, karena dengan

metode demonstrasi siswa diajak terlibat

langsung sehingga mendapatkan pengalaman

baru.

Berdasarkan latar belakang diatas ,

maka rumusan masalah pada penelitian ini

sebagai berikut: (1) Apakah dengan penerapan

metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil

belajar PAI pada materi shalat jum’at siswa

kelas VII-3 SMP Negeri 2 Banda Aceh; dan

(2) Apakah dengan penerapan metode

demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas dan

motivasi belajar siswa pada proses

pembelajarn PAI kelas VII-3 SMP Negeri 2

Banda Aceh.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 31: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

30

Dra. Silmi T.Abdullah* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh

Adapun tujuan penelitian sebagai

berikut: (1) Tujuan Umum, Untuk

meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII-3

SMP Negeri 2 Banda Aceh dengan

menggunakan metode demonstrasi; dan (2)

Tujuan Khusus, Untuk meningkatkan

pemahaman siswa pada materi shalat jum’at

siswa kelas VII-3 SMP Negeri 2 Banda Aceh

dengan mentode demonstrasi, serta

meningkatkan aktivitas belajar PAI siswa

kelas VII-3 SMP Negeri 2 Banda Aceh

Adapun manfaat penelitian ini adalah

: (1) Manfaat teoritis, mendapatkan teori-teori

baru guna meningkatkan hasil dan mutu

pendidikan, disamping mendapatkan teori-

teori baru dan sebagai referensi untuk

penelitian selanjutnya; (2) Manfaat praktis,

bagi siswa adalah untuk meningkatkan

aktifitas siswa dan pemahaman terhadap mata

pelajaran PAI khususnya materi shalat jum’at,

bagi guru adalah sebagai bahan kajian dan

acuan untuk meningkat kualitas pembelajaran

dan pengembagan metode belajar yang

dikondiskan dengan siswa sekaligus

menambah kreatifitas, bagi peneliti merupakan

kegiatan ini sebagai salah satu kegiatan

pengembangan profesi yang akan diadakan

guru untuk memperoleh angka kredit melalui

tim penilai sebagai kenaikan pangkat satu

tingkat lebih tinggi, serta bagi sekolah adalah

sebagai masukan dan dapat dikembagkan

dalam pembelajaran pada mata pelajaran yang

lain.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di kelas

VII-3 SMP Negeri 2 Banda Aceh tahun 2013,

penelitian ini dilaksanakan selama 4 minggu

atau 2 jam tatap muka dengan alokasi waktu 4

x 40 Menit. Semua umur siswa sama

sedangkan kecerdasan heterogen , Adapun

objek penelitian adalah dokumen

pembelajaran, dokumen nilai dan rekaman

kegiatan pembelajaran yan didokumentasikan

dalam bentuk foto-foto penelitian.

Indikator Kinerja

Adapun indikator yang diharapkan

pada penelitian ini adalah : terjadinya

peningkatan hasil belajar siswa dengan kriteria

sangat aktif dan aktif, kemudian pada

peningkatan belajar mengajar yang

diselenggrakan oleh guru dengan kriteria A

(bobot nilai 85- 100) , B (69-84 ) dan C (≥69).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada Siklus 1, diperoleh nilai rata-

rata siswa adalah 84 , siswa yang mencapai

nilai KKM 79 bertambah menjadi 19 siswa

atau 65 % dari 29 siswa dan yang belum

mencapai nilai ketuntasan adalah 35% atau 10

siswa . Adapun nilai tertinggi pada siklus 1

adalah 90 dan nilai terndah adalah 76, dengan

demikian terjadi peningkatan hasil belajar

pada siklus 1 yaitu 20%.

Sedangkan pada Siklus 2, diperoleh

nilai rata-rata siswa adalah 88. Siswa yang

mencapai nilai KKM 79 bertambah menjadi

26 siswa atau 95 % dari 29 siswa dan yang

belum mampu mencapai nilai ketuntasan

adalah 5 % atau 3 siswa. Adapun nilai

tertinggi pada siklus 2 adalah 90 dan yang

terendah 75. Dengan demikian terjadi

peningkatan hasil belajar pada siklus 2 yaitu

20%.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa :

1. Melalui penerapan metode demonstrasi

dapat meningkatkan aktivitas belajar

dan proses pembelajaran PAI pada

materi shalat sunnah berjamaah pada

siswa kelas VII-3 SMP Negeri 2 Banda

Aceh.

2. Melalui penerapan metode demonstrasi

dapat meningkatkan hasil belajar PAI

pada siswa VII-3 SMP Negeri 2 Banda

Aceh tahun 2013.

3. Ketuntasan belajar materi shalat jum’at

dengan menggunakan metode

demonstarsi mencapai 85 % , Artinya

sesuai dengan target guru yaitu ≤ 80 %

1. Saran-saran

Adapun saran terhadap pelaksanaan

metode demonstrasi yaitu :

1. Hendaknya guru PAI lebih kreatif

dalam memilih metode pembelajaran

yang akan ditetapkan, karena metode

pembelajaran memberikan pengaruh

dalam mencapai tujuan yang

diharapkan.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 32: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

31

Dra. Silmi T.Abdullah* adalah Guru SMP Negeri 2 Banda Aceh

2. Dalam pemilihan metode demonstrasi

hendakya guru juga

mempertimbangkan berbagai media

pembelajaran ya ng lain seperti

Pemutaran CD dan media belajar

lainnya.

Daftar Pustaka

Aminudin Rosyad , 2002, Metode

Pembelajarann Pendidikan Agama

Islam, Jakarta,Bumi Aksara

Anni, 2004 , Psikologi Belajar, , Semarang,

Unnes Press

Dimyati, 2006, Belajar dan Pembelajaran,

Jakarta, Rineka Cipta

Djamarah, 2006, Strategi Belajar Mengajar,

Jakarta, Rineka Cipta

Muhibbin Syah,2006, Psikologi Pendidikan

dengan Pendekatan Baru, Bandung,

Remaja Rosdakarya

Muazayyin Arifin,1987, Filsafat Pendidikan

Islam, Jakarta, Balai Aksara

Oemar Hamalik,2001, Proses Belajar

Mengajar, Jakarta, Rajawali

Sadirman, 2007, Interaksi dan Motivasi

Belajar Mengajar , Yogyakarta,UNY

Press

W.J.S Poerwadarmita,1976, Kamus Umum

Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai

Pustaka

Silmi T.Abdullah, Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

Page 33: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

32

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN

HASIL BELAJAR PADA MATERI SUMBER DAYA ALAM

DI KELAS IV SD NEGERI 14 BANDA ACEH

Oleh

Ruhadi*

Abstrak

Penelitian ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk

Meningkatkan Hasil Belajar pada Materi Sumber Daya Alam di Kelas IV SD Negeri 14

Banda Aceh”. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana aktivitas siswa

dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi sumber daya

alam dan bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sumber daya alam di kelas IV SD Negeri

14 Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas siswa dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi sumber daya alam di

kelas IV dan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh. Metode penelitian dengan menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif dan jenis penelitian menggunakan penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian

ini adalah siswa di kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh yang berjumlah 20 orang yang

terdiri dari 8 laki-laki dan 12 perempuan. Teknik pengumpulan data dengan

menggunakan observasi dan tes. Hasil penelitian pada aktivitas siswa siklus I

memperoleh rata-rata 3,00 pada kategori cukup dan siklus II aktivitas siswa

memperoleh rata-rata 3,62 pada kategori baik. Hasil belajar siswa siklus I rata-rata

mencapai 64,00 ketuntasan belajar secara individu sebanyak 8 siswa dengan persentase

40%. Pada siklus II rata-rata hasil belajar mencapai 76,50 ketuntasan belajar secara

individu sebanyak 16 siswa dengan persentase 80%.

Kata kunci : model pembelajaran kooperatif tipe STAD, hasil belajar.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

merupakan salah satu mata pelajaran

diajarkan di sekolah, mulai dari jenjang

sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Hasil

pembelajaran IPA akan memberikan andil

yang penting dalam pencapaian tujuan

pendidikan secara umum, yaitu membentuk

manusia yang mampu berpikir cermat,

sistematis, dan terbuka dalam menghadapi

berbagai permasalahan. Salah satu masalah

yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia

adalah rendahnya mutu pendidikan

dikarenakan masih lemahnya proses

pembelajaran.

Tujuan pembelajaran IPA di SD

memberikan latihan berpikir siswa secara

kritis. Penerapan pembelajaran IPA di

sekolah dasar diajarkan melalui percobaan-

percobaan yang dilakukan oleh siswa sendiri

tanpa bantuan guru. Proses pembelajaran IPA

lebih ditekankan pada keterampilan proses,

hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta,

membangun konsep-konsep, teori-teori, dan

sikap ilmiah siswa itu sendiri yang pada

akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap

kualitas proses pendidikan maupun produk

pendidikan. Menurut Wahyana (dalam

Trianto, 2010:136) “pembelajaran IPA adalah

suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun

secara sistematik dan dalam penggunaannya

secara umum, terbatas pada gejala-gejala

alam”.

Hasil observasi awal di kelas IV di

SD Negeri 14 Banda Aceh, aktivitas siswa

pada saat pembelajaran IPA tidak efektif,

masih banyak ditemukan siswa yang kurang

memahami materi yang diajarkan dan kurang

mampu menjawab soal-soal yang diberikan

oleh guru, pada akhirnya nanti akan

mempengaruhi hasil belajar siswa pada

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 34: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

33

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

umumnya. Nilai yang diperoleh siswa dari

setiap evaluasi rata-rata berkisar antara 61

sampai dengan 65. Hal ini dapat dilihat dari

hasil belajar IPA di akhir semester, masih ada

siswa yang memperoleh nilai di bawah

Kriteria Ketuntasan Kinimal (KKM) secara

individual sebesar 65 yang ditetapkan di SD

Negeri 14 Banda Aceh.

Melihat kondisi tersebut guru

mempunyai tugas untuk mengupayakan model

pembelajaran yang tepat untuk mengatasinya.

Oleh karena itu, peneliti ingin menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

Pembelajaran IPA dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD

menurut Slavin (dalam Rusman, 2011:214)

gagasan utama kooperatif tipe STAD adalah

“memacu siswa agar saling mendorong dan

membantu satu sama lain untuk menguasai

keterampilan yang diajarkan guru”.

Menurut pengamatan peneliti

selama observasi awal, penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD jarang

digunakan oleh guru di SD Negeri 14 Banda

Aceh, maka peneliti mencoba melakukan

penelitian untuk mengetahui lebih lanjut

terhadap penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan

hasil belajar siswa di SD Negeri 14 Banda

Aceh di kelas IV pada sumber daya alam.

Berdasarkan latar belakang

masalah di atas rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah (1) Bagaimana aktivitas

siswa dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada materi sumber

daya alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh?; dan (2) Bagaimana penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam

meningkatkan hasil belajar siswa pada materi

sumber daya alam di kelas IV SD Negeri 14

Banda Aceh?

Berdasarkan rumusan masalah di

atas yang menjadi tujuan dalam penelitian

ini adalah (1) Untuk mengetahui aktivitas

siswa dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada materi sumber

daya alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh; dan (2) Untuk mengetahui penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD

dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh

Hasil penelitian ini diharapkan

dapat bermanfaat untuk kepentingan sebagai

berikut.

1. Bagi siswa hasil penelitian ini bermanfaat

meningkatkan aktivitas siswa dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD pada materi sumber daya alam

di kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh.

2. Bagi siswa hasil penelitian ini

bermanfaat untuk meningkatkan hasil

belajar siswa dalam proses pembelajaran

IPA.

3. Bagi guru hasil penelitian ini bermanfaat

sebagai memberikan informasi yang

berguna bagi guru kelas dalam memilih

model pembelajaran yang tepat dalam

menerapkan dan meningkatkan proses

kegiatan belajar mengajar.

4. Bagi sekolah hasil penelitian ini

menjadi wawasan berguna tentang model

pembelajaran yang inovatif dan efektif

sehingga tidak terpaku pada satu model

pembelajaran saja.

5. Bagi peneliti pengalaman dalam

melaksanakan penelitian ini dapat

melath diri mengembangkan keterampilan

mengajar di sekolah dan peningkatan

mutu pembelajaran di sekolah dasar dalam

Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Pembelajaran IPA

Hakikat pembelajaran IPA

dibangun atas dasar produk ilmiah, proses

ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu,

menurut Marsetio (dalam Trianto, 2010:137)

mengatakan “IPA dipandang sebagai proses,

sebagai produk, dan sebagai prosedur”. Oleh

karena itu, secara umum IPA dipahami sebagai

ilmu kealaman, yaitu ilmu tentang dunia zat

baik makhluk hidup maupun benda mati yang

diamati.

Secara umum IPA dipahami

sebagai ilmu yang lahir dan berkembang lewat

langkah-langkah observasi, perumusan

masalah, menyusun hipotesis, pengujian

hipotesis melalui eksperimen, penarikan

kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep.

B. Keterampilan Proses Pembelajaran IPA

Model pembelajaran IPA yang

dikembangkan berdasarkan pandangan

konstruktivisme ini memperhatikan dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 35: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

34

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

mempertimbangkan pengetahuan awal siswa

yang mungkin diperoleh di luar sekolah. Agar

pengetahuan siswa diperoleh di luar sekolah

dipertimbangkan sebagai pengetahuan awal

siswa dalam sasaran pembelajaran, karena

sangat mungkin terjadi miskonsepsi.

Sebaliknya apabila guru tidak mempedulikan

konsepsi atau pengetahuan awal siswa, besar

kemungkinan kiskonsepsi yang terjadi akan

semakin kompleks.

Menurut pandangan

konstruktivisme dalam proses pembelajaran

IPA seyogianya disediakan serangkaian

berupa kegiatan nyata yang rasional atau

dapat dimengerti siswa dan memungkinkan

terjadinya interaksi secara langsung dengan

kegiatan nyata. Menurut Wahyana (dalam

Trianto, 2010:136) mengatakan bahwa “IPA

adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun

secara sistematik dan dalam penggunaannya

secara umum, terbatas pada gejala-gejala

alam”.

Dengan demikian, proses belajar

mengajar pembelajaran IPA lebih ditekankan

pada keterampilan proses, hingga siswa dapat

menemukan fakta-fakta, membangun konsep-

konsep, teori-teori, dan sikap ilmiah siswa itu

sendiri yang pada akhirnya dapat berpengaruh

positif terhadap kualitas proses pendidikan

maupun produk pendidikan.

C. Tujuan Pembelajaran IPA di SD

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

merupakan hasil kegiatan manusia berupa

pengetahuan, gagasan, dan konsep yang

terorganisasi tentang alam sekitar, yang

diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses ilmiah. Mata pelajaran IPA

berfungsi untuk memberikan pengetahuan

tentang lingkungan alam, pengembangan

keterampilan, wawasan, dan kesadaran

tehnologi dalam kaitannya dengan

pemanfaatan bagi kehidupan sehari.

Di samping itu, diperlukan juga

kemampuan mengadakan pengamatan secara

teliti, menggunakan prinsip, menyelesaikan

percobaan sederhana, menyusun data, dan

mengemukakan dugaan. Menurut Tim

Pengajar IPA PGSD (2007:1) mengatakan

“ilmu pengetahuan alam adalah penyelidikan

yang terorganisir untuk mencari pola atau

keteraturan dalam alam”.

D. Model Pembelajaran Kooperatif

Manusia adalah makhluk individual

yang berbeda satu sama lain. Karena sifatnya

yang individual, manusia yang satu

membutuhkan manusia yang lainnya

sehingga sebagai konsekuensi logisnya

manusia harus menjadi makhluk sosial,

makhluk yang berinteraksi dengan

sesamanya. Model pembelajaran kooperatif

merupakan interaksi yang saling mengasihi

antar sesama siswa. Menurut Suprijono

(2010:54) “model pembelajaran kooperatif

adalah konsep yang luas meliputi semua jenis

kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang

lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh

guru”.

Model pembelajaran kooperatif

merupakan model pembelajaran di dalam kelas

sehingga yang terjadi interaksi antara guru dan

siswa, siswa dan siswa. Dengan model ini

tidak ada lagi kelas yang sunyi selama

proses pembelajaran. Para siswa aktif, kreatif,

dan menyenangkan dalam menuntaskan

materi pelajaran, sehingga proses

pembelajaran efektif untuk mencapai

tujuannya. Meskipun berbagai prinsip model

pembelajaran kooperatif tidak berubah,

ada empat model pembelajaran kooperatif

yang bisa digunakan oleh guru Model

pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai hasil belajar siswa berupa prestasi

belajar, toleransi, menerima keragaman, dan

pengembangan keterampilan sosial.

Sedangkan menurut Lie (dalam Suprijono,

2010:56) “model pembelajaran kooperatif

didasarkan pada falsafat homo homini sicius”.

Untuk mencapai hasil belajar penerapan model

pembelajaran kooperatif menuntut untuk

bekerja sama dan interdependensi siswa dalam

struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur

rewardnya. Struktur tugas berhubungan

bagaimana tugas yang diorganisir di dalam

proses pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif

muncul dari konsep bahwa siswa akan

mudah menemukan dan memahami konsep

yang sulit jika siswa saling berdiskusi

dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja

dalam kelompok untuk saling membantu

memecahkan masalah-masalah yang

kompleks. Jadi, hakikat sosial dan

penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek

utama dalam pembelajaran kooperatif.

Menurut Suprijono (2010:58) untuk mencapai

Ruhadi, Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Page 36: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

35

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

hasil yang maksimal, ada lima unsur dalam

model pembelajaran kooperatif yang harus

diterapkan, 5 (lima) unsur tersebut adalah

sebagai berikut: “(1) positive interdependence

(saling ketergantungan positif), (2) personal

responsibility (tanggung jawab perseorangan),

(3) pace to face promotive interaction

(interaksi promotif), (4) interpersonal skill

(komunikasi antar anggota), dan (5) group

processing (pemprosesan kelompok)”.

Berdasarkan pendapat di atas,

model pembelajaran kooperatif merupakan

model pembelajaran yang memungkinkan

kerja sama antar sesama siswa dalam

kelompok guna memahami suatu materi dan

siswa bertanggung jawab tidak hanya dirinya

sendirinya melainkan setiap anggota kelompok

bertanggung jawab untuk menguasai materi

yang diberikan oleh guru di dalam proses

pembelajaran

Model pembelajaran kooperatif

memanfaatkan kecenderungan siswa untuk

saling berinteraksi antar sesama siswa.

Sejumlah penelitian dalam setting kelas, siswa

lebih banyak belajar dari satu teman ke

teman lainnya antara sesama siswa bila

dibandingkan dengan belajar dari guru. Model

pembelajaran kooperatif sangat

menguntungkan baik bagi siswa yang

berkemampuan tinggi maupun yang rendah

untuk saling membantu di dalam proses

pembelajaran di dalam kelas.

E. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD

Model pembelajaran kooperatif tipe

STAD para siswa di bagi menjadi beberapa

tim belajar secara heterogen beranggotakan

empat sampai lima orang. Materi yang

disajikan kepada siswa berbentuk tes dan

setiap siswa bertanggung jawab atas

penguasaan materi yang diberikan oleh guru

dan bekerja sama dalam tim belajar. STAD

adalah singkatan dari Student Team

Achiements Division. Model pembelajaran

kooperatif tipe STAD merupakan suatu

proses kegiatan pembelajaran di kelas yang

menempatkan siswa belajar dalam kelompok

yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa

secara heterogen serta menekankan kerja sama

dan tanggung jawab kelompok untuk

mencapai tujuan yang diinginkan.

Menurut Slavin (dalam Istarani,

2011:19) “menyatakan bahwa pada model

pembelajaran ini siswa ditempatkan dalam tim

belajar beranggotakan 4-5 orang yang

merupakan campuran menurut tingkat prestasi,

jenis kelamin, dan suku”.

Dalam model pembelajaran

kooperatif tipe STAD para siswa dibagi

menjadi beberapa tim belajar secara heterogen

yang beranggotakan empat sampai lima

orang siswa. Materi yang disajikan

kepada siswa berbentuk tes dan setiap

siswa bertanggung jawab atas penguasaan

materi yang diberikan. Siswa tidak hanya

mempelajari materi yang diberikan, tetapi juga

harus siap memberikan dan mengajarkan

materi tersebut pada anggota kelompoknya.

Dengan demikian, siswa saling ketergantungan

satu dengan yang lain dan harus bekerja sama

secara kooperatif untuk mempelajari materi

yang ditugaskan.

Selama bekerja dalam kelompok,

tugas anggota kelompok adalah mencapai

ketuntasan materi yang disajikan guru dan

saling membantu di antara teman

sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan

materi. Jadi, setiap anggota kelompok

memiliki tanggung-jawab yang sama untuk

keberhasilan kelompoknya.

F. Langkah-langkah Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD Menurut Slavin (dalam Istarani,

2011:19) memaparkan gagasan utama model

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

“memacu siswa agar saling mendorong dan

membantu satu sama lain untuk menguasai

keterampilan yang diajarkan guru”. Adapun

langkah-langkah model pembelajaran

kooperatif tipe STAD menurut Istarani

(2011:20) adalah sebagai berikut.

1. Membentuk kelompok yang

beranggotakan ± 4 (empat) orang

secara heterogen (prestasi, jenis

kelamin, suku, dll).

2. Guru menyajikan pelajaran.

3. Guru memberi tugas kepada kelompok

untuk dikerjakan oleh anggota anggota-

anggota kelompok.

4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada

seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis

tidak boleh saling membantu.

5. Memberi evaluasi.

6. Kesimpulan.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 37: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

36

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

G. Sumber Daya Alam

Sumber daya alam meliputi

tumbuhan, hewan, dan bahan alam tidak

hidup. Berbagai bagian tumbuhan dibuat

menjadi bahan pangan, bahan sandang,

peralatan rumah tangga, serta produk

kesehatan, dan perawatan tubuh. Berbagai

bagian hewan dibuat menjadi bahan pangan,

bahan sandang, serta produk kesehatan. Bahan

alam tidak hidup yang banyak dimanfaatkan

antara lain tanah, batuan, dan bahan tambang.

1. Sumber daya alam yang dapat

diperbaharui

Sumber daya alam yang dapat

diperbaharui adalah SDA tetap tersedia

walaupun terus menerus dipakai. SDA seperti

ini dapat diusahakan agar selalu tersedia,

tumbuhan, hewan, tanah, udara merupakan

SDA yang dapat diperbaharui akan tetapi

meskipun SDA tersebut dapat diperbaharui

hendaknya manusia dapat berhati-hati dalam

penggunaanya. SDA harus digunakan dengan

baik, jika tidak demikian dikhawatirkan

generasi mendatang akan kehabisan SDA.

Untuk menjaga agar SDA ini tidak rusak,

maka diperlukan usaha untuk melestarikannya,

usaha yang perlu kita lakukan antara lain:

a. Usaha pelestarian tanah

Tanah merupakan tempat

berlangsungnya kehidupan makhluk hidup,

tanah juga merupakan tempat sumber bahan

makanan bagi semua makhluk hidup. Oleh

karena itu, pelestarian tanah harus kita jaga.

Pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara

berikut ini.

b. Melakukan penghijauan

Penghijauan adalah menanami

tanah yang sudah gundul dengan pepohonan

sehingga menjadi daerah yang hijau.

Penghijauan akan memperbaiki susunan tanah.

penghijauan juga dilakukan untuk

mendapatkan udara yang sejuk,pemandangan

yang menyegarkan,selian itu penghijauan

dikota dapat mengurangi polusi udara.

2. Sumber daya alam yang tidak dapat

diperbaharui

Sumber daya alam yang tidak dapat

diperbaharui adalah SDA yang akan habis

terpakai karena manusia tidak membuat atau

memperbanyak sumber daya alam itu. Sumber

dara alam yang tidak dapat diperbaharui

meliputi semua barang tambang contohnya.

a. Batu bara

Batu bara terjadi akibat

pembusukan penimbunan sisa tumbuhan

selama ribuan bahkan jutaan tahun, batu bara

merupakan bahan bakar yang penting, dahulu

batu bara hanya digunakan sebagai bahan

bakar otomotif saja. Sekarang batu bara telah

banyak digunakan di pabrik-pabrik besar dan

rumah penduduk.

b. Minyak bumi

Setiap hari kebanyakan orang

menggunakan minyak bumi seperti bensin,

untuk bahan dasar kendaraan dan minyak

tanah untuk kompor dan lampu. Dari

penyulingan minyak bumi akan dihasilkan

bahan sebagai berikut bensin untuk bahan

bakar kendaraan bermotor, kerosin minyak

tanah. untuk bahan bakar kompor, vaselin

untuk kosmeti,campuran salep dan obat-

obatan, parafin untuk bahan pembuatan lilin,

solar untuk bahan bakar kendaraan

diesel/mesin berat, oli untuk pelicin gigi roda,

dan aspal : untuk bahan pengeras jalan raya.

Timah ada dua jenis, yaitu timah

hitam dan putih: timah hitam sering digunakan

sebagai campuran logam lain, timah putih

digunakan untuk melapisi logam lain agar

tidak berkarat.

H. Hasil Belajar Hasil belajar digunakan oleh guru

untuk mengetahui dan mengukur tingkat

pencapaian kompetensi siswa, serta

digunakan sebagai bahan penyusunan laporan

kemajuan prestasi belajar siswa dan untuk

memperbaiki proses pembelajaran.

Pengolahan hasil belajar merupakan bagian

yang sangat erat di mana prestasi belajar

akan tercemin dan diaplikasikan ke dalam

berbagai kegiatan pengembangan

pembelajaran. Menurut Sudjana (2009:22)

“hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan

yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya”.

Hasil belajar yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh

mana peningkatan hasil belajar siswa selama

penelitian berlangsung dengan penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD di

dalam proses pembelajaran pada materi

sumber daya alam.

Ruhadi, Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Page 38: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

37

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

METODA PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan

adalah jenis penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas dalam bahasa Inggris

dikenal sebagai Classroom Action Research

(CAR), yaitu sebuah penelitian yang dilakukan

di dalam kelas. Menurut Rochiati (2008:56)

“penelitian tindakan kelas adalah penelitian

yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri

melalui refleksi diri dengan tujuan

memperbaiki kinerja sehingga hasil belajar

siswa meningkat”.

Penelitian tindakan kelas (PTK)

merupakan salah satu perspektif baru dalam

penelitian yang mencoba menjembatani antara

praktik dan teori dalam pendidikan. PTK

dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan

hasil belajar siswa dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada

materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh. Secara garis besar

terdapat empat tahapan yang lazim dilalui

pada setiap siklus, yaitu (a) perencanaan

tindakan, (b) pelaksanaan tindakan, (c)

observasi, dan (d) refleksi.

Dalam penelitian ini direncanakan

dalam 2 (dua) siklus. Secara garis besar

terdapat empat tahap yang harus dilalui dari

setiap siklus, yaitu perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.

Data yang dikumpulkan berupa data

pengamatan di lapangan. Sedangkan untuk

lebih jelasnya rancangan penelitian ini

peneliti menuangkannya dalam bentuk siklus

kegiatan dengan desain PTK.

B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh yang beralamat

di jalan Utama Pango Raya Kecamatan Ulee

Kareng Kota Banda Aceh.

C. Subjek Penelitian

Menurut Arikunto (2010:172)

“subjek penelitian adalah sumber data dalam

penelitian”. Subjek penelitian ini adalah siswa

kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh yang

berjumlah 20 orang yang terdiri dari 8 laki-laki

dan 12 perempuan.

D. Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan Tindakan

a. Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa.

b. Menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran

(RPP) tentang materi sumber

daya alam.

c. Mempersiapkan alat dan

perlengkapan.

d. Menyusun instrumen penelitian,

yaitu lembar observasi.

Observasi digunakan untuk

mengukur ataupun proses

kegiatan yang dapat diamati,

dalam proses pembelajaran.

Observasi dilakukan oleh peneliti

dan guru kelas selama

pelaksanaan tindakan.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan kegiatan belajar

mengajar sesuai dengan judul penelitian

tentang penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada materi sumber

daya alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh. Dengan melaksanakan kegiatan

pembelajaran sesuai dalam RPP yang

dilaksanakan dalam kegiatan awal, kegiatan

inti, dan kegiatan akhir.

3. Observasi

Tahap observasi merupakan

kegiatan pengamatan terhadap jalannya proses

pembelajaran. Pengamatan dilakukan oleh 1

(satu) observer dengan menceklist lembar

aktivitas siswa yang disediakan peneliti, yang

menjadi observer dalam penelitian ini, yaitu

guru kelas. Tugas observer (pengamat)

merupakan hal penting dalam pembelajaran

dan berguna untuk mengetahui sejauh mana

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Semua kegiatan yang diamati dicatat untuk

dijadikan bahan perbaikan dalam

pembelajaran siklus selanjutnya.

4. Refleksi

Refleksi merupakan kegiatan

melihat kembali proses dan hasil tindakan

yang dilakukan dari hasil pengamatan.

Kegiatan refleksi dilakukan oleh peneliti dan

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 39: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

38

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

observer. Kegiatan ini bertujuan untuk

mengkaji apa yang telah terjadi dan apa yang

akan dilakukan dalam proses pembelajaran.

Hasil dari refleksi dirangkum untuk

dilanjutkan keperbaikan siklus berikutnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam

penelitian ini adalah.

1. Observasi dilakukan terhadap siswa

yang difokuskan pada aktivitas

kelompok maupun individu pada saat

pembelajaran berlangsung. Menurut

Arikunto (2009:35) kriteria penilaian

aktivitas siswa dengan memberi tanda

checklist pada lembar observasi sesuai

dengan kriteria skor 1 = kurang sekali,

skor 2 = kurang, skor 3 = cukup, skor

4 = baik, skor 5 = baik sekali.

2. Hasil belajar siswa digunakan untuk

melihat peningkatan hasil belajar

siswa, dari setiap siklusnya setelah

diadakan tindakan.

F. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul secara

keseluruhan, tahap selanjutnya adalah

mengolah data. Tahap ini merupakan

tahap yang sangat penting karena pada

tahap inilah hasil penelitian dirumuskan.

Analisis data dinilai melalui tes yang dianalisis

dengan menggunakan statistika sederhana

dengan hasil persentase. Tes diberikan setiap

akhir pembelajaran. Menurut Sudjana

(2009:131) persentase dari setiap tes

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut.

f

P = x 100%

N

Keterangan :

P = Persentase ketuntasan

f = Frekuensi

N = Jumlah subjek

100% = Bilangan konstanta tetap

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis hasil penelitian dengan

menggunakan data deskriptif, yaitu persentase

untuk tujuan penelitian yang telah dirumuskan

sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan data

hasil penelitian.

A. Siklus I

1. Perencanaan tindakan

peneliti ini akan menguraikan dan

membahas hasil yang diperoleh dari penelitian

yang dilaksanakan di SD Negeri 14 Banda

Aceh. Pada tahap perencanaan tindakan,

peneliti menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan

hasil belajar siswa pada materi sumber daya

alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh.

Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti

menyusun RPP siklus I sesuai dengan materi

pelajaran yang akan diajarkan, yaitu dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh. Peneliti juga

menyiapkan lembar kerja siswa (LKS), media

pembelajaran, lembar observasi aktivitas

siswa, dan lembar evaluasi.

2. Pelaksanaan tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan pada

siklus I materi yang diajarkan adalah materi

sumber daya alam seperti yang tertera dalam

RPP siklus I. Pelaksanaan tindakan siklus I

dilakukan pada tanggal 15 Mei 2014 dengan

alokasi waktu 2 x 35 menit. Pelaksanaan

tindakan dilakukan dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD yang

diikuti siswa sebanyak 20 orang siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dalam meningkatkan hasil belajar siswa

pada materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh. Adapun pelaksanaan

tindakan siklus I penulis melaksanakan

penelitian dengan mengikuti langkah-langkah

di dalam RPP, adapun kegiatan yang

dilakukan sesuai dengan kegiatan awal,

kegiatan inti, dan kegiatan akhir.

3. Observasi

a. Tingkat Aktivitas Siswa (TAS)

Untuk menilai kriteria aktivitas

siswa sesuai dengan kriteria penilaian yang

ditentukan oleh peneliti. Menurut Arikunto

(2009:35) kriteria penilaian aktivitas siswa

dengan memberi tanda checklist pada lembar

observasi sesuai dengan kriteria skor 1 =

kurang sekali, skor 2 = kurang, skor 3 =

cukup, skor 4 = baik, skor 5 = baik sekali.

Ruhadi, Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Page 40: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

39

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran

dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan

hasil belajar siswa pada materi sumber daya

alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh

pada siklus I belum optimal. Hal ini terlihat

dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh

peneliti selama siklus I yang dilakukan di

kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh.

Menunjukkan bahwa rata-rata

Tingkat Aktivitas Siswa (TAS) pada siklus I

memperoleh rata-rata 3,00 yang menunjukkan

bahwa skor tingkat aktivitas siswa dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh pada kategori

cukup. Oleh karena itu, aktivitas siswa pada

siklus I masih belum efektif dan perlu

dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap

proses pembelajaran pada siklus selanjutnya.

b. Hasil belajar siswa

Penilaian hasil belajar siswa

dilakukan setelah pembelajaran selesai pada

siklus I diperoleh melalui tes hasil belajar.

Dari tes hasil belajar yang diberikan kepada

seluruh siswa kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh diketahui hasil belajar siswa selama

mengikuti pembelajaran dengan penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD

pada materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh pada siklus I

Dari hasil belajar siswa setelah

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh seperti pada

tabel di atas, berdasarkan nilai KKM yang

telah ditetapkan oleh SD Negeri 14 Banda

Aceh, yaitu minimal 65 pada materi sumber

daya alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh menunjukkan rata-rata hasil belajar

siswa mencapai 64,00. Menunjukkan jumlah

siswa yang mencapai ketuntasan belajar secara

individu sebanyak 8 orang siswa dari 20 siswa

sebesar 40%, sedangkan 12 orang siswa dari

20 siswa sebesar 60% lainnya belum mencapai

ketuntasan belajar secara individu. Oleh

karena itu, persentase ketuntasan belajar

siswa masih berada di bawah nilai yang

ditetapkan sebesar 65, maka hasil belajar siswa

pada materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh pada siklus I belum

mencapai ketuntasan belajar secara klasikal.

4. Refleksi

Berdasarkan hasil analisis aktivitas

siswa dan hasil belajar siswa selama siklus I,

dapat disimpulkan hasil refleksi terhadap

peristiwa-peristiwa selama pelaksanaan siklus

I, yaitu sebagai berikut.

a. Tingkat Aktivitas Siswa (TAS) pada

siklus I memperoleh rata-rata 3,00 yang

menunjukkan bahwa skor tingkat

aktivitas siswa dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh pada

kategori cukup. Oleh karena itu,

aktivitas siswa pada siklus I masih

belum efektif dan perlu dilakukan

perbaikan-perbaikan terhadap proses

pembelajaran pada siklus selanjutnya.

b. Rata-rata hasil belajar siswa mencapai

64,00. Menunjukkan jumlah siswa yang

mencapai ketuntasan belajar secara

individu sebanyak 8 orang siswa dari 20

siswa sebesar 40%, sedangkan 12 orang

siswa dari 20 siswa sebesar 60%

lainnya belum mencapai ketuntasan

belajar secara individu. Oleh karena

itu, persentase ketuntasan belajar

siswa masih berada di bawah nilai

yang ditetapkan sebesar 65, maka hasil

belajar siswa pada materi sumber daya

alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh pada siklus I belum mencapai

ketuntasan belajar secara klasikal.

c. Hasil refleksi pada siklus I

menunjukkan kekurangan pada proses

pembelajaran yang dilakukan pada

siklus I pada aktivitas siswa dan hasil

belajar siswa belum mencapai nilai

KKM yang ditetapkan oleh SD

Negeri 14 Banda Aceh. Oleh karena itu,

penulis masih perlu memperbaiki dan

memperhatikan pelaksanaan

pembelajaran pada siklus II.

B. Siklus II

1. Perencanaan tindakan

Peneliti akan menguraikan dan

membahas hasil yang diperoleh dari penelitian

yang dilaksanakan di SD Negeri 14 Banda

Aceh. Pada tahap perencanaan tindakan,

peneliti menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan

hasil belajar siswa pada materi sumber daya

alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 41: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

40

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

Pada tahap perencanaan tindakan, peneliti

menyusun RPP siklus II sesuai dengan materi

pelajaran yang akan diajarkan, yaitu dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh. Peneliti juga

menyiapkan lembar kerja siswa (LKS), media

pembelajaran, lembar observasi aktivitas

siswa, dan lembar evaluasi.

2. Pelaksanaan tindakan

Dalam pelaksanaan tindakan pada

siklus II materi yang diajarkan adalah materi

sumber daya alam seperti yang tertera dalam

RPP siklus II. Pelaksanaan tindakan siklus II

dilakukan pada tanggal 22 Mei 2014 dengan

alokasi waktu 2 x 35 menit. Pelaksanaan

tindakan dilakukan dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD yang

diikuti siswa sebanyak 20 orang siswa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dalam meningkatkan hasil belajar siswa

pada materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh. Adapun

pelaksanaan tindakan siklus II penulis

melaksanakan penelitian dengan mengikuti

langkah-langkah di dalam RPP, adapun

kegiatan yang dilakukan sesuai dengan

kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan

akhir.

3. Observasi

a. Tingkat Aktivitas Siswa (TAS)

Untuk menilai kriteria aktivitas

siswa sesuai dengan kriteria penilaian yang

ditentukan oleh peneliti. Menurut Arikunto

(2009:35) kriteria penilaian aktivitas siswa

dengan memberi tanda checklist pada lembar

observasi sesuai dengan kriteria skor 1 =

kurang sekali, skor 2 = kurang, skor 3 =

cukup, skor 4 = baik, skor 5 = baik sekali.

Aktivitas siswa selama proses pembelajaran

dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan

hasil belajar siswa pada materi sumber daya

alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh

pada siklus II sudah optimal. Hal ini terlihat

dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh

peneliti selama siklus II yang dilakukan di

kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh.

Menunjukkan bahwa rata-rata

Tingkat Aktivitas Siswa (TAS) pada siklus II

memperoleh rata-rata 3,62 yang menunjukkan

bahwa skor tingkat aktivitas siswa dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh pada kategori

baik. Oleh karena itu, aktivitas siswa pada

siklus II sudah efektif.

b. Hasil belajar siswa

Penilaian hasil belajar siswa

dilakukan setelah pembelajaran selesai pada

siklus II diperoleh melalui tes hasil belajar.

Dari tes hasil belajar yang diberikan kepada

seluruh siswa kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh diketahui hasil belajar siswa selama

mengikuti pembelajaran dengan penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe STAD

pada materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh pada siklus II.

Dari hasil belajar siswa setelah

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh, berdasarkan

nilai KKM yang telah ditetapkan oleh SD

Negeri 14 Banda Aceh, yaitu minimal 65 pada

materi sumber daya alam di kelas IV SD

Negeri 14 Banda Aceh menunjukkan rata-rata

hasil belajar siswa mencapai 76,50.

Menunjukkan jumlah siswa yang mencapai

ketuntasan belajar secara individu sebanyak 16

orang siswa dari 20 siswa sebesar 80%,

sedangkan 4 orang siswa dari 20 siswa sebesar

20% lainnya belum mencapai ketuntasan

belajar secara individu. Oleh karena itu,

persentase ketuntasan belajar siswa berada di

atas nilai yang ditetapkan sebesar 65, maka

hasil belajar siswa pada materi sumber daya

alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda Aceh

pada siklus II mencapai ketuntasan belajar

secara klasikal.

4. Refleksi

Berdasarkan hasil analisis aktivitas

siswa dan hasil belajar siswa selama siklus II,

dapat disimpulkan hasil refleksi terhadap

peristiwa-peristiwa selama pelaksanaan siklus

II, yaitu sebagai berikut.

a. Tingkat Aktivitas Siswa (TAS) pada

siklus II memperoleh rata-rata 3,62

yang menunjukkan bahwa skor tingkat

aktivitas siswa dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD

pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh pada

Ruhadi, Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Page 42: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

41

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

kategori baik. Oleh karena itu, aktivitas

siswa pada siklus II sudah efektif.

b. Rata-rata hasil belajar siswa mencapai

76,50. Menunjukkan jumlah siswa yang

mencapai ketuntasan belajar secara

individu sebanyak 16 orang siswa dari

20 siswa sebesar 80%, sedangkan 4

orang siswa dari 20 siswa sebesar 20%

lainnya belum mencapai ketuntasan

belajar secara individu. Oleh karena

itu, persentase ketuntasan belajar siswa

berada di atas nilai yang ditetapkan

sebesar 65, maka hasil belajar siswa

pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh pada

siklus II mencapai ketuntasan belajar

secara klasikal.

c. Hasil refleksi pada siklus II

menunjukkan kekurangan pada proses

pembelajaran yang dilakukan pada

siklus I pada aktivitas siswa dan hasil

belajar siswa sudah terjawab pada

siklus II. Oleh karena itu, penelitian

yang dilakukan telah terjawab dan

meniadakan perpanjangan siklus

berikutnya.

C. Tingkat Aktivitas Siswa (TAS)

Dari hasil penelitian yang telah

dipaparkan sebelumnya, menunjukkan adanya

peningkatan aktivitas siswa untuk setiap

siklusnya. Hal ini terlihat jelas dari hasil

analisis Tingkat Aktivitas Siswa (TAS) yang

memperlihatkan skor aktivitas siswa untuk

siklus I dan siklus II. Hal ini membuktikan

bahwa dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada materi sumber

daya alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh selama pembelajaran dapat ditingkatkan.

Sehingga aktivitas siswa selama

pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti

untuk setiap pertemuannya terus mencapai

peningkatan. Pada siklus I aktivitas siswa

memperoleh rata-rata 3,00 pada kategori

cukup dan pada siklus II aktivitas siswa

memperoleh rata-rata 3,62 pada kategori baik.

D. Hasil Belajar Siswa

Dari hasil analisis hasil belajar

siswa dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada materi sumber

daya alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh menunjukkan adanya peningkatan hasil

belajar siswa untuk setiap siklusnya. Hal ini

terlihat jelas dari rata-rata hasil belajar siswa

pada masing-masing persiklus, yaitu pada

siklus I dan siklus II. Menurut Rusman (2011 :

13) “penilaian dilakukan oleh guru terhadap

hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat

pencapaian kompetensi siswa, serta digunakan

sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan

hasil belajar dan memperbaiki proses

pembelajaran”.

Begitu juga dengan persentase

ketuntasan belajar siswa, yaitu untuk siklus I

siklus II. Hal ini membuktikan hasil belajar

siswa mengalami peningkatan dan lebih baik

untuk setiap siklusnya. Pada siklus I rata-rata

hasil belajar siswa mencapai 64,00 jumlah

siswa yang mencapai ketuntasan belajar secara

individu sebanyak 8 orang siswa dengan

persentase 40%. Pada siklus II rata-rata hasil

belajar siswa mencapai 76,50 jumlah siswa

yang mencapai ketuntasan belajar secara

individu sebanyak sebanyak 16 orang siswa

dengan persentase 80%.

Dari hasil penelitian menunjukkan

adanya peningkatan rata-rata hasil belajar

siswa dengan penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada materi sumber

daya alam di kelas IV SD Negeri 14 Banda

Aceh yang diterapkan guru di kelas VI SD

Negeri 14 Banda Aceh. Menurut Rusman

(2011 : 79) “pengolahan hasil belajar

merupakan bagian yang sangat berkaitan

erat di mana pengolahan hasil belajar yang

baik akan tercermin pada penggunaan hasil

belajar yang diaplikasikan ke dalam berbagai

kegiatan pengembangan pembelajaran”.

Hal ini secara tidak langsung

juga menggambarkan adanya upaya-upaya

guru dalam meningkatkan kualitas

pembelajaran yang dilakukan yang

ditunjukkan dari adanya peningkatan hasil

belajar siswa untuk setiap siklusnya. Sehingga

hal ini juga berdampak positif terhadap hasil

belajar yang diperoleh siswa dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD pada materi sumber daya alam di kelas

IV SD Negeri 14 Banda Aceh.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa.

1. Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan aktivitas siswa pada

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 43: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

42

Drs. Ruhadi, M.Pd* adalah Kepala SD.Negeri 14 Pango Raya Banda Aceh

materi sumber daya alam di kelas IV

SD Negeri 14 Banda Aceh.

2. Penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD dapat

meningkatkan hasil belajar siswa pada

materi sumber daya alam di kelas IV

SD Negeri 14 Banda Aceh.

1. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian yang

telah dilakukan, maka penulis memberikan

beberapa saran untuk mempermudah guru

dalam melaksanakan pembelajaran. adapun

beberapa saran yang ingin dikemukakan

adalah sebagai berikut.

1. Diharapkan kepada guru-guru di SD

Negeri 14 Banda Aceh untuk dapat

menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD karena telah

terbukti bahwa siswa dengan penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

2. Disarankan kepada Kepala Dinas

Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota

Banda Aceh agar dapat meningkatkan

sarana dan prasarana di SD Negeri 14

Banda Aceh demi kemajuan pendidikan

di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2009. Evaluasi Program

Pendidikan Pedoman Teoritis Bagi

Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan.

Bumi Aksara: Jakarta.

_________ . 2010. Prosedur Penelitian

Suatu Pendekatan Praktik. Rineka

Cipta: Jakarta .

Haryanto. 2004. Ilmu Pengetahuan Alam

Kelas IV KTSP. Jakarta : Penerbit

Erlangga

Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran

Inovatif Referensi Guru dalam

Menentukan Model Pembelajaran.

Medan : Media Persada.

Mukhlis. 2005. Metode Statistik. Surabaya:

Tesis PPS Unesa.

Rusman. 2011. Model-model

Pembelajaran Mengembangkan

Profesionalisme Guru. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Rochiati, Wiraaatmadja. 2008. Metoda

Penelitian Tindakan Kelas.

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil

Proses Belajar Mengajar. Cetakan

ketiga belas. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran

Terpadu Konsep, Strategi, dan

Implementasinya dalam Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Cetakan kedua. Jakarta : Bumi

Aksara.

Ruhadi, Penerapan Model Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil Belajar

Page 44: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

43

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

UPAYA GURU DALAM MEMOTIVASI BELAJAR SISWA PADA

PEMBELAJARAN IPS DI SEKOLAH DASAR

(ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN MENUJU PEMBELAJARAN

YANG MENYEANGKAN)

Oleh

M. Husin*

Abstrak

Guru telah melakukan usaha-usaha yang bisa membangkitkan motivasi belajar siswa dalam

pembelajaran IPS antara lain menghubungkan pengajaran dengan pengalaman dan minat

siswa, menerapkan modelling, melaksanakan komunikasi terbuka, memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menyampaikan informasi yang telah dimilikinya, menggali prasyarat-

prasyarat, memberikan latihan/praktek, memberikan latihan terbagi untuk memudahkan

pemahaman siswa, mengkondisikan suasana yang menyenangkan dalam proses

pembelajaran, serta membimbing siswa disaat siswa mendapat kesulitan dalam belajar.

Usaha lain yang dilakukan guru dalam membangkitkan motivasi belajar siswa dalam

pembelajaran IPS antara lain menambahkan program remedial, menggunakan metode

pembelajaran yang variatif, serta guru menerapkan metode karya wisata setiap semester

dengan membawa siswa keluar kelas mengunjungi situs-situs sejarah dan situs budaya.

Kata Kunci : Upaya, motivasi, belajar dan pembelajaran IPS

Pasal 4 UU no. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional

menegaskan bahwa “Pembangunan nasional di

bidang pendidikan adalah mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

yang Maha Esa, serta berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demoktratis serta

bertanggung jawab ”. (http://www.bpkp.go.id.)

Mencapai tujuan tersebut, maka

seorang guru harus berusaha agar anak didik

melakukan kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran akan berjalan dengan baik bila

guru mampu memotivasi anak dalam belajar.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa

apabila anak tidak memiliki motivasi belajar,

maka tidak akan terjadi kegiatan belajar pada

diri anak tersebut. Walaupun begitu, hal itu

kadang-kadang menjadi masalah karena

motivasi bukanlah suatu kondisi. Apabila

motivasi anak itu rendah, umumnya

diasumsikan bahwa prestasi yang

bersangkutan akan rendah dan besar

kemungkinan ia tidak akan mencapai tujuan

belajar. Bila hal ini tidak diperhatikan, tidak

dibantu, siswa gagal dalam belajar.

Sebagai pengajar, guru selalu

membantu perkembangan siswa untuk dapat

menerima dan memahami serta menguasai

ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk itu

guru harus memotivasi siswa agar senantiasa

belajar dalam berbagai kesempatan. Pada

akhirnya, seorang guru dapat memainkan

perannya sebagai motivator dalam proses

belajar mengajar bila guru itu menguasai dan

mampu melakukan keterampilan-keterampilan

didaktik dan metodik yang relevan dengan

situasi dan kondisi para siswa. Dengan

demikian siswa dapat menyerap apa yang telah

diajarkan oleh guru dan besar pengaruhnya

terhadap pertumbuhan dan perkembangan

potensinya. Motivasi belajar kerap dikenali

sebagai daya dorong untuk mencapai hasil

yang baik yang biasanya diwujudkan dalam

bentuk tingkah laku belajar atau menunjukkan

usaha-usaha untuk mencapai tujuan belajar.

Kenyataan di sekolah sekolah masih

banyak ditemukan bahwa guru kurang

meningkatkan motivasi dan kreativitas siswa,

sehingga menyebabkan kurangnya keaktifan

serta motivasi siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Selain itu materi yang

tersampaikan belum dapat dipahami siswa

dengan baik. Hal ini menyebabkan hasil

belajar siswa masih kurang.

Page 45: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

44

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

Motivasi Dalam Belajar Belajar merupakan suatu proses, suatu

kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi

luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil

belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan,

melainkan perubahan kedudukan. (Hamalik,

2010:36). Pengertian belajar merupakan suatu

diantara beberapa faktor psikologis yang turut

berpengaruh dan berkaitan erat. Motivasi itu

sesungguhnya merupakan seluruh proses

gerakan yang mencakup berbagai rangsangan,

dorongan, atau daya pembangkit bagi

terjadinya suatu prilaku. Dorongan dalam

proses gerakan itu pada dasarnya adalah

rangsangan pembangkit bagi terjadinya

perilaku, dalam rangka mencapai suatu tujuan.

Motivasi-motivasi yang timbul pada

diri individu mempunyai peranan dan fungsi

ganda yaitu sebagai pembangkit aktivitas

individu dan sebagai penyeleksi setiap

aktivitas yang dilakukan. Fungsi dan peranan

motivasi memiliki kecenderungan yang sangat

dominan dalam membentuk kepribadian

individu secara optimal. Hamalik (2010:121)

menjelaskan bahwa: ”Motivasi adalah suatu

perubahan energi dalam diri seseorang yang

ditandai oleh timbulnya perasaan dan reaksi

untuk mencapai tujuan. Motivasi memiliki

komponen dalam dan komponen luar. Ada

kaitan yang erat antara motivasi dan

kebutuhan, dan drive, dengan tujuan, dan

insentif”.

Dari pendapat di atas mengenai motif

dan motivasi dapat diambil kesimpulan bahwa

motif adalah suatu tenaga yang mendorong

atau menggerakkan individu untuk bertindak

melakukan sesuatu sedangkan motivasi adalah

suatu kondisi yang tercipta atau diciptakan

untuk membangkitkan dalam diri individu agar

mencapai tujuan tertentu. Adapun yang

dimaksud dengan motivasi belajar adalah

kekuatan-kekuatan atau tenaga-tenaga yang

dapat memberikan dorongan kepada kegiatan

belajar siswa.

Tingkah laku yang ditimbulkan oleh

situasi sangat dipengaruhi oleh seberapa

besarnya motivasi yang ditimbulkan pada diri

individu berarti pula perubahan energi yang

dimanfaatkanpun akan semakin besar, serta

didahului adanya reaksi-reaksi yang ingin

dicapai. Jadi motivasi belajar sebagai sistem

bimbingan internal yang berusaha untuk

menetapkan fokus anak dalam hal belajar,

namun harus berdiri pada dirinya sendiri dan

berkompetisi melawan semua hal menarik lain

pada eksistensi keseharian.

Sardiman (2011:75) mengemukakan

bahwa: ”Dalam kegiatan belajar motivasi

dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya

penggerak di dalam diri siswa yang

menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin

kelangsungan dari kegiatan belajar dan

memberikan arah pada kegiatan belajar,

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek

belajar itu dapat tercapai”. Hamalik

(2010:105) mengatakan bahwa: ”Perbuatan

belajar akan berhasil bila berdasarkan motivasi

pada diri siswa. Siswa mungkin dapat dipaksa

untuk melakukan suatu perbuatan, tetapi dia

tidak mungkin dipaksa untuk menghayati

perbuatan itu sebagaimana mestinya”.

Motivasi belajar adalah dorongan atau

kekuatan dalam diri siswa yang menimbulkan

kegiatan serta arah belajar untuk mencapai

tujuan yang dikehendaki siswa.

Pendekatan Pembelajaran IPS di Sekolah

Dasar Pengajaran IPS untuk tingkat

pendidikan dasar, merupakan penyederhanaan,

adaptasi, seleksi, dan modifikasi dari disiplin

akademis ilmu-ilmu sosial yang diorganisir

dan disajikan secara ilmiah dan

paedagogis/psikologis pendidikan dasar dan

menengah dalam kerangka mewujudkan tujuan

pendidikan nasional yang berdasarkan

Pancasila (Saidihardjo, 2007:5). Perbedaan

yang menonjol antara Pendidikan Ilmu Sosial

dengan Pengajaran IPS terletak pada tingkat

kesukaran bahan dan intensitas penelitian

sosial serta kontribusinya dalam penyiapan

guru-guru IPS pada tingkat pendidikan dasar.

Pada Pendidikan Ilmu Sosial untuk

tingkat pendidikan tinggi, tidak ada istilah

penyederhanaan, memodifikasi bahan dari

disiplin Ilmu-ilmu Sosial seperti yang ada pada

tingkat pendidikan dasar dan menengah,

namun yang ada adalah seleksi bahan,

walaupun demkian tetap tidak boleh merubah

keutuhan dan sistematika struktur disiplin ilmu

sosial itu sendiri.

Sebenarnya bahan untuk pengajaran

IPS untuk pendidikan dasar bisa saja

diorganisir secara sistematis, tetapi untuk

tingkat pendidikan dasar dan menengah ada

masalah yaitu tingkat kecerdasan dan

membantu dalam hidup bermasyarakat. Oleh

Page 46: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

45

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

karena itu bahannya harus disusun secara

psikologis agar lebih menarik dan sesuai

dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa materi IPS diambil

atau dipilih (setelah disederhanakan sesuai

dengan tingkat kematangan dan perkembangan

siswa) dari bagian-bagian pengetahuan atau

konsep-konsep Ilmu-ilmu Sosial yang

disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan

usia siswa. Dengan demikian berarti Ilmu-ilmu

Sosial merupakan sumber materi atau isi dari

IPS. Sebagai bidang studi dalam kurikulum

sekolah, IPS berbeda dengan Ilmu-ilmu Sosial.

IPS sebagai disiplin ilmu yang memiliki obyek

kajian, metodologi penyelidikan dan struktur

konsep, generalisas, dan teori tersendiri.

Menurut Hidayati (2007:8) bahwa:

“Materi IPS yang diambil dari

penyederhanaan/pengadaptasian bagian

pengetahuan dari Ilmu-ilmu Sosial terdiri dari:

(1) Fakta, konsep, generalisasi, dan teori; (2)

Metodologi penyelidikan dari masing-masing

ilmu-ilmu Sosial; (3) Keterampilan-

keterampilan intelektual yang diperlukan

dalam metodologi penyelidikan Ilmu-ilmu

Sosial”. Dalam pengajaran IPS menekankan

pada proses atau keterampilan proses dalam

pencapaian hasil belajar. Metode yang

digunakan ditekankan pada kegiatan

pendidikan (inquiry) dan pembelajaran

berpusat pada cara belajar siswa aktif.

Metodologi pengajaran yang digunakan antara

lain: model pembelajaran inquiry-discovery,

model pembelajaan konsep, model klasifikasi

nilai, dan model kontekstual, cooperative

learning dan inkuiri.

Pengajaran IPS pada saat sekarang ini

memiliki beberapa ciri khusus antara lain:

1. Tujuan pengajaran IPS adalah

menjadikan “warga negara yang baik”

(good zitizen). Hal ini menjadi tujuan

utama pengajaran IPS dalam

masyarakat demokratis.

2. IPS bukan sekedar “Ilmu-ilmu Sosial

yang disederhanakan untuk keperluan

pendidikan di sekolah”, karena IPS

selain mencakup pengetahuan

(knowledge) dan metode penyelidikan

ilmiah dari Ilmu-ilmu Sosial juga

mencakup komponen-komponen lain

seperti pendidikan, etika, filsafat,

agama, sosial, serta bahan

pengetahuan dari sumber-sumber

disiplin lainnya.

3. Komponen “pengambilan keputusan”

secara rasional harus dilakukan oleh

seorang warga negara yang baik dan

“pendidikan nilai”, keduanya

merupakan bagian penting dalam

pengajaran IPS.

4. Komponen “keterampilan-

keterampilan dasar” (basic skill) yang

terdiri dari keterampilan berfikir

(intelektual), keterampilan melakukan

penyelidikan inquiry dalam Ilmu-ilmu

Sosial, keterampilan studi (akademis),

dan keterampilan sosial, juga harus

diajarkan dalam pengajaan IPS. Hal

ini dimaksudkan agar siswa dapat

mencapai tujuan sebagai warga

negara yang baik dan dapat

mengambil keputusan secara rasional.

5. Strategi pengajaran yang dianut

dalam IPS menekankan pada model-

model pengajaran yang melibatkan

siswa secara aktif dalam kegiatan

belajar mengajar (misalnya CBSA,

activity based learning) seperti

strategi pembelajaran inquiry-

discovery (social science inquiry),

strategi pembelajaran konsep, model

klarifikasi nilai, dan sebagainya.

Berdasarkan kelembagaannya,

pendidikan di Indonesia dibedakan menjadi

tiga tingkat, yaitu: (1) Sekolah Pendidikan

Dasar. (2) Sekolah Pendidikan Menengah. (3)

Perguruan Tinggi dan Akademi. Setiap

lembaga pendidikan tersebut memiliki tujuan

institusional masing-masing. Ditinjau dari

sistem pendidikan secara menyeluruh, tujuan

institusional tersebut merupakan penjabaran

dari Tujuan Pendidikan Nasional. Oleh karena

itu Tujuan Institusional Pendidikan Dasar

menurut Hidayati (2007:9) dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Membekali anak didik dengan sikap,

pengetahuan, dan keterampilan dasar

untuk dapat mengembangkan

pribadinya sebagai anggota

masyarakat yang dapat meningkatkan

kemampuan dirinya sendiri dan dapat

ikut mensejahterakan masyarakat.

2. Membekali anak didik dengan

kemampuan ilmu dan pengetahuan

dasar untuk melanjutkan pendidikan

ketingkat yang lebih tinggi.

Dengan pengetahuan, nilai, sikap, dan

kemampuan yang demikian, keluaran sekolah

Page 47: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

46

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

pendidikan dasar diharapkan dapat

mengembangkan pribadinya sebagai warga

masyarakat yang secara minimal mampu

berdiri di atas kaki sendiri dan dapat

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih

tinggi. Mengingat hakikat IPS merupakan

perpaduan pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial

dan harus mencerminkan sifat interdisipliner,

oleh karena itu tujuan pengajaran IPS menurut

Hidayati (2007:9) sebagai berikut:

1. Membekali anak didik dengan

pengetahuan sosial yang berguna

dalam kehidupan di masyarakat.

2. Membekali anak didik dengan

kemampuan mengidentifikasi,

menganalisis, dan menyusun

alternatif pemecahan masalah sosial

yang terjadi dalam kehidupan di

masyarakat.

3. Membekali anak didik dengan

kemampuan berkomunikasi dengan

sesama warga masyarakat dan dengan

berbagai bidang keilmuan serta

berbagai keahlian.

4. Membekali anak didik dengan

kesadaran, sikap mental yang positif,

dan keterampilan terhadap lingkungan

hidup yang menjadi bagian dari

kehidupannya yang tidak terpisahkan.

5. Membekali anak didik dengan

kemampuan mengembangkan

pengetahuan dan keilmuan IPS sesuai

dengan perkembangan kehidupan,

perkembangan masyarakat,

perkembangan ilmu, dan teknologi.

Berdasarkan taksonomi tujuan

pendidikan dari Bloom, tujuan instruksional

dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : cognitive

domain, affective-domain dan psychomotor

domain (Bloom Benjamin dalam Hidayati,

2007:9). Dalam ranah kognitif dapatlah

dikatakan bahwa dalam hal-hal tentang

manusia dan dunianya itu harus dapat dinalar

supaya dapat dijadikan alat pengambilan

keputusan yang rasional dan tepat. Jadi bahan

kajian IPS bukanlah hal yang bersifat hafalan

belaka, melainkan yang mendorong daya nalar

yang kreatif. Dengan demikian yang

dikehendaki bukanlah hanya fakta tentang

manusia dan dunia sekelilingnya, malainkan

terutama adalah konsep dan generalisasi yang

diambil dari analisis tentang manusia dan

lingkungannya. Pengetahuan yang diperoleh

dari hafalan kurang dapat bermakna, akan

tetapi pengetahuan yang diperoleh dengan

pengertian dan pemahaman akan lebih

fungsional.

Apabila perolehan pengetahuan dan

pemahaman dapat mendorong tindakan yang

berdasarkan nalar, diharapkan dapat dijadikan

alat berkiprah dengan tepat dalam kehidupan

siswa, oleh karena itu semangat ilmiah dan

imajinasi juga sangat penting. Inilah bagian

yang termasuk dalam afektif disamping nilai

dan sikap terhadap pengetahuan (dalam hal ini

IPS) juga yang lebih penting nilai dan sikap

terhadap masyarakat dan kemanusiaan, seperti

menghargai martabat manusia dan peka

terhadap perasaan orang lain, lebih-lebih lagi

nilai dan sikap terhadap negara dan bangsa.

Tujuan keterampilan yang dapat diraih dalam

pengajaran IPS adalah sangat luas.

Keterampilan-keterampilan yang harus

dikembangkan sudah barang tentu juga

meliputi keterampilan-keterampilan yang

dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan,

nilai dan sikap.

Guru dalam Membangkitkan Motivasi

Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS

Sebagai pengajar dan pendidikan guru

seharusnya membantu perkembangan siswa

untuk dapat menerima dan memahami serta

menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Untuk itu guru harus memotivasi siswa agar

senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan.

Pada akhirnya, seorang guru dapat memainkan

perannya sebagai motivator dalam proses

belajar mengajar bila guru itu menguasai dan

mampu melakukan keterampilan-keterampilan

didaktik dan metodik yang relevan dengan

situasi dan kondisi para siswa. Dengan

demikian siswa dapat menyerap apa yang telah

diajarkan oleh guru dan besar pengaruhnya

terhadap pertumbuhan dan perkembangan

potensinya.

Guru dapat membangkitkan motivasi

belajar siswa dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Kebermaknaan

Sesuatu yang dirasakan penting,

berharga, akan mempunyai nilai tertentu bagi

siswa. Menurut Hamalik (2010:156) bahwa:

”Siswa akan suka dan termotivasi belajar

apabila hal-hal yang dipelajari mengandung

makna tertentu baginya. Kebermaknaan

sebenarnya bersifat personal karena dirasakan

sebagai sesuatu yang penting bagi diri

seseorang”. Ada kemungkinan pelajaran yang

Page 48: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

47

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

disajikan oleh guru tidak dirasakan sebagai

bermakna berusaha menjadikan pelajarannya

dengan makna bagi semua siswa. Caranya

ialah dengan mengaitkan pelajarannya dengan

pengalaman masa lampau siswa, tujuan-tujuan

masa mendatang, minat serta nilai-nilai yang

berarti bagi mereka.

a) Hubungan pengajaran dengan

pengalaman para siswa

Pelajaran akan bermakna bagi siswa

jika guru berusaha menghubungkan

dengan pengalaman masa lampau,

atau pengalaman-pengalaman yang

telah mereka miliki sebelumya.

Misalnya guru menjelaskan suatu

topik dalam pelajaran IPS, maka guru

dapat menghubungkannya dengan

pengalaman siswa misalnya tentang

kegiatan-kegiatan IPS yang telah

mereka lakukan sebelumnya. Cara itu

berdasarkan pada asumsi bahwa apa-

apa yang telah mereka miliki sebagai

pengalaman akan merangsang

motivasinya untuk mempelajari

masalah itu lebih lanjut

b) Hubungan pengajaran IPS dengan

minat siswa

Sesuatu yang menarik minat dan nilai

tertinggi bagi siswa berarti bermakna

baginya. Karena itu, guru hendaknya

berusaha menyesuaikan pelajaran

(tujuan, materi, dan metodik) dengan

minat para siswanya. Caranya antara

lain memberikan kesempatan ada

pada siswa berperan serta memilih.

2. Modelling

Siswa akan suka memperoleh tingkah

laku baru bila disaksikan dan ditirunya.

Pelajaran akan lebih mudah dihayati dan

diterapkan oleh siswa jika guru

mengajarkannya dala bentuk tingkah laku

model, bukan dengan hanya

menceramahkan/menceritakannya secara lisan.

Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat

mengamati dan menirukan apa yang

diinginkan oleh guru. Menurut Hamalik

(2010:157) terdapat beberapa petunjuk yang

perlu diperhatikan dalam teknik modelling

adalah sebagai berikut:

1) Guru supaya menetapkan aspek-aspek

penting dari tingkah laku yang akan

dipertunjukkan sebagai model.

Jelaskan setiap tahap dan keputusan

yang akan ditempuh agar mudah

diterima oleh siswa.

2) Siswa yang dapat meniru model yang

telah dipertunjukkan hendaknya

diberikan ganjaran yang setimpal.

3) Model harus diamati sebagai suatu

pribadi yang lebih tinggi daripada

siswa sendiri, yang mempertujukkan

hal-hal yang lebih ditiru oleh siswa.

4) Hindarkan jangan sampai tingkah

laku model berbenturan dengan nilai-

nilai atau keyakinan siswa sendiri.

5) Modelling disajikan dalam teknik

mengajar atau dalam keterampilan

sosial.

3. Komunikasi terbuka

Siswa lebih suka belajar bila

penyajian terstruktur supaya pesan-pesan guru

terbuka terhadap pengawasan siswa. Menurut

Hamalik (2010:158), Ada beberapa cara yang

dapat ditempuh untuk melaksanakan

komunikasi terbuka, yaitu sebagai berikut:

1) Kemukakan tujuan yang hendak

dicapai kepada para siswa agar

mendapat perhatian siswa mereka.

2) Tunjukkan hubungan-hubungan,

kunci agar siswa benar-benar

mamahami apa-apa yang sedang

diperbincangkan.

3) Jelaskan pelajaran secara nyata,

diusahakan menggunakan media

instruksional sehingga lebih

menjelaskan masalah yang sedang

dibahas.

Pelajaran dirasakan akan bermakana

bagi diri siswa apabila pelajaran itu dapat

dilaksanakan atau digunakan pada kehidupan

sehari-hari diluar kelas pada masa mendatang.

Untuk itu, guru hendaknya menyajikan

macam-macam situasi yang mungkin ditemui

oleh siswa pada waktu mendatang. Untuk itu

mereka membutuhkan pengetahuan dan

keterampilan tertentu. Bila siswa telah

menyadari tentang kemungkinan aplikasi

pelajaran tersebut maka sudah tentu motivasi

belajar akan tergugah dan merangsang

kegiatan belajar lebih efektif.

4. Prasyarat

Apa yang telah dipelajari oleh siswa

sebelumnya mungkin merupakan faktor

penting yag menetukan hasil atau gagalnya

siswa belajar. Menurut Hamalik (2010:159)

Page 49: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

48

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

bahwa: ”Kesempatan belajar bagi siswa yang

telah memiliki informasi dan keterampilan

yang mendasari perilaku yang baru akan lebih

besar. Karena itu, guru hendaknya

mengetahui/mengenali prasyarat-prasyarat

yang telah mereka miliki”. Siswa yang berada

dalam kelompok yang berprasyarat akan

mudah mengamati hubungan antara

pengetahuan yang sederhana yang telah

dimiliki dengan pengetahuan yang komplek

yang akan dipelajari. Berbeda halnya siswa

yang belum memiliki prasyarat yang

diperlukan, ternyata lebih sulit menerima

pelajaran baru dengan kemungkinan timbulnya

kegagalan dan frustasi.

Untuk mengenali apakah siswa telah

memiliki prayarat yang dibutuhkan itu, maka

guru dapat melakukan analisis terhadap tugas,

topik, dan tujuan yang dicapai. Kemudian guru

memberikan tes mengenai prasyarat tersebut.

Bertitik tolak dari keadaan siswa tersebut guru

akan lebih mudah menyesuaikan pelajarannya

sehingga membangkitkan motivasi belajar

yang lebih tinggi dikalangan siswa.

5. Novelty

Siswa akan termotivasi untuk belajar

apabila penyajian pelajaran diaksanakan

dengan hal-hal yang baru atau belum pernah

dialami oleh siswa diasajikan secara menarik

dan berinovasi. Menurut Hamalik (2010:159)

bahwa: ”Siswa lebih senang belajar bila

perhatiannya ditarik oleh penyajian-penyajian

yang baru (novelty) atau masih asing”. Sesuatu

gaya dan alat yang baru masing-masing bagi

siswa akan lebih menarik perhatian mereka

untuk belajar, misalnya yang belum pernah

dilihat sebelumnya. Cara-cara tersebut

misalnya menggunakan berbagai metode

mengajar secara bervariasi, berbagai alat

bantu, tugas macam-macam kegiatan yang

mungkin asing bagi mereka.

6. Latihan/praktek yang aktif dan bermanfaat

Siswa lebih senang belajar jika

mengambil bagian yang aktif dalam

latihan/praktek untuk mencapai tujuan

pengajaran. Praktek secara aktif berarti siswa

mengerjakan sendiri, bukan mendengarkan

ceramah dan mencatat pada buku tulis.

Pengajaran hendaknya disesuaikan dengan

prinsip ini, menurut Hamalik (2010:160)

metode latihan dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

1) Usahakan agar siswa sebanyak

mungkin menjawab pertanyaan-

pertanyaan atau memberikan respon

terhadap pertanyaan guru, sedangkan

siswa lainnya menulis jawaban-

jawaban dan menanggapi dengan

lisan.

2) Mintalah agar siswa menyusun atau

menata kembali informasi yang

diperolehnya dari bacaan.

3) Sediakan laboratorium dan situasi

praktek lapangan berdasarkan tujuan

penganjaran yang telah dirumuskan.

7. Latihan terbagi

Siswa lebih suka belajar apabila

latihan-latihan dilaksanakan dalam jadwal-

jadwal waktu yang singkat tetapi sering

dilakukan selama periode waktu tertentu.

Menurut Hamalik (2010:160) bahwa: ”Siswa

lebih senang belajar jika latihan dibagi

menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek.

Latihan-latihan secara demikian akan lebih

meningkatkan motivasi siswa belajar

dibandingkan dengan latihan yang

menggunakan sekaligus dalam jangka waktu

yang panjang”. Cara yang terakhir itu akan

melelahkan siswa, bahkan mungkin

menyebabkan mereka tidak menyenangi

pelajaran, serta mengalami kekeliruan dalam

mempraktekkannya.

8. Kurangi secara sistematis paksaan belajar

Pada waktu mulai belajar, siswa perlu

diberi paksaan atau pemompaan. Akan tetapi

bagi siswa yang sudah mulai mengusai

pelajaran, maka secara sistematik pemompaan

itu dikurangi dan akhirnya lambat laun siswa

dapat belajar sendiri. Harus dihindarkan

jangan sampai mau belajar tergantung pada

pemompaan saja. Lagi pula pemompaan itu

jangan terlalu segera dihilangkan karena

mungkin siswa mendapat kekeliruan. Cara itu

memang perlu dilaksanakan dalam rangkaian

meningkatkan motivasi belajar siswa.

9. Kondisi yang menyenangkan

Siswa akan lebih senang melanjutkan

belajarnya jika kondisi pengajaran

menyenangkan. Meka guru dapat melakukan

cara berikut:

1) Usahakan jangan mengulangi hal-hal

yang telah mereka ketahui, karena

akan menyebabkan kejenuhan.

Page 50: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

49

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

2) Suasana fisik kelas jangan sampai

membosankan.

3) Hindarkan terjadinya frustasi

dikarenakan situasi kelas yang tak

menentu atau mengajukan permintaan

yang tak masuk akal, dan diluar

jangkauan pikiran manusia.

4) Hirdarkan suasana kelas yang bersifat

emosional sebagai akibat adanya

kontak personal.

Menurut Hamalik (2010:161), untuk

menciptakan kondisi yang menyenangkan

dapat dilakukan dengan cara-cara berikut :

1) Siapkan tugas yang menantang

selama diselenggarakannya latihan.

2) Berikan siswa pengetahuan tentang

hasil-hasil yang telah dicapai oleh

masingmasing siswa.

3) Berikan ganjaran yang pantas

terhadap usaha-usaha yang dilakukan

oleh siswa.

Strategi Guru untuk Membangkitkan

Motivasi Siswa Belajar IPS

Strategi merupakan usaha untuk

memperoleh kesuksesan dan keberhasilan

dalam mencapai tujuan. Strategi merupakan

hal yang perlu di perhatikan oleh seorang guru

dalam proses pembelajaran. Menurut Sanjaya

(2007:124) bahwa: “Strategi pembelajaran

merupakan perencanaan yang berisi tentang

rangkaian kegiatan yang didesain untuk

mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Wena

(2009:5), “Ada 3 jenis strategi yang berkaitan

dengan pembelajaran, yakni: (1) strategi

pengorganisasian, (2) strategi penyampaian,

dan (3) strategi pengelolaan”.

1. Strategi Pengorganisasian

Cara guru memilih dan menetapkan

bahan pembelaran,dengan urutan bahan,

membuat rumusan bahan yang sesuai dengan

isi pokok bahasan, merangkum menjadi satu

kesimpulan,yang keseluruhan nya mengacu

pada tujuan pembelajaran yang akan di

capai.Hal ini sesuai dengen pendapat

Roestiyah (2008:40) menyatakan bahwa:

”Strategi mengorganisasi isi pelajaran disebut

sebagai struktural strategi, yang mengacu pada

cara untuk membuat urutan dan mensintesis

fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang

berkaitan”. Selanjutnya Made (2009:5)

menyatakan bahwa: ”Strategi

pengorganisasian merupakan cara untuk

menata isi suatu bidang studi, dan kegiatan ini

berhubungan dengan tindakan pemilihan

isi/materi, penataan isi, pembuatan diagram,

format dan sejenisnya”. Strategi

pengorganisasian, lebih lanjut dibedakan

menjadi dua jenis, yaitu strategi mikro dan

strategi makro. Strategi mikro mengacu

kepada metode untuk pengorganisasian isi

pembelajaran yang berkisar pada satu konsep,

atau prosedur atau prinsip. Strategi makro

mengacu kepada metode untuk

mengorganisasi isi pembelajaran yang

melibatkan lebih dari satu konsep atau

prosedur atau prinsip.

Strategi makro berurusan dengan

bagaimana memilih, menata urusan, membuat

sintesis dan rangkuman isi pembelajaran yang

saling berkaitan. Pemilihan isi berdasarkan

tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,

mengacu pada penentapan konsep apa yang

diperlukan untuk mencapai tujuan itu.

Penataan urutan isi mengacu pada keputusan

untuk menata dengan urutan tertentu konsep

yang akan diajarkan. Pembuatan sintesis

diantara konsep prosedur atau prinsip.

Pembuatan rangkuman mengacu kepada

keputusan tentang bagaimana cara melakukan

tinjauan ulang konsep serta kaitan yang sudah

diajarkan.

2. Strategi Penyampaian

Merupaan cara yang dipilih oleh guru

atau menetap kan nya bisa bersama-sama

dengen siswa, baik itu dari pemilihan media

maupun metode yang akan di gunakan.

Menerut Wena (2009:6) mengatakan bahwa:

”Strategi penyampaian adalah cara untuk

menyampaikan pembelajaran pada siswa

dan/atau untuk menerima atau merespons

masukan dari siswa”. Uraian mengenai strategi

penyampaian pembelajaran menekankan pada

media apa yang dipakai untuk menyampaikan

pembelajaran, kegiatan belajar apa yang

dilakukan siswa, dan struktur belajar mengajar

bagaimana yang digunakan.

3. Strategi Pengelolaan

Merupakan komponen variabel

metode yang berurusan dengan bagaimana

menata interaksi pembelajaran dengan

variabel metode pembelajaran lain nya.

Strategi ini berkaitan dengan pembelajaran lain

nya. Begitu juga yang di katkan Wena

(2009:6) bahwa strategi pengelolaan adalah

cara untuk menata interaksi antara siswa dan

Page 51: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

50

Drs. M. Husin, M.Pd* adalah Dosen pada Prodi PGSD Unsyiah

variabel strategi pembelajaran lainnya

(variabel strategi pengorganisasian dan strategi

penyampaian). Strategi pengelolaan

pembelajaran berhubungan dengan pemilihan

tentang strategi pengorganisasian dan strategi

penyampaian yang digunakan selama proses

pembelajaran berlangsung. Strategi

pengelolaan pembelajaran berhubungan

dengan penjadwalan, pembuatan catatan

kemajuan siswa, dan motivasi.

PENUTUP

Guru melakukan usaha-usaha

membangkitkan motivasi belajar siswa dalam

pembelajaran IPS antara lain menghubungkan

pengajaran dengan pengalaman dan minat

siswa, menerapkan modelling, melaksanakan

komunikasi terbuka, memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menyampaikan informasi

yang telah dimilikinya, menggali prasyarat-

prasyarat, memberikan latihan/praktek,

memberikan latihan terbagi untuk

memudahkan pemahaman siswa,

mengkondisikan suasana yang menyenangkan

dalam proses pembelajaran, serta membimbing

siswa disaat siswa mendapat kesulitan dalam

belajar. Usaha lain yang dilakukan guru dalam

membangkitkan motivasi belajar siswa dalam

pembelajaran IPS antara lain menambahkan

program remedial, menggunakan metode

pembelajaran yang variatif, meningkatkan

fungsi perpustakaan sekolah, mengadakan

perlombaan cerdas cermat dalam bidang IPS,

serta guru menerapkan metode karya wisata

setiap semester dengan menbawa siswa keluar

kelas mengunjungi situs-situs sejarah dan situs

budaya.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. Pasal 4 UU No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional.

http://www.bpkp.go.id. Diakses 6

Januari 2012.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,

Rineka Cipta. Jakarta.

Dimyati, dkk. (2009). Belajar dan

Pembelajaran, Rineka Cipta. Jakarta.

Hamalik, Oemar (2010). Perencanaan

Pengajaran Berdasarkan Sistem, PT.

Bumi Aksara. Jakarta.

________. (2010). Kurikulum dan

Pembelajaran, PT. Bumi Aksara.

Jakarta.

Hidayati. (2007). Bahan Ajar Pelatihan

Implementasi ”Pakem” Pada Bidang

Studi IPS Sekolah Dasar, Depdiknas.

Universitas Yokyakarta.

Maha, Ramly. (2000). Perancangan

Pembelajaran Sistem Ilmu

Pengetahuan Sosial, Rajawali Pers.

Jakarta.

Poerwadarminta (2010). Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta.

Roestiyah, N.K. (2008). Strategi Belajar

Mengajar, Salah Satu Unsur

Pelaksanaan Strategi Belajar

Mengajar: Teknik Penyajian, Rineka

Cipta. Jakarta.

Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran,

Kencana. Jakarta.

Sardiman, A.M. (2011). Interaksi dan

Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali

Pers. Jakarta.

Soedjiono, Anas. (2005). Pengantar Statistik

Pendidikan, Rajawali Pers. Jakarta.

Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran

Inovatif Kontemporer Strategi

Pembelajaran Inovatif Kontemporer:

Suatu Tinjauan Konseptual

Operasional, PT. Bumi Aksara.

Bandung.

Page 52: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

51

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

THE BARRIERS OF IMPLIMANTATION THE CHARACTER VALUE AND LOCAL

WISDOM LEARNING MATERIALS ANALYSIS OF SOCIOLOGY

SUBJECS IN HIGH SCHOOL BANDA ACEH

Oleh

Abubakar* dan Anwar**

Abstract

Begin 1976 the sociology officially became the subjects in senior high school, the main

problem is not the availability of learning that teachers have a background of sociology, this

led to a lack of ability of teachers in preparing and teaching material models based on local

wisdom, learning is often focused on textbooks alone, so that the development paradigm

character education can not be realized, unattractive and boring lessons, students learned

much from the local values and life experiences, this study is one of the important effort to

find the exact model of learning with the learning principles of sociology and the

availability of teaching materials which corresponds the paradigm of character education

and be able to identify various barriers and were able to find a way out. This research

method is descriptive qualitative triangulation approach, results show, shows,

Implementation character values based on local wisdom in teaching sociology in Banda

Aceh has some problems and become obstacles are: The existence of a standard regulatory

measurement of national education through the national final examination (standardized

testing) which emphasizes the realm koqnitif course, this raises the contradictory because it

is centralized, making it hard Implementation indigenous values that are decentralized.

Teachers do not have the experience of teaching sociology, they are not in field of

sociology, teaching sociology is additional subjects other than teaching main task in

mayority, with such conditions are often the task of teaching sociology courses in Banda

Aceh is a double play (multiple roles). The material used is a national and centralized

textbooks, teachers have not been able to develop special materials in the classroom-based

learning in the region. Many parents no longer pay attention to their children's education in

every school, they assume teenager education is the responsibility of school, the task of

parents is to deliver and finance only.

Key Words : Teaching Caracter Value and Local Wisdom

Tujuan pendidikan pada umumnya bernilai

baik, yaitu sebagai usaha sadar, sistimatis dan

terencana, yang bertujuan membentuk manusia

yang berkepribadian sesuai dengan karakter

bangsa dan masyarakatnya, banyak faktor

yang dapat mempengaruhi pendidikan, salah

satu factor yang menentukan (determinan

factor) tersedianya sumber daya manusia yang

kompeten menurut bidangnya, serta faktor lain

yang cukup penting adalah peran serta

masyarakat sebagai sumber belajar, hal ini

penting karena apa yang diberikan dan

dikembangkan di sekolah merupakan segala

sesuatu yang dibutuhkan dan apa yang

tersedia di masyarakat, oleh sebab itu

sesungguhnya apa yang dipelajari di sekolah

tidak boleh terlepas dari apa yang ada di dalam

masyarakatnya, apa bila itu terjadi maka akan

muncul apa yang disebut oleh Hary A

Gunawan 2013 dengan gejala desintegratif,

yaitu berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-

nilai umum yang telah berlaku di masyarakat,

dengan demikian maksud dari tujuan

pendidikan yang sebenarnya tidak tercapai.

Provinsi Aceh merupakan daerah khusus

yang memiliki berbagai potensi, baik potensi

alam dan potensi sosialnya, serta memiliki

berbagai kearifan lokal yang selaras dengan

nilai-nilai Syariat Islam, demikian juga hal

dengan Kota Banda yang telah menetap

visinya menjadi kota madani berbasis Syariat

Islam, untuk itu perlu adanya upaya berbagai

pihak termasuk guru dalam mengembangkan

nilai-nilai Islami guna mewujudkan visi

tersebut, termasuk melalui berbagai

pembelajaran di sekolah adalah upaya nyata

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 53: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

52

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

dalam penanaman nilai-nilai kearifan lokal

pada generasi mudanya.

Salah satu pembelajaran penting

untuk mencapai tujuan itu adalah

pembelajaran mata pelajaran sosiologi, namun

sering sosiologi di anggap sebagai mata

pelajaran pelengkap, bahkan mata pelajaran

sosiologi hanya di berikan pada anak-anak

kelompok IPS saja, sering orang berpikir IPS

adalah jurusan di mana tempat berkumpulnya

anak-anak kurang cerdas dan nakal,

Pemahaman seperti itu akan terbagunnya

paradigma berpikir (frame of mind)

kebanyakan kita menyangkut dikhatomi

kelompok ilmu IPA dan IPS, IPA prioritas

sedangkan IPS menjadi alternatif, dengan

demikian tanpa kita sadari pembelajaranpun

akan berjalan seadanya saja dan mengikuti

karakter siswa sesuai dengan anggapan di atas.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini bersifat kualitatif,

responden penelitian berasal dari seluruh guru

pengajar mata pelajaran sosiologi pada SMA

Kota Banda Aceh, beserta beberapa unsur dari

pihak terkait seperti pakar-pakar sosiologi dan

tokoh adat budaya yang dianggap memilki

pengetahuan sesuai dengan masalah yang

diteliti dan data yang diperlukan. Teknik

pengumpulan adalah wawancara mendalam,

observasi dan dokumentasi.

Pengolahan dan Analisis Data, data

yang terkumpul akan di olah dengan

Dengan metoda

kualitatif. Tujuannya untuk menggambarkan

katagori-katagori yang relevan dengan tujuan

yang ingin di capai dalam penelitian, sehingga

melahirkan luaran penelitian yang sempurna.

Reduksi data dilakukan sebagai usaha sejak

awal penelitian secara terus menerus, hal ini

di tempuh untuk menghindari penumpukan

data, sehingga memungkinkan peneliti

mengumpulkan data secara terus menerus

untuk memperdalam setiap temuan

sebelumnya dan untuk mempertajam data

data yang sudah ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembelajaran Sosiologi di Indonesia

termasuk mata pelajaran baru, masuk dalam

kurikulum Indonesia mulai tahun 1994, model

pembelajaran dan berbagai tujuannya terus

berkembang sesuai dengan arah tujuan, visi

utama pendidikan Indonesia yaitu

pembentukan karakter sesuai dengan Undang-

undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20

Tahun 2003, Pasal 3. Mengingat Indonesia

memiliki 1.128 suku mendiami pulau yang

berbeda-beda, maka nilai-nilai karakter perlu

diselaraskan pula dengan kearifan lokalnya,

sehingga hasil pembelajaran bermanfaat bagi

lulusannya ketika kembali ke masyarakat

lingkungannya.

Bagi guru sosiologi menyelaraskan

nilai-nilai karakter yang telah ditetapkan

secara nasional dengan nilai-nilai kearifan

lokal dirasa masih banyak hambatan,

hambatan itu baik yang berasal dari guru itu

sendiri, buku ajar, kurikulum dan model

pembelajaran yang belum selaras dengan

harapan pembelajaran yang diinginkan, bahkan

hambatan tersebut bersumber dari regulasi

pemerintah sendiri. Berikut ini penulis

mencoba mendeskripsikan beberapa problema

pembelajaran sosiologi berdasarkan hasil

penelitian tahun 2013 di Kota Banda Aceh.

1. Hambatan Implimentasi Penerapan

Nilai Karakter pada SMA Kota Banda

Aceh

Berdasarkan hasil pengelohan dan

analisis berbagai data yang terkumpul, dapat

disimpulakn sebagai berikut :

a. Hambatan Regulasi dan Standar

Pengukuran

UU No 20/ 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, menetapkan tujuan

pendidikan nasional ditujukan agar peserta

didik dapat mengembangkan potensi dirinya

secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual

keamanan, pengendalian diri, kepribadian,

akhlak mulia, kecerdasan, dan

keterampilan. Apa yang digariskan dalam

UUD tersebut jelas bahwa pendidikan bukan

hanya menjadikan peserta didik pandai dari

segi akademik, tetapi untuk menjadikan

manusia yang utuh yang mampu menjadi

manusia yang mengabdi kepada Sang Maha

Pencipta, menjadi manusia demi manusia

yang lain dan alam semesta.

Pendidikan nasional tidak hanya

bermkasud menciptakan kemampuan manusia

yang memiliki kecerdasan intelektual saja,

namun harus membangkitkan hati nurani yang

akan menghasilkan manusia yang tangguh

dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 54: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

53

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

dasar pembelajaran harus mampu

mengembangkan nilai-nilai bijak, dan

mengarahkan pada kecerdasan

intelektual/akademik atau Intelegence Quotient

(IQ), kecerdasan emosional atau Emotional

Quotient (IQ), dan kecerdasan spiritual atau

Spiritual Quetient (SQ).

Mencermati maksud tersebut arah

pembangan pembelajaran perlu penekanan

pada berbagai karakternya, dengan demikian

pulu tidak bisa dipisahkan dengan kearifan

lokalnya sebagai tempat mereka beradaptasi

dan membesarkan keluarganya, tekanan

pembelajaran lebih bersifat desentralistik.

Sementara di sisi lain kebijakan penerapan

Ujian Akhir Nasional (standardized testing)

menekankan pada ranah koqnitif saja

menimbukan kontradiktif karena lebih bersifat

sentralistik. Dua kebijakan yang bertolak

belakang ini menimbulkan kebingungan bagi

guru dalam pelaksanaan pembelajarannya di

kelas, karena disatu sisi ada dasar penerapan

tujuan pembelajaran yang bersifat local dengan

berbagai keunggulannya, namun di sisi lain

pemerintah menghendaki adanya keseragaman

penguasaan materi yang bersifat nasional atau

provinsi, guru dipacu dengan luar biasa untuk

mencapai kelulusan tertinggi dalanm ujian itu

dengan sasaran materi terpusat, padahal setiap

daerah memiliki karakteristik yang berbeda-

beda.

Di samping itu ada anggapan dan

seorang guru, dihasil UAN banyak siswa yang

tidak lulus, maka kinerja guru tersebut

dianggap tidak bagus, disinilah beban batin

seorang guru berkecamuk antara kejujuran dan

kecurangan. Kejujuran adalah membiar hasil

ujian siswa apa adanya sesuai denga

kemampuan siswa pada mata pelajaran yang

diasuh, kecurangan adalah melakukan berbagai

upaya yang sistimatis untuk meningkatkan

tingkat kelulusan siswa pada mata pelajaran

yang diasuh untuk mempertahankan citra

kinerjanya, dan menyelamatkan citra

sekolahnya, karena tingkat kelulusan UAN

juga menjadi tolak ukur keberhasilan

sekolahdi Indonesia saat ini, regulasi seperti

ini dapat mencoreng nilai-nilai karakter dan

kearifan kal, karena tidak ada satupun budaya

karakter bernilai baik.

Dari fenomena itu banyak hal yang

kita petik sebagai indicator yang menjadi

penghambat karena :

1. Banyak guru yang bingung dalam

pembelajaran karena memiliki tujuan

ganda, secara tertulis tujuan

pembelajaran membangun karakter

sesuai dengan kearifan local

masyarakatnya, sementara siswa wajib

lulus UAN yang sentralistik sebagai

indicator keberhasilan siswa, guru dan

sekolah serta berbagai satuan kerja yang

terlibat.

2. guru dan sekolah apabila siswa gagal

UAN menyebabkan konsentrasi guru

lebih terfokus pada materi nasional dari

pada materi materi berbasis local.

3. Berkembangnya nilai buruk seperti

curang, jual beli kunci jawaban, tidak

jujur, padahal sekolah adalah lembaga

yang menjaga nilai nilai baik, berfungsi

menjadi pengembang nilai- nilai buruk.

4. Materi yang diujikan tidak sinkron

dengan amanat konstitusi dan

perundangan pendidikan nasional,

karena hanya memerhatikan kecerdasan

intelegensia. Kemampuan intelektual saja

jelas tidak menjamin kualitas dan

keberhasilan manusia karena kurang ada

kaitannya dengan etos kerja keras dan

hubungan dengan lingkungannya.

b. Kompetensi Mengajar Guru dan

tugas mengajar tidak sesuai

Di Kota Banda guru masih

merupakan faktor penentu keberhasilan

pembelajaran dan pencapaian tujuannya,

artinya keberhasilan belajar siswa masih

sangat memerlukan peran guru di kelas, dalam

pembelajaran siswa belum mandiri untuk

menciptakan kondisi belajarnya sendiri. Kalau

guru tidak bisa hadir maka sering kali siswa

menjadi ribut dan dapat mengganggu kelas

lain yang ada disampingnya. Meskipun

peranan guru sangat penting untuk

profesionalisme mengajar, namun untuk

pembelajaran sosiologi di Kota Banda Aceh

belum ada guru khusus yang memiliki

kemampuan pendidikan sosiologi.

Guru pengajar mata pelajran sosiologi

pada SMA Kota Banda Aceh 100% tidak

memiliki bidang yang relevan dan mata

pelajaran yang diasuh, pada umumnya mereka

Abubakar dan Anwar, The Barriers of Implimantation the Character Value and Local Wisdom

Page 55: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

54

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

memiliki latar belakang pendidikan seperti

Geografi, Sejarah, Kewarganegaraan,

Administrasi Pendidikan, Ekonomi, dan

Bahasa Indonesia. Dengan demikian

pembelajaran sosiologi pada daerah yang

diteliti dapat dikatakan belum memenuhi unsur

profesionalnya. Karena pengalaman

pendidikan guru yang mereka peroleh tidak

sesuai mata pelajaran yang mereka asuh.

Dampaknya adalah minimnya

kompetensi profesi yang harus dikembangkan

sebagai seorang guru yang baik, dengan

demikian prinsip-prinsip dan sifat-sifat

pembelajaran sosiologi tidak diterapkan, baik

bagaimana model pembelajaran, bagaimana

menghubungkan materi-materi sosiologi

dengan nilai-nilai karakter masyarakat

localnya dalam pembelajaran sekolah.

Rendahnya latar pengetahuan guru bidang

sosiologi cukup menghambat guru dalam

mengembangkan materi-materi pembelajaran

dan mengembangkan metoda penelitian

sosiologi pada masyarakat.

c. Tidak ada pelatihan khusus untuk

tenaga pengajar sosiologi

Pelatihan merupakan suatu upaya

peningkatan keterampilan secara

berkelanjutan, minimal pelatihan dilakukan

setahun sekali, hal ini penting mengingat

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi berjalan cepat, sehingga model-

model pembelajaran tersebut mengikuti juga

perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tersebut, seluruh perkembangan

tersebut perlu disampaikan dan dikuasai oleh

setiap guru sebagai model pembelajarannya.

Meskipun dinyakini pentingnya

pelatihan dalam peningkatan ketrampilan guru

pengajar sosiologi selama ini guru tidak

mendapat pelatihan secara sistimatis dan

regular, guru mata pelajaran lain sebenarnya

hampir sama, namun frekwensi pelatihan

untuk guru lain sering dilakukan meskipun

belum juga memenuhi jumlah yang ideal, beda

halnya dengan guru pengajara mata pelajaran

sosiologi pelatihan pernah diberikan pada IKIP

padang tahun 1985 dan yang terakhir tahun

2006 pasca Tsunami yang didanai oleh LSM

asing. Pelatihan yang pernah diperoleh oleh

guru sosiologi dalam kedua tahun tersebut 1%

menyebutkan pernah mengikuti bidang materi

sosiologi dan 3% bidang metoda mengajar,

dengan demikian 96% guru pengajar sosiologi

Kota Banda Aceh belum pernah mengikuti

pelatihan yang mendukung pembelajaran

sosiologi di kelas.

Minimnya pelatihan tersebut

menyebabkan mengajar guru di kelas

dilakukan berdasarkan pengalaman yang

diperoleh pada saat menempuh pendidikan

dulu dari berbagai LPTK-nya. Mengingat

pendidikan berkarakter baru digalakkan pada

2003 sehingga tidak semua guru dapat

menguasai pola-pola, model-model

pembelajaran berkarakter pada mata pelajaran

sosiologi, karena wacana pendidikan

berkarakter tidak pernah didapatkan pada

LPTK tempat guru tersebut menempuh

pendidikannya dulu. Jadi terjadi bias yang

sangat jauh bagi guru antara tuntutan

penerapan pembelajaran berkarakter dengan

kemampuannya dalam bidang pembelajaran

berkarakter.

Sebagaimana telah disinggung di

muka guru sosiologi bukan berasal dari

bidang ilmu sosiologi, mereka berasal dari

berbagai disiplin ilmu, hal ini menggambarkan

pembelajaran sosiologi di Kota Banda Aceh

sangat bervariasi, baik dilihat dari kompetensi

guru, kemampuan menguasai materi, seni

mengajar dan kemampuan meneliti bidang

sosiologi serta kemampun mengkoloborasi

nilai-nilai karakter local dalam pembelajaran

sosiologi di kelas. Untuk itu palitihan sangat

penting bagi guru sosiologi Kota Banda Aceh

dapat berfungsi ganda, antara lain :

1. Meningkatkan kemampuan guru

mengajar sosiologi

2. Meningkatkan kemampuan dalam

pengimplimentasian nilai-nilai karakter

kearifan local dalam pembelajaran

sosiologi

3. Menyeragamkan materi, model dan

metoda pembelajaran sosiologi sesuai

dengan sifat-sifat, prinsip dan tujuan

pembelajaran sosiologi berkarakter

4. Mengembangkan model-model penelitian

sosiologi untuk mengembangkan materi-

materi pembelajarannya

d. Peran Ganda Bidang Tugas Mengajar

Guru

Sebagaimana yang telah dikemukan

di muka bahwa semua guru mengajar mata

pelajaran sosiologi tidak memiliki bidang

pendidikan sosiologi, mereka ditugaskan

membantu mengajar sosiologi pada suatu

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 56: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

55

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

waktu tertentu, sementara pada waktu lain

mengajar mata pelajaran yang lain sesuai

dengan bidangnya, peran ganda guru dapat

menimbulkan beban kerja dan

ketidaknyamanan kerja dikalangan guru

sendiri.

Kondisi peran ganda seperti ini

menimbulkan kecendrungan professional

yang tidak berimbang, bagi guru yang

mengajar bukan bidangnya afiliasi

professional lebih cenderung pada bidangnya

dan sering kali menjadi prioritas sedangkan

mata pengajaran sosiologi menjadi

alternatifnya. Peran ganda dapat

menyebabkan stress kerja seorang guru karena

di satu pihak dituntut kemampuan mengajar

dalam bidangnya sementara dipihak lain juga

harus professional dalam bidang yang

sebelumnya tidak dipelajari dalam pengalaman

pendidikannya, stress seperti ini menurut

Briner (Rahayu Apriliaswati 2014), disebut

stress internal bersifat Openness to

Experience.

Peran ganda seperti ini menyebabkan

pelaksanaan kerja tidak focus, padahal

mengajar ditutuntut konsentrasi penuh,

mepersiapkan materi, media dan metoda-

metodanya serta penelitian lapangan guna

menemukan berbagai muatan kearifan local

sesuai dengan pokok bahasannya. Mata

pelajaran sosiologi materi pembelajaran lebih

menekankan pada materi lapangan, dengan

demikian guru dituntut kerja ekstra dalam

menggali berbagai nilai-nilai kearifan local

sesuai dengan lingkungan masyarakatnya.

Kerja kerja seperti itu belum dilakukan oleh

guru guru pengajar di SMA Kota Banda

Aceh dalam memperkuat implimentasi nilai

karakter dalam pembelajaran sosiologi, karena

disamping mereka mengajar mata pelajaran

sosiologi juga mengajar beberapa mata

pelajaran lainnya, fokus profesionalismenya

dapat dikatakan bercabang.

e. Materi pembelajaran besifat terpusat

Dari hasil penelitian menunjukkan

semua guru-guru pengajar sosiologi masih

menggunakan buku-buku paket nasional,

sehingga masih sulit memasukkan unsur-unsur

kearifan lokal sebagai materi pelajaran

sosiologinya, dengan demikian apa yang ada

di luar dalam masyarakat belum masuk pada

pembelajaran sekolah.

Materi sosiologi memiliki karakteristik

tersendiri dan berbeda dengan berbagai ilmu

sosial lainnya, hal ini belum banyak dipahami

oleh guru, dalam pembelajaran sulit dibedakan

mana pendekatan sosologi, antropologi,

sejarah, eknomi dan ilmu-ilmu lainnya. Belum

ada buku materi sosiologi khusus yang sesuai

dengan karakter Ke-Acehan merupakan

kendala utama guru dalam mengembangkan

materi pembelajaran di kelas, pada umumnya

materi sosiologi di Kota Banda Aceh bersifat

nasional yang bersumber dari buku-buku paket

nasional. Guru belum mampu

mengembangkan materi khusus yang memuat

nilai-nilai kearifan lokal Aceh, para pakar

sosiologi di Banda Aceh juga belum ada yang

memberikan perhatian khusus untuk

pengembangan materi local guna memperkuat

pembelajar karakter di sekolah. Oleh sebab itu

penting kiranya disiapkan buku-buku ajar yang

berbasis kearifan lokal sehingga dengan

tersedianya materi-materi tersebut membuka

wacana bagi guru dalam mengembangkan

materi-materi lebih lanjut yang lebih

kontektual dengan kearifan lokal masyarakat.

f. Belum ada keterlibatan masyarakat

dan orang tua dalam pengembangan

Nilai-nilai kearifan Lokal

Orang tua merupakan salah satu unsur

penting dalam menunjung pendidikan, orang

tua seharusnya memahami bahwa merekalah

sebagai penanggung jawab utama dalam

pendidikan putra-putrinya sesuai dengan nilai-

nilai yang diharapkan. Dewasa ini banyak

orang tua yang tidak lagi menaruh perhatian

pada pendidikan anaknya di setiap sekolah.

Dengan berbagai alas an, seperti keterbatasan

waktu, menganggap sekolah yang bertanggung

jawab untuk keberhasilan pendidikan, tugas

orang tua hanya membiayai dan tidak adanya

kesempatan dengan berbagai model yang

dibangun sekolah yang memungkin orang tau

dapat terlibat dalam pembelajaran anak-

anaknya di sekolah, bisa saja hambatan ini

diakibatkan oleh sekolah sendiri yang tidak

membuat format yang memungkinkan orang

tua terlibat di dalam program sekolahnya.

Kecendrungan pola seperti itu telah

terjadi di berbagai kota besar termasuk di Kota

Banda Aceh, banyak satuan pendidikan

menjalankan pembelajaran sendiri melalui

berbagai usahanya, orang tua juga enggan

terlibat karena tidak diikutsertakan dan juga

Abubakar dan Anwar, The Barriers of Implimantation the Character Value and Local Wisdom

Page 57: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

56

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

menganggap bukan tugasnya lagi dengan

berbagai alasan yang telah disebutkan di atas.

Oleh sebab itu kesalahan kesalahan

tersebut perlu dihilangkan karena upaya

pembentukan pendidikan karakter berbasis

kearifan local langkah awal sebenarnya

dimulai dari orang tua terlebih dahulu, nilai-

nilai kearifan local pertama sekali dihidupkan

oleh keluarga, terus berkembang menjadi

nilai-nilai universal di masyarakat, demikian

juga sebaliknya,

2. Pembelajaran berkarakter dengan

kearifan lokal dan dampak prilaku

sosial remaja Kota Banda Aceh

Penerapan pendidikan karakter di

Indonesia termasuk masih baru, banyak hal

yang perlu dibangun guna mengembang

pendidikan berkarakter secara sempurna,

pendidikan berkarakter merupakan suatu

sistem yang secara sadar dan terencana melalui

materi/alat penanaman nilai-nilai karakter

kepada warga sekolah, yang meliputi

komponen pengetahuan, kesadaran atau

kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan

nilai-nilai sebagaimana yang dipraktekan oleh

masyarakatnya, baik nilai nilai dalam

hubungannya dengan Allah SWT, nilai-nilai

terhadap diri sendiri, sesama, lingkungan,

maupun kebangsaan sehingga menjadi

manusia insan kamil. Program pendidikan

karakter bukanlah suatu proyek pembangunan,

tetapi adalah niat dan itikad dengan tujuan

terjadi perubahan karakter masyarakat secara

menyeluruh, kembali pada sumber daya yang

bersih, jujur, amanah, adil, tidak terlibat

berbagai pelanggaran yang bertentangan

dengan nilai agama dan budaya masyarakat

setempat.

Untuk memaksimalkan pendidikan

karakter di sekolah, semua komponen

(stakeholders) harus dilibatkan, termasuk

komponen-komponen pendidikan itu sendiri,

yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan

penilaian serta berbagai perangkatnya, kualitas

hubungan, penanganan atau pengelolaan mata

pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan

aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler,

pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan,

dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan

sekolah wajib berfungsi aktif dan berperan

sesuai dengan masing-masing fungsinya.

Mencermati berbagai komponen

tersebut, dapat kita simpulkan bahwa

pelaksanaan pendidikan berkarakter dengan

memanfaatkan kearifan lokal pada SMA Kota

Banda Aceh belum terwujud, belum adanya

tindakan konkrit dari seluruh elemen sekolah

dalam meningkatkan pembelajaran dengan

pemanfaatan nilai-nilai kearifan lokal. Banyak

nara sumber yang belum faham sifat-sifat

pembelajaran sosiologi dan belum menguasai

bagaimana membuat rencana pembelajaran

berbasis lokal, yang perlu dipahami dan

diteladani oleh semua pihak sebagai penduan

hidup dalam bermasyarakat dan beragama

yang terintegrasi dalam pembelajaran di

sekolah.

Apa yang dijalankan selama ini

adalah apa yang telah lama dilakukan, dengan

muatan materi yang sangat umum dari buku-

buku nasional dan masih banyak di antara nara

sumber yang belum paham, tentang materi-

materi lokal yang dapat dimasukan dalam

pembelajaran sosiologi di sekolah. Bahkan ada

yang berpendapat bahan ajar sosiologi berbasis

materi dari nilai-nilai lokal tidak diperlukan

dengan berbagai alasan. Dari ungkapan

tersebut tersirat bahwa banyak para guru yang

mengajar sosiologi yang belum mengetahui

bagaimana memadukan konsep teoritis

nasional dengan nilai-nilai yang berlaku di

lingkunagn masyarakat, pada hal

sesungguhnya apa yang tersurat dalam teori

universal faktanya banyak bertebaran pada

masyarakat sekitar.

Terlepas dari berbagai kekurangan

dalam praktik pendidikan Aceh pada

umumnya, nilai nilai karakter yang

sebelumnya menjadi acuan hidup yang

bersumber dari Syariat Islam, kini telah

mengalimi perubahan, baik pada kalangan

generasi muda dan dewasa, hal ini ditandai

pada banyak genarasi muda yang

menghabiskan waktunya untuk kegiatan yang

tidak bermanfaat, nongkrong di caffe-caffe,

yang sebelumnya banyak dilakukan oleh

remaja pria, kini kebiasaan itu juga sudah

mulai digandrungi juga oleh remaja putri,

pembunuhan oleh kelompok tertentu,

pemerasan dalam berbagai bentuk, pindah

agama, sogok menyogok dalam berabagai

kesempatan, jual beli skripsi, mencontek,

curang ujian UAS dan UAN, merokok (kini

sudah merambah pada remaja putri,

sebelumnya sangat tabu) narkoba, freesex telah

cukup banyak dijumpai di kalangan remaja

SMA Kota Banda Aceh (2,46% remaja SMA

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 58: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup
Page 59: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

58

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

Di kelas sebenarnya nilai karakter

dapat dilaksanakan melalui proses belajar

setiap mata pelajaran atau kegiatan, tidak perlu

muluk-muluk namun perlu yang di rancang

khusus sebagaimana yang telah di singgung di

muka. Setiap kegiatan belajar mengembangkan

kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor. Oleh karena itu tidak selalu

diperlukan kegiatan belajar khusus untuk

mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan

budaya masyarakat setempat dan karakter

bangsa. Meskipun demikian, untuk

pengembangan nilai-nilai tertentu seperti,

religius, adil, kerja keras, jujur, toleransi,

disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta

tanah air, dan gemar membaca dapat

dikembangkan melalui kegiatan belajar yang

biasa di lakukan guru baik melalui materi

maupun tugas-tugasnya.

Untuk pegembangan beberapa nilai

lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan,

rasa ingin tahu, dan kreatif memerlukan upaya

pengkondisian secara sengaja dan terorganisir

dengan model dan metoda pembelajaran

yang relevan sehingga peserta didik memiliki

kesempatan untuk memunculkan perilaku yang

menunjukkan nilai tersebut. Oleh sebab itu di

ujung pembahasan ini kita berkesimpulan

upaya-upaya yang sinergi semacam itu belum

dilakukan dalam pembelajaran sosiologi di

SMA Kota Banda Aceh.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas,

maka ada beberapa poin penting yang dapat di

tarik sebagai hasil penelitian, antara lain :

a. Disamping beberapa hambatan yang dapat

mengganggu yang paling dicari jalan

keluarnya adalah regulasi pemerintah dan

standar pengukuran, Pendidikan nasional

tidak hanya bermkasud menciptakan

kemampuan manusia yang memiliki

kecerdasan intelektual saja, namun

pendidikan hartus mengembangkan nilai-

nilai bijak, berbasis karakter masing-

masing potensi daerahnya secara

desentralistik. Dipihak lain ada kebijakan

penerapan Ujian Akhir Nasional

(standardized testing) menekankan pada

ranah koqnitif saja menimbulkan

kontradiktif karena lebih bersifat

sentralistik. Dua kebijakan yang bertolak

belakang ini menimbulkan kebingungan

bagi guru dalam pelaksanaan

pembelajarannya di kelas, guru dipacu

dengan luar biasa untuk mencapai

kelulusan tertinggi dalanm ujian itu dengan

sasaran materi terpusat, padahal setiap

daerah memiliki karakterustik yang

berbeda-beda, berbagai upaya ditempuh

membocorkan kunci jawaban, memberi

jawaban dan lain-lain yang justru

mencoreng nilai karakter lokalnya.

b. Guru pengajar mata pelajran sosiologi pada

SMA Kota Banda Aceh 100% tidak

memiliki bidang yang relevan dan mata

pelajaran yang diasuh serta rendah

frekwensi pelatihan yang diterima guru,

minimnya pengalaman akan berdampak

pada minimnya kompetensi profesi yang

harus dikembangkan sebagai seorang guru

yang baik, dengan demikian prinsip-prinsip

dan sifat-sifat pembelajaran sosiologi tidak

dapat dikembangkan, baik bagaimana

model pembelajaran, bagaimana

menghubungkan materi-materi sosiologi

dengan nilai-nilai karakter masyarakat

localnya dalam pembelajaran sekolah, dan

akan berpengaruh pada kemampuan

penelitian sosiologinya guna menemukan

dan merangkumkan berbagai materi yang

bertebaran dalam masyarakatnya.

c. Guru pengajar sosiologi biasannya

ditugaskan mengajar lebih dari satu mata

pelajaran yang berbeda, sehingga

seringkali mereka berperan ganda (multiple

role) kondisi ini menimbulkan beban kerja

dan ketidaknyamanan kerja dikalangan

guru sendiri. Kondisi peran ganda seperti

ini menimbulkan kecendrungan

professional yang tidak berimbang, bagi

guru yang mengajar bukan bidangnya,

afiliasi professional lebih cenderung pada

bidangnya dan sering kali menjadi prioritas

sedangkan mata pengajaran sosiologi

menjadi alternatifnya. Peran ganda dapat

menyebabkan stress kerja seorang guru

karena di satu pihak dituntut kemampuan

mengajar dalam bidangnya sementara

dipihak lain juga harus professional dalam

bidang yang sebelumnya tidak dipelajari

dalam pengalaman pendidikannya, kondisi

seperti dapat menimbulkan stress kerja

bagi guru.

d. Materi sosiologi memiliki karakteristik

tersendiri dan berbeda dengan berbagai

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 60: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

59

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

ilmu sosial lainnya, hal ini belum banyak

dipahami oleh guru, dengan demikian

dalam pembelajaran sulit dibedakan mana

pendekatan sosologi, antropologi, sejarah,

eknomi dan ilmu-ilmu lainnya. Belum ada

buku materi sosiologi khusus yang sesuai

dengan karakter Ke-Acehan, merupakan

kendala utama guru dalam

mengembangkan materi pembelajaran di

kelas, pada umumnya materi sosiologi di

Kota Banda Aceh bersifat nasional yang

bersumber dari buku-buku paket nasional.

Guru belum mampu mengembangkan

materi khusus yang memuat nilai-nilai

kearifan lokal Aceh.

e. Orang tua dan masyarakat merupakan

unsure penting dalam menunjung

pendidikan karakter. Dewasa ini banyak

orang tua yang tidak lagi menaruh

perhatian pada pendidikan anaknya di

setiap sekolah, mereka beranggapan

pendidikan anak usia remaja adalah

tanggungjawab sekolah, tugas orang tua

adalah mengantar dan membiayainya,

kecendrungan seperti itu telah terjadi di

berbagai kota besar termasuk di Kota

Banda Aceh, di samping itu banyak satuan

pendidikan menjalankan pembelajaran

sendiri melalui berbagai usahanya, orang

tua juga enggan terlibat karena tidak

diikutsertakan oleh sekolah dalam berbagai

program termasuk dalam menyiapkan

materi pembelajaran untuk anaknya.

f. Karakter secara akademik adalah

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,

pendidikan moral, pendidikan watak,

tujuannya mengembangkan kemampuan

siswa untuk memberikan keputusan baik-

buruk berdasarkan nilai-nilai masyarakat,

menjaga dan memelihara apa yang baik itu,

dan mampu mewujudkan nilai-nilai

kebaikan tersebut dalam kehidupan sehari-

hari secara empati atau tanpa adanya

pemaksaan lagi. Pembentukan nilai-nilai

karakter di kelas perlu di bangun secara

menyeluruh setiap mata pelajaran sesuai

dengan ranah cakupannya dan

terintegrasikan dalam semua mata

pelajaran (embeded approach). Di Kota

Banda Aceh secara mikro belum tergambar

adanya tahapan tahapan yang jelas

menyangkut dengan nilai karakter apa yang

akan dicapai, baik melalui proses belajar

mengajar, budaya sekolah, ekstra kurikuler

serta nilai-nilai karakter di rumah dan

dalam masyarakat sekitarnya. Pada

umumnya di sekolah ke 18 nilai karakter

diajarkan, namun guru belum mampu

menghubungkan dan mengembangkan

nilai-nilai tersebut secara mikro di kelas.

Ucapan Terima Kasih :

Ucapan terima kasih yang tak terhingga

kepada semua pihak yang telah berpartisipasi

aktif mendukung keberhasilan penelitian ini

antara lain :

1. Puji syukur kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmadnya

sehingga penelitian ini berjalan sesuai

dengan rencana.

2. Ditlitabmas Dikti Kemdikbud RI

yang telah mendukung dana sehingga

penelitian ini dapat berjalan dengan

lancar

3. Seluruh kepala sekolah dan guru

pengajar mata pelajaran sosiologi di

lingkungan SMA Negeri Kota Banda

yang telah membantu berbagai

informasi yang diperlukan

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, Dkk (2013) Model Pembelajaran

Sosiologi Dalam Membentuk

Pendidikan Berkarakter Berdasarkan

Kearifan Lokal Pada Sma Di Kota

Banda Aceh. Laporan Penelitian Dikti

Kemendikbud RI, LP2M USM Banda

Aceh

Abubakar dan Anwar, 2013, JURNAL

KOMUNITASResearch & Learning in

Sociology and

Anthropologyhttp://journal.unnes.ac.id

/nju/index.php/komunitas. Volume 5,

Nomor 2 Edisi September 2013. Unes,

Semarang

Agus Santosa, 2012. Pembelajaran Sosiologi

di SMA, Diunduh di http://agsa

sman3yk.wordpress.com).

Ary H. Gunawan, 2010. Sosiologi Pendidikan

Suatu Analisis Sosiologi tentang

Pelbagai Problem Pendidikan, Penerbit

Reneka Cipta, Jakarta.

Abubakar dan Anwar, The Barriers of Implimantation the Character Value and Local Wisdom

Page 61: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

60

Drs. Abubakar, M.Si* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah dan Mahasiswa Program Doktor UIN

Ar-Raniry BandaAceh

Drs. Anwar, S.Pd., M.Pd** adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

Coleman, James dan Donald Cressey. 1984.

Social Problem, Harper & Row

Publishers Inc. USA

Etin Solihatin, Hj. dan Raharjo, 2009.

Cooperative Leaning, Analisis Model

Pembelajaran IPS, Penerbit Bumi

Aksara. Jakarta

George Ritzer, Douglas J dan Goodman, 2011.

Teori Sosiologi Modern, edisi ke enam.

Alih bahasa oleh : Alimandan. Penerbit

Kencana Prenada Media Group. Jakarta

Hess, Beth. B. Dkk. 1985. Sociology. Second

Edition. Macmillan Publishing

Company. New York. Collier

Macmillan Publishers. London

LA Tahang 2010. Pengemabangan

Pembelajaran Sosiologi Berbasis E-

Learning, Diunduh di http://

prodibpi.wordpress.com/2010/08/01/pe

ngembangan-pembelajaran-so

siologi-berbasis-e-learning-di-sma

ma/.

Prayogo Bestari dan Syaifullah Syam, 2010,

Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan dalam Membangun

Karakter Bangsa (Nation and

Character Building): Refleksi,

Komitmen dan Prospek, Laboratorium

PKn, Bandung

Robert C. Bogdan. 1982. Qualitative Research

For Education to Theory and Methods.

Allyn and Bacopns, Inc. Boston,

London, Sydney, Toronto

Saifuddin, 2008, Strategi Pembelajaran

Sosiologi pada SMA, Seri Jurnal

Medika, Volume : 6 Nomor 2 tahun

2008, Edisi Mei Agustus 2008,

Diunduh di http://isjd.pdii.

lipi.go.id/admin/jurnal/6208396407.pdf

Seriwati Bukit, 2013. Pendidikan Karakter,

http://sumut.kemenag.go.id/

Widyaiswara Madya Balai Diklat

Keagaman Medan

Tirta Rahardja Umar dan Lasula, 2000,

Pengantar Pendidikan, Penerbit Pusat

Perbukuan. Depdikbud dan PT. Reneka

Cipta, Jakarta

Usman, Sunyoto. 1999. Konsep Dasar

Sosiologi. Diktat Kuliah Sosiologi

FISIPOL UGM. Yokyakarta.

Xaveary, 2010, Strategi Pembelajaran

Sosiologi Tingkat SMA, Diunduh di

http://re-searchengines.com/

xaviery6-04.html

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 62: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

61

Drs. Badaruddin, MDM* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno S., M.Si** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala

PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN PENDALAMAN MATERI UNTUK

MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU FISIKA

SMA DI KOTA BANDA ACEH

Oleh

Badaruddin* dan Soewarno S.**

Abstract

This study aimed to develop a model of deepening training materials for teachers to

improve high school physics teacher professionalism. This study uses a design research and

development ( R & D ) as a design grant. Object of study is a high school physics teachers

in Banda Aceh, determined by sampling randoom stratified sampling technique. Variable

which is the object of research are: teacher training models for this, models have been

followed teacher training, knowledge and understanding of the material physics teacher, a

teacher for the learning performance, the conditions and the needs of teachers to design a

training model and training model operational and practical. The model has been developed

airworthiness then tested through experimentation. To collect data related to the variables

studied, used observation, questionnaires and interviews. Before being used in the study, all

first validated instruments. To analyze the data used descriptive analysis techniques. Based

on the research and analysis of the data showed that: learning physics have not been

implemented in accordance with the demands of the curriculum. This is because there are

many KD is not controlled by the teacher . Inadequate professional development of teachers

especially concerning the understanding of the material, teachers' understanding of the

material to be memorized, Farther both teachers and principals want the training material

based on deepening the comprehensive concept.

Keywords: models of training, professionalism, deepening of the material, physics.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap

hasil UN tahun 2011 yang dilakukan di SMA

Kota Banda Aceh, ternyata Kompetensi Dasar

(KD) yang tidak dikuasai paling banyak terjadi

pada pelajaran fisika yang mencapai 17 KD.

Berdasarkan hasil penelusuran penyebabnya

adalah KD tersebut tidak diajarkan, hal ini

disebabkan guru tidak menguasai KD

dimaksud (Muhammad Harun, dkk; 2011).

Dari 46 guru fisika SMA di Kota Banda

Aceh yang mengikuti UKG tahun 2012

memperoleh nilai rata-rata 41,63 dengan nilai

tertinggi 63 (hanya 1 orang) dan nilai terendah

14 (LPMP; 2012). Kenyataan tersebut

mengindikasikan bahwa kompetensi

profesional guru fisika SMA di Kota Banda

Aceh dapat digolongkan masih rendah.

Untuk itu diperlukan suatu desain

model pelatihan pendalaman materi bagi guru-

guru Fisika SMA yang operasional dan praktis

yang dapat meningkatkan kompetensi

profesional. Untuk dapat mendisain model

pelatihan dimaksud, maka diperlukan data

tentang kondisi dan kinerja riel guru Fisika

SMA selama ini serta model pelatihan yang

bagaimana yang dibutuhkan guru sesuai

dengan kondisi yang ada (need assessment).

Telah banyak reformasi pendidikian

yang dilakukan pemerintah untuk

meningkatkan mutu pendidikan, namun

reformasi pendidikan yang dilakukan tersebut

masih belum seutuhnya memperhatikan

konsepsi belajar dan pembelajaran. Reformasi

pendidikan seyogyanya bukan semata-mata

pada hasil belajar, tetapi dimulai dari

bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru

mengajar, (Brook & Brook, 1993).

Praktik-praktik pembelajaran hanya

dapat diubah melalui pengujian terhadap cara-

cara guru mengemas dan melaksanakan

pembelajaran. Untuk itu, diperlukan program-

program pembinaan profesi guru. Program-

program tersebut membutuhkan fasilitas,

antara lain dalam bentuk pelatihan

pembelajaran untuk meningkatkan profesi

guru (Santyasa, I.W, 2009).

Salah satu program pembinaan

profesi guru dapat dilakukan melalui program

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 63: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

62

Drs. Badaruddin, MDM* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno S., M.Si** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala

peningkatan kualitas pembelajaran melalui

pelatihan dan pelaksanaan pembelajaran dan

asesmen inovatif atau pelatihan dan

pelaksanaan lesson study (Suastra ;2006)

Adapun kompetensi professional

merupakan kemampuan penguasaan materi

pembelajaran secara luas dan mendalam yang

meliputi: (a) konsep, strukur, dan metoda

keilmuan/ teknologi/ seni yang

menaungi/koheren dengan materi ajar; (b)

materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;

(c) hubungan konsep antar mata pelajaran

terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan

dalam kehidupan sehari-hari; dan (e)

kompetensi secara professional dalam konteks

global dan dengan tetap melestarikan nilai dan

budaya nasional (Akhmad Sudrajat 2007).

Tujuan Khusus Penelitian ini adalah

(a) Mendiskripsikan : model pembinaan

profesi guru Fisika yang berlangsung di

sekolah selama ini, model-model pelatihan

yang pernah diikuti oleh guru Fisika,

pengetahuan dan pemahaman guru terhadap

pembelajaran/materi Fisika, kinerja guru

dalam pembelajaran Fisika, kondisi dan

kebutuhan guru Fisika terhadap model

pelatihan pembelajaran yang dapat

meningkatkan profesionalismenya sesuai

dengan kondisi di lapangan; (b)

Mengembangkan model pelatihan

pembelajaran Fisika yang sesuai dengan

kebutuhan untuk peningkatan profesionalisme

guru Fisika SMA di Kota Banda Aceh.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Sehubungan dengan tujuan utama

penelitian ini, maka penelitian ini dapat

dikategorikan sebagai salah satu jenis penelitian

pengembangan.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah guru

Fisika SMA di Kota Banda Aceh. Sebagai sampel

sekolah diambil seluruh sekolah sebanyak 16

sekolah (total sampling), sedangkan sebagai

sampel guru diambil 3 guru Fisika, yaitu masing-

masing 1 guru dari kelas X, XI, dan XII secara

randooml sampling. Sehingga jumlah sampel

dalam penelitian ini sebanyak 48 orang.

C. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel

Variabel utama yang akan diselidiki

dalam penelitian ini adalah model-model

pembinaan profesi guru yang dilakukan selama

ini, model-model pelatihan yang pernah diikuti

guru, pengetahuan dan pemahaman guru

terhadap materi dan pembelajaran Fisika, kinerja

pembelajaran guru selama ini, kondisi dan

kebutuhan guru terhadap model pelatihan.

Definisi operasional masing-masing variabel

tersebut adalah:

(1) Model-model pembinaan profesi guru yang

dilakukan selama ini adalah bentuk

operasional pembinaan profesi guru yang

dilakukan oleh pihak sekolah untuk

meningkatkan profesionalisme guru. Data

dapat diperoleh dari kepala sekolah melalui

dokumentasi data program pengembangan

sumber daya manusia yang telah dan yang

akan dilakukan pihak sekolah serta

wawancara.

(2) Model-model pelatihan yang pernah diikuti

guru adalah model-model pelatihan apa

saja yang pernah diikuti guru selama ini

serta dampaknya terhadap kinerja guru.

Data diperoleh dengan angket dan

wawancara kepada guru.

(3) Pemahaman guru terhadap materi Fisika,

adalah kondisi pengetahuan konseptual

guru tentang materi Fisika. Kondisi

pengetahuan yang dimiliki guru akan

diperoleh melalui hasil wawancara dan

angket.

(4) Kebutuhan guru terhadap model pelatihan

adalah model pelatihan yang bagaimana

yang dibutuhkan guru sesuai dengan

kondisi yang ada. Data diperoleh melalui

angket dan wawancara.

D. Pengumpulan dan Analisis Data

1) Instrumen Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan

dalam penelitian ini, sesuai dengan variabel

penelitian, mempergunakan instrumen-instrumen

sebagai berikut:

a) Pedoman wawancara.

b) Angket.

c) Dokumentasi.

2) Teknik Analisis Data dan Cara Penafsiran

Hasil Penelitian

Data tentang (1) model-model

pembinaan profesi guru yang dilakukan sekolah

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1

Page 64: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

63

Drs. Badaruddin, MDM* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno S., M.Si** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala

selama ini, (2) model-model pelatihan yang

pernah diikuti guru, (3) pemahaman guru

terhadap materi Fisika SMA, dan (4) kebutuhan

guru terhadap model pelatihan akan dianalisis

secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Model-model pembinaan profesi guru

yang dilakukan sekolah.

Belum ada pembinaan guru Fisika

dalam hal pendalaman materi seara kontinyu.

Pembinaan yang ada sebatas musyawarah guru

mata pelajaran (MGMP).

B. Pemahaman guru tentang materi fisika.

Pemahaman guru terhadap materi ajar

tergolong rendah. Indikasinya adalah :

1. Dari hasil angket diperoleh informasi

bahwa masih banyak KD yang belum dikuasai

guru. Kondisi ini mendorong guru tidak

mengajarkan KD tersebut. Adapun KD-KD

yang tidak dikuasai guru sebagai berikut :

a) Kelas X

2.2 Menganalisis besaran fisika pada gerak

melingkar dengan laju konstan.

3.1 Menganalisis alat-alat optik secara

kualitatif dan kuantitatif.

3.2 Menerapkan alat-alat optik dalam

kehidupan.

4.1 Menganalisis pengaruh kalor terhadap

suatu zat.

4.3 Menerapkan azas Black dalam pemecahan

masalah.

5.1 memformulasikan besaran-besaran listrik

rangkaian tertutup sederhana (satu loop).

5.2 Mengidentifikasi penerapan listrik AC dan

DC dalam kehidupan sehari-hari.

5.3 Menggunakan alat ukur listrik.

6.1 Mendiskripsikan spektrum gelombang

elektromagnetik.

Kelas XI

1.1 Menganalisis gerak lurus, gerak

melingkar, dan gerak parabola dengan

menggunakann vektor.

1.2 Menganalisis keteraturan gerak planet

dalam tata surya berdasarkan ukum-

hukum Newton.

2.1 Memformulasikan hubungan antara konsep

torsi, momentum sudut, dan momen

inersia berdasarkan hukum II Newton

2.2 Menganalisis hukum - hukum yang

berhubungan dengan fluida statis dan

dinamik serta penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari

Kelas XII

1.1 Mendiskripsikan gejala dan ciri-ciri

gelombang secara umum.

1.2 Mendiskripsikan gejala dan ciri-ciri

gelombang bunyi dan cahaya.

1.3 Menerapkan konsep dan prinsip

gelombang bunyi dan cahaya dalam

teknologi.

2.1 Memformulasikan gaya listrik, kuat medan

listrik, fluks, potensial listrik, energi

potensial listrik serta penerapannya pada

keping sejajar.

2.2 Menerapkan induksi magnetik dan gaya

magnetik pada beberapa produk

teknologi.

2.3 Memformulasikan konsep induksi Faraday

dan arus bolak balik serta penerapannya.

3.1 Menganalisis secara kualitatif gejala

kuantum yang mencakup hakekat dari

sifat-sifat radiasi benda hitam serta

penerapannya.

3.2 Mendiskripsikan perkembangan teori

atom.

3.3 Memformulasikan teori relativitas khusus

untuk waktu, panjang dan massa dengan

energi yang diterapkan dalam tekhnologi.

4.1 Mengidentifikasi karakteristik inti atom

dan radioaktifitas.

4.2 Mendiskripsikan pemanfaatan radioaktif

dalam teknologi dan kehidupan sehari-

hari.

2. Pemahaman guru terhadap konsep bersifat

hafalan (textbook). Hal ini berdampak pada

proses pembelajaran, dimana siswa cenderung

menghafal. Kenyataan ini sangat bertentangan

dengan hakikat fisika itu sendiri.

C. Pengetahuan Guru Tentang Model-

Model pembelajaran

Dari hasil analisis data ternyata guru-

guru Fisika SMA Negeri di Kota Banda Aceh

belum memahami model-model pembelajaran

yang cocok untuk pembelajaran fisika. Hal ini

berakibat pada monotonnya proses

pembelajaran itu sendiri, sehingga siswa jadi

bosan yang pada gilirannya hasil belajar siswa

rendah.

Badaruddin dan Soewarno S., Pengembangan Model Pelatihan Pendalaman Materi

Page 65: PENERAPAN INKUIRI DAN SIKAP ILMIAH SISWA · PDF filekelas VI semester I yang mengikuti pembelajaran pelestarian makhluk hidup di tiga SD ... pembelajaran pelestarian makhluk hidup

64

Drs. Badaruddin, MDM* adalah Dosen Universitas Serambi Mekkah

Drs. Soewarno S., M.Si** adalah Dosen Universitas Syiah Kuala

D. Keinginan guru-guru dan Kepala

Sekolah tentang pelatihan.

Pada umumnya semua guru Fisika

dan kepala sekolah SMA Negeri di Banda

Aceh menginginkan adanya pelatihan

pendalaman materi dengan pendekatan

berbasis konsep.

KESIMPULAN

1. Belum ada pembinaan guru Fisika

dalam hal pendalaman materi seara

kontinyu.

2. Masih banyak KD yang belum

difahami oleh guru.

3. Pemahaman guru terhadap materi

bersifat hafalan (textbook).

4. Guru Fisika dan Kepala Sekolah

menginginkan pelatihan tentang

pendalaman materi berbasis konsep.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2012), Laporan Hasil Uji

Kompetensi Guru (UKG), Lebaga

Penjaminan Mutu Guru (LPMP),

Provinsi Aceh.

Brooks, J. G., & Brooks, M. G. 1993. In

search of understanding: The case for

constructivist classrooms. Virginia:

Association for Supervision and

Curriculum Development.

Muhammad Harun, dkk., 2011. Pemetaan dan

Peningkatan Mutu pendidikan Siswa

SMA di Kabupaten Aceh Besar dan

Kota Banda Aceh. Laporan Penelitian.

Penelitian Pemetaan dan pengembangan

Mutu Pendidikan Tahun Anggaran 2011.

Ditlitabmas Ditjen Dikti Kemendiknas.

Santyasa, I W., 2009. Keberadaan Dan

Kepentingan Pengembangan Model

Pelatihan Untuk Pembinaan Profesi

Guru, Program Pascasarjana Universitas

Pendidikan Ganesha.

Suastra, I W. 2006. Strategi dalam menyikapi

berlakunya Undang-Undang Guru dan

Dosen. Makalah. Disajikan pada

workshop peningkatan profesionalisme

pengawas sekolah se kabupaten

Buleleng, tanggal 24-26 Agustus 2006, di

Singaraja.

Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Edisi Mei 2014 Volume 18 Nomor 1