penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip...

30
PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS) TSUKAMOTO DALAM MENGANALISA TINGKAT RESIKO PENYAKIT POLIP HIDUNG Nama : Nia Permatasari NIM : 09221043 Program Studi : Matematika Jurusan : Tadris MIPA Fakultas : Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang Dosen Pembimbing : Gusmelia Testiana, M. Kom. Dosen Pengampu : Agustiany Dumeva Putri, M.Si. Abstrak Berbagai jenis penyakit dapat kita temukan didalam dunia kesehatan. Seorang dokter berperan sebagai seorang ahli yang menganalisa jenis dan tingkat resiko dari penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapun penganalisaan tersebut bisa berdasarkan gejala-gejala yang menjadi keluhan oleh pasien. Gejala merupakan suatu unsur penting dalam menentukan seorang pasien mengidap penyakit tertentu. Dalam kehidupan nyata, dokter akan menanyakan gejala-gejala pada pasiennya sebelum ia mendiagnosa jenis penyakit yang diderita oleh sang pasien. Ada beberapa gejala penyakit yang dianggap biasa karena gejala-gejalanya tidak terlalu dianggap berbahaya dan sering dialami oleh penderita penyakit biasa. Seperti pilek, hidung buntu dsb ini merupakan gejala penyakit flu biasa, namun jika frekuensinya sudah melebih kadar flu biasa, bisa jadi

Upload: baidilah-baidilah

Post on 22-Jun-2015

4.842 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS) TSUKAMOTO DALAM

MENGANALISA TINGKAT RESIKO PENYAKIT POLIP HIDUNG

Nama : Nia Permatasari

NIM : 09221043

Program Studi : Matematika

Jurusan : Tadris MIPA

Fakultas : Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang

Dosen Pembimbing : Gusmelia Testiana, M. Kom.

Dosen Pengampu : Agustiany Dumeva Putri, M.Si.

Abstrak

Berbagai jenis penyakit dapat kita temukan didalam dunia kesehatan. Seorang dokter berperan sebagai seorang ahli yang menganalisa jenis dan tingkat resiko dari penyakit yang diderita oleh pasiennya. Adapun penganalisaan tersebut bisa berdasarkan gejala-gejala yang menjadi keluhan oleh pasien. Gejala merupakan suatu unsur penting dalam menentukan seorang pasien mengidap penyakit tertentu. Dalam kehidupan nyata, dokter akan menanyakan gejala-gejala pada pasiennya sebelum ia mendiagnosa jenis penyakit yang diderita oleh sang pasien. Ada beberapa gejala penyakit yang dianggap biasa karena gejala-gejalanya tidak terlalu dianggap berbahaya dan sering dialami oleh penderita penyakit biasa. Seperti pilek, hidung buntu dsb ini merupakan gejala penyakit flu biasa, namun jika frekuensinya sudah melebih kadar flu biasa, bisa jadi gejala-gejala ini menunjukan penyakit Polip Hidung yang cukup berbahaya bila tidak ditangani. Dalam mendiagnosa jenis penyakit dan menganalisa tingkat resiko penyakit tersebut , seorang dokter kan menganalisanya melalui gejala-gejala dan keluhan yang disampaikan oleh pasiennya. Namun untuk mendukung keputusan yang diambil oleh seorang dokter dalam mendiagnosa suatu penyakit, maka sangat dibutuhkan Fuzzy Inference System (FIS) Tsukomoto dalam memperkuat keputusan seorang dokter. Dengan logika fuzzy, proses diagnosa penyakit dalam dapat dianalisa dengan Fuzzy Inference System dengan metode Tsukamoto. Input yang dibutuhkan adalah gejala-gejala klinis yang dialami oeh pasien. Basis pengetahuan dibangun dengan menggunakan kaidah produksi (IF-THEN). α-predikat yang diperoleh pada setiap aturan fuzzy untuk setiap penyakit pada basis pengetahuan, kemudian dikomposisikan dengan menggunakan rata-rata terbobot. Hasil dari rata-rata terbobot ini merupakan output tingkat resiko peyakit polip hidung yang diderita oleh pasien.

Kata kunci: Logika fuzzy, Fuzzy Inference System, Metode Tsukamoto

Page 2: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Beberapa gejala penyakit seperti hidung buntu, pilek, sakit kepala dan

sering mimisan merupakan gejala-gejala penyakit flu biasa yang sering kita

temukan. Namun, jika frekuensi atau tingkat rasa sakitnya sudah melebihi batas

gejala flu biasa, maka dapat kita analisa apakah ini merupakan gejala penyakit

polih hidung yang merupakan penyakit hidung lainnya dengan intensiatas gejala

yang berbeda.

Penyakit adalah sekumpulan informasi yang terdiri dari berbagai macam

gejala-gejala yang terjadi pada makhluk hidup. Seorang dokter berperan sebagai

pakar atau ahli dalam memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakit

yang dideritanya berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh si pasien.

Penggunaan fuzzy ditujukan untuk membedakan nilai prosentase antara

suatu gejala dengan penyakit lainnya. Misalnya seorang sakit demam, maupun

sakit kepala mempunyai gejala yang sama yakni sakit pada bagian kepala, yang

membedakan sakit pada bagian kepala terhadap kedua penyakit di atas adalah

intensitas dan frekuensi serangan gejala tersebut dan gejala-gejala susulan yang

menyerang pada kedua penyakit.

Seorang dokter membutuhkan analisa yang tajam dalam menganalisa

tingkat resiko suatu penyakit. Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto

dalam menganalisa tingkat resiko penyakit sangat dibutuhkan untuk membantu

para pekerja klinis dalam mengambil keputusan. Pada sistem ini, karakteristik dari

data pasien akan dicocokkan dengan pengetahuan-pengetahuan yang ada pada

basis pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan fuzzy inference system menggunakan metode

tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung melalui

gejala-gejala yang dialami oleh si pasien?

Page 3: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang akan dibahasan pada makalah ini

adalah sebagai berikut:

1.) Aplikasi Fuzzy Inference System menggunakan metode Tsukamoto

2.) Gejala-Gejala yang dibahas pada hanya hidung tersumbat/buntu dan

hidung mimisan

1.4 Tujuan

Adapun tujuannya adalah:

1.) Mengimplementasikan fuzzy inference sistem dengan metode Tsukamoto,

dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung melalui gejala-

gejala yang dialami oleh si pasien

2.) Selain itu, diharapkan dapat membantu para dokter dan pekerja medis

dalam mengidentifikasi penyakit pasiennya berdasarkan gejala-gejala yang

diberikan oleh si pasien.

Page 4: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Polip Hidung

2.1.1 Anatomi fisiologi

Menurut Drs.H.Syaifuddin hidung atau naso atau nasal merupakan

saluran udara yang pertama,mempunyai dua lubang (kavum nasi),

dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-

bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk

ke dalam lubang hidung. Bagian-bagian dari hidung adalah sebagai

berikut:

a. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.

b. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.

c. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat lipat yang

dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang berjumlah 3 buah:

1. Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)

2. Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)

3. Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)

2.1.2 Definisi

1. Definisi Hidung menurut Syaifuddin

Hidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang

(kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi)

(Syaifuddin,2006).

2. Definisi Polip menurut Subhan

Polip adalah masa lunak, berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan,

S.Kep.,2003).

3. Definisi polip hidung Subhan

Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama

kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak

yang bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan.

Page 5: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung

cairan.Sering bilateral dan multipe

2.1.3 Gejala Klinis

1) Hidung tersumbat/buntu

2) Hidung mimisan

2.2 Himpunan Fuzzy (Fuzzy Set)

Himpunan fuzzy (fuzzy set) adalah sekumpulan obyek x dimana

masing-masing obyek memiliki nilai keanggotaan (membership function) “µ”

atau disebut juga dengan nilai kebenaran. Jika X adalah sekumpulan obyek

dan anggotanya dinyatakan dengan x maka himpunan fuzzy dari A di dalam

X adalah himpunan dengan sepasang anggota atau dapat dinyatakan dengan

(Kusumadewi, 2004).

x= {μ A ( x )∨x : x∈X ,A (x)∈ [ 0,1¿∈R (2.1)

Keanggotaan Fuzzy

Pada himpunan tegas (crisp), nilai keanggotaan suatu item x dalam suatu

himpunan A, yang sering ditulis dengan µA[x], memiliki 2 kemungkinan,

yaitu:

1. satu (1), yang berarti bahwa suatu item menjadi anggota dalam suatu

himpunan, atau

2. nol (0), yang berarti bahwa suatu item tidak menjadi anggota dalam

suatu himpunan.

Himpunan fuzzy memiliki 2 atribut, yaitu :

1. Linguistik, yaitu penamaan suatu grup yang mewakili suatu keadaan

atau kondisi tertentu dengan menggunakan bahasa alami, seperti :

MUDA, PAROBAYA, TUA.

2. Numeris, yaitu suatu nilai atau angka yang menunjukkan ukuran dari

suatu variabel seperti: 25, 40, 50 dsb.

Page 6: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

Ada beberapa hal yang perlu diketahui dalam memahami sistem fuzzy, yaitu :

1. Variabel fuzzy

Variabel fuzzy merupakan variabel yang hendak dibahas

dalam suatu sistem fuzzy. Contoh: umur, temperatur, permintaan, dan

lain-lain.

2. Himpunan fuzzy

Himpunan fuzzy merupakan suatu grup yang memiliki suatu

kondisi atau keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy.

Contoh:

Variabel temperatur terbagi menjadi 5 himpunan fuzzy, yaitu:

DINGIN, SEJUK, NORMAL, HANGAT dan PANAS.

3. Semesta Pembicaraan

Semesta pembicaraan adalah keseluruhan nilai yang

diperbolehkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy.

Semesta pembicaraan merupakan himpunan bilangan real yang

senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari kiri ke kanan atau

sebaliknya. Nilai semesta pembicaraan dapat berupa bilangan positif

maupun negatif.

Contoh semesta pembicaraan:

a. Semesta pembicaraan untuk variabel umur: [0 +∞]

b. Semesta pembicaraan untuk variabel temperatur: [0 40]

Page 7: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

4. Domain

Domain himpunan fuzzy adalah keseluruhan nilai yang

diizinkan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.

Semesti halnya semesta pembicaraan, domain merupakan himpunan

bilangan real yang senantiasa naik (bertambah) secara monoton dari

kiri ke kanan. Nilai domain dapat berupa bilangan positif maupun

negatif. Contoh domain himpunan fuzzy:

MUDA = [0 45]

PABOBAYA = [35 55]

TUA = [45 +∞)

DINGIN = [0 20]

SEJUK = [15 25]

NORMAL = [20 30]

HANGAT = [25 35]

PANAS = [30 40]

2.3 Fungsi Keanggotaan

Fungsi keanggotaan adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan

titik-titik input data kedalam nilai keanggotaannya (sering disebut derajat

keanggotaan) yang memiliki interval 0 sampai 1. Ada dua cara

mendefinisikan keanggotaan himpunan fuzzy, yaitu secara numeris dan

fungsional. Definisi numeris menyatakan fungsi derajat keanggotaan sebagai

vektor jumlah yang tergantung pada tingkat diskretisasi. Misalnya, jumlah

elemen diskret dalam semesta pembicaraan.

Definisi fungsional menyatakan derajat keanggotaan sebagai batasan

ekspresi analitis yang dapat dihitung. Standar atau ukuran tertentu pada fungsi

keanggotaan secara umum berdasar atas semesta X bilangan real. Fungsi

keanggotaan fuzzy yang sering digunakan antara lain :

1. Fungsi Keanggotaan Linier

2. Fungsi Keanggotaan Segitiga

3. Fungsi Keanggotaan Trapesium

Page 8: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

4. Representasi Kurva Bahu

2.4 Operator Dasar Zadeh Untuk Operasi Himpuna Fuzzy

Misalkan himpunan A dan B merupakan dua himpunan fuzzy pada

semesta pembicaraan U dengan fungsi keangotaan µA(x) dan µB(x) untuk

setiap x. X. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi himpunan A dan B

disebut juga sebagai fire strength atau α-predikat.

Adapun operasi-operasi dasar himpunan fuzzy terdiri dari :

1. Penggabungan (Union).

2. Irisan (Intersection).

3. Ingkaran (Complement)

2.5 Logika Fuzzy

Logika fuzzy yang pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh,

memiliki derajat keanggotaan dalam rentang 0(nol) hingga 1(satu), berbeda

dengan logika digital yang hanya memiliki dua nilai yaitu 1(satu) atau 0(nol).

Logika fuzzy digunakan untuk menerjemahkan suatu besaran yang

diekspresikan menggunakan bahasa (linguistic), misalkan besaran kecepatan

laju kendaraan yang diekspresikan dengan pelan, agak cepat, cepat dan sangat

cepat. Secara umum dalam sistem logika fuzzy terdapat empat buah elemen

dasar, yaitu:

1. Basis kaidah (rule base), yang berisi aturan-aturan secara linguistik yang

bersumber dari para pakar;

2. Suatu mekanisme pengambilan keputusan (inference engine), yang

memperagakan bagaimana para pakar mengambil suatu keputusan dengan

menerapkan pengetahuan (knowledge);

3. Proses fuzzifikasi (fuzzification), yang mengubah besaran tegas (crisp)

kebesaran fuzzy;

4. Proses defuzzifikasi (defuzzification), yang mengubah besaran fuzzy hasil

dari inference engine, menjadi besaran tegas (crisp).

Page 9: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

2.6 Variabel Linguistik

Variabel linguistik adalah variabel yang bernilai kata atau kalimat

bukan angka. Alasan menggunakan kata atau kalimat dibandingkan angka

karena peranan linguistic kurang spesifik dibandingkan angka, namun

informasi yang dihasilkan jauh lebih informative. Variabel linguistik ini

merupakan konsep penting dalam logika fuzzy dan memegang peranan

penting dalam beberapa aplikasi. Suatu himpunan fuzzy dipandang sebagai

suatu nilai linguistik dari suatu variabel linguistik. Sebagai contoh: Suatu

himpunan fuzzy “rendah, agak rendah, ditengah” dipandang sebagai suatu

nilai linguistic dari suatu variabel linguistik “Letak Telinga”.

2.7 Proses Logika Fuzzy

Dalam implementasinya, sistem fuzzy terdiri dari 3 bagian, yaitu

fuzzyfikasi, inferensi fuzzy, dan defuzzyfikasi (optional), yang dimaksud

optional disini jika konklusinya sudah sesuai dengan yang diinginkan, maka

tidak perlu dilakukan defuzzyfikasi, tetapi jika konklusinya belum memenuhi

maka perlu dilakukan defuzzyfikasi.

2.7.1 Fuzzyfikasi

Pada logika fuzzy terdapat proses fuzzyfikasi, yaitu proses

pemetaan input ke himpunan fuzzy. Jika data-data input crisp, maka

fuzzyfikasi dibutuhkan untuk memetakan input crisp tersebut pada

nilai fuzzy yang bersesuaian yang akan dipergunakan sebagai

variabel input sistem. Variabel input pada sistem ini adalah gejala-

gejala penyakit. Sedangkan variabel output pada sistem adalah nama

penyakit.

2.7.2 Inferensi Fuzzy

Fuzzy Inference System dengan Metode Tsukamoto

Page 10: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

Sistem Inferensi Fuzzy (Fuzzy Inference System/FIS)

disebut juga fuzzy inference engine adalah sistem yang dapat

melakukan penalaran dengan prinsip serupa seperti manusia.

Input yang diberikan kepada FIS adalah berupa bilangan

tertentu dan output yang dihasilkan juga harus berupa bilangan

tertentu. Kaidah-kaidah dalam bahasa linguistik dapat digunakan

sebagai input yang bersifat teliti harus dikonversikan terlebih

dahulu, lalu melakukan penalaran berdasarkan kaidah-kaidah dan

mengkonversi hasil penalaran tersebut menjadi output yang

bersifat teliti.

Gambar 2.3 Proses dalam FIS

Pada Metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan

yang berbentuk IF-Then harus direpresentasikan dengan suatu

himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton.

Sebagai hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan

diberikan secara tegas (crisp) berdasarkan α-predikat (fire

strength). Hasil akhirnya diperoleh dengan menggunakan rata-rata

terbobot (Jang, dkk., 1997) (Kusumadewi, 2003).

Misalkan ada 2 variabel input, Var-1 (x) dan Var-2 (y),

serta 1 variabel output, Var-3 (z), dimana Var-1 terbagi atas 2

himpunan yaitu A1 dan A2, Var-2 terbagi atas 2 himpunan B1 dan

B2, dan Var-3 juga terbagi atas 2 himpunan yaitu C1 dan C2 (C1

dan C2 HARUS MONOTON), ada 2 aturan yang digunakan, yaitu:

Kaidah-kaidah

Fuzzyfikasi DefusifikasiPenalaran outputInput

Page 11: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

[R1] IF (x is A1) and (y is B2) THEN (z is C1) [R2] IF (x is A2)

and (y is B1) THEN (z is C2)

Gambar 2.4. Inferensi dengan menggunakan Metode Tsukamoto

Penalaran Monoton

Metode penalaran monoton digunakan sebagai dasar untuk teknik

implikasi fuzzy. Meskipun penalaran ini sudah jarang sekali

digunakan, namun terkadang masih digunakan untuk penskalaan

fuzzy. Jika 2 daerah fuzzy direlasikan dengan implikasi sederhana

sebagai berikut:

IF x is A THEN y is B

Fungsi Transfer:

Y = f((x,A),B)

Maka sistem fuzzy dapat berjalan tanpa harus melalui komposisi dan

dekomposisi fuzzy. Nilai output dapat diestimasi secara langsung dari

nilai keanggotaan yang berhubungan dengan antesedennya.

Page 12: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Proses Fuzzyfikasi Penyakit Polip Hidung

Pada proses fuzzyfikasi nilai numerik akan diubah menjadi

variabel linguistik yang memiliki nilai linguistik. Nilai linguistik ini

nantinya akan digunakan pada proses inferensi. Untuk memperoleh derajat

keanggotaan dari nilai linguistik pada masing-masing input sistem

menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut :

Derajat keanggotaan dari nilai linguistik variabel input

Gambar 3.1.1. Grafik Fungsi Derajat Keanggotaan

μ ringan(x) = {0 ; x≤ 0

1 ;0<x ≤35−x

2;3<x≤ 5

0 ;x>5

μ sedang(x) = {0 ; x ≤1

5−x4

;1<x ≤5

9−x4

;5<x ≤ 9

0 ; x>9

Page 13: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

μ tinggi(x) = { 0 ; x≤ 59−x

4;5<x ≤ 9

1; x>9

3.2 Inferensi

Pada proses inferensi terdapat aturan-aturan untuk mengontrol

inputan yang berupa variabel linguistik. Metode inferensi yang digunakan

ini menggunakan metode max-min inferensia. Langkah pertama yang

dilakukan adalah mencari nilai miu (µ) dari hasil proses fuzzyfikasi.

Pencarian ini dilakukan terus sampai semua rules mendapatkan nilai miu-

nya.

Misal inputan data Hidung buntu : 8 dan Hidung mimisan : 4.

Maka derajat keanggotaannya sebagai berikut:

hidung buntu : 8

µ ringan(x) = 0, µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0,25

hidung mimisan : 4

µ ringan(x) = 0,5 , µ sedang(x) = 0,25 dan µ tinggi(x) = 0

Dari hasil perhitungan masing-masing miu diatas kita mendapatkan

rule [R] yang tepat sehingga kita bisa mendapatkan hasil diagnosis sesuai

dengan rule tersebut. Berikut ini adalah beberapa aturan- aturan atau rule

yang digunakan :

[R1] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung

[R2] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung

[R3] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung

[R4] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung

[R5] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung

[R6] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung

[R7] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung

[R8] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung

[R9] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung

Page 14: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

3.3 Proses Penentuan Output Crisp

Setelah diperoleh kesimpulan dari proses inferensi maka akan

digunakan rata-rata terbobot untuk mengubah nilai dari variable

linguistic ke nilai numeric, proses yang dipakai dalam hal ini adalah

dengan menggunakan metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada suatu

himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. Sebagai

hasilnya, output hasil inferensi dari tiap-tiap aturan diberikan secara

tegas ( crisp ) berdasarkan α-predikat (fire strength). Hasil akhirnya

diperoleh dengan menggunakan rata-rata terbobot :

Z = α1 z1+α2 z2+…+α m zn

α 1+α2+…+α m

Sekarang kita mencari nilai Z untuk setiap aturan dengan menggunakan

fungsi MIN pada aplikasi fungsi implikasinya:

μ ringan[3] = 5−x

2

= 5−3

2

= 1

μ sedang[3]= 5−x

4

= 5−3

4

= 0,5

μ tinggi[8] = 9−x

4

= 9−8

4

= 0,25

[R1] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb sedang ∩ μM sedang

= min(μHb sedang[3] ∩ μM sedang[3])

= min(0,5 ; 0,5)

Page 15: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

= 0,5 dengan z1 = 3

[R2] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb sedang ∩ μM tinggi

= min(μHb sedang[3] ∩ μM tinggi[8])

= min(0,5 ; 0,25)

= 0,25 dengan z2 = 8

[R3] If Hidung Buntu = Sedang, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb sedang ∩ μM ringan

= min(μHb sedang[3] ∩ μM ringan [3])

= min(0,5 ; 1)

= 0,5 dengan z3 = 3

[R4] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb ringan ∩ μM ringan

= min(μHb ringan[3] ∩ μM ringan[3])

= min(1 ; 1)

= 1 dengan z4 = 3

[R5] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb ringan ∩ μM sedang

= min(μHb sedang[3] ∩ μM sedang[3])

= min(1 ; 0,5)

= 0,5 dengan z5 = 3

[R6] If Hidung Buntu = Ringan, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb ringan ∩ μM tinggi

= min(μHb ringan[3] ∩ μM ringan[8])

= min(1 ; 0,25)

= 0,25 dengan z6 = 8

[R7] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Ringan Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb tinggi ∩ μM ringan

= min(μHb tinggi[8] ∩ μM ringan[3])

= min(0,25 ; 1)

= 0,25 dengan z7 = 8

Page 16: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

[R8] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Sedang Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb tinggi ∩ μM sedang

= min(μHb tinggi[8] ∩ μM sedang[3])

= min(0,25 ; 0,5)

= 0,25 dengan z8 = 8

[R9] If Hidung Buntu = Tinggi, Mimisan = Tinggi Then Polip Hidung

α – predikat1 = μHb tinggi ∩ μM tinggi

= min(μHb tinggi[8] ∩ μM tinggi[8])

= min(0,25 ; 0,25)

= 0,25 dengan z9 = 8

Dari perhitungan diatas maka kita dapat menghitung rata-rata

terbobotnya:

Z = α1 z1+α2 z2+…+α m zn

α 1+α2+…+α m

=

(0,5 ) (3 )+(0,25 ) (8 )+(0,5 ) (3 )+ (1 ) (3 )+(0,5 ) (3 )+ (0,25 ) (8 )+(0,25 ) (8 )+(0,25 ) (8 )+ (0,25 ) (8 )(0,5 )+ (0,25 )+(0,5 )+ (1 )+ (0,5 )+(0,25 )+(0,25 )+ (0,25 )+(0,25 )

= 1,5+2+1,5+3+1,5+2+2+2+2

3,75

= 17,53,75

= 4,6667

Dari perhitungan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien

dengan input data hidung buntu 8 dan mimisan 4 menderita penyakit

polip hidung.

Page 17: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan bahwa:

1. Logika fuzzy dapat bermanfaat karena merupakan sebuah cara yang

efektif dan akurat untuk mendeskripsikan persepsi manusia terhadap

persoalan pengambilan keputusan.

2. Fuzzy merupakan representasi suatu pengetahuan yang dikonstruksikan

dengan if-then rules.

3. Pada metode Tsukamoto, setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk if-

then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi

keanggotaan yang monoton.

4.2 Saran

Adapun saran untuk perbaikan kedepannya adalah sebagai berikut:

1. Masih terbuka untuk penelitian lanjutan dengan menggunakan metode

inferensi selain Tsukamoto.

2. Untuk mendapatkan keputusan yang lebih akurat lagi, maka perlu

ditambahkan beberapa input gejala lainnya yang dapat menyebab kan

polip hidung itu sendiri.

Page 18: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

3. Untuk pengembangan selanjutnya dapat dilakukan penganalisisan

penyakit dalam lainnya.

4. Untuk mempermudah kita dalam mengambil keputusan maka perlu

dibuatkan program aplikasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Hellmann, Martin, 2001, “Fuzzy Logic Introduction”.

Kusumadewi, Sri., Purnomo, Hari. 2004. “Aplikasi Logika Fuzzy Untuk

Pendukumg Keputusan”.Graha Ilmu:jakarta.

Klir, G.J., Yuan, B. 1995. “Fuzzy Sets and Fuzzy Relation: Theory and

Applications”, New Jersey:Prentice Hall.

Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. 2007. “Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung

Tenggorok Kepala & Leher”. Edisi keenam. Jakarta: FKUI.

Page 19: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

SEMINAR MATEMATIKA

PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM (FIS)

TSUKAMOTO DALAM MENGANALISA TINGKAT RESIKO

PENYAKIT POLIP HIDUNG

Disusun Oleh:

NAMA : NIA PERMATASARI

NIM : 09221043

PROGRAM STUDI : MATEMATIKA

DOSEN PEMBIMBING : GUSMELIA TESTIANA, M. Kom

DOSEN PENGAMPU : AGUSTIANY DUMEVA PUTRI, M.Si

Page 20: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

JURUSAN TADRIS MIPA

FAKULTAS TARBIYAH IAIN RADEN FATAH

PALEMBANG

2012

LEMBAR BIMBINGAN

Nama : Nia Permatasari

NIM : 09 221 043

Judul Seminar : Penerapan Fuzzy Inference System (Fis) Tsukamoto

Dalam Mendiagnosa Jenis Penyakit Dalam Yang

Mengganggu Alat Pernapasan Pada Manusia Melalui

Gejala-Gejala Yang Ditimbulkannya

Dosen Pembimbing : Gusmelia Testiana, M. Kom

Tanggal Konsultasi Paraf

Page 21: Penerapan fuzzy inference system (fis) tsukamoto dalam menganalisa tingkat resiko penyakit polip hidung

Pengampuh Mata Kuliah

Agustiany Dumeva Putri, M.Si