penentuan skala prioritas penanganan jalan

167
1 TESIS PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN DI KABUPATEN BANGLI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011 I DEWA AYU NGURAH ALIT PUTRI

Upload: truongtuyen

Post on 19-Dec-2016

315 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

1

TESIS

PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN

DI KABUPATEN BANGLI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

I DEWA AYU NGURAH ALIT PUTRI

Page 2: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

2

TESIS

PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN

DI KABUPATEN BANGLI

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2011

I DEWA AYU NGURAH ALIT PUTRI

NIM : 0791561055

Page 3: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

3

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan Kehadapan Ida Shang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Maha Esa, atas karunia dan rakhmat-Nya maka penulis dapat

menyusun Tesis dengan judul “Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten Di Kabupaten Bangli” Penyusunan Tesis ini bertujuan untuk

memenuhi salah satu persyaratan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi

strata dua Program Megister Teknik Sipil Universitas Udayana. Dalam

kesempatan ini penulis mengucapkan Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

Bapak I Putu Alit Suthanaya, ST.,MEng,Sc.,Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I

dan Bapak Ir. Dewa Ketut Sudarsana, MT selaku Dosen Pembimbing II, yang

dengan sabar membimbing dan memberikan petunjuk dalam penyusunan Tesis

ini. Terimakasih kepada Bapak Kadis Bina Marga DPU Kab.Bangli, Kabid Bina

Marga DPU Kab.Bangli dan Bapak Ketua Bappeda Kab.Bangli yang sangat

membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Terimakasih kepada rekan-rekan kuliah

dan karyawan Program Magister Teknik Sipil Universitas Udayana atas dukungan

bantuan dan kerjasamanya. Terimakasih yang tak ternilai kepada ayah dan ibu

serta saudara yang telah memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat

menyelesaikan Tesis ini. Terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak bisa

penulis sebutkan namanya satu persatu atas bantuannya dalam penyusunan Tesis

ini.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih banyak kekurangan-kekurangan

dan masih jauh dari sempurna, untuk itu masih perlu mendapatkan masukan,

kritik dan saran dari pembaca atas tulisan ini sehingga menjadi sempurna.

Denpasar, 8 Juni 2011

Page 4: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

4

PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN KABUPATEN DI KABUPATEN BANGLI

ABSTRAK

Jalan Kabupaten merupakan prasarana transportasi yang penting dalam

pertumbuhan pembangunan sosial dan ekonomi. Kabupaten Bangli yang merupakan salah

satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali, terdiri atas 4 (empat) kecamatan dan memiliki

panjang jalan kabupaten 73.823 Km dan terbagi dalam 369 ruas jalan. Dengan

keterbatasan dana sulit menentukan prioritas penanganannya, sehingga banyak ditemukan

ketimpangan seperti banyaknya jalan yang belum mendapat penanganan dan wilayah

Bangli timur hanya sebagian kecil yang mendapat penanganan. Dengan demikian perlu

mengkaji metode penetapan prioritas penanganan jalan sesuai kebutuhan masyarakat.

Pada penentuan prioritas dengan berdasarkan SK No. 77 Dirjen Bina Marga,

Tahun 1990, dapat diperoleh bahwa urutan prioritas tertinggi adalah jalan dengan nilai

LHR dan NPV tertinggi demikian sebaliknya nilai LHR rendah dengan NPV yang rendah

akan memperoleh hasil perhitungan skala prioritas dengan urutan rendah. Sedangkan

penentuan skala prioritas dengan bantuan metode Analytical Hierarcy Process (AHP)

dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai faktor yaitu : kondisi jalan, volume lalu

lintas, manfaat ekonomi, kebijakan dan aspek tata guna lahan. Berdasarkan penentuan

urutan/skala prioritas penanganan jalan dengan metode AHP diperoleh tingkat

kepentingan dengan bobot masing-masing kriteria yang dipakai untuk menentukan

prioritas penanganan jalan. Adapun bobot masing-masing kriteria diurut berdasarkan

urutannya yaitu : kondisi jalan (23,9%), volume lalu lintas (22,9%), ekonomi (22,8%),

tata guna lahan (15,3%) dan kebijakan (15,1%). Perolehan urutan prioritas penanganan

jalan dengan metode AHP pada penelitian ini berbeda hasilnya dengan menggunakan SK

No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Hal ini disebabkan tidak hanya mengutamakan

nilai NPV tetapi adanya kombinasi beberapa faktor kriteria. Beberapa perubahan tersebut

terlihat pada ruas jalan yang LHRnya kecil, dengan nilai NPV rendah tetapi dibutuhkan

masyarakat memperoleh urutan skala prioritas tinggi.

Page 5: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

5

Berdasarkan hasil perbandingan dari kedua metode, metode AHP disarankan

untuk digunakan karena beberapa aspek dan kriteria dapat dikombinasikan sehingga

urutan prioritas dapat menggambarkan kebutuhan masyarakat dengan baik.

Kata kunci : Jalan kabupaten, prioritas penanganan, metode AHP.

DETERMINATION OF REGENCIAL ROAD HANDLING PRIORITY IN BANGLI REGENCY

ABSTRACT

Regencial road is an important transport infrastructure to support social

and economic development. Bangli Regency is one of the regencies in Bali

Proivince, wich consists of 4 ( four) district and has 73.823 km length of regencial

road, divided into 369 road section. It is difficult to determine road handling

priority because of limited availability of funding. Unbalance road development

was found such as lack of road development in the eastern of Bangli. Therefore, it

is required to study suitable method that can be applied to determine road

handling priority.

In determining road handling priority based on SK No.77 Dirjen Bina

Marga 1990, it was found that road section wich has hight priority is the road with

the highest AADT and NPV value and vice versa. In determining road handling

priority based on AHP method, several factors were considered such as road

condition, traffic volume, economic benefid, policy and land use factor.

Determination of road handling priority based on AHP method, it was found the

weighting of each criteria i.e road condition (23,9%), traffic volume (22,9%),

economic (22,8%), land use (15,3%) and Policy (5,1%). It was found that the road

handling priority based on AHP Method, 1990 because was different from Sk

No.77 Dirjen Bina Marga. Considering several factors as mentioned above. It was

found that although having low AADT and NPV values, several road section had

a high priority because required by the communities.

Based on the comparison of the two methods, it is recommended to use

AHP method because several aspects and criterias can be combined. Therefore the

rank of priority obtained may closely represent community requirement.

Page 6: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

6

Keyword : regencial road, handling priority, AHP Method.

DAFTAR ISI

Hal

Sampul Dalam ................................................................................................... i

Prasyarat Gelar ................................................................................................ ii

Lembar Persetujuan................ .......................................................................... iii

Lembar Panitia Penguji Tesis ........................................................................... iv

Ucapan Terima Kasih ....................................................................................... v

Abstrak............................................................................................................... vi

Abstract ............................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN...................................... .................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... ............................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 5

1.3 Tujuan Penelitian............. ............................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 7

1.6 Sistematika Penulisan.................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 10

2.1 Pengertian Jalan... ........................................................................ 10

2.2 Klasifikasi Jalan............................................................................ 10

Page 7: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

7

2.2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya .................................. 10

2.2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Muatan Sumbu .................... 11

2.2.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Administrasi Pemerintahan . 12

2.3 Volume Lalu Lintas....................................................................... 14

2.4 Penanganan Jalan ......................................................................... 15

2.4.1 Pekerjaan Berat.................................................................... 16

2.4.2 Pemeliharaan Jalan .............................................................. 17

2.2.3 Pekerjaan Penyangga dan Pekerjaan Darurat Jalan ........... . 18

2.5 Sumber Dana Penanganan Jalan ................................................. 19

2.6 Kebijakan Penanganan Jalan ..................................................... 19

2.6.1 Metode-Metode Dalam Pengambilan Keputusan ................. 21

2.7 Tata Guna Lahan ............................................................................ 23

2.8 Penentuan Skala Prioritas Berdasarkan SK. No.77, Tahun 1990.... 25

2.9 Penentuan Skala Prioritas dg Metode Analytical Hierarcy Process. 25

2.9.1 Penentuan Prioritas.................................................................. 31

2.9.2 Proses-proses dalam Metode Analytical Hierarcy Process..... 32

2.9.3 Matrik Perbandingan Berpasangan......................................... 33

2.9.4 Perhitungan Bobot Elemen.................................................... 34

2.9.5 Perhitungan Konsistensi......................................................... 36

2.9.6 Pembobotan Kriteria Total Responden.................................. 39

2.9.7 Model Matematis................................................................... 39

2.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel................................... 40

2.10.1 Teknik Sampling Dalam Pengambilan Sampel.................... 41

2.11 Kuisioner....................................................................................... 45

2.11.1 Petunjuk Pembuatan Kuisioner............................................ 45

2.11.2 Isi Pertanyaan....................................................................... 46

2.11.3 Jenis Pertanyaan................................................................... 47

2.11.4 Skala Pengukuran Kuisioner................................................ 47

2.12 Jenis Penelitian.............................................................................. 49

Page 8: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

8

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 50

3.1 Tahapan Penelitian......................................................................... 50

3.2 Studi Pendahuluan ......................................................................... 52

3.3 Latar Belakang dan Rumusan Masalah.......................................... 53

3.4 Tujuan Penelitian........................................................................... 54

3.5 Pengumpulan Data......................................................................... 54

3.5.1 Pengumpulan Data Sekunder................................................. 55

3.5.2 Pengumpulan Data Primer..................................................... 58

3.6 Variabel Penelitian......................................................................... 59

3.7 Analisis Data ................................................................................. 61

BAB IV DESKRIPSI DATA........................................................................ 62

4.1 Gambaran Umum dan Letak Geografis.......................................... 62

4.2 Prasarana Jalan................................................................................ 62

4.3 Hasil Penilaian Responden.............................................................. 63

4.3.1 Jawaban Terhadap Penilaian pada Level 2 (Kriteria)............ 65

4.3.2 Jawaban Terhadap Penilaian pada Level 3 (Sub Kriteria)..... 66

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN...................................... 74

5.1 Penyusunan Hirarki dan Bobot....................................................... 74

5.1.1 Struktur Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten.............................................................................. 74

5.1.2 Bobot Penilaian Kriteria......................................................... 76

5.1.3 Perhitungan Bobot Sub Kriteria............................................. 82

5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Kondisi Jalan......... 82

5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Volume Lalulintas. 86

5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Ekonomi................ 89

5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Kebijakan............... 91

5.1.3.1 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Tata Guna Lahan.... 94

5.2 Penerapan Bobot Kriteria untuk Penanganan Jalan........................ 99

Page 9: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

9

5.2.1 Data Kondisi Jalan.................................................................. 99

5.2.2 Data Volume Lalu Lintas...................................................... 101

5.2.3 Data Ekonomi......................................................................... 101

5.2.4 Data Kebijakan....................................................................... 102

5.2.5 Data Tata Guna Lahan............................................................. 103

5.3 Penerapan Bobot Sub Kriteria untuk Penanganan Jalan.................. 104

5.3.1 Penerapan Bobot Sub Kriteria Kondisi Jalan.......................... 104

53.2 Penerapan Bobot Sub Kriteria Volume Lalu Lintas................ 106

5.3.3 Penerapan Bobot Sub Kriteria Ekonomi................................. 108

5.3.4 Penerapan Bobot Sub Kriteria Kebijakan............................... 109

5.3.5 Penerapan Bobot Sub Kriteria Tata Guna Lahan.................... 104

5.3.6 Perhitungan Skal Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan

Metode AHP........................................................................... 112

5.4 Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Berdasarkan SK. No.77,

Dirjen Bina Marga Tahun 1990.......................................................

115

5.5 Perbandingan Hasil Skala/Urutan Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten antara Berdasarkan SK. No.77, Tahun 1990 dengan

Metode AHP................................................................................... 116

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN........................................................... 119

6.1 Simpulan....................................................................................... 119

6.2 Saran.............................................................................................. 124

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 125

Page 10: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

10

LAMPIRAN.................................................................................................... 127

LAMPIRAN A PETA WILAYAH STUDI.................................................... 127

LAMPIRAN B KUISIONER.......................................................................... 129

LAMPIRAN C DATA SEKUNDER

( Data Penganganan Jalan Kabupaten di Kab. Bangli).......... 150

LAMPIRAN D ANALISIS DATA

(Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di

Kabupaten Bangli)................................................................. 159

Page 11: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

11

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 : Abstraksi Susunan Hirarki Keputusan........................................ 32

Gambar 2.2 : Konsistensi Matrik...................................................................... 37

Gambar 3.1 : Langkah-langkah Penelitian....................................................... 52

Gambar 3.2 : Penyusunan Level Hirarki Penanganan Jalan............................. 61

Gambar 5.1 : Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten.................................................................................. 75

Gambar 5.2 : Matrik Nilai Eigen Maximum ”Kriteria”................................... 80

Gambar 5.3 : Matrik Nilai Eigen Maximum ”Kondisi Jalan”.......................... 84

Gambar 5.4 : Matrik Nilai Eigen Maximum ”Volume Lalu Lintas”............... 88

Gambar 5.5 : Matrik Nilai Eigen Maximum ”Ekonomi”................................. 90

Gambar 5.6 : Matrik Nilai Eigen Maximum ”Kebijakan”........................ ....... 93

Gambar 5.7 : Matrik Nilai Eigen Maximum ”Tata Guna Lahan...................... 96

Gambar 5.8 : Bobot Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten.................................................................................. 98

Gambar A.1 : Peta Wilayah Studi.................................................................... 127

Gambar A.2 : Peta Jaringan Jalan Kabupaten Bangli...................................... 128

Page 12: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

12

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 : Perbandingan Matrik Perbandingan Berpasangan.......................... 32

Tabel 2.2 : Perbandingan Kriteria Berpasangan................................................ 34

Tabel 2.3 : Matrik Perbandingan Berpasangan Bobot Elemen.......................... 35

Tabel 2.4 : Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan............ 35

Tabel 2.5 : Random Indeks................................................................................ 38

Tabel 4.1 : Jumlah Ruas Jalan dan Panjang Jalan Kabupaten Bangli................ 63

Tabel 4.2 : Rekapitulasi Jawaban Responden tentang ”Kriteria”...................... 65

Tabel 4.3 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria ”Kondisi Jalan”....................... 67

Tabel 4.4 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria ”Volume Lalu Lintas ............. 69

Tbel 4.5 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria ”Ekonomi”............................... 70

Tabel 4.6 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria ”Kebijakan”............................ 71

Tabel 4.7 : Rekap. Jawaban Resp.Sub Kriteria ”Tata Guna Lahan”................. 72

Tabel 5.1 : Skala Perbandingan Penilaian ”Kriteria”......................................... 77

Tabel 5.2 : Matrik Awal Sub ”Kriteria”............................................................. 79

Tabel 5.3 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas ”Kriteria”....... .......................... 80

Tabel 5.4 : Bobot Kriteria Penanganan Jalan Kabupaten.................................. 81

Tabel 5.5 : Skala Perbandingan Penilaian ”Kondisi Jalan”............................... 82

Tabel 5.6 : Matrik Awal Sub ”Kondisi Jalan”................................................... 84

Tabel 5.7 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas ” Kondisi Jalan ”. ................... 84

Tabel 5.8 : Bobot Sub Kriteria Kondisi Jalan .................................................. 85

Tabel 5.9 : Skala Perbandingan Penilaian ”Volume Lalu Lintas”.................... 86

Tabel 5.10 : Matrik Awal Sub ” Volume Lalu Lintas ”..................................... 87

Tabel 5.11 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas ” Volume Lalu Lintas”........... 87

Tabel 5.12 : Bobot Sub Kriteria Volume Lalu Lintas ...................................... 88

Page 13: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

13

Tabel 5.13 : Skala Perbandingan Penilaian ”Ekonomi”..................................... 89

Tabel 5.14 : Matrik Awal Sub ” Ekonomi ”...................................................... 90

Tabel 5.15 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas ” Ekonomi”............................ 90

Tabel 5.16 : Bobot Sub Kriteria Ekonomi ....................................................... 91

Tabel 5.17 : Skala Perbandingan Penilaian ”Kebijakan”................................... 92

Tabel 5.18 : Matrik Awal Sub ”Kebijakan”...................................................... 92

Tabel 5.19 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas ”Kebijakan”............................ 93

Tabel 5.20 : Bobot Sub Kriteria Kebijakan ..................................................... 94

Tabel 5.21 : Skala Perbandingan Penilaian ”Tata Guna Lahan”........................ 95

Tabel 5.22 : Matrik Awal Sub ”Tata Guna Lahan”.......................................... 95

Tabel 5.23 : Nilai Eigen Vektor Skala Prioritas ”Tata Guna Lahan”................ 96

Tabel 5.24 : Bobot Sub Kriteria Tata Guna Lahan .......................................... 97

Tabel 5.25 : Penilaian Tingkat Keerusakan Jalan Kabupaten ......................... 100

Tabel B.1 : Daftar Peserta Responden............................................................ 149

Tabel C.1 : Penuntun Manfaat Lalu Lintas Rendah........................................ 150

Tabel C.2 : Penuntun Manfaat Lalu Lintas Tinggi......................................... 151

Tabel C.3 : Data Penanganan Jalan Kabupaten (Kondisi Baik)..................... 152

Tabel C.4 : Data Penanganan Jalan Kabupaten (Kondisi Sedang)................. 154

Tabel C.5 : Data Penanganan Jalan Kabupaten (Kondisi Rusak)................... 158

Tabel D.1 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

Berdasarkan SK No.77/BM/1990 (Kondisi Baik)...................... 159

Tabel D.2 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

Berdasarkan SK No.77/BM/1990 (Kondisi Sedang).................. 161

Tabel D.3 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

Berdasarkan SK No.77/BM/1990 (Kondisi Rusak).................... 165

Tabel D.4 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

dengan Metode AHP (Kondisi Baik).......................................... 166

Tabel D.5 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

dengan Metode AHP (Kondisi Sedang)...................................... 168

Tabel D.6 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

Page 14: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

14

dengan Metode AHP (Kondisi Rusak)........................................ 172

Tabel D.7 : Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten antara

Metode SK No.77 dengan Metode AHP (Kondisi Baik)............ 173

Tabel D.8 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

dengan Metode AHP (Kondisi Sedang)...................................... 175

Tabel D.9 : Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

dengan Metode AHP (Kondisi Rusak)........................................ 179

Page 15: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diterbitkannya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang

Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Daerah dilaksanakan dengan memberikan

kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Pemberian

kewenangan yang luas tersebut memerlukan koordinasi dan pengaturan yang lebih

mengharmoniskan dan menyelaraskan pembangunan, baik pembangunan

nasional, pembangunan daerah maupun pembangunan antar daerah. Hal ini

merupakan respon pemerintah terhadap aspirasi yang muncul baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah dengan tujuan agar pelaksanaan otonomi daerah

semakin baik. Salah satu penyerahan wewenang tersebut sebagai pendukung

Peraturan Pemerintah yang terdahulu yaitu PP No. 14 Tahun 1988 tentang

penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang Pekerjaan Umum kepada

daerah.

Dengan adanya penyerahan sebagian urusan pemerintahan khususnya di

bidang Pekerjaan Umum, Pemerintah Kabupaten Bangli telah mengadakan

berbagai usaha untuk melaksanakan otonomi daerah sebaik mungkin, salah

satunya adalah perbaikan prasarana transportasi jalan, dimana Kabupaten Bangli

Page 16: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

16

memiliki 369 ruas jalan jalan kabupaten, dengan panjang jalan keseluruhan

731.823 km yang tersebar di 4 (empat) kecamatan.

Dalam perkembangan pembangunan selanjutnya di Kabupaten Bangli

perlu dilakukan pemerataan pembangunan di segala bidang, sehingga sangat

diperlukan faktor-faktor pendukung seperti tersedianya jalan yang stabil dan

selalu mendapat penanganan, karena bila kondisi jalan tidak ditangani secara tepat

tidak akan mencapai umur rencana.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Kabupaten Bangli Tahun 2006-2010, penanganan jalan saat ini dilakukan

terhadap jalan Kabupaten sepanjang 238.799 km. Adapun beberapa program yang

dicanangkan yaitu: pemeliharaan, pembangunan dan peningkatan serta

rehabilitasi jalan dan jembatan. Untuk melaksanakan RPJMD tersebut, sangat

diperlukan penentuan skala prioritas penanganan jalan yang tepat dan perhitungan

yang matang, agar tujuan dapat tercapai serta tidak mengurangi kualitas

pekerjaan.

Adapun pelaksanaan program prasarana jalan yang telah dilaksanakan

Pemerintah Kabupaten Bangli periode Tahun Anggaran 2008 sampai dengan 2010

secara keseluruhan sepanjang 178.939 km sebanyak 201 ruas. Pelaksanaan

kegiatan tersebut sebagian besar terletak di Kecamatan Kintamani dan di

Kecamatan Bangli.

Page 17: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

17

Dengan memperhatikan pelaksanaan penanganan jalan di Kabupaten

Bangli, banyak terjadi ketimpangan–ketimpangan, seperti: banyaknya jalan yang

belum mendapat penanganan baik pemeliharaan maupun peningkatan, aspirasi

masyarakat melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di

tingkat desa dan kecamatan hanya sebagian kecil yang direalisasikan dalam

APBD dan penentuan skala prioritas yang telah dilakukan selama ini masih

didominasi kebijaksanaan pengambil keputusan dalam menetapkan kebijakan

yaitu memprioritaskan penanganan proyek jalan yang belum mendapat

penanganan dengan mengesampingkan kriteria teknis, manfaat dan biaya.

Pedoman perencanaan jalan selama ini yang digunakan dalam penentuan

skala prioritas penanganan jalan kabupaten berdasarkan SK.No.77, Dirjen Bina

Marga, Tahun 1990, yaitu berdasarkan data Lalu Lintas Harian Rata (LHR) dan

Nilai Net Present Value (NPV) saja. Hal ini kurang tepat karena hasil prioritas

penanganan jalan yang dilaksanakan selama ini menyimpang dari hasil prioritas

sebagaimana prioritas penanganan jalan yang didapat dari Surat Keputusan.

No.77, Dirjen Bina Marga yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan karena

kompleksnya permasalahan di lapangan yang dipengaruhi oleh berbagai aspek

seperti: kondisi jalan (yang ditentukan berdasarkan hasil survey Bidang Bina

Marga), lalu lintas harian rata-rata (LHR), kebijakan (kewenangan kepala daerah

yang dilakukan saat Musrenbang Kabupaten maupun saat pengesahan di provinsi

serta Anggaran Biaya Tambahan/ABT), aspirasi masyarakat (pemerataan

Page 18: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

18

penanganan jalan di tiap-tiap kecamatan), dana anggaran (besaran biaya yang

dibutuhkan dalam penanganan jalan) dan aspek tata guna lahan.

Maka dari itu diperlukan sebuah metode yang dapat menampung semua

aspek tersebut dan dapat mengantisipasi ketimpangannya. Selanjutnya diharapkan

dapat mengurangi permasalahan dan disusun urutan penanganan jalan yang sesuai

kebutuhan, sebagaimana hasil perumusan terhadap penentuan prioritas

penanganan jalan kabupaten yang telah dilaksanakan di Kabupaten Badung

(Suyasa, 2007) dan di Kabupaten Gianyar (Karya, 2004).

Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Suyasa (2007), yang bertujuan

untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten

Badung dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Adapun faktor

kriteria yang digunakan ada 4 (empat) faktor kriteria yaitu kondisi jalan, volume

lalu lintas, ekonomi dan kebijakan. Adapun hasil yang didapat dari penelitian

yang dilakukan dalam penentuan skala prioritas jalan secara hirarki diharapkan

akan memberikan hasil yang lebih representatif.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Suyasa(2007) dan

Karya (2004) dalam penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten dengan

menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) maka dalam penelitian

ini, akan dikaji skala prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli

dengan metode AHP. Berbeda dengan dengan penelitian sebelumnya, dalam

penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten selain faktor kondisi jalan,

faktor volume lalu lintas, faktor ekonomi dan faktor kebijakan juga disertakan

Page 19: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

19

fakor tata guna lahan. Hasil analisis penentuan skala prioritas penanganan jalan

dari metode AHP akan dibandingkan dengan analisis berdasarkan pedoman

perencanaan jalan kabupaten yaitu SK No.77 KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga.

Dari hasil perbandingan kedua metode tersebut diharapkan akan diperoleh suatu

kesimpulan metode mana yang lebih representaif yang dapat digunakan dalam

penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli di

masa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kondisi seperti yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah urutan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Bangli

berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga ?

2. Bagaimanakah urutan prioritas penanganan jalan di Kabupaten Bangli

berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ?

3. Bagaimanakah perbandingan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten

di Kabupaten Bangli berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina

Marga dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ?

4. Bagaimanakah kelebihan dan kelemahan penentuan skala prioritas

penanganan jalan kabupaten berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen

Bina Marga dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ?

Page 20: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

20

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menentukan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten

Bangli berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga.

2. Menentukan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten

Bangli dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

3. Membandingkan hasil urutan prioritas penanganan jalan kabupaten

berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen Bina Marga dengan metode

Analytical Hierarchy Process (AHP).

4. Mengetahui kelebihan dan kelemahan penentuan skala prioritas

penanganan jalan kabupaten berdasarkan SK.No.77/KPTS/Db/1990 Dirjen

Bina Marga dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dapat dibedakan atas 2 (dua) sudut pandang

yaitu sudut pandang pemerintah dan sudut pandang masyarakaat.

1. Dari sudut Pemerintah Kabupaten Bangli sebagai acuan dalam

manentukan skala prioritas penanganan jalan kabupaten.

Page 21: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

21

2. Dari sudut masyarakat dapat memberi gambaran yang jelas tentang

penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli dan diharapkan

dapat mengoptimalkan partisipasi masyarakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dengan tujuan memberi arah yang

lebih baik dan jelas. Dalam hal ini batasan permasalahan adalah sebagai berikut :

1. Data jalan kabupaten yang digunakan pada penelitian tesis ini adalah

data jalan kabupaten di Kabupaten Bangli tahun anggaran 2008-

2010.

2. Penentuan skala prioritas dengan menggunakan metode Analytical

Hierarchy Process (AHP) dan metode SK.No.77 Dirjen Bina Marga

Tahun 1990.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini meliputi :

1. Bab I Pendahuluan :

Pada Bab I Pendahuluan, akan diuraikan tentang latar belakang,

rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup dan

sistematika penulisan.

2. Bab II Tinjauan Pustaka :

Page 22: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

22

Pada Bab II atau pada Tinjauan Pustaka, akan diuraikan tentang

teori, atau pendekatan teori, proposisi dan konsep yang relevan untuk

digunakan dalam menyelesaikan masalah yang telah dirumuskan,

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Bab III Metode Penelitian :

Pada Bab III atau pada Metode Penelitian, akan diuraikan tentang

rancangan dan diagram alir penelitian, lokasi dan objek penelitian,

sumber data, serta responden penelitian.

4. Bab IV Deskripsi data :

Pada Bab IV atau pada Deskripsi Data, akan diuraikan tentang data

yang akan diperlukan/dipergunakan, proses pengumpulan data

tersebut, serta hasil pengumpulan data dalam bentuk rekapitulasi dan

kompilasi data sesuai kebutuhan data dalam gambar dan tabel.

Khusus hasil pengumpulan data yang ditampilkan dalam bentuk

gambar dan tabel yang tidak dapat ditampilkan pada 1 (satu) halaman

yang tersedia maka data tersebut akan ditampilkan pada bagian

lampiran.

5. Bab V Analisis Data dan Pembahasan :

Pada Bab V atau pada Analisis Data dan Pembahasan ini, akan

diuraikan tentang proses penyelesaian rumusan masalah yang telah

dirumuskan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan teori, atau

Page 23: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

23

pendekatan teori, propisisi, konsep yang telah diuraikan pada Bab II

(Tinjauan Pustaka) dan Bab III (Metode Penelitian) dengan data

masukan sebagaimana yang diuraikan, direkapitulasi dan dikompilasi

pada Bab IV (Deskripsi Data). Sebagaimana halnya pada Bab IV,

bilamana ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar yang mana

hasil analisis penelitian dalam bentuk gambar dan tabel yang tidak

dapat ditampilkan pada 1 (satu) halaman yang tersedia maka hasil

penelitian tersebut akan ditampilkan pada bagian lampiran.

6. Bab VI Simpulan dan Saran :

Pada Bab VI atau pada Simpulan dan Saran, akan diuraikan intisari

dari hasil penelitian yang telah dianalisis dan dibahas. Simpulan

dalam penelitian ini merupakan rangkuman jawaban atas rumusan

masalah. Sedangkan saran dalam penelitian ini merupakan anjuran

tentang prospek dari hasil penelitian dalam penerapannya

dimasyarakat sebagai hasil yang bersifat applicable.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jalan

Menurut Undang–Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud dengan

jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya yang

diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada dibawah permukaan tanah,

diatas pemukaaan tanah, dibawah permukaan air, serta diatas pemukaan air,

Page 24: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

24

kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan mempunyai peranan untuk mendorong

pembangunan semua satuan wilayah pengembangan, dalam usaha mencapai

tingkat perkembangan antar daerah. Jalan merupakan satu kesatuan sistem

jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan

dengan wilayah lainnya.

2.2 Klasifikasi Jalan

Berdasarkan UU RI No.22 Tahun 2009, jalan dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

2.2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya

Pengelompokan jalan menurut fungsinya dapat dibedakan atas :

1. Jalan Arteri

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan

ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan

masuk dibatasi dengan berdaya guna.

2. Jalan Kolektor

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul

atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata

sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan Lokal

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat

dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah

jalan masuk tidak dibatasi.

Page 25: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

25

2.2.2 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Muatan Sumbu

Untuk keperluan pengaturan penggunaan jalan dan pemenuhan kebutuhan

angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yaitu :

1. Jalan Kelas I

Yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor

termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran

panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan

muatan sumbu terberat sebesar 10 ton.

2. Jalan Kelas II

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui

kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm,

ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200

mm dan muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.

3. Jalan Kelas III

Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui

kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran

panjang tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan

muatan sumbu terberat sebesar 8 ton.

4. Jalan Kelas Khusus

Page 26: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

26

Yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran

lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang melebihi 18.000 mm, ukuran

paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.

Disebutkan pula bahwa volume lalu lintas adalah jumlah kendaraaan yang

melewati suatu titik pengamatan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Satuan

volume yang umum digunakan dalam perhitungan LHR (Lalu lintas harian rata-

rata) adalah smp.

2.2.3 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Administrasi Pemerintahan

Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian jalan

berdasarkan wewenang Pembinaan Jalan. Menurut PP No.26 tahun 1985 tentang

jalan, pengelompokan berdasarkan wewenang tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jalan Nasional

Adalah jalan menghubungkan antar ibukota provinsi, yang memiliki

kepentingan strategis terhadap kepentingan nasional di bawah pembinaan

menteri atau pejabat yang ditunjuk, diantaranya:

a. Jalan arteri primer, berfungsi melayani angkutan utama yang

merupakan tulang punggung transportasi nasional yang

menghubungkan pintu gerbang utama (pelabuhan utama dan Bandar

udara kelas utama).

b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar provinsi.

c. Jalan yang mempunyai nilai strategis kepentingan nasional.

2. Jalan Provinsi

Page 27: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

27

Adalah jalan dibawah pembinaan provinsi atau instansi yang ditunjuk,

diantaranya adalah jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota

provinsi dengan ibukota kabupaten/kotamadya.

3. Jalan Kabupaten

Adalah jalan dibawah pembinaan kabupaten atau instansi yang ditunjuk

diantaranya :

a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional atau

provinsi.

b. Jalan lokal primer.

c. Jalan yang memiliki strategis untuk kepentingan kabupaten.

4. Jalan Kotamadya

Adalah jalan dibawah pembinaan kotamadya, diantaranya jalan kota dan

sekunder dalam kota.

5. Jalan Desa

Adalah jalan dibawah pembinaan desa yaitu : jalan sekunder yang ada di

desa.

6. Jalan Khusus

Adalah jalan dibawah pembinaaan pejabat atau instansi yang ditunjuk

yaitu jalan yang dibangun secara khusus oleh instansi atau kelompok.

Page 28: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

28

2.3 Volume lalu lintas

Menurut Pedoman Pengumpulan data lalu lintas jalan Direktorat Jendral

Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (1999), Pada moda transportasi

darat pergerakan lalu lintas dikelompokkan berdasarkan atas beberapa hal,

diantaranya berdasarkan jenis kendaraan yang digunakan akan ada pergerakan

dengan kendaraan bermotor dan tanpa kendaraan bermotor. Pergerakan dengan

kendaraan bermotor dikelompokkan atas beberapa hal diantarannya berdasarkan

kepemilikannya yang dikelompokan menjadi pergerakan dengan kendaraan

pribadi dan kendaraan umum. Berdasarkan jenis muatan yang dipindahkan akan

ada pergerakan angkutan barang dan pergerakan angkutan orang.

Dalam survey tahunan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bangli

dilakukan survey terhadap jumlah volume lalu lintas masing-masing kendaraan

diantaranya : truk ringan, truksedang/berat, kendaraan roda empat dan sepeda

motor. Adapun salah satu tujuan dalam survey tahunan tersebut adalah untuk

mendapatkan volume lalu lintas harian rata-rata (LHR).

2.4 Penanganan Jalan

Menurut SK No. 77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990 (modul 1. Gambaran

umum, halaman 6), jaringan jalan dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu :

1. Jalan dengan kondisi yang mantap (stabil ) adalah jalan yang selalu dapat

diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun, terutama yang

kondisinya sudah baik/sedang yang hanya memerlukan pemeliharaan.

Page 29: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

29

2. Jalan dengan kondisi tidak mantap adalah jalan yang tidak dapat

diandalkan untuk dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun, terutama

kondisinya rusak/rusak berat yang memerlukan pekerjaan berat

(rehabilitasi, perbaikan, konstruksi) termasuk jalan tanah yang saat ini

tidak dapat dilewati kendaraan roda 4.

Pada prinsipnya, semua kondisi jalan yang mantap setiap tahunnya harus

mendapat prioritas untuk ditangani dengan pemeliharaan rutin dan berkala. Untuk

itu informasi survei terbaru diperlukan dalam menentukan kebutuhan teknis yang

tepat, yang biasanya disebut survei tahunan. Survei tahunan sangat perlu

dilakukan untuk memperbaharui informasi inventarisasi jalan sebagai bagian dari

prosedur perencanaan pemeliharaan tahunan.

Untuk keperluan perencanaan dan penyusunan program, menurut SK

No.77 pembagian pekerjaan bila ditinjau dari nilainya, dapat dibedakan sebagai

berikut :

1. Pekerjaan Berat, meliputi: pembangunan baru, peningkatan dan

rehabilitasi.

2. Pekerjaan Ringan, meliputi: pemeliharaan, penyangga, dan darurat.

2.4.1 Pekerjaan Berat

Pekerjaan berat dimaksudkan untuk meningkatkan jalan yang sesuai

dengan tingkat lalu lintas yang diperkirakan dengan membangun kembali

perkerasan. Pekerjaan berat ini dapat berupa pembangunan jalan baru,

peningkatan jalan dan rehabilitasi jalan. Peningkatan dan rehabilitasi dengan umur

Page 30: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

30

rencana paling sedikit 10 tahun, diperkirakan hampir menyerap semua dana yang

tersedia setelah dikurangi dengan biaya pemeliharaan.

1. Pembangunan Jalan Baru

Pada umumnya terdiri atas pekerjaan untuk meningkatkan jalan tanah atau

jalan setapak agar dapat dilalui kendaraan roda 4, kondisi jalan yang berat

ini memerlukan biaya yang besar dan pekerjaan tanah yang besar pula.

2. Peningkatan Jalan

Peningkatan ini dapat dikatakan sebagai usaha untuk meningkatkan

standar pelayanan jalan yang ada, baik membuat lapisan permukaan

menjadi lebih halus, seperti pengaspalan jalan yang belum diaspal atau

dengan menambah Lapis Tipis Aspal (Laston) atau Hot Roller Sheet

(HRS) kepada jalan yang menggunakan Lapis Penetrasi (Lapen), atau

menambah lapisan struktural yang berarti menambah kekuatan perkerasan

atau memperlebar lapisan perkerasan yang ada.

3. Rehabilitasi Jalan

Diperlukan bila pekerjaan pemeliharaan rutin yang secara teratur harus

dilaksanakan itu diabaikan atau pemeliharaan berkala (pelapisan ulang)

terlalu lama ditunda sehingga keadaan permukaan lapisan semakin

memburuk. Yang termasuk katagori ini adalah perbaikan terhadap

kerusakan lapisan permukaan seperti lubang–lubang dan kerusakan

struktural seperti amblas atau kerusakan tersebut kurang dari (15 – 20)%

dari seluruh perkerasan yang berkaitan dengan lapisan aus baru.

Page 31: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

31

Pembangunan kembali secara total biasanya diperlukan apabila struktural

sudah tersebar luas sebagai akibat dari diabaikannya pemeliharaan, atau

kekuatan desain yang tidak sesuai, atau karena umur rencana tidak

terlampaui.

2.4.2 Pemeliharaan Jalan

Pemeliharaan jalan merupakan kegiatan penanganan jalan yang berkondisi

baik/sedang yang harus mendapat prioritas untuk ditangani, agar jalan dapat

berfungsi sesuai dengan yang diperhitungkan dan menjaga agar permukaan ruas

jalan mendekati kondisi semula. Pemeliharaan yang dilakukan disini dibagi

menjadi dua bagian yaitu pemeliharaan rutin jalan dan pemeliharaan berkala

jalan.

a. Pemeliharaan Rutin Jalan

Pemeliharaan rutin jalan adalah pekerjaan yang skalanya cukup kecil

dan dikerjakan tersebar diseluruh jaringan jalan secara rutin. Dengan

melaksanakan pemeliharaan rutin diharapkan tingkat penurunan nilai

kondisi struktural perkerasan akan sesuai dengan kurva kecenderungan

yang diperkirakan pada tahap desain.

b. Pemeliharaan Berkala Jalan

Pemeliharaan berkala dibedakan dengan pemeliharaan rutin dalam hal

ini periode waktu antar kegiatan pemeliharaan yang diberikan.

Page 32: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

32

Pemeliharaan berkala dilakukan dalam selang waktu beberapa tahun,

sedangkan pemeliharaan rutin di lakukan beberapa kali atau terus

menerus sepanjang tahun. Pemeliharaan dilakukan secara berkala

tersebut adalah pemberian lapisan aus menyeluruh dan lapisan

tambahan fungsional.

2.4.3 Pekerjaan Penyangga dan Pekerjaan Darurat Jalan

Pekerjaan penyangga jalan adalah pekerjaan tahunan dengan biaya rendah

yang diperlukan untuk perbaikan jalan agar kondisi jalan tidak semakin

memburuk atau semakin parah. Hal ini dilakukan bila pekerjaan berat

(peningkatan/rehabilitasi) yang harus dilakukan tidak dibenarkan karena tingkat

lalu lintas yang melintasi jalan tersebut rendah atau dana yang tersedia untuk

melaksanakan pekerjaan berat seperti rahabilitasi atau peningkatan tidak

mencukupi. Dana yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan penyangga jalan

ini perlu selalu dicadangkan dengan jumlah dana yang cukup. Sedangkan

pekerjaan darurat adalah pekerjaan yang sangat diperlukan untuk membuka

kembali jalan yang baru saja tertutup untuk lalu lintas kendaraan roda empat

karena mendadak terganggu, misalnya akibat tebing longsor. Dana pekerjaan

darurat tidak dapat disiapkan sebelumnya, tetapi perlu dicadangkan dalam jumlah

yang cukup.

2.5 Sumber Dana Penanganan Jalan

Page 33: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

33

Sumber dana penanganan jalan, baik itu dana pemeliharaan rutin,

pemeliharaan berkala, rehabilitasi maupun peningkatan jalan diperoleh dari

beberapa sumber antara lain :

a. Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) seperti :

DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus)

b. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi (APBD Prov.)

c. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kabupaten (APBD Kab.) termasuk

PAD (Pendapatan Asli daerah)

d. Bantuan Luar Negeri (BLN)

2.6 Kebijakan Penanganan Jalan

Secara umum kebijakan adalah suatu proses akomodasi dari suatu

perbedaan agar menjadi bersamaan yang dapat diemplementasikan yang

merupakan kewenangan Kepala Daerah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007

tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Surat Edaran bersama antara

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri

Keuangan Nomor 18/M.PPN/02/200.050/244/SJ tanggal 14 Pebruarai 2006

tentang Musrenbang, Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Daerah Bangli

perencanaan pembangunan jalan diwujudkan dalam bentuk usulan pengajuan

program penanganan jalan pada Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah

yaitu Musrenbang Kecamatan, Musrenbang Kabupaten, Musrenbang Provinsi,

dan Anggaran Biaya Tambahan (ABT).

Page 34: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

34

Dalam penentuan usulan kegiatan yang lolos Musrenbang Kecamatan

didasarkan atas hasil musyawarah di kecamatan dengan diikuti oleh wakil–wakil

masyarakat desa yang dikirim ke kecamatan. Hasil dari musyawarah kecamatan

dibawa ke kabupaten dan disaring kembali oleh pihak kabupaten melalui wakil-

wakil masyarakat di tingkat kabupaten. Sehingga akhirnya dilakukan musyawarah

di provinsi terhadap hasil Musrenbang Kabupaten ditingkat provinsi, yang

selanjutnya disebut Musrenbang Provinsi.

Pada beberapa kegiatan yang belum 100% selesai dipandang perlu oleh

pemerintah untuk dilanjutkan pembangunannya diperlukan biaya tambahan untuk

penyelesaian kegiatan tersebut melalui Anggaran Biaya Tambahan (ABT).

2.6.1 Metode-Metode Dalam Pengambilan Keputusan

Ada beberapa metode pengambilan keputusan yang digunakan dan

diterima oleh banyak kalangan secara umum yaitu (Mulyono, 2006) :

1. Metode Rasional Komprehensif

Metode Rasional Komprehensif adalah metode pengambilan keputusan

dimana pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu

yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai

sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain

(dapat diurutkan menurut prioritas masalah). Adapun kriteria-kriteria

pengambilan keputusaan dengan metode ini adalah sebagai berikut:

Page 35: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

35

a. Tujuan–tujuan, nilai-nilai dan sasaran yang menjadi pedoman

pembuat keputusan sangat jelas dan dapat diuraikan prioritas-

prioritasnya.

b. Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti

secara seksama.

c. Asas biaya manfaat atau sebab akibat digunakan untuk menentukan

prioritas.

d. Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk

membandingkan dengan alternatif lain.

e. Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai

tujuan, nilai dan sasaran yang ditetapkan.

Metode pengambilan keputusan ini menuntut hal-hal yang tidak rasional dalam

diri pengambilan keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambilan keputusan

memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu

meramalkan secara tepat akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada. Pengambil

keputusan sering memiliki komplik kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan

nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat. Karena metode ini mengasumsikan

bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat dibedakan dengan cara mudah

akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta dilapangan dengan nilai-

nilai yang ada. Ada beberapa masalah diberbagai negara berkembang seperti di

Indonesia untuk menerapkan metode rasional komprehensif ini karena beberapa

alasan yaitu informasi dan data yang tidak lengkap sehingga tidak bisa dipakai

Page 36: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

36

sebagai dasar pengambilan keputusan. Kalau dipaksakan maka akan terjadi

sebuah keputusan yang kurang akurat.

1. Metode Inkremental

Adalah metode pengambilan keputusan dengan cara menghindari banyak

masalah yang harus dipertimbangkan dan merupakan model yang sering

ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam pengambilan keputusan.

Dasar pengambilan Keputusan dengan metode ini adalah pemilihan tujuan

atau sasaran dan analisis tindakan emperis yang diperlukan untuk

mencapainya merupakan hal yang saling terkait.

Kelemahan penerapan metode Inkremental adalah :

a. Keputusan-keputusan yang diambil akan lebih mewakili atau

mencerminkan kepentingan dari kelompok yang kuat/mapan, sehingga

kepentingan kelompok lemah terabaikan.

b. Keputusan yang diambil lebih ditekankan pada keputusan jangka

pendek dan tidak memperhatikan berbagai macam alternatif lain.

2.7 Tata Guna Lahan

Tata Guna Lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan

pembagian wilayah dan merupakan kerangka kerja yang meliputi lokasi, kapasitas

dan jadwal pembuatan jalan, jaringan air bersih dan pusat-pusat pelayanan serta

fasilitas umum lainnya. Pembagian wilayah dibagi berdasarkan fungsi-fungsi

kawasan diantaranya kawasan permukiman, industri , pariwisata dan lainnya.

Page 37: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

37

Adapun maksud dari perencanaan tata guna lahan kawasan adalah sebagai

pedoman untuk :

1. Penyusunan rencana rinci tata ruang kota

2. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan dan pengendalian ruang

diwilayah kota.

3. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan kesinambungan

perkembangan antar kawasan wilayah kota serta keserasian antar

sektor.

4. Penetapan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah dan

masyarakat.

5. Pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan

pembangunan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.

Dalam pengelolaan lahan yang berkelanjutan sangat perlu dipahami dalam

melihat permasalahan pengelolaan sumber daya lahan di indonesia. Pada

dasarnya penggunaan lahan dibedakan atas dua kelompok yaitu untuk kawasan

terbangun dan kawasan tidak terbangun. Untuk kawasan terbangun digunakan

untuk perumahan dan fasilitas umum ( http://tata-guna-lahan/html, 2008).

Menurut Peraturan Bupati Bangli No.6 tahun 2006, tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Bangli, tata guna lahan atau peruntukan wilayah

Daerah Bangli dibedakan atas 4 (empat) peruntukan yaitu :

1. Bidang Pertanian, mencakup kawasan pertanian dalam arti luas yaitu

pertanian tanaman pangan lahan basah dan lahan kering.

Page 38: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

38

2. Bidang Pendidikan, mencakup kawasan pendidikan untuk

pembangunan sekolah-sekolah.

3. Bidang Sosial – Budaya, mencakup tempat tinggal, tempat suci dan

obyek wisata.

4. Perdagangan – Jasa, mencakup pasar dan pusat perbelanjaan serta

usaha jasa.

2.8 Penentuan Skala Prioritas Jalan berdasarkan SK.No.77 Dirjen Bina

Marga, Tahun 1990

Metode SK No 77/KPTS/Db /1990 dari Dijen Bina Marga adalah

merupakan pedoman perencanaan jalan kabupaten yang diterbitkan oleh Dirjen

Bina Marga sebagai acuan dalam menentukan urutan prioritas penanganan jalan

kabupaten (Dirjen Bina Marga, 1990). Pada persiapan program tahunan

dijelaskan beberapa kriteria peringkat prioritas penanganan jalan (SK No.77,

Th.1990 pada modul 6 : tugas 5, hal. 5E-1 sampai 5E-2 ) yaitu :

1. Kriteria pokok yang dipakai untuk pemilihan prioritas adalah NPV/Km,

dengan memberikan prioritas pertama pada proyek yang NPV/Km-nya

tertinggi.

Page 39: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

39

2. Kode evaluasi proyek juga diberikan pada proyek-proyek dengan tanda

kisaran NPV/Km untuk petunjuk pemilihannya, dengan petunjuk pemilihan

adalah sebagai berikut :

a. Berikan prioritas pada kelompok proyek-proyek yang mempunyai

kelayakan tertinggi.

b. Berikan prioritas terendah kepada kelompok proyek-proyek

berkelayakan rendah.

c. Berikan prioritas kepada proyek-proyek luncuran, terutama

penyelesaian proyek yang pelaksanaannya dipisah (split) atau proyek

yang pelaksanaannya secara bertahap. Penyelesaian proyek-proyek

sampai pada panjang yang telah direncanakan semula atau sesuai

rencana desain awal, akan sangat penting untuk memberikan manfaat

secara penuh atas investasinya.

d. Hindari proyek yang sangat panjang (umumnya proyek yang

panjangnya lebih dari 15 km) harus sudah dihindari pada tahap

penentuan proyek.

e. Berikan prioritas pada ruas-ruas jaringan jalan strategis yang telah

ditentukan

f. Berikan prioritas pada proyek-proyek yang memenuhi sasaran

pembangunan kabupaten dan provinsi (namun proyek-proyek tersebut

harus tetap distudi dan hasilnya layak berdasarkan prosedur standar).

2.9 Penentuan Skala Prioritas Dengan Analytical Hierarchy Process (AHP)

Page 40: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

40

Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik dalam

buku “ Proses Hirarki Analitik Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Situasi

yang Kompleks”(Saaty, 1986), adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel

yang menampung kreativitas dalam ancangannya terhadap suatu masalah. Metode

ini merumuskan masalah dalam bentuk hierarki dan masukan pertimbangan–

pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif.

Dalam penyelesaian persoalan dengan metode AHP dalam buku Saaty

(1986) tersebut, dijelaskan pula beberapa prinsip dasar Proses Hirarki Analitik

yaitu :

1. Dekomposisi. Setelah mendifinisikan permasalahan, maka perlu dilakukan

dekomposisi yaitu memecah persoalan utuh menjadi unsur-unsurnya

sampai yang sekecil kecilnya.

2. Comparative Judgment. Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang

kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya

dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena

akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen.

3. Synthesis of Priority. Dari setiap matriks pairwise comparison vector

eigen-nya mendapat prioritas lokal, karena pairwise comparison terdapat

pada setiap tingkat, maka untuk melakukan global harus dilakukan sintesis

diantara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut

bantuk hirarki.

3. Logical Consistency. Konsistensi memiliki dua makna yang pertama

bahwa obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keragaman

Page 41: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

41

dan relevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antar obyek-obyek yang

didasarkan pada kriteria tertentu.

Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah :

1. Dapat memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk

beragam persoalan yang tak berstruktur.

2. Dapat memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem

dalam memecahkan persolan kompleks.

3. Dapat menangani saling ketergantungan elemen–elemen dalam suatu

sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. Mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilah–milah eleman-

elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat belaian dan mengelompokan

unsur-unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk

mendapatkan prioritas.

6. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan

dalam menetapkan berbagai prioritas.

7. Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebijakan setiap

alternatif.

8. Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem

dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-

tujuan mereka.

9. Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil representatif

dari penilaian yang berbeda-beda.

Page 42: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

42

10. Memungkinkan orang memperluas definisi mereka pada suatu persoalan

dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui

pengulangan.

AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk

mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya, menentukan

peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang

diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit usaha dan

permasalahan kompleks lainnya (http://www.itelkom.ac.id/ahp/library/1998).

Hirarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang

kompleks dimana masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang

bersangkutan, menyusun elemen-elemen tersebut secara hirarki dan akhirnya

melakukan penilaian atas elemen tersebut sekaligus menentukan keputusan mana

yang diambil. Proses penyusunan elemen secara hirarki meliputi pengelompokan

elemen komponen yang sifatnya homogen dan menyusunan komponen tersebut

dalam level hirarki yang tepat. Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu

sistem yang mempelajari fungsi interaksi antara komponen dan dampaknya pada

sistem. Abstraksi ini mempunyai bentuk yang saling terkait tersusun dalam suatu

sasaran utama (ultimate goal) turun ke sub-sub tujuan, ke pelaku (aktor) yang

memberi dorongan dan turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijakan-kebijakan,

strategi-strategi tersebut. Adapun abstraksi susunan hirarki keputusan seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 2.1. berikut ini :

Level 1 : Fokus/sasaran/goal

Level 2 : Faktor/kriteria

Page 43: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

43

Level 3 : Alternatif/subkriteria

Gambar 2.1 Abstraksi Susunan Hirarki Keputusan Sumber : Saaty (1986)

Sedangkan kelemahan metode AHP adalah : ketergantungan model AHP pada

input utamanya. Input utama ini berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal

ini melibatkan subyektifitas sang ahli selain itu juga model menjadi tidak berarti

jika ahli tersebut memberikan penilaian yang keliru.

Beberapa contoh aplikasi AHP adalah sebagai berikut:

1. Membuat suatu set alternatif.

2. Perencanaan, merancang system.

3. Menentukan prioritas.

4. Memilih kebijakan terbaik setelah menemukan satu set alternatif.

5. Alokasi sumber daya dan memastikan stabilitas sistem.

6. Menentukan kebutuhan/persyaratan.

Goal

Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 4 Kriteria 3

Subkriteria Subkriteria Subkriteria Subkriteria

Page 44: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

44

2.9.1 Penentuan Prioritas dalam Metode AHP

Dalam pengambilan keputusan hal yang perlu diperhatikan adalah pada

saat pengambilan data, dimana data ini diharapkan dapat mendekati nilai

sesungguhnya. Derajat kepentingan pelanggan dapat dilakukan dengan

pendekatan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan sering

digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen dan kriteria yang

ada. Perbandingan berpasangan tersebut diulang untuk semua elemen dalam tiap

tingkat. Elemen dengan bobot paling tinggi adalah pilihan keputusan yang layak

dipertimbangkan untuk diambil. Untuk setiap kriteria dan alternatif kita harus

melakukan perbandingan berpasangan (Pairwise comparison) yaitu

membandingkan setiap elemen yang lainnya pada setiap tingkat hirarki secara

berpasangan sehingga nilai tingkat kepentingan elemen dalam bentuk pendapat

kualitatif.

Untuk mengkuantitifkan pendapat kualitatif tersebut digunakan skala

penilaian sehingga akan diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kualitatif).

Menurut Saaty (1986) untuk berbagai permasalahan skala 1 sampai dengan 9

merupakan skala terbaik dalam mengkualitatifkan pendapat, dengan akurasinya

berdasarkan nilai RMS (Root Mean Square Deviation) dan MAD (Median

Absolute Deviation). Nilai dan difinisi pendapat kualitatif dalam skala

perbandingan Saaty seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.1.

Page 45: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

45

Tabel 2.1 Skala Matrik Perbandingan Berpasangan

Intensitas Definisi Penjelasan Kepentingan

1

Elemen yang sama pentingnya dibanding dg elemen yang lain (Equal importance)

Kedua elemen menyumbang sama besar pd sifat tersebut.

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada elemen yg lain (Moderate more importance)

Pengalaman menyatakan sedikit berpihak pd satu elemen

5

Elemen yang satu jelas lebih penting dari pada elemen lain (Essential, Strong more importance)

Pengalaman menunjukan secara kuat memihak pada satu elemen

7

Elemen yang satu sangat jelas lebih penting dari pada elemen yg lain (Demonstrated importance)

Pengalaman menunjukan secara kuat disukai dan dominannya terlihat dlm praktek

9

Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yg lain ( Absolutely more importance)

Pengalaman menunjukan satu elemen sangat jelas lebih penting

2,4,6,8

Apabila ragu-ragu antara dua nilai ruang berdekatan (grey area)

Nilai ini diberikan bila diperlukan kompromi

Sumber : Saaty (1986)

2.9.2 Proses-proses dalam Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

Adapun Proses-proses yang terjadi pada metode AHP adalah sebagai

berikut (Saaty, 1986) :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali tujuan umum dilanjutkan dengan

kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkatan kriteria paling

bawah.

Page 46: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

46

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap kriteria yang

setingkat di atasnya.

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgment

(keputusan) sebanyak n x ((n-1)/2)bh, dengan n adalah banyaknya

elemen yang dibandingkan.

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya jika tidak konsisten

maka pengambilan data diulangi lagi.

6. Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk setiap tingkatan hirarki.

7. Menghitung vector eigen dari setiap matrik perbandingan berpasangan.

8. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka

penilaian data judgment harus diperbaiki.

2.9.3 Matrik Perbandingan Berpasangan

Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai–nilai

fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 untuk sama penting sampai 9

untuk sangat penting sekali sesuai dengan Tabel 2.1 (Skala Matrik Perbandingan

Berpasangan). Dari susunan matrik perbandingan berpasangan dihasilkan

sejumlah prioritas yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen

di dalam tingkat yang ada diatasnya. Perhitungan eigen vector dengan mengalikan

elemen-elemen pada setiap baris dan mengalikan dengan akar n, dimana n adalah

elemen. Kemudian melakukan normalisasi untuk menyatukan jumlah kolom yang

diperoleh. Dengan membagi setiap nilai dengan total nilai pembuat keputusan

Page 47: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

47

bisa menentukan tidak hanya urutan ranking prioritas setiap tahap perhitungannya

tetapi juga besaran prioritasnya. Kriteria tersebut dibandingkan berdasarkan opini

setiap pembuat keputusan dan kemudian diperhitungkan prioritasnya.

Perbandingan Kriteria berpasangan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbandingan Kriteria Berpasangan

PK Kriteria A Kriteria B Kriteria C Kriteria D Kriteria E Prioritas Kriteria A 1,00 Kriteria B 1,00 Kriteria C 1,00 Kriteria D 1,00 Kriteria E 1,00

Sumber : Saaty (1986)

2.9.4 Perhitungan Bobot Elemen

Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks.

Bila dalam suatu sub sistem operasi terdapat ‘n” elemen operasi yaitu elemen-

elemen operasi A1, A2, A3, ...An maka hasil perbandingan secara berpasangan

elemen-elemen tersebut akan membentuk suatu matrik pembanding.

Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hirarki paling tinggi,

dimana suatu kriteria digunakan sebagai dasar pembuatan perbandingan. Bentuk

matrik perbandingan berpasangan bobot elemen seperti yang diperlihatkan pada

Tabel 2.3.

Page 48: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

48

Tabel 2.3 Matrik Perbandingan Berpasangan Bobot Elemen

Sumber : Saaty (1986)

Bila elemen A dengan parameter i, dibandingkan dengan elemen operasi A

dengan parameter j, maka bobot perbandingan elemen operasi Ai berbanding Aj

dilambangkan dengan Aij maka :

a(ij) = Ai / Aj, dimana : i,j = 1,2,3,...n .................................. Pers.

(2.1)

Bila vektor-vektor pembobotan operasi A1,A2,... An maka hasil

perbandingan berpasangan dinyatakan dengan vektor W, dengan W = (W1, W2,

W3....Wn) maka nilai Intensitas kepentingan elemen operasi Ai terhadap Aj yang

dinyatakan sama dengan aij.

Dari penjelasan tersebut diatas maka matrik perbandingan berpasangan (pairwise

comparison matrik), dapat digambarkan menjadi matrik perbandingan preferensi

seperti diperlihatkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Matrik Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan

W1 W2 …….. Wn

W1 W1/W1 W1/W2 …….. W1/WnW2 W2/W1 W2/W2 …….. W2/Wn

…… …… …… …….. ……..…… …… …… …….. ……..Wn Wn/W1 Wn/W2 …….. Wn/Wn

Sumber : Saaty (1986)

A1 A2 …….. An

A1 A11 Ann …….. A1nA2 A21 A22 …….. A2n

…… …… …… …….. ……..An An1 An2 …….. Ann

Page 49: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

49

Nilai Wi/Wj dengan i,j = 1,2,…,n dijajagi dengan melibatkan Responden yang

memiliki kompetensi dalam permasalahan yang dianalisis. Matrik perbandingan

preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap baris tersebut

dengan menggunakan rumus :

Wi = n√(ai1 x ai2 x ai3,….x ain) ………………….....…Pers. (2.2)

Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigen vector yang juga merupakan

bobot kriteria. Bobot kriteria atau Eigen Vektor adalah ( Xi), dimana :

Xi = (Wi / Σ Wi) ...........................................Pers. (2.3)

Dengan nilai eigan vector terbesar (λmaks) dimana :

λmaks = Σ aij.Xj ………………………......Pers. (2.4)

2.9.5 Perhitungan Konsistensi Dalam Metode AHP

Matrik bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan

tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal sebagai berikut:

1. Hubungan Kardinal : aij – ajk = aik

2. Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak

Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikat :

a. Dengan melihat preferensi multiplikatif misalnya keselamatan lalu lintas

lebih penting 4 kali dari kerusakan jalan, dan kerusakan jalan lebih penting

2 kali dari kemacetan maka keselamatan lalu lintas lebih penting 8 kali

dari kemacetan.

Page 50: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

50

b. Dengan melihat preferensi trasitif, misalnya keselamatan lalu lintas lebih

penting dari kerusakan jalan dan kerusakan jalan lebih penting dari

kemacetan, maka keselamatan lalu lintas lebih penting dari kemacetan.

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan

tersebut, sehingga matrik tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi

karena tidak konsisten dalam preferensi seseorang, contoh konsistensi matrik

sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.2

i j ki 1 4 2

A = j 1/4 1 1/2k 1/2 2 1

Gambar 2.2 Konsistensi Matrik Sumber : Saaty (1986, hal.86)

Matrik A tersebut konsisten karena :

aij x ajk = aik ---- = 4 x ½ = 2

aik x akj = aij ---- = 2 x 2 = 4

ajk x aki = aji ---- = ½ x ½ = ¼

Permasalahan di dalam metode Analytical Hierarchy Process

(AHP) pengukuran pendapat terhadap responden, karena konsistensi tidak dapat

dipaksakan. Pengumpulan pendapat antara satu kriteria dengan kriteria yang lain

adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada tidak konsistennya

jawaban yang diberikan.

Page 51: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

51

Pengulangan wawancara pada sejumlah responden dalam waktu yang

sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsestennya atau penyimpangan

terhadap konsistensi dinilai besar.

Penyimpangan terhadap konsistensi dinyatakan dengan indeks

konsistensi didapat rumus :

λ maks. – n CI = .............................................................Pers. (2.5) n -1

Dimana, λmaks = Nilai Eigen Vektor Maksimum,

n = Ukuran Matrik.

Matrik random dengan skala penilaian 1 sampai dengan 9 beserta

kebalikannya sebagai Indeks Random (RI). Dengan Indeks Random (RI) setiap

ordo matriks seperti diperlihatkan pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Random Indek

Ordo Matrik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 Sumber : Saaty (1986)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan 500 sampel, jika keputusan

numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, ..,1, 2, …,9 akan memperoleh

rata-rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda. Perbandingan antara

CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Ratio Konsistensi (CR).

Page 52: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

52

Untuk model AHP matrik perbandingan dapat diterima jika nilai ratio konsisten

tidak lebih dari 10% atau sama dengan 0,1

CI CR = ≤ 0,1 (OK) .......................................... Pers. (2.6) RI

2.9.6 Pembobotan Kriteria Total Responden

Pembobotan kriteria dari masing-masing responden telah diperoleh

perhitungan dan dilanjutkan dengan menjumlahkan tiap kriteria pada masing-

masing responden. Nilai ini kemudian dirata-ratakan dengan cara membaginya

dengan jumlah responden, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Rekapitulasi Bobot Seluruh Responden

Kriteria Resp.1 Resp.2 Resp.3 Resp.nABCDE

Sumber : Saaty (1986)

2.9.7 Model Matematis

Model matematis adalah suatu system persamaam matematik yang

digunakan untuk meyelesaikan suatu permasalahan, sehingga penyelesaiannya

lebih sederhana.

Page 53: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

53

Dari pembobotan kriteria total responden diatas setelah dihitung rata-

ratanya selanjutnya dihitung prioritasnya dengan sistem persamaan matematis

menurut Brodjonegoro (1991) adalah :

Y= A (a1 x bobot a1 + …….+ a6 x bobot a6 + ……+D(d1 x bobot d1 +

… + d5 x bobot d5) ..............…………….….. Pers. (2.7)

Dimana :

Y = Skala prioritas

A s/d D = Bobot Alternatif level 2 (berdasar

analisa responden)

a1, a2, , ….d4, d5 = Bobot Alternatif level 3 (berdasar analisa responden)

bobot a1, bobot a2, …., bobot d5 = Bobot Alternatif level 3 (berdasarkan

analisis data)

2.10 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Pengertian populasi secara sederhana dapat dikatakan bahwa

populasi adalah semua obyek penelitian. Nilai populasi adalah semua nilai baik

hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif mengenai karakteristik

tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin

dipelajari sifatnya (Hasan, 2003).

Ditinjau dari banyaknya anggota populasi, menurut Usman (1996) maka

populasi dapat dibagi menjadi: populasi terbatas (terhingga) dan populasi tak

terbatas (tak terhingga). Namun dalam kenyataannya populasi terhingga selalu

Page 54: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

54

menjadi populasi yang tak hingga. Ditinjau dari sudut sifatnya, maka populasi

dapat bersifat homogen dan populasi heterogen.

2.10.1 Teknik Sampling Dalam Penelitian

Menurut Sugiyono (2009), Teknik Pengambilan Sampel adalah

suatu teknik untuk mendapatkan sampel pada suatu penelitian agar sampel

tersebut representatif terhadap populasi yang mewakilinya. Teknik sampling dapat

dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

1. Probability Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang mana

memberikan peluang yang sama untuk setiap unsur/anggota populasi (untuk

penelitian kuantitafif) yang dijadikan sebagai sampel. Teknik ini terdiri dari :

a. Sampling Random Sampling :

Sampel yang diambil pada teknik ini dilakukan secara acak dan tanpa ada

strata/tingkatan karena anggota/unsur dalam populasi pada teknik ini

dianggap homogen.

b. Proportionate Stratified Random Sampling :

Sampel yang diambil pada teknik ini dilakukan secara acak secara

proporsional pada strata/tingkatan tertentu. Pada teknik ini populasi

memiliki strata/tingkatan tertentu dan bersifat homogen pada suatu

strata/tingkatan memiliki peluang yang sama pada tingkat yang sama.

c. Disproportionate Stratified Random Sampling :

Sampel yang diambil pada teknik ini dilakukan secara acak secara

proporsional pada strata/tingkatan dengan unsur/anggota dengan jumlah

Page 55: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

55

yang banyak dan diambil secara keseluruhan pada strata/tingkatan dengan

unsur – unsur yang sangat kecil, sehingga pada setiap tingkatan tidak

bersifat proporsional.

d. Area/Cluster Sampling :

Merupakan suatu teknik pengambilan sampel berdasarkan pembagian

suatu wilayah, karena lokasi penelitian terletak pada wilayah yang cukup

luas dengan karakteristik wilayah yang satu tidak sama dengan

karakteristik wilayah yang lain.

2. Non Probability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang mana

memberikan peluang yang tidak sama untuk setiap unsur/anggota populasi

(untuk penelitian kuantitafif) untuk menjadi sampel. Teknik pengambilan

sampel ini terdiri dari :

a. Sistematis Sampling :

Merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan nomor urut tertentu

dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut tertentu.

b. Sampling Kuota :

Merupakan teknik pengambilan sampel pada suatu populasi yang telah

memenuhi jumlah unsur/anggota tertentu.

Page 56: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

56

c. Sampling Incedental :

Merupakan teknik pengambilan sampel secara insedental atau kebetulan.

Sampling ini digunakan pada penelitian yang sangat umum dan semua

unsur/anggota populasi memenuhi topik penelitian.

d. Purposive Sampling :

Merupakan teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu,

sesuai dengan persyaratan yang diisyaratkan dalam penelitian yangakan

dilaksanakan, karena tidak semua unsur/anggota populasi memahami

tentang topik dari penelitian tersebut. Umumnya sampel/responden dalam

metode ini memiliki keahlian sesuai dengan topik penelitian yang

dilaksanakan. Sampel/responden yang diambil pada metode ini umumnya

disebut dengan respon exspert. Menurut Sogiyono, (2009), respon yang

dianggap sebagai pakar/ahli/expertist adalah mereka yang memiliki

kompetensi terdiri dari mereka yang memiliki kewewenangan/kebijakan

untuk memutuskan, tugas yang bersifat rutinitas dan profesi sehubungan

dengan topik yang diteliti, atau mereka yang memiliki kemampuan

akademik, sesuai dengan topik penelitian.

e. Sampel Jenuh :

Merupakan teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua

unsur/anggoata populasi menjadi sampel. Metode ini disebabkan karena

jumlah unsur/anggota populasi sangat sedikit.

Page 57: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

57

f. Snowball Sampling :

Merupakan teknik pengambilan sampel yang diawali dengan jumlah yang

kecil, dan bilamana data yang akan diambil kurang memenuhi peryaratan

sesuai dengan yang diperlukan maka sampel ini ditambah sampai semua

data yang diperlukan didapat.

Pada dasarnya teknik sampling berguna agar :

1. Mereduksi anggota populasi menjadi anggota sampel yang mewakili

populasinya (representatif), sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat

dipertanggung jawabkan.

2. Lebih teliti menghitung yang sedikit dari pada yang banyak.

3. Menghemat waktu, tenaga dan biaya.

Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah

sebagai berikut :

1. Tentukan dulu daerah generalisasinya. Banyak penelitian menurun

mutunya karena generalisasi kesimpulannya terlalu luas, penyebabnya

adalah karena peneliti ingin agar hasil penelitiannya berlaku secara meluas

dan menganggap sampel yang dipilihnya sudah mewakili populasinya.

2. Berilah batas-batas yang tegas tentang sifat-sifat populasi. Populasi tidak

harus manusia. Populasi dapat berupa benda-benda lainnya. Semua benda-

benda yang akan dijadikan populasi harus ditegaskan batas-batas

karakteristiknya, sehingga dapat menghindari kekaburan dan kebingungan.

Page 58: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

58

3. Tentukan sumber-sumber informasi tentang populasi. Ada beberapa

sumber informasi yang dapat memberi petunjuk tentang karakteristik suatu

populasi, misalnya didapat dari dokumen-dokumen.

4. Pilihlah teknik sampling dan hitunglah besar anggota sampel yang sesuai

dengan tujuan penelitiannya.

2.11 Kuisioner

Kuisioner adalah intsrumen pengumpulan data atau informasi yang

dioperasionalisasikan ke dalam bentuk item atau pertanyaan. Subyek penelitian

adalah orang yang dilibatkan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan

terkait pertanyaan penelitian (http:SPSS-Metode kuisioner penanganan jalan-

online blongspot.com, 2008). Adapun tujuan pokok pembuatan kuisioner adalah :

1. Untuk mendapatkan informasi yang relevan dan tujuan survei.

2. Untuk memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi

mungkin.

Agar kuisioner yang dibuat dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuan maka

pertanyaan yang dibuat hendaknya, singkat, tepat, sederhana dan berkaitan

langsung dengan tujuan penelitian.

Page 59: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

59

2.11.1 Petunjuk Pembuatan Kuisioner

Kuisioner yang baik hendaklah memperhatikan petunjuk-petunjuk sebagai

berikut :

1. Bahasa harus singkat, jelas dan sederhana

2. Kata-kata yang digunakan tidak mengandung makna rangkap

3. Hindari pertanyaan yang relatif lama, sehingga sukar diingat responden

4. Hindari kata-kata yang membingungkan atau kurang dimengerti oleh

responden

5. Hindari pertanyaan-pertanyaan yang memalukan dan menakutkan

masyarakat.

6. Buatlah pertanyaan atau pernyataan yang mangandung makna positif dan

negatif yang disusun secara acak.

7. Jangan membuat kuisioner yang banyak menyita waktu responden,

karena jika responden bosan maka angket tidak diisi dan dikembalikan.

2.11.2 Isi Pertanyaan

Isi pertanyaan ataupun pernyataan yang ada dalam kuisioner harus sesuai

dengan tujuan penelitian, untuk itu pertanyaan – pertanyaan harus berisi :

1. Pertanyaan mengenai penilaianan tingkat kepentingan antar kriteria.

2. Pertanyaan mengenai penilaian tingkat kepentingan antar subkriteria.

Page 60: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

60

2.11.3 Jenis Pertanyaan

Dalam pembuatan kuisioner, pertanyaan-pertanyaan dapat dikelompokan

dalam beberapa jenis yaitu

1. Pertanyaan tertutup yaitu, pertanyaan yang kemungkinan jawabannya

sudah ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti, responden tidak diberi

kesempatan memberikan jawaban lain.

2. Pertanyaan terbuka yaitu, pertanyaan yang boleh dijawab sendiri oleh

responden.

3. Kombinasi terbuka dan tertutup yaitu, pertanyaan yang diberikan

kepada responden berupa pertanyaan kombinasi sebagaian jawaban

sudah ditentukan oleh peneliti dan sebagian dapat dijawab sendiri oleh

responden.

4. Pertanyaan semi terbuka, yaitu jawabannnya sudah disusun tetapi

masih kemungkinan penambahan jawaban.

2.11.4 Skala Pengukuran Kuisioner

Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan

untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga

alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data

kuantitatif. Ada beberapa jenis skala pengukuran yaitu (Firdaus, 2008):

1. Skala Guttman

Adalah skala pengukuran yang digunakan bila peneliti ingin mendapat

jawaban yang tegas yaitu ya-tidak, benar-salah dan lain-lain.

Page 61: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

61

2. Semantik Deferential

Adalah skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur

sikap/karakteristik seseorang. Bentuknya tidak pilihan ganda atau

ceklist, tetapi tersusun dalam satu garis kontunue yang jawabannya

sangat positifnya paling kanan dan sangat negatifnya paling kiri.yang

didasarkan pada ranking, diurutkan dari jenjang yang lebih tinggi

sampai jenjang yang lebih rendah atau sebaliknya.

3. Rating Schale

Adalah skala pengukuran dimana data mentah yang diperoleh berupa

angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.

4. Skala Likert

Adalah suatu interval pengukuran sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena. Variabel yang

akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator

tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen

yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan.

Page 62: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

62

2.12 Jenis Penelitian

Setiap penelitian harus menyajikan data yang telah diperoleh baik yang

diperoleh melalui observasi, wawancara, kuisioner maupun dokumentasi. Prinsip

dasar penyajian data adalah komunikatif dan lengkap dalam arti data yang

disajikan dapat menarik perhatian pihak lain untuk membacanya dan mudah

memahami isinya.

Menurut Hasan (2003), ada beberapa jenis data menurut kriteria yang

menyertainya baik menurut susunannya, sifatnya, waktu pengambilannya, sumber

pengambilannya dan skala pengukurannya. Menurut sumber pangambilannya data

dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu (Hasan, 2003):

1. Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang

melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.

Data primer disebut juga data asli atau data baru.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-

sumber yang ada. Data ini biasanya diperoleh dari perpustakaan atau

dari laporan peneliti yang terdahulu. Data sekunder disebut juga data

tersedia.

Page 63: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

63

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian ini di mulai dengan melakukan studi

pendahuluan yang meliputi : pengenalan daerah studi, tinjauan pustaka,

identifikasi data dan perangkat lunak yang digunakan. Dari studi pendahuluan

yang dilakukan, dilanjutkan identifikasi masalah sehingga dapat disusun latar

belakang masalah dan rumusan masalah serta penetapan tujuan penelitian ini.

Selanjutnya dilakukan pengumpulan data baik diperoleh dari data primer maupun

dari data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuisioner

atau wawancara kepada pihak-pihak (stakeholders) yang berkompeten dalam

penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli. Sedangkan data sekunder

dalam penelitian ini diperoleh dari data penanganan jalan kabupaten di Kabupaten

Bangli pada tahun anggaran 2008 – 2010 serta pedoman perencanaan jalan

kabupaten sesuai SK No.77/KPTS/Db/1990. Langkah selanjutnya akan dilakukan

penentuan urutan prioritas penanganan jalan kabupaten dengan metode Analytical

Hierarchy Process (AHP) yang diawali dengan penyusunan hirarki yaitu dengan

penentuan kriteria dan penentuan subkriteria. Selanjutnya dilakukan analisis

pembobotan dalam penentuan skala prioritas jalan dengan metode AHP. Hasil

skala prioritas penanganan jalan kabupaten yang diperoleh dari metode AHP akan

dibandingkan dengan hasil skala prioritas berdasarkan SK No.77/KPTS/Db/1990.

Adapun langkah-langkah penelitian ini, diperlihatkan pada Diagram Alir

Penelitian pada Gambar 3.1.

Page 64: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

64

Latar belakang dan rumusan masalah

Pengumpulan Data

Data Primer - Kuisioner/ Wawancara

Data Sekunder - Data Penanganan Jalan Kab.

Bangli T.A.2008-2010 - Pedoman Perenc Jalan Kab (SK No.77/KPTS/Db/1990

Penyusunan Hirarki Model AHP

- Penentuan Kriteria - Penentuan Subkriteria

Tujuan Penelitian

Analisis Pembobotan dalam penentuan skala prioritas jalan dg Metode AHP

Analisis penentuan skala prioritas jalan Berdasarkan SK No.77/KPTS/ Db/1990

Studi Pendahuluan (Penentuan lokasi studi,tinjauan pustaka,identifikasi data dan

perangkat lunak yg digunakan)

T

Y

Uji Konsistensi

CR ≤ 1

I

I

Page 65: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

65

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.

3.2 Studi Pendahuluan

Kegiatan–kegiatan yang dilakukan di dalam sudi pendahuluan ini pada

dasarnya adalah untuk mengidentifikasi ketersediaan sarana pendukung dalam

melakukan penelitian ini. Hal-hal tersebut meliputi pemilihan lokasi studi,

ketersediaan data, ketersediaan pustaka atau literatur referensi dan ketersediaan

alat bantu dalam hal ini perangkat lunak untuk melakukan anlisis data. Hal ini

dilakukan mengingat suatu studi tentu dibatasi oleh ketersediaan waktu dan dana.

Hasil dari studi pendahuluan ini adalah sebagai berikut :

1. Lokasi Penelitian di Kabupaten Bangli (Lamp.A1, Gambar Peta Wilayah

Studi, hal 117).

Analisis Skala Prioritas dg Metode AHP

Perbandingan hasil Skala Prioritas AHP dg SK No.77/KPTS/Db/1990

Simpulan dan Saran

I

I

Page 66: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

66

2. Waktu penelitian, penelitian ini dilakukan dari pagi hingga sore selama

jam kerja pemerintahan.

3. Obyek penelitian dilakukan pada Asisten Pembangunan Setda Kabupaten

Bangli, Bidang Bina Marga Dinas PU Kab.Bangli, Badan Pembangunan

Daerah (Bappeda) Kab.Bangli, Camat se-Kab Bangli, Anggota DPRD

pada Komisi Pembangunan dan beberapa tokoh masyarakat yang

memahami penanganan jalan di wilayahnya masing-masing.

4. Data perencanaan penanganan jalan kabupaten tahun anggaran 2008- 2010

di dapat dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten

Bangli dan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bangli

5. Pustaka atau literatur referensi sebagai acuan landasan teori diperoleh dari

beberapa textbook yang berkaitan dengan metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) dan acuan berdasarkan Surat keputusan Dirjen Bina Marga

No.77/KPTS/Db/1990 tentang Petunjuk Teknis Perencanaan dan

Pengendalian Pembangunan di Daerah.

6. Perangkat lunak sebagai alat bantu yang digunakan dalam melakukan

analisis dapat digunakan program Microsof Excel.

3.3 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

Selama ini penentuan prioritas proyek jalan kabupaten yang disusun

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bangli dibuat berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 77/KPTS/Db/1990 tentang Petunjuk Teknis

Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah. Penentuan usulan proyek

Page 67: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

67

jalan hanya mempertimbangkan lalu lintas harian rata-rata (LHR) dan manfaat

lalulintas (NPV) saja. Dengan metode tersebut masih banyak jalan yang belum

mendapat penanganan baik pemeliharaan maupun peningkatan serta aspirasi

masyarakat melalui musrenbang di tingkat desa dan tingkat kecamatan hanya

sebagaian kecil direalisasikan dalam APBD. Berdasarkan hal tersebut perlu

penerapan metode lain yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Adapun

metode yang akan digunakan adalah Metode Analytical Hierarchy Process (AHP).

Penggunaan metode dengan sistem hirarki sudah diterapkan di Kabupaten Badung

dan Kabupaten Gianyar dalam penentuan prioritas jalan kabupaten. Adapun

parameter atau kriteria yang digunakan adalah : faktor kondisi jalan, faktor

volume lalu lintas, faktor ekonomi, faktor kebijakan dan faktor tata guna lahan.

Penentuan prioritas proyek dengan metode hirarki yang akan di laksanakan dapat

memberi hasil yang lebih representatif dalam penentuan prioritas penanganan

jalan di Kabupaten Bangli.

3.4 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan tersebut kemudian ditetapkan tujuan penelitian.

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah seperti yang

disebutkan pada BAB I Pendahuluan, hal.6.

3.5 Pengumpulan data

Dalam studi ini dilakukan pengumpulan data yang meliputi data primer

dan data sekunder. Data primer yang diperoleh adalah data yang dicatat dan

Page 68: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

68

didapat langsung dari obyek penelitian melalui wawancara/intervew dan data

sekunder diambil langsung dari instansi pemerintah Kabupaten Bangli. Adapun

langkah-langkah pengumpulan data pada penelitian ini dijelaskan pada sub bab

berikut.

3.5.1 Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk menentukan skala

prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli. Data sekunder

diperoleh dari instansi Pemerintah Kabupaten Bangli yaitu Bappeda Kabupaten

Bangli dan Dinas PU Bidang Bina Marga Kabupaten Bangli. Adapun data

tersebut meliputi : data kondisi jalan, data volume lalu lintas, dana anggaran/biaya

penanganan jalan per meter persegi, kebijakan dan tata guna lahan serta pedoman

perencanaan jalan kabupaten berdasarkan SK No.77 Dirjen Bina Marga Tahun

1990. Adapun langkah-langkah pengumpulan data sekunder adalah :

1. Permintaan data diajukan secara tertulis, dimana data yang diminta adalah :

a. Kriteria yang dipakai untuk menentukan skla prioritas penanganan

jalan kabupaten di Kabupaten Bangli.

b. Data yang berhubungan dengan kriteria yang dipakai untuk

penentuan skala prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten

Bangli.

2. Setelah data yang sesuai dengan diktum 1 didapat, maka data tersebut

direkapitulasi dan dikompilasi ke masing-masing unsur kelompok

penanganan jalan kabupaten, dengan tujuan :

a. Sebagai dasar dalam penyusunan struktur hirarki,

Page 69: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

69

b. Sebagai dasar olahan dalam penentuan skala prioritas penanganan

jalan kabupaten yang akan ditinjau.

3. Setelah struktur hirarki disusun, selanjutnya disusun kuisioner untuk dipakai

sebagai instrumen dalam melaksanakan pengumpulan data primer. Rancangan

kuisioner pada penelitian ini diperlihatkan pada lampiran B, hal.129. Dalam

penelitian ini, penyusunan kuisioner yang digunakan pada penelitian ini

dengan melibatkan beberapa stake holders yang berkompeten dalam

penanganan jalan di Kabupaten Bangli yaitu Bapak Wayan Budi Utama

(Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kab. Bangli), Ir.Ida Bagus

Sentanu,MM (Kepala Dinas PU Kab. Bangli), Ir. Ida Bagus Wediatmika,MM

(Kepala Bidang Bina Marga), A.A Darmawan, Ap.,MM (Camat Kec.Susut), I

Wayan Pasek Wiratama, ST (Staf Teknis dari Bappeda) dan I Wayan Yasa

(Kaur Pemb.Desa Susut). Skala pengukuran sikap responden dalam

penentuan prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli

digunakan skala Penilaian Saaty (1986). Untuk mempermudah responden

dalam memberi jawaban atas penilaiannya maka kuisioner disusun dalam

bentuk interval dalam skala 1 sampai dengan 9 berdasarkan nilai preferensi

berpasangan dari Saaty (1986) dan dengan melingkari salah satu angka pada

interval terhadap penilaian yang diberikan, dimana masing-masing skala

menunjukan tingkat kepentingan indikator kriteria yang dibandingkan

terhadap indikator kriteria yang melingkupinya. Dalam penelitian ini

dilakukan penyebaran kuisioner dengan wawancara langsung kepada

responden yang mempunyai tugas, fungsi dan pengalaman di bidang

Page 70: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

70

penanganan dan perencanaan jalan kabupaten di Kabupaten Bangli.

Penyebaran kuisioner kepada 26 (dua puluh enam) responden dipilih secara

Purposive yaitu pemilihan responden berdasarkan pertimbangan dengan

persyaratan responden yang dipilih memiliki pengetahuan dan kompetensi

dibidang penanganan jalan. Adapun respon expert yang dipilih terdiri dari :

1. Pemerintah Kabupaten Bangli :

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kab. Bangli (1 orang), Kadis PU

Kab. Bangli (1 orang), Kabid Bina Marga (1 orang), Kasi Pemeliharaan

dan Rehabilitasi Jalan Bidang Bina Marga (1 orang), Kasi Peningkatan dan

Pembangunan Jalan Bidang Bina Marga (1 orang), Staf Perencana Bidang

Bina Marga (1 orang), Ka. Bidang Fisik dan Prasarana di Bappeda (1

orang), Kasubdin Tata Ruang di Bappeda (1 orang), Staf dari Bappeda (1

orang).

2. Badan Legislatif

Anggota DPRD Bangli Komisi C (1 orang).

3. Pemerintah Kecamatan

Para Camat Se Kabupaten Bangli yaitu Camat Kecamatan Bangli, Camat

Kecamatan Susut, Camat Kecamatan Tembuku dan Camat Kecamatan

Kintamani (4 Orang)

4. Tokoh Masyarakat (12 orang) yaitu dari Kaur Pembangunan Desa Se

Kabupaten Bangli.

Sedangkan waktu penyebaran kuisioner kepada responden dilaksanakan selama

3 (tiga) bulan yaitu dari bulan Januari sampai bulan Maret 2010.

Page 71: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

71

3.5.1 Pengumpulan Data Primer

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada penelitian ini pengumpulan data

primer mempergunakan metode kuisioner/interview. Adapun tahapan dalam

melakukan interview kepada responden pada penelitian ini adalah :

1. Sebelum dilaksanakan interview terlebih dahulu responden diberikan

pertanyaan secara tertulis dengan model pertanyaan berupa skala

penilaian.

2. Bersamaan dengan pertanyaan yang diserahkan/diberikan, kepada para

responden dijelaskan secara umum tentang maksud dan cara menjawab

dari masing-masing pertanyaan yang harus dijawab.

3. Interview dilaksanakan sesuai dengan waktu dan tempat yang disepakati

oleh para responden dengan mempertimbangkan :

a. Waktu dari para responden untuk mempelajari dan memahami

pertanyaan yang harus dijawab,

b. Waktu yang terluang untuk melaksanakan interview,

c. Beban fisikologis responden saat menjawab pertanyaan.

4. Akibat pertimbangan pada item 3.c para responden diharapkan menjawab

pertanyaan pada saat tidak terjadi beban fisikologis, sehingga interview

hanya dilaksanakan terhadap hal-hal atau pertanyaan yang

meragukan/membingungkan responden.

5. Pada saat dilakukan interview, terlebih dahulu responden ditanyakan

apakah dari pertanyaan yang akan ditanyakan membingungkan/meragukan

responden apa tidak?, dan apabila ada pertanyaan yang membingungkan

Page 72: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

72

bagi responden maka interview tidak dapat dilanjutkan sampai pada batas

responden mengerti betul terhadap pertanyaan yang akan dijawab. Dan

apabila ada pertanyaan/hal-hal yang masih meragukan/membingungkan

responden maka dilakukan penjelasan ulang terhadap pertanyaan yang

akan dijawab.

6. Hasil jawaban penilaian level hiraki yang diperoleh dari responden sangat

menentukan besarnya bobot elemen level hirarki, apabila ditemukan hasil

penilaian responden setelah diuji tingkat konsisten (rasio konsisten)

jawaban responden melebihi batas 10% maka dilakukan pengulangan

interview sampai memperoleh tingkat konsistensi ≤ 10%.

3.6 Variabel Penelitian

Variabel yang dipakai pada penelitian ini terdiri dari kriteria/pertimbangan

yang menjadi latar belakang prioritas penanganan jalan kabupaten di Kabupaten

Bangli, variabel pada penelitian ini baru akan dirumuskan dalam bentuk struktur

hirarki setelah didapatkan data sekunder.

Dalam penelitian ini penyusunan level hiraki yang digunakan dalam

metode Analytical Hierarchy Process (AHP) terdiri dari 3 (tiga) level yaitu :

1. Level 1 (tujuan), adalah menentukan prioritas jalan yang mendapat

prioritas penanganan jalan secara rutin dan berkala, rehabilitasi jalan

dan peningkatan jalan.

2. Level II (Kriteria) terdiri dari beberapa kriteria dalam menentukan

prioritas jalan. Kriteria tersebut adalah : Faktor Kondisi Jalan (A),

Page 73: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

73

Faktor Volume Lalu Lintas (B), Faktor Ekonomi (C), Faktor

Kebijakan (D) dan Faktor Tata Guna Lahan (E).

2. Level III (Pengembangan dari Level II, yang selanjutnya disebut

subkriteria), Sub kriteria kondisi jalan, volume lalu lintas, ekonomi

diperoleh dari SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990 sedangkan

sub kriteria kebijakan dan tata guna lahan diperoleh melalui

wawancara responden yang berperan dalam pengambilan kebijakan di

pemerintahan.

Selanjutnya Penyusunan level hirarki yang terdiri dari 3 (tiga) level tersebut

diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Page 74: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

74

Gambar 3.2 Penyusunan Level Hirarki Penanganan Jalan

3.7 Analisis Data

Analisis data merupakan pekerjaan yang terintegrasi setelah data

didapatkan, kemudian dikumpulkan untuk direkapitulasi sesuai kebutuhan dan

selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode AHP dan membandingkan

hasil analisis tersebut dengan hasil analisis yang didapat berdasarkan SK No.77

Dirjen Bina Marga Tahun 1990 sehingga diperoleh kelebihan dan kelemahan

penentukan skala prioritas penanganan jalan dari kedua metode tersebut.

Level II (Kriteria) Level III (Subkriteria)

F. Kondisi Jalan (A)

F.Volume Lalu-lintas(B)

-Lubang-lubang (a1) -Legokan / Amblas (a2) -Retak-retak (a3) -Alur bekas roda (a4) -Bahu Jalan (a5) -Kemiringan jalan (a6)

-Truk Ringan (b1) -Truk Sedang dan Berat (b2) -Mobil roda 4 (b1) -Bis (b3) -Sepeda motor (b4)

F. Ekonomi (C)

F. Kebijakan (D)

-Manfaat/Kelayakan (c1) (NPV) -Estimasi Biaya Kegiatan (c2)

-Bidang Pertanian (e1) -Bidang Pendidikan (e2) -Bidang Sosial -Budaya (e3) -Bidang Perdagangan - Jasa (e4)

F. Tata Guna Lahan (E)

-Musrenbang Camat (d1) -Musrenbang Kabupaten (d2) -Musrenbang Provinsi (d3) -ABT (d4)

Penentuan Skala Prioritas

Penanganan Jalan Kabupaten

Level I (Tujuan)

Page 75: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

75

BAB IV

DESKRIPSI DATA

4.1 Gambaran Umum dan Letak Geografis

Kabupaten Bangli secara Geografis terletak antara 115º13’48”-

115º27’24’’ bujur Timur dan 8º 8’30”-8º3’87” Lintang Selatan. Luas wilayah

Kabupaten Bangli sebesar 520,81 Km2 atau sekitaar 9,25 persen dari seluruh luas

pulau Bali, dengan batas – batas sebagai berikut :

a. Disebelah Utara : Kabupaten Buleleng.

b. Di sebelah Timur : Kabupaten Kelungkung dan Kab. Karangasem.

c. Disebelah Selatan : Kabupaten Gianyar.

d. Disebelah Barat : Kabupaten Gianyar.

4.2 Prasarana Jalan

Prasarana jalan merupakan salah satu unsur yang cukup strategis dalam

menunjang pembangunan disamping dapat mempercepat arus kegiatan, ekonomi

serta memperlancar mobilitas penduduk antar daerah. Dengan semakin

meningkatnya aktifitas pembangunan maka dituntut pula adanya jaringan jalan

yang semakin memadai.

Di Kabupaten Bangli terdapat jalan dengan panjang total 731.823 Km,

yaitu terdiri dari 452.989 Km Jalan Kabupaten dan 37.120 Km Jalan Provinsi

serta 241.714 Km Jalan Lingkungan. Jumlah ruas jalan yang dimiliki Kabupaten

Page 76: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

76

Bangli adalah 369 yang tersebar di 4 (empat) kecamatan dengan rincian

sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Jumlah Ruas Jalan dan Panjang Jalan di Kab. Bangli

Untuk penentuan skala prioritas penanganan prasarana jalan tersebut diatas

digunakan metode berdasarkan SK No.77, Bina Marga, 1990 dan hasil urutan

prioritas yang didapat akan dibandingkan dengan Metode Analytical Hierarchy

Process (AHP) yang menggunakan sistem hierarki dalam penentuan urutan

prioritasnya.

4.3 Hasil Penilaian Responden

Dalam metode AHP diawali dengan penyebaran kuisioner kepada

beberapa responden, dalam hal ini telah dilakukan terhadap 26 responden. Data

yang dikumpulkan dari responden ini adalah data primer hasil kuisioner atau

wawancara. Jumlah kuisioner disebarkan kepada 26 responden yang dipilih secara

purposive terdiri dari :

1. Pemerintah Kabupaten Bangli :

Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda Kab. Bangli (1 orang), Kadis PU

Kab. Bangli (1 orang), Kabid Bina Marga (1 orang), Kasi Pemeliharaan

No Kecamatan Ruas Jalan Panjang Jalan (bh) (km) 1 Kintamani 157 339,872 2 Susut 73 173,95 3 Bangli 71 77,46 4 Tembuku 68 140,541

Jumlah 369 731,823 Sumber : Hasil Survey Dinas PU Bid.Bina Marga, 2008

Page 77: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

77

dan Rehabilitasi Jalan Bidang Bina Marga (1 orang), Kasi Peningkatan dan

Pembangunan Jalan Bidang Bina Marga (1 orang), Staf Perencana Bidang

Bina Marga (1 orang), Ka. Bidang Fisik dan Prasarana di Bappeda (1

orang), Kasubdin Tata Ruang di Bappeda (1 orang), Staf dari Bappeda (1

orang).

2. Badan Legislatif

Anggota DPRD Bangli Komisi C (1 orang).

3. Pemerintah Kecamatan

Para Camat Se Kabupaten Bangli yaitu Camat Kecamatan Bangli, Camat

Kecamatan Susut, Camat Kecamatan Tembuku dan Camat Kecamatan

Kintamani (4 Orang)

4. Tokoh Masyarakat (12 orang)

Penyebaran kuisioner sebanyak 26 eksemplar dilakukan dengan memberikan

langsung kepada responden. Responden membuat jawaban langsung dan

sekaligus melakukan diskusi dengan penulis. Angka-angka yang diberikan pada

persepsi responden merupakan skala perbandingan dari masing-masing faktor

kriteria dan sub kritaria. Besaran skala diambil dari Tabel 2.1 Skala Matrik

Perbandingan Berpasangan (pada BAB II, hal 32).

Data dari penyebaran kuisioner kepada 26 responden diringkas dalam

beberapa tabel sesuai kelompok pertanyaan pada kuisioner dan diuraikan pada

sub bab berikut.

Page 78: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

78

4.3.1 Jawaban terhadap penilaian pada level 2 (terhadap kriteria)

Dari hasil wawancara/interview terhadap responden dengan cara

melakukan kuisioner dalam menentukan tingkat kepentingan terhadap kriteria,

diperoleh jawaban berdasarkan skala/range penilaian yang diberikan pada lembar

kuisioner (Lamp.B, 129). Adapun jawaban persepsi masing-masing responden

terhadap “ Kriteria” ditabelkan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap “ Kriteria” Responden PERSEPSI RESPONDEN A:B A: C A:D A:E B:C B:D B:E C:D C:E D:E

R1 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 R2 2 4 2 1 2 2 3 2 2 2 R3 2 4 3 5 2 2 2 3 2 2 R4 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 R5 2 3 3 3 3 5 2 2 2 1 R6 3 2 3 3 2 3 2 3 2 R7 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 R8 5 2 2 3 2 2 2 1 1 2 R9 2 3 2 4 4 2 3 3 2 2 R10 3 2 3 5 3 3 2 2 2 3 R11 3 2 3 6 3 3 4 5 2 2 R12 6 4 4 2 2 4 4 3 1 2 R13 7 4 3 4 3 3 4 2 3 4 R14 5 3 2 2 2 2 3 3 2 2 R15 4 3 4 4 3 3 3 4 2 4 R16 3 2 4 2 2 4 2 2 2 3 2 R17 5 2 3 4 2 2 2 2 5 R18 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 R19 3 2 2 5 3 6 2 2 2 2 R20 4 2 2 2 4 4 2 2 4 3 R21 2 2 3 3 4 2 2 2 2 2 R22 3 2 2 3 2 2 2 3 4 2 R23 2 2 2 2 3 2 3 2 5 2 R24 2 4 2 2 4 2 2 2 5 5 R25 5 4 2 2 4 2 2 2 2 5 R26 4 2 2 2 2 2 2 2 2 3

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 79: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

79

Keterangan Tabel 4.2 tersebut diatas adalah :

R adalah : Responden (dari responden 1 s/d 26)

A : B adalah : Pertimbangan faktor kondisi jalan terhadap faktor volume

lalulintas.

A : C adalah : Pertimbangan faktor kondisi jalan terhadap faktor ekonomi.

A : D adalah : Pertimbangan faktor kondisi jalan terhadap faktor kebijakan.

A : E adalah : Pertimbangan faktor kondisi jalan terhadap faktor tata guna lahan.

B : C adalah : Pertimbangan faktor volume lalu lintas terhadap faktor ekonomi.

B : D adalah : Pertimbangan faktor volume lalu lintas terhadap faktor kebijakan.

B : E adalah : Pertimbangan faktor volume lalu lintas terhadap faktor tata guna

lahan.

C : D adalah : Pertimbangan faktor ekonomi terhadap faktor kebijakan.

C : E adalah : Pertimbangan faktor ekonomi terhadap faktor tata guna lahan

D : E adalah : Pertimbangan faktor kebijakan terhadap faktor tata guna lahan

Contoh : Persepsi Responden 2(R2) yaitu :

- Penilaian A:B diberikan skala 2 berarti: Faktor A sedikit lebih penting di

banding faktor B

- Penilaian A:C diberikan skala 4 berarti: Faktor C lebih penting dari faktor A.

4.3.2 Jawaban terhadap penilaian pada level 3 (sub kriteria)

1. Sub Kriteria Kondisi Jalan

Jawaban dari 26 responden berdasarkan skala/range penilaian yang

diberikan pada lembar kuisioner terhadap sub kriteria kondisi jalan dapat

dikelompokkan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.3.

Page 80: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

80

Tabel 4.3 Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Sub.Kriteria ” Kondisi Jalan”.

Resp. Persepsi responden

A1: a2 a1: a3 a1:a4 a1-a5 a1: a6 a2: a3 a2; a4 a2:a5 a2: a6 a3:a4 a3: a5 a3:a6 a4:a5 a4:a6 a5-a6

R1 3 5 2 4 4 3 2 3 5 2 2 2 2 3 2

R2 3 3 2 3 3 2 2 2 6 4 2 2 4 3 4

R3 2 5 3 3 4 3 2 2 4 5 2 2 3 3

R4 2 2 4 5 5 3 3 4 4 3 2 3 5 2

R5 2 2 3 5 2 5 3 2 3 3 2 2 4 2

R6 4 5 4 4 4 3 4 6 4 3 3 2 4 3 2

R7 4 5 3 5 4 3 3 4 2 3 2 3 2 2 3

R8 2 2 2 3 2 2 2 7 4 2 2 2 3 2 2

R9 2 3 4 5 2 3 2 3 4 2 2 2 2 2 3

R10 2 2 2 3 6 4 5 3 7 2 2 2 3 2

R11 2 2 2 3 4 3 2 2 5 4 2 2 2 3 2

R12 3 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2

R13 2 2 3 2 2 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2

R14 2 3 2 3 2 3 3 2 4 6 3 3 3 2 3

R15 4 4 3 4 2 3 4 2 5 2 3 2 2 2 2

R16 4 2 3 2 2 2 3 2 5 2 2 2 2 3 2

R17 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2

R18 2 5 5 4 5 2 2 2 5 2 2 2 2 3 2

R19 3 2 3 5 2 3 2 5 2 3 2 2 3 3 2

R20 3 2 2 2 2 2 4 2 2 2 2 2 2 3 2

R21 3 3 2 5 5 2 3 4 2 2 2 2 2 2 3

R22 2 3 2 2 3 6 5 4 2 2 4 2 3 3

R23 2 3 3 2 4 5 5 3 3 2 4 3 3 4

R24 2 2 4 4 2 5 3 3 4 3 4 2 5 4

R25 5 3 3 4 2 5 2 5 4 3 3 2 4 4

R26 5 2 2 4 2 2 2 3 4 2 2 2 4 2

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Keterangan Tabel 4.3 tersebut diatas adalah :

R adalah : Responden (dari responden 1 s/d 26)

a1 : a2 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan lubang-lubang

terhadap perbaikan legokan/ amblas.

a1 : a3 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan lubang-lubang

terhadap perbaikan retak-retak.

Page 81: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

81

a1 : a4 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan lubang-lubang

terhadap perbaikan alur bekas roda.

a1 : a5 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan lubang-lubang

terhadap perbaikan bahu jalan.

a1: a6 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan lubang-lubang

terhadap perbaikan kemiringan jalan.

a2 : a3 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan legokan/amblas

terhadap perbaikan retak-retak.

a2 : a4 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan legokan/amblas

terhadap perbaikan alur bekas roda.

a2 : a5 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan legokan/amblas

terhadap perbaikan alur bekas.

a2 : a6 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan legokan/amblas

terhadap perbaikan bahu jalan.

a3 : a4 adalah : Pertimbangan ttingkat kepentingan perbaikan retak-retak

terhadap perbaikan alur bekas roda.

a3 : a5 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan retak-retak terhadap

perbaikan bahu jalan.

a3 : a6 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan retak-retak terhadap

perbaikan kemiringan jalan.

Page 82: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

82

2. Subkriteria Volume Lalu Lintas

Jawaban dari 26 responden berdasarkan skala/range penilaian yang diberikan

pada lembar kuisioner terhadap sub kriteria volume lalulintas dikelompokkan

seperti diperlihatkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Sub Kriteria ”Volume Lalu Lintas”.

Responden PERSEPSI RESPONDEN b1:b2 b1:b3 b1:b4 b1:b5 b2:b3 b2:b4 b2:b5 b3:b4 b3:b5 b4:b5

R1 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 R2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 R3 3 2 2 4 3 3 3 2 2 2 R4 3 2 3 3 2 2 3 3 2 2 R5 2 2 2 4 2 3 3 2 2 5 R6 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 R7 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 R8 2 2 2 2 2 4 2 3 4 2 R9 3 2 2 4 2 3 5 4 2 2 R10 3 2 3 4 2 2 2 4 2 2 R11 2 2 5 2 2 2 2 3 2 3 R12 2 4 4 2 2 3 2 2 2 3 R13 2 4 2 3 2 2 2 4 2 3 R14 3 3 2 4 2 2 3 2 2 2 R15 3 3 2 3 2 2 1 2 2 2 R16 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 R17 2 2 2 4 3 2 2 2 2 2 R18 2 2 3 3 2 2 2 2 3 2 R19 2 2 2 5 2 2 2 2 3 2 R20 2 2 2 4 2 5 2 2 2 3 R21 2 2 2 2 2 4 3 2 2 2 R22 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 R23 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 R24 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 R25 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 R26 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Keterangan Tabel 4.4 tersebut diatas adalah :

R adalah : Responden (dari responden 1 sampai 26)

Sub kriteria : Truk Ringan (b1), Truksedang dan Berat (b2), Mobil roda 4

(b3), Bis (b4) dan sepeda motor (b5).

Page 83: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

83

3. Sub Kriteria Faktor Ekonomi

Jawaban dari 26 responden berdasarkan skala/range penilaian yang diberikan

pada lembar kuisioner terhadap sub kriteria ekonomi, dapat dikelompokkan

seperti diperlihatkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rekap. Jawaban Responden Terhadap Sub.Kriteria ” Ekonomi”.

Responden Persepsi Responden c1 - c2

R1 7 R2 5 R3 5 R4 5 R5 6 R6 4 R7 7 R8 7 R9 5 R10 3 R11 4 R12 4 R13 4 R14 3 R15 3 R16 3 R17 4 R18 3 R19 4 R20 3 R21 3 R22 3 R23 3 R24 3 R25 3 R26 3

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Keterangan Tabel 4.5 tersebut diatas adalah :

R adalah : Responden (dari responden 1 sampai 26)

c1 adalah : Manfaat/Kelayakan (NPV) dan c2 adalah : Biaya Kegiatan

Page 84: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

84

4. Sub Kriteria Faktor Kebijakan

Adapun jawaban dari 26 responden berdasarkan skala/range penilaian

terhadap sub kriteria kebijakan dapat dikelompokkan seperti diperlihatkan pada

Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Rekapitulasi Jawaban Responden Terhadap Sub Kriteria ”Kebijakan”.

Responden Persepsi Responden d1: d2 d1 : d3 d1: d4 D2 : d3 d2 : d4 d3:d4

R1 2 2 4 3 2 4 R2 2 2 4 3 2 4 R3 4 2 3 3 2 4 R4 2 2 3 3 2 4 R5 2 2 3 3 2 3 R6 2 3 4 4 2 4 R7 4 2 3 5 2 2 R8 2 2 3 5 2 4 R9 2 4 5 3 3 3 R10 4 3 3 3 4 3 R11 4 3 3 3 2 2 R12 3 5 3 5 2 2 R13 2 3 3 4 3 7 R14 2 2 3 3 3 5 R15 2 3 3 2 2 4 R16 3 3 3 2 2 4 R17 3 3 3 3 3 3 R18 3 3 3 3 3 3 R19 3 2 5 3 3 2 R20 3 2 2 3 3 2 R21 4 2 2 3 2 2 R22 4 2 3 4 2 7 R23 3 2 3 3 2 5 R24 3 4 2 2 3 2 R25 5 5 5 3 3 5 R26 3 4 2 3 3 2

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 85: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

85

Keterangan Tabel 4.6 tersebut diatas adalah :

R adalah : Responden (dari responden 1 sampai 26)

d1 adalah : Musrenbang Camat

d2 adalah : Musrenbang Kabupaten

d3 adalah : Musrenbang Provinsi

d4 adalah : Anggaran Biaya Tambahan (ABT)

4. Sub Kriteria Faktor Tata Guna Lahan

Dari 26 Responden, jawaban persepsi mengenai sub kriteria tata guna

lahan dapat dikelompokkan seperti diperlihatkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Rekap. Jawaban Responden terhadap Sub Kriteria ” Tata Guna Lahan”.

Responden Persepsi Responden e1:e2 e1: e3 e1: e4 e2 : e3 e2 : e4 e3 :e4

R1 2 2 3 2 2 2 R2 2 2 5 2 4 4 R3 2 2 3 2 2 4 R4 4 2 3 3 2 4 R5 2 2 3 0 2 4 2 R6 2 5 3 2 2 3 R7 4 3 3 2 2 4 R8 2 3 2 3 3 R9 3 2 3 2 3 3 R10 2 2 3 3 2 3 R11 2 3 3 2 2 2 R12 2 2 3 2 3 2 R13 5 2 4 2 3 3 R14 2 3 4 2 2 3 R15 3 2 2 5 2 3 R16 2 4 2 2 2 2 R17 2 3 2 2 2 2 R18 3 3 3 2 2 2 R19 3 3 3 2 3 2

Page 86: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

86

Tabel 4.7 Lanjutan ….Rekap. Jawaban Responden thd sub Kriteria tata guna lahan Responden Persepsi Responden e1-e2 e1- e3 e1- e4 e2 - e3 e2- e4 e3 -e4

R20 3 2 3 2 3 2 R21 3 2 2 3 2 3 R22 3 3 2 3 3 3 R23 3 2 3 3 3 3 R24 5 2 3 3 2 4 R25 2 2 3 3 2 2 R26 3 2 3 3 2 2

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Keterangan :

R adalah : Responden

e1 –e2 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan jalan

dalam menujang bidang pertanian terhadap bidang

pendidikan.

e1 –e3 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan jalan

dalam menunjang bidang pertanian terhadap bidang

sosial-budaya.

e1 –e4 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan jalan

dalam menunjang bidang pertanian terhadap bidang

perdagangan-jasa.

e2 –e3 adalah : Pertimbangan tingkat kepentingan perbaikan jalan

dalam menunjang bidang Pendidikan terhadap bidang

social-budaya

Page 87: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

87

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

5.1 Penyusunan Hirarki dan Bobot

Hasil data Kuisioner sebanyak 26 responden seperti telah diuraikan pada sub

bab sebelumnya, selanjutnya dianalisis dengan metode AHP sehingga diperoleh

bobot dari masing-masing kriteria dan sub kriteria yang nantinya dipakai untuk

mencari skala prioritas penanganan jalan.

5.1.1 Struktur Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten

Dari hasil identifikasi kriteria kepada responden terdiri dari 3 (tiga) level.

Yaitu Level pertama adalah tujuan yaitu Penentuan Skala Prioritas Penanganan

Jalan Kabupaten di Kabupaten Bangli, Level kedua terdiri dari 5 faktor yaitu :

Faktor Kondisi Jalan, Faktor Volume Lalu –Lintas, Faktor Ekonomi, Faktor

Kebijakan dan terakhir Faktor Tata Guna Lahan. Level ketiga merupakan

pengembangan dari Level2 dan terdiri dari beberapa sub kriteria. Secara

keseluruhan hirarki penentuan skala prioritas dapat digambarkan sebagai berikut :

Selanjutnya penyusunan level hirarki yang terdiri dari 3 (tiga) level tersebut

diperlihatkan pada Gambar 5.1.

Page 88: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

88

Gambar 5.1 Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Sumber : Hasil Analisis, 2010

Level II (Kriteria) Level III (Subkriteria)

F. Kondisi Jalan (A)

F.Volume Lalu-lintas(B)

-Lubang-lubang (a1) -Legokan / Amblas (a2) -Retak-retak (a3) -Alur bekas roda (a4) -Bahu Jalan (a5) -Kemiringan jalan (a6)

-Truk Ringan (b1) -Truk Sedang dan Berat (b2) -Mobil roda 4 (b1) -Bis (b3) -Sepeda motor (b4)

F. Ekonomi (C)

F. Kebijakan (D)

-Manfaat/Kelayakan (c1) (NPV) -Estimasi Biaya Kegiatan (c2)

-Bidang Pertanian (e1) -Bidang Pendidikan (e2) -Bidang Sosial -Budaya (e3) -Bidang Perdagangan - Jasa (e4)

F. Tata Guna Lahan (E)

-Musrenbang Camat (d1) -Musrenbang Kabupaten (d2) -Musrenbang Provinsi (d3) -ABT (d4)

Penentuan Skala Prioritas

Penanganan Jalan Kabupaten

Level I (Tujuan)

Page 89: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

89

5.1.2 Bobot Penilaian Kriteria

Bobot dari masing-masing kriteria yang terdapat seperti Gambar 5.1 diatas

dianalisis dengan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP) dengan langkah –

langkah sebagai berikut:

1. Dilakukan perhitungan matrik awal.

2. Perhitungan Eigen Vektor.

3. Perhitungan Nilai Eigen Maksimum.

4. Kontrol terhadap Indek Consistensi.

5. Pembobotan Kriteria.

Langkah 1 Perhitungan matrik awal untuk level 2 (kriteria)

Diawali dengan menganalisis data pada Tabel 4.2 (Rekapitulasi jawaban

Responden terhadap ” Kriteria”). Pada Tabel 4.2 tersebut diatas dianalisis dengan

perhitungan kebalikan sesuai matrik perbandingan berpasangan.

Contoh :

Jawaban responden 2(R2) terhadap A-C adalah dengan skala 4 dimana C

faktor ekonomi lebih penting dari pada faktor kondisi jalan. Ini

dilakukan perbandingan terbalik ditinjau terhadap faktor yang

didepannya yaitu A, sehingga skalanya menjadi 1/4 atau 0,25. Akan

tetapi seperti Responden 16(R16) terhadap A-B adalah dengan skala 3,

dimana A lebih penting dari pada B. Hal ini tidak dilakukan

perbandingan terbalik karena ditinjau terhadap faktor yang didepannya

Page 90: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

90

yaitu A sudah menunjukkan skala yang lebih penting sehingga skala

yang dipakai tetap 3.

Data selengkapnya diperlihatkan pada Tabel 5.1 berikut ini :

Tabel 5.1 Skala Perbandingan Penilaian ” Kriteria” Kode Skala Penilaian Resp. A -B A -C A -D A –E B-C B-D B-E C-D C-E D-E

R1 0,333 2,000 2,000 0,333 0,500 2,000 0,500 2,000 2,000 2,000

R2 2,000 0,250 2,000 0,500 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 0,500

R3 2,000 0,250 3,000 0,200 0,500 0,500 2,000 0,333 0,500 0,500

R4 3,000 3,000 3,000 2,000 0,500 3,000 0,333 3,000 0,500 0,500

R5 2,000 3,000 3,000 0,333 0,333 5,000 0,500 2,000 2,000 1,000

R6 0,333 0,500 0,333 3,000 0,500 3,000 0,500 0,333 0,500 0,500

R7 0,500 0,500 0,333 0,500 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000

R8 0,200 0,500 0,500 3,000 0,500 0,500 0,500 0,500 1,000 2,000

R9 2,000 0,333 2,000 4,000 0,250 2,000 0,333 0,333 0,500 2,000

R10 0,333 0,500 3,000 5,000 0,333 0,333 0,500 2,000 0,500 3,000

R11 0,333 0,500 0,333 6,000 3,000 3,000 0,250 0,200 2,000 2,000

R12 0,167 0,250 0,250 0,500 0,500 4,000 0,250 3,000 1,000 0,500

R13 0,143 0,250 0,333 4,000 3,000 3,000 0,250 0,500 0,333 4,000

R14 0,200 0,333 0,500 2,000 2,000 2,000 0,333 3,000 0,500 2,000

R15 0,250 0,333 0,250 4,000 0,333 3,000 0,333 4,000 2,000 0,250

R16 3,000 0,500 0,250 0,500 0,500 4,000 0,500 2,000 0,500 0,500

R17 0,200 0,500 0,333 4,000 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 0,200

R18 2,000 0,500 0,500 3,000 2,000 2,000 0,500 0,500 0,500 0,500

R19 0,333 0,500 2,000 5,000 0,333 6,000 2,000 2,000 2,000 0,333

R20 0,250 0,500 0,500 0,500 0,250 4,000 0,500 2,000 0,250 0,333

R21 0,500 2,000 3,000 3,000 0,250 0,500 2,000 0,500 0,500 0,500

R22 0,333 2,000 2,000 3,000 0,500 0,500 2,000 3,000 0,250 0,500

R23 2,000 0,500 0,500 2,000 0,333 2,000 0,333 2,000 0,200 2,000

R24 2,000 0,250 0,500 2,000 0,250 2,000 2,000 0,500 0,200 0,200

R25 0,200 0,250 0,500 2,000 0,250 2,000 0,500 0,500 0,500 0,200

R26 0,250 2,000 2,000 0,500 0,500 2,000 2,000 0,500 0,500 0,333

∑ R 24,858 21,999 32,915 60,866 21,915 60,833 24,415 39,199 23,233 28,349

R/26 0,956 0,846 1,266 2,341 0,843 2,340 0,939 1,508 0,894 1,09 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Keterangan :

∑ R = Jumlah komulatif skala perbandingan penilaian. R/26 = Rata-rata perbandingan penilaian dengan membagi R terhadap 26 Responden.

Page 91: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

91

Selanjutnya nilai yang dipakai adalah pada rata-rata komulatif (R/26) tersebut.

Pada Matrik diagonal AA = BB=CC=DD=EE=1, karena melakukan perbandingan

dengan faktor diri sendiri. Kemudian besaran matrik masing-masing adalah :

Matrik A-B = 0,956 Matrik B-D = 2,340

Marik A-C = 0,846 Matrik B-E = 0,939

Matrik A-D = 1,266 Matrik C-D = 1,508

Matrik A-E = 2,341 Matrik C-E = 0,894

Matrik B-C = 0,843 Matrik D-E = 1,090

Sedangkan :

Matrik B-A merupakan kebalikan dari matrik A-B = 1/(A-B) = 1/0,956 = 1,046

Matrik C-A merupakan kebalikan dari matrik A-C = 1/(A-C) = 1/0,846 = 1,182

Matrik D-A merupakan kebalikan dari matrik A-D = 1/(A-D) = 1/1,266 = 0,790

Matrik E-A merupakan kebalikan dari matrik A-E = 1/(A-E) = 1/2,34 = 0,427

Matrik C-B merupakan kebalikan dari matrik B-C = 1/(B-C) =1/0,843 = 1,186

Matrik D-B merupakan kebalikan dari matrik B-D = 1/(B-D)=1/2,340 = 0,427

Matrik E-B merupakan kebalikan dari matrik B-E = 1/(B-E) =1/0,939 = 1,065

Matrik D-C merupakan kebalikan dari matrik C-D = 1/(C-D) =1/1,508 = 0,663

Matrik E-C merupakan kebalikan dari matrik C-E = 1/(C-E) =1/0,894 = 1,119

Matrik E-D merupakan kebalikan dari matrik D-E =1/(D-E) =1/1,09 = 0,917

Page 92: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

92

Tabel 5.2 Matrik Awal Sub”Kriteria” A B C D E

A 1,000 0,956 0,846 1,266 2,341 B 1,046 1,000 0,843 2,340 0,939 C 1,182 1,186 1,000 1,508 0,894 D 0,790 0,427 0,663 1,000 1,090 E 0,427 1,065 1,119 0,917 1,000

∑ 4,445 4,635 4,471 7,030 6,264 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Langkah 2. Perhitungan Nilai Eigen Vektor Jumlah baris A = Matrik AA x Matrik AB x Matrik AC x Matrik AD x Matrik AE

= 1,000 x 0,956 x 0,846 x 1,266 x 2,341 = 2,397

Jumlah baris B = Matrik BA x Matrik BB x Matrik BC x Matrik BD x Matrik BE

= 1,046 x1,000 x 0,843 x2,340 x 0,939 = 1,937

Menentukan Besaran wi :

wi = n√ Jumlah Baris ; n uk matrik =5 x 5 Sehingga :

wi baris A = 5√ 2,397 = 1,191

Maka : Eigen Vektor (Xi) = wi / Σ wi

= 1,191 / 4,976

= 0,239

Page 93: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

93

Tabel 5.3 Nilai Eigen Vektor untuk Skala Penentuan Prioritas ”Kriteria” A B C D E Jumlah Wi E-Vektor

A 1,000 0,956 0,846 1,266 2,341 2,397 1,191 0,239 B 1,046 1,000 0,843 2,340 0,939 1,937 1,141 0,229 C 1,182 1,186 1,000 1,508 0,894 1,889 1,135 0,228 D 0,790 0,427 0,663 1,000 1,090 0,244 0,754 0,151 E 0,427 1,065 1,119 0,917 1,000 0,467 0,755 0,153

∑ 4,445 4,635 4,471 7,030 6,264 6,934 4,976 1,000 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Langkah 3. Perhitungan Nilai Eigen Maksimum

Nilai Eigen Maksimum diperoleh dari Matrik Awal dikalikan dengan E-

Vektor masing-masing matrik dan kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan.

Hal ini diperlihatkan pada Gambar 5.2 berikut ini:

A B C D E E-Vektor A 1,000 0,956 0,846 1,266 2,341 0,239 1,199 B 1,046 1,000 0,843 2,340 0,939 0,229 1,169 C 1,182 1,186 1,000 1,508 0,894 x 0,228 = 1,147 D 0,790 0,427 0,663 1,000 1,090 0,151 0,755 E 0,427 1,065 1,119 0,917 1,000 0,153 0,892

Jumlah = 5,162 Gambar 5.2 Matrik Nilai Eigen Maksimum ”Kriteria”

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Eigen Maksimum (λmaks ) = Σ aij.Xj

= 5,162

Langkah 4. Control terhadap Indek konsistensi (CI) Indek Consistensi (CI) = ( λ maks. – n) / (n-1), dimana n= ukuran matrik

5x5

= ( 5,160 – 5) / (5-1)

= 0,0401

Page 94: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

94

Ratio Consistensi (CR) = CI/RI, untuk n=5 maka RI = 1,12

= 0,0401/ 1,12

= 0,0358 < 0,1 konsisten !

Nilai Ratio Consistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 sama artinya lebih kecil dari

10%, maka nilai tersebut sudah sesuai dengan syarat konsistensi yaitu harus lebih

kecil dari 0,1 atau 10%.

Langkah 5. Pembobotan Kriteria

Bobot elemen diperoleh dari nilai E-Vektor yang dinyatakan dalam

Prosentase seperti diperlihatkan pada Tabel 4.12 berikut ini:

Tabel 5.4 Bobot Kriteria” Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten”. Kriteria Bobot

Faktor Kondisi Jalan 0,239 Faktor Volume Lalu Lintas 0,229 Faktor Ekonomi 0,228 Faktor Kebijakan 0,151 Faktor Tata Guna Lahan 0,153

Jumlah 1,000 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Dari Tabel 5.4 tersebut diatas, dapat dilihat bahwa penilaian Responden

terhadap beberapa kriteria menunjukkan bahwa kriteria faktor kondisi jalan

memiliki pengaruh tingkat kepentingan yaitu dengan bobot 0,239 (23,9%)

kemudian disusul dengan faktor volume lalu lintas dengan bobot 0,229 (22,9%),

faktor ekonomi dengan bobot 0,228 (22,8%), faktor tata guna lahan 0,153

(15,3%) dan terakhir faktor kebijakan dengan bobot 0,151 (15,1%).

Page 95: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

95

5.1.3 Perhitungan Bobot Subkriteria

Selanjutnya perhitungan untuk level 3 (sub kriteria) dilakukan tahapan

yang sama dengan perhitungan kriteria diatas, mulai tahapan matrik awal sampai

pembobotan.

5.1.3.1 Perhitungan Bobot Subkriteria Pada Faktor Kondisi Jalan

Diawali dengan perhitungan analisis rekap jawaban responden terhadap

Sub.kriteria: Faktor Kondisi Jalan”, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 4.3

diperoleh hasil perbandingan penilaian sub kriteria kondisi jalan (hal 58)

diperlihatkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Skala Perbandingan Penilaian Sub.Kriteria ” Kondisi Jalan”. Koderesp. A –B A –C A –D A –E A -F B-C B-D B-E

R1 0,333 5,000 2,000 4,000 4,000 3,000 2,000 3,000 R2 0,333 3,000 2,000 3,000 3,000 0,500 2,000 2,000 R3 0,500 5,000 3,000 3,000 4,000 0,333 2,000 2,000 R4 0,500 0,500 4,000 5,000 5,000 0,333 3,000 0,333 R5 2,000 0,500 0,333 5,000 2,000 5,000 3,000 0,333 R6 0,250 5,000 4,000 4,000 0,250 0,333 4,000 6,000 R7 0,250 5,000 3,000 5,000 0,250 0,333 3,000 4,000 R8 2,000 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 2,000 7,000 R9 2,000 3,000 4,000 5,000 2,000 3,000 2,000 3,000

R10 0,500 0,500 2,000 3,000 6,000 4,000 5,000 0,500 R11 0,500 2,000 2,000 3,000 4,000 3,000 2,000 2,000 R12 3,000 0,500 3,000 3,000 3,000 2,000 3,000 0,500 R13 0,500 0,500 3,000 2,000 0,500 0,500 3,000 3,000 R14 0,500 3,000 0,500 3,000 0,500 0,333 0,333 2,000 R15 0,250 0,250 0,333 4,000 0,500 0,333 0,250 2,000 R16 0,250 2,000 0,333 2,000 0,500 0,500 0,333 2,000 R17 2,000 3,000 0,500 2,000 0,333 3,000 0,333 2,000 R18 2,000 5,000 5,000 4,000 5,000 0,500 2,000 2,000 R19 0,333 2,000 0,333 5,000 2,000 3,000 2,000 5,000 R20 0,333 0,500 2,000 2,000 2,000 0,500 4,000 2,000 R21 0,333 0,333 2,000 5,000 5,000 0,500 0,333 4,000

Page 96: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

96

Tabel 5.5 Lanjutan... Skala Perbandingan Penilaian Sub.Kriteria ” Kondisi Jalan”. Koderesp. A –B A –C A –D A –E A -F B-C B-D B-E

R22 2,000 0,333 2,000 0,500 3,000 0,167 0,200 4,000 R23 2,000 0,333 3,000 0,500 4,000 0,200 0,200 3,000 R24 0,500 2,000 4,000 0,250 0,500 0,200 0,333 3,000 R25 5,000 3,000 3,000 0,250 0,500 0,200 0,500 5,000 R26 5,000 2,000 2,000 0,250 0,500 0,500 0,500 3,000 ∑ R 33,165 56,249 59,333 76,750 60,333 34,267 47,316 72,667 R/26 1,276 2,163 2,282 2,952 2,321 1,318 1,820 2,795

Tabel 5.5 Lanjutan ...Skala Perbandingan Penilaian Sub.Kriteria

” Kondisi Jalan”. Kode resp. B-F C-D C-E C-F D-E D-F E-F

R1 5,000 2,000 2,000 2,000 2,000 0,333 2,000 R2 6,000 4,000 2,000 2,000 0,250 0,333 0,250 R3 4,000 5,000 0,500 2,000 0,250 0,333 0,333 R4 4,000 4,000 3,000 0,500 0,333 0,200 0,500 R5 2,000 3,000 3,000 0,500 0,500 0,250 2,000 R6 4,000 3,000 3,000 2,000 0,250 0,333 2,000 R7 2,000 3,000 2,000 3,000 2,000 0,500 0,333 R8 4,000 2,000 2,000 2,000 0,333 0,500 0,500 R9 4,000 0,500 0,500 0,500 0,500 2,000 0,333 R10 3,000 7,000 0,500 0,500 0,500 0,333 2,000 R11 5,000 4,000 2,000 2,000 2,000 0,333 0,500 R12 0,500 2,000 2,000 2,000 2,000 0,333 0,500 R13 2,000 3,000 2,000 0,333 0,333 0,333 0,500 R14 4,000 6,000 3,000 0,333 0,333 2,000 0,333 R15 5,000 2,000 3,000 0,500 0,500 2,000 0,500 R16 5,000 2,000 2,000 0,500 0,500 0,333 0,500 R17 3,000 2,000 0,500 0,333 2,000 0,500 0,500 R18 5,000 2,000 0,500 0,500 2,000 3,000 0,500 R19 2,000 3,000 2,000 2,000 3,000 3,000 2,000 R20 2,000 0,500 2,000 2,000 2,000 0,333 0,500 R21 0,500 0,500 2,000 0,500 0,500 0,500 0,333 R22 2,000 2,000 0,500 0,250 2,000 0,333 0,333 R23 3,000 2,000 0,500 0,250 0,333 0,333 0,250 R24 4,000 3,000 0,500 0,250 2,000 5,000 0,250 R25 0,250 3,000 0,500 0,333 2,000 4,000 0,250 R26 0,250 2,000 0,500 2,000 2,000 4,000 0,500 ∑ R 81,500 72,500 42,000 29,083 30,416 31,449 18,499 R/26 3,135 2,788 1,615 1,119 1,170 1,210 0,712

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 97: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

97

Selanjutnya besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 5.6 berikut ini :

Tabel 5.6 Matrik Awal Sub.Kriteria ”Kondisi Jalan”. a1 a2 a3 a4 a5 a6

a1 1,000 1,276 2,163 2,282 2,952 2,321 a2 0,784 1,000 1,318 1,820 2,795 3,135 a3 0,462 0,759 1,000 2,788 1,615 1,119 a4 0,438 0,759 0,359 1,000 1,170 1,210 a5 0,339 0,358 0,619 0,855 1,000 0,712 a6 0,431 0,319 0,894 0,827 1,405 1,000 ∑ 3,454 4,470 6,353 9,572 10,937 9,495

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Perhitungan Nilai Eigen Vektor untuk sub.kriteria kondisi jalan diperlihatkan pada Tabel 5.7 berikut ini:

Tabal 5.7 Nilai Eigen Vektor sub.kriteria ”Kondisi Jalan”.

a1 a2 a3 a4 a5 a6 Jumlah Wi E-

Vektor a1 1,000 1,276 2,163 2,769 3,346 2,321 59,332 1,979 0,279 a2 0,784 1,000 1,318 1,820 2,795 3,135 21,013 1,661 0,234 a3 0,462 0,759 1,000 2,788 1,615 1,119 3,823 1,25 0,177 a4 0,438 0,759 0,359 1,000 1,170 1,210 0,385 0,853 0,120 a5 0,299 0,358 0,619 0,855 1,000 0,712 0,135 0,516 0,073 a6 0,431 0,319 0,894 0,827 1,405 1,000 0,331 0,831 0,117 ∑ 3,414 4,470 6,353 10,059 11,332 9,495 85,018 7,090 1,000

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Nilai Eigen Maksimum sub kriteria kondisi jalan diperlihatkan pada Gambar 5.3.

a1 a2 a3 a4 a5 a6 E-

Vektor a1 1,000 1,276 2,163 2,769 3,346 2,321 0,279 1,808 a2 0,784 1,000 1,318 1,820 2,795 3,135 0,234 1,475 a3 0,462 0,759 1,000 2,788 1,615 1,119 0,177 1,067 a4 0,438 0,759 0,359 1,000 1,170 1,210 x 0,120 0,711 a5 0,299 0,358 0,619 0,855 1,000 0,712 0,073 0,535 a6 0,431 0,319 0,894 0,827 1,405 1,000 0,117 0,672 = 6,268

Gambar 5.3 Eigen Maximum Sub Kriteria”Kondisi Jalan”. Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 98: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

98

Indek Consistensi (CI) = ( λ maks. – n) / (n-1), dimana n= ukuran matrik 6x6

= (6,268 – 6) / (6-1)

= 0,054

Ratio Consistensi (CR) = CI/RI, untuk n=6 maka RI = 1,24

= 0,054/1,24

= 0,043< 0,1 konsisten !

Setelah diuji konsistensinya ternyata lebih kecil dari 10%, maka bobot sub kriteria

kondisi jalan berdasarkan nilai E-Vektor sebagaimana diperlihatkan pada Tabel

5.8 berikut ini:

Tabel 5.8 Bobot Kriteria Sub Kriteria ” Kondisi Jalan”.

Kriteria Bobot Lubang – lubang 0,279 Legokan/amblas 0,234 Retak-retak 0,177 Alur Bekas Roda 0,120 Bahu Jalan 0,073 Kemiringan Jalan 0,117

Jumlah 1,000 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Dari Tabel 5.8 tersebut diatas dapat dilihat bahwa penilaian responden terhadap

beberapa sub kriteria menujukan bahwa lubang-lubang memiliki pengaruh yang

paling penting yaitu dengan bobot 0,279 (27,9%), kemudian disusul dengan

legokan/amblas 0,234 (23,4%), retak-retak 0,177 (17,7%), alur bekas roda 0,12

(12,0%), Kemiringan Jalan 0,117 (11,7%) dan terakhir bahu jalan 0,073 (7,3%).

Page 99: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

99

5.1.3.2 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Volume Lalu lintas

Dari hasil rekap jawaban responden terhadap sub kriteria volume lalu

lintas dengan Perhitungan kebalikan sesuai matrik perbandingan berpasangan

didapat hasil skala perbandingan penilaian subkriteria volume lalu lintas seperti

diperlihatkan pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9 Skala Perbandingan Penilaian Sub.Kriteria ” Volume Lalu Lintas. Kode resp. A -B A -C A –D A –E B-C B-D B-E C-D C-E D-E R1 0,500 2,000 3,000 2,000 0,500 2,000 0,500 2,000 2,000 0,500 R2 0,500 0,500 2,000 2,000 0,333 3,000 0,333 2,000 2,000 0,500 R3 0,333 0,500 2,000 4,000 0,333 3,000 0,333 2,000 2,000 0,500 R4 0,333 0,500 0,333 3,000 0,500 2,000 0,333 3,000 2,000 0,500 R5 0,500 0,500 0,500 4,000 0,500 3,000 0,333 2,000 2,000 0,200 R6 0,500 0,500 0,333 2,000 0,333 2,000 0,333 2,000 3,000 0,500 R7 0,500 0,500 0,333 2,000 0,333 3,000 0,333 0,333 2,000 0,333 R8 2,000 0,500 0,500 0,500 0,500 4,000 0,500 0,333 4,000 0,500 R9 0,333 2,000 2,000 4,000 0,500 0,333 5,000 4,000 0,500 0,500

R10 3,000 0,500 3,000 4,000 0,500 2,000 0,500 4,000 2,000 2,000 R11 2,000 0,500 0,200 0,500 2,000 2,000 0,500 3,000 2,000 3,000 R12 0,500 0,250 0,250 0,500 2,000 3,000 0,500 2,000 0,500 3,000 R13 0,500 0,250 2,000 3,000 2,000 2,000 2,000 4,000 2,000 0,333 R14 0,333 0,333 2,000 4,000 2,000 2,000 0,333 0,500 0,500 0,500 R15 0,333 0,333 0,500 3,000 0,500 2,000 1,000 2,000 0,500 0,500 R16 2,000 0,500 2,000 2,000 0,500 0,500 2,000 2,000 2,000 2,000 R17 0,500 0,500 0,500 4,000 0,333 2,000 2,000 2,000 0,500 2,000 R18 0,500 0,500 0,333 3,000 2,000 2,000 2,000 2,000 0,333 0,500 R19 2,000 0,500 2,000 5,000 2,000 0,500 0,500 2,000 0,333 2,000 R20 0,500 0,500 0,500 4,000 0,500 5,000 0,500 0,500 2,000 0,333 R21 0,500 2,000 2,000 2,000 0,500 4,000 0,333 0,500 2,000 2,000 R22 2,000 0,500 2,000 0,500 0,500 2,000 0,333 2,000 0,500 2,000 R23 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500 2,000 0,333 2,000 0,500 2,000 R24 2,000 2,000 0,500 0,500 0,500 2,000 0,500 0,333 0,500 2,000 R25 0,500 2,000 2,000 0,500 0,500 2,000 0,500 0,333 0,500 2,000 R26 2,000 2,000 0,500 0,500 0,500 2,000 2,000 0,333 0,500 2,000 ∑ R 25,165 21,166 31,782 61,000 21,165 59,333 23,830 47,165 36,666 32,199 R/26 0,968 0,814 1,222 2,346 0,814 2,282 0,917 1,814 1,410 1,238

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Selanjutnya nilai yang dipakai adalah rata-rata komulatif (R/26) tersebut. Pada

Matrik diagonal AA = BB = CC = DD = EE = 1, karena melakukan perbandingan

Page 100: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

100

dengan faktor diri sendiri. Kemudian besaran matrik awal diperlihatkan pada

Tabel 5.10.

Tabel 5.10 Matrik Awal Sub.Kriteria ” Volume Lalu Lintas”. A B C D E

A 1,000 0,968 0,814 1,222 2,346 B 1,033 1,000 0,814 2,282 0,917 C 1,228 1,228 1,000 1,814 1,410 D 0,818 0,438 0,551 1,000 1,238 E 0,426 1,091 0,709 0,807 1,000 ∑ 4,506 4,726 3,888 7,126 6,911

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Perhitungan Nilai Eigen vektor untuk sub kriteria volume lalu lintas diperlihatkan

pada Tabel 5.11 berikut ini:

Tabel 5.11 Eigen Vektor Sub.Kriteria ” Volume Lalu Lintas”.

A B C D E Jumlah Wi E-

Vektor A 1,000 0,968 0,814 1,222 2,346 2,260 1,177 0,229 B 1,033 1,000 0,814 2,282 0,917 1,759 1,12 0,218 C 1,228 1,228 1,000 1,814 1,410 3,860 1,31 0,255 D 0,818 0,438 0,551 1,000 1,238 0,245 0,755 0,147 E 0,426 1,091 0,709 0,807 1,000 0,266 0,767 0,151 ∑ 4,506 4,726 3,888 7,126 6,911 8,390 5,129 1,000

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Nilai Eigen Maksimum = Matrik Awal x E-Vektor, sebagaimana diperlihatkan

pada Gambar 5.4 berikut ini :

A B C D E E-Vektor A 1,000 0,968 0,814 1,222 2,346 0,229 1,180 B 1,033 1,000 0,814 2,282 0,917 0,218 1,136 C 1,228 1,228 1,000 1,814 1,410 x 0,255 = 1,283 D 0,818 0,438 0,438 1,000 1,238 0,147 0,728 E 0,426 1,091 0,709 0,807 1,000 0,151 0,786 = 5,113 Gambar 5.4 Eigen Maximum Sub Kriteria”Volume Lalu Lintas”.

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 101: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

101

Indek Consistensi (CI) = ( λ maks. – n) / (n-1), dimana n= ukuran matrik 5 x 5

= ( 5,113 – 5 ) / ( 5-1)

= 0,028

Ratio Consistensi (CR) = CI/RI, untuk n=5 maka RI = 1,12

= 0,028/ 1,12

= 0,025 < 0,1 konsisten !

Setelah diuji konsistensinya ternyata lebih kecil dari 10%, maka bobot sub.kriteria

volume lalu lintas berdasarkan nilai E-Vektor diperlihatkan pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Bobot Sub Kriteria ” Volume Lalu Lintas”

Kriteria Bobot Truk ringan 0,229 Truk sedang/berat 0,218 Mobil roda 4 0,255 Bis 0,147 Sepeda Motor 0,151

Jumlah 1,000 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Dari Tabel 5.12 diatas dapat dilihat bahwa penilaian Responden terhadap

beberapa subkriteria menujukan bahwa Mobil roda 4 memiliki pengaruh yang

paling penting yaitu dengan bobot 0,255 (25,5%), kemudian disusul dengan Truk

ringan 0,229 (22,9%),Truk sedang dan berat 0,218 (21,8%), selanjutnya Sepeda

motor 0,151 (15,1%), dan terakhir Bis 0,147 (14,7%).

Page 102: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

102

5.1.3.3 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Ekonomi

Sub kriteria faktor ekonomi terdiri dari 2 bagian yaitu : manfaat/kelayakan

(NPV) dan estimasi biaya kegiatan. Diawali dengan perhitungan Tabel 4.5 Rekap

5 Responden terhadap sub kriteria” Ekonomi” (hal.61), selanjutnya dianalisis

dengan perhitungn kebalikan sesuai matrik perbandingan berpasangan dan hasil

skala perbandingan penilaian terhadap sub kriteria ekonomi diperlihatkan pada

Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Skala Perbandingan Penilaian Sub. Kriteria ”Ekonomi”. Kode resp. A - B

Kode resp. A - B

R1 0,143 R15 3,000 R2 5,000 R16 3,000 R3 5,000 R17 0,250 R4 5,000 R18 0,333 R5 6,000 R19 4,000 R6 4,000 R20 0,333 R7 0,143 R21 0,333 R8 0,143 R22 3,000 R9 0,200 R23 3,000

R10 0,333 R24 0,333 R11 4,000 R25 0,333 R12 4,000 R26 0,333 R13 4,000 ∑R 59,212 R14 3,000 R/26 2,277

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Keterangan : R = Jumlah Komulatif skala perbandingan R/26 = Jumlah rata-rata komulatif skala perbandingan dengan

membagi R terhadap 26 responden.

Selanjutnya nilai yang dipakai adalah rata-rata komulatif (R/26) tersebut. Pada

matrik diagonal AA = 1, karena melakukan perbandingan dengan faktor diri

sendiri. Kemudian besaran matrik awal diperlihatkan pada Tabel 5.14 berikut ini :

Page 103: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

103

Tabel. 5.14 Matrik Awal Sub.Kriteria ”Ekonomi”. A B

A 1,000 2,277 B 0,439 1,000 ∑ 1,439 3,277

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Perhitungan Nilai Eigen vektor untuk sub kriteria ekonomi diperlihatkan pada

Tabel 5.15.

Tabal 5.15 Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria ”Kondisi Jalan”. A B Jumlah Wi E-Vektor

A 1,000 2,277 2,277 1,509 0,695 B 0,439 1,000 0,439 0,663 0,305 ∑ 1,439 3,277 2,716 2,172 1,000

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Nilai Eigen Maksimum – Matrik Awal x E-Vektor, sebagaimana

diperlihatkan pada Gambar 5.5 berikut ini :

A B E-Vektor A 1,000 2,277 x 0,695 = 1,390 B 0,439 1,000 0,305 0,610 = 2,000

Gambar 5.5 Eigen Maximum sub.kriteria”Ekonomi”. Sumber : Hasil Analisis, 2010

Indek Consistensi (CI) = ( λ maks. – n) / (n-1), dimana n= ukuran matrik

2x2

= (2,000 – 2) / ( 2-1)

= 0.

Ratio Consistensi (CR) = CI/RI, untuk n=2 maka RI = 0

= 0 / 0

= 0 < 0,1 konsisten !

Page 104: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

104

Setelah diuji konsistensinya ternyata lebih kecil dari 10%, maka bobot sub kriteria

berdasarkan nilai E-Vektor sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Bobot Sub Kriteria ” Ekonomi”

Kriteria Bobot

Manfaat/Kelayakan (NPV) 0,695 Estimasi Biaya Kegiatan 0,305

Jumlah 1,000

Sumber : Hasil Analisis, 2010

5.1.3.4 Perhitungan Bobot Sub Kriteria Faktor Kebijakan

Sub kriteria pada faktor kebijakan terdiri dari 4 bagian yaitu : Musrenbang

Kecamatan, Musrenbang Kabupaten, Musrenbang Provinsi dan Anggaran Biaya

Tambahan (ABT). Diawali dengan perhitungan Tabel 4.6 Rekap jawaban

responden terhadap sub kriteria” Faktor Kebijakan” (hal.76), selanjutnya

dianalisis dengan perhitungan kebalikan sesuai matrik perbandingan berpasangan

dan hasil skala perbandingan penilaian terhadap sub kriteria faktor kebijakan

diperlihatkan pada Tabel 5.17.

Page 105: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

105

Tabel 5.17 Skala Perbandingan Penilaian Sub.Kriteria ” Kebijakan”. Kode resp. A -B A -C A -D B -C B-D C-D R1 2,000 2,000 0,250 3,000 0,500 0,250 R2 2,000 2,000 0,250 3,000 0,500 0,250 R3 4,000 2,000 0,333 0,333 0,500 0,250 R4 2,000 2,000 0,333 0,333 0,500 0,250 R5 2,000 2,000 0,333 0,333 2,000 0,333 R6 2,000 3,000 0,250 0,250 0,500 0,250 R7 0,250 2,000 0,333 0,200 0,500 0,500 R8 0,500 2,000 0,333 0,200 2,000 0,250 R9 0,500 0,250 0,200 3,000 0,333 0,333

R10 0,250 0,333 0,333 3,000 0,250 0,333 R11 0,250 3,000 3,000 0,333 2,000 2,000 R12 0,333 0,200 3,000 0,200 2,000 2,000 R13 0,500 3,000 3,000 0,250 0,333 0,143 R14 0,500 2,000 3,000 0,333 3,000 0,200 R15 2,000 3,000 3,000 2,000 0,500 0,250 R16 3,000 3,000 3,000 2,000 0,500 0,250 R17 0,333 0,333 0,333 0,333 3,000 0,333 R18 0,333 0,333 0,333 0,333 3,000 0,333 R19 3,000 2,000 5,000 3,000 3,000 0,500 R20 3,000 2,000 2,000 3,000 0,333 0,500 R21 4,000 0,500 2,000 3,000 0,500 2,000 R22 4,000 0,500 0,333 0,250 0,500 0,143 R23 3,000 0,500 0,333 0,333 0,500 0,200 R24 3,000 4,000 2,000 2,000 0,333 2,000 R25 5,000 5,000 5,000 3,000 0,333 5,000 R26 3,000 4,000 2,000 3,000 0,333 2,000 ∑ R 50,750 50,950 40,283 37,017 27,749 20,852 R/26 1,952 1,960 1,549 1,424 1,067 0,802

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Adapun besaran matrik awal subkriteria Kebijakan diperlihatkan pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Matrik Awal Sub.Kriteria ”Kebijakan”. A B C D

A 1,000 1,952 1,960 1,549 B 0,512 1,000 1,424 1,067 C 0,510 0,702 1,000 0,802 D 0,645 0,937 1,247 1,000 ∑ 2,668 4,591 5,630 4,419

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 106: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

106

Selanjutnya perhitungan nilai Eigen Vektor untuk sub kriteria ” Kebijakan”

diperlihatkan pada Tabel 5.19 berikut ini:

Tabal 5.19 Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria ”Kondisi Jalan”.

A B C D Jumlah Wi E-Vektor A 1,000 1,952 1,960 1,549 5,926 1,56 0,375 B 0,512 1,000 1,424 1,067 0,778 0,939 0,226 C 0,510 0,702 1,000 0,802 0,287 0,732 0,175 D 0,645 0,937 1,247 1,000 0,754 0,931 0,224 ∑ 2,668 4,591 5,630 4,419 7,746 4,162 1,000

Sumber : Hasil Analisis, 2010 Nilai Eigen Maksimum = Matrik Awal x E-Vektor, sebagaimana

diperlihatkan pada Gambar 5.6 berikut ini :

A B C D E-Vektor

A 1,000 1,952 1,960 1,549 0,375 1,506 B 0,512 1,000 1,424 1,067 x 0,226 = 0,907 C 0,510 0,702 1,000 0,802 0,175 0,706 D 0,645 0,937 1,247 1,000 0,224 0,896 = 4,015

Gambar 5.6 Eigen Maximum Sub Kriteria”Kebijakan”.

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Indek Consistensi (CI) = ( λ maks. – n) / (n-1), dimana n= ukuran matrik

4x4

= (4,015 – 4) / ( 4-1)

= 0,005

Ratio Consistensi (CR) = CI/RI, untuk n=4 maka RI = 0,9

= 0,005/0,9

= 0,005 < 0,1 konsisten !

Page 107: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

107

Setelah diuji konsistensinya ternyata lebih kecil dari 10%, maka bobot sub

kriteria kebijakan berdasarkan nilai E-Vektor sebagaimana diperlihatkan

pada Tabel 5.20 berikut ini:

Tabel 5.20 Bobot Sub Kriteria ”Kebijakan”. Kriteria Bobot

Musrenbang Kecamatan 0,375 Musrenbang Kabupaten 0,226 Musrenbang Provinsi 0,175 Anggaran Biaya Tambahan (ABT) 0,224

Jumlah 1,000 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Dari Tabel 5.20 diatas dapat dilihat bahwa penilaian responden terhadap beberapa

sub kriteria faktor kebijakan menujukan bahwa Murenbang Kecamatan memiliki

pengaruh yang paling penting yaitu dengan bobot 0,375 (37,5%), kemudian

disusul dengan Musrenbang Kabupaten 0,226 (22,6%), selanjutnya Anggaran

Biaya Tambahan (ABT) 0,224 (22,4%) dan terakhir Musrenbang Provinsi 0,175

(17,5%).

5.1.3.5 Perhitungan bobot Subkriteria pada Faktor Tata Guna Lahan

Sub kriteria pada faktor tata guna lahan terdiri dari 4 bagian yaitu : Bidang

Pertanian, Bidang Pendidikan, Bidang Sosial-Budaya dan Bidang Perdagangan-

Jasa. Diawali dengan perhitungan Tabel 4.7 Rekap jawaban Responden terhadap

sub kriteria ”Faktor Kebijakan” (hal 63), selanjutnya dianalisis dengan

perhitungan kebalikan sesuai matrik perbandingan berpasangan dan hasil skala

perbandingan penilaian terhadap sub kriteria faktor tata guna lahan diperlihatkan

pada Tabel 5.21.

Page 108: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

108

Tabel 5.21 Skala Perbandingan Penilaian Sub.Kriteria ” Tata Guna Lahan”. Kode resp. A -B A –C A –D B -C B-D C-D

R1 2,000 0,500 3,000 2,000 0,500 0,500 R2 2,000 0,500 5,000 2,000 0,250 0,250 R3 2,000 2,000 0,333 2,000 0,500 0,250 R4 0,250 2,000 0,333 3,000 0,500 0,250 R5 0,500 2,000 3,000 2,000 0,250 0,500 R6 0,500 5,000 0,333 0,500 2,000 0,333 R7 0,250 3,000 0,333 2,000 0,500 0,250 R8 0,250 2,000 3,000 0,500 0,333 0,333 R9 0,333 0,500 3,000 0,500 0,333 0,333 R10 0,500 0,500 0,333 3,000 0,500 0,333 R11 0,500 0,333 0,333 0,500 0,500 0,500 R12 2,000 0,500 0,333 0,500 3,000 0,500 R13 0,200 2,000 0,250 2,000 0,333 0,333 R14 2,000 3,000 4,000 2,000 0,500 0,333 R15 3,000 2,000 2,000 5,000 2,000 0,333 R16 2,000 4,000 2,000 2,000 2,000 0,500 R17 2,000 3,000 2,000 0,500 2,000 0,500 R18 0,333 0,333 0,333 0,500 2,000 0,500 R19 0,333 0,333 0,333 0,500 3,000 0,500 R20 3,000 0,500 0,333 2,000 3,000 2,000 R21 3,000 0,500 2,000 0,333 0,500 3,000 R22 3,000 3,000 2,000 3,000 3,000 0,333 R23 3,000 2,000 0,333 0,333 0,333 3,000 R24 5,000 2,000 0,333 0,333 0,500 0,250 R25 2,000 2,000 0,333 0,333 0,500 0,500 R26 3,000 2,000 0,333 3,000 0,500 0,500 ∑ 42,950 45,499 35,917 40,333 29,333 16,916

R/26 1,652 1,750 1,381 1,551 1,128 0,651 Sumber : Hasil Analisis, 2010

Berdasarkan nilai rata-rata komulatif (R/26) tersebut dapat dihitung besaran

matrik awal sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.22.

Tabel 5.22 Matrik Awal Sub.Kriteria ”Tata Guna Lahan”. A B C D

A 1,000 1,652 1,750 1,381 B 0,605 1,000 1,551 1,128 C 0,571 0,645 1,000 0,651 D 0,724 0,886 1,537 1,000 ∑ 2,901 4,183 5,838 4,160

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 109: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

109

Perhitungan Nilai E-Vektor untuk sub kriteria tata guna lahan diperlihatkan pada

Tabel 5.23 berikut ini:

Tabal 5.23 Nilai Eigen Vektor Sub Kriteria ”Tata Guna Lahan”. A B C D Jumlah Wi E-Vektor

A 1,000 1,652 1,750 1,381 3,993 1,413 0,343 B 0,605 1,000 1,551 1,128 1,059 1,014 0,246 C 0,571 0,645 1,000 0,651 0,240 0,699 0,170 D 0,724 0,886 1,537 1,000 0,986 0,996 0,241 ∑ 2,901 4,183 5,838 4,160 6,279 4,122 1,000

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Nilai Eigen Maksimum – Matrik Awal x E-Vektor, sebagaimana diperlihatkan

pada Gambar 5.7 berikut ini :

A B C D E-Vektor

A 1,000 1,652 1,750 1,381 0,343 1,380 B 0,605 1,000 1,551 1,128 X 0,246 = 0,989 C 0,571 0,645 1,000 0,651 0,170 0,681 D 0,724 0,886 1,537 1,000 0,241 0,968 = 4,018

Gambar 5.7 Eigen Maximum Sub Kriteria”Tata Guna Lahan”.

Sumber : Hasil Analisis

Indek Consistensi (CI) = ( λ maks. – n) / (n-1), dimana n= ukuran matrik 4x4 = ( 4,018 – 4) / ( 4-1) = 0,006

Ratio Consistensi (CR) = CI/RI, untuk n=4 maka RI = 0,9 = 0,006/0,9 = 0,0067 < 0,1 konsisten !

Page 110: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

110

Setelah diuji konsistensinya ternyata lebih kecil dari 10%, maka bobot subkriteria

berdasarkan nilai E-Vektor sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 5.24.

Tabel. 5.24 Bobot Sub Kriteria ”Tata Guna Lahan”. Kriteria Bobot

Bidang Pertanian 0,343 Bidang Pendidikan 0,246 Bidang Sosial - Budaya 0,170 Bidang Perdagangan - Jasa 0,241

Jumlah 1,000 Sumber : Hasil Analisis

Dari Tabel 5.24 tersebut diatas dapat dilihat bahwa penilaian responden terhadap

beberapa sub kriteria menujukan bahwa Bidang Pertanian memiliki pengaruh

yang paling penting yaitu dengan bobot 0,343 (34,3%), kemudian disusul dengan

Bidang Pendidikan 0,246 (24,6%), selanjutnya Bidang Perdagangan - jasa 0,241

(24,1%) dan terakhir Bidang Sosial -Budaya 0,170 (17%).

Selanjutnya perolehan bobot dengan metode AHP sebagaimana diuraikan

pada sub. bab tersebut diatas, diaplikasikan pada pelaksanaan penentuan skala

prioritas penangan jalan kabupaten dengan menggunakan data kondisi jalan,

volume lalu lintas, manfaat/kelayakan (NPV), biaya kegiatan, kebijakan dan tata

guna lahan.

Besaran bobot kriteria pada Tabel 5.4 dan subkriteria pada Tabel 5.8, Tabel

5.12, Tabel 5.16, Tabel 5.20 dan Tabel 5.24 selanjutnya dapat dirangkum pada

Gambar5.8.

Page 111: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

111

.

Gambar 5.8 Bobot Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

Sumber : Hasil Analisis, 2010

Level II (Kriteria) Level III (Subkriteria)

F. Kondisi Jalan (A) ( 0,239 )

F.Volume Lalu-lintas(B) (0,229)

-Lubang-lubang a1 (0,279) -Legokan / Amblas a2 (0,234) -Retak-retaka a3 (0,177) -Alur bekas roda a4 (0,120) -Bahu Jalan a5 (0,073) -Kemiringan jalan a6 (0,117)

-Truk Ringan b1 (0,229) -Truk Sedang dan Berat b2 (0,218) --Mobil roda 4 b3 (0,255) -Bis b4 (0,147) -Sepeda motor b5 (0,151)

F. Ekonomi (C) ( 0,228 )

F. Kebijakan (D) ( 0,151)

--Manfaat/Kelayakan c1 (0,695) (NPV) -Estimasi Biaya Kegiatan c2 (0,305)

-Bidang Pertanian e1 (0,343) -Bidang Pndidikan e2 (0,246) -Bidang Sosial-Budaya e3 (0,170) -Bidang Perdagangan-Jasa e4 (0,241)

F. Tata Guna Lahan (E) (0,153)

-Musrenbang Camat d1 (0,375) -Musrenbang Kabupaten d2 (0,226) -Musrenbang Provinsi d3 (0,175) -ABT d4 (0,224)

Penentuan Skala Prioritas

Penanganan Jalan Kabupaten

Level I (Tujuan)

Page 112: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

112

5.2 Penerapan Bobot Kriteria untuk Penanganan Jalan

Perolehan bobot dengan metode AHP, diaplikasikan pada pelaksanaan

penentuan skala prioritas dengan menggunakan data-data seperti dijelaskan pada

sub.bab berikut ini.

5.2.1 Data Kondisi Jalan

Kondisi jalan di Kabupaten Bangli dikelompokkan menjadi 4

katagori penilaian yaitu : Nilai(1) kondisi baik, Nilai (2) kondisi sedang,

Nilai (3) kondisi rusak dan Nilai (4) kondisi rusak berat. Tingkat

kerusakan ditentukan pada prosentase luas kerusakan yang terjadi

terhadap luas seluruh perkerasan persatuan jarak (misalnya 100m).

Type dan tingkat kerusakan jalan di tentukan sebagai berikut :

Baik Sedang Rusak Rusak berat

1. Lubang-lubang : 0 - 1 1 – 5 5 - 15 > 15

2. Legokan/amblas : 0 - 5 5 – 10 10 - 50 > 50

3. Retak-retak : 0 - 3 3 – 12 12 - 25 > 25

4. Alur bekas roda : 0 - 3 3 – 5 5 - 25 > 25

Untuk katagori K (kemiringan melintang jalan) dilakukan penilaian

sebagai berikut :

1. Baik : 4-2 %

2. Sedang : 2-0% (hampir datar)

3. Rusak : Tidak rata, Kemiringan buruk

4. Rusak berat : Tidak berbentuk

Page 113: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

113

Untuk katagori L (kondisi bahu jalan) dilakukan penilaian sebagai berikut :

1. Baik : Bentuk dan kemiringan memadai

2. Sedang : Bentuk dan kemiringan buruk

3. Rusak : Bahu terlalu tinggi/rendah< 10 cm

4. Rusak berat : Bahu terlalu tinggi/rendah > 10 cm atau tanpa

bahu padahal diperlukan.

Selanjutnya dapat dikelompokkan penanganan jalan tersebut berdasarkan jumlah

penilaian yang dilakukan. Jumlah penilaian dari 6 – 10 dilakukan penanganan

dengan pemeliharaan rutin jalan, jumlah penilaian 11 - 15 dilakukan penanganan

pemeliharaan pemeliharaan periodik/pemeliharaan berkala jalan, jumlah penilaian

diatas 15 dilakukan penanganan dengan rehabilitasi dan peningkatan jalan.

Contoh penilaian beberapa ruas jalan berdasarkan tingkat kerusakan jalan di

Kabupaten Bangli diperlihatkan pada Tabel 5.25.

Tabel 5.25 Penilaian Tingkat Kerusakan Jalan Kabupaten

Nilai Kerusakan Jalan Jumlah No.

Ruas Nama Ruas Lubang2 Legokan Retak2 Alur Bahu Kemi

- Nilai Katagori

Bekas Roda Jalan ringan

008 Jl. Cendrawasih 2 2 2 1 2 1 10 Baik 011 Jl. Brigjen

Ngurah Rai 1 2 2 1 1 1 8 Baik 055 Jl. Kubu -

Sedembunut 1 2 1 2 2 2 10 Baik 018 Jl.Tingas –

Penaga Landih 2 2 3 2 2 2 13 Sedang 094 Jl. Palak Tiying-

Pucangan 3 2 3 1 2 2 13 Sedang 017 Jl.Yangapi –

Tingas 3 3 3 2 2 2 15 Rusak 019 Jl. Peninjoan –

Metro Kaja 3 2 3 3 2 3 16 Rusak Sumber : Bina Marga, DPU, Kab. Bangli, 2008-2010

Page 114: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

114

5.2.2 Data Volume Lalu lintas

Pada penelitian ini volume lalu-lintas yang melalui ruas jalan di

Kabupaten Bangli, hanya diambil beberapa contoh kendaraan yaitu : Truk ringan,

Truk sedang/ berat, Mobil roda 4, Bis dan Sepeda motor. Pada penelitian ini

ditampilkan sebanyak 201 ruas jalan dengan jumlah volume lalu lintas masing-

masing ruas jalan seperti diperlihatkan pada Tabel C3-C4 Data Penanganan Jalan

Kabupaten, (Lamp.C, hal 141-147).

5.2.3 Data Ekonomi

Sub kriteria ekonomi yang digunakan pada penelitian ini adalah : manfaat

/kelayakan dan biaya kegiatan. Penggunakan Tabel Penuntun Manfaat yaitu

berupa matriks yang mengkombinasikan jumlah lalu lintas saat ini dengan

tipe/kondisi permukaan jalan, yang akan menunjukan total nilai manfaat yang

diharapkan terjadi selama umur proyek sebagai hasil dari peningkatan jalan

(peningkatan kondisi jalan sampai standar minimum untuk pemeliharaan sesuai

dengan tingkat lalu lintasnya, sebagaimana yang direkombinasikan oleh Bina

Marga. Nilai manfaat ini dapat diperbandingkan secara langsung dengan biaya

peningkatan jalan untuk mendapatkan nilai kelayakan dari proyek. Nilai

kelayakan dari masing-masing proyek, kemudian akan disusun berdasarkan

peringkatnya menurut kriteria ekonomi. Perhitungan nilai manfaat pada tabel

penuntun ini sudah mencakup perkiraan untuk seluruh katagori manfaat yang

telah disebutkan diatas.

Page 115: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

115

Selanjutnya Penuntun Manfaat Lalu Lintas dapat ditabelkan pada Lamp C

(hal. 139-140) Tabel C.1 Penuntun Manfaat Lalulintas rendah dan Tabel C.2,

Penuntun Manfaat Lalu lintas Tinggi.

Sedangkan Biaya kegiatan dhitung berdasarkan kelompok jenis

penanganan jalan yang dilaksanakan. Adapun biaya pekerjaan berdasarkan jenis

penanganannya adalah sebagai berikut :

1. Pemeliharaan jalan secara rutin diperhitungkan biaya pekerjaan dengan

nilai sebesar Rp.15.000/m2.

2. Pemeliharaan jalan secara berkala diperhitungkan biaya pekerjaan dengan

nilai sebesar Rp.72.000/m2.

3. Rehabilitasi jalan diperhitungkan biaya pekerjaan dengan nilai sebesar

Rp.94.000/m2.

4. Peningkatan jalan diperhitungkan biaya pekerjaan dengan nilai sebesar

Rp.127.000/m2.

5.2.4 Data Kebijakan

Data kebijakan diambil dari Bappeda Kab.Bangli dan Dinas Pekerjaan

Umum Kabupaten Bangli berdasarkan hasil Musrenbang baik di tingkat

kecamatan, kabupaten maupun provinsi serta adanya Anggaran Biaya Tambahan

(ABT) tahun anggaran 2008-2010 sesuai usulan kegiatan Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah Kab.Bangli (Bappeda, 2008-2010).

Page 116: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

116

Besaran angka kebijakan tersebut nilainya dari angka 1 sampai dengan 4,

dimana nilai tersebut disesuaikan dengan usulan yang pernah diberikan pada suatu

ruas jalan apabila :

1. Mendapat usulan pada Musenbang Camat diberi nilai 1, tapi bila tidak

dapat diberi nilai 0.

2. Mendapat usulan pada Musrenbang Kabupaten. diberi nilai 1, tapi bila

tidak dapat diberi nilai 0.

3. Mendapat usulan pada Musrenbang Provinsi diberi nilai 1, tapi bila

tidak diberi nilai 0.

4. Mendapat usulan pada Anggaran Biaya Tambahan (ABT) diberi nilai 1,

tapi bila tidak diberi nilai 0.

5.2.5 Tata Guna Lahan

Terhadap tata guna lahan dimana diuraikan menjadi 4 (empat) sub kriteria

yaitu bidang pertanian, bidang pendidikan, bidang sosial-budaya dan bidang

perdagangan-jasa. Penilaian dari kriteria tata guna lahan berdasarkan atas manfaat

lahan setelah dibukanya/diperbaikinya akses/jaringan jalan tersebut. Besaran

angka tata guna lahan tersebut nilainya dari angka 1 sampai dengan 4, dimana

nilai tersebut disesuaikan dengan pemanfaatan lahan tersebut dengan sistem

penilaian sebagai berikut :

Page 117: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

117

a. Bila dibukanya akses/jaringan jalan dapat menunjang pertanian maka

diberi nilai 1, bila tidak diberi nilai 0

b. Bila dibukanya akses/jaringan jalan dapat menunjang sosial-budaya

diberi nilai 1, bila tidak diberi nilai 0.

c. Bila dibukanya akses/jaringan jalan dapat menunjang tingkat pendidikan

penduduk diberi nilai 1, bila tidak diberi nilai 0.

d. Bila dibukanya akses/jaringan jalan dapat menunjang peningkatan

bidang perdagangan -jasa diberi nilai 1 dan bila tidak diberi nilai 0.

5.3 Penerapan Bobot Sub Kriteria untuk Penanganan Jalan

Perhitungan bobot data sekunder yang sudah dirangkum dalam Tabel C.3

s/d Tabel C.5 Data Penanganan Jalan Kabupaten (Lamp C, Hal 141-147), akan

dipakai pada level 3 yaitu sub kriteria.

5.3.1 Penerapan Bobot Sub Kriteria Kondisi Jalan

Perhitungan bobot sub kriteria kondisi jalan diuraikan menjadi 6 bagian :

a. Lubang-lubang, diberi kode x1

b. Legokan/amblas, diberi kode x2

c. Retak-retak, diberi kode x3

d. Alur bekas roda, diberi kode x4

e. Bahu jalan, diberi kode x5

f. Kemiringan jalan, diberi kode x6

Page 118: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

118

Besaran bobot x1 sampai x6 merupakan analisa angka, dimana nilai masing-

masing elemen tersebut besarannya dari angka 1 sampai dengan 4, sehingga

perhitungan bobot diperoleh dengan menormalisasikan angka tersebut menjadi

angka dari 0,25 sampai 1 dengan cara membagi 4 (angka maksimal) pada masing-

masing elemen.

Contoh :

Perhitungan bobot pada No. Ruas 077 (Jalan Kehen – Sidembunut)terletak di

Kec. Bangli.

a. Perhitungan x1 (lubang-lubang) penilaian sebesar 2, sehingga

bobotnya menjadi 1/4 = 0,25.

b. Perhitungan x2 (legokan/amblas) penilaian sebesar 1, sehingga

bobotnya menjadi 2/4 = 0,5.

c. Perhitungan x3(retak-retak) penilaian sebesar 3, sehingga bobotnya

menjadi 1/4 = 0,25.

d. Perhitungan x4(Alur bekas roda) penilaian sebesar 1, sehingga

bobotnya menjadi 2/4 = 0,5.

e. Perhitungan x5(Bahu jalan) penilaian sebesar 1, sehingga bobotnya

menjadi 2/4 = 0,5.

f. Perhitungan x6(Kemiringan jalan) penilaian sebesar 2, sehingga

bobotnya menjadi 2/4 = 0, 5.

Page 119: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

119

5.3.2 Penerapan Bobot Sub Kriteria Volume Lalu Lintas

Perhitungan Bobot sub kriteria volume lalu lintas dapat diuraikan menjadi

5 (lima) bagian yaitu :

a. Truk ringan, diberi kode x7

b. Truk sedang dan berat, diberi kode x8

c. Mobil roda 4, diberi kode x9

d. Bis, diberi kode x10

e. Sepeda motor, diberi kode x11

Besaran bobot x7 sampai x11 diambil dari perbandingan masing-masing

kelompok jenis penanganan pada Tabel C.3 s/d Tabel C.5 Data Penanganan Jalan

Kabupaten (Lamp C, Hal 141-147). Kelompok tersebut terbagi dalam 3 bagian

yaitu kelompok kondisi baik, sedang dan rusak. Adapun penjelasan jenis

kelompok tersebut :

1. Pada kelompok kondisi baik.

Nilai LHR tertinggi sebesar 317 smp pada jenis kendaraan sepeda

motor, pada ruas jalan Brigjen Ngurah Rai (No Ruas.011). Selanjutnya

perhitungan bobot x7 sampai x11 diperoleh dengan menormalisasi

angka tersebut menjadi angka dari 0,25 sampai 1 dengan cara

membagi semua nilai LHR dengan 317.

2. Pada kelompok kondisi sedang.

Nilai LHR tertinggi sebesar 181 smp pada jenis kendaraan sepeda

motor, pada ruas jalan Kubu – Tegalsuci (No.Ruas 078) Selanjutnya

perhitungan bobot x7 sampai x11 diperoleh dengan menormalisasi

Page 120: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

120

angka tersebut menjadi angka dari 0,25 sampai 1 dengan cara

membagi semua nilai LHR dengan 598.

3. Pada kelompok kondisi rusak

Nilai LHR tertinggi sebesar 179 smp pada jenis kendaraan sepeda

motor, pada ruas jalan Undisan - Peninjoan (Ruas Jalan No.020)

Selanjutnya perhitungan bobot x7 sampai x11 diperoleh dengan

menormalisasi angka tersebut menjadi angka dari 0,25 sampai 1

dengan cara membagi semua nilai LHR dengan 179.

Contoh :

Perhitungan bobot pada No. Ruas 077 (Jalan Kehen – Sidembunut)

terletak di Kec. Bangli.

Ruas jalan tersebut termasuk kelompok 1 (kondisi baik) dengan penanganan

Pemeliharan Berkala, LHR tertinggi kelompok ini sebesar 317 smp.

Maka :

- Perhitungan x7 (truk ringan), LHR = 9, sehingga bobot didapat

9/317 = 0,03

- Perhitungan x8 (truk sedang/berat), LHR =21, sehingga bobot didapat

21/317 = 0,07

- Perhitungan x9 (Mobil Roda 4), LHR = 95, sehingga bobot didapat

95/317 = 0,3

- Perhitungan x10 (Bis), LHR = 10, sehingga bobot didapat 10/317 = 0,03

- Perhitungan x11 (Sepeda motor), LHR = 169, sehingga bobot didapat

169/317 = 0,53

Page 121: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

121

5.3.3 Penerapan Bobot Sub Kriteria Faktor Ekonomi

Perhitungan bobot sub kriteria ekonomi diuraikan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Nilai Manfaat/Kelayakan (NPV), diberi kode x12

b. Biaya Kegiatan, diberi kode x13

a. Nilai Manfaat/kelayakan (NPV).

Besaran nilai manfaat/kelayakan (NPV) diambil dari data Tabel

Penuntun Manfaat Lalu Lintas, selanjutnya perhitungan bobot Nilai

Manfaat Kelayakan (NPV) dengan kode x12 dihitung berdasarkan

perbandingan nilai manfaat pada ruas yang bersangkutan dibagi dengan

nilai Manfaat/Kelayakan terbesar dalam satu kelompok penanganan jalan.

b. Biaya Kegiatan

Biaya kegiatan dihitung berdasarkan luas jalan (panjang x lebar)

dalam meter dikalikan nilai penanganan jalan, yaitu :

- Biaya untuk pemeliharaan rutin jalan :

= Panjang x lebar x Rp. 15.000/m2

- Biaya untuk pemeliharaan berkala jalan :

= Panjang x lebar x Rp. 72.000/m2

- Biaya untuk rehabilitasi Jalan : = Panjang x lebar x Rp. 94.000/m2

- Biaya untuk peningkatan jalan : = Panjang x lebar x Rp. 127.000/m2.

Perhitungan bobot biaya dengan kode x13 dihitung berdasarkan

perbandingan biaya kegiatan pada ruas yang bersangkutan dibagi dengan

biaya tertinggi pada satu kelompok penanganan jalan.

Page 122: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

122

Contoh :

Perhitungan bobot pada No. Ruas 077 (Jalan Kehen – Sidembunut)

terletak di Kec. Bangli.

a. Perhitungan x12, nilai manfaat/Kelayakan (NPV) :

Ruas jalan tersebut termasuk kelompok kondisi baik dengan

penanganan pemeliharaan berkala dengan nilai NPV sebesar Rp.253

(juta). Pada kelompok tersebut nilai NPV tertinggi sebesar

Rp.463(juta) pada Jalan Brigjen Ngurah Rai (No.Ruas 011).

Selanjutnya bobot x12 adalah 253/463 = 0,55.

b. Perhitungan x13 (bobot biaya kegiatan) :

Biaya kegiatan penanganan pemeliharaan berkala jalan sebesar luas

jalan x biaya pemeliharaan = (1,000 x 3,5) x Rp.72.000 =

Rp.252.000.000 atau Rp.252 juta. Pada kelompok tersebut biaya

kegiatan tertinggi sebesar Rp. 2.795,67 juta yaitu pada Jalan Brigjen

Ngurah Rai (No.Ruas 011).

Sehingga perhitungan bobot x13 adalah

= Rp.252 juta / Rp. 2795,67 juta = 0,09.

5.3.4 Penerapan Bobot Sub Kriteria Faktor Kebijakan

Perhitungan bobot sub kriteria faktor kebijakan dapat diuraikan menjadi 4

bagian yaitu :

a. Musrenbang Camat, diberi kode x14

b. Musrenbang Kabupaten, diberi kode x15

Page 123: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

123

c. Musrenbang Provinsi, diberi kode x16

d. Anggaran Biaya Tambahan (ABT), diberi kode x17

Nilai bobot x14 sampai x17 diperlihatkan pada Tabel C.3 s/d Tabel C.5 (Data

Penanganan Jalan Kabupaten Bangli), dimana nilai tersebut diberi angka 0 atau 1.

Contoh :

Perhitungan bobot pada No. Ruas 077 (Jalan Kehen – Sidembunut)

terletak di Kec. Bangli.

Pada ruas jalan tersebut diperoleh Bobot sub. Kebijakan sebagai

berikut :

a. Diusulkan pada Musrenbang Camat, nilai =1 , diberi kode x14

b. Diusulkan pada Musrenbang Kabupaten, nilai =1, diberi kode

x15

c. Diusulkan pada Musrenbang Provinsi, nilai =1, diberi kode x16

d. Tidak diusulkan pada Anggaran Biaya Tambahan (ABT), nilai

=0 diberi kode x17

Bobot sub kebijakan ditampilkan bersama pada Tabel D.1 s/d Tabel D.3

Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP

(lamp.D, hal.157-164).

5.3.5 Penerapan Bobot Sub Kriteria Faktor Tata Guna Lahan

Perhitungan bobot sub kriteria faktor tata guna lahan dapat diuraikan

menjadi 4 bagian yaitu :

a. Bidang Pertanian, diberi kode x18

Page 124: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

124

b. Bidang Pendidikan, diberi kode x19

c. Bidang Sosial - Budaya, diberi kode x20

d. Bidang Perdagangan - Jasa, diberi kode x21

Contoh :

Perhitungan bobot pada No. Ruas 077 (Jalan Kehen – Sidembunut)

terletak di Kec. Bangli.

Pada ruas jalan tersebut diperoleh Bobot sub. Tata guna lahan sebagai

berikut :

a. Diperbaikinya prasarana jalan tersebut dapat memperlancar

akses masyarakat dibidang Pertanian, nilai =1, diberi kode x18

b. Diperbaikinya prasarana jalan tersebut dapat memberikan

pengaruh dibidang pendidikan karena di sepanjang ruas jalan

tersebut tidak ada pembangunan sekolah, nilai =0, diberi kode

x19

c. Diperbaikinya prasarana jalan tersebut dapat memperlancar

akses masyarakat dibidang Sosial - Budaya khususnya bidang

pariwisata, nilai =1, diberi kode x20

d. Diperbaikinya prasarana jalan tersebut dapat memperlancar

akses masyarakat dibidang perdagangan - jasa, terutama untuk

pemasaran hasi industri kerajinan daerah, nilai =1, diberi kode

x21

Page 125: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

125

Demikian untuk ruas jalan lainnya, bobot sub kriteria tata guna lahan ditampilkan

bersama pada Tabel D.1 s/d Tabel D.3 Penentuan Skala Prioritas Penanganan

Jalan Kabupaten dengan Metode AHP (lamp.D, hal.155-161).

5.3.6 Perhitungan Skala Prioritas Penanganan Jalan dengan Metode AHP

Setelah ditentukan besaran bobot pada masing – masing elemen (x1 s/d

x21) maka untuk menentukan skala prioritas penanganan jalan kabupaten dengan

Metode Analitycal Hierarcy Process (AHP) selanjutnya dimasukan dengan

perhitungan model matematis menurut Brojonegoro (1991). Dimana perhitungan

dalam penentuan prioritas jalan dengan metode ini dilakukan sesuai dengan

kelompok penanganannya yaitu : Pemeliharaan rutin jalan, Pemeliharaan berkala

jalan, Rehabilitasi jalan dan Peningkatan jalan.

Selanjutnya dalam perhitungan menggunakan Model matematis yang

dihitung dengan sistem persamaan matematis menurut Brojonegoro (1991) sesuai

dengan kelompok penanganannya adalah :

Y= A( a1 x bobot a1 + ….. + a6 x bobot a6 ) + ….. + D( d1 x bobot d1

+ …. + d4 x bobot d4 )

Dimana :

Y = Skala Prioritas Penanganan Jalan

A s/d D = Bobot kriteria Level 2( berdasar analisa responden)

a1, a2, a3… d5 = Bobot alternatif level 3 (berdasar analisa responden)

Page 126: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

126

bobot a1,……bobot d5 = Bobot alternatif level 3 (berdasar analisa data

sekunder)

Dari Gambar 5.7 Hirarki Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten,

didapat besaran :

Nilai A = 0,239 Nilai B = 0,229 Nilai E = 0,153

Nilai C = 0,228 Nilai D = 0,151

Besaran nilai a1 = 0,279 b1= 0,229 c1 = 0,695 d1 = 0,375 e1 = 0,343

a2 = 0,234 b2= 0,218 c2 = 0,305 d2 = 0,226 e2 = 0,246

a3= 0,177 b3= 0,255 d3 = 0,175 e3 = 0,170

a4 = 0,120 b4= 0,147 d4 = 0,224 e4 = 0,241

a5 = 0,073 b5= 0,117

a6 = 0,117

Selanjutnya dilakukan perhitungan besaran y :

Y = bobot kriteria x (bobot alternatif responden x bobot alternatif sekunder)

Y = A(a1.x1 + a2.x2 + a3.x3 + a4 .x4 + a5.x5 + a6.x6) + B(b2.x7 + …+b4.x11)

+ C(c1.x12+….+c2.x13) + D(d1.x14 +… + d4 . x17) + E(e1.x18

+…+e2.x22)

= 0,239(0,279.x1+0,234.x2+0,177.x3+0,120.x4+0,073.x5+0,279.x6) +

0,229(0,229.x7+0,218.x8+0,255.x9+0,47.x10+0,151.x11)

+0,228(0,695.x12+

0,305.x13)+0,151(0,373.x14+0,226.x15+0,175.x16+0,224.x17)+0,153(0,3

43.x18 +0,246.x19+0,170.x20)+(0,241.x1)

Page 127: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

127

Contoh perhitungan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Perhitungan Skala Prioritas Penanganan Jalan pada No. Ruas 077 (Jalan

Kehen – Sidembunut) terletak di Kec. Bangli.

Ruas jalan ini termasuk kelompok kondisi baik dan ditangani dengan

pemeliharaan secara berkala. Berdasarkan hasil analisis , diperoleh besaran bobot

data sekunder dengan nilai x1 sampai x21. Adapun besaran nilai –nilai tersebut

adalah sebagaimana yang diperlihatkan pada Tabel D.1 Penentuan Skala Prioritas

Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP (lamp.D, hal.155) untuk ruas

jalan Kehen - Sidembunut adalah :

Y = A(a1.x1 + a2.x2 + a3.x3 + a4 .x4 + a5.x5 + a6.x6) + B(b2.x7 + …+b4.x11)

+ C(c1.x12+….+c2.x13) + D(d1.x14 +… + d4 . x17) + E(e1.x18

+…+e2.x22)

= 0,239(0,279.x1+0,234.x2+0,177.x3+0,120.x4+0,073.x5+0,279.x6) +

0,229(0,229.x7+0,218.x8+0,255.x9+0,47.x10+0,151.x11)

+0,228(0,695.x12+

0,305.x13)+0,151(0,373.x14+0,226.x15+0,175.x16+0,224.x17)+0,153(0,3

43.x18 +0,246.x19+0,170.x20)+(0,241.x1)

= 0,239(0,279*0,3+0,234*0,5+0,177*0,3+0,120*0,5+0,073*0,5+0,279*0,5) +

0,229(0,229*0,03+0,218*0,07+0,255*0,3+0,47*0,03+0,151*0,53)+

0,228(0,695*0,55+

0,305*0,09)+0,151(0,373*1+0,226*1+0,175*1+0,224*0)

+0,153(0,343*1 +0,246*0+0,170*1+0,241*1)

= 0,450

Page 128: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

128

Perhitungan ruas jalan yang lain dilakukan dengan cara yang sama sehingga

hasilnya diberi kode Y. Selanjutnya nilai Y pada semua ruas jalan diurut kembali

besaran nilai Y tersebut dari nilai terbesar sampai terkecil pada tiap-tiap kelompok

penanganan : pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala, rehabilitasi dan

peningkatan, sehingga nilai terbesar merupakan prioritas utama dan selanjutnya

menyusul nilai yang lebih kecil. Urutan ini diberi kode Y” seperti diperlihatkan

pada Tabel D.1 s/d Tabel D.3 Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan

Kabupaten dengan Metode AHP (lamp.D, hal.155-161).

Untuk contoh skala prioritas penanganan jalan pada No. Ruas 077 (Jalan

Kehen – Sidembunut) yang terletak di Kec. Bangli sebagaimana diperlihatkan

pada Tabel D.1 Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode AHP

(Kondisi Baik), menempati urutan ke 12.

5.4 Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan Berdasarkan

SK.No.77 Dirjen Bina Marga Tahun 1990

Dari kriteria yang ditentukan pada SK No.77 Dirjen Bina Marga, dimana

NPV tertinggi mendapat prioritas utama dalam penanganan jalan sehingga dari

tabel data yang ada yaitu Tabel C.3 s/d Tabel C.5 Data Penanganan Jalan

Kabupaten (Lamp C, Hal 141-147) maka dibuat skala prioritas penanganan jalan

sesuai urutan NPV tertinggi.

Selanjutnya urutan skala prioritas penanganan jalan kabupaten

disesuaikan besaran NPV diperlihatkan pada Tabel C.6 s/d Tabel C.8 Skala

Page 129: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

129

Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten Berdasarkan SK No.77, Tahun 1990

(Lamp.C, Hal 148- 154).

Contoh :

Pada No. Ruas 077, Jalan Kehen – Sidembunut terletak di Kecamatan

Bangli.

Ruas jalan Kehen – Sidembunut termasuk dalam kelompok kondisi baik

dengan penanganan jalan dilakukan secara berkala. Permukaan sudah dilapisi

aspal tetapi perlu dilakukan penambahan overly pada permukaan perkerasan. Lalu

lintas harian rata-rata ruas jalan tersebut sebesar 304 dengan nilai NPV sebesar

253. berdasarkan data tersebut ruas jalan Kehen – Sidembunut menempati urutan

ke 13. Demikian selanjutnya urutan prioritas terhadap ruas jalan lainnya

berdasarkan SK No.77, Tahun 1990 dapat dilihat pada Tabel C.6 s/d C.8

(Lamp.C, hal 149-156).

5.5 Perbandingan Hasil Skala/Urutan Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten antara Metode SK.No.77, Tahun 1990 dengan Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)

Dari hasil perhitungan skala prioritas penanganan jalan dengan

menggunakan bobot yang diperoleh bedasarkan SK No.77, Tahun 1990

sebagaimana dilampirkan pada Tabel C.6 s/d Tabel C.8 Skala Prioritas

Penanganan Jalan Kabupaten dengan Metode SK.No.77, Tahun 1990 (lamp C,

hal 148-154) dan Tabel D.1 s/d Tabel D.3 Penentuan Skala Prioritas Penanganan

Jalan Kabupaten dengan Metode AHP (lamp.D, hal.155-161), dapat dibandingkan

perolehan urutan skala prioritasnya yang diperlihatkan pada Tabel D.4 s/d Tabel

Page 130: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

130

D.6 Perbandingan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten antara Metode

SK.No.77, Tahun 1990 dengan Metode AHP (lamp.D, hal.162-168).

Pada tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa perolehan urutan prioritas yang

menggunakan perhitungan SK No.77, Tahun 1990 akan berubah posisi bila

dihitung dengan menggunakan bobot yang diperoleh pada perhitungan

pembobotan kriteria. Setelah diteliti perubahan urutan prioritas tersebut dari

menggunakan SK No.77, Tahun 1990 akan menjadi urutan atas pada perhitungan

pembobotan kriteria, hal ini terjadi karena beberapa hal seperti :

a. Jumlah penilaian pada kondisi jalan maksimal.

b. Jumlah LHR tinggi

c. Nilai NPV tinggi

d. Biaya kegiatan tinggi

e. Perolehan kebijakan tinggi

f. Pemanfaatan tata guna lahan tinggi

Contoh :

Pada Ruas No.077 (Jalan Kehen – Sidembunut) yang terletak di Kec. Bangli,

dengan nomor urut 13 pada SK No,77 berubah menjadi nomor urut 12 dengan

menggunakan pembobotan kriteria karena :

- Jumlah Penilaian kondisi jalan tertinggi = 10 (pada kondisi baik jumlah

penilaian kondisi jalan antara 6-10)

- Nilai biaya sebesar Rp.252 Juta

- Nilai Kebijakan diperolehnya sebesar 3.

- Jumlah nilai tata guna lahan sebesar 3.

Page 131: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

131

Sebaliknya apabila salah satu dari kelima hal tersebut besar terutama bila jumlah

penilaian kondisi jalan kecil, maka urutan skala prioritasnya menjadi turun.

Contoh :

Pada Ruas No.47 (Jalan Waturenggong), dengan skala prioritas urutan 10 pada

SK No 77, turun menjadi urutan 25 dengan menggunakan pembobotan kriteria

karena :

- Jumlah Penilaian kondisi jalan sebesar 7 (Nilai lebih rendah dari 10)

- Jumlah Nilai Biaya Kegiatan lebih rendah yaitu Rp.222,46 juta.

- Jumlah nilai kebijakan diperoleh 3

- Jumlah nilai tata guna lahan 1

Dari perbandingan kedua perhitungan tersebut, bila diteliti lebih mendalam akan

banyak terjadi perubahan urutan prioritas yang disebabkan oleh kombinasi

beberapa faktor yaitu faktor kondisi jalan, faktor volume lalu lintas, faktor

ekonomi, faktor kebijakan dan faktor tata guna lahan.

Page 132: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

132

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan Dari analisa yang telah dilakukan dapat diambil simpulan sebagai berikut :

1. Hasil Urutan Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten dengan berdasarkan

SK N0.77 Dirjen Bina Marga Tahun 1990 :

a. Diperoleh bahwa urutan prioritas tertinggi dengan niai LHR dan NPV

tertinggi demikian juga sebaliknya nilai LHR rendah dengan NPV

yang rendah akan memperoleh hasil perhitungan skala prioritas dengan

urutan terendah. Adapun urutan prioritas penangan jalan berdasarkan

kelompok kondisi penanganannya dengan metode ini adalah sebagai

berikut :

- Urutan Prioritas Penanganan jalan pada kondisi baik adalah : Jl.

Brigjen Ngurah Rai, Jl Bebalang - Tamanbali, Jl Kayubihi –

Kayang, Jl Nangka, Jl Nusantara I, Jl. Nusantara II, Jl Serma

Meranggi, Jl. Kubu – Sidembunut, Jl Bubung Bayung - Bayung

Gede, Jl.Waturenggong, Jl. Belimbing, Jl Tembuku – Bakas, Jl.

Kehen – Sidembunut, dst... (sesuai Lamp.C, Tabel C.6, hal.148).

- Urutan Prioritas Penanganan jalan pada kondisi sedang adalah : Jl.

Kubu – Tegalsuci, Jl. Tingkad Batu Uma Anyar, Jl. Tingas -

Penaga Landih, Jl. Batur - Yeh Mampeh, Jl. Jehem – Pembungan,

Jl. Tembuku – Tohpati, Jl. Kebon Kawan - Kebon Kangin, Jl.

Page 133: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

133

Belantih – Pengejaran, Jl. Penatahan – Br. Lebah, Jl. Palaktiying –

Pucangan, dst.. (sesuai Lamp C, Tabel C.7, hal 150-153).

- Urutan Prioritas Penanganan jalan pada kondisi rusak adalah : Jl.

Undisan – Peninjoan, Jl. Peninjoan – Metro Kaja, Jl. Peninjoan –

Mapagan, Jl. Tembuku – Kelempung, Jl. Yangapi – Tingas, Jl.

Songan – Belandingan, Jl. Songan - Kayuselem, Jl. Abuan- Abuan,

Jl. Belantih – Selulung, Jl. Penulisan - Belandingan, dst.... (Sesuai

Lam C, Tabel C.8, hal.154).

2. Hasil penelitian dengan Metode AHP :

a. Metode ini menghasilkan kriteria kondisi jalan terpenuhi dengan bobot

(23,9%) kemudian disusul tingkat kepentingan volume lalu lintas

dengan bobot (22,9%), faktor kriteria ekonomi dengan bobot (22,8%),

faktor tata guna lahan dengan bobot (15,3%) dan faktor kebijakan

dengan bobot (15,1%).

b. Pada bobot yang diperoleh tersebut, bila diaplikasikan terhadap

penentuan prioritas penanganan jalan akan diperoleh hasil yang

berbeda bila dibandingkan dengan skala prioritas berdasarkan SK No

77, Tahun 1990, dimana tidak hanya mengutamakan nilai ekonomi

saja tetapi tampak pada ruas jalan yang mendapat usulan pada

musrenbang dan memperhitungkan pengaruh perbaikan pasarana

tersebut terhadap akses masyarakat.

c. Adapun urutan Prioritas penanganan jalan dengan metode ini adalah

sebagai berikut :

Page 134: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

134

- Urutan Penentuan Prioritas pada kondisi baik adalah : Jl. Bebalang

Tamanbali, Jl. Penglipuran – Buungan – Tiga, Jl. Brigjen Ngurah

Rai, Jl. Kayubihi – Kayang, Jl. Kubu –Sidembunut, Jl. Bunutin

Selati, Jl. Bubung Bayung – Bayung Gede, Jl. Nangka, Jl.

Nusantara I, Jl. Nusantara II, dst.. (Lamp.D, Tabel D.1, hal 155).

- Urutan Penentuan Prioritas pada kondisi sedang adalah : Jl. Batur –

Yeh Mampeh, Jl. Tembuku – Tohpati, Jl. Kubu – Tegalsuci, Jl.

Batukaang – Mengani, Jl. Kintamani – Langgahan, Jl. Belantih

Pengejaran, Jalan Penelokan - Yeh Mampeh, Jl. Palaktiying –

Pucangan, Jl. Tingkad Batu – Uma Anyar , Jl. Siakian – Pinggan,

dst.. (Lamp.D, Tabel D.2, hal 157).

- Urutan Penentuan Prioritas pada kondisi rusak adalah : Jl. Peninjoan

– Metro Kaja, Jl. Songan - Kayuselem, Jl. Belantih – Selulung, Jl.

Undisan – Peninjoan, Jl. Penulisan – Belandingan, Jl. Songan –

Belandingan, Jl. Yangapi – Tingas, Jl. Tembuku Kelempung, Jl.

Sudhamala – Bebalang, Jl. Penulisan – Sukawana, dst.. (Lamp.D,

Tabel D.3, hal 161).

3. Berdasarkan hasil analisis, penentuan skala prioritas ke dua metode

tersebut dapat dibandingkan yaitu Adanya perbedaan urutan prioritas

dibeberapa ruas jalan seperti :

- Ruas Jalan No.077 Jl. Kehen - Sidembunut :

Penentuan urutan prioritas dengan metode SK No.77, Tahun 1990

menempati urutan prioritas No.13 dan berubah manjadi No. 12 dengan

Page 135: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

135

metode AHP hal ini disebabkan pengaruh kombinasi dari beberapa

faktor kriteria . (sesuai Lamp D,Tabel D.1, hal.155).

4. Berdasarkan hasil analisis dalam penentuan urutan prioritas dan dengan

membandingkan hasil urutan prioritas baik yang diperoleh dengan metode

SK No. 77 Dirjen Bina Marga Tahun 1990 maupun dengan metode AHP

maka terdapat beberapa perbedaan urutan prioritas sebagaimana terlampir

dalam lampiran D, Tabel D.4 s/d D.6, hal 162 - 168 maka diketahui

beberapa kelebihan dan kelemahan dari kedua metode tersebut seperti :

1. Pada penentuan Skala Prioritas berdasarkan SK No.77 Dirjen Bina

Marga Tahun 1990 :

a. Kelebihannya :

- Penentuan Prioritas dengan metode ini lebih mudah dan tidak

memerlukan waktu yang lama karena penentuan skala prioritas

hanya berdasarkan nilai LHR dan NPV saja.

b. Kelemahannya :

- Penentuan skala prioritas hanya berdasarkan nilai LHR tinggi

(NPV tertinggi saja), sedangkan bila terdapat jalan dengan LHR

rendah atau adanya pengembangan wilayah maka tidak dapat

penanganan jalan, sehingga wilayah yang ekonominya maju akan

terus berkembang tetapi sebaliknya nilai ekonomi rendah akan

terus tertinggal.

- Pada jalan dengan kondisi rusak dengan LHR rendah dan NPV

rendah cenderung tidak masuk daftar urutan atas.

Page 136: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

136

- Karena peninjauan didasarkan hanya pada aspek lalu lintas saja,

ada indikasi bahwa dalam pelaksanaan penanganan skala

prioritas pihak pelaksana dalam hal ini Dinas PU memodifikasi

data lalu lintas akibat pertimbangan politis, agar ruas jalan

dimaksud mendapat dana untuk penanganan.

2. Pada penentuan Skala Prioritas dengan menggunakan pembobotan

kriteria yang diperoleh dari metode AHP :

a. Kelebihannya :

- Dapat mengkombinasikan berbagai kriteria dalam menangani

permasalahan yang terjadi.

- Dalam pengembangan wilayah, dimana Nilai LHR rendah, tingkat

perekonomian penduduk rendah dan kondisi jalan rusak akan tetapi

sangat dibutuhkan masyarakat akan selalu diperhitungkan dalam

penanganan jalan.

- Dengan alokasi dana terbatas dapat diarahkan secara merata tidak

hanya pada wilayah dengan perekonomian tinggi saja.

b. Kelemahannya :

- Dalam pemilihan dan penyebaran responden melibatkan

berbagai pihak baik masyarakat setempat, tokoh masyarakat

dan pimbinaan wilayah sehingga dapat mewakili lapisan

masyarakat

- Karena Penentuan Skala Prioritas melibatkan banyak stake

holders sehingga waktu yang diperlukan dalam penentuan

Page 137: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

137

skala prioritas dengan metode ini membutuhkan waktu yang

lebih lama.

6.2 Saran

Dari hasil simpulan studi ini dapat diberikan saran yaitu :

1. Dalam menentukan Skala prioritas penanganan jalan di Kabupaten Bangli,

pemerintah daerah sebaiknya mempertimbangkan cara AHP selain

Berdasarkan SK No.77 Dirjen Bina Marga, Tahun 1990. Adapun

pertimbangannya yaitu dengan Metode AHP dapat mengkombinasikan

berbagai aspek dan kriteria yang dilakukan dengan pembobotan berdasarkan

tingkat kepentingan sehingga hasil urutan prioritas penanganan jalan yang

dihasilkan lebih representatif.

2. Untuk mendapatkan hasil sesuai harapan dan tujuan, dalam penentuan skala

prioritas penanganan jalan dengan metode AHP, respon exspert yang dituju

harus benar - benar memiliki kemampuan/keahlian di bidangnya dan tingkat

konsistensi terhadap jawaban yang disampaikan, apabila tidak konsisten maka

hasilnya tidak sesuai yang diharapkan.

Page 138: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

138

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2004), Undang –Undang No.32. Th. 2004, tentang Penyelenggaraan Sistem Pemerintahan Daerah, Jakarta: Bappenas.

Anonim, (1988), Peraturan Pemerintah No.14 Th.1988, tentang Penyerahan

Urusan Pemerintahan di Bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah, Jakarta: Bappenas.

Anonim, (2007), Peraturan Menteri Dalam Negeri No.59 Th.2007, tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sekretariat Republik Indonesia. Anonim, (1987), Peraturan Bupati Bangli No.6 Tahun 2006, tentang Rencana

Tata Ruang Wiayah Kabupaten Bangli,Bangli: Bappeda. Anonim, (1998), Pemecahan masalah dengan metode AHP, Available from:

http://www.itelkom.ac.id/ahp/library. Anonim, (2008), Daftar Usulan Rencana Kegiatan Tahun 2008 - 2010 (Hasil

Musrenbang Daerah Kabupaten Bangli Th. 2008-2010, Bangli: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bangli.

Anonim, (2008), Metode kuisioner penanganan jalan, Available from:

http:/SPSS-online blon spot.com. Anonim, (2008), Tata Guna Lahan, Available from: http:// www.digilib.itb.ac.id Brodjonegoro, P.S, (1991), Petunjuk Mengenai Teori dan Aplikasi dari Model The

Analytic Hierarchy Process. Jakarta : Sapta Utama. Dirjen Bina Marga, (1990), Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penyusunan

Program Jalan Kabupaten. Surat Keputusan No.77/KPTS/Db/1990. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum RI.

Dirjen Perhubungan Darat, (2005), Peraturan Pemerintah No.26 tahun 1985,

tentang jalan, Jakarta: Departemen Perhubungan Republik Indonesia. Dirjen Perhubungan Darat, (2009), Tentang Lalu lintas Jalan. Udang-Undang

Republik Indonesia No.22, Th.2009, Jakarta: Departemen Perhubungan RI. Firdaus, M.A., (2008), Skala Pengukuran dan Instrumen Penelitian, http://azis-

artikel.Blogspoot.com. Hasan, M.I., (2003), Pokok-pokok Materi Statistik. Edisi Kedua. Jakarta: PT Bumi

Aksara.

Page 139: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

139

Karya, I W., (2004), Skala Prioritas Penanganan Jaringan Jalan Pada Ruas-ruas

Jalan Di Kabupaten Gianyar (Tesis), Denpasar: Universitas Udayana. Mulyono, A.,(2006), Teori Pengambilan Keputusan, Jakarta : PT Bumi Aksara. Saaty, T.L., (1986), Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan Dalam

Situasi yang Kompleks, Jakarta : PT Pustaka Binman Pressindo. Sjrafruddin,A., (1997), Studi Kelayakan Proyek Transportasi, Bandung: FTSP-

ITB. Sugiyono, (2009), Metode Penelitian Kuantitatif, Bandung: Alfabeta Suyasa, D.G., (2007), Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

Badung dengan Metode AHP (Tesis), Denpasar: Program Magister Teknik Sipil Universitas Udayana.

Usman, H., (1996), Metodelogi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara.

Page 140: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

140

Page 141: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

141

LAMPIRAN A

(Peta Wilayah Studi)

Page 142: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

142

Page 143: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

143

Gambar A.2 Peta Jaringan Jalan di Kabupaten Bangli

Page 144: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

144

LAMPIRAN B

(Kuisioner)

Page 145: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

145

KUISIONER

Kepada :

Yth. Para Responden

di –

Tempat

Dengan hormat,

Dalam rangka penyusunan penelitian tesis pada Program Magister Teknik

Sipil Universitas Udayana, bidang keahlian Transportasi, kami mohon kepada

bapak/ ibu/saudara untuk mengisi kuisioner ini sebagai bahan masukan dan

kelengkapan data. Adapun judul usulan penelitian ini adalah ”Penentuan Skala

Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Bangli ”.

Keberhasilan penelitian ini akan sangat tergantung pada kebenaran data

yang diperoleh, karenanya dalam proses pengisian kuisioner kami sangat

mengharapkan partisipasinya seobyektif mungkin.

Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan banyak terimakasih.

Bangli, Januari 2010

Hormat kami

I Dewa Ayu Ngr Alit Putri

.

Page 146: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

146

KUISIONER Petunjuk penulisan kuisioner

A. Dalam memberikan penilaian, digunakan skala penilaian dari 1 sampai

dengan 9 dimana terdapat masing-masing skala menunjukan tingkat

kepentingan indikator kriteria yang dibandingkan terhadap indikator

kriteria yang melengkapinya.

Masing–masing angka dalam skala perbandingan memiliki arti sebagai

berikut :

1. Sama penting

2. Diantara sama penting dan lebih penting

3. Lebih Penting

4. Diantara lebih penting dengan penting

5. Penting

6. Diantara penting dan sangat penting

7. Sangat penting

8. Diantara nilai sangat penting dengan sangat penting sekali

9. Sangat penting sekali

B. Berdasarkan nomor urut prioritas yang bapak/ibu pilih, isilah penilaian

terhadap uraian di bawah ini (beri tanda “ V “ pada salah satu jawaban)

I. PENILAIAN PADA LEVEL 2

Penilaian level ini menggunakan :

1. Faktor Kondisi Jalan

2. Faktor Volume Lalu Lintas

3. Faktor Ekonomi

4. Faktor Kebijakan

5. Faktor Tata Guna Lahan

Page 147: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

147

1. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor kondisi jalan lebih penting dari pada faktor volume lalu lintas

Faktor volume lalu lintas lebih penting dari pada factor kondisi jalan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

2. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor kondisi jalan lebih penting dari pada faktor ekonomi

Faktor ekonomi lebih penting dari pada faktor kondisi jalan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

3. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor kondisi jalan lebih penting dari pada faktor kebijakan

Faktor kebijakan lebih penting dari pada faktor kondisi jalan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

4. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor kondisi jalan lebih penting dari pada faktor tata guna lahan

Faktor tata guna lahan lebih penting dari pada faktor kondisi jalan

Faktor Kondisi jalan Faktor Volume lalu lintas

Faktor Kondisi jalan Faktor Ekonomi

Faktor Kondisi jalan Faktor Kebijakan

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 148: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

148

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

5. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor volume lalu lintas lebih penting dari pada faktor ekonomi

Faktor ekonomi lebih penting dari pada faktor volume lalu lintas

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

6. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor volume lalu lintas lebih penting dari pada faktor kebijakan

Faktor kebijakan lebih penting dari pada faktor volume lalu lintas

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

7. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor volume lalu lintas lebih penting dari pada faktor tata guna

lahan

Faktor tata guna lahan lebih penting dari pada faktor volume lalu lintas

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Faktor Kondisi jalan Faktor Tata guna lahan

Faktor Volume Lalu lintas Faktor Ekonomi

Faktor Volume Lalu lintas Faktor Kebijakan

Faktor Volume Lalu lintas Faktor tata guna lahan

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 149: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

149

8. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor ekonomi lebih penting dari pada faktor kebijakan

Faktor kebijakan lebih penting dari pada faktor ekonomi

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

9. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor ekonomi lebih penting dari pada faktor tata guna lahan

Faktor tata guna lahan lebih penting dari pada faktor ekonomi

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

10. Dalam penilaian skala prioritas penanganan jalan

Faktor kebijakan lebih penting dari pada faktor tata guna lahan

Faktor tata guna lahan lebih penting dari pada faktor kebijakan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Faktor Ekonomi Faktor Kebijakan

Faktor Ekonomi Faktor Tata guna lahan

Faktor Kebijakan Faktor Tata guna lahan

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 150: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

150

II PENILAIAN PADA LEVEL 3

II.A Faktor Kondisi Jalan

Dalam penilaian subkriteria kondisi jalan menggunakan data :

1. Lubang - lubang

2. Legikan/amblas

3. Alur bekas roda

4. Bahu jalan

5. Kemiringan Jalan

Pertanyaan :

1. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan lubang-lubang lebih penting dari pada jalan

legokan/amblas.

Perbaikan pada jalan legokan /amblas lebih penting dari pada jalan

lubang-lubang.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

2. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan lubang-lubang lebih penting dari pada jalan retak-

retak.

Perbaikan pada jalan retak-retak lebih penting dari pada jalan lubang-

lubang.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Lubang-lubang Legokan/amblas

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 151: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

151

3. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan lubang-lubang lebih penting dari pada alur bekas

roda.

Perbaikan pada alur bekas roda lebih penting dari pada jalan lubang-

lubang.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

4. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan lubang-lubang lebih penting dari pada bahu jalan.

Perbaikan pada bahu jalan lebih penting dari pada jalan lubang-lubang.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

5. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan lubang-lubang lebih penting dari pada

kemiringan jalan.

Perbaikan pada kemiringan jalan lebih penting dari pada jalan lubang-

lubang.

Lubang-lubang Retak-retak

Lubang-lubang Alur bekas roda

Lubang-lubang Bahu jalan

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 152: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

152

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

6. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan legokan/amblas lebih penting dari pada jalan

retak-retak.

Perbaikan pada jalan retak-retak lebih penting dari pada jalan lubang-

lubang.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

7. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan legokan/amblas lebih penting dari pada alur

bekas roda.

Perbaikan pada alur bekas roda lebih penting dari pada

legokan/amblas.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Lubang-lubang Kemiringan Jalan

Legokan/amblas Retak-retak

Legokan/amblas Alur bekas roda

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 153: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

153

8. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan legokan/amblas lebih penting dari pada bahu

jalan.

Perbaikan pada bahu jalan lebih penting dari pada legokan/amblas.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

9. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan legokan/amblas lebih penting dari pada

kemiringan jalan.

Perbaikan pada kemiringan jalan lebih penting dari pada

legokan/amblas.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

10. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan retak-retak lebih penting dari pada alur bekas

roda.

Perbaikan pada alur bekas roda lebih penting dari pada jalan retak-

retak.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Legokan/amblas Bahu jalan

Legokan/amblas Kemiringan Jalan

Retak-retak Alur bekas roda

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 154: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

154

11. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan retak-retak lebih penting dari pada bahu jalan.

Perbaikan pada bahu jalan lebih penting dari pada jalan retak-retak.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

12. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada jalan retak-retak lebih penting dari pada kemiringan

jalan.

Perbaikan pada kemiringan jalan lebih penting dari pada jalan retak-

retak.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

13. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada alur bekas roda lebih penting dari pada bahu jalan.

Perbaikan pada bahu jalan lebih penting dari pada alur bekas roda.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Retak-retak Bahu jalan

Retak-retak Kemiringan jalan

Alur bekas roda Bahu jalan

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 155: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

155

14. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada alur bekas roda lebih penting dari pada kemiringan

jalan.

Perbaikan pada kemiringan jalan lebih penting dari pada alur bekas

roda.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

15. Dalam menentukan faktor kondisi jalan

Perbaikan pada bahu jalan lebih penting dari pada kemiringan jalan.

Perbaikan pada kemiringan jalan lebih penting dari pada bahu jalan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

II.B Faktor Volume Lalu lintas

Dalam penilaian subkriteria faktor volume lalu lintas menggunakan data :

1. Truk ringan

2. Truk sedang dan berat

3. Bis

4. Mobil roda empat

5. Sepeda motor

Pertanyaan :

1. Dalam menentukan factor volume lalu lintas

Alur bekas roda Kemiringan jalan

Bahu jalan Kemiringan jalan

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 156: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

156

Truk ringan lebih penting dari pada truk sedang dan berat.

Truk sedang dan berat lebih penting dari pada truk ringan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

2. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Truk ringan lebih penting dari pada mobil roda empat.

Mobil roda empat lebih penting dari pada truk ringan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

3. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Truk ringan lebih penting dari pada bis.

Bis lebih penting dari pada truk ringan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

4. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Truk ringan lebih penting dari pada sepeda motor.

Sepeda motor lebih penting dari pada truk ringan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Truk ringan Truk sedang dan berat

Truk ringan Mobil roda empat

Truk ringan Bis

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 157: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

157

5. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Truk sedang dan berat lebih penting dari pada mobil roda empat.

Mobil roda empat lebih penting dari pada truk sedang dan berat

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

6. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Truk sedang dan berat lebih penting dari pada Bis.

Bis lebih penting dari pada truk sedang dan berat

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

7. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Truk sedang dan berat lebih penting dari pada sepeda motor.

Sepeda motor lebih penting dari pada truk sedang dan berat

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Truk ringan Sepeda motor

Truk sedang dan berat Mobil roda empat

Truk sedang dan berat Bis

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 158: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

158

8. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Mobil roda empat lebih penting dari pada Bis.

Bis lebih penting dari pada mobil roda empat

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

9. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Mobil roda empat lebih penting dari pada sepeda motor .

Sepeda motor lebih penting dari pada mobil roda empat

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

10. Dalam menentukan faktor volume lalu lintas

Bis lebih penting dari pada sepeda motor .

Sepeda motor lebih penting dari pada Bis

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Truk sedang dan berat Sepeda motor

Mobil roda empat Bis

Mobil roda empat Sepeda motor

Bis Sepeda motor

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 159: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

159

II.C Faktor Manfaat Ekonomi

Dalam penilaian subkriteria faktor ekonomi menggunakan data :

1. Manfaat/kelayakan (NPV)

2. Biaya Kegiatan

Pertanyaan :

1. Dalam menentukan faktor ekonomi

Manfaat /kelayakan (NPV) lebih penting dari pada Biaya kegiatan.

Biaya kegiatan lebih penting dari pada manfaat/kelayakan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

II.D Faktor Kebijakan

Dalam penilaian subkriteria faktor kebijakan menggunakan data :

1. Musrenbang Camat.

2. Musrenbang Kabupaten

3. Musrenbang Provinsi

4. Anggaran Biaya Tambahan (ABT)

Pertanyaan :

1. Dalam menentukan faktor kebijakan

Musrenbang Camat lebih penting dari pada Musrenbang Kabupaten.

Musrenbang Kabupaten lebih penting dari pada Musrenbang Camat.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Manfaat/kelayakan (NPV) Biaya kegiatan

Musrenbang Camat Musrenbang Kabupaten

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 160: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

160

2. Dalam menentukan faktor kebijakan

Musrenbang Camat lebih penting dari pada Musrenbang Provinsi.

Musrenbang Provinsi lebih penting dari pada Musrenbang Camat.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

3. Dalam menentukan faktor kebijakan

Musrenbang Camat lebih penting dari pada Anggaran Biaya Tambahan

(ABT).

Musrenbang Anggaran Biaya Tambahan (ABT). lebih penting dari

pada Musrenbang Camat.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

4. Dalam menentukan faktor kebijakan

Musrenbang Kabupaten lebih penting dari pada Musrenbang Provinsi.

Musrenbang Provinsi lebih penting dari pada Musrenbang Kabupaten.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Musrenbang Camat Musrenbang Provinsi

Musrenbang Camat Anggaran Biaya Tambahan (ABT)

Musrenbang Kab. Musrenbang Prov.

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 161: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

161

5. Dalam menentukan faktor kebijakan

Musrenbang Kabupaten lebih penting dari pada Anggaran Biaya

Tambahan (ABT).

Anggaran Biaya Tambahan (ABT) lebih penting dari pada

Musrenbang Kabupaten.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

6. Dalam menentukan faktor kebijakan

Musrenbang Provinsi lebih penting dari pada Anggaran Biaya

Tambahan (ABT).

Anggaran Biaya Tambahan (ABT) lebih penting dari pada

Musrenbang Provinsi.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

II.E Faktor Tata Guna Lahan

Dalam penilaian subkriteria faktor Tata Guna Lahan menggunakan data :

1. Bidang Pertanian

2. Bidang Pendidikan

3. Bidang Sosal - Budaya

4. Bidang Perdagangan - Jasa

Musrenbang Kab. Anggaran Biaya Tambahan (ABT)

Musrenbang Provinsi Anggaran Biaya Tambahan (ABT)

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 162: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

162

Pertanyaan :

1. Dalam menentukan faktor tata guna lahan terhadap pengembangan akses

Penunjang di bidang pertanian/perkebunan lebih penting dari pada

penunjang di bidang pendidikan.

Penunjang di bid.pendidikan lebih penting dari pada penunjang

dibidang pertanian.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

2. Dalam menentukan faktor tata guna lahan terhadap pengembangan akses

Penunjang di bidang pertanian lebih penting dari pada penunjang di

bidang sosial-budaya.

Penunjang di bid.sosial-budaya lebih penting dari pada penunjang

dibidang pertanian.

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

3. Dalam menentukan faktor tata guna lahan terhadap pengembangan akses

Penunjang di bidang pertanian lebih penting dari pada penunjang di

bidang perdagangan & jasa.

Penunjang di bid.perdagangan & jasa lebih penting dari pada

penunjang dibidang pertanian

Bidang pertanian Bidang Pendidikan

Bidang Pertanian Bidang Sosal-budaya

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 163: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

163

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

4. Dalam menentukan faktor tata guna lahan terhadap pengembangan akses

Penunjang di bidang pendidikan lebih penting dari pada penunjang di

bidang sosial-budaya.

Penunjang di bid.sosial-budaya lebih penting dari pada penunjang

dibidang pendidikan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

5. Dalam menentukan faktor tata guna lahan terhadap pengembangan akses

Penunjang di bidang pendidikan lebih penting dari pada penunjang di

bidang perdagangan & jasa.

Penunjang di bid.perdagangan & jasa lebih penting dari pada

penunjang dibidang pendidikan

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Bidang Pertanian Bidang Perdagangan & jasa

Bidang Pendidikan Bidang Sosal-budaya

Bidang Pendidikan Bidang Perdagangan - jasa

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 164: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

164

6. Dalam menentukan faktor tata guna lahan terhadap pengembangan akses

Penunjang di bidang sosial-budaya lebih penting dari pada penunjang

di bidang perdagangan & jasa.

Penunjang di bid.perdagangan & jasa lebih penting dari pada

penunjang dibidang sosial-budaya

Seberapa besar tingkat kepentingannya ?

Bidang Sosal – budaya Bidang Perdagangan - jasa

9 7 6 5 4 3 2 1 0 1 2 3 5 6 7 9 8 4 8

Page 165: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

165

Tabel B.1 Daftar Peserta Responden Kode resp. Jabatan

R1 Bpk Asisten Pembangunan Setda Kab. Bangli R2 Kadis PU Kab.Bangli

R3 Kasi Pemeliharaan dan Rehab Jln Bid Bina Marga

R4 Kasi Peningkatan Jalan Bid Bina Marga R5 Staf Perencana Bid. Bina Marga R6 Kep Bid Fisik dan Prasarana Bappeda R7 Kasubdin Tata Ruang di Bappeda R8 Staf fisik Bappeda R9 Anggota DPRD Bangli Komisi C R10 Camat Kec. Bangli R11 Camat Kec. Susut R12 Camat Kec. Tembuku R13 Camat Kec. Kintamani R14 Kaur Pembangunan Kel Kawan Kec. Bangli R15 Kaur Pembangunan Ds.Bunutin Kec. Bangli

R16 Kaur Pembangunan Kel. Tegalalang Kec. Bangli

R17 Kaur Pembangunan Ds Susut Kec. Susut R18 Kaur Pembangunan Ds. Tiga Kec. Susut

R19 Kaur Pembangunan Ds.Penglumbaran Kec. Susut

R20 Kaur Pembangunan Ds.Undisan Kec. Tembuku

R21 Kaur Pembangunan Ds.Peninjoan Kec. Tembuku

R22 Kaur Pembangunan Ds Batur Selatan Kec.Kintamani

R23 Kaur Pembangunan Ds Sukawana Kec. Kintamani

R24 Kaur Pembangunan Ds Songan A Kec. Kintamani

R25 Kaur Pembangunan Ds. Manikliyu Kec. Kintamani

R26 Kaur Pembangunan Ds. Suter Kec. Kintamani Sumber : Hasil Analisis, 2010

Page 166: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

166

LAMPIRAN C DATA SEKUNDER

(Penanganan Jalan Kabupaten di Kabupaten Bangli)

Page 167: PENENTUAN SKALA PRIORITAS PENANGANAN JALAN

167

LAMPIRAN D ANALISIS DATA

(Penentuan Skala Prioritas Penanganan Jalan Kabupaten

di Kabupaten Bangli)