penentuan kadar glukosa
DESCRIPTION
Praktikum Kimia LanjutTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA LANJUT
PERCOBAAN IPENENTUAN KADAR GLUKOSA DALAM MINUMAN
Dosen Pengampu : Dr. rer. nat. SenamDr. Hari Sutrisno
Oleh :
INGRATSUSI MARVIANI14728251022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIAPROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2 0 1 5
PERCOBAAN IPENENTUAN KADAR GLUKOSA DALAM MINUMAN
A. Tujuan Percobaan
Menentukan kadar glukosa di dalam minuman atau materi yang berbentuk cair
B. Dasar Teori
Kata karbohidrat timbul karena rumus molekul senyawa ini dapat dinyatakan
sebagai hidrat dari karbon. Contohnya, glukosa memiliki rumus molekul C6H12O6
yang dapat ditulis sebagai C6(H2O)6. Karbohidrat adalah polihidroksialdehid,
polihidroksiketon, atau zat yang memberikan senyawa seperti itu jika dihidrolisis.
Kimiawi karbohidrat pada dasarnya merupakan kimia gabungan dari dua gugus
fungsi, yaitu gugus hidroksil dan gugus karbonil (Hart et. al., 2003).
Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena
mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam,
glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam alam glukosa
dihasilkan dari reaksi antara karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari
dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis dan menghasilkan glukosa
yang digunakan untuk pembentukan amilum dan selulosa (Poedjiadi, 1994).
Glukosa adalah gula yang mempunyai enam atom karbon dan dengan
demikian disebut heksosa. Karbohidrat lima karbon dikenal sebagai pentosa dan
selanjutnya. Kenyataan bahwa gugus karbonil adalah sebuah aldehida yang
ditunjukkan dengan menggolongkan glukosa sebagai aldoheksosa. Monosakarida
yang amat penting yaitu D-glukosa sering dikenal sebagai dektrosa. (Pine, dkk.,
1988).
Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan
minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan
atau bahan tambahan lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam
kemasan siap untuk dikonsumsi (Cahyadi, 2005).
Pada percobaan ini dilakukan penentuan glukosa dalam minuman. Larutan
sampel yang mengandung glukosa dapat ditentukan dengan menggunakan metode
reaksi warna. Penentuan kadar glukosa dengan metode ini didasarkan pada warna
larutan yang timbul dari hasil reaksi reduksi reduksi ion kupri oleh glukosa dalam
suasana basa dengan arsenomolibdat yang menghasilkan larutan berwarna biru
(molibdenum blue). Intensitas larutan berwarna ini berbanding lurus dengan
konsentrasi glukosa. Absorbansi larutan berwarna diukur pada panjang gelombang
740 nm dengan photoelectronic colorimeter. Berdasarkan kurva standar glukosa
dapat ditentukan kadar glukosa dalam larutan sampel.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Gelas beker
b. Tabung reaksi
c. Rak tabung reaksi
d. Pipet ukur 1 ml – 10 ml
e. Pipet tetes
f. Push ball
g. Labu ukur 10 ml dan 100 ml
h. Spektrofotometer UV-VIS
i. Stopwatch
j. Vortex mixer
2. Bahan
a. Larutan induk karbohidrat 0,1 mg/ml
b. Cu-alkalis
c. Reagen warna
d. Sampel cair minuman merek Sprite dan Pulpy Aloe Vera
D. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Larutan Standar
Gambar 1. Prosedur Kerja Pembuatan Variasi Larutan standar 0,01 – 0,05 mg/ml
Memipet sebanyak (ml) larutan yang dihitung
Larutan induk karbohidrat 0,1 mg/ml
Menghitung volume larutan induk yang akan dipipet sesuai dengan labu ukur yang digunakan dengan volume 10 ml & konsentrasi 0,05 mg/ml berdasarkan
rumus pengenceran: V pekat x C pekat = V encer x C encer
Memasukkan ke dalam labu ukur 10 ml
Ditambahkan akuades sampai tanda batas dan dihomogenkan
Mengukur absorbansi larutan, dengan mencari λmax terlebih dahulu menggunakan spektrofotometer UV-VIS
Menambahkan 7 ml akuades dan dihomogenkan
Mendinginkan selama beberapa waktu dan menambahkan reagen arsenomolibdat kemudian diaduk dengan Vortex Mixer
Memasukkan dalam air mendidih selama 20 menit
Ditambahkan 1 ml Cu-alkalis
Memipet 1 ml tiap larutan standar dan dimasukkan dalam tabung reaksi
Melakukan langkah 2-4 dengan konsentrasi 0,04; 0,03; 0,02; 0,01 mg/ml (diencerkan dari larutan standar yang setingkat lebih pekat)
Mencatat absorbansi tiap larutan standar dan membuat kurva standar
2. Pembuatan Larutan Blanko
Gambar 2. Prosedur Kerja Pembuatan Larutan Blanko
3. Pembuatan Sampel
Gambar 3. Prosedur Kerja Pembuatan Sampel
Mencatat absorbansi sampel dan menentukan konsentrasinya berdasarkan kurva standar
Mengukur absorbansi sampel, sesuai λmax yang telah ditentukan yaitu 740 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS
Memipet sampel sebanyak 1 ml lalu diencerkan sampai beberapa kali pengenceran
Menambahkan 7 ml akuades dan dihomogenkan
Mendinginkan selama beberapa waktu dan menambahkan reagen arsenomolibdat kemudian diaduk dengan Vortex Mixer
Memasukkan dalam air mendidih selama 20 menit
Ditambahkan 1 ml Cu-alkalis
Memipet 1 ml sampel dan memasukkan ke dalam tabung reaksi
Larutan Blanko siap digunakan
Menambahkan 7 ml akuades dan dihomogenkan
Mendinginkan selama beberapa waktu dan menambahkan reagen arsenomolibdat kemudian diaduk dengan Vortex Mixer
Memasukkan dalam air mendidih selama 20 menit
Ditambahkan 1 ml Cu-alkalis
Memipet 1 ml akuades dan memasukkan ke dalam tabung reaksi
E. Hasil Pengamatan
1. Data Menentukan λmax
Tabel 1. Data Penentuan λmax
No. Lambda Absorbansi1. 630 0,0512. 640 0,0553. 650 0,0634. 660 0,0655. 670 0,0746. 680 0,0787. 690 0.0988. 700 0,0969. 710 0,09810. 720 0,09411. 730 0,09912. 740 0,10813. 750 0,10514. 760 0,10115. 770 0,09816. 780 0,101
*keterangan: larutan standar yang digunakan untuk menentukan λmax yaitu 0,01 mg/ml
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat panjang gelombang maksimum larutan
standar yaitu pada panjang gelombang 740 nm. Berikut grafik penentuan panjang
gelombang maksimum.
690 700 710 720 730 740 750 760 770 780 7900.085
0.09
0.095
0.1
0.105
0.11
panjang gelombang
abso
rban
si
Grafik 1. Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar
2. Absorbansi Larutan Standar
Tabel 2. Data Absorbansi Larutan Standar
TabungKonsentrasi
(C/mg)Absorbansi (A)
A 0,01 0,108
B 0,02 0,256
C 0,03 0,357
D 0,04 0,505
E 0,05 0,889
Untuk menentukan persamaan regresi dari data absorbansi larutan standar
digunakan Program Excel yang ditunjukkan dengan Grafik di bawah ini.
0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 0.04 0.045 0.05 0.0550
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
f(x) = 18.11 x − 0.1203R² = 0.922955114675672f(x) = 18.11 x − 0.1203R² = 0.922955114675672f(x) = 18.11 x − 0.1203R² = 0.922955114675672
Grafik Absorbansi
konsentrasi
abso
rban
si
Grafik 2. Absorbansi Larutan Standar
3. Konsentrasi Sampel
Tabel 3. Data Hasil Perhitungan Konsentrasi Sampel
No. Tabung
Sampel A Sampel B
Pengenceran 500 x Pengenceran 667 x Pengenceran 4000 x
Absorbansi Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi Absorbansi Konsentrasi
1. D 1,121 0.069 0,673 0.044 0,377 0.027
2. E 1,011 0.063 0,681 0.044
F. Perhitungan
1. Pengenceran Larutan Glukosa dari Konsentrasi Awal 0,1M (Larutan Standar)
Pembuatan larutan glukosa konsentrasi 0,05M
M1 x V1 = M2 x V2
0,1M x V1 = 0,05M x 10 mL
V1 = 0,50,1
= 5 mL
Pembuatan larutan glukosa konsentrasi 0,04M
M2 x V2 = M3 x V3
0,05M x V2 = 0,04M x 10 mL
V2 = 0,4
0,05 = 8 mL
Pembuatan larutan glukosa konsentrasi 0,03M
M3 x V3 = M4 x V4
0,04M x V3 = 0,03M x 10 mL
V3 = 0,3
0,04 = 7,5 mL
Pembuatan larutan glukosa konsentrasi 0,02MM4 x V4 = M5 x V5
0,03M x V4 = 0,02M x 10 mL
V4 = 0,2
0,03 = 6,7 mL
Pembuatan larutan glukosa konsentrasi 0,01MM5 x V5 = M6 x V6
0,02M x V5 = 0,01M x 10 mL
V5 = 0,1
0,02 = 5 mL
2. Pengenceran Sampel A (Sprite) 500 kali
Diketahui persamaan garis y = 18,11x – 0,1203
a. Tabung D
Absorbansi (y) = 1,121
1,121 = 18,11x – 0,1203
1,121 + 0,1203 = 18,11x
1,1163 = 18,11x
x = 0,069
Kadar glukosa = x X faktor pengenceran
= 0,069 X 500
= 34,5 mg/ml
b. Tabung E
Absorbansi (y) = 1,011
1,011 = 18,11x – 0,1203
1,011 + 0,1203 = 18,11x
1,1703 = 18,11x
x = 0,063
Kadar glukosa = x X faktor pengenceran
= 0,063 X 500
= 31,5 mg/mL
3. Pengenceran Sampel Sprite 667 kali
a. Tabung D
Absorbansi (y) = 0,673
0,673 = 18,11x – 0,1203
0,673 + 0,1203 = 18,11x
0,7923 = 18,11x
x = 0,044
Kadar glukosa = x X faktor pengenceran
= 0,044 X 667
= 29,35 mg/mL
b. Tabung E
Absorbansi (y) = 0,681
0,681 = 18,11x – 0,1203
0,681 + 0,1203 = 18,11x
0,7423 = 18,11x
x = 0,044
Kadar glukosa = x X faktor pengenceran
= 0,044 X 667
= 29,35 mg/mL
4. Pengenceran Sampel B (Pulpy Aloe vera) 4000 kali
a. Tabung A
Absorbansi (y) = 0,377
0,377 = 18,11x – 0,1203
0,377 + 0,1203 = 18,11x
0,4973 = 18,11x
Kadar glukosa = x X faktor pengenceran
= 0,0274 X 4000
= 109,839 mg/mL
x = 0,0274
G. Pembahasan
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal
ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang
mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu(II).
Glukosa dapat mereduksi ion kupri menjadi kupro sehingga reaksi ini dapat digunakan
sebagai dasar di dalam penentuan glukosa.
Pada percobaan ini digunakan metode Somogy-Nelson dalam menentukan kadar
glukosa. Proses yang terjadi pada metode ini yaitu oksidasi glukosa menjadi asam
glukonat dan reduksi ion kupri menjadi ion kupro. Yang digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan larutan induk adalah glukosa monohidrat, dimana bahan tersebut dilarutkan
dan diencerkan hingga konsentrasi larutan induk 1 mg/mL. Dari larutan induk tersebut
dibuat deretan larutan sandar dengan konsentrasi 0,01 M; 0,02 M; 0,03M; 0,04M dan
0,05M. Kemudian dilakukan penambahan penambahan larutan Nelson (berwarna biru)
yang berfungsi sebagai pembawa ion kupri. Lalu dipanaskan yang bertujuan agar ion
kupri tereduksi oleh gula pereduksi (glukosa) sehingga menjadi ion kupro dalam
suasana basa. Larutan tersebut lalu didinginkan pada air dingin dan ditambahkan reagen
arsenomolibdat, dimana reagen ini berfungsi sebagai khromatogen yang menyebabkan
larutan berwarna kehijauan.
Perbedaan mendasar antara khromatogen dengan indikator yaitu zat yang
bertindak sebagai khromatogen ikut bereaksi dengan larutan sedangkan zat yang
bertindak sebagai indikator tidak ikut bereaksi sehingga pada perlakuan tertentu,
misalnya pemanasan dalam waktu tertentu, larutan dapat berubah menjadi tak berwarna.
Hal yang berbeda terjadi pada larutan yang mengandung khromatogen.
Sampel cair (Sprite dan Pulpy Aloe vera) yang akan dihitung kadar glukosanya
terlebih dahulu diencerkan dengan tujuan agar larutan tersebut dapat terbaca dalam alat
spektofometer UV-Vis yang selanjutnya dapat masuk dalam kurva standar glukosa yang
telah dibuat.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari percobaan diatas, maka diperoleh
persamaan garis lurus dari deret standar yang telah diukur absorbannya pada alat
spectronic UV-Vis adalah y = 18,11x – 0,1203, dan dari persamaan tersebut dapat
diperoleh konsentrasi glukosa dalam sampel merek Sprite untuk tabung D untuk
pengenceran 500 kali yaitu sebesar 34,5 mg/mL dan tabung E sebesar 31,5 mg/mL,
kemudian dirata-ratakan diperoleh konsentrasi sebesar 33 mg/mL. Sedangkan kadar
glukosa untuk pengenceran 667 kali pada tabung D sebesar 29,35 mg/mL dan tabung E
sebesar 29,35 mg/mL, juga dirata-ratan diperoleh konsentrasi sebesar 29,35 mg/mL.
Sedangkan sampel merek Pulpy Aloe vera untuk pengenceran 4000 kali diperoleh
konsentrasi yaitu sebesar 109,839 mg/mL.
Dari grafik diperoleh nilai r = 0,923. Artinya dalam membuat deret standar,
kurang teliti karena diperoleh nilai r yang kurang dari satu. Hal ini mungkin terjadi
karena pada saat membuat deret standar kurang teliti dalam memipet dan mengencerkan
deret standar. Hal ini juga disebabkan karena dalam membuat deret standar digunakan
tabung reaksi dan bukan labu ukur. Hal ini akan sangat berpengaruh karena volume
tabung reaksi sangat tidak teliti dibandingkan dengan labu ukur.
H. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dari percobaan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kadar glukosa yang terdapat dalam sampel minuman Sprite untuk
550 kali pengenceran sebesar 33 mg/mL dan 667 kali pengenceran sebesar 29,35
mg/mL. Untuk sampel minuman Pulpy Aloe vera untuk 4000 kali pengenceran
diperoleh sebesar 109,839 mg/mL.
G. Daftar Pustaka
Cahyadi, W. (2005). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Cetakan I. Bumi Aksara.
Hart, H., Craine, L. E., dan Hart, J. D. (2003). Kimia Organik edisi kesebelas, diterjemahkan oleh Suminar Setiati Achmadi. Jakarta: Erlangga.
Pine, S. H., J., B., Hendrickson, D., J., Cram, dan G., S., Hammond. (1988). Kimia Organik 2 edisi keempat, diterjemahkan oleh Hamid A. Bandung: ITB.
Poedjiadi, A. (2005). Dasar-Dasar Biokimia edisi revisi. Jakarta: UI-Press.
Sutrisno, H., Senam. (2015). Penuntun Praktikum Kimia. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.