penentuan kadar air biji kakao dengan metode ultrasonik. g14-rd12 hal...sebagai grafik waktu vs...
TRANSCRIPT
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014
Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa
Makassar, 13 September 2014
218
Penentuan Kadar Air Biji Kakao dengan Metode Ultrasonik’
Ridwansyah
1.Sari
Pada penelitian ini akan dijelaskan sistem instrumentasi tes tak merusak berbasis ultrasonik untuk mengukur kadar air
pada biji kakao menggunakan parameter kecepatan dan
intensitas gelombang ultrasonic (amplituda). Sistem
ultrasonik dirancang menggunakan 2 buah transduser 120 kHz dengan biji kakao dipasang ditengahnya (metode
through-transmission). Selanjutnya sinyal yang diterima
receiver diteruskan ke osiloskop digital yang terbaca
sebagai grafik waktu vs amplituda pada komputer. Kecepatan gelombang didapatkan dari korelasi silang
antara data sinyal biji kakao terhadap sinyal udara.
Sedangkan atenuasi gelombang ditentukan berdasarkan
amplituda yang mengalami pelemahan sinyal setelah melewati biji kakao. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
parameter kecepatan naik seiring penurunan kadar air biji
kakao sehingga kecepatan gelombang ultrasonik dapat
digunakan sebagai parameter untuk mengukur kadar air biji
kakao. Berdasarkan persamaan empiris pada penentuan
kadar air biji kakao menggunakan parameter kecepatan
didapatkan korelasi tertinggi sebesar 0,930 dan kesalahan
6,9%. Sedangkan perhitungan menggunakan estimasi JST (Jaringan Syaraf Tiruan) pada penentuan kadar air biji
kakao didapatkan korelasi tertinggi sebesar 0,958 dan
kesalahan 6,4%.
Kata kunci : Tes tak merusak, biji kakao, parameter
ultrasonik, jaringan syaraf tiruan, persamaan empiris, dan
kadar air.
2.Pendahuluan
Biji kakao (Theobroma cacao) merupakan komoditas
tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor
perkebunan, dan menjadi tumpuan pencaharian bagi
banyak keluarga petani. Luas areal tanaman kakao pada
tahun 2006 sekitar 917 ribu hektar, dengan produksi 470 ribu ton atau 13,65% produksi kakao dunia, menempatkan
Indonesia sebagai Negara penghasil kakao terbesar ketiga
setelah Pantai gading dan Ghana (www.icco.org).
Mutu biji kakao di Indonesia, umumnya dievaluasi secara manual menggunakan tanda-tanda visual seperti misalnya
ukuran, berat dan warna sehingga hasil penyortirannya
cenderung tidak seragam. Beberapa penyebabnya antara lain adalah faktor kelelahan manusia, keragaman visual
dan perbedaan persepsi mutu biji yang dievaluasi. Untuk
mengetahui mutu suatu biji, bisa saja biji tersebut dibelah
dua untuk dilihat bagian dalamnya, tetapi tentu saja cara ini kurang sesuai bagi penanganan biji-bijian. Oleh karena itu
diperlukan suatu metoda yang dapat menentukan mutu
bagian dalam biji tanpa merusaknya. Biji kakao dikatakan
bermutu tinggi bila kada air biji kakao tersebut sekitar 7% ( SNI 01-2323-2008 ).
Jadi metoda penyortirannya harus dapat
menentukan/memperkirakan kadar air yang terkandung di
dalam biji kakao. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan biji kakao adalah dengan menggunakan
uji tak merusak ultrasonik. Dalam uji tak merusak ini
digunakan gelombang akustik berfrekuensi tinggi
(gelombang ultrasonik). Gelombang akustik adalah gelombang mekanik yang dapat menembus hampir semua
bahan kecuali ruang hampa. Metoda pengujian ini
dilakukan dengan cara melewatkan atau menjalarkan suatu
gelombang ultrasonik melalui bagian dalam dari biji kakao yang akan diuji. Interaksi antara gelombang ultrasonik dan
bagian dalam biji kakao ini akan menyebabkan beberapa
sifat gelombangnya berubah. Dengan mengamati atau
mengukur perubahan sifat-sifat gelombang ultrasonik yaitu cepat rambat gelombang ultrasonik dan atenuasi gelombang
yang terjadi diharapkan kadar air biji kakao dapat
diperkirakan . Gelombang Ultrasonik merupakan
gelombang mekanik-akustik yang memiliki frekuensi di
atas 20 kHz. Gelombang suara yang dapat didengar oleh
manusia hanya antara 20 Hz sampai 20 kHz, sehingga
gelombang ultrasonik tidak dapat didengar oleh manusia
(Gooberman, 1968). Gelombang ultrasonik telah banyak digunakan termasuk
pada bidang pengelasan plastik, pembersihan perhiasan,
inspeksi pipa, dan pengujian non-destruktif. Dengan
pengujian nondestructive (gelombang ultrasonik) dapat memberikan informasi internal tentang material padatan
dan mendeteksi permukaan atau kerusakan internal tanpa
mempengaruhi material tersebut secara merugikan (El-Ali
et al., 2000).
3.Data dan Metoda
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ultrasonik Teknik
Fisika ITB, dan pengukuran kadar air biji kakao dengan Metode Oven dilakukan di Laboratorium Meter Kadar Air
Direktorat Metrologi Bandung.
Tahapan Pengukuran Kadar Air Biji Kakao
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014
Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa
Makassar, 13 September 2014
219
4.Hasil dan Diskusi
4.1 Analisa Data Pengukuran pertama
Persamaan Regresi Linier untuk penentuan kadar air
biji kakao.
Selanjutnya data pertama pada Tabel 4.1 digunakan untuk
mencari persamaan regresi sebagai berikut.
A. Perhitungan kadar air dengan menggunakan
regresi linier tunggal terhadap amplituda :
Gambar 4.2 Grafik kadar air metode oven vs amplituda
Hubungan kadar air biji kakao dengan amplituda
gelombang ultrasonik ditampilkan pada Gambar 4.2 .
Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
kadar air semakin rendah amplitudanya dan sebaliknya
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014
Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa
Makassar, 13 September 2014
220
ketika nilai kadar air menurun maka amplituda akan
meningkat. Dari grafik, terlihat rentang amplituda untuk
kadar 25,1% dan 19,6% masih dapat dibedakan, tetapi
rentang amplituda untuk kadar 14,9% dan 10,9% tidak
dapat dibedakan . Hal ini berarti tranduser yang dipakai
masih kurang peka untuk kadar air 10,9% - 14,9%. Selain
dipengaruhi kadar air dalam biji kakao, amplituda
gelombang ultrasonik juga dipengaruhi oleh tekstur biji
kakao yang empuk. Data statistik lain ditunjukkan pada
Gambar 4.2 , korelasi antara kadar air biji kakao dan
amplituda didapatkan gradient sebesar 0,319, intercept
34,4 dan koefisien korelasi sebesar 0,98. Dengan
membandingkan dengan nilai korelasi ideal ( gradient = 1,
intercept = 0, dan = 1 ), pengukuran ini sudah cukup
mendekati.
Besarnya energi gelombang ultrasonik yang diserap oleh
suatu medium ( amplituda) pada medium yang basah lebih
kecil dibandingkan dengan medium yang kering. Sehingga
biji kakao yang lebih banyak mengandung air menyerap
sedikit energi gelombang ultrasonik, sementara pada biji
kakao yang lebih sedikit kadar airnya menyerap energi
gelombang ultrasonik lebih besar. Hal ini menunjukkan
pada biji kakao yang sedikit kadar airnya memiliki
amplituda yang lebih besar dibandingkan biji kakao yang
tinggi kadar airnya. Besarnya nilai koefisien determinasi
sebesar 0,98 menunjukkan adanya keterdekatan korelasi
antara kadar air biji kakao dengan amplituda gelombang
ultrasonik sehingga sifat karateristik ini dapat digunakan
untuk menduga tingkat kadar air pada biji kakao.
B. Perhitungan kadar air dengan menggunakan
regresi linier tunggal terhadap kecepatan :
Gambar 4.3 Grafik kadar air metode oven vs
kecepatan
Hubungan kadar air dengan kecepatan gelombang
ultrasonik pada biji kakao ditampilkan pada Gambar 4.3 .
Hubungan ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
kadar air semakin rendah cepat rambat gelombangnya dan
sebaliknya ketika nilai kadar air menurun maka kecepatan
gelombang ultrasonik akan meningkat. Dari grafik, terlihat
rentang amplituda untuk masing – masing tingkat kadar air
masih dapat dibedakan, hal ini berarti pemodelan kadar air
terhadap kecepatan gelombang ultrasonik cukup baik
memprediksi tingkat kadar air. Data statistik lain
ditunjukkan pada Gambar 4.3 , korelasi antara kadar air biji
kakao dan cepat rambat gelombang didapatkan gradient
sebesar 0,009, intercept 33,28 dan koefisien korelasi
sebesar 0,97. Besarnya nilai koefisien korelasi sebesar 0,97
menunjukkan adanya keterdekatan korelasi antara kadar air
biji kakao dengan kecepatan gelombang ultrasonik
sehingga sifat karateristik ini dapat digunakan untuk
menduga tingkat kadar air pada biji kakao.
C. Perhitungan kadar air prediksi (TK) menggunakan
persamaan linier ganda
Persamaan linier ganda dengan input amplituda dan
kecepatan :
TK(c,A) = 30,773 + 0,0237A – 0,0122c
TK(c,A) = 30,773 + 0,0237A – 0,0122c
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014
Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa
Makassar, 13 September 2014
221
Gambar 4.4 Grafik hubungan amplituda dan kecepatan
vs kadar air prediksi
Dari Gambar 4.4, terlihat empat daerah penyebaran data
pengukuran pertama dengan input amplituda dan kecepatan
dan output berupa kadar air biji kakao dari hasil metode
oven.Untuk daerah lingkaran merah, hijau, biru, dan ungu
berturut-turut merupakan kelompok kadar 10,9 %, 14,9%,
19,6%, dan 25,1%. Jelas terlihat bahwa antar kelompok
kadar air masih dapat dibedakan dengan baik yang
mengindikasikan bahwa pemodelan linier ganda cukup baik
untuk memprediksi kadar air bii kakao. Dari persamaan
diketahui intercept 30,773 dan koefisien regresi amplituda
0,0237 dan koefisien regresi kecepatan 0,0122.
4.2 Analisa Data Pengukuran Kedua
A. Perhitungan kadar air dengan menggunakan
regresi linier tunggal terhadap amplituda :
TK(A) = - 0,319A + 34,4
Tabel 4.4 Data perhitungan error kadar air metode oven vs
amplituda
dimana A = amplituda (mV)
Gambar 4.5 Grafik kadar air oven vs kadar prediksi
Ditunjukkan pada Tabel 4.4. Data statistik pada
pengukuran ini, didapatkan rata-rata error sebesar 44,4 %
dengan maksimum error sebesar 81%. Data statistik lain
ditunjukkan pada Gambar 4.5, korelasi antara hasil
pengukuran dan sebenarnya didapatkan gradient sebesar
0,254, intercept 14,88 dan koefisien korelasi (R) sebesar
0,04. Ini menunjukkan persamaan empiris untuk model
linier amplituda vs kadar air cukup baik untuk menghitung
kadar air kakao.
B.Perhitungan kadar air dengan menggunakan regresi
linier tunggal terhadap kecepatan :
TK (c ) = - 0,009c + 33,28
Table 4.5 Data perhitungan error kadar air metode oven
vs kecepatan
dimana : c = kecepatan (m/s)
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014
Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa
Makassar, 13 September 2014
222
Gambar 4.6 Grafik kadar air aktual metode oven vs kadar
prediksi
Ditunjukkan pada Tabel 4.5 data statistik pada pengukuran
ini, didapatkan rata-rata error sebesar 6,9 % dengan
maksimum error sebesar 15 %. Data statistik lain
ditunjukkan pada Gambar 4.6, korelasi antara hasil
pengukuran dan sebenarnya didapatkan gradient sebesar
1,02, intercept 0,639 dan koefisien korelasi sebesar 0,93.
Selanjutnya, koefisien korelasi bernilai 0,93
mengindikasikan hubungan linier yang sangat kuat antara
hasil pemodelan linier terhadap nilai aktual (metode oven).
Ini menunjukkan persamaan empiris untuk model linier
kecepatan vs kadar air cukup baik untuk menghitung kadar
air biji kakao.
C.Pengujian persamaan linier ganda untuk kadar air biji
kakao
Persamaan regresi linier ganda untuk menentukan kadar air
biji kakao dengan input amplituda dan kecepatan :
TK(c,A) = 30,773 + 0,0237A – 0,0122c
Table 4.6 Data hasil pengujian data II untuk persamaan
linier ganda :
Gambar 4.7 Grafik hubungan kadar air aktual vs kadar
air prediksi
Ditunjukkan pada Tabel 4.6 data statistik pada pengukuran
ini, didapatkan rata-rata error sebesar 15,9 % dengan
maksimum error sebesar 27%. Data statistik lain
ditunjukkan pada Gambar 4.7 , korelasi antara hasil
pengukuran dan sebenarnya didapatkan gradient sebesar
1,46, intercept 6,5 dan koefisien korelasi sebesar 0,90. Ini
menunjukkan persamaan empiris untuk model linier ganda
cukup baik untuk menghitung kadar air biji kakao.
4.5 Estimasi JST untuk penentuan kadar air biji
kakao
Pada Gambar 4.8 disajikan arsitektur JST yang digunakan
untuk proses pembelajaran. Input jaringan p = [ p1, p2] = [
data amplituda, data kecepatan] , dan keluaran y = [kadar
air biji kakao] .Jumlah simpul pada lapisan input sebanyak
2 simpul, jumlah simpul pada lapisan tersembunyi
sebanyak j = 10, dan jumlah simpul pada lapisan output
sebanyak k = 1. Fungsi transfer untuk lapisan pertama
hingga ketiga berturut-turut tansig, logsig, dan purelin [17].
Dari proses pembelajaran dengan iterasi sampai 500,
diperoleh nilai pembobot untuk lapisan input (W1) dan
biasnya (b1), nilai pembobot untuk lapisan tersembunyi
(W2) dan biasnya (b2), serta nilai pembobot untuk lapisan
output (W3) dan nilai biasnya (b3) sebagaimana disajikan
pada Tabel 4.7.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014
Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa
Makassar, 13 September 2014
223
Gambar 4.8 Arsitektur JST 2-2-10-1
Simpul
ke- 1 2 bias1 1 2 bias2 1 bias3
1 0,2565 1,9757 -1,8882 8,4461 -2,3142 -9,0244 0,2633 -0,3658
2 -0,1339 1,5995 0,7044 -1,0014 -8,8252 6,8387 -0,203
3 -5,96 6,6481 4,7191 0,2756
4 -4,3245 -7,7655 2,9812 -0,374
5 7,7726 4,5035 -1,6675 0,6634
6 -6,8397 5,7693 0,6634 0,8234
7 5,8533 8,8349 0,8288 2,2865
8 0,8135 -8,8169 6,2134 0,5433
9 9,1304 -2,9328 0,5477 2,4067
10 -11,4485 -6,3155 -5,6126 2,8266
Bobot akhir lapis1 Bobot akhir lapis2 Bobot akhir lapis3
Tabel 4.7 Nilai-nilai pembobot dan bias pada JST 2-2-10-1
Kinerja JST diukur dengan nilai mean square error (MSE)
yang dicapai pada proses pembelajaran. Pada Gambar 4.9
ditampilkan bahwa mse cukup rendah, sekitar 0,01 pada
saat iterasi mencapai 114, tidak banyak berubah dengan
peningkatan iterasi hingga 500.
Gambar 4.9 Perubahan MSE selama iterasi pada proses
pembelajaran JST
Gambar 4.10 Korelasi antara kadar air prediksi JST vs
Target pada proses pembelajaran
Hasil uji validasi JST ditampilkan pada Tabel 4.8, yang
menyatakan error antara nilai kadar air aktual (oven)
dengan nilai prediksi JST. Pada Gambar 4.10, korelasi
antara hasil estimasi JST dan target (sebenarnya) pada saat
pembelajaran didapatkan gradient sebesar 1, intercept
0,012 dan koefisien korelasi sebesar 0,999. Selanjutnya,
koefisien korelasi bernilai 0,999 mengindikasikan adanya
korelasi yang kuat antara kadar prediksi terhadap nilai
target (kadar aktual).
Tabel 4.8 Perhitungan error hasil uji JST untuk data II
Ditunjukkan pada Tabel 4.8 data statistik pada estimasi
pengujian JST, didapatkan rata-rata error sebesar 6,4 %
dengan maksimum error sebesar 19 %, hasil ini jauh lebih
daripada model persamaan empiris linier ganda dengan
rerata error 15,9 % dam maksimum error 27 %.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL GEOFISIKA 2014
Optimalisasi Sains dan Aplikasinya Dalam Peningkatan Daya Saing Bangsa
Makassar, 13 September 2014
224
Gambar 4.11 Korelasi JST vs Target pada proses pengujian
Pada Gambar 4.11, korelasi antara hasil estimasi JST dan
target (sebenarnya) pada saat pengujian didapatkan
gradient sebesar 0,920 (mendekati satu), intercept 2,1 dan
koefisien korelasi sebesar 0,958. Selanjutnya, koefisien
korelasi bernilai 0,958 mengindikasikan adanya korelasi
yang kuat antara kombinasi input nilai kecepatan dan
amplituda terhadap nilai target (metode oven). Ini
menunjukkan estimasi JST untuk model amplituda dan
kecepatan vs kadar air cukup baik untuk menghitung kadar
air biji kakao.
Hasil uji validasi JST ditampilkan pada Gambar 4.11, yang
menyatakan korelasi antara nilai target dengan nilai
prediksi JST. Sebagai pembanding adalah nilai prediksi
model empiris untuk penentuan kadar biji kakao. Tampak
bahwa rerata error dari prediksi JST lebih baik dari pada
model prediksi empiris, dengan rerata error sebesar 6,4%,
sedangkan rerata error persamaan empiris terbaik sebesar
6,9% ( Tabel 4.9).
Keunggulan kinerja JST dibanding model empiris
disebabkan program JST menerapkan mekanisme
pembelajaran terhadap nilai masukan dan keluaran pada
selang nilai tertentu (Maspanger ,2005).
5.Kesimpulan
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa parameter kecepatan naik seiring penurunan kadar air biji kakao sehingga
kecepatan gelombang ultrasonik dapat digunakan sebagai
parameter untuk mengukur kadar air biji kakao
Berdasarkan persamaan empiris pada penentuan kadar air biji kakao menggunakan parameter kecepatan didapatkan
korelasi tertinggi sebesar 0,930 dan kesalahan 6,9%.
Sedangkan perhitungan menggunakan estimasi JST (Jaringan Syaraf Tiruan) pada penentuan kadar air biji
kakao didapatkan korelasi tertinggi sebesar 0,958 dan
kesalahan 6,4%.
Pustaka
1. Badan Standardisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia SNI 01-2323-2008 tentang Biji
Kakao, 2008.
2. ICCO, Annual Report. In. The International Cocoa
Organization, London, UK, 2007 3.Gooberman, Ultrasonic Theory and Applications, The
English Press, Ltd, London, 1968
4.El-Ali, Sami, Ultrasonic Wave Propagation Review,
Technical Industries, Inc., 2000 5. Maspanger, Karateristik Mutu Koagulan Karet Alam
dengan Metode Ultrasonik, Disertasi,Sekolah Pascasarjana,
IPB, 2005