penentuan dan pengembangan komoditas unggulan...

15
1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI DALAM PENGUATAN SISTEM INOVASI DAERAH KABUPATEN MALANG Mochamad Rifqi Alian, Udisubakti Ciptomulyono Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 e-mail [email protected] ; [email protected] ABSTRAK Pada penelitian ini akan dilakukan Sistem inovasi menjadi sebuah pendekatan dalam melaksanakan pembangunan yang berorientasi pengetahuan. Salah satu poin strategis pelaksanaan sistem inovasi yakni melalui pengembangan klaster kunci. Pengembangan klaster agroindustri di wilayah kabupaten Malang mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta. Untuk menentukan arahan dalam pengembangan klaster, maka perlu ditentukan komoditas yang menjadi unggulan daerah. Dengan teridentifikasinya unggulan daerah, maka mempermudah stakeholder di daerah mengambil langkah kebijakan strategis sistem inovasi daerah dalam pemajuan daerah.penentuan dan pengembangan komoditas unggulan klaster agroindustri dalam penguatan sistem inovasi daerah (SIDa) kabupaten Malang. Dalam mengidentifikasi industri prioritas digunakan pendekatan location quotient dan hybrid MCDM (multi criteria decision making) dengan mengintegrasikan metode Dematel, ANP, dan Topsis. Hasil yang diperoleh, komoditas unggulan agroindustri kabupaten Malang adalah susu sapi (0,8482) dan tebu (0,8451). Sesuai arahan kebijakan SIDa kabupaten yang merujuk pada agrowisata dan industri kreatif, maka upaya penumbuhkembangan kedua komoditas tersebut melalui pembangunan sentra-sentra home industry produk-produk olahan alternatif seperti karamel, gula merah, keju, yoghurt, dodol, hingga tahu susu. Tema-tema riset yang diusulkan, difokuskan pada aspek produksi dan pemasaran untuk branding produk olahan melalui identifikasi rantai nilai komoditas. Kata kunci : ANP, komoditas unggulan, location quotient, multi criteria decision making, sistem inovasi daerah, Topsis ABSTRACT Innovation system is a new approach in knowledge-based development. The growth of cluster industry is one of six strategic agendas of innovation system strength. Agroindustry cluster of Malang Regency is the potential sector where 50,46% of its inhabitant work on agricultural sector that becomes input provider of agroindustry sector. The growth of agroindustry cluster in Malang Regency has the important role as a investment opportunity for government and private sector to achieve the effectiveness, efficiency, and added-value given by production center. In order to determine the guidance in cluster strength, it needs to be determined commodity that becomes the priority of the region. The priority commodity of the region will ease stakeholder to take the strategic policy for region development. This research aims to determine and develop the priority commodity of agroindustry cluster to strengthen regional innovation system (SIDa) of Malang Regency. In order to identify the priority industry, location quotient and hybrid MCDM approach are proposed by integrating Dematel method, ANP and Topsis. The result of model concluded that priority commodity of Malang Regency agroindustry is milk cow (0,8482) and sugar cane (0,8451). Based on the policy of Malang innovation regional system that refers to agro-tourism and creative industry, the development of both commodity is developed by home industry center that produces alternative products, such as caramel, brown sugar, cheese, yoghurt, dodol, and milk tofu. The proposed research is focused to production and marketing aspect to the branding of processed-product. Keywords : ANP, location quotient, multi criteria decision making, priority commodity, regional innovation system, Topsis

Upload: phammien

Post on 01-Feb-2018

249 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

1

PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS

UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI DALAM PENGUATAN SISTEM

INOVASI DAERAH KABUPATEN MALANG

Mochamad Rifqi Alian, Udisubakti Ciptomulyono

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

e-mail [email protected] ; [email protected]

ABSTRAK

Pada penelitian ini akan dilakukan Sistem inovasi menjadi sebuah pendekatan dalam

melaksanakan pembangunan yang berorientasi pengetahuan. Salah satu poin strategis

pelaksanaan sistem inovasi yakni melalui pengembangan klaster kunci. Pengembangan klaster

agroindustri di wilayah kabupaten Malang mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang

lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta. Untuk menentukan arahan dalam pengembangan

klaster, maka perlu ditentukan komoditas yang menjadi unggulan daerah. Dengan

teridentifikasinya unggulan daerah, maka mempermudah stakeholder di daerah mengambil

langkah kebijakan strategis sistem inovasi daerah dalam pemajuan daerah.penentuan dan

pengembangan komoditas unggulan klaster agroindustri dalam penguatan sistem inovasi daerah

(SIDa) kabupaten Malang. Dalam mengidentifikasi industri prioritas digunakan pendekatan

location quotient dan hybrid MCDM (multi criteria decision making) dengan mengintegrasikan

metode Dematel, ANP, dan Topsis. Hasil yang diperoleh, komoditas unggulan agroindustri

kabupaten Malang adalah susu sapi (0,8482) dan tebu (0,8451). Sesuai arahan kebijakan SIDa

kabupaten yang merujuk pada agrowisata dan industri kreatif, maka upaya penumbuhkembangan

kedua komoditas tersebut melalui pembangunan sentra-sentra home industry produk-produk

olahan alternatif seperti karamel, gula merah, keju, yoghurt, dodol, hingga tahu susu. Tema-tema

riset yang diusulkan, difokuskan pada aspek produksi dan pemasaran untuk branding produk

olahan melalui identifikasi rantai nilai komoditas.

Kata kunci : ANP, komoditas unggulan, location quotient, multi criteria decision making,

sistem inovasi daerah, Topsis

ABSTRACT

Innovation system is a new approach in knowledge-based development. The growth of

cluster industry is one of six strategic agendas of innovation system strength. Agroindustry cluster

of Malang Regency is the potential sector where 50,46% of its inhabitant work on agricultural

sector that becomes input provider of agroindustry sector. The growth of agroindustry cluster in

Malang Regency has the important role as a investment opportunity for government and private

sector to achieve the effectiveness, efficiency, and added-value given by production center. In

order to determine the guidance in cluster strength, it needs to be determined commodity that

becomes the priority of the region. The priority commodity of the region will ease stakeholder to

take the strategic policy for region development.

This research aims to determine and develop the priority commodity of agroindustry

cluster to strengthen regional innovation system (SIDa) of Malang Regency. In order to identify

the priority industry, location quotient and hybrid MCDM approach are proposed by integrating

Dematel method, ANP and Topsis. The result of model concluded that priority commodity of

Malang Regency agroindustry is milk cow (0,8482) and sugar cane (0,8451). Based on the policy

of Malang innovation regional system that refers to agro-tourism and creative industry, the

development of both commodity is developed by home industry center that produces alternative

products, such as caramel, brown sugar, cheese, yoghurt, dodol, and milk tofu. The proposed

research is focused to production and marketing aspect to the branding of processed-product.

Keywords : ANP, location quotient, multi criteria decision making, priority commodity, regional

innovation system, Topsis

Page 2: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

2

1. Pendahuluan

Sistem inovasi merupakan salah satu

pendekatan pembangunan ekonomi dengan

pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berupaya memberikan nilai tambah

(added value). Sistem inovasi adalah suatu

kesatuan dari sehimpunan aktor, kelembagaan,

jaringan, hubungan, interaksi, dan proses

produktif yang mempengaruhi arah

perkembangan dan kecepatan inovasi beserta

difusinya (Taufik, 2005). Sistem inovasi yang

berorientasi kewilayahan menjadi kunci sukses

keberhasilan pengembangan riset dan

aplikasinya. Dengan orientasi kewilayahan

maka dapat ditentukan fokus pengembangan

daerah.

Pendekatan klaster industri dalam

pembangunan ekonomi daerah dapat menjadi

alat yang efektif bagi kebijakan pembangunan

ekonomi daerah dan kebijakan teknologi

terpadu. Penumbuhkembangan klaster industri

menjadi salah satu dari enam Agenda Strategis

Penguatan Sistem Inovasi. Bagi pelaku

ekonomi khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (UMKM), pendekatan klaster

industri membantu upaya yang lebih fokus

bagi terjalinnya kemitraan yang saling

menguntungkan dan pengembangan jaringan

bisnis yang luas. Sementara itu, bagi pembuat

kebijakan, pendekatan ini memungkinkan

skala pengaruh dari kebijakan dan program

serta cakupan dampak yang signifikan.

Agroindustri kabupaten Malang

merupakan sektor yang potensial dimana

50,46% penduduknya menggantungkan hidup

pada sektor pertanian yang merupakan

penyedia input sektor agroindustri (Abdillah

dkk, 2010). Pengembangan klaster agroindustri

di wilayah kabupaten Malang mempunyai

peran penting sebagai arahan dan peluang

lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta

dalam mencapai efektivitas, efisiensi, dan nilai

tambah produk yang dihasilkan sentra-sentra

produksi.

Agroindustri merupakan sektor ekonomi

yang meliputi semua industri, agen, dan

institusi yang mengambil komoditas pertanian

untuk diolah dan didistribusikan kepada

konsumen dan berpusat pada sektor pertanian.

Badan Pusat Statistik membagi komoditas

pertanian (agraris) kedalam lima kategori

sebagai berikut:

Hasil pertanian tanaman pangan atau

tanaman bahan makanan, termasuk

didalamnya adalah bahan pangan kaya

karbohidrat, palawija, dan hortikultura.

Hasil perkebunan, meliputi komoditas

sayur-sayuran dan buah-buahan.

Hasil kehutanan, meliputi produk kayu

dan hasil hutan non-kayu seperti bambu,

karet, dan damar.

Hasil perikanan, meliputi pengolahan dan

penyimpanan ikan dan hasil laut segar,

pengalengan, serta hasil samping laut.

Hasil peternakan, mencakup pengolahan

daging segar, susu, telur, kulit, dan hasil

samping lainnya.

Untuk menentukan arahan dalam

penguatan klaster, maka perlu ditentukan

komoditas yang menjadi unggulan daerah.

Dengan teridentifikasinya unggulan daerah,

maka mempermudah stakeholder di daerah

mengambil langkah kebijakan strategis dalam

pemajuan daerah. Dalam mengidentifikasi

industri prioritas digunakan pendekatan

location quotient dan hybrid MCDM (multi

criteria decision making) dengan melakukan

perbandingan kriteria-kriteria pemilihan yang

bersumber dari panduan pendekatan klaster

dalam kerangka sistem inovasi daerah (SIDa).

Metode location quotient (LQ) dapat

melihat kepadatan sektor usaha tertentu pada

suatu wilayah dibandingkan dengan sektor

yang sama secara agregat. Dalam penelitian ini

akan diidentifikasi apakah suatu komoditas di

daerah amatan menghasilkan perbandingan

produksi yang lebih baik secara agregat dengan

komoditas yang sama secara regional.

Penelitian ini pernah dilakukan oleh

Hendayana (2003) dalam mengidentifikasi

komoditas unggulan nasional. Metode ini

banyak digunakan untuk membahas kondisi

perekonomian, mengarah pada identifikasi

spesialisasi kegiatan perekonomian atau

mengukur konsentrasi relatif kegiatan ekonomi

untuk mendapatkan gambaran leading sector

suatu kegiatan industri.

Metode multi criteria decision making

(MCDM), ditujukan untuk pengambilan

keputusan yang mengandung kriteria obyektif

majemuk, saling konfliktual, dan memiliki

ukuran yang tidak bisa saling dibandingkan.

MCDM dijadikan metode pilihan karena

kemampuan metode ini dalam pengambilan

keputusan atas satu pilihan jika proses

pemilihan dilakukan oleh lebih dari satu orang

Page 3: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

3

pengambilan keputusan (Artana, 2008). Hybrid

MCDM digunakan dalam menghadapi

permasalahan pengambilan keputusan yang

kompleks, yang umumnya terdiri atas faktor

kualitatif dan kuantitatif. Hybrid MCDM

digunakan sebagai kombinasi dari beberapa

metode dalam pengambilan keputusan.

Terdapat berbagai metode yang digunakan

dalam mengevaluasi kriteria-kriteria

pemilihan, seperti data envelopment analysis

(DEA) (Wu, 2009), heuristic (He dkk, 2009),

analytic hierarchy process (AHP) (Sevkli dkk,

2007), fuzzy goal programming (Kumar dkk,

2006), hingga analytic network process (Lin,

2009). Metode pemilihan kriteria ini seringkali

dikombinasikan dengan metode lainnya seperti

DEMATEL. Metode DEMATEL digunakan

untuk mengetahui hubungan saling

ketergantungan (relasi mutual) antar kriteria

dan derajat ketergantungannya.

Permasalahan yang akan diselesaikan

dalam penelitian ini adalah bagaimana

menentukan dan menyusun pengembangan

komoditas unggulan klaster agroindustri di

kabupaten Malang untuk meningkatkan

efektivitas dan efisiensi proses bisnis industri

serta meningkatkan daya saing daerah.

Tersusunnya urutan prioritas komoditas

unggulan klaster agroindustri dapat menjadi

masukan bagi pemerintah daerah dalam

penyusunan program pembangunan. Selain itu,

berdampak untuk mendorong sinergisitas dan

memudahkan stakeholder (akademia, industri,

dan pemerintah) dalam memfasilitasi dan

membina industri di dalam klaster.

2. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian ini terdiri dari beberapa

tahapan-tahapan berikut:

2.1 Tahap persiapan

Pada tahap ini dilakukan pencarian

sumber-sumber kepustakaan atau referensi

yang dibutuhkan dalam penelitian untuk

memperkaya kajian dan memperkuat dasar

teori. Penelitian ini membutuhkan literatur

tentang konsep sistem inovasi, agenda strategis

penguatan sistem inovasi daerah, konsep

klaster industri, agroindustri, pengambilan

keputusan multikriteria (Dematel, ANP,

Topsis), dan review literatur terdahulu. Pada

tahap persiapan observasi tidak dilakukan

secara langsung ke lapangan, melainkan hanya

mengkaji data statistik yang diperoleh dari

badan pusat statistik (BPS) tentang kondisi

daerah amatan dan panduan pengembangan

klaster industri dalam konteks sistem inovasi

daerah.

2.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Kegiatan pertama pada tahap ini

dilakukan melalui penentuan komoditas atau

industri prioritas obyek amatan. Identifikasi

kandidat atau alternatif komoditas unggulan

dilakukan dengan pendekatan LQ. Dari metode

ini terpilih beberapa alternatif komoditas

unggulan Selanjutnya, metode yang digunakan

adalah hybrid MCDM yang merupakan

integrasi dari metode DEMATEL, ANP, dan

TOPSIS. Metode DEMATEL digunakan untuk

membuat diagram keterkaitan antar kriteria.

Metode ANP digunakan dalam pembobotan

kriteria-kriteria pemilihan. Pembobotan kriteria

pemilihan dilakukan oleh ahli (expert) di

bidang sistem inovasi yang berasal dari Badan

Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)

Kabupaten yang dan Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah (Bappeda) yang

mewakili pemerintah. Kombinasi DEMATEL

dan ANP digunakan untuk menghasilkan

analisis yang akurat dan presisi dengan

mengintegrasikan hubungan bebas kedalam set

kriteria. Selanjutnya, TOPSIS digunakan untuk

membantu memilih alternatif paling ideal

yakni komoditas industri yang menjadi

unggulan. Software yang digunakan untuk

membantu pengerjaan ini yaitu Super decision

dan Ms. Excel.

2.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Data

Pada tahap ini akan dilakukan analisis dan

interpretasi data terhadap data yang telah

dikumpulan dan diolah sebelumnya. Luaran ini

akan menjadi masukan bagi daerah untuk

menerapkan peringkat komoditas agroindustri

untuk dikembangkan. Analisis yang

komprehensif akan disajikan terkait pemilihan

prioritas unggulan dengan didukung data

kuantitatif dan kualitatif. Selain itu, disusun

pula analisis peningkatan nilai tambah untuk

komoditas yang menjadi prioritas utama.

Dalam tahapan ini, digunakan panduan

pengembangan klaster industri yang

dikeluarkan BPPT sehingga pengembangan

klaster ini akan sesuai dengan arahan

penguatan sistem inovasi daerah. Analisis ini

akan menjadi panduan dan rekomendasi bagi

akademia, industri, dan pemerintah dalam

mengembangkan sebuah komoditas

agroindustri menjadi klaster yang memiliki

potensi daya saing terbaik.

Page 4: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

4

2.4 Penarikan Simpulan dan Rekomendasi

Tahap ini merupakan tahap terakhir dari

penelitian, yakni berupa pengambilan

kesimpulan dan penyusunan beberapa saran

yang dihasilkan selama proses penelitian.

3. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Bagian ini menyampaikan secara spesifik

tahap pengumpulan data yang dibutuhkan dan

pengolahan data untuk menemukan solusi

penyelesaian penentuan dan pengembangan

komoditas unggulan dari klaster agroindustri

amatan.

3.1 Potensi Agroindustri Kabupaten

Malang

Kabupaten Malang secara geografis

terletak antara 112017 bujur timur dan 122

057

bujur timur serta 704 lintang selatan dan 8

026

lintang selatan. Dengan luas sekitar 324.423

hektar dikelilingi oleh pegunungan yaitu

pegunungan Tengger di timur, gunung Kelud

di barat, serta gunung Arjuna dan Welirang di

utara. Secara administrasi terbagi dalam 33

kecamatan.

Kabupaten Malang sebagian besar

wilayahnya lahan pertanian subur yang

dilintasi sungai-sungai besar: Brantas, Konto,

Lesti, Lahor, dan Metro. Disamping itu ada 3

bendungan besar: Sutami, Sengguruh,

Selorejo. Kondisi demikian sangat mendukung

dikembangkannya lahan pertanian tanaman

pangan, perkebunan, perikanan, dan

peternakan. Daerah utara dan timur banyak

digunakan untuk perkebunan apel. Daerah

pegunungan di barat banyak ditanami sayuran

dan menjadi salah satu penghasil sayuran

utama di Jawa Timur. Daerah selatan banyak

ditanami tebu dan hortikultura seperti salak

dan semangka. Gambar 3.1 adalah peta

komoditas untuk agroindustri.

Gambar 3.1 Peta Komoditas Agroindustri

3.2 Rencana Strategis Sistem Inovasi

Daerah

Pengembangan agroindustri termuat

dalam tujuh fokus utama pembangunan

kabupaten Malang 2005-2025 yakni

mengembangkan perekonomian berbasis

pertanian, pertambangan, kelautan, industri,

perdagangan, dan pariwisata yang didukung

infrastruktur yang memadai. Poin diatas

menjadi bagian yang menunjukkan bahwa

pertanian, kelautan, industri, dan perdagangan

(yang terangkum dalam agroindustri) menjadi

basis perekonomian di kabupaten Malang.

Sementara itu, eksistensi pelaksanaan sistem

inovasi daerah tertuang dalam dua poin misi

Pembangunan Kabupaten Malang tahun 2010-

2015 yaitu mewujudkan sumber daya manusia

yang produktif dan berdaya saing, dan

mewujudkan peningkatan pertumbuhan

ekonomi yang berbasis pertanian dan

pemberdayaan masyarakat pedesaan.

Untuk pilar agrowisata, Kabupaten

Malang memiliki ikon-ikon promotif dalam

slogan “Kabupaten Malang sebagai Bumi

Agro-Wisata yang terkemuka di Jawa Timur” :

Agro atau pertanian dalam arti luas

meliputi komoditas beras, jagung, sayur-

mayur, gula, daging, susu, dan ikan.

Wisata, dengan paket-paket unggulan

wisata khas Malangan yaitu paket

Singosari, paket Kawasan Menuju Bromo,

paket Wisata Air Wendit dan paket

Kanjuruhan (dalam rangka hari jadi

kabupaten Malang).

3.3 Penentuan Komoditas Berpotensi

Unggul dengan Location Quotient (LQ)

Metode LQ dapat melihat kepadatan

sektor usaha tertentu pada suatu wilayah

dibandingkan dengan sektor yang sama secara

agregat. Dalam prakteknya, pendekatan LQ

meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi

saja akan tetapi juga dimanfaatkan untuk

menentukan sebaran komoditas atau

melakukan identifikasi wilayah berdasarkan

potensinya (Hendayana, 2003). Pendekatan ini

relevan dalam menentukan komoditas ditinjau

dari segi penawaran yaitu produksi. Untuk

komoditas berbasis lahan maka perhitungan

didasarkan pada areal lahan, produksi, dan

produktivitas. Sedangkan untuk komoditas

non-lahan seperti perikanan tangkap dan

peternakan dapat digunakan populasi atau

produksi.

Page 5: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

5

Metode LQ dapat dibedakan menjadi static LQ

(SLQ) dan dynamic LQ (DLQ). SLQ

menggunakan data beberapa tahun perhitungan.

Persamaan yang digunakan:

SLQ = 𝑞𝑖

𝑞𝑑

𝑄𝑖𝑄𝑟

...........................(1)

Keterangan:

qi = produksi total komoditas i di daerah

qd = produksi total subsektor di daerah

Qi = produksi total komoditas i di wilayah

referensi (propinsi)

Qr = produksi total subsektor di wilayah

referensi (propinsi)

DLQ adalah modifikasi dari SLQ dengan

mengakomodasikan faktor laju pertumbuhan

luaran/produksi suatu industri dari waktu ke

waktu. Persamaan yang digunakan adalah

sebagai berikut:

DLQ = (1+𝑔𝑖) (1+𝑔𝑑)

(1+𝐺𝑖) (1+𝐺𝑟) 𝑡...............(2)

Keterangan:

gi = laju pertumbuhan rata-rata produksi

komoditas i di daerah

gd = laju pertumbuhan rata-rata produksi

subsektor di daerah

Gi = laju pertumbuhan rata-rata produksi

komoditas i di wilayah referensi

Gr = laju pertumbuhan rata-rata produksi

subsektor di wilayah referensi

t = selisih tahun akhir dengan tahun awal

Nilai SLQ dan DLQ yang lebih besar dari 1

menunjukkan bahwa suatu komoditas di daerah

tersebut memiliki tingkat produksi yang lebih

baik dari rata-rata daerah lainnya dan dapat

diistilahkan berswasembada. Komoditas inilah

yang layak menjadi alternatif komoditas

unggulan.

Dari hasil LQ diperoleh delapan

komoditas berpotensi unggul yang mewakili

kelima subsektor agroindustri. Kedelapan

komoditas ini berada pada tingkat swasembada

pada saat ini (lihat tabel 3.1).

Tabel 3.1 Perhitungan Potensi LQ Komoditas

No Komoditas SLQ DLQ

1 Jagung 0,95 1,42

2 Ubi kayu 2,50 0,98

3 Tebu 1,149 1,237

4 Salak 6,46 2,44

5 Apel 5,47 1,74

6 Sengon 12,57 1,46

7 Sapi perah 5,33 0,77

8 Ikan laut (tuna) 15,415 1

3.4 Penentuan Kriteria Pemilihan

Komoditas Unggulan

Identifikasi terhadap kriteria-kriteria yang

berpengaruh terhadap pengembangan klaster

pernah dilakukan oleh BPPT (2006) yang

menyepakati tujuh kriteria yakni bahan baku,

tenaga kerja, teknologi, jangkauan pasar,

kekhasan produk, omset, dan keterkaitan hulu-

hilir. Kriteria lainnya disampaikan Soekartawi

(1993), yang mengidentifikasi faktor yang

harus diperhatikan dalam mendukung

pengembangan industri berbasis pertanian,

yaitu aspek kebijakan, koordinasi lintas

sektoral, teknologi, kelembagaan, dan sumber

daya manusia. Sementara itu, disarikan dari

pemerintah kabupaten Purworejo, terdapat

beberapa kriteria penilaian dari produk

unggulan yaitu, kandungan lokal, harga,

jangkauan pasar, tenaga kerja, nilai tambah

pengolahan, dan ramah lingkungan. Penelitian

ini memilih kriteria pemilihan berdasarkan

assesment daya tarik daya saing dan

signifikansinya terhadap pengembangan

agroindustri di kabupaten Malang. Berikut ini

adalah kriteria-kriteria penilaian yang

digunakan dalam penentuan komoditas

unggulan klaster agroindustri dalam penelitian:

Tabel 3.2 Kriteria-kriteria Pemilihan

No. Kriteria Keterangan

1. Kualitas bahan

baku

Faktor daya saing,

benefit

2. Penyerapan

tenaga kerja

Faktor daya tarik,

benefit

3. Kandungan

teknologi

Faktor daya saing,

benefit

4. Ukuran pasar Faktor daya tarik,

benefit

5. Ciri khas daerah Faktor daya saing,

benefit

6. Jenis produk

olahan

Faktor daya tarik,

benefit

7. Kebutuhan modal Faktor daya tarik,

cost

8. Ramah

lingkungan

Faktor daya saing,

benefit

3.5 Perhitungan Keterkaitan Antar

Kriteria dengan DEMATEL

DEMATEL diaplikasikan untuk

menggambarkan hubungan keterkaitan antar

kriteria dan menentukan kriteria utama yang

mendominasi kriteria lainnya. Metode ini

mendesain sebuah struktur sistem dengan

Page 6: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

6

menggunakan pengetahuan dari ahli (Shih dkk,

2010). Penggunaan DEMATEL disebabkan oleh

beberapa alasan antara lain: metode ini dapat

memperlihatkan hubungan antar kriteria dengan

grafik dan juga angka, tingkat kepentingan

(bobot) dari kriteria tidak hanya ditentukan oleh

kriteria yang berhubungan langsung (upstream

atau downstream) namun keseluruhan kriteria.

Langkah-langkah dalam DEMATEL dijelaskan

sebagai berikut:

1. Membangun skala evaluasi

Dengan menggunakan perbandingan

berpasangan (pairwise-comparison) ditentukan

hubungan pengaruh antar dua faktor. Hubungan

pengaruh langsung yang digunakan bernilai

integer dari 0-4 dengan keterangan sebagai

berikut:

Tabel 3.3 Perbandingan Nilai antar Kriteria

Nilai Definisi

0 Tidak ada pengaruh

1 Pengaruh rendah

2 Pengaruh sedang

3 Pengaruh tinggi

4 Pengaruh sangat tinggi Sumber: Vujanovic dkk (2012)

2. Membangun matriks hubungan langsung

Dari hasil penentuan nilai hubungan kriteria

dibuat matriks hubungan langsung antar kriteria.

Untuk jumah responden lebih dari satu

digunakan nilai rata-rata.

Z =

𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑗

⋮ ⋱ ⋮𝑎𝑖1𝑎𝑖2 ⋯ 𝑎𝑖𝑗

3. Membuat matriks hubungan yang

dinormalisasi

Matriks Z yang telah dibuat sebelumnya

selanjutnya dinormalisasikan menjadi matriks X

dengan persamaan berikut:

X = k.Z ......................................(3)

k = min 1

maxi 𝑧𝑖𝑗 𝑛𝑗=1

,1

maxj 𝑧𝑖𝑗 𝑛𝑖=1

,

i,j = 1,2,...,n ............................(4)

4. Membangun matriks hubungan total

Matriks X yang telah dibuat selanjutnya

dibangun dalam matriks hubungan Tc

Tc = X (I – X)-1

, .........................(5)

5. Mendapatkan kepentingan dan hubungan

dengan menjumlahkan masing-masing baris

kolom untuk memperoleh D dan R

D = 𝑡𝑖𝑗𝑛𝑗=1 n x 1 ........................(6)

R = 𝑡𝑖𝑗𝑛𝑖=1 i x m ..................(7)

6. Menyusun Network Relationship Map

Beberapa kriteria dengan nilai D-R positif

(horizontal) mempunyai pengaruh yang lebih

besar daripada kriteria lainnya dan diasumsikan

sebagai prioritas utama, biasa disebut

dispatcher. Sedangkan kriteria dengan nilai D-R

negatif menerima pengaruh lebih besar dan

diasumsikan sebagai prioritas terakhir biasanya

disebut receiver. Untuk nilai D+R (vertikal)

mengindikasikan hubungan antarkriteria,

sehingga kriteria dengan D+R lebih besar

memiliki hubungan yang lebih besar. Grafik

diperoleh dengan menentukan nilai treshold.

Nilai threshold sebesar 1,822 yang diperoleh

dari rata-rata elemen matriks hubungan total

(Horng dkk, 2012).

Tabel 3.4 Matriks Hubungan Total Tc

Gambar 3.2 NRM antar Kriteria Pemilihan

3.6 Perhitungan Bobot Kriteria ANP

ANP merupakan suatu cara penilaian untuk

mengukur skala rasio prioritas dari faktor-faktor

yang berpengaruh dalam keputusan. Metode ini

merupakan pengembangan dari metode AHP

(Analytical Hierarchy Process). ANP

diperkenalkan oleh Saaty (1996) dengan tujuan

untuk menyelesaikan permasalahan

ketergantungan dan umpan balik (feedback)

antar kriteria dan alternatif di dunia nyata. ANP

mampu menyelesaikan secara sistematis semua

jenis ketergantungan antar kriteria. ANP

Kualitas

bahan

baku

Penyerapan

TK

Kandungan

teknologi

Ukuran

pasar

Ciri khas

daerah

Jenis

produk

olahan

Kebutuhan

modal

Ramah

lingkungan

Kualitas

bahan baku 1,898 1,935 2,059 1,959 1,865 1,824 2,034 1,930

Penyerapan

TK 1,841 1,670 1,872 1,801 1,724 1,666 1,861 1,732

Kandungan

teknologi 2,032 1,951 1,916 1,944 1,882 1,810 2,010 1,926

Ukuran

pasar 1,821 1,778 1,851 1,651 1,683 1,637 1,829 1,743

Ciri khas

daerah 1,798 1,734 1,828 1,726 1,564 1,627 1,805 1,722

Jenis produk

olahan 1,809 1,745 1,818 1,727 1,662 1,519 1,806 1,722

Kebutuhan

modal 2,034 1,964 2,046 1,957 1,873 1,811 1,892 1,906

Ramah

lingkungan 1,888 1,780 1,908 1,813 1,746 1,700 1,864 1,670

Page 7: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

7

menjadi metodologi yang mudah diaplikasikan

untuk studi kualitatif yang beragam, seperti

pengambilan keputusan, forecasting, evaluasi,

mapping, penyusunan strategi, ataupun alokasi

sumber daya. Keterkaitan pada metode ANP

terdiri dari keterkaitan dalam satu set elemen

(inner dependence) dan keterkaitan antar elemen

(outer dependence). ANP seringkali

dikombinasikan dengan DEMATEL atau lebih

dikenal dengan DANP. Tujuannnya untuk

mempermudah proses penilaian dan efisiensi

waktu. Masukan dalam ANP adalah matriks

hubungan total (Tc) yang diperoleh dari proses

DEMATEL.

1. Membangun unweighted supermatriks

W = (T𝑐∝)l

...............................(8)

T𝑐∝ = k.Tc ...............................(9)

k = min 1

maxi 𝑡𝑖𝑗 𝑛𝑗=1

,1

maxj 𝑡𝑖𝑗 𝑛𝑖=1

,

i,j = 1,2,...,n .........................(10)

2. Membuat matriks T𝐷∝ yang merupakan

matriks normalisasi dari matriks TD. Matriks

TD adalah matriks dimensi (set atau

kumpulan kriteria).

3. Membuat matriks weighted supermatriks

W

= T𝐷∝ x W (perkalian elemen) .....(11)

4. Membuat matrik stabil (stable-matriks)

dari weighted supermatriks dengan

menjadikan limit (𝑊𝛼)𝑔𝑔 → ∞𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡 . Matriks

ini merupakan matriks bobot untuk setiap

kriteria.

Hasil perhitungan bobot kriteria ANP seperti

pada Tabel 4.11. Hasil yang diperoleh yaitu

urutan bobot kriteria dari terbesar atau paling

prioritas signifikan adalah kebutuhan modal,

kandungan teknologi, kualitas bahan baku,

ukuran pasar, penyerapan tenaga kerja, ramah

lingkungan, ciri khas daerah, dan jenis produk

olahan.

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan ANP

Kriteria Bobot

Kualitas bahan baku 0,1286

Kandungan teknologi 0,1302

Ciri khas daerah 0,1191

Ramah lingkungan 0,1221

Penyerapan TK 0,1259

Ukuran pasar 0,1260

Jenis produk olahan 0,1175

Kebutuhan modal 0,1306

Nilai inkonsistensi, sebesar 0,0860, digunakan

bantuan perangkat lunak Super Decision,

menunjukkan bahwa penentuan bobot kriteria

untuk masing-masing kriteria konsisten

(dibawah 10%) dan dapat dipergunakan dalam

proses selanjutnya.

3.7 Perangkingan Prioritas Komoditas

Agroindustri dengan TOPSIS

Diperkenalkan oleh Yoon dan Hwang

(1981) metode ini menggunakan sudut pandang

geometris dengan menggunakan jarak euclidean

untuk menentukan kedekatan relatif dari suatu

alternatif dengan solusi optimal. Solusi ideal

positif didefinisikan sebagai nilai terbaik yang

dapat dicapai oleh kriteria, sebaliknya solusi

ideal negatif adalah nilai terburuk yang dapat

dicapai oleh setiap kriteria. Berdasarkan

perbandingan jarak relatifnya, maka susunan

prioritas alternatif bisa diketahui.

TOPSIS tidak memiliki metode input yang

spesifik dalam pengukuran alternatif, maka

TOPSIS menggunakan input dari metode lain

seperti DEMATEL (Baykazoglu dkk, 2012),

fuzzy AHP (Yang dkk, 2008), ataupun ANP

(Wu, 2010). Pada laporan ini TOPSIS digunakan

sebagai komplementer integrasi metode DANP

yang telah digunakan pada perhitungan

sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan

dalam pemilihan alternatif yaitu:

1. Membuat matriks penilaian alternatif dari

kriteria-kriteria yang telah dibobotkan.

Alternatif

D = Kriteria

𝑎11 𝑎12 ⋯ 𝑎1𝑗

⋮ ⋱ ⋮𝑎𝑖1𝑎𝑖2 ⋯ 𝑎𝑖𝑗

(12)

2. Membuat matriks normalisasi Dα

3. Melakukan perkalian elemen matriks

normalisasi dengan bobot kriteria

𝐷∝ =

𝑑11 𝑑12 ⋯ 𝑑1𝑗

⋮ ⋱ ⋮𝑑𝑖1𝑑𝑖2 ⋯ 𝑑𝑖𝑗

;

𝑊𝑔∝ =

𝑤11

⋮𝑤𝑛1

𝐷∝𝑊𝑔∝ =

𝑑11𝑊11 𝑑12𝑊21 ⋯ 𝑑1𝑗𝑊𝑛1

⋮ ⋱ ⋮ 𝑑𝑖1𝑊11 𝑑𝑖2𝑊21 ⋯ 𝑑𝑖𝑗𝑊𝑛1

=

𝑣11 𝑣12 ⋯ 𝑣1𝑗

⋮ ⋱ ⋮𝑣𝑖1 𝑣𝑖2 ⋯ 𝑣𝑖𝑗

(13)

4. Menentukan solusi ideal positif dan solusi

ideal negatif. Solusi ideal positif adalah

Page 8: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

8

nilai terbaik dari seluruh alternatif untuk

setiap kriteria.

A+ = solusi ideal positif = {(max vij| j € J),

(min vij| j € J’)

i = 1,2,3,...,m = (v1+,v2

+,v3

+,...,vm

+)

A- = solusi ideal negatif = {(min vij| j € J),

(max vij| j € J’)

i = 1,2,3,...,m = (v1-,v2

-,v3

-,...,vm

-)

J = {j = 1,2,3,...,n benefit criteria}

J’ = {j = 1,2,3,...,n cost criteria}

5. Menghitung separasi, yakni jarak alternatif

terhadap solusi ideal.

Si+ = (𝑣𝑖𝑗 −𝑣𝑗

+ )2𝑛𝑗=1 ; i = 1,2,..,n ...(14)

Si- = (𝑣𝑖𝑗 −𝑣𝑗

− )2𝑛𝑗=1 ; i = 1,2,..,m ...(15)

6. Menghitung kedekatan relatif terhadap

solusi ideal dan membuat ranking prioritas

untuk alternatif ke-x

Cx = 𝑆𝑖−

𝑆𝑖 + + 𝑆

𝑖 – dengan 0 ≤ Cx ≤ 1 ; i=1,2,3 ...(16)

Berikut ini hasil perhitungan yang telah

dilakukan sehingga menghasilkan nilai yang

menunjukkan urutan prioritas komoditas

unggulan agroindustri di kabupaten Malang.

Urutan tertinggi sampai terendah yaitu:

Tabel 3.6 Nilai Prioritas Komoditas Unggulan

Klaster Agroindustri

Rank Komoditas Indeks

1 Susu sapi 0,8482

2 Tebu 0,8451

3 Ikan laut 0,7748

4 Jagung 0,7189

5 Apel 0,7043

6 Salak 0,6542

7 Ubi kayu 0,5074

8 Kayu sengon 0,2851

Dengan demikian nilai tertinggi ditempati oleh

komoditas susu sapi dan tebu. Nilainya sangat

berdekatan sehingga ditentukan bahwa keduanya

adalah unggulan. Sementara itu, prioritas

terakhir ditempati oleh kayu sengon yang hanya

memiliki nilai 0,2851.

4. Analisis dan Pembahasan

Fokus bahasan adalah potensi agroindustri

daerah amatan, analisis komoditas unggulan

klaster agroindustri, dan peningkatan nilai

tambah komoditas terpilih.

4.1 Agroindustri Kabupaten Malang

Komoditas agroindustri kabupaten

Malang memiliki keberagaman komoditas

yang tinggi. Untuk subsektor tanaman pangan,

tingkat produksi berada pada kisaran angka 5%

dari tingkat produksi propinsi Jawa Timur

secara keseluruhan. Hampir ketujuh tanaman

pangan utama dikembangkan di kabupaten

Malang, meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi

jalar, kacang tanah, kacang kedelai, dan

kacang hijau. Hanya komoditas kacang hijau

yang baru dikembangkan dan tingkat

produksinya belum direkap dalam statistik oleh

BPS.

Potensi komoditas perkebunan cenderung

lebih fluktuatif dibandingkan tanaman pangan.

Beberapa komoditas mengalami pertumbuhan

negatif seperti kopi, cengkeh, dan teh.

Sementara itu, komoditas tebu dan kapuk

randu justru pertumbuhannya signifikan

mencapai kisaran 40%. Secara keseluruhan

prospek komoditas perkebunan rakyat relatif

baik terhadap propinsi, dimana propinsi justru

mengalami pertumbuhan negatif, sementara

kabupaten Malang cukup positif dengan angka

7,18%. Untuk kelompok komoditas buah-

buahan, potensi unggulan adalah apel, pisang,

dan salak. Buah apel sangat identik dengan

kabupaten Malang dan telah menjadi maskot

flora. Ditinjau dari pertumbuhannya, maka

beberapa komoditas buah memperlihatkan

pertumbuhan relatif yang baik seperti

semangka, jeruk, sukun, apel, salak, dan

melinjo. Pada kelompok sayur-mayur, hasil

perhitungan SLQ menunjukkan komoditas

dengan potensi unggulan yaitu lobak, labu

siam, bawang putih, buncis, tomat, dan wortel.

Namun, dari segi pertumbuhannya dari tahun

ke tahun sangat fluktuatif sehingga

menunjukkan prospek yang rendah.

Pada komoditas hasil hutan,

pengelompokkan dibagi menjadi hasil butan

berupa kayu, dan hasil hutan non kayu. Hasil

kayu seperti jati, mahoni, pinus, sengon, jabon,

dan sonokeling. Sementara hasil non kayu

berupa getah pinus, terpentin, dan minyak kayu

putih. Perhitungan LQ menghasilkan bahwa

komoditas kayu sengon dominan apabila

dibandingkan dengan komoditas lainnya.

Untuk subsektor peternakan,

pengelompokkan dibagi menjadi tiga kategori

yakni ternak besar seperti kuda, sapi potong,

sapi perah, dan kerbau, ternak kecil seperti

babi, domba, dan kambing, serta ternak unggas

Page 9: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

9

meliputi ayam buras, ayam pedaging, ayam

petelur, itik, dan entog. Dari hasil analisis

potensi kewilayahan, komoditas dengan

tingkat produksi relatif yang baik untuk saat ini

yaitu sapi perah, babi, ayam pedaging,

kambing, dan kuda. Sementara untuk

pertumbuhannya, terdapat ayam buras, ayam

petelur, dan entog yang cukup tinggi tingkat

produksinya. Untuk komoditas dengan

pertumbuhan yang baik maka perlu

dipertahankan kondisi perawatannya seperti

pemberian pakan. Sedangkan bagi ternak

dengan tingkat produksi yang sudah baik maka

diperlukan upaya pengawasan terhadap

kesehatan ternak agar produksinya stabil.

Selama ini, hewan ternak yang cukup dikenal

di kabupaten Malang adalah sapi perah, sapi

potong, ayam ras (petelur dan pedaging) dan

kambing. Sapi perah lebih terpusat di

kecamatan Pujon yang menjadi salah satu

daerah pengembangan komoditas utama.

Pada kelompok perikanan dan hasil laut,

kabupaten Malang dikenal sebagai penghasil

ikan laut tangkapan yang baik seperti ikan tuna

dan cakalang. Sentra lokasinya berada di

Sendangbiru, kecamatan Sumbermanjing.

Hasil perhitungan LQ terhadap komoditas dari

kelompok ini menunjukkan bahwa potensi ikan

tuna sangat tinggi jika dibandingkan komoditas

lain. Beberapa komoditas unggul lainnya juga

termasuk dalam kelompok ikan laut seperti

lemadang dan cakalang. Indeks DLQ tidak

menjadi salah satu pertimbangan yang

disebabkan oleh ketersediaan data di daerah

yang kurang mencukupi. Oleh karena itu,

dengan pertimbangan ahli, maka dalam

penentuan alternatf komoditas unggulan

diusulkan untuk komoditas ikan laut (tuna,

lemadang, cakalang).

4.2 Penilaian Komoditas Unggulan

Dalam penentuan komoditas unggulan

pada penelitian ini digunakan delapan kriteria

yang dapat dikelompokkan kedalam kategori

daya tarik dan daya saing. Kedelapan kriteria

diperoleh dari studi literatur dan diskusi

dengan para pakar. Daya tarik mewakili

potensi investasi atau peluang usaha,

sementara daya saing menjadi nilai barang

yang melekat pada sebuah komoditas. Kriteria

daya tarik antara lain penyerapan tenaga kerja,

ukuran pasar, jenis atau ragam produk olahan,

dan kebutuhan modal. Sedangkan kategori

daya saing terdiri atas kualitas bahan baku,

kandungan teknologi (pengolahan), ciri khas

daerah, dan ramah lingkungan (pengolahan).

Kriteria penyerapan tenaga kerja

digunakan untuk merepresentasikan

kontribusi komoditas terhadap pendapatan

masyarakat.

Ukuran pasar mewakili jangkauan

distribusi pemasaran komoditas.

Komoditas yang unggul memiliki

jangkauan pasar yang luas yang

menjadikannya semakin dikenal

masyarakat.

Jenis produk olahan menunjukkan

variansi produk yang beredar.

Kebutuhan modal adalah ukuran modal

yang digunakan untuk membangun

sebuah industri dari komoditas

bersangkutan.

Kriteria kualitas bahan baku menunjukkan

tingkat perbandingan kualitas sebuah

komoditas dengan komoditas sejenis dari

daerah lain.

Kandungan teknologi menunjukkan

tingkat penggunaan teknologi berupa

teknik, proses, alat, ataupun mesin yang

dipergunakan.

Ciri khas daerah adalah faktor yang

mewakili ukuran keunikan atau identitas

daerah. Semakin khas sebuah komoditas

menjadikannya lebih mudah diingat dan

unggul di pasar.

Ramah lingkungan mewakili sebuah

ukuran dampak terhadap lingkungan

terutama terhadap dampak ekologi.

Analisis keterkaitan terhadap delapan kriteria

diatas tergambarkan dalam network

relationship diagram. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa kualitas bahan baku,

kebutuhan modal, dan kandungan teknologi

menjadi kriteria yang lebih dominan

dibandingkan kriteria lainnya. Dari kedelapan

kriteria tidak terdapat sebuah kriteria yang

benar-benar mendominasi kriteria lainnya yang

terlihat dari nilai bobot tertinggi 0,1312 dan

yang terendah 0,1185.

Komoditas berpotensi unggul hasil

perhitungan LQ, dinilai berdasarkan delapan

kriteria diatas. Alternatif dengan kualitas bahan

baku terbaik yakni jagung dengan nilai 0,0192

dan kualitas terendah adalah komoditas apel

dengan 0,0128. Kualitas apel menurun seiring

kerusakan lahan yang telah berusia lama.

Page 10: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

10

Tebu (0,0178) menjadi komoditas dengan

nilai penggunaan teknologi tertinggi.

Pengolahan tebu dilakukan secara modern oleh

kedua pabrik gula. Kayu sengon memiliki nilai

terendah (0,0049), dimana dalam

pemanfaatannya hanya peralatan pertukangan

sederhana.

Dari ciri khas daerah, apel masih menjadi

identitas Malang dengan nilai 0,0163, jauh

meninggalkan kayu sengin yang jarang

terdengar dengan 0,0044.

Kayu sengon (0,0160) memiliki nilai yang

baik dari segi dampak lingkungan karena

pengolahannya yang sederhana, sementara

pengolahan industri ubi kayu menghasilkan

limbah padat kulit ubi kayu dan limbah cair

pencucian yang berbau busuk dan

menyebabkan gatal (0,0046).

Sapi perah (0,0164) menyerap tenaga

kerja tertinggi dari peternak, KUD, hingga

industri pengolahan susu. Kayu sengon

dengan produksi yang masih rendah memiliki

nilai tertendah untuk kriteria ini (0,0047).

Untuk kriteria ukuran pasar nilai yang

diperoleh merata dengan nilai tertinggi adalah

tebu dan susu sapi (0,0165) dan terendah

adalah kayu sengon (0,0118).

Pada jenis produk olahan, susu sapi telah

diolah menjadi susu segar kemasan, keju,

hingga yoghurt. Nilai komoditas ini 0,0154.

Kayu sengon hanya sebagai bahan bangunan.

Koefisien nilainya hanya 0,0044.

Kriteria kebutuhan adalah kriteria cost

sehingga nilai terbaik adalah kayu sengon

dengan nilai 0,0073. Sementara pengolahan

apel menjadi sirup, manisan, dan keripik

membutuhkan modal yang paling tinggi. Nilai

untuk apel adalah 0,0179.

Setelah penilaian terhadap masing-masing

komoditas dilakukan, diperoleh hasil bahwa

susu sapi sebagai komoditas unggulan. Namun

nilai yang diperoleh sangat dekat dengan tebu.

Maka ditetapkan bahwa komoditas unggulan

dari klaster agroindustri di kabupaten Malang

adalah susu sapi dan tebu.

4.3 Analisis Sensitivitas

Pengujian sensitivitas dalam pengambilan

keputusan multi kriteria dilakukan untuk

mempelajari tingkat ketangguhan (stabilitas)

dari pilihan. Hal ini untuk memahami

konsekuensi yang timbul dari perubahan bobot

kriteria (Vidal dkk, 2011). Pengujian yang

biasa dilakukan adalah dengan trial and error,

yakni mengubah nilai bobot dengan suatu nilai

dan melihat pengaruhnya terhadap hasil atau

tujuan.

Dari pengujian yang dilakukan, terlihat

bahwa kriteria kebutuhan modal menjadi

kriteria yang sangat sensitif. Terjadinya

perubahan bobot mengakibatkan perubahan

peringkat prioritas. Jika pada kriteria lainnya

perubahan tidak signifikan, maka perubahan

pada kebutuhan modal cukup memperlihatkan

signifikansi perubahan peringkat. Untuk itu,

rekomendasi yang dapat diberikan yaitu

kemudahan pemodalan dan insentif bantuan

untuk pengembangan komoditas hendaknya

mendapat perhatian serius.

4.4 Peningkatan Nilai Tambah Komoditas

Unggulan dalam Kerangka SIDa

Komoditas tebu merupakan tanaman

perkebunan semusim dengan masa panen

kurang dari satu tahun dengan rataan waktu

panen 10 bulan. Varietas tebu yang

dibudidayakan di kabupaten Malang adalah PS

881, PS 882, dan PS 861. Pengelolaan tebu

dilakukan dengan menjalin mitra bersama

pabrik gula yaitu PG Krebet Baru di

Bululawang dan PG Kebon Agung di Pakisaji.

Perkebunan tebu terdapat di seluruh daerah

kabupaten Malang dengan sentra produksi

utama berada di kecamatan Gondanglegi,

Bululawang, dan Bantur. Tingkat rendemen

hasil produksi dikategorikan baik dengan rata-

rata 8,54% pada musim giling 2012.

Dalam upaya pengembangan komoditas

tebu saat ini, belum terjalin kerjasama dengan

pihak perguruan tinggi maupun litbang swasta.

Upaya pengembangan saat ini hanya diawasi

Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun)

bersama Balitas (Balai Pengkajian Tanaman

Serat) yang berlokasi di Karangploso sehingga

masih belum ada upaya intensif selain

menjalankan sesuai skema yang telah ada.

Bentuk pembinaan terhadap para petani tebu

yakni berupa SL (sekolah lapang) dan

bekerjasama dengan Badan Ketahanan Pangan

dan Pelaksanaan Penyuluhan. Pengawasan

pada tingkat kelompok tani dilakukan oleh

UPTD (unit pelaksana teknis daerah) yang

membantu koordinasi di lapangan.

Dalam sistem inovasi daerah, interaksi

yang diharapkan terwujud adalah “kondisi

ideal” yang aktor utama dan lembaga

pendukung seperti institusi perbankan dan

informasi seperti Gambar 4.1.

Page 11: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

11

Gambar 4.1 Aktor Inovasi Daerah Pengembangan

Komoditas Tebu

Gambar diatas memperlihatkan integrasi

antar kelembagaan, mulai dari pemerintah

(BPPT, Balitbang, Bappeda, Distanbun), bisnis

(retailer, jasa angkutan, perbankan, UMKM),

dan akademia (perguruan tinggi, SMK, dan

pusat penelitian gula). Keterkaitan aktor

inovasi diatas merupakan komponen penting

dari pelaksanaan SIDa. Pada penelitian ini

hanya dibahas peran dari lembaga litbang

khusunya perguruan tinggi melalui usulan

tema-tema riset.

Sebelum menentukan tema-tema riset

yang dapat diusulkan, diperlukan

penggambaran pohon industri komoditas.

Gambar 4.2 Pohon Industri Tebu (BPPT,2000)

Melalui pohon industri, dapat diketahui

aliran pemanfaatan produk turunannya.

Selanjutnya, dapat disusun rantai nilai

komoditas. Analisis rantai nilai, seperti yang

dikemukakan Porter (Gambar 4.3), digunakan

untuk menganalisis bagaimana meningkatkan

struktur biaya (produktivitas) dan nilai tambah

(diferensiasi produk), yang terdiri dari aktivitas

utama dan aktivitas pendukung.

Gambar 4.3 Rantai Nilai Porter

Berdasarkan identifikasi permasalahan

eksisting, identifikasi pohon industri serta

rantai nilai tebu, terdapat beberapa tema riset

yang dibutuhkan untuk pengembangan tebu

sebagai komoditas unggulan daerah. Riset

yang diperlukan meliputi efisensi dan

efektivitas proses bisnis, rekayasa teknologi,

dan lingkungan.

Tabel 4.1 Usulan Tema Riset

Pengembangan Komoditas Tebu

No Tema Riset Bidang

Kajian

Aktivitas Utama

1. Perancangan Standard

Operational Procedure

Pengiriman Hasil Panen

Tebu ke Pabrik

Manajemen

Industri

2. Analisis STP (Segmenting,

Targeting, Positioning)

Home Industry Produk

Olahan Tebu

Manajemen

3. Desain Sistem Traceability

Berbasis Proses Bisnis

pada Rantai Pasok di

Industri Jus Tebu

Manajemen

Industri

4. Studi Kelayakan Lahan

untuk Ekstensifikasi Lahan

Perkebunan Tebu

Pertanian

5. Analisis Dampak

Lingkungan Pemanfaatan

Ampas Tebu sebagai

Bahan Bakar Boiler

Lingkungan

Tebu

Ampas

FurfuralFurfury

alkohol

Polimer

Pelarut

Bahan

penolong

Industri logam

FlavourPartikel

boardFurniture

Bahan bakar

Pulp

selulosaKertas

Kertas koran

Kertas tulis

Security paperMakanan

ternak

Pucuk

daun

Nira

Gula

Molase

Blotong

Bahan

makanan

Gula cair

Gula padat

L-lysin

Asam

glutamat

Asam

organik

Bahan kimia

Protein sel

tunggalMakanan ternak

Ragi roti

Makanan/

minuman

Ethanol

MSG Industri makanan/farmasi

Asam asetat

Bahan bakar

Aster asetat

Semen

Mansory

semen

Bahan cat

Pupuk

Page 12: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

12

Tabel 4.1 Usulan Tema Riset (lanjutan)

No Tema Riset Bidang

Kajian

Aktivitas Utama

6. Efisiensi dan Efektifitas

Pola Pemupukan Tebu Pertanian

Aktivitas Pendukung

7. Perancangan Sistem

Informasi Perkebunan

Tebu berbasis Geografi

Sistem

Informasi

8. Pengukuran Komponen

Teknologi pada Industri

Pengolahan Tebu

Manajemen

Teknologi

9. Aplikasi Full Costing

untuk Penentuan Harga

Pokok Produk Olahan

Tebu

Ekonomi

10. Penerapan Manajemen

Pengetahuan pada Unit

Usaha UMKM

Sumber

Daya

Manusia

11. Rancang Bangun Sistem

Informasi Keuangan

Pabrik Gula PTPN

Sistem

Informasi

Sebagaimana halnya tebu, susu sapi

sebagai produk unggulan daerah juga masih

memiliki banyak celah potensi untuk

dikembangkan. Sentra komoditas ini berada di

kecamatan Pujon. Sapi perah yang diternakan

adalah bibit impor dari Australia. Namun

demikian, upaya terhadap peningkatan

reproduksi hewan melalui inseminasi buatan

telah dilakukan. Saat ini peternakan sapi perah

mayoritas dibawahi oleh koperasi unit desa

(KUD) selain kelompok peternak sapi perah

(KPSP). Data yang dihimpun dari Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan

menyebutkan terdapat 12 koperasi, 2 kelompok

peternak dan satu perusahaan, PT Greenfield.

Sebagian besar hasil produksi susu akan

dikirimkan ke IPS (industri pengolahan susu)

yaitu PT Indolakto dan PT Nestle Indonesia,

yang selanjutnya diolah dan dikemas dalam

berbagai varian produk. Hanya sebagian kecil

yang diolah sendiri oleh beberapa KUD. Jenis

produk olahan susu ini antara lain kemal (keju

Malang), yoghurt, dan susu segar

(pasteurisasi). Saat ini fokus utama adalah

produksi susu pasteurisasi.

Upaya kerjasama dengan lembaga

pendidikan tinggi telah mulai dirintis, sebagai

contoh penelitian terhadap keju yang pernah

dilakukan dari Universitas Brawijaya,

Universitas Muhammadiyah Malang, dan

Universitas Tribuana. Sementara itu, dari

kelembagaan di daerah terdapat Balai Besar

Pelatihan Peternakan dan Balai Besar

Inseminasi Buatan yang perlu dioptimalkan

dalam pengembangan komoditas. Untuk

program pendanaan dari pemerintah, telah

terdapat beberapa jenis kredit yang dapat

disalurkan bagi peternak seperti kredit usaha

pembibitan sapi dan kredit ketahanan pangan

dan energi. Pada Gambar 4.4 ini adalah

komponen aktor inovasi daerah yang perlu

dilibatkan dalam pengembangan komoditas

sapi perah (susu sapi) sebagai unggulan

daerah.

Gambar 4.4 Aktor Inovasi Daerah Pengembangan

Komoditas Susu Sapi

Dalam pengembangan komoditas ini,

diupayakan fokus pada home industry

pengolahan alternatif susu seperti keju, susu

pasteurisasi, yoghurt, dodol susu, nata de

milkcow, karamel, tahu susu, noga, dan

kerupuk susu. Sesuai konsep SIDa yang

mengamanatkan adanya inovasi berkelanjutan,

pada pengembangan produk-produk tersebut

lebih memiliki keberlanjutan yang baik dan

menguntung peternak sehingga tidak

tergantung pada IPS.

Susu sapi memiliki beragam produk

olahan dengan manfaat masing-masing,

disertakan pada Gambar 4.5. Sebagaimana

komoditas tebu, diperlukan identifikasi rantai

nilai susu sapi untuk proses penciptaan nilai

yang berkelanjutan. Fungsi rantai nilai ini

untuk penelitian dan pengembangan, desain

produk, produksi, pemasaran dan penjualan,

distribusi, layanan pelanggan. Dengan

produksi mencapai 300.000 liter/hari, industri

susu sapi utamanya yang dikelola swadaya

oleh koperasi tentunya masih memiliki potensi

Page 13: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

13

untuk dikembangkan menjadi sebuah ikon dan

unggulan.

Gambar 4.5 Pohon Industri Susu Sapi

Yang dibutuhkan salah satunya adalah tema-

tema riset yang dapat diusulkan yang menuntut

keterlibatan lebih dari lembaga pendidikan

tinggi sehingga berbagai penelitian baik oleh

dosen atau mahasiswa lebih kontributif bagi

pembangunan daerah.

Tabel 4.2 Usulan Tema Riset

Pengembangan Komoditas Susu Sapi

No Tema Riset Bidang

Kajian

Aktivitas Utama

1. Studi Komunikasi Visual

pada Kemasan Produk

Susu Home Industry

Desain

Produk

2. Pengembangan Formulasi

Konsentrat Pakan Ternak

untuk Peningkatan

Kuantitas Susu

Teknologi

Pertanian

3. Pengaruh Customer

Relationship Management

terhadap Loyalitas

Pelanggan Produk Susu

Manajemen

4. Perancangan Website dan

Optimasi Media Online

untuk Promosi Olahan

Susu sebagai Oleh-oleh

Khas Daerah

Sistem

Informasi

5. Perancangan Model

Distribusi Susu Sapi dari

Peternak ke Industri

Manajemen

Industri

6. Studi Kelayakan

Pembangunan Kawasan

Agropolitan Sapi

Manajemen

Industri

Tabel 4.2 Usulan Tema Riset Pengembangan

Komoditas Susu Sapi (lanjutan)

No Tema Riset Bidang

Kajian

Aktivitas Pendukung

7. Rancang Bangun Alat

Pengukur Keasaman

Produk Susu Fermentasi

Elektro

8. Studi Pembiayaan Usaha

Home Industry Produk

Olahan Susu (nata de

milkcow, keju, dodol,

karamel, tahu susu,

yoghurt)

Ekonomi

9. Perancangan Sistem

Informasi Peternakan Sapi

untuk Memonitor Produksi

Susu

Sistem

Informasi

10. Produksi Antibiotik Alami

dalam Penanggulangan

Penyakit Sapi Perah

(Mastitis)

Peternakan

Sesuai konsep SIDa, pengembangan

kawasan agrowisata dan produk alternatif susu,

dapat mendorong sisi inovatif usaha rumah

tangga. Peningkatan kualitas produk tersebut

dapat dilakukan dengan riset pada aspek

produksi, rekayasa proses, pemasaran, hingga

sistem informasi.

5. Simpulan

Simpulan yang diperoleh dari penelitian

ini yaitu sistem inovasi daerah di kabupaten

Malang diarahkan pada pengembangan

agrowisata dan industri kreatif. Dari hasil

perhitungan location quotient dan hybrid

MCDM, komoditas unggulan klaster

agroindustri kabupaten Malang adalah tebu

dan susu sapi. Untuk rencana pengembangan

unggulan tebu dan susu sapi difokuskan pada

produk-produk alternatif berbasis home

industry seperti karamel, gula merah, sari tebu,

nata, dodol susu, susu segar, yoghurt, dan keju.

Pengembangan dilakukan melalui integrasi

aktor inovasi daerah terutama pemerintah dan

lembaga litbang guna mengusulkan riset-riset

inovasi teknologi.

Saran yang diberikan adalah untuk

pengukuran potensi kewilayahan sebaiknya

digunakan data dengan rentang waktu tidak

kurang lima tahun untuk menghindari fluktuasi

data dalam periode singkat. Diperlukan

penelitian lanjutan pemodelan sistem inovasi

Susu sapi

Susu

evaporasi

Mentega

Susu

pasteurisasi

Susu UHT

Krim susu Butter milk

Milk fatt Susu kental manis

Susu Skim Susu bubuk (skim)

Susu bubuk

(whole)

Fermented

milk

Yoghurt

Kefir

Ice cream

milk powder

Es krim

Tahu susu

Kerupuk susu

Whey

Konsentrat

protein whey

Laktosa

Konsentrat whey

Makanan/

farmasi

Nata de

milkcow

Page 14: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

14

daerah agar dapat menjelaskan lebih dalam

peranan masing-masing aktor inovasi.

Sedangkan rekomendasi yang diberikan adalah

tema-tema riset pengembangan komoditas tebu

dan susu sapi dapat difokuskan pada produksi

dan pemasaran untuk branding produk. Selain

itu, perlu peningkatan aspek maintenance data

dalam integrasi kelembagaan SIDa. Saat ini

masih ditemui ketidaksinkronan data antar

lembaga pemerintah.

Daftar Pustaka

Abdillah, Fellan Fatih, dkk. (2010),

"Pengembangan Sentra Agroindustri

Kerajinan Mendong Kabupaten Malang

dengan Pendekatan Pengembangan Ekonomi

Lokal", Jurnal Tata Kota dan Daerah, Vol.

2, No. 2, hal. 31-40.

Artana, K.B. (2008), “Pengambilan Keputusan

Kriteria Jamak (MCDM) untuk Pemilihan

Lokasi Floating Storage and Regasification

Unit (FRSU): Studi Kasus Supply LNG dari

Ladang Tangguh ke Bali”, Jurnal Teknik

Industri, Vol. 10, No. 2, hal. 97-111.

Anujuprana, dkk. (2006), Manajemen

Kelembagaan Pusat Pembelajaran

Masyarakat Pemberdayaan Ekonomi Lokal,

BPPT Press, Jakarta .

Australia Centre for International Agricultural

Research (2012). Membuat Rantai Nilai

Lebih Berpihak pada Kaum Miskin: Buku

Pegangan bagi Praktisi Analisis Rantai

Nilai edisi Terjemahan, Tabros, Indonesia

Badan Ketahanan Pangan Jawa Timur (2010), Basis

Data Pangan, <URL:http://

www.bkpjatim.com/sipt/index.php/basis-

data-pangan.html> diakses pada 25

Nopember 2011.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2000).

Pohon Industri Inovasi Teknologi, BPPT,

Jakarta

Badan Pusat Statistik Jawa Timur (2007-2011),

Jawa Timur dalam Angka, BPS Propinsi

Jawa Timur, Surabaya.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Malang (2007-

2011), Kabupaten Malang dalam Angka,

BPS Kabupaten Malang, Malang.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2012),

Tanaman Pangan, <URL:http://

www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3>

diakses pada 26 Nopember 2012

Balitbang Malang (2012), Workshop Pra Roadmap

Sistem Inovasi Daerah Kabupaten Malang,

<URL:http://balitbang.malangkab.go.id/new

sdetail. php?id=47> diakses pada 26

Nopember 2012.

Baykasoglu, A., dkk. "Integrating Fuzzy

DEMATEL and Fuzzy Hierarchical TOPSIS

Methods for Truck Selection". Expert

Systems with Applications (2012),

http://dx.doi.org/10.1016/j.eswa.2012.05.04

6.

Biro Kredit Bank Indonesia (2006), Kajian

Pembiayaan dalam Rangka Pengembangan

Klaster, Bank Indonesia.

Buyukozkan, G. Dan Cifci, G., (2012), “A Novel

Hybrid MCDM Approach Based on Fuzzy

DEMATEL, Fuzzy ANP, and Fuzzy

TOPSIS to Evaluate Green Suppliers”,

Expert Systems with Applications, No. 39,

hal. 3000-3012

Chen, Chen-Tung (2007), "Extensions of the

TOPSIS for Group Decision-Making under

Fuzzy Environment", Fuzzy Sets and

Systems No. 114, hal 1-9.

Chen, K dan Guan, G. (2011), "Mapping the

Functionality of China's Regional Innovation

Systems: A Structural Approach", China

Economic Review, No. 22, hal. 11-27.

Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Timur (2010),

Produksi Perikanan Laut Menurut Jenis

Ikan,

<URL:http://diskanlut.jatimprov.go.id/image

s/myPDF doc/19.pdf> diakses pada 25

Nopember 2012.

Dinas Peternakan Jawa Timur (2012), Statistik

Populasi Ternak, <URL:http://

disnak.jatimprov.go.id/web/statistik_populas

i_detail.php> diakses pada 25 Nopember

2012

He, S., Chaudhry, S. S., Lei, Z., dan Baohua, W.

(2009). "Stochastic Vendor Selection

Problem: Chance-Constrained Model and

Genetic Algorithms". Annals of Operations

Research No. 168, hal. 169–179.

Hendayana, Rahmat (2003), "Aplikasi Metode

Location Quotient (LQ) dalam Penentuan

Komoditas Unggulan Nasional", Informatika

Pertanian No. 12, hal. 1-17.

Horng, J.S. dkk. (2012), "Creativity as a Critical

Criterion for Future Restaurant Space

Design: Developing a Novel". Int. J.

Hospitality Manage,

http://dx.doi.org/10.1016/j.ijhm.

2012.06.007

Hung, Shieh-Jieh (2011), "Activity-Based

Divergent Supply Chain Planning for

Competitive Advantage in The Risky Global

Environment: A DEMATEL-ANP Fuzzy

Goal Programming Approach", Expert

Systems with Applications, No. 38, hal.

9053-9062.

Kabak dkk. (2012), "A Fuzzy Hybrid MCDM

Approach for Professional Selection",

Page 15: PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN …digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27888-2509100131-Paper.pdf · 1 PENENTUAN DAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN KLASTER AGROINDUSTRI

15

Expert Systems with Application, No. 39,

hal. 3516-3525.

Kohar, Abdul dan Suherman, Agus (2004), Analisis

Location Quotient (LQ) dalam Penentuan

Komoditas Ikan Unggulan Perikanan

Tangkap Kabupaten Cilacap

<URL:http://eprints.undip.ac.id/33679/1/LQ

Cilacap_Prosidng SemnasTangkapIPB.pdf]

diakses 19 Nopember 2012

Kompas (Jakarta). 2012. 25 Mei

Kravtsova, V dan Radosevic, S. (2012), "Are

Systems of Innovation in Europe Efficient?",

Economic Systems, No. 36, hal. 109-126.

Kumar, M., Vrat, P., dan Shankar, R. (2006), "A

Fuzzy Goal Programming Approach for

Vendor Selection Problem in A Supply

Chain”, International Journal of Production

Economics, No. 101, hal. 273–285.

Lin, R.-H. (2009), “An Integrated FANP–MOLP

for Supplier Evaluation and Order

Allocation”, Applied Mathematical

Modelling, No. 33, hal. 2730–2736

Ma'ruf, Ahmad (2009), "Anatomi Makro Ekonomi

Regional: Studi Kasus Propinsi DIY",

JEJAK Vol. 2, No. 2, hal. 114-125.

Noviandi, Nunu, dkk. (2012), Manajemen

Pengetahuan untuk Penguatan Sistem

Inovasi Daerah: Konsep dan Aplikasinya,

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Press, Jakarta.

Nugroho, Bhinukti Prapto dkk. (2012), Penguatan

Klaster Industri Agro di Kabupaten Malang,

Kementerian Riset dan Teknologi, Malang.

Partiwi, Sri Gunani (2007). Perancangan Model

Pengukuran Kinerja Komprehensif pada

Sistem Klaster Agroindustri Hasil Laut,

Disertasi Doktor, Institut Pertanian Bogor,

Bogor.

Purwanti, Evi Y. dan Atmanti, H. Dwi (2008),

"Analisis Sektor dan Produk Unggulan

Kabupaten Kendal", Media Ekonomi dan

Manajemen, Vol. 18, No. 2, hal. 165-177.

Rametsteiner,E dan Weiss,G. (2005), "Innovation

and Innovation Policy in Forestry: Linking

Innovation Process with System Model",

Forest Policy and Economics, No. 8, hal.

691-703.

Republika (Jakarta). 2012. 17 Juli

Rustiadi, E. Dan Dardak (2007), Agropolitan:

Strategi Pengembangan Pusat Pertumbuhan

pada Kawasan Pedesaan. Crestpent Press,

Bogor.

Sevkli, M., Koh, S. C. L., Zaim, S., Demirbag, M.,

& Tatoglu, E (2007), "An Application of

Data Envelopment Analytic Hierarchy

Process for Supplier Selection: A Case

Study of BEKO in Turkey”, International

Journal of Production Research No. 45, hal.

1973–2003.

Soekartawi (1993), Prinsip-prinsip Dasar

Manajemen Pemasaran Hasil Pertanian,

PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sulaeman, Atang dan Subagjo, Ignatius (2011),

Panduan Umum Prakarsa Penguatan Sistem

Inovasi Daerah, Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi Press, Jakarta.

Tarigan, Djoni (2008), Strategi Pengembangan

Agroindustri Sutera Alam melalui

Pendekatan Klaster, Disertasi Doktor,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Taufik, Tatang A (2005), Pengembangan Sistem

Inovasi Daerah: Perspektif Kebijakan,

BPPT Press, Jakarta.

Tim BPPT (2012), Naskah Akademik Buku Putih

Penguatan Sistem Inovasi Nasional, Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi Press,

Jakarta.

Vidal, L.A, dkk. (2011), "Using a Delphi Process

and the Analytic Hierarchy Process (AHP)

to Evaluate the Complexity of Projects",

Expert Systems with Applications, No. 38,

hal. 5388–5405.

Vujanovic dkk. (2012), “Evaluation of Vehicle

Fleet Maintenance Management Indicators

by Application of DEMATEL and ANP”,

Expert Systems with Applications, No. 39,

hal. 10552-10563.

Wang, Y.L. Dan Tzeng, G.H. (2012), "Brand

Marketing for Creating Brand Value Based

on A MCDM Model Combining DEMATEL

with ANP and VIKOR Methods", Expert

Systems with Applications, No. 39, hal.

5600-5615.

World Economic Forum (2012) The Indonesia

Competitiveness Report 2011 : Sustaining

The Growth Momentum, World Economic

Forum, Geneva.

Wu, D. (2009), “Supplier Selection: A Hybrid

Model Using DEA, Decision Tree and

Neural Network”, Expert Systems with

Applications, No. 36, hal. 9105–9112.

Yang, J.L. (2008), "Vendor Selection by Integrated

Fuzzy MCDM Techniques with Independent

and Interdependent Relationships",

Information Sciences, No. 178, hal. 4166–

4183.