penelitian dan penulisan skripsi perlindungan …karyailmiah.narotama.ac.id/files/penelitian dan...

24
PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN TIKET KERETA API MELALUI MEDIA ON LINE TUTUT SETIO MULAT LANGGENG FakultasHukum,UniversitasNarotamaSurabaya Pembimbing : SOEMALI, SH; M.Hum. e-mail : [email protected] Abstrak Dalam transaksi tiket kereta api melalui media on line, apabila P.T, Kereta Api wanprestasi, terdapat kepastian hukum yang menjamin terhadap hak-hak konsumen yang dirugikan. Upaya hukum yang dilakukan dapat dilakukan melalui gugatan melalui pengadilan dan/atau di luar pengadilan, yang beban pembuktian dilakukan oleh pelaku usaha (P.T. Kereta Api). Jaminan kepastian hukum dalam hal P.T. Kereta Api wanprestasi, wajib bertanggung gugat mengganti biaya yang telah dibayar oleh konsumen yang telah membeli karcis dan/atau menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan, Tanggung gugat wanprestasi P.T. Kereta Api apabila terjadi pembatalan keberangkatan perjalanan kereta api dan apabila terjadi hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun yang disepakati. Kata kunci : Perlindungan konsumen, tiket kereta api, media online . Permasalahan : Latar Belakang dan Rumusannya P.T. Kereta Api Indonesia (persero), sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan jasa penumpang dan barang. PT. Kereta Api Indonesia dari tahun ke tahun selalu berusaha memberi pelayanan yang prima, selalu berusaha memberi inovasi baik dari dari segi operasional, prasarana, ,keamanan maupun pelayanan, khususnya di bidang pelayanan sebagai perusahaan yang mengelola bidang angkutan perkeretaapian di Indonesia. P.T. Kereta Api Indonesia (Persero) telah banyak mengoperasikan kereta penumpangnya, baik kereta api utama (komersil dan non komersil), maupun kereta api lokal di Jawa dan Sumatera, yang terdiri dari : kereta api eksekutif, kereta api ekonomi ac, kereta api bisnis, kereta api ekonomi, kereta api lokal dan kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan belas) kereta api yang akan mengantarkan penumpang ke beberapa tempat tujuan yaitu : Kelas eksekutif Argo Wilis, dari dan tujuan Bandung via Jombang-Madiun- Solo-Yogyakarta-Tasikmalaya, Bima, tujuan Jakarta via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta- Purwokerto-Cirebon dan tujuan Malang, Turangga, dari dan tujuan Bandung via Jombang- Madiun-Solo-Yogyakarta- TasikmalayaBangunkarta, dari dan tujuan Jakarta via Jombang-Madiun-Solo-Semarang-Cirebon. Kelas campuran : Sancaka, dari dan tujuan Yogyakarta via Jombang-Madiun-Solo (eksekutif- ekonomi AC plus), Mutiara Timur, dari dan tujuan Banyuwangi (eksekutif-bisnis; khusus untuk jadwal malam bisa bersambung dari dan ke Denpasar, Bali, menggunakan armada bus kerjasama antara Damri-PT KAI), Ranggajati, tujuan Cirebon via Jombang-Madiun-Solo- Yogyakarta-Purwokerto dan tujuan Jember (eksekutif-bisnis). Kelas bisnis : Mutiara Selatan, tujuan Bandung via Jombang-Madiun-Solo- Yogyakarta-Tasikmalaya dan tujuan Malang. Kelas ekonomi AC plus Jayabaya, tujuan Jakarta via Surabaya Pasarturi-Semarang-Cirebon dan tujuan Malang. Kelas ekonomi AC ; Gaya Baru Malam, dari dan tujuan Jakarta via Jombang- Madiun-Solo-Yogyakarta-Purwokerto Pasundan, dari dan tujuan Bandung via Madiun-Yogyakarta- Tasikmalaya Logawa, tujuan Purwokerto via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta dan tujuan Jember, Sri Tanjung, tujuan Yogyakarta via Jombang-Madiun-Solo dan tujuan Banyuwangi, Probowangi, tujuan Surabaya Kota dan tujuan Banyuwangi, Dhoho, tujuan Surabaya Kota dan tujuan Kertosono via Jombang bersambung

Upload: phungdan

Post on 24-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN

TIKET KERETA API MELALUI MEDIA ON LINE

TUTUT SETIO MULAT LANGGENG FakultasHukum,UniversitasNarotamaSurabaya

Pembimbing : SOEMALI, SH; M.Hum.

e-mail : [email protected]

Abstrak

Dalam transaksi tiket kereta api melalui media on line, apabila P.T, Kereta Api

wanprestasi, terdapat kepastian hukum yang menjamin terhadap hak-hak konsumen yang

dirugikan. Upaya hukum yang dilakukan dapat dilakukan melalui gugatan melalui pengadilan

dan/atau di luar pengadilan, yang beban pembuktian dilakukan oleh pelaku usaha (P.T. Kereta

Api). Jaminan kepastian hukum dalam hal P.T. Kereta Api wanprestasi, wajib bertanggung

gugat mengganti biaya yang telah dibayar oleh konsumen yang telah membeli karcis dan/atau

menyediakan angkutan dengan kereta api lain atau moda transportasi lain sampai stasiun tujuan,

Tanggung gugat wanprestasi P.T. Kereta Api apabila terjadi pembatalan keberangkatan

perjalanan kereta api dan apabila terjadi hambatan atau gangguan yang mengakibatkan kereta

api tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai stasiun yang disepakati.

Kata kunci : Perlindungan konsumen, tiket kereta api, media online .

Permasalahan : Latar Belakang dan

Rumusannya

P.T. Kereta Api Indonesia (persero),

sebuah perusahaan yang bergerak di bidang

pelayanan jasa penumpang dan barang. PT.

Kereta Api Indonesia dari tahun ke tahun

selalu berusaha memberi pelayanan yang

prima, selalu berusaha memberi inovasi

baik dari dari segi operasional, prasarana,

,keamanan maupun pelayanan, khususnya di

bidang pelayanan sebagai perusahaan yang

mengelola bidang angkutan perkeretaapian

di Indonesia. P.T. Kereta Api Indonesia

(Persero) telah banyak mengoperasikan

kereta penumpangnya, baik kereta api

utama (komersil dan non komersil), maupun

kereta api lokal di Jawa dan Sumatera,

yang terdiri dari : kereta api eksekutif,

kereta api ekonomi ac, kereta api bisnis,

kereta api ekonomi, kereta api lokal dan

kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan belas) kereta api yang akan mengantarkan penumpang ke beberapa tempat tujuan yaitu : Kelas eksekutif Argo Wilis, dari dan tujuan Bandung via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta-Tasikmalaya, Bima, tujuan Jakarta via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta-Purwokerto-Cirebon dan tujuan Malang,

Turangga, dari dan tujuan Bandung via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta-TasikmalayaBangunkarta, dari dan tujuan Jakarta via Jombang-Madiun-Solo-Semarang-Cirebon. Kelas campuran : Sancaka, dari dan tujuan Yogyakarta via Jombang-Madiun-Solo (eksekutif-ekonomi AC plus), Mutiara Timur, dari dan tujuan Banyuwangi (eksekutif-bisnis; khusus untuk jadwal malam bisa bersambung dari dan ke Denpasar, Bali, menggunakan armada bus kerjasama antara Damri-PT KAI), Ranggajati, tujuan Cirebon via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta-Purwokerto dan tujuan Jember (eksekutif-bisnis). Kelas bisnis : Mutiara Selatan, tujuan Bandung via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta-Tasikmalaya dan tujuan Malang. Kelas ekonomi AC plus Jayabaya, tujuan Jakarta via Surabaya Pasarturi-Semarang-Cirebon dan tujuan Malang. Kelas ekonomi AC ; Gaya Baru Malam, dari dan tujuan Jakarta via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta-Purwokerto Pasundan, dari dan tujuan Bandung via Madiun-Yogyakarta-Tasikmalaya Logawa, tujuan Purwokerto via Jombang-Madiun-Solo-Yogyakarta dan tujuan Jember, Sri Tanjung, tujuan Yogyakarta via Jombang-Madiun-Solo dan tujuan Banyuwangi, Probowangi, tujuan Surabaya Kota dan tujuan Banyuwangi, Dhoho, tujuan Surabaya Kota dan tujuan Kertosono via Jombang bersambung

Page 2: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

Blitar via Kediri, Penataran, tujuan Surabaya Kota dan tujuan Blitar via Malang, Tumapel, tujuan Surabaya Kota dan tujuan Malang (lebih sering disebut sebagai KA Penataran juga), KRD Bojonegoro/Lokal Babat, tujuan Surabaya Pasarturi-Bojonegoro via Lamongan-Babat dan tujuan Sidoarjo, KRD Kertosono, tujuan Surabaya Kota dan tujuan Kertosono via Jombang, Komuter ekonomi Delta Ekspres (Komuter Surabaya-Sidoarjo/SuSi), tujuan Surabaya Kota dan tujuan Porong.

Kereta yang akan mengantar

penumpang ke berbagai tujuan dengan

berbagai harga tiket yang sangat variatif

menurut jenis kereta apinya, jenis hari

keberang-katannya dan jenis tempat duduk atau fasilitasnya. Di sini, bisa dilihat dari

harga tiket yang tertera. Dengan inovasi

baru sekarang ini, P.T.Kereta Api

memberikan kemudahan bagi pengguna

jasa, tiket bisa diperoleh 90 (sembilan

puluh) hari sebelum kebarangkatan dan

dapat juga di pesan atau dibeli di mana pun

kita berada dengan mudahnya tanpa harus

datang ke stasiun, tiket bisa kita peroleh

lewat agen agen yang memang sudah

bekerja sama dengan PT. Kereta Api

Indonesia (Persero). Dengan Inovasi yang

dilakukan PT. KAI (Persero) tidak banyak

menimbulkan kontroversial, banyak sekali

pihak-pihak yang dengan sengaja mencari

keuntungan dengan kemajuan teknologi

sekarang ini tanpa memikirkan pihak

konsumen yang sangat-sangat dirugikan,

pembelian tiket melalui media online

memang sangat mudah tetapi harus berhati-

hati. Di sisi lain, kondisi tersebut

menimbulkan fenomena bahwa konsumen

menjadi obyek akti-fitas bisnis untuk

meraup keuntungan yang sebesar–besarnya

oleh pelaku usaha melalui kiat promsi, cara

penjualan, serta penerapan perjanjian baku

yang merugikan konsumen. Hal ini

menyebabkan kedudukan antara pelaku

usaha dengan konsumen tidak seimbang.

Konsumen berada pada posisi atau

kedudukan yang lemah dalam memperoleh

hak-haknya masih rendah, akibat rendahnya

pendidikan konsumen di bidang teknologi

informatika akan menjadi makanan empuk

para pembisnis online.

Berdasarkan latar belakang uraian

tersebut di atas, maka dapat dirumuskan

beberapa pokok permasalahan sebagai

berikut:

1. Apa prinsip-prinsip perjanjian dalam

transaksi tiket kereta api melalui media

Online ?

2. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan

konsumen akibat P.T. Kereta Api

Indonesia wanprestasi ?

Penjelasan Judul

Judul penelitian dan penulisan skrisip

ini tentang “Perlindungan Konsumen Da-

lam Transaksi Tiket Kereta Api Melalui

Media Online”. Guna memahami dan

membatasi terhadap judul yang diteliti, maka

perlu adanya penjelasan terhadap judul yang

dimaksud seperti dipaparkan di bawah ini.

Perlindungan berasal dari kata lindung,

dalam bahasa Belanda “beschut” atau”

beschermd”. Perlindungan adalah cara,

proses atau perbuatan melindungi”.1 Per-

lindungan dalam bahasa Belanda adalah

“beschermelingschap” atau “schuilhaventje”,

“hal ini terjadi bilamana seseorang dilindungi

oleh suatu negara, dan merupakan asas

perlindungan, di mana asas ini berlaku bagi

semua kejadian yang merugikan kepen-

tingan hukum seseorang”. 2

Konsumen secara harfiah adalah

“pemakai barang-barang hasil produksi”.3

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dinyatakan : “Konsumen adalah

setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”. Yang dimaksud konsumen

dalam undang-undang tersebut adalah

konsumen akhir. Perlin- dungan konsumen

menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1999 adalah “segala upaya

1 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indone-sia,

Balai Pustaka, Jakarta, 1995, hlm 522

2 N.E. Algra et. al., Kamus Istilah Hukum,

Fockema Andrea, Belanda-Indonesia, Bina Cipta,

Jakarta, 1983, hlm. 48

3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Loc. Cit.

Page 3: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

yang menjamin adanya kepastian hukum

untuk memberi perlindungan kepada

konsumen”.

Alasan Pemilihan Judul

Perkembangan teknologi informasi

dan komunikasi digunakan sebagai sarana

perdagangan (electronic comers).

Perdagangan melalui sistem elektronik

tumbuh sangat cepat, misalnya perdagangan

barang dan jasa, perdagangan obat-obat

herbal, perdagangan elektronika,

perdagangan automotive dan lainnya.

Hampir setiap perda-gangan barang

dan/atau jasa sekarang ini melalui dunia

maya atau menggu-nakan elektronika,

termasuk dalam transaksi pembelian tiket

kereta api.

Pembelian tiket kereta api sekarang

ini dapat dilakukan secara on line, dengan

menggunakan media on line melalui

internet atau transaksi elektronika.

Pembelian tiket kereta api melalaui media

on line diharapkan membantu memudahkan

konsu-men dalam mendapatkan atau

membeli tiket kereta api sesuai jurusan yang

ditempuhnya. Pembelian tiket kereta apai

tidak harus datang pada stasiun untuk

membeli tiket/ karcis kereta api, tetapi

sekarang dapat membeli tiket melalui media

on line melalui biro jasa media on line yang

ditunjuk atau telah bekerja sama dengan

P.T. Kereta Api Indonesia (Persero).

Dalam kenyataan, kegiatan pembelian

tiket/karcis kereta api tidaklah mudah

seperti yang dibayangkan. Kerugian dapat

terjadi baik pada pelaku transaksi maupun

orang lain yang tidak pernah melakukan

transaksi. Di sisi lain, pembuktian meru-

pakan faktor yang sangat penting,

mengingat informasi elektronik bukan saja

belum terakomodasi dalam sistem hukum

acara Indonesia secara komprehensif,

melainkan juga ternyata sangat rentan untuk

diubah, dipalsukan dan dikirim kepada

siapapun. Dampak yang diakibatkan bisa

demikian komplek dan rumit. Namun,

kenyataan tran- saksi melalui media

elektronik berkembang terus dan tidak bisa

dibendung, meskipun bersifat virtual dapat

dikatagorikan sebagai tindakan atau

perbuatan hukum yang nyata. Transaksi

inipun dikembangkan oleh P.T. Kereta Api

Indonesia (Persero) dalam perdagangan atau

pembelian tiket melalui media on line.

Dalam pelaksanaan jual beli tiket

kereta api melalui media online terdiri dari

empat proses, yaitu, penawaran, penerimaan,

pembayaran, dan pengiriman. Pasal 1320

KUH Perdata menyebutkan bahwa syarat

sahnya suatu perjanjian yaitu kesepakatan

para pihak, kecakapan untuk membuat

perjanjian, suatu hal tertentu dan suatu sebab

yang halal dapat diterapkan untuk

menentukan keabsahan perjanjian jual beli

tiket kereta api melalui melalui media on

line. Tetapi dalam praktek pembelian tiket

kereta api melalui media on line syarat

tersebut tidak dipenuhi secara utuh, pihak

media online sering kali ingkar janji atau

tidak menyepakati perjanjian yang telah

dibuat, setelah melakukan pembayaran

harusnya konsumen mendapatkan code

booking, tetapi pada kenyataannya pihak

media on line melakukan pembatalan

pembelian secara sepihak tanpa

sepengetahuan konsemen, di sini konsumen

terdiri dari banyak orang yang berbeda latar

belakang usia, pendidikan, pengetahuan dan

pengalaman, ada beberapa konsumen yang

memang tidak jeli setelah melakukan

pembayaran tetapi alangkah baiknya jika kita

melakukan pekerjaan yang halal tanpa harus

merugikan banyak pihak, tidak

mengecewakan konsumen, dan juga

membuat citra buruk untuk P.T. Kereta Api.

Di sini PT. Kereta Api berharap hendaknya

para pelaku bisnis benar-benar

memperhatikan aturan main yang berlaku,

bekerja secara propesional memperhatikan

benar-benar isi dari Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dan Undang-Undang Nomor 11

tahun 2008 tentang informasi dan transaksi

elektronik, sehingga berlakunya Undang-

undang tersebut dapat berfungsi dengan baik.

PT. Kereta Api juga berharap media on line

yang berlaku curang bisa di telusuri dengan

cepat keberadaannya dan menidak tegas

menghukum pihak-pihak yang berlaku

curang, sehingga memberi efek jera pada

pelakunya sesuai dengan peraturan

Page 4: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

perundang-undangan untuk mewujudkan

keseimbangan perlin-dungan kepentingan

konsumen dan pelaku usaha sehingga

tercipta system perekono-mian yang sehat.

Dalam kenyataan praktik di

lapangan, dari pengalaman pribadi sewaktu

berdinas di Stasiun Surabaya Gubeng dan

bertemu dengan lima orang penumpang

yang kala itu akan berangkat menggunakan

Kereta Api Jaya Baya tujuan Pasar Senin,

Lima calon penumpang yang sudah tua

tersebut membawa bukti transaksi

pembelian tiket melalui media on-line yang

akan di cetak (Chek in Mandiri) di tukar

menjadi tiket, tapi pada kenyataannya tiket

tersebut tidak dapat di cetak karna tidak ada

code bookingnya dan sudah dibatalkan oleh

petugas media online,dari sini jelas terjadi

kecurangan yang dilakukan pihak media on

line. Konsumen tentunya hak-haknya di-

rugikan, karena adanya kecurangan petugas

media on line.

Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami dan menganalisis

prinsip-prinsip perjanjian dalam

transaksi tiket kereta api melalui

media online, baik yang menyangkut

mengenai prinsip-prinsip perjanjian

dalam kontrak elektronika yang

dibuat melalui sistem elektronika,

dan prinsip-prinsip transaksi tiket

kereta api melalui media online.

2. Untuk memahami dan menganalisis

terhadap upaya hukum yang dapat

dila-kukan konsumen akibat P.T.

Kereta Api Indonesia wanprestasi,

baik menyangkut perlindungan

konsumen dalam transaksi tiket

kereta api melalui

online dan tanggut gugat P.T. Kereta

Api akibat wanprestasi dalam

transaksi tiket kereta api melalui

media online.

Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis ;

Diharapkan dari tulisan ini dapat

dijadikan sebagai sumber

masukkan bagi para calon

pengusaha baru mediaon line

agar memperhatikan etikaagar

tidak merugikan konsumen

sepertiyang tertuang pada

Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen

dan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik.

2. Secara Praktis ;

Diharapkan bagi masyarakat agar

mampu memanfaatkan kegunaan

internet denganmaksimal untuk

hal yang lebih penting, dalam hal

ini melakukan transaksi

pembelian tiket on line dengan

sangat berhati-hati, memilih

media on line yang benar-benar

bisa dipercaya, ataupun agen-

agen resmi yang memang bekerja

samadengan PT. Kereta Api

Indonesia(Persero).

Metode Penelitian

Pendekatan Masalah

Penelitian ini tergolong penelitian

hukum normatif. Penelitian hukum normatif

merupakan “penelitian hukum doktriner, juga

disebut penelitian perpustakaan atau studi

dokumen”.4 Pendekatan masalah yang

digunakan adalah pendekatan yuridis

normative (statute approach) , karena

“penelitian ini dilakukan atau ditujukan

hanya pada peraturan- peraturan yang

tertulis”.5 Di sisi lain, penelitian ini

menggunakan pendekatan konseptual

(conceptual approach), karena menggunakan

bahan-bahan hukum lain selain peraturan

perundang-undangan.

Sumber Bahan Hukum

Penelitian ini merupakan penelitian

kepustakaan atau studi dokumen disebab-

kan penelitian ini lebih banyak dilakukan

terhadap data yang bersifat sekunder yang

ada di perpustakaan. Data sekunder dari

perpustakaan berupa bahan hukum primer,

4 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum

Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 13

5 Ibid., hlm 13

Page 5: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

bahan hukum sekunder dan bahan hukum

tersier. Bahan hukum primer berupa

Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian dimuat dalam Lembaran

Negara Repu- blik Indonesia Tahun 2007

Nomor 65 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4722; Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronika dimuat

dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 58 dan

Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4843; Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen dimuat dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42

dan Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3821.

Bahan hukum sekunder berupa

literature, karya-karya ilmiah, pendapat ahli

baik yang berasal dari media cetak maupun

media elektronik. Di sisi lain, juga meng-

gunakan bahan hukum tersier berupa kamus

hukum dan kamus bahasa.

Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan

Bahan Hukum

Bahan hukum berasal dari studi

kepustakaan dikumpulkan dengan cara pen-

catatan, foto kopi, pengadaan literature dan

unduhan melalui internet. Bahan dari hasil

studi perpustakaan diinvetarisasi.

diklarifikasi dan dipilah-pilahkan setelah

dila-kukan editing sesuai dengan rumusan

masalah yang ada dan sesuai dengan bab

dan sub bab yang ada.

Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum yang telah

dikumpulkan dan dkelola sesuai rumusan

masa- lah, kemudian dilakukan analisis

secara kualitatif dan dideskripsikan dengan

meng- gunakan pola pikir yang runtun dan

runtut. Hasil dari analisa terbut guna

memperoleh jawaban terhadap rumusan

masalah yang ada dalam penelitian hukum

berupa skripsi ini.

Pertanggungjawaban Sistematika

Sistematika merupakan perangkat

unsure yang secara teratur saling berkaitan,

sehingga membentuk suatu totalitas. Dalam

sistematika hasil penelitian hukum ini

diklasifikasikan atau digelongkan terdiri dari

bab II dan bab III merupakan bab isi hasil

dari pembahasan penelitian ini. Bab IV

merupakan bab hasil kesimpulan dari inti sari

bab isi yang terdapat dalam bab II dan bab

III.

Bab I merupakan pendahuluan yang

memaparkan mengenai situasi-situasi yang

latar belakang permasalah yang hasilnya

berupa rumusan masalah. Dalam bab ini juga

dipaparkan mengenai penjelasan judul,

alasan pemilihan judul, tujuan dan manfaat

penelitian dan metode penelitian. Dalam

metode penelitian akan dipaparkan mengenai

pendekatan masalah, sumber bahan hukum,

prosedur pengumpulan dan pengelolaan

bahan hukum dan analisis bahan hukum. Bab

ini diakhiri dengan paparan mengenai

pertanggungjawaban sistematika yang

memaparkan mengenai pertang-

gungjawaban dalam meletakan tata urutan

atau sitematika penulisan hasil penelitian

hukum berupa skripsi ini.

Bab II memaparkan mengenai

prinsip-prinsip perjanjian jual beli tiket

kereta api melalui media on lin, baik yang

menyangkut mengenai prinsip-prinsip

perjanjian dalam kontrak elektronika yang

dibuat melalui sistem elektronika, dan

prinsip-prinsip transaksi tiket kereta api

melalui media online. Hasil dari paparan ini

merupakan jawaban terhadap rumusan

masalahan yang terdapat dalam rumusan

masalah pertama penelitian ini.

Bab III memaparkan mengenai upaya

hukum yang dapat dila-kukan konsumen

akibat P.T. Kereta Api Indonesia

wanprestasi, baik menyangkut perlindungan

konsumen dalam transaksi tiket kereta api

melalui online dan tanggut gugat P.T. Kereta

Api akibat wanprestasi dalam transaksi tiket

kereta api melalui media online. Hasil dari

paparan ini merupakan jawaban terhadap

rumusan masalah yang terdapat dalam

rumusan kedua penelitian ini.

Page 6: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

Bab IV memaparkan mengenai

penutup berisi kesimpulan dan saran.

Kesimpulan pertama berasal dari inti sari

hasil pembahasan rumusan masalah

pertama, dan kesimpulan kedua berasal

dari inti sari hasil pembahasan rumusan

masalah kedua dalam penelitian ini. Hasil

kesimpulan pertama kemudian diberikan

rekomendasi berupa saran pertama, dan

hasil kesimpulan kedua kemudian diberikan

rekomendasi berupa saran kedua, yang

semuanya merupakan satu kesatuan dalam

penelitian dan penulisan hukum berupa

skripsi ini.

PRINSIP-PRINSIP

PERJANJIANDALAM TRANSAKSI

TIKET KERETA API MELALUI

MEDIA ON LINE

Prinsip-prinsip Perjanjian Dalam

Kontrak Elektronika

Perjanjian merupakan “suatu

hubungan hukum kekayaan/harta benda

antara dua orang atau lebih yang memberi

kekuatan hak pada satu pihak untuk

memperoleh prestasi dan sekaligus pada

pihak lain untuk menunaikan prestasi”.6

Dari pengertian ini, unsure-unsur perjanjian

adalah hubungan hukum, yang menyangkut

hukum harta kekayaan, antara dua orang

atau lebih, yang memberi hak pada satu

pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang

suatu prestasi. Dengan demikian, dalam

perjanjian, merupakan perbuatan hukum

yang menimbulkan hubungan hukum

terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak

lain untuk memperoleh prestasi, sedangkan

pihak yang lainnya menyediakan diri

dibebani dengan kewajiban untuk

menunaikan prestasi. Jadi, satu pihak

memperoleh hak dan pihak lainnya

memikul kewajiban menyerahkan atau

memenuhi prestasi.

Perjanjian diatur dalam Buku III

KUH Perdata , berjudul “Perihal Perikatan”.

Buku III tersebut, menganut prinsip

“kebebasan” dalam hal membuat perjanjian.

Prinsip ini dapat disimpulkan dari Pasal

6 M. Yahya Harahap, Segi-segi HUkum

Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 6

1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan

“semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya”. Dari pasal tersebut,

dapat dimaknai bahwa tiap perjanjian yang

dibuat mengikat bagi ke dua belah pihak.

Begitu juga dari ketentuan pasal tersebut

dapat disimpulkan bahwa orang leluasa untuk

membuat perjanjian apa saja, asal tidak

melanggar undang-undang, ketertiban umum,

kesusilaan dan kepatutan. Prinsip-prinsip

kebebasan, kekuatan mengikat, kesepakatan

para pihak, keseimbangan, terdapat dalam

pelaksanaan perjanjian.

Sistem pengolahan data secara

elektronik (electronic data processing

systems) berkembang sejak tahun 1996, yang

diatur dalam UNCITRAL Model Law On

Electronic Commerce. Dari perkembangan

ini, dapatlah terlihat bahwa pengolahan data

yang semula hanya dilakukan dengan tangan,

dengan cara menulis, dan yang disajikan

dalam bentuk tulisan tangan, dalam

perkembangannya terakhir dapat diperoleh

secara systems, yaitu, dalam terminal

computer, baik dalam bentuk print out atau

visual display dan voice output. Semakin

berkembangnya computer, maka dicari

definisi mengenai computer dan electronic

data processing systems.

J.M. van Oorschof memberikan

pengertian “computer adalah sekelompok

mesin yang dalam suatu kerja sama dan

koordinasi ada di bawah control program

yang dimasukkan ke dalam memorinya”.7Di

sisi lain, Richard W. Lort memberikan

definisi “computer sebagai peralatan

elektronik, yang dapat menerima data,

melakukan jenis perhitungan dan keputusan

di dalamnya, dan menghasilkan jawaban.

Semua fungsi ini dilakukan di bawah control

suatu program yang dimasukkan”.8

Komputer sebagai elektronik, dalam

perkembangannya begitu pesat, digunakan

sebagai sarana kontrak elektronik, karena

adanya manfaat kontrak dagang elektronik

7 Heru Supraptomo, Hukum dan Komputer,

Alumni, Bandung, 1996, hlm. 24.

8 Ibid.,

Page 7: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

(e-commerce). Dengan kontrak dagang

elektronik tersebut, “diharapkan dapat

menekan biaya barang dan/atau jasa, juga

meningkatkan kepuasan konsumen

sepanjang yang menyangkut kecepatan

untuk segera mendapatkan barang dan/atau

jasa yang dibutuhkan dengan kualitas yang

terbaik sesuai harganya”.9

Komponen dari kontrak dagang

elektronika tersebut, menurut Mariam

Dairus Badrulzaman, yaitu a. ada kontrak

dagang; b. kontrak itu dilaksanakan dengan

media elektronik (digital); c. kehadiran fisik

dan para pihak tidak diperlukan; d. kontrak

itu terjadi dalam jaringan publik; e.

sistemnya terbuka, yaitu, dengan internet

atau www; dan f. kontrak itu terlepas dari

batas yurisdiksi nasional”.10 Kontrak

dagang elektronik, dalam perkembangannya

dikenal dengan e-contract (electronic

contrak), atau kontrak elektronik, atau

kontrak online.

Menurut Mariam Darus

Badrulzaman, secara umum telah dapat

diterima yang dimaksud dengan “kontrak

adalah perjanjian tertulis. Bentuk suatu

perjanjian adalah bebas (vormvrij) dapat

lisan atau tertulis. Dengan asas (prinsip)

yang bebas ini, maka dapat diterima oleh

hukum perjanjian kita, bentuk elektronik,

internet, e-mail, fax, dan lain-lain”.11

Kontrak dagang elektronika terletak dalam

bidang hukum perdata. Kontrak dagang

elektronika sebagai subsistem dari hukum

perjanjian, menurut Mariam Darus

Badrulzaman, maka “kontrak dagang

elektronika memiliki asas-asas (prinsip-

prinsip) yang sama dengan hukum

perjanjian …”.12

Kontrak elektronika merupakan

perhubungan hukum, di mana para pihak

yang melakukan hubungan dijamin oleh

9 Mariam Darus Badrulzaman, Kontrak

Dagang Elektronika, Tinjauan Dari Aspek Hukum

Perdata, dalam Kompilasi Hukum Perikatan, Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 269

10 Ibid., hlm. 264.

11 Ibid.,

12 Ibid., hlm. 262

hukum atau undang-undang. Hubungan

hukum ialah hubungan yang terhadapnya,

hukum menekankan hak pada satu pihak dan

menekankan kewajiban pada pihak lainnya.

Apabila satu pihak tidak mengindahkan

ataupun melanggar hubungan tadi, lalu

hukum memaksakan supaya hubungan

tersebut dipenuhi ataupun dipulihkan

kembali. Apabila salah satu pihak tidak

memenuhi kewajibannya, maka hukum

memaksakan agar kewajiban tadi dipenuhi.

Perhubungan hukum para pihak melahirkan

suatu perikatan.

Menurut R. Subekti yang dinamakan

perikatan adalah “suatu perhubungan hukum

antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan

mana pihak yang satu berhak menuntut

sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak

yang lain berkewajiban untuk memenuhi

tuntutan itu”.13 Dengan demikian, terdapat 3

(tiga) istilah, yaitu, kontrak, perjanjian dan

perikatan. Perikatan atau kontrak adalah

“istilah untuk hubungan hukum antara para

pihak, sedangkan perjanjian adalah istilah

untuk peristiwa hukum yang melahirkan

kontrak tersebut”.14

Perikatan dapat terjadi karena

perjanjian dan arena undang-undang. Ajaran

umum tentang perikatan yang bersumber

pada persetujuan diatur dalam Pasal 1313

KUH Perdata dan seterusnya, sedangkan

perikatan yang bersumberkan pada undang-

undang diatur dalam Pasal 1352 KUH

Perdata dan seterusnya. Pembagian tersebut

belumlah selesai, karena perikatan yang

bersumber pada undang-undang dibedakan

lagi dalam perikatan bersumber dari undang-

undang saja dan bersumber dari undang-

undang karena perbuatan manusia.

Selanjutnya, perikatan yang bersumber dari

undang-undang, karena perbuatan manusia

itu masih dibagi lagi dalam perbuatan yang

rechmatig dan perbuatan yang onrechtmatig

sebagaimana diatur dalam Pasal 1353 KUH

13 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa,

Jakarta, 2001, hlm. 1

20 R. Subekti,Op,Op-cit hlm3

14 E dmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 215

Page 8: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

Perdata. Diephuis, Asser dan Suyling

mengatakan bahwa:

“pada hakekatnya tidak ada perbedaan

antara perikatan yang bersumber pada

persetujuan dengan perikatan yang

bersumber pada undang-undang, sebab

semua perikatan, meskipun bersumber

pada persetujuan pada hakekatnya baru

mempunyai kekuatan sebagai perikatan

karena diakui oleh undang-undang dan

karena mendapat sanctionering dari

undang-undang”.

Kontrak dalam bahasa Belanda

“contract”, berarti perejanjian; dalam kata

sehari-hari yang bukan arti menurut hukum

hukum juga aktanya sendiri”.15 Perjanjian

berasal dari kata janji, dalam istilah

Belanda, yaitu, “belofte, overeenskomst,

afspraak”:, dan dari kata tersebut, istilah

yang paling sering digunakan adalah

“overenskomst”. Arti dari “overeenskomst”,

adalah persetujuan, persetujuan kehen-dak

antara dua pihak atau lebih (KUH Perdata,

Pasal 1313). Biasanya digunakan untuk

menunjukkan apa yang dinamakan

obligatoire of verbintenis-scheppende

overeenskomst, yaitu, persetujuan yang

bertujuan menimbulkan atau mengubah

perikatan (verbintenis)”.16 Perikatan berasal

dari bahasa Belanda “verbintenis”, berarti

perikatan, menurut hukum, khusus

kewajiban dalam bidang harta kekayaan dan

kekeluargaan terhadap seseorang atau lebih,

di mana pihak mereka berhak menuntut

pemenuhannya”.17

Kontrak elektronik merupakan

perjanjian, yang melahirkan perikatan,

karena perikatan dapat lahir karena

perjanjian dan berdasarkan undang-undang.

Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 1233 KUH Perdata bahwa “Tiap-tiap

perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena undang-undang”.

Dalam istilah per- setujuan, dalam banyak

literasi yang menggunakan istilah

15 N.E.Algra, Kamus Istilah Hukum, Fockema

Andreae, Belanda-Indonesia, Bina Cipta, Jakarta,

1983, hlm. 81.

16 Ibid., hlm. 378

17 Ibid., hlm. 609

perjanjian. Perjanjian me- nurut R. Subekti

adalah “suatu peristiwa di mana seseorang

berjanji kepada seorang lain atau di mana dua

orang itu saling berjanji untu melaksanakan

sesuatu hal”.18 Dari peristiwa itu, menurut R.

Subekti, “timbullah suatu hubungan antara

dua orang tersebut yang dinamakan

perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu

perikatan antara dua orang yang

membuatnya”.19 Kontrak elektronik adalah

suatu perjanjian, dalam bentuknya, perjanjian

itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan

yang ditulis.

Kontrak elektronik merupakan

perjanjian, yang menerbitkan perikatan.

Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan,

karena dua pihak itu setuju untuk melakukan

sesuatu. Dapat dikatakan bahwa “dua

perikatan (perjanjian dan persetujuan) itu

adalah sama artinya. Perkataan kontrak

adalah lebih sempit karena ditujukan kepada

perjanjian atau persetujuan yang tertulis”.20

Dalam Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih”. Perjanjian yang di- maksud

dalam pasal tersebut merupakan obligatoir

atau perjanjian timbal balik di mana satu

pihak harus melakukan kewajiban dan pihak

lain memperoleh hak. Selain itu, pada

praktiknya masyarakat akan mengatakan

bahwa suatu perjanjian harus tertulis dan

bertanda tangan di atas materai atau kertas

segel serta harus asli.

Perjanjian akan menimbulkan suatu

perikatan yang dalam kehidupan sehari-hari

diwujudkan dalam janji atau kesanggupan

yang diucapkan atau ditulis. Hubungan

hukum yang lahir dalam perjanjian bukanlah

hubungan hukum yang lahir dengan

sendirinya, tetapi hubungan itu tercipta

karena adanya tindakan hukum yang

dilakukan oleh pihak-pihak yang

berkeinginan untuk menimbulkan hubungan

hukum tersebut. Menurut Wirjono

Prodjodikoro, menyatakan bahwa “hukum

18 Ibid.,

19 Ibid.,

20 Ibid.,

Page 9: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

B.W., tetap memandang suatu perjanjian

sebagai perhubungan hukum, di mana

seorang tertentu, berdasar suatu janji,

berwajib untuk melakukan sesuatu hal, dan

orang lain tertentu berhak menuntut

pelaksanaan kewajiban itu”.21

Kontrak elektronik adalah perjanjian,

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

angka 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronika bahwa “kontrak elektronika

adalah perjanjian para pihak yang dibuat

melalui sistem elektronika”. Sistem

elektronika dalam Pasal 1 angka 5

dinyatakan bahwa “sistem elektronika

adalah serangkaian perangkat dan prosedur

elektronika yang berfungsi menyiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisa,

menyimpan, menampilkan, mengumumkan,

mengirimkan dan/atau menyebarkan

informasi elektronika”. Kontrak elektronik

merupakan perbuatan hukum yang

dilakukan dengan menggunakan computer,

jaringan computer, dan/atau media

elektronik lainnya. Kontrak elektronik

dilakukan dengan menggunan sistem

elektronika, berupa informasi elektronika.

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 dinyatakan bahwa :

“Informasi elektronika adalah satu atau

sekumpulan data elektronik, termasuk

tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,

gambar, peta, rancangan, foto,

electronic data interchange (EDI), surat

eletronik (electronic mail), telegram,

teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,

tanda, angka, kode akses, simbol atau

perforasi yang telah diolah yang

memiliki arti atau dapat dipahami oleh

orang yang mampu memahaminya”.

Kontrak elektronik adalah perjanjian,

secara umum tunduk pada Buku III tentang

Perikatan. Perjanjian merupakan salah satu

penyebab lahirnya perikatan, di samping

undang-undang. Dalam perjanjian terdapat

sistem terbuka, karena mengandung prinsip

kebebasan berkontrak (freedom of contract).

Sistem terbuka dan prinsip kebebasan

21 Wirjono Prodjodikoro, Azas-azas Hukum

Perjanjian, Sumur, Bandung, 1981, hlm. 12

berkontrak tersebut mengandung suatu asas

kebebasan dalam membuat perjanjian. Dalam

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata dinyatakan

bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya”. Di dalam istilah

kata semua, terkandung suatu prinsip yang

dikenal dengan partij autonomie. Partij

autonomie merupakan wewenang para pihak

untuk mengatur kepentingannya sebagai yang

dikehendaki. Wewenang para pihak untuk

mengatur kepentingannya sebagai yang

dikehendaki merupakan prinsip kebebsan

berkontrak. Prinsip tersebut dilaksanakan

berdasarkan kesepakatan para pihak, yang

merupakan prinsip konsensualisme (prinsip

kesepakatan atau consensus).

Menurut R. Subekti, dengan

menekankan pada perkataan semua, maka

“pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu

pernyataan kepada masyarakat bahwa kita

diperbolehkan membuat perjanjian yang

berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa

saja) dan perjanjian itu akan mengikat

mereka yang membuatnya seperti suatu

undang-undang”.22 Kekuatan mengikat

tersebut timbul setelah perjanjian tersebut sah

menurut hukum. Perjanjian yang dibuat

secara sah menurut hukum mempunyai

kekuatan mengikat, yang dalam perjanjian

merupakan prinsip kekuatan mengikat.

Mariam Darus Badrulzaman

mengatakan bahwa “kata semua

menunjukkan bahwa setiap orang diberi

kesemua menunjukkan bahwa setiap orang

diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya (will), yang dirasanya baik

untuk menciptakan perjanjian”.23 Prinsip ini

sangat erat hubungannya dengan prinsip atau

asas kebebasan mengadakan perjanjian.

Dengan mendasarkan pada pasal dan

pendapat tersebut, maka dalam perjanjian

mengandung prinsip kebebasan berkontrak,

prinsip kekuatan mengikat, dan adanya

prinsip kepastian hukum. Prinsip kekuatan

mengikat dan kepastian hukum terdapat

bahwa perjanjian yang dibuat harus

22 Ibid., hlm 14

23 Mariam Darus Badrulzaman, K.U.H. Perdata

Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasan,

Alumni, Bandung, 1996, hlm 113.

Page 10: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

mengandung unsure sah dan berlaku

sebagai undang-undang bagi para pihak

yang membuatnya.

Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata mengandung bahwa semua

perjanjian harus dibuat secara sah. Untuk

sahnya suatu perjanjian harus memenuhi

unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1320

KUH Perdata, yang menyatakan bahwa

“untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan

empat syarat : 1. Sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk

membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal

tertentu; 4. Suatu sebab yang halal”. Dalam

ketentuan pasal tersebut bahwa perjanjian

mengandung prinsip konsensualisme,

karena harus adanya sepakat bagi para pihak

yang mengadakan perjanjian, berarti dua

pihak sudah sah apabila sudah sepakat atau

setuju mengenai sesuatu hal. Kesepakatan

tersebut terjadi karena adanya konsesus para

pihak yang membuat perjanjian, sehingga

dalam perjanjian tersebut mengandung

prinsip konsensualisme.

Prinsip-prinsip Transaksi Tiket Kereta

Api Melalui Media Elektronika

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian dinyatakan bahwa “kereta

api adalah sarana perkeretaapian dengan

tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun

dirangkaikan dengan sarana perekeretaapian

lainnya yang akan atau sedang bergerak di

jalan rel yang terkait dengan perjalanan

kereta api”. Perkeretaapian dalam ayat (1)

adalah “satu kesatuan sistem yang terdiri

atas prasarana, sarana, dan sumber daya

manusia, serta norma, kreteria, persyaratan,

dan prosedur untuk penyelenggaraan

transportasi kereta api”.Tujuan

perkeretaapian sebagaimana terdapat dalam

Pasal 3 dinyatakan bahwa :“Perkeretaapian

diselenggarakan dengan tujuan untuk

memperlancar perpindahan orang dan/atau

barang secara massal dengan selamat, aman,

nyaman, cepat dan lancar, tepat, tertib dan

teratur, efisien, serta menunjang

pemerataan, pertumbuhan, stabilitas,

pendorong, dan penggerak pembangunan

nasional”. Berdasarkan pengertian ketentuan

tersebut, jelas bahwa kereta api sebagai

sarana pengangkutan untuk pemindahan

orang dan/atau barang dari satu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan kereta api.

H.M.N. Purwosutjipto, memberikan

pengertian tentang pengangkutan

menyatakan “pengangkutan adalah perjanjian

timbal balik antara pengangkut dengan

pengirim, di mana pengangkut mengikatkan

diri untuk menyelenggarakan pengangkutan

barang dan/atau orang dari suatu tempat ke

tempat tujuan tertentu dengan selamat,

sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk

membayar uang angkutan”.24 Pengangkutan

merupakan perjanjian timbal balik, pada

mana pihak pengangkut mengikat diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang

dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu. Inti

dari pengangkutan orang, yang terdapat

dalam inti perjanjian adalah pengangkut

berkewajiban untuk mengangkut

orang/penumpang dengan cara aman atau

selamat sampai ke tempat tujuan. Kewajiban

pengirim atau penumpang adalah membayar

uang angkutan sebagai kontra prestasi dari

penyelenggaraan pengangkutan yang

dilakukan oleh pengangkut. Dengan

membayar uang angkutan tersebut, pengirim

atau penumpang diberi alat bukti berupa

karcir atau tiket.

Menurut sistem hukum Indonesia,

“pembuatan perjanjian pengangkutan tidak

disyaratkan harus tertulis, cukup dengan

lisan, asal ada persetujuan kehendak

(consensus}”.25 Ini merupakan prinsip yang

bersifat keperdataan dalam pengangkutan

dengan kereta api adalah prinsip

konsensualisme, kesepakatan kehendak, dan

terjadi karena kebebasan berkontrak, serta

prinsip keseimbangan atau proporsional para

pihak dalam perjanjian pengangkutan dengan

kereta api, Pengangkutan merupakan

perjanjian timbal balik, menyangkut

kewajiban dan hak para pihak, yang

dilakukan dengan prinsip proporsional

(prinsip keseimbangan), merupakan prinsip

24 H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian

Pokok Hukum Dagang Indonesia, Hukum Pengang-

kutan, Jilid 3, Djambatan, Jakarta, 1995, hlm 2

25 Ibid., hlm. 10

Page 11: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

bahwa harus ada keseimbangan tertentu

antara penimbulan kerugian dari tata hukum

dan pembela- annya terhadap itu oleh tata

hukum itu.

Dalam penyelenggaraan angkutan

kereta api, sebagaimana diatur dalam Pasal

132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 bahwa “penyelenggara sarana

perkeretaapian wajib mengangkut orang

yang telah memiliki karcis”. Karcis sesuai

ayat (3) merupakan tanda bukti terjadinya

perjanjian angkutan orang”. Dalam

penjelasan ayat (3) tersebut dinyatakan

bahwa ‘yang dimaksud dengan “karcis”

adalah tanda bukti pembayaran pengguna

jasa yang berbentuk lembaran kertas,

karton, atau tiket elektronik”. Dalam

penyelenggaraan pengangkutan orang

dengan kereta api, penyelenggara sarana

perkeretaapian salah satunya wajib

mrngumumksn jadwal perjalanan kereta api

dan tariff angkutan kepada masyarakat.

Pengumuman jadwal dan tariff angkutan

kepada masyarakat dapat dilakukan di

stasiun atau media cetak atau elektronik

sebagaimana telah diatur dalam Pasal 133.

Transaksi pada umumnya berkaitan

dengan perjanjian jual beli antar para pihak

yang bersepakat untuk itu. Dalam kamus

Bahasa Indonesia, transaaksi diartikan

sebagai “persetujuan jual beli (dalam

perdagangan) antara dua pihak; pelunasan

(pemberesan) pembayaran (seperti dalam

bank)”.26Dalam istilah Belanda, kata

transaksi adalah “transactie”, berarti “pada

umunta adalah perjanjian (overeens-komst),

perbuatan (hukum) dalam perkara perdata

atau penyelesaian secara damai”.27Dalam

lingkup hukum, transaksi adalah

“keberadaan suatu perikatan ataupun

hubungan hukum yang terjadi antara para

pihak”.28 Dengan demikian, berkaitan

dengan transaksi, yang dibahas

berhubungan dengan aspek materiil

hubungan hukum yang disepakati oleh para

pihak yang berkaitan dengan perjanjian,

khususnya mengenai jual beli.

26 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Op. Cit., hlm 1070

27 N. Algra et. al., Op. Cit., hlm. 576

28 Edmon Makarim, Op. Cit., hlm. 202

Menurut R. Subekti menyatakan

bahwa “jual beli (menurut BW) adalah suatu

perjanjian bertimbal balik dalam mana pihak

yang satu (si penjual) berjanji untuk

menyerahkan hak milik atas suatu barang,

sedang pihak yang lainnya (si pembeli)

berjanji untuk membayar harga yang terdiri

atas sejumlah uang sebagai imbalan dari

perolehan hak milik tersebut”.29 Dalam Pasal

1457 KUH Perdata dinyatakan bahwa “jual

beli adalah suatu perjanjian dengan mana

pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak

yang lain untuk membayar harga yang telah

diperjanjikan”. Dengan demikian, unsure

pokok dalam perjanjian jual beli adalah

barang dan harga, dan adanya penjual dan

pembeli.

Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata

ini dapat kita ambil suatu kesimpulan bahwa

perjanjian jual-beli itu adalah perjanjian

timbal-balik, artinya masing-masing pihak

mempunyai hak dan kewajiban sebagai

akibat perjanjian yang diperbuat. Dengan

demikian, pihak penjual wajib menyerahkan

barang yang telah dijualnya dan sekaligus ia

berhak pula atas pembayaran yang diberikan

pihak pembeli. Sedangkan bagi pihak

pembeli wajib membayar harga barang yang

diserahkan oleh pihak penjual tadi. Perjanjian

jual-beli ini terjadi sejak ada kata sepakat

mengenai barang dan harga. Jadi, dengan

lahirnya kata sepakat maka lahirnya

perjanjian itu dan sekaligus pada saat itu

menyebabkan timbulnya hak dan kewajiban.

Barang yang diperjanjikan belum pindah hak

miliknya sebelum dilakukan

penyerahan/lavering. Pembayaran harga

barang dalam jual-beli cara yang dilakukan

tidak ditentukan undang-undang. Sedangkan

dapat dibayar secara tunai ataupun secara

kredit dalam hal ini tergantung ketentuan

perjanjian yang dibuat oleh masing-masing

pihak.

Jual beli terjadi setelah para pihak

sepakat tentang benda dan harganya,

meskipun kebendaan itu belum diserahkan,

maupun harganya belum dibayar. R. Subekti

menyatakan bahwa “perjanjian jual beli itu

29 R. Subekti, Op. Cit., hlm. 1

Page 12: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

sudah dilahirkan pada detik tercapainya

“sepakat” mengenai barang dan harga.

Begitu kedua belah pihak sudah setuju

tentang barang dan harga, maka lahirlah

perjanjian jual beli yang sah”.30Dalam Pasal

1458 KUH Perdata dinyatakan bahwa “jual

beli itu dianggap telah terjadi antara kedua

belah pihak, seketika setelahnya orang-

orang ini mencapai sepakat tentang

kebendaan tersebut dan harganya, meskipun

kebendaan itu belum diserahkan, maupun

harganya belum dibayar”.

Mendasarkan pada pengertian dan

terjadinya perjanjian jual beli tersebut di

atas, maka dalam jual beli terdapat prinsip

konsensualisme. Jual beli terjadi karena

“adanya konsesnsus antara penjual dan

pembeli mengenai benda dan harganya..

Kesepakatan tercapai karena adanya

kesesuaian kehendak, artinya apa yang

dikehendaki oleh yang satu adalah pula

yang dikehendaki oleh yang lain. Kedua

kehendak bertemu dalam sepakat

tersebut”.31 Artinya bahwa dalam jual beli

menganut asas (prinsip) konsensus

(sepakat). Dengan adanya atau terjadinya

konsensus, maka perjanjian jual beli sudah

jadi dan mengikat bagi para pihak. Asas

atau prinsip konsensualisme tersebut

sebagaimana terdapat dalam perjanjian

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1320

dan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Transaksi berkaitan dengan

perbuatan hukum dalam perjanjian,

sehingga ketentuan peraturan yang

berkaitan dengan perikatan, khususnya

perjanjian yang berkaitan baik dengan

semua media kertas (paper based) maupun

dengan media elektronika (electronic

based). Transaksi dengan menggunakan

media elektronika merupakan

perkembangan baru akibat era globalisasi

dalam perdagangan yang dikenal dengan

sebutan e-commerce (electronic commerce).

Electronis commerce (e-commerce)

keberadaannya baru tahun 1996, yang diatur

dalam UNCITRAL Model Law On

Electronic Commerce with Guide to

Enactment. Richard Hill dan Walden Lan

30 Ibid., hlm. 2

31 Ibid., hlm. 3

memberikan definisi electronic commerce on

be defined as commercial activities

conducted through on exchange of

information generated, stored, or

communicated by electronical, optical, or

analogues means, including EDI, E-mail, and

so forth”.32 Selain itu, Nabil R. Adam et. al.,

memberikan definisi “electronic commerce

my be defined as the entire of process that

support commercial activities on a network

and involve information analysis”.33EDI

merupakan singkatan dari Electronic Data

Interchange. Dalam Article 2 (b) UNCI-

TRAL dinyatakan “”electronic data

interchange (EDI) means the electronic

transfer from computer to computer of

information using an agreed standard to

structure the information”.

UNCITRAL singkatan dari United

Nations Commission on International Trade,

sebagai salah satu badan Perserikatan

Bangsa-bangsa yang bergerak dalam bidang

perdagangan internasional. UNCITRAL pada

tahun 1996 melakukan upaya merumuskan

model hukum dalam electronics commerce.

Model hukum yang diper- siapkan oleh

UNCITRAL untuk merespon dan

mengantisipasi terhadap teknik-teknik bisnis

modern dengan menggunakan komunikasi

elektronik yang berbasiskan internet. Di

Indonesia, transaksi elektronik baru diatur

dengan adanya Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronika, yang disahkan pada tanggal 21

April 2008, dan diundangkan dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 58 dan Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4843.

Dengan demikian, jelas bahwa dalam

pengaturan mengenai transaksi melalui

elektronika, peraturan perundangan mengenai

hal tersebut ketinggalan selama 12 (dua

belas) tahun. Transaksi melalui elektronika

dalam jual beli barang dan jasa, baru kurang

32 Richard Hill and Walden Lan, The Deals

UNCITRAL, Model Law for Electronic Commerce,

Issue and Solutions (Teaching Materials), March,

1996, dalam Edmon Makarim,, Op. Cit., hlm. 224

33 Nabil R. Adam, et. al., Electronic

Commerce : Technical, Business, and Legal Issues,

New Jersey : Prentise-Hill Inc, 1, dalam Edmon

Makarim, Op. Cit., hlm 225

Page 13: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

lebih 5 (tahun) marak atau ramai

dilaksanakan dalam praktek. Transaksi tiket

kereta api melalui media elektronika (media

online) baru berjalan kuranglebih dalam 1

(satu) tahun.

Transaksi melalui media elektronik

merupakan hubungan hukum antar para

pihak yang dilakukan dengan cara saling

bertukar informasi (electronic data

interchange) untuk mmelakukan

perdagangan. Transaksi perdagangan

melalui media elektronik penekanannya

pada informasi yang disampaikan antar para

pihak yang dijadikan dasar untuk terjadinya

transaksi baru dapat dikatakan mengikat,

apabila ia dijamin validitasnya melalui

saluran ataupun sistem komunikasi yang

aman. Prinsip validitas dan aman, ini

terletak pada jaminan komponen dalam

sistem informasi tersebut berjalan baik,

yang mencakup keberadaan sistem

hardware, software, brainware, procedures,

dan data. Transaksi melalui media

elektronik merupakan “sistem transaksi

bentuk keterpaduan antara sistem manuasia

dengan komputernya, di mana keberadaan

sistem informasi tersebut harus dijamin

sebagai “suatu sistem yang “black box”, di

mana bekerja dengan asas “Garbage In

Garbage Out”.34

Online contract merupakan perikatan

dan/atau perjanjian melalui electronika. On

line contract merupakan “hubungan hukum

para pihak yang dilakukan secara

elektronika dengan memadukan jaringan

(networking) dari sistem informasi

berbasiskan computer (computer based

information system) dengan sistem

komunikasi yang berdasarkan atas jaringan

dan jasa telekomunikasi (telecommu-

nication based)”.35 Hubungan hukum yang

demikian ini selanjutnya difasilitasi oleh

keberadaan jaringan computer global

internet (network of network). Oleh karena

itu, “syarat sahnya perjanjian juga akan

tergantung kepada esensi dari sistem

elektronik itu sendiri”.36 Sehingga, ia hanya

dapat dikatakan sah bila dapat dijamin

34 Edmon Makarim, Op. Cit., hlm 223

35 Ibid.,

36 Ibid.,

bahwa semua komponen dalam sistem

elektronik itu dapat dipercaya dan/atau

berjalan sebagaimana mestinya”.

Transaksi tiket kereta api melalui

media elektronik atau media online

merupakan suatu perjanjian jual beli, yang

sama dengan perjanjian jual beli

konvensional, sebagaimana diatur dalam

Buku III tentang Perikatan. Prinsip-prinsip

yang dalam transaksi tiket kereta api melalui

media elektronik atau media online adalah

hampir sama dengan prinsip-prinsip yang

terdapat dalam perjanjian, dan ditambah

adanya prinsip valid dan kepercayaan sistem

electronic yang digunakan agar dijamin

aman. Timbulnya prinsip tersebut, karena

media yang digunakan dalam transaksi

melalui on line atau media elektronik, yaitu,

internet, sehingga kesepakatan yang tercipta

atau perjanjian yang tercipta melalui on line.

Prinsip konsenualisme transaksi tiket

kereta api melalui media on line timbul

karena adanya penawaran dan penerimaan.

Penawaran dan penerimaan tersebut

merupakan awal adanya kesepakatan.

Penawaran tiket kereta api dilakukan oleh

P.T. Kereta Api Indonesia (Persero) yang

bekerja sama dengan badan usaha lainnya

(vendor) melakukan penjualan tiket kereta

api melalui media electronic (media online).

P.T. Kereta Api Indonesia (Persero)

merupakan merchant atau produsen/penjual

yang bekerja sama dengan badan usaha lain

(sebagai agent/distributor penjual tiket kereta

api) yang menjual tiketnya kepada konsumen

dengan menggunakan atau memanfaatkan

sarana website dalam menjual tiket.

Penawaran atau penjualan tiket tersebut

terbuka bagi semua orang (konsumen).

Semua orang (konsumen) yang

membutuhkan tiket kereta api dapat

melakukan window shopping di took toko

online, dan apabila terdapat konsumen yang

membutuhkan dan tertarik dapat melakukan

transaksi. Dari transaksi tersebut, prinsip

yang ada dalam transaksi tiket kereta api

melalui media elektronika adalah transparan,

kepercayaan, dan konsensualisme.

Page 14: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

UPAYA HUKUM KONSUMEN

AKIBAT P.T. KERETA API

INDONESIA WANPRESTASI DALAM

TRANSAKSI TIKET KERETA API

MELALUI MEDIA ONLINE

Perlindungan Konsumen Dalam

Transaksi Tiket Kereta Api Melalui

Media OnLine

Hukum sebagai kumpulan peraturan

atau kaedah mempunyai isi yang bersifat

umum dan normative, umum karena berlaku

bagi setiap orang, dan normative karena

menentukan apa yang seyogyanya

dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan

atau harus dilakukan serta menentukan

bagaimana caranya melaksanakan

kepatuhan pada kaedah-kaedah. Hukum

bertugas “menciptakan kepastian hukum,

karena bertujuan ketertiban masyarakat.

Pelaksanaan dan penegakan hukum harus

memberi manfaat dan/atau kegunaan

masyarakat. Dalam pelaksanaan dan

penegakan hukum harus adil”.37 Soerjono

Soekanto, memberikan cirri-ciri hukum

bahwa “ hukum bertujuan untuk

menciptakan keseimbangan di antara

kepentingan- kepentingan yang terdapat

dalam masyarakat, hukum mengatur

perbuatan manusia secara lahiriah; dan

hukum dijalankan oleh badan-badan yang

diakui oleh masyarakat sebagai badan

pelaksana hukum “.38

Perlindungan hukum berkaitan

dengan perlindungan hak. Hak ini bertumpu

dan bersumber dari konsep pengakuan dan

perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Allen merumuskan “ hak itu sebagai suatu

kekuasaan berdasarkan hukum yang

dengannya seseorang dapat melaksanakan

kepentingannya “.39 Jhering memberikan

definisi hak itu adalah kepentingan yang

dilindungi oleh hukum. Holland melihat “

37 Sudikno Mertokusumo, Bab-bab tentang

Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1993,

hlm.2

38 Soerjono Soekanto, Beberapa

Permasalahan Hukum Dalam Kerangka

Pembangunan Di Indonesia, Yayasan Penerbit

Universitas Indonesia, Jakarta, 1980, hal. 75.

39 Ibid.,

hak itu sebagai kemampuan seseorang untuk

mempengaruhi perbuatan atau tindakan

seseorang tanpa menggunakan wewenang

yang dimilikinya, tetapi didasarkan atas suatu

paksaan masyarakat yang terorganisasi “.40

Pengertian perlindungan hukum bagi

konsumen berkaitan dengan rumusan

terhadap perlindungan konsumen. Istilah

konsumen mengandung pengertian setiap

orang pengguna atau pemakai barang

dan/atau jasa. Pengertian konsumen secara

yuridis, diatur dalam Pasal 1 angka 2

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya

disingkat Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999) dinyatakan bahwa “ konsumen adalah

setiap orang pemakai barang dan/atau jasa

yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan “. Secara spesifik, pengertian

konsumen dijelaskan dalam Penjelasan Pasal

1 angka 2 menyatakan :

“ Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal

konsumen akhir dan konsumen antara.

Konsumen akhir adalah pengguna atau

pemanfaat akhir dari suatu produk,

sedangkan konsumen antara adalah

konsumen yang menggunakan suatu

produk sebagai bagian dari proses

pruduksi suatu produk lainnya.

Pengertian konsumen dalam undang-

undang ini adalah konsumen akhir “.

Norma-norma perlindungan terhadap

konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 dalam Pasal 1 angka 1 tentang

pengertian perlindungan konsumen, adalah

“segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan

perlindungan kepada konsumen”.

Perlindungan konsumen berarti menjamin

adanya kepastian hukum, merupakan benteng

bagi konsumen untuk meniadakan tindakan

sewenang-wenang dari pengusaha/pelaku

usaha yang merugikan konsumen.

Perlindungan konsumen berkaitan dengan

norma-norma atau asas-asas yang bersifat

mengatur dan melindungi kepentingan

40 Ibid.,

Page 15: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

konsumen.

Prinsip-prinsip dalam perlindungan

konsumen terdapat dalam ketentuan

Pasal 2 dinyatakan bahwa “perlindungan

berasaskan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan, dan keselamatan

konsumen, serta kepastian hukum.

Penjelasan pasal tersebut menyatakan

bahwa perlindungan konsumen diseleng-

garakan sebagai usaha bersama berdasarkan

lima asas yang relevan dalam pembangunan

nasional, yaitu:

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk

mengamanatkan bahwa segala upaya

dalam menyelenggarakan

perlindungan konsumen harus

memberikan manfaat sebesar-

besarnya bagi kepentingan

konsumen dan pelaku usaha secara

menyeluruh.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar

partisipasi seluruh rakyat dapat

diwujudkan secara maksimal

sehingga konsumen dan pelaku

usaha dapat memperoleh haknya dan

melaksanakan kewajibannya secara

adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan

untuk memberikan keseimbangan

antara kepentingan konsumen,

pelaku usaha, dan pemerintah dalam

arti materiil dan spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan

konsumen dimaksudkan untuk

memberikan jaminan atas keamanan

dan keselamatan kepada konsumen

dalam penggunaan, pemakaian,

pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan

agar pelaku usaha maupun

konsumen menaati hukum dan

memperoleh keadilan dalam

menyelenggarakan perlindungan

konsumen, serta negara menjamin

kepastian hukum.

Kelima asas yang disebutkan dalam

pasal tersebut bila diperhatikan isinya dapat

dibagi menjadi tiga asas yaitu:, asas

kemanfaatan yang di dalamnya meliputi

asas keamanan dan keselamatan konsumen.

Asas keadilan yang di dalamnya meliputi

asas keseimbangan dan asas kepastian

hukum41. Tujuan perlindungan konsumen

diatur dalam Pasal 3 untuk ::

a. Meningkatkan kesadaran,

kemampuan dan kemandirian

konsumen untuk melindungi diri;

b. Mengangkat harkat dan martabat

konsumen dengan cara

menghindarkannya dari akses negatif

pemakaian barang dan/atau jasa;

c. Meningkatkan pemberdayaan

konsumen dalam memilih,

menentukan, dan menuntut hak-

haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan

konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan

informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku

usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga

tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggungjawab dalam berusaha;

f. Meningkatkan kualitas barang

dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang

dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, dan keselamatan

konsumen.

Tujuan perlindungan konsumen yang

ada tersebut adalah sasaran akhir yang harus

dicapai dalam melaksanakan pembangunan

di bidang hukum perlindungan konsumen.

Perlindungan hukum berkaitan dengan hak.

Perlindungan hukum bagi konsumen berarti

perlindungan terhadap hak-hak konsumen.

Perlindungan terhadap hak-hak konsumen

berarti menyangkut upaya hukum bagi

konsumen apabila hak-hak konsumen

dilanggar, sehingga hal ini berkaitan dengan

masalah claim (tuntutan). Hak-hak konsumen

diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal

4 undang-undang ini mengatur dan merinci

hak-hak konsumen, yaitu :

41 Ahmadi dan Sutarman Yodo, Op. Cit., hal.

26.

Page 16: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

a. hak atas kenyamanan, keamanan,

dan keselamatan dalam

mengonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih dan mendapatkan

barang dan/atau jasa sesuai dengan

nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas,

dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan

keluhannya atas barang dan/atau

yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi,

perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan

konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan

pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani

secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan konpensasi,

ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang

diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana

mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan

peraturan perundang-undangan

lainnya

Adanya suatu hak tentunya terdapat

juga kewajiban, begitu juga adanya hak

konsumen, tentunya terdapat kewajiban

konsumen. Kewajiban konsumen dirinci

dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1998 meliputi :a. membaca atau

mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang

dan/atau jasa, demi keamanan dan

keselamatan; b. beritikat baik dalam

melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan

nilai tukar yang disepakati; dan d.

mengikuti upaya penyelesaian hukum

sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

Hak dan kewajiban konsumen

tersebut berkaitan dengan konsumen

pengguna jasa angkutan kereta api. Hak dan

kewajiban berkaitan dengan kereta api

diatur secara khusus dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkerataapian. Kedudukan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen sebagai peraturan yang umum,

yang dalam penjelasan umum dinyatakan

bahwa Undang-Undang tentang Perlindungan

Konsumen ini merupakan payung yang

mengintegrasikan dan memperkuat

penegakan hukum di bidang perlindungan

konsumen. Perlindungan konsumen

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka

1 undang-undang ini adalah “segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum

untuk memberi perlindungan kepada

konsumen”.

Sebagaimana telah diuraikan di atas

bahwa transaksi tiket kereta api berkaitan

dengan perjanjian jual beli, di mana terdapat

perbuatan yang dinamakan menjual, dan

terdapat pihak yang dinamakan membeli.

Pihak yang menjual (penjual) adalah P.T.

Kereta Api Indonesia, sedangkan pihak yang

membeli (pembeli) adalah masyarakat atau

yang dinamakan konsumen. Objek yang

dijadikan transaksi adalah jasa pelayanan

angkutan melalui kereta api, yang

diselenggarakan oleh P.T. Kereta Api

Indonesia (selaku pelaku usaha), sedangkan

masyarakat selaku konsumen sebagai

pengguna jasa angkutan melalui kereta api,

sampai ke tempat tujuan tertentu, dengan

membayar sejumlah uang tertentu sesuai

yang disepakti dengan pelaku usaha (P.T.

Kereta Api). Dengan demikian, dalam hal

tersebut prinsip kesepakatan (konsen-

sualisme) dilaksanakan dalam transaksi tiket

kereta api antara pelaku usaha (P.T. Kereta

Api Indonesia) dengan masyarakat pengguna

kereta api (konsumen).

Prinsip konsensualisme itu terdapat

dalam transaksi tiket kereta api sebagai salah

satu bentuk perjanjian dalam jual beli.

Prinsip konsensualisme jual beli tiket kereta

api tersebut secara umum ditegaskan dalam

Pasal 1458 KUH Perdata yang berbunyi “jual

beli dianggap sudah terjadi antara kedua

belah pihak seketika setelah mereka

mencapai sepakat tentang barang dan harga,

meskipun barang itu belum diserahkan

maupun harganya belum dibayar”. Prinsip

Page 17: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

konsensualisme tersebut merupakan syarat

sahnya suatu perjanjian yang secara umum

terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata

yang mengatur syarat sahnya perjanjian,

yang unsure-unsurnya terdiri dari 1) sepakat

mereka yang mengikatkan dirinya; 2)

kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) suatu hal tertentu; dan 4) suatu sebab

yang halal. Pernyataan sepakat tersebut

“dinyatakan oleh ke dua belah pihak dengan

mengucapkan setuju atau dengan bersama-

sama nenaruh tanda tangan di bawah

pernyataan tertulis sebagai tanda bukti

bahwa kedua belah pihak telah menyetujui

segala apa yang tertera dalam tulisan

itu”,42Oleh karena itu, dalam transaksi tiket

kereta api bilamana sudah mencapai

kesepakatan, maka sahlah sudah transaksi

tiket kereta api antara P.T. Kereta Api

Indonesia dengan konsumen, dan mengikat

atau berlaku sebagai undang bagi mereka

yang membuatnya sebagaimana dinyatakan

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata.

Dalam transaksi jual beli dengan

menggunakan komunikasi teknologi (media

on line) keberadaan transaksi dipahami

sebagai suatu perikatan atau perjanjian,

dan/atau sebagai hubungan hukum antar

pihak yang dilakukan dengan cara bertukar

informasi. Informasi yang disampaikan

dijadikan dasar untuk terjadinya transaksi,

seperti halnya dalam transaksi tiket kereta

api melalui media online. Terjadinya

kesepakatan dalam transaksi tiket kereta api

melalui on line diawali dengan adanya

penawaran oleh P.T. Kereta Api Indonesia,

kemudian dilanjutkan dengan adanya

tanggapan berupa penerimaan oleh pihak

lain, maka akan terjadi transaksi atau

kesepakatan. Kesepakatan dalam perjanjian

tersebut tidak diberikan secara langsung

(tatap muka), melainkan melalui media

elektronik (media online), dalam hal ini

adalah melalui internet.

Sahnya perjanjian dalam jual beli

atau transaksi tiket kereta api antara penjual

(P.T. Kereta Api Indonesia) dengan pembeli

(konsumen), menimbulkan atau melahirkan

hak dan kewajiban para pihak. Kewajiban

42 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Alumni,

Bandung, 1982, hlm. 5

P.T. Kereta Api Indonesia adalah

menyelenggarakan pengangkutan barang

dan/atau orang sampai ke tempat tujuan

tertentu dengan selamat. Kewajiban P.T.

Kereta Api Indonesia berkewajiban

mengangkut barang dan/atau orang sesuai

dengan tujuan yang diberikan sesuai dengan

kesepakatan. P.T. Kereta Api Indonesia

berkewajiban mengangkut penumpang

dan/atau barang yang telah memenuhi syarat

umum angkutan. Kewajiban pokok P.T.

Kereta Api Indonesia mengangkut

penumpang dan/atau barang serta

menerbitkan dokumen angkutan sebagai

imbalan haknya memperoleh pembayaran

biaya angkutan.

Kewajiban P.T. Kereta Api Indonesia

sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian

mengadakan pengangkutan orang dengan

kereta api dilakukan dengan menggunakan

kereta sebagaimana diatur dalam Pasal 130

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007

tentang Perkerataapian. Dalam keadaan

tertentu P.T. Kereta Api Indonesia sebagai

penyelenggara sarana perkeretaapian dapat

melakukan pengangkutan orang dengan

menggunakan gerbong atas persetujuan

pemerintah atau pemerintah daerah. Keadaan

tertentu dimaksud adalah dalam keadaan

darurat, bencana alam, atau jumlah orang

yang jauh di atas jumlah rata-rata orang yang

diangkut dan tidak tersedia kereta pada saat

itu sesuai ketentuan Pasal 130 ayat (2). P.T.

Kereta Api Indonesia wajib memperhatikan

keselamatan dan fasilitas minimal

sebagaimana ditentukan oleh Pasal 130 ayat

(3). Fasilitas minimal pelayanan penumpang

antara lain tempat duduk, lampu penerangan,

kipas angin dan sekarang hampir semua

menggunakan AC, dan toilet, dan bahkan

sekarang bebas dari pedagang asongan.

Kewajiban P.T. Kereta Api Indonesia

sebagai penyelenggara sarana perkeretaapian

memberikan fasilitas khusus dan kemudahan

bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di

bawah lima tahun, orang sakit, dan orang

lanjut usia sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 131 ayat (1) Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2007. Fasilitas khusus tersebut

dapat berupa pembuatan jalan khusus di

stasiun dan sarana khusus untuk naik kereta

Page 18: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

api atau penyediaan ruang yang disediakan

khusus bagi penempatan kursi roda atau

sarana bantu bagi orang sakit yang pengang-

kutannya mengharuskan dalam posisi tidur.

Pemberian fasilitas khusus dan kemudahan

tersebut, tidak dipungut biaya tambahan.

Hak P.T. Kereta Api Indonesia

berkaitan dengan pengangkutan barang

dan/atau orang sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 90 ayat (1) huruf e Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2007 adalah

menerima pembayaran dari penggunaan

prasarana perkeretaapian. Dengan demikian,

P.T. Kereta Api Indonesia dalam

penyelenggaraan sarana perkeretaapian,

wajib mengangkut orang yang telah

memiliki karcis sebagaimana ditentukan

dalam Pasal 132 ayat (1). Karcis adalah

tanda bukti pembayaran pengguna jasa yang

berbentuk lembaran kertas, karton, atau

tiket elektronik. Karci merupakan tanda

bukti terjadinya perjanjian angkutan orang

sebagaiman dinyatakan dalam Pasal 132

ayat (3).

P.T. Kereta Api Indonesia sebagai

penyelenggara sarana kereta api, selain

mempunyai hak dan kewajiban, juga

mempunyai kewenangan. Kewenangan P.T.

Kereta Api Indonesia sebagai ditentukan

Pasal 136 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 meliputi : a. memeriksa karcis;

menindak pengguna jasa yang tidak

mempunyai karcis; c. menertibkan

pengguna jasa kereta api atau masyarakat

yang mengganggu perjalanan kereta api,

dan d. melaksanakan pengawasan dan

pembinaan terhadap masyarakat yang

berpotensi menimbulkan gangguan terhadap

perjalanan kereta api. P.T. Kereta Api

Indonesia berwenang melakukan

penindakan terhadap pengguna jasa yang

tidak memiliki karcis dengan melakukan

denda atau menurunkan penumpang di

stasiun terdekat. P.T. Kereta Api Indonesia

berwenang melakukan penertiban terhadap

pengguna jasa atau masyarakat dilakukan

bersama-sama dengan aparat keamanan.

Kewajiban konsumen sebagai

pengguna jasa kereta api adalah membayar

uang angkutan sesuai yang ditentukan

dalam kesepakatan. Kewajiban konsumen

membayar uang angkutan sebagai kontra

prestasi dari penyelenggaraan pengangkutan

yang dilakukan oleh P.T. Kereta Api

Indonesia. Kewajiban tersebut dibuktikan

dengan telah memiliki karcis, sebagai tanda

bukti terjadinya perjanjian angkutan orang.

Dengan melaksanakan kewajiban tersebut,

maka konsumen berhak memperoleh

pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan

yang dipilih sebagaimana dinyatakan oleh

Pasal 132 ayat (2) Undang- Undang Nomor

23 Tahun 2007.

Perlindungan hukum konsumen

berkaitan dengan transaksi tiket kereta api

melalui online diatur dalam Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik. Transaksi tiket kereta

api melalui media online merupakan

perbuatan hukum yang dilakukan dengan

menggunakan computer, jaringan computer

dan/atau media elektronik lainnya. Transaksi

tiket kereta api melalui media on line

merupakan perjanjian antara penumpang

(konsumen) dengan pengangkut (P.T. Kereta

Api) yang dibuat melalui sistem elektronik.

Informasi elektronik dan/atau dokumen

elektronik dan/atau tiket kereta api elektronik

dan/atau hasil cetaknya, sesuai ketentuan

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 merupakan alat bukti hukum

yang sah. Informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik dan/ atau hasil cetaknya

merupakan perluasan dari alat bukti yang sah

sesuai dengan hukum acara yang berlaku di

Indonesia sebagaimana dinyatak dalam Pasal

5 ayat (2).

Perlindungan konsumen transaksi tiket

kereta api melalui media online berkaitan

dengan kepastian dalam melakukan upaya

hukum apabila konsumen dirugikan.

Kepastian upaya hukum yang dilakukan oleh

konsumen dalam transaksi tiket kereta api

melalui media on line diatur dalam Pasal 38

ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 dinyatakan “setiap orang dapat

mengajukan gugatan terhadap pihak yang

menyelenggarakan sistem elektronik dan/atau

menggunakan teknologi informasi yang

menimbulkan kerugian”.

Perlindungan hukum konsumen

dalam transaksi tiket kereta api melalui

Page 19: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

media online telah dijamin kepastian

hukumnya berdasatrkan ketentuan Pasal 38

ayat (1) Undang- Undang Nomor 11 Tahun

2008. Dalam ketentuan pasal tersebut,

diatur mengenai upaya hukum dengan

mengajukan gugatan. Berkaitan dengan

upaya hukum bagi konsumen dapat

menggunakan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen. Dalam Pasal 19 ayat (1)

dinyatakan bahwa “pelaku usaha

bertanggung jawab memberikan ganti rugi

atas kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang

dihasilkan atau diperdagangkan”. Yang

dimaksud konsumen sebagaimana Pasal 1

ayat (2) adalah “setiap orang pemakai

barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan”. Dalam penjelasan pasal

tersebut, pengertian konsumen dalam

undang-undang ini adalah konsumen akhir.

Di sisi lain, dinyatakan “konsumen akhir

adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari

suatu produk sebagai bagian dari proses

produksi suatu produk lainnya”.

Gugatan ganti rugi sebagaimana

dimaksud pada Pasal 19 ayat (1), dapat

berupa pengembalian uang atau penggantian

barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara

nilainya atau perawatan kesehatan dalam

pemberian santunan yang sesuai dengan

ketentuan peraturan yang berlaku

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19

ayat (2). Pemberian ganti rugi dilaksanakan

dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah

tanggal transaksi. Di samping itu,

pemberian ganti rugi, tidak menghapuskan

kemungkinan adanya tuntutan pidan

berdasatrkan pembuktian lebih lanjut

mengenai adanya unsure kesalahan

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19

ayat (4).

Perlindungan konsumen berkaitan

dengan upaya hukum akibat kerugian

konsumen dalam transaksi tiket kereta api

melalui media on line, telah diatur dalam

Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor

2008 juncto Pasal 19 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 sebagaimana diurakan

di atas. Kepastian hukum dalam penyelesaian

sengketa akibat kerugian konsumen

ditentukan dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 8 tahun 1999 dinyatakan

“setiap konsumen yang dirugikan dapat

menggugat pelaku usaha melalui lembaga

yang bertugas menyelesaikan sengketa antara

konsumen dan pelaku usaha atau melalui

peradilan yang berada di lingkungan

peradilan yang berada di lingkungan

peradilan umum. Lembaga penyelresaian

sengketa konsumen tersebut, sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 23 dinyatakan

bahwa pelaku usaha yang menolak dan/atau

tidak memberi tanggapan dan/atau tidak

memenuhi ganti rugi atau tuntutan

konsumen, dapat digugat melalui Badan

Penyelesaian Sengketa Konsumen atau

mengajukan ke badan peradilan di tempat

kedudukan konsumen. Tugas dan wewenang

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

dalam menyelesaikan sengketa antara pelaku

usaha dengan konsumen adalah

melaksanakan penanganan dan penyelesaian

sengketa konsumen, dengan cara melalui

mediasi, konsiliasi, dan arbitrase

sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 52

huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Perlindungan konsumen dalam upaya

hukum akibat kerugian yang diderita dalam

transaksi tiket kereta api melalui media

online tidak diatur dalam Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2007 tentang

Perkeretaapian. Dengan tidak diaturnya

upaya hukum tersebut, maka undang-undang

tersebut tidak menjamin adanya kepastian

hukum terhadap perlindungan konsumen.

Oleh karena itu, agar kepastian hukum yang

menjamin perlindungan hukum dalam upaya

hukum, walaupun tidak diatur dalam

Undang-Undang Nomr 23 Tahun 2007,

namun kepastian hukum dalam perlindungan

konsumen dalam upaya hukum dapat

menggunakan Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999. Kedudukan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen merupakan payung yang

mengintegrasikan dan memperkuat

Page 20: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

penegakan hukum di bidang perlindungan

konsumen.

Tanggung Gugat P.T. Kereta Api Akibat

Wanprestasi Dalam Transaksi Tiket

Kereta Api Melalui Media OnLine

Transaksi tiket kereta api melalui

media on line merupakan perkembangan

dari hukum perjanjian, khususnya dengan

pembuktian. Transaksi tiket melalui media

online, merupakan perjanjian jual beli

dengan menggunakan media elektronik.

Prinsip dalam perjanjian dalam transaksi

tiket kereta api melalui media online,

berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian,

yaitu, menepati perjanjian. Menurut M.

Yahya Harahap menepati /naming berarti

“memenuhi isi perjanjian, atau dalam arti

yang lebih tinggi melunasi (betaling)

pelaksanaan perjanjian”.43 Di sisi lain,

beliau mengatakan bahwa “maksud inilah

tujuan dari setiap perjanjian, yaitu,

memenuhi dengan sempurna segala isi,

tujuan dari ketentuan sesuai dengan

kehendak yang telah disetujui oleh para

pihak:”.44

Tiket kereta api (karcis) diperoleh

oleh konsumen dengan persetujuan dengan

P.T. Kereta Api. Tiket kereta api merupakan

dokumen perjanjian, baik berupa karcis atau

dokumen elektronik, yang dibeli melalui

media on line. Alat bukti yang demikian ini

merupakan “contract binding”. Ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH

Perdata bahwa setiap persetujuan

mempunyai kekuatan undang-undang, bagi

kedua belah pihak dan tidak dapat dicabut

secara sepihak tanpa persetujuan pihak lain.

Hal sebagaimana dinyatakan dalam Pasal

1338 ayat (2) KUH Perdata bahwa “suatu

perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat kedua belah pihak, atau

karena alasan-alasan yang oleh undang-

undang dinyatakan cukup untuk itu”.

Dalam transaksi tiket kereta api

melalui media on line, konsumen telah

melaksanakan kewajibannya dengan

43 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum

Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 51

44 Ibid.,

membayar sejumlah uang yang telah

disepakati sebagai ongkos angkutan melalui

kereta api. Di sisi lain, P.T. Kereta Api telah

menerima haknya dari konsumen

(penumpang), dan tinggal melaksanakan

kewajibannya mengangkut konsumen sampai

ke tempat tujuan dengan selamat. Artinya,

P.T, Kereta Api wajib melaksanakan atau

memenuhi perjanjian dengan baik sesuai

dengan prestasi yang telah disepakati.

Kewajiban P.T. Kereta Api wajib

dilaksanakan sebagaimana ketentuan Pasal

1234 KUH Perdata dinyatakan bahwa “tiap-

tiap perikatan adalah untuk memberikan

sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk

tidak berbuat sesuatu”.

Konsumen tinggal menunggu haknya

saja setelah dalam transaksi tiket kereta api

melalui media on line, karena kewajibannya

telah dilaksanakan. Di sisi lain, P.T, Kereta

Api harus melaksanakan atau memenuhi

prestasi kepada konsumen, karena telah

menerima haknya dari konsumen berupa

uang atau ongkos angkutan dengan alat bukti

berupa tiket atau karcis kereta api. Kewajiban

P.T. Kereta Api, diatur secara tersendiri

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2007 tentang Perkeretaapian.

Kewajiban P.T. Kereta Api

sebagaimana diatur oleh Pasal 132 ayat (1)

Undang- Undang Nomr 23 Tahun 2007

adalah mengangkut orang (konsumen) yang

telah memiliki karcis. Karcis tersebut

merupakan tanda bukti pembayaran

pengguna jasa yang berbentuk lembaran

kertas, karton atau tiket elektronik. Informasi

elektronika dan/atau dokumen elektronika

dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti

hukum yang sah sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronika. Informasi elektronika

dan/atau dokumen elektronika dan/atau hasil

cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti

yang sah sesuai dengan hukum acara yang

berlaku di Indonesia sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 5 ayat (2). Informasi dan

dokumen elektronika tersebut merupakan

perluasan dari alat bukti surat sebagaimana

diatur dalam Pasal 164 HIR dan Pasal 1868

KUH Perdata, di mana alat-alat bukti dalam

Page 21: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

hukum acara perdata terdiri dari bukti

tulisan, bukti dengan saksi-saksi,

persangkaan-persangkaan, pengakuan dan

sumpah.

Tanggung gugat P.T. Kereta Api

akibat wanprestasi, diatur secara tersendiri

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2007. Dalam Pasal 134 ayat (1) undang-

undang ini dinyatakan bahwa “apabila

terjadi pembatalan keberangkatan

perjalanan kereta api, penyelenggara sarana

perkeretaapian wajib mengganti biaya yang

telah dibayar oleh orang yang telah membeli

karcis”. Ganti rugi tersebut, dalam KUH

Perdata diatur Pasal 1243 menyatakan

bahwa :

‘Pergantian biaya, rugi dan bunga

karena tak dipenuhinya suatu perikatan,

barulah mulai diwajibkan, apabila si

berutang setelah dinyatakan lalai

memenuhi perikatannya, tetap

melalaikannya, atau jika sesuatu yang

harus diberikan atau dibuatnya, hanya

dapat diberikan atau dibuat dalam

tenggang waktu yang telah

dilampaukannya”.

Tanggung gugat P.T. Kereta Api

dilaksanakan setelah dinyatakan lalai.

Kelalaian tersebut berkaitan dengan

pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat

pada waktunya atau dilakukan tidak

menurut selayaknya yang dinamakan

dengan “wanprestasi”. Pembatan

pemberangkatan kereta api merupakan

bentuk wanprestasi. P.T. Kereta api dalam

melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian

pengangkutan orang dengan kereta api,

telah lalai, sehingga dibatalkan, dari jadwal

waktu yang ditentukan atau dalam

melaksanakan prestasi tidak menurut

sepatutnya atau selayaknya.

PT. Kereta api yang wanprestasi,

tidak perlu ada teguran dari konsumen

(penumpang) akibat pembatalan

keberangkatan kereta api, tetapi justru P.T.

Kereta api yang mengumumkan kepada

konsumen (pengguna jasa kereta api).

Kewajiban tersebut sebagaimana dinyatakan

dalam Pasal 133 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 200t dinyatakan

“penyelenggara sarana perkeretaapian wajib

mengumumkan kepada pengguna jasa

apabila terjadi pembatalan dan penundaan

keberangkatan, keterlambatan kedatangan,

atau pengalihan pelayanan lintas kereta api

disertai dengan alasannya”. Tanggung gugat

P.T. Kereta api diatur juga dalam Pasal 134

ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2007 menyatakan bahwa apabila dalam

perjalanan kereta api terdapat hambatan atau

gangguan yang mengakibatkan kereta api

tidak dapat melanjutkan perjalanan sampai

stasiun tujuan yang disepakati,

penyelenggara sarana perkeretaapian wajib a.

menyediakan angkutan dengan kereta api lain

atau moda transportasi lain sampai ke stasiun

tujuan, atau b. memberikan ganti kerugian

senilai harga karcis.

P.T. Kereta api dapat membatalkan

perjalanan kereta api dalam keadaan tertentu,

apabila terdapat hal-hal yang dapat

membahayakan keselamatan, ketertibanm

dan kepentingan umum sebagaima seperti

diatur dalam Pasal 136 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2007. Hal-hal yang

membahayakan keselamatan, ketertiban dan

kepentingan umum bersumber pada sarana

perkeretaapian dan di luar sarana

perkeretaapian. Bersumber pada sarana

perkeretaapian misalnya kondisi kereta api

diragukan kelaikannya dioperasikan.

Bersumber di luar sarana perkeretapian

misalnya jalur longsor dan ancaman teror.

Berdasarkan ketentuan Pasal 163 HIR

tersebut, konsumen hanya membuktikan

mempunyai karcis atau tiket atau dokumen

tiket melalui media on line saja, yang akan

mendapatkan ganti kerugian dari P.T. Kereta

Api, apabila terjadi pembatalan

keberangkatan perjalanan kereta api. Begitu

juga sebaliknya, apabila konsumen atau

penumpang yang memiliki atau membeli

karcis membatalkan keberangkatan sebelum

batas waktu keberangkatan sebagaimana

dijadwalkan melapor kepada P.T. Kereta Api,

akan mendapat pengembalian sebesar 75 %

(tujuh puluh lima persen) dari harga karcis

sesuai ketentuan yang terdapat dalam Pasal

134 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007. Batas waktu melapor

pembatalan adalah 30 (tiga puluh) menit

Page 22: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

sebelum keberangkatan. Sebaliknya, apabila

konsumen atau penumpang yang telah

membeli karcis membatalkan

keberangkatan dan sampai dengan batas

waktu keberangkatan sebagaimana

dijadwalkan tidak melapor kepada P.T.

Kereta Api, maka konsumen atau

penumpang tersebut tidak mendapat

penggantian biaya karcis seperti ditentukan

dalam Pasal 134 ayat (2).

Tanggung gugat P.T. Kerta Api

lainnya apabila dalam perjalanan kereta api

terdapat hambatan atau gangguan yang

mengakibatkan kereta api tidak dapat

melanjutkan perjalanan sampai stasiun

tujuan yang disepakati, P.T. Kereta Api

wajib menyediakan angkutan dengan kereta

api lain atau moda transportasi lain sampai

stasiun tujuan, atau memberikan ganti

kerugian senilai harga karcis sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 134 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007.

Prinsip pembuktian yang terdapat dalam

ketentuan tersebut adalah strict liability

merupakan “prinsip tanggung jawab tanpa

keharusan untuk membuktikan adanya

kesalahan atau dengan perkataan lain, suatu

prinsip tanggung gugat yang memandang

kesalahan sebagai suatu yang tidak relevan

untuk dipermasalahkan apakah pada

kenyataanya ada atau tidak”. Prinsip strict

liability merupakan prinsip pembuktian

terbalik, bukan konsumen atau penumpang

yang wajib membuktikan, tetapi P.T. Kereta

Api yang wajib membuktikan bahwa

perjalanan kereta api terdapat hambatan

atau gangguan yang mengakibatkan kereta

api tidak dapat melanjutkan perjalanan

sampai ke tempat tujuan yang disepakati.

Dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 tentang Perkertaapian tidak

diatur mengenai beban pembuktian yang

dikenal dengan prinsip strict liability, atau

beban pembuktian terbalik. Beban

pembuktian terbalik tersebut diatur dalam

Pasal 28 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen

menyatakan bahwa “pembuktian terhadap

ada tidaknya unsure kesalahan dalam ganti

rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29,

Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban

dan tanggung jawab pelaku usaha”. Hal

tersebut menimbulkan konsekuensi hukum

bahwa PT. Kereta Api sebagai pelaku usaha

yang dapat membuktikan kerugian bukan

merupakan kesalahannya terbebas dari

tanggung jawab ganti kerugian. OIeh karena

itu, ada tidaknya hambatan atau gangguan

yang mengakibatkan kereta api tidak dapat

melanjutkan perjalanan sampai stasiun tujuan

yang disepakti adalah P.T. Kereta Api, bukan

konsumen atau penumpang.

Dalam Pasal 136 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2007 dinyatakan

bahwa penyelenggara sarana perkeretaapian

dalam keadaan tertentu dapat membatalkan

perjalanan kereta api apabila terdapat hal-hal

yang dapat membahaya-kan keselamatan,

ketertiban, dan kepentingan manusia, baik

yang bersumber dari sarana perkeretaapian

atau di luar sarana perkeretaapian. Pasal ini

mengatur tentang keadaan memaksa (force

majour). Ketentuan ini sebenarnyya

melahirkan prinsip bahwa ada atau tidaknya

kesalahan dari P.T. Kereta Api, ia tetap

bertanggung jawab terhadap keselamatan,

ketertiban dan kepentingan manusia. Namun,

dalam ketentuan pasal tersebut tidak diatur

bahwa apabila terjadi pembatalan tersebut

kompensasi yang harus ditanggung oleh P.T.

Kereta Api kepada konsumen/ penumpang

dalam bentuk apa, hal tersebut tidak diatur.

Oleh karena itu, dalam penjelasan harus

ditegaskan apabila terjadi pembatalan

perjalanan kereta api yang dilakukan oleh

P.T. Kereta Api, maka sesuai ketentuan Pasal

134 ayat (1) Undang- Undang Nomor 23

Tahun 2007, wajib mengganti biaya yang

telah dibayar oleh orang yang telah membeli

karcis. Permasalahannya adalah apabila

konsumen atau penumpang yang telah

menunggu di ruang tunggu keberangkatan

kereta api, kemudian terjadi keterlambatan

pemberangkatan kereta selama dua sampai

dengan empat jam, tanggung jawab P.T.

Kereta Api mengenai hal tersebut tidak

diatur, misalnya diberi snak (makanan ringan

atau makan). Oleh karena itu, mengenai hal

tersebut perlu diatur dalam peraturan

pelaksanaan lainnya agar lebih melindungi

konsumen atau penumpang, dan

meningkatkan P.T. Kereta Api dalam

Page 23: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan

bertanggung jawab dan kehati- hatian dalam

penyelenggaraan perkeretaapian.

Kesimpulan

1. Prinsip kontrak dalam transasksi

tiket kereta api melalui on line,

tetap bertumpu dan berpijak pada

prinsip-prinsip dalam hukum

perjanjian yang tetrdapat dan diatur

dalam Bukum III tentang Perikatan

KUH Perdata, yan fundamental

dalam prinsip-prinsip kontrak tiket

kereta api melingkupi prinsip

kebebasan berkontrak, prinsip

konsensualisme, dan prinsip

kekuatan mengikat. Prinsip-prinsip

lain di luar dari prinsip-prinsip

tersebut seperti prinsip

transparansi, prinsip keseimbangan

(proporsionalitas), prinsip

kepastian hukum, prinsip

kepercayaan, dan prinsip itikad

baik (prinsip moral). Prinsip-

prinsip tersebut berlaku dalam

kontrak dalam transaksi tiket kereta

api melalui media on line, karena

kontrak tersebut dilakukan dengan

menggunakan elektronik, yang

dinamakan kontrak elektronik yang

merupakan perjanjian para pihak

yang dibuat melalui sistem

elektronik.

2. Dalam transaksi tiket kereta api

melalui media on line, apabila P.T,

Kereta Api wanprestasi, terdapat

kepastian hukum yang menjamin

terhadap hak-hak konsumen yang

dirugikan. Upaya hukum yang

dilakukan dapat dilakukan melalui

gugatan melalui pengadilan

dan/atau di luar pengadilan, yang

beban pembuktian dilakukan oleh

pelaku usaha (P.T. Kereta Api).

Jaminan kepastian hukum dalam

hal P.T. Kereta Api wanprestasi,

wajib bertanggung gugat

mengganti biaya yang telah dibayar

oleh konsumen yang telah membeli

karcis dan/atau menyediakan

angkutan dengan kereta api lain

atau moda transportasi lain sampai

stasiun tujuan, Tanggung gugat

wanprestasi P.T. Kereta Api apabila

terjadi pembatalan keberangkatan

perjalanan kereta api dan apabila

terjadi hambatan atau gangguan

yang mengakibatkan kereta api tidak

dapat melanjutkan perjalanan

sampai stasiun yang disepakati.

Saran

1. Dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

belum terdapat ketentuan yang

mengatur tentang penyelesaian

sengketa antara konsumen atau

penumpang atau pengirim barang,

sehingga perlu aturan tersendiri

berupa peraturan pelaksana undang-

undang tersebut, yang mengatur

mekanisme penyelesaian sengketa

antara konsumen atau penumpang

atau pengirim barang dengan P.T.

Kereta Api sebagai penyelenggara

sarana perkeretaapian.

2. Dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2007 tentang Perkeretaapin,

belum mengatur mekanisme

pergantian pemberian ganti rugi. Hal

tersebut diperlukan pengaturannya,

karena dalam transaksi tiket kereta

api media online, pelaksanaannya

ada yang dilakukan tidak secara

langsung dengan P.T. Kereta Api,

tetapi dapat melalui pelaku-pelaku

usaha yang ditunjuk atau kerja sama

dengan P.T. Kereta Api.

Page 24: PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI PERLINDUNGAN …karyailmiah.narotama.ac.id/files/PENELITIAN DAN PENULISAN SKRIPSI.pdf · kereta api listrik. Di Stasiun Surabaya Gubeng ada 19 (Sembilan