pendidikan islam pada masa sultan iskandar muda...

111
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SULTAN ISKANDAR MUDA (1607-1636 M) SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Oleh: WIDYA KARNILA NPM : 1511010191 Jurusan : Pendidikan Agama Islam FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1441 H/2019 M

Upload: others

Post on 06-Feb-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SULTAN ISKANDAR MUDA

(1607-1636 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

WIDYA KARNILA

NPM : 1511010191

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

1441 H/2019 M

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA SULTAN ISKANDAR MUDA

(1607-1636 M)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Oleh:

WIDYA KARNILA

NPM : 1511010191

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Pembimbing I : Prof.Dr.H.Syaiful Anwar, M.Pd

Pembimbing II : Dr.Safari Daud, M.Sos.I

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

1441 H/2019 M

ABSTRAK

Pendidikan adalah hidup, karena pendidikan berlangsung sepanjang hayat

dan tujuan pendidikan merupakan tujuan dari kehidupan. Pendidikan Islam adalah

suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang

dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi

seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.sejarah Aceh

mencatat bahwa Kerajaan Aceh Darussalam telah mencapai masa

kegemilangannya pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M), diantaranya

disebabkan oleh sistem pendidikan yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui pendidikan Islam pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-

1636M) serta perkembangannya hingga saat ini. Pertanyaan utama yang ingin

dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimanakah perkembangan pendidikan

islam pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Penelitian ini merupakan

penelitian kepustakaan (Library research), sedangkan metode pengumpulan data

menggunakan metode heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Hasil

penelitian pendidikan islam pada masa Sultan Iskandar Muda adalah pada masa

itu merupakan masa keemasan pendidikan islam. Aceh menjadi kiblat pendidikan

Islam di Nusantara, bahkan mancanegara. Saat itu dayah yang muncul sebagai

pendidikan Islam di Aceh yang meliputi semua tingkat pendidikan masa modern

sekarang, tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat universitas. Jamiah

Baiturrahman sebagai tingkatan pendidikan tinggi terkemuka di Tenggara pada

masa itu, yang memiliki 17 daar cabang ilmu pengetahuan, baik ilmu agama

maupun umum.

Kata kunci : Pendidikan Islam

Masa Sultan Iskandar Muda

MOTTO

“ Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di

segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-

Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

(Q.S. Al-Mulk:15)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap Alhamdulillah penulis mampu menyelesaikan karya

ilmiah berupa skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mempersembahkan skripsi ini

kepada:

1. Ayahanda Untung, S.Pd dan Ibunda Tuminah, yang telah mengasuh,

membimbing, serta memberikan dukungan baik moril dan materil serta

do‟a yang tak henti-henti demi tercapainya keberhasilanku. Semoga

Allah selalu memberikan rahmat dan ridhonya kepada ayah dan ibu di

dunia dan akhirat

2. Kakak kandungku Eka Yunita, S.Pd, yang selalu memberikan

dukungan, motivasi dan inspirasinya kepadaku adiknya tersayang.

Semoga Allah selalu melimpahkan kebahagiannya kepadanya.

3. Almamaterku tercinta, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan

Lampung, tempatku menuntut ilmu

RIWAYAT HIDUP

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Nama lengkap saya Widya Karnila, biasa disapa Widya atau di lingkungan

keluarga biasa disapa Nila. Saya lahir di Pringsewu 2 Oktober 1996. Putri kedua

dari ayah bernama Untung dan ibu bernama Tuminah. Saya anak kedua dari dua

bersaudara. Kakak perempuan saya bernama Eka Yunita. Asal daerah saya dari

Pingsewu, tepatnya jalan Merpati, No. 23, Pringsewu Utara, Kec. Pringsewu, Kab.

Pringsewu. Latar belakang keluarga saya, ayah saya adalah seorang guru

Penjaskes di SD Negeri 2 Pringsewu Utara, ibu saya adalah seorang ibu rumah

tangga, dan kakak perempuan saya adalah seorang guru di SLB Negeri Pringsewu.

Riwayat pendidikan: TK K.H. Gholib Pringsewu (2001-2003), SD Negeri

2 Pringsewu Utara (2003-2009), SMP Negeri 1 Pringsewu (2009-2012), SMA

Negeri 2 Pringsewu (2012-2015), dan menjadi mahasiswi pada program studi S1

di UIN Raden Intan Lampung Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan

Pendidikan Agama Islam angkatan 2015.

Selama menjadi mahasiswi, saya bergabung dalam rombongan belajar

kelas D jurusan Pendidikan Agama Islam, menjalani KKN di desa Purwodadi

Simpang, Tanjung Bintang dan PPL di SMP Negeri 9 Bandar lampung. Kegiatan

saya sehari-hari menjalani aktivitas sebagai mahasiswi. Kegemaran saya adalah

membaca dan mendengarkan musik. Saya bercita-cita menjadi seorang pendidik.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah puji syukur atas segala nikmat dan rahmat yang telah Allah

berikan kepada kita semua, karna berkat nikmat dan kelapangan dari-Nyalah

penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi ini. Shalawat beserta salam selalu

terhaturkan kepada Baginda Rasulullah Saw yang selalu diharapkan syafa‟atnya

dan mendapat barokahnya.

Penyusunan skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas tugas akhir

perkuliahan yang berjudul “Pendidikan Islam pada Masa Sultan Iskandar

Muda (1607-1637 M)”. Penulis berharap semoga penyusunan skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca.

Skripsi ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan skripsi ini. Untuk itu

penulis menyampaikan banyak Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Raden Intan (UIN) Lampung. Prof.Dr.

Moh Mukri, M.Ag.

2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung Prof.

Dr. Hj. Nirva Diana, M.Pd

3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Raden Intan Lampung Drs.

Sa‟idy, M.Ag., beserta staf-stafnya yang telah memberikan arahan dan

bimbingan dalam pembuatan karya ilmiah ini.

4. Bapak Prof. Dr. Syaiful Anwar, M.Pd. selaku pembimbing 1 dan Bapak

Dr. Safari Daud,M.Sos.I, yang telah sabar membantu, membimbing dan

meluangkan waktunya dalam proses menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Dr.Imam Syafe‟i,M.Ag dan Bapak Dr. Rijal Firdaos,M.Pd yang

telah banyak membantu, mendukung, membimbing serta turut

mengantarkan keberhasilan penyusun selama menjadi Ketua dan

Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam

6. Dosen UIN Raden Intan Lampung, khususnya Dosen Jurusan Pendidikan

Agama Islam, yang telah berbagi ilmu, mengajarkan, mendidik,

membimbing, serta membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Kepala perpustakaan dan staf UIN Raden Intan Lampung yang telah

memberikan fasilitas referensi dan .fasilitas lainnya dalam penyelesaian

skripsi ini.

8. Keluarga PAI kelas D angkatan 2015, yang telah membersamai dalam

proses menyelesaikam skripsi ini serta seluruh teman-teman angkatan

jurusan PAI angkatan 2015.

9. Teman seperjuangan hidup di Bandar Lampung, teman-teman kost ku:

Yayah Fauziyah (Yayus), Dewi Lestari (Dewok) dan Siti Nuraini (Endut).

10. Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini telah penulis selesaikan dengan usaha yang semaksimal

mungkin. Namun tentunya penulis sadari bahwa didalam penulisan skripsi ini

masih menghasilkan hasil yang jauh dari sempurna baik dari segi kata-kata,

metodologi penulisan dan pencarian sumber. Untuk itu penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan menambah

pengetahuan penulis untuk dimasa yang akan datang. Terimakasih.

Wassalamu‟alaikum wrahmatullahi wabarakatuh

Bandar Lampung, 2019

Penyusun,

Widya Karnila

NPM: 1511010191

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

MOTTO .......................................................................................................... iv

PERSEMBAHAN ........................................................................................... v

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Fokus Penelitian ................................................................................... 8

C. Rumusan Masalah ................................................................................ 9

D. Tujuan penelitian .................................................................................. 9

E. Manfaat penelitian ................................................................................ 9

F. Metode Penelitian................................................................................. 10

BAB II KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Islam ..................................................................... 18

1. Pengertian Pendidikan Islam .......................................................... 18

2. Sistem Pendidikan Islam ................................................................ 19

3. Ruang Lingkup Pendidikan Islam .................................................. 20

B. Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam ........................................... 28

1. Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam .......................................... 28

2. Sultan-sultan Aceh Darussalam ..................................................... 30

3. Ketatanegaraan Aceh Darussalam.................................................. 32

C. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia ................................................ 34

1. Periodesasi Pendidikan Islam di Indonesia .................................... 34

2. Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam Nusantara ........................ 34

3. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia .............................. 36

BAB III TOKOH SULTAN ISKANDAR MUDA

A. Biografi Sultan Iskandar Muda ............................................................ 41

1. Silsilah dan Kelahiran Sultan Iskandar Muda ................................ 41

2. Masa Kanak-kanak dan Remaja Sultan Iskandar Muda ................ 42

3. Pendidikan Sultan Iskandar Muda ................................................. 43

4. Paham Kekuasaan Sultan Iskandar Muda ...................................... 44

5. Kejayaan Aceh Darussalam Masa Sultan Iskandar Muda ............. 46

6. Wafatnya Sultan Iskandar Muda .................................................... 51

B. Penghargaan yang diberikan kepada Sultan Iskandar Muda ............... 51

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Pendidikan Islam Masa Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam .... 53

B. Pendidikan Islam pada Masa Sultan Iskandar Muda ........................... 58

C. Perkembangan Pendidikan Islam di Aceh............................................ 61

D. Tokoh Ulama-ulama dan Sarjana Aceh Darussalam ........................... 67

E. Pendidikan Syariat Islam di Nangroe Aceh Darussalam ..................... 72

F. Pendidikan Dayah di Nangroe Aceh Darussalam ................................ 74

G. Relevansi Pendidikan Islam Masa Sultan Iskandar Muda dengan

Pendidikan Islam Saat ini ..................................................................... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .......................................................................................... 84

B. Saran ..................................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hidup, karena pendidikan berlangsung sepanjang

hayat dan tujuan pendidikan merupakan tujuan dari kehidupan. Semua

manusia yang hidup mengalami proses pendidikan. Pendidikan berlaku di

mana pun, kapan pun dan bagi siapa pun.

Secara luas pendidikan berarti hidup. Pendidikan mencakup segala

pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang

hidup, yang memengaruhi pertumbuhan individu.1

Tujuan pendidikan muslim adalah membentuk manusia yang baik dan

benar yang berbakti kepada Allah dalam pengertian yang sesungguhnya,

membangun struktur kehidupannya di dunia ini sesuai hukum (syariah) dan

menjalani kehidupan tersebut untuk mengabdi sesuai keimanannya.2

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-

lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka

1U.H.Saidah,Pengantar Pendidikan: Telaah Pendidikan Secara Global dan

Nasional(Jakarta:Raja Grafindo Pustaka, 2016), h.12.

2 Haidar Putra Daulay,Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat(Jakarta:Kencana, 2014),

h.81.

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-

Mujadalah:11)

Pada ayat tersebut merupakan suatu perintah untuk menuntut ilmu,

dengan tujuan untuk meninggikan drajat bagi orang-orang yang beriman dan

mencari ilmu.

Sejarah bukan hanya masa lalu, namun sejarah mengandung banyak

pengetahuan dan ilmu yang apabila ditelaah dengan baik akan menjadi

sumber kemajuan masa kini dan masa yang akan datang.

Sejarah merupakan ilmu yang membahas berbagai peristiwa atau

kejadian di masa lalu dengan memerhatikan dari segi waktu, tempat kejadian,

pelaku, latar belakang dan hikmah yang terdapat dalam peristiwa tersebut.3

Makna sejarah sebagai catatan yang berhubungan dengan kejadian-

kejadian masa silam yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dalam

lingkup yang luas.4

Dalam Al-Qur‟an Allah mengisyaratkan pentingnya mempelajari

sejarah melalui firmannya dalam QS.Thaha:99 dan QS. Yusuf:111

“Demikianlah Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah umat

yang telah lalu, dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepadamu dari sisi

Kami suatu peringatan (Al Quran).”(QS. Thaha:99)

3 Abuddin Nata,Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner (Jakarta:Raja

Grafindo Persada, 2010), h.81.

4 Zuhairini,(et.al),Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta:Bumi Aksara, 2015), h. 2.

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi

orang-orang yang mempunyai akal.Al Quran itu bukanlah cerita yang

dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan

menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum

yang beriman.”(Q.S.Yusuf:111)

Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam atau disebut dengan kesultanan,

merupakan suatu periodesasi penting dalam islamisasi di Nusantara. Dalam

proses tersebut, nilai-nilai islami terintegrasi dalam sistem sosial dan politik

di Nusantara. Melalui suatu tatanan tersebut selanjutnya dilakukannya upaya

penerapan ajaran-ajaran islam dalam masyarakat.

Bila sebelumnya kehadiran Islam lebih terbatas membentuk suatu

suatu komunitas keagamaan di pusat-pusat perdagangan di Nusantara, dengan

berdirinya kerajaan-kerajaan maka tampilnya Islam sebagai kekuatan politik

dan budaya mulai berlangsung. Sebab di kerajaan bahkan sejak masa pra-

islam, basis pembentukan budaya dan politik di Nusantara berpusat, demikian

juga di kerajaan, islamisasi memperoleh kekuatan politiknya sehingga

berlangsung semakin efektif dan mencapai tingkat pengaruh lebih besar di

masyarakat.5

Kehadiran pedagang-pedagang muslim di Nusantara melahirkan

fenomena kota-kota perdagangan sebagai pusat ekonomi, yang pada akhirnya

5 Jajat Burhanuddin,Islam dalam Arus Sejarah Indonesia,(Kencana: Jakarta,2017), h.11.

mendukung kegiatan pengembangan Islam. Kegiatan perdagangan yang maju

memungkinkan terselenggaranya pembangunan masjid dan pusat-pusat

pengajaran Islam dan kegiatan-kegiatan Islam.

Peran penguasa juga memengaruhi berkembangnya Islam. Setelah

terbentuknya pemerintahan kerajaan islam, para penguasalah yang

menggerakkan berbagai kegiatan-kegiatan keagamaan, baik berupa dakwah

Islam, pembangunan tempat peribadahan, sampai penyelenggaraan

pendidikan Islam.

Peranan raja-raja Muslim terhadap pendidikan Islam membuat

pendidikan Islam berkembang lebih maju yang kemudian mendapatkan

pelayanan pengajaran bagi keagamaan maupun kemajuan intelektual Islam di

Nusantara.6 Selanjutnya lembaga-lembaga pendidikan membantu

meningkatkan kemajuan sikap dan wawasan keagamaan Muslim Indonesia,

misalnya pada abad ke-17, Aceh menjadi pusat pendidikan di Nusantara.

Kerajaan Aceh Darussalam merupakan salah satu kerajaan islam yang

pernah terbentuk di Indonesia yang berada di paling barat dari kepulauan

Nusantara dan di ujung utara Pulau Sumatera. Kerajaan yang telah berdiri

pada tahun 1520-1903 Masehi dengan Sultan Ali Mughaiyat Syah sebagai

pendirinya yang memimpin dari tahun 1520-1530 Masehi. Daerah kekuasaan

Kerajaan Aceh pada awal berdirinya kerajaan pada masa kepemimpinan

Sultan Ali Mughayiat Syah meliputi daerah Aceh Besar kemudian meluas

dengan penaklukan daerah-daerah pelabuhan-pelabuhan dagang di pesisir

6 Hanun Asrahah,Sejarah Pendidikan Islam (Pamulang:PT.LOGOS Wacana Ilmu, 1999),

h.142.

timur Sumatera yang bersebelahan dengan Selat Malaka seperti Daya, Pasai

dan Pidie.

Kerajaan Aceh Darussalam sebagai negara berbentuk kerajaan dengan

ibukota Negara Banda Aceh Darussalam dan pemimpin negaranya bergelar

Sultan yang diangkat secara turun temurun. Struktur pemerintahan Kerajaan

Aceh Darussalam meliputi Kerajaan (Pemerintah Pusat), Uluebalang dan

pemukiman (Pemerintah Pusat) dan Gampong (Pemerintah Desa). Sultan

dalam mengemban tugasnya dibantu beberapa pejabat tinggi yang bergelar

Wazir (Perdana Menteri dan Menteri-Menteri).

Hubungan Luar Negeri antara Kerajaaan Aceh Darussalam terjalin

melalui seorang menteri yang bergelar Wazir Sulthan Badhul Muluk

memiliki tugas mengurus mengenai utusan-utusan dan wakil-wakil kerajaan

dan kepentingan luar negeri. Dengan prinsip-prinsip yang memiliki tujuan

untuk menyusun kekuatan di dalam negeri, maka Kerajaan Aceh Darussalam

meletakkan dasar-dasar dari politik luar negeri yang akan dijalankannya,

yaitu: 1) Tidak bergantung dengan luar negeri, baik ekonomi ataupun militer;

2) menjalin persahabatan dengan Negara-negara Islam di Indonesia, Turki

India, Arab, dan Malaya; 3) Selalu mawas dan waspada terhadap Negara-

negara yang berpotensi untuk menjajah dan sebaliknya menjalin hubungan

baik dengan Negara-negara bagian barat yang ingin hidup damai; 4)Bantuan-

bantuan dari luar negeri lebih diutamakan para tenaga ahli yang dibutuhkan;

5) Memperluas dakwah islamiyah di keseluruh kepulauan Nusantara.7

Hubungan luar negeri Aceh terjalin melalui Diplomasi-diplomasi

dengan Negara lain. Aceh telah menjalankan empat diplomasi, yang

merupakan “diplomasi klasik”, yaitu: Diplomasi Kancil, Diplomasi

Meubisan, Diplomasi kekuatan, dan Diplomasi Ekonomi. Keempat macam

diplomasi ini digunakan Sultan Iskandar Muda dalam menjalankan program-

program politik luar negerinya.

Peran pemimpin sangat penting dalam pembangunan dan

kemakmuran dalam suatu negara yang di pimpinnya. Kerajaan Aceh

Darussalam mencapai masa gemilangnya pada masa kepemimpinan Sultan

Iskandar Muda. Berbagai kemajuan-kemajuan dicapai dalam bidang politik,

militer, ekonomi, kebudayaan serta pendidikan. Kemajuan-kemajuan yang

telah dicapai tersebut merupakan hasil dari perjuangan yang dilakukan Sultan

Iskandar Muda selama 29 tahun (1607-1636 M) pemimpin kerajaan Aceh

Darussalam.

Pembangunan Kerajaan Aceh Darussalam dalam pertahanan Negara

dan untuk menaikkan martabat Negara, perlunya angkatan perang yang

berpendidikan dan dan terlatih dengan baik. Oleh karena itu, dalam

membangun angkatan perang sektor pendidikannya mendapat tempat yang

istimewa. Dalam mendapatkan tenaga-tenaga ahli yang berpengalam,

Kerajaan Aceh Darussalam mendatangkan guru-guru dan instruktur dari

7A.Hasjmy,Kebudayaan Aceh dalam Sejarah (Penerbit Beuna: Jakarta Pusat), 1983, cet-I.,h.

98.

Negara-negara sahabat, terutama Negara-negara Islam. Dalam usahanya

Sultan Iskandar Muda mempermodern Angkatan perang Aceh dengan

mendirikan tempat-tempat pelatihan militer.

Banda Aceh Darussalam sebagai ibukota Negara sangat berperan

dalam kemajuan Aceh Darussalam. Kota Banda Aceh merupakan pusat

perkembangan dan kegiatan politik, ekonomi dan sosial, serta pusat kegiatan

ilmu dan kebudayaan. Banda Aceh Darussalam pada masa keemasannya

(sekitar abad 16 -17 M) bukan hanya pusat kegiatan politik dan ekonomi,

tetapi juga sebagai menjadi pusat kota dalam kegiatan dan perkembangan

ilmu pengetahuan. Pada zaman itu, terdapat 3 pusat tempat kegiatan ilmu

pengetahuan yang berada di kota Banda Aceh, Yaitu: 1) Masjid Jami‟

Baiturrahman, 2) Masjid Baitur Rahim, dan 3) Masjid Baitul Musyahadah.

Ketiga masjid tersebut, selain sebagai pusat kegiatan beribadah, juga

difungsikan menjadi lembaga-lembaga perguruan tinggi (universitas). Masjid-

masjid tersebut merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dengan segala

cabang ilmu pengetahuan yang lengkap, sementara guru besarnya juga

didatangkan dari Turki, Arab, Persia, India, dan lainnya. Dengan adanya tiga

pusat kegiatan ilmu pengetahuan ini, maka Banda Aceh pada zaman

keemasannya disebut dengan “Kota Universitas” menurut istilah pada zaman

sekarang. Pada masa Sultan Iskandar Muda itu dapat dikatakan sebagai suatu

masa kesadaran, kesadaran pentingnya ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Sultan Iskandar Muda mempunyai minat yang besar sekali untuk mendirikan

masjid atau rumah ibadah, pesantren dan lembaga pendidikan lainnya guna

mengembangkan ilmu pengetahuan.

Pemerintahan Sultan Iskandar Muda, merupakan masa kegemilangan

bagi pendidikan Islam sehingga pada masa tersebut tumbuhlah nama-nama

ulama yang termahsyur seperti : Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Nurudin Ar-

Raniry, Syekh Ahmad Khatib Langin, Syekh Syamsudin As-Sumatrawi,

Syekh Abdur Rauf dan muridnya, dan Syekh Burhanudin yang menjadi ulama

besar di Minangkabau.8

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih

spesifik mengenai “Pendidikan Islam pada Masa Sultan Iskandar Muda

(1607-1636 M)”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti menentukan

fokus penelitian yaitu: Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Sultan

Iskandar Muda (1607-1636 M).

Bedasarkan fokus penelitian tersebut, maka sudut tinjauan dari fokus

tersebut adalah tinjauan historis pendidikan Islam pada masa Sultan Iskandar

Muda (1607-1636 M)

8 Enung K. Rukiyati , Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia(Bandung:CV

Pustaka Setia, 2006), h.39.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah

pada penelitian ini adalah: Bagaimanakah perkembangan pendidikan Islam

pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1638 M)?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam suatu penelitian adalah untuk mengetahui masalah yang

telah dirumuskan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini

adalah untuk mengetahui Bagaimanakah pendidikan Islam pada masa Sultan

Iskandar Muda (1607-1636 M) serta perkembangannya hingga saat ini

E. Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

Bagi penulis dan pembaca, hasil penelitian ini dapat dipergunakan

sebagai tambahan wawasan ilmu pengetahuan mengenai sejarah dan

perkembangan pendidikan islam serta mengetahui dan lebih mengenal

tokoh Sultan Iskandar Muda baik peranannya terhadap Pendidikan Islam

maupun perjuangannya dalam kemajuan Kerajaan Aceh Darussalam

(1607-1636 M).

Sebagai bahan tambahan materi pada mata pelajaran sejarah

kebudayaan islam di MA dan MTs khususnya yang membahas tentang

sejarah dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia serta sejarah

kebudayaan Kerajaan Islam di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Menumbuhkan kembali semangat perjuangan dakwah islamiyah

melalui pendidikan islam, baik bagi penulis, pembaca, serta para praktisi

pendidikan dalam lembaga pendidikan maupun pemerintahan untuk terus

melanjutkan memperjuangkan dan meningkatkan mutu pendidikan.

F. Metode Penelitian

a) Jenis dan Fokus Penelitian

Meneliti meupakan suatu proses untuk mengungkap fakta. Melalui

penelitian seseorang mengupayakan untuk menentukan, menjelaskan dan

menganalisis suatu fakta, peristiwa dan realitas. Maka dari itu, setiap

penelitian yang baik semestinya berawal dari realitas adanya persoalan

yang tampak, yang dengan persoalan-persoalan itulah muncul keninginan

untuk melakukan penelitian. Penelitian yang baik mesti berangkat dari

realitas atau sesuatu yang nyata, jelas persoalannya, sehingga diperlukan

solusi atau jawaban yang jelas dan juga nyata melalui proses penelitian

ilmiah.9

Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian kepustakaan

(Library Reseach), yaitu penelitian yang menggunakan sumber sekunder

sebagai sumber data dengan fokus penelitian pada Perkembangan

Pendidikan Islam Pada Masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).

9Ibrahim,Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Alfabeta, 2015),h.23.

Kajian pustaka secara sederhana dapat diketahui sebagai kegiatan

dalam mengkaji dan menganalisis terhadap bahan-bahan yang bersumber

dari kepustakaan (buku, jurnal ilmiah, laporan hasil penelitian, laporan

hasil pengabdian, artikel, catatan-catatan dan lain sebagainya).10

Dalam melakukan suatu proses penelitian, adanya buku literature

merupakan sesuatu yang harus ada. Kajian pustaka berisi mengenai teori-

teori yang relevan dan sumber informasi penelitian. Pada saat meneliti

perlu dilakukan pengkajian mengenai teori dan konsep yang digunakan

berdasarkan literatur-literatur yang telah tersedia, terutama dari artikel-

artikel yang telah dipublikasiakan dalam berbagai jurnal ilmiah. Kajian

pustaka berfungsi membangun konsep atau teori yang menjadi dasar studi

dalam penelitian.11

Kajian studi kepustakaan mempunyai beberapa peranan, seperti:

1. Peneliti akan mengetahui batas-batas dan cakupan dari permasalahan

yang diteliti.

2. Melalui teori yang berkaitan dengan permasalahan, peneliti dapat

menempatkan pertanyaan-pertanyaan secara perspektif.

3. Melalui studi literatur, peneliti dapat membatasi pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan dan menentukan konsep studi yang

berkaitan erat dengan suatu permasalahan.

10Ibid,h.39.

11

V. Wiratama Sujarweni, Metodologi Penelitian:Lengkap, Praktis, dan Mudah Dipahami

(Pustaka Baru Press, 2014), h.57.

4. Melalui studi literatur, peneliti dapat mengetahui dan menilai hasil-

hasil penelitian yang sejenis yang memungkinkan kontradiktif antara

satu penelitian dengan penelitian lainnya.

5. Melalui melalui studi literatur, peneliti dapat menentukan pilihan dari

metode penelitian yang tepat untuk memecahkan permasalahan.

6. Melalui studi literatur dapat dicegah atau dikurangi replikasi yang

sekiranya kurang bermanfaat dengan penelitian yang telah dilakukan

pada peneliti lainnya.

7. Melalui studi literatur, para peneliti dapat lebih yakin dalam

menginterpretasikan hasil penelitian yang akan dilakukannya.12

b) Metode dan Sumber Penelitian

Untuk mencapai pada tujuan dari suatu penelitian, maka perlu

dilakukan seperangkat metode kerja yang komprehensif dan sistematis

sehingga penelitianpun akan didapat dengan lebih mudah untuk

dijalankan.13 Penelitian sejarah merupakan penelitian yang tergolong

“metode historis” yaitu suatu metode yang khusus digunakan dalam

penelitian sejarah melalui tahapan-tahapan tertentu. Sebagaimana yang

dikemukakan Notosusanto, adalah sebagai berikut:

1. Heuristik

Heuristik adalah mencari dan mengumpulkan jejak-jejak masa

lampau. Tahapan heuristik merupakan tahapan awal dalam suatu

rangkaian tahapan dari penelitian sejarah. Menurut Notosusanto,

12 Sukardi,Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara,2015), h.34.

13

Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah Teori, Metode, Contoh Aplikasi (Bandung:Pustaka

Setia,2014), h.75.

heuristic berasal dari bahasa Yunani ”heuriskein”yang berarti sama

dengan seperti “to find” yang berarti tidak hanya menemukan, tetapi

mencari dulu. Pada tahapan pertama, peneliti akan berusaha untuk

mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang berhubungan

dengan topik yang akan dibahas.14

Dalam pelaksanaan prosedur yang

perlu ditempuh adalah berusaha untuk mendapatkan sumber yang

mempunyai kredibilitas tinggi.15 Dengan menggunakan studi pustaka,

maka disini penulis akan berusaha untuk mencari dan mengumpulkan

sumber-sumber data yang tertulis yang ada kaitannya dengan sejarah

pendidikan Islam pada masa Sultan Iskandar Muda serta

perkembangan pendidikan Islam.

Sehingga dalam penelitian ini akan ditempuh teknik

kepustakaan dengan mengumpulkan dan menghimpun data-data yang

berkaitan dengan sejarah pendidikan Islam dan sejarah Kerajaan Aceh

Darussalam serta perkembangan pendidikan islam pada masa Sultan

Iskandar Muda. Adapun yang dilakukan penulis mengumpulkan

sumber dengan mencari buku-buku yang berkaitan dengan tema

penelitian. Penulis juga mengumpulkan data dari internet, artikel,

jurnal ilmiah, surat kabar, toko-toko buku, perpustakaan UIN Raden

Intan, perpustakaan daerah, dan lain sebagainya.

14 Ibid,h93.

15

Aminuddin Kasdi,Memahami Sejarah (Surabaya:Unesa University Press, 2008), h.25.

2. Kritik

Kritik merupakan suatu tahapan untuk menyelidiki sumber-

sember data, baik bentuknya maupun isinya. Pada tahap ini, sumber

yang berhasil dikumpulkan pada tahapan heuristik dengan buku-buku

yang sesuai dan pembahasan yang terkait. Selanjutnya perlunya

seleksi dengan mengacu pada prosedur yang ada, yaitu sumber faktual

dan keotentikan sumber.16

M. Dien Madjid menegaskan, bahwa tiap-tiap sumber

memiliki aspek-aspek, baik aspek intern maupun aspek ekstern. Aspek

intern dilakukan guna menilai kelayakan atau kredibilitas sumber.

Kredibilitas sumber biasanya mengacu pada kemampuan sumber

untuk mengungkap kebenaran suatu peristiwa sejarah. Kemampuan

sumber meliputi kompetensi, kedekatan dan kehadiran dari sumber

data serta ketersediaan sumber untuk mengungkapkan fakta-fakta

konsistensi sumber terhadap isi atau konten sumber.17

Aspek ekstern juga dilakukan guna mengetahui sejauh mana

keabsahan atau autetisitas sumber. Kritik terhadap autetisitas sumber

tersebut misalkan dengan memastikan sebuah sumber apakah asli atau

salinan, melakukan pengecekan tanggal penerbitan dokumen, dan

pengecekan bahan yang berupa kertas atau tinta.

16 Sulasman,Op.cit, h.101.

17

M. Dien Madjid, Ilmu Sejarah: Sebuah Pengantar (Jakarta:Media Group, 2014),Cet-1,

h.223-224.

Kritik pada keaslian sumber-sumber data sejarah diantaranya

dapat dilakukan dengan berdasarkan dari usia ataupun jenis budaya

yang berkembang pada masa peristiwa tersebut terjadi, jenis tulisan

yang digunakan, huruf serta hal-hal lainnya. Diolah dengan

pengetahuan-pengetahuan yang bersifat umum dalam mengetahui sifat

dan konteks zaman.18

Di tahap ini penulis berusaha memilah data-data yang telah

terkumpul yang ada kaitan dengan topik yang dibahas, dengan teknik

tersebut data-data sejarah yang ada hingga memperoleh fakta-fakta

sejarah yang terpercaya.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah penguraian fakta-fakta dan suatu

kepentingan topik dalam sejarah serta menjelaskan permasalahan

kekinian. Interpretasi tidak bersifat final, sehingga setiap generasinya

atau penulisnya berhak menerangkan interpretasinya sendiri.19

Dalam

melakukan proses interpretasi, penulis akan dituntut untuk bermain

dengan imajijatif. Karena fakta-fakta sejarah tidak bisa sempurna

sehingga terdapat “ruang gelap yang sejarah” yang kerap kali

tercipta.20

Untuk mengetahui sebab dalam suatu peristiwa pengetahuan

tentang masa lalu, pada saat penelitian akan akan mengetahui kondisi

18Ibid, h.224.

19

Sulasman,Op.cit,h.107.

20

M. Dien Madjid, Op.cit, h.227.

pelaku, tindakan, dan tempat terjadi peristiwa. Para ahli sejarah

membebaskan menggunakan apa saja dari bentuk dan metode

interpretasi yang logis untuk mencapai tujuan.21

4. Historiografi

Menulis tentang historiografi yang dilakukan oleh suatu

kelompok atau perorangan di dalam masa tertentu tujuannya adalah

untuk menunjukkan perkembangan konsep sejarah baik di dalam

pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya

disertai dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan dan

kemunduran bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam

penyajian bahan-bahan sejarah.22

Dalam penelitian historis, penulisan sejarah (historiografi)

merupakan tahap atau langkah terakhir dari beberapatahap yang harus

dilakukan peneliti sejarah. Historiografi adalah tahap akhir pada

penelitian sejarah, setelah melalui tahap heuristik, kritik sumber dan

interpretasi. Maka pada tahap inilah penulisan sejarah dilakukan.

Kisah-kisah sejarah tersebut jelas sebagai sebuah dari kenyataan

subjektif, karena pada setiap orang atau generasi mampu

mengarahkan sudut pandangnya terhadap apa yang terjadi dengan

berbagai interpretasi yang sangat erat dengan sikap hidup, pendekatan

atau orientasinya. Oleh karena itu perbedaan pandangan terhadap

21 Dudung Abdurahman,Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Ombak,

2011),h.115-116.

22

H.A. Muin Umar,Historiografi Islam(Jakarta:Rajawali Pers,1988),h.1.

masa lalu yang pada dasarnya ialah subjektif dan absolute, dan pada

waktunya akan menjadi kenyataan yang relatif.23

Langkah ini berkecenderungan dengan hasil-hasil pada tiga

tahap-tahap sebelumnya, dengan mengungkap serta memaparkan

sumber sejarah yang diperoleh, kemudian disajikan secara ilmiah

dalam kisah sejarah.

23 M.Dien Madjid, Op.cit, h.230-231.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam

bahasa Arabnya adalah ”tarbiyah”, dengan kata kerja “raabba”. Kata

pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “ta‟lim” dengan kata kerjanya

“‟allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya “tarbiyah wa

ta‟lim” sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah

“Tarbiyah Islamiyah”.24

Pendidikan islam adalah usaha yang dilakukan untuk

mengembangkan seluruh potensi manusia baik lahir, maupun batin agar

terbentuknya pribadi muslim seutuhnya.25

Dalam seminar pendidikan islam se-Indonesia tahun 1960

didapatkan pengertian pendidikan Islam, yaitu bimbingan terhadap

pertumbuhan ruhani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan hikmah,

mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh, dan mengawasi

berlakunya semua ajaran islam.26

Menurut Dr. Muhammad SA Ibrahimy mengemukakan pendidikan

dalam pandangan islam yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan

24 Zakiyah Daradjat,Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:PT Bumi Aksara,2014), h.25.

25

Haidar Putra Daulay,Pendidikan Islam dalam Perspektif Filsafat (Jakarta:Kencana,2014),

h.11.

26

Bukhari Umar,Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Amzah, 2010), h.29.

yang memungkinkan seseorang dapat mengerahkan kehidupannya sesuai

dengan cita-cita islam, sehingga mudah ia dapat membentuk kehidupan

sesuai dengan ajaran islam.27

Menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam

adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia mengatakan bahwa

tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan

haruslah menjadikan seluruh manusia, menjadi manusia yang

menghambakan diri kepada Allah, yaitu beibadah kepada Allah.28

Pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang

mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah,

sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan

manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.29

2. Sistem Pendidikan Islam

Sistem adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang

saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan

kebutuhan yang telah ditentukan.30

Tirtarahardja dan La Sulo, memberikan

beberapa ciri-ciri umum suatu sistem, yaitu: 1) Suatu yang terstruktur; 2)

Kesatuan tersebut terdiri dari sejumlah komponen yang saling

berpengaruh; 3) Masing-masing komponen mempunyai fungsi tertentu dan

bersama melaksanakan fungsi struktur, yaitu pencapaian tujuan sistem.

27Ibid,h.27.

28

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam (Bandung:PT. Remaja

Rosdakarya,2007), h.46.

29

H.M Arifin,Ilmu Pendidikan Islam:Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan

Interdidipliner (Jakarta:Bumi Aksara, 2014), h.8.

30

U.H.Saidah,Pengantar Pendidikan: Telaah Pendidikan Secara Global dan Nasional

(Jakarta:Raja Grafindo Pustaka,2016).h.41.

Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2003

tentang Sistem pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar untuk

menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.31

Dari definisi

tersebut tujuan pendidikan adalah menyiapkan peserta didik bagi

peranannya di masa yang akan datang.

Tujuan Pendidikan Islam secara nasional terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

sebagai berikut: “Membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak

mulia, berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi,

keterampilan, sehat jasmani, dan rohani, memiliki rasa seni, serta

bertanggung jawab bagi masyarakat, bangsa dan negara.”32

3. Ruang Lingkup Pendidikan Islam

a. Landasan Pendidikan Islam

Landasan pendidikan islam terdiri dari Al-Qur‟an, Sunnah dan

Ijtihad.

1) Al-Qur‟an

Al-Qur‟an ialah firman Allah berupa wahyu yang

disampaikan oleh jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di

dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan

untuk keperluan aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang

terkandung dalam Al-Qur‟an itu terdiri dua prinsip besar, yaitu

31 Ibid.h.14.

32

Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisitem Pendidikan

Nasional (Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 24.

yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut Aqidah

dan yang berhubungan dengan amal disebut Syariah.

Ayat Al-Qur‟an yang pertama kali turun ialah berkenaan

keimanan dan juga pendidikan.

“1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

Menciptakan, 2)Dia telah menciptakan manusia dari segumpal

darah.3)Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4)Yang

mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.33

5)Dia mengajar

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”(Q.S.Al-Alaq:1-5)

Ayat tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa (seolah-

olah Tuhan berkata, hendaklah manusia meyakini akan adanya

tuhan pencipta manusia (dari segumpal darah). Selanjutnya, untuk

memperkukuh keyakinannya dan memelihara agar tidak luntur,

hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran.34

2) As-Sunnah

As-Sunah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan

Rasul Allah SWT, yang dimaksud pengakuan itu ialah kejadian

atau perbuataan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau

membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.

33 Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca.

34

M.Sudiyono,Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:PT,Rineka Cipta,2009),h.24.

Rasulullah shallaullahu „alaihi wasalam merupakan bahwa

beliau adalah juru didik, Rasul juga mendorong orang untuk

belajar dan menyebarkan ilmu secara luas dan suatu pujian atas

keutamaan juru didik.

Rasulullah sangat menjunjung tinggi pada pendidikan dan

memotivasi agar berkiprah pada pendidikan dan pengajaran.

Rasulullah shallaullahu „alaihi wasalam bersabda:

ا ِر.)رواه ابن ماجه(َمْن َكَتَم ِعْلًما اْلَجَمُه هللاُ بِلَِجا ٍم ِمَن النَّ

“Siapa orang yang menyembunyikan ilmunya maka Tuhan akan

mengekangnya dengan kekang berapi”.(HR. Ibnu Majah)

Dari hadits ini dapat diambil kesimpulan bahwa Rasulullah

shallaullahu „alaihi wasalam mewajibkan kepada umatnya untuk

menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran.35

3) Ijtihad

Ijtihad yaitu berpikir dengan menggunakan seluruh ilmu

yang dimiliki oleh ilmuwan syariat Islam untuk

menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari‟at Islam dalam hal-

hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya dalam Al-Qur‟an.36

b. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapainya setelah

sesuatu usaha atau kegiatan selesai.Maka pendidikan, merupakan

suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan

tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan

35 Ibid. h.26.

36

Zakiyah Daradjat,Op.cit,h.19-21

pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk statis, tetapi ia

merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan

dengan seluruh aspek kehidupannya.37

Yaitu kepribadian seseorang

yang membuatnya menjadi “insan kamil”.

Tujuan dari proses pendidikan Islam adalah (cita-cita) yang di

dalamnya terkandung nilai-nilai Islami yang akan dicapai dalam

proses pendidikan dengan berdasarkan pada seluruh ajaran-ajaran

Islam. Dengan demikian tujuan pendidikan Islam merupakan suatu

gambaran nilai-nilai Islami yang akan diwujudkan dalam pribadi

manusia didik pada akhir dari proses pengajaran tersebut. Dengan

istilah lain, tujuan dari pendidikan Islam ialah perwujudan dari nilai-

nilai islami dalam pribadi peserta didik yang diikhtiarkan oleh

pendidik muslim melalui suatu proses yang berpusat pada hasil

(produk) yang berkepribadian Islam yang beriman, bertakwa, dan

berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan dirinya menjadi

hamba Allah yang taat.38

Rumusan tujuan pendidikan Islam menurut kongres sedunia

tentang pendidikan islam adalah sebagai berikut: bahwa pendidikan

harus ditujukan untuk menciptakan keseimbangan pertumbuhan

kepribadian manusia secara menyeluruh, dengan cara melatih jiwa,

akal pikiran, perasaan dan fisik manusia. Dengan demikian,

pendidikan harus mengupayakan tumbuhnya seluruh potensi manusia,

37 Zakiyah Daradjat,Op.cit. h. 29.

38

H.M Arifin,Op.cit,h. 54-55.

baik yang bersifat spiritual, intelektual, daya khayal, fisik, ilmu

pengetahuan, maupun bahasa, baik secara perorangan, maupun

kelompok, dan mendorong tumbuhnya seluruh aspek tersebut agar

mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan akhir pendidikan

terletak pada terlaksananya pengabdian yang penuh kepada Allah,

baik pada tingkat perseorangan, kelompok maupun kemanusiaan

dalam arti yang seluas-luasnya.39

Tujuan khusus dalam pendidikan Islam, adalah sebagai berikut:

1) Memberikan pengenalan kepada peserta didik mengenai aqidah

Islam, dasar-dasar agama, tata cara dalam beribadah dengan baik

dan benar yang bersumber dari syari‟at Islam;

2) Menumbuhkan kesadaran kepada peserta didik terhadap agama

Islam termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak;

3) Menanamkan nilai-nilai keimanan kepada Allah pencipta Alam,

malaikat, rasul, dan kitab-kitabNya;

4) Menumbuhkan minat kepada peserta didik untuk memperkaya

ilmu pengetahuan tentang adab, pengetahuan keagamaan, dan

hukum Islam;

5) Menanamkan rasa cinta kepada Al-Qur‟an: dengan membaca,

memahami dan mengamalkan Al-Qur‟an;

6) Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan

Islam;

39 Abuddin Nata, op.cit, h.62.

7) Menumbuhkan rasa rela, optimis, percaya diri, dan bertanggung

jawab.

8) Mendidik naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda dan

membentenginya dengan aqidah dan nilai-nilai kesopanan.40

c. Pendidik dalam Pendidikan Islam

Dalam Kamus Bahasa Indonesia dinyatakan, bahwa pendidik

adalah orang yang mendidik.41

Pendidik adalah orang yang mampu

bertanggung jawab untuk memberikan pertolongan pada peserta

didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, demi

mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi

tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi tugas-

tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT, dan mampu

melakukan tugas sebagai makluk sosial dan sebagai makhluk individu

yang mandiri.42

d. Peserta Didik dalam Pendidikan Islam

Peserta didik dalam pendidikan islam adalah individu yang

sedang bertumbuh dan berkembang, baik secara fidik, psiologis, sosial,

dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat kelak.43

40Imam Syafe‟i, “Tujuan Pendidikan Islam”, Al-Tadzkiyyah:Jurnal Pendidikan Islam, vol 6

(November 2015),h.157

41

W.J.S. Perwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka),cet ke-12

1991.h. 250.

42

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir,Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:Prenada Media),2006 h.87

43

Ibid , h.103

e. Sumber Pendidikan Islam

Kata sumber berbeda dengan kata dasar, sumber senantiasa

memberikan nilai-nilai yang dibutuhkan bagi kegiatan pendidikan.

Sedangkan dasar adalah sesuatu yang diatasnya berdiri sesuatu yang

kukuh. Selanjutnya sumber juga berbeda dengan prinsip, jika sumber

memberikan bahan sebagai penciptaan suatu konsep atau bangunan,

maka prinsip adalah suatu hal yang harus ada di dalam suatu kegiatan

atau usaha yang juga menjadi suatu ciri dalam proses tersebut.

Sumber pendidikan Islam selanjutnya dapat diartikan semua

acuan atau rujukan yang darinya memancar ulmu pengetahuan dan

nilai-nilai yang akan ditrans-internalisasikan dalam pendidikan Islam.44

Menurut Hasan Langgulung, bahwa sumber pendidikan Islam

yaitu: Al-Qur‟an, As-Sunah, ucapan para sahabar (mazhab al-shahabi),

kemaslahatan umat (mashlahah al-mursalah, tadisi atau adat yang

sudah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat (al-„urf), dan hasil

ijtihad para ahli.45

f. Lembaga Pendidikan Islam

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kosakata lembaga

memiliki empat arti, yaitu: 1) asal mula (yang akad jadi sesuatu); benih

(bakal binatang, manusia dan tumbuhan); 2) bentuk (rupa,wujud) yang

asli, acuan; 3) ikatan (tentang mata cincin dan sebagainya); 4) badan

44Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta:Kencana,2010), h.74

45

Ibid, h.75

(organisasi) yang bermaksud melakukan suatu penyelidikan keilmuan

atau melakukan sesuatu usaha.46

Dalam bahasa Arab kata lembaga biasanya digunakan

sebagai terjemahan daeri kata muassasah yang berarti foundation

(dasar bangunan), establishment (mendirikan bangunan), firm

(lembaga), institusion (lembaga), dan organization (organisasi).47

Dalam perkembangan selanjutnya lembaga tidak hanya

mengacu pada pengertian bangunan atau organisasi yang bersifat

formal, melainkan segala bentuk kegiatan yang di dalamnya

mengandung nilai-nilai atau aturan dapat disebut lembaga.

g. Kurikulum Pendidikan Islam

Pengertian kurikulum dalam pendidikan islam, maka kita

dapati kata “manhaj”(kurikulum) yang bermakna jalan yang terang,

atau jalan terang yang dilalui manusia pada berbagai bidang

kehidupan.48

Kurikulum dapat diartikan ialah rencana atau bahasan

pengejaran, sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan

terang. Isi dari kurikulum yaitu susunan bahan atau mata pelajaran

yang akan digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pendidikan.

h. Metode Pendidikan Islam

Metode pendidikan islam adalah semua cara yang digunakan

dalam upaya mendidik. Metode pendidikan islam adalah prosedur

46 W.J.S. Perwadarminta, Op.cit.h.582

47

Abuddin Nata, Op.cit.h.189

48

Ibid, h.119

umum yang dalam penyampaian materi untuk mencapai tujuan

pendidikan didasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat islam

sebagai suprasistem.49

i. Lingkungan Pendidikan Islam

Menurut Sartain, yang dimaksud lingkungan sekitar ialah

meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu

mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembangan,

kecuali gen-gen.50

B. Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam

1. Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam

Salahsatu dari beberapa kerajaan Islam ternama di Indonesia yaitu

Kerajaan Aceh Darussalam. Kerajaan yang berdiri pada tanggal 12

Zulqaedah tahun 916 H/ 1511 M, bersamaan dengan jatuhnya Malaka ke

tangan Portugis.51

Masa itu orang-orang dari portugis datang di Malaka pada awal

abad ke-16, saat itu Aceh merupakan kerajaan taklukan dari kerajaan

Pidie, yang berada di Sumatra Utara, namum Sultan Ali Mughiyat Syah,

mengupayakan Aceh untuk melepaskan diri dari pengaruh Pidie dan

mendirikan kerajaan berdaulat penuh.52

49 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Op.cit. h.165

50

H.M.Sudiyono, Op.Cit.h.298.

51

M.Yahya, Sejarah Masuknya Islam di Indonesia (Yogyakarta, 1986), h.6.

52

Sartono Kartodirjo. et.al, Sejarah Nasional Indonesia,Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan,1975, h.316.

Karena keberhasilannya melepaskan Aceh dari pengaruh Pidie,

maka Sultan Ali Mughiyat Syah yang juga terkenal dengan sebutan Sultan

Ibrahim menjadi penguasa pertama (1514-1528 M.) sekaligus menjadi

pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.53

Menjelang akhir abad XV arus penjajahan barat ke timur sangat

derasnya, terutama penjajahan barat Kristen terhadap timur Islam.

Beberapa bangsa Eropa Kristen yang haus akan jajahan pada adalah

bangsa Portugis.54

Mendekati akhir abad ke-XV dan awal ke-XVI, Portugis telah

memaksakan keinginan untuk menjajah kepada Raja-raja Aru (Pulau

Kampai), Pase, Pidier dan Jaya. Di wilayah kerajaan-kerajaan tersebut

mereka mendirikan kantor dagang dan menempatkan pasukan. Keadaan

dan peristitiwa tersebutlah yag dilihat oleh para Panglima Angkatan

Perang milik Kerajaan Aceh. Ali Mughaiyat Syah, saat itu beliau meminta

agar ayahnya, Sultan Alaiddin Syamsu Syah yang sudah tua untuk

meletakkan jabatannya dan menyerahkan pimpinan Negara Mughaiyat

Syah.55

Setelah Ali Mughaiyat dilantik menjadi sultan Kerajaan Islam

Aceh, maka beliau bertekad untuk mengusir Portugis dari seluruh daratan

pantai Sumatra Utara. Untuk melaksanakan tekadnya itu akan sukar jika

kerajaan-kerajaan sekitar yang masih kecil tetap berdiri sendiri, tidak

53 M Yahya Harun,Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI &XVII (Yogyakarta:Kurnia Kalam

Sejahtera), 1995. h.12.

54

A.Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah (Penerbit Beuna:Jakarta Pusat), 1983, cet-I h.

58.

55

Ibid, h.59.

menggabungkan diri dalam satu kerajaan yang besar yang kuat dan

bersatu, mempunyai angkatan darat dan laut yang berdisiplin. Untuk

maksud itu lah, diproklamirkan berdirinya „Kerajaan Aceh Darussalam‟

yang daerah wilayahnya meliputi Aru sampai Pancu di pantai Utara dan

Jaya sampai Barus di Pantai Barat, dengan Ibukota Negara Banda Aceh

Darussalam.56

2. Sultan-sultan Aceh Darussalam

Silsilah Raja-raja Kerajaan Aceh Darussalam adalah sebagai

berikut:

1. Sultan Alaiddin Ali Mughaiyat Syah, 916-936 H. (1511-1530 M.).

2. Sultan Salahuddin, 939-945 H. (1530-1539 M.).

3. Sultan Alaiddin Riayat Syah II, yang terkenal dengan “AL-

QAHHAR”, 945-979 H. (1539-1571 M.).

4. Sultan Husain Alaidin Riayat Syah III, 979-987 H. (1571-1579 M.).

5. Sultan Muda bin Husain Syah, (usia 7 bulan) hanya 28 hari.

6. Sultan Mughal Seri alam Periaman Syah, 987 H. (1579 M.), hanya 20

hari)

7. Sultan Zainal Abidin, 987-988 H. (1579-1580 M.).

8. Sultan Alaiddin Mansur Syah, 989-995 H. (1581-1587 M.).

9. Sultan Meughat Bujung, 995-997 H. (1587-1589 M.).

10. Sultan Alaiddin Riayat Syah IV, 997-1011 H. (1589-1604 M.).

11. Sultan Muda Ali Riayat Syah V, 1011-1015 H. (1604-1606 M.).

56Ibid, h.60.

12. Sultan Iskandar Muda Darma Wangsa Perkasa Alam Syah, 1016-1045

H. (1607-1636 M.).

13. Sultan Mughaiyat Syah Iskandar Sani, 1045-1050 H. (1636-1641 M.).

14. Sultanah Sri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat, 1050-1086

H. (1641-1675 M.).

15. Sultananah Sri Ratu Nurul alam Nagiatuddin, (anak angkat

Safiatuddin, 1086-1088 H. (1678-1688 M.).

16. Sultanah Sri Ratu Zakiatuddin Inayat Syah

(putri Nagiatuddin), 1088-1098 H. (1678-1688 M.).

17. Sultanah Sri Ratu Kamalat Syah (anak angkat Safiatuddin), 1098-

1109 H. (1688-1699 M.).

18. Sultan Badrul alam Syarif Hasyim Jamalullil, 1110-1113 H. (1699-

1702 M.).

19. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui bin Syarif Ibrahim, 1113-1115 H.

(1702-1703 M.).

20. Sultan Jamalul alam Badrul Munir bin Syarif Hasyim, 1115-1139 H.

(1703-1726 M.)

21. Sultan Jauharul Alam Imaduddin, 1139 H. (1726 M.).

22. Sultan Syamsul Alam Wandi Teubeung.

23. Sultan Alaidin Maharaja Lila Ahmad Syah, 1139-1147 H. (1727-1735

M.).

24. Sultan Alaiddin Johan Syah, 1147-1174 H. (1735-1760 M.).

25. Sultan Alaiddin Mahmud Syah, 1174-1195 H. (1760-1781 M.).

26. Sultan Alaiddin Muhammad Syah, 1195-1209 H. (1781-1795 M.).

27. Sultan Husain Alaiddin Jauharul lam Syah, 1209-1238 H. (1795-1823

M.).

28. Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah, 1238-1251 H. 1823-1836

M.).

29. Sultan Sulaiman Ali Alaiddin Syah Iskandar Syah, 1251-1286 H.

(1836-1870 M.).

30. Sultan Alaiddin Mahmud Syah, 1286-1290 H. (1870-1874 M.).

31. Sultan Alaiddin uhammad Daud Syah, 1290-…..H. (1874-1903 M.).

Sultan Aceh yang terakhir setelah berperang 29 tahun, baginda

ditawan oleh Belanda, dan tidak pernah menyerahkan “Kedaulatan”

negaranya.57

3. Ketatanegaraan Aceh Darussalam

Kerajaan Aceh Darusalam menjadikan Islam menjadi Dasar

Negara, sehinga hukum yang berlaku di dalamnya tidak boleh

bertentangan dengan hukum Islam.

Sedangkan sumber hukum Kerajaan Aceh Darussalam dalam

Qanun Meukuta Alam disebut dengan jelas, yaitu: Al-Qur‟an, Al-Hadis,

Ijma Ulama Ahlussunnah Wal Jamaa‟ah dan qiyas. Kemudian ada empat

macam hukum yang bersumber dari empat sumber tersebut, yaitu:

a. Hukum, merupakan perundang-undangan yang mengatur mengenai

masalah keagamaan.

57 Ibid.h. 62-63.

b. Adat, merupakan aturan perundang-undangan yang mengatur

masalah-masalah kenegaraan.

c. Reusam, merupakan aturan perundang-undangan yang mengatur

masalah kemasyarakatan.

d. Qanun, merupakan aturan perundang-undangan yang mengatur

masalah ketentaraan.

Baik hukum, adat, reusam, dan qanun, masing-masing ada

tingkatan yang diatur dalam Qanun Meukuta Alam, yaitu:

a. Syar‟i, yaitu hukum dasar atau undang-undang pokok yang mengatur

masalah-masalah keagamaan, kenegaraaan, kemasyarakatan, dan

ketentaraan yang bersumber dari Al-Qur‟an, Hadis, Ijma‟Ualama dan

Qiyas.

b. Aridli, yaitu peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah (Sultan

atau Menteri-menteri) untuk mengatur masalah keagamaan,

kenegaraan, kemasyarakatan dan ketentaraan.

c. Diaruri, yaitu peraturan undang-undang darurat yang langsung

dibuat/dijalankan oleh Sultan sebagai Panglima Tertinggi Angkatan

Perang.

d. Nafsi, yaitu peraturan-peraturan istimewa yang khusus dibuat oleh

Sultan.

e. “Urfi, yaitu peraturan-peraturan yng dibuat olehh Penguasa Daerah

(Huluebalang).58

58Ibid. h.69-70.

C. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia

1. Periodesasi Pendidikan Islam di Indonesia

Pendidikan Islam di Indonesia telah dimulai sejak masuknya Islam

ke Indonesia. Fase-fase yang dilalui sejarah pendidikan Islam di Indonesia,

secara periodik, dibagi menjadi:

a. Periode masuknya Islam ke Indonesia;

b. Periode pengembangan melalui adaptasi;

c. Periode kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam (proses politik);

d. Periode penjajahan Belanda;

e. Periode penjajahan Jepang;

f. Periode kemerdekaan I (Orde Lama), dan

g. Periode kemerdekaan II (Orde Baru/Pembangunan).59

2. Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam Nusantara

Masuknya Islam ke Aceh sekitar tahun 1290 M, pendidikan Islam

lahir dan tumbuh dengan suburnya. Pesantren-pesantren dibangun dengan

bantuan pihak pemerintahan Islam pada waktu itu. Pemerintahan Sultan

Iskandar Muda merupakan masa keemasan bagi pendidikan Islam sehingga

tumbuh ulama-ulama termahsyur. Syekh Abdur Rauf adalah ulama yang

menerjemahkan Al-Qur‟an ke dalam bahasa Melayu. Pendidikan Islam di

Aceh cukup semarak dan maju karena mendapat dukungan dari pihak

pemerintah.60

59 Enung K. Rukiyati, Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia(Bandung:CV

Pustaka Setia,2006).h.18.

60

Ibid.h.39.

Pendidikan Islam di Minangkabau dibawa oleh ulama termahsyur

Syekh Burhanuddin. Syekh Burhanuddin mengajarkan Islam dengan

membuka madrasah yang masih berbentuk surau sebagai tempat pendidikan

dan pengajaran agama Islam. Menurut Prof. H.Mahmud Yunus, Syekh

inilah yang pertama kali mendirikan madrasah untuk menyiarkan

pendidikan dan pengajaran Islam di Minangkabau dengan sistem yang lebih

teratur sesuai dengan system penddidikan dan pengajaran Islam yang

digunakan gurunya, Syekh Abdur Rauf di Aceh.61

Sejarah penyebaran Islam di kesultanan Palembang tak terlepas dari

peran guru ngaji atau biasa dengan Kyai. Pada periode pemerintahan Kyai

Mas Endi Pangeran Ario Kesumo Abdurahman (1659-1706 M) terkenal

seorang ulama masyhur bernama K.H Agus Khotib Komad seorang ahli

tafsir Fiqh dan Al-Qur‟an, Tuan Faqih Jalaluddin mengajarkan ilmu Al-

Qur‟an dan Ilmu Ushuluddin seorangg ulama terkenall pada periode Sultan

Mansur Joyo Ing Lago (1700-1714 M).62

Proses penyiaran Islam di Jawa pada waktu itu dengan cara

propaganda tingkah laku dan perbuatan, tidak banyak bicara, dan secara

berangsur-angsur dalam menjalankan hukum syariat. Di tempat-tempat

sentral didirikan masjid yang dipimpin seorang badal. Dialah yang menjadi

sumber Ilmu dan pusat pendidikan dan pengajaran Islam. Wali suatu daerah

diberi gelar resmi, yaitu sunan ditambah nama daerahnya.63

61Ibid.h.34.

62

M Yahya Harun,Op.cit. h.48.

63

Enung K. Rukiyati, Fenti Hikmawati,Op.cit.h.41.

Di Kalimantan pada tahun 1716 M terdapat ulama yang cukup

termahsyur bernama Syekh Aryad Al-Banjari dari Desa Kalampayan yang

terkenal dan mubaligh besar.Pengaruh ajaran beliau meliputi seluruh

Kalimantan.64

Kerajaan Islam pertama di Sula wesi adalah Kerajaan Gowa –

Tallo. Pengaruh Raja Gowa Tallo dalam dakwah Islam sangat besar

rerhadap raja-raja kecil lainnya. Dalam waktu dua tahun, seluruh rakyatnya

telah memeluk Islam. Di antara ulama besar kelahiran Sulawesi adalah

Syekh Maulana Yusuf yang belajar di Mekah pada tahun 1644 M, ia pulang

ke Indonesia dan menetap di Banten.

Dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, yaitu orang-

orang yang masih animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan

penduduk Maluku.Sultan Sairun adalah tokoh yang paling keras melawan

orang-orang Portugis dan usaha Kristenisasi di Maluku.65

3. Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia

Proses islamisasi di Indonesia dilalui lewat beberapa saluran antara

lain: perdagangan, perkawinan, kesenian, sufisme, dan pendidikan.66

Pendidikan islam pada fase tahapan awal, mulanya berlangsung secara

informal. Kontak-kontak personal antara si pemberi dan si penerima.Tidak

ada penjadwalan pada waktu tertentu, tidak adanya materi tertentu, dan juga

tidak ada tempat yang khusus yang digunakan untuk pembelajaran. Kontak-

64Ibid.h.46.

65

Ibid.h.45.

66

Haidar Putra Daulay,Dinamika Pendidikan Islam di Asia tenggara (Jakarta:PT Rineka

Cipta,2009).h.11.

kontak awal tersebut tidak terprogram secara ketat. Jadi saat itu pendidikan

belum melembaga menjadi suatu lembaga pengajaran atau pendidikan. Di

sini yang sangat berperan ialah para mubaligh-mubaligh yng menyebarkan

ajaran agama Islam. Setelah pendidikan informal tersebut berlangsung,

maka muncul pendidikan formal. Pendidikan yang terencana, terprogram,

adanya waktu penjadwalan, tempat dan materi tertentu.67

Dengan demikian muncul beberapa lembaga-lembaga pendidikan

Islam formal yang muncul di Indonesia dan terus mengalami

perkembangan.

a. Masjid dan surau

Masjid atau langgar merupakan institusi pendidikan yang

pertama dibentuk dalam lingkungan masyarakat Muslim. Sebagai

lembaga pendidikan masjid berfungsi sebagai penyempurna

pendidikan dalam keluarga, agar selanjutnya anak mampu

melaksanakan tugas-tugas hidup dalam masyarakat dan

lingkungannya.68

Sebagai lembaga pendidikan tradisional, surau memakai

sistem pendidikan halaqoh. Materi pendidikan yang diberikan pada

awal berdirinya masih berupa belajar huruf hijaiyyah serta

membaca Al-Qur‟an, disamping ilmu-ilmu keislaman lainnya,

67Ibid,h.13.

68

Enung K. Rukiyati, Fenti Hikmawati,Op.cit, h.101

seperti kaimanan, akhlak dan ibadah. Umumnya pendidikan ini

dilaksanakan pada malam hari.69

b. Pesantren

Pendidikan Pesantren dilahirkan atas dasar kewajiban

dakwah Islamiyah, yaitu menyebarkan dan mengembangkan

ajaran-ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau

da‟i. Pembangunan suatu pesantren didorong oleh kebutuhan

masyarakat akan adanya lembaga pendidikan lanjutan.70

Belum ditemukan tahun yang pasti kapan pesantren

pertama kali didirikan. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa

pesantren muncul pada zaman Walisongo, dan Maulana Malik

Ibrahim dipandang sebagai orang pertama yang mendirikan

pesantren.71

c. Meunasah, Rangkang, dan Dayah

Meunasah, rangkang, dan dayah merupakan 3 lembaga

pendidikan islam yang populer di Aceh pada masa Kerajaan Aceh

Darussalam. Ketiga lembaga ini merupakan lembaga pendidikan

berjenjang. Meunasah adalah lembaga pertama yang disamakan

dengan tingkat sekolah dasar.

Rangkang adalah tempat tinggal murid yang dibangun di

sekitar masjid. Karena perlu mondok dan tinggal maka perlu

69 Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan pemikiran Pendidikan Islam (Ciputat:Quantum

Teaching, 2005),h.281.

70

Enung K. Rukiyati, Fenti Hikmawati,Op.cit,h.103.

71

Haidar Putra Daulay,Op.cit.h.13.

dibangun tempat tinggal untuk mereka di sekitar masjid.72

Jadi

masjid merupakan madrasah tingkat menegah jika pada masa saat

ini dapat disebut juga dengan Sekolah Menengah Pertama atau

Tsanawiyah.

Lembaga pendidikan berikutnya adalah dayah. Dayah

berasal dari bahasa Arab zawiyah. Kata zawiyah merujuk pada

sudut dari satu bangunan dan sering dikaitkan dengan masjid. Di

sudut masjid itulah berlangsung proses pendidikan dalam bentuk

halaqah, atau zawiyah dikaitkan dengan tarikat sufi. Di mana syekh

atau mursyd melakukan pendidikan sufi.73

Pendidikan dayah

setingkat dengan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas).

d. Sekolah

Sekolah didirikan oleh Belanda sejak abad XVII. Sekolah-

sekolah Belanda ini telah menyebar ke seluruh Indonesia. Di

sekolah sekolah Belanda tidak diajarkan mata pelajaran agama,

sesuai dengan kebijakan pemerintahan Belanda yang netral agama.

Pendidikan agama zaman kolonial baru diberikan di sekolah

setelah berdirinya sekolah-sekolah yang diasuh oleh organisasi

Islam.74

e. Madrasah

Madrasah di Indonesia baru populer setelah awal abad ke-

dua puluh. Kehadiran madrasah sebagai lembaga pendidikan

72Ibid,h.14.

73

Ibid.

74

Haidar Putra Daulay,Op.cit.h.20.

dilatarbelakangi oleh munculnya semangat pembaharuan

pendidikan Islam di Indonesia. Madrasah sebagai lembaga

pendidikan yang muncul setelah pesantren dan sekolah

mengadopsi sebagian sistem pesantren dan sekolah.75

Madrasah menjadi wadah atau tempat belajar ilmu-ilmu

keislaman serta ilmu pengetahuan dan keahlian lainnya yang

berkembang di zamannya.76

Dalam perkembangannya di Indonesia, madrasah islamiyah

ini merupakan lembaga yang berdiri jauh sebelum SD, SMP,

SMU/SMK, atau perguruan tinggi/ Universitas. Sebab madrasah

adalah salah satu sarana atau media tempat yang strategis bagi

kyai/ustadz dengan masyarakat dalam rangka menyampaikan

aspek-aspek ajaran islam. Melalui madrasah juga, para raja muslim

menyampaikan program kenegaraan dan keagamaan yang

dianutnya.77

75Ibid.h.21.

76

KM. Akhiruddin, “Lembaga Pendidikan Islam di Nusantara”, JURNAL TARBIYA.Vol 1.

No.1, (2015),h.204.

77

Taqiyuddin,Sejarah Pendidikan, Melacak Geologi Pendidikan Islam di Indonesia

(Bandung:Mulia Press, 2008),h.167.

BAB III

TOKOH SULTAN ISKANDAR MUDA

A. Biografi Sultan Iskandar Muda

1. Silsilah dan Kelahiran Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda merupakan Raja yang banyak

berpengaruh di Kerajaan Aceh Darussalam. Garis keturunan dari pihak

ibu, merupakan keturunan dari Raja Darul-Kamal, sedangkan

keturunan dari pihak ayahnya merupakan keturunan Raja Makuta

Alam. Ibu Sultan Iskandar Muda bernama Putri Raja Indra Bangsa,

atau nama lainnya Paduka Syah Alam, yang merupakan putri

dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10 (1589-1604M.).

Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan Sultan Mansyur Syah, putra

dari Sultan Abdul Jalil yang merupakan putra dari Sultan Alauddin

Riayat Syah al-Kahhar, Sultan Aceh ke-3 (1539-1571 M.).78

Ayah dan

ibu dari Sultan Iskandar Muda merupakan sama-sama pewaris

kerajaan.

Menurut keterangan Hikayat Aceh, perkawinan Mansyur Syah

dengan Putri Raja Indra Bangsa diadakan sewaktu pemerintahan

Sultan Alaiddin (1579-1585M), hikayat menegaskan bahwa Putri Raja

Indra Bangsa hamil beberapa waktu sesudah pernikahannya.79

78Lombard Denys,Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda(1607-

1636),(Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2006),h.230-231.

79

Ibid,h.232-233.

Berdasarkan keterangan tersebut Sultan Iskandar Muda lahir sekitar

tahun 1583, umurnya sekitar 24 tahun ketika naik takhta.

2. Masa kanak-kanak dan remaja Sultan Iskandar Muda

Ketika Iskandar Muda berumur empat tahun, kakeknya

menyayanginya secara khusus, memberinya gajah mas dan kuda mas

sebagai permainannya, sebuah permainan otomatis yang berupa dua

biri-biri yang dapat bertarung, gasing dan kelereng (panta) dari emas.

Ketika beumur 5 tahun kakeknya memberinya anak gajah bernama

Indra Jaya sebagai teman bermain Iskandar Muda. Ketika umur tujuh

tahun, Iskandar Muda sudah mampu berburu gajah liar, pada umur 8

tahun ia senang bermain di sungai mengatur perang-perangan laut

dengan perahu dan meriam kecil, pada umur 9 tahun sudah terlihat

bakat kepemimpinannya, ia membagi teman-temannya menjadi dua

kelompok untuk main perang-perangan serta membangun benteng-

bentenan kecil. Ketika umur dua belas tahun ia berburu kerbau yang

berbahaya.80

Menginjak masa remaja Iskandar Muda, waktu mencapai umur

tiga belas tahun ia mulai belajar dengan bimbingan Fakir Raja Indra

Purba. Kakeknya menyuruh membuat tiga puluh tempat menulis dari

logam mulia bagi cucunya dan teman-temannya. Tak lama kemudian

sang pangeran muda itu sudah pandai membaca Al-Qur‟an. Kemudian

80Ibid,h.234.

seorang guru anggar ditugaskan mengajarnya kepandaian main anggar,

dalam satu hari diajarnya dua ratus jurus yang berbeda-beda.

Menurut Hikayat Aceh, nama kecil pengeran disebut dengan

Pancagah, Johan Alam, dan Perkasa Alam. Nama “Iskandar Muda”

diberikan pada hari penobatannya.“Maka kerajaan Maharaja (di)

Wangsa Tun Pangkat bergelar Iskandar Muda.”81

Iskandar Muda

dinobatkan menjadi sultan pada tanggal 6 Zulhijah 1015 H (awal April

1607 M)

3. Pendidikan Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda terdidik dalam lingkungan istana.

Meskipun ayahandanya syahid pada usia 2 tahun, neneknya Sultan

Alaiddin Inayat Syah IV menaruh perhatian yang besar terhadap

pendidikan Sultan Iskandar Muda. Ibunda Iskandar Muda, Putri Indra

Bangsa juga bertekad untuk mengasuh dan mendidik langsung

putranya supaya menjadi manusia teladan. Disamping ibundanya, ada

dua budiwati Laksamana Malahayati dan Laksamana Muda Cut

Meurah Inseun turut serta untuk mengasuh dan mendidik Iskandar

Muda terutama dalam hal bertutur kata dan budi bahasa serta belajar

beribadah.

Di usia 6 tahun, neneknya menugaskan beberapa ulama atau

guru untuk mengajar dan mendidik cucuandanya dalam berbagai

bidang. Guru-guru dan ulama-ulama yang ditugaskan untuk mengajar

dan mendidik Iskandar Muda adalah sebagai berikut:

81Ibid,h.235.

a. Patih Raja Indra Abdussalam, ditugaskan untuk mengajar

membaca dan menulis, mengaji Al-Quran, keimanan, ibadah,

akhlak, ilmu hisab dan adat-istiadat.

b. Khuja Manaseeh, ditugaskan untuk mengajar bahasa Arab, Turki,

Portugis, Belanda dan Inggris.

c. Hakim Mahmud Hukama Indra, ditugaskan untuk mengajarkan

ilmu hukum, baik hukum Islam maupun hukum Internasional.

d. Meugat Daila Syah, Ma‟un Meugat Setia Jaya, Meugat Bangsi

Kara, Sri Nanta Suara Daudy, kepada mereka ditugaskan

mengajarkan seni budaya.

e. Untuk mengajar ketangkasan kemiliteran dan olahraga diserahkan

kepada Pendekar Saiful Muluk untuk berlatih menggunakan atau

memainkan senjata tajam, Meugat Ratna Indra dan Sida Umar

Mansur Khan melatih menunggang kuda, Tun Khuja Manai dan

Sida Tuha Meugat Dilam Caya melatih menunggang gajah,

Laksamana Maharaja Gurah dengan para pembantunya kapitan

Moer Daver Karwal, Kapitan Tjaul dan Kapitan Koetji khusus

melatih kemiliteran.

4. Paham Kekuasaan Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda merupakan pemimpin serta pahlawan

nasional yang banyak berjasa dalam proses pembentukan karakter

yang sangat kuat bagi nusantara dan Indonesia. Selama kiprahnya

menjadi pemimpin kerajaan, Sultan Iskandar Muda menunjukkan

sikap Anti-kolonialisme. Beliau bahkan bersikap sangat tegas terhadap

kerajaan-kerajaan yang membangun hubungan atau kerjasama

dengan Portugis, sebagai salah satu penjajah pada saat itu. Sultan

Iskandar Muda mempunyai karakter yang sangat tegas dalam

menghalau segala bentuk dominasi kolonialisme. Sebagai contoh,

Kurun waktu 1573-1627 Sultan Iskandar Muda pernah melancarkan

jihad perang melawan Portugis sebanyak 16 kali, meski semuanya

gagal karena kuatnya benteng pertahanaan musuh. Kekalahan tersebut

menyebabkan jumlah penduduk turun drastis, sehingga Sultan Iskandar

Muda mengambil kebijakan untuk menarik seluruh pendudukan di

daerah-daerah taklukannya, seperti di Sumatera

Barat, Kedah, Pahang, Johor dan Melaka, Perak, serta Deli, untuk

migrasi ke daerah Aceh inti.

Tata tertib dalam negeri di bawah pemerintahan Sultan

Iskandar Muda terdapat empat macam lembaga pengadilan yaitu:

perdata, pidana, agama dan niaga. Pengadilan perdata diadakan setiap

pagi kecuali pada hari Jumat di sebuah balai besar dekat masjid utama,

ketuanya adalah seorang dari orang kaya yang paling berada. Peradilan

pidana terdapat di balai lain, mengenai undang-undang dan hukuman

yang dijatuhkan cukup keras. Hukuman yang paling lazim ialah

pukulan rotan.

Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai raja yang sangat tegas

dalam menerapkan Syariat Islam. Ia bahkan pernah

melakukan hukuman Rajam terhadap puteranya sendiri, yang

bernama Meurah Pupok. Meurah Pupok merupakan anak dari istrinya

yang bergelar Putri Gayo (yang berasal dari etnik Gayo salah satu etnik

di Aceh Tengah. Sultan Iskandar Muda pernah melakukan hukuman

mati terhadap anak laki-lakinya sendiri atas tuduhan mengganggu

rumah tangga orang lain, bahkan melakukan berzina. Dia adalah putra

mahkota yang akan menggantikan ayahnya sebagai sultan.82

Berbagai

cara dilakukan agar Sultan Iskandar Muda meringankan hukuman

kepada Meurah Pupok karena ia adalah anak dari seorang Sultan.

Namun, Iskandar Muda menolak demi memastikan pemberlakuan

syariat Islam kepada siapapun.83

Sultan Iskandar Muda juga pernah mengeluarkan kebijakan

tentang pengharaman riba. Tidak aneh jika kini Nanggroe Aceh

Darussalam menerapkan Syariat Islam karena memang jejak

penerapannya sudah ada sejak zaman dahulu kala.

5. Kejayaan Aceh Darussalam Masa Sultan Iskandar Muda

a. Keadaan Politik

Masa keemasan kerajaan Aceh Darussalam ialah pada

masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Setelah sekian lama

Aceh Darussalam tampil di pentas kesejarahan nasional,

82 Khamami Zada, “Sentuhan Adat dalam Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh (1514-

1903)”,KARSA,Vol. 20 No.2,(Desember 2012), h.200.

83

Ibid. h. 201.

sampailah ia pada masa kejayaan yang merupakan buah

perjuangan dari titian roda sejarah.

Sultan Iskandar Muda yang memerintah hampir 30 tahun,

mampu membenahi berbagai sektor, baik ekonomi, politik, sosial

budaya dan kehidupan beragama.

Di bidang politik, telah berhasil mempersatukan seluruh

lapisan masyarakat, yang disebut dengan kaum. Seperti kaum

Lhoe Reotoih (kaum Tigaratus), kaum Tok Batee (orang-orang

Asia), kaum orang Mante, Batak Karo, Arab, Persia dan Turki,

kaum Ja sandang (orang-orang mindi) dan kaum Imam Peucut

(Imam Empat). Begitu pula pada masanya telah tersusun sebuah

Undang-undang tentang tata pemerintahan yang diberi nama

Adat Meukuta Alam, hukum adat ini didasarkan pada hukum

Syara‟.84

b. Keadaan Ekonomi

Masa Sultan Iskandar Muda, perekonomian Kerajaan

Aceh berkembang pesat. Daerahnya yang subur banyak

menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai

timur dan barat Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya.

Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di Semenanjung Malaka

menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan

lada.

84 M Yahya Harun,Kerajaan Islam Nusantara Abad XVI &XVII(Yogyakarta:Kurnia Kalam

Sejahtera), 1995. h.13.

Aceh dapat berkuasa atas Selat Malaka yang merupakan

jalan dagang internasional. Selain bangsa Belanda dan Inggris,

bangsa asing lainnya seperti Arab, Persia, Turki, India, Siam,

Cina, Jepang, juga berdagang dengan Aceh. Barang- barang yang

di ekspor Aceh seperti beras, lada (dari Minagkabau), rempah-

rempah (dari Maluku). Serta emas, perak dan timah.

Bahan impornya seperti kain dari Koromendal (India),

porselin dan sutera (dari Jepang dan Cina), minyak wangi (dari

Eropa dan Timur Tengah). Kapal-kapal Aceh aktif dalam

perdagangan dan pelayaran sampai Laut Merah.

c. Angkatan Bersenjata

1) Armada

Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh

merupakan kerajaan yang paling kuat dari tetangganya di laut.

Tiga pelabuhan perang utama di Aceh, Pidir dan Daya.

Memiliki kira-kira 100 galias (kapal) yang siap berlayar, bakan

sepertiganya besar tanpa tanding dibandingkan galias manapun

yang pernah dibangun di dunia Nasrani.

2) Gajah

Pada masa itu, gajah menjadi kekuatan utama di Aceh.

Gajah termasuk hewan yang liar di pedalaman, mudah

ditangkap dan digiring serta dimanfaatkan. Pada masa tersebut,

gajah menjadi sumber yang sangat berharga bagi orang Aceh,

orang Aceh menganggap gajah menjadi benteng kota dan

kekuatan Negara bertumpu pada gajah-gajah itu.

Jumlah gajah pada masa itu terbilang besar jumlahnya.

Menurut perhitungan Beaulieu, gajahnya mencapai 900 ekor.

Gajah-gajah tersebut dibiasakan pada suara tembakan, sehingga

tidak takut dengan lepasan tembakan-tembakan di dekat telinga

mereka, juga dibiasakan membekar jerami disekitar mereka

supaya tidak takut dengan api. Mereka diajarkan memberikan

persembahan kepada Raja dengan bertekuk lutut dan

mengangkat belalai sampai 3 kali.

Sultan Iskandar Muda sudah sejak kecil menyukai gajah,

beliau benar-benar mengagungkan hewan tersebut. Mereka

diperlakukan hampir seperti manusia. Selain pertahanan yang

tepat guna, gajah juga merupakan hasil ekspor yang

memberikan laba bagi Aceh.

3) Angkatan Darat

Di Aceh dan tempat-tempat di sekitarnya tepatnya di

dalam lembah dapat dikerahkan 40.000 laki-laki, apabila raja

akan berperang ia tidak mengeluarkan biaya samasekali. Sultan

dengan hati-hati menyimpan senjata dan mesiu di tempatnya.

4) Pasukan Meriam

Sultan memiliki hampir 5000 pucuk meriam, termasuk

1200 pucuk berkaliber dan 800 meriam besar. Besi yang

digunakan untuk senjata tersebut tidak terdapat di Sumatra

tetapi didatangkan dari India dan menjadi pokok perdagangan

yang menguntungkan.

5) Teknik Pengepung Kota

Masa itu perang pengepungan pemukiman sering

terjadi. Orang Aceh terkenal mahir dalam pembuatan dan

penggalian parit. Sebagaimana terlihat waktu kedah di kepung,

khususnya waktu Deli dikepung. Deli adalah kota yang kuat

dan dipertahankan oleh seorang tokoh yang termashyur.

Dengan waktu yang singkat Raja Aceh memerintahkan

penggalian parit-parit besar, tanah di dorong dengan

sedemikian ripa hingga dengan kerugian yang sedikit, deli

dapar direbut dalam waktu kurang dari enam minggu.

d. Ilmu Pengetahuan dan Keagamaan

Di sisi lain kemajuan yang diperoleh Aceh dalam bidang

ilmu pengetahuan dan keagamaan. B Schiere dalam bukunya

“Indonesian Sociological Studies” mengetakan “ Aceh adalah

pusat perdagangan Muslim India dan ahli fikirnya (kaum

cendekiawan dan ulama-ulama) berkumpul sehingga Aceh

menjadi pusat kegiatan studi Islam”.85

Kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan pendidikan

didirikannya lembaga-lembaga kajian ilmiah dan lembaga-lembga

85Ibid.h. 14.

pendidikan formal. Selanjutnya Ilmu Tasawuf merupakan salah

satu kajian keagamaan uyang mendapat perhatian oleh pihak

Sultan, sehingga pada masanya tercatat banyak ahli sufi,

diantarannya Hamzah Fansuri, Syamsuddin As-Sumatrani dan

Nuruddin ar-Raniri.86

6. Wafatnya Sultan Iskandar Muda

Iskandar Muda wafat pada tanggal 29 Rajab 1046 H (27

Desember 1636 M.). Sebagaimana sering terjadi apabila seorang

tokoh besar wafat, timbulah pertanyaan apakah wafatnya tidak terjadi

dengan tidak wajar, maka dalam sepucuk surat yang ditulis Antonio

Van Diemen pada tanggal 9 Desember 1637 dapat kita baca “bahwa

tidak mustahil ia diracun atas desakan orang Portugis oleh perempuan

yang dikirim Raja Makasar ke Aceh sebagai tanda penghormatan.87

Sultan Iskandar Muda dimakamkan di Kompleks pemakaman Sultan

Aceh Kandang XII, Banda Aceh

B. Penghargaan yang diberikan kepada Sultan Iskandar Muda

Melalui Surat Keputusan Presiden RI No. 077/TK/ Tahun 1993

tanggal 14 September 1993, Sultan Iskandar Muda dianugerahi

gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintah RI serta mendapat tanda

kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana (Kelas II). Sebagai wujud

pernghargaan terhadap dirinya, nama Sultan Iskandar Muda diabadikan

86 Ibid

87

Lombard Denys, Op.cit, h.243.

sebagai nama jalan di sejumlah daerah di Tanah Air, Nama Sultan telah di

Abadikan sebagai Kapal Perang KRI Sultan Iskandar Muda, Bandara

Internasional Sultan Iskandar Muda dan Kodam Iskandar Muda Nanggroe

Aceh Darussalam.

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Pendidikan Islam Masa Pemerintahan Kerajaan Aceh Darussalam

Banda Aceh Darussalam pada zaman kejayanya (sekitar abad XVI dan

XVII) bukan saja sebagai kota tempat kegiatan politik dan ekonomi, tetapi

juga ia sebagai kota tempat kegiatan dan perkembangan ilmu pengetahuan,

yang dalam istilah sekarang disebut “Kota Universitas”. Pada zaman itu, ada

tiga tempat kegiatan ilmu pengetahuan dalam kota Banda Aceh, yaitu:

1. Masjid Jami‟ Baitur Rahman, yang dibuat oleh Sultan Alaiddin Mahmuis

Syah I dalam tahun 691 H (1292 M) yang kemudian diperbesar oleh

Sultan-sultan setelahnya, terutama Sultan Iskandar Muda. Masjid Jami‟

Baitur Rahman, disamping sebagai pusat kegiatan ibadah, juga merupakan

sebuah lembaga perguruan tinggi (universitas) yang terbesar di Asia pada

waktu itu yang lengkap dengan segala cabang ilmu pengetahuan,

sementara guru besar nya juga didatangkan dari Turki, Arab, Persia India,

dan lainnya.

2. Masjid Baitur Rahim, yang dibuat oleh Sultan Iskandar Muda Meukuta

Alam dalam Komplek Keraton Darud-Dunia sekitar 1016 H.(1607 M.),

dimana nama Baiturrahim ini dialihkan dari nama masjid yang dibuat oleh

Sultan Alaiddin Syamsu Syah dalam Komplek Kraton Kuta Alam

bersamaan dengan membuat Istana tersebut. Masjid Baitur Rahim

merupakan pusat kegiatan ilmu dalam istana Kraton Darud-Dunia,

terutama ilmu politik dan hukum tatanegara, selain Balai Setia Hukama,

Balai Setia Ulama dan Balai Jama‟ah Himpunan Ulama yang merupakan

lembaga-lembaga pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan dalam Komplek

Kraton Darud-Dunia.

3. Masjid Baitul Musyahadah, yang dibuat oleh Sultan Mughayat Syah

Iskandar Sani dalam komplek Kraton Kuta Alam sekitar 1046 H. (1637

M.) untuk menggantikan masjid Baitur Rahim yang dibuat Sultan Syamsu

Syah. Masjid Baitul Musyahadah yang cantik ini merupakan pusat

kegiatan ilmu dan kebudayaan yang ketiga dalam kota Banda Aceh.

Dengan adanya tiga pusat kegiatan ilmu pengetahuan ini, maka Banda

Aceh pada zaman keemasannyadisebut dengan “Kota Universitas”

menurut istilah pada zaman sekarang. Pada masa Sultan Iskandar Muda itu

dapat dikatakan sebagai suatu masa kesadaran, kesadaran pentingnya ilmu

pengetahuan dan pendidikan. Sultan Iskandar Muda mempunyai minat

yang besar sekali untuk mendirikan masjid atau rumah ibadah, pesantren

dan lembaga pendidikan lainnya guna mengembangkan ilmu

pengetahuan.88

Tujuan pendidikan dari kerajaan Aceh Darussalam ialah untuk

membina manusia-manusia yang sanggup menjadi Sultan, menjadi Menteri,

menjadi Qadli dan pejabat-pejabat lainnya dengan syarat-syarat yang

ditetapkan, selanjutnya untuk membina rakyat yang menjalankan makruf dan

menjauhkan mungkar.89

88 Taqiyuddin,Sejarah Pendidikan, Melacak Geologi Pendidikan Islam di Indonesia

(Bandung:Mulia Press, 2008),h.157-158.

89

Ibid.h.190.

Dalam bidang pendidikan di Kerajaan Aceh Darussalam adalah benar-

benar mendapat perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga Negara

yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, diantaranya:

1. Balai Seutia Hukama merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat

berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendekiawan untuk

membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Balai Seutia Ulama merupakan jawatan pendidikan yang bertugas

mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran

3. Balai Jama‟ah Himpunan Ulama merupakan kelompok studi tempat

para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar pikiran, membahas

persoalan-persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.90

Adapun tingkatan pendidikan dalam Kerajaan Aceh Darussalam, adalah

sebagai berikut:

1. Meunasah

Meunasah merupakan tingkat pendidikan terendah jika

sekarang disebut dengan Sekolah Dasar. Meunasah berasal dari bahasa

Arab „madrasah‟.

Meunasah secara fisik adalah bangunan rumah panggung yang

dibuat di setiap gampong atau kampung, setiap kampung terdiri dari 40

rumah dan diketuai oleh keucik.91

90 Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2001),

cet-ke 4,h.31-32

91

Samsul Nizar,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta:Kencana,2016),h.384.

Fungsi meunasah pada saat itu adalah sebagai berikut:

a. Sebagai tempat upacara keagamaan, penerimaan zakat, dan tempat

penyalurannya, tempat penyelesaian perkara agama, musyawarah

dan menerima tamu.

b. Sebagai lembaga pendidikan Islam di mana diajarkan pelajaran

membaca Al-Qur‟an. Pengajian bagi orang dewasa diadakan di

malam hari tertentu dengan metode ceramah dalam satu bulan

sekali. Kemudian pada hari jumat dipakai ibu-ibu untuk shalat

berjamaah zuhur yang diteruskan pengajian yang dipimpin oleh

seorang guru perempuan.92

Pendidikan meunasah ini dipimpin oleh Teungku Meunasah.

Murid yang belajar di meunasah pada umumnya anak laki-laki di

bawah umur, sedangkan anak perempuan pendidikan diberikan di

rumah guru. Di Meunasah, para murid diajar menulis/membaca huruf

Arab, ilmu agama dalam bahasa jawi(melayu), dan akhlak.

2. Rangkang

Rangkang merupakan suatu bangunan yang berfungsi sebagai

tempat tinggal murid di sekitaran masjid. Masjid adalah segala

kegiatan umat, termasuk kegiatan pendidikan, jadi masjid merupakan

madrasah tingkat menegah kalau sekarang disamakan dengan Sekolah

Menengah Pertama atau Tsanawiyah. Pada pendidikan Rangkang,

sudah mulai diajar bahasa Arab, dengan menggunakan buku berbahasa

92 Abuddin Nata, Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan

Islam Di Indonesia (Jakarta:Grasindo,2001), h. 42.

Arab. Mulai diajarkan sedikit-sedikit ilmu-ilmu umum, seperti ilmu

bumi, sejarah dan berhitung.

Menurut ketentuan Qanun Meukuta Alam, bahwa dalam tiap-

tiap mukim harus didirikan satu masjid sebagai pusat segala kegiatan

umat sekaligus menjadi pusat pendidikan dalam mukim yang

bersangkutan. Murid pada pendidikan tingkat pertama pada saat itu

memondok di masjid, maka perlunya membangun pondok di sekeliling

masjid sebagai asrama yang dinamakan rangkang, karena itulah

pendidikan tingkat pertama ini dinamakan dengan rangkang.

3. Dayah

Dayah dapat disamakan dengan Sekolah Menengah Atas atau

Madrasah Aliyah pada masa sekarang. Dayah terkadang berpusat pada

masjid-masjid bersama dengan rangkang. Tetapi, kebanyakan dayah

bediri sendiri di luar pekarangan masjid, dengan menyediakan sebuah

“balai utama” sebagai aula yang digunakan menjadi tempat mengajar

dan sembahyang berjamaah. Dalam dayah, semua pelajaran diajar

dalam bahasa Arab. Ilmu-ilmu nyang diajar antara lain: fiqh (hukum),

bahasa Arab, tauhid, tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/ilmu

tatanegara, ilmu pasti/faraidh.

4. Dayah Teungku Chiek

Dayah Teungku Chiek atau disebut juga dayah mayang, dapat

disamakan dengan akademi. Teungku Chiek artinya adalah guru besar,

jadi dayah teungku chiek artinya adalah dayah guru besar.93

Mata

pelajaran yang diajarkan antara lain: fiqh (hukum), tafsir, ilmu bahasa

dan sastra Arab, manthik dan ilmu bintang/falak. Dayah Teungku Chik

dapat disamakan dengan perguruan tinggi.94

B. Pendidikan Islam pada Masa Sultan Iskandar Muda

1. Pendidik

Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, guru-guru besar

jami‟ah terdiri dari ulama-ulama Aceh dan juga ulama-ulama dari luar

seperti dari Arab, Turki, Persia dan India. Berdasarkan catatan yang dapat

ditelusuri, tak kurang dari 44 orang guru besar yang didatangkan dari luar

negeri pada masa itu.

Sejumlah ulama-ulama Aceh yang memiliki pengaruh dan juga

berperan terhadap pendidikan Islam pada abad ke 16-17 masehi. Adapun

guru besar untuk mengajar di Jamiah Baiturrahaman (universitas

Baiturrahman) pada masa Sultan Iskandar Muda diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Seri Faqih Zainul Abidin Ibnu Daim Mansur Abdullah Malikul

Amin Syah

b. Nuruddin Muhammad Jailany Ibnu Ali Arraniry

c. Kamaluddin Bin Yusuf

93 Saifuddin Dhuri, DAYAH DALAM TIGA PHASE PERKEMBANGAN (Menelaah

Pendidikan Berbasis Perubahan Sosial yang telah Punah), SARWAH, Volume IX (4) Januari –

Juni 2011,h.159.

94

A.Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah (Penerbit Beuna:Jakarta Pusat), 1983, cet-I.. h.

191-193.

d. Aliuddin Bin Ahmad

e. Muhjiddin Bin Ali

f. Taqiyuddin Bin Hassan

g. Saiffudin Abdul Qahhar

h. Syamsuddin Bin Musa

i. Abdul Halim Bin Yatim

j. Abdul Muin Bin Ja‟far

k. Abdul Fatah Al Amin

l. Abdussalam Bin Majid

m. Ali Bin Hakim

n. Abdullah Bin Mustafa

o. Abu Syua‟ib Bin Ayyub

p. Said Bin Yahya.95

2. Materi Pendidikan Islam

Materi yang diberikan berbeda-beda tergantung tingkatan

pendidikannya. Di Meunasah, para murid diajar menulis/membaca huruf

Arab, membaca Al-Qur‟an, ilmu agama dalam bahasa jawi(melayu), rukun

islam, rukun iman dan akhlak.

Kemudian di pondok-pondok sekeliling masjid atau disebut dengan

rangkang sudah mulai diajarkan fiqh, ibadah, tasawuf, bahasa Arab,

dengan menggunakan buku berbahasa Arab dan mulai diajarkan sedikit-

sedikit ilmu-ilmu umum, seperti ilmu bumi, sejarah dan berhitung.

95 Saifuddin Dhuri, Op.Cit, h.159-160

Pendidikan dayah, semua pelajaran diajarkan dalam bahasa Arab.

Ilmu-ilmu yang diajarkan antara lain: fiqh (hukum), bahasa Arab, tauhid,

tasawuf/akhlak, ilmu bumi, sejarah/ilmu tatanegara, ilmu pasti/faraidh.

Dayah Teungku Chik, dalam tingkatan ini yang diajarkan antara

lain: fiqh (hukum), tafsir, ilmu bahsa dan sastra Arab, manthik dan ilmu

bintang/falak. Dayah Teungku Chik dapat disamakan dengan perguruan

tinggi.

Lembaga yang setingkat dengan universitas pada masa itu di Aceh,

yaitu Jami‟ah Baiturrahman yang menjadi satu kesatuan dengan Masjid

Baiturrahman. Di sisni diajarkan ilmu tafsir/hadist, ilmu kedokteran,

sejarah, sosial, politik, filsafat dan lain-lain.96

3. Metode Pendidikan

Metode pengajaran pendidikan Islam pada dayah menggunakan

metode Targhib dan Tarhib. Metode ini diterapkan baik dengan cara

menakut-nakuti, mengancam peserta didik dengan berbagai tingkatan, dari

ancaman yang bersifat teoritis hingga praktis diberiksn ganjaran seperti

pujian dan sebagainya.97

Disamping itu selain menggunakan Targhib dan Targhib, untuk

tingkatan pendidikan yang lebih tinggi juga digunakan metode-metode

pendidikan lain seperti pendidikan pada umumnya, yaitu metode hafalan,

Tanya jawab, diskusi, dan demonstrasi.

96 Munawiyah,et al, Sejarah Peradaban Islam (Banda Aceh: Pusat Studi Wanita (PSW IAIN

Ar-Raniry) 2009,h.222

C. Perkembangan Pendidikan Islam di Aceh

1. Perkembangan Pendidikan Dayah

Dayah merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di tenggara

yang awal berdirinya di Aceh. Menurut Pengasuh Lembaga Pendidikan

Islam (LPI) Ma‟hadal Ulum Diniyah Islamiyah Masjid Raya (MUDI

Mesra) menyatakan bahwa di masa kejayaan Kerajaan Islam Aceh

Darusslam, pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda, dayah menjadi

lembaga pendidikan resmi yang mencetak aparatur pemerintahan kerajaan.

Ulama lalu menjadikan dayah sebagai basis perjuangan melawan penjajah.

Pada saat itu, peran ulama meluas hingga ranah politik. Masa-masa

kolonial Belanda di Aceh merupakan masa berperan penuhnya ulama

terutama setelah tertawannya sultan. Setelah kemerdekaan peran dayah

diganti dengan sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan.

Gambaran perkembangan pendidikan dayah di Aceh dapat dibagi

dalam tiga fase perkembangan yang berbeda secara kontras, yaitu pada

masa kemunculannya, masa keemasannya, dan masa kemundurannya.

a. Fase Awal Dayah abad 10 M (Dayah Cot Kala)

Dayah Cot Kala (10M) dikenal sebagai dayah pertama di Asia

Tenggara (lembaga pendidikan Islam tertua di Asia Tenggara), di sisni

diajarkan pelajaran agama dan pelajaran umum sekaligus, itu

dikarenakan pada waktu itu, dayah Cot Kala adalah satu-satunya

pendidikan yang ada dalam masyarakat Aceh.98

Fungsi dayah pada awal kemunculannya dalah untuk

mengislamisasikan masyarakat di sekitar dayah untuk menjaga

pengalaman Islam di sekitar dayah. Dayah ini lebih terfokus pada

materi-materi praktis, terutama tauhid, fiqh dan tasawuf.

Peran dayah Cot Kala berubah fungsinya menjadi lebih besar

saat terlibat dalam pemenuhan kepentingan Kerajaan Peurelak. Fungsi

dayah berkambang mencakup ilmu-ilmu umum dan agama serta

keahlian praktis. Ilmu-ilmu yang diajarkan antara lain: fiqh muamalat,

tauhid, tassawuf/akhlak, geografi (ilmu bumi), sejarah, ilmu tata

negara dan bahasa Arab.

b. Fase Keemasan: Perkembangan Pendidikan Dayah abad 16-18 M

(Dayah Mayang Baiturrahman)

Pendidikan dayah berkembang sesuia seiring dengan maju dan

mundurnya kerajaan-kerajaan Aceh. Pada permualaan berdirinya

Kerajaan Islam, dayah juga dalam kondisi permulaan perkembangan

dan menjadi puncak keemasan perkembangannya adalah pada masa

kerajaan Aceh Darussalam yang menjadi puncak kejayaan kerajaan

Aceh. Pada saat itu pendidikan dayah telah terstruktur mulai dari

tingkat sekolah dasar (meunasah), sekolah menengah (rangkang), dan

perguruan tinggi (Dayah Ali dan Dayah Teungku Chiek).

98 Saifuddin Dhuri, Op.Cit, h.154.

Pada masa itu di Aceh diwajibkan basmi buta huruf dan buta

ilmu. Maka Aceh sudah tidak lagi mengenal buta huruf. Sultan

Iskandar Muda mempunyai minat yang sangat besar

memperkembangkan ilmu pengetahuan, sehingga banyak dayah-dayah

yang didirikannya. Kegiatan untuk mengetahui lebih dalam, tinggi dan

sempurna ilmu agama menempatkan Aceh menjadi lebih banyak pula

memusatkan perhatian dalam bidang pendidikan/pengajaran.

Lembaga-lembaga Negara yang mengurus pendidikan termaktub

dalam Qanun Meukuta Alam. Ada tiga lembaga yang bidang tugasnya

meliputi masalah-masalah pendidikan/pengajaran dan ilmu

pengetahuan, yaitu: Balai Setia Hukama, Balai Setia Ulama, dan Balai

Jamaah Himpunan Ulama.

c. Fase Kemunduran Dayah abad 19 M (Dayah masa Penjajahan

Belanda)

Pada masa kejayaannya, dayah hanya berkonsentrasi pada

pendidikan dan pengembangan pengalaman agama Islam, namun

akibat perang tersebut konsentrasi dayah berubah menjadi terfokus

pada bagaimana melakukan propaganda untuk mengalahkan musuh

kerajaan Aceh dengan selogan-selogan jihad, kafe, syahid dan lain-

lainya.

Materi-materi yang diajarkan di dayah pun mulai dibatasi

hanya kepada pelajaran agama saja. Pembatasan kurikulum hanya pada

pelajaran agama saja sangat dipengaruhi oleh Belanda yang

dipengaruhi oleh Belanda tentang pembatasan ruang gerak dayah dan

ulama. Peraturan tersebut bertujuan untuk melemahkan perlawanan

para ulama dengan muridnya terhadap penjajahan Belanda, disamping

juga bertujuan untuk memperlemah kekuasaan ulama dalam

masyarakat dan memperkuat pengaruh uleibalang sebagai kaki tangan

penajajah. Sejak itu kurikulum dayah hanya sebatas pada pendidikan

agama.

Ketika fungsi dayah tidah menyatu lagi dengan masyarakat

dan tujuan dayah hanya berorientasi akhirat dan kekayaan pribadi

pemimpin dayah, maka orang Aceh dapat diperdaya supaya Belanda

memenangkan peperangan. Pada saat itu kurikulum dayah tidak

berfokus lagi pada pelajaran penalaran fiqh, tafsir, hadits, dan tauhid

sehingga peran dayah tidak lebih dari kumpulan jemaah sufi yang

gugur dalam perjuangannya.

Pada akhir peperangan dengan Belanda dan Jepang, kira-kira

pada akhir abad 19, pendidikan Aceh dipengaruhi oleh gerakan PAN-

Islam, terutama pemikiran Muhammad Abduh dan Jamaluddin

Afghani. Pemikiran mereka dikembangkan di Aceh oleh PUSA

(Persatuan ulama Seluruh Aceh). Pengaruh PUSA saat itu sangat kuat

terhadap perkembangan dayah di Aceh, ketika itu hampir semua

dayah berubah menjadi madrasah atau dayah modern, kecuali beberapa

dayah, seperti dayah Abu Krueng Kalee, dayang Lampisang/dayah

Tanoh Abee.99

2. Jami‟ah Baiturrahman sebagai Pusat Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Islam

Perkembangan Islam dari Aceh sangat cepat tersebar di nusantara

sampai Philipina. Mubaligh-mubaligh Aceh Meninggalkan kampong

halaman untuk menyebarkan agama Islam. Termasuk empat orang

diantaranya „wali‟ yang membawa islam ke Jawa berasa dari Aceh, yakni

Maulana Malik Ibrahim, (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel),

Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), dan Syekh Siti Jenar (Sunan

Kajenar).

Masjid Baiturrahman di Banda Aceh merupakan salah satu dari 10

Masjid termegah di dunia pada kala itu yang dibangun pada masa

pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Gemilangnya masa Sultan Iskandar

Muda, Aceh, menjadi kiblat ilmu pengetahuan nusantara. Syekh Ar-Raniry

mengatakan bahwa kota Banda Aceh menjadi pusat kegiatan ilmu-ilmu

dan kebudayaan Islam. Ditandai dengan hadirnya Jami‟ah Baiturrahman

(sekarang: Universitas Baiturrahman). Mahasiswa yang menuntut ilmu di

Aceh datang dari berbagai penjuru dunia, seperti Turki, Palestina, India,

Bangladesh, Pattani, Malaya, dan Brunei Darussalam.100

Jami‟ah Baiturrahman atau disebut juga dayah Baiturrahman yang

menjadi satu kesatuan dengan masjid jami‟ Baiturrahman. Jamiah

99 Saifuddin Dhuri, Op.cit. h.162.

100

Tabloid Etis, edisi 42, Juli-Agustus 2014, h.10.

Baiturrahman mempunyai bermacam-macam „daar‟ (kalau sekarang dapat

disebut dengan fakultas), seperti daarut tafsir wal hadist (fakultas ilmu

tafsir/hadis), darul thib wal kimia (fakultas kedokteran dan kimia), darut

tarikh (fakultas sejarah), darus siyasah (fakultas sosial politik), darul

falsafah (fakultas filsafat) dan lain-lain.

Keadaan pendidikan dan pengajaran islam pada masa tersebut telah

mencapai tahap kemajuan yang sesuai dengan zamannya. Pada masa itu

Jamiah Baiturrahman adalah dayah atau pendidikan yang paling

terkemuka. Dayah ini memiliki kelengkapan kurikulum yang menyerupai

universitas sekarang, karena kurikulum yang lengkap dengan materi-

materi agama dan materi umum. Materi-matreri ini disatukan dalam

bentuk daar atau fakultas. Semuanya ada 17 daar, yaitu

a. Daar al-Tafsir wal Hadis (Fakultas Tafsir dan Hadist)

b. Daar al-Thib (Fakultas Kedokteran)

c. Daar al-Kimiya (Fakultas Kimia)

d. Daar al-Tarikh (Fakultas Sejarah)

e. Daar al-Hisaab (Fakultas Matematika)

f. Daar al-Siyasah (Fakultas Politik)

g. Daar al-Aqli (Fakultas Ilmu Logika)

h. Daar al-Ziraah (Fakultas Pertanian)

i. Daar al-Ahkam (Fakultas Hukum)

j. Daar al-Falsafah (Fakultas Filsafat)

k. Daar al-Kalam (Fakultas Teologi)

l. Daar al-Wizaarah (Fakultas Ilmu Pemerintahan)

m. Daar al-Khazanah Bait al-Maal (Fakultas Keuangan dan Akuntansi

Negara)

n. Daar al-Ardh (Fakultas Pertambangan)

o. Daar al-Nahwu (Fakultas Sastra Arab)

p. Daar al-Mazahib (Fakultas Perbandingan Mazhab)

q. Daar al-Harb (Fakultas Ilmu Militer)

D. Tokoh Ulama-ulama dan Sarjana Aceh Darussalam

1. Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri adalah seorang ulama sufi dan sastrawan. Beliau

berasal dari kampung Fansuri yang berada dekat Singkel (Aceh).

Kemudian bnayak orang-orang pindah ke Barus saat Barus menjadi

wilayah kerajaan Aceh, maka kampung tempat tinggal orang-orang dari

Fansuri di Barus dinamakan Fansur.101

Syekh Hamzah Fansuri belajar di Aceh, India, Persia dan Arab.

Beliau menguasai ilmu-ilmu fiqh, tasawuf, manthik, sejarah, sastra dan

filsafat. Beliau juga fasih berbahasa Melayu, Jawa, Urdu, Arab dan Persia.

Dalam filsafat, Hamzah Fansuri menganut paham Widhatul Wujud

dan menjadi pengikut Tharikat Qadiriyah. Paham Widhatul Wujud

menyatakan bahwa alam ini adalah ciptaan bagian dari ketuhanan sendiri,

laksana pada puncak ombak. Lawan dari paham Widhatul Wujud adalah

101 A.Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah (Jakarta Pusat: Penerbit Beuna), 1983, cet-I

h.195

Widhatul Suhud yang bermakna bahwa alam yang baru ini adalah sebagai

kesaksian dari adanya tuhan.

Hamzah Fansuri mengajarkan ilmu-ilmunya di Banda Aceh dan

Barus. Murid dan pengikut beliau yang terkenal dan besar yaitu Syekh

Samsuddin As-Samatharani.

Karya-karya Hamzah Fansuri sebagian dalam bentuk prosa dan

puisi, beliau merupakan penyair terbesar pada masanya. Selain karya

sastra, karya Hamzah Fansuri mengenai ilmu-ilmu tasawuf, fiqh, filsafat

dan sebagainya, karya-karyanya ditulis dengan menggunakan bahasa

Aceh, Melayu, Arab dan Persia.

Diantara karangan-karangan Syekh Hamzah Fansuri adalah sebagai

berikut.

a. Syarabul Asyikin dan Zinatul Muwahhidin, yang membicarakan

tentang thariqat, syariat, ma‟rifat dan hakikat.

b. Asrarul Arifin dan Fibayani Ilmis Suluk Wat Tauhid, yang membahas

masalah ilmu suluk dan tauhid.

c. Al Muntahi, membahas masalah Widhatul Wujud

d. Rubai Fansuri, berisi puisi.

2. Syamsuddin As-Samatharani

Nama lengkap Syamsuddin As-Samatharani adalah Syekh

Syamsuddin bin Abdullah As-Samatharani. Syamsuddin As-Samatharani

berasal dari Samudra/Pase, beliau dilahirkan disana akhir abad ke 16. Guru

beliau yang utama adalah Syekh Hamzah Fansuri. Syamsuddin As-

Samatharani juga pernah belajar di Jawa dengan Pangeran Bonang.

Syamsuddin As-Samatharani menguasai bahasa Melayu, Jawa,

Persia, dan Arab. Ilmu-ilmu yang beliau kuasai antara lain: tauhid,

tasawuf, fiqh, sejarah, mantik, filsafat, ilmu bahasa Arab, ilmu tata Negara

dan ilmu politik.

Kedudukan beliau dalam Kerajaan Aceh Darussalam mendapat

kedudukan yang baik sekali, baik pada masa Sultan Alaiddin Riayat Syah

IV, dan masa Sultan Iskandar Muda. Pada pemerintahan Sultan Iskandar

Muda beliau diangkat menjadi Qadli Malikul Adil, dapat dikatakan

sebagai orang nomor dua dalam tatanan kerajaan, selain itu juga menjadi

Ketua Balai Gading yang beranggotakan 7 ulama dan 8 Uluebalang.

Syamsuddin As-Samatharani beraliran Syiah dengan paham Widdatul

Wujud, meskipun demikian beliau sebagai orang besar kerajaan Aceh tetap

berlaku Adil. Syamsuddin As-Samatharani juga sempat menjadi Syekh

Jamiah Baiturrahman (Rektor Universitas Baitturahman).

Karya-karya Syamsuddin As-Samatharani, ditulis dengan bahasa

Melayu/Jawi atau bahasa Arab cukup banyak dan bernilai tinggi ditinjau

dari ilmu pengetahuan. Diantara kitab-kitab karangan Syekh Syamsuddin

As-Samatharani adalah sebagai berikut:

a. Miratul Mukminin (cermin perbandingan bagi orang-orang mukmin)

b. Miratul Iman (Cermin Keimanan)

c. Nurul Daqaiq (Cahaya yang murni)

d. Jauharul Haqaaiq (Permata kebenaran)

e. Syarah Miratul Qulub (Uraian tentang cermin segala hati)

f. Tanbihul‟lah (Peringatan Allah)

g. Kitabul Martabah (Kitab tentang martabat manusia)

h. Risalatul Wahab (Risalah tentang maha Pemberi)

i. Miratul Hakikah (Cermin Hakikat)

j. Sjarah Ruba‟I Hamzah Fansury (Uraian dan tafsir terhadap buku

Hamzah Fansury berjudul „Ruba‟i Fansury‟)

Syamsuddin As-Samatharani wafat malam senin tanggal 12 Rajab

1039 H (1630 M) di Banda Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar

Muda dengan meninggalkan jasanya yang cukup banyak terhadap Aceh,

karena beliau ikut serta membesarkan Aceh, terutama dalam bidang ilmu

pengetahuan dan politik.

3. Nuruddin Ar-Raniry

Syekh Nuruddin Ar-Raniry nama lengkapnya adalah Syekh

Nuruddin Muhammad Djailani bin Ali bin Hasandji bin Muhammmad

Hamid Ar-Raniry. Beliau adalah seorang ulama, pujangga pengarang, ahli

sufi, ahli hukum, politikus, dan negarawan. Nuruddin Ar-Raniry lahir di

Ranir, Gujarat (India).

Pendidikan pertama Nuruddin Ar-Raniry diterima di negerinya

sendiri. Di negerinya beliau telah mempelajari bahasa Melayu, pada saat

itu bahasa Melayu merupakan Lingua Franca di kepulauan Nusantara.

Pada tahun 1030 H beliau melaksanakan haji kemudian menetap di Arab

untuk belajar.

Syekh Nuruddin datang kembali ke Aceh pada tanggal 6

Muharram 1047 H (31 Mei 1637 M) pada masa pemerintahan Sultan

Iskandar Sani, kedatangan pertama Nuruddin Ar-Raniry adalah pada masa

pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

Nuruddin Ar-Raniry mendapatkan kedudukan yang baik pada masa

pemerintahan Sultan Iskandar Sani dan Ratu Safiattudin, di mana beliau

menjabat sebagai, Qadli Malikul Adil, Mufti Mu‟Adhadham, dan Syekh

Jami‟ah Baiturrahman.

Kitab-kitab karangan Nuruddin Ar-Raniry banyak menggunakan

bahasa Arab, Melayu dan Persia, kitab-kitab karangan Nuruddin Ar-

Raniry diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Asy Siratul Mustaqim (kitab tentang fiqh)

b. Daruul Faraid bi Syarhil Aqaid (kitab tentang tauhid/filsafat)

c. Hidayatul Habib fit Targhib wat Targhib

d. Ala lam‟u fi Tafkiri man qala bi Khaldi Quran

e. Kisah Iskandar Zulkarnain

f. Hikayat Raja Badar

g. Saqyur Rasul

h. Babun Nikah

i. Hidayatul Mibtadi bi Fadl-lillahi Muhdi.

Setelah mengabdi untuk islam selama 17 tahun di Aceh, Nuruddin

Ar-Raniry wafat pada tanggal 22 Zulhijah 1068 H.

E. Pendidikan Syariat Islam di Nangroe Aceh Darussalam

Dalam bidang pendidikan di Aceh, pemerintah berupaya meningkatkan

kapasitas pendidikan daerah dengan menetapkan Qanun Provinsi

Nangroeangroe Aceh Darussalam nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Penyelenggaraan Pendidikan. Kebijakan ini dijalankan dalam rangka

mengakomodir dan menerapkan sistem pendidikan yang berlandaskan syariat

Islam. Hal ini ini sebagaimana dituangkan dalam Pasal 12 yang menyebutkan

bahwa “Sistem Pendidikan Provinsi Nangroe Pendidikan Provinsi Nangroe

Aceh Darussalam adalah pendidikan yang berdasarkan Sistem Pendidikan

Nasioanal yang disesuiakan dengan nilai-nilai sosial budaya daerah serta tidak

bertentangan dengan Syariat Islam.102

Dijelaskan pada Qanun Provinsi Nangroeangroe Aceh Darussalam

nomor 23 Tahun 2002 menegenai dasar, fungsi, tujuan, dan prinsip pendidikan

di Nangroe Aceh Darussalam.

a. Pasal 2 : Pendidikan Nangroe Aceh Darussalam berdasar pada Al-Quran

dan Al-Hadist, falsafah Negara Pancasila, Undang-Undaang Dasar 1945

dan kebudayaan Aceh.

b. Pasal 3 : Pendidikan Nangroe Aceh Darussalam berfungsi untuk

memantapkan iman dan takwa kepada Allah swt., mengembangkan

102 Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam nomor 23 Nangroe Aceh Darussalam nomor 23

tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pendidikan

kemampuan, ilmu dan amal sholeh, dalam upaya meningkatkan mutu ilmu

pengetahuan dan martabat manusia sesuai dengan tuntunan ajaran Islam,

dan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

c. Pasal 4 : Pendidikan Nangroe Aceh Darussalam bertujuan membina

pribadi muslim seutuhnya, sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang

beriman dan bertakwa kepada Allah swt., berakhlakul karimah,

demokratis, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi ,

manusia, berpengetahuan, berketerampilan, sehat jasmani dan rohani,

berkepribadian mantap dan mandiri, mampu menghadapai berbagai

tantangan global dan memiliki tanggung jawab kepada Allah swt.,

masyarakat dan Negara.

d. Pasal 5 :

1) Pendidikan Nangroe Aceh Darussalam dilaksanakan dengan prinsip-

prinsip sebagai berikut:

2) Pendidikan dilaksanakan dengan mengutamakan keteladanan yang

berakhlakul karimah, baik dalam proses pembelajaran, maupun dalam

pengelolaan pendidikan.

3) Pendidikan dilaksanakan dengan melibatkan partisipasi masyarakat

semaksimal mungkin dalam penyelenggaraan dan peningkatan mutu

pendidikan.103

Dalam Undang-Undang RI No. 11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh, pad Bab XXX Pasal 215 tentang pendidikan

103 T.H.Thalas,Choirul Fuad Yusuf (Editor), Pendidikan & Syariat Islam di Nangroe Aceh

Darussalam + 8 Undang-Undang Terkait, (Jakarta:Galura Pase, 2007), h.45-46.

dijelaskan bahwa pendidikan nasional dengan memperhatikan kekhususan

daerah. “Pendidikan yang diselenggarakan di Aceh merupakan satu

kesatuan dengan sistem pendidikan nasional yang disesuaikan dengan

karakteristiak, potensi dan kebutuhan masyarakat setempat.”104

Berdasarkan yang tertera dalam Qanun Provinsi Aceh Darussalam

No. 23 Tahun 2002 dan UU RI No. 11 Tahun 2006, dapat dilihat beberapa

semangat yang terkandung di dalamnya:

1. Pendidikan di Nangroe Aceh Darussalam adalah bagian integral dari

pendidikan nasioanal, tetap berada pada sistem pendidikan nasional.

2. Pendidikan di Nangroe Aceh Darussalam disesuaikan dengan

karakteristik daerah dan kebutuhan masyarakat. Salah satu

karakteristik daerah yang menonjol adalah suasana pendidikan itu

yang disuasanai oleh nilai-nilai Islam baik secara implisit maupun

eksplisit.105

F. Pendidikan Dayah di Nangroe Aceh Darussalam

Dayah yang merupakan pendidikan Islam di Aceh menjadi benteng

yang paling berjasa dalam proses pertahanan budaya masyarakat Aceh.

Sebagai wilayah pertama yang menerima kehadiran Islam sejak awal pertama

Hijriyah, Masyarakat Aceh memiliki karakteristik yang unik, keunikan

karakteristik ini disebabkan kuatnya pengaruh Islam, bahkan Islam menjadi

asas pembinaan budaya.

104 Undang-Undang RI No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, pada Bab XXX Pasal

215 ayat (1)

105

T.H.Thalas,Choirul Fuad Yusuf, Op.Cit, h.46.

Menurut Teungku Muhammad Basyah Haspy secara lughawi dayah

berasal dari kata „zawiyah‟ yang artinya adalah sudut, karena pengajian pada

masa Rasulullah dilakukan di sudut-sudut masjid. Kemudian dalam

pengucapan lughat Aceh terjadi perubahan, sehingga disebutlah dayah. Hal

inilah yang menjadi perbedaan dayah dengan Pesantren. Pesantren berasal dari

bahasa sansekerta yang artinya tempat proses belajar-mengajar agama di

daerah Jawa sebagaimana kemunculan pertama pesantren yaitu di daerah Jawa

yang masih menganut agama hindu, dengan kata lain Pesantren pada awal

kemunculannya merupakan lembaga pendidikan agama Hindu yang kemudian

seiring perkembangannya masuklah islam di Jawa, dan pesanten mengalami

islamisasi menjadi lembaga pendidikan Islam.

Keutamaan lembaga pendidikan dayah adalah dayah merupakan

lembaga pendidikan Islam yang berasal dari nabi dan sahabat, maka

pendidikan dayah lebih banyak diwarnai pendidikan keagamaan dan kecintaan

terhadap Allah dan Rasulnya. Apa yang bisa diambil oleh masyarakat sebagai

pelajaran dari pembelajaran yang dilakukan di dayah. Sedangkan pesantren

merupakan lembaga pendidikan Islam yang berasal dari lembaga non muslim

yang kemudian diislamisasikan seiring dengan penyebaran Islam di tanah

Jawa.

Kelebihan dari pendidikan berbasis dayah yaitu selalu menanamkan 5

perkara kepada peserta didiknya sebagai pelajaran inti. Pertama, menanamkan

nilai-nilai iman yang kuat dan kebencian terhadap musuh Allah dan Rasulnya

yaitu orang-orang kafir; kedua, menanamkan nilai-nilai karakter; ketiga,

menanamkan nilai nilai ibadah; keempat, menanamkan untuk selalu ridha

Kepada Allah; dan kelima,menanamkan nilai-nilai keteladanan.

Dayah MUDI Mesra yang terletak di Desa Mideuen Jok, Kemukiman

Masjid Raya Samalanga Bireuen merupakan salah satu dayah salafiyah tertua

di Aceh, bahkan di Asia Tenggara. Dayah ini sudah berdiri sejak masa Sultan

Iskandar Muda. Namun, berkembang sekitar tahun 1927 M saat dipimpin oleh

Al-Mukarram Tengku Syihabuddin Bin Idris.

Saat dipimpin Tengku Syihabuddin Bin Idris, jumlah santri dayah

tersebut sebanyak 150 orang santri terdiri dari 100 orang putra dan 50 orang

putri. Mereka diasuk oleh 5 0rang tenaga pengejar laki-laki dan 2 guru putri.

Dayah MUDI Mesra menggunakan metode pengajaran dan pendidikan

dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Takhasus, yang masing-masing

mengambil selama 2 tahun.

Kegiatan santri di luar jam belajar mengajar mereka mendapatkan

pengajaran pelatihan komputer, mengetik, menjahit, tata boga dan border.

Selain itu juga diajarkan bahasa Inggris dan bahasa Arab.

Dayah MUDI Mesra juga membuat program pembinaan alumni,

sehingga pesantren induk dan alumni terjalin rasa persaudaraan yang kuat.

Alumni dari Dayah ini banyak yang melanjutkan studi ke luar negeri dan

bekerja di instansi pemerintah maupun swasta.

Selain itu, para alumni juga berhasil mendirikan dan mengembangkan

dayah lain baik di Aceh maupun luar Aceh. Diantara dayah atau pesantren

yang didirikan para alumninya adalah sebagai berikut: Dayah Darul

Munawarah yang terletak di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Bandar Dua,

Pidie; Dayah Syamsudh Dhuha yang terletah di Desa Cot Murong, Kecamatan

Dewantara, Aceh Utara dan Dayah Darul Huda yang terletak di Desa Lueng

Angen Kecamatan Tanoh Jambo Aye, Aceh Utara. Selain di dalam daerah

Aceh, beberapa alumni juga mendirikan pesantren di luar Aceh, seperti

teungku Marzuki.AG, mendirikan pesantren MUDI Mekar di Kampung

Panahan, pondok Gede, Jakrta dan Drs. K.H. Anwar Ulumuddin Daud

membangun Pesantren Darussalam Muttaqim di Desa Kedaton, Bandar

Lampung. Provinsi Lampung

Saat ini dayah dihadapkan pada tantangan modernisasi dan globalisasi

yang sejak zaman penjajahan hingga sekarang tidak dapat dihindari, fenomena

ini telah mengikis budaya islami masyarakat, terutama generasi muda yang

menghadapi arus globalisasi.

Abu Mudi menyebutkan bahwa kesadaran masyarakat akan fakta

tersebut telah menguatkan komitmen para ulama untuk terus melestarikan

eksistensi dayah. Abu Mudi yakin jika dayah sebagai warisan kebudayaan

islam yang melegenda di masa silam, akan terus berkembang pada masa kini

hingga masa yang akan datang.

G. Relevansi Pendidikan Islam Pada Masa Sultan Iskandar Muda dengan

Pendidikan Islam Saat ini

Dayah sebagai lembaga pendidikan Islam yang sudah ada sejak awal

kemunculannya sekitar abad 10 Masehi. Awal dari kemunculan dayah pada

saat itu adalah untuk mengislamisasikan masyarakat Aceh.

Pendidikan dayah berkembang seiring dengan maju mundurnya

kerajaan. Pendidikan islam mengalami masa puncak kemajuan pada masa itu

adalah pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Pendidikan dayah

pada masa itu telah terstruktur mulai dari tingkat meunasah, rangkang, dayah,

dan dayah Teungku Chiek.

Kemajuan perkembangan pendidikan islam tersebut yang sudah

terstruktur dengan adanya tingkatan-tingkatan dari mulai pendidikan dasar

hingga pendidikan tinggi adanya relevansi pendidikan pada saat ini baik dalam

tingkatan sekolah umum maupun madrasah. Menurut A.Hasjmy tingkatan

pendidikan dalam kerajaan Aceh Darussalam yaitu Meunasah sama dengan

Sekolah Dasar, Rangkang dapat disamakan dengan Sekolah Menengah

Pertama atau Madrasah Tsanawiyah, Dayah dapat disamakan dengan Sekolah

Menengah Atas atau Madrasah Aliyah dan Dayah Teungku Chiek dapat

disamakan dengan perguruan tinggi.

Berdasarkan penjelasan A.Hasjmy, maka adanya relevansi antara

tingkatan pendidikan dayah dengan sekolah atau madrasah dengan saat ini,

artinya tingkatan-tingkatan pendidikan tersebut masih digunakan hingga saat

ini meskipun dengan istilah yang berbeda.

Dayah saat ini yang menggunakan tingkatan pengajaran misalnya

Dayah MUDI Mesra dan Dayah Al-Baiquni yang menggunakan metode

pengajaran dan pendidikan dari Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah yang

masing-masing selama 2 tahun, sehingga dengan adanya tingkatan tersebut

makan murid menempuh pendidikan dayah total selama 6 tahun. Berbeda

dengan tingkatan pendidikan formal, siswa harus menempuh pendidikan

dasar/Ibtidaiyah selam 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama/Tsanawiyah

selama 3 tahun dan Sekolah menengah Atas selama 3 tahun, sehingga

pendidikan formal ditempuh selama 12 tahun.

Dayah sebagai pendidikan Islam tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu

agama namun juga mempelajari ilmu-ilmu umum, dalam perkembangan

pendidikan masa Sultan Iskandar Muda ilmu-ilmu yang diajarkan di dayah

antara lain fiqh, tauhid, tasawuf, akhlak, bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah,

ilmu tata Negara, ilmu pasti/faraidh.

Dalam kurikulum dayah yang diajarkan yaitu pengajian-kitab-kitab

klasik (kitab kuning). Seiring dengan perkembangan zaman, kurikulum dayah

dilengkapi dengan berbagai kegiatan ekstrakulikuler dalam beberapa bidang,

antara lain Komputerisasi, menjahit, kesenian, organisasi, olahraga, tataboga

dan lain-lain.

Pelajaran umum yang dipelajari di dayah saat ini sama hal nya dengan

pelajaran di sekolah umum seperti matematika, fisika, kimia, biologi sejarah,

ekonomi, dan sebagainya, pelajaran tersebut diambil dari kurikulum

Depdiknas. Sedangkan pelajaran agama dan bahasa Arab yang dipelajari

seperti tafsir, hadist, nahwu, saraf dan sebagainya yang diambil dari kurikulum

Depag dan Gontor.

Berdasarkan perkembangan materi pelajaran yang diajarkan dalam

pendidikan dayah, kurikulum dayah pada masa Sultan Iskandar Muda masih

relevan yaitu memuat dengan kurikulum yang digunakan dayah pada saat ini

yaitu memuat pelajaran ilmu agama dan ilmu umum, bahkan kurikulum dayah

yang memuat materi-materi pelajaran saat ini mengalami perkembangan

disesuaikan dengan kemajuan zaman dan kebutuhan bidang keilmuan saat ini.

Pemerintah Nangroe Aceh Darussalam saat ini, mengatur pendidikan

islam dalam Qanun Provinsi Nangroe Aceh Darussalam nomor 23 tahun 2002

tentang penyelenggaraan pendidikan. Tujuan dari kebijakan tersebut adalah

untuk mengakomodir dan menerapkan sistem pendidikan yang bersyariat

islam. Sebagaimana dalam Pasal 12 yang menyebutkan bahwa “Sistem

Pendidikan Provinsi Nangroe Aceh Darussalam adalah pendidikan yang

berdasarkan Sistem Pendidikan Nasional yang disesuaikan dengan nilai-nilai

sosial budaya daerah serta tidak bertentangan dengan Syariat Islam.

Berdasarkan peraturan Qanun Provinsi Aceh Darussalam tersebut

pendidikan di Aceh yang berbasis Syariat Islam masih tetap dijalankan dan

dipertahankan di Provinsi Aceh, sebagaimana syariat Islam yang dijalankan

dengan tegas pada masa Sultan Iskandar Muda. Meskipun dalam

perkembangannya saat ini pendidikan Islam di Nangroe Aceh Darussalam

berdasarkan pada Sistem Pendidikan Nasional, namun tetap dipertahankan

dan disesuaikan dengan nilai-nilai sosial budaya dan tidak bertentangan

dengan Syariat Islam.

Perkembangan pendidikan Islam Kerajaan Aceh Darussalam hingga

perguruan tinggi yang disebut dengan Dayah Teungku Chiek. Pada Masa

Sultan Iskandar Muda disempurnakan pembangunan Masjid Raya

Baiturrahman yang dijadikan sebagai pusat kegiatan ilmu. Saat itu nama

perguruan tinggi tersebut adalah Jamiah Baiturrahman dengan memiliki

beberapa daar.

Pendidikan Islam khas Aceh yang diistilahkan dengan sebutan dayah,

di daerah lain seperti di jawa biasa dikenal dengan istilah pesantren. Dan

seiring perkembangannya dayah yang berada di Aceh juga disebut juga

dengan pesantren, sehingga saat ini perbedaan pesantren terletak pada awal

kemunculannya yang berada pada perbedaan daerah serta kondisi dari keadaan

sosial budaya dari masing-masing daerah. Pada saat ini dayah dengan

pesantren dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang sama yaitu

merupakan lembaga pendidikan Islam yang mempelajari agama yaitu fokus

mempelajari kitab. Mata pelajaran lain yang dipelajari disesuaikan dengan

kurikulum yang digunakan dari masing-masing dayah/pesantren tersebut.

Istilah dayah saat ini lebih menunjukkan bahwa dayah merupakan lembaga

pendidikan Islam khas Aceh dengan nilai-nilai khas asli budaya Aceh.

Pengaruh penjajah Belanda di Aceh sekitar abad 19 turut

mempengaruhi pendidikan islam di Aceh. Ketika itu hampir semua dayah

berubah menjadi madrasah atau dayah modern. Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam yang tergabung dalam NKRI maka pendidikan di Aceh juga

dipengaruhi pada pendidikan Nasional atau pendidikan umum yang disebut

dengan sekolah. Perkembangan pendidikan yang ada di Indonesia

bermunculan baik berupa pendidikan umum dibawah Departemen Pendidikan

maupun pendidikan islam dibawah Departemen Pendidikan.

Perkembangan perguruan tinggi pada masa Sultan Iskandar Muda yang

pada saat itu disebut dengan jamiah jika dalam konteks sekarang disebut

dengan akademi atau universitas. Menurut A.Hasjmy dalam bukunya

Kebudayaan Aceh dalam Sejarah disebutkan Jamiah Baiturrahman memiliki

17 daar. Istilah daar kira-kira sama dengan fakultas dalam istilah sekarang.

Dari 17 daar atau fakultas yang ada pada masa itu, beberapa daar

masih relevan dengan universitas yang ada saat ini seperti Darut thib (Fakultas

Kedokteran, Darus Siyasah (Fakultas Ilmu Politik), Daruz Zara‟ah (Fakultas

Pertanian), Darul Ahkam (Fakultas Hukum). Kemudian beberapa daar lainnya

relevan dengan program studi (prodi) atau jurusan pada perguruan tinggi saat

ini seperti Darut Tafsir wal Hadis (saat ini prodi ilmu tafsir dan hadis), Darul

Wizarah (saat ini prodi ilmu pemerintahan), Darul Khasanah Baitul Mal (saat

ini prodi ilmu Akuntansi), Darul kimia (saat ini prodi kimia), Darut Tarikh

(saat ini prodi sejarah), Daarul Nahwu (saat ini prodi sastra Arab), Darul

Falsafah (saat ini prodi ilmu filsafat). Terdapat juga daar yang saat ini sudah

tidak relevan lagi seperti Darul Aqli (fakultas ilmu logika) saat ini di

Indonesia ilmu logika hanya sebagai mata kuliah dan Darul Harb (Fakultas

ilmu peperangan) sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu peperangan saat

ini lebih dikenal dengan militer, di Indonesia pendidikan militer tingkat

perguruan tinggi lebih dikenal dengan akademi militer (akmil).

Meskipun adanya perbedaan dalam istilah-istilah pada masa Kerajaan

Aceh Darussalam dengan saat ini, namun sistem pendidikan yang telah ada

pada masa kerajaan tersebut masih dipakai hingga saat ini dengan mengalami

perubahan, perkembangan dan kemajuan sesuai pada perkembangan zaman,

kebutuhan dan kebijakan-kebijakan yang ada saat ini. Perubahan dan

perkembangan pada pendidikan tersebut diharapkan dapat membentuk

generasi yang cerdas, berpengetahuan, berketerampilan, mandiri, berakhlakul

karimah, mampu menghadapai berbagai tantangan global dan memiliki

tanggung jawab kepada Allah, Masyarakat dan Negara. Hal tersebut sesuai

dengan tujuan pendidikan yang tercantum pada Qanun Provinsi Nangroe Aceh

Darussalam nomor 23 Tahun 2002 Pasal 4.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Catatan sejarah menunjukkan bahwa kerajaan Aceh Darussalam,

telah mencapai masa kegemilangannya pada masa Sultan Iskandar Muda,

diantaranya karena sistem pendidikan yang berkualitas. Sultan Iskandar

Muda telah menempatkan para ulama dan kaum cendikia pada posisi yang

mulia dan istimewa dalam bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan,

sehingga pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh Darussalam benar-

benar menjadi pusat ilmu pengetahuan di Tenggara.

Gambaran pendidikan Islam di Aceh yang dilaksanakan orang-

orang terdahulu pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Peranan

ulama-ulama dan sultan sangat penting dalam memajukan pendidikan

melalui lembag pendidikan berupa dayah. Sultan Iskandar Muda sebagai

pemimpin berupaya mengembangkan pendidikan islam dengan

mendatangkan guru-guru besar dari luar sehingga taraf pendidikan pun

mencapai kemajuan bahkan berhasil melahirkan cendikiawan-cendikiawan

muslim yang diperhitungkan dunia luar.

Pada saat itu dayah yang muncul sebagai pendidikan Islam di Aceh

meningkat ke masa keemasannya karena dua alasan. Alasan pertama

karena dayah meliputi semua tingkat pendidikan masa modern sekarang,

tingkat dasar, tingkat menengah dan tingkat universitas. Alasan kedua,

kurikulum dan cabang ilmu pengetahuan yang diajarkan telah meliputi

seluruh pengetahuan yang diperlukan saat itu.

Jamiah Baiturrahman sebagai tingkatan pendidikan tinggi

terkemuka di Tenggara pada masa itu, yang memiliki 17 daar cabang ilmu

pengetahuan, baik ilmu agama maupun umum. Guru besar yang

didatangkan dari luar Aceh turut berperan dalam berkembangnya

pendidikan dan ilmu pengetahuan di Aceh.

Perbedaan dalam istilah-istilah yang digunakan pada masa

Kerajaan Aceh Darussalam, baik dayah yang saat ini di Indonesia lebih

dikenal dengan pesantren maupun Jamiah yang saat ini dikenal dengan

perguruan tinggi atau universitas tidak merubah fungsi dan tujuan dari

pendidikan tersebut. Meskipun adanya perubahan dan perkembangan dari

segi metode, materi dan kurikulumnya. Sistem pendidikan yang telah ada

pada masa kerajaan tersebut masih relevan dipakai hingga saat ini dengan

mengalami perubahan, perkembangan dan kemajuan sesuai pada

perkembangan zaman, kebutuhan dan kebijakan-kebijakan yang ada saat

ini.

B. Saran

Pendidikan islam di Nusantara sudah ada sejak masuknya islam di

Nusantara yang dibawa oleh pedagang dari Arab, Cina, dan Gujarat di

Malaka saat itu. Berdirinya pendidikan islam tak lepas dari peran

penguasa yang memimpin dan memberikan tempat pendidikan untuk

berkembang.

Sultan Iskandar Muda, salah satu pemimpin Kerajaan Aceh

Darussalam yang mana pada masa pemerintahan beliau Aceh Darussalam

mencapai masa kejayaannya, begitu pula pendidikan Islam masa itu

mencapai masa kejayaannya dengan memiliki pusat kajian ilmu

pengetahuan terkemuka di Asia Tenggara, yaitu Jamiah Baitturahman.

Ulama-ulama pada masa itu juga turut berperan penting dalam

perkembangan pendidikan Islam, hingga Islam tersebar ke seluruh

Nusantara bahkan hingga luar Nusantara. Para mubaligh yang

mendapatkan ilmu di Aceh, mereka bawa keluar Aceh untuk diajarkan dan

disebarkan dengan mendirikan madrasah atau pesantren di luar Aceh.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut dapat kita

pelajari melalui sejarah Pendidikan Islam di Indonesia khususnya

kemunculan pendidikan islam pertama di Indonesia. Melalui uraian

tersebut maka diberikan beberapa saran. Bagi pemimpin atau pemegang

kebijakan pendidikan dan para pendidik, untuk terus memberikan yang

terbaik untuk pendidikan, baik pendidikan islam maupun pendidikan

umum, tebentuknya insan kamil akan memberikan kamajuan bagi bangsa,

dan hasil ini tak terlepas dari kerja keras pemimpin dan pendidik dalam

suatu sistem pendidikan

Cakupan mengenai sejarah pendidikan Islam sangatlah luas,

luasnya pengetahuan mengenai sejarah dapat kita gunakan untuk kemajuan

yang akan datang, maka bagi peneliti selanjutnya melakukan penelitian

lebih mendalam tentang pendidikan Islam pada masa Sultan Iskandar

Muda. Sehingga memuat aspek-aspek yang lebih lengkap.

Dalam penyusunan skripsi ini, tentu masih jauh dari kata

kesempurnaan baik kaidah penulisan maupun isi di dalamya, maka disini

penulis menerima saran demi perbaikan pada penulisan-penulisan

selanjutnya.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Daftar Nama-nama Dayah di Kota Banda Aceh

No Nama Dayah Alamat Pemimpin

1. Al-Iklas Beurawe. Kec. Kuta Alam Tengku Ishak

Amin

2. Inshafuddin Jl. Mujair No. 1A Kec. Kuta Alam Tengku

H.Abdullah

Usman

3. Darul Ulum Jl. Syiahkuala No.5. Kec. Kuta

Alam

Tengku Zulfahmi,

MA

4. Raudatuk

Muttaqin

Gampong Jawa, Kec. Kutaraja Ummi Sakinah

Sari Defi Sofiati

5. Raudhatul

Jannah

Gampong Ateuk Jawo Kec.

Baiturrahman

Tengku Abdullah

6. Markas Al-

Ishlah Al-

Aziziyah

Jl. Tengku Hasan No.38 Tengku H.TU

Bulqaini

7. Bustanul

Amilin Ad-

Daudiyah

Biang Cut, Kec. Leung Bata Ummi Ruhamah

Abdullah

8. Madinatul Fata Gg. Lampeuot, Banda Jaya Tengku Ataskuri

9. Darul Mukhtari Lhong Cut, Kec. Banda Raya TengkuPutra

Safrizal

10. Darul Hijrah Lamlagang Kec. Banda Raya Tengku Ir.H.

Muhammad

11. Liwaul

Mukhlishin

Lamlagang Kec. Banda Raya Tengku Mazrizal

Mahmud, M.Ed

12. Fauzul Karimah Lamlagang Kec. Banda Raya Tengku Ummi

Fauziah

13. Darul Anshar Lamlagang Kec. Banda Raya Tengku Bakar

Abu

14. Nidahamul Fata Lamlagang Kec. Banda Raya Tengku Zumitra

Fastawa

15. Babun Najah Desa Doy, Kec. Ulee Kareng Drs. Tengku. H.

Muhammad Ismi,

Lc

16. Darul Mualimin Desa Doy, Kec. Ulee Kareng Tengku Hafizi

17. Darul Amin Al-

Waliyyah

Gg. Ilie, Kec. Ulee Kareng Abu H.

Kamaruzzaman

18. Raudhatul

Jannah

Gg. Ilie, Kec. Ulee Kareng Tengku Mulyadi

19. Al-Ishlahiyah Jl. T.Iskandar No. 48 Lambhuk.

Kec. Ulee Kareng

Tengku Adnan

H.Ms

20. Darul Faizin Lambhuk, Kec. Ulee Kareng Tengku Fauzan

21. Raudhatul Pango Raya, Kec. Ulee Kareng Tengku H.Syukri

Hikmah Al-

Walyah

Daud

22. Nurus Shadiqah Lamglumpang, Kec. Ulee Kareng Ummi Zabariyah

Yunus

23. Baldatun

Thayyibatun

Warabbun

Ghafur

Desa Ceurih Kec. Ulee Kareng Tengku Marhaban

Nafi

24. Babul Jannah Jl. T. Yusuf Gampong Ceurih, Kec.

Ulee Kareng

Tengku

Muhammad Hafti

25. Budi

Mutmainah

Ceurih, Kec. Ulee Kareng Tengku H.

Bukhari

26. Mabdaul Ulum

Al-Aziziyah

Gampong Lamteumen Timur, Kec.

Jaya Baru

Tengku H.

Muhibban M.

Hajat

27. Mishrul Huda

Malikussaleh

Gampong Lamjamee, Kec. Jaya

Baru

Tengku Rusli

Daud

28.

Darul Fikri Al-

Waliyah

Gg. Cot Lamkueweh, Kec Meuraxa Tengku Wahyu

Mimbar, M.Ag

29. Mini Aceh Gampong Alue Naga, Kec. Syiah

Kuala

Tengku Umar

Rafsan Jani, Lc,

MA

30. Nurul Falah

Jadidah Aceh

Jln. Keong Mas Gampong Mibo

Kec. Banda Raya

Tengku M. Dahlan

31. Madiatul Fata Lampaseh Aceh, Lr. Keuchik Nago,

kec. Meuxara

Tengku M. Sufi

Harun

32. Radhatul

Wustha

Jl. Tengku Chik Bitai Kec. Jaya

Baru.

HM. Deah

33. Bahrul Fata Gg. Deah Raya, Kec. Syiah Kuala Tengku Muktar

34. Al Fatani

Darussalam

Gg. Punge Bilang Cut, Kec. Jaya

Baru

Tengku Aulia

35. Al-„Athiya Jl. Tengku Daud Beureueh Lr.

Metro E, Gampong Beurawe, Kec.

Kuta Alam

Dr. H. Salman Al-

Hafizh, MA

36. Bustanul Huda Gg. Lambaro Skep, Kec Kuta Alam Tengku Abi

Syukri

37. Baital „Atiq Gg. Bital, Jl. Puskesmas, Kec Jaya

Baru

Abi Yurizal

38. Shiratal

Mustaqim

Misrul Muarrif

Al-Aziziyah

Jl. Kreung Neng Lr. Seroja

Gampong Surien, Kec. Meuraxa

Tengku Sulaiman

Qari

39. Tahfidz Al-

Hanifi

Jl. Bak asan No. 41, Gg. Lamdingin,

Kec. Kuta Alam

Ir. H. Amir Ridha

40. Al Mukmin Jl. Prada Utama Lr. Kelapa No.6, H. Mohd. Zaini,

Kec. Syiah Kuala SE, M.Si, Ak

41. Al Huda Jl. Soekarno Hatta Lr. H. Binti No.3,

Kec. Jaya Baru.

Tengku H.

Burhanuddin

Sumber: Dinas Pendidikan Dayah Kota Banda Aceh

(http://disdikdayah.bandaacehkota.go.id/daftarnamadayah)

Silsilah Raja-raja yang menurunkan Sultan Iskandar Muda

Sultan Alaiddin

Husain Syah

Maharaja Munauwar

Syah

Sultan Alaiddin

Syamsu Syah

Sultan Alaiddin Ali

Mughaiat Syah

Sultan Alaiddin

Riayat Syah Abdul

Qahhar

Laksamana Muda

Mansur Syah

Raja Abdullah

Malikul Mubin

Sultan Alaiddin Inayat

Syah

Sultan Alaiddin

Mudhaffar Syah

Maharaja Firman

Syah

Sultan Alaiddin

Riayat Syah IV Saidil

Mukammil

Putri Raja Indra

Bangsa

Maharaja Abdul Jalil

Sultan Iskandar Muda

Darma Wangsa Perkasa

Alam Syah

Sri Ratu Tajul Alam

Safiatun Johan

Berdaulat

Gambar 3 : Gajah sebagai tunggangan Raja dan angkatan perang Aceh

Gambar 2 : Bendera Aceh

Gambar 1 : Sultan Iskandar Muda

Gambar 4 : Masjid Baiturrahman Lama

Gambar 5: Masjid Baiturrahman setelah diperbesar

Gambar 6 : Dayah Darus Sa‟adah, Teupin Raya, Kedc Glumpang Tiga, Pidie

Gambar 7: Dayah Al-„Athiya, Gampong Beurawe, Kec. Kuta Alam

Gambar 8 : Dayah Mudi Mesra, Desa Mideun Jok, Kemukiman Masjid Raya

Samalaga, Bireuen