pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

88
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apa dan bagaimana dampak globalisasi atas pendidikan? Apa yang dapat dan harus dilakukan oleh dunia pendidikan untuk menghadapi globalisasi tersebut? Globalisasi juga merambah dan mempengaruhi dunia pendidikan lewat berbagai bentuk. Pertama, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja senantiasa dikaitkan dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kedua, terjadi pergeseran kurikulum yang semua bersifat economy-centered vocational training. Ketiga, pendidikan bergeser dari pelayanan umum menjadi komoditas ekonomi. Akibatnya, peran, kemampuan dan tanggung jawab pemerintah semakin terbatas. Pergeseran tersebut di atas akan menimbulkan berbagai persoalan yang tidak diharapkan. Untuk dapat memenuhi tuntunan kebutuhan teknologi dan pertumbuhan ekonomi, berbagai bentuk baru pendidikan dan pelatihan diperlukan. Perkembangan ini akan menimbulkan konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan. Globalisasi adalah sesuatu keniscayaan, suka atau tidak, bangsa Indonesia harus mengarunginya. Membabi buta dan membebek pada globalisasi akan menjadikan 1

Upload: pendidikan-pancasila-dan-kewarganegaraan

Post on 20-Mar-2017

37 views

Category:

Education


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Apa dan bagaimana dampak globalisasi atas pendidikan? Apa yang dapat

dan harus dilakukan oleh dunia pendidikan untuk menghadapi globalisasi

tersebut? Globalisasi juga merambah dan mempengaruhi dunia pendidikan lewat

berbagai bentuk. Pertama, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja senantiasa

dikaitkan dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kedua, terjadi

pergeseran kurikulum yang semua bersifat economy-centered vocational training.

Ketiga, pendidikan bergeser dari pelayanan umum menjadi komoditas ekonomi.

Akibatnya, peran, kemampuan dan tanggung jawab pemerintah semakin terbatas.

Pergeseran tersebut di atas akan menimbulkan berbagai persoalan yang tidak

diharapkan. Untuk dapat memenuhi tuntunan kebutuhan teknologi dan

pertumbuhan ekonomi, berbagai bentuk baru pendidikan dan pelatihan

diperlukan. Perkembangan ini akan menimbulkan konsekuensi yang tidak dapat

dihindarkan.

Globalisasi adalah sesuatu keniscayaan, suka atau tidak, bangsa Indonesia

harus mengarunginya. Membabi buta dan membebek pada globalisasi akan

menjadikan bangsa ini jadi pecundang dalam proses globaliasasi. Sama halnya

kalau kita bersikap “nggak mau tahu”, “terhadap globalisasi”, “que sera sera”

atas globalisasi. Atau sikap “emangnya gua pikirin” itu globalisasi. Sikap ini juga

akan menjadikan bangsa Indonesia menjadi pecundang. Sikap dan langkah yang

harus dilakukan agar tidak menjadi pecundang adalah dengan “cerdas” kita arungi

globalisasi.

Sikap cerdas ini antara lain bertumpu dan tumbuh berkembang dari

bagaimana pendidikan nasional, dalam hal ini pendidikan formal dikelola. Mulai

dari filosofi, paradigma dan teori, serta praktik pendidikan formal perlu untuk

dikaji dan ditata ulang. Semua ini tidak lain, agar pendidikan dapat

mempersiapkan lulusan dan kondisi yang tidak silau terhadap globalisasi. Erat

1

Page 2: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

kaitan dengan pengelolaan pendidikan ini adalah bagaimana jiwa dan nafas

demokrasi dapat dipadukan dalam tubuh pendidikan.

Bangsa Indonesia memasuki era globaliasi, suatu keadaan dimana

interaksi antar bangsa semakin menunjukkan saling ketergantungan dan terbuka.

Keadaan ini akan menyebabkan pergerakan berbagai sektor kehidupan semakin

cepat dan besar. Globalisasi merupakan konsep yang sudah masuk dalam pikiran

sebagaian besar masyarakat, dan merupakan suatu fenomena yang mengandung

suatu perubahan yang bersifat majemuk dan drastis dalam seluruh aspek

kehidupan masyarakat, khususnya aspek ekonomi, politik, dan kultural. Gibson-

Graham (1996) mendefinisikan globaliasi sebagai:

A set of processes by which the world is rapidly being integrated into one economic space via increased international trade, the internationalization of a commodity culture promoted by an increasingly networked global telecommunications system.

Dari definisi tersebut, globaliasi dapat dikaji berdasarkan aspek-aspek ekonomi,

sosial-politik, dan aspek kultural. Globalisasi akan berdampak luas menyusup

dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Dampak tersebut bagi berbagai

masyarakat akan berbeda-beda: menguntungkan dan merugikan, berkah dan

petaka; ada pemenang dan ada pecundang. Pertumbuhan ekonomi sebagai akibat

globalisasi tidak memberikan jaminan untuk dapat mengurangi kemiskinan dan

menumbuhkan perluasan pasar tenaga kerja di negara-negara yang sedang

berkembang.

Globalisasi dari perspektif hegemoni politik tidak dapat dipungkiri

merupakan suatu rekayasa negara-negara maju untuk dapat mendominasi negara-

negara sedang berkembang dalam aspek kultural. Huntington (1996) menguraikan

sebagai berkut:

The west is attempting and will continue to attempt to sustain its preeminent position and defend its interest by defining those interest as the interest of the “world community.” That phrase has become the euphemistic collective noun replacing the “free world” to give global legitimacy to actions reflecting the interest of the United States and the other Western powers. The West is, for

2

Page 3: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

instance attempting to integrate the economies of non-western societies into a global economic system which it dominates. Through the IMF and other international economic institutions, the west promotes its economic interest and imposes on other nations the economic policies it thinks appropriate.

Globalisasi juga merambah dan mempengaruhi dunia pendidikan lewat

berbagai bentuk. Pertama, efisiensi dan produktivitas tenaga kerja senantiasa

dikaitkan dengan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kedua, terjadi

pergeseran kurikulum yang semula bersifat child centered atau subject centered

bergeser ke arah kurikulum yang bersifat economy-centered vocational training.

Ketiga, pendidikan bergeser dari pelayanan umum menjadi komoditas ekonomi.

Akibatnya peran kemampuan dan tanggung jawab pemerintah semakin terbatas.

Dampak globalisasi pada dunia sosial, politik, dan hukum juga

menghasilkan tantangan dan peluang. Tantangan dalam wujud: meluasnya

tuntutan demokratiasasi dan penegakan HAM, dan tekanan global. Peluang

muncul dalam bentuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin

pesat. Globalisasi bidang kultural menghasilkan tantangan dan peluang.

Tantangan muncul dalam wujud: meluasnya pengaruh asing. Peluang muncul

dalam bentuk interaksi dan komunikasi antar bangsa semakin intens dan bisa

membawa kemajuan, kemakmuran, dak kesejahteraan.

Berbagai tuntutan dari dunia ekonomi, dan dunia sosial, politik, hukum

dan kultural tersebut merupakan tantangan besar bagi masyarakat dan bangsa

Indonesia:

1. Bagaiamana masyarakat dan bangsa mampu menjembatani antara tuntutan

lokal dan tekanan global?

2. Bagaimana pendidikan mampu mempersiapkan lulusan untuk menghadapi

perubahan-perubahan, tantangan-tantangan dan peluang-peluang masa

depan yang sulit diprediksi?

Dampak globalisasi terhadap pendidikan nasional amat besar, meskipun sulit

untuk dijabarkan dalam fakta dan angka. Dampak yang amat jelas adalah bahwa

3

Page 4: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

globalisasi akan mendorong kebijakan yang didasarkan pada finansial kapitalistik

yang pada akhirnya akan menjauhkan pendidikan dari kalangan penduduk yang

secara ekonomis tidak mampu. Oleh karenanya pendidikan nasional perlu

kembali pada jati diri budaya bangsa. Pendidikan Indonesia tidak harus

membebek mengikuti apa yang ada di negara-negara luar, khususnya negara-

negara barat, tanpa mengindahkan budaya bangsa sendiri. Filosofi dan the way of

life bangsa, Pancasila harus dapat dijadikan filosofi pendidikan Indonesia. Budaya

dan pengalaman hidup bangsa harus menjadi darah dan nafas pendidikan

Indonesia.

Buku ini merupakan kombinasi antara tulisan lepas dan tulisan yang

memang direncanakan untuk judul ini. Meski banyak pula bahasan yang ditulis

untuk buku ini karena sesuatu hal, seperti kecocokan dan relevan dengan

permintaan penyelenggaraan seminar pernah pula disajikan dalam kegiatan yang

dimaksud. Buku ini dimulai dengan pembahasan sekitar nilai-nilai demokrasi dan

pendidikan berkaitan dengan globalisasi yang dipadu dalam bagian 1 dengan sub

judul Mengembangkan nilai-nilai demokrasi sebagai fondasi pendidikan. Pada

bagian ini pembahasan dimulai dengan membahas apa dan mengapa masyarakat

informasi, suatu bentuk baru masyarakat yang akan melahirkan nilai-nilai, sikap

dan perilaku baru masyarakat. Kemudian diikuti pembahasan masalah kultur yang

diyakini memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan masyarakat dengan

segala system yang menyertainya. Tetapi benarkah begitu kuat peran kultur dalam

masyarakat? Berikutnya akan dibahas posisi pendidikan dan demokrasi pada masa

kini yang merupakan masa transisi, dari suatu bentuk dan system pemerintahan

otoriter kemudian dengan waktu yang amat pendek menjadi suatu masyarakat

dengan sistem demokrasi liberal. Oleh karena itu keberadaan demokrasi belumlah

utuh dan stabil. Melainkan demokrasi tengah berada pada periode transisi.

Apakah kelak akan menjadi sosok demokrasi yang utuh atau tidak, atau bahkan

kembali ke arah bentuk masyarakat dan sistem pemerintahan yang otoriter?

Demikian pula bagaimana dengan pendidikan yang tidak terlepas dari sistem dan

4

Page 5: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

bentuk pemerintahan yang ada? Dalam kaitan dengan demokrasi maka

pemahaman pendidikan pluralitas amat pending. Mengakhiri bagian 1 ini dibahas

kaji ulang pemikiran pendidikan.

Pada bagian II dikaji bagaimana pendidikan demokrasi diharapkan akan

dapat mengantarkan masyarakat menuju masyarakat madani. Pembahasan dalam

bagian II ini dimiliki dengan upaya menjadikan pendidikan sebagai sarana untuk

mempercepat proses mewujudkan masyarakat madani, masyarakat sipil. Pada

rekayasa proses pendidikan menjadi piranti mempercepat mewujudkan

masyarakat madani terkhusus civic education sangat penting. Secara lebih khusus

civic education perlu dirancang dalam kaitan dengan globalisasi, dan civic

education pada tingkat perguruan tinggi. Kajian terhadap masalah kehidupan

yang multikultural dibahas dalam bagian ini. Termasuk dalam kaitan dengan

pendidikan agama, dimana pendidikan agama yang memiliki fondasi yang

mendasar dan memiliki keterkaitan yang substantif pada kehidupan diri pribadi

dan masyarakat dapat disajikan dalam ruang-ruang kelas tanpa harus

meruntuhkan sikap dan perilaku toleransi? Bagian II ini diakhiri dengan

membahas bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang abstrak dan hanya hidup

pada level teori belaka. Demokrasi adalah teori dan konsep untuk mewujudkan

kehidupan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Untuk itu, demokrtasi

perlu diwujudkan dalam aksi.

Bagian III membahas pendidikan dari perspektif manajemen, bagaimana

pendidikan dikelola. Pendidikan merupakan proses pembudayaan, oleh karena itu

pendidikan harus bertumpu dan berpusat pada diri manusia, sebagai makhluk

yang paling sempurna. Proses pendidikan harus senantiasa memanusiakan

manusia. Pendidikan adalah proses kemanusiaan yang tidak dapat

memperlakukan manusia sebagai mesin atau barang. Untuk itu, proses

pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan, berkaitan dengan diri

manusia harus dilakukan di tempat yang paling dekat dengan berlangsungnya

proses tersebut. Kebijakan desentralisasi, otonomi daerah, dan otonomi sekolah

5

Page 6: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

dalam wujud manajemen berbasis sekolah merupakan jawaban atas tantangan di

atas. Pada aspek pengelolaan kurikuler, maka kurikulum berbasis kompetensi

(KBK) merupakan jawaban yang pas dan sejalan dengan kebijakan manajemen

berbasis sekolah. KBK memberikan peran dan kesempatan yang amat luas bagi

sekolah dan guru untuk mengembangkan proses pembelajaran sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi lokal, baik individu, masyarakat maupun lingkungan,

dalam kerangka untuk mewujudkan standard nasional. Pada KBK inilah

pendidikan life skill menempati peran yang strategis, sebab dengan pendidikan

life skill inilah para siswa dipersiapkan dan diberi kesempatan untuk menyiapkan

diri menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya. Keberhasilan

implementasi manajemen berbasis sekolah dan pelaksanaan KBK amat ditentukan

oleh bagaimana sekolah dapat mengembangkan kultur sekolah yang positif untuk

mewujudkan tujuan pendidikan.

Pada bagian IV dibahas bagaimana bentuk dan wujud praktik pendidikan

yang manusiawi. Pada bagian ini dimulai dengan konseptualisasi praktik

pendidikan yang manusiawi dengan ciri ruang-ruang kelas sebagai laboratorium

bukan sebagai auditorium. Selain perlunya reorientasi pengajaran ilmu sosial, dan

peningkatan kualitas pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam, masalah kewirausahaan

juga dibahas dalam bagian ini sebagai kebutuhan untuk mempersiapkan generasi

baru bangsa agar mampu mengahadapi tantangan ke depan. Bagian ini diakhiri

dengan pembahasan tentang peran perguruan tinggi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengembangkan nilai-nilai demokrasi sebagai fondasi

pendidikan?

2. Bagaimana pendidikan demokrasi menuju masyarakat madani?

3. Bagaimana kebijakan dan manajemen pendidikan menuju pendidikan yang

berkualitas?

4. Bagaimana pendidikan yang manusiawi?

6

Page 7: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

7

Page 8: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengembangkan Nilai-Nilai Demokrasi Sebagai Fondasi Pendidikan

1. Lahirnya Masyarakat Informasi

Kesejahteraan individu, masyarakat dan bangsa semakin lama semakin

tergantung pada penciptaan, penyebaran, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Dalam masyarakat informasi ini terdapat kecenderungan

meningkatnya investasi pada teknologi tinggi, riset and development,

pendidikan dan pengetahuan budaya. Pada setiap transisi, khususnya transisi

dari masyarakat industrial ke masyarakat informasi, peranan pendidikan,

khususnya perguruan tinggi menempati posisi yang strategis.

a. Masyarakat Informasi

Meninggalkan abad XX dan memasuki abad XXI perkembangan

masyarakat ditandai dengan munculnya bentuk masyarakat baru, masyarakat

informasi. Karakteristik masyarakt informasi menurut (UNESCO, 1998),

yakni: 1) informasi digunakan sebagai sumber utama ekonomi, 2) terdapat

peningkatan pemanfaatan informasi di kalangan warga masyarakat, 3)

berkembangnya sektor informasi dalam kehidupan ekonomi. Akibat dari itu

semua dalam masyarakat informasi, kompetisi ekonomi yang terbuka dan

sehat menjadi kenyataan. Dalam masyarakat informasi tersebut terdapat suatu

pergeseran kehidupan ekonomi menuju sistem ekonomi yang pengembangan

industri yang bersifat padat informasi. Interaksi masyarakat mengalami

pergeseran dan perubahan. Pada akhirnya akan melahirkan kultur masyarakat

yang baru: terbuka, informal dan akrab.

Peter F. Drucker (1998) menguraikan karakteristik masyarakat

informasi sebagai suatu kondisi masyarakat dimana input pokok dunia

ekonomi adalah knowledge, dengan pasar global dan terjadi perubahan

organisasi sosial ekonomi yang mengarah dunia bisnis yang menyerupai

8

Page 9: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

orchestra, serta terjadi perubahan peran pemerintah. Pada masyarakat ini

kebutuhan tenaga kerja terutama akan diambil dari lulusan perguruan tinggi

yang: a) memiliki kreativitas, kemampuan berinovasi, dan memecahkan

masalah, b) memiliki kemampuan berkomunikasi, menulis, dan berbicara

secara jelas, kemampuan berbahasa asing, dan kemampuan beradaptasi

dengan berbagai kultur, c) memiliki kemampuan bekerja dalam tim yang

senantiasa bergantian dalam masyarakat informasi.

Peran penting pengetahuan dalam masyarakat informasi juga

dikemukakan oleh Bank Dunia (1999) dengan menegaskan adanya pergeseran

pada keseimbangan antara knowledge dan sumber alam, yang menuju kearah

pertama, dimana knowledge menjadi sumber paling utama yang menentukan

standar kehidupan. Dikarenakan ilmu pengetahuan pada masyarakat informasi

memiliki peran paling utama dalam kehidupan dan pembangunan, maka tidak

ada cara lain suatu bangsa yang ingin maju harus menjadikan proses

pembelajaran dan penciptaan ilmu pengetahuan sebagai kegiatan utama.

Proses pembelajaran tidak hanya berarti bagaimana mempergunakan

teknologi baru untuk dapat mengakses perkembangan ilmu, tetapi juga berarti

melakukan dialog dan berkomunikasi secara intensif untuk melakukan

inovasi. Ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal memiliki

bebarapa macam. Pertama, pengetahuan tentang fakta atau know-what yang

semakin lama semakin kehilangan relevansinya dalam kehidupan masyarakat

informasi. Kedua, pengetahuan yang berkaitan dengan mengapa atau

perubahan yang sering disebut know-why yakni pengetahuan yang berkaitan

dengan kehidupan alam, individu, dan masyarakat. Ketiga, pengetahuan yang

berkaitan dengan kehidupan masyarakat yang menunjukkan siapa mengetahui

apa dan dapat melakukan apa. Keempat, pengetahuan yang berkaitan dengan

tempat atau waktu, atau know-where and when. Terakhir pengetahuan yang

berkaitan dengan bagaimana atau know-how, yakni skills, kemampuan

melakukan sesuatu.

9

Page 10: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Dalam masyarakat informasi, informasi teknologi akan menjadi

sumber belajar baru. Siapa yang memiliki kesempatan memanfaatkan

informasi dan teknologi akan dapat meningkatkan kemampuannya. Akhirnya

perlu dicatat bahwa dalam masyarakat informasi lapangan pekerjaan akan

didominasi oleh knowledge worker yakni mereka yang bekerja sebagai

symbolic analysists mencakup arsiteks, banker, designer, artist, peneliti, guru,

dan sebagainya.

b. Produksi Pengetahuan

Joseph Schumpeter dan Robert Solow, Romer (1990) mengembangkan

teori pertumbuhan baru yang menjelaskan bahwa perubahan teknologi adalah

dari dalam, sebagai jawaban atas berbagai kebijakan dan organisasi yang

mendorong inovasi dan investasi. Akumulasi capital atau hardware tetap

penting, namun sumber terjadinya pertumbuhan yang berlangsung secara terus

menerus adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan bentuk dasar modal,

dan pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh akumulasi perkembangan ilmu

pengetahuan. Pada masyarakat informasi kehidupan ekonomi akan

memungkinkan monopoli atas hasil invention dan innovation atas suatu

produk, sebagai pendorong masyarakat untuk melalukan R&D.

Nelson dan Romer (1996) mendefinisikan pengetahuan: sesuatu yang

“tidak manusiawi” bukanlah pengetahuan. Semuanya itu dikategorikan

sebagai “hardware” atau piranti keras untuk menunjukkan sesuatu yang

bersifat material. Foray dan Lundvall (1996) mengemukakan dua bentuk

pengetahuan. Pertama disebut sebagai “software” atau gagasan atau ide-ide

yang dapat disimpan di luar otak manusia. Kedua berupa “wetware” atau

“sklills”, yakni pengetahuan yang tidak dapat dilepaskan dari diri seseorang

karena tersimpan dalam otak seseorang. Ilmu pengetahuan yang telah

diproduksi akan menjadi barang umum, artinya siapapun juga dapat

memanfaatkan atau disebut “non-rivalrous goods”. Pencipta produk berbasis

ilmu tersebut akan dilindungi oleh copyright, hak paten atau trademarks.

10

Page 11: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

2. Nilai-Nilai Budaya Bangsa Sebagai Dasar Peletakan Sistem Demokrasi

Demokrasi seringkali dikaitkan dengan masyarakat barat yang

memiliki budaya demokrasi. Masyarakat baratlah yang lebih mudah dan

berhasil menapaki jalan demokrasi. Kultur memegang peran penting bagi

proses demokratisasi dan pembangunan suatu bangsa. Namun kultur bukan

sesuatu yang sederhana bersifat hitam putih dan linier. Melainkan, kultur,

sesuatu yang kompleks sehingga seseorang dapat menemukan apa saja yang

memang diinginkan. Pada dasarnya setiap masyarakat atau bangsa

menginginkan suatu kehidupan yang demokratis. Persoalannya adalah

bagaimana mengembangkan kehidupan yang bersifat demokratis tersebut.

Dari pengalaman proses demokratisasi di berbagai negara bahwa pada

esensinya demokratisasi menjamin dilaksanakannya hak-hak rakyat untuk

menentukan pemimpin bangsa. Namun tidak jarang menghasilkan dan

memilih pemimpin yang mengabaikan batas-batas kekuasaan sebagaimana

diatur dalam konstitusi dan melecehkan hak-hak dasar rakyat. Dalam setiap

proses demokrasi terdapat kelas menengah yang meski jumlahnya kecil tetapi

berperan amat penting dalam proses demokratisasi. Di Polandia kalangan

gereja berperan sebagai kelas menengah. Di Cekoslovakia kelompok-

kelompok cendekia dimasyarakat memegang peran penting. Dan di Hungaria

kelompok elit reformislah yang memegang peran penting dalam reformasi

tersebut. Indonesia tidak memiliki klas menengah sebagaimana yang ada di

Polandia, Cekoslovakia, ataupun Hungaria. Ketidakberadaan kelas menengah

yang mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat dan menjadi broker

bagi penguasa, mengakibatkan proses demokratisasi bagaikan permainan bola

tanpa lapangan tengah. Kerjakeras dan melelahkan tetapi hasil akhir

pertandingan sulit untuk diramalkan.

3. Demokrasi dan Pendidikan Dalam Persimpangan

11

Page 12: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Demokrasi bukan merupakan sesuatu produk jadi, melainkan sesuatu

yang ideal yang senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan

masyarakat. Perkembangan demokrasi akan melewati masa transisi, peralihan

dari masyarakat otoriter ke masyarakat demokratis. Pada masa transisi ini

perkembangan demokrasi tidak selamanya bersifat linier positif, melainkan

bisa kearah yang positif mendekati ataupun kearah yang negatif menjauhi

cita-cita ideal, ataupun bahkan kembali ke sistem politik otoriter. Dan

pendidikan diharapkan akan dapat memainkan peran yang penting untuk

menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan cita-cita demokrasi di

kalangan peserta didik. Hubungan antara demokrasi dan pendidikan amat erat

dan bersifat saling memberi dan saling membutuhkan. John Dewey (1963)

menyatakan: “democracy has to be bor anew in each generation and

education is its midwife” sebaliknya masih menurut Dewey, pendidikan tanpa

demokrasi akan menjadi kering, menjemukan dan merana.

a. Nilai-Nilai dan Cita-Cita Demokrasi

Nilai-nilai dan cita-cita demokrasi, dalam era modern, merebak hampir

bersamaan waktunya dengan revolusi industri. Keterkaitan erat antara

kebebasan politik dan ekonomi dipertegas oleh Friedman & Friedman

(1962:9) yang menyatakan: “… Freedom is one whole, that anything that

reduces freedom on one part of our lives is likely to affect freedom in the

other parts.” Memang harus diakui bahwa hubungan antara kebebasan

ekonomi dan kebebasan politik bersifat kompleks, dan tidak bersifat

unilateral.

Masyarakat demokratis adalah kehidupan bersama di mana setiap

warga tanpa memandang latar belakang biologis dan sosial memiliki martabat

sebagai makhluk manusia yang bebas. Msayarakat demokratis akan memiliki

pemerintahan yang demokratis pula, yang bersandarkan atas kekuasaan yang

bersumberkan kemampuan dan pengetahuan masyarakat. Demokrasi pada

dasarnya adalah menyangkut kekuasaan dan bagaimana kekuasaan tersebut

12

Page 13: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

dikelola bersama. Terdapat tiga prinsip terkait dengan pembagian kekuasaan

tersebut: a) adanya keseimbangan pembagian kekuasaan politik diantara

berbagai kelompok yang ada di masyarakat, b) adanya keseimbangan

hubungan kekuasaan antara pemerintah dan masyarakat, dan c) adanya

kekuatan internasional yang mempengaruhi suatu bangsa sehingga mendorong

proses sebagaimana pada a dan b. Selanjutnya pemerintahan demokratis

memiliki tiga sifat: a) mengedepankan peraturan pemilihan yang bebas dan

adil, b) menekankan tanggung jawab aparatur pemerintah untuk melaksanakan

pemilihan umum yang bebas adil dan rahasia, dan c) memberikan jaminan

kebebasan warga masyarakat untuk menyatakan pendapat dan berserikat

(Huber Rueschemeeyer, Stephen, 1993).

John Dewey sebagaiman dikutip oleh Dye dan Zeigler (1987)

menyatakan bahwa ide pokok demokrasi adalah pandangan hidup yang

dicerminkan dengan perlunya partisipasi warga yang sudah dewasa untuk

membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan bersama. Dalam kesempatan

lain Dewey dikutip oleh Gotterfriend (1991) menekankan bahwa demokrasi

merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip pertama dan paling utama yang

harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam suatu bentuk

aturan sosial politik. Dengan kata lain menurut Dewey, demokrasi adalah way

of life dari warga bangsa dan sekaligus merupakan suatu sistem dan organisasi

sosial politik kemasyarakatan.

Demokrasi dalam transisi ibaratnya berjalan di atas titian yang

bergoyang. Setiap langkah dan apapun yang dijalani akan menimbulkan

ketidakstabilan yang akan menggoyang demokrasi, atau bahkan akan

mengembalikan ke rezim otoriter, atau masyarakat akan terus berada dalam

krisis, masa transisi yang tidak berujung. Salah satu ancaman yang dapat

menggoyang demokrasi dalam masa transisi adalah “money politic”. Dua

prinsip demokrasi yang terancam oleh “money politic” pertama pemilihan

yang bebas dan adil dan yang kedua adalah keseimbangan diantara kekuatan

13

Page 14: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

politik yang ada. Oleh karena itu UU pemilihan umum harus menjamin dua

dasar demokrasi tersebut: pemilihan yang bebas dan adil, dan kesempatan

yang seimbang diantara kontenstan.

b. Pendidikan Demokrasi

Peran utama pendidikan dalam mewujudkan demokrasi adalah

mengembangkan kepribadian dan watak individu bagi terwujudnya warga

negara yang baik. Snauwaert (2001) berpendapat bahwa pendidikan

demokrasi senantiasa harus mendasarkan diri pada prinsip-prinsip

kemanusiaan, dan menitik beratkan pada tujuan untuk mengembangkan pada

diri peserta didik, empati, respek, pada orang lain, dan memiliki pandangan

sebagai warga negara bangsa dan global. Demokrasi yang didasarkan pada

keyakinan akan martabat dan kehormatan setiap individu hanya akan berhasil

apabila didampingi dengan pendidikan yang bertujuan mengembangkan

manusia seutuhnya. Oleh karena itu pendidikan demokrasi menekankan pada

pengembangan intellectual skill, personal and social skills.

Secara singkat pendidikan demokrasi memiliki tujuan: a)

mengembangkan kepribadian peserta didik sehingga memiliki sifat empati,

respek, toleransi, dan kepercayaan pada orang lain, b) mengembangkan

kesadaran selaku warga suatu bangsa dan warga dunia, c) meningkatkan

kemampuan mengambil keputusan secara rasional efisiensi individu, dan d)

meningkatkan kemampuan berkomunikasi diantara sesama warga. Pendidikan

untuk demokrasi memerlukan dua hal: kultur sekolah dan kurikulum,

khususnya ilmu pengetahuan sosial, yang memadai untuk mengembangkan

demokrasi.

c. Demokratisasi Pendidikan

Pendidikan demokrasi hanya akan berlangsung dengan baik dalam

pendidikan yang demokrats, pendidikan yang memiliki kultur demokratis

sehingga seluruh warga pendidikan memiliki kebebasan dan sekaligus

tanggung jawab. Proses demokratisasi pendidikan yakni suatu pembaharuan

14

Page 15: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

yang menyeluruh atas dunia pendidikan Indonesia, mencakup filosofi,

organisasi, metodologi, administasi dan manajemen sesuai dengan jiwa dan

semangat demokrasi. Demokratisasi sistem pendidikan memerlukan

persyaratan:

1) Adanya komitmen sebagaian besar warga bangsa untuk melakukan

pembangunan pendidikan;

2) Mobilisasi SDM besar-besaran untuk mendukung dan berpartisipasi

dalam pendidikan;

3) Komitmen dan penyediaan fasilitas pendidikan yang realistis dan

memadai;

4) Adanya rekrutmen dan promosi tenaga pendidikan yang memiliki

kesinambungan antara tuntutan sosial dan aspirasi individu.

4. Pendidikan Pluralitas dan Demokrasi

Tantangan pendidikan yang paling berat dan utama pada abad XXI

adalah bagaimana menanamkan kesadaran akan pentingnya persatuan bangsa

di peserta didik, sekaligus juga mengembangkan kesadaran untuk dapat

menghargai adanya realitas kebhinekaan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu diperlukan pemikiran yang

mendalam dari semua pihak bagaimana pendidikan yang kita selenggarakan

dapat menanamkan jiwa kebhinekaan.

a. Pendidikan Sebagai Cermin Masyarakat

Pemikir politik Ortega menjelaskan bahwa sekolah adalah merupakan

cerminan masyarakatnya, apabila rusak masyarakat maka rusak pulalah

sekolah. Machiavelli pula mempertegas dengan menyebutkan: “good

examples are the results of good education and good education is due to good

laws.” Berdasarkan alokasi anggaran untuk pendidikan nampak jelas bahwa

sesungguhnya pemerintah dan masyarakat kita masih bersifat ambivalen, ragu

terhadap peran pendidikan. Sudah barang tentu dari rendahnya anggaran

pendidikan akan muncul dampak pada kualitas hasil pendidikan itu sendiri.

15

Page 16: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

British Fabians pernah menegaskan: “if society were willing to pour the

amount of resources necessary to educate every child it would be able to

solve most of its problem.” Oleh karena itu rendahnya kualitas pendidikan

tidak dapat diletakkan pada kalangan pendidikan, tetapi lebih banyak pada

kalangan birokrat, politisi, anggota terhormat DPR yang menentukan

anggaran.

b. Makna Pendidikan Pluralitas

Pluralism dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat dimana warga

masyarakat beragam, baik berdasarkan suku, ras, agama, dan status sosial, dan

masing-masing mengembangkan tradisi dan interest mereka, sementara itu

mereka tetap dapat bekerjasama dan saling tergantung satu dengan yang lain

dalam mewujudkan kehidupan kesatuan bermasyarakat dan bernegara. Fokus

utama dalam masyarakat pluralism adalah adanya saling kerjasama,

ketergantungan dan persatuan bangsa.

Dalam kaitan dengan pendidikan, hakikat kehidupan pluralis bertumpu

pada adanya “social reproduction” artinya apa yang dilaksanakan di dunia

pendidikan dewasa ini akan berbuah di masa mendatang. Dalam masyarakat

pluralis dan demokratis pendidikan harus mampu mengembangkan logical

reasoning, critical thinking dan kemampuan untuk mengambil keputusan

yang adil.

c. Kekuatan Pendidikan Pluralistis

Pendidikan pada masyarakat pluralistis senantiasa bertumpu pada tiga

pilar: sekolah (professional), orang tua (keluarga), dan masyarakat

(pemerintah). Kehidupan pluralistis dan demokratis merupakan suatu tuntunan

realistis masyarakat Indonesia. Kualitas pendidikan disamping ditentukan oleh

berapa besar anggaran yang disediakan untuk pendidikan, juga ditentukan

oleh keluarga, masyarakat dan tenaga professional. Disinilah sesungguhnya

kunci kemajuan pendidikan kita di masa depan.

5. Rekonstruksi Pemikiran Pendidikan Menuju Kemandirian Ekonomi

16

Page 17: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Globalisasi adalah suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri, dan

tidak dapat dihadang oleh kekuatan apapun. Pada dasarnya globalisasi

merupakan suatu proses yang melahirkan ketergantungan antar bangsa dan

negara, yang ditandai dengan derasnya arus lalulintas barang, jasa, modal, dan

dalam batas-batas tertentu juga tenaga kerja, secara bebas antar negara. Oleh

karena itu tidak ada pilihan lain bagi bangsa Indonesia untuk meningkatkan

mutu sumber daya insani kita, khususnya membangun karakter atau moral

baru bangsa, dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi mutakhir.

Disamping itu, kita bangsa Indonesia juga perlu untuk secara terencana

mengarahkan proses tranformasi kultural yang terjadi sebagai rangkaian

proses globalisasi. Sudah barang tentu, harus juga didewasakan dan

dimatangkan sistem politik kita.

a. Perkembangan Pemikiran Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses kepanjangan

tangan keluarga untuk mendewasakan anak, sehingga hidup dengan layak

ditengah-tengah masyarakatnya, tidak saja berguna bagi diri pribadi tetapi

juga berguna bagi masyarakat sekitar dan bangsanya. Pada awal era

industrialisasi sosok pendidikan semakin jelas, yakni sebagai suatu proses

untuk mengembangkan kemampuan anak untuk menguasai ilmu pengetahuan

dan ketrampilan sehingga dapat mensuplai tenaga kerja yang dibutuhkan oleh

dunia industri. Dunia berubah dengan cepat yang menimbulkan struktur

tenaga kerja juga berubah, termasuk kompetensi yang diperlukan. Akibatnya,

praktik pendidikan yang bertumpu pada pendekatan fungsi produksi gagal

mempersiapkan tenaga kerja dan menjawab tantangan perubahan masyarakat.

b. Pemikiran Baru Pendidikan

Dalam era globalisasi kemakmuran suatu bangsa menuntut berbagai

modal pada era industrialisasi, paling tidak ada delapan modal yang

diperlukan: 1) Modal alam, 2) modal finansial, 3) modal karya manusia, 4)

modal kelembagaan, 5) modal sumber pengetahuan, 6) modal intelektual, 7)

17

Page 18: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

modal sosial, dan 8) modal kultural. Kedelapan modal diatas sangat berkaitan

dengan praktik pendidikan yang tumbuh di suatu pemikiran pendidikan.

Pemikiran baru pendidikan melihat proses pendidikan merupakan suatu

kumpulan dari berbagai interaksi. Tugas pendidik, dari aspek manajemen

adalah mengelola berbgai interaksi tersebut agar tercipta interaksi yang

positif. Pemikiran baru melihat manusia memiliki pengetahuan, keterampilan,

dan nurani sebagai cerminan dari otak, tangan dan hati. Maka tujuan

pendidikan menurut pemikiran baru adalah mengembangkan anak secara

utuh: intelektual, sosial, dan moral.

c. Pemikiran Pendidikan Organik dan Kemandirian Ekonomi

Kemandirian ekonomi merupakan suatu kondisi dimana setiap warga

negara masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dasar: makan, pakaian, dan

tempat tinggal yang memungkinkan untuk hidup layak sesuai dengan

ukurannya masing-masing bangsa itu sendiri, sehingga layak hidup dalam

kehidupan global tanpa harus tergantung sepenuhnya pada kekuatan bangsa

lain. Pemikiran baru pendidikan, yakni pendidikan sistem organik yang

menekankan terwujudnya tujuan berkembangnya anak secara utuh,

intelektual, sosial, dan moral. Keutuhan hasil pendidikan ini, menekankan

pada karakter atau moral baru, hanya dengan watak atau karakter baru inilah

kemerdekaan ekonomi memiliki kesempatan untuk diwujudkan.

6. Menuju Paradigma Baru Pendidikan

Reformasi pendidikan adalah proses yang kompleks, berwajah

majemuk dan memiliki jalinan tali-temali yang amat interaktif, sehingga

reformasi pendidikan memerlukan pengerahan segenap potensi yang ada dan

dalam tempo yang panjang. Reformasi pendidikan harus memberikan peluang

(room for manoeuvre) bagi siapapun yang aktif dalam pendidikan untuk

mengembangkan langkah-langkah baru yang memungkinkan peningkatan

mutu pendidikan. Pada akhirnya reformasi pendidikan harus mampu merubah

sekolah, baik organisasi maupun aspek proses belajar mengajar.

18

Page 19: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

a. Paradigma Pendidikan Organik

Reformasi pendidikan pada dasarnya memiliki tujuan agar pendidikan

dapat berjalan lebih efektif dan efisien mencapai tujuan pendidikan nasional.

Paradigma pendidikan baru tidak melihat sekolah sebagai suatu proses

produksi barang di mana siswa diberlakukan sebagai raw input. Melainkan

sekolah dilihat sebagai suatu proses pelayanan jasa di mana siswa sebagai

consumer langsung. Dengan paradigma pendidikan baru, paradigma organik

ini akan dapat dikembangkan dua hal yang amat menentukan bagi

terwujudnya kualitas pendidikan. Yakni, pertama kapasitas organisasi sekolah

untuk mampu melakukan adaptasi. Kedua, kapasitas profesional sehingga

mampu menciptakan “learning person” di sekolah.

B. Pendidikan Demokrasi Menuju Masyarakat Madani

1. Mewujudkan Civil Society

Kaitan antara pendidikan dan civil society amat kompleks dan bersifat

multidimensi, melibatkan berbagai persoalan seperti struktur politik,

kemiskinan, pengangguran, dan berbagai problem dalam masyarakat yang

lain. Menarik untuk dikaji posisi strategis pendidikan dalam mempercepat

terwujudnya masyarakat sipil.

a. Variasi Bentuk Civil Society

Konsep civil society semakin bervariasi karena tidak saja ditentukan

oleh kondisi internal masyarakat, melainkan juga tidak lepas dari ideologi.

Masing-masing ideology memiliki konsep sendiri tentang bagaimana

masyarakat yang ideal itu. Sebagai contoh, Islam memberikan gambaran civil

society sebagaimana praktik dalam kehidupan masyarakat Madinah zaman

Rasulullah, dimana warga masyarakat yang memiliki latar belakang agama

berbeda mendapatkan pelayanan dan jaminan untuk mewujudkan

kesejahteraan masing-masing. Konsep islam tentang civil society mengandung

beberapa unsur. Pertama, konsep umat yang memiliki arti jamaah tanpa batas-

batas wilayah dengan satu keyakinan atau tauhid. Unsur kedua adalah adanya

19

Page 20: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

pemisahan kekuasaan antara pemegang kekuasaan yakni Sultan atau Khalifah

dan Ulama, yang memiliki kemampuan untuk membuat undang-undang, dan

hakim yang memutuskan perkara. Unsur ketiga menurut Islam adalah

menekankan nilai-nilai akan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan

pribadi dan kebutuhan masyarakat. Unsur keempat adalah kewajiban bagi

individu, keluarga, kelompok, serta lembaga-lembaga pemerintahan untuk

menciptakan manajemen civil society yang baik dan mengembangkan nilai-

nilai dalam diri individu, keluarga, kelompok, dan lembaga pemerintah. Unsur

kelima adalah keseimbangan antara tiga pusaran masyarakat: civil society,

market, dan negara.

b. Karakteristik Civil Society

Civil society adalah suatu kumpulan besar dimana setiap warga bebas

untuk masuk atau keluar, untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan

sesuatu sebagaimana yang disenangi (Walzer, 1991 Spring). Civil society akan

kuat apabila apa yang dilakukan oleh setiap warga didasari dengan tanggung

jawab, yang diwujudkan dalam ekspresi kebebasan tanpa mengganggu

kebebasan orang lain. Civil society Indonesia yang ingin diwujudkan memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1) Setiap warga masyarakat memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang

diinginkan atau tidak melakukan sesuatu, tanpa ada intervensi dari

kekuatan luar baik pemerintah maupun kekuatan yang lain.

2) Setiap warga memegang bersama secara teguh nilai-nilai.

3) Dalam masyarakat terdapat jalinan kerjasama yang dijiwai semangat

gotong-royong berdasarkan trust, saling percaya mempercayai.

4) Warga masyarakat aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

kemasyarakatan dan politik, tanpa harus menjadi partisan politik.

c. Pendidikan yang Diperlukan

Memahami proses pendidikan yang ada sekarang dan memandang

civil society yang diinginkan, maka pendidikan yang diperlukan adalah

20

Page 21: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

pendidikan yang dapat berperan sebagai social reconstruction, yakni

pendidikan yang dapat memahami struktur sosial masyarakat dan

menjalankan fungsi melakukan perubahan struktur masyarakat tertentu.

Pendidikan sebagai social reconstruction menekankan pada hasil pendidikan

bersifat ganda. Pertama lulusan yang memiliki pengetahuan dan kemampuan

serta memiliki kemauan untuk aktif dalam kehidupan masyarakat, berbangsa

dan bernegara. Kedua, lulusan yang memiliki kemampuan dan senantiasa

memiliki kemauan untuk hidup berkelompok dalam upaya mencapai tujuan

yang bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan sebagai rekonstruksi sosial

yang mampu mengembangkan pada diri peserta didik, kemampuan personal,

kemampuan sosial dan kemampuan intelektual memiliki dasar-dasar sebagai

berikut:

1) Pendidikan dipandang sebagai suatu a mini society yang merupakan

kumpulan dari berbagai interksi warganya.

2) Sekolah memiliki kemandirian dalam mengelola sekolah untuk mencapai

tujuan nasional dengan mendasarkan pada kebebasan, kemauan,

kemajuan, kemampuan, dan kebersamaan.

3) Sekolah harus mengkombinasikan bahkan mensinergikan keberadaan tiga

kurikulum: formal, ekstra kurikulum, dan hidden curriculum.

4) Guru harus menjadikan proses belajar mengajar menjadi kegiatan yang

mengasyikkan, menyenangkan dan mencerdaskan.

5) Kualitas kerja guru akan ditentukan oleh kemampuan dan kemauan guru

di satu sisi dan di sisi lain oleh kesejahteraan guru.

2. Menuju Civic Education yang Berwawasan Global

Reformasi yang telah membawa keterbukaan ini juga

mengisyarakatkan lebih detail bahwa cived yang bertujuan untuk

mengembangkan keutuhan dengan tiga aspek pengetahuan, nilai-nilai sikap

dan keterampilan untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik, harus mampu

memberikan kesempatan bagi para peserta didik untuk mengembangkan:

21

Page 22: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

a. Identitas diri dan komitmen untuk berpartisipasi dalam kehidupan

bermasyarakat.

b. Kesadaran bahwa kebijakan politik yang diputuskan baik secara langsung

maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan dirinya baik masa

kini maupun masa mendatang.

c. Pengetahuan dan kemampuan untuk secara terus menerus mengkaji

berbagai persoalan dan perkembangan masyarakat yang diperlukan agar

dirinya bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat tersebut.

d. Keseimbangan pada diri peserta didik antara kepercayaan dan skeptik

dalam menanggapi berbagai kebijakan publik.

e. Kemampuan untuk mengambil keputusan secara rasional dan

merencanakan masa depan.

f. Kemampuan untuk hidup berdampingan dalam suasana penuh dengan

perbedaan.

g. Kemampuan untuk bekerjasama dalam satu tim, dan

h. Kemampuan mengambil peran kepemimpinan manakala diperlukan

Secara spesifik dalam mengahadapi kondisi bangsa dewasa ini, maka civic

education memilki peran khusus untuk mengembangkan pada diri peserta

didik:

a. Jiwa dan semangat kebersamaan, untuk membantu pihak yang menderita

atau lemah.

b. Jiwa dan semangat untuk membangun perdamaian, dengan segala tindak

dan ekspresi yang diperlukan.

c. Jiwa dan semangat untuk sadar hukum dan kemauan untuk menegakkan

hukum, dan

d. Jiwa dan semangat untuk berbuat memberikan kontribusi bagi masyarakat

betapapun kecilnya.

3. Civic Education di Perguruan Tinggi: Urgensi dan Metodologi

22

Page 23: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Demokrasi oleh banyak pihak diyakini merupakan suatu system

kehidupan bermasyarakat yang dapat menjamin warga masyarakat mencapai

kehidupan yang sejahtera. Pendidikan kiranya dapat merupakan suatu

instrument untuk membangun kultur demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan

atau civic education di perguruan tinggi merupakan salah satu bentuk

pendidikan untuk mengembangkan kultur demokratis yang mencakup

kebebasan, persamaan, kemerdekaan, toleransi, dan kemampuan untuk

menahan diri dikalangan peserta didik.

a. Democracy atau DemocrazyKultur demokrasi paling tidak mengandung dua aspek. Pertama

terwujud dalam sifat egaliter dan liberal bersumber dari etika puritanisme,

yang kemudian berhasil disosialisasikan kepada para pendatang dari daratan

Eropa. Kedua, moral “menahan diri” yang bersumber dari ajaran Agama

Protestan. Gabriel Almond (1996) menyimpulkan antara kaitan demokratisasi

suatu bangsa dan keberadaan kultur dan struktur sosial politik yang

demokratis:

1) Kultur demokrasi adalah kultur campuran, antara kebebasan dan

partisipasi di satu pihak dan norma-norma perilaku di pihak lain.

2) Kultur demokrasi bersumberkan pada kultur masyarakat secara umum.

3) Kultur demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis masyarakat

madani.

4) Seberapa jauh masyarakat memegang kultur demokrasi sangat tergantung

pada perilaku pemerintah dalam berdemokrasi.

Kultur demokrasi merupakan suatu kondisi yang lahir dari praktik kehidupan

bersama masyarakat yang juga demokratis. Kehidupan bersama masyarakat

bangsa yang demokratis, pada gilirannya bersandarkan pada kehidupan

bersama yang demokratis dari kelompok-kelompok masyarakat, termasuk

kelompok masyarakat kampus. Dalam kehidupan kampus itulah akan

23

Page 24: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

dibangun kerjasama warga kelompok dan antar kelompok masyarakat

kampus.

b. Sistem, Prosedur, dan Proses Politik

Pendidikan memiliki keterkaitan yang erat dengan sistem politik.

Demi kelangsungan hidupnya, suatu sistem politik memerlukan dukungan

dari warga masyarakat. Apabila pendidikan berhasil mengembangkan nilai-

nilai, orientasi dan sikap politik di kalangan peserta didik yang sejalan dengan

sistem politik yang ada, maka sitem politik tersebut akan langgeng.

Sebaliknya apabila nilai-nilai, orientasi, dan sikap politik yang dimiliki warga

masyarakat berbeda dengan sistem politik yang ada, maka sistem politik

tersebut akan runtuh atau perlu diganti dengan sistem yang lain yang sesuai

dengan harapan warga masyarakat.

c. Arah dan Tujuan

Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh

lembaga pendidikan dengan proses mana seseorang mempelajari orientasi,

sikap, dan perilaku politik, sehingga yang bersangkutan memiliki political

knowledge, awareness, attitude, political efficiacy, dan political participation,

serta kemampuan untuk mengambil keputusan politik secara rasional,

sehingga tidak saja menguntungkan bagi diri sendiri tetapi juga bagi

masyarakat. Perguruan tinggi dari perspektif politik merupakan suatu lembaga

yang diharapkan sebagai rekruitmen, seleksi dan pendidikan warga bangsa

untuk memasuki kelompok elit politik. Pendidikan kewarganegaraan di

perguruan tinggi harus mampu menghasilkan peserta didik yang berpikir kritis

dan bertindak demokratis, sehingga akan menjadi warga bangsa yang “mudah

dipimpin tetapi sulit untuk dikendalikan, mudah diperintah tetapi sulit untuk

diperbudak”

d. Materi, Strategi, dan Evaluasi

Dalam era global sebagaimana dewasa ini kehidupan suatu masyarakat

dengan segala aspeknya tidak dapat dipisahkan dari kecenderungan global.

24

Page 25: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Kehidupan dan sistem politik serta perilaku pemerintah tidak lepas dari

peristiwa-peristiwa yang bersifat global. Materi pendidikan kewarganegaraan

yang baik adalah apa yang ada pada kehidupan warganegara itu sendiri.

Materi pendidikan kewarganegaraan mencakup:

1) Kajian berbagai konsep yang bersifat universal, seperti HAM, demokrasi,

open society, order politik.

2) Sistem dan sejarah politik Indonesia, seperti Pancasila dan UUD 45

berikut sejarah dan situasi kelahirannya.

3) Bentuk pemerintahan dan sistem politik Indonesia.

4) Warga negara sebagai aktor utama dan hak-hak politiknya.

5) Civic education, politik, pemerintahan dan demokrasi ditinjau dari

perspektif Islam.

Setelah materi diidentifikasi sebagaimana dikemukakan diatas, tahap

berikutnya adalah menentukan metode pembelajaran. Untuk menentukan

metode ini perlu dipahami karaktersitik peserta didik dan karaktersistik

materi. Couto (1998) mengemukakan 8 prinsip dalam mengajarkan demokrasi

di perguruan tinggi, sebagai berikut:

1) Semua yang ada dikelompok termasuk dosen aktif berpartisipasi dalam

belajar.

2) Melibatkan dan mengaitkan lingkungan dalam proses learning.

3) Memerlukan kepemimpinan dosen.

4) Merefleksikan kehidupan yang demokratis.

5) Memberikan kesempatan kepada semua peserta didik untuk aktif

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

6) Memberikan kesempatan adanya perbedaan dan memahaminya sebagai

sesuatu yang normal.

7) Memberikan kesempatan pada peserta untuk memecahkan problem.

8) Meminimalkan sesuatu yang bersifat hirarkis dan mengembangkan aspek

afektif dan kognitif.

25

Page 26: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Penyajian materi sebagaimana diuraikan di atas dapat diorganisir dan

dilaksanakan dalam dua model. Pertama model blok waktu, dimana

pendidikan kewarganegaraan ini dilaksanakan dengan mengambil suatu

periode waktu tertentu. Kedua, materi disajikan dalam rentang waktu yang

panjang. Pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi ditekankan pada

pendidikan demokrasi dengan tujuan mengembangkan pada diri peserta didik

kultur demokrasi, critical thinking, kemampuan untuk melakukan dialog,

negosiasi, dan mengambil keputusan serta kemampuan berpartisipasi dalam

kegiatan politik kemasyarakatan.

4. Tradisi dalam Memelihara Kehidupan Majemuk

Kehidupan bermasyarakat dan berbangsa telah ditakdirkan sebagai

suatu kehidupan yang majemuk. Kemajemukan tersebut dapat mencakup

berbagai aspek dalam kehidupan, terutama kemajemukan dalam nilai-nilai dan

keyakinan. Masyarakat madani merupakan suatu konsep yang bermanfaat

untuk menggambarkan atas pertanyaan bagaimana hidup dalam suatu

masyarakat dengan etika plural yang secara langsung akan mengarahkan

kehidupan bermasyarakat. Masyarakat madani memberikan ruang gerak bagi

setiap kelompok untuk mengekspresikan perbedaan individu dan kelompok

dan oleh karena itu masyarakat madani merupakan arena yang

mengedepankan kebebasan. Kebebasan senantiasa diiringi dengan kesadaran

untuk “tepo seliro” tidak mengganggu dann merugikan orang lain.

Dalam upaya mewujudkan suatu masyarakat dan pemerintahan yang

demokratis maka kesempatan warga untuk kelompok dan berpartisipasi dalam

kehidupan politik haruslah secara luas didorong dan diberikan fasilitas.

Partisipasi generasi baru dalam sistem politik yang demokratis akan terjadi

apabila generasi baru memiliki kualitas dan kemampuan, antara lain sebagai

berikut:

26

Page 27: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

1) Memiliki identitas diri termasuk komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan

sosial yang lebih luas dan komitmen untuk berkelompok secara

terorganisir dalam kehidupan bermasyarakat.

2) Memiliki kesadaran bahwa kebijakan yang diputuskan dalam proses

politik baik langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan

mereka.

3) Memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memperoleh informasi guna

memberikan pedoman dalam kehidupan sosial politik, termasuk

didalamnya memahami demokrasi dan fungsi-fungsi lembaga yang ada.

Isu-isu yang penting, dan cara-cara berpartisipasi yang efektif.

4) Memiliki keseimbangan antara trust dan skeptik atas kehidupan politik

yang ada, sehingga memberikan suatu pemikiran, sikap dan tindakan tidak

asal ikut atau sebaliknya tidak asal berbeda, melainkan partisipasi yang

rasional.

5) Memiliki kebebasan untuk memilih dan mengambil keputusan.

6) Memiliki kapasitas dan kemauan untuk bersama-sama membicarakan

perbedaan dengan penuh toleransi.

7) Memiliki rasa hormat kepada individu baik dalam kelompoknya maupun

yang berada di luar kelompok.

8) Memilki kemampuan untuk bekerjasama dan bernegosiasi, termasuk

kemampuan untuk bekerja dalam suatu tim dan menyajikan secara efektif

argumentasi yang dimiliki tanpa menghina pendapat pihak lain.

9) Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengambil peran

kepemimpinan pada saat diperlukan.

10) Memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk dapat berbuat kebaikan

baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, termasuk

memiliki keyakinan bahwa institusi yang ada harus memberikan respon

yang baik terhadap tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat.

27

Page 28: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Kualitas dan kemampuan yang dikemukakan di atas tidak bersifat alami, akan

muncul dengan sendirinya dalam diri warga generasi baru, melainkan

merupakan hasil suatu rekayasa sosial dalam wujud pendidikan

kewarganegaran. Untuk melahirkan kemampuan tersebut, maka pendidikan

kewarganegaraan harus dapat memberikan pengalaman kepada generasi baru

sesuai dengan kebutuhan perkembangannya, antara lain:

1) Memberikan kesempatan generasi baru untuk melakukan kontak dengan

organisasi yang memperlakukan mereka dengan penuh respek dan

memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyampaikan pandangan-

pandangan pribadinya.

2) Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk merefleksikan tentang

makna pengalaman yang diperoleh dalam bermasyarakat untuk

menunjukkan identitasnya, pribadi dan politiknya.

3) Mendidik generasi baru untuk kontak dengan media massa, dengan

mendorong mereka untuk membaca dan mengamati selaku konsumen

yang kritis.

4) Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk mengkomunikasikan

pandangan-pandangan politiknya dan ekspresi budaya kelompoknya

kepada kelompok lebih luas dan melakukan dialog secara konstruktif.

5) Mengembangkan pendidikan kewarganegaraan di lembaga pendidikan

formal yang dapat memberikan pengalaman hidup dalam kehidupan

masyarakat yang demokratis.

5. Pendidikan Demokrasi: dari Teori ke Aksi

Pendidikan harus mampu melahirkan manusia-manusia “demokratis”.

Keterkaitan antara demokrasi dan pendidikan amat erat. John Dewey

menyatakan “democracy has to be born anew in each generation and

education is its midwife”. Bagi masyarakat demokratis, maka salah satu tugas

pendidikan adalah menanamkan nilai-nilai demokrasi di kalangan peserta

didik. Demokrasi merupakan sesuatu yang ideal yang senantiasa berkembang

28

Page 29: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

sesuai dengan perkembangan masyarakat. Untuk menjamin bahwa masyarakat

akan berkembang semakin demokratis itulah diperlukan pendidikan

demokrasi, antara lain lewat civics education. Pendidikan dalam arti luas

adalah rekayasa agar proses learning terlaksana dengan efektif dan efisien,

dengan tujuan untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam

kehidupannya, yakni pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup.

a. Nilai-nilai Demokrasi

Masyarakat demokratis adalah kehidupan bersama di mana warganya

baik laki-laki maupun perempuan memiliki martabat sebagai makhluk

manusia yang bebas. Dalam masyarakat demokratis muncul kesadaran bahwa

kekuasaan akan aman kalau berada di tangan rakyat sendiri. John dewey

menekankan bahwa demokrasi adalah merupakan suatu keyakinan, suatu

prinsip pertama dan paling utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan

secara sistematis dalam suatu bentuk aturan sosial politik. Kehidupan bersama

yang berlandaskan demokrasi tersebut memerlukan:

1) Suatu “visi” dan “kode etik” yang dijabarkan secara formal dalam hukum

atau undang-undang yang harus dipatuhi oleh semua warga.

2) Sistem hukum bersifat objektif dan mandiri.

3) Suatu sistem pemerintahan yang didasarkan dari rakyat oleh rakyat dan

untuk rakyat.

4) Struktur sosial, politik, dan ekonomi yang menjauhi monopoli dan

memungkinkan terjadinya mobilitas yang tinggi dan kesempatan yang adil

bagi semua warga.

5) Adanya kebebasan berpendapat sebagai mekanisme agar ide-ide warga

masyarakat dapat diserap oleh pemerintah.

6) Adanya kebebasan untuk menentukan pilihan pribadi.

b. A School As a Mini Society

29

Page 30: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Pendekatan microsismic melihat sekolah sebagai suatu dunia sendiri.

Yang dalam dirinya memiliki unsur-unsur untuk bisa sendiri. Dalam

masyarakat sekolah dapat dilihat dalam dua level: level kelas dan sekolah.

Guru memiliki peran penting dalam proses sosialisasi nilai-nilai demokrasi,

terutama pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Pengaruh guru dalam

sosialisasi nilai-nilai demokrasi pada tingkat sekolah menengah sangat

ditentukan oleh kredibilitas guru itu sendiri. Terwujudnya generasi yang lebih

demokratis sangat tergantung pada keberhasilan pendidikan sistem

persekolahan dalam melaksanakan sosialisasi nilai-nilai demokrasi dikalangan

peserta didik. Sekolah akan mampu mengembangkan nilai-nilai demokrasi di

kalangan peserta didik apabila sekolah itu sendiri memiliki kultur demokrasi

dan dikelola secara demokratis pula.

C. Kebijakan dan Manajemen Pendidikan Menuju Pendidikan yang

Berkualitas

1. Memanusiakan Manusia untuk Pencerahan Peradaban

Globalisasi merupakan fenomena bagaikan pedang bermata dua, ada

sisi positif dan ada sisi negatif. Betapa besar pengaruh kemajuan teknologi

informasi, dalam hal ini media informasi elektronik dalam era globalisasi,

khususnya di dunia pendidikan dapat dilihat dengan apa yang dikutip oleh

Giroux (2000: 15) dari Benjamin Barber:

It is time recognize that the true tutors of our children are not school teachers or university professors but filmmakers advertising executives and pop culture surveyors. Disney does more than duke, Spielberg outweighs Stanford, MTV trumps MIT.

Untuk dapat tumbuh dan berkembang dalam globalisasi tanpa harus

mengorbankan diri sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat, maka

pendidikan harus mampu mempersiapkan generasi muda dengan kemampuan

yang memadai sehingga memungkinkan suatu bangsa hidup dalam globalisasi

30

Page 31: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

dan tanpa harus terseret dalam arus tersebut, tetapi bahkan dapat ikut

mempengaruhi arah dan proses globalisasi.

a. Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan

Globalisasi akan berpengaruh terhadap pendidikan, paling tidak dalam

tiga bentuk. Pertama adalah munculnya kecenderungan yang kuat akan

komersialisasi dan komoditi atas pendidikan. Kecenderungan transformasi

peran pendidikan dari sosial ke peran ekonomi ini sangat berbahaya bagi

kehidupan bangsa Indonesia. Tidak saja akan memperluas jurang ketimpangan

antara kaya dan miskin, tetapi juga akan menciptakan dunia pendidikan yang

kehilangan roh pedagogiknya, bahkan sebaliknya pendidikan didominasi oleh

roh ekonomistis. Pendidikan semacam ini menurutnya hanya akan melahirkan

manusia yang bisa “memiliki” tetapi tidak dapat “menjadi dirinya sendiri”

yang melaksanakan pembelajaran sepanjang kehidupannya.

Dampak kedua, globalisasi akan melahirkan proses internalisasi

dengan melahirkan proses relokalisasi yang terwujud dalam berbagai bentuk

homogenisasi kehidupan bermasyarakat termasuk dunia pendidikan. Dampak

ketiga globalisasi terhadap pendidikan adalah muncul suatu kondisi baru

dimana kemampuan bangsa untuk hidup dalam era global tidak lagi

ditentukan oleh modal yang fisik yang berupa kekayaan alam ataupun mesin-

mesin industri. Melainkan untuk mencapai kesejahteraan dalam era global

bagi suatu bangsa yang diperlukan adalah virtual capital (modal maya), yang

terdiri dari tiga bentuk capital: intellectual capital, social capital, moral

capital.

b. Manajemen Pembiayaan Pendidikan

Pendidikan dewasa ini dikelola dengan manajemen yang mengandung

ketidakadilan, yang menghasilkan apa yang disebut pendidikan adalah awal

stratifikasi sosial kecenderungan ini harus dihentikan lewat berbagai

kebijakan. Pertama adalah kebijakan demokratisasi demokrasi pendidikan.

Kebijakan demokratisasi demokrasi pendidikan adalah kebijakan untuk

31

Page 32: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

menyeimbangkan komposisi peserta didik menurut kelompok status sosial

ekonomi dan geografis guna mengurangi ketimpangan pendidikan. Kebijakan

demokratisasi pendidikan dalam wujud manajemen alokasi peserta didik ini

memiliki beberapa keuntungan, yakni: 1) pada jenjang sekolah anak tidak

akan terlalu jauh dari domisili otrang tua anak; 2) tidak akan ada lagi sekolah

dimana terkonsentrasi anak-anak yang memiliki prestasi tinggi yang pada

umumnya juga datang dari keluarga yang kaya; 3) perguruan tinggi negeri

favorit akan semakin heterogen dilihat dari asal peserta didik, akan

mempersempit jurang perbedaan antar daerah khususnya berkaitan dengan

pendidikan, dan ini berarti akan memperkuat integrasi nasional.

Kebijakan kedua, adalah meneguhkan makna wajib belajar 9 tahun.

Kebijakan ini memiliki implikasi bahwa pemerintah sepenuhnya menanggung

biaya pendidikan pada jenjang pendidikan dasar 9 tahun. Kebijakan ketiga

adalah keadilan dijiwai kebijaksanaan dalam pembiayaan pendidikan. Dewasa

ini kebijakan pembiayaan pendidikan cenderung tidak adil atau adil tetapi

tidak dijiwai oleh kebijakan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan baru dalam

pembiayaan pendidikan, sebagaimana berikut:

1) Pembiayaan pendidikan oleh pemerintah ditujukan kepada lembaga

pendidikan baik negeri dan swasta yang menerima sistem penerimaan baru

sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah.

2) Sistem pembiayaan berdasarkan individu peserta didik didasarkan

kemampuan ekonomi orang tua.

3) Pemberian subsidi atau bea peserta didik kepada peserta didik dengan

prinsip “no more free meal policy”.

4) Lembaga pendidikan yang tidak mau diatur oleh pemerintah sepenuhnya

menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan yang bersangkutan.

c. Pendidikan yang Manusiawi

Humanisasi pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang

manusiawi merupakan suatu upaya menjadikan pendidikan sebagai suatu

32

Page 33: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

proses pembudayaan. Sehubungan dengan itu pendidikan mencakup 2 level:

individu dan kelompok. Muara pendidikan yang manusiawi dalam konteks

kurikuler adalah mewujudkan pendidikan yang bermakna. Dan ini berarti

meninggalkan sistem pendidikan yang menekankan pada pemupukan

pengetahuan atau “knowledge deposit”. Pendidikan yang bermakna

menyandang beberapa ciri, sebagai berikut:

1) Memandang pendidikan sebagai suatu sistem organik bukan sistem

mekanik.

2) Pada tataran implementasi, tidak perlu memisahkan secara ekstrim antara

pengembangan pengetahuan atau modal intelektual, perkembangan modal

sosial, dan pengembangan watak atau modal moral.

3) Semua guru memahami dan terampil mengoprasionalkan ketiga

kurikulum: intra, ekstra, dan hidden curriculum secara terpadu.

4) Kerjasama dan koordinasi yang sinkron antara sekolah dan keluarga

merupakan suatu keharusan mutlak yang harus diwujudkan.

5) Memandang sekolah merupakan suatu masyarakat kecil.

6) Pengembangan tiga modal pada diri peserta didik senantiasa berprinsip

potensi peserta didik muncul dari apa yang diinginkan bukan dari apa

yang dipaksakan.

7) Menekankan pada proses pemahaman ilmu sama pentingnya pemahaman

ilmu itu sendiri.

Pendidikan yang manusiawi memiliki kaitan erat dengan pendidikan

multikultural.

d. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang menekankan

pada pendekatan progresif untuk memungkinkan semua peserta didik dengan

berbagai latar belakang budaya dapat mendapatkan pendidikan yang adil dan

berkualitas sesuai dengan latar belakang yang dimiliki tersebut. Secara lebih

spesifik pendidikan multikultural ditujukan agar peserta didik: 1)

33

Page 34: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya secara

optimal; 2) dapat mengembangkan critical and constructive thinking; 3) aktif

berpartisipasi dalam proses belajar mengajar sesuai dengan gaya belajarnya;

4) memiliki sikap yang positif terhadap individu dan kelompok yang berbeda

dengan dirinya; 5) menjadi warga negara yang baik; 6)memiliki kemampuan

untuk mengambil keputusan secara rasional dalam kehidupan sehari-hari; 7)

dapat mengevaluasi pengetahuan dari berbagai perspektif.

Dalam kaitan dengan globalisasi, terdapat empat perspektif yang perlu

dikembangkan para peserta didik agar mereka mampu berperan dalam

masyarakat global. Keempat perspektif tersebut adalah: 1) personal; 2)

akademik; 3) pluralist; dan 4) global. Kemampuan keempat perspektif

tersebut diatas, akan menjadikan diri warga bangsa memiliki kemampuan

untuk merumuskan suatu isu atau permasalahan dalam konteks tertentu,

mencari dan mengkaji berbagai fakta sebagai bukti pendukung, mengkaji

berbagai kemungkinan alternatif solusi dan menentukan alternatif yang

terbaik, serta melakukan generalisasi dalam konteks pluralitas.

Berkaitan dengan upaya untuk mendesain dengan sadar dan cerdas

memasuki arus globalisasi maka tajdid pendidikan merupakan kebutuhan

mutlak. Tajdid pendidikan mengandung tiga elemen pokok. Pertama adalah

mengembangkan kebijakan yang dapat mempersempit ketimpangan

pendidikan baik menurut geografis maupun menurut strata sosial. Kedua

mengembangkan pendidikan yang manusiawi yang bertujuan untuk

mengembangkan individu paripurna dan kelompok yang kokoh lagi kuat.

Ketiga mengembangkan pendidikan multikultural agar pelayanan pendidikan

dapat dinikmati oleh seluruh warga masyarakat, dan seluruh peserta didik

memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh berkembang secara optimal.

2. Dari Sentralisasi-Standarisasi, Menuju Desentralisasi-Otonomi

Pendidikan

34

Page 35: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Perkembangan pendidikan di masa depan sangat tergantung pada

pembaharuan kultur dunia pendidikan yang didasarkan pada reformasi

perundangan di bidang pendidikan. Reformasi pendidikan yang tengah

dilaksanakan ini menekankan pada perubahan manajemen yang diarahkan

untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan. Wujud kebijakan tersebut adalah

disentralisasi pendidikan yang mengarah lahirnya otonomi sekolah. Dimana

otonomi yang dimiliki sekolah ini akan muncul motivasi dan semangat dari

seluruh warga sekolah didukung masyarakat, untuk bersama-sama berusaha

meningkatkan mutu sekolah tanpa harus menggantungkan pada pemerintah.

a. Membangun Generaasi Robot

Pada tahun 1970 dan 1980-an reformasi pendidikan berkaitan dengan

perubahan dalam kurikulum baik materi maupun proses pembelajaran dan

sistem evaluasi. Reformasi itu dikendalikan secara ketat dalam sistem

sentralistis dengan asumsi pemerintah pusat perlu mengendalikan dan

mengontrol pendidikan secara ketat agar dapat dicapai kemajuan dan mutu

pendidikan yang tinggi. Pengalaman membangun kualitas pendidikan

menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu dengan mengembangkan

standar yang dilakukan secara topdown cenderung gagal. Sehingga tidak aneh

kalau seorang kepala sekolah di Amerika sampai mengatakan: “we are

preparing a generation of robots” (House, 1998: 34). Kelemahan dari

kebijakan yang bersifat sentralistis dan menekankan pada standarisasi output

adalah ketidakadilan. Dikatakan tidak adil karena kondisi antar sekolah di

suatu daerah dan kondisi sekolah antar daerah amat bervariasi. Sistem

evaluasi dengan standardize menafikkan perbedaan tersebut. Tidak

mengherankan kalau kemudian muncul hasil evaluasi yang memiliki gap yang

amat dalam diantara peserta didik, sekolah, dan daerah.

b. Mengembangkan Dinamika Sekolah

Reformasi pendidikan pada era reformasi dewasa ini secara prinsip

mengarah pada dua sasaran penting. Pertama reformasi pendidikan mengarah

35

Page 36: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

untuk memberikan tanggung jawab lebih besar kepada birokrasi di daerah

untuk secara langsung menangani pendidikan, dengan memobilisasi dukungan

penuh masyarakat (desentralisasi). Kedua, reformasi ditujukan untuk

meningkatkan dinamika internal sekolah dengan memberikan kesempatan

lebih besar pada level sekolah. Pendidikan merupakan proses yang sangat

dinamis tanpa mengenal kata akhir. Dinamika proses pendidikan akan

semakin semarak sejalan dengan adanya kebijakan yang tulus dari pemerintah

pusat untuk mengendalikan pendidikan kepada masyarakat. Karenan

pendidikan yang didukung oleh masyarakatlah yang akan benar-benar

menjadi tempat dimana akan terjadi proses learning.

3. Otonomi Sekolah Sebagai Piranti Meningkatkan Mutu Sekolah Dalam

Era Desentralisasi

Selama lebih dari tiga puluh tahun pendidikan Indonesia dikelola dan

di kendalikan dengan system dan kebijakan yang sentralistik. Selama itu pula

telah menunjukkan kualitas pendidikan tidak mengalami kemajuan, untuk

tidak mengatakan kemunduran. Upaya untuk mengembalikan pendidikan

kejalur yang benar, terus bergerak meski lambat dan tersembunyi. Demokrasi

politik era reformasi secara langsung mengimbas kedalam demokratisasi

pendidikan. Desentralisasi politik telah diikuti dengan desentralisasi

pendidikan, baik ke pemerintah otonom, bahkan ke sekolah dalam wujud,

dalam batas-batas tertentu, diaplikasikannya otonomi sekolah.

a. Otonomi Sekolah

Dalam masa sepuluh tahun terakhir ini istilah OTSEK (Otonomi

Sekolah) menjadi kata kunci dalam reformasi pendidikan. OTSEK merupakan

suatu bentuk pengaturan dimana kekuasaan pengambilan keputusan sekolah

bergeser dari pemerintah pusat ke sekolah sendiri sebagai tempat yang paling

dekat dengan proses belajar mengajar (Wohistetter, 1997).

Implementasi OTSEK akan melahirkan sekolah yang semakin

fleksibel, dalam wujud sekolah akan makin mudah memberikan tanggapan

36

Page 37: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

terhadap gejala-gejala dan problem yang muncul. Implementasi OTSEK

diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas sekolah. Implementasi OTSEK

bukan untuk OTSEK itu sendiri, melainkan merupakan sarana untuk

melakukan perubahan. Oleh karena itu tujuan OTSEK sudah jelas untuk

meningkatkan mutu lulusan atau output. Otsek harus dapat menghasilkan

berbagai perubahan yang pada akhirnya an ultimate goal adalah mutu lulusan

meningkat. OTSEK juga akan dapat mengembangkan sekolah yang efektif

manakala implementasi OTSEK juga membawa serta empat aspek: power,

information, rewards, dan knowledge.

4. Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Mempersiapkan Sumber Daya

Insani yang Relevan bagi Pembangunan

Transformasi baik dalam skala nasional maupun global telah

berlangsung dan akan terus berlangsung. Dunia kerja berubah drastis dari

pekerja produksi kearah pekerja strategis dan pemecahan masalah atau dikenal

dengan knowledge worker. Untuk itu dunia pendidikan harus mampu

memberikan kepada peserta didik seperangkat ilmu baru, yakni sedikit

informasi namun memiliki kemampuan men-generate data, menganalisis,

menginterpretasikan, dan mampu mengaplikasikan dalam kerangka dan

konteks yang lebih luas.

a. Hakikat Kurikulum KBK

Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah Beyond Competency,

pengertian kompetensi selama ini. Dengan demikian secara jelas kompetensi

yang dimaksud dalam kurikulum tidak sekedar kemampuan teknis, melainkan

kompetensi yang mencakup kemampuan akademik, kemampuan moral, dan

kemampuan sosial. Selain KBK dapat dilihat dari tujuan, juga dapat dilihat

dalam perspektif kegiatan belajar mengajar. Pada perspektif ini tekanan KBK

adalah bobot materi yang tidak terlalu berat, tetapi disampaikan oleh guru

dengan segala hak-hak professional yang dimiliki, sehingga proses belajar

37

Page 38: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

mengajar menjadi menarik, mengasyikkan, menyenangkan, dan

mencerdaskan.

b. A Learning School

A learning school yakni sekolah yang memiliki kapasitas untuk

melakukan pembelajaran guna memperkuat melakukan transformasi menuju

inovasi. Ciri a learning school adalah: 1) semua warga sekolah belajar

bagaimana cara belajar dan belajar hidup bersama dalam perbedaan, 2) belajar

adalah menyenangkan dan merupakan kebutuhan, 3) belajar tentang sesuatu

yang memiliki nilai-nilai kebaikan. Perlu dicatat bahwa dunia pendidikan,

khususnya sistem persekolahan harus segera mempersiapkan diri untuk

mampu mengelola proses perubahan yang berlangsung amat cepat.

Transformasi sekolah masa kini menjadi a learning school memerlukan

partisipasi warga sekolah, komitmen khususnya dari para guru, dan dukungan

dari luar sekolah, dan pengembangan staf secara terus menerus.

5. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup: Tinjauan Filosofis Teoritis

dan Implikasi Praktis

Pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan agar seseorang

memiliki kecakapan hidup agar dapat hidup secara efektif dan efisien, yang

tidak saja berguna bagi diri pribadi, tetapi juga bermanfaat bagi sesamanya

mulai dari keluarga, lingkungan, masyarakat dan bangsanya.

a. Hakikat Kecakapan Hidup

Pengembangan pendidikan kecakapan hidup, memiliki tujuan untuk

membekali para peserta didik, dengan kemampuan untuk menghadapi

berbagai tantangan yang dihadapi dalam sepanjang kehidupannya. Agar dapat

memiliki kecakapan guna melaksanakan tugas kekhalifahan di muka bumi

tersebut, maka Allah SWT telah menciptakan manusia dengan berbagai

kelebihan, antara lain:

1) Manusia adalah makhluk yang paling mulia, karena sebagai penerima dan

pelaksana ajaran-Nya.

38

Page 39: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

2) Makhluk dengan bentuk bagus dan seimbang.

3) Makhluk dengan tiga dimensi: jasmani, akal, dan rohani.

4) Makhluk yang berpikir agar manusia mampu menerima dan

mengembangkan ilmu pengetahuan.

5) Makhluk unik dan dinamis, memiliki kebebasan dan kemerdekaan.

Oleh karena itu, tujuan pendidikan tiada lain untuk mengembangkan jasmani,

mensucikan rohani dan menumbuhkan akal sehingga manusia mampu

melaksanakan ibadah kepada-Nya dan melaksanakan fungsi kekhalifahan,

sehingga mampu melaksanakan rekayasa, untuk memperoleh Ridho dan

karunia-Nya.

b. Kecakapan Hidup Dewasa Ini

Berkaitan dengan peran dan hakikat pendidikan bagi suatu bangsa,

dimana masing-masing yang memiliki karakteristik, kondisi dan

permasalahan yang khas, maka tujuan, sistem dan proses pendidikan

bervariasi satu bangsa dengan bangsa lain, bahkan berbeda untuk satu bangsa

pada kurun waktu yang berbeda. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut

dalam proses pendidikan diperlukan alat. Alat utama untuk mempelajari

adalah mata, telinga, dan hati. Berdasarkan alat utama tersebut dapat

dikembangkan tiga macam teknik dan alat untuk mempelajari ilmu

pengetahuan, yakni: 1) empiris&realistis, 2) rasional, logika, dan intelektual,

3) wahyu, transsedental, dogma, doktrin, dan metafisik.

Kecakapan hidup yang harus dikembangkan agar siswa dapat hidup

layak ditengah-tengah masyarakatnya, maka setiap siswa antara lain harus

memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) kemampuan membaca dan menulis

baik dalam Bahasa Indonesia maupun untuk salah satu Bahasa asing; 2)

kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah, dan merencanakan masa

depannya sendiri, untuk setiap siswa perlu dibekali dengan pola pikir ilmiah

dengan prinsip inventory, inquiry dan discovery; 3) kemampuan numerik,

menghitung baik dengan alat bantu teknologi maupun tidak; 4) kemampuan

39

Page 40: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

mengelola SDA, sosial, budaya, dan lingkungan untuk bisa hidup mandiri

otonom; 5) kemampuan untuk bekerjasama dalam satu tim; 6) kemampuan

untuk terus belajar mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

dan 7) kemampuan vokasional tertentu.

c. Implikasi Kurikulum

Kurikulum berbasis kompetensi yang fleksibel dan adaptable

memberikan berbagai inovasi pendidikan, antara lain mencakup:

1) Penyediaan paket-paket pendidikan yang dapat diambil siswa sesuai

dengan minat dan interesnya.

2) Mengembangkan proses belajar mengajar berbasiskan tema, dengan

menghubungkan dua atau lebih mata pelajaran dengan sistem team

teaching.

3) Mengembangkan proses belajar mengajar yang bersifat komprehensif (a

comprehensive course).

4) Peran guru dalam pembelajaran mulai mengaplikasikan berbagai metode

pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang

ada.

5) Peran guru dalam proses pembelajaran mulai memadukan antara teori

dalam buku teks dan realitas masyarakat.

Setiap warga masyarakat memerlukan kecakapan hidup, yakni kemampuan

untuk dapat menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya sehingga

dapat hidup layak ditengah-tengah masyarakat, dan keberadaannya

bermanfaat untuk keluarga, masyarakat dan bangsanya.

6. Mengembangkan Kultur Sekolah Menuju Pendidikan yang Bermutu

Peningkatan mutu pendidikan merupakan suatu proses yang harus

dilaksanakan secara terus menerus untuk meningkatkan kualitas proses belajar

mengajar dan berbagai faktor yang berkaitan dengan itu, dengan arah agar

tujuan pendidikan dapat dicapai secara efisien dan lebih efisien. Namun perlu

dicatat mengajar merupakan suatu interaksi yang bersifat manusiawi antara

40

Page 41: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

pendidik dan peserta didik yang penuh mengandung ketidakpastiaan.

Penyebab ketidakpastiaan utama adalah kultur sekolah, sebagai salah satu

faktor yang erat berkaitan dengan proses belajar mengajar.

a. Prestasi Akademik Siswa

Modal intelektual sekali lagi digaris bawahi merupakan penguasaan

kompetensi akademik yang diukur dengan nilai akademik yang diperoleh

khususnya pada puncak prestasi dalam wujud skor nilai nasional. Secara

faktual dan realistis kalau sekolah berbicara peningkatan mutu, sasarannya

adalah peningkatan prestasi akademik yang ditunjukkan oleh angka rapor, dan

puncaknya angka ujian nasional. Kondisi dan fakta tersebut diatas tidak

terlepas dari kebijakan peningkatan mutu yang diambil oleh pemerintah, yakni

dengan menekankan pada output pendidikan, dalam bentuk ujian nasional.

Untuk menigkatkan prestasi akademik tersebut sekolah harus berusaha keras

dengan mengarahkan segala sumber yang ada.

b. Kultur Sekolah

Kultur sekolah adalah suatu pola asumsi dasar hidup yang diyakini

bersama: yang diciptakan, diketemukan atau dikembangkan oleh sekelompok

masyarakat dan dapat digunakan mengatasi persoalan hidup mereka, oleh

karenanya diajarkan dan diturunkan generasi ke generasi sebagai pegangan

perilaku, berpikir, dan rasa kebersamaan diantara mereka (Schein, E. H.

1985). Dalam kehidupan bermasyarakat budaya menempati posisi yang

penting yang banyak digunakan untuk menganalisis fenomena masyarakat.

Kultur sekolah mengandung 3 aspek: artifak, nilai, dan asumsi dasar. Bentuk

kultur sekolah dapat juga dilihat dalam beberapa bentuk. Seperti bagaimana

interaksi guru dan siswa, bagaimana keterlibatan siswa dalam kegiatan

sekolah.

c. Cerita-Cerita Keberhasilan

Terdapat sekolah yang patut untuk dikemukakan disini, dimana ketiga

sekolah tersebut berhasil meningkatkan mutu dan membangun kultur sekolah.

41

Page 42: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Sekolah “A” dilatarbelakangi datangnya kepala sekolah baru membawa

semangat dan kemauan “sekolah harus berubah”. Kepala sekolah membawa

visi dan tujuan sekolah yang jelas: “meluluskan siswa, yang gampang

mendapatkan pekerjaan di Jakarta”. Untuk itu siswa harus menguasai

komputer dan fasih dalam berbahasa Inggris. Semua warga sekolah khususnya

guru dan siswa memahami benar visi dan tujuan di atas. Kini sekolah ini

termasuk favorit, siswa berdatangan tidak saja dari kabupatennya sendiri,

melainkan juga datang dari kabupaten tetangga dan sudah menolak siswa

lebih dari separuh pendaftar.

Sekolah “B” kepemimpinan sekolah yang terbuka secara terus

menerus menekankan semangat “kebersamaan dan perubahan”, inilah yang

telah berhasil mengantarkan sekolah menjadi sekolah bergengsi seperti

sekarang. Visi mereka adalah menciptakan sekolah yang lulusannya mampu

bersaing dengan sekolah di Singapore dan Malaysia. Mereka bertekad untuk

menjadikan sekolah sebagai a learning school, school that learn.

d. Posisi Kultur Sekolah

Paling tidak dapat dirumuskan dua model kaitan kultur dan prestasi

serta bagaimana terbentuknya kultur sekolah tersebut, yakni:

1) Kultur sekolah yang muncul pada sekolah yang sudah memiliki

pengalaman panjang. Kultur yang ada saat ini merupakan proses interaksi

yang kompleks yang akhirnya merubah kultur lama menjadi kultur yang

baru. Model ini barangkali tepat kalau dikaitkan dengan total quality

education management (TQE).

2) Model kedua yang dinamakan organizing school fox excellency (OSFEC),

lebih sederhana dan menempatkan pemimpin menjadi faktor penentu

dalam pengembangan kultur sekolah. Model ini menjelaskan bahwa

pengembangan kultur sekolah diawali dengan keberadaan visi, mimpi-

mimpi kondisi sekolah di masa depan, yang jelas dan mampu memberikan

42

Page 43: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

inspirasi semua warga sekolah untuk bekerja keras mewujudkan tujuan

sekolah.

e. Langkah-langkah Membangun Kultur Sekolah

Syarat pertama dalam pengembangan kultur sekolah adalah

keberadaan pemimpin atau sekelompok orang yang memiliki kesadaran,

kemauan, dan komitmen untuk mengembangkan gagasan-gagasan baru yang

kemudian dirumuskan kedalam visi, misi, dan tujuan sekolah yang

dideskripsikan secara jelas. Langkah-langkah pengembangan kultur sekolah

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Menetapkan kelompok yang bersama-sama memiliki kesadaran, kemauan,

dan komitmen melakukan perubahan.

2) Rumusan visi, misi, dan tujuan sekolah beserta harapan-harapannya.

3) Siapkan SDM dengan kemampuan, kesadaran dan kebersamaan yang

berkaitan dengan visi dan misi tersebut; dan bentukan tim-tim task force

sesuai dengan rancangan program dan kegiatan yang akan dilaksanakan.

4) Memulai dengan langkah-langkah dan tindakan yang konkrit; mengaitkan

tindakan konkrit dengan nilai-nilai dan asumsi dasar yang ada

5) Siapkan dua strategi secara simultan strategi level individu dan level

kelembagaan.

D. Praktik Pendidikan yang Manusiawi

1. Sekolah Sebagai Laboratorium: Suatu Model Praktik Persekolahan

Pendidikan merupakan suatu rekayasa agar proses learning dapat

berlangsung dan mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Dalam rekayasa

ini sekolah menempati posisi khusus. Pendekatan macrocosmics

mengisyaratkan bahwa dalam suatu masyarakat harus ada keserasian antara

lembaga pendidikan dengan lembaga lain, agar pendidikan dapat berlangsung

secara alami, efektif dan efisien. Sistem dan praktik pendidikan harus seirama

dengan berbagai sistem yang ada: sistem politik, ekonomi, dan sosial

budayanya.

43

Page 44: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

a. Auditorium VS Laboratorium

Inti pembaharuan adalah menjadikan sekolah sebagai suatu proses

yang alami, bebas tanpa tekanan, dan berlandaskan instrinsic motivation.

Sekolah diibaratkan sebagai auditorium atau sebagai laboratorium. Dalam

nuansa sosial, auditorium merupakan tempat dimana sekelompok orang atau

pengunjung duduk tenang serta rapi mendengarkan suatu presentasi untuk

kemudian melangsungkan tanya jawab dan diskusi dengan penyaji, serta

diakhiri dengan tepuk tangan (applaus). Di pihak lain, dalam nuansa sosial

laboratorium adalah suatu tempat dimana setiap orang yang berada di

dalamnya, aktif melakukan kegiatan dengan penuh “curiosity” dan kosentrasi,

serta berdiskusi satu sama lain maupun berdiskusi dengan orang yang lebih

tahu.

Semua aktivitas yang ada di sekolah perlu direkayasa sehingga

memiliki nilai dan merupakan wahana pendidikan untuk mengembangkan diri

siswa secara utuh. Secara spesifik rekayasa perlu diarahkan pada empat aspek

sekolah: peran siswa, peran guru, substansi kurikulum, dan manajemen.

b. Siswa: Objek atau Subjek?

School is not preparation for life, but life it self dan sekolah sebagai

suatu proses pelayanan jasa yang bersistem organik bahwa siswa tidak dapat

diperlakukan sebagai objek, melainkan sebaliknya harus diperlakukan sebagai

subjek sesuai dengan kadar kedewasaannya.

c. Guru: Siapa itu?

Sebagai konsekuensi logis memperlakukan siswa sebagai subjek,

maka fungsi guru bukan semata-mata orang yang memiliki tanggung jawab

untuk menstransfer “pengalaman” melainkan lebih kompleks dari itu. Guru

memiliki multiperan yang intinya adalah menjadi inspiratori, fasilitator, dan

motivator bagi siswa untuk menjadikan lingkungan sekolah bermakna bagi

siswa.

d. Kurikulum darimana Dimulai?

44

Page 45: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Kurikulum sebagai pengalaman yang disajikan kepada para siswa

dapat dimulai dari pokok-pokok bahasan atau sub-pokok bahasan yang tertera

pada buku (subject oriented) atau dimulai dari problem riil yang ada

dimasyarakat (problem oriented).

e. Manajemen: Siapa yang Paling Menentukan?

Inti dari manajemen pendidikan adalah menentukan alokasi sumber-

sumber yang terbatas dan memastikan bahwa sumber-sumber yang terbatas

dan memastikan bahwa sumber-sumber tersebut dimanfaatkan secara tepat

sehingga pendidikan dapat mencapai tujuan dengan efektif dan efisien.

Simpul-simpul kekuasaan harus semakin dekat dengan sekolah (school based

management). Birokrasi pendidikan perlu diperdayagunakan menjadikan

sekolah sebagai unit-unit terkecil yang mandiri dalam jalinan birokrasi

pendidikan tersebut.

2. Pendidikan Agama dalam Perspektif Multikultural

Multikultural merupakan kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara dewasa ini. Terdapat dua dorongan mengapa

multicultural perlu dikaji secara sistematis. Pertama, tidak perlu dipungkiri

begitu banyak kasus konflik kekerasan, yang muncul disebabkan karena tidak

adanya pemahaman multikultural. Kedua, pada era global gelombang

pertukaran budaya berlangsung amat cepat. Pendidikan agama, sebagai upaya

untuk menjadikan peserta didik menjadi orang yang beriman, bertaqwa dan

bermoral, sudah barang tentu perlu memahami konteks multikultural ini.

a. Pendidikan Multikultural

Realitas masyarakat yang bersifat multikultural jarang menimbulkan

berbagai gejolak masyarakat, dalam wujud tindak kekerasan antar etnis atau

antar kelompok yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Dengan

latar belakang ini kehadiran pendidikan multikultural diperlukan.

b. Pemahaman, Kesadaran Diri, Toleransi

45

Page 46: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Kesadaran bermultikultural akan membawa perubahan-perubahan

termasuk dalam pendidikan agama. Standar kompetensi dan standar isi yang

sudah ditentukan akan dijabarkan oleh sekolah kedalam pengalaman

pembelajaran dan bagaimana itu akan dikelola. Untuk melakukan itu sekolah

perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain sebagai berikut:

1) Pendidikan agama harus bersifat transformatif, artinya pendidikan agama

harus mampu merubah level kelas dan level sekolah.

2) Guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar senantiasa bersifat

reflektif yang mengedepankan sintesis, dialog dan carring.

3) Pendidikan agama harus dapat mengembangkan kesadaran diri peserta

didik hakikat masyarakat majemuk yang merupakan sunatullah.

Setiap agama memiliki doktrin, hukum, aturan moral dan aturan ibadah

sendiri-sendiri. Oleh karena itu berbagai perbedaan akan muncul dalam

pelaksanaan pendidikan agama. Oleh karena itulah, muncul tantangan besar

mampukah pendidikan agama melahirkan peserta didik yang “baik”?

3. Tradisi Pengajaran Ilmu-Ilmu Sosial di Sekolah

Pengajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah menengah dilakukan secara

terpisah dan masing-masing sebagai mata pelajaran monolitik. Masing-masing

mata pelajaran memiliki tujuan yang tidak secara jelas memiliki keterkaitan

tujuan satu mata pelajaran dengan tujuan mata pelajaran lain. Tradisi

pengajaran ilmu sosial yang dilakukan dalam melaksanakan pembelajaran

tersebut umumnya dengan pendekatan disiplin murni dan bersifat top down,

semua detail telah dipersiapkan oleh pusat. Reorientasi pengajaran diperlukan

agar pengajaran ilmu-ilmu sosial dapat memberikan kontribusi maksimal

dalam proses mempercepat pembangunan demokrasi. Tujuan dan organisasi

pelaksanaan pengajaran ilmu-ilmu sosial perlu diubah. Dengan demikian,

singkat dapat dikatakan bahwa pengajaran ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk

mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan yang dapat

dimanfaatkan bagi kepentingan diri dan masyarakatnya. Permasalahan dalam

46

Page 47: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

pengajaran ilmu-ilmu sosial berikutnya adalah berkaitan dengan materi yang

dicakup dalam masing-masing bidang ilmu sosial tersebut. Kiranya sudah

saatnya bagi pendidikan Indonesia mulai mempersiapkan untuk

mengembangkan ilmu-ilmu sosial yang berwajah Indonesia, yang tumbuh dan

lahir dari masyarakatnya sendiri, sehingga betul-betul mencerminkan kondisi

dan keadaan masyarakat yang ada.

4. Peran Pendidikan Tinggi dalam Mewujudkan Masyarakat yang

Demokratis

Perubahan yang drastis dari masyarakat otoriter menjadi masyarakat

terbuka demokratis menyalahi proses yang benar, bahwa demokrasi

merupakan learning process yang mengajarkan bahwa transisi menuju

masyarakat demokratis harus melalui jalur yang benar, berjalan dan

berkembang seirama dengan perkembangan ekonomi dan tingkat pendidikan

warga masyarakat.

a. Demokratisasi Demokrasi

Berdemokrasi erat berkaitan dengan kemampuan ekonomi dan tingkat

pendidikan. Demokrasi dan pembangunan ekonomi saling terkait dan saling

mendukung. Demokrasi di Indonesia berkembang dalam kondisi ekonomi

bangsa yang amat timpang. Sekelompok kecil orang kaya di tengah-tengah

kemiskinan masal. Maka akibatnya yang tidak dapat lagi ditolak adalah

munculnya “money politics”. Demikian pula tingkat pendidikan penduduk

dan demokrasi. Pelaksanaan demokrasi memerlukan tingkat pendidikan

tertentu dari penduduk. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk dalam

berdemokrasi menyebabkan terjadi “proses pembodohan” politik. Kondisi

semacam ini, money politics diiringi dengan proses pembodohan massa akan

merupakan proses penggerogotan demokrasi yang tidak mustahil akan

menyebabkan penyakit kehidupan demokratis semakin parah.

b. Karakteristik Masyarakat Demokratis

47

Page 48: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

Karakter utama masyarakat demokratis adalah warga masyarakat yang

memiliki kematangan baik dalam aspek intelektual maupun moral. Kedua,

masyarakat demokratis adaah rasa tanggung jawab. Ketiga, pemahaman akan

realitas. Keempat, adalah apa yang disebut spotmanship (suatu sikap dan

perbuatan yang dilandasi dengan kerja keras dengan penuh optimism).

Kelima, toleransi dan social trust.

c. Model Civic Education

Pada era reformasi dewasa ini yang diperlukan adalah campus based

civic education dengan berpijak pada tiga pilar: 1) anti kekerasan; 2)

konstitusional; 3) memberikan sesuatu yang riil bagi kemajuan masyarakat.

Dengan karakter sebagai berikut:

1) Memberikan perkuliahan yang menyangkut sistem pemerintahan, sejarah

perjuangan bangsa, dan demokrasi.

2) Mendiskusikan peristiwa-peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional

maupun internasional secara bebas dan terbuka.

3) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi dalam

kehidupan riil masyarakat.

4) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dalam civic

education di kampus.

5) Mendorong peserta didik untuk aktif dalam kehidupan politik kesiswaan/

kemahasiswaan.

6) Memperbanyak kegiatan simulasi bagaimana prosedur dan proses

demokrasi berjalan.

Model campus based civic education akan menjadikan civic education tidak

lagi hanya bersifat perkuliahan semata, melainkan sudah bersinergi dengan

kegiatan yang ada pada lembaga kepesertadidikan dan pengabdian pada

masyarakat. Peserta didik sebagai generasi muda dalam masyarakat perlu

untuk diberikan kesempatan yang luas untuk berinteraksi tukar pengalaman

dan berorganisasi yang memiliki makna bagi mereka.

48

Page 49: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

5. Peran Perguruan Tinggi pada era Globalisasi

Peran pokok perguruan tinggi dalam masyarakat informasi adalah

menciptakan pengetahuan baru, desiminasi, serta pemanfaatannya. Namun

peran ini tidak dilakukan sendiri, namun juga didampingi oleh industri yang

juga ternyata mampu menciptakan pengetahuan baru. Kemampuan ini tidak

lepas dari adanya learning process dalam tubuh dunia industry, sehingga

menjadikan industry sebagai learning organization. Sudah barang tentu

kerjasama antara dunia perguruan tinggi dan dunia industry ini disamping

diterima sebagai realitas, tidak urung mengundang kritik sebagai bentuk

kekhawatiran akan munculnya ancaman terhadap integritas perguruan tinggi

sebagai lembaga ilmiah, yang mendasarkan pada kreativitas, fleksibilitas, dan

otonomi. Berkaitan dengan kecepatan perubahan pada masyarakat informasi

paling tidak dunia perguruan tinggi harus memperhatikan dua hal. Pertama,

bagaimana perguruan tinggi melakukan antisipasi berkaitan dengan terjadinya

perubahan struktur pasar tenaga kerja dalam masyarakat informasi. Kedua,

perguruan tinggi perlu untuk menciptakan dan memajukan learning skills

lewat kegiatan research and development, research and teaching, research

and learning.

a. Tantangan Perguruan Tinggi di Indonesia

Dikalangan masyarakat Indonesia dewasa ini, sebagaian kecil

masyarakat dapat dikategorikan sedah memasuki tahap masyarakat infromasi.

Sebagaian masyarakat lain masih dalam tahap masyarakat industrial, dan

bahkan sebagaian besar masih dalam tahap masyarakat agraris. Oleh karena

itu, fenomena prismatic society muncul dengan jelas. Dengan kondisi

sedemikian ini peran pendidikan khususnya perguruan tinggi semakin

kompleks. Tantangan perguruan tinggi di Indonesia amat berat. Tantangan

akan semakin berat manakala dilihat bagaimana kondisi perguruan tinggi kita.

Kondisi objektif menunjukkan bahwa masyarakat menaruh perhatian terhadap

kehidupan perguruan tinggi, namun pada waktu yang sama anggaran untuk

49

Page 50: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

perguruan tinggi amat rendah, dan partisipasi dana masyarakat terhadap

perguruan tinggi termasuk sektor ekonomi juga amat rendah. Kondisi

subjektif, secara kualitatif perguruan tinggi kita masih cenderung mewakili

konsep sebagai Menara gading, dalam artian perguruan tinggi sangat terbatas

dalam melakukan fungsi sebagai agent of social changes. Disamping itu

kondisi subjektif kaulitatif juga menunjukkan bahwa dunia perguruan tinggi

kita cenderung terperangkap dalam konservatif atau kejemudan, sulit

melakukan perubahan.

Tantangan yang dihadapi perguruan tinggi kita adalah bagaimana

dapat melakukan tiga fungsi utama secara simultan. Pertama melakukan

fungsi sebagai agent of social change. Kedua melaksanakan fungsi sebagai

lembaga yang harus mampu menciptakan, diseminasi, dan memanfaatkan

pengetahuan. Ketiga, sebagai lembaga yang harus mampu menghasilkan

lulusan yang mampu melakukan perubahan. Untuk itu berbagai langkah dapat

dilakukan. Pertama, masing-masing perguruan tinggi perlu merumuskan

program peningkatan kualitas diri, dengan melaksanakan program

peningkatan kemampuan kelembagaan, meningkatkan internal efisiensi,

meningkatkan eksternal efisiensi, dan terakhir menuju perguruan tinggi

unggulan yang mengarah the world class university. Kedua, mengembangkan

berbagai bentuk perkuliahan (teaching) yang dikaitkan dengan penelitian dan

pengabdian masyarakat. Ketiga, perkuliahan di perguruan tinggi harus

menekankan pada learning how to learn guna menciptakan life long

education dan learning society. Keempat, perguruan tinggi harus

mengembangkan modal intelektual dan modal sosial secara sadar, terencana,

dan sistematis. Dengan demikian pendidikan dalam hal ini perguruan tinggi

perlu melakukan perubahan secara terus menerus, baik untuk meningkatkan

kemampuan dirinya maupun meningkatkan pengaruh perubahan pada

masyarakatnya.

50

Page 51: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

BAB III

PENUTUP

Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan

A. Reformasi

Pada tahun 1998 kondisi bangsa dan negara mengalami perubahan dengan

adanya reformasi sebagai kelanjutan dari perubahan kepemimpinan nasional.

Orde baru telah usai dan orde reformasi mulai menapak dalam sejarah kehidupan

bangsa Indonesia. Reformasi politik yang sudah dimulai sebelum pergantian

kejatuhan orde baru, menjadi kenyataan dengan disyahkannya UU tentang

desentralisasi pada era pemerintahan Habibie. Amandemen UUD 1945 juga

merupakan mile stone pada perkembangan kehidupan bangsa Indonesia

berikutnya. Reformasi telah meneguhkan wajahnya: demokrasi dan liberalisasi.

Reformasi hingga saat ini belum dinikmati oleh sebagaian besar warga bangsa.

Secara substantive bangsa Indonesia belum bisa lepas dari multikrisis yang

dimulai dengan krisis keuangan semenjak tahun 1997. Memang harus disetujui

dibidang politik pemerintahan Habibie dan diperkuat oleh Gus dur telah berhasil

melaksanakan reformasi politik dengan amat sukses. Yakni warga negara

Indonesia memiliki kebebasan yang selama puluhan tahun tidak dinikmati. Tapi

apa arti kebebasan dan pemilu langsung bagi sebagaian besar warga bangsa kalau

di sisi lain tidak menunjukkan perubahan yang berarti?

B. Krisis Era Globalisasi

James martin dalam karyanya the meaning of the 21th century a vital

blueprint for ensuring our future dalam karyanya tersebut dikaji thesis yang

berjudul the revolutionary suddenness. Yakni suatu perubahan yang sangat

mendadak yang bersifat revolutif, merambat dengan cepat lagi dahsyat diberbagai

aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini bisa terjadi karena

oleh dua sebab:

51

Page 52: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

1. Adanya kebijakan hasil perbuatan manusia sendiri, yakni berupa suatu

kebijakan yang dilaksanakan dengan penuh semangat tetapi tidak ditopang

dengan persiapan dan sumber daya yang memadai.

2. Terjadinya bencana alam.

Pada hakikatnya krisis multidimensi yang menimpa bangsa sesungguhnya

menunjukkan bahwa bangsa Indonesia tengah mengalami the revolutionary

suddenness. Persoalan yang dihadapi bangsa kita dewasa ini tidak lepas dari

kebijakan reformasi yang mendadak dan massif. Reformasi politik dalam bentuk

desentralisasi yang mengubah tata negara, kehidupan politik, dan sosial bangsa

dipersiapkan dalam waktu yang relatif amat pendek. Bahkan transisi untuk

melaksanakan desentralisasi dari diundangkan hanya 2 tahun. Bahkan kalau ini

tidak tertangani dengan cepat, bisa menyebabkan bangsa Indonesia terjebak pada

thesis kedua Martin (2006) yakni a conundrum, suatu kondisi yang penuh teka-

teki yang amat rumit untuk dipecahkan. Kalau kecenderungan ini dibiarkan, maka

masa depan bangsa dan negara akan suram.

C. Tantangan Era Globalisasi

Abad ilmu pengetahuan memberikan berbagai kesempatan dan

kemungkinan yang luas terbuka, tetapi juga sekaligus memberikan problem yang

amat dahsyat, yang keduanya belum pernah dialami oleh generasi sebelumnya.

Hal ini melahirkan non human like intelligence (NHL intelligence). Pemanfaatan

kemajuan teknologi akan membuka kesempatan menciptakan apa yang disebut

“bioconvergence” teknologi yang mengkombinasikan antara biologi dan non-

biologi, lewat prinsip elektronika dimana setiap makhluk hidup memilikinya.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan terutama kemajuan teknology memberikan

kemungkinan dan kesempatan bagi manusia untuk bisa survive meski kekayaan

alam semakin menipis dan bahkan habis. Namun adalah sangat naif bila kita

berpendapat bahwa teknologi memberikan kepada kita kekuatan untuk

mengendalikan alam raya ini. Yang lebih tepat manusia akan semakin tergantung

pada teknologi. Karena kemunculan suatu teknologi memerlukan teknologi yang

52

Page 53: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

lebih canggih. Oleh karenanya, itu yang harus dilakukan belajar bagaimana

manusia dapat menguasai dan mengendalikan teknologi.

D. Reformasi Pendidikan

Dibidang pendidikan reformasi telah melahirkan Undang-Undang tentang

Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen.

Secara hipotesis UU tersebut lahir dari beberapa sebab:

1. Pendidikan telah gagal mempersiapkan tenaga kerja untuk masa depan.

2. Dunia pendidikan tidak memiliki kepemimpinan dan visi untuk senantiasa

memperbaharui diri sendiri.

3. Lembaga pendidikan tidak dari TK sampai PT dan non formal tidak sinkron

dengan perubahan yang lebih kompetitif, lebih kompleks, lebih global dan

lebih menekankan pada inovasi.

4. Guru bukan hanya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah, tetapi juga

tidak memiliki alat ukur yang jelas dan control atas kinerjanya.

5. birokrat tidak memiliki keberanian untuk memperbaharui pendidikan dengan

menciptakan kurikulum masa depan yang lebih menekankan pada science,

lebih inovatif, lebih banyak memanfaatkan teknologi tinggi, lebih

menekankan pada globalisasi, lebih menekankan pada pengembangan

entrepenuer skills.

6. Guru mengajar siswa masa lampau bukannya mengejar siswa bagaimana

menatap masa depan yang kompleks dan rumit dan penuh tantangan.

Untuk mewujudkan pendidikan yang professional, termasuk meningkatkan

kemampuan professional dan kesejahteraan guru dalam situasi dan kondisi bangsa

yang rumit ini, ada beberapa prinsip yang harus dipegang.

1. Menekankan pada optimalisasi pemanfaatan kesempatan dan kemungkinan

yang ada, bukannya terjerat pemecahan masalah yang rumit lagi kompleks.

2. Perlu dikembangkan visi peningkatan mutu guru yang jelas, strategi yang

tepat, upaya guru mempengaruhi pemegang kunci yang sesuai, dan pelaksana

yang efektif.

53

Page 54: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

3. Senantiasa menekankan pada antisipasi, adapsi, evaluasi, kolaborasi, inovasi,

dan realitas.

4. Memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Masa depan Indonesia sangat tergantung pada kemampuan untuk mewujudkan

pendidikan yang berkualitas.

54

Page 55: Pendidikan dan demokrasi dalam transisi (prakondisi menuju era globaliasi)

DAFTAR PUSTAKA

Zamroni. (2002). Pendidikan dan demokrasi dalam transisi: Prakondisi menuju

era globalisasi. Jakarta: PSAP

55