pendapat hukum terhadap sengketa kasus wanprestasi dalam putusan pengadilan negeri nomor
TRANSCRIPT
“PENDAPAT HUKUM TERHADAP SENGKETA KASUS WANPRESTASI DALAM
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR : 11 / Pdt.G / 2009 / PN. Pwt PADA
PENGADILAN NEGERI PURWOKERTO”
Kasus Posisi
Aji Budi Prasetya (Tergugat) yang sedang mendirikan/membuka usaha/dagang/bisnis
bermaksud meminjam uang kepada Ely Suprihatiningsih sebagai modal tambahan atas usahanya
sebanyak tiga kali, dengan total Rp. 68.000.000,- dengan perincian yaitu :Pertama pada tanggal
14 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009
sebesar Rp. 55.000.000,- (lima puluh lima juta rupiah) dari 2 kuitansi. Kedua pada tanggal 20
Januari 2009 dengan Jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 3 Februari 2009 sebesar
Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ketiga pada tanggal 24 Januari 2009 dengan jatuh tempo
2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 7 Februari 2009 sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)
selain kepada Ely, Aji juga meminjam uang kepada Dwi Hendra Wijaya sebanyak tiga kali
dengan perincian sebagai berikut : Pertama pada tanggal 9 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2
(dua) minggu yaitu sampai tanggal 23 Januari 2009 sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta
rupiah). Kedua pada tanggal 27 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai
tanggal 10 Februari 2009 sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Ketiga pada tanggal
3 Februari 2009 dengan jatuh tempo 2 (dua minggu) yaitu sampai tanggl 17 Februari 2009
sebesar Rp 26.000.000,- (dua puluh enam juta rupiah) tidak hanya kepada Ely dan Dwi, Aji juga
meminjam kepada 3 orang lainnya yaitu Michael Salyo Purwoko, Wahyu Widodo dan Hari
Setiawan, dengan perincian sebagai berikut : kepada Michael, Pertama pada tanggal 16 Januari
2009 dengan jatuh tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 30 Januari 2009 sebesar Rp.
5.000.000,00 (lima juta rupiah). Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2
(dua) minggu yaitu sampai tanggal 5 Pebruari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan juta
rupiah). Sedangkan kepada Wahyu Pertama pada tanggal 14 Januari 2009 dengan jatuh tempo 2
(dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 Januari 2009 yaitu tetulis dalam kuitansi adalah Rp.
30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah). Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 2009 dengan jatuh
tempo 2 (dua) minggu yaitu sampai tanggal 5 Februari 2009 sebesar Rp. 8.000.000,- (delapan
juta rupiah). Dan terakhir kepada Hari Pada tanggal 13 Februari 2009 dengan jatuh tempo 2
(dua) minggu yaitu sampai tanggal 28 februari 2009 sebesar Rp 35.000.000,-(tiga puluh lima juta
rupiah). Terhadap para pemberi pinjaman (Penggugat) Aji menjanjikan profit share sebesar 15%
dalam jangka waktu 2 minggu, kecuali kepada Ely. Kemudian dapat dibuat kesepakatan baru lagi
dan begitulah seterusnya. Untuk menarik hati kepada para pemberi pinjaman yang mana Aji
berjanji akan memberikan hasil keuntungan 15 % dari modal yang ditanamkan, dengan demikian
Aji seharusnya memberikan hasil keuntungan, namun dalam kenyataannya tidak demikian
sehingga jika dihitung-hitung para pemberi pinjaman menderita total kerugian sebesar Rp. Rp
329.850.000,- (tiga ratus dua puluh sembilan juta delapan ratus lima puluh ribu rupiah). Sebelum
adanya perjanjian hutang piutang ini, Aji dan para pemberi pinjaman pernah melakukan
perjanjian serupa dengan nilai jumlah uang yang lebih kecil, selain itu pada perjanjian
sebelumnya Aji juga memberikan profit sharing sebagaimana mestinya. Setelah perjanjian
hutang-piutang yang pertama selesai dan Aji telah melunasi semua hutangnya kepada para
pemberi pinjaman, Aji kemudian meminjam uang kembali kepada pemberi pinjaman diatas
dengan nominal yang lebih besar dari sebelumnya. Namun setelah waktu yang diperjanjikan
telah habis Aji tak kunjung melunasi hutangnya tersebut. Untuk meyakinkan para pemberi
pinjaman Aji memberikan jaminan berupa dua bidang tanah dengan sertifikat hak milik tanah
atas nama kedua orangtuanya yaitu : Sertifikat HM No.212 a.n DRS.SOEKAMTO luas + 625
m2 (SU. No. 1269/D/1984 tgl 31-1-1984) dan sertifikat HM No.2350 a.n Hj. SITI MARIANA
SOEKAMTO luas + 596 m2, (SU. No. 86/Teluk/2003 tgl 28-8-2008). Hal tersebut kemudian
dibuat dalam surat perjanjian dan penyerahan sebagai benda jaminan dari perjanjian hutang
piutang. Oleh karena perbuatannya tersebut maka Aji dianggap tidak memiliki i’tikad baik untuk
segera melunasi kewajibannya hingga batas waktu yang telah disepakati habis atau jatuh tempo
dan para pemberi pinjaman pun sudah berkali-kali menagih hutangnya tersebut. Maka para
pemberi pinjaman bermaksud untuk mengajukan gugatan atas perbuatan yang dilakukan oleh Aji
dengan dasar gugatan wanprestasi.
Dasar Hukum
Yurisprudensi tetap MA RI dalam putusan nomor : 879K/Pdt/1999 tanggal 22 Januari 2001 , yang pada pokoknya menyatakan ‘penggabungan tuntutan perbuatan melawan hukum dengan tuntutan wanprestasi di dalam satu surat gugatan, tidak dapat dibenarkan menurut tertib beracara perdata, masing-masing tuntutan harus diselesaikan dalam gugatan tersendiri. Karena Penggugat dalam posita angka 11 maupun petitum angka 3 telah menggabungkan tuntutan wanprestasi dengan tuntutan melawan hukum, hal demikian tidak dapat dibenarkan menurut hukum, dan masing-masing tuntutan harus diajukan dalam gugatan tersendiri.
Berdasarkan hukum acara perdata sebagaimana diatur dalam pasal 102 RV sebagai dasar hukum yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan gugatan dikelompokan sebagai berikut :
a. Ingkar janji / wanprestatie, yakni tuntutan tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul karena persetujuan;
b. Perbuatan melawan hukum / onrechtmatige Daad, yakni tuntutan tentang pelaksanaan suatu perikatan perorangan yang timbul karena undang-undang
Yurisprudensi No. 575K/Pdt/1983 tanggal 20 Juni 1984
pasal 163 HIR dan pasal 1865 BW menyatakan “
barang siapa yang mengatakan mempuanyai suatu hak atau menyebutkan suatu
kejadian untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain,
haruslah membuktikan adanya hak atau kejadian itu”;
Menimbang bahwa karena 2 (dua) bidang tanah sebagai obyek sita
jaminan (conservatoir beslaag) yang diajukan Para Penggugat adalah bukan hak
milik Tergugat, akan tetpai berdasarkan bukti P-VI dan P-VIII atas nama dan
milik Para Turut Tergugat maka secara yuridis tidak dapat dilakkukan sita jamina
(conservatoir beslaag) sesuai dengan yurisprudensi / Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 476K/Sip/1974 tertanggal 3 Desember 1974, oleh
karena itu petitum point ke-2 ini tidak beralasan hukum dan haruslah ditolak;
Menimbang bahwa tentang petitum poin ke 9 tentang “menghukum
tergugugat untuk membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp 100.000,- perhari
keterlambatan melaksanakan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap “;
Menimbang bahwa karena perkara a quo adalah merupakan gugatan /
tuntutan tentang tidnakan untuk membayar sejumlah uang, maka dwangsom tidak
berlaku terhadap tidakan pembayaran sejumlah uang sesuai dengan yurisprudensi
tetap nomor 791 K/SIP/1972 tanggal 26 Februari 1973, dengan demikian maka
petitum poin ke 9 ini tidak beralasan hukum dan karenanya haruslah ditolak;
Kesimpulan dan Rekomendasi
a. KesimpulanBerdasarkan analisis tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulanbahwa :4. Dalam melaksanakan Prosedur Hukum Acara Perdata, hakim telahmenerapkan asas-asas dalam hukum acara perdata antara lain AsasHakim Bersifat Pasif, Asas hakim bersifat menunggu, Asas terbukauntuk umum, Asas mendengarkan kedua belah pihak, Asasberacara dikenakan biaya, Asas putusan harus disertai alasan, AsasMancari Kebenaran Formil, Asas tidak ada keharusan mewakilkan.5. Dengan melihat hasil analisis yang peneliti lakukan terhadapputusan nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt, maka peneliti dapatmemberikan gambaran bahwa hakim dalam perkara a quo sudahsecara maksimal menerapkan asas-asas beracara dan teori-teorihukum yang ada serta aturan hukum yang berlaku, sehinggaputusan yang dihasilkan sudah mengakomodir hak-hak para pihakyang berperkara untuk mendapatkan keadilan.6. Dalam penalaran hukum hakim dalam perkara inconcreto :Hakim sudah menggunakan pola berpikir silogistik. Dalam hal ini,hakim dalam memberikan putusan selalu mendasarkan padasumber hukum baik berupa perundang-undangan, yurisprudensimaupun doktrin yang ada. Sehingga, putusan yang dihasilkantersusun secara sistematis dan runtut, sehingga mudah dipahami.Namun demikian, hakim telah melakukan proses berpikir silogistik,sehingga semua unsur-unsur wanprestasi yang ada dalam gugatanterhubung dengan fakta dan konklusinya.7. Putusan Perkara nomor 11 / Pdt.G / 2009 / PN.Pwt Pada dasarnya
telah mengandung unsur keadilan dan kemanfaatan, karena hakimturut mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang dikemukakanoleh kedua belah pihak, sehingga hakim dalam memutus bersifatobyektif dan tidak memihak. Putusan pun pada akhirnyamendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak, dimana Penggugatmendapat ganti kerugian materiil berupa modal pokok milik ParaPenggugat sebesar Rp 215.000.000,- (dua ratus lima belas juta115rupiah) dan mendapatkan profit sharing yang dijanjikan yaitusebesar Rp 25.960.000,- (dua puluh lima juta sembilan ratus enampuluh rupiah). Sedangkan manfaat yang diperoleh oleh Tergugatadalah tidak dikabulkannya gugatan Para Penggugat secarakeseluruhan sehingga Tergugat lebih ringan dalam membayar gantikerugian kepada Penggugat.b. RekomendasiBerdasarkan visi dan misi Komisi Yudisial, yaitu :a. Visi : Menjadikan hakim sebagai insan pengabdi dan penegak keadilanb. Misi :1) Menyiapkan Hakim Agung yang berakhlak mulia, jujur,berani dan kompeten ;2) Melakukan pengawasan peradilan yang efektif, terbuka dandapat dipercaya ;3) Mengembangkan sumber daya hakim menjadi insan yangmengabdi dan menegakkan keadilan.Dalam perkara a quo, dapat ditemukan adanya kepastian hukum, halterebut tercermin dalam pertimbangan-pertimbangan hukum sebelum hakimmenjatuhkan amar putusan. Dalam pertimbangannya, hakim menggunakandasar aturan hukum yang ada secara tepat sehingga putusan tersebutmendatangkan keadilan dan kemanfaatan bagi kedua belah pihak yangberperkara. Walaupun kinerja hakim dalam perkara a quo ini sudah baik,namun tetap harus dilakukan pengawasan dan selanjutnya merekomendasikankepada Mahkamah Agung agar dilakukan pembinaan kepada seluruh hakim.Pembinaan hakim diperlukan khususnya terhadap pengetahuan hakim dalammelakukan interpretasi dan kecermatan dalam memberikan pertimbanganhukum, karena putusan hakim harus dapat dipertanggungjawabkan kepadamasyarakat dan ilmu hukum. Hal ini dimaksudkan, agar menjadi perhatianbagi hakim-hakim lain untuk lebih menekankan keadilan, kepastian hukumdan kemanfaatan, serta lebih cermat lagi dalam memberikan pertimbangan116hukum terkait unsur-unsur dalam perkara yang diperiksanya denganmempertimbangkan doktrin-doktrin ilmu hukum yang berlaku danyurisprudensi.