pendahuluan manusia adalah makhluk sosial yang memiliki
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki tujuan dalam hidupnya. Lalu
dengan semakin kompleksnya keinginan dan tujuannya, manusia berpikir mengenai
konsep untuk mengubah gagasan-gagasan mereka. Proses berpikir tersebut
menghasilkan suatu hal, yang disebut organisasi (Schein, 1991).
Menurut Robbins (1990), organisasi adalah kesatuan sosial yang terkoordinasi
secara sadar dengan memiliki batasan tertentu serta berfungsi secara terus menerus
untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan Schein (1991) mendefinisikan organisasi
dengan lebih detil, yaitu sejumlah kegiatan manusia yang direncanakan untuk
mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui pembagian tugas dan fungsi serta
melalui serangkaian wewenang dan tanggung jawab.
Organisasi dapat dikelompokkan dengan menggunakan beberapa kriteria. Daft
(1986) membaginya berdasarkan tujuh kriteria. Pertama, berdasarkan jumlah orang
yang memegang pucuk pimpinan, kedua, berdasarkan lalu lintas kekuasaan.
Selanjutnya berdasarkan sifat hubungan personal. Keempat, berdasarkan tujuan, profit
atau non profit. Kelima, berdasarkan kehidupan dalam masyarakat. Lalu berdasarkan
fungsi dan tujuan yang dilayani. Terakhir, berdasarkan pihak yang memakai manfaat.
Pada penelitian ini, konteks organisasi yang dimaksud adalah organisasi yang
bertujuan profit dan bergerak dalam dunia usaha gan kata lain sebuah perusahaan.
Saat seseorang memutuskan untuk memiliki suatu organisasi, maka
sewajarnya, orang tersebut harus membuat suatu perencanaan dalam membangun
organisasi. Perencanaan tersebut adalah perencanaan bisnis (business plan). Menurut
Ferrel, Hirt & Ferrel (2008), pengertian dari perencanaan bisinis adalah dokumen
tertulis yang menggambarkan seluruh elemen internal dan eksternal serta strategi
untuk memulai suatu usaha. Memang, perencanaan bisnis tidak menjamin usaha
tersebut akan berhasil. Namun ketiadaan perencanaan bisnis menimbulkan risiko
kegagalan bisnis yang sangat besar (Ferrel, Hirt & Ferrel, 2008).
Setiap organisasi, apa pun bentuk dan tujuannya, haruslah dibuat dengan
perencanaan yang baik. Bila tidak, maka organisasi tersebut akan mengalami banyak
hambatan pada perjalanannya. CV. X merupakan sebuah contoh organisasi yang
dibangun dengan perencanaan yang buruk. CV. X merupakan sebuah perusahaan
yang berbentuk rekanan dan bergerak pada bidang jasa pelatihan outbond. Pada
perkembangannya, CV. X menemui banyak permasalahan, terutama konflik internal
para pemilik.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini berusaha menjawab hal-hal sebagai
berikut :
1. Apa gambaran konflik internal yang terjadi pada CV. X ?
2. Mengapa timbul permasalahan utama pada CV. X ?
3. Bagaimana proses timbulnya permasalahan utama pada CV. X ?
4. Rancangan usulan solusi yang bagaimanakah, yang sekiranya tepat untuk
menyelesaikan permasalahan pada CV. X ?
LANDASAN TEORI
organisasi
Banyak tokoh yang telah menjelaskan apa organisasi itu. Tetapi pada dasarnya
tidak ada perbedaan yang prinsip. Diantaranya adalah, Barnard, Mooney, Dimock,
Schein dan Robbins. Namun dari perbandingan pengertian dari banyak tokoh tersebut,
penlis menyimpulkan bahwa Schein memiliki suatu rumusan organisasi yang paling
mewakili dari rumusan lainnya. Menurut Schein (1991) organisasi adalah sejumlah
kegiatan manusia yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan
bersama melalui pembagian tugas dan fungsi yang terintegrasi. Selanjutnya Schein
(1991) menjelaskan inti dari konsep organisasi itu terdiri dari Tujuan Bersama,
Koordinasi, Pembagian Kerja dan Integrasi.
Lalu dalam setiap organisasi terdapat prinsip-proinsip yang harus dimiliki.
Prinsip-prinsip tersebut juga telah banyak dikemukan oleh para ahli. Salah satunya
adalah Williams (1965), yang menjelaskan bahwa terdapat 12 macam prinsip-prinsip
organisasi, yaitu Organisasi Harus Mempunyai Tujuan yang Jelas, Prinsip Skala
Hirarkhi, Prinsip Kesatuan Perintah, Prinsip Pendelegasian Wewenang, Prinsip
Pertanggungjawaban, Prinsip Pembagian Pekerjaan, Prinsip Rentang Pengendalian,
Prinsip Fungsional, Prinsip Pemisahan, Prinsip Keseimbangan, Prinsip Fleksibilitas
dan Prinsip Kepemimpinan.
Menurut Mangundjaya (2002), organisasi akan dapat berjalan secara efektif,
bila berpegang pada prinsip-prinsip organisasi. Dengan kata lain, dengan memenuhi
prinsip-prinsip tersebut, organisasi akan dapat berjalan dengan baik.
PERENCANAAN BISNIS
Merujuk pada konsep organisasi dari Schein (1991), yang memiliki tujuan
bersama, koordinasi, pembagian kerja dan integrasi, maka dibutuhkan suatu
perencanaan bisnis, yang dibuat oleh pengusaha atau pemilik perusahaan.
Perencanaan bisnis bertujuan untuk merancang semua hal tersebut. Menurut Ferrel,
Hirt & Ferrel (2008), pengertian dari perencanaan bisinis adalah dokumen tertulis
yang menggambarkan seluruh elemen internal dan eksternal serta strategi untuk
memulai suatu usaha. Ketiadaan perencanaan bisnis menimbulkan risiko kegagalan
bisnis sangat besar.
Tingkat kedalaman dan kerincian perencanaan bisnis bergantung dari ukuran
dan cakupan usaha yang akan dibuat. Semakin besar atau kompleks usaha tersebut,
semakin rinci juga perencanaan bisnis harus dibuat. Menurt Ferrel, Hirt & Ferrel
(2008), hal-hal yang dituliskan dalam perencanaan bisnis adalah : Halaman Pengantar,
Penjelasan Umum, Analisa Industri dan Lingkungan, Deskripsi Perusahaan,
Perencanaan Produksi atau Operasional, Perencanaan Pasar, Perencanaan Organisasi,
Pengujian Risiko, Perencanaan Keuangan dan Appendix.
Menurut banyak pihak, salah satunya Ferrel, Hirt dan Ferrel (2008), organisasi
dapat dimiliki dalam beberapa bentuk, yaitu : Pemilik Tunggal (sole propiertorship),
Rekanan (partnership) dan Korporasi (corporation).
Saat seseorang memutuskan melakukan rekanan, harus dimiliki sebuah
dokumen kemitraan. Yakni sebuah dokumen yang menentukan perjanjian dasar
diantara rekan. Tidak hanya berupa uang dan aset, namun juga termasuk peran
manajemen, tugas, pembagian keuntungan, kerugian dan klausul meninggalkan rekan.
KONFLIK
Konflik adalah suatu situasi dimana terdapat ketidaksesuaian tujuan, pikiran
atau emosi di dalam atau diantara individu maupun kelompok (Janasz, Dowd &
Schneider, 2002). Sedangkan menurut Pace dan Fawles (1993), konflik merupakan
suatu perjuangan yang diekspresikan antara dua pihak atau lebih yang saling
bergantung, yang mempersepsi tujuan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang
langka dan gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka.
Masih menurut Janasz, Dowd dan Schneider (2002), konflik dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, antara lain : Sumber Daya Terbatas, Perbedaan Tujuan,
Miskomunikasi, Perbedaan Sikap, Nilai dan Persepsi serta Perbedaan Kepribadian.
Strategi manajemen konflik itu sendiri merupakan serangkaian aksi dan reaksi
antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik (Navastara, 2007). Menurut
Ross (dalam Navastara, 2007), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang
diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah
hasil tertentu. Hasil tersebut mengarahkan pada kemungkinan menghasilkan
penyelesaian konflik, ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Sedangkan proses negosiasi itu sendiri merupakan sebuah proses yang
melibatkan dua pihak atau lebih, dimana masing-masing memiliki sesuatu yang
diinginkan dari pihak lain dan mencoba untuk mendapatkannya melalui perjanjian
dengan proses penawaran (Janasz, Dowd & Schneider, 2002). Sementara Hellriegel,
Slocum dan Woodman (2001) mendefinisikan negosiasi sebagai sebuah proses
dimana dua atau lebih individu atau kelompok, memiliki kesamaan tujuan yang
terhambat, menyatakan dan mendiskusikan rancangan yang spesifik untuk
menghasilkan perjanjian yang memungkinkan untuk disetujui. Lalu Kreitner dan
Kinicki (2008) menjelaskan bahwa negosiasi merupakan proses memberi dan
menerima diantara pihak-pihak yang berkonflik.
Setelah melihat pengertian dari konflik, strategi manajemen konflik dan
negosiasi, maka terdapat keterkaitan diantara ketiga hal tersebut. Dapat disimpulkan
bahwa negosiasi memiliki peranan penting dalam menyelesaikan konflik. Sebab, bila
merujuk pada arti dari konflik, dimana terdapat ketidaksesuaian dalam beberapa hal,
maka negosiasi berperan untuk menciptakan kesesuaian tersebut. Sedangkan strategi
manajemen konflik dilakukan untuk menyelesaikan konflik secara efektif dan efisien.
Strategi manajemen konflik ini terdiri dari lima bentuk. Terdapat satu
perbedaan istilah yaitu kompetisi, menurut Janasz, Dowd dan Schneider (2002) dan
memaksa, menurut Hellriegel, Shocum & Woodman (2001). Namun semua
pengertian dari kedua sumber tersebut sama. Bentuk-bentuk tersebut adalah :
Menghindar, Akomodasi, Kompromi, Kompetisi dan Kolaborasi.
Bila negosiasi menemui jalan buntu, dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu
dengan menggunakan pihak ketiga. Pihak ketiga dapat berasal dari luar dan dalam
organisasi. . Menurut Janasz, Dowd dan Schneider (2002) serta Hellriegel, Slocum
dan Woodman (2001), pihak ketiga yang berasal dari luar organisasi dapat berperan
sebagai mediator, arbitrator, konsiliator dan konsultan. Sedangkan pihak ketiga yang
berasal dari dalam organisasi itu sendiri dapat berperan sebagai fasilitator,
ombudsman dan panel rekan kerja (Kreitner dan Kinicki, 2008).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan alternatif pemecahan masalah
konflik internal yang terjadi pada CV. X. Oleh karena itu, pendekatan yang dianggap
paling tepat adalah melalui metode studi kasus deskriptif dengan pendekatan
kualitatif.
Pada sudi kasus ini, peneliti menggunakan pendekatan studi kasus kelompok
manajemen, maka sampel penelitian ini adalah kelompok, yaitu pemilik CV. X, yang
terdiri dari tiga orang yang bertindak sebagai informan dalam penelitian ini.
HASIL
1. Pelaksanaan Prinsip Organisasi pada CV. X
Secara umum, CV. X telah memenuhi prinsip organisasi. Hanya saja, hampir
pada seluruh prinsip-prinsip organisasi, masih perlu diperbaiki. Pada prinsip yang
berhubungan dengan pembagian kerja, seperti prinsip pendelegasian wewenang,
pembagian pekerjaan dan fungsional masih perlu dilakukan formalisasi secara tertulis.
Bahkan pada prinsip pemisahan, belum dapat terlaksana. Sedangkan pada prinsip
yang berhubungan dengan kepemimpinan dan kekuasaan, seperti kesatuan perintah,
rentang pengendalian dan kepemimpinan belum terpenuhi.
Melihat pada data-data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-
prinsip yang belum terpenuhi secara utuh, menyebabkan pertumbuhan organisasi yang
lambat. Belum terpenuhinya prinsip-prinsip yang berhubungan dengan
kepemimpinan, mengakibatkan koodrinasi pembagian kerja menjadi tidak berjalan
dengan baik.
2. Pengelompokkan Jenis Organisasi
Perbedaan Pengelompokkan Jenis Organisasi Perencanaan Awal Dengan
Kondisi Aktual
Mengacu pada perencanaan bisnis, maka bentuk organisasi merupakan salah
satu hal yang harus direncanakan pada topik perencanaan organisasi. Oleh karena itu,
tabel hasil observasi mengenai bentuk organisasi juga melihat bentuk organisasi yang
direncanakan sebelumnya. Berdasarkan hasil observasi bentuk organisasi, dapat
dikatakan bahwa CV. X merupakan organisasi bisnis yang berorientasi profit dan
bergerak pada bidang jasa. Selain itu, CV. X merupakan organisasi yang berbadan
hukum, sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia. CV. X juga bukan
organisasi yang bergerak pada bidang kehidupan sosial bermasyarakat.
Namun juga terdapat perbedaan dalam hal perencanaan awal dan kondisi
aktual saat ini. Perbedaan tersebut terjadi dalam hal jumlah orang yang memegang
pucuk pimpinan dan lalu lintas kekuasaan. Pada perencanaan awal, para pemilik akan
bertindak menjadi pemimpin, sesuai dengan struktur yang telah disepakati. Namun
pada kondisi aktual, hanya pemimpin tertinggi, yaitu pemilik modal terbesar, yang
efektif menjalani fungsinya. Dua pemimpin lainnya, yang juga pemilik, tidak
berfungsi dengan baik.
Selain itu, dalam hal lalu lintas kekuasaan, juga terdapat perbedaan antara
perencanan awal dengan kondisi aktual di lapangan. Melihat pada struktur organisasi
yang ada, pucuk pimpinan tidak dapat mengontrol setiap lini secara langsung. Sebab
setiap lini tidak bertanggung jawab secara langsung kepada pucuk pimpinan. Namun
pada observasi di lapangan, pimpinan tertinggi dapat mengontrol setiap lini secara
langsung dan setiap lini tersebut juga bertanggung jawab secara langsung pada
pimpinan tertinggi. Hal ini disebabkan oleh tidak berfungsinya dua pemimpin lainnya.
3. Hasil Wawancara I Latar Belakang Pendirian Usaha.
Berdasarkan hasil wawancara pada ketiga pemilik, dapat terlihat adanya
beberapa kesamaan. Pertama, dalam hal tujuan mendirikan perusahaan, yaitu
memiliki usaha mandiri. Kedua, dalam hal memilih bidang usaha, mereka juga sama-
sama melihat bahwa bidang usaha outbond memiliki prospek yang bagus. Ketiga,
sumber modal merupakan dari pribadi masing-masing pemilik.
Namun dari hasil wawancara tersebut juga terlihat, bahwa pendirian
perusahaan tidak dilakukan dengan perencanaan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan
tidak adanya perencanaan bisnis, keuangan, organisasi dan pasar. Perjanjian
kemitraan pun tidak ada. Mereka juga belum memiliki pengalaman dalam mendirikan
usaha. A memang memiliki pengalaman tersebut. Namun, berdasarkan obrolan biasa
dengan D, perusahaan yang dahulu didirikan oleh A tidak berjalan dengan baik.
Terdapat satu perusahaan yang telah tutup dan tiga perusahaan lainnya telah berganti
kepemilikan. Bahkan tiga perusahaan tersebut telah berkembang dengan baik, sejak
berganti kepemilikan dari A ke pihak lain.
4. Hasil Wawancara II Kondisi Perusahaan Saat Ini.
Berdasarkan dari hasil wawancara tahap kedua, terlihat bahwa kondisi
perusahaan saat ini tidak berjalan sesuai keinginan semua pihak. A, B dan C
mengakui bahwa walaupun perusahaan tetap berjalan, namun terdapat permasalahan
di antara mereka. Hubungan antara B dan C tetap baik, tidak ada masalah. Namun
hubungan keduanya dengan A, sedang tidak berjalan dengan baik. Hal ini dapat
dilihat pada bagian perasaan terhadap rekan yang lain.
Selain itu, B dan C memiliki beberapa kesamaan pandangan dalam melihat
suatu hal. Seperti hal yang membuat mereka puas dan kecewa, serta memandang
sumber utama permasalahan. Baik B dan C juga mengeluhkan sikap A, yang menurut
mereka telah bertindak arogan. Sedangkan A selalu mengeluhkan akan rasa tanggung
jawab B dan C terhadap pekerjaan mereka.
PEMBAHASAN
1. Gambaran Konflik Internal yang Terjadi Pada CV. X
Melihat pada hasil penelitian, konflik yang terjadi adalah konflik internal pada
kelompok pemilik CV. X. Pada pihak pegawai tidak terjadi konflik, namun justru
terkena dampak dari konflik pemilik tersebut. Sesuai dengan teori dari Janasz, Dowd
dan Schneider (2002), yang dikaitkan dengan kondisi aktual, maka konflik yang
terjadi disebabkan oleh empat faktor. Faktor tersebut adalah sumber daya terbatas,
miskomunikasi, perbedaan persepsi dan perbedaan kepribadian.
Para pemilik jelas memiliki sumber daya yang terbatas. Antara lain waktu
yang terbatas pada B dan C. Keduanya bertugas secara paruh waktu. Sedangkan uang
yang dimiliki oleh mereka pun terbatas. Selain itu dalam situasi ini, para pemilik
jarang sekali mengklarifikasi suatu informasi dengan jelas. Hal ini mengakibatkan
terjadinya miskomunikasi diantara mereka bertiga.
Mengingat bahwa D yang merupakan sahabat lama A, telah membuka masa
lalu pribadi A yang kurang baik, maka B dan C pun akhirnya memiliki persepsi yang
berbeda dengan A. Sehingga muncul persepsi bahwa A bertindak arogan dan menjadi
penguasa tunggal. Perbedaan persepsi ini juga diperparah dengan perbedaan
kepribadian diantara mereka bertiga. Pribadi A yang cenderung dominan dan terbuka
terlihat menekan pribadi B dan C yang lebih tertutup.
Konflik diantara pemilik ini, berimbas pada perusahaan. A seringkali
melanggar hierarki struktural yang telah ditetapkan. Sehingga A, B dan C seringkali
saling memberikan instruksi yang berbeda kepada para pegawai. Sehingga pegawai
merasa bingung akan tugas utamanya. Para pemilik pun juga tidak jarang
melimpahkan tugas pada pegawai, padahal tugas tersebut bukan tanggung jawab
pegawai yang bersangkutan. Semua hal tersebut mengakibatkan tidak adanya figur
pemimpin yang dijadikan panutan oleh para pegawai.
2. Sebab Timbulnya Permasalahan Utama Pada CV. X
Merujuk pada konsep membuat perusahaan dari Ferrel, Hirt dan Ferrel (2008)
yang dikaitkan dengan situasi yang terjadi, maka jelas terlihat, bahwa CV. X tidak
membuat perencanaan bisnis. Perencanaan bisinis adalah dokumen tertulis yang
menggambarkan seluruh elemen internal dan eksternal serta strategi untuk memulai
suatu usaha Ferrel, Hirt dan Ferrel (2008). Ketiadaan perencanaan bisnis
menimbulkan risiko kegagalan bisnis sangat besar. Hal tersebut menjelaskan bahwa
para pemilik CV. X tidak mengetahui langkah-langkah penting atau strategi yang
seharusnya dilakukan. Hal yang paling mendasar adalah mengenai kepemilikan
perusahaan.
CV. X merupakan kepemilikan dengan bentuk rekanan. Dalam membuat
kepemilikan bentuk rekanan, maka yang harus dilakukan adalah membuat dokumen
kemitraan dari para pemilik usaha (Ferrel, Hirt & Ferrel, 2008). Yakni sebuah
dokumen yang menentukan perjanjian dasar diantara rekan. Tidak hanya berupa uang
dan aset, namun juga termasuk peran manajemen, tugas, pembagian keuntungan,
kerugian dan klausul meninggalkan rekan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa sumber dari
permasalahan yang terjadi adalah tidak dibuatnya perencanaan bisnis. Namun hal ini
dapat dicegah dengan adanya dokumen kemitraan. Oleh karena itu, penulis
menyimpulkan bahwa permasalahan utama yang menimpa CV. X adalah karena
ketiadaan dokumen kemitraan.
3. Proses Timbulnya Permasalahan Utama Pada CV. X
Berdasarkan pada uraian hasil penelitian, maka dapat kita lihat bahwa terdapat
beberapa masalah yang terjadi pada CV. X. Buruknya perencanaan dalam memulai
perusahaan, merupakan awal dari segala permasalahan yang muncul. Kondisi
perencanaan tersebut membuat CV. X tidak mengetahui, hal-hal apa saja yang harus
dilakukan. Hal yang bersifat motivasi mendirikan perusahaan, hanyalah pada
kepemililikan usaha sendiri. Tidak ada motivasi untuk membuka lapangan pekerjaan
bagi orang lain, pengembangan diri, bahkan motivasi untuk memimpin pasar usaha
outbond saja tidak ada. Oleh karena itu, ketika perusahaan sudah berdiri, sepertinya
mereka sudah mendapatkan kepuasan. Padahal itu merupakan awal untuk berusaha
lebih keras. Tidak bisa berkembang secara otomatis.
Ketiadaan pengalaman dalam membangun usaha juga memberikan pengaruh
atas masalah yang ada. Yaitu, membangun usaha tidak bisa dilakukan dengan
melakukan perencanaan yang seadanya, informal dan hanya bermodalkan semangat
tinggi saja. Perencanaan harus dibuat detil dan diwujudkan dalam sebuah dokumen
yang disebut perencanaan bisnis. Berdasarkan perencanaan bisnis ini, maka akan
diketahui dengan lebih spesifik, apa saja yang harus dilakukan dalam memulai suatu
usaha baru. Terlebih bentuk kepemilikan perusahaan adalah rekanan, dimana
ketersediaan dokumen kemitraan merupakan hal yang sangat penting dalam mengatur
hubungan diantara para pemilik.
Tidak adanya perencanaan bisnis pada CV. X, membuat perusahaan berjalan
dengan tidak optimal. Prinsip-prinsip organisasi tidak diterapkan dengan baik. Bahkan
faktor kepemimpinan masih belum kuat. Para pemilik seakan-akan berusaha merebut
pengaruh pada pegawai. Hal ini mengakibatkan tidak ada kesatuan perintah,
kesamaan pandangan dalam menjalani usaha ini. Para pemilik juga tidak saling
mengklarifikasi informasi yang ada. Mereka akhirnya saling memiliki prasangka
terhadap lainnya.
Keadaan ini juga ditambah dengan administrasi pegawai yang belum
sepenuhnya baku, khususnya masalah yang berhubungan dengan tugas kerja. Seperti
pembagian kerja dan deskripsi kerja. Pada akhirnya, hal ini membuat pegawai
bingung mengenai tugas pasti yang harus dikerjakan dan kepada siapa mereka harus
bertanggung jawab.
Merujuk pada faktor penyebab konflik dari Janasz, Dowd dan Schneider
(2002), maka konflik yang terjadi disebabkan oleh miskomunikasi, perbedaan sikap
dan perbedaan kepribadian. Para pemilik tidak ingin membuka arus komunikasi
dengan baik. Mereka lebih baik untuk berprasangka. Lalu masing-masing dari mereka
pun memiliki sikap, cara pandang yang berbeda dalam melihat suatu masalah.
Sedangkan kepribadian mereka yang berbeda, A yang cenderung ekstrovert dan
dominan, dan B serta C yang cenderung untuk lebih introvert, sering menyebabkan
pertentangan.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut maka penulis mengambil kesimpulan
mengenai permasalahan utama yang terjadi pada CV. X adalah tidak adanya dokumen
kemitraan. Memang, semua hal bersumber dari tidak adanya perencanaan bisnis.
Namun dampak dari ketiadaan perencanaan bisnis tersebut dapat diminimalisir
dengan adanya dokumen kemitraan. Tidak adanya dokumen kemitraan membuat para
pemilik tidak memiliki aturan main dalam mennjalankan manajemen. Konflik-konflik
yang terjadi merupakan dampak lanjutan dari hal tersebut.
4. Rancangan Usulan Solusi yang Sesuai Pada CV. X
Menurut Janasz, Dowd dan Schneider (2002) serta Hellriegel, Slocum dan
Woodman (2001), dalam menyelesaikan konflik dapat menggunakan pihak ketiga.
Pihak ketiga dapat berperan sebagai mediator, arbitrator, konsiliator dan konsultan.
Pada penelitian ini, penulis dapat berperan sebagai konsultan. Sebab penulis berperan
dalam menyimak pendapat pihak-pihak yang bersengketa, menyarankan perencanaan
dan strategi, membantu mengidentifikasi permasalahan dan membantu membuat
perjanjian yang memuaskan bagi pihak-pihak yang bersengketa.
Pada kondisi aktual, konflik yang terjadi sudah meluas pada hal yang bersifat
pribadi. Seperti prasangka buruk dan ketidaknyamanan. Bukan lagi pada hal yang
bersifat pekerjaan, seperti pelaksanaan tanggung jawab dan wewenang. Dengan kata
lain, konflik yang terjadi, merupakan perluasan dari sumber permasalahan utama.
Oleh karena itu, rancangan intervensi yang sekiranya tepat pada CV. X adalah
kegiatan yang bertujuan menyelesaikan konflik terlebih dahulu. Membuka arus
komunikasi, pandangan dan menyadari perbedaan kepribadian yang dimiliki.
Setelah konflik sudah dapat diselesaikan atau berkurang, maka intervensi
selanjutya adalah mengatasi permasalahan utama. Yaitu dengan mengajukan
rancangan dokumen kemitraan yang akan disepakati oleh kedua pihak. Ferrel, Hirt
dan Ferrel (2008) menjelaskan, bahwa bentuk kepemilikan rekanan, sangat disarankan
untuk memiliki sebuah dokumen kemitraan. Yakni sebuah dokumen yang
menentukan perjanjian dasar diantara rekan. Tidak hanya berupa uang dan aset,
namun juga termasuk peran manajemen, tugas, pembagian keuntungan, kerugian dan
klausul meninggalkan rekan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil telaah kasus yang dikaitkan dengan teori, maka sumber
utama permasalahan yang terjadi pada CV. X adalah ketiadaan dokumen kemitraan.
Memang, tidak dibuatnya perencanaan bisnis merupakaan awal dari munculnya
permasalahan. Namun hal tersebut dapat dihindari atau diminimalisir dengan adanya
dokumen kemitraan. Rancangan solusi yang ditawarkan berupa program penyelesaian
konflik diantara para pemilik terlebih dahulu. Untuk membuka arus komunikasi yang
terhambat. Kemudian ditawarkan berupa rancangan isi dari dokumen kemitraan.
Untuk mengatur mengenai tugas, hak dan tanggung jawab diantara pemilik CV. X.
Rancangan Intervensi
Rancangan proses pengklarifikasian informasi berupa suatu pertemuan yang
terdiri dari enam sesi. Yaitu, sesi pengantar dari penulis, sesi mengungkapkan
perasaan, sesi pemberian tanggapan, sesi perenungan, sesi identifikasi diri dan
masalah serta sesi penutup berupa kesepakatan bersama.
Rancangan selanjutnya adalah konsep dokumen kemitraan yang diajukan
terdiri dalam dua bentuk. A, B dan C yang akan memutuskan mengenai rancangan
dokumen kemitraan mana yang akan digunakan. Pertimbangan dalam pembuatan
keputusan, sepenuhnya dilakukan oleh A, B dan C. Penulis tidak memberikan
masukan dalam pemilihan salah satu rancangan tersebut. Perjanjian sepenuhnya
dibuat, dikonsultasikan dan disaksikan oleh notaris.
Bentuk pertama, berupa perjanjian yang berisi pembagian hak, tanggung
jawab dan wewenang secara jelas diantara A, B dan C. Hal tersebut dicantumkan
secara rinci, agar dapat dilakukan pengukuran atau pengevaluasiam dalam
menjalankan perjanjian tersebut. Peran dalam manajemen diperjelas, sehingga rentang
hierarki dalam struktur dapat berjalan dengan semestinya. Selain itu juga dicantumkan
mengenai sanksi dari kelalaian dalam menjalankan perjanjian.
Bentuk kedua, adalah perjanjian dimana mereka melepaskan diri dari peran
manajemen di dalam perusahaan itu. Lalu, hal yang dilakukan adalah merekrut
seorang manajer umum yang berpengalaman dalam usaha ini. Sehingga A, B dan C
tidak perlu mengurusi kegiatan operasional perusahaan. Dalam perjanjian ini, tetap
diatur mengenai hak, tanggung jawab dan wewenang diantara mereka. Intervensi yang
dapat dilakukan, kondisi yang mengijinkan intervensi tersebut dapat dilakukan dan
persetujuan pelaksanaan intervensi, harus dicantumkan. Selain itu, apabila bentuk ini
dipilih oleh A, B dan C, maka mereka juga harus membuat seuatu perjanjian dengan
manajer umum tersebut.
Dokumen Kemitraan tersebut harus dikonsultasikan, dibuat dan ditandatangani
di depan pejabat yang berwenang, dalam hal ini adalah notaris. Format dan bentuk
baku dokumen, diserahkan sepenuhnya oleh notaris. Namun secara umum, dokumen
kemitraan berisikan topik sebagai berikut (Ferrel, Hirt & Ferrel, 2008) :
1. Identitas, tujuan pembuatan perjanjian dan lokasi.
2. Jangka waktu perjanjian.
3. Kewenangan dan tanggung jawab setiap rekan.
4. Karakter rekan (umum atau terbatas, aktif atau pasif).
5. Jumlah modal dari setiap rekan.
6. Pembagian keuntungan atau kerugian.
7. Gaji dari rekan.
8. Jumlah penarikan modal yang diijinkan.
9. Kematian rekan.
10. Penjualan saham rekan.
11. Penyelesaian konflik.
12. Tindakan yang diperbolehkan dan yang dilarang.
13. Kemangkiran dan ketidakmampuan.
14. Perjanjian jual dan beli.
Saat suatu pihak hendak membuat suatu perusahaan, maka pihak tersebut
harus membuat suatu perencanaan bisnis terlebih dahulu. Menurut Ferrel, Hirt &
Ferrel (2008), perencanaan bisinis adalah dokumen tertulis yang menggambarkan
seluruh elemen internal dan eksternal serta strategi untuk memulai suatu usaha.
Ketiadaan perencanaan bisnis akan menimbulkan risiko kegagalan bisnis sangat besar.
Kepemilikan perusahaan merupakan salah satu hal yang termasuk dalam perencanaan
bisnis tersebut. Apabila perusahaan dimiliki oleh rekanan, maka harus dibuat suatu
dokumen yang disebut dokumen kemitraan. Yakni sebuah dokumen yang menentukan
perjanjian dasar diantara rekan (Ferrel, Hirt dan Ferrel, 2008).