penda hulu an

32
PENDAHULUAN(4) Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit. DEFINISI Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. (1) SINONIM (1) Cedera kepala, Cranicerebral trauma, Head injury PATOFISIOLOGI (1) Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung pada : 1. Besar dan kekuatan benturan 2. Arah dan tempat benturan 3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat

Upload: kameh-dani-adrian-wadzons

Post on 13-May-2017

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penda Hulu An

PENDAHULUAN(4)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok

usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping

penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan

tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis

selanjutnya.

Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan

secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya

evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat

pasien tiba di rumah sakit.

DEFINISI

Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung

mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. (1)

SINONIM (1)

Cedera kepala, Cranicerebral trauma, Head injury

PATOFISIOLOGI (1)

Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung pada :

1. Besar dan kekuatan benturan

2. Arah dan tempat benturan

3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan

Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak

berupa :

• Lesi bentur (Coup)

• Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak,

peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media)

• Lesi kontra (counter coup)

Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :

1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS

(Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain stem)

2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian

3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)

Page 2: Penda Hulu An

4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar

5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan

ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke hemisfer

sampai ke batang otak

6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi

sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis

Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas yang

berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah sehingga

lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun akan terganggu, dan terjadilah oedema otak

regional atau diffus (vasogenik oedem serebri)

Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian

oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia,

terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Dan ternyata

oedema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan tekanan intra kranial meninggi,

kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik hemisfer dan batang otak dan akibat

selanjutnya bisa menimbulkan herniasi transtetorial ataupun serebellar yang berakibat fatal.

Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita trantetorial herniasi dan

kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang otak.

Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses diatas

mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demyelinisasi diffus, banyak neuron yang

rusak dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidal meninggal maka bisa terjadi suatu

keadaan vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun

(akinetic-mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).

Akinetic mutism coma vigil lesi terutama terjadi pada daerah basal frontal yang bilateral

dan/atau daerah mesensefalon posterior. Locked in syndrome kerusakan terutama pada eferen

motor pathway dan daerah depan pons. Apallic states kerusakan luas pada daerah korteks

serebri.

Sistem peredaran darah otak mempunyai sistem autoregulasi untuk mempertahankan

Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi Otak (TPO) juga

adekuat (TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai seluruh daerah otak).

Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka menekan kapiler serebral sehingga terjadi

serebral hipoksia diffus mengakibatkan kesadaran akan menurun.

Peninggian TIK mengakibatkan CBF dan TPO menurun, maka akan terjadi kompensasi

Page 3: Penda Hulu An

(Cushing respons), penekanan pada daerah medulla oblongata, hipoksia pusat vasomotor,

sehingga mengakibatkan kompensasi vasokonstriksi perifer (peninggian tekanan darah

sistemik) bradikardi,, pernafasan yang melambat dan muntah-muntah.

TIK yang meninggi mengakibatkan hypoxemia dan respiratori alkalosis (PO2 menurun dan

PCO2 meninggi) akibatnya terjadi vasodilatasi kapiler serebral. Selama pembuluh darah

tersebut masih sensitif terhadap tekanan CO2), maka CBF dan TPO akan tercukupi.

Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidaklah bisa selalu terjadi. Demikian

pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu rendah maka sistem

autoregulasi tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun sehingga fungsi serebral

terganggu.

Selain yang tersebut diatas peninggian TIK juga dapat menyebabkan gangguan konduksi

pada pusat respirasi dan pusat kardiovaskuler di batang otak. Akibatnya pols berubah cepat

dan lemah serta tekanan darah sistemik akan drops menurun secara drastis. Respirasi akan

berubah irreguler, melambat dan steatorous.

Pada cedera otak berat terjadi gangguan koordinasi di antara pusat pernafasan volunter di

korteks dengan pusat pernafasan automatik di batang otak. Ternyata bahwa herniasi

serebellar tonsil ke bawah yang melewati foramen magnum hanya mempunyai efek yang

minimal terhadap sistem kecepatan dan ritme pernafasan, kecuali jika herniasinya memang

sudah terlalu besar maka tiba-tiba saja bisa terjadi respiratory arrest.

MONITORING KLINIS(1,5)

Untuk memudahkan para perawat memonitor secara intensif perkembangan tingkat kesadaran

penderita per-jam dan per-hari secara ketat, dibuatlah suatu Skala Koma Glasgow (oleh

Bryan Jennett) yang menyangkut masalah buka mata, repons verbal dan respons motorik.

Pelaksanaannya sangat mudah sehingga bisa cepat di mengeti dan diterapkan oleh para

perawat. Jika pengamatan tingkat kesadaran penderita trauma kapitis tidak cukup lengkap

atau hanya dengan SKG, maka belumlah dapat menggambarkan keadaan neurologik

penderita yang sebenarnya.

Observasi neurologik terus menerus penderita koma haruslah disertai dengan :

1. Monitor fungsi batang otak

Besar dan reaksi pupil

Okulosefalik respons (Doll’s eye phenomen)

Okulovestibuler respons/okuloauditorik respons

2. Monitor pola pernafasan (untuk melihat lesi-proses lesi)

Page 4: Penda Hulu An

Cheyne Stokes : lesi di hemisfer atau mesensefalon atas

Central neurogenic hyperventilation : lesi dibatas mesensefalon dengan pons

Apneustic breathing : lesi di pons

Ataxic breathing : lesi di medulla oblongata

3. Pemeriksaan fungsi motorik

Kekuatan otot

Refleks tendon, tonus otot

4. Pemeriksaan funduskopi

5. Pemeriksaan radiologi : X foto tengkorak, CT-Scan, MRI atau kalau perlu EEG

Meskipun kenyataan bahwa 70 % X foto tengkorak yang dilakukan pada semua kasus trauma

kapitis adalah normal tetapi demi kepentingan medikolegal X-ray foto tengkorak wajib rutin

dilakukan.

SKALA KOMA GLASGOW(1,4,5)

Nilai

Buka Mata Spontan 4

Atas perintah 3

Terhadap nyeri 2

Tak ada reaksi 1

Respons Verbal Orientasi baik 5

Bingung-bingung 4

Kata-kata ngawur 3

Kata-kata tak dimengerti 2

Tak ada reaksi 1

Respons Motorik Gerak turut perintah 6

Menghindari terhadap nyeri 5

Flexi withdrawal 4

Flexi abnormal 3

Ekstensi terhadap nyeri 2

Tak ada reaksi 1

Dengan bantuan pemeriksaan radiologi X foto polos/Brain CT-Scan/MRI dapat melihat

kelainan-kelainan berupa fraktur, edema, kontusio jaringan, hematoma intrakranial dan lain-

lain.

Page 5: Penda Hulu An

KLASIFIKASI(1,3,4)

Ada beberapa jenis klasifikasi trauma kapitis, tetapi dengan pelbagai pertimbangan dari

berbagai aspek, maka bagian neurologi menganut pembagian sebagai berikut :

a. Trauma kapitis yang tidak membutuhkan tindakan operatif (95%) terdiri atas :

1. Komosio serebri

2. Kontusio serebri

3. impressi fraktur tanpa gejala neurologis (< 1 cm) 4. Fraktur basis kranii 5. Fraktur kranii

tertutup b. Trauma kapitis yang memerlukan tindakan operatif (1-5%) 1. Hematoma intra

kranial yang lebih besar dari 75 cc Epidural Subdural Intraserebral 2. Fraktur kranii terbuka

( + laserasio serebri) 3. Impressi fraktur dengan gejala neurologis ( > 1 cm)

4. Likuorrhoe yang tidak berhenti dengan pengobatan konservatif

Sebagai penambah pengetahuan perlu dijelaskan bahwa ada beberapa sentra yang membagi

klasifikasi atas dasar sehubungan dengan Skala Koma Glasgow-nya yaitu :

Mild head injury SKG score : 13-15

Moderate head injury SKG score : 9-13

Severe head injury SKG score : < 8 Jika angka SKG dibawah 8 dan komanya lebih dari 6 jam

maka menunjukkan kerusakan otak yang parah dan prognosa biasanya jelek. Lebih dalam dan

lama komanya juga menggambarkan atau mempunyai korelasi dengan lebih dalamnya letak

kerusakan otaknya. 1. KOMOSIO SEREBRI (1,2) (gegar otak, insiden : 80 %) Komosio

serebri yaitu disfungsi neuron otak sementara yang disebabkan oleh trauma kapitis tanpa

menunjukkan kelainan mikroskopis jaringan otak. Patologi dan Simptomatologi Benturan

pada kepala menimbulkan gelombang tekanan di dalam rongga tengkorak yang kemudian

disalurkan ke arah lobang foramen magnum ke arah bawah canalis spinalis dengan demikian

batang otak teregang dan menyebabkan lesi iritatif/blokade sistem reversible terhadap sistem

ARAS. Pada komosio serebri secara fungsional batang otak lebih menderita daripada fungsi

hemisfer. Keadaan ini bisa juga terjadi oleh karena tauma tidak langsung yaitu jatuh terduduk

sehingga energi linier pada kolumna vertebralis diteruskan ke atas sehingga juga

meregangkan batang otak. Akibat daripada proses patologi di atas maka terjadi gangguan

kesadaran (tidak sadar kurang dari 20 menit) bisa diikuti sedikit penurunan tekanan darah,

pols dan suhu tubuh. Muntah dapat juga terjadi bila pusat muntah dan keseimbangan di

medula oblongata terangsang. Gejala : - pening/nyeri kepala - tidak sadar/pingsan kurang dari

20 menit - amnesia retrograde : hilangnya ingatan pada peristiwa beberapa lama sebelum

kejadian kecelakaan (beberapa jam sampai beberapa hari). Hal ini menunjukkan

Page 6: Penda Hulu An

keterlibatan/gangguan pusat-pusat di korteks lobus temporalis. - Post trumatic amnesia :

(anterograde amnesia) lupa peristiwa beberapa saat sesudah trauma. Derajat keparahan

trauma yang dialaminya mempunyai korelasi dengan lamanya waktu daripada retrograde

amnesia, post traumatic amnesia dan masa-masa confusionnya. Amnesia ringan disebabkan

oleh lesi di hipokampus, akan tetapi jika amnesianya berat dan menetap maka lesi bisa

meluas dari sirkuit hipokampus ke garis tengah diensefalon dan kemudian ke korteks

singulate untuk bergabung dengan lesi diamigdale atau proyeksinya ke arah garis tengah

talamus dan dari situ ke korteks orbitofrontal. Amnesi retrograde dan anterograde terjadi

secara bersamaan pada sebagian besar pasien (pada kontusio serebri 76 % dan komosio

serebri 51 %). Amnesia retrograde lebih sering terjadi daripada amnesia retrograde. Amnesia

retrograde lebih cepat pulih dibandingkan dengan amnesia anterograde. Gejala tambahan :

bradikardi dan tekanan darah naik sebentar, muntah-muntah, mual, vertigo. (vertigo dirasakan

berat bila disertai komosio labirin). Bila terjadi keterlibatan komosio medullae akan terasa

ada transient parestesia ke empat ekstremitas. Gejal-gejala penyerta lainnya (sindrom post

trauma kapitis), adalah nyeri kepala, nausea, dizziness, sensitif terhadap cahaya dan suara,

iritability, kesukaran konsentrasi pikiran, dan gangguan memori. Sesudah beberapa hari atau

beberapa minggu ; bisa di dapat gangguan fungsi kognitif (konsentrasi, memori), lamban,

sering capek-capek, depresi, iritability. Jika benturan mengenai daerah temporal nampak

gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol. Prosedur Diagnostik : 1. X foto

tengkorak 2. LP, jernih, tidak ada kelaina 3. EEG normal Terapi untuk komosio serebri

yaitu : istirahat, pengobatan simptomatis dan mobilisasi bertahap. Setiap penderita komosio

serebri harus dirawat dan diobservasi selama minimal 72 jam. Awasi kesadarannya, pupil dan

gejala neurologik fokal, untuk mengantisipasi adanya lusid interval hematom. 2. KONTUSIO

SEREBRI (1,2,3) (memar otak, insiden : 15-19 %) Kontusio serebri yaitu suatu keadaan yang

disebabkan trauma kapitis yang menimbulkan lesi perdarahan intersitiil nyata pada jaringan

otak tanpa terganggunya kontinuitas jaringan dan dapat mengakibatkan gangguan neurologis

yang menetap. Jika lesi otak menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, maka ini disebut

laserasio serebri. Patofisiologi dan Gejala : Pasien tidak sadar > 20 menit

Fase I = fase shock

Keadaan ini terjadi pada awal 2 x 24 jam disebabkan :

- kolaps vasomotorik dan kekacauan regulasi sentral vegetatif

- temperatur tubuh menurun, kulit dingin, ekstremitas dan muka sianotik

- respirasi dangkal dan cepat

Page 7: Penda Hulu An

- nadi lambatsebentar kemudian berubah jadi cepat, lemah dan iregular

- tekanan darah menurun

- refleks tendon dan kulit menghilang

- babinsky refleks positif

- pupil dilatasi dan refleks cahaya lemah

Fase II = fase hiperaktif central vegetatif

- temperatur tubuh meninggi

- pernafasan dalam dan cepat

- takikardi

- sekret bronkhial meningkat berlebihan

- tekanan darah menaik lagi dan bisa lebih dari normal

- refleks-refleks serebral muncul kembali

Fase III = cerebral oedema

Fase ini sama bahayanya dengan fase shock dan dapat mendatangkan kematian jika tidak

ditanggulangi secepatnya.

Fase IV = fase regenerasi/rekonvalesens

Temperatur tubuh kembali normal, gejala fokal serebral intensitas berkurang atau menghilang

kecuali lesinya luas.

Gejala lain :

Fokal neurologik :

• Hemiplegia, tetraplegia, decerebrate rigidity

• Babinsky refleks

• Afasia, hemianopsia, kortikal blindness

• Komplikasi saraf otak :

- fraktur os criribroformis : gangguan N. I (olfaktorius)

- fraktur os orbitae : gangguan N. III, IV dan VI

- herniasi uncus, gangguan N. III

- farktur os petrosum (hematotympani) : gangguan N. VII dan N. VIII

- perdarahan tegmentum : batang otak ; opthalmoplegia total

- fraktur basis kranii post : gangguan N. X, XI, XII

• Tanda rangsang meningeal : akibat iritasi daerah yang mengalir ke arachnoid

• Gangguan organik brain sindroma : delirium

Page 8: Penda Hulu An

Kontusio Serebri pada Anak-anak

Kontusio serebri pada anak-anak dibawah 6 tahun kadang-kadang gejalanya berbeda dengan

dewasa antara lain :

1. adanya fase latent, dimana anak tersebut tak menunjukkan kelainan kesadaran dan tingkah

laku. Fase latent ini dapat berlangsung dampai 16 jam.

2. sesudah fase latent, diikuti serangan akut gejala fokal serebral serta kehilangan kesadaran

dan kejang-kejang.

3. jika kondisi kontusionya tidak berat maka sesudah 4 hari sang anak pulih normal bermain-

main seakan tidak ada apa-apa lagi.

Hal ini disebabkan anak-anak tidak melalui fase I shock, tapi langsung ke fase II. Di duga hal

tersebut dikarenakan tulang kranium anak masih elastis sehingga berfungsi sebagai shock

absorber yang baik terhadap trauma.

Diagnostik bantu :

1. X foto tengkorak polos, Brain CT-Scan, MRI

2. LP bercampur darah

3. EEG abnormal

3. EPIDURAL HEMATOM(1,2,3)

Hematoma terjadi karena perdarahan antara tabula interna kranii dengan duramater. Insiden

terjadinya 1-3 %.

Patofisiologi dan Simptomatologi

Hematoma ini disebabkan oleh :

1. pecahnya arteri dan atau vena meningea media

2. perdarahan sinus venosus : misalnya sinus sphenoparietalis, sinus sagitalis posterior.

Perdarahn sinus ini bisa bersifat progresif.

Berhubung perdarahannya kebanyakan massif atau arteriil maka lucid interval cepat antara

beberapa menit, beberapa jam sampai 1-2 hari. Volume darah biasanya setelah mencapai 75

cc dan melepaskan duramater dari ikatannya pada periost baru tampak ada gejala nyata

penurunan kesadaran. Lucid interval adalah waktu sadar antara terjadinya trauma sampai

timbulnya penurunan kesadaran ulang. Jadi biasanya epidural hematoma sering bersamaan

dengan komosio serebri atau kontusio serebri. Jika bersamaan dengan kontusio serebri berat,

lusid interval tidak tampak karena gejalanya berhubungan antara superposisi dengan

Page 9: Penda Hulu An

kontusionya.

Pada anak-anak jarang terjadi epidural hematom sebab duramaternya masih melekat erat pada

dinding periosteum kranium. Pada dewasa perlekatan duramater paling lemah di daerah

temporal.

Tanda-tanda yang paling dapat dipercaya suatu epidural hematom apabila ada gejala-gejala

seperti dibawah :

1. adanya lucid interval

2. kesadarn yang makin menurun

3. hemiparese yang terlambat kontralateral lesi

4. pupil anisokor. Unilateral midriasis terjadi karena lesi N. III pada sisi akibat penekanan

daripada herniasi uncus gyrus hipokampus lobus temporalis sehingga N. III terjerat

5. babinsky unilateral kontralateral lesi (bisa juga bilateral)

6. fraktur kranii yang menyilang pada sisi (sering di temporal)

7. kejang

8. bradikardi

Jika epidural hematom terletak pada fossa kranii posterior gejalanya tidak sama dengan yang

di atas, tapi sebagai berikut :

1. lusid interval tidak jelas

2. fraktur kranii daerah oksipital

3. kehilangan kesadarannya terjadi cepat

4. terjadi gangguan pernafasan dan serebellum

5. pupil isokor

biasanya disebabkan oleh karena sinus transversus atau confluence sinuum pecah maka

prognosanya jelek.

Diagnosa bantu

1. X foto tengkorak : ada fraktur yang menyilang

2. Brain CT-Scan

3. Arteriografi karotis

4. EEG abnormal

5. LP tekana meninggi jernih

4. SUBDURAL HEMATOMA(1,2,3)

Hematoma yang terbentuk karena adanya perdarahn di antara duramater dan arakhnoid.

Page 10: Penda Hulu An

Hygroma subdural yaitu subdural hematom yang diikuti perobekan arakhnoid dan darah

bergabung dengan likuor serebrospinal

Penyebabnya adalah robeknya bridging vein (vena-vena yang menyebrang dari korteks ke

sinus-sinus sagitalis superior) antara lain :

1. trauma kapitis

2. kaheksia

3. gangguan diskrasia darah

lokasi : sering di daerah frontal, parietal dan temporal.

Subdural hematom sering bersamaan dengan kontusio serebral. Lusid interval pada subdural

hematoma lebih lama daripada epidural hematom karena yang mengalami perdarahan adalah

pembuluh darah venous kecil akibatnya perdarahannya tidak masif bahkan hematomanya itu

sendiri bisa sebagai tampon bagi vena-vena yang robek dimana perdarahan dapat berhenti

sendir.

Klasifikasi :

a. Akut Subdural Hematoma (SDH) : lusid interval 0-5 hari

Akut SDH biasanya bersamaan dengan kontusio berat akibatnya lusid interval dan gejala

subdural tidak terdeteksi. Biasanya diketahui pada diagnosa postmortem atau pada saat

otopsi. Penderita akut SDH langsung jatuh koma, pupil anisokor dan hemiplegia

kontralateral. Prognosisnya fatal.

Diagnosis bantu :

- CT-Scan

- LP berdarah

- Arteriografi karotis

- EEG abnormal

b. Subakut Subdural Hematoma : lusid interval 5-15 hari

Gejala nyeri kepala, kesadaran makin lama makin menurun, pelan-pelan visus makin kabur

disebabkan papil oedema. Jarang bersamaan dengan kontusio serebri. Kemudian timbul

hemiplegia secara perlahan.

Diagnosa bantu : sama dengan akut SDH

Prognosis sangat baik jika operatif pada subdural yang besar cepat dilakukan 75 % kembali

sembuh sempurna.

c. Kronik Subdural Hematoma : lusid interval 15 hari sampai bertahun-tahun

Pecahnya bridging vein makin lama makin besar dan hematomanya sendiri berfungsi sebagai

Page 11: Penda Hulu An

tampon bagi vena-vena yang pecah akibatnya perdarahn berhenti, hematoma kemudian

membeku dan dinding hematoma membentuk jaringan ikat kapsula sebagai pembatas di

sekitar hematoma. Gumpalan darah kemudian lisis dengan osmolaritas lebih tinggi dari cairan

intersitiil di sekitarnya yang bisa menarik cairan sekitarnya atas dasar beda osmolaritas. Lama

kelamaan cairan jumlahnya bertambah sehingga mengakibatkan proses desak ruang dan

tekanan intrakranial meninggi.

Gejala awal :

1. sefalgia terus menerus intermiten, sebab tertariknya duramater dan kompresi jaringan otak

di daerah sekitar hematoma

2. kesadaran makin lama makin menurun samapi koma

3. terjadi perubahan mental dan fungsi intelelek

4. papil oedem, pandangan makin kabur dan diplopia parese N. VI

5. hemiparesis yang pelan-pelan

6. pupil bisa anisokor

7. tekanan LP meninggi

5. INTRASEREBRAL HEMATOMA(1,2,3)

Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak,

sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat. Hematoma dapat hanya satu saja ataupun

multiple.

Jika hematoma tunggal dan letaknya di permukaan korteks, tindakan operatif dapat

dilakukan. Pada semua kasus intra kranial hematoma, bila hematomanya kecil, pengobatan

konservatif dapat dipertimbangkan tanpa memerlukan tindakan operatif.

6. FRAKTUR BASIS KRANII (1,2,3)

Fraktur basis kranii dapat dilakukan tanpa diikuti kehilangan kesadaran, kecuali memang

diserta adanya komosio ataupun kontusio serebri. Gejala tergantung letak frakturnya.

1. Fraktur basis kranii media biasanya fraktur terjadi pada os petrosum

- keluar darah dari telinga dan likuorrhoe

- parese N. VII dan VIII sering dijumpai

2. Fraktur basis kranii posterior

- unilateral/bilateral orbital hematom (Brill’s hematom)

- gangguan N. II jika fraktur melalui foramen optikum

- perdarahan melalui hidung dan likuorrhoe dan diikuti : Anosmia, anosmia akibat trauma

Page 12: Penda Hulu An

bisa persistent, jarang bisa sembuh sempurna.

3. Fraktur basis kranii posterior

- gejala lebih berat, kesadaran menurun

- tampak belakang telinga berwarna biru (Battle sign)

Diagnosa bantu : 50 % fraktur basis tidak dapat dilihat pada X foto polos basis.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS PADA TRAUMA KAPITIS(1)

X Foto Tengkorak

Fraktur tengkorak pada trauma kapitis hanya 3-15 % saja dan kasus-kasus yang ada fraktur

tidak ada selalu ada kelainan intra kranial yang berarti. Namun demikian X foto polos rutin

dilakukan untuk setiap kasus trauma kapitis. Ini penting sebab :

1. Dari semua kematian akibat trauma kepala 80 % didapati fraktur tengkorak

2. Pembuatan X foto tengkorak diperlukan untuk kepentingan medikolegal

3. Tindakan atau pengawasan klinik ditentukan dengan melihat jenis dan lokasi fraktur

Jenis foto :

1. Foto antero-posterior

2. Foto lateral

3. Foto Towne : foto ini dibuat seperti foto AP tetapi dengan tabung rontgen diarahkan 30

derajat kraniokaudal. Foto ini penting untuk melihat fraktur di daerah oksipital yang sulit di

lihat dengan foto AP

4. Foto Waters : dibuat bila curiga ada fraktur tulang muka

5. Foto basis kranii : dibuat bila curiga ada fraktur basis

6. Foto tangensial : dibuat bila ada fraktur impresi, untuk melihat kedudukan pas fragmen

tulang yang melesak masuk

Keterangan gambar :

1. epidural hematoma/subdural hematom

2. intra serebral hematoma

3. impresio/depressed fraktur

4. herniasi uncus

Jenis-jenis fraktur tengkorak : (1,2,3)

1. Fraktur linier : garis fraktur terlihat lebih radiolusen dibandingkan dengan gambaran

pembuluh darah dan sutura, dan biasanya melebar pada bagian tengah dan menyempit pada

ujung-ujungnya. Perhatikan juga lokasi pembuluh darah dan sutura mempunyai lokasi

Page 13: Penda Hulu An

anatomis tertentu.

2. Fraktur impressi : jika impressi melebihi 1 cm dapat merobek duramater dan atau jaringan

otak dibawahnya. Fraktur impressi terlihat sebagai garis atau daerah yang radiopaque dari

tulang sekitarnya disebabkan bertumpuknya tulang.

3. Fraktur diastasis sutura : tampak sebagai pelebaran sutura (dalam keadaan normal sutura

tidak melebihi 2 mm)

CT-Scan Otak(1)

Tidak semua penderita trauma kepala dilakukan CT-Scan otak, penguasaan klinis mengenai

trauma kapitis yang kuat dapat secara seleksi menentukan kapan penderita secara tepat

dilakukan CT-Scan. Dari CT-Scan dapat dilihat kelainan-kelainan berupa : oedema serebri,

kontusio jaringan otak, hemaroma intraserebral, epidural, subdural, fraktur dan lain-lain.

Angiografi (1)

Sistem rapid serial film 10 film/detik

Memakai kontras : angiografin 65 %, conray 60, hypaque sodium dan lain-lain

Jenis angiografi :

- karotis (paling sering)

- vertebralis (jarang)

Cara melakukan dengan ;

1. Fungsi langsung (pada a. karotis komunis, sedikit dibawah bifurcatio)

2. Fungsi tak langsung (dengan kateter dari daerah a. femoralis) angiografi pada trauma

kapitis penting untuk memperlihatkan epidural atau subdural hematomanya.

PRIORITAS PENANGGULANGAN CEDERA KEPALA AKUT(1)

a. Perbaiki kardiovaskular (atasi shock)

b. Perbaiki keseimbangan respirasi, ventilasi atau jalan nafas yang baik

c. Evaluasi tingkat kesadaran

d. Amati jejas di kepala, apakah ada impressi fraktur, tanda-tanda fraktur basis kranii,

likuorhoe, hati-hati terhadap adanya fraktur servikalis (stabilisasi leher)

e. Amati jejas di bagian tubuh lainnya

f. Pemeriksaan neurologik lengkap dan X fot kepala, leher, CT-Scan

g. Perhatikan pupil

h. Atasi oedema serebri

i. Perbaiki keseimbangan cairan, elektrolit dan kalori

Page 14: Penda Hulu An

j. Monitor tekanan intra kranial

k. Pengobatan simptomatis atau konservatif

l. Jika ada pemburukan kesadaran disertai perdarahan intra kranial yang lebih dari 75 cc,

perlukaan tembus kranioserebral terbuka, impressi fraktur lebih dari 1 cm secepatnya

dilakukan tindakan operatif

OEDEMA SEREBRI(1)

Meningkatnya massa jaringan otak yang disebabkan peningkatan kadar cairan intraseluler

maupun ekstraseluler otak sebagai reaksi daripada proses patologik lokal atau pengaruh

umum yang merusak.

Jenis-jenis

1. Vasogenik oedema serebri

2. sitotoksik oedema serebri

3. osmotik oedema serebri

4. hidrostatik oedema serebri

Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik

Kausa BBB kapiler Sodium pump Osmotik Gangguan absorbsi LSC

Lokalisasi Subs. alba Alba + grisea Alba + grisea Subs. Alba

Permeabilitas vaskuler Meningkat Normal Normal Normal

Histologis Ekstraseluler Interseluler Ekstra / intra Ekstraseluler

Unsur Plasma Plasma Air Air + Na

Pada oedema serebri tahap permulaan, tekanan intra kranial, tekanan perfusi otak masih dapat

dikompensasi dengan mengatur otoregulasi cerebral blood flow, dan volume likuor serebro

spinal. Untuk setiap penambahan 1 cc volume intra kranial tekanan intra kranial akan

meningkat 10-15 mmHg.

1. Vasogenik oedema serebri

Lesi terutama pada sistem Blood Brain Barrier yang dibentuk dari ikatan fusi sel membran

endotel kapiler pembuluh darah otak pada keadaan tertentu secara langsung dapat merusak

dinding kapiler dan secara tidak langsung dapat menyebabkan pelepasan serotonin, yang

mengakibatkan gangguan dan pengurangan eratnya ikatan fusi membran sel. Dengan endotel

kapiler cairan plasma dapat mengalir ke jaringan otak dan mengakibatkan terjadi oedema

serebri. Vasogenik oedema serebri dapat terjadi pada kasus-kasus :

- trauma kapitis

Page 15: Penda Hulu An

- stroke

- iskhemia

- radang : meningitis, ensefalitis

- space occupying lesion : tumor otak

- malignant hipertensi

- konvulsi

2. Sitotoksik oedema serebri

Ini bisa terjadi bila ada gangguan sodium pump membran sel otak, akibatnya permeabilitas

membran terganggu dan akan masuk cairan ke intraseluler otak

Sitotoksik oedema serebri dapat terjadi pada kasus-kasus :

- neonatal asphyxia

- cardiac arrest

- zat-zat toksik hexachlorophene, golongan alkyl metal

3. Osmotik oedema serebri

Bila osmolaritas plasma dikurangi 12 % atau lebih, maka cairan akan meloloskan diri dari

sistem vaskuler dan menyebabkan pembengkakan otak. Ini bisa terjadi apabila membran sel

masih intak. Osmotik oedema serebri ini terdapat pada kasus-kasus :

- water intoksikasi

- hemodialisis yang terlalu cepat

4. Hidrostatik oedema serebri

Ini terjadi bila jumlah cairan ekstraseluler berlebihan (cairan likuor serebrospinal).

Contohnya pada hidrosefalus.

Pengobatan Odema Serebri

1. Hipertonic Solution Therapy

Pengobatan cairan hipertonis bertujuan untuk mengurangi oedema serebri dengan cara

perbedaan osmolaritas cairan jaringan otak dengan plasma.

Contoh cairan hipertonik :

a. Manitol

b. Glyserol

Pemberian cairan hipertonis yang berlebihan dapat menimbulkan bahaya berupa :

• Dehidrasi berat

• Pengeluaran Na+ dan Cl- mengakibatkan neuron rusak

• Timbul rebound phenomen sehingga tekanan intrakranial meninggi

Page 16: Penda Hulu An

• Hati-hati pada perdarahan intrakranial sebab :

- dengan mengeriputnya jaringan otak akibat cairan hipertonis itu, maka darah akan

menempati daerah yang kosong dan dengan demikian akan mengaburkan gejala perdarahan

yang sebenarnya

- cairan hipertonis bisa mempercepat proses perdarahan itu sendiri

- cairan hipertonis bisa mencetuskan proses perdarahan baru

Kontraindikasi :

Renal Failure

Hepatic Failure

Congestive Heart Failure

Manitol

a. Mempunyai efek :

- meninggikan cerebral blood flow

- meninggikan eksresi Na+ urine

- menurunkan tekanan likuor serebro spinal

- diuresis secara ekstrem

Jika berlebihan dapat menyebabkan :

- dehidrasi berat

- hipotensi

- takikardi

- hemokonsentrasi

- overshoot obat masuk intraseluler padahal kadang di plasma sudah menurun maka bisa

terjadi rebound phenomen

b. Dosis

Manitol 20 % dengan dosis 0,25-1 gr/KgBB diberikan cepat dalam 30-60 menit. Efek

samping jika diberikan dalam dosis besar : sering nyeri kepala, chest pain. Jarang : kejang,

renal failure

Gliserol

a. Sifat dan kegunaannya :

- meninggikan osmolaritas plasma yang lebih berperanan untuk menarik cairan di otak

dibandingkan dengan efek diuresisnya

- dimetabolisir oleh tubuh sebagai bahan substrat energi

- tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap kadar gula darah dan keton bodies darah

- tidak mempunyai efek rebound phenomen

Page 17: Penda Hulu An

b. Dosis

- per oral : 0,5-1 gr/Kg diberikan setiap 4 jam dalam larutan 50 % gliserol untuk

mempertahankan kadar dalam darah. Dalam 30 menit sesudah pemberian akan terlihat efek

penurunan tekanan intra kranial

- per infus : 1 gr/Kg BB/hari dalam 10 % gliserol diberikan jangan melebihi 5 cc/menit.

Efeknya akan kelihatan setelah 1 jam sesudah pemberian dan akan menetap bertahan selama

12 jam

Jika infus diberikan dengan dosis melebihi 2,5 cc/menit maka akan terjadi efek diuresis. Jika

gliserol diberikan dalam dosis besar akan mempunyai komplikasi :

hemolisis intravaskuler

hemoglobinuria

gastric iritasi

nonketotic hiperosmolar hiperglikemia

2. Kortikosteroid

Sifat dan kegunaannya :

Memperbaiki membran sel yang rusak dengan cara :

• membentuk ikatan dengan fatty acid atau phospolipid membran

• melindungi sel otak dari anoksia

• memperbaiki sistem sodium pump

• memperbaiki capillary tissue junction dan intercelluler junction sehingga permeabilitas

membran sel menjadi normal kembali dan akibatnya BBB pun membaik dan edema sel-sel

otak berkurang

Dosis :

• dexamethason : initial 10 mg IV kemudian diikuti dengan pengurangan 4 mg/4 jam/hari dan

pengurangan dosis secara tappering off. (diberikan dalam waktu singkat 7-10 hari)

• methyl prednisolon sodium succinat : initial 60 mg kemudian diikuti 20 mg/6 jam kemudian

taffering off

Hati-hati pada perdarahan lambung.

Akhir-akhir ini penggunaan kortikosteroid pada oedema serebri mulai dipertanyakan. Banyak

kontroversi diperdebatkan dalam penggunaannya pada kasus trauma kapitis.

3. Barbiturat

Berguna untuk melindungi otak dari kerusakan lebih parah dengan cara :

Page 18: Penda Hulu An

a. menurunkan metabolisme otak

b. menstabilkan membran sel

c. menurunkan aktivitas lysozim

d. menurunkan tekanan intra kranial

e. menurunkan pembentukan oedema otak

f. melindungi sel otak terhadap iskhemia

Dosis :

Tiopental atau pentotal : 3-5 mg/KgBB/hari yang bisa dinaikkan sampai 30-50 mg/KgBB

kemudian di monitor terus kadarnya dalam plasma untuk mencapai kadar optimal 2-2,5 mg

%.

Pemberian barbiturat terapi adalah pilihan terakhir sesudah gagal dalam penggunaan

hiperventilasi artifisiil, cairan hiperosmolar dan deksametason.

4. Hipothermi

30 derajat celcius bertujuan mengurangi metabolisme otak dan mengurangi tekanan darah.

Penyulit yang timbul adalah timbulnya aritmia cordia dan asidosis biasanya ini dilakukan

hanya dalam 5 hari saja.

5. Hiperventilasi Artifisial

Memakai alat bantu ventilator melakukan induksi hipokapnia dimana PaCO2 arteri

diturunkan dan dipertahankan pada 26-28 mmHg (3,5-3,7 kPa) sehingga cerebral blood flow

berkurang dan akibatnya akan menurunkan tekanan intra kranial.

PENATALAKSANAAN(4)

Pedoman Resusitasi dan Penilaian awal

1. Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang

servikal segaris dengan badan, pasang guedel, bila perlu intubasi.

2. Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak.

3. Menilai sirkulasi: otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan.

Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer

lengkap, ureum, elektrolit, glukosa, dan analisis gas darah arteri. Berikan larutan koloid,

larutan kristaloid (dekstrosa atau dekstrosa dalam salin) dapat menimbulkan eksaserbasi

edema otak pasca cedera kepala.

4. Obati kejang: Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat

Page 19: Penda Hulu An

diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15

mg/kgBB diberikan intravena perlahan-lahan dengan kecepatan tidak melebihi 50 mg/menit.

5. Menilai tinglcat keparahan

Pedoman Penatalaksanaan

1. Pada sernua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang belakang

servikal (proyeksi antero-posterior. lateral, dan odontoid), kolar servikal baru dilepas setelah

dipastikan bahwa seluruh tulang servikal Cl -C7 normal.

2. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut:

- Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCI 0,9%) atau larutan Ringer laktat:

cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis, dan

larutan ini tidak menambah edema serebri.

- Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah:

glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining

toksikologi dan kadar alkohol bila perlu

3. Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto rontgen kepala tidak diperlukan jika CT-

Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitif untuk mendeteksi fraktur. Pasien dengan

cedera kepala ringan, sedang, atau berat, harus dievaluasi adanya:

- Hematoma epidural

- Darah dalarn subaraknoid dan intraventrikel

- Kontusio dan perdarahan jaringan otak

- Edema serebri

- Obliterasi sisterna perimesensefalik

- Pergeseran garis tengah

- Fraktur kranium, cairan dalarn sinus, dan pneumosefalus.

4. Pada pasien yang korna (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda hemiasi, lakukan

tindakan berikut ini :

- Elevasi kepala 30o

- Hiperventilasi

- Berikan manitol 20 % 1g/kgbb intravena dalarn 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan

4-6 jam kemudian 1/4 dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama

- Pasang kateter Foley

- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi

Page 20: Penda Hulu An

Penatalaksanaan Khusus

1. Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke

rumah tanpa perlu dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria berikut:

- Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas

normal

- Foto servika1jelas normal

- Ada orang yang bertanggung-jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama,

dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

Kriteria perawatan di rumah sakit:

- Adanya darah intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan

- Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun

- Adanya tanda atau gejala neurologis fokal

- Intoksikasi obat atau alkohol

- Adanya penyakit medis komorbid yang nyata

- Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.

2. Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak), dengan skala

korna Glasgow 15 dan CT Scan normal, tidak pertu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan

untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau

amnesia. Risiko timbuInya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera

kepala sedang adalah minimal.

3. Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera

pada pasien ini adalah apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma

intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf untuk

tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan di unit rawat

intensif.

- Penilaian ulang jalan napas dan ventilasi

- Monitor tekanan darah

- Pemasangan alat monitor tekanan intrakranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila

memungkinkan.

- Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis (salin normal atau larutan Ringer laktat)

yang diberikan kepada pasien dengan cedera kepala karena air bebas tambahan dalam salin

0,45% atau dekstrosa 5 % dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksaserbasi edema serebri.

Page 21: Penda Hulu An

- Nutrisi: cedera kepala berat menimbulkan respons hipermetabolik dan katabolik, dengan

keperluan 50-100% lebih tinggi dari normal.

- Temperatur badan: demam mengeksaserbasi cedera otak dan harus diobati secara agresif

dengan asetaminofen atau kompres dingin.

- Antikejang: fenitoin 15-20 mg/kgBB bolus intravena, kemudian 300 mg/hari intravena. Jika

pasien tidak menderita kejang, fenitoin harus dihentikan setelah 7- 10 hari. Steroid: steroid

tidak terbukti mengubah hasil pengobatan pasien dengan cedera kepala dan dapat

meningkatkan risiko infeksi, hiperglikemia, dan komplikasi lain. Untuk itu, Steroid hanya

dipakai sebagai pengobatan terakhir pada herniasi serebri akut (deksametason 10 mg

intravena sebap 4-6 jam selama 48-72 jam).

- Profflaksis trombosis vena dalam

- Profilaksis ulkus peptik

- Antibiotik masih kontroversial. Golongan penisilin dapat mengurangi risiko meningitis

pneumokok pada pasien dengan otorea, rinorea cairan serebrospinal atau udara intrakranial

tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dengan organisme yang lebih virulen.

- CT Scan lanjutan

Komplikasi Cedera Kepala Berat

1. Kebocoran cairan serebrospinal

2. Fistel karotis-kavemosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos, kemosis, dan bruit orbita,

dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.

3. Diabetes insipidus oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis.

4. Kejang pasca trauma

PROGNOSIS(4)

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien

dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang

besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi

vegetatif, sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau

vegetatif hanya 5 – 10%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri

kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan

kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala. Sering kali

berturnpang-tindih dengan gejala depresi.

DAFTAR PUSTAKA

Page 22: Penda Hulu An

1. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004

2. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2005

3. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, dian Rakyat, Jakarta, 2004

4. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi

Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000

5. Robert L. Martuza, Telmo M. Aquino, Trauma dalam Manual of Neurologic Therapeutics

With Essentials of Diagnosis, 3th ed, Litle Brown & Co, 2000