penda hulu an

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada anak-anak di seluruh dunia. Setiap tahun, diperkirakan 1,2 juta anak dibawah umur 5 tahun meninggal akibat pneumonia. 1 Lebih dari 98% kematian pada anak dari 68 negara berkembang diakibatkan oleh pneumonia dan diare. 2 Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan total jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. 3 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan mortalitas pneumonia pada bayi 23,8%, dan balita 15,5%. 4,5,6 Survei mortalitas subdit ISPA Kementrian Kesehatan pada tahun 2005 di 10 provinsi didapatkan bahwa pneumonia merupakan penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia , yaitu sebanyak 22,3% dari seluruh kematian bayi. Kematian akibat pneumonia yang terbesar ditemukan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan. 4,5 Berdasarkan

Upload: ivanputras

Post on 08-Feb-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penda Hulu An

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada anak-anak di seluruh

dunia. Setiap tahun, diperkirakan 1,2 juta anak dibawah umur 5 tahun meninggal

akibat pneumonia.1 Lebih dari 98% kematian pada anak dari 68 negara

berkembang diakibatkan oleh pneumonia dan diare.2

Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia pada

balita dengan total jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa.3 Hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan mortalitas pneumonia pada bayi

23,8%, dan balita 15,5%.4,5,6 Survei mortalitas subdit ISPA Kementrian Kesehatan

pada tahun 2005 di 10 provinsi didapatkan bahwa pneumonia merupakan

penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia , yaitu sebanyak 22,3% dari seluruh

kematian bayi. Kematian akibat pneumonia yang terbesar ditemukan pada bayi

berumur kurang dari 2 bulan.4,5 Berdasarkan data profil kesehatan Indonesia tahun

2010, pneumonia memiliki Case Fatality Rate (CFR) paling tinggi di antara 10

penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit yaitu sebesar 7,6%

meningkat dibandingkan laporan pada tahun 2009 yaitu sebesar 6,63%.4

Menurut laporan kesehatan tahunan Kota Padang tahun 2012 angka kejadian

pneumonia pada balita di Kota Padang sebesar 394 orang. Kasus pnemonia balita

di puskesmas Kota Padang pada tahun 2011 menurun dibandingkan tahun 2010

yaitu dari 819 kasus menjadi 586 kasus. Berdasarkan laporan tahunan tahun 2011

angka kematian akibat pneumonia di Kota Padang sebesar 3,7%, pada bayi kurang

dari 1 tahun sedangkan pada anak usia 1-5 tahun tidak terdapat angka kematian.7,8

Page 2: Penda Hulu An

Kematian karena pneumonia sangat terkait dengan kekurangan gizi,

kemiskinanan dan kurangnya akses ke pelayanan kesehatan.2,13 Sebagian besar

pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Dasat tatalaksana pneumonia

rawat inap adalah pengobatan kausal, serta pengobatan suportif meliputi

pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan

keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam

dapat diberikan analgetik antipiretik. Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan

kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan

pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Identifikasi

dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya uji

mikrobiologis yang cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan

pengalaman empiris.9,10

Berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang dikeluarkan

Konsil Kedokteran Indonesia pada tahun 2012, pneumonia termasuk kedalam

standard kompetensi 4 yang berarti kita sebagai dokter layanan primer, kita

dituntut untuk mampu mengenali dan menatalaksana pneumonia secara

komprehensif.

Berdasrkan data yang sudah ditulis di atas, maka perlu rasanya kita

membahas tentang penatalaksanaan pneumonia pada anak.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang penatalaksanaan pneumonia yang komprehensif

pada anak.

Page 3: Penda Hulu An

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk menambah pengetahuan tentang pneumonia dan bagaimana

penatalaksanaan yang komprehensif pada anak.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk

dari berbagai literatur.

Page 4: Penda Hulu An

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal bronkiolus

terminalis yang mencangkup bronkiolus dan alveoli, serta dapat menimbulkan

konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.1

Menurut World Health Organization (WHO) pneumonia adalah sakit yang

terbentuk dari infeksi akut daerah saluran pernapasan bagian bawah yang secara

spesifik mempengaruhi paru-paru. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(Kemenkes RI) mendefinisikan pneumonia merupakan suatu penyakit infeksi

saluran pernapasan akut yang mengenai bagian paru (jaringan alveoli).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan pneumonia merupakan infeksi

saluran pernapasan akut pada daerah saluran pernapasan bagian bawah yang dapat

mengenai parenkim paru yang lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa

kanak-kanak.

2.2 Epidemiologi

WHO memperkirakan 156.000 kasus baru pneumonia pada anak umur dibawah 5

tahun di seluruh dunia, yang lebih dari 90% terjadi di negara berkembang yang

berpendapatan rendah dan menengah.1,2,12,14. Di negara berkembang insiden

pneumonia setiap tahunnya adalah 3-4 kasus pada 100 anak usia < 5 tahun.

Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar pada anak-anak di seluruh

dunia . Setiap tahun lebih dari 2 juta anak usih < 5 tahun meninggal akibat

pneumonia, yaitu 20% dalam kelompok usia tersebut.1,14

Pneumonia sering terjadi pada musim dingin, anak-anak yang terpapar

dengan asap rokok atau asap pembakaran. Pneumonia lebih sering ditemukan

pada laki-laki dan pada anak-anak yang berasal dari tingkat sosioekonomi

Page 5: Penda Hulu An

rendah.14,15 Dari laporan Riskesdas didapatkan bahwa insidensi pneumonia satu

setengah lebih tinggi terjadi di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan.15

2.3 Klasifikasi Pneumonia

Berdasarkan tempat kejadiannya, pneumonia dapat dibedakan menjadi:

1. Pneumonia komunitas atau community acquired pneumonia (CAP)

yaitu, pneumonia yang terjadi infeksi di luar rumah sakit, seperti panti

jompo, home care.

2. Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) yaitu,

pneumonia yang terjadi lebih 48 jam atau setelah penderita dirawat di

rumah sakit baik di ruang perawatan umum maupun di ICU, tetapi tidak

menggunakan ventilator.

3. Ventilator associated pneumonia (VAP) yaitu, pneumonia yang terjadi

setelah 48-72 jam intubasi tracheal atau menggunakan ventilator

mekanik di ICU.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab :

1. Pneumonia bakterial/tipikal adalah pneumonia yang terjadi pada semua

usia. Bberapa kuman mempunyai tedensi menyerang sesirang yang

peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik dan staphylococus

pada penderita pasca infeksi influenza.

2. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh

mycoplasma,legionella dan chlamydia.

3. Pneumonia virus

4. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang merupakan infeksi sekunder,

terjadi pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan predileksi infeksi :

1. Pneumonia lobaris adalah pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau

segmen dan kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus,

misalnya pada aspirasi benda asing atau proses keganasan.

Page 6: Penda Hulu An

2. Bronkopneumonia adalah pneumonia yang ditandai adanya bercak

infiltrat pada paru. Pneumonia jenis ini sering terjadi pada bayi dan

orang tua. Pneumonia ini disebabkan oleh bakteri maupun virus.

Klasifikasi pneumonia menurut MTBS (2008) :

1. Pneumonia berat/sangat berat yang ditandai dengan adanya bahaya

umum atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor

2. Pneumonia ditandai dengan adanya napas cepat

3. Bukan pneumonia ditandai dengan tidak adanya tanda-tanda pneumonia

atau penyakit sangat berat.

2.4 Etiologi Dan Faktor Risiko

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh virus atau bakteri dan sebagian kecil

disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi.10

Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh

bakteri. Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah streptococcus

pneumoniae, dikuti oleh haemophilus influenzae, dan staphylococcus

aureus.3,10,13,27

Gambar 2.1 Etiologi pneumonia pada anak di negara berkembang13

Page 7: Penda Hulu An

Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada

perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,

gambaran klinis dan strategi pengobatan. Spektrum mikroorganisme penyebab

pada pneumonia berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Etiologi Pneumonia Berdasarkan Usia10

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri

E. colli Bakteri anaerob

Streptoccus group B Streptoccous group D

Listeria monocytogenes Haemophilllus influenza

Streptococcus pneumonia

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 minggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae tipe B

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus  aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus

Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae tipe B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides

Virus Staphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenza Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenza

Page 8: Penda Hulu An

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 tahun – remaja Bakteri Bakteri

Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus Rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang anak

rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Berbagai faktor risiko yang

meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena pneumonia, yaitu

usia, status gizi, ASI, suplementasi vitamin A, suplementasi zinc, bayi berat badan

lahir rendah, vaksinasi dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan

asap bakaran dari dapur.16

1. Usia

Bayi lebih mudah terkena pneumonia dibandingkan balita, hal ini

disebabkan karena pembentukan imunitas yang belum sempurna, terutama usia bi

bawah 1 tahun.

2. Status gizi

Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan kematian

balita dengan infeksi saluran pernapasan. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI

ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit pada

anak. Pemberian ASI sub-optimal mempunyai risiko kematian karena infeksi

saluran napas bawah, sebesar 20%.

Page 9: Penda Hulu An

3. ASI

ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi karena mengandung zat gizi

paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Oleh karena itu untuk

mencapai pertumbuhan secara optimal, United Nation Cildren Fund (UNICEF)

dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan untuk pemberian ASI

secara eksklusif sampai umur 6 dan dapat dilanjutrkan sampai anak usia 2 tahun

Kandungan di dalam ASI salah satunya adalah antibodi yang dapat

melindungi bayi dari penyakit. Imunoglobulin yang dominan dalam ASI adalah

IgA sekretorik, yang bekerja menghambat perlekatan bakteri ke sel permukaan

epitel.

4. Pemberian vitamin A

Program pemberian kapsul vitamin A dilakukan setahun dua kali, diberikan

sejak anak berusia 6 bulan. Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas

dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman. Vitamin A mempengaruhi

pertumbuhan dan diferensiasi limfosit B. Sel-sel yang mengalami diferensiasi

adalah sel-sel epitel, terutama sel-sel goblet, yaitu sel kelenjar yang mensintesis

dan mengeluarkan mukus atau lendir. Sehingga bila terjadi defisit vitamin A sel-

sel kelenjar tidak mengeluarkan mukus dengan sempurna, sehingga mudah

terkena infeksi.

5. Suplementasi Zink (Zn) perlu diberikan untuk anak dengan diet kurang

Zink di negara berkembang. Penelitian di beberapa negara Asia Selatan

menunjukkan bahwa suplementasi Zink pada diet sedikitnya 3 bulan dapat

mencegah infeksi saluran pernapasan bawah. Di Indonesia, Zinc dianjurkan

diberikan pada anak yang menderita diare.

6. BBLR

Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk meningkatnya

ISPA.

7. Vaksinasi

Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia.

Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah

imunisasi pertusis (DTP), campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus.

8. Polusi udara

Page 10: Penda Hulu An

Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah

mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara berkembang.

Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi udara dari dapur.

Faktor lain yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ISPA adalah

pendidikan ibu dan status sosio-ekonomi keluarga. Makin rendah pendidikan ibu,

makin tinggi prevalensi ISPA pada balita.

Gambar 2.2 Faktor risiko untuk pneumonia pada balita16

Page 11: Penda Hulu An

2.4 Patogenesis dan Patofisiologi

Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer

melalui saluran resporatori. Ada 3 stadium dalam patofisiologi penyakit

pneumonia 10, yaitu :

1) Stadium hepatisasi merah.

Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi

dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena

mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan

edema, dan ditemukannya kuman di alveoli.

2) Stadium hepatisasi kelabu.

Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN

di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat.

3) Stadium resolusi

Setelah itu, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami

degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Sistem

bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.

Patofisiologi pneumonia terjadi akibat inflamasi pada parenkim paru

sebagai respon yang dipicu masuknya bakteri ke dalam ruang alveolar. Pada fase

akut, respon tubuh ditandai oleh migrasi neutrofil dan makrofag ke dalam alveoli

yang terinfeksi yang akan memfagositosis kuman patogen, dan melepaskan

sitokin proinflamasi. Selanjutnya, akan terjadi aktivasi sel T dan sel B yang

meningkatkan respon terhadap patogen. Hal ini akan melindungi alveolar dari

infeksi kuman pathogen, namun, amplifikasi yang berlebihan dari respon

inflamasi akan memperburuk perjalanan klinis pneumonia, yang bisa

mengakibatkan kerusakan yang parah pada parenkim paru dan pada kasus yang

lebih berat bisa mengakibatkan gagal nafas dan syok sepsis.17

2.5 Manifestasi Klinis

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak

adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas,

gejala klinis yang kadangkadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya

Page 12: Penda Hulu An

penggunaan prosedur diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih

sering, dan faktor patogenesis.10

Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-

ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah10 sebagai berikut :

1) Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,

penurunan nafsu makan, keluhan GIT seperti mual, muntah atau diare: kadang-

kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.10 Gejala infeksi umum lebih

terlihat jelas pada pneumonia yang diakibatkan oleh bakteri dibandingkan virus

karena virus pada respiratori jarang terjadi viremia.20

2) Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada,

takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, dan sianosis. Pada

pemeriksaan fisis dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas

melemah, dan ronki.10,14 Pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia

lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru

umumnya tidak ditemukan kelainan.10 Takipnea sering digunakan sebagai penanda

klinis pneumonia pada semua usia. Bersama dengan retraksi dinding dada dan

batuk, takipnea merupakan penanda yang kuat dalam diagnosis pneumonia.25,28

Menurut WHO ada beberapa kriteria tanda-tanda distress pernapasan18,

yaitu:

1. Takipnue

2. Dispnue

3. Retraksi suprasternal, intercostal atau subcostal

4. Merintih

5. Napas cuping hidung

6. Apnue

7. Perubahan status mental

8. Pengukuran pulse oksimetri (<90%)

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Page 13: Penda Hulu An

2.6.1 Darah Perifer Lengkap

Pada pneumonia virus dan pneumonia mikoplasma umumnya ditemukan leukosit

dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneuminia bakteri

didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm3 dengan

predominan PMN.10,19,28 Leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis buruk.

Leukosistosis hebat (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukan adanya infeksi

bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakteriemi, dan risiko terjadinya

komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi chlamydia pneumoniae kadang-kadang

ditemukan eosinofilia.10

2.6.2 C-Reaktif Protein (CRP)

C-reaktif protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh

hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP secara

cepat di stimulasi oleh sitokin, terutama interleukin (IL)-6 dan tumor necrosis

factor (TNF). Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk

membedakan faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri. C- Reaktif

kadang digunakan untuk evaluasi respon terhadap antibiotik.10 C-reaktif protein

pada anak dengan pneumonia bakterial akan terjadi peningkatan.19

2.6.3 Uji Serologis

Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri

mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang rendah.10,19 Secara umum uji

serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik. Akan

tetapi, untuk deteksi infeksi bakteri atipik seperti mikoplasma dan klamidia, serta

beberapa virus seperti RSV, sitomegalo, campak, parainfluenza 1,2,3, influenza A

dan B, dan adeno, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi

diagnosis.10

Dari beberapa penelitian, uji serologi bisa digunakan pada beberapa bakteri

seperti M. pneumonia, C. pneumonia, S. Pneumonia dengan menggabungkan titer

pada fase aku dan fase konvelesen. Pada pneumonia yang diakibatkan oleh

Page 14: Penda Hulu An

S.pneumonia terjadi peningkatan titer antibodi (capsular polysaccarides,

pneumolysin,ataupun kompleks antigen-antibodi spesifik).19

2.6.4 Mikrobiologi

Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi melalui

pemeriksaan mikrobiologik.18,21 Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis

pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang

dirawat.10 Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesim didapatkan dari darah

sputum, sekret nasofaring bagian posterior, aspirasi trakea, torakosintesis pada

efusi pleura, percutaneus lung aspiration, dan biopsi paru bila diperlukan.10,21

Banyak kendala yang didapatkan pada pemeriksaan mikrobiologik, baik dari segi

teknis maupun dari segi biaya. Secara umum, kumam spesifik penyebab

pneumonia hanya dapat diidentifikasi kurang dari 50% kasus.21

2.6.4 Foto Polos Dada

Foto rontgen thorak hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang di

rawat. Secara umum gambaran foto thorak10 terdiri dari:

- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,

peribronchial cuffing dan hiperaerasi.

- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi yang mengenai satu lobus di sebut pneumonia lobaris atau dikenal

juga dengan round pneumonia.

- Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru, berupa bercak infiltrat yang dapat meluas ke daerah perifer paru disertai

dengan peningkatan corakan peribronkhial.

Gamabaran foto thorak dapat membantu mengarahkan kecendrungan

etiologi pneumonia. Pneumonia virus umumnya menunjukan gambaran infiltrat

interstisial difus, hiperinflasi atau atelektasis, dan penebelan peribronkial.10,21,28

Ifiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia, dan air

bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.10,28 Pembesaran kelenjar

Page 15: Penda Hulu An

hilus sering terjadi pada pneumonia karena Haemophillus influenza dan

staphylococcus aureus, tapi jarang pada streptococcus pneumonia.21

Gambar 2.3 Gambaran radiologi pada pneumonia akibat virus : Hiperinflasi, penebalan peribronkial, corakan perihiler meningkat, dan gambaran seperti atelektasis.14

Gambar 2.4 Gambaran radiologi pada pneumonia akibat pneumococcal pneumonia : konsolidasi udara di segmen superior pada lobus bawah kanan dengan adanya gambaran air bronchogram.14

2.7 Diagnosis

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi dan atau serologis

merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab

tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai.10

Pneumonia pada anak umumnya secara klinis yang menunjukkan keterlibatan

Page 16: Penda Hulu An

sistem repiratori, serta gambaran radiologis dalam mendukung penemuan klinik

dan atau mengidentifikasi adanya komplikasi seperti efusi pleura dan empiema. 10,13,28

Gejala yang menunjukan adanya pneumonia adalah demam, sianosis, dan

lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut, yaitu takipnea, batuk, napas

cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah.10 Nafas cepat dinilai

dengan menghitung frekuensi nafas selama satu menit penuh ketika bayi dan anak

dalam keadaan tenang. Sesak nafas dinilai dengan melihat adanya retraksi

epigasitrium (tarikan dinding dana bagian bawah) ketika menarik nafas.10

2.8 Tatalaksana

Prioritas awal pada anak dengan pneumonia yaitu identifikasi dan penanganan

ditres pernapasan, hipoksemia dan hiperkarbia. Merintih, napas cuping hidung,

takipnue berat dan retraksi harus langsung ditangani. 23 Sebagian besar pneumonia

pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan berdasarkan berat-ringan

penyakit. Pada pneumonia ringan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan

efektifitas mencapai 90%.10 Antibiotik lini pertama yang diberikan adalah

kotrimoksazol (4mg/kgbb) dan amoxicillin (25mg/kgbb).10,13

Indikasi pasien yang dirawat adalah24 sebagai berikut:

- Keadaan tampak sakit

- Usia <3 bulan

- Hipoksemia : saturasi oksigen kurang dari 93%

- Distres pernapasan

- Pneumonia berat

- Keadaan memburuk walaupun sudah terapi oral

- Keadaan sosial yang memprihatinkan

Page 17: Penda Hulu An

2.8.1 Terapi antibiotik

Anak yang diduga dengan pneumonia bakteri harus diobati dengan antibiotik.

1. antibiotik oral

Antibiotik oral diberikan pada pneumonia ringan-sedang. Pada bayi usia <3 bulan dengan pneumonia yang dirawat jalan, tidak memerlukan antibiotik.

Umur Antibiotik Dosis Durasi3 bulan-5 tahun Amoxicillin dosis

tinggi30 mg/kg/dosis TDS maximum 500 mg/dosis

5-7 hari

≥5 tahun Amoxicillin dosis tinggi

30 mg/kg/dosis TDS maximum 1000 mg/dosis

5-7 hari

≥5 tahun, suspek pneumonia mikoplasma

Eritromisin OR, Roxithromycin(hanya tablet)

12,5 mg/kg/dosis QID4 mg/kg, BD

7-10 hari

2. antibiotik parenteral

a. pneumonia

Anjuran terapi empiris intravena pada pasien yang tidak ada komplikasi pneumonia(bukan karena staphilococus, tidak ada abses paru dan tidak ada efusi pleura) adalah:

Umur Antibiotik Dose Interval < 3 bulan Cefotaxim +

Amoxicillin50 mg/kg/dosis50 mg/kg/dosis

86

≥3 bulan(imunisasi lengkap

Amoxicillin 30-50 mg/kg/dosisMaximum 2000 mg/dosis

8

Lama terapi tergantung dari respon klinis. Terapi intravena harus diberikan sampai anak bebas demam, dan pada pneumonia yang berat, lama terapi biasanya 7-10 hari dengan monitoring denyut nadi, pernapasan, temperatur dan saturasi oksigen.

Page 18: Penda Hulu An

b. komplikasi pneumonia

< 3 bulan Cefotaxim dan amoxycillin

≥3 bulan Amoxicillin + asam clavulanic Orcefuroxime

30mg/kg/dosis(maksimal 1,2g/dosis

30mg/kg/dosis(maksimal 1,5g/dosis

6-8 jam

8 jam

c. kemungkinan staphylococcus pneumonia

staphylococcus pneumonia berhubungan dengan abses paru dan empiema.

Perumpamaan dalam setiap anak yang tidak sehat, memiliki abses atau infeksi

metastasis sebagai akibat dari cacar air, influenza atau campak. Diagnosis harus

dikonfirmasi dengan pemeriksaan darah. Pneumonia stafilokokus merupakan

kegawatdaruratan medis. Antibiotik intravena yang sesuai untuk pneumonia

S.aureus adalah:

Flucloxacillin 50mg/kg(maksimal 2000mg/dosis)

6 jam

Clindamycin 10 mg/kg(maksimal 450/dosis

6-8 jam

2.8.2 Terapi suportif

Selain antibiotik, tatalaksana suportif diperlukan pada anak yang menderita

pneumonia. Terapi suportif22 tersebut meliputi :

1. Oksigen

Oksigen harus diberikan pada keadaan hipoksia. Hipoksemia merupakan

manifestasi yang serius pada pneumonia anak.26 Hipoksemia adalah

penyebab utama kematian pada anak dengan pneumonia.12 Hipoksemia bisa

Page 19: Penda Hulu An

ditentukan dengan menggunakan oximeter, penggunaan terapi oksigen

diberikan bila saturasi oksigen pada oximeter dibawah 90-92%.12,22,26 Tetapi,

jika oximeter tidak ada, oksigen diberikan ketika keadaan sianosis sentral,

retraksi dinding dada, merintih, gelisah, tidak mau makan atapun minum,

dan frekuensi nafas diatas 70 dalam semenit.22,26

Cara pemberian oksigen pada pasien

Nasal prongs dianjurkan pada banyak anak. Pada penggunaan

nasal prongs FiO2 bisa mencapai maksimum sekitar 28-35%

tetapi pada bayi bisa lebih tinggi lagi. Kecepatan aliran oksigen

0.5-1 L/menit digunakan pada bayi < 2 bulan, sedangkan pada

usia 2 bulan-5 tahun keecepatan aliran oksigennya sebesar 2-

3L/menit.

Nasal chateter, FiO2 pada nasal chateter mencapai 35-40%.

Nasopharyngeal chateter berguna pada kecepatan ambilan O2

yang sangat rendah. Bayi < 2 tahun biasanya diberikan 0.5

l/menit dan pada bayi diatas 1 tahun diberikan 1 l/menit.

Pemasangan nasopharyngeal chateter memiliki komplikasi

yang bisa menimbulkan kematian seperti distensi lambung,

obstruksi jalan napas, pneumoorbitus, dan pneumochepalus.

Oksigen headbox. Metode ini sangat cocok untuk bayi muda.

Oksigen headbox ini tidak memerlukan humidifikasi tetapi

membutuhkan kekuatan aliran yang cepat untuk memastikan

FiO2 yang diberikan sesuai.

Oksigen sungkup, diberikan dengan kecepatan aliran 6-10

l/menit dengan FiO2 28-65%.

Pada keadaan hipoksia berat pada bayi yang tidak terpasang

ventilator, oksigen diberikan dengan menggunak polymask

diperkiran FIO2 sekitar 60-80%.

2. Antipiretik dan analgetik

Peningkatan suhu merupakan respon tubuh dalam mewalan infeksi.

Peningkatan suhu ditatalaksana ketika suhu > 390c, adanya risiko

Page 20: Penda Hulu An

kejang demam, dan ada gangguan pada sistem saraf pusat. Nyeri pada

pneumonia biasanya diakibatkan oleh pleuritis atau karena ada

gangguan pada saluran nafas atas. Nyeri atau perasaan yang tidak enak

pada saluran nafas baru ditatalaksana ketika sangat mengganggu fungsi

pernafasan dan pembersihan sekresi mukus tidak adekuat. Obat yang

sering digunakan yaitu parasetamol dengan dosis 15mg/kgbb,

diberikan sebanyak 4-6 kali perhari. Jika parasetamol tidak mampu

menghilangkan nyeri dapat ditambahkan kodein (0.5mg/kgbb tiap

8jam).

3. Transfusi darah

Transfusi darah dilakukan pada anak dengan hemoglobin dibawah 7

jika anak dalam keadaan hipoksia atau kompensasi kardiovaskular

4. Cairan

Pastikan kebutuhan cairan anak tetap terpenuhi. Anak tanpa ada

komplikasi harus tetap memperoleh cairan rumatan. Apabila dehidrasi,

lakukan rehidrasi segera.

Enteral

Anak dengan pneumonia harus didorong untuk makan secara

oral kecuali ada penekanan dalam minum atau menelan,

frekuensi batuk yang terlalu sering sehingga ditakutkan akan

terjadi aspirasi isi lambung, dan hipovolemik yang dengan

perfusi yang jelek. Pada bayi ASI harus tetap dilanjutkan pada

saat yang tepat, tetapi jika tidak bisa melalui oral makanan

harus tetap diberikan melaui nasogastric tube.

Intravena

Cairan intravena harus diberikan dengan hati-hati, cairan

intravena diberikan jika ada monitoring cairan yang ketat.

Indikasi pemberian cairan intravena pada pneumonia yaitu

pada keadaan syok dan tidak bisa makan ataupun minum

melalui oral.

Page 21: Penda Hulu An

Pada anak dengan pneumonia berat atau yang memiliki

komplikasi, pemeriksaan urea serum dan elektrolit harus

dilakukan sebelum pemberian cairan untuk mencegah

terjadinya SIADH (Syndrome of Inappropriate Antidiuretic

Hormone Secretion). Pada anak, cairan harus dibatasi 40-60

dari kebutuhan normal. Jika terjadi hiponatremia, cairan

isotonik harus diberikan setengah.

5. Nutrisi

Kalori

Jumlah kalori minimal pada anak dengan pneumonia 50-

60kkal/kgbb/hari. Pada pasien dengan malnutrisi dengan intake

nutrisi yang jelek, membutuhkan tambahan kalori yang lebih

dari biasanya. Ketosis pada anak dengan pneumonia harus

dihindari dengan asupan karbohidrat yang cukup.

Kebutuhan kalori anak harus cukup untuk kebutuhan

metabolisme dan pertumbuhan anak. Pada pneumonia asupan

kalori yang cukup harus dipantau secara ketat karena

kebutuhan kalori yang tinggi pada pneumonia akibat

peningkatan aktivitas kerja pernapasan.

Mikronutrien

Pada anak dengan pneumonia pemberian zink 20mg/hari dapat

mempercepat pemulihan. Oleh karena itu, pembrian zink pada

pneumonia harus dipertimbangkan dalam pengobatan di rumah

sakit.

2.9 Komplikasi

Sindrom inappropriate anti diuretik hormon ( SIADH ) : sekresi hormon

anti - diuretik menyebabkan retensi air dan mengakibatkan hiponatremia .

Ini sering terjadi pada penyakit pernapasan anak

Nekrosis paru : dicurigai pada kasus yang tidak berespon terhadap

pengobatan, termasuk demam yang menetap. Untuk memastikannya, bisa

digunakan CT Scan

Page 22: Penda Hulu An

Pneumatocoele : berupa kista berdinding tipis dengan udara didalamnya,

biasanya diakibatkan oleh Staphylococcus aureus.

Atelektasis.

Empiema

Abses paru.

Bronkitis kronis / bronkiektasis : biasnya merupakan gejala sisa dari

pneumonia

Page 23: Penda Hulu An

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Pneumonia Factsheet. [citied 2013 October 31]. Geneva: World Health Organization: 2013. Avaible from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html.

2. World Health Organization, UNICEF. Global Action Plan for Prevention and Control of Pneumonia (GAPP). 2009. [citied 2013 October 31]. Geneva: World Health Organization. Avaible from: http://whqlibdoc.who.int/hq/2009/WHO_FCH_CAH_NCH_09.04_eng.pdf

3. World Health Organization, UNICEF. Pneumonia : The Forgetten Killer of Children .2012. [citied 2013 October 31]. Geneva: : World Health Organization. Avaible from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2006/9280640489_eng.pdf

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kemenkes RI; 2011

5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Kemenkes RI; 2012

6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Kemenkes RI; 2013

7. Dinas Kesehatan Kota Padang. Profil Tahunan Tahun 2011 Edisi 2012. Dinas Kesehatan Kota Padang; 2012

8. Dinas Kesehatan Kota Padang. Laporan Tahunan Tahun 2012 Edisi 2013. Dinas Kesehatan Kota Padang; 2013

9. Said Marjanis. Penanganan pneumonia anak balita dalam mencapai MDG4. Buletin Jendela Epidemiologi. Kemenkes RI; 2010; 3; 16-21

10. Said Marjanis. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. Ed I. Jakarta: IDAI; 2008; pp 350-65

11. Dahlan Zul. Pneumonia. Dalam: Aru W.S, Bambang S, Idrus A, penyunting: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta: Pusat Penebitan Ilmu Penyakit Dalam; 2009; pp 2196-206

12. Kuti BP, et al. Determinants of Oxygen Therapy in Childhood Pneumonia in a Resource-Constrained Region. Hidawi. 2013; 2013;1-6

13. Scott JAG, et al. Pneumonia research to reduce childhood mortality in the developing world. JCI. 2008; 118; 1291-1300

14. Durbin WJ, Stille C. Pediatric in review: Pneumonia. Pediatrics: 2008; 29; 147-160

Page 24: Penda Hulu An

15. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Hasil Riset Kesehatan (RISKESDAS) Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2017

16. Kastasasmita BC. Pneumonia pembunuh balita. Buletin Jendela Epidemiologi. Kemenkes RI; 2010; 22-6

17. Weiss AK, et al. Adjunct Corticosteroids in Children Hospitalized With Community-Acquired Pneumonia. Pediatrics: 2011; 127; e255-263

18. Bradley JS, et al. The Management of Community-Acquired Pneumonia in Infants and Children Older Than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. CID: 2011

19. Stein RT, Marostica PJC. Community-Acquired Bacterial Pneumonia. Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children. Ed 7. Philadelpia: WB Saundres; 2006; pp 441-52

20. Crowe JE. Viral Pneumonia. Dalam: Chernick V, Boat TF, Wilmott RW, Bush A, penyunting. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children. Ed 7. Philadelpia: WB Saundres; 2006; pp 433-40

21. Retno AS, Landia S, Makmuri MS. Pneumonia. Divisi Respirologi Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU dr. Soetomo Surabaya: 2006

22. Zar HJ, et al. Diagnosis and management of community-acquired pneumonia in childhood – South African Thoracic Society guidelines. South Afr J Epidemiol Infect: 2009; 24; 25-36

23. Bennet NJ, et al.Pediatric Pneumonia. [citied 2013 November 5]. Avaible from: http://emedicine.medscape.com/article/967822

24. Best D, Brabyn, Sheperd, Twiss. Pneumonia. Starship Children’s Health Clinical Guideline: 2010; 1-8

25. Dalimunthe W, Daulay RM, Daulay RS. Significant clinical features in pediatric pneumonia. Paediatrica Indonesiana: 2013; 53; 37-41

26. Supartha M, Purniti PS,Naning R, Subanada IB. Clinical predictors of hypoxemia in 1-5 year old children with pneumonia. Paediatrica Indonesiana: 2010; 50; 355-60

27. BTS28. Nelson