penda hulu an

18
PENDAHULUAN Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan akan daging yang terus meningkat pula. Sehubungan dengan hal tersebut, ternak sapi khususnya sapi potong merupakn salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam kehidupan masyarakat. Sebab sektor atau kelompopk ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain sebagainya. Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein hewani (Anonimus,2010). Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai pengumpul bahan bergizi rendah yang dirubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Daging untuk pemenuhan gizi mulai meningkat dengan adanya istilah ”Balita” dan terangkatnya peranan gizi terhadap kualitas generasi penerus. Jadi untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dari daging ini kita khhususnya peternak perlu meningkatkan Produksi daging. Perkembangan usaha 1

Upload: atika-resty-handani

Post on 15-Jan-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penda Hulu An

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut ketersediaan akan

daging yang terus meningkat pula. Sehubungan dengan hal tersebut, ternak sapi

khususnya sapi potong merupakn salah satu sumber daya penghasil bahan makanan

berupa daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya di dalam

kehidupan masyarakat. Sebab sektor atau kelompopk ternak sapi bisa menghasilkan

berbagai macam kebutuhan, terutama sebagai bahan makanan berupa daging,

disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang dan lain

sebagainya. Daging sangat besar manfaatnya bagi pemenuhan gizi berupa protein

hewani (Anonimus,2010).

Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat berperan sebagai

pengumpul bahan bergizi rendah yang dirubah menjadi bahan bergizi tinggi,

kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Daging untuk

pemenuhan gizi mulai meningkat dengan adanya istilah ”Balita” dan terangkatnya

peranan gizi terhadap kualitas generasi penerus. Jadi untuk pemenuhan kebutuhan

protein hewani dari daging ini kita khhususnya peternak perlu meningkatkan

Produksi daging. Perkembangan usaha penggemukan sapi didorong oleh permintaan

daging yang terus menerus meningkat dari tahun ke tahun (Anonimus,2010).

Usaha peternakan sapi potong merupakan salah satu usaha yang cukup

berpotensi untuk dikembangkan guna meningkatkan perekonomian. Usaha sapi

potong berpotensi dikembangkan, dikarenakan usaha ini relatif tidak tergantung pada

ketersediaan lahan dan tenaga kerja yang berkualitas tinggi, produk sapi potong

memiliki nilai elastisitas terhadap perubahan pendapatan yang tinggi, dan dapat

membuka lapangan pekerjaan. Namun, modal yang dibutuhkan untuk memulai usaha

tersebut cukup besar (Bank Indonesia, 2010). Pada umumnya usaha sapi potong

mengarah kepada usaha penggemukan untuk pemanfaatan dagingnya saja, dengan

demikan dapat dihasilkan produk daging sapi berkualitas.

1

Page 2: Penda Hulu An

Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak

dibutuhkan konsumen, dan sampai saat ini Indonesia belum mampu memenuhi

kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor. Kondisi tersebut memberikan

suatu gambaran bahwa terdapat peluang untuk pengembangan usaha budi daya

ternak, terutama sapi potong. Upaya melakukan pembesaran sapi potong diharapkan

dapat menghasilkan daging sapi yang banyak dan berkualitas baik, dengan demikian

daging yang berkualitas tersebut memiliki harga yang cukup tinggi di pasaran

(Anonimus,2014).

Usaha peternakan sapi potong mempunyai peran yang sangat penting dalam

peningkatan produktivitas sapi potong guna pemenuhan kebutuhan konsumen akan

hasil produk berupa daging. Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipenuhi dari

tiga sumber yaitu ternak sapi lokal, hasil penggemukan sapi ekspor – impor, dan

impor daging dari luar negeri. Impor sapi hidup dan daging beku merupakan salah

satu upaya agar tidak terjadi kesenjangan antara produksi dan tingkat konsumsi

daging sapi di dalam negeri (Rivai, 2009). Namun upaya tersebut harus berjalan

seiring agar produktivitas ternak sapi potong tidak menurun bahkan terhenti. Sapi-

sapi impor yang didatangkan pada saat ini sebagian besar berasal dari Australia yaitu

bangsa sapi BX (Brahman Cross), hal itu terjadi mengingat sapi impor tersebut

memilikin pertumbuhan yang cukup baik sehingga bisa optimal sebagai ternak

potong.

Sapi Brahman, merupakan sapi yang termasuk dalam golongan sapi Zebu. Sapi

Brahman banyak disilangkan dengan jenis sapi lainnya dan menghasilkan peranakan

Amerika Brahman (Brahman Cross), dimana jenis sapi Brahman mempunyai

pertambahan berat badan harian yang cukup tinggi yaitu 0,8 Kg – 1,5 Kg/hari. Bobot

badan jantan dewasa rata – rata 1100 Kg dan betina dewasa 850 Kg. Jenis sapi

Brahman umumnya di impor dari Australia dan Selandia Baru dalam bentuk bakalan

untuk digemukkan kembali (Anonimus,2014).

2

Page 3: Penda Hulu An

PEMBAHASAN

Pembuatan Silase

Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan baku

yang berupa  tanaman hijauan, limbah industri pertanian, serta bahan pakan alami

lainya, dengan jumlah kadar / kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di

masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara, yang biasa disebut

dengan “Silo”, selama kurang lebih tiga minggu. Di dalam silo tersebut  tersebut akan

terjadi beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen), dimana “bakteri

asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada bahan baku, sehingga

terjadilah  proses fermentasi. Silase yang terbentuk karena proses fermentasi ini dapat

di simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi

dari bahan bakunya (Anonimus, 2013).

Manurut Anonimus (2013), tujuan utama pembuatan silase adalah untuk

mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk

dimanfaatkan pada masa mendatang. Dijelaskan lebih lanjut bahwa silase dibuat jika

produksi hijauan dalam jumlah yang banyak atau pada fase pertumbuhan hijauan

dengan kandungan zat makanan optimum. Dibandingkan pengawetan dengan

pembuatan hay, pembuatan silase lebih mempunyai keunggulan karena kurang

tergantung pada kondisi cuaca harian.

Sedangkan menurut Wilkinson dkk (1996) Tujuan utama pembuatan silase

adalah untuk memaksimumkan pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada

hijauan atau bahan pakan ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu

yang lama, untuk kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak. Sehingga dapat

mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Di

banyak negara, hasil ensilasi hijauan segar memiliki nilai ekonomi yang tinggi

sebagai pakan ternak. Negara-negara eropa, seperti: Belanda, Jerman dan Denmark

memproses hampir 90% hijauan yang dihasilkan dari lahan pertaniannya sebagai

bahan makanan ternak dengan teknik ensilasi.

3

Page 4: Penda Hulu An

Ensilasi adalah metode pengawetan hijauan berdasarkan pada proses 

fermentasi asam laktat yang terjadi secara alami dalam kondisi anaerobik proses ini

memerlukan waktu 2-3 minggu. Selama berlangsungnya proses ensilasi, beberapa

bakteri mampu memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi berbagai macam gula

sederhana. Sedangkan bakteri lain memecah gula sederhana tersebut menjadi produk

akhir yang lebih kecil (asam asetat, laktat dan butirat). Produk akhir yang paling

diharapkan dari proses ensilasi adalah asam asetat dan asam laktat. Produksi asam

selama berlangsungnya proses fermentasi akan menurunkan pH pada material hijauan

sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain yang tidak

diinginkan. Proses ensilasi dalam silo/fermentor kedap udara terbagi dalam 4 tahap,

yaitu (Weinberg and Muck, 1996; Merry dkk., 1997).

a. Tahap I – Fase aerobik.

Tahap ini pada umumnya hanya memerlukan waktu beberapa jam saja,

fase aerobik terjadi karena keberadaan oksigen di sela-sela partikel tanaman.

Jumlah oksigen yang ada akan berkurang seiring dengan terjadinya proses

respirasi pada material tanaman serta pertumbuhan mikroorganisme aerobik

dan fakultatif aerobik, seperti khamir dan enterobakteria. Selanjutnya, enzim

pada tanaman seperti protease dan carbohydrase akan teraktivasi, sehingga

kondisi pH pada tumpukan hijauan segar tetap dalam batas normal (pH 6.5-

6,0).

b. Tahap II – Fase fermentasi.

Tahap ini dimulai ketika kondisi pada tumpukan silase menjadi

anaerobik, kondisi tersebut akan berlanjut hingga beberapa minggu,

tergantung pada jenis dan kandungan hijauan yang digunakan serta kondisi

proses ensilasi. Jika proses fermentasi berlangsung dengan sempurna, bakteri

asam laktat (BAL) akan berkembang dan menjadi dominan, pH pada

material silase akan turun hingga 3.8-5.0 karena adanya produksi asam laktat

dan asam-asam lainnya.

c. Tahap II – Fase stabil.

4

Page 5: Penda Hulu An

Tahap ini akan berlangsung selama oksigen dari luar tidak masuk ke

dalam silo/fermentor. Sebagian besar jumlah mikroorganisme yang

berkembang pada fase fermentasi akan berkurang secara perlahan. Beberapa

jenis mikroorganisme toleran asam dapat bertahandalam kondisi stasioner

(inactive) pada fase ini, mikroorganisme lainnya seperti clostridia dan bacilli

bertahan dengan menghasilkan spora. Hanya beberapa jenis mikroorganisme

penghasil enzim protease dan carbohydrase toleran asam serta beberapa

mikroorganisme khusus, seperti Lactobacillus buchneri yang dapat tetap

aktif pada level rendah.

d. Tahap IV – Fase pemanenan (feed-out/aerobic spoilage).

Fase ini dimulai segera setelah silo/fermentor dibuka dan silase

terekspose udara luar. Hal tersebut tidak terhindarkan, bahkan dapat dimulai

terlalu awal jika penutup silase rusak sehingga terjadi kebocoran. Jika fase

ini berlangsung terlalu lama, maka silase akan mengalami deteriorasi atau

penurunan kualitas silase akibat terjadinya degradasi asam organik yang ada

oleh khamir dan bakteri asam asetat. Proses tersebut akan menaikkan pH

pada tumpukan silase dan selanjutya akan berlangsung tahap spoilage ke-2

yang mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu, dan peningkatan aktifitas

mikroorganisme kontaminan, seperti bacilli, moulds dan

enterobacteria (Honig and Woolford, 1980).

Untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam proses pembuatan silase, maka

perlu dilakukan pengontrolan dan optimalisasi pada setiap tahapan ensilasi. Pada

tahap I, dibutuhkan teknik filling material hijauan yang baik kedalam silo, sehingga

dapat meminimalisir jumlah oksigen yang ada di antara partikel tanaman. Teknik

pemanenan tanaman yang dikombinasikan dengan teknik filling yang baik diharapkan

dapat meminimalisir hilangnya karbohidat terlarut (water soluble carbohydrates)

5

Page 6: Penda Hulu An

akibat respirasi aerobik ketika hijauan berada di luar maupun di dalam silo, sehingga

terdapat lebih banyak gula sederhana yang tersisa untuk proses fermentasi asam laktat

pada tahap II. Proses ensilasi tidak dapat dikontrol secara aktif ketika telah masuk

pada tahap II dan III. Pada tahap IV, diperlukan silo/fermentor yang benar-benar

kedap udara untuk meminimalisir kontaminasi aerobik selama penyimpanan. Segera

setelah silo/fermentor dibuka, silase harus diberikan kepada ternak hingga habis

(Anonimus,2013).

Faktor-Faktor yang Perlu di Perhatikan dalam Proses Pembuatan Silase:

a. Tingkat kematangan dan kelembaban bahan

Tingkat kematangan tanaman yang tepat memastikan tercukupinya jumah gula fermentasi (fermentable sugar) untuk proses pertumbuhan bakteri silase dan memberikan nutrisi maksimum untuk ternak. Tingkat kematangan juga memiliki pengaruh yang besar pada kelembaban hijauan pakan ternak, tercukupinya kelembaban untuk fermentasi bakteri sangat penting dan membantu dalam proes pembungkusan untuk mengeluarkan oksigen dari silase.

b. Panjang pemotongan

Panjang pemotongan yang paling bagus adalah antara ¼-1/2 inci,

tergantung pada jenis tanaman, struktur penyimpanan dan jumlah silase.

Potongan material tanaman dengan panjang tersebut akan menghasilkan

silase degan kepadatan yang ideal dan memudahkan pada saat proses

pemanenan. Mengatur mesin pemotong dengan hasil potongan yang terlalu

halus dapat memberikan dampak negatif terhadap produksi lemak susu  dan

timbulnya dislokasi abomasums  pada sapi perah karena faktor awal yang

tidak memadai.

Memotong hijauan pakan ternak terlalu panjang juga dapat

mengakibatkan silase sulit untuk memadat, serta udara akan terperangkap di

dalam silase yang pada akhirnya mengakibatkan pemanasan dan penurunan

6

Page 7: Penda Hulu An

kualitas. Pemotongan secara berulang secara umum tidak disarankan,

kecuali  jika kondisi bahan silase terlalu kering.

c. Pengisian, pembungkusan, dan penutupan

Proses pemanenan dan pengisian silo harus dilakukan secepat

mungkin. Penundaan pengisian akan berakibat pada terjadinya proses

respirasi yang berlebih dan meningkatkan loss hasil silase. Pembungkusan

dilakukan sesegera mungkin pada saat akan menyimpan silase di bunker silo.

Setelah diisi, silo harus ditutup rapat dengan bungkus kedap udara untuk

menghindari penetrasi udara dan air hujan ke dalam silase. Plastik

berkualitas baik yang dibebani menggunakan ban umumhya akan

menghasilkan penutupan yang memadai.

Silase yang baik biasanya berasal dari pemotongan hijauan tepat waktu

(menjelang berbunga), pemasukan ke dalam silo dilakukan dengan cepat,

pemotongan hijauan dengan ukuran yang memungkinkannya untuk dimampatkan,

penutupan silo secara rapat (tercapainya kondisi anaerob secepatnya) dan tidak sering

dibuka. Silase yang baik beraroma dan berasa asam, tidak berbau busuk. Silase

hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan. Apabila dipegang terasa

lembut dan empuk tetapi tidak basah (berlendir) . Silase yang baik juga tidak

menggumpal dan tidak berjamur. Bila dilakukan analisa lebih lanjut, kadar

keasamanya (pH) 3,2-4,5. Apabila terlihat adanya jamur, warna kehitaman, berair dan

aroma tidak sedap berarti silase berkualitas rendah (Hanafi, 2008).

Silase bisa digunakan sebagai salah satu atau satu satunya pakan kasar dalam

ransum sapi potong . Pemberian pada sapi perah sebaiknya dibatasi tidak lebih 2/3

dari jumlah pakan kasar. Silase juga merupakan pakan yang bagus bagi domba tetapi

tidak bagus untuk kuda maupun babi. Silase merupakan pakan yang disukai ternak

terutama bila cuaca panas. Apabila ternak kita belum terbiasa mengkonsumsi silase,

maka pemberiannya sedikit demi sedikit dicampur dengan hijauan yang biasa

dimakan (Hanafi, 2008).

7

Page 8: Penda Hulu An

GUDANG PAKAN

Bagian gudang pakan merupakan tempat yang paling banyak memiliki pekerja, karena harus bekerja sesuai target yang harus dicapai yaitu 50ton/hari. Bagian ini yang bertanggung jawab terhadap kualitas pakan yang dihasilkan. Sistem manajemen penggemukan melalui pakan yang diterapkan oleh PT Lembu Andalas Langkat (LAL) adalah :

2 minggu pemeliharaan (Hijauan 60%, Konsentrat 40%)

3 minggu pemelihraan (Hijauan 70%, Konsentrat 30%)

PT Lembu Andalas Langkat (LAL) memiliki beberapa bahan pakan, yang

terdiri atas:

Jenis Pakan Kandungan/Fungsi Pakan

DDGS (ekstrak jagung) Protein 30%

SBM Bungkil Kedelai Protein 40%

Bekatul Dedak Halus Karbohidrat

Sulfa Soya (ampas kedelai dan coklat) Protein 25%

Onggok Kasar (ampas ubi) Karbohidrat 60%

Onngok Halus (pati) Karbohidrat 70%

Gaplek (ubi yang dipotong kecil) Karbohidrat

Kulit Kopi Serat Pemekat aroma pakan

Bungkil Kelapa Lempeng Protein 13%

Bungkil Kelapa Halus Protein 5%, Lemak 10%

Bungkil Sawit Protein dan Lemak 10%

Jagung giling Protein dan Karbohidrat

Yodium Mineral

Premic Grower Untuk pertumbuhan

8

Page 9: Penda Hulu An

Urea Tambahan pakan

Garam Tambahan pakan

Catelmex Pencegah jamur

Kapur Pencegah bau tak sedap

KESIMPULAN

9

Page 10: Penda Hulu An

Daging sapi merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dibutuhkan konsumen, dan sampai saat ini Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor.

Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipenuhi dari tiga sumber yaitu ternak sapi lokal, hasil penggemukan sapi ekspor – impor, dan impor daging dari luar negeri. Impor sapi hidup dan daging beku merupakan salah satu upaya agar tidak terjadi kesenjangan antara produksi dan tingkat konsumsi daging sapi di dalam negeri.

Ensilasi adalah metode pengawetan hijauan berdasarkan pada proses  fermentasi asam laktat yang terjadi secara alami dalam kondisi anaerobik proses ini memerlukan waktu 2-3 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

10

Page 11: Penda Hulu An

Anonimus, 2010. Usaha Penggemukan Sapi Potong.

http://ternaksapimetal.blogspot.com/2010/12/cara-beternak-sapi.html. Diakses

pada tanggal 30 Desember 2014.

Anonimus, 2012. PEMBUATAN SILASE. http://pendidikanpeternakan- pembuatan-

silase.html. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014.

Anonimus, 2013. Cara Membuat Silase Jerami.

http://jejakpenyuluh.com/2013/08/cara-membuat-silase jerami.html. Diakses

pada tanggal 30 Desember 2014.

Anonimus, 2013. Fermentasi Hijauan Pakan Ternak (Silase). http://fermentasi-

hijauan-pakan-ternak-sila se . Diakses pada tanggal 30 Desember 2014.

Anonimus, 2014. Analisa Usaha Penggemukan Sapi Potong Brahman Cross (BX).

http://www.ilmuternak.com/2014/10/analisa-usaha-penggemukan-sapi-

potong.html. Diakses pada tanggal 30 Desember 2014.

Kantor Bank Indonesia Medan. 2010. Studi Kelayakan Usaha Sapi Potong di

Kabupaten Langkat Sumatera Utara (Upaya Bank Indonesia dalam

Pengembangan Klaster di Kabupaten Langkat). Sumatera Utara.

Hanafi, ND. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. Universitas Sumatera

Utara.

Merry RJ, Lowes KF, Winters AL 1997: Current and future approaches to biocontrol

in silages. Forage conservation: 8th International Scientific Symposium,

Pohořelice: Research Institute of Animal Nutrition. Czech Republic, pp. 17-27.

Rivai. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Penggemukan Sapi Potong (fattening) pada

PT. Zagrotech Dafa International (ZDI) Kecamatan Ciampea Kabupaten

Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

11

Page 12: Penda Hulu An

Weinberg, Z.G., & Muck, R.E. 1996. New trends and opportunities in the

development and use of inoculants for silage. FEMS Microbiol. Rev., 19: 53-

68.

Wilkinson, J.M., Wadephul, F., & Hill, J. 1996. Silage in Europe: a survey of 33

countries. Welton, UK: Chalcombe Publications.

12