penda hulu an

30
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan konsumen terhadap sabun cair cenderung meningkat dari tahun ke tahun, jika dibandingkan dengan sabun batang. Watkinson (2000) melaporkan bahwa perbandingan pasar sabun padat:sabun cair pada akhir Juli 2000 adalah 60:40, sedangkan pada tahun 1994 sebesar 80:20. Tetapnya permintaan sabun batang di internasional disebabkan karena konsumen lebih memilih untuk menggunakan sabun cair dan shower gels daripada sabun batang. Sabun cair memiliki beberapa keunggulan daripada sabun padat, yaitu persepsi konsumen bahwa sabun cair lebih higienis, produk sabun cair lebih menguntungkan, praktis serta ekonomis bagi konsumen dan produksi sabun cair lebih mudah dan menguntungkan bagi produsen (Watkinson 2000). Dari 26 sampel kamar mandi umum yang diobservasi, sabun cair diketahui memberikan hasil negatif terhadap kandungan bakteri, sedangkan 84 sampel sabun batang yang diperoleh memberikan hasil yang positif (Nix 2005). 1

Upload: dina-rosdiana

Post on 01-Jan-2016

81 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permintaan konsumen terhadap sabun cair cenderung meningkat dari tahun ke tahun,

jika dibandingkan dengan sabun batang. Watkinson (2000) melaporkan bahwa perbandingan

pasar sabun padat:sabun cair pada akhir Juli 2000 adalah 60:40, sedangkan pada tahun 1994

sebesar 80:20. Tetapnya permintaan sabun batang di internasional disebabkan karena

konsumen lebih memilih untuk menggunakan sabun cair dan shower gels daripada sabun

batang.

Sabun cair memiliki beberapa keunggulan daripada sabun padat, yaitu persepsi

konsumen bahwa sabun cair lebih higienis, produk sabun cair lebih menguntungkan, praktis

serta ekonomis bagi konsumen dan produksi sabun cair lebih mudah dan menguntungkan

bagi produsen (Watkinson 2000). Dari 26 sampel kamar mandi umum yang diobservasi,

sabun cair diketahui memberikan hasil negatif terhadap kandungan bakteri, sedangkan 84

sampel sabun batang yang diperoleh memberikan hasil yang positif (Nix 2005).

Semakin berkembangnya teknologi dan penggunaan sabun pada saat ini, bahan-bahan

yang digunakan dalam pembuatan sabun pun semakin bervariasi. Oleh karena itu, produsen

sabun berlomba-lomba mencari formula sabun untuk memproduksi sabun yang ekonomis,

higienis, tidak membahayakan kesehatan, mudah diolah, mudah didapat dan memiliki nilai

jual yang terjangkau.

Penambahan bahan alami yang aman bagi kesehatan pada sabun cair perlu

dikembangkan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengaruh positif atau fungsi tertentu

terhadap sabun cair yang dihasilkan. Fungsi tersebut antara lain memberikan kesan halus,

kesan lembut, melembabkan kulit dan memiliki aktivitas antibakteri bila digunakan. Selain

1

itu, dengan penambahan bahan alami tersebut diharapkan dapat memperbaiki tekstur dan

penampakan serta kandungan kimia sabun cair.

Beras merah kaya akan serat alami, vit B dan vit E, dan kaya akan mineral, sehingga

dapat menjaga elastisitas kulit dan kulit bersinar sehat. Selain itu, beras merah juga

mengandung berbagai zat seperti fenolat yang merupakan antioksidan kuat. Beras merah juga

dapat menyembuhkan jerawat karena adanya kandungan selenium dan beras merah membuat

kulit lebih halus, lembab sehingga cocok untuk kulit kering.

Bahan aktif yang telah banyak diimplementasikan pada sabun mandi maupun parfum,

yaitu Lavandula latifolia (Lavender). Lavender juga berkhasiat sebagai anti bakteri atau anti

jamur serta anti nyamuk . Selain itu, aromanya yang alami dan memiliki banyak keunggulan

apabila dipadukan dengan C. pyrenoidosa diharapkan akan membentuk sebuah sabun mandi

gel alami yang sehat, tidak berbahaya bagi kulit, serta memberikan sensasi nyaman bagi

konsumennya.

B. Identifikasi Masalah

Apakah tepung beras merah dapat diformulasi menjadi sabun mandi cair?

C. Tujuan Penelitian

Untuk membuat suatu sediaan sabun mandi cair dari tepung beras merah dengan

penambahan minyak atsiri lavender (Lavandula latifolia Chaix).

D. Manfaat Penelitian

Melalui data ilmiah yang didapat, penelitian diharapkan dapat menjadi sumber

informasi tentang formulasi sabun mandi cair dari beras merah dan lavender, sehingga

peneliti dan pembaca dapat mengoptimalkan manfaat dari suatu kekayaan alam khususnya

dari beras.

2

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tinjauan Botani Beras Merah

1.1.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Commelinidae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (suku rumput-rumputan)

Genus : Oryza

Spesies : Oryza nivara

1.1.2 Morfologi Tanaman

.          Sistem perakaran serabut (Radix adventicia), karena tidak terdapat akar utama/

akar pokok dan digantikan oleh sejumlah akar yang ukurannya kurang lebih sama besar

dan semuanya keluar dari pangkal batang. Batang berbentuk bulat (teres), Sifat batang

beras merah yakni batang rumput (calmus),yaitu batang yang tidak keras, mempunyai

ruas-ruas yang nyata dan seringkali berongga. Permukaan batang licin (laevis) Arah

tumbuh batang tegak (erectus),yaitu arah tumbuhnya lurus ke atas. Warna batang

hijau,namun pada pangkal batang berwarna merah. Semakin ke ujung berwarna hijau.

Pertumbuhan batang dapat mencapai 2 meter.

3

Daun padi beras merah termasuk daun tidak lengkap,karena hanya memiliki

helaian daun (lamina) dan pelepah daun (vagina) saja. Memiliki alat tambahan pada

daun yaitu lidah-lidah (ligula). Merupakan suatu selaput kecil yang biasanya terdapat

pada batas antara pelepah dan helaian daun. Alat ini berguna untuk mencegah masuknya

air hujan kedalam ketiak antara batang dan pelepah daun, sehingga kemungkinan

pembusukan dapat dihindarkan. Tipe lidah-lidah (ligula) pada padi beras merah yaitu

ligula tipe selaput.  Bangun/bentuk daun pada padi beras merah yaitu daun bentuk Pita

(ligulatus). Ujung daun berbentuk runcing (acutus),pangkal daun berbentuk rata

(truncatus),dan bertepi rata (integer). Memiliki pertulangan daun yang sejajar

(rectinervis) dan permukaan daun yang berbulu halus (villosus) dan berdaging tipis.

Daun berwarna hijau pada bagian tengah,namun pada bagian tepi,daun berwarna merah.

  Padi beras merah termasuk buah sejati tunggal yang kering (siccus) yaitu buah

sejati tunggal yang bagian luarnya keras dan mengayu speri kulit yang kering. Padi beras

merah dibagi menjadi lebih spesifik lagi yaitu buah sejati tunggal yang kering jika masak

tidak pecah (indehiscens), dan termasuk dalam Buah Padi (caryopsis) yaitu buah

berdinding tipis,mengandung satu biji dan kulit buah berlekatan dengan kulit biji. Oleh

karena itu,biji yang sehari-hari kita makan,sebenarnya adalah buah.

1.1.3 Kandungan Kimia

Kandungan beras merah yaitu kalori, protein, lemak, karbohidrat, serat,

vitamin B kompleks dan vitamin E dan mineral Ca, Mg, Fe, K. Sekitar 1 cangkir beras

merah terdiri atas 88 persen mangan, 27,3 persen selenium, 20,9 persen magnesium, 18,7

persen triptofan dan kalori hanya 12 persen kalori. Proses perubahan beras dari merah

menjadi putih menghancurkan sekitar 60 persen zat besi, 80 persen vitamin B1, 67

persen vitamin B3, 90 persen vitamin B6, 60 persen dari besi dan hampir setengah

fosfor, mangan dan serat makanan alami yang ada dalam beras.

4

1.1.4 Khasiat dan Kegunaan

Khasiat dan Manfaat Beras Merah Bagi Kesehatan antara lain  beras merah

dapat mengatasi alergi pada kulit dan dapat membuat kulit menjadi halus. Beras merah

dapat mengurangi resiko penyakit turunan seperti halnya penyakit Diabetes militus,

asma, lever dan lain sebagainya. Beras merah bermanfaat sebagai pelancar pencernaan

dan mampu mengobati magh serta gangguan pencernaan lain karena memiliki serat yang

tinggi. Beras merah dipercaya mampu meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.

Mengkonsumsi beras merah dapat mengurangi resiko terkena penyakit rematik, pegal-

pegal dan juga beri-beri karena memiliki kandungan vitamin B yang ideal bagi kesehatan

tubuh.

1.2. Tinjauan Botani Lavender

1.2.1 Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae 

Genus : Lavandula

Spesies : Lavandula angustifolia Mill.

1.2.2 Morfologi Tanaman

5

Lavandula latifolia atau dalam Bahasa Indonesia disebut lavender merupakan

semak, paling tinggi 1 meter, daunnya bertulang sejajar, bunga berwarna ungu kebiruan

di ujung daun. L. latifolia dikategorikan ke dalam tanaman biopestisida. Tumbuhan ini

tumbuh liar di beberapa tempat di Indonesia. Habitat tempat tumbuhnya lavender berada

pada ketinggian 500-1300 meter dpl. Semakin tinggi tempat tumbuhnya, maka semakin

tinggi juga kandungan minyaknya.

1.2.3 Kandungan Kimia

Minyak atsiri lavender mengandung linalool 49,47 %, α-terpineol 1,08 %, γ-

terpineol 0,09 %, borneol 1,43 %, iso-borneol 0,82 %, myrcene 0,41 %, α-pinene 0,54 %,

β-pinene 0,33 %, camphene 0,30 %, eucalyptol 25,91 %, β-caryophyllene 2,10 %, α-

humulene 0,28 %, camphor 13,00 %.

1.2.4 Khasiat dan Kegunaan

Beberapa studi ilmiah menunjukkan bahwa minyak lavender memiliki banyak

manfaat, di antaranya sebagai penenang lambung, mengobati kegelisahan, insomnia,

gangguan usus neuron, mengobati kurangnya nafsu makan, gangguan perut, dan

gangguan saraf usus.

Selain itu lavender juga dapat mengobati gejala-gejala gangguan saraf,

terutama ketidakmampuan untuk tidur serta sakit kepala. Biasanya digunakan dalam

produk obat pengusir serangga. Lavender mampu berfungsi sebagai analgesik alami, anti

depresi, aroma terapi, dan obat penenang.

Menurut Cavanagh dan Wilkinson [8], lavender juga berkhasiat untuk

mengatasi berbagai jenis infeksi jamur. Khasiat anti jamur atau anti bakteri pada minyak

lavender disebut mempunyai spektrum yang luas, yang artinya bisa membunuh lebih

banyak spesies jamur patogen. Termasuk diantaranya adalah 2 golongan jamur yang

paling banyak memicu infeksi, yakni dermatofita dan candida [24]. Dermatofita

6

merupakan jenis jamur patogen atau pemicu infeksi penyakit pada kulit, antara lain

athlete’s foot, kudis, ketombe, dan infeksi di bawah permukaan kuku. Sementara,

candida adalah pemicu candidiasis yang dampaknya bisa sangat serius jika jamurnya

masuk ke dalam pembuluh darah.

Minyak atsiri lavender yang didestilasi atau dimurnikan dari bunga lavender

(L. latifolia) memiliki kandungan anti jamur yang bisa membunuh jamur-jamur patogen

tersebut [24]. Minyak ini mampu merusak membran sel jamur sehingga pertumbuhannya

terhambat lalu mati. Lavender sangat banyak dan sering diaplikasikan sebagai bahan

aktif di sabun mandi. Hal ini dikarenakan aroma harumnya yang disukai oleh konsumen

namun tidak disukai oleh nyamuk (anti nyamuk). Alasan lain adalah karena lavender

juga memiliki khasiat anti bakteri atau anti jamur, sehingga khasiat tersebut dapat

dimanfaatkan ke dalam sabun mandi anti bakteri.

1.3. Kulit

Kulit merupakan organ paling luar, dimana membatasi organ lain di dalam

tubuh dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang paling essencial dan

vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan, disamping itu kulit juga

merupakan barier tubuh yang pertama terhadap rangsangan luar baik oleh bahan kimia,

mikroba fisik maupun oleh sinar matahari.

1.3.1 Anataomi Kulit

Kulit terdiri dari bagian ektoderm yaitu epidermis dengan kelengkapannya

yaitu rambut, kelenjar keringat, kuku pada tangan dan kaki dan bagian jaringan ikat atau

korium.

Secara hispatologis kulit terdiri dari :

1. Lapisan epidermis

7

Lapisan epidermis merupakan lapisan epitel yang terluas, dimana berfungsi

sebagai pelindung dari pengaruh luar. Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu :

Stratum korneum

Lapisan ini merupakan lapisan yang menentukan terjadinya penetrasi perkautan

yang merupakan lapisan kulit terluar dan terdiri dari beberapa lapisan sel yang

kompak, rata kering dan sel kreatin.

Lapisan lusidum

Lapisan ini merupakan lapisan transparan tepat di bawah stratum korneum

dengan kandungan hialin minimum.

Stratum spinosum

Lapisan ini terdiri dari sel yang berbentuk polygonal. Diantara sel tersebut

terdapat jembatan antar sel yang disebut dermosom yang dapat pecah sehingga

melanosit dan leukosit dapat bermigrasi.

Stratum granulosum

Lapisan ini merupakan tempat terjadinya aktifitas biokimia dan perubahan bentuk

morfologi sel, sehingga pada zona ini terdapat campuran sel yang hidup dengan

kreatin mati.

Stratum basale

Lapisan ini akan mempengaruhi lapisan epidermis melalui pembelahan sel

mitosis secara berkesinambungan, pada lapisan ini terdapat pigmen melanin yang

berperan dalam penentuan warna kulit.

2. Lapisan dermis

8

Lapisan ini lebih tebal daripada epidermis yaitu ketebalannya 3-5 mm dan terbentuk

oleh jaringan elastis dan fibrosa padat dengan elemen seluler, lapisan dermis terdiri

dari komponen : kolagen 75%, elastin 4%, retikulin 0,4%, pembuluh darah banyak

terdapat lapisan ini yang berfungsi sebagai regulator temperatur dan tekanan serta

menyalurkan dan membuang bahan makanan serta eksresi.

3. Lapisan hipodermis

Lapisan ini terletak di bawah dermis dan mengandung banyak jaringan adipose yang

membentuk agregat dengan jaringan kolagen. Lapisan ini merupakan kelanjutan

dermis terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan ini

berfungsi sebagai pelindung panas dan mekanis.

1.3.2 Fungsi kulit

Kulit merupakan suatu sistem yang secara aktif secara multi guna. Secara garis

besar fungsi utama kulit adalah :

a. Fungsi proteksi : untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme, bahan kimia,

radiasi, panas, listrik dan rangsangan mekanik.

b. Fungsi absorpsi : kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,

kelembaban dan metabolisme.

c. Fungsi eksresi : kelenjar-kelenjar kulit akan mengeluarkan zat-zat yang tidak

berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa natrium klorida, urea,

asam urat dan ammonia.

d. Fungsi persepsi :kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis.

9

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh : kulit melakukan peranan ini dengan

mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah

kulit, sehingga suhu tubuh dapat diatur.

f. Fungsi pembentukan pigmen : sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di

lapisan basal yang berasal dari lapisan saraf. Warna kulit tidak sepenuhya

dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb,

oksihemoglobin dan karoten.

g. Fungsi kreatinasi : proses kreatinasi berlangsung normal selama kira-kira 14-21

hari, dapat memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis

fisiologik.

h. Fungsi pembentukan vitamin D : dimungkinkan dengan mengubah provitamin D

(7-dehidroksi kolesterol) dengan bantuan sinar matahari.

10

1.4. Tinjauan Sabun Cair

Catatan pertama tentang sabun berasal dari Sumeria, bangsa Semit, 4500 tahun

yang lalu yang menggunakan lemak tumbuhan dan bubuk kayu sebagi pembersih kulit

dan baju (Wasitaatmadja 1997). Pembersih dibuat untuk menghilangkan kotoran,

keringat dan minyak yang dikeluarkan oleh kulit. Kotoran tersebut dikeluarkan

menggunakan surfaktan yang dapat mengangkat kotoran dan mengikat minyak

(Ananthapadamanabhan et.al 2004).

Seorang tabib Yunani bernama Galen menulis tentang bahan pembersih yang

disebut dengan sapo yang berkhasiat membersihkan dan menyembuhkan luka. Sejak itu

penggunaan sabun meluas ke seluruh pelosok dunia melalui perdagangan dan

penyebaran agama. Penggunaan sabun sehari-hari lebih ditujukan untuk kesehatan

daripada kemewahan. Sangat menarik untuk dicatat bahwa formulasi sabun sekarang

ternyata tidak jauh berbeda dari formulasi tempo doeloe (Anonim 2008).

Sabun adalah surfaktan yang terdiri dari gabungan antara air sebagai pencuci

dan pembersih yang terdapat pada sabun batang dan dalam bentuk sabun cair. Secara

kimia, sabun adalah garam dari asam lemak. Secara tradisional, sabun merupakan hasil

reaksi dari lemak dan sodium hidroksida, potassium hidroksida dan sodium karbonat.

Reaksi kimia pada pembuatan sabun dikenal dengan saponifikasi (Anonim 2008)

Prinsip utama kerja sabun ialah gaya tarik antara molekul kotoran, sabun, dan

air. Kotoran yang menempel pada tangan manusia umumnya berupa lemak. Asam lemak

jenuh yang ada pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam miristat, asam palmitat,

asam laurat, dan asam kaprat. Asam lemak tidak jenuh dalam minyak goreng adalah

asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Asam lemak tidak lain adalah asam

alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6) (Arifin 2007).

11

Gaya tarik antara dua molekul polar (gaya tarik dipol-dipol) menyebabkan

larutan polar larut dalam larutan polar. Molekul polar mempunyai dipol yang permanen

sehingga menginduksi awan elektron non polar sehingga terbentuk dipol terinduksi,

maka larutan non polar dapat larut dalam non polar. Hal tersebut dapat menjelaskan

proses yang terjadi saat kita mencuci tangan. Saat pencucian tangan, air yang merupakan

senyawa polar menginduksi awan elektron sabun sehingga dapat membantu larutnya

asam lemak yang juga merupakan senyawa non polar. Maka dari itu, bila kita mencuci

tangan dengan menggunakan sabun, lemak yang menempel pada tangan akan melarut

bersama sabun dengan bantuan air (Arifin 2007).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 06-4085-1996, sabun

cair didefinisikan sebagai sediaan pembersih kulit berbentuk cair yang dibuat dari bahan

dasar sabun atau deterjen dengan penambahan bahan lain yang diijinkan dan digunakan

tanpa menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun cair yang memiliki kriteria yang sesuai

dengan standar aman bagi kesehatan kulit.

Tabel 1. Syarat mutu sabun cair

Kriteria Uji Satuan PersyaratanKeadaan

Bentuk Bau Warna

Cairan homogenKhasKhas

pH, 25°C 6-8Kadar Alkali Bebas % Tidak dipersyaratkanBobot Jenis Relatif, 25°C g/ml 1,01-1,10

Cemaran Mikroba: Angka Lempeng Total

Koloni/ml Maks. 1 x 105

Sumber : SNI, 1996

12

1.5. Formulasi Sabun Cair (Studi Preformulasi)

1.5.1. M inyak Zaitun

Minyak zaitun adlah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin

biji masak Olea europaea L. Pemerian berupa cairan, kuning pucat atau kuning

kehijauan, bau lemah, tidak tengik, rasa khas. Kelarutannya sukar larut dalam etanol,

mudah larut dalam kloroform, dalam eter dan dalam eter minyak tanah. Bilangan

asamnya tidak lebih dari 2,0 dan bilangan iodiumnya antara 79-88.

Ketika didinginkan, minyak zaitun menjadi keruh sekitar 10°C, dan menjadi massa

butterlike di 0°C. Minyak zaitun harus disimpan di tempat sejuk dan kering dalamwadah,

ketat wellfilled, terlindung dari cahaya. Minyak zaitun dapat disaponifikasi oleh hidroksida alkali.

Karenamengandung proporsi yang tinggi dari asam lemak tak jenuh,minyak zaitun

adalah rentan terhadap oksidasi dan tidak kompatibeldengan agen oksidasi.

1.5.2. VCO (Virgin Coconut Oil)

Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni adalah minyak lemak yang

dimurnikan dengan cara suling bertingkat, diperoleh dari endosperma Cocos nucifera

yang telah dikeringkan. Terdiri dari campuran trigliserida yang mengandung asam lemak

jenuh dengan rantai atom karbon pendek dan sedang, terutama asam oktanoat dan asam

dekanoat.

Pemeriannya berupa cairan putih, kuning pucat, tidak berbau atau berbau

lemah dan mempunyao rasa yang khas. Memadat pada suhu 0° dan mempunyai

kekentalan rendah walaupun, pada suhu mendekati suhu beku. Kelarutannya praktis tidak

larut dalam air, mudah larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.

1.5.3. Kalium Hidroksida (KOH)

KOH adalah basa yang merupakan bahan dasar sabun dan membentuk reaksi

saponifikasi dengan lemak dan minyak. KOH sebagai surfaktan antara kotoran dengan

13

kulit pada air, sehingga nantinya kotoran bisa terbilas sehingga kulit menjadi bersih.

Penambahan KOH dalam pembuatan sabun harus tepat, karena apabila terlalu banyak

dapat memberikan pengaruh negatif, yaitu iritasi kulit. Sedangkan bila terlalu sedikit

maka sabun yang dihasilkan akan mengandung asam lemak bebas tinggi yang

mengganggu proses emulsi sabun dan kotoran.

Pemeriannya kristal, butir, serpih, padat, batang yang berwarna putih sampai

kuning dan tidak berbau. Kalium hidroksida memiliki rumus molekul KOH; pH 13,5

(larutan 0,1 M); Berat molekul 56,11; Titik didih 2408 °F (1320 °C); Titik lebur 680 °F

(360 °C); Kerapatan relatif 2,04; Tekanan uap 1 mmHg @ 714°C; Mudah larut dalam air

dingin, air panas, tidak larut dalam dietil eter.

1.5.4. Gliserin

Gliserin mempunyai rumus kimia CH2COH CHOH CH2OH dengan bobot

molekul 92,10. Pemeriannya berupa cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna, rasa

manis; hanya boleh berbau khas lemah higroskopis, netral terhadap lakmus, 0,6x lebih

manis dari sukrosa. Kelarutannya dapat bercampur dengan air, dan dengan etanol; tidak

larut dalam minyak lemak dan minyak menguap. BJ; tidak kurang dari 1,249. Khasiatnya

sebagai pembawa dan pengawet antimikroba. Viskositas; konsentrasi 10% = 1,311mPas

(1,311 cPs) pada suhu 20ºC. Gliserin mengkristal pada suhu rendah. OTT; oksidator kuat

seperti kromium trioksida, potassium klorat, potassium permanganat.

Gliserin adalah produk samping dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati

dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin juga berfungsi sebagai humektan

sehingga berfungsi sebagai pelembab pada kulit pada kondisi atmosfir sedang ataupun

pada kondisi kelembaban tinggi, gliserin dapat melembabkan kulit dan mudah dibilas.

14

1.5.5. Vitamin E

Pemerian berupa cairan minyak, kental, bening, tidak berwarna atau coklat

kekuningan. Fungsinya sebagai antioksidan dan zat terapeutik. Konsentrasi

penggunaannya antara 0,001 - 0,05%. Kelarutan; praktis tidak larut air, mudah larut

dalam aseton, etanol, eter, dan minyak sayur. Stabilitas dan kondisi penyimpanan;

tokoferol teroksidasi lambat oleh oksigen atmosfer, dan cepat teroksidasi dengan adanya

besi dan garam perak. Penyimpanan di bawah gas inert, dalam wadah tertutup rapat,

kering, sejuk, terhindar dari cahaya. Inkompatibel; tokoferol inkompatibel dengan

peroksida dan ion logam terutama besi, tembaga dan perak. Tokoferol terabsorbsi dalam

plastik. ADI menurut WHO : 0,15-2,0 mg/kg bb.

15

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penilitian yang dilakukan di laboratorium. Penelitian

diawali dengan pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan, kemudian untuk beras

merah terlebih dahulu dilakukan penggilingan sampai menjadi tepung. Untuk pembuatan

sabun mandi cair terlebih dahulu dilakukan pencampuran minyak-minyak kemudian

campuran minyak dicampurkan dengan KOH 20%. Setelah itu homogenisasi dan

pemanasan pada suhu 70-80°C. Lalu ditambahkan tepung beras merah dengan berbagai

konsentrasi sambil homogenisasi dan pemanasan pada suhu 70-80°C. Kemuadian

ditambahkan minyak atsiri lavender dan vitamin E dan homogenisasi dan pemanasan

juga pada suhu 70-80°C. Setelah menjadi sabun cair kemudian dilakukan evaluasi

sediaan yang terdiri dari uji organoleptik, pH, Bobot jenis (BJ) dan Viskositas.

16

BAB III

ALAT DAN BAHAN

3.1 Alat

Gelas piala, gelas ukur, erlenmeyer, pemanas, magnetic stirrer, timbangan digital,

termometer, pH meter,Viskometer Bookfield, botol kosmetik, labu erlenmeyer, dan penangas

air.

3.2 Bahan

Minyak zaitun, VCO (Virgin Coconut Oil), minyak atsiri Lavender, KOH 20%, tepung

beras merah, gliserin, vitamin E, aquadest.

17

BAB IV

RENCANA KERJA

4.1 Penyediaan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras merah dan minyak atsiri

lavender. Beras diperoleh dari daerah Samarang Garut. Sedangkan minyak atsiri lavender

diperoleh dari toko minyak atsiri di Jalan Embong Arab, Malang.

4.2 Pembuatan Ekstrak Beras Merah

Beras merah yang sudah diperoleh digiling sampai menjadi tepung beras merah.

Kemudian dibuat ekstrak beras merah dengan menambahkan aquadest secukupnya.

4.3 Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair dengan Bahan Dasar Beras Merah dengan

Berbagai Konsentrasi yang dikombinasi dengan Minyak Atsiri Lavender.

Dibuat formulasi sabun mandi cair dengan mencampurkan minyak zaitun dan VCO

terlebih dahulu kemudian dipanaskan sampai suhu 80°C. Campuran minyak tersebut

kemuadian ditambahkan KOH 20% kemudian dilakukan homogenisasi dan pemanasan pada

suhu 70-80°C selama 4-5 jam. Kemudian ditambah aquadest sebanyak 10 mL sambil

homogenisasi dan pemanasan pada suhu 70-80°C hasilnya menjadi adonan 1. Adonan 1

tersebut ditambah ekstrak beras merah dengan konsentrasi 1%, 3%, dan 5%. Lalu dilakukan

juga homogenisasi dan pemanasan pada suhu 70-80°C selama 2,5 jam dalam keadaan

terbuka. Setelah itu ditambahkan vitamin E dan minyak atsiri Lavender sambil dilakukan

pengadukan dan pendinginan hingga suhu ruang.

18

4.4 Pengujian Stabilitas Fisik Sabun Cair

4.4.1 Pengamatan Organoleptik

Setiap sediaan sabun mandi cair yang dibuat diamatai perubahan warna, bau dan

konsistensinya. Pengamatan organoleptik ini dilakukan pada hari ke 1, 7, dan selanjutnya

setiap minggu selama 28 hari penyimpanan.

4.4.2 Pengukuran pH

Diukur dangan pH meter, kemudian pH yang terukur dicatat. Pengukuran pH ini

dilakukan pada hari ke 1, 7, dan selanjutnya setiap minggu selama 28 hari penyimpanan.

4.4.3 Pengukuran Viskositas

Setiap sediaan yang dibuat diukur dengan menggunakan alat Viskometer brookfield,

nilai viskositas dapat diketahui dengan cara membaca skala pada alat. Pengukuran viskositas

ini dilakukan pada hari ke 1, 7, dan selanjutnya setiap minggu selama 28 hari penyimpanan.

4.4.4 Pengukuran Bobot Jenis

Diawali dengan pembersihan piknometer kemudian dikeringkan dan ditimbang.

Sampel sabun gel didinginkan lebih rendah dari suhu penetapan pada piknometer. Sampel

dimasukkan ke dalam piknometer yang terendam air es, lalu dibiarkan sampai suhu 25C

dan ditetapkan sampai garis tera. Piknometer diangkat dari dalam rendaman air es dan

didiamkan pada suhu kamar kemudian ditimbang. Pengerjaan tersebut diulangi dengan

memakai air suling sebagai pengganti sampel.

Rumus yang digunakan adalah:

19

Bobot jenis sabun cair = bobot sabun cairbobot air

DAFTAR PUSTAKA

1. Affandi, M, Nurrochmat, 2008,” Teknologi Sediaan Kosmetika”, Garut : Universitas

Garut

2. C. Rowe, Raymond, Paul J. Sheskey and Sian C. Owen. 2006. Handbook

of  pharmaceutical exsipients, 5 th edition.USA : Pharmaceutical press and

AmericanPharmacists Association3

3. Damai, Hangga, 2009, “Pemanfaatan Kitosan dan Karagenan Pada Produk Sabun

Cair”, Tugas Akhir Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Insitut Pertanian Bogor, Bogor

4. Deiner, Fadilah, 2008, “Formulasi Bath Gel Bengkuang-Madu”, Tugas Akhir Sarjana

Teknologi pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor, Bogor

5. Departemen Kesehatan RI, 1979, “Farmakope Indonesia“, Edisi III, Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

6. Departemen Kesehatan RI, 1995, “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Direktorat

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta

7. Djuanda, Adhi, 1987, “Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin”, Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

8. Nurhadi, Siely, Cicilia, 2012, “Pembuatan Sabun Mandi Gel Alami dengan Bahan

Aktif Mikroalga Chlorella pyrenoidosa Beyerinck dan Minyak Atsiri Lavandula

latifolia Chaix, Laporan Hasil Tugas Akhir, Universitas Ma Chung, Malang.

9. Soebagio, dkk., 1998, “Formulasi Sabun Mandi Cair dengan Lendir Daun Lidah

Buaya (Aloe vera Linn.)”, Jurnal Farmasi

20