penda hulu an

51
PENDAHULUAN Mual dan muntah merupakan hal yang umum dalam kehamilan. Sekitar 50%-90% kehamilan disertai dengan mual dan muntah yang dikenal sebagai emesis gravidarum (Niebyl, 2010). Wanita yang mengalami emesis gravidarum atau morning sickness 2% mengalami mual di pagi hari dan 80% mual sepanjang hari. Kondisi ini biasanya ringan, dapat hilang sendiri dan puncak keluhan pada sekitar 9 minggu kehamilan. Usia kehamilan 20 minggu biasanya gejala berhenti namun pada 13% kehamilan, mual dan muntah dapat bertahan hingga 20 minggu kehamilan (Mylonas, 2007, Sheehan, 2007). Sejumlah kecil wanita hamil mengalami mual dan muntah berat yang disebut hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai oleh muntah berat yang menyebabkan penderita kekurangan cairan, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, defisiensi nutrisi dan penurunan berat badan. Insidensi hiperemesis gravidarum bervariasi antara 0,3 – 1,5% kelahiran hidup. Etiologi hiperemesis gravidarum sendiri masih belum jelas, namun insiden menigkat pada kondisi yang berhubungan denghan

Upload: mandala22

Post on 30-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penda Hulu An

PENDAHULUAN

Mual dan muntah merupakan hal yang umum dalam kehamilan. Sekitar 50%-90%

kehamilan disertai dengan mual dan muntah yang dikenal sebagai emesis gravidarum (Niebyl,

2010). Wanita yang mengalami emesis gravidarum atau morning sickness 2% mengalami mual

di pagi hari dan 80% mual sepanjang hari. Kondisi ini biasanya ringan, dapat hilang sendiri dan

puncak keluhan pada sekitar 9 minggu kehamilan. Usia kehamilan 20 minggu biasanya gejala

berhenti namun pada 13% kehamilan, mual dan muntah dapat bertahan hingga 20 minggu

kehamilan (Mylonas, 2007, Sheehan, 2007).

Sejumlah kecil wanita hamil mengalami mual dan muntah berat yang disebut hiperemesis

gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai oleh muntah berat yang menyebabkan penderita

kekurangan cairan, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, defisiensi nutrisi dan

penurunan berat badan. Insidensi hiperemesis gravidarum bervariasi antara 0,3 – 1,5% kelahiran

hidup. Etiologi hiperemesis gravidarum sendiri masih belum jelas, namun insiden menigkat pada

kondisi yang berhubungan denghan konsentrasi HCG dan estrogen yang tinggi. Insiden

hiperemesis gravidarum sendiri yaitu 3,5 per 1000 kelahiran (Sheehan, 2007, Sonsukare, 2008).

Wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum memuntahkan makanan dan minuman yang

dikonsumsi sehingga berat badannya turun, turgor kulit dan diuresis berkurang. Dapat pula

terjadi alkalosis hipokalemia, ketosis, asetonuria ptyalism dan timbul asetonuria apabila tidak

tertangani. Keadaan demikian membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sekitar 5% dari ibu

hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan kroeksi ketidaksembangan

elektrolot. Prognosis pada pasien hiperemesis gravidarum pada umumnya baik, tetapi tetap

memberikan efek buruk pada pertumbuhan janin. Gejala yang timbul pada pasien mual dan

Page 2: Penda Hulu An

muntah serta penurunan nafsu makan membuat asupan nutrisi ibu semakin berkurang. Suplai

nutrisi pada janin tidak adekuat sehingga dapat menghambat pertumbuhan janin jika hal ini tidak

segera ditangani (Sacramento, 2008). Hal inilah yang menjadi alasan penulis mengajukan kasus

gravidarum sebagai laporan presentasi kasus kali ini.

Hiperemesis gravidarum

a. Definisi

Pasien ini didiagnosis sebagai hiperemesis gravidarum atas dasar yang pertama

adalah pasien wanita hamil dengan usia kehamilan 12 minggu 5 hari. Kedua adalah

keluhan utama pasien yaitu mual dan muntah yang memburuk sejak 2 hari yang lalu.

Adapun nyeri pada lapang perut, hilang timbul dan terasa melilit.

Ada beberapa variasi dalam literatur mengenai definisi yang tepat dari hiperemesis

gravidarum. Hal ini sering didefinisikan sebagai mual dan muntah keras selama

kehamilan cukup parah dan memerlukan rawat inap. Selain itu, kondisi muncul selama

trimester pertama dan tidak berhubungan dengan kondisi medis lainnya, seperti

kolestasis, hepatitis, preeklampsia, sindrom virus, atau influenza (Sacramento, 2008).

Definisi paling umum yang dapat diterima adalah bahwa hiperemesis gravidarum

adalah bentuk mual dan muntah yang parah dengan penurunan berat badan lebih dari

5% dari berat badan sebelum hamil, dehidrasi, asidosis karena kelaparan, alkalosis

karena kehilangan asam klorida, hipokalemia, ketosis, acetonuria, dan ptyalism (air

liurberlebihan) (Sacramento, 2008).

Dalam kebanyakan kasus, onset gejala adalah antara 4 dan 10 minggu kehamilan

dan gejala biasanya mereda pada 20 minggu kehamilan. Secara klinis, praktisi biasanya

Page 3: Penda Hulu An

mengobati mual dan muntah pada awal kehamilan, terlepas dari apakah pasien cocok

untuk semua kriteria diagnosis hiperemesis gravidarum (Verberg, 2005).

Hiperemesis gravidarum(HG) adalah kondisi yang menyebabkan mual dan muntah

pada awal kehamilan sering mengakibatkan masuk rumah sakit. Insiden HG adalah

sekitar0,5% dari kelahiran hidup, dikatakan lebih tinggi pada kehamilan ganda,mola

hidatidosa dan kondisi lain yang berhubungan dengan meningkatnya hormon

kehamilan. (Jueckstock,2010)

b. Faktor resiko

Faktor resiko yang terdapat pada pasien ini adalah kondisi psikologis dan usia

kehamilan kurang dari 20 minggu. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa faktor-

faktor berikut meningkatkan resiko untuk hiperemesis gravidarum, yaitu: (Deshayne,

2006; MacGibbon, 2010)

1. Kehamilan kembar,

2. Nullipara,

3. Usia ibu hamil yang masih muda

4. Obesitas,

5. Gangguan metabolik,

6. Riwayat HG di kehamilan sebelumnya,

7. Kelainan trofoblas (contoh: kehamilan mola),

8. Psikologis (misalnya, gangguan makan seperti anoreksia nervosa atau bulimia).

9. Kelainan janin

c. Derajat hiperemesis gravidarum

Page 4: Penda Hulu An

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan

bahwa pasien menderita Hiperemesis Gravidarum derajat 1. Hiperemesis gravidarum

sendiri terbagi atas beberapa derajat sesuai dengan tanda dan gejala yang dialaminya,

yaitu :

a) Tingkat 1

Muntah terus menerus (muntah> 3-4 kali/hari, dan mencegah dari masuknya

makanan atau minuman selama 24 jam) yang menyebabkan ibu menjadi lemah,

tidak ada nafsu makan, berat badan turun (2-3kg dalam 1-2 minggu), nyeri ulu hati,

nadi meningkat sampai 100x permenit, tekanan darah sistolik menurun, tekanan

kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung (Rudis, 2011, Wiknjosastro,

2006).

b) Tingkat 2

Penderita tampak lebih lemah dan tidak peduli pada sekitarnya, turgor kulit lebih

mengurang, lidang mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu

kadang-kadang naik dan mata sedikit kuning. Berat badan turun dan mata menjadi

cekung, tekanan darah turun,pengentalan darah, urin berkurang, dan sulit BAB.

Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas

dan dapat pula ditemuykan dalam kencing (Rudis, 2011, Wiknjosastro, 2006).

c) Tingkat 3

Page 5: Penda Hulu An

Keadan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun sampai koma, nadi

kecil dan cepat,suhu meningkat, dan tekanan darah turun. Komplikasi fatal terjadi

pada susunan saraf yang dikenal sebagai Ensefalopati Wernicke, dengana gejala:

nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini akibat kekurangan zat

makanan termasuk vitamin B kompleks.Jika sampai ditemukan kuning berarti

sudah ada gangguan hati (Rudis, 2011, Wiknjosastro, 2006).

d. Penegakan diagnosis

Diagnosis HG biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan

muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Namun demikian

harus dipikirkan kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus

ventrikuli, dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah. HG yang terus

menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi

perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan (Wiknjosastro, 2005).

Beberapa hal di bawah ini harus dipenuhi untuk dapat menegakkan diagnosis HG,

yaitu muntah terus-menerus tanpa penyebab lain, tidak mampu mengkonsumsi makanan

apapun, adanya gangguan metabolik (ketonuria berat), penurunan berat badan, dan

keadaan umum yang memburuk (Buhling & David, 2008).

e. Patogenesis dan Patofisiologi

1. Fisiologi Muntah

Mual merupakan perasaan tidak nyaman subjektif di balik kerongkongan yang

merupakan sinyal terhadap muntah. Sementara muntah merupakan eliminasi paksa isi

Page 6: Penda Hulu An

perut melalui mulut yang dibantu oleh otot perut dan pembukaan sfingter lambung

(Shelke et al., 2004).

Muntah dengan tanda awal berupa mual terutama merupakan refleks

perlindungan. Pusat muntah terletak di medula oblongata, melalui kemoreseptor pada

area postrema di bawah ventrikel keempat (zona pencetus kemoreseptor/ CTZ)

(Silbernagl & Lang, 2007). Area ini tidak dilindungi oleh sawar darah otak, sehingga

dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan perangsang muntah melalui cairan serebrospinal

maupun melalui darah (Shelke et al., 2004). CTZ diaktivasi oleh agonis dopamin

seperti apomorfin, oleh banyak obat atau toksin, seperti digitalis glikosida, nikotin,

enterotoksin stafilokokus serta hipoksia, uremia, dan diabetes melitus. Sel-sel CTZ

juga mengandung reseptor neurotransmitter seperti epinefrin, serotonin, GABA, serta

substansi P. Akan tetapi pusat muntah dapat juga diaktivasi tanpa perantara CTZ

seperti pada perangsangan nonfisiologis di organ keseimbangan (motion sickness) dan

penyakit vestibular seperti Meniere (Silbernagl & Lang, 2007).

Pusat muntah dapat diaktifkan melalui saluran pencernaan melalui aferen n. vagus

pada beberapa kondisi di bawah ini (Silbernagl & Lang, 2007):

a. Peregangan lambung yang berlebihan atau kerusakan mukosa lambung misalnya

akibat alkohol

b. Pengosongan lambung yang terlambat misalnya akibat makanan yang sukar

dicerna serta akibat penghambatan saluran keluar lambung misalnya pada stenosis

pilorus, atau tumor, atau pada penghambatan pada usus seperti atresia atau ileus.

c. Distensi berlebihan atau inflamasi peritoneum, saluran empedu, pankreas, dan

usus.

Page 7: Penda Hulu An

Pusat muntah dapat diaktivasi juga oleh serabut aferen visera dari jantung,

misalnya pada iskemia koroner. Muntah dapat juga dipicu dengan sengaja dengan

meletakkan satu jari di kerongkongan (saraf aferen dari sensor raba di faring). Selain

itu, muntah dapat diakibatkan karena pajanan terhadap radiasi (radioterapi) dan

peningkatan tekanan intrakranial (Silbernagl & Lang, 2007).

Muntah dapat disebabkan oleh rangsangan terhadap satu atau lebih dari 4 lokasi

seperti nampak pada gambar 1, yaitu: saluran pencernaan, organ vestibular, CTZ, dan

korteks dan thalamus. Ketika reseptor teraktivasi, impuls ditransmisikan baik oleh

aferen n. vagus maupun saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla, yang

terletak di dekat traktus solitarius setingkat mukleus motorik dorsalis vagus menuju

pusat muntah melalui saraf kranialis IX (glosofaringeus) dan X (vagus). Reseptor-

reseptor yang sudah diketahui diantaranya adalah H1 histamine, M1 acetylcholine, 5-

HT3 serotonine, DA2 dopamine, NK1 neurokinin, substansi P, dan mu/ kappa opioid.

Transmisi mediator pada korteks serebri dan thalamus belum diketahui dengan pasti,

namun diduga CB1 cortical cannabinoid (Becker, 2010; Guyton & Hall, 2007).

Page 8: Penda Hulu An

Gambar 2. 1. Rangsangan Pusat Muntah (Becker, 2010).

Impuls motorik ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII,

IX, X, dan XII ke saluran pencernaan bagian atas dan melalui saraf spinalis ke

diafragma dan otot abdomen. Sebelum muntah terjadi, terdapat periode antiperistaltis

yang menyebabkan kontraksi terjadi ke atas bukan ke bawah. Kemudian saat saluran

pencernaan bafian atas terutama duodenum menjadi sangat meregang, peregangan ini

menjadi faktor pencetus muntah yang sebenarnya. Pada saat muntah, kontraksi

intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun pada lambung, bersama dengan

relaksasi sebagian sfingter esofagus bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai

bergerak ke dalam esofagus. Dari sini, kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot

abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar (Guyton & Hall, 2007).

CHEMORESEPTOR TRIGGER

ZONE

(CTZ)

OrganVestibular

[H2, M2]

Korteks Thalamus

[Kecemasan, Nyeri]

Saluran Pencernaan

[5-HT3]

Pusat Muntah[H1, M1, NK1, 5-HT3]

Page 9: Penda Hulu An

Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul muntah, yang terjadi

adalah bernafas dalam, naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter

esofagus bagian dalam supaya terbuka, penutupan glotis, dan pengangkatan palatum

mole untuk menutupi nares posterior. Kemudian datang kontraksi yang kuar ke bawah

diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen.

Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk

suatu tekanan intragastrik. Akhirnya sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi secara

lengkap membuat pengeluaran isi lambung ke atas memalui esofagus (Guyton & Hall,

2007).

2. Patogenesis Hiperemesis Gravidarum

Sampai saat ini, penjelasan penyebab HG yang paling banyak diterima berbagai

kalangan adalah “teori hormon”. Banyak penelitian yang menunjukkan hubungan

antara peningkatan hCG dengan muntah patologis pada kehamilan. Berbagai penyebab

fisik lain juga dikemukakan dalam berbagai diskusi namun belum terdapat penelitian

yang memuaskan. HG lebih sering terjadi pada usia kehamilan muda ketika plasenta

dan korpus luteum bersama-sama memproduksi hormon seperti progesteron dan hCG

(Verberg et al., 2005). HG diyakini juga sebagai penyakit kompleks hasil interaksi

berbagai faktor baik itu biologis, psikologis, maupun sosial-kultural (Pirimoglu et al.,

2010). Terdapat etiologi lain seperti imunologis dan infeksi bakteri serta kelainan

anatomis (Verberg et al., 2005). Buhling & David (2006) membagi patogenesis HG

menjadi 2 hipotesis, hipotesis I dengan penyebab endokrin, dan hipotesis II dengan

penyebab non-endokrin.

Page 10: Penda Hulu An

Gambar 2.2. Patogenesis Hiperemesis Gravidarum (Buhling & David, 2006).

a. Hipotesis Endokrin

Hormon-hormon endokrin meliputi hCG, TSH/ tiroksin, estrogen/ progesteron,

kortisol/ ACTH, prolaktin, dan leptin.

1) Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

hCG sering disebut sebagai penyebab paling mungkin dari HG. Berbagai

penelitian menunjukkan kadar hCG diketahui lebih tinggi pada kehamilan

kembar, mola hidatidosa, kehamilan dengan janin perempuan, dan kehamilan

dengan down syndrome. Mekanisme hCG menyebabkan HG belum diketahui

dengan jelas, namun diyakini kadar hCG yang tinggi menstimulasi pengeluaran

Penyebab Psikologis

Defisiensi Vitamin

Penyebab-penyebab saraf

Defisiensi Vitamin

Penyebab anatomik

GITPerubahan GIT

Estrogen/ Progesteron

Plasenta

Penyebab-penyebab infeksiInfeksi H. pylori

hCGCorpus luteum

Penyebab-penyebab Imunologis

Overaktif sistem imun

Tirotoksikosis pada kehamilanTSH/

TiroksinKelenjar Tiroid

Overaktif HPA aksisKortisol/ ACTH

Hipotalamus/ korteks adrenal

Hipotesis II: faktor non endokrin

Hipotesis I: faktor endokrin

Page 11: Penda Hulu An

enzim saluran pencernaan atas dan merangsang peningkatan fungsi tiroid

karena strukturnya yang mirip dengan Thyroid Stimulating Hormone (TSH).

Berbagai penelitian lain pada pasien dengan HG menunjukkan bahwa bukan

semata-mata tingginya kadar hCG yang menyebabkan HG, namun HG

disebabkan oleh isoform spesifik hCG seperti hCG dengan rantai asialo-

carbohydrate. Berbagai pola isoform hCG yang berbeda-beda pada pasien

dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan jangka panjang atau faktor genetik

(Verberg et al., 2005).

Terdapat 4 varian hCG, masing-masing diproduksi oleh jenis sel yang

berbeda. Semua varian hCG tersebut memiliki subunit amino yang sama yaitu

subunit-β hCG. Keempat varian tersebut adalah hCG yang diproduksi oleh vili

sel-sel sinsitiotrofoblas, hCG-hiperglikosilat yang diproduksi oleh sel-sel

sitotrofoblas, subunit β-bebas yang diproduksi oleh sel-sel kanker non-

trofoblas, dan hCG hipofisis yang diproduksi oleh sel-sel gonadotropin pada

hipofisis anterior. hCG dan hCG-hiperglikosilat disekresikan oleh blastokista

untuk mempersiapkan implantasi pada endometrium. hCG-hiperglikosilat

kemudian memicu diferensiasi sel-sel sitotrofiblas menjadi sinsitiotrofoblas.

Sinsitiotrofoblas kemudian memproduksi hCG dan bersama-sama dengan LH

memicu produksi progesteron oleh korpus luteum sampai plasenta dapat

membuat cukup progesteron sendiri. Selain produksi progesteron, hCG

memiliki berbagai fungsi lain yang diketahui dari terdapatnya reseptor hCG

pada berbagai organ baik itu fetal maupun maternal. Diantara lokasi reseptor

Page 12: Penda Hulu An

hCG tersebut adalah pada otak ibu, yaitu pada hipokampus, hipotalamus, dan

batang otak, yang diyakini menjadi penyebab terjadinya HG (Cole, 2010).

Penelitian sampai saat ini menunjukkan hubungan antara HG dengan kadar

hCG, namun mekanisme patogenesisnya belum diketahui dengan pasti. Hal ini

diantaranya dikarenakan kondisi dengan kadar hCG tinggi seperti pada

choriocarcinoma atau pada pemberian HCG selama fase luteal untuk memicu

maturasi oosit tidak menimbulkan gejala mual-muntah seperti pada HG. Selain

itu terdapat banyak pasien yang memiliki kadar HCG tinggi namun tidak

menderita HG, sebaliknya terdapat pasien yang terus mengalami HG bahkan

setelah melewati trimester pertama dimana kadar HCG sudah turun (Verberg et

al., 2005).

2) TSH/ Tiroksin

Kelenjar tiroid terstimulasi selama awal kehamilan secara fisiologis.

Terkadang kadar hormon tiroid menyimpang dari nilai normal, menyebabkan

kondisi gestational transient thyrotoxicosis (GTT). GTT terdapat pada dua

pertiga wanita dengan HG. Estrogen menyebabkan produksi thyroid-binding

globulin meningkat dan metabolisme T4 menurun, menyebabkan penurunan

sementara kadar T4 bebas (Verberg et al., 2005).

Peningkatan kadar hCG menyebabkan peningkatan stimulasi kelenjar tiroid,

begitu pula dengan hipersensitifitas reseptor hormon tiroid terhadap hCG, atau

produksi salah satu jenis hCG yang lebih kuat merangsang kelenjar tiroid. Saat

kadar hCG mencapai puncak saat kehamilan normal, kadar TSH serum

menurun sementara triiodotironin bebas dan T4 bebas meningkat menunjukkan

Page 13: Penda Hulu An

peran hCG dalam stimulasi hormon tersebut. Hipersensitifitas reseptor TSH

didapatkan pada keluarga dengan riwayat GTT dan HG. Anggota keluarga

dengan riwayat HG berulang diketahui memiliki mutasi pada domain

ekstraseluler reseptor TSH yang menyebabkan reserptor tersebut responsif

terhadap hCG. Pasien HG dengan hipertiroid memiliki kadar elektrolit

abnormal, peningkatan kadar enzim hati, dan gejala muntah yang lebih parah

(Verberg et al., 2005).

Hipertiroidisme juga dapat dikaitkan dengan HG. Sementara T3 dan T4

berada di kisaran normal, ekspresi thyroid stimulating hormone (TSH)

mengalami penurunan. GTT mungkin berlaku sampai minggu ke-18 kehamilan

dan tidak memerlukan pengobatan. Kondisi untuk diagnosis THHG adalah

(Mylonas, 2007):

a) Berdasarkan hasil serologi patologis yang diambil selama HG

b) Tidak ada hipertiroidisme sebelumnya pada kehamilan

c) Tidak ada tanda-tanda klinis hipertiroidisme

d) Antibodi negatif.

Banyak bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kadar hCG dengan

GTT, namun perannya dalam HG masih belum jelas. Kondisi lain hipertiroid

seperti penyakit Grave tidak menunjukkan gejala mual-muntah seperti pada

HG, prevalensi hipertiroid cukup tinggi namun tidak hanya terdapat pada

pasien HG, serta banyak pasien HG yang tidak menderita hipertiroid (Verberg

et al., 2005).

3) Estrogen/ Progesteron

Page 14: Penda Hulu An

Prevalensi HG lebih tinggi pada pasien dengan kadar estrogen tinggi, seperti

pada indeks masa tubuh (IMT) ibu hamil yang tinggi, kehamilan pertama, dan

fetus dengan undescended testis. Didapatkan juga insidensi karsinoma testis

pada pria dengan riwayat HG saat kehamilannya. Pada pengobatan dengan

estrogen sering didapatkan efek samping berupa mual, hal ini mendukung

hipotesis bahwa estrogen mungkin merupakan penyebab HG (Verberg et al.,

2005).

Kadar estrogen tinggi memperlambat pengosongan lambung dan

menurunkan waktu transit usus halus, serta meningkatkan akumulasi cairan

(Verberg et al., 2005). Meskipun demikian, belum terdapat penjelasan pasti

mengenai hubungan langsung estrogen dengan HG, mengingat HG lebih sering

terjadi pada TM pertama sementara kadar estrogen terus meningkat seiring

bertambahnya usia kehamilan, begitu pula dengan kehamilan yang diinduksi

controlled ovarian stimulation (COS) dimana kadar estrogen sangat tinggi,

tidak menyebabkan insidensi HG meningkat (Verberg et al., 2005).

Diantara berbagai hormon pada kehamilan, pasien dengan HG memiliki

kadar progesteron yang abnormal. Sebagian besar memiliki kadar progesteron

yang lebih rendah, sebagian yang lainnya memiliki kadar progesteron yang

lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian, tidak didapatkan

korelasi yang jelas antara HG dengan kadar progesteron, mengingat tidak

terdapat perbaikan kondisi pasien HG yang mendapatkan pengobatan dengan

progesteron. Kehamilan dengan peningkatan kadar progesteron iatrogenik

seperti kehamilan dengan korpus luteum multipel karena COS, atau kehamilan

Page 15: Penda Hulu An

dengan pemberian progesteron untuk mendorong fase luteal tidak

menunjukkan kejadian HG, mengindikasikan bahwa kadar progesteron tinggi

(endogen maupun eksogen) saja tidak menyebabkan HG (Verberg et al., 2005).

4) Kortisol/ ACTH

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa insufisiensi korteks adrenal

berhubungan dengan HG. Dapat dikarenakan insufisiensi produksi ACTH

maupun karena ketidakmampuan aksis hipotalamus-hipofisi-adrenal untuk

merespon peningkatan kebutuhan produk adrenal pada kehamilan awal. Pasien

dengan HG memiliki kadar kortisol serum lebih rendah daripada ibu hamil

tanpa HG (Verberg et al., 2005).

b. Hipotesis Non-Endokrin

Faktor-faktor non-endokrin berupa penyebab imunologis, infeksi

gastrointestinal, kelainan anatomik saluran, dan kelainan saraf.

1) Imunologis

Selama kehamilan, terdapat perubahan sistem imun humoral dan selular

untuk melindungi janin dan desidua dari kerusakan karena sistem imun ibu.

HG diperkirakan disebabkan oleh sistem imun yang mengalami overeaktif.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan HG memiliki kadar IL-

6, TNF-α, T-helper 2, IgG, IgM, C3, C4, limfosit, sel NK, 5’-nucleotidase,

dan atau adenosine deaminase yang lebih tinggi. Namun belum dapat

disimpulkan dari berbagai penelitian tersebut apakah aktivasi sistem imun yang

terjadi merupakan penyebab atau merupakan reaksi terhadap HG (Verberg et

al., 2005).

Page 16: Penda Hulu An

2) Infeksi Saluran Gastrointestinal

Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pasien HG positif terinfeksi

H. Pylori 95% dibandingkan dengan kontrol sebanyak 50%. Infeksi tersebut

dapat disebabkan karena perubahan pH lambung atau perubahan sistem imun

terkait kehamilan. Peningkatan hormon steroid pada wanita hamil

menyebabkan akumulasi cairan pada lambung dan mengakibatkan penurunan

pH lambung sehingga pasien lebih suseptibel terhadap infeksi H. Pylori.

Perubahan sistem imun humoral dan seluler selama kehamilan juga

meningkatkan suseptibilitas terhadap infeksi.

Meskipun diyakini bahwa infeksi H. Pylori lebih sering terjadi pada pasien

HG, banyak wanita hamil yang terinfeksi H. Pylori tidak menunjukkan gejala-

gejala HG. Begitu pula hubungannya dengan hormon steroid, jika infeksi

tersebut berhubungan dengan peningkatan hormon steroid, seharusnya gejala

memberat pada akhir kehamilan saat imunitas pasien lebih teraktivasi.

Hipotesis yang lebih diterima adalah kerusakan saluran gastrointestinal atas

akibat muntah yang terus- menerus meningkatkan suseptibilitas pasien

terhadap infeksi H. Pylori (Verberg et al., 2005).

Studi lain menemukan genom H. pylori dalam air liur 61,8% dari pasien

dengan HG (21 dari 34 pasien), dibandingkan dengan 27,6% dari wanita hamil

tanpa gejala. Hubungan ini tampaknya dikonfirmasi oleh fakta bahwa dalam

dua studi observasional dengan total lima pasien, tidak ada perbaikan dalam

gejala terjadi setelah perawatan obat standar, sedangkan pengobatan antibiotik

untuk H. pylori menghasilkan perbaikan gejala yang jelas (Mylonas, 2007).

Page 17: Penda Hulu An

3) Kelainan Anatomis

Verberg et al. (2005) mengemukakan bahwa terdapat kelainan anatomis

pada penderita HG. Diantaranya adalah terdapatnya perubahan bentuk pada

korteks adrenal pada pasien HG seperti pada penderita penyakit Addison,

selain itu ditemukan pula bahwa secara statistik HG terjadi pada penderita

dengan corpus luteum dari ovarium sebelah kanan.

4) Kelainan Saraf

Mual diyakini sebagai hasil dari penolakan terhadap kehamilan seorang

wannita yang belum siap menjadi seorang ibu karena imaturitas kepribadian,

masih banyak tergantung kepada orangtua, ketakutan, dan tekanan karena

kehamilan. Pendapat lain menyatakan bahwa HG merupakan kelainan seksual

yang berasal dari ketidaksukaan terhadap jenis kelamin. HG juga dijelaskan

sebagai gejala histeria konversi, neurosis, atau depresi, dan HG dapat berasal

dari stress psikososial, kemiskinan, dan konflik pernikahan.

Berbagai hipotesis biologis HG belum dapat memberikan penjelasan yang

memuaskan, faktor psikologis diyakini memiliki peranan yang dominan dalam

patofisiologis HG. Insidensi HG didapatkan lebih rendah saat masa perang,

perawatan di RS menjauhkan lingkungan pasien dari pasangan atau keluarga

menurunkan keluhan muntah, serta terdapat perbedaan insidensi HG antar

etnis. Namun ada peneliti lain yang menyatakan bahwa gejala-gejala psikologis

pasien HG merupakan hasil dari stress dan beban fisik HG bukan merupakan

penyebab (Verberg et al., 2005).

Page 18: Penda Hulu An

Beberapa postulat penyebab psikologis dapat dibagi menjadi 4 kategori

sebagai berikut (Cole, 2010):

a) HG merupakan ekspresi berbagai konflik, seperti penolakan terhadap

kehamilan, konflik perasaan yang bertentangan akan menjadi ibu,

kepribadian kekanak-kanakan, terlalu bergantung terhadap ibu, atau

ketakutan akan kehamilan

b) HG merupakan sebuah ekspresi dari kelainan seksual

c) HG merupakan gejala konversi, sebuah ekspresi histeria, neurosis, atau

depresi

d) HG merupakan akibat dari stress psikososial, pengalaman terhadap

kekerasan, atau konflik dalam hubungan dengan pasangan.

Dalam studi yang paling terkenal, indeks psikologis medis Cornell diukur

pada 44 pasien hamil dengan, dan 49 wanita hamil tanpa HG. Tes Minnesota

Multiphasic Personality Psychology Inventory (MMPI) diberikan hanya pada

wanita hamil dengan HG (Mylonas, 2007; Sheehan, 2007). Kedua studi dengan

skor pertanyaan yang berbeda menunjukkan bahwa pasien dengan HG

memiliki ikatan yang berlebihan dengan ibu mereka dan lebih sering bersifat

histeris dan kepribadian kekanak-kanakan. HG lebih sering terjadi pada

gangguan kepribadian dan gangguan depresif, tetapi hubungannya belum

dipelajari sampai batas yang cukup (Mylonas, 2007).

3. Patofisiologi Gejala

Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan

lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak

Page 19: Penda Hulu An

sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi

butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan

cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan

plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air

kemih. Pada pasien ini terdapat penurunan kadar kalium dalam darah. Selain itu dapat

menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, berupa alkalosis metabolik akibat

hilangnya asam karena muntah-muntah berlebihan ataupun asidosis metabolik akibat

peningkatan asam (ketosis). Selain itu juga terjadi dehidrasi yang menyebabkan:

a. Penurunan saliva, yang berakibat mulut dan faring kering

b. Peningkatan osmolaritas darah, yang akan merangsang osmoreseptor di

hipothalamus

c. Penurunan volume darah yang berakibat penurunan tekanan darah, sehingga renin

akan meningkat, begitu juga angiotensin II.

Ketiga hal tersebut akan merangsang pusat rasa haus di hipothalamus, yang

seharusnya akan meningkatkan intake cairan, namun karena terdapat mual dan muntah

yang tidak bisa ditoleransi akibatnya cairan juga tidak dapat masuk per oral, sehingga

cairan tubuh tidak mencapai kadar normal dan dehidrasi tetap terjadi (Ogunyemi,

2007).

Karena muntah terus terjadi dan tidak ada makanan yang dapat masuk, cadangan

karbohidrat pun sangat bekurang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan respirasi sel

dan menghasilkan ATP dipakai jalur pemecahan lemak (katabolisme lipid/lipolisis)

secara berlebihan, bukan memakai jalur glikolisis. Asam lemak dikatabolisis. Asam

lemak dikatabolisme di mitokondria melalui proses yang dinamakan beta oxidation,

Page 20: Penda Hulu An

yang akhirnya membentuk acetyl coA. Acetyl coA akan masuk ke dalam siklus krebs.

Hepatosit akan mengambil dua molekul acetyl coA dan terkondensasi, dan aseton

(keton bodies). Proses tersebut dinamakan ketogenesis. Keton-keton tersebut akan

mudah berdifusi ke membran plasma, meninggalkan hepatosit untuk kemudian masuk

ke dalam aliran darah. Akibatnya terjadi ketosis dalam darah, yang kemudian

dikeluarkan melalui urine, sehingga pada hiperemesis gravidarum lanjut didapatkan

keton pada urine (Ronardy, 2006).

Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke

jaringan berkurang. Sehingga jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkurang

dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari

muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah

yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit

dipatahkan.

A. Pembahasan Permasalahan Kedua

Psikologis pasien

Penyebab hiperemesis gravidarum selama trimester pertama umumnya adalah

gangguan psikosomatik, yang dapat dijelaskan dengan takut menjadi orang tua. Wanita

hamil dengan stress dan ketegangan emosional sering memiliki kondisi ini. Permasalahan

psikologis pasien ini yaitu ketidaksiapan pasien menghadapi kehamilan ini dan trauma

persalinan sebelumnya. Mual dan muntah yang dialami seorang wanita hamil dianggap

mewakili berbagai konflik psikologis. Ketidakmatangan psikoseksual, pertentangan di

keluarga, kesulitan sosio-ekonomi, konflik rumah tangga, ketakutan akan persalinan ataupun

Page 21: Penda Hulu An

kehamilan yang tidak diinginkan dapat menyebabkan konflik mental terhadap keengganan

menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. Namun menurut penelitian, faktor

neurogenik juga berperan, terbukti dengan membaiknya klinis pasien bila jauh dengan

rumah (di rumah sakit). Ada juga yang menyatakan bahwa efek psikologis (frustrasi,

depresi, terisolasi, dan lain-lain) adalah akibat dari hiperemesis gravidarum dan bukan

penyebabnya (Ronardy, 2006).

Tenaga kesehatan perlu meyakinkan penderita bahwa penyakit ini dapat disembuhkan.

Menghilangkan rasa takut karena kehamilan, mengurangi pekerjaan serta menghilangkan

masalah dan konflik yang menjadi latar belakang masalah ini (psikosomatis). Adapun

pendapat bahwa muntah merupakan respon bawah sadar terhadap kehamilan yang tidak

diharapkan. Pengaruh psikologi apapun harus diselesaikan dan dilakukan konseling jika

dibutukan (Jueckstock et al. 2010; Mylonas. 2007).

B. Pembahasan Permasalahan Ketiga

1. Rawat inap dan penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum sangat beragam tergantung dari beratnya

gejala yang terjadi. Tatalaksana dini memberikan prognosis baik pada pasien. Ketika

mengobati ibu dengan HG, pencegahan serta koreksi defisiensi nutrisi adalah prioritas

utama agar ibu dan bayi tetap dalam keadaan sehat. Perubahan pola makan dan gaya

hidup umumnya cukup untuk mengatasi gejala awal HG dan meningkatkan kualitas

hidup.

Indikasi pasien dapat dirawat inap adalah mual muntah berlebih disertai gangguan

elektrolit dan cairan. Pada rawat inap, penderita sebaiknya disendirikan (isolasi) dalam

Page 22: Penda Hulu An

kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran udara baik. Mencatat cairan yang keluar

dan masuk. Hanya dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita,

sampai muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan makanan/minum

selama 24 jam. Kadang – kadang dengan isolasi saja gejala – gejala akan berkurang atau

hilang tanpa pengobatan (MacGibon, 2010). Terapi yang diberikan pada ibu yang

mengalami HG adalah :

1. Rehidrasi oral maupun parenteral

Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan muntah yang sering hingga

menyebabkan dehidrasi dan turunnya berat badan, harus segera mendapat terapi

cairan. Langkah utama dalam terapi hiperemesis gravidarum adalah rehidrasi oral

yang cukup untuk menghindari dehidrasi. Dehidrasi akan memperburuk rasa mual.

Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme

kompensasi yaitu vasokntriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan

hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.

Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi adalah dehidrasi

karena kehilangan cairan (pure dehidration), maka tindakan yang dilakukan yaitu

mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal, osmolaritas yang efektif dan

komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk

dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan berapa jumlah cairan

yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium, dan ada tidaknya asidosis. Ada

beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah cairan rehidrasi

awalan :

Page 23: Penda Hulu An

1. Berdasarkan klinis dehidrasi, bila ada rasa haus dan tidak ada tanda klinis

dehidrasi maka kehilangan cairan kira – kira 2%. Jika berat badan 50kg maka

defisit air sekitar 1000ml. Bila terdapat rasa haus dan oliguria, mulut kering

diperkirakan defisit 6% atau 3000 ml. Bila ada tanda – tanda diatas ditambah

perubahan mental maka defisit sekitar 7 – 14% atau sekitar 3,5 – 7 liter.

2. Jika pasien ditimbang maka kehilangan berat badan 4 kg pada fase akut sama

dengan defisit 4 liter

Rencana rehidrasi sebaiknya dikaitkan dengan jumlah cairan yang dibutuhkan

selama 24 jam berikutnya, yaitu menjumlahkan defisit cairan dengan 2000 ml. Bila

pasien dapat menelan, air diberikan peroral. Bila kesulitan maka rehidrasi diberikan

perinfus. Jenis cairan yang diberikan hingga kini masih diperdebatkan apakah

menggunakan kristaloid atau koloid. Umumnya kehilangan cairan diganti dengan

cairan isotonik (RL, normal saline). Bila menggunakan normal saline jangan

diberikan dalam jumlah banyak karena dapat menyebabkan delusional acidosis atau

hyperchloremic acidosis. Bila diperlukan dapat ditambahkan ion kalium.

Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti tekanan darah arteri

rata – rata 70 – 80 mmHg, denyut jantung < 100x/menit, ekstremitas hangat dengan

pengisian kapiler baik, susunan saraf pusat baik, produksi urin 0,5 – 1 ml/kgBB/jam

dan tidak ada asidosis berlanjut. Setelah tercapai rehidrasi, pemberian cairan harus

terus diberikan dalam bentuk rumatan, contoh cairan yang sering dipakai adalan

Kaen Mg. Setelah tercapai rehidrasi, pasien dengan hiperemesis gravidarum secara

bertahap dapat mulai diberikan makanan dan minuman dengan jumlah sedikit namun

sering

Page 24: Penda Hulu An

2. Terapi nutrisi

3. Perubahan gaya hidup dan psikologi

a. Mencatat hal – hal yang dapat memicu mual dan muntah seperti makanan,

aroma khas, aktivitas. Menghindari pemicu – pemicu tersebut

b. Menghindari tempat bersuhu panas dan ventilasi buruk. Suasana panas dapat

memperburuk mual. Pastikan ruangan memiliki sirkulasi udara yang baik dan

terkena sinar matahari.

c. Duduk sejenak setelah makan dan untuk mengurangi refluks lambung

d. Menghindari tekanan psikologis (Ogunyemi dan Chelmow, 2011).

4. Farmakologis

a. Obat – obatan pada penderita hiperemesis gravidarum diberikan jika :

Penggunaan obat pada ibu hamil harus berdasar prinsip the risk versus the

benefits. Mempertimbangkan besarnya resiko obat terhadap ibu dan janin

dibandingkan dengan resiko dehidrasi malnutrisi pada ibu dan janin. Manfaat

harus lebih besar , resiko penggunaan obat lebih kecil daripada resiko

malnutrisi penurunan berat janin serta apabila gejala tidak berkurang dengan

pengelolaan non medikamentosa.

b. Antihistamin :

Antihistamin yang digunakan adalah Antagonis reseptor H1. Suatu

penelitian randomized control trial menunjukkan bahwa antihistamin berguna

mengurangi mual muntah pada kehamilan. Kombinasi antihistamin dengan

Pyridoxine efektif sebagai profilaksis pada wanita hamil dengan riwayat HG

pada kehamilan sebelumnya. Bendectin merupakan obat kombinasi yang berisi

Page 25: Penda Hulu An

vitamin B6 (pyridoxine) dan antihisamin, doxylamine. Tahun 1983 Bendectin

ditarik dari pasaran karena banyaknya isu meningkatkan resiko deformitas pada

bayi. Namun isu teratogenik tersebut belum terbukti secara ilmiah. Kini banyak

praktisi kesehatan menggunakan pyridoxine dan antihistamine sebagai dua obat

sekaligus yang diberikan pada penderita Hiperemesis Gravidarum. Kombinasi

ini merupakan lini pertama terapi wanita hamil di UK. Antihistamin yang

digunakan yaitu Promethazine, Meclizine, Cyclizine. Promethazine diberikan

12,5mg peroral atau rectal setiap 4 jam. (Ogunyemi dan Chelmow, 2011,

Sheehan, 2007)

c. Vitamin :

1. Pyridoxine (Vitamin B6)

Dosis efektif Pyridoxine yaitu 30 – 75 mg/hari, dengan efek samping yang

dapat ditoleransi tubuh. Pyridoxine diberikan 3 kali sehari 10 – 25mg

dimulai dengan dosis rendah. Pyridoxine dapat mengurangi mual muntah

dan terbukti lebih efektif daripada placebo. Dosis dapat dinaikkan hingga

200 mg tanpa efek samping (Jueckstock et al. 2010).

2. Thiamine (vitamin B1)

Thiamine, dikenal juga dengan B1 atau aneurin, sangat penting dalam

metabolisme karbohidrat. Peran utama tiamin adalah sebagai bagian dari

koenzim dalam dekarboksilasi oksidatif asam alfa-keto. Gejala defisiensi

akan muncul secara spontan berupa beri-beri pada manusia. Penyakit

tersebut ditandai dengan penimbunan asam piruvat dan asam laktat,

terutama dalam darah dan otak serta kerusakan dari sistem kardiovaskuler,

Page 26: Penda Hulu An

syaraf dan alat pencernaan. Defisiensi thiamine ini menimbulkan rangkaian

proses dan gejala yang disebut Encephalopathy Wernick (Chiossi et al,

2006, Zempleni, et al,2007).

Defisiensi tiamin ini akan menyebabkan gangguan saraf pusat, antara lain

memori berkurang atau hilang, nistagmus, optalmoplegia, dan ataksia.

Gangguan juga terjadi pada saraf tepi, berupa neuropati perifer. Gangguan

yang lain berupa kelemahan simetrik (badan sangat lemah), kehilangan

fungsi sensorik, motorik dan reflek kaki. Timbul beri-beri jantung, dengan

gejala jantung membesar, aritma, hipertensi, odema, dan kegagalan jantung

(Zempleni, et al,2007).

Pasien dengan kecurigaan ensefalopati Wernicke, direkomendasikan

pemberian 100mg thiamin intravena atau intramuscular selama 5 hari

berturut – turut. Pemberian glukosa tanpa thiamin dapat memicu atau

memperburuk sindrom ini, sehingga thiamin harus diberikan sebelum

glukosa. Thiamin diberikan secara parenteral karena penyerapan thiamin

pada gastrointestinal tidak menentu pada pasien beralkohol dan kurang

gizi. Pemberian oral harian 100mg thiamin harus dilanjutkan setelah

pengobatan parenteral dan setelah keluar dari rumah sakit sampai pasien

tidak lagi dianggap beresiko. Magnesium dan vitamin lainnya juga

dikoreksi bersama dengan defisit gizi lainnya.

Normal asupan tiamin untuk orang dewasa adalah antara 1,0 – 1,5 mg/hari.

Jika makanan terlalu banyak mengandung karbohidrat, maka dibutuhkan

lebih banyak tiamin. Tanda-tanda defisiensi tiamin antara lain menurunnya

Page 27: Penda Hulu An

nafsu makan, depresi mental (Peripheral neurophaty) dan lemah. Pada

defisiensi kronis, maka muncul gejala kelainan neurologist, seperti

kebingungan (mental), dan kehilangan koordinasi mata (Ogunyemi dan

Chelmow,2011, Zempleni, et al,2007).

3. Cyanokobalamin ( vitamin B12)

Pada gastritis kronik, gastric atrophy dapat menyebabkan malabsorbsi

vitamin B12 yang berujung pada defisiensi vitamin B12. Gejala klasik

defisiensi B12 berupa anemia megaloblastik hanya terjadi pada defisiensi

vitamin B12 yang berat, tetapi manifestasi neuropsikiatrik dan

abnormalitas metabolisme dapat terjadi sebelum konsentrasi B12 dalam

serum mencapai kadar defisiensi vitamin B12. Cut off point vitamin B12

yaitu <221 pmol/L pada defisiensi ringan dan <148 pmol/L pada defisiensi

berat. Pada wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum, resiko infeksi

Helicobacter pylori meningkat, intake vitamin B12 inadekuat. Patogen H.

pylori pada lambung dapat menginisiasi destruksi autoimun pada mukosa

lambung sehingga menyebabkan malabsorbsi vitamin B12. Pada penderita

hiperemesis gravidarum vitamin B12 dapat diberikan dengan dosis 12,5 mg

3-4 kali sehari (Zempleni, et al,2007).

d. Antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah menggunakan :

1. serotonin agonis

Jika terdapat bebeapa pemicu emesis, medikasi harus dipusatkan pada

pusat muntah di otak (serotonin antagonists merupakan terapi yang paling

efektif). Serotonin agonis merupakan antagonis 5-HT3 receptors yang

Page 28: Penda Hulu An

sangat selektif bekerja di vagus, CTZ (chemotrigger zone) and

gut. Seorotnin agonist merupakan obat kelas B. Serotonin antagnists

(ondansetron, dolasetron, granisetron) merupakan dose-dependent drugs.

Semakin tinggi dosis, semakin tinggi pula manfaat dan efek sampingnya.

Penurunan dosis bertingkat serta frekuensi, penting dilakukan untuk

mencegah relaps. Ondansetron 4-8mg peroral atau intravena setiap 8 jam ,

diberikan pada HG yang sulit disembuhkan Respon individual dapat

bervariasi. Penatalaksanaan harus dipusatkan pada pemicu mual dan

muntah. Jika penderita muntah terus menerus, dosis oral tidak akan efektif.

Maka terapi diberikan dengan beberapa dosis intravena diikuti dosis oral .

Efek samping yang mungkin terjadi adalah nyeri kepala, abnormalitas

fungsi hati, konstipasi, diare (American Pregnancy Association,2006,

Ogunyemi dan Chelmow,2011)

2. dopamine (D2) receptor antagonist 

metoklopramid bekerja dengan memblok reseptor dopamin pada

chemoreseptor trigger zone (CTZ), meningkatkan peristaltik dan

mempercepat pengosongan lambung. Metoklopramida dapat meningkatkan

motilitas dan tonus pada kontraksi lambung (terutama pada bagian

antrum), merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, serta

meningkatkan paristaltik dari duodenum dan jejunum sehingga dapat

mempercepat pengosongan lambung dan usus. Metoklopramid merupakan

first-line pharmacologic treatment untuk hiperemesis gravidarum dan telah

terbukti efektif. Terdapat dalam bentuk injeksi, oral, dan suppositoria. Efek

Page 29: Penda Hulu An

sampingnya berupa sindrom ekstrapiramidal dan tardive dyskinesia

Sediaan injeksi yaitu 5mg/ml. Sediaan oral yaitu 10 mg 3 – 4 kali sehari.

Merupakan obat dengan kategori A pada kehamilan. (MacGibbon, 2010,

Ogunyemi dan Chelmow, 2011, Sheehan, 2007).

e. Obat yang bekerja pada saluran pencernaan.

Obat – obatan ini bertujuan untuk mengurangi produksi asam lambung dan

mengatasi refluks (isi lambung yang kembali menuju esophagus) : Ranitidine,

Famotidine, Lansoprazole. Infeksi H pylori terjadi pada 90% penderita

hiperemesis gravidarum dan dapat memperburuk mual dan muntah pada

kehamilan dengan pembentukan ulkus peptikum. Terapi yang dapat diberikan

yaitu sesuai dengan guideline pada penderita tidak hamil yaitu triple therapy.

triple therapy yaitu PPI(proton pump inhibitor) dan dua dari tiga antibiotic berikut

clarithromycin, amoksisilin atau metronidazol selama 7-10 hari. Triple therapy sebagai

terapi standar lini pertama karena memiliki tolerabilitas tinggi dan mudah dalam

pemberiannya. Kesukesan eradikasi H.pylori dengan terapi ini bervariasi antara 70%-

95% (Ghany,2005, Ogunyemi dan Chelmow,2011)

f. Kortikosteroid

Kortikosteroiod diberikan pada hiperemesis gravidarum berat yang kurang

berespon baik terhadap terapi antiemetic. Efek samping yang mungkin terjadi

adalah penurunan berat badan, mual dan muntah. Steroid digunakan untuk

hiperemesis gravidarum yang sulit disembuhkan. Penggunaan steroid jangka

panjang dan dosis tinggi pada trimester pertama dicurigai dapat mempengaruhi

perkembangan otak janin. Wanita dengan hipotiroid berespon lebih aktif

Page 30: Penda Hulu An

terhadap kortikosterod. Penderita dengan DM tipe 1 akan mengalami 40%

peningkatan insulin jika steroid diawali dengan dosis tinggi. Kortikosteroid

dapat melewati plasenta. Komplikasi seperti penurunan berat badan,

peningkatan resiko preeklamsi dan peningkatan resiko bibir sumbing telah

dilaporkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan the Collaborative Perinatal

Project pada 50,282 pasangan ibu dan anak, 34 ibu terpapar cortisone pada

trimester I dan tidak terbukti adanya hubungan antara defek congenital dengan

pemakaian cortisone. Methylprednisolone dalam kehamilan masuk dalam obat

kategori C. Prednisone dalam kategori B dan cortisone dalam kategori D.

Metilprednisolon diberikan 16mg peroral setiap 8 jam selama 3 hari dengan tapering

sampai dosis efektif terendah. Metilprednisolon dikabatkan meningkatkan

resiko bibir sumbing pada 10 minggu pertama kehamilan (Mac Gibbon, 2010,

Ogunyemi dan Chelmow, 2011).

Dietary advice lifestyle advise

preeclamsiaDrug intoxicationhiperemesis gravidarumEmesis gravidarumIron substitutionFood poisoning

Differential diagnosis

Nausea and vomitting during pregnancy

hospitalisationAmbulatory setting

MedicationPsychosomatic care

aggravation

monitoring Weight controls

Laboratory controls

aggravationRecoveryAggravation Recovery

Symptoms

Other diseaseFluid balanceParenteral nutrition

Psychosomatic caremedicationinfusionDietary

Psychosomatic counseling

DimenhydrinateMidazolam

MetoclopramideH2 bloker/PPI

Fluid substitionFood abstinence

Page 31: Penda Hulu An

2. Terapi nutrisi

Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur nutrisi tergantung pada derajat muntah,

berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan penderita terhadap rencana pemberian

makanan. Pada prinsipnya, bila memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila

dicoba peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric tube

(NGT). Penggunaan saluran cerna banyak keuntungan yaitu dapat mengabsorbsi lebih

banyak nutrient daripada parenteral, adanya mekanisme defensif untuk menaggulangi

infeksi dan toksin.

a. Nutrisi enteral dan parenteral

Jika terjadi dehidrasi atau penderita tidak dapat mentoleransi terapi oral, maka

terapi cairan dan nutrisi enteral atau parenteral dapat diberikan. Nutrisi enteral dan

parenteral diberikan pada penderita hiperemesis gravidarum yang berada dalam

derajat muntah yang hebat, terus mengalami penurunan berat badan atau gagal

dengan terapi konservatif dan biasanya gejala – gejala tersebut dapat ditemukan

pada penderita prolonged hyperemesis gravidarum.

1. Terapi nutrisi parenteral

NPT mensuplai nutrisi ibu sehari hari, menggunakan sebuah kateter yang

disebut PICC (peripherally inserted central catheter) line yang dipasang di vena

perifer pada tangan, bahu atau leher (vena sentral pada arteri carotis). Kateter

Gambar 2.3. manajemen penatalaksanaan hiperemesis gravidarum (Mylonas et al 2007)

Page 32: Penda Hulu An

dimasukkan hingga mencapai vena cava superior. Jalur ini memungkinkan

masuknya nutrisi yang terkonsentrasi tanpa merusak pembuluh darah.

Nutrisi vena sentral (NVS) dianggap lebih baik karena volume darah pada

vena sentral secara cepat mendilusi cairan nutrien yang hipertonik sehingga

dapat mencegah flebitis dan trombosis. Selain itu NVS dapat menyalurkan

nutrisi dalam jumlah yang adekuat. Nutrisi vena perifer tidak dapat memberikan

kapasitas yang sama. Namun nutrisi parenteral yang menggunakan vena perifer

dapat pula menimbulkan sepsis dan komplikasi metabolik. Selain itu tidak

digunakannya saluran cerna untuk waktu lama dapat menimbulkan atrofi

mukosa dan sepsis enterogenik. Sehingga nutrisi parenteral digunakan sebagai

jalan terakhir pemberian makan.

NPT tidak dapat memberi nutrisi yang lengkap dan harus mengevaluasi

kalori yang dibutuhkan seperti kadar vitamin dan mineral berdasar usia

gestasinya. Pemberian NPT memiliki resiko yang cukup besar karena ia

memotong jalur mekanisme regulasi dan proteksi dan komplikasi pemasangaan

yang menggunakan kateter vena sentral. Komplikasi dapat terjadi pada sebagian

penerima terapi NPT, antara lain yang dapat terjadi antara lain komplikasi

metabolic, infeksi, pancreatitis, hiperkalemi dan syok septic gram negative. NPT

harus diberikan pada wanita yang tidak berespon baik pada terapi medis dan

beresiko kekurangan gizi.