penda hulu an
DESCRIPTION
phptTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman
produk pertanian. Hasil produksi pertanian di Indonesia antara lain buah-buahan,
sayuran, tanaman pangan, dan lain-lain. Komoditas buah-buahan merupakan
penyumbang keanekaragaman dan kecukupan gizi bagi masyarakat Indonesia. Buah-
buahan sangat penting bagi kesehatan karena mengandung karbohidrat, protein,
lemak, mineral, vitamin, serat dan gula Salah satu jenis buah-buahan yang memiliki
kandungan gizi yang baik adalah pepaya. Pepaya banyak mengandung vitamin A dan
C yang baik untuk kesehatan tubuh. Vitamin C yang terkandung dalam buah pepaya
lebih tinggi dibandingkan dengan buah jeruk, mangga, dan belimbing
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah
tropis asal Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui tumbuh di daerah-daerah basah,
kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan (sampai ketinggian 1.000 m dpl). Di
daerah dataran tinggi, sebenarnya pepaya dapat tumbuh, tetapi buah yang dihasilkan
kurang optimal .
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat. Produksi pepaya selama lima tahun terakhir termasuk dalam
kelompok lima besar produksi buah-buahan dan buah ini tersedia sepanjang tahun.
Secara agroklimatologi, tanaman ini tidak memerlukan kondisi yang spesifik
18
sehingga komoditas ini dapat berkembang hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Budidaya yang dilakukan oleh sebagian petani hanya dengan memanfaatkan areal
sekitar pekarangan, namun, akhir-akhir ini komoditas pepaya mempunyai peluang
untuk dibudidayakan secara komersial.
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil buah tropis yang memiliki
keragaman dan keunggulan cita rasa yang cukup baik. Cita rasa dan beragamnya jenis
buah-buahan di Indonesia menyebabkan buah-buahan lokal dapat bersaing dengan
buah-buahan impor. Selain itu, buah-buahan lokal memiliki harga yang lebih
terjangkau bila dibandingkan dengan buah-buahan impor. Tingginya kebutuhan
terhadap buah-buahan lokal membuat pengembangan tanaman buah-buahan di
Indonesia mengalami peningkatan. Namun, dalam pengembangannya eksport buah-
buahan lokal mengalami kendala penyediaan benih bermutu, budidaya sampai
penanganan panen. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman buah-buahan adalah
adanya serangan hama lalat buah.
Salah satu kendala dalam penanaman pepaya di daerah tropis adalah
tingginya serangan hama dan penyakit. Curah hujan dan kelembaban yang tinggi
sepanjang tahun mengakibatkan perkembangan hama yang sangat cepat. Fluktuasi
suhu yang ekstrem juga berperan dalam penyebaran hama.
19
B. Tujuan
Praktikum Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu acara Pengenalan dan
Pengamatan Serangan Hama pada Tanaman Pangan bertujuan untuk :
1. Mengenal jenis hama utama pada tanaman pangan.
2. Mengenal gejala serangan hama utama pada tanaman pangan.
Membuat analisis agroekosistem berdasarkan hasil pengamatan
20
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu tanaman buah
tropis asal Meksiko Selatan. Tanaman ini diketahui tumbuh di daerah-daerah basah,
kering, daerah dataran rendah, serta pegunungan (sampai ketinggian 1.000 m dpl).
Di daerah dataran tinggi, sebenarnya pepaya dapat tumbuh, tetapi buah yang
dihasilkan kurang optimal (Suketi dan Sujiprihati, 2009).
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat. Produksi pepaya selama lima tahun terakhir termasuk dalam
kelompok lima besar produksi buah-buahan dan buah ini tersedia sepanjang tahun.
Secara agroklimatologi, tanaman ini tidak memerlukan kondisi yang spesifik
sehingga komoditas ini dapat berkembang hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Budidaya yang dilakukan oleh sebagian petani hanya dengan memanfaatkan areal
sekitar pekarangan, namun, akhir-akhir ini komoditas pepaya mempunyai peluang
untuk dibudidayakan secara komersial (Muljana, 1997).
P. marginatus merupakan serangga asli Meksiko/Amerika Tengah. Serangga
ini dilaporkan menjadi hama pertama kali ditemukan di Florida pada tahun 1998
(Walker et al., 2003). Hama ini merupakan salah satu jenis hama yang memiliki
kisaran inang yang cukup luas. Menurut Miller dan Miller (2002) hama ini memiliki
lebih dari 25 suku tanaman yang bernilai ekonomi sebagai inangnya, di antaranya
tanaman pepaya, ubi kayu, jarak pagar, tomat, alpukat melon, dan kembang sepatu.
Selain itu, hama ini juga menyerang tanaman jambu, jagung dan akasia.
21
Alternatif pengendalian yang lebih aman baik bagi produk maupun
lingkungan sekitarnya perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan hama ini.
Karena produk buah pepaya dikonsumsi segar, maka produk dituntut bebas dari
residu racun. Pengendalian hayati adalah salah satu alternatif pengendalian hama
pepaya ini. Pengendalian hayati dengan memanfaatkan cendawan entomopatogen
berpotensi untuk dikembangkan. Jenis cendawan entomopatogen yang telah
ditemukan di ekosistem rawa lebak Sumatera Selatan adalah Beauveria bassiana
(Herlinda et al. 2006a; Herlinda 2010), dan Metarhizium anisopliae (Herlinda et al.
2008a, b; Herlinda et al. 2010). Cendawan ini terbukti cukup efektif membunuh
serangga hama dari ordo Hemiptera (Herlinda et al. 2006a) dan Lepidoptera
(Nunilahwati et al. 2012). Metarhizium juga efektif mematikan telur dan larva
Spodoptera litura (Trizelia et al. 2011). Selain itu, cendawan lainnya yang
dimanfaatkan untuk pengendalian serangga hama adalah Nomuraea rileyi (Trizelia
2008). Dalam pemanfaatan cendawan ini perlu perlu upaya untuk mempertahankan
keefektifan dan persistensinya melalui pengembangan formulasinya. Keefektifan
dan persistensi formulasi dipengaruhi media perbanyakan, carrier (bahan
pembawa), dan konidia cendawannya (Feng et al. 1994). Penelitian ini bertujuan
untuk melakukan bioesai bioinsektisida dari B. bassiana terhadap nimfa kutu putih
pepaya, P. marginatu.
Pengusahaan suatu jenis tanaman, baik buah-buahan maupun sayuran sering
mendapat gangguan serangan hama. Salah satu kelompok hama yang
mengakibatkan kerusakan dan kerugian yang signifikan secara ekonomi dan
menyebabkan produksi buah-buahan dan sayuran di Indonesia tertekan adalah
22
adanya hama lalat buah Bactrocera sp (Diptera : Tephritidaea : Decinae). Putra
(2001), menyatakan bahwa kerusakan yang dimaksud dapat bersifat kuantitatif
yakni menyebabkan penurunan jumlah hasil panen, dan bersifat kualitatif yakni
buah-buahan dan sayur mengalami penurunan kualitas akibat kerusakan pada bagian
tertentu atau seluruh bagian, seperti pembusukan.
Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara
tradisional dengan membungkus buah dengan kantong plastik, kertas koran atau
daun kelapa maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Atraktan seperti metil
eugenol juga digunakan untuk menginventarisasi lalat buah di Indonesia (Iwashi et
al. 1996). Di negara lain, petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu
senyawa yang dapat menarik lalat buah jantan untuk memproduksi feromon. Teknik
ini efektif mengendalikan lalat buah jantan yang masuk ke dalam perangkap
beratraktan. Teknik mandul jantan adalah suatu cara pengendalian dengan membuat
lalat buah jantan menjadi infertil, artinya lalat buah jantan masih dapat membuahi
betina, namun telur yang dihasilkan steril dan larva dalam keadaan rusak
(Vijaysegaran dan Osman 1991 dalam Shiga 1991).
23
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan praktikum ini adalah pertanaman jagung dan alat yang
digunakan pada praktikum ini antara lain pertanaman singkong, kantong plastik,
kamera, kertas plano, dan alat tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Praktikan dikelompokkan sesuai dengan rombongannya (tiap kelompok 5
mahasiswa).
2. Gejala serangan hama dilapangan diamati oleh masing–masing kelompok
sesuai dengan pembagian kelompok kerjanya.
3. Gejala serangan dicatat dan diperkirakan nama hama penyebabnya.
4. Intensitas serangan hama tersebut diprediksi.
5. Bagian tanaman yang diamati kemudian dibawa untuk ditunjukkan kepada
mahasiswa lain bagaimana gejala yang ditimbulkannya.
6. Hasil analisis agroekosistem ditulis pada kertas plano, meliputi gambar keadaan
umum agroekosistem, data hasil pengamatan, serangga netral, pembahasan,
simpulan, dan rencana tindak lanjut.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hari, tanggal : Jumat, 12 September 2014
Lokasi : Desa Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto Utara
Luas : 250 ubin
Waktu pengamatan : Pukul 14.00 WIB
Metode sampling : Zig zag
Tabel 2. Hasil pengamatan pengenalan dan pengamatan serangan hama pada
tanaman kangkung
Komponen Keberadaan / Keterangan
A. Biotik
1. Tanaman pokok Pepaya
2. Tanaman lain Jagung
Cabai
Ketela rambat
3. Penyakit
a. Kutu putih (+) ringan. Gejala serangan : terdapat sebuk
putih pada daun atau buah
b. Lalat buah (+) ringan. Gejala serangan terdapat bekas
tusukan pada buah yang menyebabkan buah
25
bercak hitam
c. bekicot (+) ringan. Gejala serangan : menyebabkan
tanaman mati
B. Abiotik
1. Tanah Subur
2. Cuaca Cerah
3. Air Irigasi semi teknis
4. Kelembapan Kondisi lahan kering
C. Sistem pertanaman Tumpangsari
D. Kondisi Lahan Kotor
1. Keadaan Naungan
2. Sistem Irigasi Irigasi semi teknis
E. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, untuk pengendalian penyakit
pada tanaman pepaya, petani masih kurang
memperhatikan, petani lebih tertuju pada
pengendalian hama yang menyerang pada
tanaman pepaya.
F. Simpulan Dalam pengamatan budidaya pepaya gejala
seranan hama masih tergolong ringan
(tidak merugikan).
G. Rencana Tindak Lanjut 1.Pada proses pengendalian penyakit
sebaiknya tidak mengaplikasikan pestisida
26
kimiawi pada awal pemeliharaan.
2. Dilakukan sanitasi tanaman.
3. Dilakukan rotasi tanaman
Gambar hama utama :
Gambar KeteranganKutu putih
Lalat buah
Bekicot
B. Pembahasan
Salah satu kendala dalam penanaman pepaya di daerah tropis adalah
tingginya serangan hama dan penyakit. Curah hujan dan kelembaban yang tinggi
sepanjang tahun mengakibatkan perkembangan hama yang sangat cepat. Fluktuasi
suhu yang ekstrem juga berperan dalam penyebaran hama. Akhir-akhir ini terdapat
hama baru yang menyerang tanaman pepaya, yaitu kutu putih pepaya Paracoccus
27
marginatus. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap produksi dan kualitas buah
(Suketi dan Sujiprihati, 2009).
P. marginatus merupakan serangga asli Meksiko/Amerika Tengah. Serangga
ini dilaporkan menjadi hama pertama kali ditemukan di Florida pada tahun 1998
(Walker et al., 2003). Hama ini merupakan salah satu jenis hama yang memiliki
kisaran inang yang cukup luas. Menurut Miller dan Miller (2002) hama ini memiliki
lebih dari 25 suku tanaman yang bernilai ekonomi sebagai inangnya, di antaranya
tanaman pepaya, ubi kayu, jarak pagar, tomat, alpukat melon, dan kembang sepatu.
Selain itu, hama ini juga menyerang tanaman jambu, jagung dan akasia
Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka
merusak dengan cara mengisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari
buah sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput
seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi
cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam.
Kutu putih dewasa jantan bisa berukuran 3 mm dan bersayap. Induk betinanya
mampu bertelur hingga 500 butir, yang diletakkan dalam satu kantung telur terbuat
dari lilin. Dengan siklus hidup sepanjang sebulan. P. marginatus bisa berbiak 11-12
generasi dalam setahun (Rauf, 2008).
Individu kutu putih betina dan jantan sudah dapat dibedakan sejak stadium
nimfa instar kedua dengan bantuan kaca pembesar untuk mendapatkan hasil yang
lebih jelas, yaitu dengan membedakan warna tubuhnya. Individu betina memiliki
28
warna tubuh kuning sedangkan individu jantan memiliki tubuh yang berwarna merah
muda, namun terkadang kuning.
Hama kutu putih ini apabila menyerang daun, akan menunjukkan gejala kerdil
sehingga dapat menghambat proses assimilasi yang juga memberi pengaruh terhadap
proses pertumbuhan tanaman itu sendiri. Apabila menyerang pada bahagian batang
akan menunjukkan gejala kehitam-hitaman pada bahagian terserang dan pada
serangan berat akan mengakibatkan buah gugur dan batang membusuk serta dalam
waktu tidak begitu lama batang akan mati. Buah yang terserang tidak dapat dipanen
lagi akibat buah membusuk dan berwarna hitam. Pengendalian yang terlambat
dilakukan sangat memberikan dampak yang menyebabkan kerugian secara siknifikan
dan dalam waktu singkat. Pada serangan berat proses penyembuhan tamanan agak
sulit dilakukan, sedangkan pada serangan ringan proses penyembuhan agak cepat
apabila diberi pemupukan secara berimbang. Serangan hama ini harus dikendalikan
sedini mungkin. Tanpa perhatian dan upaya pengendalian yang baik ataupun upaya
preventif kemungkinan akan menimbulkan kerugian yang besar.
Pengendalian hayati. Pada awal kedatangan hama ini tidak banyak musuh
alami yang ditemukan di lapangan, Namun sejalan dengan waktu terjadi rekrutmen
musuh alami, baik yang berupa predator, patogen maupun parasitoid. Predator yang
dijumpai meliputi beberapa jenis kumbang Coccinellidae seperti Curinus
coeruleus, Cryptolaemus montrouzieri, Chilocorus sp., Scymnus sp., serta kepik
Anthocoridae dan larva Syrphidae. Namun predator yang paling sering dijumpai di
lapangan adalah Plesiochrysa ramburi (Neouroptera: Chrysopidae). Musuh alami
29
lainnya yang ditemukan adalah parasitoid Acerophagus papayae Noyes and
Schauff (Hymenoptera: Encyrtidae). A. papayae umumnya memarasit nimfa instar-2
atau instar-3 nimfa kutu putih. Nimfa yang terparasit membentuk mumi yang
berwarna cokelat. Dari mumi tadi kemudian keluar imago parasitoid yang berwarna
oranye pucat, berukuran 0,4-0,7 mm. Parasitoid A. papayae diduga terbawa masuk
ke Indonesia bersama inangnya kutu putih pepaya. Tampaknya parasitoid ini cukup
efektif dalam mengendalikan perkembangan populasi kutu putih pepaya. Di lapangan
banyak pula dijumpai kutu putih yang mati terinfeksi jamur Neozygites sp. Kutu
yang demikian mudah dikenali dari warnanya yang berubah menjadi kehitaman.
Kutu putih umumnya sulit dikendalikan dengan insektisida. Ada beberapa
karakteristik biologi yang membuat pengendalian kimiawi kurang efektif:
1. Lapisan lilin menutupi stadia telur sampai dengan imago. Hanya nimfa
instar-1 yang relatif bebas dari lilin. Lilin ini mampu melindungi kutu
dari insektisida yang diaplikasikan. Kutu putih kadangkala ditemukan
pada tempat yang terlindung seperti di balik buah atau rangkaian pucuk
dimana insektisida yang diaplikasikan tidak dapat mengenainya.
2. Kutu putih sering hidup bertumpukan sehingga hanya individu yang ada
pada bagian terluar yang akan terkena insektisida.
3. Kutu putih bersifat polifag dengan inang mencakup berbagai jenis gulma
yang tumbuh di sekitar pertanaman. Dengan demikian, tanaman yang telah
disemprot dapat dengan segera mengalami infestasi ulang.
Lalat buah ini sering ditemukan di Asia, yang penyebarannya meliputi India,
Pakistan, Myanmar, Thailand, Philipina, Indonesia, Vietnam, Jepang dan beberapa
30
negara lain di Asia. Lalat ini mempunyai kisaran inang yang banyak (polyphag)
menyerang hamper semua jenis buah-buahan antara lain Belimbing, Jambu Biji,
jambu air, mangga, pear, pisang, jeruk, pepaya, cabe, tomat dan sebagainya (White
and Elson Haris, 1992). Menurut Drew (1994), hama ini mempunyai spesies yang
sangat banyak (lebih dari 40 spesies), sehingga untuk mengetahui perbedaan
taksonomi diantara spesies sangat sulit. Karena untuk mengetahui perbedaan tersebut
secara akurat dilakukan penelitian dengan memperhatikan perbedaan morfologi
diantara spesies, penyebaran geografis, biologi (tanaman inang dan percobaan
kopulasi), genetis (sitologi, DNA dan elektroforesis enzim jaringan), dan senyawa
kimia dalam feromon.
Sekitar 75 % tanaman buah-buahan dari berbagai jenis yang dibudidayakan di
Indonesia telah terserang lalat buah (Sutrisno, 1999 dalam Sahabudin, 2004). Di
samping menyerang buahbuahan, sekitar 40 % larva lalat buah juga hidup dan
berkembang pada tanaman famili asteraceae (Compositae), selebihnya hidup pada
tanaman famili lainnya atau menjadi penggorok pada daun, batang dan jaringan akar.
Kerugian yang diakibatkannya bisa mencapai 30 – 60 % (Kuswadi, 2001).
Kerugian kuantitatif yang diakibatkan yaitu berkurangnya produksi buah,
sedangkan kerugian kualitatifnya yaitu buah yang cacat berupa bercak, busuk,
berlubang yang akhirnya kurang diminatioleh Ekspor buah mangga Indonesia pernah
ditolak oleh negara tujuan dengan alasan mengandung lalat buah yang merusak
daging buah, sehingga buah menjadi busuk. Selain itu , konsumen sering kecewa
karena buah yang dibelinya busuk dan terdapat ulat atau larva (Kuswadi, 2001).
31
Gejala serangan lalat buah yaitu Pada buah yang hampir masak terdapat
bintik-bintik hitam bekas tusukan ovipositor lalat buah betina ketika memasukan telur
ke dalam jaringan buah. Larva yang telah menetas mengeluarkan enzim perusak atau
pencerna yang berfungsi melunakan daging buah sehingga mudah disedot dan
dicerna. Enzim ini juga mempercepat pembusukan sehingga buah berwarna coklat,
tidak menarik dan terasa pahit bila dimakan. Apabila aktivitas pembusukan sudah
mencapai tahap lanjut, buah akan jatuh ke tanah bersamaan dengan masaknya larva
lalat buah yang siap memasuki fase pupa.
Berbagai upaya pengendalian lalat buah telah dilakukan, baik secara
tradisional dengan membungkus buah dengan kantong plastik, kertas koran atau daun
kelapa maupun dengan menggunakan insektisida kimia. Atraktan seperti metil
eugenol juga digunakan untuk menginventarisasi lalat buah di Indonesia (Iwashi et al.
1996). Di negara lain, petani mengendalikan lalat buah dengan atraktan, yaitu
senyawa yang dapat menarik lalat buah jantan untuk memproduksi feromon. Teknik
ini efektif mengendalikan lalat buah jantan yang masuk ke dalam perangkap
beratraktan. Teknik mandul jantan adalah suatu cara pengendalian dengan membuat
lalat buah jantan menjadi infertil, artinya lalat buah jantan masih dapat membuahi
betina, namun telur yang dihasilkan steril dan larva dalam keadaan rusak
(Vijaysegaran dan Osman 1991 dalam Shiga 1991).
Hama yang cukup merepotkan pada tanaman pepaya california adalah
bekicot, hama ini tergolong pasif bila terkena matahari langsung, namun bila malam
hari tiba bekicot akan memakan daun papaya, bunga dan bakal buah yang masih kecil
yang nantinya bunga akan menjadi rusak dan mati. Langkah pencegahan untuk hama
32
bekicot ini umumnya dilakukan secara manual yaitu dengan mengelilingi lahan
diambil satu persatu dari tiap pohon kemudian dikumpulkan dan dimusnahkan, bisa
juga untuk makanan ternak dan lain sebagainya
Bekicot memiliki tubuh yang lunak dan dilindungi oleh cangkok (shell) yang
keras. Pada bagian anterior dijumpai dua pasang antene yang masing-masing
ujungnya terdapat mata. Pada ujung anterior sebelah bawah terdapat alat mulut yang
dilengkapi dengan gigi parut (radula). Lubang genetalia terdapat pada bagian samping
sebelah kanan, sedang anus dan lubang pernafasan terdapat di bagian tepi mantel
tubuh dekat dengan cangkok/shell.
Bekicot atau siput bersifat hermaprodit, sehingga setiap individu dapat
menghasilkan sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik
pada kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat
terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang
tersembunyi.
V. PENUTUP
A. Simpulan
1. Hama pada tanaman pepaya di lahan yang kami dapati pada desa Arca
33
winangun adalah kutu putih, lalat buah dan bekicot.
2. Serangan hama pada pertanaman singkong di desa Arca winangun
menyebabkan penurunan hasil produksi dikarenakan perawatan tanaman yang
tidak intensif.
B. Saran
Sebaiknya pengendalian yang dilakukan terhadap tanaman perkebunan adalah
dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) seperti
penggunaan musuh alami (biologis), pemangkasan (mekanik), dan cara–cara lain
yang bersifat
DAFTAR PUSTAKA
Drew, R.A.I. 1994. The Bactrocera dorsalis compleks of fruit flies (Diptera; Tephritidae;
Dacinae) In Asian Bull. Entomol. Res. Supple. Ser.2 (Suppl. 2).
34
Herlinda S, Irsan C, Mayasari R, Septariani S. 2010. Identification and selection of
entomopathogenic fungi as biocontrol agents for Aphis gossypii from South
Sumatra. Microbiology Indonesia 4:137- 142.
Herlinda S, Mulyati SI, Suwandi. 2008a. Jamur entomopatogen untuk mengendalikan wereng
coklat pada tanaman padi. Agritrop 27:119-126. Herlinda S, Mulyati SI, Suwandi.
2008b. Selection of isolates of entomopathogenic fungi, and the bioefficacy of their
liquid production against Leptocorisa oratorius Fabricius nymphs. Microbiology
Indonesia 2:141-145.
Iwahashi, O. and Tati, S. Subahar. 1998. The Mysteri of Methyl Eugenol: I. Why Methyl
Eugenol is so Effective for Controlling Fruit Flies. Paper Presented in International
Congress of entomology. Firence. Italy.
Kuswadi, A.N., 2001. Pengendalian Terpadu Hama Lalat Buah di Sentra Produksi Mangga
Kabupaten Takalar dengan Teknik Serangga Mandul (TSM). Makalah disampaikan
pada Apresiasi Penerapan Teknologi Pengendalian Lalat Buah. Cisarua, 22-24
April 2001.
Pertanian Bogor.
Miller DR, GL. Miller. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams and
Granada de Willink (Hemiptera: Coccidae: Pseudococcidae), including descriptions
of the immature stages and adult male. Proc. Entamol. Soc.wash.104(1): 1-23.
Rauf, A. 2008. Hama Kutu Putih Paracoccus marginatus. Pusat Penelitian Ilmu Hama
Tanaman. Institut Pertanian Bogor..
Shiga, M. 1991. Future prospects of eradication of fruit flies. p. 126-136. In K. Kawasaki, O..
Suketi, K. & S. Sujiprihati. 2009. Budidaya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
35
Trizelia. 2008. Patogenitas cendawan cntomopatogen Nomuraea rileyi (Farl.) Sams. terhadap
hama Spodoptera exigua Hübner (Lepidoptera: Noctuidae). Jurnal Entomologi
Indonesia 5:108-115.
Trizelia, Syahrawati MY, Mardiah A. 2011. Patogenisitas Beberapa Isolat Cendawan
Entomopatogen Metarhizium spp. terhadap Telur Spodoptera litura Fabricius
(Lepidoptera: Noctuidae). Jurnal Entomologi Indonesia 8:45-54
Walker A, Hoy M, and Meyerdirk D. 2003. Papaya mealybug (Paracoccus marginatus
Williams and Granada de Willink (Insecta: Hemiptera: Pseudococcidae). Featured
creatures. Institut of Food and Agricultural Sciences, Universit
White Jan M. and Marlene M. Elson-Harris. 1992. Fruit Flies of Economic Signifocance:
Their Identification and Bionomics. CAB International, Wallingford, Oxon, UK and
The Australian Center for Agricultural Research, Canberra, Australia. 601 p.
36