penda hulu an

13
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman industri penghasil minyak masak, minyak industri, dan bahan bakar (biodiesel). Selain itu kelapa sawit juga merupakan bahan baku untuk industri sabun, industri lilin, industri pembuatan lembaran-lembaran timah, dan industri kosmetik (Widarnako & Rustam, 2011). Pada masa depan, minyak kelapa sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan pada saat ini, tetapi juga dapat menjadi subtitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dengan minyak bumi (Munar et al., 2011). Pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2004 - 2014 sebesar 7,67%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09% per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relatif stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya petani, yang cukup menguntungkan. Berdasarakan buku statistik komoditas kelapa sawit terbitan Ditjen Perkebunan, pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta Ha dengan produksi 29,3

Upload: daroend-arsenal

Post on 21-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penda Hulu An

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman industri penghasil

minyak masak, minyak industri, dan bahan bakar (biodiesel). Selain itu kelapa sawit

juga merupakan bahan baku untuk industri sabun, industri lilin, industri pembuatan

lembaran-lembaran timah, dan industri kosmetik (Widarnako & Rustam, 2011). Pada

masa depan, minyak kelapa sawit diyakini tidak hanya mampu menghasilkan

berbagai hasil industri hilir yang dibutuhkan pada saat ini, tetapi juga dapat menjadi

subtitusi bahan bakar minyak yang saat ini sebagian besar dipenuhi dengan minyak

bumi (Munar et al., 2011).

Pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit terus meningkat dari tahun ke

tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2004 -

2014 sebesar 7,67%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 11,09%

per tahun. Peningkatan luas areal tersebut disebabkan oleh harga CPO yang relatif

stabil di pasar internasional dan memberikan pendapatan produsen, khususnya petani,

yang cukup menguntungkan. Berdasarakan buku statistik komoditas kelapa sawit

terbitan Ditjen Perkebunan, pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9

juta Ha dengan produksi 29,3 juta ton CPO. Luas areal menurut status

pengusahaannya milik rakyat (Perkebunan Rakyat) seluas 4,55 juta Ha atau 41,55%

dari total luas areal, milik negara (PTPN) seluas 0,75 juta Ha atau 6,83% dari total

luas areal, milik swasta seluas 5,66 juta Ha atau 51,62%, swasta terbagi menjadi 2

(dua) yaitu swasta asing seluas 0,17 juta Ha atau 1,54% dan sisanya lokal (Ditjenbun,

2014).

Seiring dengan bertambahnya areal perkebunan kelapa sawit permintaan bibit

juga semakin meningkat. Upaya untuk meningkatkan produksi benih kelapa sawit

secara generatif tidaklah mudah karena memiliki beberapa masalah, salah satunya

dikarenakan benih kelapa sawit termasuk benih yang sulit dikecambahkan. Hal ini

disebabkan oleh dormansi benih kelapa sawit yang lama. Lamanya dormansi benih

kelapa sawit salah satunya disebabkan oleh struktur benih yang diselimuti cangkang

Page 2: Penda Hulu An

yang keras dan impermeabel terhadap air dan udara. Hal ini mengakibatkan

terhambatnya proses imbibisi air dan masuknya udara ke dalam benih sehingga

perkecambahan benih juga menjadi terhambat (Hadi, 2012).

Menurut Farhana, et al., (2013) proses pengecambahan benih kelapa sawit

yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3 bulan dengan metode pemanasan kering

suhu 40ºC. Metode lain yang dapat digunakan mematahkan dormansi benih yaitu

dengan menggunakan zat pengatur tumbuh. Salah satu zat pengatur tumbuh yang

sering digunakan adalah giberelin, karena zat ini banyak berperan dalam

mempengaruhi berbagai proses fisiologi tanaman (Asra, 2014). Sutopo, (2002) juga

menyatakan bahwa perlakuan benih yang mempunyai kulit keras dengan cara

perendaman bahan kimia diantaranya KNO3, H2SO4, dan giberelin dapat melunakan

kulit benih sehingga mempermudah masuknya air dan O2 yang dibutuhkan untuk

proses perkecambahan.

Giberellin menstimulasi pertumbuhan pada daun maupun pada batang, tetapi

efeknya dalam pertumbuhan akar sedikit. Di dalam batang, giberellin menstimulasi

perpanjangan sel dan pembelahan sel. Giberellin mempunyai beberapa fungsi, yaitu

menyebabkan tanaman menghasilkan bunga sebelum waktunya, menyebabkan

terjadinya buah dengan tidak usah diserbuki, menyebabkan lekas tumbuhnya biji dan

tunas (Irawan et al,. 2013). Fungsi giberilin menurut Parnata, (2010) adalah; 1).

Mengatasi kekerdilan; giberilin merupakan hormon yang mampu merangsang

pertumbuhan secara sinergis, baik bagian batang, akar, maupun daun. 2). Membuat

buah tanpa biji; pemberian giberilin bermanfaat dalam proses rekayasa untuk

menghasilkan buah tak berbiji. 3). Mempercepat proses pertumbuhan; giberilin sangat

membantu proses enzimatik untuk mengubah pati menjadi gula yang selanjutnya

ditranslokasi ke embrio, gula akan digunakan sebagai sumber energi untuk

pertumbuhan, sehingga pertumbuhan embrio semakin cepat.

Hasil Penelitian Asra, (2014) menunjukkan bahwa interaksi konsentrasi GA3

dan lama perendaman memperlihatkan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap

persentase perkecambahan dan vigoritas Calopogonium caeruleum (jenis tanaman

legum sebagai pakan ternak dan penutup tanah). Perlakuan yang terbaik dalam

Page 3: Penda Hulu An

menghasilkan persentase perkecambahan Calopogonium caeruleum tertinggi adalah

pemberian GA3 500 ppm dengan lama perendaman 24 jam yaitu sebesar 57,33%.

Ninik dan Ning, (2008) mengatakan bahwa secara umum pemakaian GA3

memberikan pengaruh yang positif untuk mempercepat perkecambahan biji B.

javanica (Kawalot/buah makasar), dalam penelitiannya bahwa perlakuan GA3

dengan konsentrasi 1000 mg/L dan perendaman selama 24 jam memberikan pengaruh

yang terbaik (8,22 hari) untuk mempercepat perkecambahan dibandingkan dengan

konsentrasi 500 mg/L (9,33 hari).

Penelitian Astari et al.,(2014) menunjukan bahwa Daya berkecambah biji

Mucuna bracteata D.C.yang terbaik adalah perlakuan perendaman dengan H2SO4

1% selama 10 menit (A3), perendaman KNO3 1% selama 24 jam (A6), dan

perendaman dengan GA3 300 ppm selama 5 jam (A8) karena menghasilkan daya

berkecambah > 80%. Hasil Penelitian Silvia, (2014) bahwa Konsentrasi GA3 dan

waktu perendaman yang berbeda mempengaruhi perkecambahan bibit sirsak terutama

dengan persentase perkecambahan, tinggi tanaman dan akar panjang bibit. Persentase

tertinggi perkecambahan diperoleh pada pemberian GA3 dengan konsentrasi 15 ppm

dan perendamanan 12 jam yaitu 100%, tinggi tanaman 16,12 cm, dan panjang akar

12,99 cm.

Penelitian Sari et al,. (2014) menyimpulkan bahwa pemberian GA3 300 ppm

merupakan perlakuan terbaik terhadap daya perkecambahan, bobot basah tajuk, bobot

kering tajuk dan shoot root ratio pada benih Mucuna bracteata. Berdasarkan hasil

penelitiannya pada perlakuan 300 ppm GA3 diperoleh daya berkecambah yaitu

43,01% sedangkan pada perlakuan 450 ppm diperoleh daya berkecambah 24,52%.

Hasil Penelitian Irawan et al,. (2013) menunjukkan bahwa pengaruh pemberian

giberellin berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit 10, 12 dan 14 MSPT dengan dosis

paling baik adalah 200 ppm pada tanaman Aren (Arenga piñata Merr). Penelitian

Soertini dan Suskandari, (1997) menunjukan bahwa waktu perendaman selama 72

jam dalam konsentrasi 1000 ppm GA3 menghasilkan daya kecambah tertinggi yaitu

83,5% diikuti oleh 2000 ppm GA3 sebesar 77,93% pada benih palem. Penelitian

Murniati dan Elza, (2002) menyimpulkan pemberian giberilin sebesar 20 ppm akan

Page 4: Penda Hulu An

mempercepat proses perkecambahan yaitu 23 hari setelah semai dan jumlah yang

berkecambah meningkat menjadi 71,60% pada benih Kopi Robusta.

Penggunaan zat pengatur tumbuh sangat membantu dalam memecahkan masa

dormansi sehingga benih lebih cepat dalam perkecambahan dan pertumbuhan. Dari

uraian tersebut peneliti tertarik untuk meneliti tentang ”Uji Daya Kecambah dan

Pertumbuhan Benih Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.) Akibat Konsentrasi

dan Lama Perendaman Giberilin”

I.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dosis Giberilin yang tepat terhadap perkecambahan dan

pertumbuhan benih kelapa sawit.

2. Untuk mengetahui lama perendaman yang tepat terhadap perkecambahan dan

pertumbuhan benih kelapa sawit.

3. Untuk mengetahui interaksi antara dosis dan lama perendaman Giberilin

terhadap perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit.

I.3 Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

informasi dalam perkembangbiakan generatif terutama pemberian zat pengatur

tumbuh yang sesuai untuk perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit serta

sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

I.4 Hipotesis

1. Penggunaan Giberilin dengan dosis 1200 ppm memberikan hasil terbaik

dalam perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit.

2. Perendaman dengan waktu 72 jam memberikan hasil terbaik dalam

perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit.

3. Terdapat interaksi antara dosis giberilin dan waktu perendaman terhadap

perkecambahan dan pertumbuhan benih kelapa sawit

Page 5: Penda Hulu An

II. MATERI DAN METODE

II.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium dan lahan percobaan

Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim

Riau yang beralamat di Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini

akan dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2015.

II.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kelapa sawit, GA3,

alcohol, aquades, polybag, tanah, kompos, pasir, kertas label. Alat yang digunakan

adalah cangkul, gelas ukur, tabung perendaman, pipet mikro, pengaduk, ajir,

penggaris, kamera.

II.3 Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 faktor.

Faktor pertama adalah konsentrasi GA3 (K) terdiri dari 4 taraf perlakuan, yaitu :

K0 = kontrol

K1 = 400 ppm

K2 = 800 ppm

K3 = 1200 ppm

Faktor yang kedua adalah lama perendaman (P) yang terdiri dari 3 taraf perlakuan,

yaitu:

P1 = 24 jam

P2 = 36 jam

P3 = 72 jam

Berdasarkan taraf-taraf yang dicoba dari kedua faktor perlakuan tersebut maka

diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 4

kali dan diperoleh 48 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdapat 10 benih

sehingga terdapat 480 benih. Susunan kombinasi perlakuan tertera pada tabel 2.1.

Page 6: Penda Hulu An

Table 2.1. kombinasi perlakuan

Konsentrasi GA3

(ppm)

Waktu Perendaman

24 jam (P1) 48 jam (P2) 72 jam (P3)

0 (K1) K1P1 K1P2 K1P3

400 (K2) K2P1 K2P2 K2P3

800 (K3) K3P1 K3P2 K3P3

1200 (K4) K4P1 K4P2 K4P3

II.3.1 Prosedur Penelitian

1. Pemyiapan alat dan bahan

2. Persiapan media tanam

3. Pembuatan larutan GA3

4. Perendaman sesuai perlakuan

5. Penanaman

6. Pemeliharaan

7. Pengamatan

II.4 Parameter

1. Daya Becambah (DB)

Pengamatan daya kecambah dilakukan 1 minggu sekali pada minggu ke-2, ke-

3, ke-4, ke-5, ke-6, dan ke-7 MST. Menurut Widodo dan Sri, (2007)

perhitungan daya berkecambah dihitung dengan rumus:

DB (%)= jumlahbenih yangberkecambahnormaljumlahbenih yangdikecambahkan

x100 %

2. Kecepatan Tumbuh (Kct)

Kecepatan tumbuh diamati untuk mengukur kekuatan vigor potensial benih.

Kecepatan tumbuh diamati setiap hari selama 49 hari, dimulai pada hari ke-

14. Perhitungan kecepatan tumbuh menggunakan rumus:

Kct (% KN etmal−1) = ∑0

tnpertambahan% kecambahnormal tiap hari

waktu pengamatan

(Sumber: Farhana, 2012).

Page 7: Penda Hulu An

3. Intensitas Dormansi (ID)

Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir

pengamatan (49 hari).

ID (%) = jumlahbenih yang tidak tumbuh

jumlahbenih yangdikecambahkan x 100%

(Sumber: Farhana, 2012).

4. Potensi Tumbuh Maksimum

Potensi tumbuh maksimum benih merupakan persentase benih yang

berkecambah (normal dan abnormal) sampai akhir pengamatan terhadap

jumlah keseluruhan benih yang dikecambahkan. Perhitungan potensi tumbuh

maksimum menggunakan rumus:

PTM (%) = benih yang berkecambah

jumlahbenih yangdikecambahkan x 100%

(sumber: Farhana, 2012).

5. Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman

6. Jumlah Daun

7. Panjang Daun

8. Lebar Daun

DAFTAR PUSTAKA

Asra, R. 2014. Pengaruh Hormon Giberelin (GA3) Terhadap Daya Kecambah dan Vigoritas Calopogonium caeruleum. Bipospecies, 7(1): 29-33.

Astari, R.P. Rosmayati. dan Eva S.B. 2014. Pengaruh Pematahan Dormansi Secara Fisik dan Kimia Terhadap Kemampuan Berkecambah Benih Mucuna (Mucuna bracteata D.C). Jurnal Online Agroteknologi, 2(2): 803-812.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. Luas Areal dan Produksi Perkebunan KelapaSawit di Provinsi Riau. Pekanbaru.

Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Pertumbuhan Areal Kelapa Swit Meningkat. (Melalui http://ditjenbun.pertanian.go.id diakses tanggal 25 Februari 2015).

Page 8: Penda Hulu An

Farhana, B. 2012. Pengaruh Perendaman Air Panas dan Konsentrasi Ethephon Terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaesis guineensis Jacq.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Institut Pertanian Bogor. 108 hal

Farhana, B. Satria. I dan Lalu F.B. 2013. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Variasi Konsentrasi Ethephon. Buletin Agrohorti, 1(1): 72-78.

Hadi, P. K. 2012. Aplikasi Enzim Ligninase dan Selulase Untuk Meningkatkan Perkecambahan Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). IPB Repository.Bogor.

Irawan, P. Lollie. A.P.P Dan Yusuf H. 2013. Pengaruh Pemberian Giberellin Terhadap Pertumbuhanbibit Aren (Arenga Pinnata Merr). Jurnal Online Agroteknologi, 1(3): 583.

Munar, A. Azharudin L. Abdullah H. Ade R. Khairunnas dan Juwita T. 2011. Kajian Ekstrak Tunas Bambu Dan Tauge Terhadap Pertumbuhan TanamanKelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Pembibitan Pre Nursery. Agrium, 16(3): 153-157.

Murniati dan Elza Z. 2002. Peranan Giberilin Terhadap Perkecambahan Benih Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre) Tanpa Kulit. Sagu, 1(1): 1-5.

Ninik, S. dan Ning W.U. 2008. Pengaruh Tingkat Ketuaan Buah, Perlakuan Perendaman dengan Air dan Larutan GA3 terhadap Perkecambahan Brucea javanica (L.) Merr. Biodiversitas, 9(1): 13-16.

Parnata, A.S. 2010. Meningkatkan Hasil Panen Dengan Pupuk Organik. PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Sari, H.P. C. Hanum dan Charloq. 2014. Daya Kecambah dan Pertumbuhan Mucuna bracteata Melalui Pematahan Dormansi dan Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Giberilin (GA3). Jurnal Online Agroteknologi, 2(2): 630-644.

Silvia, S. 2014. Pengaruh Konsentrasi Giberelin dan Lama Perendaman Terhadap Perkecambahan Biji Sirsak (Anonna Muricata L.). Biopendix, 1(1): 71-76.

Soertini, S. dan K. Suskndari. 1997. Pengaruh Lama Perendaman dan Konsentrasi GA3 Terhadap Perkecambahan Biji Palem. Junal Horti, 7(2): 635-637.

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Widarnako, A dan Rustam E.L. 2011. Kelapa Sawit. AgroMedia. Jakarta. 636 hal.

Page 9: Penda Hulu An

Widodo, W dan Sri. M. 2007. Jarak Kepyar. Kansius. Yogyakarta. 115 hal.