penda hulu an

15
Pemanfaatan Trichoderma spp sebagai Agens Pengendali Hayati dan Dekomposer Limbah Pertanian sebagai Rakitan Teknologi Pertanian Organik Alternatif Berdaya Hasil Tinggi BAB I 1.1 Pendahuluan Sektor pertanian merupakan bagian dari sistem pembangunan nasional yang dirasakan semakin penting dan menduduki peranan strategis. Departemen Pertanian (2010) menyatakan bahwa, hal tersebut dikareanakan sektor pertanian tidak terlepas dan sejalan dengan arah perubahan dan dinamika lingkup nasional maupun internasional. Indonesia merupakan negara berkembang yang tiap tahun jumlah penduduknya kian meningkat secara eksponensial. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, secara otomatis kebutuhan lahan untuk pemukiman dan industri pun meningkat sehingga beberapa lahan pertanian mengalami alih fungsi. Di sisi lain, kini sebagian besar lahan pertanian di Indonesia terdapat di lahan marginal. Lahan pertanian pun dewasa ini telah mengalami penurunan kualitas ekosistem secara

Upload: muhammad-luqman-hakim

Post on 30-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pendahuluan

TRANSCRIPT

Page 1: Penda Hulu An

Pemanfaatan Trichoderma spp sebagai Agens Pengendali Hayati dan

Dekomposer Limbah Pertanian sebagai Rakitan Teknologi Pertanian Organik

Alternatif Berdaya Hasil Tinggi

BAB I

1.1 Pendahuluan

Sektor pertanian merupakan bagian dari sistem pembangunan nasional yang

dirasakan semakin penting dan menduduki peranan strategis. Departemen

Pertanian (2010) menyatakan bahwa, hal tersebut dikareanakan sektor pertanian

tidak terlepas dan sejalan dengan arah perubahan dan dinamika lingkup nasional

maupun internasional.

Indonesia merupakan negara berkembang yang tiap tahun jumlah

penduduknya kian meningkat secara eksponensial. Dengan bertambahnya jumlah

penduduk, secara otomatis kebutuhan lahan untuk pemukiman dan industri pun

meningkat sehingga beberapa lahan pertanian mengalami alih fungsi. Di sisi lain,

kini sebagian besar lahan pertanian di Indonesia terdapat di lahan marginal. Lahan

pertanian pun dewasa ini telah mengalami penurunan kualitas ekosistem secara

drastis yang disebabkan oleh sistem pertanian konvensional.

Sistem pertanian konvensional yang hingga kini digunakan oleh petani

Indonesia diketahui banyak menimbulkan dampak negatif yang bukan hanya

menurunkan kualitas hasil pertanian namun juga menurunkan kualitas lingkungan

pula. Banyaknya bahan kimia yang digunakan seperti yang terdapat dalam pupuk

anorganik dan pestisida menyebabkan masih tertinggalnya residu kimiawi di

dalam produk pertanian tersebut, juga menyebabkan resistensi hama. Di samping

itu, penggunaan pupuk anorganik mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan

karena hilangnya bahan organik tanah yang kemudian diikuti oleh menurunnya

kesuburan tanah. Penggunaan pupuk sintesis yang berlebihan pun menurut

Zulkarnaen (2009) menyebabkan lahan menjadi kritis. Berdasarkan hasil kajian

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, sebagian lahan di Indonesia memiliki

Page 2: Penda Hulu An

kandungan C-organik kurang dari 1% yang berarti penambahan pupuk anorganik

dengan dosis yang tinggi sekali pun tidak akan meningkatkan hasil produksi. Oleh

karena itu pengurangan atau bahkan menghindari penggunaan pupuk anorganik

dan pestisida harus dilakukan guna meningkatkan produktivitas pertanian dan

kualitas lingkungan.

Peningkatan produktivitas pertanian dapat dilakukan dengan pemanfaatan jasa

biologis seperti jamur, cendawan, actinomycetes, virus, dan bakteri. Trichoderma

spp. merupakan salah satu jenis cendawan yang kini sering diaplikasikan sebagai

agen pengendali hayati. Trichoderma spp. digunakan sebagai cendawan antagonis

karena mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses

mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Mukerji dan Garg, 1998 ; Ismail dan

Andi, 2011). Trichoderma spp. tersebar luas di tanah. Trichoderma spp. pun

diketahui dapat mengendalikan pertumbuhan fitopatogen seperti Rhizoctonia

solani, Fusarium spp, Lentinus Lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea,

Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus lignosus dan Sclerotium rofsii yang

menyerang tanaman jagung, kedelai, kentang, tomat, buncis, mentimun, kacang

tanah, pohon buah-buahan.

Trichoderma spp. pun terbukti dapat mempercepat proses dekomposisi limbah

pertanian karena jamur ini mengandung enzim lengkap yaitu C1

(selobiohidrolase) yang aktif merombak selulosa terlarut seperti CMC dan β-

glukosidase yang dapat memecah kompleks substrat. Peran Trichoderma spp.

merupakan faktor pendukung perlunya dikembangkan pemanfaatan Trichoderma

spp. yang bukan hanya berperan sebagai agen pengendali hayati namun juga

sebagai dekomposer limbah pertanian. Output dari rakitan teknologi dengan

pemanfaatan Trichoderma spp. ini yaitu dapat dihasilkan agen pengendali hayati

dan pupuk organik berbasis pada pertanian organik alternatif yang berdaya hasil

tinggi.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan

bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintesis (LITBANG

Page 3: Penda Hulu An

DEPTAN, 2011). Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-

produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan

konsumen serta tidak merusak lingkungan. Pertanian organik menurut Susanto

(2002) dipahami pula sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan

daur ulang secara hayati. Pertanian organik menekankan pada praktik-praktik

pengelolaan yang mengutamakan penggunaan input off-farm dan salah satu

metode produksi yang ramah lingkungan sehingga dapat menjamin keberlanjutan

ekologi sesuai dengan filosofi “back to nature”.

Page 4: Penda Hulu An

TINJAUAN PUSTAKA

I. Jamur Trichoderma spp.

Menurut Streets (1980) dalam Tandion (2008), Trichoderma spp.

diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Devisio Amastigomycota, Class

Deutromycetes, Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae, Genus Trichoderma,

Spesies Trichoderma spp.. Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang-

cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam

kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru

(Semangun, 1996). Trichoderma spp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma

atau hialid tunggal dan berkelompok (Barnet, 1960 dalam Nurhaedah, 2002).

Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah

banyak diuji coba untuk mengendalikan penyakit tanaman (Lilik,dkk., 2010).

Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh

yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi

dengannya (Istikorini, 2002 dalam Gultom, 2008). Selain itu Trichoderma spp.

Mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam

mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Cook dan Baker, 1983 dalam Djatmiko dan

Rohadi, 1997).

Trichoderma spp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah, dan

mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi

parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap

jenis-jenis cendawan fitopatogen (Wahyudi, 2002 dalam Tandion, 2008).

Rasminah (1995) dalam Khaeruni (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan

mikroorganisme sebagai agens pengendalian nampaknya masih perlu

dikembangkan. Pengembangan penggunaan mikroorganisme tersebut perlu

dilandasi pengetahuan jenis-jenis mikroorganisme, jenis-jenis penyakit dan

juga mekanisme pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan

mikroorganisme. Pemanfaatan ini diharapkan dapat membantu pengendalian

Page 5: Penda Hulu An

penyakit tanpa mengganggu kondisi lingkungan. Pengendalian hayati dengan

menggunakan agens hayati seperti Trichoderma spp. yang terseleksi ini

sangatlah diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dan mengatasi

dampak negatif dari pemakaian pestisida sintetik yang selama ini masih dipakai

untuk pengendalian penyakit tanaman di Indonesia (Purwantisari dan Hastuti,

2009).

Selain karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma

spp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Jamur

Trichoderma spp. merupakan mikroorganisme yang mempunyai potensi selulotik

karena menghasilkan enzim selulosa pada substrat yang mengandung selulosa.

Selulosa yang dihasilkan jamur Trichoderma spp. memiliki komponen enzim

yang lengkap yaitu C1 (Selobiohidrolase) yang aktif menghidrolisis selulosa

alam, Cx (Endoglukanase) yang aktif merombak selulosa terlarut seperti CMC

(Carbaxyl Nethyl Cellulose) dan B-glukosidase (Salma dan Gunarto, 1996).

Ketiga komponen ini bekerja sinergik dalam memecah kompleks substrat (Wilke,

1975, Pichyngkura, 1978).

Hasil penelitian Gunarto, (2000) terhadap pengukuran aktivitas selulosa

menunjukkan bahwa T. koningii isolat Bo-14 memiliki aktivitas endoglukanase

yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jamur Trichoderma spp. mempunyai

kemampuan yang baik merombak selulosa serta propagasi Trichoderma spp.

tergolong mudah dan kemampuan bersaing dalam menggunakan sumber karbon

pada stadium lanjut.

II. Limbah Pertanian

Limbah pertanian merupakan bagian dari tanaman pertanian yang tersisa

setelah dipanen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian dapat berbentuk

bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan seperti

tempurung kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, ampas tebu, dan jerami (Winarno

et al., 1985).

Page 6: Penda Hulu An

Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga

tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak

terhadap kesehatan manusia. Melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian

dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna di samping produk

utamanya (Himawanto, 2003).

Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,

misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota,

kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah

agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa

sawit, dll. (Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, 2010).

Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik

menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara

aerobik dalam kondisi terkendali. Pengomposan sendiri merupakan proses

penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik

(seperti jerami, daun-daunan,sampah rumah tangga, dan sebagainya) dengan suatu

perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan

akan membusuk dalam tumpukan kompos (Outterbridge, 1991).

III. Pertanian Organik

Menurut Sutanto (2002), bahwa pertanian organik diartikan sebagai

suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara secara

hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak serta

limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.

Daur ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama

dikenal sejalan dengan berkembangnya peradaban manusia, terutama di daratan

China.

Pertanian organik sudah sejak lama kita kenal yakni sejak ilmu bercocok

tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan

Page 7: Penda Hulu An

menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu

pertanian dan ledakan populasi manusia, maka kebutuhan pangan juga

meningkat. Saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan

terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Dimana penggunaan pupuk kimia

sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety),

penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami

peningkatan. Belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan

manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan

lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut berdampak

terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu

tercemar bahan-bahan sintetis tersebut. Pemahaman akan bahaya bahan kimia

sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga diperlukan alternatif

bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari

pencemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat.

Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature).

Namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah

di zaman dulu. Dalam pertanian organic modern dibutuhkan teknologi

bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit

menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk

kesuksesan pertanian organik tersebut (Husnain dan Syahbuddin dalam Inovasi,

2005).

Page 8: Penda Hulu An

Djatmiko, H.A., dan Rohadi, S.S., 1997. Efektivitas Trichoderma harzianum Hasil

Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul Terhadap Patogenesitas

Plasmodiophora brassicae pada Tanah latosol dan Andosol. Majalah Ilmiah

UNSOED, Purwokerto 2 : 23 : 10-22.

Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan

Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur

Phytium sp Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau

(Nicotiana tabaccum L.) http://repository.usu.ac.id.pdf. Diakses tanggal 15

September 2013.

Gunarto, L. 2000. Aktivitas isolate Trichoderma spp. dalam perombakan selulosa

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 15 (1): 43-47.

Himawanto, D.A. 2003. Pengolahan Limbah Pertanian menjadi Biobriket Sebagai

Salah Satu Bahan Bakar Alternatif. Laporan Penelitian. UNS. Surakarta.

Inovasi. 2005. Pertanian Organik. Edisi Vol. 4/XVII/Agustus. Jakarta.

Ismail, Nurmasita & Andi Tenrirawe. 2011. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp.

Sebagai Agens Pengendali Hayati. Seminar Regional Teknoogi

Pertanian,Mendukung Pembangunan Pertanian Provinsi Sulawesi Utara : 177-

189).

Khaeruni, A.R., 2010. Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Padi:Masalah dan Upaya

Pemecahannya. http://www.rudyct.com/PPS702ipb/03112/andi_khaeruni.htm.

Diakses tanggal 15 September 2013.

Lilik, R., Wibowo, B.S., Irwan, C., 2010. Pemanfaatan Agens Antagonis dalam

Pengendalian Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura.

http://www.bbopt.litbang.deptan.go. Diakses. Diakses tanggal 15 September

2013.

Nurhaedah, 2002. Pengaruh Aplikasi Trichoderma sp. dan Mulsa terhadap

Persentase Serangan Penyakit Antraknosa pada Buah Tanaman Cabai

Merah Besar (Capsicum annum L). Skripsi Fakultas Pertanian UNTAD, Palu.

Page 9: Penda Hulu An

Outerbridge, Thomas (ed). (1991). Limbah Padat di Indonesia : Masalah atau

Sumber Daya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Pichyangkura, S. 1978. Cellulose Decomposing Fungi. Report of the Fith Asean

Workshop. Solid Substraste Fermentation. Asean Sub-Committee on Protein.

Purwantisari, S., dan Hastuti, R. B., 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen

Phythopthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman

Kentang dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal.

http://eprints.undip.ac.id.pdf. Diakses tanggal 15 September 2013.

Semangun, H., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan

Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.

Talanca, Haris. 2002. Potensi Jamur Trichoderma spp. Merombak Limbah Pertanian

Menjadi Bahan Organik. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan

PEI, PFI & HPTI XV Sul-Sel : 76-80).

Tandion, H., 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk

Organik untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii Sacc.

Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa.

http://repository.usu.ac.id.pdf. Diakses tanggal 15 September 2013.

Tim Direktorat Jenderal Produksi Hortikultura dan Aneka Tanaman. 2000. Kebijakan

Perlindungan Tanaman Hortikultura Dengan Orientasi Pasar Global. Jakarta:

Departemen Pertanian

Widiarta, Aero. 2011. Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik Di

Kalangan Petani. Skripsi. Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan

Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Winarno, F.G., A.F.S. Boediman, T. Silitoga, dan B. Soewardi. 1985. Limbah Hasil

Pertanian. Kantor Mentri Urusan Peningkatan Pangan. Jakarta.

Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas. 2010. Kompos.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos. Diakses tanggal 15 September 2013.

Page 10: Penda Hulu An

Wilke, C.R. 1975. Cellulose on Chemical and Energency Resource. Interscience

Publication. John Wileys and Sony. New York. Pp. 225-243.

Zulkarnaen. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi aksara.