penda hulu an
DESCRIPTION
pendahuluanTRANSCRIPT
Pemanfaatan Trichoderma spp sebagai Agens Pengendali Hayati dan
Dekomposer Limbah Pertanian sebagai Rakitan Teknologi Pertanian Organik
Alternatif Berdaya Hasil Tinggi
BAB I
1.1 Pendahuluan
Sektor pertanian merupakan bagian dari sistem pembangunan nasional yang
dirasakan semakin penting dan menduduki peranan strategis. Departemen
Pertanian (2010) menyatakan bahwa, hal tersebut dikareanakan sektor pertanian
tidak terlepas dan sejalan dengan arah perubahan dan dinamika lingkup nasional
maupun internasional.
Indonesia merupakan negara berkembang yang tiap tahun jumlah
penduduknya kian meningkat secara eksponensial. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk, secara otomatis kebutuhan lahan untuk pemukiman dan industri pun
meningkat sehingga beberapa lahan pertanian mengalami alih fungsi. Di sisi lain,
kini sebagian besar lahan pertanian di Indonesia terdapat di lahan marginal. Lahan
pertanian pun dewasa ini telah mengalami penurunan kualitas ekosistem secara
drastis yang disebabkan oleh sistem pertanian konvensional.
Sistem pertanian konvensional yang hingga kini digunakan oleh petani
Indonesia diketahui banyak menimbulkan dampak negatif yang bukan hanya
menurunkan kualitas hasil pertanian namun juga menurunkan kualitas lingkungan
pula. Banyaknya bahan kimia yang digunakan seperti yang terdapat dalam pupuk
anorganik dan pestisida menyebabkan masih tertinggalnya residu kimiawi di
dalam produk pertanian tersebut, juga menyebabkan resistensi hama. Di samping
itu, penggunaan pupuk anorganik mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan
karena hilangnya bahan organik tanah yang kemudian diikuti oleh menurunnya
kesuburan tanah. Penggunaan pupuk sintesis yang berlebihan pun menurut
Zulkarnaen (2009) menyebabkan lahan menjadi kritis. Berdasarkan hasil kajian
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, sebagian lahan di Indonesia memiliki
kandungan C-organik kurang dari 1% yang berarti penambahan pupuk anorganik
dengan dosis yang tinggi sekali pun tidak akan meningkatkan hasil produksi. Oleh
karena itu pengurangan atau bahkan menghindari penggunaan pupuk anorganik
dan pestisida harus dilakukan guna meningkatkan produktivitas pertanian dan
kualitas lingkungan.
Peningkatan produktivitas pertanian dapat dilakukan dengan pemanfaatan jasa
biologis seperti jamur, cendawan, actinomycetes, virus, dan bakteri. Trichoderma
spp. merupakan salah satu jenis cendawan yang kini sering diaplikasikan sebagai
agen pengendali hayati. Trichoderma spp. digunakan sebagai cendawan antagonis
karena mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses
mikroparasitisme, antibiosis, dan kompetisi (Mukerji dan Garg, 1998 ; Ismail dan
Andi, 2011). Trichoderma spp. tersebar luas di tanah. Trichoderma spp. pun
diketahui dapat mengendalikan pertumbuhan fitopatogen seperti Rhizoctonia
solani, Fusarium spp, Lentinus Lepidus, Phytium spp, Botrytis cinerea,
Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus lignosus dan Sclerotium rofsii yang
menyerang tanaman jagung, kedelai, kentang, tomat, buncis, mentimun, kacang
tanah, pohon buah-buahan.
Trichoderma spp. pun terbukti dapat mempercepat proses dekomposisi limbah
pertanian karena jamur ini mengandung enzim lengkap yaitu C1
(selobiohidrolase) yang aktif merombak selulosa terlarut seperti CMC dan β-
glukosidase yang dapat memecah kompleks substrat. Peran Trichoderma spp.
merupakan faktor pendukung perlunya dikembangkan pemanfaatan Trichoderma
spp. yang bukan hanya berperan sebagai agen pengendali hayati namun juga
sebagai dekomposer limbah pertanian. Output dari rakitan teknologi dengan
pemanfaatan Trichoderma spp. ini yaitu dapat dihasilkan agen pengendali hayati
dan pupuk organik berbasis pada pertanian organik alternatif yang berdaya hasil
tinggi.
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintesis (LITBANG
DEPTAN, 2011). Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-
produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumen serta tidak merusak lingkungan. Pertanian organik menurut Susanto
(2002) dipahami pula sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berazaskan
daur ulang secara hayati. Pertanian organik menekankan pada praktik-praktik
pengelolaan yang mengutamakan penggunaan input off-farm dan salah satu
metode produksi yang ramah lingkungan sehingga dapat menjamin keberlanjutan
ekologi sesuai dengan filosofi “back to nature”.
TINJAUAN PUSTAKA
I. Jamur Trichoderma spp.
Menurut Streets (1980) dalam Tandion (2008), Trichoderma spp.
diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Devisio Amastigomycota, Class
Deutromycetes, Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae, Genus Trichoderma,
Spesies Trichoderma spp.. Trichoderma spp. memiliki konidiofor bercabang-
cabang teratur, tidak membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam
kelompok-kelompok kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru
(Semangun, 1996). Trichoderma spp. juga berbentuk oval, dan memiliki sterigma
atau hialid tunggal dan berkelompok (Barnet, 1960 dalam Nurhaedah, 2002).
Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang telah
banyak diuji coba untuk mengendalikan penyakit tanaman (Lilik,dkk., 2010).
Mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mempunyai pengaruh
yang merugikan terhadap mikroorganisme lain yang tumbuh dan berasosiasi
dengannya (Istikorini, 2002 dalam Gultom, 2008). Selain itu Trichoderma spp.
Mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam
mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Cook dan Baker, 1983 dalam Djatmiko dan
Rohadi, 1997).
Trichoderma spp. adalah jenis cendawan yang tersebar luas di tanah, dan
mempunyai sifat mikoparasitik. Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi
parasit cendawan lain. Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap
jenis-jenis cendawan fitopatogen (Wahyudi, 2002 dalam Tandion, 2008).
Rasminah (1995) dalam Khaeruni (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan
mikroorganisme sebagai agens pengendalian nampaknya masih perlu
dikembangkan. Pengembangan penggunaan mikroorganisme tersebut perlu
dilandasi pengetahuan jenis-jenis mikroorganisme, jenis-jenis penyakit dan
juga mekanisme pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan
mikroorganisme. Pemanfaatan ini diharapkan dapat membantu pengendalian
penyakit tanpa mengganggu kondisi lingkungan. Pengendalian hayati dengan
menggunakan agens hayati seperti Trichoderma spp. yang terseleksi ini
sangatlah diharapkan dapat mengurangi ketergantungan dan mengatasi
dampak negatif dari pemakaian pestisida sintetik yang selama ini masih dipakai
untuk pengendalian penyakit tanaman di Indonesia (Purwantisari dan Hastuti,
2009).
Selain karakternya sebagai antagonis diketahui pula bahwa Trichoderma
spp. juga berfungsi sebagai dekomposer dalam pembuatan pupuk organik. Jamur
Trichoderma spp. merupakan mikroorganisme yang mempunyai potensi selulotik
karena menghasilkan enzim selulosa pada substrat yang mengandung selulosa.
Selulosa yang dihasilkan jamur Trichoderma spp. memiliki komponen enzim
yang lengkap yaitu C1 (Selobiohidrolase) yang aktif menghidrolisis selulosa
alam, Cx (Endoglukanase) yang aktif merombak selulosa terlarut seperti CMC
(Carbaxyl Nethyl Cellulose) dan B-glukosidase (Salma dan Gunarto, 1996).
Ketiga komponen ini bekerja sinergik dalam memecah kompleks substrat (Wilke,
1975, Pichyngkura, 1978).
Hasil penelitian Gunarto, (2000) terhadap pengukuran aktivitas selulosa
menunjukkan bahwa T. koningii isolat Bo-14 memiliki aktivitas endoglukanase
yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jamur Trichoderma spp. mempunyai
kemampuan yang baik merombak selulosa serta propagasi Trichoderma spp.
tergolong mudah dan kemampuan bersaing dalam menggunakan sumber karbon
pada stadium lanjut.
II. Limbah Pertanian
Limbah pertanian merupakan bagian dari tanaman pertanian yang tersisa
setelah dipanen atau diambil hasil utamanya. Limbah pertanian dapat berbentuk
bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan seperti
tempurung kelapa, serbuk gergaji, sekam padi, ampas tebu, dan jerami (Winarno
et al., 1985).
Proses penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga
tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak
terhadap kesehatan manusia. Melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian
dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna di samping produk
utamanya (Himawanto, 2003).
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,
misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota,
kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah
agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa
sawit, dll. (Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas, 2010).
Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik
menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara
aerobik dalam kondisi terkendali. Pengomposan sendiri merupakan proses
penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik
(seperti jerami, daun-daunan,sampah rumah tangga, dan sebagainya) dengan suatu
perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan
akan membusuk dalam tumpukan kompos (Outterbridge, 1991).
III. Pertanian Organik
Menurut Sutanto (2002), bahwa pertanian organik diartikan sebagai
suatu sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang hara secara
hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak serta
limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.
Daur ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama
dikenal sejalan dengan berkembangnya peradaban manusia, terutama di daratan
China.
Pertanian organik sudah sejak lama kita kenal yakni sejak ilmu bercocok
tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan
menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu
pertanian dan ledakan populasi manusia, maka kebutuhan pangan juga
meningkat. Saat itu revolusi hijau di Indonesia memberikan hasil yang signifikan
terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Dimana penggunaan pupuk kimia
sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety),
penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami
peningkatan. Belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan
manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan
lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut berdampak
terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu
tercemar bahan-bahan sintetis tersebut. Pemahaman akan bahaya bahan kimia
sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga diperlukan alternatif
bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari
pencemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat.
Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature).
Namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah
di zaman dulu. Dalam pertanian organic modern dibutuhkan teknologi
bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit
menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk
kesuksesan pertanian organik tersebut (Husnain dan Syahbuddin dalam Inovasi,
2005).
Djatmiko, H.A., dan Rohadi, S.S., 1997. Efektivitas Trichoderma harzianum Hasil
Perbanyakan dalam Sekam Padi dan Bekatul Terhadap Patogenesitas
Plasmodiophora brassicae pada Tanah latosol dan Andosol. Majalah Ilmiah
UNSOED, Purwokerto 2 : 23 : 10-22.
Gultom, J.M., 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan
Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur
Phytium sp Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakau
(Nicotiana tabaccum L.) http://repository.usu.ac.id.pdf. Diakses tanggal 15
September 2013.
Gunarto, L. 2000. Aktivitas isolate Trichoderma spp. dalam perombakan selulosa
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 15 (1): 43-47.
Himawanto, D.A. 2003. Pengolahan Limbah Pertanian menjadi Biobriket Sebagai
Salah Satu Bahan Bakar Alternatif. Laporan Penelitian. UNS. Surakarta.
Inovasi. 2005. Pertanian Organik. Edisi Vol. 4/XVII/Agustus. Jakarta.
Ismail, Nurmasita & Andi Tenrirawe. 2011. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp.
Sebagai Agens Pengendali Hayati. Seminar Regional Teknoogi
Pertanian,Mendukung Pembangunan Pertanian Provinsi Sulawesi Utara : 177-
189).
Khaeruni, A.R., 2010. Penyakit Hawar Daun Bakteri Pada Padi:Masalah dan Upaya
Pemecahannya. http://www.rudyct.com/PPS702ipb/03112/andi_khaeruni.htm.
Diakses tanggal 15 September 2013.
Lilik, R., Wibowo, B.S., Irwan, C., 2010. Pemanfaatan Agens Antagonis dalam
Pengendalian Penyakit Tanaman Pangan dan Hortikultura.
http://www.bbopt.litbang.deptan.go. Diakses. Diakses tanggal 15 September
2013.
Nurhaedah, 2002. Pengaruh Aplikasi Trichoderma sp. dan Mulsa terhadap
Persentase Serangan Penyakit Antraknosa pada Buah Tanaman Cabai
Merah Besar (Capsicum annum L). Skripsi Fakultas Pertanian UNTAD, Palu.
Outerbridge, Thomas (ed). (1991). Limbah Padat di Indonesia : Masalah atau
Sumber Daya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Pichyangkura, S. 1978. Cellulose Decomposing Fungi. Report of the Fith Asean
Workshop. Solid Substraste Fermentation. Asean Sub-Committee on Protein.
Purwantisari, S., dan Hastuti, R. B., 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen
Phythopthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman
Kentang dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal.
http://eprints.undip.ac.id.pdf. Diakses tanggal 15 September 2013.
Semangun, H., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta.
Talanca, Haris. 2002. Potensi Jamur Trichoderma spp. Merombak Limbah Pertanian
Menjadi Bahan Organik. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan
PEI, PFI & HPTI XV Sul-Sel : 76-80).
Tandion, H., 2008. Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan Pupuk
Organik untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium roflsii Sacc.
Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa.
http://repository.usu.ac.id.pdf. Diakses tanggal 15 September 2013.
Tim Direktorat Jenderal Produksi Hortikultura dan Aneka Tanaman. 2000. Kebijakan
Perlindungan Tanaman Hortikultura Dengan Orientasi Pasar Global. Jakarta:
Departemen Pertanian
Widiarta, Aero. 2011. Analisis Keberlanjutan Praktik Pertanian Organik Di
Kalangan Petani. Skripsi. Departemen Sains Komunikasi Dan Pengembangan
Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Winarno, F.G., A.F.S. Boediman, T. Silitoga, dan B. Soewardi. 1985. Limbah Hasil
Pertanian. Kantor Mentri Urusan Peningkatan Pangan. Jakarta.
Wikipedia Bahasa Indonesia Ensiklopedia Bebas. 2010. Kompos.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos. Diakses tanggal 15 September 2013.
Wilke, C.R. 1975. Cellulose on Chemical and Energency Resource. Interscience
Publication. John Wileys and Sony. New York. Pp. 225-243.
Zulkarnaen. 2009. Dasar-Dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi aksara.