penda hulu an
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah
lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding
10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang
terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan
mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan
limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi
nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1)
lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu
keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang
vital dan steril secara normal.(1)
Meskipun suatu pertahanan tubuh individual dapat berpengaruh terhadap kecepatan
dan kekerasan suatu simptom, namun pada umumnya infeksi gigi dapat dirawat dengan
pemberian antibiotik, anti jamur dan anti viral. Pengobatan sistemik dapat membunuh bakteri
yang pathogen yang berlokasi pada tempat yang tidak dapat dicapai oleh instrumen gigi atau
antiseptik yang diberikan secara topikal.(1)
Keberhasilan klinis pada saat ini merupakan gambaran untuk mengetahui etiologi dari
infeksi gigi (odontogen), seleksi yang tepat dari pemberian variasi antimikrobial dalam
mencegah dan merawat infeksi gigi, dan pengaturan akibat yang terjadi ketika dihubungkan
dengan prosedur pengobatan gigi. Rekomendasi didasarkan pada literatur yang mutakhir dan
kerentanan mikroorganisme terhadap infeksi dalam rongga mulut.(1)
Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada infeksi human. Keterangan ilmiah
menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang parah dengan peningkatan
kerentanan karena adnya penyakit sistemik seperti penyakit jantung, DM, kehamilan, dan
infeksi paru-paru. Ini karena adanya bakteri gram negative yang menyebabkan terjadinya
penyakit periodontal yang memicu produksi lipopolisakarida, heat – shock protein dan
proinflammatory cytokines. Karena ada hubungan antra penyakit periodontal dan problem
medis yang lain, maka penting untuk mencegah terjadinya infeksi gigi sedapat mungkin atau
mengetahui sedini mungkin terjadinya infeksi gigi sehingga dapat dicegah atau diobati.(1)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.INFEKSI ODONTOGEN
I.1. Defenisi
Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal dari gigi atau dalam rongga mulut yang
di sebabkan oleh jaringan keras gigi maupun jaringan penyangga gigi. (1)
I.2. Etiologi
Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morfologi dan
biochemical yang berada dalam rongga mulut dan gigi. Kekomplekan flora rongga mulut dan
gigi dapat menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi
dalam rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri
gram positif yang aerob dan anaerob . Terutama ditemukan bakteri kokus aerob gram positif,
kokus anaerob gram negatif dan batang anaerob gram negative.(1,2)
Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x 1011 anaerobs/gram. Bakteri-bakteri tersebut
dapat menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang lebih
yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka akan terjadi
infeksi odontogen. (1)
Pada umumnya infeksi odontogen secara inisial dihasilkan dari pembentukan plak
gigi dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Sekali bakteri patologik ditentukan, mereka
dapat menyebabkan terjadinya komplikasi lokal dan menyebar/meluas seperti terjadinya
bacterial endokarditis, infeksi ortopedik, infeksi pulmoner, infeksi sinus kavernosus,
septicaemia, sinusitis, infeksi mediastinal dan abses otak.(4)
Tabel 1. Mikroorganisme penyebab infeksi odontogenik(4)
Mikroorganisme
penyebab
Jumlah pasien Persentase (%)
Aerobik 28 7
Anaerobik 133 33
Aerobik-Anaerobik 243 60
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
Tabel 2. Mikroorganisme penyebab infeksi odontogeni (4)
Mikroorganisme
penyebab
Persentase (%)
Aerobik
Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
Streptococcus spp.
(grup D)
Stafilococcus spp.
Eikenella spp.
Coccus gram(-):
Neisseria spp.
Batang gram(+):
Corynebacterium
spp.
Batang gram(-):
Haemophillus spp.
Lainnya
25
85
90
2
6
2
2
3
6
4
Anaerobik Coccus gram(+):
Streptococcus spp.
753033
Peptostreptococcus spp.
Coccus gram(-): Viellonella spp.
Batang gram(+): Eubacterium spp.Lactobacillus spp.Actinomyces spp.Clostridia spp.
Batang gram(-): Bacteroides spp. Fusobacterium spp.
Lainnya
654
14
5075256
Sumber: Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, 1998
I.4. Patofisiologi
Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu manusia, infeksi
biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati
ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi
kematian pulpa gigi (nekrosis / gangren pulpa). Nekrosis / gangren pulpa karena
karies dalam yang tidak terawat dan pocket periodontal dalam merupakan jalan
bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Infeksi gigi dapat terjadi secara lokal
atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa
menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa
tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut
menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi
yang nekrosis seperti menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika
tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk jaringan lunak.(1,4)
Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang terjadi akan
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan dan tubuh. Infeksi
odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (per kontinuitatum), pembuluh darah
(hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Penjalaran yang paling sering terjadi
adalah secara per kontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang
berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.(4)
Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal,
sebagai hasil dari nekrosis pulpa / gangren dari pulpa yang mati dan invasi bakteri ke
jaringan periapikal; (2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada
periodontal poket; dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya
makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum
dapat tumbuh sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal
(Karasutisna, 2001). Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu
adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut
menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa).
Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. (1,4)
I.5. Gejala Klinik(1)
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut
(trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek karena
kesulitan bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi sebelumnya, onset dari
sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat, durasi dari sakit gigi tersebut
apakah hilang timbul atau terus-menerus, disertai dengan demam atau tidak, apakah
sudah mendapat pengobatan antibiotik sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ;
1. Rubor : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat kemerahan akibat
vasodilatasi, efek dari inflamasi
2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau cairan exudat
3. Calor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran darah ke areainfeksi
4. Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf sensorik oleh jaringan
yang bengkak akibat edema atau infeksi
5. Fungsiolaesa : terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus, disfagia, dan
gangguan pernafasan.
Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema palpebra,
gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan gangguan susunan
saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit kepala hebat, muntah).(1)
Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral. Dilakukan
pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah, kepala, leher, apakah ada
pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula, dan krepitasi subkutaneus.
Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang fascia, trismus dan derajat dari
trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang caries, kedalaman caries, vitalitas
gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula dan mobilitas gigi. Dilihat juga adakah obstruksi
ductus Wharton dan Stenson, serta menilai kualitas cairan duktus Wharton dan Stenson
(pus atau saliva). Pemeriksaan oftalmologi dilakukan bila dicurigai mata terkena infeksi.
Pemeriksaan mata meliputi : fungsi otot-otot ekstraokuler, adakah proptosis, adakah
edema preseptal atau postseptal. (1,2)
Pemeriksaan penunjang yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah
pemeriksaan kultur, foto rontgen dan CT scan (atas indikasi). Bila infeksi odontogen
hanya terlokalisir di dalam rongga mulut, tidak memerlukan pemeriksaan CT scan, foto
rontgen panoramik sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. CT scan harus dilakukan
bila infeksi telah menyebar ke dalam ruang fascia di daerah mata atau leher.(1)
I.6. Diagnosis(1)
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan
diagnosis infeksi odontogen apakah termasuk infeksi odontogen lokal / terlokalisir
atau infeksi odontogen umum / menyebar.
I.7. Terapi(1)
Tujuan manajemen infeksi odontogen adalah :
Menjaga saluran nafas tetap bebas
o dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal
nafas
o mengetahui adanya gangguan pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang
paling penting dalam manajemen infeksi odontogen
o tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak
dapat tidur dalam posisi terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur,
disfonia, terdengar stridor
o saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien infeksi
odontogen
o jalan nafas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi
o dokter bedah harus memutuskan kebutuhan, waktu dan metode operasi untuk
mempertahankan saluran nafas pada saat emergency (gawat darurat).
Operasi drainase
o pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah
penyakit abses
o memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan
menyebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit
infeksi odontogen
o penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan,
ruang sekunder potensial terinfeksi juga
o CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi
o Foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat
infeksi
o Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral
o Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa
didrainase dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral
o Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal
disarankan diincisi ekstraoral dan didrainase.
Medikamentosa
o rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat
besar)
o merawat pasien yang memiliki faktor predisposisi terkena infeksi (contohnya
Diabetes Mellitus)
o mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit
o memberikan analgetika dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita
trismus, pembengkakan atau rasa sakit di mulut.
Identifikasi bakteri penyebab
o diharapkan penyebabnya adalah alpha-hemolytic Streptococcus dan bakteri
anaerob lainnya
o kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji
sensitivitas dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan
resisten terhadap antibiotika)
o Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika
incisi dan drainase terlambat dilakukan
Menyeleksi terapi antibotika yang tepat
o penicillin parenteral
o metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi
yang berat
o Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin
o Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)
o antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi
odontogen yang signifikan
o jika mediastinal dicurigai terkena infeksi harus dilakukan CT scan thorax
segera dan konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskular
o ekstraksi gigi penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen
II.PENJALARAN INFEKSI ODONTOGEN(3)
Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan
abses, abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis
baik) dan penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi
penjalaran hebat yang apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian).(3)
Penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub
mukosa / vestibular abses, abses sub palatal, abses sublingual, abses sub mentalis, ,
abses bukalis, abses sub cutan.(3)
penjalaran yang berat antara lain abses submandibular, cellulitis, phlegmon / ludwig
angina dasar mulut, dan osteomielitis.(3)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan infeksi
odontogenik adalah(3)
Jenis dan virulensi kuman penyebab.
Daya tahan tubuh penderita.
Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.
Adanya tissue space dan potential space.
II.1. Tahap-tahap atau Penjalaran infeksi odontogen(3)
Adapun yang termasuk penjalaran atau tahap-tahap infeksi odontogen yang berawal
dari karies gigi adalah:
Gigi yang sehat / normal
Email adalah lapisan luar yang keras seperti kristal luar. Dentin adalah lapisan yang
lebih lembut di bawah email. Kamar pulpa berisi nerves dan pembuluh darah. Merupakan
bagian hidup dari gigi.(3)
Gambar : Gigi yang sehat
Karies inspiens
Bakteri yang tertarik kepada gula dan karbohidrat akan membentuk asam. Asam akan
menyerang crystal apatit proses ini dikenal dengan proses demineralisasi. Tanda yang
pertama ini ditandai dengan adanya suatu noda putih atau lesi putih pada enamel gigi
(lapisan terluar dan terkeras pada gigi ), dan belum terasa sakit. Pada tahap ini, proses
terjadinya karies dapat dikembalikan.(3)
Gambar : Karies insipien
Karies superfisialis / Iritasio pulpa
Proses demineralisasi berlanjut email mulai pecah. Sekali ketika permukaan email
rusak, gigi tidak bisa lagi memperbaiki dirinya sendiri dan kadang- kadang terasa sakit/
ngilu bila ada rangsangan suhu ( dingin ). Pada pemeriksaan perkusi dan druk tidak terasa
sakit.Kavitas harus dibersihkan dan direstorasi oleh dokter gigi.Terapinya di lakukan
tumpatan permanen.(3)
Gambar : Iritasio pulpa
Karies media / Hiperemi pulpa
karies yang sudah mencapai bagian di dalam dentin (tulang gigi) atau bahagian
pertengahan antara permukaan gigi dan pulpa, dimana karies ini dapat menyebar dan
mengikis email. gigi biasanya terasa sakit apabila terkena rangsangan dingin, makanan
masam dan manis. Terapi di lakukan pulp capping ( tumpatan sementara ) kemudian
tumpatan permanen,dan di lakukan pencabutan gigi bila mahkota tidak memungkinkan.(3)
Gambar : Hiperemi pulpa
Karies profunda / Pulpitis akut / totalis
Jika karies dibiarkan tidak dirawat, akan mencapai pulpa gigi. Disinilah dimana saraf
gigi dan pembuluh darah dapat ditemukan dimana Pulpa akan terinfeksi,sehingga timbul
rasa sakit yang menetap / terus-menerus dan kadang – kadang menjalar ke organ lain,
meskipun rangsangan sudah di hilangkan,serta pasien dapat menunjukkan gigi yang
sakit,tapi bila nyerinya menjalar penderita tidak dapat menunjukkan lokasi gigi yang
sakit.. Abses atau fistula (jalan dari nanah) dapat terbentuk dalam jaringan ikat yang
halus.(3)
Pada pemeriksaan didapatkan karies gigi profunda dan kadang-kadang sudah terjadi
perforasi,pada tes dingin gigi terasa linu,perkusi positif tapi druk negatif. Terapinya
dilakukan perawatan saluran akar baik pada anak atau dewasa, bila nyeri akut reda yang
di obati sebelumnya dengan antibiotik dan analgetik, kemudian di lakukan tumpatan
permanen,dan bila mahkota gigi tinggal sedikit dilakukan pencabutan gigi,tapi pada anak-
anak di buatkan space mainteliner.(4)
Karies profunda / Pulpitis akut / totalis
Gambar : Pulpitis
Pulpitis Kronik Hiperplastik / Pulpa polip
Adalah suatu karies dengan pulpa terbuka dan dari dalam ruang pulpa tumbuh
jaringan granulasi yang berwarna kemerahan ( lebih tua dari ginggiva ) yang
merupakan suatu tangkai polip yang keluar dari pulpa,mudah berdarah,terutama
sering terjadi pada anak-anak yaitu pada gigi molar sulung atau molar 1 permanen
oleh karena bagian apikalnya lebar.Gigi masih tampak vital dan kadang-kadang terasa
nyeri tapi jarang di rasakan.pada pemeriksaan perkusi dan druk hasilnya negatif.(3,4)Terapinya di lakukan perawatan saluran akar bila sisa mahkota masih banyak dan
erupsi pengganti lama,atau di lakukan pencabutan bila sisa mahkota sedikit.(3)
Ginggival Polip mirip dengan pulpa polip tetapi tangkai polip dari ginggiva yang
terjadi karena adanya hiperplasi ginggiva oleh karena iritasi kronik,tidak mudah
berdarah,warna seperti ginggiva ( merah muda ), karies proximal / samping dan
terdapat pada gigi vital atau non vital.(2)
Nekrosis pulpa / gangren pulpa
Nekrosis pulpa merupakan kematian pulpa yang disebabkan iskemik jaringan
pulpa yang disertai dengan infeksi. Infeksi tersebut disebabkan oleh mikroorganisme
yang bersifat saprofit namun juga dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
memang bersifat patogen. Nekrosis pulpa sebagian besar terjadi oleh komplikasi dari
pulpitis baik yang akut mapun yang kronik yang tidak ditata laksana dengan baik dan
adekuat. (2,3)
Skema.2. Tahap terjadinya Nekrosis Pulpa
Manifestasi Klinis
Berbeda dengan pulpitis yang bermanifestasi klinis nyeri yang hebat, nekrosis pulpa
pada umumnya bersifat asimptomatik. Nyeri pada nekrosis terjadi dari penjalaran dari
daerah periapikal. Gigi dapat berubah warna menjadi putih keabu-abuan atau
kehitaman. Perubahan warna gigi ini disebabkan penghancuran sel darah merah akibat
ekstravasasi dan degradasi dari protein matriks pulpa. Kematian jaringan pulpa
menyebabkan gigi menjadi mudah untuk retak dan patah serta karies dengan lubang
yang besar. Selain itu dengan adanya infeksi, dapat berisiko terjadi penyebaran fokus
infeksi secara hematogen yang berlanjut dengan adanya reaksi sistemik dan berbau
busuk pada gigi yang nekrosis. Nekrosis pulpa dapat disertai atau tanpa adanya
penyakit periapikal. Pada pemeriksaan elektrikal pulpa dan tes dengan suhu dingin,
nekrosis pulpa tidak memberikan respon. Namun nekrosis pulpa masih dapat
berespon pada tes dengan suhu panas,pada perkusi dan druk hasilnya negatif.(4,3)
Gambar.X. Nekrosis Pulpa yang terlihat diskolorasi keabuan pada mahkota
Pulpa Normal
Nekrosis Pulpa
Pulpitis kronikPulpitis akut
Trauma/cedera
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nekrosis pulpa adalah menghentikan proses dan penyebaran infeksi
dengan pemberian antibiotik/antiseptik kumur seperti khlorhexidine dan antibiotik oral
bila terdapat reaksi sistemik serta perlu dilakukan perawatan saluran akar gigi pada gigi
anterior dan sisa mahkota banyak atau ekstrasi gigi pada gigi posterior.(bila diperlukan)(8).
Abses Periodontal
Merupakan inflamasi pada jaringan periodontal yang terlokalisasi dan mempunyai
daerah yang purulen. Abses periodontal dapat akut maupun kronis, abses yang akut sering
menjadi kronis. Penyakit ini diakibatkan oleh infeksi bakteri yang mengenai jaringan
periodonsium. Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri yang terakumulasi di dalam kalkulus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada
leher gigi. Kelainan yang paling banyak didapat adalah kelainan dari gingiva karena
gingiva terletak pada bagian permukaan sedangkan penyebab yang paling menonjol
adalah plak dan kalkulus (karang gigi). Di dalam mulut penuh dengan bakteri, yang
dengan mudah akan membentuk plak. Bentuk plak tipis dan tidak berwarna, dan kadang
tidak disadari bahwa plak telah terbentuk. Plak harus dibersihkan dengan menyikat gigi
teratur, karena plak lama kelamaan akan mengeras membentuk kalkulus (karang gigi),
pada kondisi ini hanya bisa dibersihkan oleh dokter gigi. (2)
Karateristik Klinis:
Abses periodontal Akut(2)
1. Sekitar gingiva membesar, berwarna merah, oedem dan ada rasa sakit dengan
sentuhan yang lembut, permukaan gingiva mengkilat.
2. Biasanya terjadi kegoyahan gigi
3. Gigi sensitive terhadap perkusi
4. Ada eksudat purulen
5. Secara sistemis memperlihatkan adanya malaise, demam dan pembengkaan
limponodi. Kadang-kadang wajah dan bibir juga terlihat membengkak
6. Adanya rasa sakit pada daerah yang membengkak
Abses Periodontal Kronis:(2)
Biasanya asimtomatik meskipun kadang-kadang merupakan lanjutan dari fase akut.
Etiologi:
Abses periodontal dapat dihubungkan dengan poket periodontal meskipun abses
dapat terjadi tanpa didahului oleh periodontitis. Perkembangan suatu abses periodontal
terjadi ketika poket menjadi bagian dari sumber infeksi.2
Penyebab terjadinya abses periodontal adalah adanya plak, kalkulus, food debris, benda
asing dan pembuatan drainase yang salah. Bakteri plak pada poket periodontal
menyebabkan iritasi dan inflamasi, sehingga terjadi produk pus di dalam poket yang
menyebabkan abses periodontal.2,3
Perawatan Abses Periodontal:
Managemen abses periodontal termasuk menghilangkan debridemen dan pembuatan
drainase untuk pus. Terapi antimikrobial adalah penting ketika terjadi penyebaran
penyakit secara lokal maupun sistemik . Pencabutan gigi mungkin perlu dilakukan jika
terapi antimikrobial gagal dilakukan. Tahap perawatan abses periodontal adalah sebagai
berikut:2,5
Tahap 1: Mereduksi abses dan inflamasi akut, membuat drainase dengan cara melakukan
kuretase ke dalam poket periodontal atau membuat garis insisi pada abses dan dapat juga
dengan cara mencabut gigi jika diperlukan untuk mengeluarkan eksudat purulen.
Tahap 2 : Mereduksi poket dan mengambil jaringan granulasi yang menyebabkan abses,
biasanya dengan cara bedah flap periodontal.
Tahap 3 : Terapi dengan antibiotik bila abses menyebabkan demam atau limfadenopati
Tabel 2. Oral Antimicrobial Therapy for Acute Dento-Alveolar Infection of Pulpal
Origin, Necrotizing Ulcerative Gingivitis, Periodontal Abscess and Periodontitis7
Antimicrobials Adult Dosage Pediatric Dosage
Narrow-spectrum agents
Penicillin VK 250 – 500 mg q6h 50 mg /kg q8h
Amoxicillin 500 mg q8h 15 mg / kg q8h
Cephalexin£ 250 – 500 mg q6h 25 - 50 mg /kg /d q6-8h
Erythromycin β 250 mg q6h 10 mg / kg q16h
Azithromycin β€
500 mg x 1d, then
250 or 500 mg q 24h
10 mg / kg / d x 1d, then 5 mg /
kg / d q24h x 4d
Clarithromycin β250 – 500 mg q12h or
1g PO q24h 15 mg / kg / d q12h
Doxycycline β βi 100 mg q12h 1 – 2 mg / kg q12h x 1d, then 1 –
2 mg / kg q 24h
Tetracycline β βi 250 mg q6h 12.5 – 25.0 mg / kg q12h
Broad-spectrum agents
Clindamycin β 150 – 300 mg q8h 10 mg / kg q8h
Amoxicillin / clavulanate 875 mg q12h 45 mg /kg q12h
Metronidazole plus 1 of the
following: β
250 mg q6h or 500 mg
q12h
7.5 mg / kg q6h or 15 mg / kg
q12h
Penicillin VK 250 – 500 mg q6h 50 mg /kg
or Amoxicillin 500 mg q8h 15 mg /kg q8h
or Erythromycin β 250 mg q6h 10 mg / kg q8h
Durasi pemberian obat antibiotik : antara 7 – 10 hari yang si sesuaikan dengan dosis dari
masing-masing anti mikroba.
Serous Periostitis
Suatu keradangan akut pada periosteum tulang rahang karena infeksi periapikal telah
mencapai korteks tulang. menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat,
bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya
tambahan istilah “serous” disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke
rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus
karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat
berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host.2,5 Terapinya di lakukan open
bur,pemberian antibiotik dan analgetik, serta dilakukan exodontia bila tanda akut
mereda.2,3,4
Abses subperiosteal
Keradangan yang sudah terbentuk nanah / pus yang terkumpul pada subperiosteal.
Dan merupakan kelanjutan serus periosteum dimana sudah terbentuk pus sehingga akan
amat terasa sakit pada daerah yang terkena dan berlangsung cepat,kurang dari 1 jam.
Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan
mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda
dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous. Terapinya sama
dengan serous periostitis.2,3,4
Abses Submukosa (Submucous Abscess)
Keradangan yang bernanah pada jaringan submukosa / vestibular dimana pus telah
menembus korteks dan periosteum bagian labial atau bukal. Pada klinisnya rasa sakit agak
reda di banding dengan abses subperiosteal,buccal fold terangkat ( fluktuasi ), warna
kemerahan / kekuningan, palpasi sakit, gigi gangren, perkusi dan druk sakit.2
Pada pemeriksaan ekstra oral, terdapat bengkak yang difuse, palpasi sakit,
pembesaran kelenjar limfe, dan pada rahang bawah,pinggiran mandibula teraba. Abses dapat
pecah spontan di sebut fistula intra oral sehingga rasa sakit berkurang. Terapinya bila abses
pecah spontan di berikan antibiotik dan analgetik yang bila reda di lakukan exodontia. Bila
abses belum pecah,di lakukan incisi intra oral,di berikan antibiotik-analgetik yang apabila
sudah reda di lakukan exodontia.5
Disebut “submukosa” karena memang dikarenakan pus terletak dibawah lapisan
mukosa, akan tetapi, jika berbeda tempat, berbeda pula namanya. Ada 4 huruf “a”
yang tertera pada gambar, kesemuanya merupakan abses submukosa, namun untuk
yang terletak di palatal, disebut sebagai Abses Palatal (Palatal Abscess). Yang
terletak tepat dibawah lidah dan diatas (superior dari) perlekatan otot Mylohyoid
disebut abses Sublingual (Sublingual Abscess). Yang terletak di sebelah bukal gigi
disebut dengan Abses vestibular, kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena
letak dan secara klinis terlihat seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan
tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur
pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan
inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses
Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot
maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka
kondisi ini disebut Abses Vestibular.2,3
Gambar : Lokasi tempat terbentuknya abses
Abses Palatal
Mirip dengan abses submukosa hanya pus keluar ke palatal oleh karena gigi-
gigi posterior rahang atas cenderung ke palatal.pada klinisnya tampak
pembengkakan dengan fluktuasi pada mucosa palatal. Terapinya sama dengan
abses submukosa.2
Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)
Yaitu keradangan yang bernanah dimana pus terkumpul di bawah jaringan kulit ( sub
kutan ).Merupakan kelanjutan dari facial space / abses bukalis tapi tergantung letak
mesculusnya antara lain bucal space / abses bukalis, sub mental space, sub mandibula
space,Klinisnya sama dengan abses submukosa. Pada Ekstra oral tampak bengkak di
sertai adanya inti abses yang berwarna kemerahan,berbatas jelas,fluktuasi, palpasi
sakit, inti abses terdapat daerah nekrotik yang berwarna kuning konsistensi keras.pada
superfisial abses mudah pecah sehingga terjadi drainase spontan, terbentuk jaringan
parut / sikatrik. Terapinya di lakukan incisi ekstra oral pada inti abses,dan drainase
dengan hemostat, antibiotik ,analgetik, dan exodontia bila reda. 2
A B
Gambar : Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos,
Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. Sumber : Fragiskos, 2007
Abses Submandibular (Submandibular Abscess)
Abses yang terjadi pada submandibular space yaitu ruangan yang di batasi oleh
musc. Mylohyoid pada bagian superior,musc. Platisma pada bagian lateral, dan
mandibula ke arah bagian kulit di bagian inferior. Pada klinisnya di dapatkan
pembengkakan ekstra oral daerah submandibula satu sisi terutama molar 2 dan molar
3 rahang bawah, warna kemerahan,palpasi sakit, pinggiran mandibula tidak teraba,
dan trismus. Pada Intra oral ada gigi gangren tapi tidak ada keluhan. Terapi di berikan
antibiotik dan analgetik serta exodontia bila nyeri reda.2,3
Gambar : Abses Submandibula
.Abses sublingual
Abses yang di batasi oleh musc. Mylohyoid ( inferior ), mukosa dasar mulut
( superior ), dan mandibula ( lateral ).Klinisnya tampak bengkak pada mukosa dasar
mulut satu sisi,kemerahan dan di palpasi sakit,yang bila absesnya besar maka lidah
akan terangkat,terutama di sebabkan oleh karena gigi molar 1 dan molar 2 akar
pendek. Terapinya sama dengan abses submukosa.4
Abses submentalis / Submental space infeksi
Abses yang di sebabkan oleh gigi insisif rahang bawah dengan akar yang panjang,
terjadi pada ruangan yang di batasi oleh musc.igastricus, musc. Mylohyoid dan kulit.
Klinisnya tampak bengkak pada dagu,palpasi sakit, kemerahan dan konsistensi
tegang. Abses ini berhubungan dengan abses submandibularis.2
Abses Bukal (Buccal Space Abscess)
Abses yang terjadi pada buccal space yaitu ruangan potensial yang di batasi
oleh kulit ( lateral ), dan musc. Buccinator ( medial). Klinisnya terjadi pada gigi
rahang atas terutama molar.pada pemeriksaan ekstra oral pipi tampak bengkak,batas
tidak jelas, kemerahan, palpasi sakit, dan arcus zygomaticus atau pinggiran mandibula
kadang-kadang masihteraba. Pada intra oralnya,tidak ada kelainan / tanda bengkak.2,4
Cellulitis
Infeksi jaringan lunak yang tidak terlokalisir dimana eksudat dapat menyebar
diantara celah jaringan ikat, tetapi belum terbentuk pus. Gejala sistemiknya pasien
tampak pucat, malaise dan demam.Cellulitis lebih berbahaya dari pada abses oleh
karena infeksi berlangsung cepat ke jaringan yang letaknya jauh dari infeksi dan
beresiko terjadi septicaemia. Terapi di berikan antibiotik yang tepat dan dosis tinggi
sehingga menjadi abses.3,4
Angina Ludwig /Phlegmon dasar mulut
Yaitu cellulitis yang melibatkan submandibular space dan sublingual space
pada kedua sisi ( bilateral ) dan submental space ( tidak terlokalisisr ).2,3
Etiologi :
Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada tingkat otot myohyloid, dan
abses di sini akan menyebar ke ruang submandibula. Ada juga penyebab lain yang
sedikit dilaporkan antara lain adalah sialadenitis, abses peritonsilar, fraktur
mandibula terbuka, infeksi kista duktus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat
intravena melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal,
laserasi oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan trauma
pada dasar atau lantai mulut.3,6
Organisme yang paling banyak ditemukan padapenderita angina Ludwig
melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Banteri
anaerob seringkali juga diisolasi meliputi bacteroides, peptostreptococci, dan
peptococci. Bakteri gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium
nucleatum, Aerobacter aeruginosa, spirochetes, dan Veillonella, Candida,
Eubacteria, dan spesies Clostridium. Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara
lain spesies Neisseria, Escherichia coli, spesies Pseudomonas, Haemophillus
influenza dan spesies Klebsiella.6,8
Ekstra oral:Bengkak pada regio submandibula dan submental bilateral,konsistensi
keras / tegang, palpasi sakit, pinggiran mandibula tidak teraba
Intra oral : Gigi gangren, bengkak dasar mulut, lidah terangkat sehingga sulit menelan
dan bernapas
Bahaya : Sepsis, obstruksi jalan napas
Terapi : segera MRS, multiple incisi pada submandibula dan submental, antibiotik
yang tepat dan dosis tinggi, suportif, tracheostomy bila ada sumbatan jalan napas
Gambar : Ludwig Angina / Phlegmon
Epidemiologi
Kebanyakan kasus angina Ludwig dapat terjadi pada orang sehat secara dini.
Dengan terdapat faktor predisposisi berupa diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik,
anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis, dan sistemik lupus
eritematosus.6
Patogenesa
Berawal dari etiologi di atas seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena karies
dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam yang merupakan jalan bakteri
untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi
yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang
ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran
infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar
melalui jaringan ikat (perkontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan
pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara
perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat
membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahangbawah dapat
membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses
submaseter, dan angina Ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di
belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m. mylohyoideus) yang
terletak di aspek dalam mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi
dan membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat
meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang menyebar ke ruang
submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi, nyeri terjadi
jika terjadi ketegangan antara tulang.5,6
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras
dari fasia servikal profunda dengan m. digastricus anterior dan tulang hyoid. Edema
dagu dapat terbentuk dengan jelas.5,6
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi
dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilar Whartoni dan mengikutistruktur
kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.
hyoglossus menuju ruang- ruang fasia leher.6
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah dibagian
superior dan posterior, sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang
akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas .6
Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian
inferior yaitu otot mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan
posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.3
Tulang hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior, dan
pembengkakan menyebar di daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk
dan gambaran “Bull neck”.3
Gejala Klinis
Penderita angina Ludwig yang mempunyai riwayat hygiene mulut atau baru saja
malakukan ekstraksi gigi dan sakit gigi.yang buruk gejala yang timbul dapat
bersamaan dengan sepsis seperti demam, takipne dan takikardi.6
Gejala yang lain adalah nyeri tenggorok dan leher, disertai pembengkakan di
daerah submandibula, yang tampak hiperemis, nyeri tekan dan keras pada perabaan
(seperti kayu), drooling, dan trismus. Ada juga yang mengalami disfonia (a hot potato
voice),dikarenakan edema pada organ vokal.6
Pada pemeriksaan mulut didapatkan dasar mulut dan leher depan membengkak
secara bilateral berwarna kecoklatan , dapat mendorong lidah ke atas dan belakang
sehingga menimbulkan sesak nafas. Pada palpasi teraba tegang dan kadangkala ada
emfisema subkutan serta tidak ada fluktuasi atau adenopati. Meskipun banyak pasien
sembuh tanpa komplikasi, angina Ludwig dapat berakibat fatal dasar mulut
membengkak, dapat mendorong lidah ke atas belakang, sehingga menimbulkan sesak
napas dan atau stridor karena sumbatan jalan napas kemudian sianosis.4,6
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang.5
Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher , kesulitan makan dan
menelan. Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek
atau mencabut gigi atau adanya riwayat higien gigi yang buruk.5
Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti
demam, takipnea, dan takikardi. Selain itu juga ditemukan adanya edema
bilateral, nyeri tekan dan perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus,
drooling, disfonia, dan pada pemeriksaan mulut didapatkan elevasi lidah, tetapi
biasanya tidak didapatkan pembesaran kelenjar limfe.5
Pemeriksaan Penunjang5,6
- Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan
insisi drainase.
- Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotik dalam
terapi.
- Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan jaringan
lunak dan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain adanya obstruksi jalan nafas.
- Foto panoramik berguna untuk mengidentifikasi lokasi abses serta struktur tulang
yang terlibat infeksi.
- CT-scan memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas,
akumulasi cairan, dan juga dapat sangat membantu untuk memutuskan kapan
dibutuhkannya pernapasan bantuan
Diagnosa Banding6
Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah : karsinoma lingua, sublingual
hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.
Untuk dapat menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat kriteria yang
dikemukakan oleh Grodinsky yaitu:
Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga
Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa
pus
Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar
Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik
Penatalaksanaan3,5,6
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama
adalah menjamin jalan napas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan
anastesi lokal.Selain itu, untuk mengurangi pembengkakan mukosa dapat diberikan
nebulisasi epinefrin. Kemudian diberikan antibiotik dosis tinggi dan berspektrum luas
secara intravena untuk organisme gram positif dan gram negatif, aerob maupun
anaerob. Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas
pus. Antibiotik yang diberikan misalnya penicillin-G dengan metronidazole,
clindamicin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoksisilin-clavulanate. Walaupun
masih merupakan suatu kontroversial, tetapi pemberian dexamethason secara
intravena untuk mengurangi edema pada jalan napas masih sering diterapkan.
Drainase dipertimbangkan apabila terdapat infeksi supuratif, adanya penemuan
radiologis berupa akumulasi cairan atau udara pada jaringan lunak, krepitus, atau
needle aspirate yang purulen. Drainase juga dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan
klinik setelah pemberian terapi antibiotik.
4 Prinsip utama Penatalaksanaan :
1. Proteksi dan kontrol jalan napas
2. Pemberian antibiotik yang adekuat
3. Insisi dan drainase abses
4. Hidrasi dan nutrisi adekuat
Komplikasi6
Komplikasi yang dapat timbul pada angina Ludwig yang tidak diterapi secara
tepat adalah sebagai berikut:
Obstruksi jalan napas
Infeksi carotid sheath
Tromboplebitis supuratif pada vena jugular interna
Mediastenitis
Empiema
Efusi pleura
Osteomielitis mandibula
Pneumonia aspirasi
Pencegahan6
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin
dan teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi
yang akan meningkatkan terjadinya angina Ludwig.
Prognosis6
Prognosis Angina Ludwig tergantung pada kecepatan proteksi jalan napas dan
kemudian pemberian antibiotik. Angina Ludwig dapat berakibat fatal karena dapat
terjadi sepsis dan membahayakan jiwa. Kematian pada era preantibiotik adalah sekitar
50%. Namun dengan diagnosis dini, perlindungan jalan nafas yang segera ditangani,
pemberian antibiotik intravena yang adekuat, penanganan dalam ICU, penyakit ini
dapat sembuh tanpa mengakibatkan komplikasi. Dengan begitu angka mortalitas juga
menurun hingga kurang dari 5%.
Terapi6
o Segera MRS
o Multiple incisi pada Submandibula dan submental
o Antibiotik yang tepat dan dosis tinggi
o Suportif
o Tracheostomy bila terjadi sumbatan jalan napas
Osteomyelitis
Osteomielitis rahang adalah suatu infeksi yang ekstensif pada tulang rahang, yang
mengenai spongiosa, sumsum tulang, kortex, dan periosteum. Infeksi terjadi pada bagian
tulang yang terkalsifikasi ketika cairan dalam rongga medullary atau dibawah periosteum
mengganggu suplai darah. Tulang yang terinfeksi menjadi nekrosis ketika ischemia
terbentuk. Perubahan pertahanan host yang mendasar terdapat pada mayoritas pasien yang
mengalami ostemyelitis pada rahang. Kondisi-kondisi yang merubah persarafan tulang
menjadikan pasien rentan terhadap onset ostemielitis, kondisi-kondisi ini antara lain radiasi,
osteoporosis, osteopetrosis, penyakit tulang Paget, dan tumor ganas tulang. 3,,4,7
Gambar : Osteomyelitis
Klasifikasi7
Sistem klasifikasi yang paling kompleks dikemukakan oleh Ciemy,dkk.
Osteomyelitis diklasifikasikan bedasarkan suppurative dan nonsupurative oleh Lewd van
Waldvogel. Klasifikasi ini kemudian dimodifikasi oleh Topazian:
Osteomielitis supuratif Osteomielitis nonsupuratifOsteomielitis supuratif akut
Osteomielitis sclerosis kronis
- Fokal
- DifusOsteomielitis supuratif kronis
- Primer
- Sekunder
Osteomielitis Garre
Osteomielitis pada anak Osteomielitis aktinimikosaOsteomielitis radiasi
Faktor predisposisi7
Faktor predisposisi utamanya ialah fraktur mandibula dan didahului oleh infeksi
odontogenik. Dua kejadian ini jarang menyebabkan infeksi pada tulang kecuali jika
ketahanan tubuh host mengalami gangguan seperti alcoholism malnutritional syndrome,
diabetes, kemoterapi penyakit kanker yang dapat menurunkan system imun pada
seseorang, penyakit myeloproliferative seperti leukemia. Pengobatan yang berhubungan
dengan osteomylitis adalah steroid, agen kemoterapi, dan bisphonate. Terapi radiasi,
osteopetrosis, dan pathologi tulang dapat memberikan kedudukan yang potensial bagi
osteomyelitis.
Etiologi dan pathogenesis 3,5,7
Penyebab utama yang paling sering dari osteomyelitis adalah penyakit-penyakit
periodontal (seperti gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis, tergantung seberapa berat
penyakitnya). Bakteri yang berperan menyebabkan osteomyelitis sama dengan yang
menyebabkan infeksi odontogenik, yaitu streptococcus, anaerobic streptococcus seperti
Peptostreptococcus spp, dan batang gram negatif pada genus Fusobacterium dan
Prevotella. Cara membedakan osteomyelitis mandibula dengan osteomyelitis pada tulang
lain ialah dari pus yang mengandung Staphylococcus sehingga staphylococci merupakan
bakteri predominan.
Osteomielitis pada tulang rahang bermula dari infeksi dari tempat lain yang masuk ke
dalam tulang dan membentuk inflamasi supuratif pada medulla tulang, karena tekanan
nanah (pus) yang besar, infeksi kemudian meluas ke tulang spongiosa menuju ke daerah
korteks tulang, dan akibatnya struktur tulang rahang yang harusnya kompak dan padat
jadi rapuh dan lubang-lubang seperti sarang lebah dan mengeluarkan pus yang bermuara
di kulit seperti fistel (terlihat seperti bisul) , kalau dibiarkan akibatnya bisa fatal, pada
rahang yg rapuh ini bisa terjadi fraktur patologis.
Penyebab umum osteomyelitis dental adalah gangren radix. Setelah gigi menjadi
gangren radix yang terinfeksi, diperlukan suatu prosedur pengambilan, tetapi seringnya
tidak komplit diambil dan tertinggal di dalam tulang rahang, selanjutnya akan
memproduksi toksin yang merusak tulang di sekitarnya sampai gigi dan tulang nekrotik di
sekitarnya hilang.
Selain penyebab osteomyelitis di atas, infeksi ini juga bisa di sebabkan trauma berupa
patah tulang yang terbuka, penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus,
furukolosis maupun infeksi yang hematogen (menyebar melalui aliran darah). Inflamasi
yang disebabkan bakteri pyogenik ini meliputi seluruh struktur yang membentuk tulang,
mulai dari medulla, kortex dan periosteum dan semakin parah pada keadaan penderita
dengan daya tahan tubuh rendah.
Pada regio maxillofacial, osteomyelitis terutama terjadi sebagai hasil dari penyebaran
infeksi odontogenik atau sebagai hasil dari trauma. Hematogenous osteomyelitis primer
langka dalam region maxillofacial, umumnya terjadi pada remaja. Proses dewasa
diinisiasi oleh suntikan bakteri kedalam tulang rahang. Ini dapat terjadi dengan ekstraksi
gigi, terapi saluran akar, atau fraktur mandibula/maksila. Awalnya menghasilkan dalam
bakteri yang diinduksi oleh proses inflamasi. Dengan terdapat hyperemia dan peningkatan
aliran darah ke area yang terinfeksi. Tambahan leukosit didapatkan ke area ini untuk
melawan infeksi. Pus dibentuk ketika suplay bakteri berlimpah dan debris sel tidak dapat
dieliminasi oleh mekanisme pertahanan tubuh. Ketika pus dan respon inflamasi yang
berikutnya terjadi di sumsum tulang, tekanan intramedullary ditingkatkan dibuat dengan
menurunkan suplay darah ke region ini.
Penyebab :3,4,7
ODONTOGEN
Merupakan sumber lokal yang paling utama pada osteomyelitis. Pada rahang, meliputi :
Dari alveolus setelah pencabutan gigi.
Dari abses subperiosteal.
Penyakit periapikal yang disebabkan oleh keadaan patologis pulpa.
Penyakit periodontal yang disebabkan oleh bakteri yang memasuki gingival
servix.
Infeksi perikoronal yang disebabkan oleh peradangan jaringan gusi yang
tertembus oleh gigi yang erupsi sebagian dengan operculum yang berlangsung
lama.
Infeksi tumor / kista odontogen.
Penggunaan panas untuk merawat abses gigi yang terdapat dalam tulang tanpa
pencabutan gigi yang menutupinya untuk menyediakan drainase yang diperlukan
dalam kasus ini.
Gangren pulpa dari gigi yang nampaknya sehat.
Abses apikal.
NON ODONTOGEN
Infeksi hematogen —– infeksi osteomyelitis. Multiple.
Anak-anak yang kekurangan gizi.
Penyakit-penyakit sistemik.
Alat-alat yg digunakan untuk mencabut gigi kadang-kadang disebut sebagai
sumber osteomyelitis.
Abses peritonsiler –—osteomyelitis. Pada ramus ascendes.
Trauma lokal pada gusi –— penderita yang menurun resistennya terhadap infeksi.
Furmukolosis pipi.
Trauma karena pembedahan.
Simptom dan tanda klinis7
Gejala awalnya seperti sakit gigi dan terjadi pembengkakan di sekitar pipi, kemudian
pembengkakan ini mereda, selanjutnya penyakitnya bersifat kronis membentuk fistel
kadang tidak menimbulkan sakit yang membuat menderita.
Pasien dengan osteomyelitis regio maxillofacial dapat memperlihatkan gejala klasik,
yaitu:
• Sakit
• Pembengkakkan dan erythema dari overlying tissues
• Adenopathy
• Demam intermittent
• Paresthesia pembuluh darah alveolar inferior
· Gigi goyang
• Trismus
• Malaise
• Fistulas/fistel (saluran nanah yang bermuara di bawah kulit)
Osteomyelitis di bagi menjadi dua macam yaitu : 3,7
Osteomyelitis akut , Gejalanya :
Pada Ekstra Oral di dapatkan :
Demam, bengkak difuse padat pada rahang yang terkena, muncul setelah 2 – 3 hari
Bila di tekan nyeri
Kelenjar submandibula meradang dan sakit
Pada Intra Oral di dapatkan :
Radang gingiva
Pembesaran kelenjar limfe di leher, sakit pada palpasi
Trismus, bau menyengat
Gusi menjadi warna merah tua
Ada nanah keluar dari tepi gingiva
Gigi goyang
Sukar menelan
Nadi dan nafas cepat
Pada X-photo :
Stadium dini : Tampak gambaran normal
2-3 minggu tampak gambaran tidak teratur dari kerusakan tulang spongiosa
Terapi :
Pasien MRS untuk penanganan lebih lanjut
Mengurangi gejala akut degan pemberian antibiotik dosis tinggi,analgetik,anti piretik
dan anti inflamasi.
Perbaikan Keadaan umum pasien dengan istirahat,diet TKTP,vitamin C dosis tinggi,
Vitamin B1,B2, dan B12 (untuk perbaikan saraf).
Mencegah komplikasi
Osteomyelitis kronis , Gejalanya :
Pada anamnesa : Bengkak yang cukup lama dan terdapat rongga kulit yang
mengeluarkan nanah
Pada Ekstra Oral di dapatkan :
Bengkak pada rahang ( asimetris )
Multiple fistula pada kulit
Suhu tubuh tidak terlalu tinggi / normal
Pasien lesu
Rasa nyeri berangsur-angsur hilang
Rasa tidak enak pada tulang rahang
Trismus ( ringan)
Pada Intra Oral di dapatkan :
Bengkak pada bukal dan lingualKeadaan gigi goyang
Palpasi lunak dan sakit
Ada fistel pada kulit
Gigi penyebab goyang
dan paresthesia bibir berangsur-angsur hilang / tidak nyata
Pada X- photo :
Trabekula tulang tampak terputus dan atau tipis ( 8 – 18 hari )
2-3 minggu kemudian terjadi destruksi tulang ( tampak gambaran radiolusen )
Terbentuk Skuester dalam berbagai bentuk dan ukuran dimana tampak lebih padat
oleh karena tulang sekitarnya kehilangan bahan kalsifikasi ( tampak gambaran radio
opaque ), dimana sekuester sendiri adalah benda asing yang berasal dari tulang
( jaringan nekrotik ) yang mengalami destruksi, di gambarkan dengan adanya
bentukan tulang yang mirip suatu pulau
Honey comb appearance ( sarang lebah )
Terapi / perawatan :
Pasien MRS untuk penanganan lebih lanjut
Di lakukan Incisi dan drainase abses ekstra oral
Memasang drain ekstra oral untuk irigasi pus
Antbiotik dan analgesik dosis tinggi
Squesterectomy intra oral
Pencabutan gigi penyebab
Reseksi rahang bila parah
Perbaiki keadaan umum
Istirahat total
BAB III
KESIMPULAN
Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah
lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding
10:1 sampai 100:1. Organisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang
terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan
mukosa mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan
limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi
nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1)
lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu
keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang
vital dan steril secara normal.(1)
Penjalaran infeksi odontogen akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses,
abses ini dibagi dua yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan
penjalaran berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang
apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian).(3)
Penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub
mukosa / vestibular abses, abses sub palatal, abses sublingual, abses sub mentalis, ,
abses bukalis, abses sub cutan.(3)
penjalaran yang berat antara lain abses submandibular, cellulitis, phlegmon / ludwig
angina dasar mulut, dan osteomielitis.(3)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan penyebaran dan kegawatan infeksi
odontogenik adalah(3)
Jenis dan virulensi kuman penyebab.
Daya tahan tubuh penderita.
Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
Panjang akar gigi sumber infeksi terhadap perlekatan otot-otot.
Adanya tissue space dan potential space.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan
diagnosis infeksi odontogen apakah termasuk infeksi odontogen lokal / terlokalisir atau
infeksi odontogen umum / menyebar.
Tujuan manajemen / terapi infeksi odontogen adalah :
Menjaga saluran nafas tetap bebas
o dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal
nafas
o mengetahui adanya gangguan pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang
paling penting dalam manajemen infeksi odontogen
o tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak
dapat tidur dalam posisi terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur,
disfonia, terdengar stridor
o saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien infeksi
odontogen
o jalan nafas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi
o dokter bedah harus memutuskan kebutuhan, waktu dan metode operasi untuk
mempertahankan saluran nafas pada saat emergency (gawat darurat).
Operasi drainase
o pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah
penyakit abses
o memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan
menyebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit
infeksi odontogen
o penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan,
ruang sekunder potensial terinfeksi juga
o CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi
o Foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat
infeksi
o Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral
o Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa
didrainase dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral
o Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal
disarankan diincisi ekstraoral dan didrainase.
Medikamentosa
o rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat
besar)
o merawat pasien yang memiliki faktor predisposisi terkena infeksi (contohnya
Diabetes Mellitus)
o mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit
o memberikan analgetika dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita
trismus, pembengkakan atau rasa sakit di mulut.
Identifikasi bakteri penyebab
o diharapkan penyebabnya adalah alpha-hemolytic Streptococcus dan bakteri
anaerob lainnya
o kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji
sensitivitas dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan
resisten terhadap antibiotika)
o Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika
incisi dan drainase terlambat dilakukan
Menyeleksi terapi antibotika yang tepat
o penicillin parenteral
o metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi
yang berat
o Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin
o Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)
o antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi
odontogen yang signifikan
o jika mediastinal dicurigai terkena infeksi harus dilakukan CT scan thorax
segera dan konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskular ekstraksi
gigi penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen
DAFTAR PUSTAKA
1. Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. 2nd
ed. Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998.p.674-5
2. Fachruddin, D. Abses leher Dalam. In:Soapardi E A, Iskandar N I, Bashiruddin J
eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan-Telingan hidung tenggorokan Kepala & Leher.
Edidi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007. P.230.
3. Gilangrasuna. Juni 2010. Mari Belajar!, Penjalaran Infeksi Odontogen.
Patogenesa, Pola Penyebaran, dan Prinsip Terapi Abses Rongga Mulut. Available
at http//www. Abses periapikal. com
4. Neville, B.W., D. Damm, C. Allen, J. Bouquot. Oral & Maxillofacial
Pathology. Second edition. 2002.
5. Peter J. Aquilina, Anthony Lynham. 2003. Serious Sequele of Maxillofacial
Infections. Royal Brisbane Hospital, Spring Hill.
http://www.mja.com.au/public/issues/179-10-171103/aqu10203.fm.pdf
6. Rahardjo, S P. Penatalaksanaan angina Ludwig. [serial online] Januari-Maret 2008
[cited 2008 Feb 05]; Vol.21.No.1. Available from : URL:
http://www.DexaMedica.co.id
7. H.Thoma. Oral Pathology. St. Louis the CV Mosby Company,1990. Diseases of
Jaws: Osteomyelitis of The Jaws. p.859-78
8. Pantera E. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral
microbiology and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC
Decker inc; 1990. p554-5