pencegahan infeksi
TRANSCRIPT
Pencegahan infeksi
Pada bayi baru lahir kemungkinan terjadi infeksi amatlah besar, ini disebabkan karena bayi belum
memiliki kemampuan yang sempurna. Maka perlindungan dari orang lain disekitar sangat
diperlukan. Usaha yang dapat dilakukan meliputi peningkatan upaya hiegenis yang maksimal agar
terhindarkan dari kemungkinan terkena infeksi. Bayi Baru Lahir Beresiko Tinggi Terinfeksi apabila
ditemukan: ibu menderita eldampsia: ibu dengan diabetes melitus: ibu mempunyaki penyakit
bawaan,kemungkinan bayi terkena infeksi berkaitan erat dengan: (1) riwayat kelahiran: Persalinan
lama, Persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum< seksio sesarea), Ketuban pecah dini, Air
ketuban hijau kental: (2) Riwayat Bayi Baru Lahir: Trauma Lahir, Lahir kurang bulan, Bayi kurang
mendapat cairan dan kalori, Hipotermia pada bayi.
a. Infeksi pada Neonatus
Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah.
Patogenesis. Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blame (1961) membaginya
dalam 3 golongan:
1) Infeksi antenatal, kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke placenta. Disini
kuman itu melewati batas placenta dan mengadakan perkrmbangbiakan. Infeksi ini bisa
masuk ke janin melalui vena umbilikalis. Kuman memasuki janin melalui beberapa jalan
yaitu: (a) virus: rubella, (b) spirokaeta: sifilis, (c) bakteria
2) Infeksi intranatal, infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi dari pada cara yang lain.
Kuman dari vagina naik dan masuk kedalam rongga amnion setelah ketuban pecah.
Ketuban pecah lama mempunyai peran penting dalam timbulnya plasentitis dan
amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada
partus lama. Janin kena infeksi karna mengihalasi liquor yang septic sehingga kuman-
kuman memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan septicema (keracunan darah
oleh bakteri patogenik).
3) Infeksi postnatal, infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap dan biasanya merupakan
infeksi yang menyebabkan kematian terjadi sesudah bayi lahir sebagai akibat
penggunaan alat, atau perawatan yang tidak steril. Infeksi pada bayi cepat sekali meluas
menjadi infeksi umum, sehingga gejalanya tidak tampak lagi. Walaupun demikian
diagnosis ini dapat dibuat kalau kita cukup waspada bahwa kelainan tingkah laku bayi
dapat merupakan tanda-tanda permulaan infeksi umum. Kalau bayi BBLR selama 72 jam
pertama tidak menunjukan gejala-gejala penyakit tertentu, tiba-tiba tingkah lakunya
berubah, maka mungkin hal ini disebabkan oleh infeksi, melalui gejalanya: “malas
minum, gelisah, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba turun,
pergerakan kurang, diare, dan kejang.
b. Penjegahan Infeksi Pada Bayi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan oleh paparan atau
kontaminasi mikroorganisme selama persalinan berlangsung mupun beberapa saat setelah
lahir. Sebelum menangani bayi baru lahir, pastikan pertolongan persalinan telah melakukan
upaya pencegahan infeksi seperti berikut: (1) cuci tangan sebelum dan sesudah bersentuhan
dengan bayi, (2) pakai sarung tangan bersih saat menangani bayi yang belum dimandikan.
(3) semua peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan telah di DDT atau steril. Khusus
untuk bola karet penghisap lendir jangan dipakai untuk lebih dari satu bayi. (4) handuk,
pakaian atau kain yang akan digunakan dalam keadaan bersih (demikian juga dengan
timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop, dll). Dekontaminasi dan cuci setelah
digunakan (JNPK-KR, 2007)
Cara pencegahan infeksi pada neonatus dibagio sebagai berikut:
1) Cara Umum
Pencegahan infeksi pada bayi sudah harus dimulai dalam masa antenatal. Infeksi ibu
harus diobati dengan baik misalnya infeksi umum, lokarea, dll. Dalam kamar bersalin
harus ada pemisahan yang sempurna antara bagian yang septi dan bagian yang aseptik.
Pemisahan ini mencangkup ruangan, tenaga perawatan, alat kedokteran dan alat
perawatan. Ibu yang akan melahirkan sebelum masuk kamar bersalin sebaiknya
dimandikan dahulu dan memakai baju khusus untuk kamar bersalin.
Pada kelahiran bayi harus diberi pertolongan secara aseptik. Suasana kamar bersalin
harus sama dengan kamar operasi. Alat yang digunakan untuk resusitasi harus steril.
Dalam bangsal bayi pun harus ada pemisahan yang sempurna antara bayi yang baru lahir
dengan partus aseptik. Pemisahan ini harus mencangkup tenaga, fasilitas perawatan,
dan alat-alat. Selain itu, harus terdap[at kamar isolasi untuk bayi yang perlu diasingkan.
Perawat harus mendapatkan pendidikan khusus dan mutu perawatannya harus lebih
tinggi daripada yang merawat bayi lebih tua.
Pada ruangan khusus perawatan bayi baru lahir dengan berbagai kelainan dan
kegawatan, sebelum dan sesudah memegang bayi perawatan harus mencuci tangan,
mencuci tangan sebaiknya memakai sabun antiseptik atau sabun biasa saja asal cukup
lama (1menit) dalam ruangan petugas harus memakai jubah steril, sandal khusus:
didalam ruangan tidak boleh banyak bicara. Kalau perawat atau dokter menderita
penyakit saluran pernapasan bagian atas, ia tidak boleh masuk ruangan, kalaupun harus
masuk, mereka wajib menggunakan masker pelindung mulut dan hidung dengan double
tissi.
Air susu ibu yang dipompa sebelum diberikan kepada bayi harus dilakukan secara bersih,
setiap bayi harus mempunyai tempat sendiri untuk pakaian, termometer obat-obatan,
kasa, dan lain-lain. Inkubator harus selalu dibersihkan. Lantai ruangan setiap hari
dibersihkan benar-benar, dan setiap minggu dicuci dengan menggunkan antiseptikum.
2) Cara Khusus
Pemberian antibiotika hanya dibolehkan untuk tujuan dan indikasi yang jelas. Dalam
beberapa hal, misalnya ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam), air ketuban keruh,
infeksi umum pada ibu, partus lama dengan banyak tindakan intravaginal, resusitasi
yang berat, dan sebagiannya sering timbul keragu-raguan apakah akan diberi antibiotika
secara profilaktik. Di satu pihak penggunaan antibiotika yang banyak dan tidak terarah
dapat menyebabkan timbulnya strain kuman yang bertahan dan penumbuhan furqus
yang berlebihan, misalnya candida albicans.
Sebaliknya, pemberian antibiotika terlambat pada penyakit infeksi neonatus, sering
mengakibatkan kematian. Berdasarkan hal-hal diatas dapat dipakai kebijaksaan sebagai
berikut: Kalau kemampuan pengamatan klinik dan monitoring laboratorium cukup baik,
sebaiknya tidak perlu diberikan antibiotika sebagai pencegah, antibiotika baru diberikan
kalau terdapat tanda-tanda infeksi.
Kalau kemampuan tersebut tidak ada, maka dapat dipertanggungjawabkan untuk
memberi antibiotika sebagai pencegahan berupa ampisilin 100 mg/kg berat badan dan
kanamisin 15 mg/kg berat badan selama 3 hari sebagai pengganti kanamisin dapat dapat
dipakai gentamisin. Selain hal-hal yang telah diterangkan di atas, petugas yang
merupakan carrier kuman tertentu misalnya E.coli patogen, harus berhati-hati dalam
menjalankan tugas perawatan. Masih merupakan persoalan yang belum terpecahkan
apakah carrier ini harus dilarang bekerja ditempat perawatan bayi atau diobati dahulu.
Namun selama syarat aseptik dan antiseptik diperhatikan, kemungkinan bahwa petugas
tersebut menularkan penyakit berkurang.
3) Tindakan Pencegahan Infeksi Pada Bayi secara Umum
Cara mengurangi risiko infeksi pada bayi sesudah lahir, petugas kesehatan harus
melakukan tindakan sebagai berikut: (1) Gunakan sarung tangan dan celemek plastik
atau karet waktu memegang bayi baru lahir sampai dengan kulit bayi bersih dari darah,
mekonium dan cairan (2) Bersikan darah dan cairan tubuh bayi lainya dengan
menggunakan kapas yang direndem didalam air hangat kemudian keringkan (3)
Bersihkan pantat dan daerah sekitar anus bayi setiap selesai mengganti popok (4)
Gunakan sarung tangan waktu merawat tali pusar (5) Ajari ibu merawat payudara dan
bagaimana cara mengurangi trauma pada payudara dan puting agar tidak terjadi
mastitis.
4) Pencegahan Infeksi pada mata
Pencegahan infeksi dengan menggunakan salep Tetrasiklin 1%. Salep antibiotik tersebut
harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis ini tidak efektif
jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran. Berikan salep mata dalam 1 garis lurus
mulai dari bagian mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju luar mata. Pada
saat pemberian ujung salep mata tidak boleh menyentuh mata bayi dan jangan
menghapus salep mata dari mata bayi dan anjurkan keluarga untuk tidak menghapus
obat-obat tersebut. (JNPK-KR,2007)