penanggung jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...penanggung jawab kepala...

70

Upload: others

Post on 24-Nov-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini
Page 2: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Penanggung Jawab

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Banten

Dewan Redaksi

Resmayeti Purba

ST. Rukmini

Mayunar

Pepi Nur Susilawati

Redaksi Pelaksana

Asep Wahyu

Septi Kusumawati

Alamat Redaksi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jl. Ciptayasa KM. 01 Ciruas, Serang-Banten 42182

Telp. (0254) 281055, Fax. (0254) 282507

Email: [email protected]

Keragaan Produktivitas Padi Gogo di Kabupaten

Lebak

Yusarman ............................................................ 1

Pemanfaatan Bakteri Endofit dalam

Mengendalikan Penyakit hawar Daun Bakteri pada

Padi

Sri Kurniawati .................................................... 9

Keragaan Usaha Produktif Gapoktan Penerima

Program Pengembangan Usaha Agribisnis

Pedesaan (PUAP) di Provinsi Banten

Sri Lestari ........................................................... 18

Pemanfaatan Tanaman Refugia untuk

Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman Padi

Ulima Darmania Amanda .................................. 29

Respon Peserta Temu Lapang terhadap Teknologi

Budidaya Sapi di Kabupaten Tangerang

Rika Jayanti Malik ............................................. 46

Karakteristik dan Penilaian Pengunjung terhadap

Pelayanan Stand BPTP Banten Dalam Acara

Pameran Banten Expo

Dewi Widiyastuti dan Septi Kusumawati ........... 55

Dampak Keberadaan Perpustakaan Digital

terhadap Perkembangan Perpustakaan Khusus

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Sri Maryani ........................................................ 62

BULETIN IKATAN (INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN)

ISSN: 9772088-8929

VOLUME 7, NOMOR 1, TAHUN 2017

DAFTAR ISI

Buletin IKATAN (Informasi Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian) menerima

naskah hasil pengkajian dan diseminasi inovasi teknologi dari phak lain yang memenuhi kriteria

sebagaimana tercantum dalam pedoman bagi penulis di halaman sampul majalah ini.

Page 3: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 1

KERAGAAN PRODUKTIVITAS PADI GOGO DI KABUPATEN LEBAK

Yusarman

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

email : [email protected]

ABSTRAK

Kegiatan kajian produktivitas padi gogo dilaksanakan pada bulan Januari-April 2016 di

lahan petani di Desa Cirinten, Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak. Kajian menggunakan

acak kelompok dengan 6 perlakuan dan diulang 5 kali. Sebagai perlakuan adalah 5 varietas

padi gogo yaitu: Situbagendit, Towuti, Inpago 8, Inpago 5, dan Varietas Lokal sebagai

pembanding.

PENDAHULUAN

Pemerintah telah melakukan upaya pemenuhan kebutuhan beras nasional melalui

penerapan teknologi, perluasan areal tanam. Namun dalam pelaksanaan Program Peningkatan

Produksi Beras Nasional (P2BN) masih banyak tercurah pada lahan sawah irigasi, di lain

pihak laju pertambahan produktivitas lahan sawah semakin menurun akibat setiap tahun

terjadi konversi lahan. Dampak konversi lahan terus menerus mengakibatkan luas lahan

sawah semakin berkurang, maka alternatif yang dapat dipilih adalah pemanfaatan dan

pengembangan lahan kering secara optimal.

Lahan kering di Kabupaten Lebak dapat dimanfaatkan untuk budidaya padi gogo.

Pemanfaatan lahan kering oleh petani masih konvensional dengan penanaman padi gogo

menggunakan varietas lokal. Tingkat produksi padi gogo di petani rata-rata 1-2 ton/ha.

Sedangkan potensi produktivitas VUB padi gogo dapat mencapai 2-3 ton/ha (Anonimous,

2013). Beberapa varietas padi gogo yang sudah di lepas Badan Litbang adalah : Batu Tegi,

Towoti, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Inpago-4, Inpago-5, Inpago-6. Penyebaran dan

adopsi penggunaan varietas unggul baru padi gogo oleh petani terhambat, karena benih

unggul tidak tersedia secara tepat, yaitu tepat Varitas, mutu, jumlah, waktu dan harga (6

tepat).

Page 4: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 2

Oleh karena itu, dalam upaya diseminasi VUB padi gogo dilakukan kajian adaptif

varietas unggul baru di lahan petani. Kajian bertujuan untuk mengetahui keragaan

produktivitas VUB padi gogo di lahan kering pada Kabupaten Lebak.

METODOLOGI

Kegiatan kajian dilaksanakan di lahan petani di Desa Cirinten, Kecamatan Cirinten,

Kabupaten Lebak. Kajian menggunakan rancangan percobaan menggunakan Rancangan

Acak Kelompok dengan 6 perlakuan dan diulang 5 kali. Sebagai perlakuan adalah 5 varietas

padi gogo yaitu: Situbagendit, Towuti, Inpago 8, Inpago 5, sebagai pembanding varietas

lokal. Petakan pengkajian disesuaikan ukuran lahan petani seluas 1,5-2,0 ha. Penanaman

padi gogo dilakukan pada Januari 2016 dengan sitem tugal.

Benih yang digunakan merupakan benih bermutu yang terdiri atas : varietas

Situbagendit (kelas FS/label putih), Towuti (kelas FS/label putih), Inpago-5 (kelas FS/label

putih), Inpago-8 (kelas SS/label ungu) dan Batutegi (kelas SS/label ungu) dan lokal sebagai

pembanding. Budidaya padi gogo terdiri dari : a). penyiapan dan pengolahan tanah,

pemberian pupuk kandang 500-1000 kg/ha, b). penanaman benih padi gogo dilakukan

dengan cara dilarik pada permukaan lahan antara larikan dengan jarak tanam 20-30 cm, c).

pemupukan dilakukan dua kali, pupuk pertama diberikan pada umur 20-25 hari dan

pemupukan kedua dilakukan pada umur 35-40 hari; pupuk yang diberikan : 200 kg Urea/ha;

100 kg SP-36/ha dan 300 kg/NPK Phonska, d). Pengendalian hama dan penyakit

menggunakan pestisida kimia, e). pemeliharaan (pengendalian gulma pada umur 10-15 hari

setelah tanaman tumbuh atau menjelang pemupukan pertama, penyiangan kedua dilakukan

pada umur 30-45 hari atau menjelang pemupukan susulan, f). panen dan pasca panen

(dilakukan pada umur 110-130 hari dengan sistem babat bawah, kemudian digebot).

Parameter yang diamati adalah : perkembangan tinggi tanaman dan jumlah anakan pada

umur 30, 45 dan 60 HST serta komponen hasil pada saat panen yang meliputi : jumlah

anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah, dan persentase gabah isi. Data pengamatan

pertumbuhan tanaman dan komponen hasil dicatat dalam bentuk Form Isian. Selanjutnya

data ini ditabulasi dan dianalisa untuk bahan penyusunan laporan. Data dianalisis secara

statistik dan deskriptif.

Page 5: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Padi Gogo

Pada pertanaman padi gogo di Kabupaten Lebak terlihat pertumbuhan awal padi gogo

kurang optimal hal ini dicirikan dengan persentase tumbuh hanya 70-75%, sedangkan

persentase pertumbuhan padi gogo yang optimal harus lebih besar dari 90%. Persentase daya

tumbuh Inpago-8 berkisar 71-75%; Inpago-5 berkisar 70-72%; Batutegi berkisar 71-73%;

Towuti berkisar 70-71%. Walaupun benih yang digunakan dari BB Padi. Dampak dari daya

tumbuh padi gogo kurang optimal ini sehingga mempengaruhi hasil padi gogo yang dapat

dipanen.

Hasil pengamatan perkembangan tanaman padi gogo menunjukkan bahwa tinggi

tanaman pada umur 30, 45 dan 60 HST, dimana varietas lokal lebih tinggi dibanding varitas

lainnya, tetapi varietas Inpago-8 lebih tinggi dibanding varietas Towuti, Batutegi,

Situbagendit dan Inpago-5 (Tabel 1).

Tabel 1. Tinggi tanaman padi gogo pada berbagai umur.

Varietas Tinggi tanaman

30 HST 45 HST 60 HST

Inpago-5 27,38 48.80 70,45

Inpago-8 29,66 52,35 75,56

Situbagendit 26,45 48,80 61,60

Towuti 26,56 48,50 62,89

Batutegi 26,72 46,40 61,67

Varietas lokal 30,30 54,25 78,41

Hasil pengkajian padi gogo menunjukkan bahwa jumlah anakan pada umur 30, 45 dan

60 HST, terlihat varietas Inpago-8 memiliki jumlah anakan lebih tinggi dibanding varietas

Towuti, Batutegi, Situbagendit, Inpago-5 dan varietas lokal (Tabel 2).

Page 6: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 4

Tabel 2. Jumlah anakan padi gogo di Kabupaten Lebak

Varietas Jumlah anakan

30 HST 45 HST 60 HST

Inpago-5 27,38 48.80 70,45

Inpago-8 29,66 52,35 75,56

Situbagendit 26,45 48,80 61,60

Towuti 26,56 48,50 62,89

Batutegi 26,72 46,40 61,67

Varietas Lokal 22,32 38,42 50,42

Komponen Hasil Padi Gogo

Komponen hasil padi gogo di Kabupaten Lebak dilihat pada Tabel 3. Jumlah anakan

produktif per rumpun padi gogo terbanyak ditemukan pada varietas Inpago-8, yaitu 9,7

rumpum dan jumlah anakan produktif terendah pada varietas Batutegi, yaitu 5,2 rumpun.

Jumlah malai per rumpun padi gogo di Kabupaten Lebak tertinggi adalah varietas

Inpago-8 yaitu 10,4 malai dan terendah adalah varietas Batutegi,sebesar 6,1 malai.

Selanjutnya panjang malai padi gogo tertinggi di Kabupaten Lebak ditampilkan varietas

Inpago-8 mencapai 22,4 cm dan terpendek varietas lokal yaitu 18,3 cm. Berdasarkan data

komponen hasil menunjukkan bahwa varietas Inpago-8 diduga adaptif dikembangkan

karena menampilkan jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah malai per rumpun

lebih tinggi dibanding varietas Towuti, Batutegi, Situbagendit, Inpago-5 dan varietas lokal.

Tabel 3. Jumlah anakan produktif, panjang malai dan jumlah malai per rumpun padi gogo di

Kabupaten Lebak

Varietas Jumlah anakan

produktif/rumpun

Panjang malai

(cm)

Jumlah malai/

rumpun

Batutegi 5,2 18,9 6,1

Towuti 5,8 19,3 6,4

SituBagendit 6,0 19,4 6,3

Inpago- 5 7,3 21,2 7,2

Inpago-8 9,7 22,4 10,4

Varietas lokal 5,8 18,3 6,7

Komponen hasil padi gogo yang meliputi jumlah gabah bernas dan jumlah gabah

hampa per rumpun serta produktivitas padi gogo pada lokasi Kabupaten Lebak dapat dilihat

pada Tabel 4.

Pada lokasi di Lebak varietas Inpago-8 menampilkan jumlah gabah bernas/malai

terbanyak yaitu : 115,50 butir/malai dan jumlah gabah bernas/ malai terendah 94,55

butir/malai pada varietas Towuti. Selanjutnya jumlah gabah hampa terbanyak ditemukan

Page 7: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 5

pada varietas Lokal. Komponen hasil jumlah gabah bernas yang ditampilkan varietas

Inpago-8 di Kab. Lebak lebih sedikit dibanding hasil penelitian ditempat lain. Pirngadi et

al., (2007), melaporkan bahwa padi gogo yang ditanam sesuai musimnya yaitu pada bulan

Oktober mampu memberikan hasil jumlah gabah bernas per rumpun rata-rata 154 butir/

malai sedangkan padi gogo yang ditanam di luar musim hanya memperoleh jumlah gabah

bernas berkisar 60-120 butir/ malai. Diduga jumlah bernas padi gogo kurang optimal di

Kabupaten n Lebak terjadi karena budidaya padi gogo dilakukan tidak pada waktu musim

tanam padi gogo. Dampak jumlah gabah bernas yang kurang optimal ini menyebabkan

produktivitas padi gogo hanya 0,69-1,98 t/ha atau dibawah potensinya yaitu lebih dari 2,5

t/ha.

Tabel 4. Jumlah gabah bernas/malai, jumlah gabah hampa/malai, produksi (t/ha) padi gogo di

Kabupaten Lebak

Varietas

Jumlah gabah

bernas/malai

(butir)

Jumlah gabah

hampa/malai

(butir)

Produksi

(t/ha)

Batutegi 95,20 22,55 0,87a

Towuti 94,45 23,08 0,74a

SituBagendit 97,11 22,66 0,93a

Inpago- 5 102,40 22,33 1.10b

Inpago-8 115,50 17,49 1,98c

Varietas lokal 99,56 23,21 0,78a

Produktivitas padi gogo tertinggi di Kabupaten Lebak diperoleh varietas Inpago-8

yaitu 1,98 t/ha dan terendah pada varietas Towuti yaitu 0,74 t/ha. Kondisi ini

menggambarkan bahwa varietas Situbagendit cocok dikembangkan di Pandeglang dan di

Lebak varietas Inpago-8. Produktivitas padi gogo varitas Inpago-8 dan Situbagendit berkisar

1,59-1,98 t/ha lebih rendah dari produktivitas padi gogo di lokasi lain. Hasil pengkajian

varietas Situbagendit, Batutegi dan Towuti di Kabupaten Garut diperoleh produktivitas

berturut-turut 2,3; 2,1 dan 2,0 t/ha (Nurbaeti et al., 2006). Hasil pengkajian di Lampung

diperoleh produktivitas Situbagendit sebesar 2,01 t/ha (Barus, 2006). Selanjutnya hasil

penelitian di Kuningan-Jawa Barat diperoleh produktivitas padi gogo Situbagendit sebesar

2,18 t/ha,dan Batutegi 2,12 t/ha (Pirgandi et al., 2007). Dari penelitian Toha dan Darajat

(2006) menunjukkan bahwa varietas Batutegi dan Situbagendit mempunyai potensi hasil > 2

t/ha. Pada pengkajian di Kab.Lebak, padi gogo ditanam diluar musim yaitu bulan

Januari/Februari diperoleh produktivitas 1,5-1,99 t/ha. Hasil pengkajian di wilayah Jawa

Barat menggunakan varietas Situbagendit dan ditanam sesuai jadwal musim produktifitas

Page 8: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 6

mencapai 2,1 t/ha, Batu Tegi 2,2 t/ha dan Towuti 2,8 t/ha, sedangkan padi lokal hanya

mampu 1,0 t/ha (Sujitno et al., 2011).

Rendahnya hasil yang diperoleh pada pengkajian di Kab. Lebak hal ini diduga karena

padi gogo dapat ditanam diluar musim, dengan curah hujan yang cukup tinggi sehingga

suhu menjadi rendah. Rendahnya suhu menjadi problem pada padi gogo karena suhu optimal

berkisar 24-26oC (Toha, 2007a). Pada dasarnya keberhasilan dalam budidaya padi gogo

sangat dipengaruhi oleh faktor iklim terutama curah hujan. Padi gogo memerlukan air

sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air tersebut. Penanaman padi gogo dengan curah

hujan tinggi produksinya akan menurun karena penyerbukan kurang intensif karena

memerlukan penyinaran matahari penuh. Kondisi ini menyebabkan produktivitas padi gogo

kurang optimal. Namun berdsarkan komponen hasil (panjang malai, jumlah anakan

produktif), padi gogo Inpago-8 adaptif berkembang di Kab. Lebak.

Selain faktor iklim, produksi padi gogo juga dipengaruhi oleh tingkat serangan hama.

Hama tanaman padi gogo yang menyerang di lokasi pengkajian adalah lalat buah (larvanya

menyerang anakan muda, anakan yang sedang tumbuh); dan walang sangit yang menyerang

buah padi yang masak susu dengan cara mengisap cairan didalamnya dan menyebabkan buah

hampa atau berkualitas rendah seperti berkerut, berwarna coklat, pada daun terdapat bercak

bekas isapan dan buah padi berbintik-bintik hitam. Selain diserang hama walang sangit, padi

gogo juga diserang penyakit blas yang disebabkan oleh jamur. Menurut Toha (2007) penyakit

blas merupakan masalah utama padi gogo karena mampu merusak tanaman padi pada fase

pertumbuhan dan fase generatif sehingga dapat menurunkan hasil 9,6-39,0%. Akibat

serangan penyakit ini, hasil panen padi gogo varitas Inpago-5, Inpago-8, Situbagendit,

Batutegi dan Towuti di Kabupaten Lebak lebih rendah 35% dibandingkan potensi hasilnya.

Tingkat serangan hama dan penyakit padi gogo juga disebabkan disekitar tanaman

padi gogo baru dilakukan panen padi sawah sehingga hama pada tanaman padi sawah

berpindah dan menyerang tanaman padi gogo yang berada pada fase generatif (pengisian

bulir padi). Pengendalian telah dilakukan menggunakan pestisida Dharmabas Kilptop

namun kurang efektif dan serangan walang tidak terkendali. Sedangkan penyakit blas

dikendalikan dengan penyemprotan fungsida berbahan aktif fenobukanazol namun

serangannya tidak dapat dikendalikan.

Page 9: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 7

KESIMPULAN

Padi gogo yang adaptif di Desa Cirinten, Kecamatan Cirinten Kabupaten Lebak adalah

varietas Inpago- 8 dengan produktivitas 1,98 t/ha. Penanaman padi gogo sebaiknya

dilakukan pada musim tanam, yaitu bulan Oktober.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2013 Balai Penkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. Pengelolaan

Tanaman dan Sumberdaya terpadu (PTT) padi Gogo. Leaflet.

Barus, J. 2009. Peningkatan hasil varietas unggul padi gogo dengan teknologi PTT. Prosiding

Seminar Nasional Padi 2009 : 925-732.

Kuntyastuti, H., dan Sunaryo, L. 2002. Efesiensi Pemupukan dan Pengairan pada

Kedelai di Tanah Vertisol Kahat K. Prosiding Seminar Pengelolaan Sumber

Daya Lahan dan Hayati pada Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian.

PPTP. Malang.485p.

Pirngadi, K., H.M. Toha dan B. Nuryanto, 2007. Pengaruh Pemupukan N terhadap

pertumbuhan dan hasil padi gogo dataran sedang. Prosiding: Apresiasi Hasil Penelitian

Padi 2007 :325-338.

Ruswandi, A.,B. Susanto, Yayat. 2009. Potensi peningkatan produksi padi mellalui

pengembangan padi gogo di Jawa Barat selatan: Studi Kasus di Lokasi primatani

Kabupaten Garut. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 12 (2):99-

107

Sujitno, E, T.Fahmi dan S.Teddy.2011. Kajian adaptasi beberapa varietas unggul padi gogo

pada lahan kering dataran rendah di Kabupaten Garut. J. Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian, 14 (1):62-69

Sujitno E. T. Fahmi dan S. Teddy. 2011. Kajian Adaptasi Beberapa Varietas Unggul Padi

Gogo pada lahan kering dataran rendah di Kabupaten Garut. Jurnal Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian Vol.14 (1):62-69.

Toha, H.M. 2007. Peningkatan produktivitas padi gogo melalui penerapan pengelolaan

tanaman terpadu dengan introduksi varietas unggul. Jurnal Penelitian Pertanian

Tanaman Pangan 26 (3):180-187.

Toha, H.M. 2007a. Pengembangan padi gogo menunjang program P2BN. Apresiasi Hasil

Penelitian Padi 2007, 295-323.

Page 10: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 8

Wahyuni, S., Toha dan U.S. Nugraha. 2007. Hasil dan Mutu Benih Padi Gogo pada

Lingkungan Tumbuh Berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Pangan 25 (1):30-37.

Wahyuni, S., Toha dan U.S. Nugraha. 2007. Hasil dan Mutu Benih Padi Gogo pada

Lingkungan Tumbuh Berbeda. Jurnal Penelitian Pertanian Pangan 25 (1):30-37.

Wahyuni, S., 2010. Hasil Padi Gogo dari Sumber Benih yang Berbeda. Jurnal Penelitian

Pertanian Tanaman Pangan 27 (3):135-147.

Page 11: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 9

PEMANFAATAN BAKTERI ENDOFIT DALAM MENGENDALIKAN

PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI PADA PADI

Sri Kurniawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

email : [email protected], [email protected]

Abstrak

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv

oryzae (Xoo) merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi yang dapat

menyebabkan kehilangan hasil sebesar 10-95%. Salah satu komponen pengendalian penyakit

ini adalah penggunaan agens hayati diantaranya adalah kelompok bakteri endofit. Bakteri

Endofit yang telah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi sebagai agens hayati diantaranya

adalah Pantoea, Enterobacter, Methylobacterium, Agrobacterium, Bacillus dan

Streptomyces. Keefektifan bakteri endofit dalam menekan HDB dapat mencapai hingga 70%.

Adapun mekanisme bakteri endofit dalam mengendalikan penyakit melalui kompetisi,

antibiosis, memacu pertumbuhan tanaman dan menginduksi ketahanan tanaman. Peluang

pemanfaatan bakteri endofit dapat berupa kultur bakteri maupun hasil metabolitnya.

Kata Kunci: agens hayati, kresek, metabolit, Xoo

Pendahuluan

Penyakit hawar daun bakteri (HDB) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv

oryzae (Xoo). Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Jepang tahun 1884, kemudian

menyebar secara luas di Asia seperi di Srilangka, Filipina, dan Pakistan (Yamasaki et al.

2006), termasuk di Indonesia Goto (1998). Penyakit ini merupakan salah satu penyakit

penting di Indonesia yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 10-95% (Triny et al.,

2009). Pada tahun 2011 luas serangan HDB di Indonesia mengalami peningkatan sebesar

26.2% dari rerata luas serangan tahun 2006-2010 (Ditlin Perlintan, 2013).

HDB merupakan penyakit vaskular yang menginfeksi tanaman secara sistemik.

Terdapat 2 jenis gejala yang ditunjukkan oleh penyakit ini yaitu kresek dan hawar daun.

Page 12: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 10

Kresek merupakan gejala yang lebih destruktif dibandingkan dengan hawar daun. Pada

awalnya, daun menjadi kuning pucat dan layu, kemudian mengering dan mati. Gejala ini

muncul pada fase pembibitan dan pembentukan anakan. Adapun gejala hawar daun dapat

terjadi pada semua fase pertumbuhan tanaman terutama fase anakan maksimum sampai

pemasakan. Hawar dimulai dari tepian helaian daun dan terus memanjang sampai ke pelepah.

Hawar berwarna keabuan seperti terkena air panas (lodoh/water-soaked) dan berubah

menjadi keputih-putihan (Nino-Liu et al. 2006), selanjutnya daun menjadi kering seperti

jerami.

Infeksi dimulai dengan masuknya bakteri Xoo melalui hidatoda pada ujung dan tepi

daun. Selanjutnya bakteri tersebut memperbanyak diri di dalam jaringan epidermis kemudian

masuk ke pembuluh pengangkut, lalu menyebar ke jaringan lainnya. Selain melalui hidatoda,

bakteri dapat masuk melalui luka pada akar saat bibit dicabut dari persemaian atau pada daun

yang digunting saat pindah tanam (Suparyono et al. 2004).

Penyebaran penyakit terjadi melalui kontak fisik antara daun yang terinfeksi dengan

daun yang sehat dan melalui aliran irigasi dari satu lahan ke lahan lainnya. Lingkungan yang

lembab dan jarak tanam yang terlalu rapat dapat meningkatkan penyebaran penyakit

(Khaeruni 2001). Selain itu, penyebaran bakteri dapat terjadi melalui benih. Xoo dapat

terbawa benih dan bertahan dalam waktu yang cukup lama di dalam endosperma benih

selama 2-6 bulan (Agarwal dan Sinclair 1987). Bakteri dapat bertahan di tanah selama 1-3

bulan (Ou 1985), gulma (Cyperus rotundus, Leersia oryzoides, Zizania latifolia), padi liar

(Oryza sativa f. spontanea, O. perennis), air irigasi dan air sawah (Nino-Liu et al. 2006).

Upaya pengendalian terhadap penyakit HDB ini perlu dilakukan untuk meminimalisir

kerugian. Adapun komponen pengendalian tersebut meliputi penggunaan varietas tahan,

perlakuan benih, pengaturan jarak tanam, penggunaan pupuk berimbang, pergiliran varietas,

sanitasi, eradikasi, penggunaan bakterisida dan aplikasi agens hayati.

Sejauh ini pengendalian yang dirasakan efektif, mudah dan murah untuk dilakukan

adalah penggunaan varietas tahan. Varietas unggul baru (VUB) tahan HDB diantaranya

adalah Conde, Angke, Inpari 1, Inpari 6 JETE, Inpari 17, Inpari 25, Inpari 31, Inpari 32 dan

Inpari 33. Akan tetapi, ketersediaan benih tersebut terbatas di pasaran dan ini menjadi

kendala tersendiri bagi upaya pengendalian menggunakan varietas tahan.

Perlakuan pada benih padi dapat dilakukan untuk mengurangi intensitas serangan awal

di lapangan. Hal ini perlu dilakukan terutama pada benih yang berasal dari daerah endemis

HDB karena Xoo merupakan patogen terbawa benih. Perlakuan benih yang telah dilaporkan

Page 13: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 11

adalah dengan cara coating benih dan pencelupan bibit ke dalam antibiotik sebelum pindah

tanam (Durgapal, 1983).

Pemupukan berimbang menjadi salah satu faktor penting dalam pengendalian. Hal ini

dikarenakan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit HDB. Penggunaan pupuk N

berlebihan mengakibatkan tanaman lebih rentan terhadap Xoo karena jaringan tanaman

menjadi lebih lunak. Selain itu, pemupukan N yang berlebihan memicu tanaman

memproduksi asam aspartat dan asam fusarat yang lebih banyak dan kedua senyawa ini

merupakan nutrisi yang baik bagi perkembangan Xoo. Selanjutnya, pergiliran varietas,

sanitasi lahan terhadap gulma yang menjadi inang alternatif dari Xoo dan eradikasi terhadap

tanaman sakit akan memutus siklus hidup Xoo serta mengurangi sumber inokulum di

lapangan.

Pengendalian lainnya yang biasa dilakukan adalah dengan bakterisida seperti nickel

dimethyl dithiocarbamate, dithianone, dan phenazine (Gnanamanickam et al., 1994).

Bakterisida terutama yang memiliki kandungan tembaga dan antibiotika seperti streptomycin

memiliki keefektifan yang tinggi dalam mengendalikan Xoo. Namun demikian pengendalian

dengan penggunaan bakterisida sintetik ini memiliki banyak kelemahan diantaranya adalah

memicu terjadinya resistensi patogen, matinya organisme bukan sasaran, pencemaran

lingkungan dan adanya residu pada produk yang dikonsumsi.

Alternatif pengendalian lain yang saat ini banyak dikembangkan adalah penggunaan

agens hayati. Hal ini menjadi trend pengendalian yang ramah lingkungan untuk

menghasilkan produk yang lebih sehat dikonsumsi karena dapat mengurangi penggunaan

pestisida sintetis. Penggunaan agens hayati ini memiliki prospek yang baik karena efektif,

kompatibel atau sinergi dengan teknik pengendalian lainnya. Salah satu dari agens hayati

tersebut adalah dari kelompok bakteri endofit.

Potensi Agens Hayati Bakteri Endofit dalam Mengendalikan Penyakit HDB

Pemanfaatan agens hayati dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman telah

menjadi salah satu pilihan komponen pengendalian yang dapat disinergikan dengan

komponen pengendalian lainnya. Hal ini seiring dengan meningkatnya isue eco labeling dan

kesadaran masyarakat terhadap produk pertanian yang sehat. Kecenderungan konsumen saat

ini menuntut kualitas komoditas yang memenuhi standar kesehatan dengan mensyaratkan

semua produk konsumsi memenuhi persyaratan Batas Maximum Residu (BMR) pestisida.

Page 14: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 12

Pengertian dan landasan hukum penggunaan agens hayati

Penggunaan ages hayati dalam pengendalian penyakit selaras dengan UU No. 12

Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman dan PP No.6 Tahun 1995 tentang Perlindungan

Tanaman. Pemanfaatan mikroorganisme antagonis dan musuh alami dalam konsep budidaya

tanaman sehat merupakan bentuk aplikasi prinsip PHT tidak menimbulkan kerugian ekonomi

dan ekologi. Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 411 tahun 1995,

pengertian agens hayati adalah setiap organisme yang meliputi spesies, subspesies, protozoa,

cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma serta organisme lainnya dalam semua tahap

perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan

penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian dan

berbagai keperluan lainnya (Supriadi, 2006).

Pengendalian hayati memiliki beberapa keunggulan yaitu: 1) selektivitas tinggi dan

tidak menimbulkan hama/patogen baru, 2) organisme yang digunakan telah tersedia di alam,

3) Organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan inangnya, 4) dapat

memerbanyak diri dan menyebar, 5) hama/patogen tidak menjadi resisten atau kalau terjadi

sangat lambat, dan 6) pengendalian berjalan dengan sendirinya (Van Emden dalam Laba dan

Arifin K., 1998).

Teknik pengendalian dengan menggunakan ages hayati/musuh alami dapat dilakukan

dengan cara :

1. Introduksi yaitu usaha mendatangkan/mengimpor musuh-musuh alami dari luar

negeri/daerah lain untuk dilepaspan di daerah baru. Introduksi dapat ditempuh apabila

hama/patogen yang menyerang suatu tanaman pada umumnya menimbulkan eksplosi dan

diketahui hama/patogen tersebut bukan hama/patogen asli daerah tersebut.

2. Augmentasi yaitu usaha mempertinggi daya guna musuh alami yang telah ada, misalnya

dengan melakukan pembiakan masal dan menyebarkannya kembali ke alam pada

daerah-daerah yang populasinya masih rendah. Augmentasi dapat dilakukan dengan cara

inokulasi dan inundasi. Inokulasi yaitu pelepasan musuh alami dalam jumlah relatif

sedikit misalkan satu kali dalam satu musim atau tahun dengan tujuan agar musuh alami

tersebut dapat mengadakan kolonisasi dan menyebar luas secara alami. Sedangkan

Inundasi yaitu pelepasan musuh alami dalam jumlah besar pada waktu tertentu untuk

membantu musuh alami yang kurang efektif.

3. Konservasi atau pelestarian musuh alami yaitu upaya mencegah berkurangnya populasi

dan potensi musuh alami yang telah ada dengan cara memelihara kondisi ekologis yang

masih baik dengan tidak menggunakan pestisida atau pengendalian lain yang dapat

Page 15: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 13

mengganggu efektivitas musuh alami tersebut. (Untung, 1996; Laba dan Arifin, 1998;

BPTPH Jatim, 2000).

Bakteri endofit sebagai agens hayati

Di alam keberadaan patogen dan agens hayati (musuh alami) selalu berdampingan

meskipun demikian salah satu dari populasi ada yang mendominasi dan ada yang

terkalahkan. Fenomena yang terjadi pada tanaman sehat di antara tanaman sakit menunjukkan

adanya sesuatu yang membuat tanaman bertahan terhadap serangan patogen diantaranya

adalah adanya peran dari mikrob seperti bakteri endofit.

Bakteri endofit adalah bakteri yang hidup dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan

gejala penyakit dan dapat diisolasi dari jaringan tanaman yang sudah disterilisasi

permukaannya (Hallman et al., 1997). Sebagian besar mikroorganisme endofit hidup

bersimbiosis mutualisme dengan tumbuhan inangnya, namun interaksi keduanya berbasis

molekuler belum dapat dipahami (Hurek et al., 2011). Beberapa kelompok bakteri endofit

yang secara umum ditemukan pada berbagai tumbuhan yang dibudidayakan adalah Pantoea,

Enterobacter, Methylobacterium, Agrobacterium, dan Bacillus (Susilowati et al., 2010).

Kontribusi bakteri endofit pada pertumbuhan tanaman inang adalah dengan

memproduksi zat pengatur tumbuh tanaman, meningkatkan resistensi tanaman inang

terhadap patogen dan parasit, membantu fiksasi nitrogen, dan menghasilkan antibiotik

(Bhore et al., 2010). Selanjutnya menurut Hurek et al. (2011), endofitik selain dapat

menginduksi ketahanan tanaman, menghasilkan sekresi zat yang bersifat antagonis terhadap

patogen juga dapat berkompetisi untuk memperoleh situs kolonisasi dan pengambilan nutrisi.

Penelitian-penelitian tentang pengembangan bakteri endofit sebagai agens biokontrol

terhadap penyakit HDB pada padi telah banyak dilaporkan. Pada umumnya, bakteri endofit

yang berhasil diisolasi dan berpotensi untuk mengendalikan HDB berasal dari kelompok

bakteri Aktinomiset yaitu dari genus Streptomyces. Sebagaimana pada penelitian yang

dilakukan oleh Giyanto dan Rustam (2012) menunjukkan terdapat bakteri endofit pada

tanaman padi yaitu Streptomyces sp. Efektif mengendalikan penyakit HDB hingga 70%.

Selanjutnya Hastuti (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa aplikasi bakteri endofit

Actinomycet PS4-6 di lapangan pada musim kemarau dapat meningkatkan produksi padi

sebesar 17% dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan hasil penelitian di rumah kaca

menunjukkan inokulasi Actinomycet AB131-1 pada padi varietas IR64 memberikan hasil

produksi lebih tinggi sebesar 21.8% dan dapat menekan perkembangan penyakit HDB lebih

Page 16: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 14

baik dibandingkan dengan isolat PS4-16. Hasil sekuensing 16S rDNA menunjukkan semua

isolat tersebut termasuk dalam genus Streptomyces.

Peluang Pengembangan Bakteri Endofit sebagai Agens Hayati

Penggunaan agens hayati dalam pengendalian penyakit memiliki beberapa keunggulan

diantaranya adalah :a) bersifat permanen, dimana agens hayati mapan dalam ekosistem

sehingga populasi patogen dijaga dalam keadaan seimbang; b) bersifat aman, dalam hal ini

tidak memiliki efek samping yang merugikan terhadap lingkungan; dan c) bersifat ekonomis

karena hanya menjaga eksistensi agens terjaga dalam ekosistem (Untung, 1996). Demikian

halnya, endofit sebagai agens hayati secara spesifik berada dalam jaringan tanaman sehingga

tidak terpapar oleh deraan fisik maupun faktor biotis lainnya. Oleh karenanya, keberadaan

bakteri endofit ini akan terus berlanjut sepanjang tanaman inangnya hidup. Berdasarkan hal

tersebut, endofit memiliki peluang besar untuk dikembangkan dimasa mendatang dalam

teknologi pengendalian penyakit yang ramah lingkungan.

Bakteri endofit memiliki prospek yang baik sebagai sumber metabolit sekunder baru

seperti enzim-enzim perombak, zat pengatur tumbuh tanaman, dan antibiotik yang

bermanfaat di bidang bioteknologi, pertanian, maupun farmasi. Hal tersebut tentunya dapat

mengurangi penggunaan pestisida yang membutuhkan biaya yang besar dan berakibat buruk

terhadap lingkungan.

Aplikasi endofit dalam mengendalikan penyakit diantaranya adalah dengan perlakuan

pada benih. Benih direndam dengan suspensi bakteri endofit selama 24 jam selanjutnya

diperam dan disemai. Bakteri endofit akan masuk ke jaringan tanaman melalui jaringan yang

terbuka saat benih berkecambah. Selanjutnya perlakuan pencelupan akar pada suspensi

bakteri endofit dilakukan sesaat sebelum pindah tanam. Saat pencabutan bibit terdapat luka

pada akar dan melalui luka tersebut bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman dan

mengkolonisasi lebih awal untuk memicu ketahanan tanaman sebelum infeksi Xoo dari lahan

saat pindah tanam. Selain itu dapat dilakukan penyemprotan pada tanaman. Bakteri akan

masuk melalui lubang-lubang alami tanaman yaitu melalui stomata dan hidatoda.

Tantangan kedepan dalam pengembangan bakteri endofit sebagai agens hayati ini

adalah usaha untuk eksplorasi bakteri endofit maupun metabolit sekunder yang dihasilkannya

memiliki aktivitas tinggi terhadap mikroba patogen, toksisitas rendah terhadap hewan,

manusia maupun tumbuhan, berspektrum luas, memiliki stabilitas baik, mudah dalam

produksi dan aplikasinya, kompatibel dengan pengendalian yang lain dan murah dalam biaya

Page 17: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 15

produksinya.Selain itu adalah perlu dikembangkan formulasi yang tepat agar aplikasi di

lapangan lebih mudah.

Kedepan, diharapkan terdapat teknologi penggunaan bakteri endofit maupun produk

metabolit atau genetiknya dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hama dan penyakit secara

luas. Penerapan teknologi ini tidak terlepas dari kajian sosial yang merupakan komponen

penting dalam keberhasilan penerapan suatu teknologi. Saat ini penggunaan pestisida

kimiawi masih menjadi andalan utama. Sebagian besar petani tidak luput dalam

penggunaannya untuk mengendalikan hama dan penyakit. Karenanya tantangan terbesar

dalam perakitan teknologi pengendalian menggunakan bakteri endofit atau agens hayati

lainnya adalah dapat menyamai atau bahkan melebihi penggunaan pestisida kimiawi dalam

hal keefektifan, efisiensi dan kemudahan dalam aplikasinya.

Pemanfaatan agens hayati ini perlu didukung dengan komponen pengendalian lain yang

sinergi. Dalam hal ini pemahaman masyarakat petani terhadap konsep pengendalian hama

terpadu (PHT) perlu ditingkatkan. Prinsip PHT seperti pengamatan/monitoring di lapangan

merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengendalian hama dan penyakit. Hal ini

dikarenakan banyak pertanaman dapat terselamatkan dari serangan suatu hama dan penyakit

ketika terdeteksi awal dan dilanjutkan dengan pengendalian yang sesuai dengan

kebutuhannya. Prinsip lainnya adalah budidaya tanaman sehat yang menjadi dasar

keberhasilan dalam usaha tani, diamana tanaman yang sehat terawat lebih tahan terhadap

suatu hama dan penyakit.

PENUTUP

Pemanfaatan bakteri endofit sebagai agens pengendali hayati pada penyakit HDB

memiliki keunggulan yaitu bersifat aman, ekonomis dan mudah dalam hal aplikasinya.

Namun demikian, keberhasilan dalam penerapan teknologi tersebut, membutuhkan

dukungan dari semua pihak. Mulai dari Lembaga Penelitian, Lembaga Pendidikan, Lembaga

Teknis dan pihak terkait lainnya. Prospek pemanfaatan agens hayati dapat ditingkatkan

peranannya dengan pengawalan teknologi aplikasi yang tepat oleh petugas pertanian sehingga

efektifitas penggunaan agens hayati ini dapat dirasakan dengan baik oleh petani.

Page 18: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 16

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal VK, Sinclair JB. 1987. Principles of Seed Pathology. Florida (US): CRC Press, Inc.

[BPTPH] Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura VI Jawa Timur. 2000.

Pengembangan Agen Hayati di Jawa Timur. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Daerah

Propinsi Jawa Timur. 31 hal.

Bhore S, Nithya R, Loh CY. 2010. Screening of Endophytic Bacteria Isolated from leaves of

Sambung Nyawa [Gynura procumbens (Lour.) Merr] for Cytokinin-like Campound.

Bioinformation.5(5):191-197.

[Ditlin Perlintan] Direktorat Perlindungan Tanaman. 2013. Laporan Tahunan Direktorat

Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2012. Direktorat Perlindungan Tanaman

Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian. Jakarta.(ID)

Durgapal, J.C. (1983) Management of bacterial blight of rice by nursery treatment -

preliminary evaluation. Indian Phytopathology 36, 146-149.

Giyanto dan Rustam. 2012. Perakitan teknik pengendalian penyakit tanaman padi ramah

lingkungan berbasis bakteri agens hayati dan metabolis sekundernya. Laporan Proyek

Penelitian DP2M DIKTI, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Gnanamanickam SS, Priyadarisini VB, Narayanan NN, Vasudevan P, Kavitha S. 1994. An

overview of bacterial blight disease of rice and strategies for its management. Review

article. Current science 77(11):1435-1443.

Goto M. 1998. Kresek and pale yellow leaf systemic symptoms of bacterial leafblight of rice

caused by Xanthomonas oryzae. PI Dis Rep 48:858-861.

Hallmann J, Quadt-Hallmannn A, Mahaffee WF, Kloepper JW. 1997. Bacterial endophytes in

agricultural crops. Can J Microbiol 43:895-914.

Hastuti, RD. 2013. Potensi Aktinomiset Endofit dalam Mengendalikan Penyakit Hawar Daun

Bakteri pada Tanaman Padi (Oryza sativa). Article. IPB-Bogor. Diunduh pada

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/61273 tanggal 20 Juni 2013.

Hurek BR, Hurek T. 2011. Living inside Plants: bacterial Endophytes. Current Opinion in

Plant Pathology.14(4):435-443.

Khaeruni AR. 2001. Masalah penyakit HDB pada padi dan pemecahannya. Journal

Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 25:108-109.

Laba, I.W dan Arifin K. 1998. Pelestarian Parasitoid dan Predator dalam Pengendalian Hama

Tanaman. Jurnal Litbang Pertanian. XVII(4): 122 – 129.

Page 19: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 17

Nino-Liu DO, Ronald PC, Bogdanove AJ. 2006. Xanthomonas oryzae pathovar: model

pathogens of a model crop. Mol Plant Pathol 7(5):303-324.

Ou SH. 1985. Rice diseases 2nd

Ed. Commonwealth Mycological Institute.380 pp.

Suparyono dan Sudir. 1992. Perkembangan penyakit bakteri hawar daun pada stadia tumbuh

yang berbeda dan pengaruhnya terhadap hasil padi. Media Penelitian Sukamandi No.

12: 6-9

Suparyono, Sudir, Suprihanto. 2004. Pathotype profile of Xanthomonas oryzae pv. oryzae

isolates from the rice ecosystem in Java. Indonesian Journal of Agricultural Science 5

(2): 63-69.

Supriadi. 2006. Analisis Resiko Agens Hayati untuk Pengendalian Patogen pada Tanaman.

Jurnal Litbang Pertanian. 25(3): 75 – 80.

Susilowati DN, Hidayatun N, Tasliah, Muiya K. 2010. Keragaman Bakteri Endofitik

Diisolasi dari empat Varietas Padi dengan Metode ARDRA. Berita Biologi.10(2):241-

248.

Triny SK, Suryadi Y, Sudir, Machmud M. 2009. Penyakit bakteri padi dan cara

pengendaliannya. Di dalam: Daradjat AA, Setyono, Makarim AK, Hasanuddin A,

editor. Padi Inovasi Teknologi Produksi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 499-530.

Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu..Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta. 268 hal.

Yamasaki RAD, Murata N, Suwa T. 2006. Studies on the culture of Xanthomonasoryzae. J

Bacteriol 42:946-949.

Page 20: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 18

KERAGAAN USAHA PRODUKTIF GAPOKTAN PENERIMA PROGRAM

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)

DI PROVINSI BANTEN

Sri Lestari

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

email : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang keragaan usaha produktif

gapoktan penerima dana BLM PUAP. Pengkajian dilaksanakan di Provinsi Banten pada

bulan November – Desember 2016 terhadap Gapoktan penerima dana BLM PUAP tahun

2008-2015. Untuk memberikan gambaran gapoktan penerima PUAP, dikumpulkan data

primer yang berasal dari Penyelia Mitra Tani (PMT) dan sekunder yang berasal dari laporan

PUAP serta penelulusuran data statistik dari Badan Pusat Statistik. Data ditabulasi dan

dibahas secara deskriptif. Sejak tahun 2008-2015 provinsi Banten telah menerima dana

PUAP sebesar Rp 130,9 milyar untuk 1309 gapoktan di 1309 desa/kelurahan atau sebesar

84.4% dari total jumlah desa/kelurahan se-provinsi Banten. Jumlah LKM-A di provinsi

Banten yaitu sebanyak 158 (seratus lima puluh delapan) LKM-A atau sebesar 12.07% dari

total gapoktan penerima PUAP di provinsi Banten. Persentase rata-rata usaha produktif

kegiatan agribisnis PUAP sesuai dengan Rencana Usaha Bersama (RUB) di Provinsi Banten

yaitu untuk tanaman pangan sebesar 37.4%, perkebunan 3.5%, hortikultura 17.7%,

peternakan 7.6% serta off farm sebesar 38%. Usaha tanaman pangan didominasi oleh

komoditas padi. Usaha perkebunan didominasi oleh komoditas cengkeh, coklat, kopi, lada,

melinjo, manggis, pepaya dan pisang. Usaha hortikultura di Kota Tangerang didominasi oleh

tanaman budidaya tanaman hias anggrek Golden Shower, dendrobium serta bromelia. Usaha

peternakan yang memanfaatkan dana PUAP didominasi oleh jenis ternak domba. Usaha off

farm didominasi oleh usaha industri rumah tangga (pengolahan emping melinjo), bakulan,

kios pupuk dan usaha penggilingan padi.

Kata kunci : Keragaan, usaha produktif, PUAP

Page 21: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 19

PENDAHULUAN

Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan kekurangan modal,

khususnya bagi masyarakat petani di perdesaan adalah melalui program PUAP

(Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) yang dumulai sejak tahun 2008 (Litbang,

2015). Salah satu kegiatan pokok PUAP tahun 2008 adalah penyaluran dana Bantuan

Langsung Masyarakat (BLM) kepada Gapoktan berupa penguatan permodalan yang

digunakan untuk ; (1) budidaya tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, dan

(2) usaha non budidaya meliputi usaha industri rumah tangga pertanian, pemasaran skala

kecil/bakulan, dan usaha lain berbasis pertanian (Tan et al, 2010).

Sesuai arahan dari Tim PUAP pusat bahwa alokasi dana BLM PUAP yang dituangkan

dalam bentuk Rencana Usaha Bersama (RUB) sebaiknya didominasi oleh kegiatan produktif

berbasis off farm (non budidaya). Hal ini bertujuan agar dapat meminimalisir tingkat

kemacetan pengembalian dana PUAP tersebut. Usaha produktif berbasis on farm (budidaya)

sangat dipengaruhi oleh faktor alam seperti cuaca, ketersediaan air, hama dan penyakit.

Sehingga faktor-faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil panen yang pada akhirnya

mempengaruhi pengembalian dana pinjaman dari BLM PUAP.

Kajian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang keragaan usaha Gapoktan

penerima PUAP di Provinsi Banten.

METODOLOGI

Pengkajian dilaksanakan di Provinsi Banten pada bulan November – Desember 2016

terhadap Gapoktan penerima dana BLM PUAP tahun 2008-2015. Untuk memberikan

gambaran gapoktan penerima PUAP, dikumpulkan data primer yang berasal dari Penyelia

Mitra Tani (PMT) dan sekunder yang berasal dari laporan PUAP serta penelusuran data

statistik dari Badan Pusat Statistik. Data ditabulasi dan dibahas secara deskriptif dengan

menggunakan data yang berasal dari laporan PMT mengenai profil beberapa gapoktan PUAP

yang memiliki success story dalam hal pemanfaatan dana BLM PUAP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Gapoktan Penerima PUAP Tahun 2008-2015

Program pencairan dana BLM PUAP di Provinsi Banten dilaksanakan pada tahun 2008

sampai dengan tahun 2015. Sejak tahun 2016, pencairan dana BLM PUAP sudah berakhir

dikarenakan hampir sebagian besar desa yang ada di Provinsi Banten telah mendapatkan dana

tersebut. Sebaran gapoktan penerima dana BLM PUAP tertera pada Tabel 1. Menurut BPS

Page 22: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 20

(2016), jumlah desa dan kelurahan yang ada di Provinsi Banten pada tahun 2015 sebanyak

1551. Yang artinya, sebesar 84,4% dari total desa/kelurahan yang ada telah menerima dana

BLM PUAP. Adapun desa/kelurahan yang belum mendapatkan dana tersebut dikarenakan

oleh keterlambatan pengusulan dari Tim Teknis PUAP tingkat kabupaten kepada Tim PUAP

tingkat pusat. Selain itu, suatu desa/kelurahan tidak menerima dana BLM PUAP dapat

disebabkan oleh desa yang bersangkutan tidak bersedia menerima dana BLM tersebut

dikarenakan alasan internal masing-masing desanya.

Tabel 1. Sebaran Gapoktan penerima PUAP 2008-2015 Provinsi Banten

No. Kabupaten/Kota 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Jumlah

1 Kabupaten Lebak 57 116 10 68 50 38 - 2 341

2 Kabupaten Serang 107 81 30 43 34 24 - - 319

3 Kabupaten Pandeglang 37 116 31 41 32 33 32 13 335

4 Kabupaten Tangerang 60 59 15 11 16 6 - - 167

5 Kota Tangerang 3 4 - - - - - - 7

6 Kota Serang 22 25 15 1 - - - - 63

7 Kota Cilegon 10 19 9 4 - - - - 42

8 Kota Tangerang Selatan 2 4 5 9 5 7 - 3 35

Total 298 424 115 177 137 108 32 18 1.309

Sumber : Yusron et al (2015)

Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A)

Sasaran program PUAP antara lain adalah berkembangnya Gapoktan yang dimiliki dan

dikelola oleh petani untuk menjadi kelembagaan ekonomi. Untuk mewujudkan hal tersebut,

setiap Gapoktan didampingi oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) yang ahli dibidang keuangan

mikro untuk mengarahkan Gapoktan menuju Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-

A). BPTP Banten juga berperan dalam pembentukan LKM-A dengan melakukan

pendampingan dan pelatihan yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan PMT.

Pendampingan pengembangan LKM-A oleh BPTP Banten dan PMT dilaksanakan

dengan inisiasi pelatihan Manajamen Dasar LKM-A dan pendampingan langsung. Materi

pelatihan Manajemen Dasar LKM-A meliputi beberapa aspek diantaranya: (1) aspek

organisasi, (2) aspek pengelolaan LKM-A dan (3) kinerja pengelolaan LKM-A. Aspek

organisasi meliputi: penataan kepengurusan, kelengkapan AD/ART, penyusunan rencana

kerja, mendorong penyelenggaraan Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan memfasilitasi

Gapoktan menuju Badan Hukum.

Page 23: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 21

Aspek Pengelolaan LKM-A meliputi cara penyaluran dana PUAP kepada anggota,

aturan dalam penyaluran dana, distribusi dana dan pembukuan serta pelaporan. Aspek kinerja

pengelolaan LKM-A merupakan kemandirian Gapoktan dalam menghimpun pendanaan di

luar dana dari pemerintah, seperti simpanan atau yang lainnya. Gapoktan yang telah diikutkan

pada pelatihan manajemen dasar LKM-A diberikan pendampingan intensif agar membentuk

LKM-A.

Sesuai Laporan Akhir PUAP 2015, jumlah LKM-A provinsi Banten sebanyak 115.

Pada tahun 2016 ada penambahan jumlah LKM-A dari kabupaten Serang sebanyak 43. Akan

tetapi LKM-A tersebut belum diregistrasi oleh Tim Teknis Kabupaten Serang. Sebaran LKM-

A pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Sebaran LKM-A di Provinsi Banten

No. Kabupaten/Kota Jumlah Gapoktan Jumlah LKM-A

1 Kabupaten Lebak 341 48

2 Kabupaten Serang 319 52

3 Kabupaten Pandeglang 335 16

4 Kabupaten Tangerang 167 30

5 Kota Tangerang 7 0

6 Kota Serang 63 8

7 Kota Cilegon 42 3

8 Kota Tangerang Selatan 35 1

TOTAL 1.309 158

Sumber : Yusron et al (2016)

Dari 158 LKM-A tersebut, beberapa diantaranya ada yang sudah berbadan hukum dan

ada yang belum berbadan hukum.

Keragaan Usaha Produktif

Tanaman Pangan

Untuk tanaman pangan, alokasi tertinggi yaitu di Kabupaten Pandeglang (53,6%) dan

yang terendah di kota Tangerang Selatan (5,4%). Alokasi usaha produktif tanaman pangan

pada 8 kabupaten/kota di provinsi Banten ditunjukkan oleh Gambar 1. Jenis tanaman pangan

yang dominan diusahakan oleh petani penerima dana BLM PUAP yaitu padi. Jenis tanaman

pangan yang lain seperti jagung, kedelai dan ubi kayu kurang diminati oleh petani pengguna

dana BLM PUAP. Salah satu gapoktan yang sukses dalam pemanfaatan dana PUAP untuk

usaha tanaman pangan yaitu Gapoktan Pelita yang berada di Desa Pangkalan, Kecamatan

Sobang, Kabupaten Pandeglang. Jumlah anggota yang memanfaatkan dana PUAP untuk

usaha tanaman pangan sebanyak 420 orang dengan luas areal pesawahan 325 ha. Nilai R/C

Page 24: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 22

ratio yang dihasilkan sebesar 4,2 yang menandakan bahwa usaha budidaya padi ini layak

dilakukan (Arief, 2013).

Gambar 1. Alokasi usaha produktif tanaman pangan pada 8 kabupaten/kota di

Provinsi Banten

Perkebunan

Alokasi usaha produktif perkebunan pada 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten

ditunjukkan oleh Gambar 2. Alokasi dana terbesar pada usaha perkebunan berada di Kota

Cilegon (11,7%), urutan kedua ditempati oleh Kabupaten Pandeglang (5,7%) dan terendah

berada di Kota Tangerang (0%).

Di Kota Cilegon petani memanfaatkan dana BLM PUAP untuk budidaya pisang. Luas

panen tanaman pisang sebanyak 81.406 rumpun. Populasi terbesar berada di Kecamatan

Cilegon (56.711 rumpun) dan Pulomerak (12.256 rumpun) (BPS Kota Cilegon, 2017).

Umumnya petani PUAP Kabupaten Pandeglang memanfaatkan dana BLM PUAP untuk

usaha perkebunan pohon tangkil (melinjo). Melinjo merupakan bahan baku produk olahan

emping yang merupakan makanan khas dari Banten. Selain melinjo, komoditas lainnya yang

memanfaatkan dana PUAP yaitu coklat, manggis, pepaya dan pisang. Di Kabupaten

Pandeglang, Gapoktan Berkah Tani yang berada di Desa Cipicung, Kecamatan Cikedal

memanfaatkan dana PUAP untuk usaha pembibitan tanaman coklat dengan nilai R/C ratio

sebesar 1,7. Desa Cipicung termasuk kategori desa dataran sedang dengan Luas wilayah

keseluruhan 156 ha, dengan prosentasi lahan darat yang cukup luas yaitu sebesar 70 ha, maka

perlu dilakukan optomalisasi lahan agar lahan darat yang ada menjadi lebih produktif. Oleh

Page 25: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 23

sebab itulah gapoktan mengalokasikan dana PUAP untuk pembenihan bibit Coklat / kakao

(Saefulhak, 2013).

Di Kota Serang, petani PUAP memanfaatkan dana tersebut untuk modal perkebunan

cengkeh, kopi dan lada. Pada tahun 2012, produksi tanaman cengkeh di Kota Serang

sebanyak 86,4 ton yang berasal dari Kecamatan Curug dan Taktakan, tanaman kopi sebanyak

750 ton berasal dari Kecamatan Taktakan serta tanaman lada sebanyak 26,15 ton yang berasal

dari Kecamatan Taktakan dan Curug (BPS kota Serang, 2017).

Gambar 2. Alokasi usaha produktif perkebunan pada 8 kabupaten/kota di Provinsi

Banten

Hortikultura

Untuk usaha hortikultura, alokasi tertinggi yaitu di Kota Tangerang (58,6%) dan yang

terendah di Kabupaten Lebak (2,9%). Alokasi usaha produktif hortikultura pada 8

kabupaten/kota di Provinsi Banten ditunjukkan oleh Gambar 3. Jenis hortikultura yang

dibudidayakan di Kota Tangerang yaitu jenis tanaman hias. Kota Tangerang Selatan

menempati urutan kedua (40,3%) setelah Kota Tangerang. Kota Tangerang Selatan juga

terkenal dengan produksi tanaman hiasnya. Jenis tanaman hias yang dominan dibudidayakan

pada kedua kota tersebut yaitu anggrek Golden Shower dan Dendrobium serta Bromelia.

Gapoktan yang sampai saat ini dominan bergerak di bidang agribisnis tanaman hias yaitu

Gapoktan Maju Bersama dan Gapoktan Pamulang Barat yang berasal dari Kota Tangerang

Selatan. Gapoktan Maju Bersama sudah memiliki Badan Hukum Koperasi sedangkan

Gapoktan Pamulang Barat belum memiliki Badan Hukum. Dana BLM PUAP dimanfaatkan

Page 26: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 24

oleh 20 orang anggota Gapoktan Maju Bersama untuk usaha budidaya tanaman anggrek

sedangkan yang memanfaatkan dana PUAP pada Gapoktan Pamulang Barat (untuk usaha

tanaman hias Bromelia) sekitar 29 orang (Malik, 2013).

Gambar 3. Alokasi usaha produktif hortikultura pada 8 kabupaten/kota di Provinsi

Banten

Peternakan

Untuk usaha peternakan, alokasi tertinggi yaitu di Kota Tangerang Selatan (15%) dan

yang terendah di Kota Serang (0,1%). Alokasi usaha produktif peternakan pada 8

kabupaten/kota di Provinsi Banten ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Alokasi usaha produktif peternakan pada 8 kabupaten/kota di Provinsi

Banten

Page 27: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 25

Di Kota Tangerang Selatan, gapoktan yang mengusahakan ternak domba yaitu

Gapoktan Cabe Ilir yang beralamat di Desa Pondok Cabe Ilir, Kecamatan Pamulang, Kota

Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Usaha peternakan domba merupakan usaha yang

menjanjikan dan diminati oleh sebagian anggota gapoktan dikarenakan wilayah gapoktan

yang memiliki banyak tanah lapang yang ditumbuhi rerumputan sehingga mudah untuk

pakan ternaknya, di tambah lagi dengan luasnya lahan tidur yang bisa dimanfaatkan untuk

pengembangan ternak domba. Ada perubahan setelah anggota menerima dana PUAP, banyak

anggota yang saat ini telah memiliki kambing domba lebih dari 15 ekor yang sebelumnya

hanya 5 ekor. Tentunya semakin banyak domba yang dikelola maka semakin besar

keuntungan yang didapat sehingga manfaat program ini sangat dirasakan oleh para anggota

untuk meningkatkan pendapatan keluarga (Malik, 2013).

Off Farm

Untuk usaha off farm, alokasi tertinggi yaitu di Kota Serang (66,3%) dan yang terendah

di Kota Tangerang (14,9%). Alokasi usaha produktif Off Farm pada 8 kabupaten/kota di

Provinsi Banten ditunjukkan oleh Gambar 5. Usaha produktif Off Farm berupa bakulan,

pengolahan industri pertanian serta usaha lain berbasis pertanian misalnya saja usaha

pengepul hasil pertanian, kios pupuk serta usaha penggilingan padi.

Gambar 5. Alokasi usaha produktif Off Farm pada 8 kabupaten/kota di Provinsi

Banten

Page 28: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 26

Bagi gapoktan penerima dana BLM PUAP, usaha penggilingan padi merupakan usaha

yang cukup menjanjikan. Hasil penelitian Mauliddar et al (2013) menunjukkan bahwa nilai

R/C ratio dari usaha penggilingan padi menunjukkan angka lebih dari 1,0. Hal ini

menandakan bahwa usaha penggilingan padi layak untuk dilakukan. Di Provinsi Banten,

gapoktan yang memanfaatkan dana BLM PUAP untuk usaha penggilingan padi diantaranya

yaitu Gapoktan Artha Jaya dan Gapoktan Abadi Sejahtera yang berlokasi di Kabupaten

Tangerang. Gapoktan Artha Jaya terletak di Kampung Pagedangan RT 05/02, Desa

Rancabango, Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang. Gapoktan ini merupakan gabungan

dari 4 kelompok tani; Tani Harapan, Tani Mulya, Tani Asih dan Tani Mekar. Gapoktan ini

didirikan pada tanggal 22 Juni 2009 (Novaly, 2013). Sedangkan Gapoktan Abadi Sejahtera

terletak di Desa Cireundeu, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang. Gapoktan ini berdiri

sejak tahun 2008 dan merupakan gabungan dari 3 kelompok tani; Umbu Leuit, Cisalak dan

Poktan Mandiri (Nurdiyanti, 2013). Gapoktan Artha Jaya dan Abadi Sejahtera merupakan

contoh gapoktan yang usaha tani padinya mengalami perkembangan. Kedua gapoktan

tersebut juga memiliki usaha penggilingan padi yang beroperasi hingga saat ini.

Selain itu, pemanfatan dana BLM PUAP juga diperuntukkan bagi industri pengolahan

emping melinjo. Menurut Saefulhak (2013), Gapoktan Berkah Tani yang berlokasi Desa

Cipicung Kecamatan Cikedal Kabupaten Pandeglang memanfaatkan dana BLM PUAP untuk

pengolahan emping melinjo. Wilayah Cipicung memiliki hasil perkebunan berupa melinjo,

sehingga sebagian besar masyarakatnya memiliki usaha pengolahan emping. Untuk

memudahkan pemasaran, maka gapoktan menfasilitasi kepada para pengrajin emping agar

bisa memasarkan hasil olahannya melalui gapoktan. Dengan mudahnya akses pasar melalui

gapoktan, maka para pengrajin mendapatkan akses yang mudah untuk memasarkan produk

mereka dengan harga yang bagus.

Hasil penelitian Andriani et al (2015) menunjukkan bahwa pengolahan emping melinjo

di Kecamatan Wates Kabupaten Blitar menghasilkan nilai R/C ratio lebih dari 1. Di

Kabupaten Pandeglang, pengolahan emping melinjo pada Gapoktan Berkah Tani

menunjukkan nilai R/C ratio sebesar 1,1. Pengolahan ini memanfaatkan dana BLM PUAP

sebagai modal usahanya. Hasil penelitian Hudaya (2006) juga menunjukan bahwa nilai R/C

ratio pengolahan emping melinjo sebesar 2,81. Hal ini menandakan bahwa usaha ini sangat

layak untuk dilakukan. Pengrajin emping melinjo biasanya memberdayakan kaum wanita

sebagai pengrajin. Menurut penelitian Amin et al (2016), kontribusi tenaga kerja wanita pada

usaha emping melinjo terhadap pendapatan keluarga pada bulan Januari 2016 di kabupaten

Batang Provinsi Jawa Tengah rata-rata sebesar 61,71%. Di Gapoktan Berkah Tani yang

Page 29: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 27

terletak di Kabupaten Pandeglang, pengrajin emping melinjo yang terdiri dari tenaga kerja

wanita menghasilkan pendapatan Rp 30.000/ hari (Saefulhak, 2013). Sehingga diharapkan

kaum wanita dapat menopang pendapatan suaminya sehingga kesejahteraan keluarga dapat

tercapai.

KESIMPULAN

Provinsi Banten dari tahun 2005-2015 telah menerima dana PUAP sebesar Rp 130,9 milyar

untuk 1.309 gapoktan dan telah terbentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis 158 LKM-A.

Usaha produktif Gapoktan penerima dana PUAP terdiri dari tanaman pangan sebesar 37,4%,

perkebunan 3,5%, hortikultura 17,7%, peternakan 7,6% serta off farm sebesar 38%.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. N., S. Supardi, S. N. Awami. 2016. Kontribusi Tenaga Kerja Wanita Pada Usaha

Emping Melinjo Terhadap Pendapatan Keluarga (Studi Kasus Di Desa Sukomangli

Kecamatan Reban Kabupaten Batang). Jurnal Mediagro 26 Vol. 12 (2) 2016 : 26-38.

Andriani, D. R. , F. Dwi. 2015. Analisis Kelayakan Usaha Dan Strategi Pengembangan

Agroindustri Emping Melinjo Skala Rumah Tangga Di Desa Wates Kecamatan

Wates Kabupaten Blitar. Jurnal Agrise Volume 15 (1) : 53-62.

Arief, A.R. 2013. Profil Gapoktan Model “PELITA”. Laporan PMT.

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2016. Provinsi Banten Dalam Angka 2016. CV.

Dharmaputra. 466 halaman.

Badan Pusat Statistik Kota Cilegon. 2017. Luas Panen Buah-buahan Menurut Jenisnya per

Kecamatan Tahun 2014 (Pohon). https://cilegonkota.bps.go.id/linkTabelStatis

/view/id/97. [diakses tanggal 21 November 2017].

Badan Pusat Statistik Kota Serang. 2017. Produksi Tanaman Perkebunan Di Kota Serang.

https://serangkota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/12. [diakses tanggal 21

November 2017].

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2015. Bunga Rampai

“Kemandirian Modal Petani dalam Perspektif Kebijakan PUAP”. IAARD Press,

Jakarta.

Hudaya, A. R. 2006. Analisis Usahatani Biji Melinjo dan Emping Melinjo (Gnetum gnemon

L). Jurnal Agrijati 3 (1) : 51-59.

Page 30: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 28

Malik, F. 2013. Profil Gapoktan Model “MAJU BERSAMA”. Laporan PMT.

Malik, F. 2013. Profil Gapoktan Model “PAMULANG BARAT”. Laporan PMT.

Malik, F. 2013. Profil Gapoktan Model “CABE ILIR”. Laporan PMT.

Mauliddar, A. N., M. B. Darus, L. Fauzia. 2013. Analisis Kelayakan Usaha Penggilingan

Padi Di Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Journal on Social

Economic of Agriculture and Agribusiness Vo. 2 (4). https://jurnal.usu.ac.id/

index.php/ceress/article/view/7851. [diakses tanggal 22 November 2017].

Nurdiyanti, E. 2013. Profil Gapoktan Artha Jaya. Laporan

Novaly, R. 2013. Profil Gapoktan Abadi Sejahtera. Laporan

Saefulhak, A. 2013. Profil Gapoktan Model “BERKAH TANI”. Laporan PMT.

Tan, SS, H. Hermawan, A. Djauhari. 2010. Pengkategorian Gapoktan dan Pola Penggunaan

Dana BLM PUAP (Studi Kasus Kabupaten Ngawi dan Blitar, Propinsi Jawa Timur).

Prosiding Semnar Nasional Pengkajian dan Diseminasi Inovasi Pertanian

Mendukung Program Strategis Kementerian Pertanian. Ciruas, 9-11 Desember

2010.

Yusron, M., D. Haryani, S. Lestari, Y. Astuti, A. Pullaila, Suhartin. 2015. Laporan Akhir

PUAP TA 2015. BPTP Banten, Litbang Kementerian Pertanian.

Yusron, M, S. Lestari, Y. Astuti, A. Pullaila, Suhartin. 2016. Laporan Akhir PUAP Tahun

2016. BPTP Banten, Litbang Kementerian Pertanian.

Page 31: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 29

PEMANFAATAN TANAMAN REFUGIA UNTUK MENGENDALIKAN HAMA DAN

PENYAKIT TANAMAN PADI

Ulima Darmania Amanda

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

email : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Aplikasi pestisida yang tidak tepat dapat berdampak negatif dengan memicu ledakan

populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Dampak tersebut dapat dikurangi melalui

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan agen hayati. Rekayasa ekologi

berupa pemanfaatan tanaman refugia berperan sebagai mikrohabitat agen hayati dari OPT

tanaman utama. Refugia dapat menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau

temporal bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung

komponen interaksi biotik pada ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang

dapat digunakan sebagai agen hayati dari OPT tanaman padi antara lain: akar wangi,

kangkung hutan, jagung, kacang panjang, dan wijen. Modifikasi lahan pada sistem tanam

polikultur menggunakan tanaman refugia dapat dilakukan melalui inter cropping, strip

cropping, alley cropping, tanaman pinggiran (hedgerows), insectary plant, beetle bank,

tumbuhan mulsa hidup, dan tanaman penutup tanah (cover crop).

Kata kunci: Refugia, padi, OPT, rekayasa ekologi

PENDAHULUAN

Penggunaan pestisida merupakan salah satu bentuk adaptasi petani padi terhadap

perubahan iklim, baik pada musim kering maupun basah, yang juga berpengaruh secara nyata

terhadap pendapatan usahatani (Zaenun et al., 2017). Aplikasi pestisida secara intensif dapat

mendukung produktivitas padi sawah, namun disisi lain dapat merusak keseimbangan alami

ekosistem di lahan pertanian. Terganggunya rantai makanan alami dapat meningkatkan

populasi hama akibat resistensi dan berkurangnya populasi musuh alami yang mampu

mengendalikan populasi hama (Muhibah dan Leksono, 2015). Selain perubahan iklim dan

Page 32: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 30

aplikasi pestisida yang tidak tepat, peningkatan populasi hama juga dapat diakibatkan oleh

teknik budidaya dan fenologi tanaman (Heviyanti dan Mulyani, 2016).

Penggunaan pestisida kimiawi yang tidak tepat, dapat memberikan dampak negatif

terhadap petani dan konsumen, lingkungan, dan organisme non-target (Yuantari et al., 2015).

Organisme non-target seringkali berupa musuh alami hama (predator, parasitoid, dan patogen

serangga) dan serangga bermanfaat (penyerbuk, detrifora, dll).

Ketidakmampuan pestisida dalam mengendalikan hama juga berdampak negatif dengan

memicu ledakan populasi hama akibat resistensi atau resurgensi. Resistensi adalah proses

perubahan sensitivitas yang diwariskan dalam populasi hama yang tercermin dalam

kegagalan berulang suatu pestisida untuk mengendalikan hama sesuai dengan dosis

rekomendasi. Resurgensi wereng cokelat merupakan proses peningkatan populasi setelah

aplikasi insektisida dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dari yang tidak diaplikasi

insektisida. Resurgensi merupakan proses perubahan fisiologi tanaman sehingga lebih disukai

oleh hama tertentu, atau ada rangsangan pestisida terhadap hama yang mendukung

kelangsungan pada satu atau beberapa fase hidupnya (Baehaki et al., 2016). Seringkali

fenomena tersebut memunculkan atau meningkatkan status suatu jenis hama dari bukan hama

menjadi hama penting setelah paparan insektisida.

Dampak negatif dari penggunaan pestisida dapat dikurangi melalui Pengendalian Hama

Terpadu (PHT) dengan memanfaatkan agen hayati. Rekayasa ekologi berupa tanaman refugia

dapat digunakan sebagai mikrohabitat agen hayati dari hama tanaman utama. Tulisan ini

bertujuan untuk menguraikan dasar teori dan penelitian terkait pemanfaatan tanaman refugia

dalam mengendalikan OPT tanaman padi. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah

penelusuran literatur.

TANAMAN REFUGIA

Semua organisme di alam, termasuk hama tanaman budidaya, mempunyai musuh

alaminya. Keberadaan musuh alami OPT dapat melemahkan, mengurangi fase reproduktif,

sampai membunuh OPT. Namun musuh alami tersebut belum tentu mampu menjadi faktor

penekan perkembangan populasi hama akibat tidak tersedianya makanan dan tempat

berlindung (refugia) (Heviyanti dan Mulyani, 2016). Refugia adalah mikrohabitat yang

menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh alami hama,

seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada ekosistem,

seperti polinator atau serangga penyerbuk (Keppel et al., 2012). Studi mengenai refugia,

khususnya di Indonesia masih sangat minimal (Gambar 1.).

Page 33: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 31

Gambar 1. Distribusi publikasi studi mengenai refugia

[Sumber: Keppel et al., 2012].

Tanaman refugia mempunyai potensi menyokong mekanisme sistem yang meliputi

perbaikan ketersediaan makanan alternatif seperti nektar, serbuk sari, dan embun madu;

menyediakan tempat berlindung atau iklim mikro yang digunakan serangga predator untuk

bertahan melalui pergantian musim atau berlindung dari faktor-faktor ekstremitas lingkungan

atau pestisida; dan menyediakan habitat untuk inang atau mangsa alternatif (Landis et al.,

2000).

Biaya Refugia

Hermanto et al. (2014) melakukan analisis biaya untuk budidaya padi seluas satu hektar

selama satu musim tanam. Biaya produksi budidaya padi pada pertanaman dengan PHT

berbasis rekayasa ekologi (PHT-RE) hanya sedikit lebih tinggi sebesar Rp. 160.000

dibandingan pada pertanaman PHT konvensional (PHT-K). Biaya produksi pada PHT-RE

sebesar Rp 11.625.000,-, sedangkan pada PHT-K sebesar Rp 11.465.000,-. Dari perhitungan

hasil panen diperoleh total pendapatan sebesar Rp 26.500.000,- pada lahan PHT-RE dan Rp

26.000.000,- pada lahan PHT-K. Dari perhitungan pendapatan diperoleh keuntungan dari

lahan PHT-RE lebih tinggi yaitu sebesar Rp 14.775.000,- sedangkan dari lahan PHT-K

sebesar Rp 14.535.000,-.

Page 34: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 32

Salah satu faktor memengaruhi biaya produksi pertanaman dengan refugia adalah pola

konfigurasi pada lahan pertanian. Sebagai ilustrasi hasil studi Hyde et al. (2000) pada lahan

pertanian jagung transgenik di United States. Pemerintah membuat regulasi agar produsen

jagung menanam setidaknya 20% tanaman refugia sebagai bagian dari program Insect

Resistance Management. Menanam refugia dalam susunan strips merupakan metode dengan

biaya paling rendah dibandingkan dengan susunan block maupun bentuk-U (Gambar 2).

Gambar 2. Konfigurasi pertanaman refugia memengaruhi biaya produksi [Sumber:

Hyde et al., 2000].

Jenis Tanaman Refugia

Jenis-jenis tanaman yang berpotensi sebagai refugia antara lain: tanaman berbunga,

gulma berdaun lebar, tumbuhan liar yang ditanam atau yang tumbuh sendiri di areal

pertanaman, dan sayuran (Horgan et al., 2016). Kriteria tanaman yang dapat digunakan

sebagai strip vegetasi refugia (vegetation strips) adalah:

Tanaman harus ditanam dari biji tanpa perlu pindah tanam (transplanting)

Tanaman harus cepat tumbuh, mampu bersaing dengan gulma, dan mudah dalam

perawatan

Tanaman harus cepat berbunga

Tanaman harus memiliki buah atau struktur vegetatif yang bernilai ekonomis bagi petani,

baik untuk konsumsi atau komersial

Tanaman harus dapat berproduksi baik dalam budidaya minimum

Tanaman harus bersifat mengusir atau tidak disukai oleh hama tanaman utama

Tanaman harus dapat menarik Arthropoda yang menguntungkan baik sebagai

mikrohabitat maupun sumber nektar atau serbuk sari.

Peningkatan Biaya

Tenaga Kerja per-acre

atau 0,4 ha

(Rupiah, kurs

16/01/2018)

Rp. 506,71 - 1000,09 Rp. 2000,17 - 4000,35

Page 35: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 33

Tanaman refugia berpotensi digunakan sebagai agen hayati pada tanaman pangan,

hortikultura, tanaman hias, maupun tanaman industri dan perkebunan. Beberapa refugia pada

tanaman pangan (padi) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai PHT OPT tanaman padi

No. Flora refugia Peran Referensi

1. Kangkung hutan (Ipomoea crassicaulis

(Benth.) B. L. Rob.)

Akar wangi (Vetiveria zizanioides (L.)

Nash).

Mengendalikan diversitas

herbivora

Sari dan Yanuwiadi,

2014; Azmi et al., 2014

2. Jagung (Zea mays)

Kacang panjang (Vigna cylindrica)

menyeimbangkan populasi

serangga herbivora,

predator, dan polinator

Setyadin et al., 2017

Pujiastuti, 2015

3. Wijen (Sesamum indicum)

Temu Wiyang (Emilia sonchifolia)

Pacar air (Impatiens balsamina)

meningkatkan populasi

parasitoid telur wereng

Anagrus nilaparvatae

Zhu et al., 2013

4. Putri malu (Mimosa pudica)

Sawi langit (Vernonia cinereal)

Semanggi (Marsilea crenata)

Kayambang (Pistia startiotes)

Meningkatkan jumlah

musuh alami

Maisyaroh et al., 2012

Salah satu serangga predator OPT tanaman padi adalah kumbang koksi. Kumbang

koksi dari famili Coccinellidae biasa ditemukan hidup pada tanaman budidaya dan pada

gulma yang menghasilkan nektar dan serbuk sari (Nur et al., 2014). Beberapa tanaman yang

dapat menyokong keberadaan kumbang koksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 36: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 34

Tabel 3. Tanaman yang mendukung keberadaan kumbang koksi

Famili Spesies

Fungsi

Sumber

nektar

Sumber

pollen

Refugia

Asteraceae Ageratum conyzoides L. - -

Synedrella nodiflora (L.) Gaertn - -

Capparidaceae Cleome rutidosperma DC - - -

Malvaceae Sida rhombifolia L. - -

Mimosaceae Mimosa pudica L. - -

Papilionaceae Crotalaria striata DC -

Scrophulariaceae Lindernia crustacea (L.) F.v.M - -

Verbenaceae Lantana camara L. - -

Sumber: Nur et al., 2014

Pemilihan jenis tanaman refugia untuk PHT pada suatu tanaman utama juga harus

mempertimbangkan kompatibilitas interaksi biotik yang ingin dimanipulasi. Arachis pintoi

(Krapov. & W.C. Greg.) dan Ageratum conyzoides (Linn.) diketahui tidak sesuai dikombinasi

sebagai tanaman refugia, karena berpengaruh negatif terhadap tingkat parasitasi parasitoid

pada hama tanaman belimbing Bactrocera carambolae Drew & Hancock (Meiadi et al.,

2015).

Mekanisme Tanaman Refugia dalam PHT

Pemanfaatan tanaman refugia melalui rekayasa ekologi merupakan bagian dari

teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) yang bertujuan pencapaian keseimbangan

biologi hama dan musuh alami agar berada di bawah ambang ekonomi. Rekayasa ekologi

sebagai bagian dari PHT dapat dilakukan melalui: rasionalisasi masukan pestisida dengan

menghindari penggunaan insektisida pada awal pertanaman, manipulasi detritivora

menggunakan pupuk organik, sistem integrasi palawija pada tanaman padi (SIPALAPA),

rotasi palawija setelah tanaman padi (ROPALAPA), penggunaan tanaman perangkap,

pengaturan waktu tanam, pemberian bahan organik untuk meningkatkan musuh alami, dan

manipulasi vegetasi pada pematang dengan diversifikasi flora refugia (Baehaki et al., 2016).

Aplikasi insektisida dalam konsep PHT baru dapat dilakukan apabila hasil dari beberapa

Page 37: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 35

teknik pengendalian tidak efektif sehingga insektisida merupakan alternatif terakhir yang

secara selektif dapat mengendalikan hama sasaran (Heviyanti dan Mulyani, 2016).

Pada pertanaman polikultur padi-palawija/bunga terjadi dinamika dialektika (dua arah)

berupa hubungan antara dua komoditas dengan musuh alami dan hama, sedangkan hubungan

komoditas dengan hama dan musuh alami pada pertanaman monokultur mempunyai

dinamika yang monoton (Gambar 3). Sistem polikultur dapat menurunkan potensi serangan

hama pada tanaman melalui pembatasan fisis atau khemis bagi hama untuk menemukan

inangnya serta meningkatkan kelulushidupan dan aktivitas musuh alami pada agroekosistem

(Kurniawati dan Martono, 2015).

Gambar 3. Dinamika-dialektika hubungan antara dua komoditas dengan musuh alami

dan hama [Sumber: Baehaki, 2005].

Musuh alami OPT di pertanaman padi sawah dapat berupa predator, parasitoid, dan

patogen. Selain konservasi musuh alami OPT, tanaman refugia juga dapat mendukung

kehadiran serangga bermanfaat seperti polinator dan detritivor. Rangkaian efek dari

kehadiran parasitoid dan polinator dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 38: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 36

a). Parasitoid b). Polinator

Populasi hama berkurang

hingga dibawah ambang

batas ekonomi

Meningkatnya hasil panen

Lebih banyak jumlah

proporsi hama yang mati

Meningkatnya laju polinasi pada tanaman pangan

Meningkatnya kebugaran

(fitness) individu parasitoid

Meningkatnya kebugaran (fitness) individu parasitoid

Parasitoid berkumpul pada

tanaman berbunga

Jumlah pollinator meningkat

Ukuran koloni meningkat

Meningkatnya kebugaran (fitness) larva maupun polinator dewasa

Meningkatnya jumlah sarang penyimpan pollen

Meningkatnya proporsi lebah dengan pollen pada corbiculae (keranjang

pollen)

Meningkatnya jumlah pollen/nectar yang dikonsumsi polinator

Polinator berkumpul pada tanaman berbunga

Keterangan: Tanda panah menunjukkan kecenderungan nilai efek serta tingkat kesulitan mencapainya

Gambar 4. Hirarki efek yang mungkin terjadi pada a) parasitoid serangga hama dan b) polinator

di agroekosistem dengan tanaman berbunga (Wratten et al.2012)

Predator adalah binatang yang memburu, memakan, dan menghisap cairan tubuh hewan

lain. Sebagian besar predator bersifat polifag, yaitu memangsa jenis binatang yang berbeda,

lainnya bersifat kanibal. Predator yang dijumpai pada areal pertanaman padi sawah antara lain

berasal dari famili Coccinelidae, Gerridae, Gryllidae, Coenagrionidae, Lycosidae, Staphylinidae,

dan Tetragnathidae (Heviyanti dan Mulyani, 2016). Banyak jenis predator yang memangsa

wereng, tetapi hanya beberapa yang mempunyai potensi menurunkan populasi wereng, antara

lain Lycosa pseudoannulata (Ordo Araneida; Famili Lycosidae), Paederus sp. (Ordo Coleoptera;

Famili Coccinellidae), Ophionea sp. (Ordo Coleoptera; Famili Carabidae), Coccinella sp. (Ordo

Coleoptera; Famili Coccinellidae) dan Cyrtorhinus lividipennis (Ordo Hemiptera; Famili

Miridae) (Santosa dan Sulistyo, 2007).

Page 39: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 37

Penggerek batang padi (PBP) yang ditemui di Indonesia PBP kuning (Scirpophaga

incertulas Walker), diikuti oleh PBP merah jambu (Sesamia inferens Walker), PBP bergaris

(Chilo suppressalis Walker), PBP kepala hitam (Chilo polychrysus Meyrick), dan PBP putih

(Scirpophaga innotata Walker). Spesies terakhir mempunyai distribusi yang terbatas pada daerah

pasang surut dan tadah hujan (Wilyus et al. 2013). Parasitoid yang potensial untuk PBP putih

adalah Tetrastichus sp., Telenomus sp., dan Trichogramma sp.. Telenomus sp. adalah spesis yang

paling dominan pada pertanaman padi dataran rendah (<200 Mdpl), sementara Tetrastichus sp.

mendominasi pada pertanaman padi di dataran tinggi (> 500 Mdpl) (Junaedi, Yunus, dan

Hasriyanty 2016).

Ghahari et al. (2008) mendata keanekaragaman fauna predator dan parasitoid sawah di Iran

sebagai berikut: 25 spesies predator berasal dari 7 ordo dan 11 famili, dan 37 spesies parasitoid

berasal dari 2 ordo dan 8 famili. Tauruslina et al., (2015) melakukan studi keanekaragaman

musuh alami pada ekosistem padi sawah di daerah endemik dan non-endemik wereng batang

cokelat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat. Spesies predator dominan yang ditemukan di

daerah endemik adalah Cytorhinus lividipennis (Hemiptera: Myridae), Verania discolor

(Coleoptera: Coccinelidae), Araneus inustus (Araneae: Araneidae), sedangkan di daerah non-

endemik adalah Oxypes javanus (Araneae: Oxyopidae), Ophionea nigrofasciata (Coleroptera:

Carabidae). Anagrus sp. (Hymenoptera: Mymaridae) merupakan parasitoid telur wereng dan

parasitoid yang dominan ditemukan, sedangkan Metarrhizium sp. (Monililiales: Moniliaceae)

yang menginfeksi wereng merupakan patogen yang ditemukan di daerah endemik.

PEMANFAATAN TANAMAN REFUGIA

Modifikasi lahan pada sistem tanam polikultur padi - refugia dapat dilakukan melalui inter

cropping, strip cropping, alley cropping, menanam tanaman pinggiran (hedgerows), menanam di

tengah lahan pertanaman sebagai „pulau bunga‟ atau insectary plant, menanam beetle bank,

menanam tumbuhan mulsa hidup atau tanaman penutup tanah (cover crop). Sistem tanam strip

cropping, inter cropping (Gambar 5), dan alley cropping adalah menanam refugia di antara

tanaman utama (sistem lorong atau baris) yang berfungsi sebagai tanaman perangkap, atau

sebagai sumber pakan musuh alami (Kurniawati dan Martono, 2015).

Page 40: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 38

Gambar 5. Contoh susunan petak percobaan refugia melalui inter cropping

[Sumber: Anggara et al., 2015].

Tanaman penutup tanah dapat juga berfungsi sebagai mulsa, yaitu menurunkan suhu tanah,

meningkatkan kelembaban relatif (relative humidity/ RH), dan membuat air lebih mudah tersedia

(Kumar et al., 2013). Insectary plant adalah tumbuhan berbunga yang ditanam bersamaan

dengan tanaman budidaya sebagai sumber pakan dan inang alternatif bagi serangga (Altieri &

Nichols, 2004). Insectary plant analog dengan fungsi high diversity vegetation patches (Gambar

6).

Gambar 6. High diversity vegetation patches (HDVP) pada sawah padi di Mindanao,

Philippines [Sumber: Horgan et al., 2016].

Beetle banks (Gambar 7) adalah tumbuhan berbunga atau rumput yang ditanam

memanjang pada lahan sebagai habitat musuh alami dan/atau serangga berguna “beneficial

Page 41: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 39

insects” (Bentrup, 2008). Beetle banks juga dapat dibuat pada rumah kaca, rumah plastik, atau

rumah kassa.

Gambar 7. Beetle banks [Sumber: Bentrup, 2008].

Praktik polikultur melalui multicropping sawah surjan juga dibuktikan lebih

menguntungkan dibandingkan monocropping sawah non-surjan melalui penelitian Henuhili dan

Aminatun (2013). Ekosistem sawah surjan memiliki kelimpahan jenis musuh alami lebih baik

daripada ekosistem sawah non-surjan. Perbandingan pengelolaan teknis sawah surjan dan

nonsurjan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan cara pengelolaan ekosistem sawah monocropping dan multicropping

Sawah Surjan Sawah Non-Surjan

Pengolahan tanah Pembuatan alur (bagian yang direndahkan)

dan guludan (bagian yang ditinggikan)

Tidak ada alur dan

guludan, semua rata

(lembaran)

Pola tanam Multicropping; bagian alur ditanami padi,

bagian guludan ditanami campuran palawija

Guludan petak 1: kacang tanah, jagung, cabai,

bayam, rumput kalanjana, singkong

Guludan petak 2: kacang tanah, jagung, ubi

jalar, kacang Panjang, cabai, dan ada pohon

pisang dan pepaya

Monocropping

Pengendalian

serangga hama

Aplikasi insektisida (Matador) pada saat padi

siap berbiji (sekitar umur 2 bulan)

Sama dengan sawah

surjan

Pengendalian

gulma - Penyiangan I: 2 minggu setelah tanam

dengan cara digaruk manual

- Penyiangan II: saat tanaman padi umur 25-35 hari

- Aplikasi herbisida (Rambason): saat tanaman padi umur 2 minggu

Sama dengan sawah

surjan

Pemupukan - Pupuk dasar: TS dan urea sebelum tanam Sama dengan sawah

Page 42: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 40

- Pemupukan I: setelah penyiangan I (15 HST) dengan pupuk Ponska dan ZA

- Pemupukan II: 30-35 HST dengan pupuk Ponska dan ZA

surjan

[Sumber: Henuhili dan Aminatun, 2013].

AREAL PERSAWAHAN REFUGIA DI INDONESIA

Lahan persawahan dengan pertanaman refugia terdapat di Gampong Paya Demam Dua,

Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur (Gambar 8). Lahan tersebut dikelola oleh kelompok tani

padi Beringin Jaya. Tanaman bunga ditanam di pematang sawah sepanjang tepi jalan Medan-

Banda Aceh (Hendri, 2017).

Gambar 8. Persawahan padi-refugia di Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur

[Sumber: Hendri, 2017].

Pagar jalan dengan tanaman bunga refugia juga terdapat pada areal persawahan di

Belitang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan (Gambar 9). Tanaman bunga

ditanam untuk mengusir hama, namun keindahan bunga-bunga yang mekar membingkai areal

hijau persawahan juga menarik wisatawan untuk berdatangan (Salim, 2018).

Page 43: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 41

Gambar 9. Persawahan padi-refugia di Belitang, Ogan Komering Ulu (OKU) Timur,

Sumatera Selatan [Sumber: Salim, 2018].

KESIMPULAN

Tanaman refugia dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan OPT pada tanaman padi.

Refugia dapat menyediakan tempat berlindung secara spasial dan/atau temporal bagi musuh

alami hama, seperti predator dan parasitoid, serta mendukung komponen interaksi biotik pada

ekosistem, seperti polinator. Beberapa tanaman refugia yang dapat digunakan sebagai agen

hayati tanaman padi antara lain: akar wangi, kangkung hutan, jagung, kacang panjang, dan wijen.

Modifikasi lahan pada sistem tanam polikultur menggunakan tanaman refugia dapat dilakukan

melalui inter cropping, strip cropping, alley cropping, tanaman pinggiran (hedgerows), insectary

plant, beetle bank, tumbuhan mulsa hidup, dan tanaman penutup tanah (cover crop).

Page 44: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 42

DAFTAR PUSTAKA

Altieri, M.A. & C.I. Nichols. 2004. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystem. 2nd

Edition. Haworth Press Inc., New York. 236 p.

Anggara, A. Wahyana, D. Buchori, dan Pudjianto. 2015. “Kemapanan Parasitoid Telenomus

Remus (Hymenoptera : Scelionidae) pada Agroekosistem Sederhana dan Kompleks.” Jurnal

HPT 3 (3): 111–25.

Azmi, S. Liliana, A.S. Leksono, B. Yanuwiadi, dan E. Arisoesilaningsih. 2014. “Diversitas

Arthropoda Herbivor Pengunjung Padi Merah di Sawah Organik di Desa Sengguruh,

Kepanjen.” J-Pal 5 (1): 57–64.

Baehaki, S.E., E.H. Iswanto, dan D. Munawar. 2016. “Resistensi Wereng Cokelat terhadap

Insektisida yang Beredar di Sentra Produksi Padi.” Penelitian Pertanian Tanaman Pangan

35 (2): 99–108.

Baehaki, S.E., N.B.E. Irianto, dan S.W. Widodo. 2016. “Rekayasa Ekologi dalam Perspektif

Pengelolaan Tanaman Padi Terpadu.” Iptek Tanaman Pangan 11 (1): 19–34.

Bentrup, G. 2008. Conservation Buffers: Design Guidelines for Buffers, Corridors, and

Greenways. Department of Agriculture, Forest Service, Southern Research Station.

http://www.fwrc.msstate.edu/pubs/fieldborder.pdf.

Ghahari, H., R. Hayat, M. Tabari, H. Ostovan, dan S. Imani. 2008. “A Contribution to The

Predator and Parasitoid Fauna of Rice Pests in Iran, and a Discussion on The Biodiversity

and IPM in Rice Fields.” Linzer Biologische Beitraege 40 (1): 735–64.

Hendri, S. 2017. Berfungsi Mengurangi Hama Padi, Petani Diminta Tanam Bunga Refugia.

http://aceh.tribunnews.com/2017/07/09/berfungsi-mengurangi-hama-padi-petani-diminta-

tanam-bunga-refugia. [Diakses Kamis, 1 Februari 2018].

Henuhili, V. dan T. Aminatun. 2013. “Konservasi Musuh Alami sebagai Pengendali Hayati

Hama dengan Pengelolaan Ekosistem Sawah.” Jurnal Penelitian Saintek 18 (2): 29–40.

Hermanto, A., G. Mudjiono, dan A. Afandhi. 2014. “Penerapan PHT Berbasis Rekayasa Ekologi

terhadap Wereng Batang Coklat Nilaparvata lugens Stal (Homoptera: Delphacidae) dan

Musuh Alami pada Pertanaman Padi.” Jurnal HPT 2 (2): 79–86.

Heviyanti, M. dan C. Mulyani. 2016. “Keanekaragaman Predator Serangga Hama Pada Tanaman

Padi Sawah (Oryzae sativa, L.) di Desa Paya Rahat Kecamatan Banda Mulia, Kabupaten

Aceh Tamiang.” Agrosamudra 3 (2): 28–37.

Page 45: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 43

Horgan, F.G., A.F. Ramal, C.C. Bernal, J.M. Villegas, A.M. Stuart, dan M.L.P. Almazan. 2016.

“Applying Ecological Engineering for Sustainable and Resilient Rice Production Systems.”

Procedia Food Science 6 (2016). Elsevier Srl: 7–15. doi:10.1016/j.profoo.2016.02.002.

Hyde, J., M.A. Martin, P.V. Preckel, C.L. Dobbins, dan C.R. Edwards. 2000. “The Economics of

Within-Field Bt Corn Refuges.” AgBioForum 3 (1): 63–68.

Junaedi, E., M. Yunus, dan Hasriyanty. 2016. “Jenis dan Tingkat Parasitasi Parasitoid Telur

Penggerek Batang Padi Putih (Scirpophaga innotata WALKER) di dua Ketinggian Tempat

BerbedaA di Kabupaten Sigi.” Jurnal Agroekbis 4 (3): 280–87.

Keppel, G., K.P. Van Niel, G.W. Wardell-Johnson, C.J. Yates, M.Byrne, L. Mucina, A.G.T.

Schut, S.D. Hopper, dan S.E. Franklin. 2012. “Refugia: Identifying and understanding safe

havens for biodiversity under climate change.” Global Ecology and Biogeography 21 (4):

393–404. doi:10.1111/j.1466-8238.2011.00686.x.

Kumar, L., Mk. Yogi, dan J. Jagdish. 2013. “Habitat Manipulation for Biological Control of

Insect Pests: A Review.” Research Journal of Agriculture and Forestry Sciences 1 (10):

27–31. http://www.isca.in/AGRI_FORESTRY/Archive/v1/i10/5.ISCA-RJAFS-2013-

064.pdf.

Kurniawati, N. dan E. Martono. 2015. “Peran Tumbuhan Berbunga sebagai Media Konservasi

Artropoda Musuh Alami.” Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 19 (2): 53–59.

doi:10.22146/jpti.16615.

Landis, D.A., S.D. Wratten, dan G.M. Gurr. 2000. “Habitat Management to Conserve Natural

Enemies of Arthropod Pests in Agriculture.” Annu. Rev. Entomol. 45: 175–201.

Maisyaroh, W., B. Yanuwiadi, A.S. Leksono, dan Zulfaidah PG. 2012. “Spatial and Temporal

Distribution of Natural Enemies Visiting Refugia in A Paddy Field Area in Malang.”

Agrivita Journal of Agricultural Science 34 (1): 67–74. doi:10.2298/IJGI1403293C.

Meiadi, Muhamad Luthfie Tri, Toto Himawan, dan Sri Karindah. 2015. “Pengaruh Arachis

pintoi dan Ageratum conyzoides terhadap Tingkat Parasitasi Parasitoid Lalat Buah pada

Pertanaman Belimbing.” HPT 3 (1): 44–53.

Muhibah, T.I. dan A.S. Leksono. 2015. “Ketertarikan Arthropoda terhadap Blok Refugia

(Ageratum conyzoides L., Capsicum frutescens L., dan Tagetes erecta L.) dengan Aplikasi

Pupuk Organik Cair dan Biopestisida di Perkebunan Apel Desa Poncokusumo.” Jurnal

Biotropika 3 (3): 123–27.

Page 46: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 44

Nur, S., A. Ngatimin, N. Agus, dan A.P. Saranga. 2014. “The Potential of Flowering Weeds as

Refugia for Predatory Insects at Bantimurung-Bulusaraung National Park , South

Sulawesi.” Journal of Tropical Crop Science 1 (2): 25–29.

Pujiastuti, Y. 2015. “Peran Tanaman Refugia Terhadap Kelimpahan Serangga Herbivora pada

Tanaman Padi Pasang Surut.” In Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal, 1–9.

Palembang.

Salim, M.G. 2018. 10 Potret sawah dengan pagar bunga, cantik dan baik untuk usir

hamahttps://www.brilio.net/wow/10-potret-sawah-dengan-pagar-bunga-cantik-dan-baik-

untuk-usir-hama-1801031.html. [Diakses Kamis, 1 Februari 2018].

Santosa, S.J. dan J. Sulistyo. 2007. “Peranan Musuh Alami Hama Utama Padi pada Ekosistem

Sawah.” Innofarm 6 (1): 1–10. doi:10.1073/pnas.0703993104.

Sari, R.P. dan B. Yanuwiadi. 2014. “Efek Refugia pada Populasi Herbivora di Sawah Padi

Merah Organik Desa Sengguruh, Kepanjen, Malang.” Jurnal Biotropika 2 (1): 14–19.

Setyadin, Y., S.H. Abida, H. Azzamuddin, S.F. Rahmah, dan A.S. Leksono. 2017. “Efek Refugia

Tanaman Jagung (Zea mays) dan Tanaman Kacang Panjang (Vigna cylindrica) pada Pola

Kunjungan Serangga di Sawah Padi (Oryza sativa) Dusun Balong, Karanglo, Malang.”

Biotropika 5 (2): 54–58.

Tauruslina, A.E., T. Yaherwandi, dan H. Hamid. 2015. “Analisis Keanekaragaman Hayati

Musuh Alami pada Ekosistem Padi Sawah di Daerah Endemik dan Non Endemik Wereng

Batang Coklat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat.” In Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon.,

1:581–89. doi:10.13057/psnmbi/m010334.

Wilyus, F.N., A. Johari, S. Herlinda, C. Irsan, dan Y. Pujiastuti. 2013. “Keanekaragaman,

Dominasi, Persebaran Spesies Penggerek Batang Padi dan Serangannya pada Berbagai

Tipologi Lahan di Provinsi Jambi.” J. HPT Tropika 13 (1): 87–95.

Wratten, S.D., M. Gillespie, A. Decourtye, E. Mader, dan N. Desneux. 2012. “Pollinator Habitat

Enhancement: Benefits to Other Ecosystem Services.” Agriculture, Ecosystems and

Environment 159. Elsevier B.V.: 112–22. doi:10.1016/j.agee.2012.06.020.

Yuantari, M.G.C., B. Widianarko, dan H.R. Sunoko. 2015. “Analisis Risiko Pajanan Pestisida

terhadap Kesehatan Petani.” Kemas 10 (2): 239–45. doi:ISSN 1858-1196.

Zaenun, S., T. Ekowati, dan E.D. Purbajanti. 2017. “Daya Adaptasi Perubahan Iklim Terhadap

Pedapatan Petani Padi di Kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal.” Agromedia 35 (1): 58–64.

Page 47: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 45

Zhu, Pingyang, Geoff M. Gurr, Zhongxian Lu, Kongluen Heong, Guihua Chen, Xusong Zheng,

Hongxing Xu, dan Yajun Yang. 2013. “Laboratory Screening Supports The Selection of

Sesame (Sesamum Indicum) to Enhance Anagrus spp. Parasitoids (Hymenoptera:

Mymaridae) Of Rice Planthoppers.” Biological Control 64 (1). Elsevier Inc.: 83–89.

doi:10.1016/j.biocontrol.2012.09.014.

Page 48: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 46

RESPON PESERTA TEMU LAPANG TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI DI

KABUPATEN TANGERANG

Rika Jayanti Malik

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

email : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Temu lapang adalah kegiatan pertemuan antara peneliti, penyuluh dan para petani untuk

saling tukar menukar teknologi/informasi sehingga didapatkan teknologi yang akan

dikembangkan sesuai potensi wilayah. BPTP Banten berupaya melaksanakan percepatan

diseminasi teknologi melalui kegiatan temu lapang. Kegiatan temu lapang dilaksanakan di

kelompok Bina Karya pada 18 November 2016. Kegiatan bertujuan untuk mengetahui respon

peserta terhadap teknologi dan pelayanan dalam temu lapang. Metode pengambilan data

menggunakan pendekatan personal dengan teknik survey yaitu dengan mengisi kuesioner yang

berisikan tentang penilaian terhadap teknologi dan pelayanan. skor nilai yang diberikan yaitu

nilai 0 - ≤ 1 (kurang puas), nilai > 1 - ≤ 2 (puas), nilai > 2 - ≤ 3 (sangat puas). Data yang

diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara diskriptif. Hasil kegiatan menunjukkan peserta sangat

puas terhadap teknologi perkandangan, pakan, reproduksi, pencegahan dan pengendalian

penyakit dan pengolahan limbah yang telah diterapkan kelompok Bina Karya. Peserta juga

sangat puas terhadap pelayanan BPTP Banten dalam pelaksanaan temu lapang.

PENDAHULUAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten melaksanakan pendampingan

program pengembangan kawasan sapi di Kabupaten Tangerang. Lokasi pendampingan sesuai

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 830 Tahun 2016 tentang Lokasi Pengembangan Kawasan

Pertanian Nasional. Salah satu dasar pertimbangan penentuan lokasi pendampingan yaitu

populasi sapi tertinggi di Provinsi Banten yaitu berada di Kabupaten Tangerang.

Page 49: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 47

Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2014), populasi sapi potong 54.898

ekor dan 3 wilayah dengan sebaran tertinggi berada di Kabupaten Tangerang 40.534 ekor

(73,8%), Serang 6.106 ekor (11,1%), dan Lebak 4.238 (7,7%). Dominasi populasi sapi potong

disebabkan adanya 7 feedloter (perusahaan pelaksana penggemukan sapi potong), dan dukungan

Pemerintah Kabupaten Tangerang yang mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011

tentang tata ruang wilayah untuk pengembangan sektor peternakan tahun 2011-2031 di 13

kecamatan.

Kecamatan Tigaraksa merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan sebagi lokasi

pengembangan kawasan sapi potong. BPTP Banten bersama Dinas Pertanian dan Peternakan

Kabupaten Tangerang melaksanakan pendampingan di Kelompok Bina Karya. BPTP Banten

melakukan pendampingan teknologi budidaya ternak dan Dinas secara teknis membatu

menyediakan sarana dan prasana pemeliharaan sapi potong. Tujuan pendampingan yaitu

membentuk model kelompok peternak yang menerapkan teknologi dan dapat dijadikan

percontohan bagi peternak maupun kelompok lainnya. Kerjasama kegiatan pendampingan BPTP

Banten dan Dinas meliputi: 1) peningkatan populasi sapi melalui bantuan ternak, instensif

menerapkan inseminasi buatan, peningkatan pengetahuan peternak tentang teknologi reproduksi

dan manajemen perkawinan, 2) peningkatan bobot badan harian sapi potong melalui pemberian

pakan tambahan menggunakan bahan lokal, dan adanya rumah pakan, 3) display/kebun hijauan

pakan ternak yang menampilkan beberapa jenis rumput unggul dan tersedianya mesin pencacah

rumput, dan 4) pemeliharaan sapi potong ramah lingkungan melalui pengolahan limbah

(pembuatan pupuk organik) dan adanya instalasi biogas kapasitas 4 m3.

BPTP Banten berupaya melaksanakan percepatan diseminasi teknologi budidaya sapi

potong melalui kegiatan temu lapang. Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2009

bahwa temu lapang adalah kegiatan pertemuan antara peneliti, penyuluh dan para petani untuk

saling tukar menukar teknologi/informasi sehingga didapatkan teknologi yang akan

dikembangkan sesuai potensi wilayah. Peserta temu lapang berasal dari beragam pihak yang

memiliki kepentingan di bidang peternakan, sehingga dapat diperoleh data dan informasi tentang

respon peserta temu lapang. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui respon peserta temu lapang

terhadap teknologi budidaya di Kabupaten Tangerang.

Page 50: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 48

METODOLOGI

Lokasi temu lapang di Kelompok Bina Karya, Desa Cileles, Kecamatan Tigaraksa,

Kabupaten Tangerang. Pelaksanaan temu lapang pada 18 November 2016. Jumlah peserta 80

orang terdiri atas anggota kelompok Bina Karya dan perwakilan kelompok peternak se

Kecamatan Tigaraksa, peneliti, penyuluh, swasta dan pemangku kebijakan yang diwakili oleh

Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Tangerang.

Teknologi budidaya sapi potong yang ditampilkan di Kelompok Bina Karya meliputi

sistem perkandangan, manajemen pakan, manajamen reproduksi dan sistem perkawinan,

pelayanan pencegahan dan pengobatan penyakit dan pengolahan limbah. Harapannya peserta

dapat termotivasi menerapkan sebagian maupun keseluruhan teknologi yang diterimanya.

Metode pegambilan data menggunakan pendekatan individu (survei) dengan teknik

mengisi kuesioner (memberikan penilaian terhadap komponen teknologi). Adapun komponen

teknologi yang dinilai meliputi: 1) perkandangan, 2) pakan: display budidaya rumput gajah,

pembuatan pakan olahan (fermentasi/silase), pembuatan comin block, pemberian pakan

tambahan, 3) reproduksi: fasilitas kandang jepit, pelayanan IB, dan pelayanan pengobatan

gangguan reproduksi, 4) pelayanan pencegahan dan pengobatan penyakit, dan 5) pengolahan

limbah (pembuatan pupuk organik dan biogas). Selain penilaian komponen teknologi, peserta

juga secara aktif dilibatkan dalam penilaian pelaksanaan temu lapang dengan kriteria penilaian

meliputi fasilitas, keramahan dan kesopanan panitia, kesesuaian dan kejelasan materi. Adapun

skor nilai yang diberikan yaitu nilai 0 - ≤ 1 (kurang puas), nilai > 1 - ≤ 2 (puas), nilai > 2 - ≤ 3

(sangat puas). Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara diskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah

Kecamatan Tigaraksa merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang dengan luas

5.279 ha. Wilayahnya termasuk kategori dataran rendah dengan ketinggian 44 m dpl. Batas

wilayah dan beberapa desa lingkup Kecamatan Tigaraksa ditampilkan pada Gambar 1.

Page 51: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 49

Gambar 1. Peta Kecamatan Tigaraksa

Cileles merupakan salah satu desa di Kecamatan Tigaraksa dengan luas 578,32 ha dan

jumlah penduduk Desa Cileles 7.117 orang. Jarak Desa Cileles dengan ibu kota kecamatan relatif

dekat yaitu 7 km, sedangkan jarak dengan ibu kota kabupaten 9 km dengan waktu tempuh 30

menit. Adapun jarak dengan ibu kota provinsi mencapai 80 km dengan waktu tempuh 2,5 jam.

Akses jalan menuju Desa Cileles baik dari ibu kota provinsi maupun kabupaten kategori mudah

(secara fisik melalui jalan raya (aspal) dan jalan desa telah menggunakan betonisasi).

Status lahan sawah, kebun, dan lahan tidur lainnya di Desa Cileles didominasi milik

pengembang. Masyarakat dapat memanfaatkan lahan tersebut melalui sistem perizinan yang

disetujui Kepala Desa. Adapun sawah status milik petani rata-rata sekitar 0,25 ha. Pemanfaatan

lahan milik pengembang dioptimalkan untuk tanaman pangan dan kebun hijauan pakan ternak

sekaligus lokasi penggembalaan ternak.

Karekteristik Kelompok

Salah satu Kelompok Ternak yang telah terdaftar yaitu kelompok Bina Karya. Kelompok

yang terbentuk atas satu visi yaitu pengembangan sapi potong. Kelompok Bina Karya terbentuk

pada tahun 2010 dengan jumlah anggota 20 orang. Struktur kepengurusan terdiri atas ketua

Page 52: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 50

(Ahmad), sekretaris (Saepudin) dan bendahara (Suryadi). Support pemerintah berawal dari tahun

2011 dengan adanya bantuan sapi potong pejantan sebanyak 4 ekor.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten mulai mendapingi kelompok Bina Karya

pada tahun 2013. Di tahun yang sama kelompok Bina Karya mendapatkan bantuan ternak sapi

potong 18 ekor (17 ekor betina dan 1 pejantan). Pembinaan terus berlangsung sampai dengan

tahun 2016 total sapi yang dipelihara kelompok mencapai 53 ekor.

Awal pembentukan kelompok, fokus usaha pada pola pembibitan. Mengingat hasil yang

dirasakan anggota membutuhkan waktu yang lama, maka sistem usaha kombinasi dengan pola

penggemukan (3-4 bulan). Kurun waktu 1 tahun, kelompok mampu menjual sapi potong

pejantan kisaran bobot 200-250 kg dengan harga Rp 15.000.000,- s/d Rp 18.000.000,-

Karakteristik anggota kelompok Bina Karya meliputi umur, pendidikan, kepemilikan

ternak dan luas lahan hijauan pakan ternak. Mayoritas anggota kelompok Bina Karya di

dominasi oleh umur 38-54 tahun. Pendidikan anggota kelompok Bina Karya didominasi oleh

tamat SD. Luas lahan HPT yang dikuasai peternak 300 – 6.800 m2. Kategori kepemilikan ternak

sapi potong rendah diartikan rata-rata kepemilikan 2-5 ekor. Mata pencaharian anggota

kelompok adalah petani.

Karakteristik tersebut menggambarkan bahwa anggota kelompok memiliki kemampuan

membaca dan menulis. Sehingga pendampingan dapat menggunakan metode pertemuan

/pembelajaran dengan media cetak, slide show maupun audio visual. Pemilihan metode dan

teknik serta media yang tepat tentunya dapat membantu percepatan diseminasi teknologi.

Percepatan diseminasi dengan memperhatikan karakteristik petani diharapkan mampu

mempercepat proses adopsi teknologi. Tahapan adopsi dimulai dari proses kesadaran hingga

penerapan teknologi. Adapun untuk menggugah minat banyak metode yang dapat dilakukan,

salah satunya yaitu melalui temu lapang teknologi. Adapun indikator keberhasilan temu lapang

dapat dilihat dari respon peserta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal (motivasi,

pengalaman berusaha tani dan luas lahan garapan) berkorelasi atau berhubungan nyata dengan

respon petani (Rukka, dkk. 2006).

Page 53: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 51

Respon Peserta Temu Lapang

Temu dilaksanakan pada 18 November 2016 di lokasi kelompok Bina Karya. Peserta

berjumlah 80 orang terdiri atas anggota kelompok Bina Karya, peternak perwakilan kelompok se

Kecamatan Tigaraksa, peneliti, penyuluh dan pemangku kebijakan dari dinas. Sebagai

narasumber yaitu Kepala BPTP Bantan, Kepala Bidang Produksi Peternakan Kabupaten

Tangerang dan Manajer PT. Lembu Setia Abadi Jaya.

Teknik diseminasi yang digunakan pada temu lapang yaitu ceramah, diskusi dan

kunjungan lapang. Ceramah dan diskusi antar peserta dan narasumber. Kombinasi teknik ini

diharapkan mampu membuka wawasan sekaligus meningkatkan pengetahuan peternak.

Hasil penelitian Mardiyanto, dkk (2016) melaporkan bahwa hasil uji Wilcoxon

menunjukkan pelatihan secara signifikan meningkatkan pengetahuan peserta sekaligus

meggambaran bahwa ceramah pada pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan petani.

Indikator keberhasilan temu lapang terlihat dari respon tingkat kepuasan pesertanya.

Menurut Hanafi, dkk (2011) bahwa respon adalah tanggapan seseorang berupa jawaban (sikap,

tindakan) terhadap suatu rangsangan yang diterimanya. Rangsangan berasal dari luar diri

seseorang tersebut. Respon peserta temu lapang terhadap teknologi ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Respon peserta temu lapang terhadap teknologi yang ditampilkan pada temu lapang.

No. Teknologi yang Dinilai Rata-rata

Nilai Kategori

1. Perkandangan 2,7 Sangat Puas

2. Pakan

a. Display/percontohan budidaya rumput gajah 2,4 Sangat Puas

b. Pembuatan pakan olahan (fermentasi/silase) 2 Puas

c. Pembuatan comin block 1,9 Puas

d. Pemberian pakan tambahan (penggemukan) 2,2 Sangat Puas

3. Reproduksi

a. Fasilitas Kandang Jepit 2,4 Sangat Puas

b. Pelayanan IB 2,6 Sangat Puas

c. Pelayanan pengobatan gangguan reproduksi 1,9 Puas

4. Pelayanan pencegahan dan pengobatan penyakit 2,1 Sangat Puas

5. Pengolahan limbah

a. Pupuk Organik 2,2 Sangat Puas

b. Biogas 2,1 Sangat Puas

Total rata-rata nilai 2,3 Sangat Puas

Keterangan: Nilai 0 - ≤ 1 (kurang puas), nilai > 1 - ≤ 2 (puas), nilai > 2 - ≤ 3 (sangat puas)

Page 54: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 52

Respon peserta temu lapang terhadap teknologi budidaya sapi menunjukkan kategori

sangat puas. Informasi ini menggambarkan bahwa kelompok Bina Karya dapat dijadikan

kelompok model bagi peternak sapi disekitarnya. Kelompok model merupakan kelompok yang

mampu menjadi fasilitas percontohan bagi peternak baik anggota maupun bukan dan kelompok

lain. Harapannya kelompok model dapat dijadikan sarana pembelajaran budidaya sapi yang baik

dan benar.

Peserta temu lapang sangat puas terhadap perkandangan, karena sistem perkandangan yang

digunakan kelompok Bina Karya merupakan kandang koloni yang dikelola oleh kelompok.

Kandang dengan ukuran 6 m x 12 m berbahan kayu dengan lantai semen dan beratap

menunjukkan anggota kelompok berupaya memperhatikan kesejahteraan ternak. Kondisi sapi

dalam kandang tidak berdesakan dan dikelompokkkan berdasarkan statusnya.

Peserta temu lapang sangat puas terhadap teknologi pakan, karena secara langsung menilai

tentang pertanaman rumput gajah yang berada di kebun kelompok. Selain itu juga peserta

mengamati tentang pembuatan pakan olahan (silase), comin block dan pakan tambahan

penggemukan. Mayoritas peserta temu lapang belum secara intensif menerapkan teknolofi

pakan, sehingga temu lapang diharapkan dapat menjadi sarana penggugah motivasi/minat.

Penilaian peserta terhadap teknologi reproduksi menunjukkan sangat puas karena fasilitias

yang tersedia di kelompok Bina Karya merupakan sarana penting dalam pelayanan inseminasi

buatan (IB). Fasilitas yang ditampilkan berupa kanang jepit dan keberhasilan IB yang telah

dilakukan petugas. Kabupaten Tangerang merupakan wilayah adopsi teknologi IB, sehingga

peternak sudah merasa butuh terhadap pelayanan IB.

Teknologi pengolahan limbah juga mendapatkan nilai yang sangat memuaskan karena

kelompok Bina Karya mulai menerapkan konsep pemeliharaan ternak yang ramah lingkungan.

Sarana yang ditampilkan yaitu rumah kompos dengan ukuran 9,5 m x 5 m dan biogas dengan

kapasitas 4 m3. Produk yang ditampilkan yaitu pupuk organik yang telah dikemas. Meskipun

produk pupuk organik atas dasar pesanan, akan tetapi setiap produksi kelompok Bina Karya

mampu menghasilkan 10 ton.

Respon peserta terhadap teknologi merupakan indikator keberhasilan pelaksanaan temu

lapang sekaligus menjadi dasar pertimbangan dalam percepatan diseminasi teknolgi. Sesuai

penelitian Hanafiah, dkk (2002) yang meneliti tentang respon peserta terhadap teknologi

Page 55: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 53

pencegahan dan pengendalian parasite. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa responden

memberikan tanggapan sangat memuaskan 17,65% dan memuaskan 64,7% serta cukup

memuaskan 17,65% pada manfaat obat cacing pada ternak domba. Hasil ini menggambarkan

bahwa ternak yang telah terserang parasite dapat diobati secara efektif menggunakan obat.

Dalam penelitiannya juga disampaikan bahwa melalui pertemuan responden mengerti,

mempunyai motivasi dan telah berupaya mengbati ternak yang terjangkit penyakit cacing.

Selain respon peserta terhadap teknologi, perlu juga digali informasi tentang respon peserta

terhadap pelaksanaan temu lapang. Peserta diajak kooperatif dalam menilai fasilitas, perilaku

pelaksana, materi dan narasumber dalam temu lapang. Respon peserta terhadap pelaksnaan temu

lapang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Respon peserta temu lapang terhadap pelaksanaan temu lapang

No. Nilai Pelayanan Rata-rata nilai Kategori

1. Fasilitas temu lapang 2,7 Sangat Puas

2. Keramahan panitia 2,9 Sangat Puas

3. Kesopanan panitia 2,7 Sangat Puas

4. Kesesuaian materi 2,3 Sangat Puas

5. Penjelasan materi 2,6 Sangat Puas

Total rata-rata nilai 2,7 Sangat Puas

Keterangan: Nilai 0 - ≤ 1 (kurang puas), nilai > 1 - ≤ 2 (puas), nilai > 2 - ≤ 3 (sangat puas)

Tabel 2 menggambarkan bahwa tim penyelenggara temu lapang mampu memberikan

pelayanan prima. Sebagaimana prinsip BPTP Banten yaitu terdepan dalam pelayanan dan

mengutamakan kualitas melalui sikap senyum, sapa dan salam. Sikap ini sangat dibutuhkan agar

peserta merasakan suasana yang nyaman dalam menentukan penilaian terhadap pelaksanaan

temu lapang.

KESIMPULAN

Temu lapang merupakan salah satu metode diseminasi yang efektif untuk menggugah

minat peternak dalam menerapkan teknologi. Respon peserta temu lapang sagat puas terhadap

teknologi perkandangan, pakan, reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit dan

pengolahan limbah yang telah diterapkan kelompok Bina Karya. Respon peserta terhadap

pelaksanaan temu lapang menujukkan kategori sangat puas, sehingga pelayanan BPTP Banten

dalam temu lapang dirasakan efektif.

Page 56: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 54

DAFTAR PUSTAKA

Hanafi Hano, T. Kurnianita, D. H. Susanti. 2011. Pengkajian Respon Peternak Terhadap

Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 Di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan.

Hanafiah Ahmad, Beriajaya, Dwi Yulistiani. 2002. Respon Peternak Domba Terhadap Teknologi

Penggunaan Obat Cacing: Studi Kasus Di Desa Tegalsari, Kabupaten Purwakarta.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan.

Mardiyanto Tri Cahyo dan Tri Reni Prastuti. 2016. Efektivitas Pelatihan Teknologi Budidaya

Bawang Putih Varietas Lokal Ramah Lingkungan dengan Metode Ceramah di Kabupaten

Karanganyar. Jurnal Agraris Vol. 2 No. 1 Januari 2016.

Rukka Hermaya, Buhaerah, Sunaryo. 2006. Hubungan Karakteristik Petani dengan Respon

Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik Pada Padi Sawah (Oryza sativa L.). Jurnal

Agrisistem Vol. 2 No. 1 Juni 2006.

Page 57: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 55

KARAKTERISTIK DAN PENILAIAN PENGUNJUNG TERHADAP PELAYANAN

STAND BPTP BANTEN DALAM ACARA PAMERAN BANTEN EXPO

Dewi Widiyastuti dan Septi Kusumawati

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

email : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Banten Expo merupakan acara yang rutin digelar oleh Pemerintah Provinsi Banten untuk

memperingati ulang tahun Provinsi Banten. Salah satu kegiatan Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten dalam

menyebarluaskan hasil penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang pertanian berupa

aktivitas yang memperkenalkan hasil produksi atau memperlihatkan hasil-hasil kajian BPTP

Banten. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan penilaian pengunjung terhadap

pelayanan pada Stand pameran Banten Expo. Pameran dilaksanakan di Hall 9-10 Gedung

Indonesia Conventiom Exhibition (ICE) Tangerang Selatan selama tiga hari mulai tanggal 16

sampai dengan 18 November 2017. Responden pengkajian berasal dari pengunjung yang

mengunjungi stand BPTP Banten sebanyak 35 orang. Metode pelaksanaan dilakukan melalui

wawancara perorangan menggunakan kuisioner sebagai panduan wawancara dengan jumlah 3

soal yang memuat pertanyaan tentang cara penyampaian dan kompetensi petugas, kebersihan

dan kerapihan stand pameran dan tampilan/tata letak stand pameran yang dikategorikan menjadi

5 kategori yaitu sangat tidak puas, tidak puas, kurang puas, puas dan sangat puas. Sedangkan

Penilaian pengunjung terhadap pelayanan Banten Expo berupa cara penyampaian dan

kompetensi info guide, kebersihan dan kerapihan stand pameran dan tampilan atau tata letak

stand pameran BPTP Banten pada kegiatan pameran Banten Expo 2017. Karakteristik

pengunjung pameran dalam kajian ini mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan

profesi pengunjung pameran. Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel

dan grafik. Hasil menunjukkan bahwa kerakteristik pengunjung rata-rata berumur 39 tahun

dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 19 orang dan perempuan sebanyak 16 orang. Tingkat

Page 58: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 56

pendidikan pengunjung sarjana sebanyak 25 orang yang berprofesi sebagai PNS dan karyawan

masing-masing 16 dan 13 orang. Sedangkan Penilaian pengunjung terhadap cara penyampaian

dan kompetensi info guide, kebersihan dan kerapihan stand pameran serta tampilan/tata letak

stand pameran BPTP Banten pada kegiatan pameran Banten Expo 2017 memberikan nilai puas

masing-masing sebesar 54,29%, 60% dan 51,43% dan yang memberikan nilai sangat puas

masing-masing sebesar 45,71%, 40% dan 37,14%.

Kata kunci: Karakteristik, pameran, pengunjung, pelayanan

PENDAHULUAN

Banten Expo merupakan acara yang rutin digelar oleh Pemerintah Provinsi Banten untuk

memperingati ulang tahun Provinsi Banten. Setiap tahun Banten Expo menampilkan stand

Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Banten, pelaku bisnis barang dan jasa, serta

program pelayanan publik dan binaan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten berperan serta dalam kegiatan pameran

tersebut.

Salah satu kegiatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten harus dapat menyebarluaskan hasil penelitian,

pengembangan dan inovasi di bidang pertanian. Pameran yang dilakukan oleh BPTP Banten

berupa aktivitas yang memperkenalkan hasil produksi atau memperlihatkan hasil-hasil kajian

BPTP Banten. Kegiatan pameran merupakan salah satu metode penyuluhan melalui info guide

kepada pengunjung yang bertujuan untuk memberikan pelayanan dan informasi teknologi

pertanian yang dibutuhkan pengunjung (Badan Litbang, 2017).

Pameran adalah pertunjukan (hasil karya seni, barang hasil produksi, dan sebagainya)

(KBBI, 2017). Pada pameran diperagakan teknologi yang dibutuhkan pengguna disertai

penjelasannya oleh pemandu. Melalui pameran, akan terjadi proses interaktif antara pengguna

teknologi dan pemandu pameran sehingga pengguna dapat mengenal dan memahami teknologi

yang diperagakan dan pemandu akan memperoleh umpan balik yang bermanfaat bagi

pengembangan inovasi ke depan (Junaidi, 2017).

Page 59: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 57

Salah satu upaya peningkatan kualitas stand pameran Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian (BPTP) Banten dilakukan penilaian pengunjung. Penilaian pengunjung dapat dijadikan

sebagai salah satu tolok ukur kualitas stand pameran. Menurut (Yahya dan Lubis, 2017)

Pengunjung merupakan seorang yang memakai atau menikmati barang ataupun jasa yang

diinginkannya. Karakterisitik pengunjung akan berbeda satu dengan yang lain dan dapat

mempengaruhi dalam pengambilan keputusan bagi para pengunjung.

Pengunjung pameran merupakan seseorang yang mengunjungi stand, melihat dan bertanya

tentang informasi teknologi yang dipertunjukan pada stan yang bertujuan untuk menggali

sedalam-dalamnya informasi dalam menerapkan pengembangan teknologi di daerahnya.

Semakin banyak instansi yang dilibatkan maka semakin banyak stan pameran yang memberikan

informasi teknologi melalui pengunjung/masyarakat dalam memperluas penyebaran informasi

teknologi untuk mencapai program pembangunan di bidang pertanian.

METODE

Pengkajian dilaksanakan di Hall 9-10 Gedung Indonesia Conventiom Exhibition (ICE)

Tangerang Selatan selama tiga hari mulai tanggal 16 sampai dengan 18 November 2017.

Responden pengkajian berasal dari pengunjung yang mengunjungi stand BPTP Banten sebanyak

35 orang. Metode pelaksanaan dilakukan melalui wawancara perorangan menggunakan

kuisioner sebagai panduan wawancara dengan jumlah 3 soal yang memuat pertanyaan tentang

cara penyampaian dan kompetensi petugas, kebersihan dan kerapihan stand pameran dan

tampilan/tata letak stand pameran yang dikategorikan menjadi 5 kategori yaitu sangat tidak puas,

tidak puas, kurang puas, puas dan sangat puas. Sedangkan Penilaian pengunjung terhadap

pelayanan Banten Expo berupa cara penyampaian dan kompetensi info guide, kebersihan dan

kerapihan stand pameran dan tampilan atau tata letak. Karakteristik pengunjung pameran dalam

kajian ini mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan profesi pengunjung pameran.

Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. karakteristik

pengunjung dapat menggambarkan kondisi pengunjung secara umum.

Page 60: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 58

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Karakteristik Pengunjung

Umur pengunjung pameran berkisar antara 19 sampai dengan 58 tahun dan terbanyak umur

pengunjung antara 39 sampai dengan 48 tahun. Umur pengunjung yang datang di Pameran

Banten Expo disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Umur Pengunjung Pameran (tahun)

Jenis kelamin pengunjung laki-laki sebanyak 19 orang dan perempuan sebanyak 16 orang.

Jenis kelamin pengunjung yang datang ke Pameran Banten Expo dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jenis Kelamin Pengunjung Pameran

Tingkat pendidikan pengunjung mulai dari SMU/sederajad sampai dengan sarjana. Rata-

rata tingkat pendidikan pengunjung adalah sarjana sebanyak 25 orang, SMU/sederajad 8 orang

dan diploma hanya 2 orang. Pengunjung yang datang memiliki pendidikan yang tinggi karena

lokasi Pameran Banten Expo berada di tengah kota yaitu Tangerang Selatan dapat dilihat pada

gambar 3.

Page 61: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 59

Gambar 3. Tingkat Pendidikan Pengunjung Pameran

Profesi pengunjung pameran beragam antara lain PNS, karyawan, pengusaha dan lain-lain.

Profesi pengunjung sangat didominasi oleh PNS dan karyawan masing-masing 16 orang dan 13

orang, sedangkan pengusaha sebanyak 5 orang dan lain-lain hanya1 orang. Dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Profesi Pengunjung Pameran

II. Penilaian Pengunjung Terhadap Pelayanan Stand Pameran BPTP Banten

Hasil penilaian pengunjung dari segi cara penyampaian dan kompetensi petugas sebagai

info guide pada pameran Banten Expo 2017, dapat dilihat pada tabel 1. Persentase penilaian

menyatakan bahwa pengunjung puas dan sangat puas 54,29% dan 45,71%. Begitu juga dengan

kebersihan dan kerapihan stand pameran pengunjung menyatakan puas dan sangat puas dengan

persentase masing-masing 60% dan 40%. Sedangkan pada tampilan/tataletak stand pameran

yang menyatakan puas dan sangat puas mendapatkan persentase sebesar 51,43 dan 37,14% dan

yang menyatakan kurang puas sebesar 8,57% disebabkan kurang puas ukuran stand yang kurang

luas dan banyaknya pengunjung yang datang.

Page 62: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 60

Tabel 1. Penilaian Pengunjung Terhadap Pelayanan Stand BPTP Banten

No. Partanyaan Sangat

tidak puas

Tidak

puas

Kurang

puas Puas

Sangat

puas

1. Cara penyampaian dan kompetensi info

guide 0 0 0 54,29 45,71

2. Kebersihan dan kerapihan stand pameran 0 0 0 60,00 40,00

3. Tampilan/tata letak stand pameran 0 0 8,57 51,43 37,14

KESIMPULAN

Kerakteristik pengunjung rata-rata berumur 39 tahun dengan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 19 orang dan perempuan sebanyak 16 orang. Tingkat pendidikan pengunjung sarjana

sebanyak 25 orang, yang berprofesi sebagai PNS dan karyawan masing-masing sebanyak 16 dan

13 orang.

Penilaian pengunjung terhadap cara penyampaian dan kompetensi info guide, kebersihan

dan kerapihan stand pameran serta tampilan/tata letak stand pameran BPTP Banten pada

kegiatan pameran Banten Expo 2017 memberikan nilai puas masing-masing sebesar 54,29%,

60% dan 51,43% dan yang memberikan nilai sangat puas masing-masing sebesar 45,71%, 40%

dan 37,14% .

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2017. Unit Kerja.

http://www.litbang.pertanian.go.id/unker/. [Diakses tanggal 23 Oktober 2017].

Junaidi, H. 2017. Persepsi Pengunjung Pameran Terhadao Materi Teknologi Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Maluku Utara. Jurnal Perpustakaan Pertanian Volume 26 (1).

http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jpp/article/view/7710/6694. [Diakses

tanggal 30 Oktober 2017].

Kamus besar Bahasa Indonesia. Pengertian pameran. 22 November 2017. https://kbbi.web.id/

pamer. [Diakses tanggal 20 Oktober 2017].

Page 63: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 61

Yahya, A.O., Lubis, D.P. 2017. Efektivitas Pameran Sebagai Media Komunikasi Pemasaran

Dewan Kerajinan Nasional Daerah Kota Bogor. Jurnal Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat (JSKPM) Volume 1 (2): 183-194. https://repository.unri.ac.id

/xmlui/bitstream/handle/123456789/5056/UNTUK%20JURNAL.pdf?sequence=1.

[Diakses tanggal 30 Oktober 2017].

Page 64: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 62

DAMPAK KEBERADAAN PERPUSTAKAAN DIGITAL

TERHADAP PERKEMBANGAN PERPUSTAKAAN KHUSUS BALAI PENGKAJIAN

TEKNOLOGI PERTANIAN BANTEN

Sri Maryani

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Jln. Ciptayasa KM. 01, Ciruas, Serang, Banten 42182

Telp. (0254) 281055; Fax (0254) 282507

email : [email protected], [email protected]

RINGKASAN

Studi terhadap pengaruh keberadaan perpustakaan digital terhadap perkembangan

perpustakaan “khusus” telah dilakukan di perpustakaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Banten. Studi dilakukan dengan cara mengamati buku tamu elektonik, data sirkulasi ragam

pustaka dan pemanfaatan jurnal online seperti science direct yang dilanggan oleh Pustaka Bogor.

Pengguna perpustakaan dapat dengan mudah memperoleh ragam informasi bahan pustaka baik

dari dalam maupun luar negeri. Science direct dan repository bisa dengan mudah diakses dari

masing masing meja kerja. Data jumlah pengujung diperoleh dari buku tamu elektronik, data

peminjaman bahan pustaka diperoleh dari buku peminjaman, sedangkan pemanfaatan Science

direct dan repository diperoleh dari komputer perpustakaan. Hasil studi menunjukkan bahwa

telah terjadi penurunan jumlah pengunjung perpustakaan dari tahun 2013 – 2014 sebesar

29,84%, sedangkan data peminjaman bahan pustaka tercetak seperti jurnal ilmiah, majalah

ilmiah penurunannya tidak nyata yaitu 7,16% pada tahun 2014 dan tahun 2015 sebesar 6,42%.

Keberadaan perpustakaan digital dan internet hanya berpengaruh terhadap jumlah pengunjung

perpustakaan, tetapi kurang berpengaruh terhadap aktivitas peminjaman bahan pustaka tercetak.

Kata Kunci : Perpustakaan, digital, khusus, pengunjung

Page 65: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 63

PENDAHULUAN

Perpustakaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten adalah perpustakaan

yang berada di lingkup institusi penelitian, termasuk ke dalam kategori perpustakaan “khusus”

mempunyai tugas untuk menyediakan dan memberikan layanan informasi kepada penggunanya,

terutama bagi peneliti dan penyuluh di lingkungan institusinya serta pemangku kepentingan di

bidang subyek yang sama. Sebagai perpustakaan khusus, perpustakaan BPTP Banten sudah

menerapkan sistem pelayanan terbuka, artinya perpustakaan memberi kebebasan kepada

pengunjungnya untuk dapat memilih sendiri koleksi yang diinginkannya dari rak. Untuk

mencatat jumlah pengunjung yang masuk ke perpustakaan disediakan buku tamu elektronis.

Perpustakaan digital menurut Digital Library Federation dalam Pendit, P.L.( 2008), adalah

“organisasi yang menyediakan sumberdaya, termasuk pegawai yang terlatih khusus untuk

memilih, mengatur, menawarkan akses, memahami, menyebarkan, menjaga integritas, dan

memastikan keutuhan karya digital sedemikian rupa sehingga, koleksi tersedia dan terjangkau

oleh komunitas yang membutuhkannya”.

Ketersediaan jurnal elektonis makin dirasakan manfaatnya oleh pengguna yang selama ini

kurang memiliki akses terhadap publikasi mutakhir yang sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Perpustakaan digital secara ekonomis lebih menguntungkan dibanding perpustakaan tradisonal,

karena institusi dapat berbagi koleksi sekaligus dapat mengurangi kebutuhan informasi tercetak.

Pada tahun 2008 perpustakaan BPTP Banten terpilih sebagai salah satu pengembangan

perpustakaan MODEL (Management, Organization, Development, Electronic, Library) yaitu

system pengelolaan perpustakaan semidigital yang dirancang berdasarkan pendekatan

manajemen dan organisasi berorientasi pengguna dengan mensinergikan pengembangan

sumberdaya manusia, infrastruktur, sumberdaya informasi, anggaran dan system layanan.

Perpustakaan MODEL dirancang untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama antar

perpustakaan dalam memanfaatkan secara efektif dan efisien sumber-sumber informasi Iptek

bidang pertanian yang tersedian di unit kerja masing-masing, baik di tingkat nasional maupun

internasional (Maksum dan Mei Rochjat Darmawiredja, 2007).

Keberadaan jurnal online seperti science direct yang dilanggan oleh Pustaka Bogor

memudahkan pengguna untuk mendapatkan informasi dari luar negeri secara gratis. Sedangkan

untuk mendapatkan informasi dalam negeri bisa di unduh dari aplikasi repository Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Untuk mendapatkan akses jurnal perpustakaan di

Page 66: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 64

UK/UPT lingkup Badan Litbang Kementerian Pertanian mendapatkan 2 buah password dari

PUSTAKA, satu untuk pengguna dan satu untuk pengelola. Pengguna perpustakaan dapat

dengan mudah memperoleh ragam informasi bahan pustaka baik dari dalam maupun luar negeri.

Untuk mengakses Science direct dan repository harus menggunakan fasilitas perpustakaan

digital.

Untuk melihat pengaruh keberadaan perpustakaan digital terhadap perpustakaan BPTP

Banten dilkukan suatu kajian dengan cara melakukan pengamatan terhadap jumlah pengunjung,

aktivitas peminjaman ragam pustaka dan pemanfaatan referensi digital dari tahun 2013 – 2015.

METODOLOGI

Penelitian pengaruh keberadaan perpustakaan digital terhadap perkembangan perpustakaan

konvensional dilakukan di perpustakaan BPTP Banten. Alat yang digunakan untuk

mengumpulkan data berupa komputer yang diletakan di meja penerima tamu. Pengunjung

perpustakaan mengisi buku tamu eletronik sebelum mencari informasi yang diperlukan.

Data pengunjung terdiri dari peneliti, penyuluh, teknisi litkayasa, dosen, mahasiswa,

pelajar, petani, staf dinas, swasta, dan umum yang tercatat dalam computer di kompilasi setiap

bulan. Data jumlah pengunjung yang digunakan selama 3 (tiga) tahun, tahun 2013 sampai

dengan 2015.

Publikasi atau bahan pustaka yang dibaca atau dipinjam terdiri dari buku, majalah ilmiah,

majalah umum, laporan tahunan, laporan kegiatan, makalah ilmiah, paket teknologi (petunjuk

teknis), skripsi/thesis, statistic, kliping surat kabar, CD Room, VCD/DVD, dicatat dalam buku

peminjaman. Data sirkulasi ditabulasi setiap bulan. Baik data pengunjung maupun data sirkulasi

kemudian dianalisa secara deskriftip. Kemudian data permintaan penelusuran yang pada

umumnya diminta oleh para peneliti dan penyuluh disandingkan dalam bentuk tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah pengunjung perpustakaan BPTP Banten tahun 2013- 2015 disajikan pada Tabel 1

dan sirkulasi ragam pustaka yang dipinjam pada tahun yang sama disajikan pada Tabel 2.

Kunjungan pengguna ke perpustakaan menurun sejak diperkenalkannya Perpustakaan digital.

tahun 2013. Pada tahun 2013, jumlah pengunjung perpustakaan sebanyak 579 orang, dan pada

Page 67: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 65

tahun 2014 sebanyak 408 orang, sedangkan pada tahun 2015 sebanyak 289 orang. Jumlah

pengunjung tahun 2014 turun sebesar 29,84% jika dibandingkan tahun 2013, sedangkan pada

tahun 2015 turun 4,63% dibanding tahun 2014. Pada Tabel 1 terlihat bahwa penurunan terjadi

hampir diseluruh profesi, pengunjung, dimana penurunan nyata terjadi pada profesi mahasiswa

dan pelajar. Perpustakaan BPTP Banten sebenarnya merupakan perpustakaan hybrid yaitu

perpaduan antara perpustakaan khusus yang masih tradisional dan perpustakaan digital yang

dikoordinir oleh PUSTAKA Bogor.

Tabel 1. Jumlah pengunjung Perpustakaan BPTP Banten selama 3 tahun.

Tabel 2. Jumlah ragam pustaka yang dipinjam oleh berbagai profesi.

Pada Tabel 2 terlihat penurunan ragam pustaka yang dipinjam, peminjaman buku secara

keseluruhan menurun sebesar 7,16% pada tahun 2014. Sedangkan pada tahun 2015

penurunannya 6,43%, sedangakan peminjaman buku statistik terus meningkat,

Keberadaan perpustakaan semi-digital seperti perpustakaan MODEL yang diperkenalkan

oleh PUSTAKA Bogor berpengaruh nyata terhadap jumlah pengunjung ke Perpustakaan BPTP

Banten, berdasarkan data jumlah pengunjung selama 3 tahun (2013-2015).

Profesi pengunjung 2013 2014 2015

Orang % Orang % Orang %

Peneliti 138 23,83 135 33,08 120 30,86

Penyuluh 67 11,57 59 14,46 45 11,57

Litkayasa 52 8,98 15 3,68 29 7,45

Mahasiswa 177 30,57 112 27,45 95 24,42

Pelajar 114 19,69 66 16,18 80 20,56

Dinas 3 0,52 1 0,25 4 1,03

Umum 28 4,84 20 4,90 16 4,11

Jumlah 579 100 408 100 389 100

Jenis Koleksi 2013 2014 2015

Judul % Judul % Judul %

Buku 201 60,00 151 48,55 150 51,55

Majalah ilmiah 80 23,88 93 29,90 40 13,74

Majalah umum 11 83,2 22 7,07 24 8,25

Laporan kegiatan 9 2,69 7 2,25 24 8,25

Paket Teknologi (leaflet, brosur,

liptan)

6 1,79 5 1,61 13 4,47

Data Statistik 28 8,36 33 10,61 40 13,74

Jumlah 335 100 311 100 291 100

Page 68: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

Buletin IKATAN Vol. 7 No. 2 Tahun 2017 66

KESIMPULAN

Kesimpulan

Hasil kajian menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah pengunjung yang datang ke

perpustakaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna perpustakaan BPTP Banten sebagian

penelitinya sudah mengakses jurnal yang dilanggan PUSTAKA Bogor dan berangsur-angsur

beralih pada perpustakaan digital. Berkaitan dengan perubahan dan perkembangan tersebut

pustakawan harus memfasilitasi kebutuhan peneliti serta tanggap, proaktif, menerima, dan

berusaha untuk meresponnya secara efektif dalam rangka memenuhi harapan pengguna. Ke

depan pengguna diharapkan dapat menelusuri sendiri atau memesan informasi yang diperlukan

kepada pustakawan.

Jumlah pengunjung perpustakaan BPTP Banten menurun sebesar 29,84% pada tahun 2014

dan 4,63% tahun 2015. Sedangkan jumlah pemanfaatan ragam pustaka tercetak relativ stabil baik

sebelum maupun sesudah pemanfaatan perpustakaan digital.

DAFTAR PUSTAKA

Hartinah, S. 2014. Metode Penelitian Perpustakaan, Cetakan ke 2 edisi 1. Modul 1-9. Penerbit

Universitas Terbuka, Tangerang Selatan.

Saleh, A.R dan Komalasari, R. 2010. Manajemen Perpustakaan. Cetakan ke 5 Penerbit

Universitas Terbuka, Tangerang Selatan.

Maksum dan Darmawiredja., M.R. 2007. Perpustakaan MODEL UK/UPT Departemen

Pertanian : Suatu Pendekatan Manajemen dan Organisasi, Vol. 16 (2) , 2007. p. 35 – 42.

Pendit, P.L. 2008. Perpustakaan Digital dari A sampai Z, Penerbit : Cita Karyakarsa Mandiri

Jakarta, 2008. p. 308.

Page 69: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini

PEDOMAN PENULISAN UNTUK BULETIN INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI

INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN (IKATAN)

1. Buletin IKATAN Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten memuat berbagai tulisan yang dikemas dalam

bahasa ilmiah populer yang bersumber dari dari hasil-hasil maupun tunjauan (review) mengenai

penelitian/pengkajian di bidang pertanian yang belum pernah dipulikasi.

2. Artikel diketik menggunakan program Microsoft Word, ukuran kertas A4, huruf Times New Roman 12, spasi

1,5 maksimal 10 halaman (termasuk tabel dan gambar). Naskah besarta soft copy-nya dikirim kepada Redaksi

Buletin IKATAN.

3. Struktur/susunan artikel sebagai berikut : Judul, Nama dan Institusi Penulis, Abstrak, Kata Kunci,

Pendahuluan, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Daftar Pustaka.

4. Judul: singkat dan jelas, menggambarkan isi pokok tulisan, informatif, menggunakan bahasa Indonesia yang

baik dan benar serta ditulis dengan huruf besar.

5. Nama dan Institusi Penulis: nama penulis ditulis lengkap tanpa gelar, nama penulis pertama merupakan

penulis utama, institusi (penulis pertama, kedua dan seterusnya) ditulis secara lengkap.

6. Abstrak: menggambarkan isi naskah yang memuat ringkasan tulisan mulai pendahuluan hingga kesimpulan.

Ditulis dengan huruf Times New Roman 12, spasi 1, maksimal 150 kata. Di bawah abstrak dicantumkan Kata

Kunci.

7. Pendahuluan: menjelaskan informasi tentang kondisi, potensi, signifikasi kemajuan IPTEK dan

penerapannya, permasalahan dan alasan yang melatarbelakangi perlunya dilakukan penelitian/kajian tersebut.

8. Metodologi: menjelaskan bagaimana cara melakukan penelitian/pengkajian memuat waktu dan tempat, bahan

dan alat, metode dan teknik pengambilan data, analisis data dan tahapan kegiatan (kerangka pikir) yang jelas.

9. Hasil dan Pembahasan: disajikan dalam satu kesatuan. Hasil menguraikan secara objektif tentang informasi/

data yang diperoleh, bila perlu dapat ditampilkan dalam bentuk tabel, gambar dan lain-lain. Pembahasan,

menginterpretasikan hasil yang dicapai dan menjelaskan secara logis tentang ide dan argumen yang

mengambarkan jawaban terhadap pemecahan persoalan dan tujuan yang mendukung pernyataan untuk

menarik kesimpulan.

10. Kesimpulan: uraian singkat yang mengemukakan hal-hal penting tentang hasil kegiatan yang sesuai dengan

tujuan penelitian/pengkajian dan disertai saran tindak lanjut.

11. Daftar Pustaka: disusun secara alfabetis dengan format :

a. Untuk terbitan berkala: nama penulis, tahun terbit, judul naskah pustaka, nama terbitan, volume dan

nomor serta halaman.

b. Untuk buku: nama penulis, tahun terbit, judul naskah pustaka, nama penerbit dan kota terbit.

c. Untuk internet: nama penulis, judul atrikel, tahun terbit, alamat yang diunduh.

Contoh penulisan pustaka bulletin:

Susiyanti, Nurmayulis, A. Fatmawati. 2012. Keragaman Plasma Nutfah Tanaman Garut (Marantaanundinacea L.)

di Provinsi Banten dan Potensi Pengembangannya. Bul IKATAN 2012, Volume 2 (1): 24-38

Contoh penulisan pustaka buku:

Sprapto H.S. dan Sutarman T. 1982. Bertanam Kacang Hijau. Penebar Swadaya. Jakarta

Contoh penulisan pustaka internet:

Sarmoko. Jamu Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka [Internet]. 2009. [Diunduh Februari 2010].

Tersedia di: https://moko31.wordpress.com/2009/05/01/jamu-obat-herbal-terstandar-oht-dan-fitofarmaka/

BULETIN IKATAN (INFORMASI PENGKAJIAN DAN DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN)

Page 70: Penanggung Jawabbanten.litbang.pertanian.go.id/new/images/pdf/buletin...Penanggung Jawab Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Dewan Redaksi Resmayeti Purba ST. Rukmini