pemidanaan anak di bawah umur yang...

119
PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : MUHAMMAD GALIH PRAKOSO NIM: 11150450000004 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1441 H / 2020 M

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM

PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan

Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

MUHAMMAD GALIH PRAKOSO

NIM: 11150450000004

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1441 H / 2020 M

Page 2: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM

PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan

Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

MUHAMMAD GALIH PRAKOSO

NIM: 11150450000004

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. Afwan Faizin, M.A.

NIP. 197308022003121001 NIP. 197210262003121001

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1441 H / 2020 M

Page 3: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG

MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF

RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kediri No.

6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr)”, telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tanggal 9 April 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Hukum Pidana

Islam.

Jakarta, 9 April 2020

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Qasim Arsadani, M.A. (....................)

NIP. 196906292008011016

Sekrertaris : Mohamad Mujibur Rohman, M.A. (....................)

NIP. 197604082007101001

Pembimbing I : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. (....................)

NIP. 197308022003121001

Pembimbing II : Afwan Faizin, M.A. (....................)

NIP. 197210262003121001

Penguji I : Qasim Arsadani, M.A. (....................)

NIP. 196906292008011016

Penguji II : Muhammad Ishar Helmi, S.Sy., SH., MH. (....................)

Page 4: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 9 April 2020

Penulis,

Muhammad Galih Prakoso

Page 5: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

ABSTRAK

Muhammad Galih Prakoso. NIM 11150450000004. PEMIDANAAN ANAK DI

BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN

DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan Pengadilan

Negeri Kediri No. 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr). Program Studi Hukum Pidana

Islam (Jinayah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H / 2020 M. Adanya skripsi ini ditulis oleh

penulis, yaitu bertujuan untuk menganalisis putusan dan pertimbangan hakim

terhadap pelaku tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Penelitian ini,

penulis juga menjelaskan mengenai ketentuan pidana bagi anak yang melakukan

tindak pidana pencurian dari segi hukum pidana positif dan hukum pidana Islam,

yang kemudian materi-materi tersebut penulis jadikan sebagai acuan tambahan

dalam menganalisis putusan hakim terhadap Terdakwa anak yang bernama RISKI

PRATAMA PUTRA BIN ISKANDAR sebagai pelaku tindak pidana pencurian

pada Pengadilan Negeri Kediri, dalam rangka menentukan sanksi yang tepat untuk

diterapkan.

Penelitian ini, metode yang digunakan oleh penulis yaitu menggunakan metode

yang bersifat deskriptif analisis, dengan menggunakan pendekatan normatif serta

studi kepustakaan (library research), yakni dengan melakukan penelitian terhadap

peraturan perundang-undangan sebagai objek penelitian, yang dikaitkan dengan

teori-teori hukum. Demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam

masyarakat, yang berkenaan dengan objek penelitian. Setelah data diperoleh,

penulis menganalisis data yang diperoleh berupa Putusan Pengadilan Negeri

Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwasanya hakim dinilai

gagal dalam menerapkan upaya diversi (pengalihan hukum) dari litigasi ke non

litigasi terhadap kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak.

Kemudian hakim dinilai memandang sebelah mata dalam mempertimbangkan

hukum ketika memutus perkara anak yang berhadapan dengan hukum.

Oleh sebab itu penting dibuatnya skripsi ini, yaitu agar adanya evaluasi hukum

demi tercapainya keadilan, sehingga dapat mencerminkan suatu sistem hukum

yang dapat melindungi hak-hak anak. Penulis merekomendasikan kepada aparat

penegak hukum, khususnya majelis hakim yang memutus perkara anak agar dapat

menerapkan upaya diversi (pengalihan hukum) dari litigasi ke non litigasi. Hal ini

dimaksudkan untuk mencapai keputusan majelis hakim yang benar-benar adil,

sehingga diharapkan munculnya kesadaran hukum bagi aparat penegak hukum dan

seluruh masyarakat di Indonesia.

(Kata Kunci : Pemidanaan Anak, Tindak Pidana Pencurian, Restorative Justice)

Pembimbing I : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag.

Pembimbing II : Afwan Faizin, M.A.

Daftar Pustaka : 1968 s.d. 2018

Page 6: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

vi

KATA PENGANTAR

بسم الل ار حيم حمن ار

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan

rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa Umat Islam dari zaman kebodohan,

hingga ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini.

Dengan selesainya skripsi ini yang berjudul “PEMIDANAAN ANAK DI

BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN

DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE (Studi Putusan Pengadilan

Negeri Kediri No. 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr)”, yang disusun sebagai salah

satu syarat akademis untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis

berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat keilmuan khususnya di Fakultas

Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah). Karya ini

tidaklah dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dari kawan-kawan serta pihak-

pihak yang terkait dalam memberikan dukungan dan memberikan sumbangsih ide

serta waktu untuk berdiskusi dengan penulis. Oleh karena itu, penulis merasa

sangat perlu untuk mengucapkan terima kasih sebagai bentuk penghargaan kepada

:

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.A., M.H., Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Qasim Arsadani, M.A., Ketua Prodi hukum pidana Islam dan

Penguji saya dalam ujian munaqasyah (skripsi) yang selalu berkenan

meluangkan waktu dan mencurahkan segala perhatiannya untuk

memberikan pencerahan serta pengarahan yang begitu baik bagi penulis

sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Mohammad Mujibur Rohman, M.A., Sekretaris Prodi hukum pidana

Islam, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

vii

4. Bapak Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag. dan Bapak Afwan Faizin, M.A., Dosen

Pembimbing yang senantiasa sabar, peduli, dan selalu memberikan

pengarahan yang begitu baik bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

5. Bapak Muhammad Ishar Helmi, S.Sy., SH., MH., Penguji saya yang

senantiasa sabar dan bersedia meluangkan waktunya dalam rangka ujian

munaqasyah (skripsi) yang dilakukan secara daring (online), mengingat

kondisi di negeri tercinta yaitu Indonesia sedang mengalami darurat

pandemi, dimana adanya wabah virus Covid-19 (Corona virus disease 19),

sehingga masyarakat diminta untuk tidak boleh keluar rumah atau

beraktifitas di luar rumah oleh Pemerintah, sebagai maksud untuk memutus

mata rantai penyebaran virus tersebut.

6. Pengadilan Negeri Kediri Klas I-B, yang telah mengizinkan penulis untuk

mengadakan penelitian dan memperoleh informasi berupa salinan putusan

perkara.

7. Pimpinan dan staf karyawan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi

kepustakaan berupa buku-buku ataupun lainnya, sehingga penulis

memperoleh informasi yang dibutuhkan.

8. Pimpinan dan staf karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang senantiasa memberikan fasilitas dan

pelayanan kepada penulis untuk mengadakan studi kepustakaan berupa

buku-buku ataupun lainnya, sehingga penulis memperoleh informasi yang

diperlukan.

9. Pimpinan dan staf karyawan akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang senantiasa memberikan fasilitas dan

pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan keperluan administrasi

selama menyelesaikan skripsi ini.

10. Ibu Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, M.A., Dosen Penasihat Akademik yang

dalam hal ini selalu memberikan arahan dan motivasi demi

terselesaikannya skripsi ini.

Page 8: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

viii

11. Seluruh dosen dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang banyak mencurahkan ilmu pengetahuan

kepada penulis selama menjalani masa studi berlangsung.

12. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Papa (Alm) Agus Nurofik dan

Ibunda tercinta Mama Anik Ratriningsih, yang selalu memberikan

dukungan, semangat, nasihat, dan doa yang tiada henti-hentinya selama

penulis menempuh kuliah Strata 1 (S1). Semoga Almarhum Papa Agus

Nurofik diberikan tempat yang terbaik di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala,

dan semoga Mama Anik Ratriningsih diberikan kesembuhan total dari

penyakit kista yang ada di ginjalnya dan bisa beraktifitas normal kembali

seperti sedia kalanya, serta Mama Anik Ratriningsih senantiasa diberikan

umur yang panjang dan kesehatan selalu oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.

13. Ibu Hj. Kasih Umi Habibah Soepandi, Nenek dari penulis, yang tiada

hentinya untuk selalu memberikan dorongan dan do’a kepada penulis

hingga skripsi ini terselesaikan.

14. Almira Felia Rafiq dan Eiffeline Nurrafika, kedua adik kandung penulis

yang telah memberi dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

15. Ibu Inda Komalasari, bibi dari penulis yang telah membantu memberikan

dorongan dan do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

16. Hukum Pidana Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2015,

selaku kawan-kawan seperjuangan selama di bangku perkuliahan yang

selama ini selalu mengajarkan arti sebuah pertemanan, yang selalu ada di

saat suka, duka, ceria, tawa, dan bahagia kepada penulis. Terimakasih atas

kebersamaan dan waktu yang telah kita alami bersama, semoga kelak kita

dipertemukan kembali sebagai orang-orang yang dapat memberikan

manfaat kepada masyarakat.

17. Sahabat seperjuangan NANO-NANO CREW (NNC), diantaranya Sahabat

Burhanuddin, S.H., Muhammad Nur Oktapian, S.H., Muhammad Rifqi

Adjomi, S.H., Awaludin Fikri, S.H., Ali Maksum Asngari, Riyadhul Fikri,

Muhammad Aldi Fayed S. Arief, Hasin Abdullah, Muhammad Anggi

Page 9: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

ix

Prabowo, Adam Ridho Muzakki, Kaharudin Aldian Saputra dan Rifqi Faris

yang dalam hal ini telah memberikan arti sebuah persahabatan. Suka, duka,

dan berbagi keceriaan bersama sudah menjadi hal yang rutin untuk

dilakukan, dan menjadi sebuah penghibur dikala penat melanda penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih sahabat atas dukungan,

motivasi, dan nasihat yang selama ini telah dicurahkan, semoga kita dapat

dipertemukan kembali sebagai orang yang sukses dengan pekerjaan yang

ditekuni.

18. Sahabat-sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik

Mania Liar) yang berlokasi di Kediri, Jawa Timur, diantaranya adalah Jorda

Agung Satria, S.Tr.T, Eko Prambudi Hidayatullah, S.S.T. (TD), Riki

Fakhru Perdana, S.H., Ilham Putra Prasetya Sunardi, S.Tr.T., Ahlis

Syarifuddin, S.Pd., Luki Cahya Nugraha, S.Pd., Andri Amrullah, yang telah

berkontribusi penuh membantu saya dalam dunia perkopian, penghibur

saya ketika keadaan duka maupun lara. Terima kasih telah hadir di dalam

dunia saya, mau mengenal saya dengan tulus, tanpa mengenal rasa pamrih.

19. Teman-teman kelas XII-IPA 3 (Fosfor) MAN 3 Kediri, yang telah

menemani saya bersama-sama selama 2 tahun sejak kelas XI (sebelas)

dalam proses pembelajaran di sekolah, sekaligus sebagai teman bermain

dan ngumpul bersama ketika di luar jam sekolah.

20. Teman-teman kelas X-5 (Rexfire) MAN 3 Kediri, yang telah menemani

saya bersama-sama selama 1 tahun dalam proses pembelajaran di sekolah,

sekaligus sebagai teman ngumpul bersama ketika acara buka puasa bersama

pada waktu bulan suci Ramadhan dan saat Sasya (Safari Syawal) ke rumah

guru-guru MAN 3 Kediri.

21. Seluruh kader dan anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia

Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum (PMII KOMFAKSYAHUM) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak membantu dalam

merasakan sebuah proses dan pengalaman dalam keorganisasian kepada

penulis.

Page 10: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

x

22. Seluruh kawan-kawan Kuliah Kerja Nyata, yakni KKN OCTAGON 196,

yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

23. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang

turut membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini.

Akhirnya tiada untaian kata yang berharga selain ucapan Alhamdulillahirabbil

‘Alamiin dan Terima Kasih yang sebesar-besarnya. Besar harapan semoga skripsi

ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya,

Aamiin yaa Rabbal ’aalamiin. Sekian dan terimakasih.

Jakarta, 9 April 2020 M

15 Sya’ban 1441 H

Muhammad Galih Prakoso

Page 11: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR SAMPUL ............................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING ...................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ........................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi

BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Identifikasi, Batasan, dan Perumusan Masalah .......................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 8

D. Kerangka Teori dan Konseptual ................................................. 9

E. Tinjauan Studi Terdahulu ........................................................ 24

F. Metode Penelitian ..................................................................... 26

G. Sistematika Penulisan ............................................................... 29

BAB II: TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK..................... 31

A. Tindak Pidana (Jarîmah) Menurut Hukum Islam .................... 31

B. Fungsi Penegakkan Hukum Dalam Hukum Islam .................... 37

C. Kedudukan Anak Sebagai Pelaku Jarîmah Menurut Hukum Islam

.................................................................................................. 39

D. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Menurut Hukum Islam .. 43

E. Kedudukan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Menurut Hukum

Positif ........................................................................................ 46

F. Ketentuan Pidana Terhadap Anak Pelaku Pencurian Menurut

Hukum Positif ........................................................................... 47

G. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku

Pencurian Menurut Hukum Positif ........................................... 51

Page 12: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

xii

BAB III: KONSEP DAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE

TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK

....................................................................................................... 57

A. Konsep Restorative Justice Dalam Melengkapi Penyelesaian

Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum ................................... 57

B. Implementasi Restorative Justice Terhadap Anak Pelaku Tindak

Pidana Pencurian ...................................................................... 61

C. Implementasi Diversi Melalui Pendekatan Restorative Justice

Yang Dilakukan Oleh Pihak Kepolisan .................................... 72

BAB IV: ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK

PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN ........................... 75

A. Kedudukan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana

Pencurian Dalam Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

.................................................................................................. 75

B. Pertimbangan Hakim Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana

Pencurian Dalam Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

.................................................................................................. 78

C. Analisa Penulis Terhadap Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-

Anak/2015/PN Kdr. .................................................................. 82

BAB V: PENUTUP ..................................................................................... 89

A. Kesimpulan ............................................................................... 89

B. Rekomendasi ............................................................................. 90

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 91

LAMPIRAN ........................................................................................................ 96

Page 13: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak bermasalah adalah anak yang melakukan tindak pidana atau

melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak. Perbuatan terlarang tersebut

diatur di dalam peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum

lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat. Anak pelaku tindak pidana

yaitu apabila melanggar ketentuan dalam peraturan hukum pidana yang ada,

maka pidana dan penjatuhan sanksi ini dinilai sebagai sebuah fenomena

hukum yang mampu mengurangi tindak kriminal juga sebagai konsekuensi

logis terhadap tindakan melawan hukum.1

Kenakalan anak merupakan hal yang sangat kompleks, karena anak tidak

dapat dilepaskan baik dari lingkungan sosialnya, lingkungan keluarga

maupun masyarakat sekitarnya. Hal ini disebabkan bahwa anak masih

mempunyai masa depan yang panjang, sehingga masih ada kemungkinan

untuk menjadi baik dalam perkembangannya, maka anak harus diberikan

bekal berupa bimbingan, pendidikan dan pembinaan yang cukup agar

nantinya setelah selesai menjalani masa pembinaannya akan menjadi lebih

baik kembali. Penanggulangan dalam menghadapi anak yang terkena kasus

pidana, Lapas Anak hadir sebagai lembaga tempat pendidikan dan

pembinaan bagi anak yang terkena kasus pidana. Anak yang ditempatkan di

Lapas Anak bertujuan agar anak tersebut memperoleh pendidikan dan

pelatihan baik formal maupun informal sesuai dengan bakat dan

kemampuannya, serta memperoleh hak-haknya.2

1 Hasanuddin AF, dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pustaka Al-Husna dan UIN

Press, 2003), h. 1. 2 Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-anak Remaja, (Bandung: Armico,

1983), h. 67.

Page 14: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

2

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan oleh anak disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor itu antara lain

adanya dampak negatif dari perkembangan yang cepat, arus globalisasi di

bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta perubahan gaya hidup sebagian orang tua. Perkembangan

tersebut sangat berpengaruh terhadap nilai dan moral anak. Selain itu, anak

yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan

pembinaan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh. Kurangnya kontrol dari

orang tua akan mudah membawa pengaruh terhadap anak yang dapat

merugikan perkembangan pribadi anak. Keadilan diakui sebagai kebutuhan

masyarakat yang pada gilirannya akan melahirkan lembaga atau sebuah

institusi hukum yang baik. Dengan demikian hukum itu bertujuan menjamin

adanya kepastian hukum dalam masyarakat, dan hukum itu harus pula

bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dari masyarakat.3

Pertanggungjawaban pidana anak tidaklah cukup kalau hanya didasarkan

pada hukum materiil seperti yang diatur dalam KUHP, karena KUHP

ketentuan hukumnya bersifat konvensional yang mengacu kepada

kepentingan hukum kolonial Belanda, dengan melihat perilaku dan

peradaban manusia yang sudah sedemikian kompleks bahkan

perkembangannya jauh lebih cepat dari peraturan yang ada. Oleh karena itu,

melalui pasal 103 KUHP, masih dibenarkan adanya perbuatan lain yang

menurut undang-undang selain KUHP dapat dipidana sepanjang undang-

undang itu bertalian dengan masalah anak dan tidak bertentangan dengan

ketentuan KUHP (lex specialis derogat legi generalis). Melalui asas ini pula

hukum pidana anak membenarkan undang-undang lain di luar KUHP yang

bertalian dengan masalah anak seperti ketentuan hukum yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak, di dalam undang-undang ini mengatur perbedaan perlakuan dalam

3 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1996), h. 40.

Page 15: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

3

beracara pidana terhadap pelaku tindak pidana oleh anak, serta sanksi yang

akan diterima oleh anak. Perbedaan perlakuan dan sanksi yang diatur dalam

undang-undang ini dimaksudkan untuk lebih memberikan perlindungan dan

pengayoman terhadap anak dalam menyongsong masa depannya yang

masih panjang. Selain itu, perbedaan tersebut dimaksudkan untuk

memberikan kesempatan kepada anak agar setelah melewati pembinaan

akan memperoleh jati dirinya untuk menjadi manusia yang lebih baik, yang

berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Kasus tindak pidana pencurian oleh anak tidak jarang ditemukan di

Indonesia, dimana sedikit dari pihak korban yang ingin mengakhiri

kasusnya ke jalur non litigasi, kemudian juga banyak hakim di Pengadilan

anak yang pada akhirnya lebih memilih untuk menjatuhkan pidana berupa

penjara terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian, salah satunya yaitu

kasus tindak pidana pencurian oleh anak pada putusan nomor 6/Pid.sus-

Anak/2015/PN Kdr. Kasus yang melibatkan terdakwa anak yang bernama

Riski Pratama Putra Bin Iskandar ini perkaranya telah sampai ke tahap

pengadilan, yang mana perkaranya telah tercantum di dalam putusan

Pengadilan Negeri Kediri nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.4

Kronologi kejadian, berawal ketika terdakwa anak yang bernama Riski

Pratama Putra Bin Iskandar sedang tidak mempunyai sejumlah uang, yang

membuat terdakwa berniat untuk mencuri atau mengambil sebuah barang.

Pada hari Selasa tanggal 10 Maret 2015 sekitar pukul 12.00 WIB, terdakwa

mendatangi sebuah Masjid Al Bajuri yang beralamat di Jalan

Ronggowarsito Kelurahan Pocanan Kota Kediri. Pada waktu yang

bersamaan, korban yang bernama Aden Saiful Hidayatulloh berniat untuk

menitipkan sebuah barang berupa Handphone merk Samsung Galaxy Y Neo

warna putih kepada saksi yang bernama Abdurrohman, adalah seorang

marbot atau DKM di Masjid Al Bajuri. Korban menitipkan barang tersebut

dikarenakan korban hendak belajar di Pondok Pesantren Lirboyo.

4 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 1.

Page 16: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

4

Kemudian saksi yang bernama Abdurrohman meletakkan handphone

tersebut di atas almari yang berada di dalam kamarnya, tepatnya di lantai

atas masjid tersebut. Selesai menaruh barang tersebut, kemudian saksi

Abdurrohman turun ke bawah hendak mengumandangkan adzan dzuhur.

Setelah selesai mengumandangkan adzan dzuhur, terdapat jamaah yang

ingin meminjam tasbih kepada saksi Abdurrohman, kemudian saksi

Abdurrohman naik ke lantai atas untuk mengambil tasbih tersebut. Pada

waktu yang bersamaan, saksi melihat terdakwa sedang berada di lantai atas

masjid tersebut, namun saksi tidak menegurnya dikarenakan saksi tidak

menaruh rasa curiga sama sekali kepada terdakwa. Kemudian setelah

mengambil tasbih, saksi langsung turun kembali ke lantai bawah untuk

melaksanakan shalat dzuhur. Selesai melaksanakan shalat dzuhur, saksi

Abdurrohman bergegas untuk mengecek kondisi dan keadaan di lantai atas.

Setelah dicek, ternyata terdakwa sudah tidak ada di tempat dan melihat

Handphone milik korban Aden Saiful Hidayatulloh juga sudah tidak ada di

tempatnya, bersamaan uang milik saksi Abdurrohman sebesar Rp. 12.000,-

(dua belas ribu rupiah) yang ditaruh di kantung saku depan sebelah kiri

bajunya yang sedang digantung, juga sudah tidak ada. Kemudian di hari

yang sama, terdakwa membawa barang hasil curiannya berupa Handphone

merk Samsung Galaxy Y Neo warna putih ke Pasar Loak Setono Pande yang

berlokasi di Kecamatan Kota Kediri, bermaksud untuk menjual barang

tersebut ke orang lain dengan harga Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu

rupiah). Setelah berhasil menjual barang tersebut, terdakwa pergunakan

uang hasil penjualan barang curian tadi untuk bermain internet di warnet

dan untuk membeli makan sehari-hari terdakwa.5

Setelah menjalani tahap persidangan di Pengadilan Negeri Kediri, pada

akhirnya terdakwa anak Riski Pratama Putra Bin Iskandar dijatuhi hukuman

oleh Majelis Hakim yakni berupa pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan

membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).6 Jika

5 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 3. 6 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 11.

Page 17: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

5

melihat putusan hakim tersebut, penulis menilai bahwasanya putusan

tersebut telah bertentangan dengan prinsip keadilan restoratif yang

disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahwasanya substansi dari prinsip keadilan

restoratif adalah untuk memulihkan keadaan, sedangkan pidana berupa

penjara dimaksudkan untuk misi balas dendam. Padahal di dalam Pasal 28B

Ayat (2) menyatakan secara jelas bahwa:

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang

serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa prinsip dari keadilan restoratif

diantaranya yaitu menjauhkan anak dari pengaruh negatif proses peradilan,

mengupayakan perdamaian antara korban dengan anak, mengutamakan

penyelesaian di luar proses peradilan (diversi) contohnya yaitu berupa

mediasi atau musyawarah, menanamkan rasa tanggungjawab anak,

mewujudkan kesejahteraan anak, menghindarkan anak dari perampasan

kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, meningkatkan

keterampilan hidup anak.

Secara jelas permasalahan yang muncul di dalam penelitian ini yaitu

adanya pertentangan antara das sein dengan das sollen. Das sein yang

disebutkan adalah putusan hakim kepada terdakwa anak yang bernama

Riski Pratama Putra Bin Iskandar berupa pidana penjara selama 7 (tujuh)

bulan, sedangkan das sollen yang disebutkan adalah peraturan hukum yang

ada di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

Hukum Islam mengatur mengenai ‘uqûbah (sanksi) bagi pelaku jarîmah

(tindak pidana) pencurian, yang mana perbuatannya termasuk ke dalam

kategori hukuman ḫudûd. Ḫudûd adalah hukuman yang telah ditentukan dan

ditetapkan kadarnya oleh Allah SWT di dalam alquran. Q.s. Al-Mâ’idah

(5):38 menjelaskan mengenai sanksi yang akan diterima bagi pelaku tindak

pidana pencurian, yang bunyinya sebagai berikut,

Page 18: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

6

ارقة ارق وٱرس عزيز حكيم وٱرس وٱلل لا من ٱلل بما كسبا نك يديهما جزاء ٣٨فٱقطعوا أ

Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan

sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

(Q.s. Al-Mâ’idah (5):38).

Berdasarkan ayat di atas, bahwasanya sanksi bagi pelaku tindak pidana

pencurian menurut hukum Islam adalah dipotong kedua tangannya. Sanksi

tersebut diterapkan terhadap orang-orang yang dapat dibebani hukum

(taklîf), atau dengan kata lain orang yang sudah mukallâf (dewasa). Namun

sanksi potong tangan tidak dapat dibebankan kepada seorang anak yang

belum dewasa (mukallâf), dan belum cakap atau mengerti soal hukum.7

Maka dari itu, jenis hukuman (‘uqûbah) dalam pidana Islam yang

seharusnya diberlakukan kepada seorang anak yang belum dewasa

(mukallâf) adalah sanksi takzir.

Hukuman takzir adalah perbuatan jarîmah yang tidak dikategorikan ke

dalam hukuman ḫudûd/qisâs. Jenis atau kadar serta bentuk hukuman takzir

itu diserahkan kepada kearifan Hakim untuk menentukan dan memilih

hukuman yang patut dikenakan kepada pelaku jarîmah, karena sanksi takzir

itu bertujuan untuk menghalang para pelaku jarîmah agar tidak mengulangi

perbuatan jahat yang mereka lakukan sebelumnya, serta sanksi takzir

diterapkan tidak untuk menyiksa para pelaku jarîmah. Sehingga sanksi

takzir yang seharusnya diterapkan kepada anak yang belum cakap hukum

diantaranya dapat berupa keikutsertaan dalam pelatihan kerja di lembaga

pendidikan anak, mendapat pembinaan dan bimbingan di lembaga

pembinaan khusus anak, dan lainnya yang dapat merubah sifat dan

perbuatan anak kembali seperti semula dari buruk ke baik.

7 A. Djazuli, Fiqh Jinâyâh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 30.

Page 19: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

7

Berdasarkan hasil putusan oleh Majelis Hakim yang telah menjatuhkan

hukuman kepada terdakwa anak yang bernama Riski Pratama Putra Bin

Iskandar, apabila putusan Majelis Hakim tersebut dihadapkan dengan

ketentuan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam yang telah

dipaparkan di atas, bahwasanya terdapat perbedaan diantara keduanya.

Karena perbedaan itulah yang menjadi inti permasalahan yang membuat

penulis ingin mengkaji lebih mendalam mengenai putusan Hakim

Pengadilan Negeri Kediri Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Maka berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian skripsi yang berjudul “PEMIDANAAN

ANAK DI BAWAH UMUR YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

PENCURIAN DALAM PERSPEKTIF RESTORATIVE JUSTICE

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN

Kdr)”.

B. Identifikasi, Batasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang masalah,

penulis mengidentifikasi beberapa masalah yang timbul sebagai berikut:

a. Tindak pidana pencurian oleh anak.

b. Pemidanaan anak pelaku tindak pidana pencurian.

c. Putusan diversi.

d. Keadilan restoratif.

2. Batasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini,

penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya

lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Di sini

penulis hanya akan membahas penerapan upaya diversi pada putusan

nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Page 20: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

8

3. Perumusan Masalah

Untuk memberikan kejelasan batasan masalah yang telah

dikemukakan sebelumnya di atas, maka perlu adanya penyusunan suatu

perumusan masalah dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis

merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pertimbangan hakim di dalam putusan nomor 6/Pid.sus-

Anak/2015/PN Kdr?

b. Bagaimana penerapan upaya diversi di dalam putusan nomor

6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Supaya pembahasan tentang tindak pidana pencurian oleh anak lebih

terarah dan mendalam sesuai dengan permasalahan-permasalahan di

atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk menganalisis pertimbangan hakim di dalam putusan nomor

6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

b. Untuk menganalisis penerapan upaya diversi di dalam putusan nomor

6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

2. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik untuk

penulis sendiri maupun bagi masyarakat umum tentunya. Manfaat

penelitian terbagi atas dua jenis, yaitu:

a. Secara akademis, terkait nilai guna keilmuan yang dapat

disumbangkan oleh hasil penelitian. Penelitian ini diharapkan

memberi kontribusi dalam penelitian ilmiah yang terfokus pada kajian

tentang upaya diversi terhadap pelaku tindak pidana pencurian oleh

anak. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan mampu menyediakan

referensi baru mengenai tindak pidana pencurian oleh anak.

Page 21: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

9

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat

melalui analisis yang dipaparkan pada pihak-pihak yang bergelut

dalam menangani perkara hukum anak, yaitu pihak kepolisian, hakim,

penuntut umum, dan lembaga sosial anak. Tidak hanya aparat penegak

hukum saja, namun juga dapat sebagai sumbangsih pada DPR RI

dalam menyusun rancangan perundang-undangan tentang anak.

Melalui kajian ini diharapkan pembuat kebijakan dan masyarakat

pada umumnya memiliki bahan bacaan dan diskusi yang bisa

menambah wawasan tentang masalah hukum anak.

D. Kerangka Teori dan Konseptual

1. Kerangka Teori

Membahas mengenai kerangka teori sama halnya membicarakan soal

hukum, sesungguhnya tidak ada definisi yang baku dan abadi.8

Sesungguhnya dalam membahas kerangka teori kita akan dihadapkan

pada 2 (dua) macam realitas, yaitu realitas in abstracto yang ada dalam

ide imajinatif, dan realitas in concreto yang berada pada pengalaman

indrawi.9 Teori merupakan penjelasan mengapa gejala konflik atau

proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya

pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannnya. Fungsi

teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan, petunjuk,

meramalkan dan menjelaskan gejala yang sedang diamati. Kerangka

teori yang dibuat bertujuan salah satunya untuk memberikan gambaran

yang sistematis mengenai masalah yang sedang diteliti. Teori disini

masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenarannya dengan

cara realitas.10 Oleh karena itu dalam penelitian, penulis menjelaskan

beberapa teori yang relevan terkait dengan penerapan restorative justice

8 Sabian Utsman, Metodologi Penelitian Hukum Progresif: Pengembaraan

Permasalahan Penelitian Hukum Aplikasi Mudah Membuat Proposal Penelitian Hukum,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 52. 9 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum (mengingat, mengumpulkan, dan

membuka kembali), (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 21. 10 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 79.

Page 22: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

10

(keadilan restoratif) terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian,

bertujuan untuk memaparkan dasar kerangka pemikiran penulis dalam

penelitian ini. Adapun kerangka teori yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini ada 2 (dua) teori, yaitu teori restorative justice (keadilan

restoratif) dan teori pemidanaan anak.

a. Teori Restorative Justice

Salah satu persoalan yang menjadi perhatian masyarakat saat ini

dalam proses penegakkan hukum adalah tidak tercerminnya prinsip

keadilan sebagai tujuan hukum. Beberapa kasus yang sering menjadi

perhatian adalah kasus pidana yang tidak layak untuk dihukum atau

bahkan sampai dibawa ke pengadilan, misalnya kasus yang pelakunya

adalah anak-anak. Berdasarkan pada perkembangan konsepsi

keadilan, munculah konsep keadilan restoratif (restorative justice).

Keadilan restoratif yaitu suatu keadilan, dimana secara luas

penerapannya menyeimbangkan dengan prinsip-prinsip dasar

penggantian kerugian. Keadilan restoratif merupakan suatu proses

dimana semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu

bersama-sama memecahkan, menciptakan suatu kewajiban untuk

membuat segala sesuatunya menjadi lebih baik dengan melibatkan

korban, anak sebagai pelaku, masyarakat, dan penegak hukum yang

berkepentingan dalam mencari solusi untuk memperbaiki dan

menentramkan hati yang tidak berdasarkan pada pembalasan.11

Penjatuhan sanksi dalam konsep keadilan restoratif ini

mengikutsertakan anak sebagai pelaku, korban, masyarakat, dan para

penegak hukum secara aktif. Anak sebagai pelaku bekerja aktif untuk

memulihkan kerugian korban dan menghadapi korban. Korban aktif

dalam menentukan sanksi bagi anak sebagai pelaku. Masyarakat

terlibat sebagai mediator, membantu korban dan mendukung

pemenuhan kewajiban pelaku. Penegak hukum dalam hal ini yang

11 Paulus Hadisuprapto, Juvenile Deliquency Pemahaman dan Penanggulangannya,

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), h. 125.

Page 23: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

11

memfasilitasi berlangsungnya mediasi. Lebih lanjut penjelasan

mengenai definisi keadilan restoratif yang dikemukakan oleh para ahli

/ pakar, diantaranya yaitu:

1) Kuat Puji Prayitno. Keadilan restoratif adalah nilai / prinsip

pendekatan terhadap kejahatan dan konflik, dengan fokus

keseimbangan pada orang yang dirugikan, penyebab kerugian,

dan masyarakat yang terkena dampaknya.

2) Howard Zehr. Dilihat melalui lensa keadilan restoratif,

kejahatan adalah pelanggaran terhadap hubungan

kemasyarakatan. Kejahatan menciptakan kewajiban untuk

memperbaikinya. Keadilan melibatkan korban, pelaku, dan

masyarakat dalam mencari solusi yang menawarkan pada

perbaikan, rekonsiliasi, dan jaminan.12

3) Burt Galaway dan Joe Hudson. Definisi keadilan restoratif

meliputi beberapa unsur pokok. Pertama, kejahatan dipandang

sebagai suatu konflik antara individu yang dapat mengakibatkan

kerugian pada korban, masyarakat, maupun pelaku sendiri.

Kedua, tujuan dari proses peradilan pidana harus menciptakan

perdamaian dalam masyarakat, dengan jalan perujukan semua

pihak dan mengganti kerugian yang disebabkan oleh

perselisihan tersebut. Ketiga, proses peradilan pidana

memudahkan peranan korban, pelaku, dan masyarakat untuk

menemukan solusi dari konflik itu.

4) Kevin I. Minor dan J.T. Morrison. Keadilan restoratif dapat

digambarkan sebagai suatu tanggapan kepada perilaku

kejahatan untuk memulihkan kerugian yang diderita oleh para

12 Howard Zehr, Changing Lenses : A New Focus for Crime and Justice, (Waterloo:

Herald Press, 1990), h. 181.

Page 24: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

12

korban kejahatan untuk memudahkan perdamaian antara pihak-

pihak yang saling bertentangan.13

5) Tony Marshall. Keadilan restoratif adalah proses dimana semua

pihak yang terlibat dalam suatu pelanggaran tertentu datang

bersama-sama untuk menyelesaikan secara kolektif untuk

menghadapi akibat dari pelanggaran dan implikasinya untuk

masa depan.14

6) B.E. Morrison. Keadilan restoratif merupakan bentuk

penyelesaian konflik dan berusaha untuk menjelaskan kepada

pelaku bahwa perilaku tersebut tidak dapat dibenarkan,

kemudian pada saat yang sama juga sebagai langkah untuk

mendukung dan menghormati sesama individu.15

7) Muladi. Keadilan restoratif merupakan suatu pendekatan

terhadap keadilan atas dasar falsafah dan nilai-nilai

tanggungjawab, keterbukaan, kepercayaan, harapan,

penyembuhan, dan “inclusivenes” serta berdampak terhadap

pengambilan keputusan kebijakan sistem peradilan pidana dan

praktisi hukum di seluruh dunia dan menjanjikan hal positif ke

depan berupa sistem keadilan untuk mengatasi konflik akibat

kejahatan dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan, serta

keadilan restoratif dapat terlaksana apabila fokus perhatian

diarahkan pada kerugian akibat tindak pidana, keprihatinan

yang sama dan komitmen untuk melibatkan pelaku dan korban,

mendorong pelaku untuk bertanggungjawab, kesempatan untuk

dialog antara pelaku dan korban, melibatkan masyarakat yang

13 Kevin I. Minor dan J.T. Morrison, A Theoritical Study and Critique of Restorative

Justice, (Monsey, New York: Ceimical Justice-Press and Kugler Publications, 1996), h.

117. 14 Tony Marshall, Restorative Justice : An Overview, (London: Home Office Research

Development and Statistic Directorate, 1999), h. 8. 15 B.E. Morrison, The School System : Developing its capacity in the regulation of a

civil society, (London: Cambridge University Press, 2001), h. 195.

Page 25: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

13

terdampak kejahatan dalam proses retroaktif, mendorong

kerjasama dan reintegrasi.

8) Bagir Manan. Secara umum pengertian keadilan restoratif

adalah penataan kembali sistem pemidanaan yang lebih adil,

baik bagi pelaku, korban, maupun masyarakat.16

Penanganan kasus terhadap anak yang berkonflik dengan hukum

harus didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak tersebut.

Pengertian frasa “terbaik bagi anak” yaitu terkait dengan sifat anak,

baik itu fisik, psikis, maupun sosial sehingga kepentingan anak satu

dengan yang lainnya tidak harus sama. Oleh karena itu, pendekatan

keadilan restoratif penting dilaksanakan sebab data di masyarakat

menunjukkan adanya beberapa kelemahan konsep penyelesaian

perkara pidana berdasarkan UU Pengadilan Anak dan UU

Pemasyarakatan, salah satunya adalah stigmatisasi anak dan bahkan

prionisasi. Keadilan restoratif merupakan suatu ide dan gerakan yang

mengedepankan keadilan dalam perspektif pelaku dan keluarganya,

korban dan keluarganya, masyarakat, dan pemangku kepentingan

dalam rangka pemulihan keadaan masing-masing. Karena itu,

konsepsi pemikiran restoratif menjadi salah satu upaya menjauhkan

anak dari sistem peradilan pidana yang dianggap tidak perlu untuk

dilaksanakan. Pendekatan tersebut bukan hanya diterapkan pada kasus

anak, melainkan juga pada kasus orang dewasa, misalnya pencurian

ringan, penggelapan ringan, perbuatan curang. Bahkan di beberapa

negara maju, korporasi yang melakukan tindak pidana dapat juga

diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif.17

Berdasarkan pemaparan sebelumnya mengenai definisi restorative

justice (keadilan restoratif), penulis menyimpulkan bahwasanya

16 Majalah Varia Peradilan No. 247, (Penerbit Ikatan Hakim Indonesia), Juni 2006, h.

3. 17 Widodo, “Diversi dan Keadilan Restoratif Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; Menakar Kesepian Anak, Korban, Penegak

Hukum, Masyarakat, dan Pemangku Kepentingan”, Harian Surya, (Surabaya), 2014, h. 1-

2.

Page 26: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

14

keadilan restoratif adalah suatu proses dimana semua pihak yang

terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama

memecahkan masalah dalam menangani akibat dari suatu perbuatan

tindak pidana di masa yang akan datang. Menangani masalah anak

yang berhadapan dengan hukum hendaknya dilakukan dengan

pendekatan secara kekeluargaan, sedapat mungkin menghindarkan

anak dari lembaga peradilan. Pengadilan bagi anak yang berhadapan

dengan hukum seharusnya menjadi upaya terakhir setelah berbagai

upaya yang dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan yang

ditempuh.

b. Teori Pemidanaan Anak

Secara tradisional teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi

ke dalam 3 (tiga) kelompok, diantaranya:

1) Teori absolut atau teori pembalasan

Teori absolut menyatakan bahwa pidana merupakan

keniscayaan yang terlepas dari dampaknya di masa depan.

Karena adanya kejahatan yang dilakukan oleh pelaku, maka

pelaku tersebut harus dijatuhkan hukuman disebabkan karena

dia telah melakukan perbuatan dosa.

Menurut Kant dan Hegel, ciri khas dari teori absolut yakni

berupa keyakinan mutlak akan keniscayaan adanya perbuatan

pidana, sekalipun pemidanaan sebenarnya tidak berguna,

bahkan apabila membuat keadaan pelaku kejahatan menjadi

lebih buruk. Kejahatan adalah peristiwa yang berdiri sendiri

serta terdapat kesalahan yang harus dipertanggungjawabkan,

dengan cara ini persoalan dapat dituntaskan. Kesalahan (dosa)

hanya dapat ditebus dengan menjalani penderitaan, jadi

pandangannya diarahkan ke masa lalu, bukan ke masa depan.18

18 T.P. Moeliono, Hukum Pidana : Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari KUHP

Belanda dan Pandanannya Dalam KUHP Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

2003), h. 60.

Page 27: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

15

Selanjutnya Karel O. Christiansen mengidentifikasi lima ciri

pokok teori absolut, yaitu tujuan pidana hanyalah sebagai

balasan; pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak

mengandung sarana-sarana untuk tujuan lain seperti

kesejahteraan masyarakat; kesalahan moral sebagai satu-

satunya syarat untuk pemidanaan; pidana harus disesuaikan

dengan kesalahan si pelaku; pidana melihat ke belakang, ia

dipandang sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan untuk

memperbaiki, mendidik, dan meresosialisasi pelaku.19

Menurut Nigel Walker para penganut teori retributif atau

teori pembalasan ini dapat pula dibagi dalam beberapa

golongan, yaitu:

a) Penganut teori retributif yang murni berpendapat bahwa

pidana harus cocok atau sepadan dengan kesalahan si

pembuat.

b) Penganut teori retributif tidak murni yang dapat pula

dibagi dalam :

(1) Penganut teori retributif yang terbatas berpendapat

bahwa pidana tidak harus cocok / sepadan dengan

kesalahan, hanya saja tidak boleh melebihi batas yang

cocok / dengan kesalahan terdakwa.

(2) Penganut teori retributif yang distributif berpendapat

bahwa pidana janganlah dikenakan pada orang yang

tidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus cocok /

sepadan dan dibatasi oleh kesalahan. Prinsip “tidak

ada pidana tanpa ada kesalahan” dihormati, tetapi

dimungkinkan adanya pengecualian misalnya dalam

hal pertanggungjawaban dalam perbuatan pidana.

19 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana : Ide Dasar Double Track

System dan Implementasinya, (Jakarta: Rajawali, 2004), h. 35.

Page 28: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

16

Lebih lanjut Nigel Walker menegaskan bahwa asumsi lain

yang dibangun atas dasar retributif yakni beratnya sanksi harus

berhubungan dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh

pelanggar. Asumsi ini dimasukkan ke dalam undang-undang

yang memberi sanksi-sanksi pidana maksimum yang lebih kecil

untuk usaha-usaha yang tidak berhasil daripada usaha-usaha

yang berhasil.20 Selanjutnya John Kaplan membagi teori

retributif ke dalam 2 (dua) bagian:

a) Teori pembalasan (The Revenge Theory)

Pembalasan mengandung arti bahwa hutang penjahat

telah dibayarkan kembali.

b) Teori penebusan dosa (The Expiation Theory)

Penebusan dosa mengandung arti bahwa penjahat

membayar kembali hutangnya.

Jadi pengertian antara teori pembalasan dengan teori penebusan

dosa tidak jauh berbeda. Menurut John Kaplan, tergantung dari

cara hakim atau seseorang dalam berpikir saat akan

menjatuhkan suatu sanksi, apakah dijatuhkannya sanksi tersebut

karena kita menghutangkan sesuatu kepadanya atau disebabkan

ia berhutang sesuatu kepada kita. Demikian pula Johannes

Andenaes menegaskan bahwa penebusan tidak sama dengan

pembalasan dendam. Pembalasan berusaha memuaskan hasrat

balas dendam dari sebagian para korban atau orang lain yang

simpati kepadanya, sedangkan penebusan dosa lebih bertujuan

untuk memuaskan tuntutan keadilan.

2) Teori relatif atau teori tujuan

Teori relatif pada dasarnya berpusat kepada tiga tujuan utama

pemidanaan, yaitu pencegahan, penolakan, dan perubahan.

Menurut J. Andenaes, teori ini dapat disebut sebagai teori

20 Nigel Walker, Sentencing in a rational society, (New York: Basic Books, Inc.

Publisher, 1971), h. 8.

Page 29: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

17

perlindungan masyarakat, sedangkan menurut Nigel Walker

disebut sebagai aliran reduktif, disebabkan karena dasar

pembenaran pidana menurut teori ini adalah untuk mengurangi

tingkat kejahatan. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan

pembalasan atau pengimbalan kepada pelaku, akan tetapi

mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang lebih bermanfaat. Dasar

pembenaran adanya pidana ialah terletak pada tujuannya.

Pidana dijatuhkan bukan karena adanya orang yang melakukan

kejahatan, melainkan sebagai pengingat supaya orang jangan

berbuat kejahatan. Oleh karenanya berorientasi pada tujuan

yang bermanfaat, maka teori ini disebut sebagai teori tujuan.

Tujuan pencegahan kejahatan dibedakan antara pengaruh

pidana terhadap terpidana dengan pengaruh pidana terhadap

masyarakat pada umumnya. Teori tujuan pidana yang berupa

pencegahan secara khusus dikenal dengan sebutan rehabilitasi.

Pada teori relatif ini dikenal dua sanksi, yaitu sanksi pidana dan

sanksi tindakan dalam kedudukan yang setara. Pengakuan

tentang kesetaraan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan ini

merupakan hakekat asasi atau ide dasar dari konsep sistem jalur

ganda yang menjadi ciri dari teori relatif. Sanksi pidana terkait

dengan unsur penderitaan dan sanksi tindakan terkait dengan

unsur pembinaan, kedua-duanya sama-sama penting.21

Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang

penjahat, dapat dibenarkan secara moral bukan karena penjahat

tersebut telah terbukti bersalah, melainkan karena pemidanaan

itu mengandung konsekuensi-konsekuensi positif terhadap

penjahat, korban dan juga masyarakat. Oleh karena itu, teori ini

disebut juga sebagai teori konsekuensialisme.22 Menurut Karl O.

21 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana : Ide Dasar Double Track

System dan Implementasinya, h. 23-33. 22 Yong Ohoitimur, Teori Etika Tentang Hukuman Legal, (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1997), h. 24.

Page 30: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

18

Christiansen, terdapat beberapa ciri pokok pada teori relatif ini,

yaitu:

a) Tujuan pidana yakni pencegahan;

b) Pencegahan bukan tujuan akhir, tetapi hanya sebagai

sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yakni

kesejahteraan masyarakat;

c) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat

dipersalahkan kepada si pelaku saja, misalnya

kesengajaan yang memenuhi syarat untuk adanya pidana;

d) Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai

alat pencegahan dalam kejahatan;

e) Pidana melihat ke depan atau bersifat prospektif, ia

mengandung unsur pencelaan / penderitaan maupun unsur

pembalasan tidak dapat diterima bila tidak membantu

pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan

masyarakat.23

3) Teori modern

Orientasi daripada teori modern ini adalah hukum

perlindungan sosial, yang mana tujuannya harus menggantikan

hukum pidana yang ada sekarang. Teori modern menolak

konsepsi-konsepsi tentang tindak pidana, penjahat, serta

menolak fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik yuridis yang

terlepas dari kenyataan sosial. Atas dasar doktrin ini, teori

modern melahirkan sebuah konsep yang dinamakan restorative

justice.

Secara historis, lahirnya konsep restorative justice bermula

dari adanya dua jenis sanksi yang dapat diterapkan kepada

tersangka, yaitu hukuman (punishment) yang berarti memiliki

unsur penderitaan di dalamnya dan perlakuan di luar hukuman

23 M. Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana : Ide Dasar Double Track

System dan Implementasinya, h. 42-43.

Page 31: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

19

(treatment) yang berarti memiliki unsur pembinaan di

dalamnya. Kemudian apabila kedua jenis sanksi tersebut

diterapkan secara bersamaan terhadap individu seseorang dalam

rangka merubah sifat buruk ke baik, maka tidak akan mencapai

hasil yang maksimal, sehingga perlu adanya jenis sanksi yang

dapat merubah individu seseorang tersebut tanpa harus

memunculkan kerugian yang sangat besar dari pihak manapun,

baik negara maupun masyarakat pada umumnya. Maka dari itu

munculah sebuah teori modern yang berorientasi pada hukum

perlindungan sosial serta menolak konsep tindak pidana.

bentuk-bentuk dari konsep restorative justice yaitu

pemberdayaan pihak-pihak yang terlibat akibat terjadinya

tindak pidana (pelaku, korban, keluarga korban dan pelaku,

masyarakat, dan aparat penegak hukum); musyawarah untuk

mencapai mufakat; pemulihan keadaan yang berupa

penggantian kerugian yang diakibatkan oleh adanya tindak

pidana.

Berdasarkan ketiga teori yang telah dipaparkan sebelumnya di atas,

penulis menyimpulkan bahwasanya pemidanaan terhadap anak pelaku

tindak pidana pencurian lebih tepat diterapkan menggunakan teori

modern, dimana di dalam teori modern terdapat konsep yang

dinamakan restorative justice, yang menitikberatkan pada pemulihan

keadaan dengan mengganti kerugian yang dilakukan pelaku kepada

korban jika terjadinya tindak pidana, daripada harus melakukan

pembalasan yang sifatnya bertujuan untuk membuat penderitaan

kepada salah satu pihak.

2. Kerangka Konseptual

a. Pemidanaan Anak

Terkait dengan konsep pemidanaan anak, yang dibahas disini yaitu

mengenai batas usia anak yang tidak dapat dikenai hukuman dari

Page 32: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

20

perbuatannya yang melakukan tindak pidana. Berikut ulasan

mengenai ragam penjelasan tentang batas usia anak, diantaranya:

1) Menurut Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002 Tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang

masih dalam kandungan.

2) Menurut Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

dikatakan bahwa seseorang yang belum dewasa yakni mereka

yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak

lebih dulu menikah. Jika suatu hari anak telah menikah sebelum

di usia 21 (dua puluh satu) tahun kemudian bercerai atau

ditinggal mati oleh pasangannya sebelum genap umur 21 (dua

puluh satu) tahun, maka ia tetap dianggap sebagai orang yang

telah dewasa alias bukan anak-anak lagi.24

3) Menurut Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, anak

adalah seseorang yang umurnya belum mencapai 16 (enam

belas) tahun.

4) Menurut Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979

Tentang Kesejahteraan Anak, yang disebut sebagai anak adalah

seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun

dan belum pernah kawin.25

5) Menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak adalah

seseorang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum

berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan

tindak pidana.

6) Menurut Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

Tentang Hak Asasi Manusia, anak adalah setiap manusia yang

24 Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya

Paramita, 2002), h. 90. 25 Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Kesejahteraan Anak, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1997), h. 52.

Page 33: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

21

berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah

termasuk anak yang masih di dalam kandungan apabila hal

tersebut demi kepentingannya.

7) Menurut Pasal 1 Konvensi Hak Anak, anak adalah seseorang

yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun, kecuali

berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak kedewasaan

telah diperoleh sebelumnya.

8) Menurut Sugiri sebagaimana yang dikutip dalam buku karya

Maidin Gultom, mengatakan bahwa selama di dalam tubuhnya

masih berjalan proses pertumbuhan dan perkembangan, anak itu

masih menjadi anak dan baru menjadi dewasa bila proses

perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas umur

anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa,

yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk wanita dan 21 (dua puluh

satu) tahun untuk laki-laki.26

Berdasarkan beberapa uraian mengenai batasan usia anak yang

disebutkan di atas dan cukup bervariasi, perlu untuk menentukan

batasan usia anak yang tidak dapat dikenai hukuman atas perbuatan

tindak pidana yang dilakukannya secara jelas dan lugas agar nantinya

tidak terjadi permasalahan yang menyangkut hal tersebut itu sendiri.

Perlindungan anak sendiri ditetapkan bahwa anak adalah seseorang

yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak

yang sedang di dalam kandungan dan belum pernah menikah.

b. Tindak Pidana Pencurian

Tindak pidana pencurian merupakan kejahatan yang sangat umum

terjadi di tengah masyarakat dan merupakan kejahatan yang dapat

dikatakan paling meresahkan di kalangan masyarakat. Disebutkan di

dalam Pasal 362 KUHP, bahwa seseorang akan dikenakan hukuman

berupa pidana penjara selama 5 (lima) tahun apabila orang tersebut

26 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, (Bandung: Refika Aditama,

2010), h. 32.

Page 34: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

22

melakukan sesuatu yang secara jelas melawan hukum berupa

mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang

lain secara diam-diam tanpa diketahui oleh siapapun. Pencurian

memiliki beberapa unsur, yaitu unsur objektif yang terdiri dari

perbuatan mengambil sesuatu barang, objeknya adalah suatu benda,

dan unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda yaitu benda

tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain; serta unsur

subjektif yang terdiri dari adanya maksud untuk berbuat, bertujuan

untuk memiliki suatu barang, dan perbuatannya melawan hukum.27

c. Restorative Justice

Terdapat 3 (tiga) prinsip dasar untuk membentuk keadilan

restoratif, yaitu terjadinya pemulihan kepada mereka yang menderita

kerugian akibat adanya kejahatan, pelaku memiliki kesempatan untuk

terlibat dalam pemulihan keadaan (restorasi), pengadilan berperan

untuk menjaga ketertiban umum dan masyarakat berperan untuk

melestarikan perdamaian yang adil. Praktik dan program dalam

keadilan restoratif tercermin pada tujuannya yang menyikapi tindak

pidana dengan mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah

untuk memperbaiki kerugian / kerusakan, melibatkan semua pihak

yang berkepentingan, dan mengubah sesuatu yang bersifat tradisional

selama ini mengenai hubungan masyarakat dan pemerintah dalam

menanggapi kejahatan. Penggunaan program-program restorative

justice, diantaranya:

1) Program keadilan restoratif dapat digunakan dalam setiap tahap

sistem peradilan pidana;

2) Proses keadilan restoratif hanya digunakan apabila terdapat

bukti-bukti yang cukup untuk menuntut pelaku tindak pidana

dan disertai dengan kebebasan dan kesukarelaan korban, dalam

hal ini termasuk kebebasan pelaku dan korban untuk

27 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, (Malang: Bayu Media, 2003), h.

5.

Page 35: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

23

mengundurkan diri dari kesepakatan setiap saat selama

berjalannya proses. Kesepakatan juga harus dicapai secara

sukarela dan memuat kewajiban-kewajiban yang wajar serta

proporsional;

3) Kesepakatan didasarkan atas fakta-fakta dasar yang berkaitan

dengan kasus yang terkait, serta partisipasi pelaku tidak dapat

digunakan sebagai bukti pengakuan kesalahan dalam proses

hukum berikutnya;

4) Disparitas akibat ketidak seimbangan, baik kekuatan maupun

perbedaan kultural harus diperhatikan dalam melaksanakan

proses keadilan restoratif;

5) Keamanan para pihak harus diperhatikan dalam menjalani

proses keadilan restoratif;

6) Apabila proses keadilan restoratif tidak tepat atau tidak mungkin

dilakukan, kasus tersebut harus dikembalikan kepada pejabat

sistem peradilan pidana, dan suatu keputusan harus diambil

untuk segera memproses kasus tersebut tanpa penundaan, dalam

hal ini pejabat peradilan pidana harus berusaha untuk

mendorong pelaku dalam bertanggungjawab berhadapan

dengan korban dan masyarakat yang dirugikan dan terus

mendukung usaha reintegrasi korban dan pelaku dalam

masyarakat.28

Pedoman dan standar dalam pelaksanaan program-program

restorative jutice, yang dirumuskan harus jelas melalui “responsive

regulation” berupa produk legislatif, yang mengatur penggunaan

proses keadilan restoratif. Asas-asas yang dimuat dalam pedoman

tersebut diantaranya:

28 Muladi, Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Dan Implementasinya

Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak, (Makalah dalam

Focus Group Discussion (FGD): “Penerapan Restorative Justice Dalam Penyelesaian

Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh Anak-Anak”), (Jakarta: Diselenggarakan oleh

Puslitbang Simposium Hukum Nasional-Badan Pembinaan Hukum Nasional, 26 Agustus

2013), h. 7.

Page 36: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

24

1) Kondisi kasus yang berkaitan, diarahkan masuk ke dalam proses

keadilan restoratif;

2) Penanganan kasus setelah masuk ke dalam proses keadilan

restoratif;

3) Kualifikasi, pelatihan dan penilaian terhadap fasilitator;

4) Administrasi program keadilan restoratif;

5) Standar kompetensi dan “rules of conduct” yang mengendalikan

pelaksanaan keadilan restoratif.

d. Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

Terkait pembahasan pada putusan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN

Kdr, terdapat pertentangan antara das sein berupa putusan hakim pada

putusan tersebut dengan das sollen berupa ketentuan hukum yang

seharusnya mengatur mengenai perlakuan terhadap seorang anak yang

telah melakukan tindak pidana. Selain itu, di dalam putusan tersebut

terdapat pertimbangan hakim yang digunakan oleh hakim untuk

memutus suatu perkara, diantaranya unsur-unsur pidana yang

dilakukan oleh pelaku; alat bukti; keterangan terdakwa; keterangan

saksi; hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan.

Kemudian terdapat pula dakwaan dan tuntutan yang diajukan oleh

penuntut umum.

E. Tinjauan Studi Terdahulu

Pada penelitian ini, penulis melakukan tinjauan terhadap kajian-kajian

terdahulu berupa skripsi dan jurnal-jurnal hukum, dengan maksud agar tidak

terjadinya tindakan plagiarisme atau duplikasi. Adapun kajian terdahulu

yang menjadi acuan antara lain:

Skripsi atas nama Yani Suryani, tahun 2014, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

berjudul “Pemidanaan Anak di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian

Dalam Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan PN Makassar Nomor:

808/Pid.B/2011/PN.MKS)”, dengan pembahasan yang terfokus mengenai

Page 37: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

25

analisa hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian

dalam pandangan hukum Islam pada putusan nomor

808/Pid.B/2011/PN.MKS.29 Sedangkan penulis memiliki konteks penelitian

yang berbeda, yaitu penulis menganalisa mengenai pertimbangan hakim

dalam memutus perkara hukum anak, serta menganalisa upaya hukum

berupa diversi pada putusan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

Skripsi atas nama Raphita Sibuea, tahun 2016, Fakultas Hukum,

Universitas Sumatera Utara Medan, yang berjudul “Tindak Pidana

Pencurian Yang dilakukan Oleh Anak Dalam Keadaan Yang Memberatkan

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Balige Nomor: 262/Pid.Sus-

Anak/2014/PN.Blg)”, dengan pembahasan yang terfokus mengenai analisa

hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian dalam

keadaan yang memberatkan pada putusan nomor 262/Pid.Sus-

Anak/2014/PN.Blg.30 Sedangkan penulis memiliki konteks penelitian yang

berbeda, yaitu penulis menganalisa mengenai pertimbangan hakim dalam

memutus perkara hukum anak, serta menganalisa upaya hukum berupa

diversi pada putusan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

Mahasiswa yang bernama Reyner Timothy Danielt di dalam jurnal Lex

et Societatis, tahun 2014, Fakultas Hukum, Universitas Sam Ratulangi

Manado, yang berjudul “Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak

Pidana Anak Pencurian Oleh Anak Dibawah Umur”. Jurnal ini terfokus

membahas mengenai efektifitas konsep dan penerapan keadilan restoratif

dalam melengkapi penyelesaian penanganan anak yang berkonflik dengan

hukum, khususnya anak yang melakukan tindak pidana pencurian.31

Sedangkan penulis memiliki konteks penelitian yang berbeda, yaitu penulis

29 Yani Suryani, “Pemidanaan Anak Di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam

Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)”, (Jakarta:

Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014). 30 Raphita Sibuea, “Tindak Pidana Pencurian Yang dilakukan Oleh Anak Dalam

Keadaan Yang Memberatkan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Balige Nomor:

262/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Blg)”, (Medan: Skripsi Universitas Sumatera Utara, 2016). 31 Reyner Timothy Danielt, “Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana

Anak Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur”, Lex et Societatis, Vol. 2, No. 6, Juli 2014.

Page 38: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

26

menganalisa mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara hukum

anak, serta menganalisa upaya hukum berupa diversi pada putusan nomor

6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

Skripsi atas nama Alviandani Kartika Sakti, tahun 2018, Fakultas

Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang berjudul “Penerapan

Diversi Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Anak Dibawah Umur

(Studi Kasus Polres Sragen)”, dengan pembahasan yang terfokus mengenai

analisa penerapan diversi pada tingkat penyidikan yang dilakukan oleh

Polres Sragen terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian.32 Sedangkan

penulis memiliki konteks penelitian yang berbeda, yaitu penulis

menganalisa mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perkara hukum

anak, serta menganalisa upaya hukum berupa diversi pada putusan nomor

6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

Berdasarkan acuan dari beberapa bahan penelitian yang telah

dikemukakan di atas, bahwa beberapa penelitian tersebut akan penulis

jadikan sebagai bahan yang akan dibahas nantinya, serta sebagai pembeda

dalam hal penelitian yang penulis lakukan.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu yang

berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan, diperlukan suatu

pedoman penelitian yang disebut sebagai metode penelitian, yang dimaksud

dengan metode penelitian adalah cara meluruskan sesuatu dengan

menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan yang

disepakati secara bersama-sama.33

32 Alviandani Kartika Sakti, “Penerapan Diversi Tindak Pidana Pencurian Yang

Dilakukan Anak Dibawah Umur (Studi Kasus Polres Sragen)”, (Surakarta: Skripsi

Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2018). 33 Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Bumi

Pustaka, 1997), h. 1.

Page 39: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

27

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah

penelitian yuridis normatif (normative legal research). Penelitian hukum

normatif dilaksanakan dalam rangka untuk menghasilkan sebuah

argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.34

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini

yaitu menggunakan pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan kasus yang

dilakukan oleh penulis yaitu dengan cara melakukan telaah terhadap

kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi, yakni putusan

Pengadilan Negeri Kediri yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Kemudian pendekatan perundang-undangan yang dilakukan oleh penulis

yaitu dengan cara melakukan analisa terhadap Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dan Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.35

3. Sumber Bahan Hukum

Adapun dalam penelitian hukum ini, sumber data yang digunakan

oleh penulis adalah sumber data primer dan sekunder yang mencakup:36

a. Bahan hukum primer, yaitu putusan Pengadilan Negeri Kediri No.

6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Undang-Undang

34 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 35. 35 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu

Media Publishing, 2007), h. 57. 36 Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h. 12-13.

Page 40: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

28

Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa data tambahan yang menjadi

acuan terhadap masalah penelitian ini berupa Kitab Undang-

undang Hukum Pidana (KUHP), Alquran dan buku-buku lain yang

terkait dengan penelitian penulis.

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Studi pustaka (library research), dan putusan Pengadilan Negeri Kediri

Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr. Bahan ini dipergunakan untuk

melengkapi data yang penulis perlukan, yaitu dengan cara melihat buku-

buku dan Undang-undang yang terkait dengan pokok masalah yang akan

diteliti.

5. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah studi dokumentasi, yaitu proses pengolahan data yang dilakukan

melalui penggunaan bahan-bahan dokumen yang diperlukan, dalam hal

ini adalah putusan Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.sus-

Anak/2015/PN Kdr, UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak,

UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No.

35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak sebagai rujukan utama, dan buku-buku atau literatur-

literatur serta data-data yang lain.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis data, dalam hal ini penulis menggunakan metode

kualitatif, yaitu suatu teknik analisis yang bersifat deskriptif dan

cenderung menggunakan landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu

agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.37 Dalam hal ini

37 Matthew B. Miles, Analisis Data Kualitatif, (Depok: Universitas Indonesia Press,

2007), h. 10.

Page 41: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

29

materi pokoknya adalah tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh

anak dibawah umur, serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

hukuman pidana terhadap pelaku tindak pidana pencurian tersebut.

7. Teknik Penulisan

Dalam hal teknik penulisan, penulis mengacu kepada “Buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang

diterbitkan oleh FSH UIN Jakarta Tahun 2017.”

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan ini, Penulis membagi pembahasan

dalam lima bab. Pada bab 1, Penulis menuliskan seputar pendahuluan yang

memuat latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori

dan konseptual, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.

Pada bab 2, Penulis membahas mengenai tinjauan umum tentang tindak

pidana pencurian oleh anak dalam hukum Islam dan hukum positif. Hal ini

di rasa penting bagi Penulis untuk dibahas, karena bab ini dibutuhkan

sebagai pondasi bagi Penulis dalam menganalisis pertimbangan hakim

mengenai kasus tindak pidana pencurian oleh anak, pada putusan

Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Selanjutnya bab 3, pada bagian ini Penulis mengulas mengenai konsep

dan penerapan Restorative Justice terhadap tindak pidana pencurian oleh

anak. Menurut Penulis bab ini penting untuk diulas, bertujuan sebagai

landasan teori dan konseptual bagi Penulis dalam menganalisis

pertimbangan Hakim mengenai kasus tindak pidana pencurian oleh anak,

pada putusan Pengadilan Negeri Kediri No. 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Page 42: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

30

Selanjutnya bab 4, pada bab ini Penulis sudah masuk kepada pembahasan

mengenai analisis dalam hukum positif dan hukum Islam terhadap putusan

Pengadilan Negeri Kediri Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Selanjutnya bab 5, Merupakan bab terakhir berupa penutup dari

penulisan skripsi ini, terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi yang dibuat

oleh penulis sendiri berdasarkan analisis yang dilakukan oleh penulis

terhadap kasus tindak pidana pencurian oleh anak, pada putusan Pengadilan

Negeri Kediri No. 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Page 43: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

31

BAB II

TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK

A. Tindak Pidana (Jarîmah) Menurut Hukum Islam

1. Jenis-jenis sanksi jarîmah.

Jenis sanksi jarîmah (tindak pidana) terbagi ke dalam bermacam-

macam bentuk, adapun bentuk-bentuknya adalah sebagai berikut:

a. Ditinjau dari segi berat ringannya hukuman

Berdasarkan dari segi berat ringannya hukuman, sanksi jarîmah

dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) bagian, diantaranya:

1) Sanksi qishâsh

Menurut bahasa kata qishâsh adalah bentuk masdar,

sedangkan bentuk madhinya adalah qashasha yang berarti

memotong, atau juga berasal dari kata iqtashasha yang

berarti mengikuti, yakni mengikuti perbuatan si pelaku

sebagai balasan atas perbuatannya. Jarîmah qishâsh ialah

perbuatan pidana yang dapat diancam hukumannya berupa

sanksi qishâsh, di mana hukumannya telah ditentukan

batasannya dan tidak mempunyai batas terendah maupun

batas tertinggi, akan tetapi menjadi perseorangan (hak

manusia), dengan pengertian bahwa korban dapat

memaafkan pelaku jarîmah dan apabila dimaafkan oleh

korban, maka hukumannya terhapuskan.1

Ciri-ciri dari sanksi qishâsh ialah pertama, hukumannya

sudah tertentu dan terbatas, yang mana telah ditentukan oleh

syara’ dan tidak terdapat batas minimal dan maksimal.

Kedua, hukuman tersebut merupakan hak perseorangan

1 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 8.

Page 44: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

32

(individu), yang artinya bahwa korban atau keluarga korban

berhak memberikan pengampunan terhadap pelaku.

Jarîmah yang dapat dihukumi qishâsh terbagi ke dalam

dua macam, yaitu pembunuhan dan penganiayaan. Jarîmah

pembunuhan menurut para ulama fiqh dibedakan ke dalam 3

(tiga) kategori, yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan

semi sengaja, dan pembunuhan tersalah atau tidak sengaja.

Berdasarkan ketiga kategori tindak pidana pembunuhan

tersebut, sanksi qishâsh hanya berlaku pada pembunuhan

jenis pertama, yaitu jenis pembunuhan sengaja yang tidak

dimaafkan oleh pihak keluarga korban.2 Sedangkan jarîmah

penganiayaan terbagi ke dalam 2 (dua) bentuk, yaitu

penganiayaan sengaja dan penganiayaan tidak sengaja.

2) Sanksi ḫudûd

Kata ḫudûd adalah bentuk jamak dari kata had yang secara

etimologi memiliki arti batas pemisah antara dua hal agar

tidak saling bercampur atau supaya salah satunya tidak

sampai masuk pada wilayah yang lainnya (pencegahan).3

Adapun secara terminologi beberapa ulama menyampaikan

pendapatnya sebagai berikut:

a) Ali bin Muhammad Al-Jurjani, menurutnya ḫudûd

adalah sanksi yang telah ditentukan dan yang wajib

dilaksanakan secara haq karena Allah SWT.4

b) Abdul Qadir Audah, menurutnya bahwa had adalah

sanksi yang telah ditentukan secara syara’.5

c) Syaikh Nawawi Al-Bantani, menurutnya ḫudûd adalah

sanksi yang telah ditentukan dan wajib diberlakukan

2 Muhammad Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2016), h. 37-39. 3 Moh. Habhan Husein, Fikih Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1984), h. 13. 4 Ali Bin Muhammad Al-Jurjani, Kitâb Al-Ta’rîfât, (Jakarta: Dar Al-Hikmah), h. 88. 5 Abdul Qadir Audah, Al-Ťasyrî’ Al-Jinâ’î Al-Islâmî Muqâranan bi Al-Qânûn Al-

Wadh’î, (Beirut: Mu’assanah Al-Risalah, 1992), h. 343.

Page 45: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

33

kepada seseorang yang melanggar suatu norma atau

aturan yang akibatnya perbuatan itu dapat dituntut,

baik dalam rangka memberikan peringatan kepada

pelaku maupun dalam rangka memaksanya.6

d) Al-Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa ḫudûd adalah

sanksi yang telah ditetapkan untuk melaksanakan hak

Allah SWT. Maksudnya, kehadiran ḫudûd telah

ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat dan untuk

melindungi kepentingan umum karena memang inilah

tujuan mendasar dari ajaran agama. Oleh karena itu,

jika ḫudûd termasuk hal Allah SWT, maka hal tersebut

tidak dapat dibatalkan, baik oleh individu maupun

masyarakat umum.7

Berdasarkan pendapat para ulama di atas mengenai

pengertian sanksi ḫudûd, penulis menyimpulkan

bahwasanya sanksi had / ḫudûd adalah buah hasil atas

perbuatan pelaku jarîmah berupa hukuman atau sanksi

yang telah ditetapkan kadar dan ukurannya di dalam

nash Alquran oleh Allah SWT, di mana jenis-jenis

jarîmah yang masuk kategori sanksi had ialah terdapat

7 (tujuh) macam, yaitu jarîmah zina, jarîmah qadzf

(penuduhan zina terhadap orang baik-baik), jarîmah

syurb al-khamr (meminum minuman keras), jarîmah

sâriqah (pencurian), jarîmah hirabah (perampokan),

jarîmah murtad (keluar dari agama Islam), dan jarîmah

al-baghyu (pemberontakan).8

6 Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani Al-Jawi, Qût Al-Ḫabîb Al-Gharîb

Tausyikh ‘alâ Fath Al-Qarîb Al-Mujîb (Semarang: Toha Putera), h. 245. 7 Al-Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1983), h. 302. 8 Abdul Qadir Audah, Al-Ťasyrî’ Al-Jinâ’î Al-Islâmî Muqâranan bi Al-Qânûn Al-

Wadh’î, h. 79.

Page 46: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

34

3) Sanksi takzir

Takzir ialah suatu istilah untuk sanksi yang diterapkan

terhadap pelaku jarîmah, yang mana sanksinya belum

ditentukan oleh syara’, artinya ketentuannya diserahkan

kepada Uli al-amri dan ditetapkan oleh qadhi’ (hakim) di

persidangan.9 Abdul Qadir Audah membagi jarîmah yang

masuk ke dalam kategori yang dapat dihukumi takzir

menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:

a) Jarîmah ḫudûd dan qishâsh yang mengandung unsur

syubhat atau yang tidak memenuhi syarat, namun hal

itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat,

contohnya seperti pencurian harta syirkah,

pembunuhan ayah terhadap anaknya, pencurian yang

targetnya bukan harta benda.

b) Jarîmah takzir yang jenis jarîmahnya telah ditentukan

oleh nash, akan tetapi sanksinya oleh syar’i diserahkan

kepada Uli al-amri, contohnya seperti sumpah palsu,

saksi palsu, penipuan, ingkar janji, mengkhianati

amanat, dan menghina agama.

c) Jarîmah takzir yang jenis jarîmah sanksinya secara

penuh menjadi wewenang Uli al-amri demi

terealisasinya kemaslahatan umat. Hal ini unsur akhlak

menjadi pertimbangan yang paling utama, misalnya

pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup,

pelanggaran lalu lintas, dan pelanggaran terhadap

peraturan pemerintah lainnya.10

9 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 249. 10 Abdul Qadir Audah, Al-Ťasyrî’ Al-Jinâ’î Al-Islâmî Muqâranan bi Al-Qânûn Al-

Wadh’î, h. 68-69.

Page 47: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

35

Sanksi takzir apabila ditinjau dari segi tempat

dilaksanakannya hukuman dapat dibagi menjadi 3 (tiga)

bagian, yaitu:

a) Hukuman badan, yaitu yang dijatuhkan atas badan,

seperti hukuman mati, dera, penjara, dan sebagainya.

b) Hukuman jiwa, yaitu dikenakan atas jiwa seseorang,

bukan badannya, seperti ancaman, peringatan, dan

teguran.

c) Hukuman harta, yaitu yang dikenakan terhadap harta

seseorang, seperti diyât, denda, dan perampasan

harta.11

b. Ditinjau dari segi niatnya

Ditinjau dari segi niatnya, jarîmah (tindak pidana) itu dapat

dibagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

1) Jarîmah sengaja, yaitu pelaku melakukan tindak pidana yang

sudah direncanakan, misalnya seperti seseorang yang masuk

ke rumah orang lain dengan maksud untuk mengambil

sesuatu dari rumah tersebut.

2) Jarîmah tidak sengaja, yaitu pelaku tidak sengaja untuk

melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut

terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya), misalnya

seperti seseorang melempar batu untuk mengusir binatang,

akan tetapi batu tersebut mengenai orang lain tanpa sengaja.

2. Syarat-syarat pelaku jarîmah dapat dihukum

Suatu perbuatan dapat dianggap sebagai jarîmah (tindak pidana)

apabila syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu sebagai berikut12:

a. Syarat formil (adanya undang-undang atau nash)

Syarat formil berupa nash yang melarang perbuatan jarîmah,

dan sifatnya dapat mengancam dengan memberi hukuman kepada

11 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h. 262. 12 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h. 6.

Page 48: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

36

pelakunya. Suatu perbuatan jarîmah dapat disebut sebagai

pelanggaran terhadap syari’at apabila perbuatan tersebut terdapat

substansi pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan.

Ketentuan yang telah ditetapkan tersebut mencakup ketentuan

syari’at yang ditetapkan oleh Allah SWT maupun ketetapan hukum

yang dibuat oleh manusia seperti perundang-undangan. Hal ini

ditegaskan di dalam Q.s. Al-Isrâ’ (17):15,

ن ٱهتدى فإنما يهتدي ما يضل عليها ول تزر وازرة م لفسهۦ ومن ضل فإن

نبعث رسولا بين حت وما كنا معذ ى خ ١٥وزر أ

Artinya: “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah

(Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan)

dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia

tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa

tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan

mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul”. (Q.s. Al-Isrâ’

(17):15).

b. Syarat materiil (sifat melawan hukum)

Syarat materiil disini yakni adanya tingkah laku yang

membentuk karakter seseorang untuk melakukan jarîmah, baik

berupa perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap seolah tidak

berbuat. Syarat materiil yang dimaksud meliputi perbuatan yang

melawan hukum. Aspek melawan hukum dalam hukum pidana

Islam dapat dilihat dari niat, perbuatan, dan akibat yang dihasilkan

dari perbuatannya. Meskipun dalam berbuat untuk mewujudkan

niatnya tersebut belum mencapai hasil akhir sesuai niatnya,

kemudian perbuatannya tidak selesai, namun jika di dalam

perbuatan yang belum selesai tersebut telah menimbulkan akibat

yang dapat merugikan orang lain, baik disengaja maupun tidak

Page 49: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

37

sengaja, maka tindakan tersebut dapat disebut sebagai tindakan

melawan hukum.13

c. Syarat moril (pelakunya mukallaf (dewasa))

Syarat moril (rukun adabi) yakni pembuat, adalah seorang

muslim akil baligh yang dapat dimintai pertanggungjawaban

terhadap jarîmah yang diperbuatnya, artinya orang tersebut telah

dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan

perintah Allah SWT maupun dengan larangan-Nya.14 Secara fisik

dan rohani, syarat mukallaf meliputi berakal, cukup umur,

mempunyai kemampuan bebas bersosial (muchtar). Sedangkan

secara pengetahuan, syarat mukallaf meliputi pelaku sanggup

memahami nash-nash syara’ yang berisi hukum taklifi dan

merupakan orang yang pantas dimintai pertanggungjawaban.15

B. Fungsi Penegakkan Hukum Dalam Hukum Islam

Pada fungsi penegakkan hukum menurut hukum Islam, dikenal adanya

teori pemidanaan, yaitu:

1. Teori Zawâjir (Sebagai Efek Jera)

Teori zawâjir merupakan pendekatan dalam hukum pidana Islam

yang dijatuhkan terhadap pelaku jarîmah (tindak pidana), yang tidak

harus sama persis atau sama bentuk hukumannya dengan apa yang ada

secara tekstual di dalam Alquran dan Hadis. Artinya, pelaku boleh

dihukum dengan bentuk hukuman apa saja, dengan catatan hukuman

tersebut mampu mencapai tujuan hukum, yaitu membuat jera bagi

pelaku jarîmah dan menimbulkan rasa takut bagi orang lain yang akan

melakukan jarîmah (tindak pidana). Pada teori ini bahwa hukuman

yang disebutkan secara jelas di dalam nash bisa saja diganti dengan

hukuman lain yang dapat memberikan efek jera bagi pelaku maupun

13 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 28. 14 Noer Iskandar, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), h. 3. 15 Haliman, Hukum Pidana Islam Menurut Ajaran Ahlussunah Wal Jamaah, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1968), h. 67.

Page 50: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

38

orang lain agar tidak mengulangi dan melakukan tindak pidana,

contoh hukumannya dapat berupa pidana penjara seumur hidup.16

Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya zawâjir disyariatkan sebagai

pencegahan terhadap tindak pidana yang akan terjadi.

2. Teori Jawâbir (Sebagai Penghapus Dosa)

Teori jawâbir merupakan pendekatan dalam hukum pidana Islam

yang dijatuhkan terhadap pelaku jarîmah (tindak pidana), sebagai

bentuk penebusan atau penghapus dosa bagi pelaku jarîmah. Bentuk

hukuman yang digunakan oleh teori ini yakni hukuman yang sudah

secara eksplisit termaktub di dalam Alquran dan Hadis, contohnya

apabila seseorang melakukan jarîmah pencurian, maka hukumannya

adalah potong tangan. Hal tersebut bertujuan agar dosa si pelaku

jarîmah di dunia dapat terhapuskan dan mendapat ampunan di akhirat

kelak, selagi orang tersebut tidak mengulangi perbuatannya kembali.17

Sehingga dapat disimpulkan bahwasanya jawâbir disyariatkan untuk

mencapai kemaslahatan.

Terdapat kaidah ushul fikih yang menyebutkan sebagai berikut18:

ر يزال الظ

Artinya: “Kemudharatan Dihilangkan Sebisa Mungkin”.

Maksud dari kaidah fikih di atas adalah bahwasanya segala bentuk

kegiatan yang dapat menimbulkan kemudharatan atau dampak negatif

terhadap seseorang, sebisa mungkin dijauhkan atau ditiadakan. Kaidah di

atas berkaitan dengan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum. Apabila terdapat anak yang berbuat jarîmah, sebisa mungkin anak

tersebut jangan sampai dijatuhi hukuman pembalasan, misalnya berupa

16 Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h.

86-87. 17 Edi Yuhermansyah dan Zaziratul Fariza, “Pidana Mati Dalam Undang-Undang

Tindak Pidana Korupsi (Kajian Teori Zawajir dan Jawabir)”, Legitimasi, Vol. 6, No. 1,

Januari-Juni 2017, h. 164-165. 18 Ahmad Sudirman Abbas, Qawa’id Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh, (Jakarta:

Pedoman Ilmu Jaya & Anglo Media Jakarta, 2004), h. 125.

Page 51: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

39

hukuman penjara, karena hal itu dapat menimbulkan kemudharatan bagi diri

anak tersebut. Dampak negatif yang timbul tersebut biasanya berupa psikis

atau mental sang anak menjadi turun (down), dan anak menjadi tidak

percaya diri ketika akan bersosial dengan masyarakat.

C. Kedudukan Anak Sebagai Pelaku Jarîmah Menurut Hukum Islam

Penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku jarîmah dilaksanakan

berdasarkan pertanggungjawabannya, apabila pelaku dianggap telah

memenuhi syarat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka ia

akan dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku dalam syari’at Islam.

Menurut Abdul Qadir Audah, bahwa pertanggungjawaban pidana dalam

syari’at Islam terdiri atas 2 (dua) unsur, yaitu kemampuan berfikir dan

kemampuan berkehendak. Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan

hukum terhadap anak disebabkan karena perbedaan tingkatan-tingkatan

pada manusia, mulai dari lahir hingga dewasa sehingga telah mampu untuk

membedakan mana yang baik dan yang tidak baik untuk dilakukan.

Terdapat 3 (tiga) masa yang akan dilalui oleh manusia mulai dari lahir

hingga dewasa dalam fikih jinayah, yaitu19:

1. Masa ketika ketidak mampuan dalam berfikir

Pada masa ini, di mana seseorang disebut belum baligh atau

belum mumayyiz. Karena pada masa ini bermula dari lahirnya

seseorang hingga mencapai umur 7 (tujuh) tahun. Meskipun dalam

realitanya terkadang seorang anak sudah mampu membedakan

sesuatu walaupun usianya belum mencapai 7 (tujuh) tahun, akan

tetapi ada juga yang mengalami keterlambatan dalam menentukan

sesuatu, ini disebabkan oleh faktor individunya, lingkungannya, dan

kesiapan akalnya. Walaupun kemampuan berfikir seseorang

berbeda tidak berdasarkan usia, ulama tetap memberi batasan

kemampuan berfikir tidak pada individu seseorang, akan tetapi

19 Abdul Qadir Audah, Al-Ťasyrî’ Al-Jinâ’î Al-Islâmî Muqâranan bi Al-Qânûn Al-

Wadh’î, h. 600-601.

Page 52: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

40

berdasarkan usia, dan ketetapan ini berlaku secara umum. Hal ini

dilakukan agar terjadi kepastian hukum. Adanya ketentuan seperti

ini, maka akan memudahkan Hakim dalam memutuskan perkara.

Pada masa ini anak dianggap belum mumayyiz atau belum dapat

membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena

itu, jika seseorang anak melakukan jarîmah sebelum di umur 7

(tujuh) tahun, maka tidak dikenakan sanksi pidana begitupun sanksi

pengajaran atau pembimbingan. Anak tersebut dikembalikan kepada

orang tuanya untuk dididik lebih tegas lagi dan diawasi secara ketat.

Meskipun pada masa ini seseorang tidak dikenai sanksi pidana,

bukan berarti terlepas dari tanggungjawabnya. Anak tersebut tetap

dimintai pertanggungjawaban secara perdata berupa ganti kerugian,

karena pada dasarnya kaidah dalam syari’at Islam, bahwa harta dan

darah dijamin ketetapannya dalam syara’. Hal ini sesuai dengan

maqashid syariah yaitu menjaga nyawa dan harta.

2. Masa ketika kemampuan berfikir lemah

Pada masa ini dimulai ketika umur 7 (tujuh) tahun sampai dia

baligh. Secara umum, para ulama memberikan batasan kedewasaan

pada umur 15 (lima belas) tahun. Pada masa ini seseorang sudah

dianggap mendekati kedewasaan meskipun perbuatannya belum

mencerminkan kedewasaannya. Ketika seseorang melakukan jarîmah

pada masa ini, maka orang tersebut tidak diberikan sanksi pidana,

melainkan sanksi pengajaran atau pembimbingan meskipun

sebenarnya itu juga merupakan bagian dari hukuman juga, akan tetapi

sanksinya itu bersifat mendidik, dan hendaknya anak yang melakukan

jarîmah pada masa ini tidak diberi sanksi takzir kecuali jika sanksinya

itu bersifat teguran atau pukulan.

Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka anak yang melakukan

jarîmah pada masa ini tidak akan dikenai sanksi pidana melainkan

pertanggungan secara perdata. Hal ini dikarenakan anak tersebut

belum dianggap mumayyiz.

Page 53: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

41

3. Masa ketika kemampuan berfikir telah sempurna

Pada masa ini dimulai dari umur 15 (lima belas) tahun berdasarkan

kesepakatan ulama secara umum, atau dimulai dari umur 18 (delapan

belas) tahun berdasarkan batasan yang diberikan oleh Abu Hanifah

dan Imam Malik. Pada masa ini seseorang yang melakukan jarîmah

akan diberikan sanksi pidana atas perbuatannya. Jika dia melakukan

zina atau mencuri, maka dikenai sanksi ḫudûd, jika dia melakukan

perbuatan yang dikenai sanksi qishâsh maka akan dikenai qishâsh atas

perbuatannya.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama fikih mengenai

batas usia minimum bagi anak yang dapat dikenakan pemidanaan. Namun

terjadi ikhtilâf (perbedaan) diantara para ulama dalam penentuan umur. Ada

beberapa pendapat tentang hal tersebut, yaitu:

1. Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah

Mereka berpendapat bahwasanya seorang laki-laki tidak dapat

dikatakan baligh sebelum ia mencapai umur 18 tahun. Kedewasaan

anak laki-laki sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas yaitu

dimulai dari umur 18 tahun. Adapun anak perempuan perkembangan

dan kesadarannya lebih cepat dari anak laki-laki, oleh sebab itu usia

awal kedewasaannya dikurangi satu tahun sehingga anak perempuan

menjadi dewasa dimulai pada umur 17 tahun.20

2. Mazhab Syafi’iyyah dan Hanabilah

Mereka berpendapat bahwasanya bila seorang anak laki-laki dan

anak perempuan dapat dikatakan sebagai anak yakni berusia sebelum

mencapai 15 tahun, kecuali bagi laki-laki yang sudah ikhtilam dan

perempuan yang sudah haid sebelum berumur 15 tahun, maka

keduanya dinyatakan telah baligh. Mereka juga berhujjah dengan apa

yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dirinya diajukan kepada

Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti perang Uhud, pada hari itu

20 Abdul Qadir Audah, Al-Ťasyrî’ Al-Jinâ’î Al-Islâmî Muqâranan bi Al-Qânûn Al-

Wadh’î, h. 602.

Page 54: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

42

ia berusia 14 tahun, kemudian Nabi Muhammad SAW tidak

memperkenankannya ikut dalam peperangan. Setelah setahun dirinya

mengajukan kembali untuk mengikuti perang Khandaq yang ketika itu

ia telah berumur 15 tahun dan ia diperkenankan oleh Nabi Muhammad

SAW untuk tergabung di dalam perang Khandaq.21

3. Jumhur Ulama Fikih

Bahwasanya usia baligh dapat ditentukan berdasarkan hukum

kelaziman. Kebiasaan yang terjadi yakni setelah terjadinya ikhtilam

dan hal itu sering terjadi pada seseorang yang telah berusia 15 tahun.

Dengan demikian, pada usia 15 tahun itulah mulai ditentukan usia

baligh yang dipandang sebagai usia taklîf (usia pembebanan hukum),

sedangkan dalam literatur bahasa yang lain disebutkan juga anak

dengan istilah mumayyiz yaitu anak yang telah mengerti maksud dari

kata-kata yang diucapkannya. Biasanya usia anak itu genap 7 (tujuh)

tahun sehingga bila kurang dari 7 (tujuh) tahun maka belum dikatakan

mumayyiz. Hukum anak mumayyiz itu tetap berlaku sampai anak itu

beranjak dewasa. Anak dikatakan dewasa disini maksudnya yaitu

telah cukup umur dan muncul tanda kedewasaan laki-laki dan

perempuan yang biasanya pencapaian usia bagi laki-laki berusia 12

(dua belas) tahun dan perempuan 9 (sembilan) tahun. Kemudian kalau

anak sudah melewati usia tersebut bagi laki-laki 12 (dua belas) tahun

dan perempuan 9 (sembilan) tahun, namun belum tampak gejala-

gejala bahwa ia sudah dewasa dari segi lahiriah, maka keduanya

ditunggu sampai telah berusia 15 (lima belas) tahun.

Menurut Abu Yusuf dan Muhammad L. Hasan dalam bukunya

yang berjudul “Pendidikan Anak Dalam Islam”, menurutnya usia

dewasa bagi seorang laki-laki yakni telah berusia 18 (delapan belas)

21 Saleh Mahfud: Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur’an, (Bandung: Al-Ma’arif,

1999), h. 359.

Page 55: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

43

tahun dan bagi seorang perempuan yakni telah berusia 17 (tujuh belas)

tahun.22

4. Pendapat Ulama Kontemporer

Penjatuhan sanksi pidana terhadap seseorang apabila sudah

dianggap mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Anak

yang belum baligh atau dewasa tidak dikenai sanksi pidana. Menurut

Sayyid Sabiq bahwa yang dapat dikenai hukuman qishâsh adalah

orang dewasa, sedangkan anak-anak tidak dikenai sanksi pidana atas

perbuatannya, karena mereka bukan termasuk orang-orang yang

terkena taklif syar’i, dan mereka tidak mempunyai tujuan yang benar

atau keinginan yang bebas. Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah

bahwa anak yang masih di bawah umur tidak dapat diberi sanksi

jarîmah ḫudûd atau qishâsh atas perbuatannya dikarenakan belum

mampu mempertanggungjawabkan disebabkan ketidakcakapannya

(mumayyiz), melainkan dikembalikan kepada orang tuanya dan orang

tuanya wajib menanggung akibat dari perbuatan anaknya secara

perdata.23

D. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Menurut Hukum Islam

Jarîmah (tindak pidana) pencurian termasuk ke dalam jenis jarîmah

ḫudûd. Sâriqah (pencurian) merupakan bentuk mashdar dari kata سرق-

سرقا -يسرق dan secara etimologis ة سارق (sâriqah) berarti أخذ ماله خفية

لة yaitu mengambil harta milik seseorang secara sembunyi-sembunyi , وحي

22 Abu Yusuf dan Muhammad L. Hasan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Yogyakarta:

Titian Ilahi Press, 1997), h. 6. 23 Noercholis Rafid dan Saidah, “Sanksi Pidana Bagi Anak Yang Berhadapan Dengan

Hukum Perspektif Fiqih Jinayah”, Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 11, No. 2, Juli-Desember 2018,

h. 336.

Page 56: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

44

dan dengan tipu daya.24 Sedangkan secara terminologis definisi سارق ة

(sâriqah) dikemukakan oleh beberapa ahli berikut:

1. Ali bin Muhammad Al-Jurjani, menurutnya sâriqah dalam syariat

Islam yang pelakunya harus diberi hukuman potong tangan adalah

mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang masih berlaku,

disimpan di tempat penyimpanannya atau dijaga dan dilakukan oleh

orang mukallaf secara sembunyi-sembunyi serta tidak terdapat unsur

syubhat, sehingga kalau barang itu kurang dari sepuluh dirham yang

masih berlaku maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian yang

pelakunya diancam hukuman potong tangan.

2. Muhammad Al-Khatib Al-Syarbini (ulama mazhab Syafi’i),

menurutnya sâriqah secara bahasa berarti mengambil harta (orang

lain) secara sembunyi-sembunyi, sedangkan secara istilah syara’

adalah mengambil harta (orang lain) secara sembunyi-sembunyi dan

zalim, diambil dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan

untuk menyimpan dengan berbagai syarat.

3. Wahbah Al-Zuhaili, menurutnya sâriqah ialah mengambil harta milik

orang lain dari tempat dari tempat penyimpanannya yang biasa

digunakan untuk menyimpan secara diam-diam dan sembunyi-

sembunyi. Termasuk ke dalam kategori mencuri adalah mencuri-curi

informasi dan pandangan jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

4. Abdul Qadir Audah, menurutnya ada dua macam sâriqah menurut

syariat Islam, yaitu sâriqah yang diancam dengan had dan sâriqah

yang diancam dengan takzir. Sâriqah yang diancam dengan had

dibagi menjadi dua, yaitu pencurian kecil dan pencurian besar.

Pencurian kecil ialah mengambil harta milik orang lain secara diam-

diam. Sementara itu, pencurian besar ialah mengambil harta milik

24 Muhammad Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinâyâh, (Jakarta: Amzah, 2014), h.

99.

Page 57: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

45

orang lain dengan melakukan kekerasan. Pencurian jenis ini juga

disebut sebagai perampokan.25

Dari beberapa rumusan definisi sâriqah diatas, dapat disimpulkan bahwa

sâriqah ialah mengambil harta atau barang orang lain secara sembunyi-

sembunyi dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk

menyimpan barang atau harta kekayaan tersebut.26 Alquran menyatakan

bahwa orang yang mencuri dikenakan hukuman potong tangan. Hukum

potong tangan tersebut sebagai sanksi bagi pelaku jarîmah sâriqah.

Hukuman potong tangan ini didasarkan kepada firman Allah SWT dalam

Q.s. Al-Mâ’idah (5):38,

عزيز حك وٱلل لا من ٱلل بما كسبا نك يديهما جزاءارقة فٱقطعوا أ ارق وٱرس ٣٨يم وٱرس

Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan

sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

(Q.s. Al-Mâ’idah (5):38).

Jarîmah pencurian dapat dikatakan sebagai tindakan mengambil harta

orang lain dalam keadaan sembunyi, yakni cara mengambilnya tanpa

sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya, misalnya seseorang mengambil

harta dari sebuah rumah ketika pemiliknya sedang bepergian atau tidur.

Pelaku jarîmah pencurian dalam hukum Islam dapat dijatuhi hukuman

potong tangan apabila barang atau harta yang ia curi bernilai lebih dari 10

(sepuluh) dirham, dan pelaku tersebut tidak mendapat ampunan atau

permintaan maaf dari korban yang dirugikan olehnya.27

25 Muhammad Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinâyâh, h. 99-100. 26 Muhammad Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah,

2012), h. 117. 27 Abdul Qadir Audah, Al-Ťasyrî’ Al-Jinâ’î Al-Islâmî Muqâranan bi Al-Qânûn Al-

Wadh’î, h. 67.

Page 58: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

46

E. Kedudukan Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Menurut Hukum

Positif

Ahli hukum sekaligus mantan Hakim Agung Republik Indonesia tahun

1968, Sri Widoyati Lokito memberikan definisi kenakalan remaja adalah

perbuatan yang pada hakekatnya merugikan masyarakat yang dirumuskan

secara terperinci di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak. Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak menggunakan istilah anak nakal terhadap seorang

anak yang melakukan pelanggaran atau tindak pidana, sedangkan

pengertian anak dalam Pasal 1 Ayat (1) adalah orang yang dalam perkara

anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai

umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.28 Pemaparan

tersebut melahirkan kesimpulan bahwa unsur dari perbuatan tindak pidana

yang dilakukan oleh anak nakal, yaitu:

1. Perbuatan dilakukan oleh anak-anak;

2. Perbuatan itu melanggar aturan atau norma;

3. Perbuatan itu merugikan bagi perkembangan si anak tersebut.

Bentuk kenakalan anak yang didasarkan pada berbagai pengertian

tentang kenakalan anak yang dikemukakan oleh seorang pakar di bidang

sosial anak yang bernama Moedikdo, setidaknya terdapat tiga kategori

perbuatan yang masuk ke dalam klasifikasi kenakalan anak (Juvenile

Delinquency), yaitu29:

1. Semua perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa sementara

perbuatan itu menurut ketentuan hukum normatif adalah perbuatan

pidana, seperti mencuri, menganiaya, membunuh, dan lain

sebagainya;

28 Yani Suryani, “Pemidanaan Anak Di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian Dalam

Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor: 808/Pid.B/2011/PN.MKS)”, h. 25. 29 B. Simanjuntak, Latar Bekalang Kenakalan Remaja, (Bandung: Alumni, 1973), h.

76.

Page 59: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

47

2. Semua perbuatan atau perilaku yang menyimpang dari norma tertentu

atau kelompok tertentu yang dapat menimbulkan kemarahan dalam

masyarakat;

3. Semua aktifitas yang pada dasarnya membutuhkan perlindungan

sosial, semisal gelandangan, pengemis, pengamen, dan lain

sebagainya.

Keseluruhan bentuk kenakalan anak baik yang diklasifikasikan

berdasarkan definisi maupun berdasarkan rujukan normatif (ketentuan

hukum pidana) tersebut selanjutnya dapat dibagi ke dalam 4 jenis, yaitu:

1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti

perkelahian, perkosaaan, perampokan, pembunuhan, penganiayaan,

dan lain sebagainya;

2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan,

pencurian, pencopetan, dan lain sebagainya;

3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban pihak lain, seperti

pelacuran dan penyalahgunaan obat terlarang (narkoba);

4. Kenakalan yang melawan status, mengingkari status anak sebagai

pelajar dengan cara membolos sekolah, mengingkari status orang tua

dengan cara minggat dari rumah atau tidak taat atau membantah

perintah dan lain sebagainya.

F. Ketentuan Pidana Terhadap Anak Pelaku Pencurian Menurut Hukum

Positif

Pencurian menurut hukum pidana Indonesia, termasuk ke dalam kategori

kejahatan terhadap harta. Tindak pidana pencurian ialah perbuatan

mengambil harta orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi dengan

maksud untuk dimiliki sebagian ataupun semuanya dengan cara melawan

hukum.30 Pencurian dibagi menjadi dua, yaitu pencurian di dalam bentuknya

yang pokok disebut dengan pencurian biasa, dan pencurian khusus atau

30 Subairi Chasen, “Perbarengan Tindak Pidana Pembunuhan Dan Pencurian Perspektif

Hukum Pidana Islam”, Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam, Vol. 3, No. 1, Juni 2017,

h. 145.

Page 60: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

48

biasa disebut dengan pencurian yang berkualifikasi.. Pencurian di dalam

bentuknya yang pokok diatur dalam Pasal 362 KUHP (Kitab Undang-

undang Hukum Pidana) yang berbunyi:

“Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian

adalah kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda

tersebut secara melawan hukum, maka ia dihukum karena kesalahannya

melakukan pencurian dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 (lima)

tahun atau denda sebanyak-banyaknya 900 (sembilan ratus) rupiah.”

Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan

Anak, terhadap anak nakal dapat dijatuhkan pidana yaitu pidana pokok,

pidana tambahan, dan tindakan. Menyimak Pasal 23 Ayat (1) dan (2) diatur

pidana pokok dan pidana tambahan bagi anak nakal, yaitu:

1. Pidana Pokok

Ada beberapa pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada anak

nakal, yaitu31:

a. Pidana penjara

Berbeda dengan orang dewasa, pidana penjara bagi anak

nakal lamanya yaitu ½ (satu per dua) dari ancaman pidana orang

dewasa atau paling lama 10 (sepuluh) tahun, artinya terhadap

anak nakal tidak dapat dijatuhkan pidana mati maupun pidana

seumur hidup, dan sebagai gantinya adalah dijatuhkan salah satu

tindakan.

b. Pidana kurungan

Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal

yaitu maksimal setengah dari maksimum ancaman pidana

kurungan bagi orang dewasa. Mengenai apakah yang dimaksud

dengan maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang

dewasa?, yaitu maksimum ancaman pidana kurungan terhadap

tindak pidana yang dilakukan sesuai dengan yang diatur dalam

KUHP atau Undang-Undang lainnya yang terkait.

31 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), h. 29-31.

Page 61: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

49

c. Pidana denda

Layaknya pidana penjara dan pidana kurungan, maka

penjatuhan pidana denda juga dijatuhkan setengah dari

maksimum pidana denda bagi orang dewasa. Bila denda itu

tidak dapat dibayar, maka wajib diganti dengan latihan kerja

selama 90 hari dengan jam kerja tidak lebih dari 4 jam dalam

sehari dan tidak boleh dilakukan di malam hari. Tentunya hal

demikian mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik,

mental, dan sosial anak serta perlindungan bagi si anak.

d. Pidana bersyarat

Garis besar ketentuan pidana bersyarat bagi anak nakal yakni

berdasarkan pada Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1997 Tentang Pengadilan Anak.

e. Pidana pengawasan

Pidana pengawasan adalah pidana khusus yang dikenakan

terhadap anak yakni pengawasan yang dilakukan oleh jaksa

penuntut umum terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari-

hari di rumah anak tersebut dan pemberian bimbingan yang

dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan. Anak nakal yang

diputus oleh hakim untuk diserahkan kepada negara

ditempatkan di lembaga pemasyarakatan anak sebagai anak

negara, dengan maksud untuk menyelamatkan masa depan

anak, atau bila anak menghendaki anak dapat diserahkan kepada

orang tua asuh yang memenuhi syarat.

2. Pidana Tambahan

Pidana tambahan diantaranya, yaitu:

a. Perampasan barang-barang tertentu;

b. Pembayaran ganti rugi.

Page 62: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

50

3. Tindakan

Beberapa tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal

menurut Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997

Tentang Pengadilan Anak, yaitu:

a. Mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh;

b. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja.

c. Menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi

Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan,

pembinaan, dan latihan kerja.

Selain tindakan tersebut, hakim dapat memberikan teguran dan

menetapkan syarat tambahan. Penjatuhan tindakan oleh hakim

dilakukan kepada anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan

terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan

maupun menurut peraturan hukum lain. Berdasarkan segi usia,

penerapan tindakan ditujukan terutama bagi anak yang masih berumur

8 (delapan) tahun sampai 12 (dua belas) tahun. Terhadap anak yang

telah melampaui umur diatas 12 (dua belas) tahun dapat dijatuhkan

pidana. Hal ini mengingat pertumbuhan dan perkembangan fisik,

mental, dan sosial anak.32

Sedangkan rumusan pengenaan tindakan terhadap anak menurut Pasal

132 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), penulis merangkumnya

sebagai berikut:

1. Pengembalian kepada orang tua, wali, atau pengasuhnya;

2. Penyerahan kepada Pemerintah atau seseorang atau Departemen

Sosial;

3. Keharusan mengikuti suatu latihan yang diadakan oleh Pemerintah

atau suatu badan swasta;

4. Perbaikan akibat tindak pidana;

32 Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, h. 12 & 24.

Page 63: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

51

5. Rehabilitasi;

6. Perawatan di dalam suatu lembaga sosial.

G. Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku

Pencurian Menurut Hukum Positif

1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Tahap Penyidikan

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak, merupakan ketentuan beracara dalam proses peradilan

pidana anak, diatur dalam Bab III mulai dari Pasal 16 sampai dengan

Pasal 62, artinya terdapat 47 pasal yang mengatur hukum acara pidana

anak. Sebagai bentuk pemberian jaminan perlindungan hak-hak anak,

Penyidik anak, Penuntut Umum anak, dan Hakim anak wajib

memberikan perlindungan khusus bagi anak yang diperiksa karena

tindak pidana yang dilakukan dalam situasi darurat serta perlindungan

khusus dan dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi tanpa pemberatan.

Pada proses persidangan masih menggunakan model yang ada di dalam

Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak berupa larangan menggunakan toga atau atribut

kedinasan bagi para petugas.

a. Penangkapan dan Penahanan

Mengenai tindakan penangkapan dan penahanan terhadap anak

tidak diatur secara rinci dalam KUHAP (Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana), sehingga berlaku ketentuan-ketentuan

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal 30 Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak yang menentukan bahwa penangkapan terhadap anak

dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh

empat) jam dan anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam

ruang pelayanan khusus anak.

Penahanan dilakukan untuk kepentingan penuntutan, Penuntut

Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari.

Jangka waktu penahanan sebagimana permintaan Penuntut Umum

Page 64: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

52

dapat diperpanjang oleh Hakim Pengadilan Negeri paling lama 5

(lima) hari dan dalam hal jangka waktu dimaksud telah berakhir,

anak wajib dikeluarkan demi hukum. Dasar diperkenankan suatu

penahanan anak adalah adanya dugaan keras berdasarkan bukti

yang cukup, bahwa anak melakukan tindak pidana (kenakalan).

Menjamin agar ketentuan mengenai dasar penahanan ini

dilaksanakan, maka perlu diadakan institusi pengawasan yang

dilaksanakan oleh atasan di instasi masing-masing, yang bertujuan

sebagai built in control maupun pengawasan sebagai sistem

checking antara penegak hukum.33

Melakukan tindakan penangkapan, asas praduga tak bersalah

harus dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan

martabat anak sebagai kelompok yang tidak mampu atau belum

mengetahui tentang masalah hukum yang terjadi pada diri anak

tersebut.34 Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa

ke tempat tertentu oleh Penyidik Anak atau Penuntut Umum Anak

atau Hakim Anak dengan penetapan, menurut cara yang diatur

dalam undang-undang.35 Apabila penahanan mengganggu

perkembangan fisik, mental dan sosial anak, maka penahanan anak

tidak dapat dilakukan. Penahanan dilakukan sebagai upaya

terakhir/tindakan terakhir (ultimum remedium) dalam jangka waktu

singkat / pendek.36

b. Proses Penyidikan

Berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, disebutkan bahwa

33 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2014), h. 124. 34 Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak,

(Jakarta: Grasindo, 2000), h. 63. 35 Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahannya,

(Bandung: Mandar Maju, 2005), h. 122. 36 Maulana Hasan Wadong, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak, h.

126.

Page 65: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

53

penyidikan terhadap perkara anak dilakukan oleh Penyidik yang

ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyidik yang ditetapkan

dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, harus dipandang sama sebagaimana

dengan layaknya status dan fungsi seorang penyidik yang

ditetapkan oleh KUHAP. Penyidikan terhadap anak tersebut

haruslah dalam suasana kekeluargaan. Pasal 27 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak, menentukan bahwa dalam melakukan penyidikan anak

nakal, penyidik dibantu oleh pembimbing kemasyarakatan.

Kemudian dalam Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menjelaskan

bahwa proses penyidikan terhadap anak nakal wajib dirahasiakan.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Tahap Penuntutan

Penuntut Umum dalam acara pidana anak mengandung pengertian,

tindakan Penuntut Umum Anak untuk melimpahkan perkara anak ke

Pengadilan Anak dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh

Hakim Anak dalam persidangan anak. Penuntut Umum Anak wajib

mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima

berkas perkara dari Penyidik, dan diversi sebagaimana dimaksud

dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Dalam hal proses diversi

berhasil mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita

acara diversi berupa berhasil mencapai kesepakatan diversi kepada Ketua

Pengadilan Negeri untuk dibuatkan penetapan. Apabila diversi gagal,

Penuntut Umum wajib menyampaikan berita acara diversi dan

melimpahkan perkara ke Pengadilan dengan melampirkan laporan hasil

penelitian kemasyarakatan.37

37 Nandang Sambas, Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 13.

Page 66: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

54

Pada persidangan anak, ada kemungkinan penyampingan perkara.

Alasan-alasan penyampingan perkara tersebut, yaitu penyampingan

perkara berdasarkan asas oportunitas karena alasan demi kepentingan

hukum dan tidak sama dengan perkara yang ditutupi demi kepentingan

umum.38

3. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Tahap Pemeriksaan di

Persidangan

Pada proses persidangan, pada prinsipnya anak di sidangkan dalam

ruangan sidang khusus anak, serta ruang tunggu khusus anak dipisahkan

dari ruang tunggu sidang orang dewasa. Adapun waktu sidang anak

didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. Di samping itu, Hakim

memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk

umum, kecuali saat pembacaan putusan. Pada persidangan anak, Hakim

wajib memerintahkan orang tua / wali atau pendamping, advokat,

pemberi bantuan hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan

untuk mendampingi anak. Apabila orangtua / wali / pendamping tidak

hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi advokat atau pemberi

bantuan hukum lainnya dan/atau pembimbing kemasyarakatan. Jika

Hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud di atas,

maka sidang anak batal demi hukum.

Persidangan perkara anak bersifat tertutup, bertujuan agar terciptanya

suasana tenang dan penuh dengan kekeluargaan, sehingga anak dapat

mengutarakan segala peristiwa dan perasaannya secara terbuka dan jujur

selama berjalannya persidangan. Pada proses pembacaan putusan

Pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat

tidak dihadiri oleh anak. Menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menentukan bahwa

Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan

38 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, h. 141.

Page 67: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

55

ketentuan dalam undang-undang tersebut. Anak yang belum berusia 14

(empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan.39

4. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pada Tahap Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan Anak berperan dalam pembinaan

narapidana, yang memperlakukan narapidana agar menjadi pribadi yang

baik. Anak pidana adalah anak yang berdasarkan putusan Pengadilan

menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan Anak paling lama sampai

berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila telah berumur 18 (delapan

belas) tahun tetapi belum selesai menjalani pidananya, harus dipindahkan

dan tempatnya terpisah dari narapidana yang telah berumur 21 (dua puluh

satu) tahun ke atas. Jenis-jenis pembinaan narapidana dapat digolongkan

atas 3 (tiga), yaitu: pembinaan mental, pembinaan sosial, pembinaan

keterampilan.

5. Hak-Hak Anak Atas Perlindungan Hukum Dalam Proses Peradilan

Pidana

Prinsip-prinsip perlindungan hukum pidana terhadap anak tercermin

dalam Pasal 37 dan Pasal 40 Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on

the Rights of the Child) yang disahkan dengan Keputusan Presiden

Nomor 36 Tahun 1990, tanggal 25 Agustus 1990. Pasal 3 Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

menyatakan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak:

a. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan

sesuai dengan umurnya dan dipisahkan dari orang dewasa;

b. Memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

c. Bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang

kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan

martabatnya;

d. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;

39 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak Di Indonesia, h. 146

Page 68: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

56

e. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara kecuali sebagai upaya

terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

Anak nakal sejatinya merupakan anak yang belum mendapati

wawasan dan lingkungan sosial yang positif dari orang-orang tersayang,

khususnya dari orang tua, yang mengakibatkan anak tersebut melakukan

perbuatan-perbuatan di luar koridor yang seharusnya. Maka dari itu,

diperlukan suatu penindakan terhadap anak nakal yang bertujuan untuk

merubah sikap dan perilaku anak tersebut agar nantinya memiliki sifat

dan perilaku yang normal dan baik serta dapat diterima oleh masyarakat.

Penindakan tersebut dapat berupa pengembalian kepada orang tua,

wali, atau pengasuhnya; penyerahan kepada Pemerintah atau seseorang

atau Departemen Sosial; keharusan mengikuti suatu latihan yang

diadakan oleh Pemerintah atau suatu badan swasta; perbaikan akibat

tindak pidana; rehabilitasi; perawatan di dalam suatu lembaga sosial.

Di samping si anak nakal mendapat penindakan atas apa yang telah

diperbuatnya, anak tetaplah anak yang juga memiliki hak untuk

mendapatkan perlindungan hukum. Sebagai penerus peradaban bangsa,

anak berhak mendapatkan perlindungan hukum jika anak tersebut

bermasalah, perlindungan hukum tersebut diantaranya perlindungan

hukum pada tahap penyidikan; perlindungan hukum pada tahap

penuntutan; perlindungan hukum pada tahap pemeriksaan di

persidangan; perlindungan hukum pada tahap pemasyarakatan; dan

perlindungan hukum dalam proses peradilan pidana.

Page 69: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

57

BAB III

KONSEP DAN PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP

TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK

A. Konsep Restorative Justice Dalam Melengkapi Penyelesaian Anak Yang

Berkonflik Dengan Hukum

Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, menggunakan istilah anak yang berkonflik dengan

hukum. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang berumur 12

(dua belas) tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang

diduga melakukan tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum

dapat didefinisikan sebagai anak yang disangka, dituduh, atau diakui

sebagai anak yang telah melanggar ketentuan hukum (Pasal 40 Ayat (1)

Konvensi Hak Anak).1 Menurut Konvensi Hak Anak, anak yang berkonflik

dengan hukum dikategorikan sebagai anak dalam situasi yang khusus. Anak

yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang kebutuhan-kebutuhannya

tidak terpenuhi, sering mengalami tindak kekerasan, berada di luar

lingkungan keluarga yang kurang harmonis, dan membutuhkan

perlindungan dan keamanan diri. Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam

hal membina dan memberikan perlindungan kepada anak. Menurut Pasal 26

Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, menyatakan bahwa orang tua berkewajiban untuk

mengasuh, memelihara, dan melindungi anak.

Konsep restorative justice telah muncul lebih dari dua puluh tahun yang

lalu sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana yang pelakunya adalah

anak. Kelompok Kerja Peradilan Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

mendefinisikan restorative justice sebagai suatu proses semua pihak yang

berhubungan dengan tindak pidana tertentu, duduk bersama-sama untuk

1 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2009), h. 113.

Page 70: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

58

memecahkan suatu masalah dan memikirkan cara mengatasi akibat pada

masa yang akan datang.2 Restorative justice pada prinsipnya merupakan

suatu falsafah (pedoman dasar) dalam proses perdamaian di luar peradilan

dengan menggunakan cara mediasi atau musyawarah dalam mencapai suatu

keadilan yang diharapkan oleh para pihak yang terlibat dalam hukum pidana

tersebut, yaitu pelaku tindak pidana (keluarganya) dan korban tindak pidana

(keluarganya) untuk mencari solusi terbaik yang disetujui dan disepakati

para pihak. Restorative justice merupakan proses penyelesaian yang

dilakukan di luar sistem peradilan pidana (criminal justice system) dengan

melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan keluarga pelaku,

masyarakat, serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak

pidana yang terjadi untuk mencapai suatu kesepakatan.3

Konsep restorative justice mendefinisikan bahwa tindak pidana

merupakan sebuah tindakan melawan orang atau masyarakat dan

berhubungan dengan pelanggaran sebagai pengrusakan norma hukum.4

Masih banyaknya anak yang berkonflik dengan hukum melewati jalur

litigasi atau menggunakan proses peradilan, dan masih banyaknya anak

yang berkonflik dengan hukum dijatuhi hukuman berupa pidana penjara.

Konsep restorative justice bisa dijadikan masukan dalam rangka

memberikan perlindungan kepada anak yang berkonflik dengan hukum.

Tujuan utama dari restorative justice adalah perbaikan atau pergantian

kerugian yang diderita oleh korban, pengakuan pelaku terhadap luka yang

diderita oleh korban atau masyarakat akibat tindakannya, konsiliasi dan

rekonsiliasi pelaku, korban dan masyarakat. Restorative justice juga

bertujuan merestorasi atau merubah kesejahteraan masyarakat,

memperbaiki diri dengan cara menghadapkan anak sebagai pelaku berupa

pertanggungjawaban kepada korban atas tindakannya. Contoh

pertanggungjawaban kepada korban dalam tindak pidana pencurian, anak

2 Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, h. 135. 3 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2009), h.

23. 4 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, h. 3.

Page 71: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

59

sebagai pelaku dapat mengganti kerugian, atau mengembalikan barang yang

telah ia curi dari korban. Konsep restorative justice tidak akan berjalan

secara efektif tanpa adanya kerjasama dan keterlibatan antara korban,

pelaku, dan masyarakat. Jika kedua belah pihak antara korban dan pelaku

tidak menghendaki proses penyelesaian konflik secara musyawarah, maka

proses peradilan yang akan dijalankan. Artinya, perkara betul-betul

dipegang oleh aparat penegak hukum yang mempunyai minat, perhatian,

dedikasi, memahami masalah anak dan telah mengikuti pelatihan yang

mengangkat tema restorative justice, dan penahanan dilakukan sebagai cara

terakhir dengan mengindahkan hak dari anak yang berkonflik.5

Konsep Restorative Justice yang diimplementasikan dalam Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

memiliki dasar yuridis. Pasal 28B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945

menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh

dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dan diskriminasi. Hal ini

dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak.6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak dibuat sesuai dengan Konvensi Hak-Hak

Anak yang diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan

Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990. Peradilan pidana dengan

konsep Restorative Justice bertujuan untuk:

1. Mengupayakan perdamaian antara korban dan anak;

2. Mengutamakan penyelesaian di luar proses peradilan;

3. Menjauhkan anak dari pengaruh negatif proses peradilan;

4. Menanamkan rasa tanggungjawab anak;

5. Mewujudkan kesejahteraan anak;

6. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;

5 Reyner Timothy Danielt, “Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana

Anak Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur”, h. 18-19. 6 Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 53.

Page 72: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

60

7. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;

8. Meningkatkan keterampilan hidup anak.

Sebenarnya dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Pengadilan Anak sudah ada upaya perubahan paradigma pemidanaan anak

di Indonesia yang bukan lagi ditujukan untuk memberikan pembalasan

(dalam pandangan retributif), akan tetapi lebih diarahkan pada proses

pembinaan agar masa depannya menjadi lebih baik lagi. Namun, paradigma

ini dirasa tidak cukup karena dinamika kehidupan lebih cepat berubah

dibandingkan dengan aturan dalam Undang-Undang Pengadilan Anak, di

mana paradigma yang berkembang kemudian bukan lagi sekedar mengubah

jenis pidana yang sifatnya menyiksa menjadi jenis pidana yang bersifat

mendidik, tetapi seminimal mungkin memasukkan anak ke dalam proses

peradilan pidana. Oleh sebab itulah dimasukkan konsep restorative justice

ke dalam pembahasan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana

Anak.7

Pemahaman bahwa menjauhkan anak dari proses peradilan pidana

menjadi penting karena hal ini merupakan bagian dari upaya perlindungan

hak asasi anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak yang

memberikan peluang untuk dilakukannya proses pengalihan perkara

(Diversi) yang dilakukan oleh Polisi dan Penuntut Umum serta pejabat lain

yang berwenang menjauhkan anak dari proses peradilan. Konsep mengenai

restorative justice masuk dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, pada Ayat (1) bahwa Sistem

Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif,

sedangkan pada Ayat (2) meliputi:

1. Penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan

lain dalam undang-undang ini;

7 Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, h. 134.

Page 73: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

61

2. Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan

peradilan umum;

3. Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan

selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani

pidana atau tindakan.

Kemudian dalam Ayat (3) menegaskan bahwa yang dimaksud pada Ayat

(2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan diversi (proses pengalihan

perkara). Pada Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan

keadilan restoratif, dapat dikatakan bahwa konsep restorative justice

merupakan sebuah cara atau terobosan hukum yang harus dan wajib

digunakan dalam setiap perkara anak yang berkonflik dengan hukum, dan

mempunyai peran yang besar dalam masa depan peradilan anak di

Indonesia, karena restorative justice mengangkat harkat dan martabat anak

seperti yang dituangkan dalam Konvensi Hak Anak. Restorative justice

mengupayakan perdamaian dalam perkara anak, menyelesaikan konflik

yang melibatkan anak, sehingga menanamkan rasa tanggung jawab kepada

anak serta dapat memberikan dampak positif dalam masa depan anak yang

berkonflik dengan hukum.

B. Implementasi Restorative Justice Terhadap Anak Pelaku Tindak

Pidana Pencurian

Seseorang yang melanggar hukum pidana akan berhadapan dengan

negara melalui aparatur penegak hukumnya. Sebagai sebuah instrumen

pengawasan sosial, hukum pidana menyandarkan diri pada sanksi karena

pada fungsinya memang mencabut hak-hak orang atas kehidupan,

kebebasan atau hak milik mereka yang terpidana. Invasi terhadap hak dasar

ini dibenarkan demi melestarikan masyarakat dan melindungi hak-hak

fundamental dari gangguan orang lain. Menurut Made Sadhi Astuti ada

beberapa hak anak yang perlu diperhatikan dan diperjuangkan

pelaksanaannya bersama-sama, hak anak itu antara lain:

1. Tidak menjadi korban dalam proses peradilan pidana;

Page 74: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

62

2. Mempunyai kewajiban untuk ikut serta menegakkan keadilan dalam

suatu proses peradilan pidana sesuai dengan kemampuan mereka

masing-masing untuk dibina oleh lembaga sosial anak agar nantinya

mampu melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara dan

anggota masyarakat yang baik;

3. Untuk melaksanakan kewajiban membina, mendampingi rekan-rekan

sebayanya untuk melaksanakan hak dan kewajiban mereka secara

rasional positif, bertanggungjawab dan bermanfaat dalam proses

tersebut.

Dalam menyelesaikan perkara anak, anak harus diberlakukan secara

khusus. Perlindungan khusus ini terdapat pada Pasal 17 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Hal

ini mengingat sifat dan psikis anak dalam beberapa hal tertentu memerlukan

perlakuan khusus, serta perlindungan yang khusus pula, terutama pada

tindakan-tindakan yang dapat merugikan perkembangan mental maupun

jasmani anak. Pada Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dijelaskan bahwa perlakuan

khusus dimulai pada saat tahap penyidikan, harus dibedakan pemeriksaan

yang dilakukan terhadap anak dengan orang dewasa. Ketika melakukan

penyidikan terhadap perkara anak, Penyidik wajib meminta pertimbangan

atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana

dilaporkan atau diadukan. Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak

dibuat untuk memberikan rasa keadilan kepada anak, memberikan

kesempatan kepada anak untuk ikut serta dalam menyelesaikan konflik, dan

bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukannya, karena di dalamnya

terdapat diversi melalui pendekatan restorative justice yang mana

menekankan pemulihan pada keadaan semula.8

Proses penerapan melalui pendekatan restorative justice terhadap anak

pelaku tindak pidana pencurian berbeda dengan proses penerapan hukuman

8 Reyner Timothy Danielt, “Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana

Anak Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur”, h. 20-21.

Page 75: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

63

pada umumnya. Restorative justice tidak diatur secara terperinci di dalam

KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana), tetapi di dalam

Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa proses diversi dilakukan melalui

musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan

orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial

Profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Penjelasan dari

Pasal 8 ini dapat dibuat kesimpulan bahwa penerapan restorative justice

mengikuti mekanisme dari diversi, yaitu pengalihan hukum dari proses

peradilan pidana ke proses luar peradilan pidana. Proses pengalihan hukum

(diversi) tidak akan berjalan apabila tidak menggunakan restorative justice

sebagai jalan keluar penyelesaiannya. Pada Pasal 7 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

dijelaskan, bahwa diversi terdapat dalam setiap tahap, mulai dari tahap

penyidikan, penuntutan, sampai pada tahap pemeriksaan perkara anak di

Pengadilan Negeri.

Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa proses diversi yang

menggunakan pendekatan restorative justice ini hanya digunakan pada

kasus anak yang ancaman pidananya di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan

merupakan pengulangan pidana. Pada Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatakan

bahwa proses penegakan hukum pidana anak, maka aparat penegak hukum,

baik itu Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan diversi

harus mempertimbangkan kategori tindak pidana, umur anak, hasil

penelitian kemasyarakatan dari Bapas dan dukungan di lingkungan keluarga

dan masyarakat. Selain itu juga dalam hal yang diperlukan, musyawarah

tersebut juga dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau

masyarakat.9 Pada Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

9 Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, h. 140.

Page 76: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

64

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ditegaskan bahwa proses diversi

wajib memperhatikan hal-hal berikut:

1. Kepentingan Korban;

2. Kesejahteraan dan tanggungjawab anak;

3. Penghindaran pembalasan;

4. Keharmonisasian masyarakat;

5. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Pada tahap penyidikan kepada anak, umumnya seringkali didapatkan

adanya paksaan dari pihak penyidik untuk mengakui perbuatan tindak

pidana yang telah dilakukan oleh anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

hak anak seringkali tidak terlihat ketika melakukan proses pada tahap

penyidikan, padahal seorang anak yang terlibat dalam tindak pidana harus

diberikan perlindungan khusus. Pada Pasal 17 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak tertulis

bahwa Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib memberikan

perlindungan khusus bagi anak yang diperiksa karena tindak pidana yang

dilakukannya disebabkan karena adanya situasi dan kondisi darurat.

Penyidik yang melakukan penyidikan terhadap anak dalam konsep

restorative justice, harus mengutamakan perlakuan khusus seperti yang

tertulis dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak.

Efektifitas restorative justice yang kaitannya dengan perlindungan

hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana, dapat dilihat pada isi

Pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

bahwa Pemerintah dan lembaga lainnya berkewajiban dan

bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak

yang berhadapan dengan hukum. Perlindungan khusus terhadap anak yang

berhadapan dengan hukum, dapat dilakukan melalui upaya:

1. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai

dengan umurnya;

Page 77: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

65

2. Pemisahan dari orang dewasa;

3. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;

4. Pemberlakuan kegiatan yang bersifat rekreasional;

5. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang

kejam, tidak manusiawi serta yang dapat merendahkan martabat dan

derajatnya;

6. Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur

hidup;

7. Penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali

sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;

8. Pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak

memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;

9. Penghindaran dari publikasi atas identitasnya;

10. Pemberian pendampingan orang tua/wali atau orang dewasa lainnya

yang dipercaya oleh anak;

11. Pemberian advokasi sosial;

12. Pemberian kehidupan pribadi;

13. Pemberian aksesibilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas;

14. Pemberian pendidikan yang layak;

15. Pemberian pelayanan kesehatan; dan

16. Pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Penyidikan yang dilakukan kepada anak tidak diperbolehkan

menggunakan atribut penegak hukum seperti penyidikan pada umumya,

karena dapat memperburuk kondisi mental dan psikologis anak yang belum

siap untuk berhadapan dengan hukum. Sehingga dalam tahap penerapan

restorative justice sangat diperlukan peran dari Pembimbing

Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, dan Tenaga Kesejahteraan

Sosial.10 Kemudian pada tahap penahanan terhadap anak pelaku tindak

10 Reyner Timothy Danielt, “Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana

Anak Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur”, h. 21-22.

Page 78: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

66

pidana pencurian tidak sama dengan penahanan yang diberlakukan pada

umumnya. Pada Pasal 21 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) menjelaskan:

1. Diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup;

2. Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa

tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau

menghilangkan barang bukti;

3. Mengulangi tindak pidana.

Pada praktiknya, Penyidik atau Jaksa Penuntut Umum serta Hakim yang

melakukan penahanan, mempergunakan syarat-syarat yang telah ditentukan

dalam Pasal 21 Ayat (1) KUHAP. Seorang anak yang belum cakap hukum

sengaja ditahan dengan alasan bahwa akan melarikan diri, padahal anak

tersebut memiliki identitas dan keluarga yang jelas, atau masih pantaskah

menahan seorang anak yang tertangkap tangan mencuri, dan barang

buktinya telah disita yang berwajib. Lalu apa relevansinya menjadikan

syarat penahanan bagi tersangka adanya kekhawatiran menghilangkan

barang bukti, sedangkan barang bukti tersebut sudah disita oleh pihak yang

berwajib.11 Proses penahanan menurut Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, penahanan

terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal anak memperoleh jaminan

dari orang tua / wali dan/atau lembaga bahwa anak tidak akan melarikan

diri, tidak akan merusak atau menghilangkan barang bukti, dan/atau tidak

akan mengulangi tindak pidana. Tahapan setelah penyidikan adalah

penuntutan, yang dijalankan oleh Penuntut Umum. Menurut Pasal 42 Ayat

(1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak menjelaskan bahwa Penuntut Umum wajib mengupayakan

Diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari

Penyidik. Pada tahap penuntutan, Penuntut Umum wajib mengupayakan

pengalihan hukum (diversi) demi kepentingan terbaik bagi pelaku anak

11 Djisman Samosir, Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana, (Bandung: Nuansa

Aulia, 2013), h. 51.

Page 79: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

67

melalui pendekatan keadilan restoratif. Ketika proses diversi berhasil

mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara diversi

beserta kesepakatan diversi kepada ketua Pengadilan Negeri untuk dibuat

penetapan. Apabila dalam hal diversi gagal, Penuntut Umum wajib

menyampaikan berita acara diversi dan melimpahkan perkara ke Pengadilan

dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.

Pengalihan hukum melalui pendekatan restorative justice dapat

diterapkan pada tahap pemeriksaan di sidang Pengadilan. Menurut Pasal 52

Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak menjelaskan bahwa Hakim wajib mengupayakan diversi

paling lama 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua Pengadilan Negeri

sebagai hakim. Apabila proses pengalihan hukum (diversi) melalui

pendekatan restorative justice berhasil mencapai kesepakatan, hakim

menyampaikan berita acara diversi kepada ketua Pengadilan Negeri untuk

dibuat penetapan. Apabila diversi gagal, maka perkara tersebut dilanjutkan

ke tahap persidangan dengan menjaga suasana kekeluargaan, sehingga anak

dapat mengutarakan segala peristiwa dan perasaannya secara terbuka, dan

jujur selama menjalankan persidangan.

Mekanisme penyelesaian penerapan restorative justice terhadap anak

pelaku tindak pidana pencurian menggunakan mediasi atau musyawarah

dengan menekankan pemulihan kembali hak-hak anak pada keadaan

semula. Penyelesaian secara musyawarah ini tidak akan terealisasikan

apabila tidak ada kerjasama antara korban, pelaku tindak pidana,

masyarakat, dan Penyidik. Penyidik atau pihak Kepolisian sebagai pintu

gerbang dari Sistem Peradilan Pidana Anak dan pihak yang berwenang

pertama kali menentukan posisi seorang anak yang berhadapan dengan

hukum. Pihak Kepolisian harus menggunakan kewenangan diskresi yang

merupakan bagian dari proses pengalihan hukum (diversi) yang

menggunakan pendekatan restorative justice sebagai pertimbangan hukum

yang sesuai dengan undang-undang dan kepentingan terbaik bagi anak.

Diskresi diberikan kepada Penyidik untuk mengupayakan diversi dengan

Page 80: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

68

menggunakan pendekatan restorative justice. Diskresi dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak adalah kebijakan Penyidik anak dalam menetapkan

suatu perkara anak yang bermasalah, tidak dilanjutkan pemeriksaannya

dengan pertimbangan hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan demi kepentingan terbaik bagi anak.12

Diskresi yang diberikan negara terhadap salah satu sub sistem peradilan

ini dalam mengemban tugas menjaga dan melindungi ketertiban dan

keamanan dalam masyarakat serta menanggulangi kejahatan, spesifikasinya

terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian, maka tindak pidana ini

dialihkan (diversi) dari proses formal ke proses informal, yaitu dengan

menggunakan konsep restorative justice, di mana titik berat penyelesaian

konflik atau persengketaan dengan mendudukkan korban, pelaku dan

masyarakat di sekitar tempat terjadinya tindak pidana pencurian yang

dilakukan oleh anak dan difasilitasi oleh seorang Mediator. Mediator (orang

yang melakukan mediasi) pada umumnya melibatkan pihak ketiga yang

netral (yang tidak memihak pada siapapun). Seorang Mediator merupakan

orang yang argumen dan solusinya mau didengar oleh kedua belah pihak,

dan yang memiliki pengetahuan yang luas dan terlatih dalam menyelesaikan

perkara anak. Subjek yang dapat menjadi mediator yaitu Hakim, Jaksa, dan

Polisi, karena proses mediasi bisa dilaksanakan di semua tahap. Tujuan dari

perdamaian ini yaitu agar perselisihan ini bisa saling memaafkan dan tidak

perlu dibawa ke Pengadilan, karena dari kedua belah pihak telah merasa

puas dengan mediasi yang telah dilakukan.

Mediasi sebagai jalan di dalam restorative justice, terdapat hal positif

dalam menanggulangi tindak pidana pencurian khususnya tindak pidana

pencurian yang dilakukan oleh anak, antara lain yaitu13:

1. Korban dapat mengungkapkan keluhannya dan ketidaknyamanannya.

Di lain sisi dia dapat belajar tentang pelaku, cara menghadapi tindakan

kejahatan pencurian, berkesempatan dan berhak mendapatkan

12 Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, h. 136. 13 Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, h. 216.

Page 81: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

69

permintaan maaf serta ganti rugi yang sesuai dari pelaku,

menunjukkan dampak kepada pelaku atas dampak yang ditimbulkan

oleh perbuatan pelaku, menyelesaikan semua konflik yang ada untuk

kepentingan pribadi atau pemulihan.

2. Bagi pelaku dia menjadi memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang

dia lakukan terhadap korban, dan berhak meminta maaf serta

membayar kerugian korban, atau kerja sosial apabila tidak mampu

membayar kerugian sesuai kesepakatan yang disepakati dalam proses

mediasi.

Sehingga dapat dilihat di atas, bahwa restorative justice sangat peduli

terhadap pembangunan kembali hubungan setelah terjadi tindak pidana.

Bentuk kesepakatan dari proses mediasi tadi dapat berupa perdamaian, ganti

kerugian yang diderita korban, mengembalikan barang yang telah dicuri,

kerja sosial, pelayanan kepada masyarakat, dan lain-lain (sesuai dengan

hasil kesepakatan di dalam proses mediasi). Pada implementasinya,

mekanisme proses penerapan restorative justice menghendaki adanya

keinginan untuk tetap memberikan perlindungan bagi pelaku anak, akan

tetapi karena dalam proses restoratif mengharuskan adanya pengakuan

bersalah terlebih dahulu dari pelaku. Setelah adanya pengakuan bersalah

dari pelaku tindak pidana, Penyidik juga harus melihat motivasi dari pelaku

melakukan tindak pidana pencurian, apakah pada dasarnya anak ini jahat

atau tidak?, dan sebelumnya pernah melakukan tindakan-tindakan yang

merugikan orang lain, ataukah dengan keadaan sedemikian rupa adanya

keterpaksaan dalam melakukan tindak pidana pencurian. Selain motivasi,

Penyidik harus melihat nominal yang telah dicuri, serta membedakan mana

kasus pencurian yang harus dibawa sampai ke Pengadilan (pencurian berat

Pasal 363 KUHP), dan mana kasus pencurian yang seharusnya tidak dibawa

ke Pengadilan (pencurian ringan Pasal 364 KUHP). Hal ini sangat penting

karena banyak kasus-kasus pencurian yang dilakukan anak yang tergolong

dalam pencurian ringan, hanya karena adanya bukti dan laporan dari korban

serta adanya niat balas dendam sehingga kasus-kasus seperti ini berujung

Page 82: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

70

pada pemidanaan sampai mendapat putusan pidana penjara hingga

bertahun-tahun. Adapun pertimbangannya sebagai berikut:

1. Apabila semua kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh

anak yang kemudian hanya tergolong dalam pencurian ringan dengan

kerugian yang tidak seimbang akan membebani negara, dimana biaya

penyelesaian perkara lebih tinggi daripada perkara yang diselesaikan.

2. Di sisi lain juga dapat menyita waktu dari Penyidik, di mana ada

perkara yang lebih tinggi bobot perkaranya, berat dan menumpuk

serta harus lebih mendapat perhatian.

3. Tidak memenuhi rasa keadilan karena tidak sebanding dengan

tekanan saat ditetapkan menjadi tersangka dibanding dengan kerugian

akibat perbuatannya.

4. Pelaku tidak mempunyai catatan tindak pidana.

Salah satu cara yang efektif dalam penerapan restorative justice adalah

pihak kepolisian harus membuat satu tim khusus yang sudah dilatih dalam

menangani permasalahan tentang anak, terutama pada perkara pencurian

yang dilakukan oleh anak. Sehingga pihak kepolisian dapat turun tangan

langsung menangani masalah dan berbaur dengan masyarakat, dan bisa

mengetahui secara langsung permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat

dan mencari solusi serta jalan keluar dengan menggunakan pendekatan

restorative justice melalui mekanisme diversi.

Berdasarkan peran masyarakat, diharapkan masyarakat dapat

membimbing dan mengarahkan anak yang awalnya melakukan tindak

pidana pencurian menjadi pribadi yang berkelakuan baik. Pada lembaga

pemasyarakatan, anak mendapatkan bimbingan serta arahan untuk tidak

mengulangi perbuatan yang telah dilakukannya, karena dalam

perkembangannya anak sangat terpengaruh terhadap lingkungan luar

keluarga daripada lingkungan di dalam keluarga yang utuh. Anak yang

memiliki keluarga pisah atau bercerai atau bahkan merantau, ia akan merasa

kekurangan mendapat kasih sayang, maka dari itu peran lingkungan sangat

mempengaruhi perkembangan anak yang baru saja mengalami masa

Page 83: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

71

pubertas. Anak yang mengalami kesulitan dalam perekonomian karena

ketidakmampuan orang tua untuk memenuhi kebutuhan anak tersebut,

sehingga anak dapat melakukan tindak pidana kriminal, contohnya seperti

mencuri. Hasil curian yang mereka dapatkan kemudian mereka jual untuk

mendapatkan uang atau bahkan akan mereka gunakan sendiri karena adanya

rasa keinginan untuk memiliki barang yang selama ini ia idam-idamkan.

Kasus seperti ini penting adanya pengawasan dari orang tua maupun

kepolisian yang mana harus dilakukan terhadap anak, menjadikan anak

sebagai teman atau bahkan sahabat supaya anak tidak merasa kekurangan

kasih sayang. Pihak kepolisian yang memberikan pengawasan terhadap

anak seharusnya tegas, agar anak tidak mengulangi perbuatan-perbuatan

yang akan merugikan dirinya sendiri dan orang lain.14

Apabila di setiap perkara pencurian yang dilakukan oleh anak

menerapkan restorative justice, secara tidak langsung dapat mengurangi

anak yang ditahan di dalam rutan maupun lapas, dan berkurangnya perkara

yang masuk ke Pengadilan, mengurangi jumlah narapidana yang ada di

dalam lembaga, mengurangi anggaran negara. Jika semua pelaku tindak

pidana dalam hal ini pencurian yang termasuk dalam kejahatan ringan yang

dilakukan oleh anak, kemudian dimasukkan ke dalam lembaga

pemasyarakatan sangat tidak memiliki nilai guna karena hanya berdampak

buruk terhadap anak itu sendiri. Anak yang seharusnya mendapatkan

bimbingan, masih sangat membutuhkan pengetahuan seperti sekolah dan

kasih sayang, kemudian berbaur dengan para tahanan lainnya yang nantinya

hanya akan terkontaminasi dari sifat-sifat jahat. Sehingga dapat dikatakan

pelaksanaan pemidanaan sesungguhnya belum tepat apabila masih dapat

dicari jalan keluarnya. Hal yang sangat diperlukan adalah di setiap masalah

yang bermunculan, bersama-sama masyarakat dan penegak hukum serta

kedua belah pihak yang berperkara harus mencari win-win solution terhadap

persoalan kecil seperti ini di atas, sehingga yang tadinya korban mempunyai

14 Alviandani Kartika Sakti, “Penerapan Diversi Tindak Pidana Pencurian Yang

Dilakukan Anak Dibawah Umur (Studi Kasus Polres Sragen)”, h. 10-11.

Page 84: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

72

emosional yang tinggi tidak lagi melaporkan kepada penegak hukum karena

dapat menyelesaikan masalahnya dengan solusi yang tepat.15

C. Implementasi Diversi Melalui Pendekatan Restorative Justice Yang

Dilakukan Oleh Pihak Kepolisan

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan segala unsur sistem peradilan

pidana yang terkait di dalam kasus-kasus ABH (Anak Berhadapan dengan

Hukum). Polisi, Kejaksaan, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan atau

Balai Pemasyarakatan, Advokat atau Pemberi Bantuan, Lembaga

Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara

(LPAS), dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)

sebagai institusi atau lembaga yang menangani anak yang berhubungan

dengan hukum mulai dari anak yang bersentuhan dengan sistem peradilan,

menentukan mengenai anak yang akan dibebaskan atau diproses ke

Pengadilan Anak, hingga tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam

pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan ke dalam

institusi penghukuman dalam koridor keadilan restoratif. Pelaksanaan

diversi yang dilakukan oleh pihak Kepolisian diawali dengan melakukan

mediasi antara korban dan pelaku, melibatkan BAPAS (Balai

Pemasyarakatan) dan Dinas Sosial. Ketika melaksanakan penahanan

terhadap anak yang melakukan tindak pidana pencurian, diperlakukan beda

dengan penahanan yang dilakukan kepada orang dewasa. Apabila mediasi

dengan para pihak tersebut berhasil, akan diadakan dengan agenda diversi

sesuai dengan peraturan yang telah ada, setelah agenda diversi tersebut telah

selesai, maka kepolisian mengeluarkan SP3 (Surat Perintah Pemberhentian

Penyidikan) kepada Penyidik, dalam penahanan tersebut melibatkan

pemerintah daerah atau disebut dengan save house.

Pelaksanaan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana

pencurian tetap dalam pemantauan dari BAPAS meskipun bebas di luar dan

15 Reyner Timothy Danielt, “Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak Pidana

Anak Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur”, h. 24-25.

Page 85: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

73

absen di luar, akan tetapi anak yang telah dijadikan tersangka dan akan

menjalankan diversi tidak boleh keluar dari kantor Kepolisian di mana ia

ditahan (Pasal 94 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak). Sementara itu, dalam ketentuan melaksanakan

diversi, diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi

dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yang diatur pada Pasal 4. Pada

pelaksanaan diversi terdapat keadilan, keadilan menurut John Rawls

merupakan struktur dasar masyarakat yang asli di mana hak-hak dasar,

kewibawaan, kebebasan, pendapatan, kesempatan dan kesejahteraan

terpenuhi. Pihak kepolisian dapat mengupayakan pelaksanaan diversi

terhadap anak yang melakukan tindak pidana tanpa harus menggunakan

jalur di Pengadilan yang akan membuat anak menjadi trauma dan

diasingkan dalam masyarakat.16

Meskipun pelaksanaan diversi dikenal sebagai bagian dari restorative

justice, hal itu juga sudah dikenal sebagai alternatif dalam melakukan

penyelesaian tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang berhadapan

dengan hukum dan sudah mendapat dukungan dari peradilan pidana dan

mulai mendapatkan dukungan dari banyak pihak namun masih

mendapatkan banyak hambatan yang dihadapi oleh Sistem Peradilan Pidana

yang merupakan:

1. Pemahaman yang berbeda dalam penanganan anak yang berhadapan

dengan hukum, dan korban diantara Penegak Hukum;

2. Terbatasnya sarana dan prasarana anak yang berhadapan dengan

hukum selama proses peradilan (pra dan paska peradilan);

3. Kurangnya kebijakan formulasi untuk melaksanakan proses

rehabilitasi sosial anak nakal.

16 Alviandani Kartika Sakti, “Penerapan Diversi Tindak Pidana Pencurian Yang

Dilakukan Anak Dibawah Umur (Studi Kasus Polres Sragen)”, h. 11-12.

Page 86: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

74

Kesadaran hukum yang rendah ataupun tinggi dalam masyarakat akan

mempengaruhi pelaksanaan hukum, kesadaran hukum yang rendah akan

mempengaruhi pelaksanaan hukum, baik tingginya pelanggaran yang

dilakukan masyarakat dalam pelaksanaan hukum.17

Ketika menangani kasus pencurian yang mana pelakunya adalah anak,

menurut penulis cukup diselesaikan melalui jalur non litigasi dengan

menerapkan upaya diversi serta memaksimalkan konsep restorative justice.

Konsep restorative justice bisa dijadikan masukan dalam rangka

memberikan perlindungan kepada anak yang berkonflik dengan hukum.

Tujuan utama dari restorative justice adalah perbaikan atau pergantian

kerugian yang diderita oleh korban, pengakuan pelaku terhadap luka yang

diderita oleh korban atau masyarakat akibat tindakannya, konsiliasi dan

rekonsiliasi pelaku, korban dan masyarakat. Mekanisme penyelesaian

penerapan restorative justice terhadap tindak pidana pencurian oleh anak,

menggunakan mediasi atau musyawarah dengan menekankan pemulihan

kembali hak-hak anak pada keadaan semula. Penyelesaian secara

musyawarah ini tidak akan terealisasikan apabila tidak ada kerjasama antara

korban, pelaku tindak pidana, masyarakat, dan Penyidik. Apabila dalam

menangani kasus tindak pidana pencurian yang mana pelakunya merupakan

seorang anak, nanun dalam penyelesaiannya tidak menerapkan konsep

restorative justice dengan mengalihkan proses perkara dari litigasi ke non

litigasi (diversi), maka dikhawatirkan nantinya anak akan merasa tertekan

psikologisnya. Perlu diperhatikan juga, bahwasanya anak yang melakukan

tindak pidana notabenenya merupakan anak yang kurang mendapatkan

kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya, serta belum mengetahui

akibat yang akan terjadi setelah anak tersebut melakukan perbuatan tindak

pidana atau dapat dikatakan belum cakap hukum.

17 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 248.

Page 87: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

75

BAB IV

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK PELAKU

TINDAK PIDANA PENCURIAN

A. Kedudukan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian

Dalam Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

Dewasa ini, kasus tindak pidana pencurian oleh anak tidak jarang

ditemukan di Indonesia, dimana sedikit dari pihak korban yang ingin

mengakhiri kasusnya ke jalur non litigasi, kemudian juga banyak hakim di

Pengadilan anak yang pada akhirnya lebih memilih untuk menjatuhkan

pidana berupa penjara terhadap anak pelaku tindak pidana pencurian, salah

satunya yaitu kasus tindak pidana pencurian oleh anak pada putusan nomor

6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr. Kasus yang melibatkan terdakwa anak yang

bernama Riski Pratama Putra Bin Iskandar ini perkaranya telah sampai ke

tahap pengadilan, yang mana perkaranya telah tercantum di dalam putusan

Pengadilan Negeri Kediri Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr.

Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 6/Pid.sus-

Anak/2015/PN Kdr, bahwa Terdakwa Riski Pratama Putra Bin Iskandar

merupakan seorang anak, yang bertempat tinggal di Dsn. Pojok RT 05 RW

02 Desa Dlangkup, Kecamatan Ngantru, Kabupaten Tulungagung, telah

terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana diatur

dan diancam pidana pada Pasal 362 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum

Pidana).1

Sesuai dengan kronologis kejadian yang telah dicantumkan dalam

putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr,

berawal ketika terdakwa anak yang bernama Riski Pratama Putra Bin

Iskandar sedang tidak mempunyai sejumlah uang, yang membuat terdakwa

berniat untuk mencuri atau mengambil sebuah barang. Pada hari Selasa

tanggal 10 Maret 2015 sekitar pukul 12.00 WIB, terdakwa mendatangi

1 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 1.

Page 88: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

76

sebuah Masjid Al Bajuri yang beralamat di Jalan Ronggowarsito Kelurahan

Pocanan Kota Kediri. Pada waktu yang bersamaan, korban yang bernama

Aden Saiful Hidayatulloh berniat untuk menitipkan sebuah barang berupa

Handphone merk Samsung Galaxy Y Neo warna putih kepada saksi yang

bernama Abdurrohman, adalah seorang marbot atau DKM di Masjid Al

Bajuri. Korban menitipkan barang tersebut dikarenakan korban hendak

belajar di Pondok Pesantren Lirboyo. Kemudian saksi yang bernama

Abdurrohman meletakkan handphone tersebut di atas almari yang berada di

dalam kamarnya, tepatnya di lantai atas masjid tersebut. Selesai menaruh

barang tersebut, kemudian saksi Abdurrohman turun ke bawah hendak

mengumandangkan adzan dzuhur. Setelah selesai mengumandangkan adzan

dzuhur, terdapat jamaah yang ingin meminjam tasbih kepada saksi

Abdurrohman, kemudian saksi Abdurrohman naik ke lantai atas untuk

mengambil tasbih tersebut. Pada waktu yang bersamaan, saksi melihat

terdakwa sedang berada di lantai atas masjid tersebut, namun saksi tidak

menegurnya dikarenakan saksi tidak menaruh rasa curiga sama sekali

kepada terdakwa. Kemudian setelah mengambil tasbih, saksi langsung turun

kembali ke lantai bawah untuk melaksanakan shalat dzuhur. Selesai

melaksanakan shalat dzuhur, saksi Abdurrohman bergegas untuk mengecek

kondisi dan keadaan di lantai atas. Setelah dicek, ternyata terdakwa sudah

tidak ada di tempat dan melihat Handphone milik korban Aden Saiful

Hidayatulloh juga sudah tidak ada di tempatnya, bersamaan uang milik saksi

Abdurrohman sebesar Rp. 12.000,- (dua belas ribu rupiah) yang ditaruh di

kantung saku depan sebelah kiri bajunya yang sedang digantung, juga sudah

tidak ada. Kemudian di hari yang sama, terdakwa membawa barang hasil

curiannya berupa Handphone merk Samsung Galaxy Y Neo warna putih ke

Pasar Loak Setono Pande yang berlokasi di Kecamatan Kota Kediri,

bermaksud untuk menjual barang tersebut ke orang lain dengan harga Rp.

350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Setelah berhasil menjual

barang tersebut, terdakwa pergunakan uang hasil penjualan barang curian

Page 89: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

77

tadi untuk bermain internet di warnet dan untuk membeli makan sehari-hari

terdakwa.2

Berdasarkan perkara nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, didapati

tuntutan pidana yang disampaikan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri

Kediri dengan Nomor registrasi PDM-05/KDIRI/03/2015, yang pada

pokoknya menyatakan kepada terdakwa anak Riski Pratama Putra Bin

Iskandar secara sah bersalah melakukan tindak pidana pencurian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP. Kemudian penuntut umum

mendakwakan kepada terdakwa anak Riski Pratama Putra Bin Iskandar

berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan. Kemudian di dalam

persidangan, penuntut umum menghadirkan barang bukti berupa 1 (satu)

buah dus boox Handphone merk Samsung Galaxy Y Neo, dan 1 (satu) buah

sim card nomor 62014000191024863 Indosat dengan nomor 085722902271

dikembalikan kepada yang berhak yaitu korban Aden Saiful Hidayatulloh.

Kemudian penuntut umum menetapkan supaya terdakwa membayar biaya

perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).3

Suatu proses peradilan dapat dikatakan berakhir apabila telah ada

putusan akhir. Putusan akhir tersebut, hakim menyatakan pendapatnya

mengenai hal-hal yang telah dipertimbangkan. Pada hakekatnya hakim

diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara

yang diajukan kepadanya, namun kewenangan tersebut harus berdasarkan

pada undang-undang, norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, serta

peraturan-peraturan hukum lainnya. Hakim dalam hal ini harus melihat dan

memperhatikan dasar-dasar tuntutan hukum yang diajukan kepada

terdakwa, dimana hakim tidak boleh memutus suatu perkara di luar maupun

melebihi (ultra petita) tuntutan yang tercantum dalam surat dakwaan, yang

pada intinya kewenangan hakim dalam memutus perkara dibatasi oleh

undang-undang. Berdasarkan perkara nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr,

didapati amar putusan yang diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri

2 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 3. 3 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 2.

Page 90: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

78

Kediri, yang pada pokoknya menyatakan kepada terdakwa anak Riski

Pratama Putra Bin Iskandar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana pencurian sebagaimana dalam dakwaan Pasal 362

KUHP. Kemudian hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan

pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan, dengan menetapkan barang bukti

berupa 1 (satu) buah dus boox Handphone merk Samsung Galaxy Y Neo, 1

(satu) buah sim card nomor 62014000191024863 Indosat dengan nomor

085722902271, dikembalikan kepada yang berhak yaitu korban Aden Saiful

Hidayatulloh. Kemudian hakim membebankan kepada terdakwa dengan

membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).4

B. Pertimbangan Hakim Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana

Pencurian Dalam Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr.

Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terlebih dahulu

memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan dasar dan pijakan

dalam membuat suatu putusan. Sebelumnya, Hakim terlebih dahulu

mentafsirkan tentang kebenaran peristiwa, kemudian memberikan penilaian

serta menghubungkan dengan hukum yang sesuai, dengan harapan dapat

memberikan suatu putusan yang mencerminkan rasa keadilan yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada diri hakim itu sendiri, kepada masyarakat,

dan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pertimbangan hukum yang diberikan oleh hakim dalam sebuah putusan

pemidanaan harus didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di

persidangan, dimana putusan yang dihasilkan didasarkan sekurang-

kurangnya pada dua alat bukti yang sah, serta dari keyakinan hakim dalam

memutus perkara tersebut. Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada

seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.5

4 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 11. 5 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 184.

Page 91: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

79

Adapun dua alat bukti yang dimaksud yaitu: Pertama, alat bukti yang

dianggap sah dan akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi majelis

hakim dalam perkara ini, yakni berlandaskan pada fakta-fakta yang

terungkap dalam persidangan berupa keterangan saksi yang merujuk pada

putusan nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr adalah Abdurrohman dan

Aden Saiful Hidayatulloh. Kemudian yang kedua, yakni alat bukti berupa

barang-barang, diantaranya terdapat 1 (satu) buah dus book Handphone

merk Samsung Galaxy Y Neo dan 1 (satu) sim card nomor

62014000191024863 Indosat dengan nomor 085722902271.6

Alat bukti di atas dianggap sah, dimana hal tersebut didasarkan bahwa

apabila alat bukti tersebut saling dihubungkan satu sama lain terdapat

kesesuaian antara keterangan saksi, keterangan terdakwa, dan alat bukti

berupa barang-barang. Berdasarkan kesesuaian tersebut, maka akan

diperoleh fakta hukum yang meyakinkan bagi majelis hakim, yang

selanjutnya digunakan sebagai dasar dalam membuat putusan.

Putusan yang dijatuhkan oleh majelis hakim, harus melihat kepada

beberapa hal yang dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam rangka

memutus perkara dengan setegas-tegasnya dan seadil-adilnya, meliputi:

1. Unsur-unsur tindak pidana pencurian oleh anak;

2. Hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan;

3. Mengadili.

Bahwa selanjutnya majelis hakim melakukan pertimbangan berdasarkan

fakta-fakta hukum tersebut di atas, sehingga nantinya sebagai penentuan

terdakwa dapat dinyatakan bersalah atau tidak.

Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal,

yaitu telah melanggar Pasal 362 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum

Pidana). Majelis Hakim dengan memperhatikan fakta-fakta hukum yang

ada, telah mempertimbangkan dan membuktikan dakwaan tunggal

6 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 4-6.

Page 92: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

80

sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP, atau dakwaan yang unsur-

unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Barang siapa;

2. Dengan sengaja;

3. Mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain, untuk dimiliki secara melawan hukum.7

Bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan

sebagai berikut:

1. Barang siapa;

Bahwa yang dimaksud dengan pengertian “barang siapa” adalah

siapa saja yang dijadikan sebagai subjek hukum tindak pidana dan

kepadanya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya secara

hukum. Seseorang yang dijadikan sebagai subjek hukum, telah

dihadapkan di depan persidangan sebagai terdakwa anak oleh

Penuntut Umum dalam perkara ini yang bernama Riski Pratama Putra

Bin Iskandar, yang kemudian terdakwa telah membenarkan dan

mengakui bahwa identitas terdakwa sebagaimana dalam surat

dakwaan Penuntut Umum adalah benar identitas dirinya, dengan

demikian unsur ini telah terpenuhi.

2. Dengan sengaja;

Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah perbuatan yang

sebelumnya sudah terdapat niat untuk melakukannya. Terdakwa anak

yang bernama Riski Pratama Putra Bin Iskandar telah memiliki niat

untuk mencuri 1 (satu) buah Handphone merk Samsung Galaxy Y

Neo milik korban Aden Saiful Hidayatulloh yang dititipkan kepada

saksi Abdurrohman, dan mencuri uang sebesar Rp 12.000,- (dua belas

ribu rupiah) milik saksi Abdurrohman sendiri, yang berada di lantai

atas Masjid Al Bajuri Jalan Ronggowarsito, Kelurahan Pocanan,

7 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 7.

Page 93: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

81

Kecamatan Kota, Kota Kediri, dengan demikian unsur ini telah

terpenuhi.

3. Mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

orang lain, untuk dimiliki secara melawan hukum;

Bahwa yang dimaksud dengan mengambil barang sesuatu yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, untuk dimiliki secara

melawan hukum adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang

secara diam-diam tanpa diketahui oleh orang lain dengan maksud

ingin memiliki suatu barang yang sudah diincarnya, dan perbuatan

tersebut sangat melanggar norma dan hukum yang berlaku. Diketahui

terdakwa anak yang bernama Riski Pratama Putra Bin Iskandar telah

mengambil barang secara seluruhnya berupa 1 (satu) buah Handphone

merk Samsung Galaxy Y Neo milik korban yang bernama Aden Saiful

Hidayatulloh yang dititipkan kepada saksi Abdurrohman, dan

mengambil uang secara seluruhnya sebesar Rp 12.000,- (dua belas

ribu rupiah) milik saksi Abdurrohman sendiri, yang berada di lantai

atas Masjid Al Bajuri Jalan Ronggowarsito, Kelurahan Pocanan,

Kecamatan Kota, Kota Kediri, dan perbuatan tersebut telah melanggar

hukum yang diatur di dalam Pasal 362 KUHP, dengan demikian unsur

ini telah terpenuhi.8

Mengacu pada pembahasan sebelumnya yang memuat beberapa teori

pertimbangan hukum yang dijadikan dasar oleh hakim dalam menjatuhkan

putusan kepada terdakwa, maka terdapat dua faktor yang harus dipenuhi

yaitu faktor yuridis dan non yuridis. Majelis hakim memberikan

pertimbangan hukum dalam memutuskan perkara nomor 6/Pid.sus-

Anak/2015/PN Kdr, yakni sebagai berikut:

1. Faktor Yuridis, diantaranya seperti dasar-dasar dakwaan dari penuntut

umum, keterangan terdakwa selama di persidangan, keterangan saksi-

8 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 7-9.

Page 94: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

82

saksi yang dihadirkan di dalam persidangan, beberapa barang bukti,

serta menentukan pasal-pasal yang terkait dengan kasus.

2. Faktor Non Yuridis, memikirkan hal-hal yang dapat memberatkan

hukuman terdakwa, diantaranya:9

a. Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat dan merugikan saksi

korban Aden Saiful Hidayatulloh;

b. Terdakwa sudah pernah dihukum 4 (empat) kali dalam perkara

yang sama.

Kemudian juga mempertimbangkan hal-hal yang dapat meringankan

hukuman terdakwa, yakni:

a. Terdakwa mengaku terus terang dan menyesali perbuatannya;

b. Terdakwa masih anak-anak dan dalam kehidupannya sehari-hari

tidak pernah mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua

karena orang tuanya sudah cerai, Bapaknya tidak diketahui tempat

tinggalnya dan Ibunya bekerja jadi TKW (Tenaga Kerja Wanita)

Malaysia.

C. Analisa Penulis Terhadap Putusan Nomor: 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN

Kdr.

1. Analisis Dalam Hukum positif

Mengingat Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan

bahwasanya hakim dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana,

wajib pula mempertimbangkan sifat yang baik dan yang jahat dari

terdakwa. Sifat baik dan jahat dari terdakwa perlu diperhatikan oleh

majelis hakim dalam menerapkan sanksi yang akan diberikan oleh

terdakwa. Selain itu, keadaan pribadi seseorang perlu diperhatikan juga

dalam menjatuhkan pidana yang sesuai, keadaan pribadi tersebut dapat

diperoleh dari keterangan dokter, keluarga, lingkungan, dokter ahli jiwa

dan sebagainya. Di samping itu, majelis hakim dalam menjatuhkan

9 Berdasarkan putusan Pengadilan Nomor 6/Pid.sus-Anak/2015/PN Kdr, h. 10.

Page 95: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

83

hukuman kepada terdakwa harus mempertimbangkan berbagai hal

dengan secara matang dan tidak boleh mencerminkan kesewenang-

wenangan tanpa memperhatikan kepentingan terdakwa dan masyarakat.

Yang dikatakan kepentingan terdakwa adalah terdakwa harus

diperlakukan adil sehingga tidak ada seorangpun yang tidak bersalah

mendapatkan hukuman (persumtion of innocent), atau dengan kata lain

seseorang harus mendapat perlakuan yang sama di muka hukum, artinya

tidak melakukan perbedaan perlakuan (dalam hal ini terkandung asas

equality before the law). Penjatuhan pidana yang diberikan hakim

alangkah baiknya jika mengadung nilai-nilai keadilan, baik untuk korban

maupun untuk terdakwa, karena jika prinsip keadilan (justice principle)

itu diterapkan kepada seluruh masyarakat, maka akan terwujud

ketenteraman dan kedamaian.10

Pada putusan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr, terdakwa yang

diperiksa dan diadili statusnya adalah seorang anak. Sebagai suatu

peraturan hukum pidana khusus yang mengatur soal anak yang

berhadapan dengan hukum, maka dalam hal ini produk undang-undang

yang sesuai dalam menyelesaikan permasalahan ini yaitu Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Sistem pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menetapkan bahwa apabila

terdapat anak yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun melakukan

tindak pidana, berlaku baginya upaya diversi (pengalihan hukum) dari

jalur litigasi ke jalur non litigasi, dengan menggunakan pendekatan

restorative justice (keadilan restoratif). Artinya, seorang anak tidak

sepantasnya mendapat hukuman badan berupa pidana penjara, yang

mana seharusnya hukuman tersebut diberlakukan terhadap orang

dewasa. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Marlina,

menurutnya restorative justice merupakan suatu proses penyelesaian

10 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 14&22.

Page 96: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

84

perkara yang dilakukan di luar sistem peradilan pidana (criminal justice

system) dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan keluarga

pelaku, masyarakat, serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu

tindak pidana yang terjadi untuk mencapai suatu kesepakatan.

Hal serupa juga disampaikan oleh Prof. Muladi, bahwasanya Keadilan

restoratif (restorative justice) merupakan suatu pendekatan terhadap

keadilan atas dasar falsafah dan nilai-nilai tanggungjawab, keterbukaan,

kepercayaan, harapan, penyembuhan, dan “inclusivenes” serta

berdampak terhadap pengambilan keputusan kebijakan sistem peradilan

pidana dan praktisi hukum di seluruh dunia dan menjanjikan hal positif

ke depan berupa sistem keadilan untuk mengatasi konflik akibat

kejahatan dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan, kemudian

keadilan restoratif dapat terlaksana apabila fokus perhatian diarahkan

pada kerugian akibat tindak pidana, keprihatinan yang sama dan

komitmen untuk melibatkan pelaku dan korban, mendorong pelaku untuk

bertanggungjawab, kesempatan untuk dialog antara pelaku dan korban,

melibatkan masyarakat yang terdampak kejahatan dalam proses

retroaktif, mendorong kerjasama dan reintegrasi. Tujuan utama dari

penerapan restorative justice adalah perbaikan keadaan atau pergantian

kerugian yang diderita oleh korban, permintaan maaf pelaku terhadap

korban dan masyarakat atas luka yang diderita akibat tindakannya, serta

konsiliasi dan rekonsiliasi pelaku, korban dan masyarakat. Restorative

justice juga bertujuan merestorasi atau merubah kesejahteraan

masyarakat, memperbaiki diri dengan cara berani untuk

bertanggungjawab kepada korban atas tindakannya yang dinilai

merugikan. Contoh pertanggungjawaban kepada korban dalam tindak

pidana pencurian, yakni anak sebagai pelaku dapat mengganti kerugian,

atau mengembalikan barang yang telah ia curi dari pihak korban.

Pada putusan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr, majelis hakim

dalam memutus perkara menggunakan Pasal 362 KUHP terhadap

terdakwa anak yang bernama Riski Pratama Putra Bin Iskandar, yang

Page 97: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

85

berbunyi “Barang siapa yang mengambil barang sesuatu secara

seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk

menguasai benda tersebut secara melawan hukum, maka ia akan

dihukum karena kesalahannya melakukan pencurian dengan hukuman

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya 900

(sembilan ratus) rupiah”. Berdasarkan fakta hukum di persidangan,

bahwa terdakwa anak Riski Pratama Putra Bin Iskandar secara jelas dan

bersalah melakukan tindak pidana pencurian terhadap korban yang

bernama Aden Saiful Hidayatulloh, sehingga majelis hakim menjatuhi

pidana terhadap terdakwa anak Riski Pratama Putra Bin Iskandar berupa

pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan.

Berdasarkan penjatuhan pidana oleh majelis hakim terhadap terdakwa

anak Riski Pratama Putra Bin Iskandar, penulis menilai bahwa putusan

tersebut tidak mengandung unsur dan nilai yang ada pada konsep

restorative justice (keadilan restoratif) terhadap anak. Pengaturan hukum

mengenai restorative justice terhadap anak yang berhadapan dengan

hukum secara jelas di atur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Disebutkan di dalam Pasal 2

huruf i Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak, bahwasanya perampasan hak atau kemerdekaan

dan pemidanaan yang dilaksanakan kepada anak merupakan upaya

terakhir dalam sistem peradilan pidana anak (child of criminal justice

system), artinya masih ada upaya hukum lain yang tidak sampai

merampas hak atau kemerdekaan sang anak pelaku tindak pidana. Upaya

hukum tersebut dinamai diversi yang memiliki arti mengalihkan proses

penyelesaian perkara dari tingkat litigasi (dalam pengadilan) turun ke

tingkat non litigasi (luar pengadilan). Contoh dari upaya hukum diversi

salah satunya yaitu mediasi antara pelaku tindak pidana dengan korban

dari adanya tindak pidana tersebut, serta melibatkan pihak keluarga yang

bersangkutan dan aparat penegak hukum. Hal ini diterangkan lebih lanjut

oleh Marlina, bahwa Mediasi sebagai jalan di dalam restorative justice,

Page 98: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

86

terdapat hal positif dalam menanggulangi tindak pidana pencurian

khususnya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, antara lain

yaitu pertama bagi korban, korban dapat mengungkapkan secara

langsung keluhan dan ketidaknyamanannya. Di lain sisi dia dapat belajar

tentang karakteristik pelaku, cara menghadapi tindak kejahatan

pencurian, berkesempatan dan berhak mendapatkan permintaan maaf

serta ganti rugi yang sesuai dari pelaku, menunjukkan dampak kepada

pelaku atas dampak yang ditimbulkan oleh perbuatan pelaku,

menyelesaikan semua konflik yang ada untuk kepentingan pribadi atau

pemulihan. Kedua bagi pelaku, pelaku menjadi memiliki rasa tanggung

jawab atas apa yang dia lakukan terhadap korban, dan berhak meminta

maaf serta membayar kerugian korban, atau kerja sosial apabila tidak

mampu membayar kerugian sesuai kesepakatan yang disepakati dalam

proses mediasi. Oleh karenaa itu dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

upaya diversi dengan menggunakan konsep restorative justice (keadilan

restoratif) yakni untuk memulihkan keadaan seperti semula atau dengan

kata lain tidak untuk sebagai tindakan balas dendam kepada salah satu

pihak.

2. Analisis Dalam Hukum Islam

Sementara dalam hukum Islam, perbuatan jarîmah (tindak pidana)

sâriqah (pencurian) termasuk ke dalam sanksi jarîmah ḫudûd, sanksi

yang diberlakukan terhadap pelaku jarîmah sâriqah yakni dipotong

kedua tangannya, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.s. Al-

Mâ’idah (5):38 sebagai berikut,

عزيز حك وٱلل لا من ٱلل بما كسبا نك يديهما جزاءارقة فٱقطعوا أ ارق وٱرس يم وٱرس

٣٨

Artinya: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,

potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka

Page 99: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

87

kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana”. (Q.s. Al-Mâ’idah (5):38).

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Ali bin Muhammad

Al-Jurjani, menurutnya jarîmah sâriqah dalam syariat Islam yang

pelakunya harus diberi hukuman potong tangan adalah seseorang yang

mengambil sejumlah harta yang disimpan di tempat yang hanya

diketahui oleh pemiliknya saja, kemudian pelaku melakukannya secara

sembunyi-sembunyi yang mana pelakunya adalah seorang mukallaf

(dewasa), dan harta yang dicuri bernilai lebih dari sepuluh dirham yang

masih berlaku, serta tidak terdapat unsur syubhat. Oleh karena itu,

apabila barang atau harta yang dicuri senilai kurang dari sepuluh dirham

yang masih berlaku, maka tidak dapat dikategorikan sebagai jarîmah

pencurian yang pelakunya diancam hukuman potong tangan.

Dengan demikian menurut hemat penulis, bahwa putusan hakim

nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr, yang memutus perkara anak yang

berhadapan dengan hukum, dengan identitas terdakwa anak yang

bernama Riski Pratama Putra Bin Iskandar yang terbukti telah melakukan

tindak pidana pencurian, tidak termasuk ke dalam kategori sanksi

jarîmah ḫudûd, karena sanksi ḫudûd berupa potong tangan menurut

Alquran surah Al-Ma’idah [5]:38 hanya diberlakukan terhadap orang

yang telah dewasa (mukallaf) atau yang telah mampu berpikir secara lahir

dan batin ketika akan melakukan sesuatu. Penjelasan ini dipertegas oleh

para ulama mazhab Hanafi dan Maliki, bahwasanya mereka berpendapat

seorang laki-laki tidak dapat dikatakan baligh (mumayyiz) sebelum ia

mencapai umur 18 tahun. Kedewasaan anak laki-laki sebagaimana yang

diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yaitu dimulai dari umur 18 tahun. Adapun

anak perempuan perkembangan dan kesadarannya lebih cepat dari anak

laki-laki, oleh sebab itu usia awal kedewasaannya dikurangi satu tahun

sehingga anak perempuan menjadi dewasa dimulai pada umur 17 tahun.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwasanya terdakwa anak Riski Pratama

Putra Bin Iskandar yang usianya berdasarkan identitas terdakwa dalam

Page 100: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

88

putusan nomor 6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr adalah 16 (enam belas)

tahun, termasuk ke dalam kategori orang yang belum mukallaf (dewasa)

dan belum cakap hukum, serta tidak pantas untuk diberlakukan hukuman

pembalasan berupa potong tangan kepadanya.

Kemudian penulis berpendapat bahwasanya putusan hakim nomor

6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr tidak sejalan atau tidak sesuai dengan

kaidah fiqhiyyah yang berbunyi sebagai berikut:

ر يزال الظ

Artinya: “Kemudharatan Dihilangkan Sebisa Mungkin”.

Maksud dari kaidah fikih di atas adalah bahwasanya segala bentuk

kegiatan yang dapat menimbulkan kemudharatan atau dampak negatif

terhadap seseorang, sebisa mungkin dijauhkan atau ditiadakan. Sehingga

dapat disimpulkan oleh penulis, bahwasanya kaidah di atas berkaitan

dengan perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

Apabila terdapat anak yang berbuat jarîmah, sebisa mungkin anak

tersebut jangan sampai dijatuhi hukuman pembalasan, misalnya berupa

hukuman penjara, karena hal itu dapat menimbulkan kemudharatan bagi

diri anak tersebut. Kemudharatan atau dampak negatif yang timbul

tersebut biasanya berupa psikis atau mental sang anak menjadi turun

(down), dan anak menjadi tidak percaya diri ketika akan bersosial dengan

masyarakat. Oleh karena itu, menurut hemat penulis apabila ada seorang

anak yang belum mukallaf (dewasa) yang melakukan jarîmah sâriqah,

alangkah baiknya anak tersebut tidak disidangkan dan diadili di depan

muka persidangan, karena hal tersebut dapat menyerang psikis dan

mental anak, akan tetapi ada jalur lain yang dinilai mampu meredam

penyerangan terhadap mental sang anak, yaitu diadakannya upaya

perdamaian di luar persidangan antara pelaku dan korban dengan

melibatkan pihak keluarga masing-masing yang berperkara dan aparat

penegak hukum, seperti mediator dan pihak kepolisian.

Page 101: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan yang ada pada bab-bab sebelumnya dan juga

analisis penulis mengenai putusan hakim di Pengadilan Negeri Kediri

tentang kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, maka

penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pada penelitian ini, penulis menilai bahwasanya pertimbangan hakim

yang digunakan dalam memutus perkara nomor 6/Pid.Sus-

Anak/2015/PN Kdr tidak komprehensif dan lebih condong kepada

hal-hal yang memberatkan bagi terdakwa. Di samping itu, hakim tidak

melihat fakta-fakta lain di dalam persidangan, yaitu terdakwa telah

mengaku secara terus terang dan menyesali perbuatannya, serta

terdakwa merupakan seorang anak yang kurang mendapatkan

perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya, disebabkan

karena kedua orang tuanya telah bercerai. Bapaknya tidak diketahui

keberadannya dan Ibunya bekerja menjadi Tenaga Kerja Wanita

(TKW) di Malaysia.

2. Pada penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap putusan nomor

6/Pid.Sus-Anak/2015/PN Kdr, telah menghasilkan suatu kesimpulan

bahwasanya hakim tidak menerapkan upaya diversi (pengalihan

hukum) kepada terdakwa anak yang bernama Riski Pratama Putra Bin

Iskandar, sehingga penulis menilai bahwa putusan hakim telah

bertentangan dengan norma yang belaku mengenai peraturan

perundang-undangan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum,

yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak.

Page 102: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

90

B. Rekomendasi

Setelah memaparkan kesimpulan di atas, penulis menilai perlu adanya

rekomendasi yang diberikan dari penulis kepada seluruh elemen

(stakeholder) yang memiliki peran atas permasalahan yang terjadi mengenai

penelitian yang penulis lakukan, yaitu permasalahan mengenai adanya

seorang anak yang melakukan tindak pidana pencurian. Rekomendasi yang

penulis berikan diantaranya yaitu:

1. Rekomendasi untuk aparat penegak hukum khususnya hakim yang

memutus perkara anak yang berhadapan dengan hukum, seharusnya

hakim tidak pandang sebelah mata ketika sedang mengambil

pertimbangan hukum yang akan digunakan, artinya harus adanya

upaya komprehensif dalam melihat fakta-fakta di persidangan.

2. Rekomendasi untuk Pemerintah, yaitu adanya upaya perlindungan

hukum dari Pemerintah melalui Komisi Perlindungan Anak Indonesia

(KPAI) terhadap anak yang sedang berhadapan dengan hukum,

khususnya terhadap anak-anak korban broken home atau korban dari

perceraian kedua orang tuanya serta anak-anak yang kurang mendapat

kasih sayang dari keluarga dan orang-orang terdekatnya.

3. Rekomendasi untuk masyarakat, yaitu seharusnya tidak boleh adanya

upaya diskriminasi atau pengucilan dari masyarakat apabila

mengetahui adanya anak yang melakukan tindak pidana, sebab pada

dasarnya anak tersebut merupakan korban dari ketidak adanya

perhatian dan kasih sayang dari seseorang manapun. Oleh karena itu,

penulis mengajak kepada seluruh masyarakat agar sama-sama

memberikan perlindungan kepada anak dari perbuatan kejahatan, baik

itu anak sebagai pelaku ataupun sebagai korban, dengan cara

menaunginya untuk diberi pendidikan karakter maupun pendidikan

lainnya yang dapat bermanfaat bagi masa depan anak tersebut.

Page 103: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

91

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abbas, Ahmad Sudirman. (2004). Qawa’id Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh.

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya & Anglo Media Jakarta.

AF, Hasanuddin & dkk. (2003). Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pustaka Al-Husna

dan UIN Press.

Ali, Zainudin. (2009). Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Al-Jawi, Muhammad Nawawi bin Umar Al-Bantani. (t.th.). Qût Al-Ḫabîb Al-

Gharîb Tausyikh ‘alâ Fath Al-Qarîb Al-Mujîb. Semarang: Toha Putera.

Al-Jurjani, Ali Bin Muhammad. (t.th.). Kitâb Al-Ta’rîfât. Jakarta: Dar Al-Hikmah.

Atmasasmita, Romli. (1983). Problem Kenakalan Anak-anak Remaja. Bandung:

Armico.

Audah, Abdul Qadir. (1992). Al-Ťasyrî’ Al-Jinâ’î Al-Islâmî Muqâranan bi Al-

Qânûn Al-Wadh’î. Beirut: Mu’assanah Al-Risalah.

Chazawi, Adami. (2003). Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang: Bayu Media.

Djamil, Nasir. (2013). Anak Bukan Untuk Dihukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Djazuli, A. (2000). Fiqh Jinayah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Grafika, Redaksi Sinar. (1997). Undang-Undang Kesejahteraan Anak. Jakarta:

Sinar Grafika.

Gultom, Maidin. (2010). Perlindungan Hukum Terhadap Anak. Bandung: Refika

Aditama.

Gultom, Maidin. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Hadisuprapto, Paulus. (2008). Juvenile Deliquency Pemahaman dan

Penanggulangannya. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Haliman. (1968). Hukum Pidana Islam Menurut Ajaran Ahlussunah Wal Jamaah.

Jakarta: Bulan Bintang.

Hamzah, Andi. (2009). Hukum Acara Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Hanafi, Ahmad. (1993). Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Husein, Moh. Habhan. (1984). Fikih Sunnah. Bandung: Al-Ma’arif.

Ibrahim, Johny. (2007). Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Malang: Bayu Media Publishing.

Page 104: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

92

Irfan, Muhammad Nurul. (2012). Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta:

Amzah.

Irfan, Muhammad Nurul & Masyrofah. (2014). Fiqh Jinayah. Jakarta: Amzah.

Irfan, Muhammad Nurul. (2016). Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah.

Ishaq. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Iskandar, Noer. (2000). Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo.

Kansil, CST. (1996). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Mahfud, Saleh. (1999). Tafsir Ayat-ayat Hukum dalam Al-Qur'an. Bandung: Al-

Ma'arif.

Marlina. (2009). Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Marshall, Tony. (1999). Restorative Justice : An Overview. London: Home Office

Research Development and Statistic Directorate.

Marzuki, Peter Mahmud. (2005). Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana.

Miles, Matthew B. (2007). Analisis Data Kualitatif. Depok: Universitas Indonesia

Press.

Minor, Kevin I. and J.T. Morrison. (1996). A Theoritical Study and Critique of

Restorative Justice. Monsey, New York: Ceimical Justice-Press and Kugler

Publications.

Moeliono, T.P. (2003). Hukum Pidana : Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting

dari KUHP Belanda dan Pandanannya Dalam KUHP Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Morrison, B.E. (2001). The School System : Developing its capacity in the

regulation of a civil society. London: Cambridge University Press.

Mulyadi, Lilik. (2005). Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan

Permasalahannya. Bandung: Mandar Maju.

Muslich, Ahmad Wardi. (2005). Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Narboko , Cholid & Abu Achmadi. (1997). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta:

Bumi Pustaka.

Ohoitimur, Yong. (1997). Teori Etika Tentang Hukuman Legal. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Praja, Juhaya S. (2011). Teori Hukum dan Aplikasinya. Bandung: Pustaka Setia.

Sabiq, Al-Sayyid. (1983). Fiqh Al-Sunnah. Beirut: Dar Al-Fikr.

Salman, Otje dan Anthon F. Susanto. (2007). Teori Hukum (mengingat,

mengumpulkan, dan membuka kembali). Bandung: Refika Aditama.

Page 105: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

93

Sambas, Nandang. (2010). Pembaharuan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Samosir, Djisman. (2013). Segenggam Tentang Hukum Acara Pidana. Bandung:

Nuansa Aulia.

Saraswati, Rika. (2009). Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia. Bandung: Citra

Aditya Bakti.

Sholehuddin, M. (2004). Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana : Ide Dasar Double

Track System dan Implementasinya. Jakarta: Rajawali.

Simanjuntak, B. (1973). Latar Belakang Kenakalan Remaja. Bandung: Alumni.

Soekamto, Soerjono & Abdurahman. (1999). Metode Penelitian Hukum. Jakarta:

Rineka Cipta.

Soekamto, Soerjono & Sri Mamudji. (1994). Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Subekti dan Tjitrosudibio. (2002). Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta:

Pradnya Paramita.

Utsman, Sabian. (2014). Metodologi Penelitian Hukum Progresif: Pengembaraan

Permasalahan Penelitian Hukum Aplikasi Mudah Membuat Proposal

Penelitian Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wadong, Maulana Hasan. (2000). Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan

Anak. Jakarta: Grasindo.

Walker, Nigel. (1971). Sentencing in a rational society. New York: Basic Books,

Inc. Publisher.

Waluyo, Bambang. (2004). Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar Grafika.

Yusuf, Abu & Muhammad L. Hasan. (1997). Pendidikan Anak Dalam Islam.

Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

Zehr, Howard. (1990). Changing Lenses: A New Focus for Crime and Justice.

Waterloo: Herald Press.

Jurnal :

Chasen, Subairi. (2017). Perbarengan Tindak Pidana Pembunuhan Dan Pencurian

Perspektif Hukum Pidana Islam. Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam,

Vol. 3. No. 1. 144-163.

Danielt, Reyner Timothy. (2014). Penerapan Restorative Justice Terhadap Tindak

Pidana Anak Pencurian Oleh Anak Di Bawah Umur. Lex et Societatis, Vol.

2. No. 6. 16-26.

Page 106: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

94

Rafid, Noercholis dan Saidah. (2018). Sanksi Pidana Bagi Anak Yang Berhadapan

Dengan Hukum Perspektif Fiqih Jinayah. Jurnal Al-Maiyyah, Vol. 11. No.

2. 329-343.

Yuhermansyah, Edi dan Zaziratul Fariza. (2017). Pidana Mati Dalam Undang-

Undang Tindak Pidana Korupsi (Kajian Teori Zawajir dan Jawabir).

Legitimasi, Vol. 6. No. 1. 156-174.

Karya Tulis Ilmiah :

Muladi. (2013). Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Dan

Implementasinya Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan Oleh

Anak-Anak. (Makalah dalam Focus Group Discussion (FGD): “Penerapan

Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Yang Dilakukan

Oleh Anak-Anak”). (h. 7). Jakarta: Diselenggarakan oleh Puslitbang

Simposium Hukum Nasional-Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Sakti, Alviandani Kartika. (2018). Penerapan Diversi Tindak Pidana Pencurian

Yang Dilakukan Anak Dibawah Umur (Studi Kasus Polres Sragen).

Fakultas Hukum. Skripsi Universitas Muhammadiyah. Surakarta.

Sibuea, Raphita. (2016). Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak

Dalam Keadaan Yang Memberatkan (Studi Putusan Pengadilan Negeri

Balige Nomor: 262/Pid.Sus-Anak/2014/PN Blg). Fakultas Hukum. Skripsi

Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suryani, Yani. (2014). Pemidanaan Anak Di Indonesia Terhadap Pelaku Pencurian

Dalam Perspektif Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor:

808/Pid.B/2011/PN MKS). Fakultas Syari'ah dan Hukum. Skripsi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Majalah atau Surat Kabar :

Peradilan, Majalah Varia No. 247. (2006). Penerbit Ikatan Hakim Indonesia. (Juni

2006), h. 3.

Widodo. (2014). Diversi dan Keadilan Restoratif Dalam Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; Menakar Kesepian

Anak, Korban, Penegak Hukum, Masyarakat, dan Pemangku Kepentingan.

Surabaya: Harian Surya. h. 1-2.

Putusan :

Putusan Pengadilan Negeri Kediri Klas I-B Nomor Perkara 6/Pid.Sus-

Anak/2015/PN Kdr.

Page 107: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang

95

Kitab :

Al-Qur’an

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Page 108: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 109: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 110: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 111: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 112: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 113: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 114: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 115: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 116: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 117: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 118: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang
Page 119: PEMIDANAAN ANAK DI BAWAH UMUR YANG ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51157...Sahabat -sahabat saya yang tergabung ke dalam komunitas PML (Persik Mania Liar) yang