pemetaan dan model pengelolaan longsor lahan …

22
Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 79 58 PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH Munawar Cholil, Imam Hardjono, dan Agus Dwi Martono Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102 ABSTRAK T ujuan dari penelitian ini adalah 1) identifikasi karakteristik lahan dan pemetaan zona krisis longsor lahan, 2) untuk mengetahui factor-faktor yang memicu terjadinya longsor lahan di daerah tersebut, 3) menetukan model-model pengelolaan lahan guna mencegah terjadinya longsor pada lahan yang bagus dengan engineer vegetatif dan juga mechanical engineer di daerah peka bencana longsor lahan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey, analisis laboratorium dan interpretasi citra landsat 7 ETM+. Data-daya yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data-data Primer terdiri dari ketebalan tanah solum, tekstur tanah dan permeabilitas tanah, kemiringan, mata air atau rembesan dan air tanah, kedalaman kerusakan batuan, kedekatan kepadatan, derajat kerusakan. Data-data sekunder terdiri dari curah hujan, peta topografi, peta geologi, peta tanah dan peta penggunaan lahan. Metode pengambilan sample adalah stratified sampling dengan tingkat-tingkat unit lahan. Metode analisis data dengan scor- ing. Hasil-hasil dari penelitian ini adalah: 1) ada tiga kelas bahaya tanah longsor, yaitu kelas I (ringan/stabil), kelas II (sedang) dan kelas III (berat). Karakteristik-karakteristik tanah longsor adalah : kemiringan berkisar 7 – 35%, sebagian besar batuan mengalami tingkat kerusakan, hanya sedikit batuan yang mengalami kerusakan sempurna, jarak kepadatan batu berkisar antara <6 - >60 meter, kedalaman kerusakan berkisar dari 0,50 – 1 meter, permeabilitas 0,271 – 10,810 cm/clock, konsistensi tanah lemah-sangat lemah, liat tanah bertekstur tanah, tanah liat, loam, konsentrasi mata air/rembesan di beberapa tempat pada keretakan lereng, kedalaman air tanah > 5 meter, juga adanya penggalian di beberapa tempat dan penggunaan lahan. 2) Faktor- faktor yang memicu terjadinya tanah longsor antara lain: lereng (khususnya unit lahan V4IIIAnP , V4IIIAnPk, V4IIIAnSM, V4IIILaPk dan V4IIILaSm), kerusakan batuan, kedekatan kepadatan batuan, kedalaman tanah, permeabilitas tanah, konsistensi tanah, konsentrasi mata air/rembesan, kedalaman air tanah, erosi langkan sungai dan penggalian langkan sungai dan penggunaan lahan. 3) model-model pengelolaan longsor lahan yang dapat diterapkan di area penelitian adalah model engineer, vegetatif yang membentuk tanaman tahunan berkanopi padat, penanaman belukar dan rumput-rumputan dibawah tanaman tahunan. Untuk model mekanis dengan pembuatan bronjong kawat atau bamboo, pembuatan saluran pembuangan air (saluran pembuangan/ teras), terasering. Kata Kunci: Pemetaan dan model pengelolaan longsor lahan ABSTRACT T he aim of this research are 1) field characteristics identification and land slide crisis level zone mapping, 2) to know factors trigger the happening of slide at research region. 3) determine land management models to prevent the happening of slide good land with

Upload: others

Post on 08-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7958

PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHANDI KECAMATAN NGARGOYOSO KABUPATEN KARANGANYAR

PROVINSI JAWA TENGAH

Munawar Cholil, Imam Hardjono, dan Agus Dwi Martono

Fakultas GeografiUniversitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Surakarta 57102

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) identifikasi karakteristik lahan dan pemetaan zonakrisis longsor lahan, 2) untuk mengetahui factor-faktor yang memicu terjadinya longsor

lahan di daerah tersebut, 3) menetukan model-model pengelolaan lahan guna mencegah terjadinyalongsor pada lahan yang bagus dengan engineer vegetatif dan juga mechanical engineer di daerahpeka bencana longsor lahan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey,analisis laboratorium dan interpretasi citra landsat 7 ETM+. Data-daya yang digunakan adalahdata primer dan sekunder. Data-data Primer terdiri dari ketebalan tanah solum, tekstur tanah danpermeabilitas tanah, kemiringan, mata air atau rembesan dan air tanah, kedalaman kerusakanbatuan, kedekatan kepadatan, derajat kerusakan. Data-data sekunder terdiri dari curah hujan,peta topografi, peta geologi, peta tanah dan peta penggunaan lahan. Metode pengambilan sampleadalah stratified sampling dengan tingkat-tingkat unit lahan. Metode analisis data dengan scor-ing. Hasil-hasil dari penelitian ini adalah: 1) ada tiga kelas bahaya tanah longsor, yaitu kelas I(ringan/stabil), kelas II (sedang) dan kelas III (berat). Karakteristik-karakteristik tanah longsoradalah : kemiringan berkisar 7 – 35%, sebagian besar batuan mengalami tingkat kerusakan,hanya sedikit batuan yang mengalami kerusakan sempurna, jarak kepadatan batu berkisar antara<6 - >60 meter, kedalaman kerusakan berkisar dari 0,50 – 1 meter, permeabilitas 0,271 –10,810 cm/clock, konsistensi tanah lemah-sangat lemah, liat tanah bertekstur tanah, tanah liat,loam, konsentrasi mata air/rembesan di beberapa tempat pada keretakan lereng, kedalaman airtanah > 5 meter, juga adanya penggalian di beberapa tempat dan penggunaan lahan. 2) Faktor-faktor yang memicu terjadinya tanah longsor antara lain: lereng (khususnya unit lahan V4IIIAnP,V4IIIAnPk, V4IIIAnSM, V4IIILaPk dan V4IIILaSm), kerusakan batuan, kedekatan kepadatanbatuan, kedalaman tanah, permeabilitas tanah, konsistensi tanah, konsentrasi mata air/rembesan,kedalaman air tanah, erosi langkan sungai dan penggalian langkan sungai dan penggunaanlahan. 3) model-model pengelolaan longsor lahan yang dapat diterapkan di area penelitian adalahmodel engineer, vegetatif yang membentuk tanaman tahunan berkanopi padat, penanaman belukardan rumput-rumputan dibawah tanaman tahunan. Untuk model mekanis dengan pembuatanbronjong kawat atau bamboo, pembuatan saluran pembuangan air (saluran pembuangan/ teras),terasering.

Kata Kunci: Pemetaan dan model pengelolaan longsor lahan

ABSTRACT

The aim of this research are 1) field characteristics identification and land slide crisislevel zone mapping, 2) to know factors trigger the happening of slide at research region.

3) determine land management models to prevent the happening of slide good land with

Page 2: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 59

PENDAHULUAN

Kejadian banjir dan tanah longsor dibeberapa daerah di Indonesia telah banyakmengisi media masa secara terus meneruspada musim hujan dan kejadian itumenimbulkan kepedihan dan keprihatinankita semua. Indonesia sebagai negaraberiklim tropis di beberapa tempatmempunyai kecendrungan mempunyaiintensitas yang tinggi, di beberapa tempatmempunyai topografi yang bergelombang,berbukit hinggga bergunung. Kondisi inidiperparah lagi banyaknya kelompokmasyarakat yang belum menyadari benarpentingnya pelestarian dan pemeliharaanlingkungan dengan membabat hutanuntuk memenuhi kebutuhan sesaat danuntuk kalangan terbatas. Selain itu

penggunaan lahan yang tidak memperhati-kan tata ruang wilayah. Faktor-faktor inilahdiantaranya ini yang menyebabkan daerahtersebut rawan longsor.

Kejadian longsor lahan yang be-berapa waktu lalu terjadi di KabupatenKaranganyar seperti di desa Desa Nglegok,dukuh Mlokolegi, Berjo KecamatanNgargoyoso dan beberapa daerah yang laindi wilayah Karanganyar sepanjang tahun2007 - 2010 menunjukkan bahwa Kabu-paten Karanganyar perlu memberikanperhatian penuh terhadap bencanatahunan ini. Hal ini disebabkan bencanatanah longsor selalu terulang setiap tahun-nya di Kabupaten Karanganyar meskipundalam intensitas dan skala yang berbeda.

Hujan deras yang mengguyur Ngargo-yoso kamis 7/1/2010 malam hinggga jumat

engineer vegetatif also mechanical engineer at slide disaster sensitive area. Data analysisused in the research are survey, laboratory analysis and image interpretation landsat 7ETM+. Data that used primary and secondary data. Primary data consists thickness solumsoil, soil texture and soil permeability, slope, spring or seepage and soil ground water, solidcloseness rock decay depth, decay degree. Secondary data consist rainfall, topography map,geology map, soil map and Land use map. Sample taking method by using stratified samplingwith land unit levels. Method of data analysis with scoring. The results of this research are:1) has three class danger of lands slide, that is class I (light/stable), class II (moderate) andclass III (heavy). Characteristics of lands slide are: slope revolves from 7 - 35 %, rock a largepart is experiencing decay level, only a little rock that experience perfect decay, rock soliddistance revolves < 6 - > 60 meters, decay depth revolves from 0,50 - 1 meter, permeability0,271 - 10,810 cm/ clock, soil consistency weak-very weak, soil texture clay, clay loam,loam, spring consentration/ seepage at several places at break of slope, depth of ground water> 5 meter, also digging existence at several places and land use. 2) factors that be trigger thehappening of land slide among others; slope (especially in field unit V4IIIAnP, V4IIIAnPk,V4IIIAnSm, V4IIIAnT, V4IIILaPk and v4IIILaSm), rock decay, rock solid closeness, soildepth, soil permeability, soil consistency, concentration of spring/ seepage, depth of grounwater, river ledge erosion and ledge digging and land use. 3) Land slide management modelsthat applicable at research area are engineer model vegetatif shaped annual plants plantingberkanopi dense, underbrush planting and grass under annual plants. For mechanical modelwith wire bagwark maker or bamboo, water exile channel maker (channel shirker/ terrace),terracering.

Keywords: Mapping and Land Slide Management Model

Page 3: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7960

8/1/2010 dini hari menyebabkan kawasanwisata alam air terjun Jumog di desa Berjolongsor kendati tidak ada korban jiwa,namun kerugian diperkirakan puluhan jutarupiah. Kawasan yang longsor sepanjang 25meter dengan lebar 10 meter. Akibat darilongsor tersebut untuk sementra kawasanwisata Jumog ditutup guna menghindarikorban lebih lanjut (Radar Solo Jawa pos 9/1/2010). Karena kawasan ini dinilai rawanlongsor maka jalur masuk wisata air terjun di-rencanakan dialihkan yang untuk pembiaya-annya memerlukan biaya kurang lebih 400juta rupiah ( Radar Solo Jawa pos 12/1/2010).

Peristiwa longsor lahan yang me-nelan korban jiwa dan harta benda yangtidak sedikit ini memunculkan pertanyaanmengapa terjadi demikian dan bagaimanacara mengantisipasinya sehingga peristiwaalam tersebut dapat dihindari ataudikurangi dampak negatifnya. Untuk ituperlu dilakukan usaha-usaha zoningdaerah-daerah yang rawan lonsor danusaha-usaha penanggulangannya.

Gerak massa (mass movement) dalamistilah awam sering disebut longsor lahanadalah proses bergeraknya puing-puingbatuan (termasuk di dalamnya tanah)secara besar-besaran menuruni lereng secaralambat hingga cepat, oleh adanya pengaruhlangsung dari gravitasi (Vernes, 1978).Pengertian tersebut menjelaskan bahwagerak massa tanah pada hakekatnya adalahgerakan massa batuan yang ukuran be-sarannya masih harus ditentukan, sertaposisi arah gerakannya masih perlu diklasi-fikasikan. Hal ini penting dalam rangkapengendalian gerakan massa tersebut.

Sharpe (1938 dalam Thornbury, 1954)mengatakan bahwa faktor-faktor yangmenyebabkan terjadinya gerak massa adalahfaktor aktif dan faktor pasif. Faktor pasifmeliputi litologi, stratigrafi, topografi, strukturgeologi, dan iklim. Faktor aktif meliputi aliran

air dan campur tangan kegiatan manusia.Berberapa penyebab terjadinya gerak massa(tanah dan batuan) semuanya berlatarbelakang geologi, topografi serta iklim.

Longsor lahan ditinjau dari segi geo-morfologi merupakan sebagian dari prosesgerak massa tanah atau batuan (mass wasting,mass movement). Klasifikasi dari gerak massatanah atau batuan dapat di rinci sebagaiberikut: (a) berdasarkan kecepatan gerak dankandungan air. Menurut Carson dan Kirby(1972 dalam Poniman 1976) gerak massatanah atau batuan dapat dibedakan menjadi3 jenis utama, yaitu: aliran (flow) longsoran(slide) dan dorongan (heave). Material aliranbersifat basah sedangkan longsoran bersifatkering, dan (b) berdasar golongan proses dankelas gerakan. Varnes (1978) membuatklasifikasi berdasarkan mekanisme gerakandan jenis materialnya. Kemudian oleh Cro-zier (1989) klasifikasi tersebut dapat dirincisebagai berikut:

Vernes (1978) membagi gerakan ta-nah berdasarkan tipe gerakannya menjadilima jenis, yaitu runtuhan (fall), robohan(topples), longsoran (slide) yang dapatdibagi dua, yaitu memutar (slump/otationalslide) dan longsoran mendatar (lateralspreads) serta aliran (flow). Gabungan darilima jenis tersebut disebut komplek (com-plex). Untuk lebih jelasnya uraian tersebutdapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut:

Longsor lahan dapat dikaji denganmetode penginderaan jauh. Penginderaanjauh sebagai salah satu disiplin ilmu, telahbanyak banyak dimanfaatkan dalamberbagai bidang penelitian dengan tema yangberagam. Penginderaan jauh adalah ilmu danseni untuk memperoleh informasi tentangobyek, daerah, atau gejala dengan caramenganalisis data yang diperoleh denganmenggunakan alat tanpa kontak langsungterhadap obyek, daerah, atau gejala yangdikaji, (Lillesand and Kiefer, 1979).

Page 4: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 61

Tujuan penelitian ini adalah untuk:1. Identifikasi karakteristik medan dan

pemetaan zona tingkat kerawananlongsor lahan di daerah penelitian.

2. Mengetahui faktor-faktor yang memicuterjadinya longsor di daerah penelitian.

3. Menentukan model-model pengelola-an lahan untuk mencegah terjadinyalongsor lahan baik dengan rekayasavegetatif maupun rekayasa mekanik dikawasan rawan bencana longsor.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah survei, analisaaboratorium dan interpretasi citra Landsat7ETM+. Data yang diperlukan adalah dataprimer dan sekunder. Data primer meliputiketebalan solum tanah, tekstur tanah danpermeabilitas tanah, kemiringan lereng,keterdapatan mata air dan kedalam-an airtanah, kedalaman pelapukan batuan kera-

Golongan proses (Process Group) Kelas gerakan (class of movement)

Aliran cair (Ffluid flow) Aliran lumpur (Mud flow), aliran puing batuan (Debris flow), Debris avalance

Aliran pekat (Viscous flow) Aliran tanah (Earth flow)

Aliran longsor (Slide flow) Aliran atau Slump

Longsor planar (Planar slide) Aliran puing batuan (Debris slide), longsor batuan (Rock slide), hancuran (Glide)

Longsor terputar (rotational slide) Earth and Rock slump

Tabel 1. Klasifiksi Gerakan Menurut Kelas Gerakan

Tabel 2. Klasifikasi Gerakan Tanah Berdasarkan MekanismeGerakan dan Jenis Materialnya

Tipe gerakan

Tipe material Batuan induk Tanah keteknikan

Kasar Halus Jatuhan Jatuhan batuan Jatuhan puing batuan Jatuhan tanah Robohan Robohan batuan Robohan batuan Robohan tanah Longsoran

Putaran Pemerosotan batuan

Pemerosotan puing batuan

Pemerosotan tanah

Mendatar

Longsor blok batuan

Longsor blok puing batuan

Longsor blok tanah

Longsor batuan Sebaran puing Sebaran tanah Sebaran mendatar

Sebaran batuan Sebaran puing Seberan tanah

Aliran

Aliran batuan (rayapan batuan)

Aliran puing

Aliran tanah (rayapan tanah)

Komplek Kombiasi antara dua tipe gerakan atau lebih Sumber: Vernes (1978)

Page 5: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7962

patan kekar, derajat pelapukan. Data sekun-der meliputi: curah hujan, peta topografi,peta geologi, peta tanah dan peta penggu-naan lahan. Metode pengambilan sampeldengan menggunakan stratified samplingdengan strata satuan lahan. Metode analisisdata dengan mengunakan pengharkatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil interpretasi peta, surveilapangan, dan analisa laboratorium diper-oleh data karakteristik medan sebagaiberikut:a. Kemiringan lereng

Data kemiringan lereng diperoleh dariinterpretasi peta Topografi dan peng-ukuran di dilapangan. Klasifikasikemiringan lereng hasil interpretasidari peta disesuaikan klasifikasi lerengsesuai dengan tujuan. Kemiringanlereng berdasarkan hasil pengukuran dilapangan berkisar dari 7 – 35 %.

b. Pelapukan batuanPerdasarkan hasil pengamatan di-ketahui pelapukan batuan di daerahpenelitian sebagian besar mengalamitingkat pelapukan sedang, hanyasedikit batuan yang mengalamipelapukan sempurna. Pada pelapukansedang sebagian besar batuan berubahwarna, diskontinyuitas berisi bahanyang telah pelapukan, sedangkan padapelapukan sempurna, pelapukan yangterjadi meluas ke seluruh massa batuan.Untuk pelapukan sedang tersebar padasemua satuan medan dengan peng-gunaan lahan hutan, permukiman,perkebunan dan semak-semak. Untukpelapukan sempurna tersebar di satuanmedan dengan penggunaan lahansawah dan tegalan.

c. Kerapatan kekarKekar merupakan cikal bakal untuk

terjadinya suatu gerak massa, karenakekar marupakan tempat masuknya airmasuk ke adalam pori-pori batuan yangdalam perkembangannya juga dapatbereaksi dengan unsur-unsur dalambatuan yang mempercepat terjadinyapelapukan dan terbentuknya tanah.Berdasarkan hasil pengamatan danpengukuran di lapangan jarak kekarbatuan yang ada di daerah penelitianberkis < 6 - > 60 meter.

d. Kedalamana pelapukanBerdasarkan hasil pengukuran dilapangan kedalaman pelapukan tanahsebagian besar berkisar dari 0,50 – 1meter, sedangkan berdasarkan kelasnyakedalaman pelapukan tanah berkisardari sedang hingga agak dalam.

e. Permeabilitas tanahBerdasarkan hasil pengukuran di labo-ratorium permeabilitas tanah di daerahpenelitian berkisar 0,271 – 10,810 cm/jam dan termasuk kelas sangat lambathingga cepat. Permeabilitas tanah yangsangat lambat tersebar pada satuanmedan dengan tekstur tanah lempung,sedangkan yang mempunyai permea-bilitas tanah cepat tersebar pada satuanmedan yang mempunyai tanah dengantekstur geluh. Sangat lambatnyapermeabilitas tanah pada tanah-tanahbertekstur lempung karena rapatnyaikatan antar butir tanah, tetapi padatanan bertekstur geluh ikatan antarbutir kurang rapat sehingga banyakrongga-rongga antar bitirnya yangdapat dilalui oleh air dengan cepat.

f. Konsistensi tanahNilai konsistensi tanah yang dimaksuddalam penelitian ini adalah merupakanbatas cair tanah yang merupakancerimanan kadar lengas tanah. Hasil ujikonsistensi tanah di laboratoriumdiketahui bahwa nilai konsistensi

Page 6: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 63

tanah (batas cair) adalah berkisar dari43 – 70. Nilai konsistensi tanahsebagian besar sangat lemah terutamapada tanah-tanah yang berteksturlempung. Hal ini disebabkan tanah-tanah bertekstur lempung kemampuanmengikat airnya sangat tinggi, sehinggatanah mudah jenuh oleh air sehinggarelatif lunak. Namun demikian nilaikonsistensi tanah tidak hanya di-pengaruhi oleh kandungan air (kemam-puan mengikat air) tetapi juga daya ikatantar butirnya. Semakin lemah daya ikatantar butir maka semakin rendah juganilai konsistensinya, seperti pada tanahbertekstur geluh.

g. Tekstur tanahTekstur tanah daerah penelitianberdasarkan data sekunder (TutikWulandari 2004) diketahui bahwatanah di daerah penelitian adalahlempung, lempung bergeluh, geluh dangeluh lempungan.

h. Pemusatan mata air/ rembesarAir adalah pengontrol atau faktor pal-ing banyak mendukung terhadapterjadinya gerak massa. Keberadaanrembesan di daerah penelitian sebagianbesar berada di bentuklahan yangmempunyai lereng miring hingga terjal.Sedangkan di bentuklahan yangmempunyai lereng berombak hinggabergelombang tidak ditemukan adanyamata air atau rembesan.

i. Kedalaman Air TanahKedalaman air tanah berdasarkan hasilpengamatan di daerah penelitian lebihdari 5 meter, hal ini didasarkan karenatidak ditemukan adanya sumur galian.Penduduk menggunakan air yangberasal dari mata air yang dengan caramengalirkan melalui pipa/ selang kerumah masing-masing.

j. Pengikisan Tebing SungaiPengikisan tebing sungai berdasarkanpengamatan di lapangan berkisar dari0 - < 25 % hingga 50 - < 75 %.Pengukuran tingkat pengikisan tebingsungai dengan pengambilan sampelsatuan luas, yaitu dalam radius 100 m2

tiap-tiap satuan medan dengan per-timbangan 75 m2 sudah mewakili tiap-tiap satuan medan. Hal ini dilakukankarena tidak mungkin peneliti akanmenjelajahi setiap satuan medanmenurut luasan yang ada.

k. Penggalian TebingPengggalian tebing di daerah penelitianterutama banyak dilakukan di daerahyang mempunyai kemiringan lerengmiring hingga terjal. Pengggalian inidilakukan di penggunaan lahan tegal-an, perkebunan, permukiman, semakdan sawah. Pada penggunaan lahantegalan dan sawah penggalian tebingini berkaitan dengan pengolahantegalan untuk cocok tanam sayuran, diperkebunan juga berkaitan denganpengolahan dan pengelolaan lahan-nya. Untuk daerah yang berupapenggunaan lahan permukiman dansemak penggalian tebing berkaitandengan pengambilan batu untukpembangunan rumah maupun ke-perluan lain yang ada hubungannyadengan pembangunan pekarangan.

l. Penggunaan LahanPenggunaan lahan di daerah penelitianberdasarkan hasil interpretasi peng-gunaan lahan dan hasil cek lapanganterdiri dari hutan, permukiman, tegal-an, semak, sawah dan perkebunan.

Adapun secara ringkas karakteristikdan harkat dari masing-masing satuanmedan daerah penelitian dapat dilihat padaTabel 3 dan Tabel 4.

Page 7: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7964

No

Satu

an m

edan

Kem

irin

gan

lere

ng (

%)

Pela

puka

n ba

tuan

K

erap

atan

ke

kar

(m)

Ked

alam

an

pela

puka

n (m

)

Perm

eabi

litas

ta

nah

(cm

/jam

)

Kon

sis-

tens

i tan

ah

(%)

Tek

stur

tan

ah

Pem

usat

an

mat

a a

ir/

rem

besa

n

Ked

alam

an

air

tana

h (m

)

Peng

ikis

an

tebi

ng s

unga

i (%

)

Peng

galia

n te

bing

Pe

nggu

naan

la

han

1.

V3I

VA

nH

35

Lapu

k se

dang

>

60

0,50

–<

0,75

8,

428

45

Gel

uh

Ada

>

5

25-<

50T

idak

ada

Hut

an

2.

V4I

IIA

nH

25

Lapu

k se

dang

>

60

0,50

–<

0,75

8,

428

45

Gel

uh

Ada

>

5

25-<

50T

idak

ada

Hut

an

3.

V4I

IIA

nP

25

Lapu

k se

dang

<

6 0,

50–

<0,

75

10,8

0944

G

eluh

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Perm

ukim

an

4.

V4I

IIA

nPk

25

Lapu

k se

dang

<

6 0,

75–1

9,26

544

G

eluh

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Perk

ebun

an5.

V

4III

AnS

m

25

Lapu

k se

dang

<

6 0,

75–1

8,95

245

G

eluh

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Sem

ak

6.

V4I

IIA

nT

25

Lapu

k ku

at

<6

0,75

–18,

952

45

Gel

uh

Ada

>

5

50-<

75A

daT

egal

an

7.

V4I

IILa

P 25

La

puk

seda

ng

<6

0,75

–10,

769

49

Lem

pung

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Perm

ukim

a n

8.

V4I

IILa

Pk

24

Lapu

k se

dang

<

6 0,

75–1

0,90

248

Le

mpu

ng

Ada

>

5

50-<

75A

daPe

rkeb

unan

9.

V4I

IILa

Sm

24

Lapu

k se

dang

<

6 0,

75–1

0,90

248

Le

mpu

ng

Ada

>

5

50-<

75A

daSe

mak

10

. V

4III

LaSw

23

La

puk

kuat

>

60

0,75

–10,

761

45

Lem

pung

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Ada

Saw

ah

11.

V5I

AnP

7

Lapu

k se

dang

>

60

0,75

–12,

745

65

Gel

uh le

mpu

ngan

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daPe

rmuk

iman

12

. V

5IA

nPk

7 La

puk

seda

ng

> 6

0 0,

75–1

2,59

265

G

eluh

lem

pung

an

Tid

ak a

da

> 5

0-

<25

T

idak

ada

Perk

ebun

an13

. V

5IA

nSm

7 La

puk

seda

ng

> 6

0 0,

75–1

2,59

263

G

eluh

lem

pung

a n

Tid

ak a

da

> 5

0-

<25

T

idak

ada

Sem

ak

14.

V5I

AnS

w

6 La

puk

kuat

>

60

0,75

–12,

061

70

Gel

uh le

mpu

ngan

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daSa

wah

15

. V

5IA

nT

7 La

puk

kuat

>

60

0,75

–13,

428

60

Gel

uh le

mpu

ngan

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daT

egal

an

16.

V5I

LaP

7 La

puk

seda

ng

> 6

0 0,

75–1

0,41

647

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da

> 5

0-

<25

T

idak

ad a

Perm

ukim

an

17.

V5I

LaPk

7

Lapu

k se

dang

>

60

0,75

–10,

491

45

Lem

pung

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daPe

rkeb

unan

18.

V5I

LaSm

7

Lapu

k se

dang

>

60

0,75

–10,

487

45

Lem

pung

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daSe

mak

19

. V

5ILa

Sw

6 La

puk

kuat

>

60

0,75

–10,

342

44

Lem

pung

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daSa

wah

20

. V

5ILa

T

7 La

puk

kuat

>

60

0,75

–10,

402

47

Lem

pung

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daT

egal

an

21.

V5I

MeP

k 7

Lapu

k se

dang

>

60

0,75

–11,

942

45

Lem

pung

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daPe

rkeb

unan

22.

V5I

IAnH

20

La

puk

seda

ng

20 -

60

0,75

–10,

395

44

Gel

uh

Ada

>

5

0-<

25

Tid

ak a

daH

utan

23

. V

5IIA

nP

17

Lapu

k se

dang

20

- 60

0,

75–1

9,74

643

G

eluh

A

da

> 5

0-

<25

A

daPe

rmuk

iman

24

. V

5IIA

nPk

17

Lapu

k se

dang

20

- 60

0,

75–1

9,74

643

G

eluh

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Perk

ebun

an25

. V

5IIA

nSm

17

La

puk

seda

ng

20 -

60

0,75

–18,

746

46

Gel

u h

Ada

>

5

50-<

75A

daSe

mak

26

. V

5IIA

nSw

12

La

puk

kuat

>

60

0,75

–110

,810

47

Gel

uh

Tid

ak a

da

> 5

0-

<25

A

daSa

wah

27

. V

5IIA

nT

17

Lapu

k ku

a t

<6

0,75

–18,

810

47

Gel

uh

Ada

>

5

50-<

75A

daT

egal

an

28.

V5I

ILaP

17

La

puk

seda

ng

<6

0,50

–<

0,75

1,

602

45

Lem

pung

T

idak

ada

>

5

0-<

25

Ada

Perm

ukim

an

29.

V5I

ILaP

k 16

La

puk

seda

ng

<6

0,75

–11,

692

50

Lem

pung

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Perk

ebun

an30

. V

5IIL

aSm

17

La

puk

seda

ng

<6

0,50

–<

0,75

1,

692

55

Lem

pung

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Sem

ak

31.

V5I

ILaS

w

10

Lapu

k ku

at

> 6

0 0,

75–1

1,22

647

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da

> 5

0-

<25

A

daSa

wah

32

. V

5IIL

aT

20

Lapu

k ku

at

<6

0,75

–11,

692

49

Lem

pung

A

da

> 5

50

-<75

Ada

Teg

alan

33

. V

5IIM

eP

15

Lapu

k se

dang

20

- 60

0,

50–

1,51

155

Le

mpu

ng

Ada

>

5

0-<

25

Ada

Perm

ukim

a n

Tabe

l 3. K

arak

teris

tik S

atua

n M

edan

Unt

uk G

erak

Mas

sa d

i Dae

rah

Pene

litia

n

Page 8: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 65

No

Satu

an m

edan

Kem

irin

gan

lere

ng (

%)

Pela

puka

n ba

tuan

K

erap

atan

ke

kar

(m)

Ked

alam

an

pela

puka

n (m

)

Perm

eabi

litas

ta

nah

(cm

/jam

)

Kon

sis-

tens

i tan

ah

(%)

Tek

stur

tan

ah

Pem

usat

an

mat

a a

ir/

rem

besa

n

Ked

alam

an

air

tana

h (m

)

Peng

ikis

an

tebi

ng s

unga

i (%

)

Peng

galia

n te

bing

Pe

nggu

naan

la

han

34.

V5I

IMeS

m

20

Lapu

k se

dang

20

- 6

00,

75–1

1,50

258

Le

mpu

ng

berg

eluh

A

da

> 5

50

-<75

A

da

Sem

ak

35.

V5I

IMeS

w

15

Lapu

k ku

at

> 6

00,

75–1

1,50

260

Le

mpu

ng

berg

eluh

T

idak

ada

> 5

0-

<25

A

da

Saw

ah

36.

V6I

AnP

7

Lapu

k ku

at

20 -

60

0,75

–12,

745

55

Gel

uh le

mpu

ngan

Tid

ak a

da>

5

0-<

25

Tid

ak a

da

Perm

ukim

an

37.

V6I

LaP

7 La

puk

seda

ng

20 -

60

0,50

–<

0,75

0,

321

47

Lem

pung

T

idak

ada

> 5

0-

<25

T

idak

ada

Pe

rmuk

iman

38.

V6I

LaP k

7

Lapu

k se

dang

20

- 6

00,

50–

<0,

75

0,48

147

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da>

5

0-<

25

Tid

ak a

da

Perk

ebun

an

39

V6I

LaSw

6

Lapu

k ku

at

> 6

00,

75–1

0,27

145

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da>

5

0-<

25

Tid

ak a

da

Saw

ah

40.

V6I

MeP

7

Lapu

k se

dang

20

- 6

00,

50–

<0,

75

0,47

955

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da>

5

0-<

25

Tid

ak a

da

Perm

ukim

an

41.

V6I

MeP

k 7

Lapu

k se

dang

20

- 6

00,

50–

<0,

75

0,47

955

Le

mpu

ng

Tid

ak a

d a>

5

0-<

25

Tid

ak a

da

Perk

ebun

an

42.

V6I

MeS

m

7 La

puk

seda

ng

20 -

60

0,50

–<

0,75

0,

279

55

Lem

pung

T

idak

ad a

> 5

0-

<25

T

idak

ada

Se

mak

43.

V6I

MeS

w

6 La

puk

kuat

>

60

0,75

–10,

442

46

Lem

pung

T

idak

ada

> 5

0-

<25

T

idak

ada

Sa

wah

44

. V

6IM

eT

7 La

puk

kuat

20

- 6

00,

75–1

0,27

956

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da>

5

0-<

25

Tid

ak a

da

Teg

alan

45

. V

6IIL

aP

20

Lapu

k se

dang

<

6 0,

50–

<0,

75

0,58

353

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da>

5

0-<

25

Ada

Pe

rmuk

iman

46.

V6I

ILaP

k 20

La

puk

seda

ng

<6

0,50

–<

0,75

0,

583

55

Lem

pung

A

da

> 5

50

-<75

A

da

Perk

ebun

an

47.

V6I

ILaS

w

15

Lapu

k ku

at

> 6

00,

75–1

0,92

146

Le

mpu

ng

Tid

ak a

da>

5

0-<

25

Ada

Sa

wah

48

. V

6IIM

eP

20

Lapu

k se

dang

20

- 6

00,

50–

<0,

75

1,49

255

Le

mpu

ng

berg

eluh

A

da

> 5

0-

<25

A

da

Perm

ukim

an

49.

V6I

IMeP

k 20

La

puk

seda

ng

<6

0,50

–<

0,75

1,

376

55

Lem

pung

be

rgel

uh

Ada

>

5

50-<

75

Ada

Pe

rkeb

unan

50.

V6I

IMeS

w

14

Lapu

k ku

at

> 6

00,

75–1

1,11

945

Le

mpu

ng

berg

eluh

T

idak

ada

> 5

0-

<25

A

da

Saw

ah

51.

V6I

IMeT

20

La

puk

kuat

<

6 0,

50–

<0,

75

1,37

655

Le

mpu

ng

berg

eluh

A

da

> 5

50

-<75

A

da

Teg

alan

Sum

ber:

Dat

a pr

imer

dan

seku

nder

Page 9: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7966

No

Satu

an

med

an

Kem

iring

an

lere

ng (%

)Pe

lapu

kan

batu

an

Ker

apat

an

keka

r (m

)

Ked

alam

an

pela

puka

n (m

)

Perm

eabi

litas

ta

nah

(cm

/jam

)

Kon

sist

ensi

ta

nah

(%)

Teks

tur

tana

h Pe

mus

atan

m

ata

air

Ked

alam

an a

ir ta

nah

(m)

Peng

ikis

an

tebi

ng

sung

ai (%

)

Peng

galia

n te

bing

Pe

ngg.

m

edan

Ju

mla

h ha

rkat

K

elas

K

lasi

fikas

i lo

ngso

r

1.

V3I

VA

nH

4 3

1 2

3 4

2 4

4 2

1 1

31

II

S

2.

V4I

IIAnH

3

3 1

2 3

4 2

4 4

2 1

1 30

II

S

3.

V4I

IIAnP

3

3 4

2 3

4 2

4 4

3 4

2 38

III

B

4.

V4I

IIAnP

k 3

3 4

3 3

4 2

4 4

3 4

3 40

III

B

5.

V

4IIIA

nSm

3

3 4

3 3

4 2

4 4

3 4

4 41

III

B

6.

V4I

IIAnT

3

4 4

3 3

4 2

4 4

3 4

3 41

III

B

7.

V

4IIIL

aP

3 3

4 3

2 4

1 4

4 3

4 2

37

II

S

8.

V4I

IILaP

k 3

3 4

3 2

4 1

4 4

3 4

3 38

III

B

9.

V

4IIIL

aSm

3

3 4

3 2

4 1

4 4

3 4

4 39

III

B

10.

V4I

IILaS

w

3 4

1 3

2 4

1 1

4 1

4 4

32

II

S 11

. V

5IA

nP

1 3

1 3

2 3

2 1

4 1

1 2

24

II

S

12.

V5I

AnP

k 1

3 1

3 2

3 2

1 4

1 1

3 25

II

S

13.

V5I

AnS

m

1 3

1 3

2 3

2 1

4 1

1 4

26

II

S

14.

V5I

AnS

w

1 4

1 3

2 3

2 1

4 1

1 4

27

II

S 15

. V

5IA

nT

1 4

1 3

2 3

2 1

4 1

1 3

26

II

S

16.

V5I

LaP

1 3

1 3

1 4

1 1

4 1

1 2

23

I R

/S

17.

V5I

LaPk

1

3 1

3 1

4 1

1 4

1 1

3 24

II

S

18.

V5I

LaSm

1

3 1

3 1

4 1

1 4

1 1

4 25

II

S

19.

V5I

LaSw

1

4 1

3 1

4 1

1 4

1 1

4 26

II

S

20.

V5I

LaT

1 4

1 3

1 4

1 1

4 1

1 3

25

II

S

21.

V5I

MeP

k 1

3 1

3 2

4 1

1 4

1 1

3 25

II

S

22.

V5I

IAnH

2

3 2

3 1

4 2

4 4

1 1

1 28

II

S

23

V5I

IAnP

2

3 2

3 3

4 2

4 4

1 1

2 31

II

S

24.

V5I

IAnP

k 2

3 2

3 3

4 2

4 4

3 4

3 37

III

B

25.

V5I

IAnS

m

2 3

2 3

3 4

2 4

4 3

4 4

38

III

B

26.

V5I

IAnS

w

2 4

1 3

3 4

2 1

4 1

4 4

33

II

S

27.

V5I

IAnT

2

4 4

3 3

4 2

4 4

3 4

3 40

III

B

Tabe

l 4. H

arka

t Tia

p-tia

p K

arak

teris

tik U

ntuk

Ger

ak M

assa

Sat

uan

Med

an D

aera

h Pe

nelit

ian

Page 10: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 67

No

Satu

an

med

an

Kem

iring

an

lere

ng (%

) Pe

lapu

kan

batu

an

Ker

apat

an

keka

r (m

)

Ked

alam

an

pela

puka

n (m

)

Perm

eabi

litas

ta

nah

(cm

/jam

)

Kon

sist

ensi

ta

nah

(%)

Teks

tur

tana

h Pe

mus

atan

m

ata

air

Ked

alam

an a

ir ta

nah

(m)

Peng

ikis

an

tebi

ng

sung

ai (%

)

Peng

galia

n te

bing

Pe

ngg.

m

edan

Ju

mla

h ha

rkat

K

elas

K

lasi

fikas

i lo

ngso

r

28.

V5I

ILaP

2

3 4

2 2

4 1

1 4

1 4

2 30

II

S

29.

V5I

ILaP

k 2

3 4

3 2

3 1

4 4

3 4

3 36

II

I B

30.

V5I

ILaS

m

2 3

4 2

2 3

1 4

4 3

4 4

36

III

B

31.

V5I

ILaS

w

2 4

1 3

2 4

1 1

4 1

4 4

31

II

S 32

. V

5IIL

aT

2 4

4 3

2 4

1 4

4 3

4 3

38

III

B

33.

V5I

IMeP

2

3 2

2 2

3 1

4 4

1 4

2 30

II

S

34.

V5I

IMeS

m

2 3

2 3

2 3

1 4

4 3

4 4

35

II

S 35

. V

5IIM

eSw

2

4 1

3 2

3 1

1 4

1 4

4 30

II

S

36.

V6I

AnP

1

4 2

3 2

3 2

1 4

1 1

2 26

II

S

37.

V6I

LaP

1 3

2 2

1 4

1 1

4 1

1 2

23

I R

/S

38.

V6I

LaPk

1

3 2

2 1

4 1

1 4

1 1

3 24

II

S

39

V6I

LaSw

1

4 1

3 1

4 1

1 4

1 1

4 26

II

S

40.

V6I

MeP

1

3 2

2 1

3 1

1 4

1 1

2 22

I

R/S

41

. V

6IM

ePk

1 3

2 2

1 3

1 1

4 1

1 3

23

I R

/S

42.

V6I

MeS

m

1 3

2 2

1 3

1 1

4 1

1 4

24

II

S 43

. V

6IM

eSw

1

4 1

3 1

4 1

1 4

1 1

4 26

II

S

44.

V6I

MeT

1

4 2

3 1

3 1

1 4

1 1

3 25

II

S

45.

V6I

ILaP

2

3 4

2 2

3 1

1 4

1 4

2 29

II

S

46

V6I

ILaP

k 2

3 4

2 2

3 1

4 4

3 4

3 35

II

S

46.

V6I

ILaS

w

2 4

1 3

2 4

1 1

4 1

4 4

31

II

S

48.

V6I

IMeP

2

3 2

2 2

3 1

4 4

1 4

2 30

II

S

49.

V6I

IMeP

k 2

3 4

2 2

3 1

4 4

3 4

3 35

II

S

50.

V6I

IMeS

w

2 4

1 3

2 4

1 1

4 1

4 4

31

II

S

51.

V6I

IMeT

2

4 4

2 2

3 1

4 4

3 4

4 37

II

I B

Sum

ber:

Dat

a Ta

bel 3

Ket

eran

gan:

R/S

: R

inga

n/ S

tabi

lS

: Se

dang

B:

Bera

t

Page 11: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7968

Berdasarkan data hasil identifikasikarakteristik dan pengharkatan tiap-tiapsatuan medan diketahui bahwa daerahpenelitian mempunyai tiga kelas keren-tanan longsor lahan, yaitu kelas I (ringan/stabil), kelas II (sedang) dan kelas III (berat)seperti yang disajikan dalam Tabel 3.

Persebaran Tingkat Kerentanan LongsorLahan di Daerah Penelitian

Tingkat kerentanan longsor lahan didaerah penelitian berdasarkan hasilpenelitian adalah ringan/ stabil, sedang danberat. Adapun penyebaran dari masing-masing tingkat kerentanan longsor lahantersebut adalah sebagai berikut:a. Tingkat kerentanan longsor lahan

ringan/ stabil (kelas I)Tingkat kerentanan longsor lahanringan/ stabil ini tersebar di satuanmedan V5ILaP, V6ILaP, V6IMeP danV6IMePk, yang terdapat di sebagiandesa Jatirejo, Dukuh, Nglegok, Kemu-ning dan Puntukrejo. Luas dari satuanmedan ini adalah 2.132,489 ha (32,64%) dari seluruh daerah penelitian.

b. Tingkat kerentanan longsor lahansedang (kelas II)Tingkat kerentanan longsor lahansedang tersebar di satuan medanV3IVAnH V4IIIAnH, V4IIILaP,V4IIILaSw, V5IanP, V5IanPk, V5IanSm, V5IAnSw, V5IanT, V5IlaPk,V5IlaSm, V5IlaSw, V5IlaT, V5ImePk,V5IIAnH, V5IIAnP, V5IIAnSw,V5IILaP, V5IILaSw, V5IIMeP, V5IIMeSm, V5IIMeSw, V6IanP, V6IlaPk,V6IlaSw, V6ImeSm, V6ImeSw, V6ImeT, V6IILaP, V6IILaPk, V6IILaSw,V6IIMeP, V6IIMePk dan V6IIMeSw.Tingkat kerentanan longsor lahansedang tersebar di seluruh desa yang adadi Ngargoyoso, yaitu sebagian di desaBerjo, Segorogunung, Girimulyo,

Ngargoyoso, Kemuning, Puntukrejo,Nglegok, Dukuh dan Jatirejo. Luassatuan medan ini seluruhnya adalah2.676,205 ha (40,96,7 %) dari seluruhdaerah penelitian.

c. Tingkat kerentanan longsor lahanberat (kelas III)Tingkat kerentanan longsor lahanberat tersebar di satuan medanV4IIIAnP, V4IIIAnPk, V4IIIAnSm,V4IIIAnT, V4IIILaPk, V4IIILaSm,V5IIAnPk, V5IIAnSm, V5IIAnT,V5IILaPk, V5IILaSm, V5IILaT danV6IIMeT. Tingkat kerentanan longsorlahan berat tersebar di sebagian besardesa Berjo, Ngargoyoso, Segorogunungdan Kemuning. Satuan medan initersebar di desa Bero dan GununganLuas satuan medan ini seluruhnyaadalah 1.725,248 ha (26,40 %) dariseluruh luas daerah penelitian.

Analisa Faktor-faktor Yang BerpengaruhTerhadap Kerentanan Longsor Lahan

Tingkat kerentanan longsor lahanpada dasarnya dipengaruhi oleh dua faktoryaitu faktor aktif dan faktor pasif. Faktoryang aktif adalah faktor yang disebabkanoleh aktivitas manusia, dalam penelitian iniseperti penggalian tebing dan penggunaanlahan. Faktor pasif, yaitu faktor yangdisebabkan oleh faktor alami seperti,kemiringan lereng, pelapukan batuankerapatan kekar batuan, kedalamanpelapukan, permeabilitas tanah, konsistensitanah, tekstur tanah, pemusatan air/rembesan, dan kedalaman air tanah.

Untuk menentukan faktor-faktordominan yang menjadi pemicu terjadinyalongsor lahan dalam penelitian ini adalahvariabel-variabel yang mempunyai harkattiga dan empat. Pertimbangan digunakanharkat tiga dan empat, karena harkat tigadan empat mencirikan karakteristik suatu

Page 12: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 69

medan yang memberikan kontribusi besardalam memicu terjadinya longsor lahan,sehingga menyebabkan jumlah total dariseluruh harkat variabel juga menjadi besar.Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui faktoryang mempengaruhi besarnya tingkatkerentanan longsor lahan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besarnyatingkat kerentanan longsor lahan adalahsebagai berikut:

a. Tingkat kerentanan longsor lahanringan/ stabil (kelas I)

Tingkat kerentanan longsor lahanringan/ stabil ini terdapat di satuan medanV5ILaP, V6ILaP, V6IMeP dan V6IMePk.Jumlah harkat dari variabel - variabellongsor lahan di satuan medan ini adalah22 - 23. Sebagian besar harkat dari variabelkarakteristik medan untuk longsor lahandi satuan medan tersebut mempunyai nilaikecil, sehingga termasuk dalam tingkatkerentanan yang ringan/ stabil. Namundemikian ada beberapa variabel yangmempunyai harkat yang besar, yaitu 3 dan4 yang suatu saat bisa memicu terjadinyalongsor lahan. Variabel tersebut, yaitupelapukan batuan, kedalaman pelapukandi satuan medan V5ILaP, konsistensi tanah,kedalaman air tanah dan dan penggunaanlahan perkebunan pada satuan medanV6IMePk. Meskipun variabel-variabeltersebut mempunyai nilai harkat yang besarnamun, karena satuan-satuan medan ter-sebut mempunyai relief yang datar – hampirdatar maka kemungkinan terjadinya long-sor lahan kecil atau bahkan tidak ada/ stabil.Hal tersebut disebabkan pada lereng datargaya pendorong untuk gerak massa sangatkecil, meskipun material bahan untukgerak massa tersedia dan faktor lain jugamendukung.

b. Tingkat kerentanan longsor lahansedang (kelas II)

Tingkat kerentanan longsor lahansedang tersebar di satuan medan V3IVAnHV4IIIAnH, V4IIILaP, V4IIILaSw, V5IanP,V5IanPk, V5IanSm, V5IAnSw, V5IanT,V5IlaPk, V5IlaSm, V5IlaSw, V5IlaT,V5ImePk, V5IIAnH, V5IIAnP, V5IIAnSw,V5IILaP, V5IILaSw, V5IIMeP, V5IIMeSm,V5IIMeSw, V6IanP, V6IlaPk, V6IlaSw,V6ImeSm, V6ImeSw, V6ImeT, V6IILaP,V6IILaPk, V6IILaSw, V6IIMeP, V6IIMePkdan V6IIMeSw. Jumlah harkat dari variabel- variabel longsor lahan di satuan medanini adalah 24 - 35.

Faktor-faktor pasif yang palingdominan dalam memicu terjadi kerentananlongsor lahan kelas sedang di semua satuanmedan tersebut adalah tingkat pelapukanbatuan, kedalaman pelapukan, konsistensitanah, kedalaman air tanah dan kemiring-an lereng (hanya pada satuan medanV3IVAnH, V4IIIAnH, V4IIILaP,V4IIILaSw). Kelima variabel tersebuttermasuk kemiringan lereng pada satuanmedan V3IVAnH, V4IIIAnH, V4IIILaP,V4IIILaSw dianggap menjadi variabel pe-micu yang dominan yang dapat menye-babkan terjadinya longsor lahan karenamempunyai kontribusi besar yang dapatmenyebabkan longsor lahan karenamempunyai harkat 3 dan 4.

Faktor pemicu dominan lainnyadalah faktor aktif berupa penggalian tebingdan penggunaan lahan. Faktor aktif berupapenggalian tebing dianggap sebagai faktordominan yang menjadi pemicu terjadinyalongsor lahan, terutama di satuan medanyang mempunyai kemiringan lereng 8 - 20% (miring), yaitu pada satuan medanV4IIILaP, V4IIILaSw, V5IIAnSw, V5IILaP,V5IILaSw, V5IIMeP, V5IIMeSm, V5IIMeSw, V6IILaP, V6IILaPk, V6IILaSw,

Page 13: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7970

V6IIMeP dan V6IIMePk dan pada peng-gunaan lahan berupa sawah, perkebunandan semak-semak.

Geologi daerah penelitian yangsebagian besar mempunyai sifat keras danpadu (batuan andesit, breksi gunungapi danbasal) sebenarnya tidak mendukungterjadinya gerak massa, akan tetapi denganumur batuan yang telah tua maka terjadipelapukan yang lanjut sehingga terbentukmaterial hasil lapukan (regolit dan tanah)yang ada di atas lapisan batuan padu.Lapisan hasil pelapukan (regolit dan tanah)ini kurang padu dan bersifat berbedadengan lapisan padu di bawahnya. Lapisankurang padu inilah yang mempunyaipotensi untuk terjadinya gerak massa.

Kedalaman dan konsistensi tanahjuga mempengeruhi terjadinya gerak massa.Tanah yang mempunyai kedalaman tanahsedang hingga dalam mengakibatkan beratmassa tanahnya lebih besar dan hal inidapat mendorong terjadinya gerak massaterutama jenis longsoran. Tanah yangmempunyai konsistensi lemah hinggasangat lemah di mana daya ikat antar butirbutir rendah atau tidak padu akan cen-derung mudah terkena gerak massa.Namun demikian tanah yang memunyaiikatan antar butir yang kuat seperti tanahbertekstur lempung juga rentan terhadagerakan massa. Hal ini disebabkan tanah-tanah bertekstur lempung kemampuanmengikat airnya sangat tinggi, sehinggatanah mudah jenuh dan menyebabkanberat massa tanah bertambah .

Peranan kedalaman air tanah dalammendorong terjadinya gerak massa adalahsuatu lokasi di mana air tanahnya dalamdan kontak dengan batuan yang kedapterhadap air maka air yang berada di atasbidang batuan tersebut akan menjadi me-dia yang efektif untuk terjadinya gerakmassa. Air akan menambah massa tanah

atau batuan di atasnya bertambah beratdan bisa menyebabkan longsor, apalagitanah atau batuan tersebut berada di suatulereng yang mempunyai kemiringan yangterjal, karena pada lereng-lereng tersebutgaya pendorongnya jauh lebih besardibanding pada daerah yang berlerengdatar. Dengan demikian dapat dikatakanbahwa semakin besar kemiringan lerengmaka potensi/ tingkat kerentanan gerakanmassa juga akan lebih besar

Penggunaan lahan, khususnya padajenis vegetasi berpengaruh terhadapterjadinya gerak massa melalui sistemperakaran vegetasi dan berat massa tanahdi mana vegetasi tumbuh. Vegetasi berakardalam, pada penggunaan lahan hutandapat memperkokoh lereng dengan sistemperakarannya. Vegetasi pada penggunaanlahan untuk tegalan/ perkebunan dansemak-semak, yang mempunyai ber-macam-macam jenisnya mempunyaiperanan terhadap terjadinya gerak massa.Peranan itu adalah tidak kokohnya dayaikat pada tanah jika akar vegetasinya dang-kal dan vegetasi bawah yang rapat dapatmemperbesar jumlah air yang meresap kedalam tanah, sehingga dapat menambahberat massa tanah. Di sisi lain sistim drainaseyang baik dan sisitim perakaran yang baikdengan adanya vegetasi tahunan pada ke-bun campuran dapat menghambat terjadi-nya gerak massa. Pada penggunaan lahantegalan kemugkinan terjadinya gerak massabesar karena tidak adanya sistem perakaranyang memperkokoh lereng.

Penggunaan lahan sawah yang ke-banyakan di daerah datar hingga berombakmempuyai pengeruh kecil terhadap gerakmasssa, demikian juga bentuk penggunaanlahan untuk permukiman. Namun keduapenggunaan lahan tersebut jika berada didaerah berlereng curam akan dapat memi-cu gerakan massa karena pemotongan

Page 14: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 71

lereng untuk permukiman dan berat massaoleh penggenangan air pada sawah.

c. Tingkat kerentanan longsor lahanberat (kelas III)

Tingkat kerentanan longsor lahanberat tersebar di satuan medan V4IIIAnP,V4IIIAnPk, V4IIIAnSm, V4IIIAnT,V4IIILaPk, V4IIILaSm, V5IIAnPk,V5IIAnSm, V5IIAnT, V5IILaPk,V5IILaSm, V5IILaT dan V6IIMeT. Jumlahharkat dari variabel - variabel longsor lahandi satuan medan ini adalah 37 - 41.

Faktor-faktor pasif yang palingdominan dalam memicu terjadi kerentananlongsor lahan kelas berat adalah kemiring-an lereng (terutama pada satuan medanV4IIIAnP, V4IIIAnPk, V4IIIAnSm,V4IIIAnT, V4IIILaPk dan V4IIILaSm),pelapukan batuan, kerapatan kekar batu-an, kedalaman tanah, permeabilitas tanah,konsistensi tanah,pemusatan mata air/rembesan, kedalaman air tanah, pengikisantebing sungai sungai dan penggalian tebing.Untuk faktor aktif terutama yang berkaitandengan penggunaan lahan perkebunan,semak dan tegalan di daerah penelitian.

Kondisi tersebut disebabkan karenapelapukan batuan yang mempunyai tingkatsedang hingga kuat, kerapatan kekar batu-an yang mempunyai tingkat kerapatan <6 dan 20 -60 meter, kedalaman tanah yangmempunyai tingkat sedang, permebilitasyang cepat terutama di satuan medanV4IIIAnP, V4IIIAnPk, V4IIIAnSm danV4IIIAnT, konsistensi tanah yang lemahhingga sangat lemah, adanya pemusatanmata air atau rembesan air tanah, kedalam-an air tanah yang mempunyai tingkatandalam, adanya penggalian tebing dantingkat pengikisan tebing sungai yangmencapai 50 - < 75 %.

Kemiringan yang terjal pada satuanmedan V4IIIAnP, V4IIIAnPk, V4IIIAnSm,

V4IIIAnT, V4IIILaPk dan V4IIILaSm, jugamenjadi pemicu terjadinya gerak massa,karena pada lereng-lereng tersebut gayapendorongnya jauh lebih besar dibandingpada daerah yang berlereng datar. Dengandemikian dapat dikatakan bahwa semakinbesar kemiringan lereng maka potensi/tingkat kerentanan gerakan massa jugaakan lebih besar.

Umur batuan yang telah tua didukung curah hujan yang cukup tinggi didaerah penelitian menyebabkan terjadinyapelapukan yang lanjut sehingga terbentukkekar dan material hasil lapukan (regolitdan tanah) yang ada di atas lapisan batuanpadu. Lapisan hasil pelapukan (regolit dantanah) ini kurang padu dan bersifat ber-beda dengan lapisan padu di bawahnya.Lapisan kurang padu inilah yang mem-punyai potensi untuk terjadinya gerakmassa.

Kekar batuan merupakan cikal bakaluntuk terjadinya suatu gerak massa, karenakekar marupakan tempat masuknya airmasuk ke adalam pori-pori batuan yangdalam perkembangannya juga dapatbereaksi dengan unsur-unsur dalam batuanyang mempercepat terjadinya pelapukandan terbentuknya tanah

Kedalaman dan konsistensi tanahjuga mempengeruhi terjadinya gerak massa.Tanah yang mempunyai kedalaman tanahsedang hingga dalam mengakibatkan beratmassa tanahnya lebih besar dan hal inidapat mendorong terjadinya gerak massaterutama jenis longsoran. Tanah yang mem-punyai konsistensi lemah hingga sangatlemah di mana daya ikat antar butir butirrendah atau tidak padu akan cenderungmudah terkena gerak massa. Namun demi-kian tanah yang memunyai ikatan antarbutir yang kuat seperti tanah berteksturlempung juga rentan terhada gerakanmassa. Hal ini disebabkan tanah-tanah

Page 15: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7972

bertekstur lempung kemampuan mengikatairnya sangat tinggi, sehingga tanah mudahjenuh dan menyebabkan berat massa tanahbertambah .

Permeabilitas tanah yang cepat disatuan medan V4IIIAnP, V4IIIAnPk,V4IIIAnSm dan V4IIIAnT dianggap mem-punyai peranan penting untuk terjadinyagerak massa. Hal ini disebabkan permea-bilitas tanah yang cepat menyebabkan aircepat masuk kedalam tanah, sehingga lamakelamaan tanah menjadi jenuh dan beratmassa bertambah berat. Selain menambahberat massa tanah air yang masuk langsungkontak dengan batuan yang kedap air,sehingga justru menjadi media gelincir yangefektif.

Peranan kedalaman air tanah dalammendorong terjadinya gerak massa adalahsuatu lokasi di mana air tanahnya dalamdan kontak dengan batuan yang kedapterhadap air maka air yang berada di atasbidang batuan tersebut akan menjadi me-dia yang efektif untuk terjadinya gerakmassa. Air akan menambah massa tanahatau batuan di atasnya bertambah beratdan bisa menyebabkan longsor, apalagitanah atau batuan tersebut berada di suatulereng yang mempunyai kemiringan yangmiring hingga curam, karena pada lereng-lereng tersebut gaya pendorongnya jauhlebih besar dibanding pada daerah yangberlereng datar. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa semakin besar kemiringanlereng maka potensi/ tingkat kerentanangerakan massa juga akan lebih besar

Penggunaan lahan, khususnya padajenis vegetasi berpengaruh terhadap terjadi-nya gerak massa melalui sistem perakaranvegetasi dan berat massa tanah di manavegetasi tumbuh. Vegetasi berakar dalam,pada penggunaan lahan hutan dapat mem-perkokoh lereng dengan sistem perakaran-nya. Vegetasi pada penggunaan lahan

untuk tegalan/ perkebunan dan semak-semak, yang mempunyai bermacam-macamjenisnya mempunyai peranan terhadapterjadinya gerak massa. Peranan itu adalahtidak kokohnya daya ikat pada tanah jikaakar vegetasinya dangkal dan vegetasibawah yang rapat dapat memperbesarjumlah air yang meresap ke dalam tanah,sehingga dapat menambah berat massatanah. Di sisi lain sistim drainase yang baikdan sisitim perakaran yang baik denganadanya vegetasi tahunan pada kebuncampuran dapat menghambat terjadinyagerak massa. Pada penggunaan lahantegalan kemugkinan terjadinya gerak massabesar karena tidak adanya sistem perakaranyang memperkokoh lereng.

Model Pengelolaan Lahan UntukMencegah Terjadinya Longsor Lahan

Berikut adalah model pengelolaanyang bisa dilakukan adalah pada satuanmedan yang tingkat kerentanannya sedangdan berat:

1. Rekayasa vegetatifa. Menanam pepohonan/tanaman

tahunan yang berkanopi lebatTanaman tahunan berkanopi lebat

dapat ditanam di kawasan yangterdapat pemicu longsor yang disebab-kan karena faktor mekanika tanah(tekstur tanah, konsistensi tanah, per-meabilitas tanah, kedalaman tanah).Tanaman tahunan ini nantinya akanberfungsi sebagai media intersepsi airhujan strata pertama, membentuksistem perakaran yang dalam danmenyebar, sehingga mengikat massatanah. Selain itu sistem perakarannyadapat menjadi penguat lereng. Kanopiyang lebat juga dapat mengurangibanyaknya air yang masuk ke dalamtanah sehingga massa tanah dapat

Page 16: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 73

berkurang karena tingkat kejenuhanjuga berkurang. Guguran daun, rant-ing dan cabang dapat melindungipermukaan tanah dari pukulanlangsung butir-butir hujan. Tanamantahunan juga dapat menyalurkan air kesekitar perakaran dan merembes-kannya ke lapisan yang lebih dalamserta melepasnya secara perlahan-lahan.

Pemilihan tanaman ini tentunyaharus dipertimbangkan terutamamudah beradaptasi dengan lingkungansetempat, relatif cepat tumbuh danperakarannya rapat dan dalam.Contoh: sonokeling, bambu, mahoni,kaliandra, lamtoro, akasia, petai,jengkol, melinjo, nangka, coklat, kopi,klengkeng. Tanaman-tanaman ter-sebut berdasarkan hasil pengamatansebagian besar sudah ada di daerahnamun distribusinya masih belummerata. Oleh sebab itu perlu dioptimal-kan pemanfaatan tanaman-tanamantahunan ini untuk meminimalisirterjadinya longsor lahan di daerahpenelitian.

b. Menanam semak dan rumput di bawahtanaman tahunan

Tanaman semak dan rumput dibawah tanaman tahunan dapat di-tanam di kawasan yang terdapatpemicu longsor yang disebabkankarena faktor mekanika tanah (teksturtanah, konsistensi tanah, permeabilitastanah, kedalaman tanah).

Tanaman semak dan rumput yangditanam dibawah tanaman tahunan ininantinya akan berfungsi sebagai me-dia intersepsi hujan strata/lapisan keduasetelah pepohonan, mengikat massatanah di lapisan yang lebih dangkal,menghasilkan guguran daun, rantingdan cabang yang dapat melindungi

permukaan tanah dari pukulan lang-sung butir-butir hujan, menyalurkan airke sekitar perakaran dan melepasnyasecara perlahan-lahan.

Pemilihan tanaman ini tentunyaharus dipertimbangkan terutamamudah beradaptasi dengan lingkungansetempat, relatif cepat tumbuh danperakarannya rapat dan dalam, tahanpangkas. Contoh untuk semak antaralain: opo-opo/hahapaan, orok-orok.Contoh untuk tanaman rumput:rumput bermuda, atau bahia, gelagahdan bambu juga efektif dalammenanggulangi longsor dll.

2. Rekayasa mekanika. Bronjong kawat/ bambu

Rekayasa mekanik berupa bronjongkawat/ bambu dapat diterapkan dikawasan yang rawan longsor karenafaktor mekanika tanahnya (teksturtanah, konsistensi tanah, permeabilitastanah, kedalaman tanah), kondisibatuan (tingkat pelapukan danrekahan/ kekar) dan pada kemiringanlereng yang besar.

Rekayasa mekanik ini dapat dilaku-kan dengan teknik pengendalian dikaki tebing/lereng dengan bronjongkawat atau bronjong bambu yang diisibatu kali, masing-masing lokasi dicoba-kan bangunan tersebut untuk panjanglebar dan tinggi disesuaikan dengankondisi di lapangan.

Page 17: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7974

b. Pembuatan Saluran Pembuangan Air(SPA)

Rekaya pembuatan saluran pem-buangan air dapat diterapkan di daerahrawan longsor karena faktor mekanikatanahnya (tekstur tanah, konsistensitanah, permeabilitas tanah, kedalamantanah), kondisi batuan (tingkat pela-pukan dan rekahan/ kekar) kedalamanair tanah dan konsentrasi mata air/rembesan.

Perbaikan sistem drainase permuka-an pada lereng yang telah mengalamigejala adanya retakan tanah denganpembuatan saluran pembuangan air(SPA) yang diperkuat dengan dropstruktur dari batu. Selain itu bisa jugadengan dibuat saluran pengelak atausaluran teras, sedangkan perbaikansistem drainase dalam pada tanah diatas bidang lincir dengan lereng terjalmelalui pembuatan saluran drainase

Gambar 1. Bronjong kawat yang dipasang pada tebing lereng

Gambar 2. Bronjong bambu

Page 18: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 75

horizontal yang terbuat dari pipaperalon Ø ¾ “. Fungsi dari salurandrainase ini adalah Mengalirkankelebihan air sehingga tidak merusaktanah, tanaman, dan atau bangunankonservasi lainnya dan mengurangi lajuinfiltrasi dan perkolasi sehingga tanahtidak terlalu jenuh air.

c. Bangunan penguat tebingBangunan penguat tebing di

terapkan untuk menahan longsoran

tanah pada tebing yang sangat curam(kemiringan lebih dari 100%) yangsudah tidak mampu di kendalikansecara vegetatif. Pembuatan danpemeliharaan dengan cara dibuatberbentuk teras-teras, diperkuatdengan dinding yang terbuat dari se-men atau batu yang disusun rapat (bisadalam anyaman kawat), jika terbuatdari semen, dilengkapi dengan lubang-lubang dari paralon untuk mengalirkankelebihan air (memperlancar drainase).

Gambar 3. Saluran pembuangan air (SPA) dengan bangunan terjunan dari batu

Gambar 4. Saluran pengelak

Page 19: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7976

d. Trap-trap teraseringTrap-trap terasering ini berfungsi

menahan longsoran tanah pada tebing/lahan yang curam, memperkuat lahanberteras, agar bidang olah dan tamping-an teras lebih stabil, melengkapi danmemperkuat cara vegetatif. Pembuatandan pemeliharaanadalah dengan caralahan dibuat berbentuk teras-teras,

tampingan teras diperkuat dengan se-men atau batu yang disusun (bisa dalamanyaman kawat). Untuk mengalirkankelebihan air (memperlancar drainase),dilengkapi dengan lubang-lubang dariparalon pada bagian tampingannya. Pa-da bidang olah ditanami pepohonan un-tuk memperkuat dan membantu mere-sapkan air ke lapisan tanah yang dalam

Gambar 5. Trap-trap terasering dari batu

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanBerdasarkan hasil penelitian tentang

kerawanan longsor lahan dapat diketahuibahwa:1. Daerah penelitian mempunyai tiga

kelas kerentanan longsor lahan, yaitukelas I (ringan/stabil), kelas II (sedang)dan kelas III (berat). Karakteristikmedan untuk lonsor lahan adalahsebagai berikut: kemiringan lerengberkisar dari 7 – 35 %, batuan sebagianbesar mengalami tingkat pelapukansedang, hanya sedikit batuan yangmengalami pelapukan sempurna, jarak

kekar batuan berkisar < 6 - > 60 meter,kedalaman pelapukan berkisar dari 0,50– 1 meter (sedang-dalam), berkisar0,271 – 10,810 cm/ jam (lamba-cepat),konsistensi tanah lemah-sangat lemah,tekstur tanah, lempung, lempungbergeluh, geluh da geluh lempungan,adanya pemusatan mata air/ rembesandi beberapa tempat di daerah tekuklereng, kedalaman air tanah yangdalam (> 5 meter), juga adanyapenggalian tebing di beberapa tempatdan penggunaan lahan yang bervariasi.

2. Faktor-faktor yang menjadi pemicuterjadinya longsor lahan antara lain;kemiringan lereng (terutama pada

Page 20: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 77

satuan medan V4IIIAnP, V4IIIAnPk,V4IIIAnSm, V4IIIAnT, V4IIILaPkdan V4IIILaSm), pelapukan batuan,kerapatan kekar batuan, kedalamantanah, permeabilitas tanah, konsistensitanah, pemusatan mata air/ rembesan,kedalaman air tanah, pengikisan tebingsungai sungai dan penggalian tebingdan penggunaan lahan.

3. Model-model pengelolaan longsor lahanyang dapat diterapkan di daerahpenelitian adalah model rekayasavegetatif berupa penanaman tanamantahunan berkanopi lebat, penanamansemak dan rumput dibawah tanamantahunan. Untuk model mekanik denganpembuatan bronjong kawat atau bambu,pembuatan saluran pembuangan air(saluran pengelak/ teras), bangunanpenguat tebing dan trap-trap terasering.

Saran-saranBerdasarkan hasil penelitian ada

beberapa saran yang dapat penulis berikanantara lain sebagai berikut:1. Untuk kelas kerentanan gerak massa

sedang agar dilakukan penelitian yanglebih rinci bila akan dilakukan pem-

bangunan, sedangkan untuk daerahdengan kelas kerentanan tinggi agardihindari dari rencana lokasi per-mukiman

2. Adanya kemungkinan pengembanganpermukiman dan peningkatan penge-lolaan tanah dalam penanamanvegetasi perlu mendapatkan perhatianjenis tanaman yang sesuai dan cocokdengan tanamana yang berakar kuatguna menghindari atau mengurangiproses longsor lahan yang terjadi,khususnya pada satuan medan yangmempunyai kerentanan berat/ tinggi.Fungsi ini untuk penstabilan lerengdalam berbagai penggunaan lahan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Tulisan ini dapat terselesaikankarena keterlibatan berbagai pihak antaralain: Pemerintah Daerah KabupatenKaranganyar yang telah memberikan ijindan data yang terkait dengan daerahpenelitian. Karyawan laboratorium yangtelah membantu dalam analiasa tanah.Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aris Poniman, 1976. Studi Geomorfologi Tanah Longsor di Daerah Aliran Sungai Genting,Batur, Banjarnegara. Skripsi S-1. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Agus Wuryanta, Sukresno dan Sunaryo, 2004. Identifikasi Tanah longsor dan UpayaPenanggulangannya Studi Kasusndi Purworejo, Kulonprogo dan Kebumen.Penelitian. Penelitian. Surakarta: BP2TPDAS.

Ahmad Romsan, 1994. Dampak Pembangunan Terhadap Lingkungan Sosial Ekonomi danBudaya Suku Anak Dalam di Sumatra Selatan. Jurnal. Jakarta : Pusat StudiLingkungan PTS se Indonesia.

Cooke and Doorkamp, 1974. Geomophology In Enviromental Management. Clarenden:Cambridge University Press.

Coates, 1981. Enviromental Geology. New York: John Wiley and Sons Inc.

Page 21: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 12, No. 1, April 2011: 58 - 7978

Imam Hardjono, 1996. Penggunaan Foto Udara Hitam Putih Untuk Klasifikasi Gerak Massadi Daerah Karangkobar, Banjarnegara Jawa Tengah.. Tesis S-2. Yogyakarta: FalultasGeografi UGM.

Imam Hardjono, 1998. Penggunaan Foto Udara Inframerah Berwarna Untuk Kajian GerakMassa Daerah Kokap dan Sekitarnya, Kulonprogo Yogyakarta. Penelitian. Surakarta:Lembaga Penelitian UMS.

Imam Hardjono, 2008. Pemintakatan Bahaya Longsor Lahan Menggunakan Foto UdaraPankromatik Hitam Putih di Kecamatan Tirtomoyo Kabupaten Wonogiri PropinsiJawa Tengah. Penelitian PHK A2. Surakarta: Falultas Geografi UMS.

Imam Hardjono, 2009. Pemintakatan Bahaya Longsor Lahan di Kecamatan ManyaranKabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah. Penelitian. Surakarta: LembagaPenelitian UMS.

Jawa Pos, 2010. Hujan Deras Menyebabkan Longsor di Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso.Radar Solo Jawa pos 7/1/2010.

Jawa Pos, 2010. Kawasan Wiata Jumog Ditutup Akibat Lonsor. Radar Solo Jawa pos 9/1/2010.

Karmono Mangunsukardjo,1984. Inventarisasi Sumber Daya Lahan di DAS Serayu TinjauanSecara Geomorfologi. Desertasi. Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM.

Lillesand and Kiefer, 1979. Remote Sensing. ITC. Netherland.

Otto Sumarwoto, 1994. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara SumberWidya.

Sitanala Arsyad, 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bandung: IPB Press.

Sunardi Joyosuharto,1984. Dasar-Dasar Klasifikasi Bentuklahan. Makalah. Yogyakarta:Fakultas Geografi UGM.

Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Yogyakarta: Gama Press

Schuster, R.L dan Krizek, R.J. ed, 1978. Land SlideAnalysis and Control. Woshington D.C:National Academy of Sciences.

Sharpe,1976. Landslides Ann Related Phenomena. New York: Columbia University Press

Thornbury, 1954. Principle Of Geomophology. New York: John Willey and Sons Inc.

Van Zuidam, 1979. Terrain Analysis and Classification Using Aerial Photograph. Netherland:ITC

Vernes, D.J, 1978. Slope Movements Type and Processes. Woshington D.C: National Academyof Sciences.

Page 22: PEMETAAN DAN MODEL PENGELOLAAN LONGSOR LAHAN …

Pemetaan dan Model Pengelolaan Longsorlahan di Kec. Ngargoyoso (Munawar Cholil, dkk.) 79