pemeriksaan investigatif oleh badan pemeriksa keuangan

20
Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Analisis Penggunaan Hasil Audit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi: Studi Kasus Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu Tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum Penulis Pertama : Sonia Natassia Afifi Penulis Kedua : Robert Porhas Tobing Program Studi : Ekstensi Akuntansi Fakultas : Ekonomi Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI dan analisis penggunaan hasil tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam hasil pemeriksaan investigatif terdapat perhitungan potensi kerugian negara. Namun untuk kepastian nilai kerugian negara yang sebenarnya, harus dilengkapi lagi dengan laporan perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif dari BPK, KPK akan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Agar kinerja BPK dan KPK lebih efektif, perlu ditingkatkan kerjasamanya terutama di bidang pemeriksaan investigatif. Kata Kunci : pemeriksaan investigatif, BPK, kerugian negara, analisis KPK This study aims to analyze the investigative examination by the The Audit Board of The Republic of Indonesia and the analysis of the use of audit results by the Corruption Eradication Commission. In the investigative examination includes the calculation of potential state loss. However, for the exact value of the actual loss, must be complemented with the loss calculation report, which is performed by BPKP (Development and Financial Supervisory Board). Based on the investigative examination from BPK, KPK conducts an inquiry, investigation and prosecution. In order for the effectiveness of performance between BPK and KPK, they need to improve their cooperation especially in investigative examination. Keywords : investigative examination, BPK, potential state loss, KPK analysis Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

13 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Analisis Penggunaan Hasil Audit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi:

Studi Kasus Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu Tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum

Penulis Pertama : Sonia Natassia AfifiPenulis Kedua : Robert Porhas TobingProgram Studi : Ekstensi AkuntansiFakultas : Ekonomi

Skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pemeriksaan investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI dan analisis penggunaan hasil tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam hasil pemeriksaan investigatif terdapat perhitungan potensi kerugian negara. Namun untuk kepastian nilai kerugian negara yang sebenarnya, harus dilengkapi lagi dengan laporan perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif dari BPK, KPK akan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Agar kinerja BPK dan KPK lebih efektif, perlu ditingkatkan kerjasamanya terutama di bidang pemeriksaan investigatif.

Kata Kunci : pemeriksaan investigatif, BPK, kerugian negara, analisis KPK

This study aims to analyze the investigative examination by the The Audit Board of The Republic of Indonesia and the analysis of the use of audit results by the Corruption Eradication Commission. In the investigative examination includes the calculation of potential state loss. However, for the exact value of the actual loss, must be complemented with the loss calculation report, which is performed by BPKP (Development and Financial Supervisory Board). Based on the investigative examination from BPK, KPK conducts an inquiry, investigation and prosecution. In order for the effectiveness of performance between BPK and KPK, they need to improve their cooperation especially in investigative examination.

Keywords : investigative examination, BPK, potential state loss, KPK analysis

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 2: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

PendahuluanLatar Belakang

Korupsi saat ini makin banyak dilakukan oleh berbagai kalangan dan menjadi suatu isu

hangat yang masih dibicarakan hingga saat ini. Korupsi berdampak negatif pada kehidupan

pribadi bangsa, menghambat kemajuan, dan tidak efisiennya perekonomian. Terdapat banyak

kasus korupsi yang terjadi, dan terdapat anggapan di masyarakat bahwa korupsi akan sulit

untuk diberantas karena adanya opini bahwa pelaksanaan hukum di Indonesia masih

dipengaruhi oleh permainan uang dan kekuasaan.

Audit memberikan kontribusi dalam strategi memerangi korupsi. Kerugian negara

dapat ditemukan oleh penerapan audit yang efektif seperti audit forensik dan audit

investigatif. Wadah akuntan untuk melawan korupsi sangatlah luas. Akuntan bisa menjadi

auditor pemerintah dalam bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

(BPKP), inspektorat jenderal departemen/lembaga. Auditor di lembaga tinggi negara yaitu

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dalam melaksanakan tugasnya, BPK menyelenggarakan tiga fungsi yaitu: fungsi

operasional (fungsi pemeriksaan), fungsi rekomendasi (memberikan pertimbangan dan saran),

dan fungsi yudikasi (melaksanakan proses tuntutan perbendaharaan dan memberikan

pertimbangan kepada pemerintah dalam proses tuntutan rugi). Secara lebih jauh, tugas dan

wewenang BPK diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973.

Terdapat tiga jenis pemeriksaan BPK RI sebagaimana diatur dalam Undang-undang no.

15 tahun 2006, tentang Badan Pemeriksa Keuangan, pasal 4, yaitu pemeriksaan keuangan,

pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pemeriksaan keuangan adalah

pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah (Pusat, daerah, BUMN maupun BUMD),

dengan tujuan pemeriksaan memberikan pernyataan pendapat/opini tentang tingkat kewajaran

informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat/ daerah.

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang

berkaitan dengan keuangan, pemeriksaan investigatif, dan pemeriksaan atas sistem

pengendalian internal pemerintah. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu sering juga

dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan laporan keuangan yang telah dilakukan

sebelumnya. Sebagai contoh adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang direncanakan

dilakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu/ pemeriksaan investigatif, setelah BPK RI

memberikan pendapat disclaimer. Di kalangan auditor eksternal pemerintah (BPK), istilah

audit operasional merupakan suatu hal yuang sudah biasa seperti jenis audit lainnya., seperti

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 3: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

audit keuangan dan audit kinerja. Pemeriksaan investigatif ini muncul dalam Undang-Undang

No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

dan dalam penjelasan Undang-undang tersebut. Pemeriksaan investigatif ini termasuk dalam

pemeriksaan dengan tujuan tertentu, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus,

di luar pemeriksaan keuangan dan kinerja.

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan ini, BPK melakukan pekerjaan investigatif.

Seperti diketahui, istilah investigasi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu penyelidikan

yang berlandaskan pada hukum dan rasa keadilan untuk mencari kebenaran dengan tingkat

kebenaran yang tinggi (high level of assurance) mengenai suatu permasalahan yang

ditemukan. Tujuan dari audit investigatif ini adalah untuk mengungkap adanya indikasi

kerugian Negara/ daerah/ unsur pidana. Hal ini berbeda dengan jenis audit lain yang di BPK,

yaitu pemeriksaan keuangan (audit keuangan) dan pemeriksaan kinerja (audit kinerja).

Jadi audit investigatif merupakan lanjutan kegiatan pemeriksaan terhadap suatu

masalah tertentu untuk mendapatkan bukti-bukti pendukung yang lebih tinggi derajat

kebenarannya. Hal inilah yang menjadikan audit investigatif lain dengan jenis audit keuangan

dan audit kinerja karena sebelum dilaksanakan audit, di awal proses audit telah diindikasikan

adanya penyimpangan yang dapat/ berpotensi menimbulkan kerugian keuangan/ kekayaan

negara dan perekonomian di pihak yang akan diaudit.

Dengan maraknya korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, terutama korupsi yang

dilakukan di lingkungan pemerintah, maka penelitian ini mengambil judul yaitu Pemeriksaan

Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Analisis

Penggunaan Hasil Audit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (Studi Kasus Pengadaan

Tinta Sidik Jari Pemilu Tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum).

Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah memfokuskan pada penggunaan hasil pemeriksaan

investigatif Badan Pemeriksa Keuangan RI yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

dalam menangani suatu kasus.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

- Bagaimana proses audit investigatif oleh BPK dan KPK dalam mendeteksi korupsi?

- Bagaimana hasil pemeriksaan audit investigatif BPK digunakan oleh KPK dalam mendeteksi

korupsi pada kasus pengadaan tinta sidik jari Pemilu tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum?

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 4: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah:

- Menganalisis kinerja BPK dan KPK dalam mendeteksi korupsi

- Menganalisis upaya KPK dalam mendeteksi korupsi dalam kasus pengadaan tinta sidik jari Pemilu

tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum.

Tinjauan Teoritis

Pengertian Korupsi

Berdasarkan Tuanakotta (2007), korupsi umumnya didefinisikan sebagai

penyalahgunaan jabatan di sektor pemerintahan (misuse of public office) untuk keuntungan

pribadi. Korupsi yang didefinisikan seperti itu meliputi, misalnya, penjualan kekayaan negara

secara tidak sah oleh pejabat, kickbacks dalam pengadaan di sektor pemerintahan, penyuapan,

dan ”pencurian” (embezzlement) dana-dana pemerintah.

Berdasarkan Undang-undang no. 31/1999 jo. No. 20/2001, menyebutkan bahwa

pengertian korupsi mencakup perbuatan:

- Melawan hukum, memperkaya diri orang/ badan lain yang merugikan keuangan/

perekonomian negara (pasal 2)

- Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/ kedudukan yang dapat merugikan

keuangan/ kedudukan yang dapat merugikan keuangan/ perekonomian negara (pasal 3)

Alasan Melakukan Korupsi

Menurut Association of Certification Fraud Examiner (ACFE) occupational fraud

dapat digambarkan sebagai Fraud Tree. Tiga cabang utama tree ini adalah corruption, asset

misapproriation, dan fradulent statements. Karena korupsi merupakan salah satu cabang dari

occupational fraud, seseorang melakukan korupsi dapat dijelaskan dengan teori Fraud

Triangle yang diperkenalkan Cressey (n.d), sebagai berikut:

- Tekanan atau dorongan (pressure)

Insentif dapat berupa mendapatkan kekayaan yang luar biasa sehingga dengan kekayaan

ini nanti bisa menyuap para aparat agar lolos dari jerat hukuman atau hukumannya ringan

sehingga masih dapat menikmati harta jarahannya selama beberapa keturunan. Pressure

misalnya terjerat hutang yang besar akibat judi.

- Kesempatan atau peluang (opportunity)

Kesempatan timbul karena adanya kelemahan dalam pengendalian internal. Misal tidak

adanya supervisi atau review, tidak adanya pemisahan fungsi, tidak adanya persetujuan

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 5: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

manajemen atas pengeluaran biaya-biaya dan tidak adanya SOP (standard operating

procedure).

- Pembenaran (rationalization)

Rationalization adalah kecenderungan seseorang untuk membenarkan tindakannya. Pada

umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa bahwa tindakannya bukan merupakan

kecurangan tetapi adalah sesuatu yang memang merupakan haknya bahkan kadang pelaku

merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk organisasinya.

Pengertian Audit Investigatif

Menurut Tuanakotta (2007) investigasi secara sederhana dapat didefiniskan sebagai

upaya pembuktian. Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum

(acara) yang berlaku. Terminologi pemeriksaan investigatif itu sendiri muncul dalam Undang-

undang nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab

Keuangan Negara.

Pendekatan Audit Investigatif

Berikut ini adalah pendekatan dalam audit investigatif:

a. Reaktif

Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor melaksanakan audit setelah

menerima atau mendapatkan informasi dari pihak lain mengenai kemungkinan adanya

tindak kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang bersifat reaktif umumnya

dilaksanakan setelah auditor menerima atau mendapatkan informasi dari berbagai sumber

informasi misalnya dari auditor lain yang melaksanakan audit jika tidak tersedia informasi

tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan kejahatan.

b. Proaktif

Audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor secara aktif mengumpulkan

informasi dan menganalisis informasi tersebut untuk menemukan kemungkinan adanya

tindak kecurangan dan kejahatan sebelum melaksanakan audit investigatif. Auditor secara

aktif mencari, mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi-informasi yang

diperoleh untuk menemukan kemungkinan adanya kecurangan atau kejahatan.

Tahap Pelaksanaan Pemeriksaan Investigatif

Garis besar pemeriksaan investigatif secara keseluruhan, dari awal sampai dengan akhir,

sebagai berikut:

a. Pra Pemeriksaan Investigatif

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 6: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Informasi awal sebagai dasar penugasan audit investigatif biasanya berasal dari salah satu

atau gabungan dari beberapa sumber. Sumber-sumber tersebut antara lain berasal dari

pengaduan masyarakat, pihak aparat penegak hukum atau hasil audit reguler.

Menyusun hasil telaahan informasi awal, berupa gambaran umum organisasi, indikasi

bentuk-bentuk penyimpangan dan rekomendasi penanganan.

b. Persiapan Pemeriksaan Investigatif

Sasaran dan ruang lingkup audit investigatif ditentukan berdasarkan hasil penelaahan

informasi awal. Audit investigatif memerlukan program kerja audit, yang berisi langkah-

langkah kerja audit yang akan dijadikan arah/ pedoman bagi auditor yang bersangkutan.

Pada tahapan perencanaan dilakukan: pengujian hipotesa awal, identifikasi bukti-bukti,

menentukan tempat/ sumber bukti, analisis hubungan bukti dengan pihak terkait, dan

penyusunan program pemeriksaan investigatif.

c. Pelaksanaan

Pelaksanaan audit Investigatif harus dilakukan oleh auditor yang kompeten, memiliki

integritas serta independensi. Pada tahap ini tim harus memperoleh bukti audit yang

memperkuat dugaan tindakan pidana korupsi. Pada tahapan pelaksanaan dilakukan:

pengumpulan bukti-bukti pengujian fisik, konfirmasi, observasi, analisis dan pengujian

dokumen, interview, penyempurnaan hipotesa, dan review kertas kerja. Dalam rangka

mengumpulkan bukti yang lengkap, auditor (investigator) harus memahami jenis fraud

dan bagaimana kecurangan tersebut telah dilakukan. Bukti-bukti yang dikumpulkan harus

memadai untuk membuktikan identitas pelakunya, mekanisme pelaksanaan fraud, dan

jumlah kerugian finansial yang diderita.

d. Pelaporan

Fase terakhir, dengan isi laporan hasil Pemeriksaan Investigatif kurang lebih memuat:

unsur-unsur melawan hukum, fakta dan proses kejadian, dampak kerugian keuangan

akibat penyimpangan/ tindakan melawan hukum, sebab-sebab terjadinya tindakan

melawan hukum, pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/ tindakan melawan

hukum yang terjadi, dan bentuk kerjasama pihak-pihak yang terkait dalam penyimpangan/

tindakan melawan hukum khusus untuk lembaga BPK di Indonesia, proses penyusunan

laporan ini terdiri dari beberapa kegiatan sampai disetujui oleh BPK untuk disampaikan

kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau kepada Kejaksaan Agung, yang fasenya

sebagai berikut: penyusunan konsep awal laporan, presentasi hasil pemeriksaan

investigatif di BPK, melengkapi bukti-bukti fase terakhir, finalisasi laporan dan

pengandaan laporan.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 7: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Alat bukti yang kuat dalam kasus korupsi

Tugas auditor dalam membantu penyidik adalah melakukan audit forensik,

menentukan perbuatan melawan hukum terutama hukum material yang memang merupakan

salah satu keahlian akuntan, mempelajari modus operandinya, menghitung kerugian negara

dan memperoleh alat bukti surat yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari hukum

material sesuai perkara korupsi yang sedang ditangani sebagai bukti tersangka berindikasi

melakukan korupsi yang termasuk dalam bukti surat butir d.

Dengan memperhatikan pasal 183 KUHAP, alat bukti yang kuat dalam perkara tindak

pidana korupsi dalam penanganan kasus yang diduga korupsi adalah bukti keterangan ahli dan

surat dengan alasan:

- Sepanjang akuntan yang menjadi saksi ahli masuk pokok perkara sedikit mengetahui

hukum yang berkaitan dengan korupsi termasuk batasan ahli baik yang diatur dalam

KUHP maupun KUHAP, menguasai permasalahan kasus yang diperiksa, dalam sidang

pengadilan dapat menjelaskan kepada hakim dengan bahasa yang sederhana, sehingga

hakim yakin telah terjadi tindak pidana.

- Korupsi dan dapat dengan cepat mengerti arah pertanyaan pembela sehingga selalu dapat

menjawab pertanyaan pembela dengan tepat.

- Akuntan sesuai keahliannya bekerja sama dengan penyidik, dapat mengumpulkan alat

bukti surat termasuk butir d untuk mendukung keterangan ahlinya. Bukti surat merupakan

benda mati, sehingga tidak dapat diartikan lain, selain yang diuraikan dalam bukti surat

tersebut

Mekanisme kerja yang dilakukan oleh KPK:

a. Pengaduan masyarakat adalah pengaduan yang berasal dari masyarakat umum yang

melaporkan ke KPK. Jika terdapat pengaduan dari masyarakat, maka penyidik KPK dapat

langsung menyelidiki apakah terbukti adanya korupsi. Khusus untuk informasi yang

bersumber dari pengaduan masyarakat, namun memerlukan penelahaan lebih mendalam

untuk menentukan apakah cukup alasan untuk dilakukan audit investigatif.

b. Permintaan dari penyidik adalah yang langsung berasal dari KPK sendiri. Jika KPK

menemukan ada sesuatu yang mengindikasikan korupsi, maka KPK dapat langsung

meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan investigatif.

c. Informasi awal yang didapatkan KPK dalam penyelidikan, berupa siapa yang menjadi

tersangka, tindak pidana jenis apa, siapa saja yang diuntungkan dalam suatu kasus korupsi,

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 8: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

serta dilengkapi dengan adanya perhitungan kerugian negara. Namun dalam melengkapi

keempat unsur ini, KPK berhak meminta BPK atau BPKP untuk menghitung kerugian

negara. Dengan adanya perhitungan kerugian ini maka dapat dijadikan acuan dalam

penyelidikan dan penuntutan.

d. Dari hasil audit investigatif, maka dari hasil pemeriksaan dan temuan langsung diselidiki

oleh KPK. Dalam hal ini KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.

Metodologi Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berfokus pada proses pemeriksaan investigatif oleh Badan

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan analisis penggunaan hasil audit oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi. Dalam penelitian ini akan berfokus pada kasus pengadaan tinta sidik

jari Pemilu tahun 2004 di Komisi Pemilihan Umum

Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metodologi

penelitian dengan cara:

1. Studi Literatur;

2. Wawancara

Pembahasan

Pemberantasan korupsi oleh BPK RI

Ada berbagai peran yang dilakukan oleh BPK untuk ikut memberantas korupsi dalam

menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya lembaga pemeriksa keuangan negara. Secara

garus besar peranan tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

a. Peningkatan kualitas pemeriksaan

Peningkatan kualitas pemeriksaan merupakan salah satu peran BPK dalam bidang

pemberantasan korupsi. Hal ini bisa dilihat dari laporan hasil pemeriksaan BPK, baik

untuk pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja maupun dalam pemeriksaan dengan

tujuan tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK memiliki peran yang signifikan

dalam mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi. Apabila dilihat dari proses

pelaksanaannya maka ini termasuk pemberantasan korupsi dengan cara represif.

b. Partisipasi aktif dalam reformasi pengelolaan keuangan negara

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 9: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Seperti telah disebutkan, BPK ikut berpartisipasi dalam melakukan perombakan sistem

keuangan negara. Peran ini termasuk peran yang bersifat preventif dalam pencegahan dan

pemberantasan korupsi.

c. Melakukan reformasi birokrasi

Peran terakhir yang dilakukan BPK dalam upaya untuk mencegah dan memberantas

korupsi adalah dengan melakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi ini dilakukan

untuk memperbaiki tata kerja, serta SDM (dari sisi internal), maupun reformasi eksternal

yaitu untuk meningkatkan hubungan dan kerja sama dengan pihak lainnya. Pihak lain

tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, KPK serta PPATK. Peran ini bisa dkategorikan

sebagai upaya represif dan preventif dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Pemberantasan Korupsi oleh KPK

Dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, dikatakan bahwa

perbuatan korupsi mengandung lima unsur:

a. melawan hukum atau pertentangan dengan hukum

b. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi

c. dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

d. menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, dan

e. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana yang ada padanya karena jabatan

atau kedudukan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, dalam menguraikan suatu kasus

korupsi, ada beberapa hal yang diidentifikasi oleh KPK dalam menyelidiki kasus, antara lain:

- siapa tersangka dalam kasus korupsi

- tindak pidana yang terdapat pada kasus tersebut

- siapa saja yang diuntungkan atas kasus korupsi tersebut

- kerugian negara yang ditimbulkan berapa besar jumlahnya

Berdasarkan Undang-undang No. 30 Tahun 2002 Pasal 44:

a. Jika penyidik dalam melakukan penyelidikan menemukan bukti permulaan yang cukup

adanya dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 10: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

terhitung sejak tanggal ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut, penyelidik

melaporkan kepada KPK

b. Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-

kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang

diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau

optic

c. Dalam hal penyelidik melakukan tugasnya tidak menemukan bukti permulaan yang

cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelidik melaporkan kepada KPK dan

KPK menghentikan penyelidikan

d. Dalam hal KPK berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan, KPK melaksanakan

penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik

kepolisian atau kejaksaan.

e. Dalam hal penyelidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan koordinasi dan

melaporkan perkembangan penyidikan kepada KPK

Hasil Penelitian

Fakta dan Proses Kejadian

Berdasarkan hasil pemeriksaan investigatif yang dijalankan oleh BPK RI, pada laporan

pemeriksaan investigative terdapat beberapa poin fakta dan proses kejadian mengenai

pengadaan tinta sidik jari Pemilu 2004 yang diuraikan, antara lain:

No. Proses Kejadian Fakta

1 Panitia Pengadaan Tinta menetapkan jumlah

kebutuhan tinta melebihi dari yang ditetapkan

Penetapan jumlah kebutuhan

tinta per TPS sebanyak 2 botol

dan tidak sesuai Berdasarkan

Keputusan KPU No. 4 Tahun

2004 tanggal 23 Januari 2004

2 Prakualifikasi calon konsorsium pelaksana

pengadaan tinta Pemilu 2004 dilaksanakan tidak

memadai

- Tidak adanya Berita Acara

Prakualifikasi

- Konsorsium yang tidak

memenuhi syarat lulus

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 11: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

prakualifikasi

- Prakualifikasi pengadaan tinta

Pemilu tidak dilakukan secara

khusus.

3 HPS disusun tidak secara keahlian dan tidak

berdasarkan data yang dapat

dipertanggungjawabkan

- Panitia Pengadaan tidak

mempunyai data HPS yang

disusun oleh ahli

- Panitia Pengadaan tidak

menggunakan HPS untuk

menilai kewajaran penawaran

harga dari rekanan

4 Penetapan harga kontrak pengadaan tinta impor

dengan menggunakan harga rata-rata dari harga

penawaran

Panitia pengadaan tidak

menetapkan harga terendah

untuk masing-masing zona

kepada konsorsium pelaksana

pengadaan tinta impor, dan

menetapkan harga rata-rata dari

penawaran harga setiap zona

tersebut, menguntungkan

konsorsium dan merugikan

keuangan negara sebesar Rp

959.288.200

5 Penetapan harga kontrak pengadaan tinta lokal

disamakan dengan harga tinta impor

- Kualitas pengadaan tinta lokal

harus setara dengan tinta

impor

- Panitia pengadaan untuk

menetapkan harga kontrak

pengadaan tinta lokal

disetarakan dengan harga tinta

impor dengan alasan

preferensi harga yang tidak

didukung bukti dan hasil rapat

Pleno.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 12: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

6 Pemberian rekomendasi pembebasan bea masuk

menyimpang dari kontrak pengadaan tinta impor

dan negara

Ketua KPU meminta pemberian

pembebasan bea masuk atas

impor tinta Pemilu Legislatif

2004.

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif BPK RI (telah doilah kembali)

Proses Analisis Laporan BPK di KPK

Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu

perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat/tidaknya

penyelidikan dilakukan.

Pada tahap ini Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut:

- Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana

- Mencari keterangan dan barang bukti

- Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal

diri

Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti sudah memasuki

ruang lingkup pembuktian. Kalau keterangan yang diperoleh dari beberapa orang saling

bersesuaian satu sama lain, maka penyelidik dapat menduga telah terjadi suatu tindak pidana.

Apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan dan dari

penyelidikan itu tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti, maka penyelidik melaporkan

kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan.

Aktivitas Penyelidikan

Tindakan

1. KPK menerima hasil pemeriksaan investigatif dari BPK. Pemeriksaan investigatif BPK

dilakukan atas dasar permintaan koalisi LSM Laporan yang diberikan antara lain adalah

Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif atas Pengadaan Logistik Pemilu Legislatif Tahun

2004 – April 2004 dan Hasil Pemeriksaan atas Pengelolaan Anggaran Pemilu Legislatif

Tahun 2004 (No. 75/S/I-V.XIII.3/05/2005).

2. Koalisi LSM melaporkan kepada KPK adanya dugaan korupsi di KPU

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 13: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

3. Laporan hasil audit investigatif diserahkan ke KPU.

4. KPK mengumpulkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kasus.

5. Menentukan 5W+1H

Who: tersangka (Kepala Bagian Penyusunan Rencana Kebutuhan Perlengkapan Biro

Logistik)

What: penyelewengan dalam kasus pengadaan tinta Pemilu 2004

When: Tahun 2004

Where: Komisi Pemilihan Umum

Why: terdapat kesempatan yang diakibatkan pengendalian internal yang masih kurang

How: menyelewengkan dana APBN 2004 dan tidak menetapkan HPS sesuai aturan

KPK meminta bantuan BPKP untuk melakukan perhitungan kerugian negara. Hal ini

sesuai dengan fungsi BPKP yaitu melaksanakan pengawasan terhadap keuangan dan

pembangunan yang tercantum pada pasal 52 Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga

Pemerintah Non Departemen). Jadi, yang menilai/ menetapkan kerugian negara, adalah BPK

dan BPKP. Adapun perhitungan kerugian negara sendiri bersifat kasuistis atau dilihat per

kasus.

Unsur Tindak Pidana Korupsi

Unsur Melawan Hukum

Kejadian Bentuk Pelanggaran

Berdasarkan persyaratan teknis

pengadaan tinta sidik jari Pemilu

2004 (Surat Keputusan KPU No.

09.A/SK/KPU/Tahun 2004 tentang

Penetapan Spesifikasi Teknis dan

Cara Penunjukan Langsung

Pengadaan Tinta Sidik Jari Pemilu

2004, salah satu persyaratan adalah

Dalam hal tidak memiliki izin impor, juga

terjadi pelanggaran ketentuan pasal 32 ayat

(3) Keputusan Presiden Nomor: 80 Tahun

2003, sehingga telah melakukan perbuatan

melawan hukum dalam pengertian formil.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 14: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

perusahaan memiliki pengalaman di

bidang impor dan distribusi. Akan

tetapi dari empat perusahaan yang

diluluskan panitia, ada salah satu

yang tidak mempunyai ijin impor

Dalam pelaksanaan pengadaan tinta

sidik jari untuk Pemilu tahun 2004,

panitia melakukan zoning atau

rayonisasi dengan membagi

wilayah Indonesia menjadi 4

wilayah. Kemudian harga

penawaran dari 4 perusahaan

dijumlahkan untuk masing-masing

zona lalu dibagi empat sehingga

diperoleh harga rata-rata masing-

masing zona.

Hal ini bertentangan dengan Keputusan

Presiden Nomor: 80 tahun 2003 Lampiran

I Bab 1 huruf c.

Diperoleh fakta bahwa untuk

pengadaan tinta sidik jari Pemilu

2004 Sekretaris Panitia Pengadaan

Tinta Pemilu menyusun Harga

Perkiraan Sendiri (HPS) setelah

tanggal 6 Februari 2004 yaitu

setelah para rekanan mengajukan

harga penawaran.

Fakta bahwa terdapat penyusunan HPS

yang asal saja, tidak dilakukan dengan

keahlian dan tidak berdasarkan data yang

dapat dipertanggungjawabkan bertentangan

dengan Keputusan Presiden Nomor: 80

Tahun 2003 pasal 13 ayat 1.

Setiap rapat dengan calon rekanan,

KPU tidak pernah memberitahukan

nilai total HPS kepada calon-calon

rekanan dengan alasan HPS bersifat

rahasia sehingga tidak pernah

diumumkan.

Hal ini bertentangan dengan pasal 13 ayat

(4) Keputusan Presiden Nomor: 80 Tahun

2003 dinyatakan bahwa nilai total HPS

terbuka dan tidak bersifat rahasia.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 15: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Unsur Memperkaya Diri Sendiri atau Orang Lain atau Suatu Korporasi

Kejadian Bentuk Unsur

Hanya terdapat satu rekanan yang

menyerahkan ijin impor sedangkan

tiga rekanan lainnya tidak

Hal ini bertentangan Keputusan Presiden

Nomor 80 Tahun 2003

Seharusnya hanya PT MIM yang

ditunjuk sebagai rekanan, namun

tiga perusahaan lainnya yaitu PT

FJ, PT LPS dan PT WI ditunjuk

juga menjadi rekanan.

Hal ini bertentangan dengan Keputusan

Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Hal ini

terbukti dengan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi.

Untuk pengadaan tinta lokal Panitia

Pengadaan menunjuk PT AU, PT

CTU, dan PT PI sebagai tiga rekanan

tinta lokal. Namun PT PI yang

mengajukan penawaran terendah jadi

seharusnya hanya PT PI yang menjadi

rekanan pengadaan tinta lokal 2004.

Hal ini bertentangan dengan Keputusan

Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Hal ini

terbukti dengan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi.

Kesimpulan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemeriksaan investigatif

oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI dan analisis penggunaan hasil audit oleh Komisi

Pemberantasan Korupsi. Selain itu juga melihat hasil pemeriksaan investigatif yang dilakukan

oleh BPK terhadap salah satu kasus korupsi yaitu pengadaan tinta pemilu 2004 serta analisis

yang dilakukan oleh KPK atas kasus tersebut.

BPK dan KPK merupakan dua lembaga yang berdiri sendiri yang melakukan

kerjasama dalam pemberantasan korupsi. Kerjasama BPK dengan APH dalam rangka

pencegahan dan pemberantasan korupsi dituangkan dalam bentuk MoU atau kesepakatan

bersama antara BPK dengan APH yang terdiri dari kepolisian, kejaksaan dan KPK.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 16: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Antara dua lembaga ini kesepakatan antara BPK dan KPK dituangkan dalam

Kesepakatan Bersama BPK dengan KPK Nomor: 01/KB/I-VIII.3/09/2006, Nomor: 22/KPK-

BPK/IX/2006 tentang Kerjasama dalam Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi. Kerjasama dengan KPK dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas

pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan adanya MoU maka keefektifan dan

keefisienan kerjasama antara KPK dan BPK dapat terjalin.

BPK melakukan pemeriksaan investigatif dengan cara memperoleh informasi awal,

pengumpulan bukti, menyusun hipotesis dan membuat laporan hasil audit investigatif. Dari

hasil audit investigatif ini diserahkan kepada aparat penegak hukum yaitu KPK. Dalam hal ini

KPK melakukan analisis dan menelaah hasil laporan audit investigatif tersebut.

Tugas yang dilakukan oleh KPK dalam mengindikasikan suatu perkara korupsi antara

lain penyelidikan, penyidikan dan penuntutan. Penyelidikan yang dilakukan oleh KPK

terlebih dalam penekanan ke segi hukum (Undang-undang dan KUHAP). Dalam proses

penyelidikan, KPK dapat meminta bantuan baik dari BPK maupun BPKP untuk menghitung

kerugian negara. Dari hasil kerugian ini kemudian dijadikan sebagai bukti pelengkap oleh

KPK.

KPK membutuhkan bantuan ahli untuk menghitung kerugian negara dan melakukan

audit investigatif dari BPK ataupun BPKP karena penyelidiknya tidak memiliki kemampuan

cukup untuk melakukan audit investigatif. Berdasarkan hasil audit investigatif yang diperoleh

KPK maupun perhitungan kerugian negara, kemudian KPK menghubungkannya dengan

Undang-undang yang terkait dan dari segi mana adanya pelanggaran hukum.

Terdapat tiga hal yang harus dilihat KPK dalam menentukan apakah terindikasi

korupsi atau tidak, antara lain terdapat unsur melawan hukum, unsur memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi, unsur dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara. Jika KPK dalam penyelidikan dapat menelaah ketiga unsur tersebut,

maka suatu kasus dapat diteruskan ke bagian penuntutan dan dilanjutkan ke proses hukum.

Dengan adanya perhitungan kerugian negara ini dijadikan sebagai bukti pelengkap

bagi KPK untuk melakukan penyelidikan dan apabila terbukti melanggar hukum maka

diproses menjadi penuntutan. KPK juga melihat berapa besarnya peluang untuk

memenangkan perkara di pengadilan. Hal ini berkenaan dengan kekuatan bukti dan barang

bukti yang disajikan di persidangan, yang kemudian menjadi alat bukti bagi pertimbangan

majelis hakim.

Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu

dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah terjadi tindak

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 17: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik menyerahkan hasil

penyidikannya kepada Penuntut Umum. Hasil penyidikan ini tertuang dalam berkas perkara

yang didalamnya terdapat bukti-bukti. Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah

dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

- Hasil pemeriksaan investigatif yang dilakukan oleh BPK dalam kasus pengadaan tinta

Pemilu tahun 2004 di KPU setelah dianalisis KPK belum dapat digunakan untuk proses

penyelidikan karena belum adanya hasil perhitungan kerugian negara

- KPK meminta bantuan ahli, yaitu BPKP, untuk menghitung kerugian negara yang terdapat

pada kasus pengadaan tinta Pemilu tahun 2004 di KPU

- Dalam MoU antara KPK dan BPK tidak diatur mengenai perhitungan kerugian negara

- Informasi tambahan yang dipersiapkan KPK untuk proses penyelidikan kebanyakan data

administratif yang juga ada dalam kertas kerja BPK.

Saran

Dengan melihat hasil penelitian ini maka diberikan saran-saran sebagai berikut untuk BPK:

- Karena pemeriksaan investigatif dan perhitungan kerugian negara merupakan dua hal yang terpisah

dilakukan, sebaiknya pada saat pemeriksaan langsung dilakukan perhitungan kerugian negara agar

tidak memakan waktu yang lama dalam penyelidikan suatu kasus.

- Sebaiknya ditambahkan jumlah auditor kompeten untuk pembuktian kerugian negara sebab masih

minim. Dengan adanya penambahan auditor yang kompeten, maka audit investigatif dapat

dilakukan oleh efektif dan efisien sehingga pada saat pelaporan kepada aparat penegak hukum,

proses hukum dapat diproses lebih cepat

- Adanya koordinasi yang lebih mendalam dengan KPK dengan melakukan pengumpulan bukti-bukti

yang lebih efektif agar kasus dapat ditangani dengan lebih cepat.

- BPK perbanyak tugas pemeriksaan investigatif agar dapat lebih cepat mendapatkan temuan

sehingga dapat diproses ke KPK.

Dengan melihat hasil penelitian ini maka diberikan saran-saran sebagai berikut untuk KPK:

- Sebaiknya KPK juga memiliki penyelidik yang memiliki wawasan dalam hal audit agar proses

penyelidikan dapat berjalan secara efisien.

- Melakukan pemantapan mekanisme kerja KPK, baik tata kerja internal maupun tata hubungan kerja

dengan lembaga/ instansi lain

- Sebaiknya penyelidik di KPK juga diberikan pengetahuan dan pelatihan mengenai kerugian negara

agar dalam mengamati suatu kasus dengan perhitungan kerugian negara dapat langsung dianalisis

dengan cepat.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 18: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

- KPK menentukan informasi standar yang diperlukan dalam penyelidikan KPK untuk selanjutnya

dimasukkan ke dalam perjanjian kerjasama dengan KPK. Maka KPK dapat menghemat waktu.

- Kerjasama dengan BPK untuk mengetahui rencana audit BPK yang menurut pengalaman dan

analisis risiko BPK berpotensi terjadinya korupsi

Kepustakaan

Abbott, L.J., Y. Park & S. Parker (2000). The Effects of Audit Committee Activity and

Independence on Corporate Fraud. Tennessee: MCB UP Ltd

Agustina, Gemalia Dwi. (2008). Pemahaman Strukturisasi atas Praktik Audit Investigatif pada

Kantor Perwakilan BPK-RI di Surabaya (Studi Kasus Tindak Pidana Korupsi).

Malang: Universitas Brawijaya.

Amiruddin. (2012). Analisis Pola Pemberantasan Korupsi dalam Pengadaan Barang/ Jasa

Pemerintah. Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 8 No. I Mei 2012: 026-037

Arens, Alvin A., Randal J. Elder and Mark S. Beasley. (2012). Auditing: Integrated

Approach. New Jersey: Prentince Hall.

Asare, Thomas. (2009). International Journal on Governmental Financial Management. Vol.

IX No. 1 2009.

Basri, Muhamad. (2010, Januari). Audit Investigatif. November 29, 2012.

http://blog.djarumbeasiswaplus.org/muhamadbasri/2010/01/13/rmk-audit-investigatif/

Donsanto, Craig C. & Nancy L. Simmons. (2007). Federal Prosecution of Election Offenses

(7th ed). US Department of Justice.

Fraud dan Audit Investigatif. (2011, February 21). Disampaikan dalam Workshop Auditing

for Internal Audit Forum Komunikasi SPI Jabar & Banten.

Harahap, M. Yahya. (1993). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan. Jakarta: Penerbit

Pustaka Kartini.

Herbert, Leo. (1979). Guide to Solving The Cases in Auditing The Performance of

Management. Michigan: Lifetime Learning Publications.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 19: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Huefnur, Ronald J. (2011). The Forensic Audit: An Example from the Public Sector. Journal

of Forensic and Investigative Accounting Vol 2 Issue 1

Korupsi dan Audit Khusus dan Audit Forensik dalam Praktek. Komisi Pemberantasan

Korupsi.

Khan. Muhammad Akram. (2006). Role of Audit In Fighting Corruption. St. Petersburg.

Maldonado, Nicole. (May 29-30, 2010). The World Bank’s Evolving Concept of Good

Governance and Its Impact on Human Rights. Stockholm: Doctoral Workshop on

Development and International Organizations.

Meidhasari, Gemilang Tri. (2009). Cara Efektif Mendeteksi Kecurangan. 12

September2012.http://gemilangtrimeidhasari.wordpress.com/2009/11/02/cara-efektif-

mendeteksi-kecurangan-dalam-upaya-memberantas-korupsi-di-negeri-ini-dengan-

audit-investigasi/

Michael, Bryane. (2010). What Do We Know About Corruption (and Anti-Corruption) in

Customs?. Volume 4 No. 1

Navran, Frank J. (2010). The Psychology of Fraud – Why Good People Do Bad Things and

What You Can Do About It. December 1, 2012. http://www.navran.com/article-

psychology-of-fraud.html.

Pickett, Spencer, Picket. (2002). Financial Crime Investigation and Control. New York:

Wiley.

Prasetyo, Whedy. (2009). Ada Apa dengan Bank Century. Jember: Universitas Jember.

Volume 7 No. 2 Desember 2009 ISSN: 1693-2420

Purjono. (2011). Peran Audit Forensik dalam Pemberantasan Korupsi di Lingkungan Instansi

Pemerintah ‘Suatu Tinjauan Teoritis’. Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan. (2009, June 10). Fraud Auditing. 25 Desember 2012.

http://pusdiklatwas.bpkp.go.id/filenya/namafile/353/FA.pdf.

Rai, I Gusti Agung. Peran Badan Pemeriksa Keuangan dalam Perbaikan Pengelolaan

Keuangan Negara.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013

Page 20: Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan

Salman, Chairiansyah, (2005), Audit Investigatif: Metode Efektif dalam Pengungkapan

Kecurangan, Economics Business Accounting Review, Edisi I, November, hlm 5-17

Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (2007). Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan

Republik Indonesia No. 01 Tahun 2007 Pasal 6.

Subekti (1983). Hukum Pembuktian. Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita.

Tuanakotta, Theodorus M. (2007). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta:

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Umar, Haryono. (2011). Peran Akuntan dalam Pemberantasan Korupsi. Jakarta.

Sosiohumaniora, Volume 13, No. 1, Maret 2011: 108-126

Treadway, James C. (1987). National Commission on Fraudulent Financial Reporting. USA.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Vinod, Pavarala. (1996). Interpreting Corruption Elite Perspectives in India. India: Sage

Publications.

Wahito, M. Najib. (2011, Juni). Mengenal Akuntansi Forensik. New South Wales, Australia.

University of Wollongong.

Wallace, Peter, and John Zinkin. (2005). Mastering Business In Asia (MBA) Corporate

Governance. Singapore: John Wiley & Sons (Asia) Pte.Ltd.

Pemeriksaan Investigatif..., Sonia Natassia Afifi, FE UI, 2013