pemeriksaan fisik
DESCRIPTION
pemeriksaan fisik lengkapTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pemeriksaan Dada Bagian Anterior
Ketika diperiksa dalam posisi terlentang, pasien harus berbaring dengan nyaman
sementara kedua lengannya sedikit diabduksikan.
1. INSPEKSI
Amatilah bentuk dada pasien dan gerakan dinding dada.
Perhatikan:
1. Deformitas atau asimetri
2. Retraksi abnormal ruang sela iga bawah pada saat inspirasi
3. Tertinggalnya atau terganggunya bagian dada yang bersifat local pada
gerakan respirasi
4. PALPASI
Palpasi memiliki empat manfaat yang ptensial
1. Identifikasi daerah-daerah yang nyeri ketika ditekan
2. Penilaian terhadap abnormalitas yang terlihat
3. Penilaian lebih lanjut terhadap ekspansi dada
4. Penilain fremitus taktil
5. PERKUSI
Lakukan perkusi dada bagian anterior dan lateral, dengan sekali lagi membandingkan
kedua sisi dada. Jantung dalam keadaan normal akan menghasilkan daerah redup
disebelah kiri os sternum dari sela iga ke-3 hingga ke-5. Lakukan perkusi paru kiri
disebelah lateral daerah redup ini.
1. AUSKULTASI
Dengarkan dada disebalah anterior dan lateral ketika pasien melakukan perrnapasan
dengan mulut terbuka yang agak lebih dalam dari pada pernapasan normal.
Bandingkan daerah-daerah paru yang simetris, dengan menggunakan pola yang
dianjurkan untuk perkusi dan lanjutkan pemeriksaan auskultasi ini kedaerah-daerah
disekitarnya. Dengarkan bunyi perrnapasan dengan memperhatikan intensitasnya dan
mengenali setiap variasi dari pernapasan vesicular yang normal. Biasanya bunyi
pernapasan lebih keras pada lapang paru anterior atas. Bunyi pernapasan
bronkovesikular dapat terdengar pada saluran napas yang besar, kususnya pada sisi
sebelah kanan.
Kenali setiap bunyi tambahan, tentukan waktu terdengarnya dalam siklus respiratori,
dan tentukan lokasi bunti tersebut pada dinding dada. Jika diperlukan dengarkan bunyi
suara yang ditransmisikan.
1. B. PEMERIKSAAN DADA BAGIAN POSTERIOR
1. INSPEKSI
Dari posisi garis tengah di belakang tubuh pasien, perhatikan bentuk dada dan cara
dada bergerak yang meliputi:
1. a. Deformitas atau ketidaksimetrisan (Asimetri)
b. Retraksi ruang sela iga yang abnormal pada saat inspirasi. Retraksi tampak paling
jelas pada ruang sela iga bagian bawah. Sering disertai retraksi supraklavikula.
1. c. Gangguan gerak pernapasan pada salah satu atau kedua sisi atau
tertinggalnya (terlambatnya) gerak pernapasan yang unilateral
2. PALPASI
Ketika melakukan palpasi dada, fokuskan perhatian anda terhadap nyeri tekan dan
abnormalitas pada kulit yang berada diatasnya, ekspansi respiratorius, dan fremitus.
a. Tes ekspansi dada.
Letakan ibu jari kedua tangan disekitar ketinggian iga ke-10 dengan jari-jari tangan
yang memegang secara longgar dinding dada (rib cage) sebelah lateral dan sejjar
dengan dinding tersebut.
b.Lakukan palpasi untuk merasakan fremitus taktil
Femitus merupakan getaran atau vibrasi yang ditransmisikan melalui percabangan
bronkopulmonalis ke dinding dada yang dapat dirasakan dengan palpasi ketika pasien
berbicara . untuk mendeteksi fremitus,gunakan permukaan ventral( bagian tulang
telapak tangan atau pangkal jari tangan) atau permukaan ulnar tangan anda untuk
mengoptimalkan sensitivitas getaran pada tulang-tulang tangan. Minta pasien untuk
mengulangi perkataan “tujuh-tujuh”.
c. Lakukan palpasi dan bandingkan daerah simetris paru dengan pola yang terlihat
dalam foto.
Kenali dan tentukan lokasi setiap daerah dengan getaran fremitus yang
bertambah,berkurang,atau tidak teraba. Fremitus secara tipikal lebih menonjol di
daerah interskapular dibandingkan pada lapang paru bawah,dan seringkali lebih
menonjol pada sisi kanan dibandingkan pada sisi kiri. Getaran ini menghilang dibawah
diafragma.
1. PERKUSI
Perkusi merupakan salah satu teknik pemeriksaan fisik yang paling penting. Perkusi
dada menggunakan dinding dada serta jaringan dibawahnya sebagai landasan ketukan
agar menghasilkan bunyi yang dapat didengar dan getaran yang dapat
dirasakan.Ketika mempraktikan perkusi, dengarkan perubahan bunyi yang ditimbulkan
oleh perkusi pada berbagai tipe material atau berbagai bagian tubuh.
1. Lakukan hiperekstensi jari tengah tangan kiri anda yang dikenal sebagai
jari tangan pleksimeter. Buat sendi interfalangeal distal menekan kuat
pada permukaan yang akan di perkusi. Perhatikan bahwa ibu jari,jari
telunjuk,jari manis dan jari kelingking tidak menyentuh permukaan dada
yang akan di perkusi.
2. Posisikan lengan kanan bawah anda cukup dekat dengan permukaan
yang akan di perkusi, sementara tangan anda di fleksikan kearah dorsal.
Jari tengah harus dalam keadaan fleksi yang parsial, rileks dan siap untuk
mengetuk.
3. Dengan gerakan pergelangan tangan yang cepat tetapi rileks ( tidak
kaku), ketuklah jari pleksimeter dengan jari tengah tangan kanan anda
atau jari pleksor. Arakan ketukan itu pada sendi dan interfalangeal distal.
4. Angkat jari tangan anda yang mengetuk dengan cepat untuk menghindari
peredaman terhadap getaran yang telah anda buat. Gerakan terjadi pada
pergelangan tangan. Gerakan mengetuk itu harus terarah, cepat, tetapi
rileks( tidak kaku) dan sedikit memantul.
Bunyi Perkusi dan Karakteristiknya
Intensitas
relative
Nada
Relative
Durasi
Relative
Contoh
Lokasi
Pekak(flatness) Pelan Tinggi Singkat Paha
Redup
(dullness)+
Sedang Sedang Sedang Hepar
Sonor(resonan
ce) Keras Rendah Lama
Paru yang
normal
Hipersonor
(hyperresornan
ce)
Sangat
keras
Lebih
rendah Lebih lama
Tidak
ditemukan
pada
keadaan
normal
Keterangan table :
a.) Pekak adalah suara perkusi jaringan yang padat seperti pada :
(a) Adanya cairan di rongga pleura
(b) Perkusi daerah jantung
(c) Perkusi daerah hepar
b.) Redup adalah suara perkusi jaringan yang lebih padat/ konsolidasi paru-paru
seperti pneumonia
c.) Sonor adalah suara perkusi jaringan yang normal
d.) Hipersonor/tympany adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berrongga
kosong seperti :
(a) Daerah caverne-caverne paru
(b) Penderita asma kronik terutama dengan bentuk dada barrel-chest akan terdengar
seperti ketukan benda-benda kosong.
1. AUSKULTASI
Auskultasi paru merupakan teknik pemeriksaan yang paling penting dalam menilai
aliran udara melalui percabangan trakeobronkial.
Auskultasi meliputi:
1. Mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh pernapasan
2. Mendengarkan setiap bunyi tambahan
3. Jika terdapat kecurigaan akan abnormalitas, mendengarkan bunyi yang di
timbulkan oleh suara atau bisikan pasien ketika suara tersebut
ditransmisikan melalui dinding dada.
a. a. Bunyi Napas (Bunyi Paru)
Bunyi napas yang normal adalah:
1. Vesicular atau pelan dan bernada rendah. Bunyi ini terdengar selama
inspirasi, kemudian berlanjut tanpa henti sepanjang ekspirasi, dan
ahirnya terdengar semakin samar-samar sekitar sepertiga perjalanan
sepanjang ekspirasi.
2. Bronchovesikular dengan bunyi inspirasi dan ekspirasi yang lebih-kurang
sama panjangnya dan terkadang dipisahkan oleh interfal yang
sunyi(tanpa suara). Perbedaan nada dan intensitas sering lebih mudah
terdekteksi pada saat ekspirasi.
3. Bronchial atau bunyi yang keras dan bernada lebih tinggi dengan interval
tanpa suara yang singkat diantara bunyi inspirasi dan ekspirasi. Bunyi
ekspirasi berlangsung lebih lama dari pada bunyi inspirasi.
Berikut adalah beberapa bunyi tambahan pada paru-paru :
1. Krekels : di dengar terutama saat inspirasi, bisa didengarkan pada paru
bagian bawah. Di bedakan menjadi berikut ini :
2. Halus : Terdengar kering, nadanya tinggi, durasinya pendek. Suara
terdengar seperti rambut yang di tarik di antara dua jari.
3. Kasar : Terdengar basa, nadanya rendah, duarsinya lebih lama. Suaranya
terdengar seperti air yang baru keluar dari wadah setelah sumbatannya
lepas.
a.) Ronchi ; Terutama terdengar saat inspirasi diatas trakea dan bronkus secara
terus menerus, nadanya rendah, terdengar seperti suara musik.
b.) Mengi (wheezing) : terdengar terutama saat ekspirasi disemua lapang paru (bisa
bernada rendah atau tinggi)
c.) Pleural friction rub: terdengar saat inspirasi atau ekspirasi pada paru-paru bagian
anterior sebagai suara gesekan yang sangat kasar.
d.) Stridor: terdengar secara terus menerus pada fase inspirasi seperti suara kerokan
yang kasar.
1. b. Karakteristik bunyi napas
Lamanya
bunyi
Intensitas
bunyi
ekspirasi
Nada
bunyi
ekspirasi
Lokasi bunyi
terdengaar
secara
normal
Vesicular*
Bunyi inspirasi
berlangsung
lebih lama dari
pada bunyi
ekspirasi pelan
Relative
rendah
Hamper
diseluruh
kedua
lapang paru
bronkovesikula
r
Lama
berlangsungny
a bunyi
inspirasi dan
ekspirasi lebih
kurang sama sedang sedang
Sering pada
ruang sela
iga pertama
dan kedua
disebelah
anterior dan
pada daerah
interskapula
r
bronkial
Bunyi
ekspirasi
berlangsung
lebih lama dari
pada bunyi
inspirasi keras
Relative
tinggi
Pada daerah
manubrium
jika benar-
benar
terdengar
trakeal Lama
berlangsungny
a bunyi
inspirasi dan
Sangat
keras
Relative
tinggi
Di daerah
trakea pada
leher
ekspirasi lebih
kurang sama.
1. c. Bunyi tambahan (Adventitious sounds)
Pendeteksian bunyi tambahan-cracles (yang terkadang disebut rales), mengi dan
rhonchi-mrupakan bagian penting pada pemeriksaan karena bunyi tambahan ini sering
mengghasilkan diagnosis kelainan jantung dan paru.
1. d. Jenis-jenis bunyi tambahan yang paling sering ditemukan
a. BUNYI DISKONTINU (CRECLES ATAU RALES)
Merupakan bunyi yang intermiten (terputus-putus),nonmusical dan singkat-sepertititik-
titik disepanjang waktu crakles halus merupakan bunyi yang pelan, bernada tinggi dan
sangat singkat (5-10 mdet).
Crakles kasar merupakan bunyi yang lebih keras bernada lebih rendah dan terdengr
lebih lama (20-30 mdet)
1. BUNYI KONTINU
Terdengar selama >250 mdet, terutama lebih lama dari pada crakles-mirip garis-garis
pendek disepanjang waktu – tetapi tidak selalu bertahan diseluruh siklus respirasi.
Berbeda dengan crakles, bunyi ini bersifat musical.
Mengi merupakan bunyi mengi yang relative bernada tinggi(sekitar 400Hz atau lebih)
dan memiliki sifat seperti bunyi peluit atau bunyi bergetar.
Ronchi merupakan bunyi yang relative bernada rendah (sekitar 200 Hz atau kurang)
dan memiliki sifat seperti bunyi dengkuran.
1. Bunyi suara yang ditransmisikan.
Jika terdengar bunyi pernapasan bronkovesikular atau bronchial yang lokasinya
abnormal , lanjutkan pemeriksaan untuk menilai bunyi suara yang ditransmisikan.
1. C. PEMERIKSAAN JANTUNG
Pada sebagian besar pemerriksaan jantung, pasien harus berbaring terlentang Setara
tubuh bagian atas ditinggikan dengan menaikan kepala ranjang atau meja-periksa
sehingga sudut sekitar 300. Ada dua macam posisi yang diperlukan:
1. Posisi berbaring miring ke kiri
2. Posisi membungkuk ke depan.
Pemeriksa harus berdiri di sisi kanan pasien
Urutan pemeriksaan jantung
Posisi pasien
Pemerikssaan
Berbaring terrlentang dengan
kepala ranjang dinaikan hingga
sudut 300
Lakukan inspeksi dan palpasi
diderah prekordial: ruang sela
iga ke-2; ventrikel kanan; dan
ventrikel kiri termasuk iktus
kordis (diameter, lokassi,
amplitudo, durasi)
Posisi dekubitus lateral-kiri Lakukan palpasi iktus kordis jika
sebelumnya tidak berhasil
terdeteksi. Dengarkan pada
daerah apeks dengan
menggunakan bagian
sungkup/corong dari tetosko[p
(bell)
Berbaring terlentang dengan
kepala ranjang dinaikan pada
sudut300
Dengarkan pada daerah
tricuspid dengan menggunakan
bagian sungkup dari stetoskop.
Dengarkan pada semua daerah
auskultassi dengan
menggunakan bagian
membrane dari stetoskop
Duduk dengan tubuh miring
kedepan sesudah menarik
napas secara penuh
Debgarkan disepanjang tepi os
sternum dan pada daerah apeks
Penting pula untuk mengidentifikasi lokassi anatomic hasil-hasil temuan dan saat
terjadinya dalam siklus kardiak.
1. Perhatikan lokasi anatomik bunyi jantung dalam pengerrtian ruang sela
iga dan jaraknya terhadap linea midsternalis, linea midklavikularis atau
linea aksilaris. Linea midsternalis akan memberikan titik nol yang paling
andal untuk pengukuran.
2. Kenali saat terjadinya impuls atau bunyi jantung dalam kaitannya dengan
siklus kardiak. Saat terdengarnya bunyi jantng sering kali dapat
ditentukan hanya melalui auskultasi.
Pemeriksaan jantung meliputi inspeksi, palpasi,perkusi dan auskultasi
1. INSPEKSI
Pengamatan pertama mencari ictus cordis, yaitu denyutan dinding thorax karena
pukulan ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal akan berada di ICS-5 pada linea
medioclavikularis kiri selebar 1 cm saja. Inspeksi ictus cordis sulit didapat pada pasien-
pasien yang gemuk, berotot besar atau kelenjar mammaeyang besar. Dengan
mengetahui letak ictus, secara tidak langsung bias diperroleh gambaran tentag ada
tidaknya pembesaran jantung (pembesaran jantung ictus cordis bias sampe berada di
linea axilaris anterior). Ictus cordis yang sangat nyata/=kuat sesuai juga dengan
meningkatkan kerja ventrikel kiri seperi pada seorang yang sedang sangat berdebar
ketakutan atau hipertensi sistolik.
Bulging precodial (daerah precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax yang lain).
Menunjukan kemungkinan pembesaran ventrikel kanan atau aneurysma pangkal aorta.
1. PALPASI
a. Pada ictus cordis meraba ictus cordis dengan telapak jari II-III-
IV(seringkali juga ictus tidak tampak namun bias teraba). Dirasakan
kekuatan pukul dan ditentukan lebarnya ictus cordis yang normal tidak
lebih dari 1 cm persegi.
Kalau teraba lebuh lebar dan pukulannya kuat serta letaknya bergeser kekiri hal ini
sesuai dengan Hipertrifi Ventrikel Kiri (misalnya karena Hipertensi yang lama).
Sedangkan Hipertrofi Ventrikel Kanan akan menimbulkan gerakn naik turun didaerah
linea sternalis kiri. Keadaan ini disebut Rigth Ventricular Lift/=Heaving.
Hitung frekuensi jantung/= hear rate(HR)
Pada palpasi dihitung frekuensi jantung (HR) selama 1 menit penuh serta diamati
teratur tidaknya denyut jantung. Kemudian membandinkan HRdengan frekuensi nadi
yang telah kita hitang sebelumnya (atau lebih tepat bersamaan waktu bila ada
pemeriksaan lain yang membantu). Bila ternyata ada perbedaan jumlah denyut nadi
dengan HR . Hal ini sesuai dengan adanya Fibrilasi Atrium .
1. Memeriksa ada tidaknya thrill, yaitu getaran ictus cordis, tidak lain ini
adalah murmur (pada auskultasi) derajat 5-6 yang karena kers/kasarnya
dapat kita raba.
Ictus kordis atau apical impulse (PMI, Point Of Maximal Impuls)- Daerah ventrikel
kiri.
Ictus kordis merepresentasikan pulsasi dini ventrikel kiri yang cepat pada saat denyutan
ini bergerak ke anterior ketika terjadi kontraksi dan menyentuh dinding dada. Pada
keadaan yang jarang dijumpai,seorang pasien dapat memiliki dekstrocardial- jantung
yang berada di sebelah kanan dengan demikian ictus cordis akan di temukan pada sisi
kanan. Jika tidak dapat menemukan ictus kordis, lakukan perkkusi untuk menentukan
pekak jantung serta hati dan untuk menemukan bunyi timpani lambung. Pada situs
inversus, ketiga struktur ini berada pada sisi yang berlawanan dengan keadaan
normalnya. Jantung yang berada disisi kanan dengan hati dan lambung yang letaknya
normal biasanya menyertai penyakit jantung kongenital
1. PERKUSI
Pada pemeriksaan perkusi ditentukan batas-batas jantung, karena daerah jantung
terdengar pekak. Dengan demikian, dapat ditentukan ukuran jantung apakah lebih
besar dari pada batas-batas normal ataukah tidak membesar. Pembesaran jantung
yang dapat diperiksa dengan perrkusi adalah pembesaran ventrrikel kiri, yaitu dapat
membessar kekiri agak ke bawah.
Pembesaran ventrikel kanan kurang dapat ditentukan dengan perkusi karena
pembesarannya lebih ke arah antero posterior. Perkusi pada pasien gemuk atau sangat
berotot akan menyulitkan penetuan batas-batas jantung dengan baik.
1. AUSKULTASI
Auskultasi jantung yaitu mendengar bunyi jantung dengan alat stetoskop. Untuk itu,
diperlukan suasana yang tenang agar bunyi jantung terdengar baik. Kesalahan
terbanyak pada auskultasi adalah ingin mendengar sekaligus/seketika semua bunyi-
bunyi jantung yang semestinya satu demi satu sesuai dengan tempatnya, bunyi jantung
mana yang kita perhatikan. Mula-mula gunakanlah sisi membrane dengan tekanan kuat
untuk mendengar nada-nada yang lebih tinggi, kemudian sisi bell dengan tekanan
ringan untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah.
a. ) Bunyi jantung (BJ)
BJ I. adalah bunyi menutupnya katup mitral dan tricuspidalis
BJ II. Adalah bunyi menutupnya katup aorta dan pulmonalis
Maka kita berupaya mendengar bunyi ke empat katup itu sesuai dengan tempat
penjaran bunyi – bunyi tersebut di dinding thorax. Perlu diketahui bahwa penjalaran
bunyi jantung sesuai dengan arah aliran darahnya. Oleh karena itu, tempat – tempat
mendengar BJ tidak persis sama dengan proyeksi anatomik katup – katup jantung.
Ada lima tempat mendengar BJ untuk empat buah katup :
(a.) Katup Aorta/A di ICS-2 Linea Sternalis Kanan di sini terutama disimak BJ II-A.
(b.) Katup Pulmonalis/P di ICS-2 Linea Sternalis Kiri dan ICS-3 Linea Sternalis Kiri, di
sini terutama disimak BJ II-P.
(c.) Katup Tricuspidal/T di ICS-4 Linea Sternalis Kiri, di sini terutama disimak BJ I-T.
(d.) Katup Mitral/M di ICS-5 Linea Medio-Clavicularis Kiri (atau diapex ictus cordis), di
sini terutama disimak BJ I-M.
Pada keadaan normal BJ II (A dan P) dan BJ I (T dan M) adalah bunyi tunggal karena
menutupnya katup A bersamaan dengan P,dan T bersamaan dengan M. Bila pasien
disuruh melakukan inspirasi dalam, bisa terjadi bunyi terbelah ( split ) pada BJ II karena
pada inspirasi dalam intra thoracal berkurang,darah lebih banyak ke paru-paru, artinya
atrium kanan dan ventrikel kanan memompa lebih banyak darah ke paru-paru.
Akibatnya, waktu pemompaan ventrikel kanan, ( katup P) sedikit lebih lama daripada
ventrikel kiri ( katup A) disebut normal Splitting). Bila tetap terdengar BJ II split,baik saat
inspirasi maupun expirasi,merupakan tanda yang cukup spesifik untuk ASD atau
Stenosis katup P.
Tentang Bunyi Jantung III/BJ III (kalau ada).
BJ III didengar didaerah M.
BJ III terdengar sesudah BJ II dengan jarak cukup jauh. Namun, tidak melewati separuh
fase diastolik, nadanya rendah (sehingga lebih jelas dengan sisi bell.
I II III I II III
BJ
III BJ III
Pada anak-anak dan orang muda, bukan merupakan kelainan jantung. Pada orang
dewasa/tua yang diserta gejala dan tanda payah jantung lain,seperti
edema,dyspnea,BJ III merupakan tanda yang cukup khas. Suara/irama BJ pada
decompensatio cordis kiri disebut irama pacu kuda/gallop rhythm.
Irama pacu kuda/Galloop rythm.
BJ III timbul akibat getaran derasnya pengisian diastolik dari atrium kiri ke ventrikel kiri
yang sudah membesar,darah” jatuh” ke ruanglebar kemudian timbul getaran.
1. Fase sistolik dan diastolic
Setelah kita mengenal BJ I dan BJ II maka kita dapatkan:
Fase sisitolik : yaitu antara fase BJ I dan BJ II.
Fase diastolic : yaitu antara fase BJ II dan BJ I berikutnya.
Fase diastolic lebih lebar/=lama daripada fase sisitolik. Dengarkan baik-baik apakah
didapat suara-suara tambahan pada fase sistolik,fase diastolic atau kedua-duanya.
Suara tambahan ini disebut bising jantung= murmur ( m )
1. Bising jantung/Murmur ( m )
Murmur adalah fibrasi / getaran yang terjadi di dalam jantung atau pembuluh darah
besar yang diakibatkan oleh bertambahnya arus Turbulensi darah. Arus darah yang
normal adalah stream line.
Bila darah melewati celah sempit, terjadilah arus turbulensi.
Hal inilah yang menimbulkan bising.
Bila didengar/murmur harus dideskripsi :
1. Tempatnya ( M,T,P ) dan penjalarannya/tidak menjalar.
2. Terjadinya pada fase sisitolik atau diastolik.
3. Derajatnya.
4. Tinggi rendahnya nada.
5. Kualitasnya.
BAB III
PENUTUP
1. A. KESIMPULAN
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan atau hanya
bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematif dan
komprehensif, memastikan atau membuktikan hasil anamnesa, menentukan masalah
dan merencanakan tindakan keperawatan yang tepat bagi klien. Pemeriksaan fisik
menjadi sangat penting karena sangat bermanfaat, baik untuk untuk menegakkan
diagnosa keperawatan, memilih intervensi yang tepat untuk proses keperawatan,
maupun untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan.pemeriksaan dada
( thoraks ) adalah untuk mendapatkan kesan dari bentuk dan fungsi dari dada dan
organ didalamnya . pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi
1. B. SARAN
Agar pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan baik, maka perawat harus memahami
ilmu pemeriksaan fisik dengan sempurna dan pemeriksaan fisik ini harus dilakukan
secara berurutan, sistematis, dan dilakukan dengan prosedur yang benar.
Daftar pustaka
Agustinus, Andy Santosa. 1951. Pemeriksaan Fisik Physical Assessment. Jakarta:
Akademi Keperawatan st. Carolus.
Bickley, Lynn S. 2009. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
Jakarta: EGC Kedokteran.
Debora, Oda. 2012. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba
Medika.