pemeriksaaan kadar hbco kiky_8103

22
PEMERIKSAAAN KADAR KARBOKSIHEMOGLOBIN (HbCO) Oleh : Nama : Anisa Rizky Indah N. NIM : B1J008103 Kelompok : 2 Rombongan : B Asisten : Trisno Haryanto LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Upload: anisarizky

Post on 02-Jul-2015

623 views

Category:

Documents


66 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

PEMERIKSAAAN KADAR KARBOKSIHEMOGLOBIN (HbCO)

Oleh :

Nama : Anisa Rizky Indah N.NIM : B1J008103Kelompok : 2Rombongan : BAsisten : Trisno Haryanto

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2011

Page 2: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karbon monksida adalah gas yang mudah terbakar, tidak berwarna dan

tidak berbau. CO di sekitar lingkungan kita, diproduksi oleh pembakaran yang tidak

sempurna. Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan

bakar fosil dan merupakan gas industri beracun yang diproduksi oleh pembakaran

tidak sempurna dari bahan bakar carbonous. Sumber karbon monoksida dari

lingkungan di luar tempat kerja adalah pemanas ruangan, tungku perapian dan

pembakaran mesin, batu bara, kayu bakar, juga dihasilkan dari dalam tubuh oleh

katabolisme dari hemoglobin dan protein heme.

Apabila penempatan pembakar gas tidak tepat atau aliran udara buruk,

maka kandungan karbon monoksida semakin besar. Gas buang dihasilkan oleh

kendaraan-kendaraan bermotor dan pendingin udara. Kebocoran pada sistem

pengeluaran gas dapat membawa dampak yang buruk bagi penduduk.

Gejala suatu keracunan karbon monoksida adalah hipoksia jaringan

(kekurangan oksigen pada jaringan). Perokok kuat ± 5-10 % hemoglobin ada dalam

bentuk HbCO. Hal ini hampir sama dengan konsentrasi HbCO yang disebabkan oleh

konsentrasi CO 50 ppm, atau bahkan terletak di atas nilai itu. Perokok pasif, yaitu

anak-anak, bayi atau janin pada keluarga perokok atau yang bersama-sama dengan

perokok dapat mengalami adanya karboksi hemoglobin dengan kadar yang tinggi

dalam darah. Keracunan HbCO berat, memberikan tanda merah jambu pada wajah

pasien.

Page 3: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

B. Tujuan

1) Mengetahui adanya pencemaran CO dalam darah

2) Mengukur kadar CO dalam darah (karboksihemoglobin) secara

spektrofotometri.

C. Manfaat

Manfaat dari praktikum ini adalah untuk memberikan informasi tentang

kadar HbCO dalam darah manusia dan pengaruhnya terhadap fungsi fisiologis tubuh

manusia.

Page 4: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida

(CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa

yang pada suhu udara normal berbentuk gas tidak berwarna. Senyawa CO

mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan

yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin (Sudrajad, 2005).

Menurut Fardiaz (1992), secara umum terbentuk gas CO adalah melalui

proses berikut ini :

1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang

mengandung karbon.

2. Reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada

suhu tinggi.

3. Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan

oksigen.

Karboksihemoglobin beberapa kali lebih stabil dibandingkan dengan

oksihemoglobin sehingga reaksi ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah

untuk menyalurkan O2 ke jaringan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar

karbon monoksida 60 bpj selama 8 jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh

darah turun sebanyak 15 %, sama dengan kehilangan darah sebanyak 0,5 liter.

Paparan dari karbon monoksida menghasilkan hypoksia pada jaringan. Hipoksia

menyebabkan efek pada otak dan perkembangan janin. Efek pada sistem

kardiovaskuler terjadi pada HbCO kurang dari 5 %.

Keracunan karbon monoksida sering digolongkan sebagai salah satu bentuk

hipoksia anemik, karena didapatkan defisiensi hemoglobin yang dapat mengangkut

Page 5: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

O2, tetapi kandungan hemoglobin total di dalam darah tidak dipengaruhi oleh CO.

Terdapatnya HbCO, ditunjukan oleh kurva disosiasi untuk HbO2 yang tersisa akan

bergeser ke kiri, sehingga jumlah O2 yang dilepaskan berkurang. Inilah sebabnya

mengapa penderita anemia yang mempunyai HbO2 50% dari jumlah normal masih

dapat melakukan kerja fisik sedang, tetapi individu yang kadar HbO2 turun sampai

taraf yang serupa akibat adanya HbCO menjadi sangat tidak mampu (Ganong, 2002).

Ukuran keracunan suatu zat ditentukan oleh dosis pada waktu terjadi

keracunan. Kerja toksik bertambah dengan naiknya dosis terhadap seseorang yang

selama beberapa jam mengalami pemaparan. Semakin besar HbCO dalam darah,

maka semakin fatal efek yang ditimbulkan (Koeman, 1987).

Gejala toksisitas CO adalah nyeri kepala, rasa lelah, kebingungan mental,

mual, dan gangguan neurologik berat akibat hipoksia yang menyebabkan koma, serta

kematian. Analisis untuk CO dilakukan pada darah yang diberi EDTA. Metode yang

digunakan adalah spektrofotometer dan co-oxim-etry. Hasil dinyatakan sebagai

persen hemoglobin yang terdapat sebagai karboksihemoglobin. Gejala-gejala toksik

keracunan CO muncul pada kadar 20% dan kematian pada kadar mencapai 60%.

Pengobatan dengan beralih dari sumber CO dan mempertahankan respirasi dengan

ventilasi yang kuat dan pemberian oksigen agar CO berdisosiasi dari hemoglobin dan

berdifusi keluar tubuh.

Page 6: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

III. ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA

A. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikun ini meliputi spuit 3 cc, tourniquet,

tabung reaksi dan rak tabung reaksi, spatula, mikropipet, kuvet, dan

spektrofotometer.

B. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi sampel darah

probandus, EDTA, amonia solution 0,1%, NA2S2O5/Sodium Dithionit, dan kapas

alkohol.

C. Cara Kerja

1) 1 buah erlenmeyer ukuran 20 ml diberi larutan amonia solution 0,1 % sebanyak

20 ml.

2) Kemudian ditambah sampel darah 10 µl dan dihomogenkan, lalu dipindahkan ke

dalam 2 tabung reaksi masing-masing 4 cc (4000 µl) kemudian diberi label R dan

SPL.

3) Tabung SPL ditambahkan 1 pucuk spatula NA2S2O5 dicampurkan sampai

homogen. Sedang tabung R tidak diberi NA2S2O5.

4) Baca absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 546 nm.

5) Absorbansi R disebut (A) dan Absorbansi SPL disebut (ArHb).

Kadar HbCO dapat dihitung dengan rumus :

HbCO = AArHb

× 6 ,08 %

Page 7: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

Nilai Normal :

CO endogen < 1 %

Batas Toleransi CO < 5 %

5 % mulai timbul gejala keracunan

Page 8: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel Hasil Pengukuran HbCO

N

ONama Keterangan

Jenis

KelaminAbs A Abs Arhb HbCO %

1 Tiwi 1 ♀ 0, 02 0, 11 1,10 %

2 Amin 2 ♂ 0, 03 0, 12 1,52 %

3 Anis 3 ♀ 0, 02 0, 08 1, 52 %

4 Rifqi 4 ♂ 0, 08 0, 13 3, 74 %

5 Anto Probandus ♂ 0, 07 0, 11 3, 87 %

6 M. Khadafi Probandus ♂ 0, 07 0, 125 3, 65 %

Data kelompok 2

=

0 ,030 ,12

x 6 ,08 %

= 1, 52%

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil pengukuran kadar HbCO dari beberapa sampel darah

(darah orang yang bekerja di lingkungan yang terpapar CO dan darah praktikan),

menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Probandus di lapangan yaitu Bapak Anto

memiliki kadar HbCO sebesar 3,87%, dan Bapak M. Khadafi sebesar 3,65%. Kadar

keenam sampel ternyata tidak ada yang melebihi kadar normal, yaitu diatas 5%. Hal

tersebut dikarenakan sebagian praktikan bukan perokok dan sebagian lainnya yang

memiliki kadar HbCO lebih dari 3% merupakan perokok ringan. Menurut Fardiaz

HbCO = AArHb

× 6 ,08 %

Page 9: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

(1992), secara normal sebenarnya darah mengandung HbCO dalam darah dengan

jumlah sekitar 0,5%. Jumlah ini berasal dari CO alami yang diproduksi oleh tubuh

selama metabolisme pemecahan heme, yaitu komponen dari hemoglobin dan sisanya

berasal dari CO yang terdapat di udara dalam konsentrasi rendah. Manusia sendiri

dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang normal. Produksi CO di

dalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO dalam

darah.

Konsentrasi HbCO di dalam darah di pengaruhi secara langsung oleh

konsentrasi CO dari udara yang terhirup. Pada konsentrasi CO tertentu di udara

konsentrasi HbCO di dalam darah akan mencapai konsentrasi ekuilibrium setelah

beberapa waktu tertentu. Konsentrasi ekuilibrium HbCO tersebut akan tetap

dipertahankan di dalam darah selama konsentrasi CO di dalam udara sekelilingnya

tidak berubah. Akan tetapi, HbCO secara perlahan-lahan akan berubah sesuai dengan

perubahan konsentrasi CO di udara untuk mencapai ekuilibrium yang baru.

Stoker dan Seager (1972), menyatakan bahwa kadar CO di dalam darah

perokok adalah sebagai berikut:

Kategori Perokok Median ekuilibrium HbCO di dalam darah (%)

Perokok pasif 1,3

Bekas perokok 1,4

Perokok dengan pipa 1,7

Perokok ringan (<1/2 pak/hari) 2,3-3,8

Perokok sedang (1/2-2 pak/hari) 5,9

Perokok aktif (>2 pak sehari) 6,9

Lebih kurang 80 % - 90 % dari jumlah CO yang diabsorbsi berikatan

dengan hemoglobin, membentuk karboksihemoglobin (HbCO). HbCO menyebabkan

Page 10: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

lepasnya ikatan oksihemoglobin dan mereduksi kapasitas transport oksigen dalam

darah. Karbon monoksida masuk ke dalam aliran darah melalui paru-paru dan

bereaksi dengan hemoglobin (Hb) dengan reaksi sebagai berikut :

O2 + CO HbCO + O2.

Karboksihemoglobin beberapa kali lebih stabil dibandingkan dengan

oksihemoglobin, sehingga reaksi ini mengakibatkan berkurangnya kapasitas darah

untuk menyalurkan O2 kepada jaringan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar

karbon monoksida 60 bpj selama 8 jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh

darah turun sebanyak 15 %, sama dengan kehilangan darah sebanyak 0,5 liter.

Paparan dari karbon monoksida menghasilkan hypoxia pada jaringan. Hipoksia

menyebabkan efek pada otak dan perkembangan janin. Efek pada sistem

kardiovaskuler terjadi pada HbCO kurang dari 5 %.

Mekanisme kerja CO, yaitu berkombinasi tidak tetap dengan tempat ikatan

oksigen pada hemoglobin dan mempunyai afinitas terhadap hemoglobin sekitar 250

kali lebih besar dari oksigen. Dalam bentuk karboksihemoglobin, hemoglobin tidak

dapat mengangkut oksigen. Selanjutnya, karboksihemoglobin akan mengganggu

disosiasi oksigen dari oksihemoglobin yang masih ada, sehingga mengurangi

transport oksigen ke jaringan (Katzung, 1997).

Reaksi yang terbentuk apabila karboksihemoglobin terjadi :

2Hb + CO HbCO

HbCO selalu dalam keadaan disosiasi sebagai berikut :

HbCO + O2 HbO2 + CO

Reaksi penggeseran oksigen oleh CO bisa digambarkan sebagai berikut :

O2Hb + CO HbCO + O2

Page 11: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

Kombinasi dari penurunan kapasitas oksigen yang dibawa dalam darah,

merusak pelepasan oksigen ke jaringan dan mempengaruhi proses oksidasi

intraselular yang menyebabkan hipoksia jaringan yang merupakan bagian antara

HbCO jenuh dan kebutuhan oksigen. Otak, sistem kardiovaskular, kelenturan otot

skeletal, dan perkembangan janin adalah jaringan yang paling sensitif terhadap

hipoksia. Dengan demikian efek toksik berhubungan dengan fungsi

neurobehavioural, kapasitas latihan kardiovaskular, dan efek-efek pada pertumbuhan.

Seorang peneliti menemukan bahwa, anjing yang terpapar 100 ppm karbon

monoksida selama 5,75 jam/hari, selama 6 hari perminggu untuk waktu 11 minggu

menunjukkan tidak ada perubahan elektroenchephalographic tetapi menunjukkan

kegagalan psychomotor dan kerusakan cerebral corteal yang cenderung diikuti

kerusakan jalan pembuluh darah.

Lebih lanjut paparan karbon monoksida dapat mereduksi kapasitas

penampilan aktifitas fisik pada level diatas 2,5 %. Orang dengan penyakit artery

coronary sangat sensitif terhadap karbon monoksida. Penurunan waktu pelatihan

terhadap serangan anguna atau ischemia telah diamati pada HbCO level 3 % dan

peningkatan ventricular arrythmias pada HbCO level 6%. Kadar 100 ppm

menyebabkan pusing, sakit kepala, dan kelelahan; kadar 250 ppm menyebabkan

kehilangan kesadaran; dan kematian cepat pada 1000 ppm.

Faktor penting yang menentukan pengaruh CO terhadap tubuh manusia

adalah konsentrasi HbCO yang terdapat dalam darah, dimana semakin tinggi

persentase haemoglobin yang terikat dalam bentuk HbCO antara perokok berat

dengan perokok pasif Stoker dan Seager, 1972 dalam Fardiaz, 1992. Faktor yang

juga berpengaruh terhadap pembentukan HbCO dalam darah berasal dari

pembakaran kurang sempurna asap kendaraan bermotor. Perokok pasif bisa juga

Page 12: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

menghirup asap rokok tanpa sengaja dari perokok, namun kadar HbCOnya tidak

terlalu besar.

Berikut pengaruh HbCO (%) terhadap kesehatan:

< 1,0 : Tidak ada pengaruh

1,0 – 2,0 : Penampilan agak tidak normal

2,0 – 5,0 : Pengaruhnya terhadap sistem syaraf sentral, reaksi panca indra

tidak normal, pandangan kabur.

5,0 : Perubahan fungsi jantung

10,0 - 80,0 : Kepala pusing, mual, berkunang-kunang, pingsan, kesukaran

bernafas, kematian

Persentase ekuilibrium HbCO di dalam darah manusia yang mengalami

kontak dengan CO pada konsentrasi kurang dari 100 ppm dapat ditentukan

berdasarkan persamaan sebagai berikut :

% HbCO dalam darah = 0,16 x [konsentrasi CO di udara (ppm)] +0,5

Nilai 0,5 merupakan persentase normal HbCO dalam darah.

Berdasarkan rumus tersebut konsentrasi CO di udara dengan konsentrasi

HbCO di dalam darah dapat digambarkan sebagai berikut :

- Konsentrasi CO di udara 10 ppm= 2,1 % HbCO di dalam darah

- Konsentrasi CO di udara 20 ppm= 3,7 % HbCO di dalam darah

- Konsentrasi CO di udara 30 ppm= 5,3 % HbCO di dalam darah

- Konsentrasi CO di udara 50 ppm= 8,5 % HbCO di dalam darah

- Konsentrasi CO di uadara 70 ppm= 11,7 % HbCO di dalam darah

Pengaruh CO serupa dengan pengaruh kekurangan oksigen. Hemoglobin

yang biasanya membawa oksigen dari udara rupanya lebih tertarik kepada CO.

Selanjutnya akan terbentuk senyawa CO yang berikatan dengan hemoglobin dengan

Page 13: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

ikatan kimia yang lebih kuat daripada dengan oksigen. Molekul-molekul

karboksihemoglobin ini sangat mantap dan untuk beberapa jam tidak dapat lagi

mengikat oksigen yang diperlukan tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar 60

bpj CO selama 8 jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh darah kita turun

sebanyak 15 %. Hal tersebut sama artinya dengan kehilangan darah sebanyak 0,5

liter (Sastrawijaya, 1997).

HbCO ini selalu berada dalam keadaaan dissosiasi sebagai berikut : apabila

ekspos dengan CO ini terhenti, maka HbCO akan diuraikan menjadi HbO2 dan CO

kembali dan selanjutnya CO ini akan larut dalam plasma dan dikeluarkan melalui

paru-paru. Reaksi toksik yang timbul setelah menghirup CO pada dasarnya

disebabkan oleh hipoksia jaringan karena darah tak cukup mengandung O2. Hal ini

pertama kali dibuktikan oleh Haldane pada tahun 1895. Jika seekor tikus diberikan

O2 dengan tekanan dua atmosfir, maka darah akan mengandung cukup banyak O2

yang larut dalam plasma untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel-sel jaringan.

Keadaan ini menunjukkan bahwa seluruh hemoglobin berada dalam bentuk HbCO

tanpa tikus-tikus menunjukkan gejala-gejala intoksikasi. Haldane menyimpulkan

bahwa CO sendiri sebenarnya tidak toksik untuk sel-sel jaringan (Katzung, 1997).

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu EDTA (Etilen Diamin

Tetraacetil Acid), Ammonia solution 0,1 %, dan NA2S2O5 / Sodium Dithionit. EDTA

berfungsi sebagai zat anti koagulan agar darah yang disimpan dalam tabung tidak

menggumpal. Sedangkan Ammonia solution 0,1% berfungsi sebagai larutan blanko

dan NA2S2O5 / Sodium Dithionit sebagai larutan indikator adanya CO yang mampu

bereaksi dengan molekul Hb sehingga menghasilkan HbCO dalam darah.

Page 14: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103
Page 15: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Tidak terjadi pencemaran HbCO pada sampel darah praktikan.

2. Kadar HbCO pada praktikan adalah sebesar 1,10%; 1,52%; 1,52%; dan 3,74%.

Sedangkan pada probandus yaitu Anto dan M. Khadafi sebesar 3,87% dan

3,65%.

Page 16: Pemeriksaaan Kadar Hbco Kiky_8103

DAFTAR REFERENSI

Akkose, S., Turkmen, N., Bulut, M., dan Akgoz, S. 2010. An analysis of carbon monoxide poisoning cases in Bursa, Turkey. EMHJ, 16(1): 101-106.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Katzung, B. G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. ECG, Jakarta.

Koeman, J.H. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sastrawijaya, A. T. 1997. Pencemaran Lingkungan. Bineka Cipta, Jakarta.

Sudrajad, A. 2005. Pencemaran Udara Suatu Pendahuluan. Jurnal Inovasi, 5(XVII) online http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/sains6.htm.

Stoker, H.S., dan Seager S.L. 1972. Environmental Chemistry: Air and Water Pollution. Scott, Foresman and Co., London.