pemberdayaan perempuan dalam …/pember…skripsi disusun guna ... laweyan, surakarta), skripsi,...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user i
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
DALAM PENGELOLAAN LIMBAH PERCA BATIK
(Studi Mengenai Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah
Perca Batik Bernilai Ekonomi di Kelurahan Laweyan, Surakarta)
SKRIPSI
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Disusun oleh
INDAH WERDININGRUM
D0306042
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
INDAH WERDININGRUM, D0306042, Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah Perca Batik (Studi Mengenai Pemberdayaan Perempuan dalam Pengelolaan Limbah Perca Batik Bernilai Ekonomi Di Kelurahan Laweyan, Surakarta), Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011. Kata kunci: Pemberdayaan ekonomi perempuan, pengelolaan limbah perca batik, ekonomi kreatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik, sejauh mana pemberdayaan tersebut telah dilakukan, kendala apa saja yang dihadapi oleh perempuan dalam mengelola usaha kain perca batik menjadi barang yang bernilai ekonomi. Dan pada akhirnya akan dapat diketahui perubahan yang terjadi dengan diadakannya pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik.
Sejalan dengan penelitian tersebut, maka bentuk penelitian yang digunakan berupa penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan data dan kata-kata atau uraian dan penjelasan tentang suatu permasalahan.
Dimana penelitian ini mengambil lokasi di Kelurahan Laweyan yang merupakan sentra industri batik, sehingga memudahkan pencarian data, informasi dan referensi yang dibutuhkan. Teknik validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi data. Maksudnya, teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah purposive sampling. Dimana peneliti cenderung memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi tak berperan dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah model analisa interaktif yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pemberdayaan yang dilakukan oleh berbagai pihak melalui kegiatan-kegiatan pelatihan pengkapasitasan diri, pengembangan ketrampilan maupun pemberian bantuan modal pada akhirnya memberikan perubahan bagi individu perempuan, bagi kelompok serta bagi masyarakat sekitar. Meskipun dalam proses pemberdayaan ini menemui hambatan berupa kurangnya keberanian perempuan serta kurangnya solidaritas diantara anggota kelompok usaha bersama, melihat hasil pemberdayaan dengan berbagai indikator keberdayaan maka dapat dikatakan bahwa perempuan Laweyan ini telah mencapai keberdayaan dalam bidang ekonomi dan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang berlimpah
pengetahuan-Nya, yang telah mencurahkan nikmat-Nya sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN
PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH PERCA BATIK
BERNILAI EKONOMI” (Studi Mengenai Pemberdayaan Perempuan dalam
Pengelolaan Limbah Perca Batik Bernilai Ekonomi di Kelurahan Laweyan,
Surakarta). Tulisan ini merupakan karya kecil dari saya untuk belajar
mengungkapkan bagaimana pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi ini
dapat membawa perubahan bagi perempuan.
Dalam proses menyusun skripsi penulis tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak yang turut mendukung kelancaran hingga terselesaikannya
penyusunan skripsi ini. Lewat tulisan ini penulis sekaligus mengucapkan rasa
terimaksih kepada banyak pihak yang telah membantu.
Terima kasih kepada Drs. H. Supriyadi, SN. SU, selaku Dekan Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kepada Dra.
Hj. Trisni Utami, M.Si, selaku Ketua Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta; yang sekaligus menjadi dosen
pembimbing bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih atas
kesediaanya membantu dan memberikan bimbingan kepada penulis. Kepada Dr.
Drajad Tri Kartono, M.Si selaku Pembimbing Akademik penulis, yang telah
membuka ruang dan menyediakan waktu untuk berkonsultasi terkait dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
segala hal tentang perkuliahan. Semua dosen pengajar yang telah menyampaikan
ilmunya, serta seluruh staff jurusan Sosiologi atas kerjasama dan bantuannya.
Terimakasih kepada Bapak Yuyuk Yuniman selaku Kepala Kelurahan
Laweyan yang telah berkenan memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan
penelitian di kelurahan Laweyan. Ibu-ibu anggota Laweyan Art, seluruh staf
Forum Pengembangan Kampung Batik Laweyan, Staff Disperindag; Ibu Sri
Wahyuni (Kabid Industri) terimakasih atas kerjasamanya dalam memberikan
informasi terkait dengan tema skripsi ini.
Ibu dan Bapak, kedua Kang Mas dan kedua Mbak Ayu ku beserta keempat
buah cintanya; terimakasih untuk do’a, nasehat, suntikan semangat, serta
dukungannya. Semua Guru; pendidik dan pembimbing jiwa saya terimakasih
untuk setiap ilmu yang telah disampaikan, semoga menjadi ilmu yang di ridhoi
dan bermanfaat bagi kehidupan saya di dunia dan akhirat.
Yusoef yang telah bersedia menemani dan penulis repotkan. I want a win
and you gone a win; maka hard work hard play dengan menjadi diri sendiri.
Teman-teman AMWINER”S semua; Ie2m, Ipee-prie, Leea, Mas Yus, Roy, Ubed,
Amir, Enix, Mutim semoga menjadi persaudaraan yang tanpa tepi (Wisanggeni).
Teman-temanku Iin, Sinung, Novita, Weny, Dina, Septi, Pak dhe, Dorina
terimakasih untuk bantuan, dukungan, pengertian serta toleransi kalian. Kita
menjadi indah karena berbeda. Teman-teman Sosiologi angkatan’06 terimakasih
atas diskusi dan kerjasamanya. Sukses untuk kita semua.
Untuk setiap raga yang telah dihadirkan oleh-Nya dalam perjalananku
yang membawa kebahagiaan ataupun kekecewaan, kalian adalah cermin bagiku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu
kelancaran penyelesaian penulisan skripsi ini. Terimakasih.
Jika pembaca menyadari dan menemukan banyak kekurangan dalam
penyusunan skripsi ini, hal itu menjadi ketidak-mampuan serta keterbatasan
pengetahuan saya untuk mengungkapkan dan mengangkat realitas yang ada pada
lembar-lembar tulisan ini. Oleh karena itu penulis membuka diri terhadap segala
kritik maupun saran yang bersifat membangun.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca serta
bagi pihak yang membutuhkan.
Surakarta, Februari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kaum perempuan memiliki sejumlah potensi, jika dikelola secara baik
potensi itu akan memberi manfaat yang besar. Dalam banyak bidang
perempuan belum berperan maksimal, selain kendala budaya dan agama juga
sosial di masyarakat masih menjadi ganjalan besar untuk meningkatkan peran
perempuan.
Jumlah kaum perempuan jauh lebih besar, namun partisipasi dan peran
aktifnya masih sangat subordinat. Komposisi penduduk Indonesia menurut
Sensus 2000 berjumlah 203,4 juta jiwa sebanyak 50,3% kaum perempuan.
Dari jumlah itu kaum perempuan dapat menjadi pelaku pembangunan
ekonomi dalam menggerakkan masyarakat untuk memerangi kemiskinan.
Strategi untuk memperbaiki perekonomian kaum perempuan bersama
diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Karena kaum perempuan memiliki dua peran sekaligus. Selain untuk
kepentingan dirinya juga anggota keluarga yang lain, semua akan ikut
merasakan. Selain itu secara proporsional peran itu harus dibuat seimbang
sehingga akan memberikan keterwakilan dalam berbagai bidang kehidupan,
termasuk para pembuat kebijakan.
Ekonomi kreatif diyakini dapat menjawab tantangan permasalahan
dasar jangka pendek dan menengah: (1) relative rendahnya pertumbuhan
ekonomi pasca krisis (rata-rata hanya 4,5% pertahun); (2) masih tingginya
pengangguran (9-10%) ; (3) tingginya tingkat kemiskinan (16-17%) dan (4)
rendahnya daya saing industri di Indonesia. (Visi Indonesia 2030: quo vadis?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Prof. Mudradjad Kuncoro, Ph.D dalam Departemen perindustrian 2008).
Selain permasalahan tersebut, ekonomi kreatif ini juga diharapkan dapat
menjawab tantangan seperti isu global warming, pemanfaatan energy yang
terbarukan, deforestasi, dan pengurangan emisi karbon, karena arah
pengembangan industri kreatif ini akan menuju pola industri ramah
lingkungan dan penciptaan nilai tambah produk dan jasa yang berasal dari
intelektualitas sumber daya insan yang dimiliki oleh Indonesia, dimana
intelektualitas sumber daya insan merupakan sumber daya yang terbarukan.
Maka dalam hal ini perempuan sebagai warga Negara memiliki
kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuan dan
kreatifitasnya, sehingga mampu untuk ikut mengembangkan ekonomi bangsa.
Dalam perspektif global, pembangunan untuk mewujudkan kesetaraan
dan keadilan gender telah menjadi suatu gerakan global yang mulai gencar
dilakukan setelah ditetapkannya Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia PBB pada
tahun 1984. Adanya kesadaran bahwa perempuan tertinggal dibanding laki-
laki mendorong dikembangkannya konsep emansipasi antara perempuan dan
laki-laki di tahun 1950 dan 1960-an. Gerakan global yang dipelopori kaum
perempuan pada tahun 1963 berhasil mendeklarasikan suatu resolusi melalui
badan ekonomi sosial PBB (ECOSOB) No. 861 F untuk membentuk komisi
nasional untuk memonitor status dan kedudukan perempuan. World
Conference International Year of Women PBB yang diselenggarakan pada
tahun 1975 di Mexico City menghasilkan deklarasi tentang kesamaan antara
perempuan dan laki-laki serta sumbangan mereka pada pembangunan dan
perdamaian. Deklarasi tersebut menggariskan bahwa tahun perempuan
internasional 1975 diperuntukkan bagi peningkatan kegiatan yang mendorong
persamaan antara laki-laki dan perempuan, pengintegrasian perempuan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
keseluruhan kegiatan pembangunan, dan peningkatan sumbangan perempuan
bagi perdamaian dunia. (Ismi Dwi, 2009:55-56)
Pembangunan millennium (Millenium Development Goals ) tahun
2000 merumuskan delapan butir tujuan/sasaran program pembangunan, untuk
meningkatkan harkat dan martabat manusia dalam kehidupan keluarga,
masyarakat, bangsa, dan Negara. (Ismi Dwi, 2009:60). Adapun 8 tujuan
tersebut yaitu:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
2. Memenuhi standar pendidikan dasar untuk semua orang
3. Meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
4. Mengurangi angka kematian bayi
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
7. Mengelola lingkungan hidup yang berkelanjutan
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Di Indonesia pembangunan sumberdaya manusia khususnya
peningkatan status dan peranan perempuan telah lama dimulai, dan secara
eksplisit dengan gencar dilaksanakan ketika lembaga kementrian peranan
wanita didirikan secara resmi akhir tahun tujuh puluhan. Pendekatan
pembangunan peranan wanita seiring dengan pendekatan pembangunan secara
umum, sehingga dikenal dengan pendekatan Women In Development (WID),
kemudian Women and Development (WAD) dan terakhir adalah Gender and
Development.
Maka Konsep pembangunan peranan wanita yang digunakan ini
berkembang menjadi pemberdayaan perempuan, karena meningkatkan peran
saja tidak cukup efektif menuju kesetaraan gender. Harus ada transformasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
kekuasaan, sehingga perempuan berdaya setara dengan laki-laki.
Memberdayakan berarti meningkatkan kualitas perempuan yang dimulai dari
akar permasalahannya hingga aspek lainnya, disegala bidang. Sehingga dapat
diukur tingkat keberdayaannya dan dapat dilihat pula sejauh mana pengaruh
program-program yang dilaksanakan dalam usaha memberdayakan perempuan
ini. Atau memungkinkan juga untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
kekurangan dan kelebihan program pemberdayaan dalam upaya
pengarustamaan gender.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut: “Bagaimanakah pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah
perca batik bernilai ekonomi dikelurahan Laweyan?”
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mendeskripsikan pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan
limbah perca batik bernilai ekonomi di Kelurahan Laweyan.
2. Untuk mengetahui sejauh mana pemberdayaan perempuan yang telah
dikembangkan dalam pengelolaan limbah batik Laweyan menjadi barang
bernilai ekonomi.
3. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi dengan diadakannya
pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik.
4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh perempuan dalam
pengelolaan kain perca batik menjadi barang bernilai ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan pemberdayaan
perempuan di Kelurahan Laweyan yang mampu meningkatkan kewirausahaan
perempuan melalui kegiatan pengelolaan limbah batik berupa kain perca
menjadi barang bernilai ekonomi, selain itu juga mampu mengakselerasi peran
Pemerintah Daerah melalui strategi dan kebijakan terhadap pengembangan
kewirausahaan perempuan khususnya pada pengelolaan limbah batik bernilai
ekonomi yang berbasis gender.
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
Teori yang digunakan adalah determinasi ekonomi oleh Karl marx.
Yang menyatakan bahwa factor ekonomi adalah penentu fundamental bagi
struktur dan perubahan masyarakat. (Ritzer, Bentuk-bentuk produksi
yang bersifat teknologis menentukan organisasi social suatu produksi.
Yaitu relasi-relasi yang mengakibatkan pekerja memproduksi hasil dengan
lebih efektif. Relasi-relasi itu berkembang bebas dari kehendak manusia
atau dikatakan hal yang tidak terelakkan.
Menyentuh mekanisme perubahan (change) yang menurut
pandangan Marx, perubahan social itu harus dipahami dalam 3 fase yang
selalu tampak. Tiga tahap tersebut merupakan skema dialektik, yang
idenya dipinjam dari seorang filusuf jerman George Hegel (1770-1831).
Segala sesuatu yang ada didunia ini dan termasuk masyarakat sendiri harus
melalui tiga tahapan yaitu: tesis (affirmation) antithesis (negation), sintesis
(reconciliation of opposites). Menggunakan postulat yang pertama:
pemberdayaan bagi perempuan untuk menguatkan perekonomian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
perempuan adalah merupakan faktor yang penting untuk merubah keadaan
dirinya supaya dapat memenuhi kebutuhan barang maupun jasa yang
dibutuhkannya. Perempuan didorong untuk menciptakan atau
memproduksi barang dan jasa sehingga mereka masuk dalam suatu
organisasi. Yang pada akhirnya akan memberikan perubahan pada diri
perempuan. Mereka lebih percaya diri dalam kehidupan sehari-hari.
Pemenuhan kebutuhan hidup mempengaruhi suatu kemandirian
ekonomi, Kemandirian ekonomi mempengaruhi perubahan hidup kelurga.
Perubahan hidup keluarga mempengaruhi perubahan psikologis anggota
keluarga, membuat suatu keluarga lebih berdaya di setiap sektor
keheidupan.
Kemandirian ekonomi mempengaruhi perubahan hidup seseorang.
Perubahan hidup ini mempengaruhi perubahan psikologis, membuat
seseorang lebih berdaya di setiap sektor kehidupan. Hal inilah yang
mendasari penulis untuk mengaitkan pentingnya pemberdayaan ekonomi
bagi perempuan agar dapat memenuhi kebutuhan yang kemudian akan
berpengaruh terhadap perubahan psikologis perempuan.
Selain menggunakan teori tersebut penelitian juga menggunakan
teori yang digunakan oleh Sarah Longwe, tentang Kerangka
Pemberdayaan dan Persamaan Wanita (Women’s Equality and
Empowerment Framework), pemberdayaan wanita ini harus diterapkan
bukan hanya pada kaum wanita, namun pemahamannya dimengerti dulu
oleh kaum pria. Menurut Longwe kemiskinan tidak disebabkan oleh
kurangnya produktifitas tetapi oleh penindasan dan eksploitasi.Sehingga ia
juga memperkenalkan lima tingkatan kesetaraan dalam berbagai area
kehidupan sosial dan ekonomi yang disusun dalam urutan hierarkis dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
tiap tingkatan yang lebih tinggi menunjukkan tingkatan pemberdayaan
yang lebih tinggi pula.
Teori Sarah Longwe ini memuat beberapa prinsip yaitu:
· Penciptaan situasi/pengkondisian dimana masalah kesenjangan,
diskriminasi dan subordinasi diselesaikan.
· Menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan
kesederajatan (equality).
· Pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama
dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal).
· Pengambilan keputusan merupan puncak dari pemberdayaan dan
kesederajatan. (Pdfdatabase.com/teori-pemberdayaan-perempuan.html)
Tujuan dari konsep equality level Longwe adalah untuk menilai
apakah sebuah proyek/program intervensi pembangunan mampu
mempromosikan kesederajatan dan pemberdayaan perempuan atau tidak.
Asumsi yaitu titik tercapainya equality antara perempuan dan laki-laki
mengindikasikan level pemberdayaan perempuan.
Level Equality Pemberdayaan
P L P L
Partisipasi
Kesadararan kritis
Akses
kebutuhan dasar-praktis
Arah panah diatas menunjukkan arah peningkatan menuju pemberdayaan
perempuan dan equality
Gambar 1. Level pemberdayaan perempuan Sarah Longwe
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Landasan Konseptual
2.1. Pemberdayaan
Secara luas istilah pemberdayaan sering disamakan dengan
perolehan kekuatan dan akses terhadap sumberdaya untuk mencari
nafkah. Pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan
sosial yang memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya
untuk memberikan pengaruh yang lebih besar pada kegiatan politik,
oleh karenanya pemberdayaan dapat bersifat individual sekaligus dapat
bersifat kolektif. Pemberdayaan dapat juga diartikan sebagai proses
perubahan pribadi, karena setiap individu mengambil tindakan atas
nama diri mereka sendiri dan kemudian mempertegas kembali
pemahaman terhadap keberadaannya.
Mengenai pengertian pemberdayaan Sugiarti mengutip dari
pendapat Pranaka mengungkapkan bahwa konsep pemberdayaan
merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat yang
dapat dipandang sebagai bagian dari sistem modernisasi kemudian
diaplikasikan ke dalam dunia kekuasaan. Mengambil dari kamus
Oxford English, Sugiarti (2003) menjumpai kata “empower” yang
mengandung dua arti yaitu:
1. Adalah memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau
mendelegasikan otoritas kepada pihak lain agar berdaya.
Dimana dalam pengertian yang pertama ini dalam prosesnya
terdapat kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2. Adalah upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan.
Dalam proses ini kecenderungannya adalah merupakan
kecenderungan “sekunder” yang menekankan pada proses
stimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar memiliki,
melatih dan meningkatkan kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses
dialog, berupaya dan bekerja.
Kecenderungan yang kedua ini dalam proses
pengembangan, identifikasi banyak dipengaruhi karya Paulo
Freire, seorang pakar pendidikan dari Brasilia yang
memperkenalkan istilah konsistensi yang mengandung pemikiran
mengenai kemampuan individu untuk mengontrol lingkungannya.
Kesadaran kritis dalam diri seseorang dapat dicapai dengan cara
melihat ke dalam diri sendiri, serta mengggunakan apa yang
didengar, dilihat dan dialami untuk memahami apa yang sedang
terjadi dalam kehidupannya.
Mengutip dari pendapat Hendito dan Babari (1996) Sugiarti
mengungkapkan dalam bukunya Pembangunan Berspektif Gender
bahwa pemberdayaan pada dasarnya mengacu pada usaha
menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk tahu, mampu
dan mau mengaktualisasikan dirinya, melakukan mobilitas keatas,
serta memberikan pengalaman-pengalaman psikologis yang
membuat seseorang merasa lebih berdaya. Selanjutnya
dikemukakan juga bahwa keinginan untuk mengubah keadaan yang
berasal dari dalam diri seseorang akan dapat muncul apabila orang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
tersebut merasa tertekan dan kemudian menyadari atau mengetahui
sumber-sumber penyebab dari tekakanan tersebut.
Pemberdayaan sebagai metode yang mampu mengubah
persepsi masyarakat sehingga memungkinkan individu beradaptasi
dengan lingkungannya. Untuk menumbuhkan kesadaran dalam diri
seseorang maka diperlukan intervensi atau stimulasi yang berasal
dari luar, hal ini dikarenakan bahwa keinginan seseorang untuk
berkembang dan mengubah keadaan awal tidak terlepas dari
kemampuan individual yang ditentukan oleh tingkat pendidikan,
ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki, lingkungan serta
konteks sosial dan budaya. Termasuk kedalam lingkungan yang
melingkupinya adalah terjadinya interelasinya dengan anggota-
anggota kelompok, terjadinya distribusi kekuasaan yang ada dalam
kelompok tersebut. Maka disini menjadi penting peran lembaga-
lembaga pendamping yang memfasilitasi dan membantu seseorang
untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman
untuk yang akan menumbuhkan kesadaran untuk membuat
perubahan dalam kehidupannya.
Proses pemberdayaan dapat diusahakan melalui kegiatan-
kegiatan praktis atau kebijakan-kebijakan pemerintah, misalnya
dalam hal pemberdayaan tenaga kerja perempuan sektor informal
maka perbaikan yang dapat diupayakan adalah melalui perubahan
institusi yang telah meletakkan tenaga kerja perempuan tersebut
pada sisi subordinasi. Perubahan-perubahan yang dimaksud
diantaranya memberikan tingkat kesejahteraan yang memadai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
melalui pemberian jaminan sosial. Jaminan sosial yang diberikan
selain untuk meningkatkan kemampuan fisik yang terlihat dalam
penguasaan ketrampilan sesuai denga jenis pekerjaan yang
dilakukan, juga ditujukan untuk meningkatkan kemampuan
intelektual agar mereka dapat bekerja seccara efektif dan efisien
serta mampu memperjuangkan aspirasi dan keinginan mereka
seperti perbaikan pendapatan, kesehatan, dan keselamatan kerja,
maupun jaminan sosial lainnya.
Pemberdayaan menurut Karl (1995) dapat dianalisis
melalui lima dimensi (Suharto, 2005:63). Ke lima dimensi tersebut
yaitu:
1. Dimensi kesejahteraan.
Secara sederhana variabel ini tersebut dapat diukur dengan
mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar, seperti
kebutuhan makanan, kesehatan, perumahan, pendapatan dan
pendidikan. Sejauhmana kebutuhan dasar tersebut telah
dinikmati tidak saja oleh semua orang baik yang kaya dan yang
miskin, serta baik laki-laki maupun perempuan.
2. Dimensi akses atas sumberdaya.
Variabel tersebut dapat diketahui dengan mengukur akses
terhadap modal, produksi, informasi, ketrampilan dan lainnya.
Adanya kesenjangan dalam mendapatkan akses terhadap
sumberdaya masyarakat akan mengakibatkan terjadinya
perbedaan produktivitas diantara mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
3. Dimensi penyadaran atau kesadaran kritis.
Variabel ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya upaya
penyadaran terhadap adanya kesenjangan diantara lapisan
masyarakat dan kesenjangan gender yang disebabkan faktor
sosial budaya yang sifatnya dapat berubah. Kesenjangan
tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial
ekonomi masyarakat pinggiran adalah lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang hidup dikota. Dalam kasus
kesenjangan gender maka kesenjangan tersebut terjadi karena
adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi perempuan
lebih rendah dari daripada laki-laki. Penyadaran dalam hal ini
berarti terjadinya penumbuhkan sikap kritis oleh perempuan.
4. Dimensi partisipasi.
Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan dalam
partisipasi yang ditunjukkan oleh terwakili atau tidaknya
masyarakat pinggiran atau perempuan dalam wadah lembaga-
lembaga yang terkesan elit. Upaya pemberdayaan diarahkan
pada kegiatan pengorganisasian kelompok masyarakat
pinggiran dan perempuan sehingga mereka dapat berperan
dalam prose pengambilan keputusan dan kepentingan mereka
juga dapat terwakili.
5. Dimensi kontrol.
Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan antara
laki-laki dengan perempuan ataupun dalam masyarakat
pinggiran terhadap alokasi kekuasaan pada segala aspek bidang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kegiatan. Siapa menguasai alat kerja, tenaga kerja,
pembentukan modal, dan lainnya. Pemberdayaan dalam hal ini
diarahkan pada alokasi kekuasaan yang seimbang dalam
masyarakat.
2.2. Pemberdayaan Perempuan
Di Indonesia pembangunan sumberdaya manusia
khususnya peningkatan status dan peranan perempuan telah lama
dimulai, dan secara eksplisit dengan gencar dilaksanakan ketika
lembaga kementrian peranan wanita didirikan secara resmi akhir
tahun tujuh puluhan. Pendekatan pembangunan peranan wanita
seiring dengan pendekatan pembangunan secara umum, sehingga
dikenal dengan pendekatan Women In Development (WID),
kemudian Women and Development (WAD) dan terakhir adalah
Gender and Development. Konsep pembangunan peranan wanita
yang digunakan berkembang menjadi pemberdayaan perempuan,
karena meningkatkan peran saja tidak cukup efektif menuju
kesetaraan gender. Harus ada transformasi kekuasaan, sehingga
perempuan berdaya setara dengan laki-laki. Memberdayakan berarti
meningkatkan kualitas perempuan sejak dari akar permasalahannya
hingga aspek lainnya, disegala bidang. Sehingga dapat diukur tingkat
keberdayaannya dan dapat dilihat pula sejauh mana pengaruh
program-program yang dilaksanakan dalam usaha memberdayakan
perempuan ini. Atau memungkinkan juga untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi kekurangan dan kelebihan program pemberdayaan
dalam upaya pengarustamaan gender.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Aisyah Muttalib yang meraih PhD di Columbia University,
Amerika Serikat, lebih menyukai terminologi pemampuan daripada
pemberdayaan. Karena, kata pemberdayaan memberikan kesan
stereotip perempuan sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya.
Walau demikian, akhir-akhir ini kata pemberdayaan lebih populer
dan familiar, serta tidak lagi berkonotasi negatif selalu yang lemah
dan tak berdaya. (http://Safarindi.wordpress.com)
Berdasarkan pengertian terminologi yang positif tadi,
konsep pemberdayaan wanita sedikitnya mengandung tiga pokok
pikiran. Pertama, bersifat holistik atau menyeluruh, karena
pemberdayaan itu mencakup ekonomi, sosial-budaya, politik dan
psikologis. Kedua, diarahkan kepada penanggulangan hambatan
struktural yang menghambat kemajuan wanita dan terwujudnya
kemitrasejajaran pria dan wanita. Ketiga, dilaksanakan bersama-
sama dengan pemberdayaan pria dan pemberdayaan masyarakat
secara umum.
Dari uraian di atas, dan berdasar perkembangan yang ada,
pemberdayaan wanita yang terjadi di Indonesia saat ini dilaksanakan
untuk mewujudkan kemandiriannya dengan menitikberatkan pada
sisi ekonomi dan pendidikannya. Dengan segala kendalanya,
kenyataan menunjukan bahwa tingkat pendidikan kaum perempuan
Indonesia jauh lebih rendah bila dibandingkan kaum prianya. Meski
begitu, psikolog Rose Marni mengakui, pada umumnya rangking 10
besar kelas pada pendidikan SD hingga SMA, didominasi oleh kaum
perempuan. Dari sisi peningkatan pendidikan inilah, pemberdayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
wanita harus dimulai dan menjadi prasyarat pemberdayaan wanita
sesungguhnya.
Tidak demikian halnya dengan tingkat atau status ekonomi.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari terlihat, banyak kaum
perempuan dari golongan ekonomi tinggi (kaya) belum tentu
memiliki derajat kemandirian yang tinggi. Lihat saja, masih banyak
perempuan yang tidak mempunyai penguasaan penuh atas
pendapatan yang diperolehnya. Sebagai contoh, uang yang diperolah
suami istri dari hasil “noreh karet" pada masyarakat Kalimantan
Barat umumnya, seringkali dipisahkan.
Hasil dari istri terutama untuk keperluan makan sehari-hari
yang notabene mempertahankan hidup, sedangkan hasil dari suami
dapat dipergunakan untuk hal lain tergantung dari keputusan suami
sendiri. Demikian pula pada tingkat masyarakat dengan strata sosial
yang lebih tinggi, jika suami istri sama-sama bekerja dan
menghasilkan uang, umumnya kebutuhan sehari-hari yang sifatnya
primer lebih banyak dipenuhi dari hasil keringat istri, sedangkan
hasil dari suami bisaanya untuk kebutuhan sekunder ke atas.
Untuk mencapai kualitas hidup perempuan dalam bidang
ekonomi yang lebih baik, perlu dilakukan intervensi berupa:
· Pengarusutamaan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan
dalam pelaksanaan pembangunan sektor pemerintah di bidang
ekonomi.
· Peningkatan kepedulian perusahaan terhadap peningkatan
produktivitas perempuan dalam pelaksanaan program
pemberdayaan ekonomi perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
· Pengembangan model peningkatan produktivitas perempuan di
tingkat desa
· Pengembangan model pengurangan beban keluarga miskin
melalui pengentasan model desa prima.
· Peningkatan keterampilan dan keahlian sumber daya perempuan
dalam bidang teknis produksi, kewirausahaan, pengelolaan usaha
dan pengambilan keputusan.
· Peningkatan perempuan pada akses informasi dan sumber daya
mengenai ekonomi
· Pengembangan iklim usaha yang kondusif bagi perempuan antara
lain perlakuan yang tidak diskriminatif dalam akses kredit,
pelatihan pengenalan teknologi, dan tersedianya peraturan yang
tidak bisa gender.
Mantje Simatauw (2001) juga mengungkapkan bahwa tidak ada
jalan lain bagi pemberdayaan perempuan tanpa membangun satu
kekuatan perempuan tersendiri terlebih dahulu. Hal inilah yang
menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan harus dimulai dari
pengorganisasian perempuan atau pembentukan kelompok-kelompok
perempuan. Ukuran pemberdayaan bisa juga dilihat dengan cara lain
yaitu:
· Proses pembuatan keputusan dalam masyarakat. Apakah proses
pembuatan sudah mengakomodasi peran perempuan? Apakah
kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan perempuan masuk dalam
hasil keputusan yang telah dibuat?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
· Dalam kegiatan apakah sudah mengakomodasi untuk menentukan
lokasi, manfaat, peluang, pengelolaan dan penguasaan dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi suatu
kegiatan.
· Perubahan pembagian peran produktif dan reproduktif dalam
rumah tangga. Laki-laki dan perempuan sama-sama mengerti dan
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan taanpa membedakan pekerjaan
perempuan dan pekerjaan laki-laki.
· Di tingkat kebijakan harus dapat dipastikan bahwa kebijakan baru
mengandung keadilan gender. Misalnya kepala keluarga tidak
harus suami, pengelolaan lingkungan harus memperhatikan
dampak terhadap perempuan dan anak-anak, dan bagaimana
menempatkan perempuan sebagai actor yang penting dalam
pengelolaan sumber daya alam.
2.3. Pengelolaan Limbah
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang
dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala
rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah
tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai
jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal
sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3) Definisi
dari limbah B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) ialah setiap bahan sisa
(limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia.
Jika berdasarkan sumbernya limbah dikelompokkan menjadi 3
yaitu:
1. Limbah Pabrik
Limbah ini bisa dikategorikan sebagai limbah yang berbahaya
karena limbah ini mempunyai kadar gasyang beracun, pada
umumnya limbah ini dibuang di sungai-sungai disekitar tempat
tinggal masyarakat dan tidak jarang warga masyarakat
mempergunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari, misalnya
MCK(Mandi, Cuci, Kakus) dan secara langsung gas yang
dihasilkan oleh limbah pabrik tersebut dikonsumsi dan dipakai oleh
masyarakat.
2. Limbah Rumah Tangga
Limbah rumah tangga adalah limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah tangga limbah ini bisa berupa sisa-sisa sayuran seperti
wortel, kol, bayam, slada dan lain-lain bisa juga berupa kertas,
kardus atau karton. Limbah ini juga memiliki daya racun tinggi
jika berasal dari sisa obat dan aki.
3. Limbah Industri
Limbah ini dihasilkan atau berasal dari hasil produksi oleh pabrik
atau perusahaan tertentu. Limbah ini mengandung zat yang
berbahaya diantaranya asam anorganik dan senyawa orgaik, zat-zat
tersebut jika masuk ke perairan maka akan menimbulkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
pencemaran yang dapat membahayakan makluk hidup pengguna
air tersebut misalnya, ikan, bebek dan makluk hidup lainnya
termasuk juga manusia. (http://shantybio.transdigit.com)
Macam-Macam Limbah yaitu limbah cair, limbah padat,
limbah gas dan partikel, dan Limbah beracun.
Limbah Beracun Terdiri Dari:
· Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi
kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi
yang dengan cepat dapat merusak lingkungan.
· Limbah mudah terbakar adalah limbah yang bila berdekatan
dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan
mudah menyala atau terbakar dan bila telah menyala akan terus
terbakar hebat dalam waktu lama.
· Limbah reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran
karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik
peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
· Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang
berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat
menimbulkan kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh
melalui pernapasan, kulit atau mulut.
· Limbah yang menyebabkan infeksi adalah limbah laboratorium
yang terinfeksi penyakit atau limbah yang mengandung kuman
penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang diamputasi dan
cairan tubuh manusia yang terkena infeksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa
padatan, lumpur atau bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan.
Limbah padat berasal dari kegiatan industri dan domestik. Limbah
domestic pada umumnya berbentuk limbah padat rumah tangga,
limbah padat kegiatan perdagangan, perkantoran, peternakan, pertanian
serta dari tempat-tempat umum. Jenis-jenis limbah padat: kertas, kayu,
kain, karet/kulit tiruan, plastik, metal, gelas/kaca, organik, bakteri,
kulit telur, dll. Secara garis besar limbah padat terdiri dari:
1) Limbah padat yang mudah terbakar.
2) Limbah padat yang sukar terbakar.
3) Limbah padat yang mudah membusuk.
4) Limbah yang dapat di daur ulang.
5) Limbah radioaktif.
6) Bongkaran bangunan.
7) Lumpur.
Dampak limbah secara umum di tinjau dari dampak terhadap
kesehatan dan terhadap lingkungan adalah sebgai berikut:
1. Dampak Terhadap Kesehatan
Dampaknya yaitu dapat menyebabkan atau menimbulkan panyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah penyakit
diare dan tikus, penyakit ini terjadi karena virus yang berasal dari
sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat. Selain itu limbah
juga akan menyebabkan Penyakit kulit misalnya kudis dan kurap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2. Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan dari limbah-limbah yang masuk ke sungai akan
mencemarkan airnya sehingga mengandung virus-virus penyakit.
Berbagai ikan dapat mati sehingga mungkin lama kelamaan akan
punah. Tidak jarang manusia juga mengkonsumsi atau
menggunakan air untuk kegiatan sehari-hari, sehingga menusia
akan terkena dampak limbah baik secara langsung maupun tidak
langsung. Selain mencemari, air lingkungan juga menimbulkan
banjir karena banyak orang-orang yang membuang limbah rumah
tanggake sungai, sehingga pintu air mampet dan pada waktu
musim hujan air tidak dapat mengalir dan air naik menggenangi
rumah-rumah penduduk, sehingga dapat meresahkan para
penduduk.
Limbah yang merupakan hasil dari pembuangan bahan-bahan
olahan yang tidak digunakan lagi untuk menghasilkan bahan baku
yang dapat diproduksi ulang boleh dikatakan sampah. Jadi kalau
dikatakan limbah batik, berarti sisa-sisa bahan yang telah digunakan
untuk membuat batik dan dibuang karena tidak dapat digunakan lagi.
Misalnya air pembilasan untuk mencuci zat pewarna pada pembuatan
batik, karena telah bercampur beberapa warna maka air itu tidak dapat
lagi digunakan karena dikawatirkan akan merusak warna batik lain bila
masih dipakai untuk mencuci. Selain itu limbah batik juga dapat
berupa limbah padat yaitu limbah yang berasal dari hasil olahan kain
batik, sisa potongan kain batik yang tidak terpakai ini pun bisa disebut
sebagai limbah batik, karena sudah tidak digunakan lagi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara-cara yang
sedehana lainnya misalnya, dengan cara mendaur ulang, Dijual kepasar
loak atau tukang rongsokan yang bisaa lewat di depan rumah-rumah.
Cara ini bisa menjadikan limbah atau sampah yang semula bukan apa-
apa sehingga bisa menjadi barang yang ekonomis dan bisa
menghasilkan uang.
2.4. Ekonomi kreatif
Ekonomi kreatif mencakup industri kreatif, di berbagai Negara
di dunia saat ini diyakini dapat memberikan kontribusi bagi
perekonomian bangsanya secara signifikan. Indonesia pun mulai
melihat bahwa berbagai subsector dalam industri kreatif berpotensi
untuk dikembangkan, karena bangsa Indonesia memiliki sumberdaya
insan kreatif dan warisan budaya yang kaya.
Definisi industri kreatif yang banyak digunakan oleh pihak
yang berkecimpung dalam industri kreatif, adalah definisi berdasarkan
UK DCMS Task Force 1998:
“creatives industries as those industries which have their orogin in individual creativity, skill and talent and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property and contenct”
Sedangkan jika merujuk dari studi pemetaan industri kratif
yang telah dilakukan oleh deparetemen perdagangan republic
Indonesia tahun 2007 pun menggunakan acuan definisi industri kreatif
yang sama, sehingga industri kreatif di Indonesia dapat didefinisikan
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
“industi yang berasal dari pemanfaatan kkreativitas, ketrampilan serta
bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya
cipta individu tersebut”
Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan
kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan,
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Dengan
kata lain, industri yang unsur utamanya adalah kreativitas, keahlian
dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui
penawaran kreasi intelektual. Industri kreatif terdiri dari penyediaan
produk kreatif langsung kepada pelanggan dan pendukung penciptaan
nilai kreatif pada sektor lain yang secara tidak langsung berhubungan
dengan pelanggan. Di samping itu, produk kreatif mempunyai ciri-ciri:
siklus hidup yang singkat, risiko tinggi, margin yang tinggi
keanekaragaman tinggi, persaingan tinggi, dan mudah ditiru.
Komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi kreatif
Indonesia 2025 telah melakukan kajian awal untuk memetakan
kontribusi ekonomi dari industri kreatif yang merupakan bagian dari
ekonomi kreatif. Kemudian ditindaklanjuti dengan pembuatan
“Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015” serta
“Pengembangan 14 Subsektor Industri kreatif 2009-2015”.
14 subsektor yang masuk dalam cakupan industri kreatif yaitu
arsitektur, periklanan, barang seni (lukisan, patung), kerajinan, disain,
mode/fesyen, musik, permainan interaktif, seni pertunjukan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
penerbitan-percetakan, layanan komputer dan piranti lunak (software),
radio dan televisi, riset dan pengembangan, serta film-video-fotografi.
Tiga subsektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional
adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan periklanan (18%).
Permasalahan utama yang menjadi pokok perhatian dalam
rencana pengembangan industri kreatif untuk pencapaian tahun 2015
adalah:
1. Kuantitas dan kualitas sumber daya insani sebagai pelaku dalam
industri kreatif, yang membutuhkan perbaaikan dan
pengembangan: lembaga pendidikan dan pelatihan, serta
pendidikan bagi insane kreatif Indonesia.
2. Iklim kondusif yang memulai dan mnejalankan usaha indutri
kreatif, yang meliputi sisteem administrasssi Negara, kebijakan dan
peraturan, infrastruktur yang diharap dapt ddibuat kondusif bagi
perkembangan industri kreatif.
3. Penghargaan/apresiasi terhadap insane kratif Indonesia dan karya
kratif yang dihasilkan, yang terutama berperan untuk
menumbuhkan rangsangan beerkarya bagi insane kratif indoensia
dalam bentuk dukungan baik financial maupun non financial.
4. Percepatan tumbuhnya teknologi informasi dan komunikassi, yang
sangat erat kaitannya dengan perkembangan akses bagi masyarakat
untuk mendapatkan informasi, bertukar pengetahuan dan
pengalaman, sekaligus akses pasar kesemuanya yang sangat
penting bagi pengembangan industri kreatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
5. Lembaga pembiayaan yang mendukung pelaku industri kreatif,
mengingat lemahnya dukungan lembaga pembiayaan konvensional
dan masih sulitnya akses bagi interpreuner kreatif untuk
mendapatkan sumber dana alternative seperti modal ventura, atau
dana corporate social responsibility (CSR).
Ekonomi kreatif sebenarnya adalah wujud dari upaya mencari
pembangunan yang berkelanjutan melalui kreatifitas,yang mana
pembangunan adalah suatu iklim perekonomian yang berdaya saing
dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Dengan kata
lain ekonomi kreatif adalah manifestasi dari semangat bertahan hidup
yang sangat penting bagi negara maju dan juga menawarkan peluang
yang sama untuk Negara berkembang.
Pasar besar yang ditawarkan oleh ekonomi kreatif adalah
pemanfaatan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan,
bahkan tak terbatas yaitu ide, talenta dan kreativitas. Prinsip yang
harus dimiliki dalam pola pikir kreatif yaitu (Dhaniel Pink, A Whole
New Minds):
· Not just function but also DESIGN
· Not just argument but also STORY
· Not just focus but also SYMPHONY
· Not just logic but also EMPATHY
· Not just seriousness but also PLAY
· Not just accumulation but also MEANING
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Seiring dengan majunya tingkat pendidikan dan kesehatan
diberbagai Negara, taraf hidup manusia pun semakin meningkat
sehingga sudut pandang manusia melihat kehidupan juga berubah.
Teori hirarki kebutuhan Moslow menyatakan bahwa saat
manusia telah berhasil melampui tingkat kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti kkebutuhan fisik (phisycal needs) serta kebutuhan atas
keamanan (security/safety needs) maka manusia akan berusaha
mencari kebutuhan-kebutuhanya pada tingkat yang lebih lanjut yaitu
kebutuhan bersosialisasi (social needs), serta rasa percaya diri (esteem
needs) dan aktualisasi diri (self actualization).
Demikian pula dengan perilaku konsumsi manusia. Dalam
konteks perdagangan semakin lama manusia semakin menyukai barang
tidak hanya mampu memuaskan kebutuhan fungsional saja, namun
juga mencari produk yang bisa memberikan dirinya suatu identitas dan
membuat dirinya lebih dihargai oleh orang disekitarnya.
Namun hirarki kebutuhan tersebut diatas tidak hanya
diperuntukkan secara khusus bagi manusia-manusia yang telah
berkucukupan dalam hal materi maupun SDM yang berlatar belakang
pendidikan tinggi. Dalam proporsi tertentu masyarakat di lapisan
bawah (the bottom of the pyramid) yang kurang mengecap pendidikan
tinggi punnn memiliki motivasi social, motivasi kepercayaan diri dan
motivasi untuk aktualisasi diri yang sama pentingnya seperti
masyarakat lapisan atas.
Semakin kritisnya konsumen akhirnya membuat konsumen
semakin selektif terhadap barang-barang yang akan dikonsumsinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Konsumen kurang tergerak memebeli barang-barang generic,
sebaliknya konsumen sangat antusias membeli barang-barang yang
unik dan dapat membuat bangga yang memakainya.
Maka disinilah indsutri kreatif ini memegang peranan penting
karena industri kreatif ini sangat responsive menyerap fenomena-
fenomena sosial di masyarakat dan menuangkan ke dalam konteks
produk dan jasa, bisa berupa produk pakai seperti fesyen dan kerajinan
maupun produk-produk hiburan seperti musik dan film.
Maka pemanfaatan limbah batik padat yang berupa sisa kain
batik (kain perca) dapat dikembangkan untuk menjadi industri kreatif,
dimana kepekaan manusia dalam menuangkan seni dalam karyanya
diutamakan. Adanya inisiatif dan kreatifitas dalam mengubah sesuatu
yang tampaknya sudah tidak ada fungsinya menjadi sesuatu barang
yang unik sehingga memiliki daya jual.
3. Penelitian Terdahulu
Batik pada umumnya di kenal dalam bentuk kebaya, baju,
selendang dan sebagainya. Namun dengan pesatnya perkembangan zaman
dan semakin meningkatnya kreatifitas masyarakat terutama golongan
remaja, batik tidak lagi hanya dikenal sebagai pembungkus tubuh atau
hanya sekedar memperindah penampilan saja, batik juga bisa dijumpai
dalam beragam bentuk dan corak. Seperti kreatifitas yang ditunjukkan
para siswi salah satu Madrasah Aliyah di pamekasan misalnya, mereka
memanfaatkan limbah potongan batik untuk dijadikan bunga dengan
beragam jenis dan warna. Selain biaya murah, untuk mendapatkan bahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
bakunya juga cenderung mudah, sebab tinggal meminta atau membeli dari
tukang jahit. (www.yayasanbatik.org)
Sebuah ide kreatif juga dilakuakan oleh perajin batik di solo, Jawa
Tengah. Sisa potongan kain batik ia manfaatkan menjadi sebuah sandal
batik yang cantik. Bagi sebagian orang kain batik ini mungkin tidak
berarti apa-apa. Namun di tangan Subandi, limbah batik yang bisaanya
hanya di buang ini bisa berubah menjadi produk kerajinan sandal unik dan
menawan. Dibantu oleh 4 karyawan, subandi mampu menyelesaikan rata-
rata 100 pasang sandal. Pemasarannya pun tidak hanya meliputi Jawa
Tengah tapi sudah ke Bali. (http://www.indosiar.com/ragam/7984/sandal-
yang-yang-terbuat-dari-limbah-pabrik)
Pemanfataan limbah batik seperti ini sebenarnya sudah banyak
dikembangkan. Dipusat-pusat perbelanjaan pun juga semakin banyak kita
temui barang-barang yang unik yang berasala dair pemanfaatan barang
bekas (sesuatu yang sudah tidak digunakan lagi). Hal ini dapat dilihat
bahwa permintaan pasar konsumen juga semakin tinggi pada barang-
barang yang unik, memiliki cirri khas tersendiri. Konsumen semakin
selektif dalam mengkonsumsi barang-barang kebutuhannya. Masyarakat
lebih tertarik pada barang-barang yang memiliki nilai seni, dan unik
bahkan yang mungkin berbeda dari kebanyakan orang.
Akan tetapi belum banyak masyarakat yang dapat melihat adanya
peluang usaha dibalik limbah ini, kualitas sumberdaya manusianya juga
kurang. Maka disinilah diperlukan campur tangan orang-orang yang
berkompeten seperti pemerintah, akademisi, serta lembaga-lembaga sosial
masayarakat dalam membuka dan memberikan pengetahuan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
masyaarakat serta membantu masyarakat untuk dapat memanfaatkan
potensi local yang mereka miliki. Dan hal inilah yang seringkali
dirumuskan dalam sebuah program pemberdayaan. Dimana tujuan dari
pemberdayaan tersebut adalah membantu masyarakat agar dapat memiliki
kemampuan dan kemandirian dalam bidang sosial, ekologi dan ekonomi.
Pemberdayaan inilah yang membawa perubahan pada masyarakat.
Penelitian terdahulu yang saya gunakan dalam sebagai acuan
adalah penelitian yang berjudul “Pemberdayaan Industri Rumah Tangga
Emping Garut di Desa Kunti” (Studi Deskriptif Kualitatif di Desa Kunti,
Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali) oleh Octa Sucianti, 2009.
Peneliti tersebut tertarik untuk mengangkat tema tersebut karena krisis
global yang sedang terjadi saat ini kemungkinan akan ikut membawa
dampak buruk bagi perekonomian nasional kita, jadi sangat diperlukan
adanya kekuatan yang kokoh dalam mempertahankan kehidupan social
ekonomi di tiap-tiap daerah, salah satunya adalah dengan memberdayakan
atau menghidupkan kelompok swadaya masyarakat dalam hal ini adalah
kelompok pembuat emping garut yang nantinya juga dapat berperan
dalam kegiatan perekonomian di pedesaan hingga membantu
meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga di sekitarnya.
Industri rumah tangga emping garut di desa Kunti diharapkan
dapat membantu meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga di
sekitarnya. Setiap aspek pengembangan industri ini tidak dapat lepas
program pemberdayaan yang dilakukan oleh dinas setempat maupun LSM
setempat yang rutin melakukan pendampingan pada kelompok. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
demikian penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana
pemberdayaan industri rumah tangga emping garut di desa Kunti.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan
menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam terhadap
responden. Teknik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah non
probabilitas sampel dan dalam pemilihan responden secara purposive
sampling. Strategi pengambilan sampel dimaksudkan untuk dapat
menangkap atau menggambarkan tema sentral dari studi ini melalui
informasi yang saling menyilang dari berbagai tipe responden. Focus
penelitian ini adalah pihak pemberdaya industri rumah tangga emping
garut dan kelompok yang diberdayakan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pemberdayaan
yang dilakukan oleh pihak pemberdaya ditambah dengan adanya indikator
keberdayaan kelompok pada akhirnya mampu mengubah wawasan
kelompok sehingga dinamika perekonomian mereka bisa berlanjut.
Meskipun dinas dan LSM yang mendampingi kelompok telah
melakukan berbagai program kegiatan pengembangan maupun bantuan
modal, namun dari kelompok masih menemui hambatan yakni terbatasnya
bahan baku, karena tanaman yang mereka olah merupakan tanaman
musiman. Adapun usaha yang dilakukan untuk meminimalisir hambatan
tersebut dengan cara memberikan penyuluhan pada petani di sekitar
industri dan anggota kelompok agar bersama-sama menanam tanaman
garut di lahan kosong atau pekarangan rumah mereka. Semakin banyak
semakin baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3.1. Jurnal Internasional
Sebuah makalah yang ditulis oleh Onyishi, Ike tahun 2010
yang berjudul Psychological Empowerment And Development Of
Entrepreneuship Among Women: Implications For Sustainable
Economic Development In Nigeria, mencoba untuk menjelaskan
mengenai perlunya pemberdayaan psikologis bagi perempuan dalam
pengembangan kewirausahaan perempuan.
Onyishi mengemukakan bahwa pemberdayaan menurutnya
adalah memungkinkan perempuan untuk mengakses keahlian dan
sumber daya untuk lebih efektif mengatasi tantangan. Kewirausahaan
memerlukan individu yang akan proaktif dalam mencari peluang untuk
memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menciptakan
kekayaan untuk diri mereka sendiri dan orang lain. Akar dari semua
kegiatan kewirausahaan adalah kemauan pengusaha untuk melakukan
sesuatu yang baru dan kemauan untuk menerima ketidakpastian dan
mengatasi tantangan yang muncul. Kreativitas dan inovasi karena itu
terlibat dalam sebagian besar upaya kewirausahaan.
“Women cannot be empowered unless they have the belief that they can change the situation on their own and will be willing to engage in activities that are geared toward changing their situation. It is clear that lack of psychological empowerment will render all other forms of empowerment ineffective. Psychologically empowered women will have the necessary motivation to pursue things on their own and this may be critical in entrepreneurship development.”
Perempuan tidak dapat diberdayakan kecuali mereka memiliki
keyakinan bahwa mereka dapat mengubah keadaan mereka sendiri dan
akan bersedia untuk terlibat dalam kegiatan yang diarahkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
mengubah situasi mereka. Hal ini jelas bahwa kurangnya
pemberdayaan psikologis akan membuat semua bentuk pemberdayaan
tidak efektif. Psikologis perempuan diberdayakan akan memiliki
motivasi yang diperlukan untuk mengejar hal-hal mereka sendiri dan
ini mungkin penting dalam pengembangan kewirausahaan.
Pemberdayaan psikologis mencerminkan apa yang disebut
Rowlands (1997) sebagai pemberdayaan pribadi. Rowlands
mendefinisikan pemberdayaan pribadi sebagai sesuatu yang internal
bahwa seseorang dapat mengembangkan dan memperkuat dan tidak
tergantung pada lainnya. Proses pemberdayaan dari perspektif ini
berfokus pada kemampuan individu untuk melakukan perubahan yang
akan mempengaruhi kejadian-kejadian dalam hidupnya.
“The psychological componen involves women believing that they can act at personal and social levels to improve their conditions (Mosedale, 2005). It is an individual's subjective feelings that he or she can determine his/her own life's course (Pollack, 2000). This highlights the importance of psychological empowerment in women's empowerment process.”
Komponen psikologis yang melibatkan wanita percaya bahwa
mereka dapat bertindak pada tingkat pribadi dan sosial untuk
memperbaiki kondisi mereka (Mosedale, 2005). Ini adalah perasaan
subjektif seorang individu bahwa ia dapat menentukan kursus /
kehidupannya sendiri-nya (Pollack, 2000). Oleh karena itu beralasan di
sini bahwa pemberdayaan psikologis akan berdampak positif pada
pengembangan perilaku kewirausahaan, khususnya di kalangan
perempuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Satu masalah dalam pemberdayaan psikologis adalah peran
konsep diri dan harga diri dalam perasaan keseluruhan pemberdayaan.
Konsep diri dipandang sebagai gagasan-gagasan individu telah dari
dirinya sendiri. Konsep diri itu bisa negatif atau positif. Rogers (1980)
menyatakan bahwa persepsi seorang individu menampung sekitar
dirinya sendiri untuk sebagian besar mempengaruhi perilaku individu.
Individu dengan keberhasilan rendah self-membatasi partisipasi
mereka ketika membuat perubahan perilaku sulit dan lebih mungkin
untuk menyerah ketika dihadapkan dengan rintangan (Handy &
Kassan, 2007). keberhasilan Individu-individu 'keyakinan tentang diri
mereka sendiri dalam hal ini berfungsi sebagai hambatan untuk
berubah sehingga dapat mengurangi pemberdayaan mereka sendiri.
Pemberdayaan psikologis telah dikaitkan dengan kreativitas,
inovasi dan kewirausahaan. Penelitian telah menunjukkan bahwa
setiap dari empat dimensi pemberdayaan psikologis (makna, penentuan
nasib sendiri, dampak dan kompetensi) dapat memfasilitasi kreativitas
dan inovasi, yang sangat penting dalam kewirausahaan. Hal ini telah
menunjukkan bahwa individu dengan motivasi tinggi tugas intrinsik
(sesuai dengan dimensi makna pemberdayaan) lebih kreatif (Redmond,
Mumford & Mengajar, 1993). Amabile (1988) juga menyatakan bahwa
self-efficacy (konsisten dengan dimensi kompetensi pemberdayaan)
mengarah pada kreativitas dan inovasi karena ekspektasi positif
keberhasilan. Juga Bass (1985) menyatakan bahwa kontrol pribadi
(sesuai dengan dimensi penentuan nasib sendiri) yang positif berkaitan
dengan perilaku yang inovatif dan kreatif. Spritzer, De Janasz dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Quinn (1999) menemukan bahwa pemberdayaan psikologis yang
positif berkaitan dengan kepemimpinan inovatif. Karena kreativitas
dan inovasi telah ditemukan untuk menjadi vital dalam kewirausahaan.
Setiap dari kita mampu untuk menjadi seseorang yang sukses.
Dan Kita semua bisa mengembangkan kemampuan kita dan menjadi
pengusaha sukses. Kita juga bisa menjadi pribadi yang sukses melalui
pembelajaran dan pengembangan.
Sehingga untuk memberdayakan perempuan dalam bidang
apapun terlebih lagi dalam bidang ekonomi maka diperlukan upaya
untuk memberdayakan kepribadian perempuan terlebih dahulu guna
membangkitkan kemauan individu perempuan untuk berubah.
Lebih inspiratif lagi Khalid Said dalam makalahnya Economic
and Social Empowerment of Women Through ICT: A Case Study of
Palestine (2010) menyajikan wawasan sebuah inisiatif yang bertujuan
untuk memberdayakan perempuan melalui Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Inisiatif ini berupaya untuk meningkatkan kemampuan
teknis ICT perempuan, mengembangkan kemampuan kewirausahaan
mereka, dan dengan cara lain meningkatkan pemberdayaan sosial dan
ekonomi. Dalam makalah tersebut diuraikan mengenai dampak
langsung dan tidak langsung dari program yang ditargetkan pada
ratusan perempuan di daerah pedesaan Palestina. Dan hasilnya:
“Significant percentage of the surveyed women felt that they gained some level of empowerment and confidence through mastering the basic ICT competences, and believed that ICT is helpful in improving their livelihood. ICT has some impact on women personalities, on the way they perceive themselves in their families and societies. However, to attain full benefits of ICT, the
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
initiative make-up should be reengineered. A shift in training paradigm should occur towards employing these powerful tools towards empowerment in economic, social and community development prospects, which will at the end leverage women to active players in their own lives.”
Sejumlah besar perempuan yang disurvei merasa bahwa
mereka memperoleh beberapa tingkat pemberdayaan dan kepercayaan
diri melalui penguasaan kompetensi dasar TIK, dan percaya bahwa
ICT sangat membantu dalam meningkatkan mata pencaharian mereka.
Namun, ada sedikit bukti dari potensi transformatif ICT yang dicari
dari inisiatif tersebut. Proyek ini memiliki beberapa dampak pada
kepribadian perempuan, yaitu pada cara mereka memandang diri
dalam keluarga dan masyarakat.
Namun ada masalah penting, menuntut perhatian lebih lanjut.
Utama di kalangan ini adalah meningkatkan kemampuan perempuan
untuk memanfaatkan ICT secara efektif dan khususnya untuk
pencapaian pengetahuan dan penciptaan, dalam pengembangan pribadi
dan masyarakat, dan sebagai saluran sosialisasi.
Kedua jurnal tersebut jika diimplikasikan dalam pemberdayaan
perempuan di Indonesia akan sangat sesuai dimana untuk
menumbuhkan kepercayaan diri, kemauan untuk mengubah keadaan,
dengan berwirausaha diperlukan pemberdayaan psikologis. Kemudian
untuk meningkatkan kepercayaan diri dan aktualisasi diri perempuan
harus dibekali dengan ketrampilan-ketrampilan, keahlian yang akan
membantu dalam pekerjaan mereka. Penguasaan dalam menggunakan
dan memanfaatkan teknologi sekarang ini menjadi suatu kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
yang harus dipenuhi untuk dapat hidup bersaing dalam dunia modern.
Dalam bidang perdagangan pun telah banyak yang memanfaatkan
media internet untuk memasarkan produk.
F. KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran
G. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kota Surakarta, yaitu di Kelurahan
Laweyan yang merupakan centra industri batik Solo. Adapun alasan
memilih lokasi karena Laweyan adalah merupakan salah satu wilayah
di solo yang menjadi pusat produksi batik dimana juga terdapat
kelompok binaan ibu-ibu yaitu Kelompok Usaha Bersama Laweyan
Art, serta pertimbangan kemudahan dan kelancaran penelitian karena
peneliti juga tinggal di Kota Surakarta sehingga akan memudahkan
dalam pengumpulan data.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah studi
deskriptif kualitatif.
3. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari;
Proses pemberdayaan
Kelompok Perempuan Kelompok
Individu
Perubahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
a) Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber
pertama (responden) yaitu dalam penelitian ini yang menjadi
responden adalah perempuan yang terlibat langsung dalam
pengeloaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi,
anggota Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art, serta pihak-
pihak yang terkait dengan pemberdayaan perempuan khususnya
dalam pengelolaan limbah batik menjadi barang bernilai ekonomi.
b) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan yaitu dari buku atau karya ilmiah, makalah, hasil
browsing internet serta arsip dan dokumentasi resmi.
4. Teknik Sampling
a. Teknik Pengambilan Sample
Dalam penelitian ini bersifat purposive sampling.
Purposive sampling adalah pengambilan sampel yang sesuai
dengan maksud dan tujuan peneliti. Dengan demikian sifat
pengambilan sampel dalam penelitian ini juga dapat dikatakan
berbentuk “criterion based sampling”. Artinya dalam penelitian
ini, peneliti akan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber yang mantap. Namun demikian
informan yang dipilih dapat menunjuk informan lain yang
dipandang lebih tahu sehingga pilihan informan dapat berkembang
sesuai kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data.
Dalam hal ini, teknik sampling bola salju bermanfaat yaitu mulai
dari satu menjadi makin lama makin banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
b. Sample
Dalam penelitian kualitatif, hasil sample yang dikumpulkan
tidak dimaksudkan untuk mewakili hasil keseluruhan populasi,
akan tetapi mewakili informasinya. Oleh karena itu, sampel dalam
penelitian yang akan diambil akan menyesusaikan dengan
kebutuhan di lapangan. Dalam pemilihan sampel yang sevariatif
mungkin dan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi
yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat
dipertentangkan. Dengan demikian dapat mengisi kesenjangan
informasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka sampel dalam
penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Kepala Kelurahan Laweyan
2. Ketua Kelompok Usaha bersama Laweyan Art
3. Ibu-ibu anggota Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art
yang merupakan pengrajin handicraft dari kain perca batik.
4. Pihak pemberdaya, dalam hal ini adalah Disperindag
Surakarta dan FPKBL (Forum Pengembangan Kampung
Batik Laweyan).
5. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapat data sepenuhnya dari lapangan sangat
diharapkan keleluasaan data yang masuk, maka teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah:
a. Wawanacara Mendalam
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang
dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviewer)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,
2002:135). Wawancara mendalam mengarah pada kedalaman
informasi, guna menggali pandangan sebyek yang diteliti tentang
focus penelitian yang sangat bermanfaat utnuk menjadi dasar bagi
penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam.
Teknik wawancara ini tidak dilakukan secara ketat dan
terstruktur, tertutup dan formal tetapi lebih menekankan pada
suasana akrab dengan mengajukan pertanyaan terbuka, yang mana
pewawancara telah mempersiapkan daftar pertanyaan yang
dimungkinkan dapat berkembang saat wawancara berlangsung.
Dalam penelitian ini mewawancarai obyek yang diteliti
dengan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan
dari peneliti ini guna menggali informasi tentang bagaimana proses
pengelolaan sampah, bagaimana keterlibatan ibu rumah tangga
dalam pengelolaan sampah, hingga bagaimana sosialisasi
managemen pemerintah mengenai pengelolaan sampah kepada ibu
rumah tangga.
b. Observasi tak berperan
Observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan
maupun pencatatan secara langsung terhadap hal yang berkaitan
dengan persoalan-persoalan yang diteliti.
Pada saat pengumpulan data primer yang berupa pengamatan
terhadap aktivitas masyarakat tidak terlibat secara langsung dalam
kegiatan yang dilakukan obyek penelitian.namun hanya sebatas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
sebagai pengamat. Salah satu contohnya peneliti mengawasi
langsung bagaimana proses pencoblosan atau pemungutan suara di
TPS oleh kaum difabel. Pengamatan ini disebut segregasi tak
berperan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah penelitian terhadap benda-benda
tertulis atau dokumen, digunakan untuk melengkapi data yang
diperlukan dalam penelitian. Penggunaan dokumentasi ini sebagai
upaya untuk menunjang data-data yang telah didapatkan melalui
observasi dan wawancara
6. Teknik Analisis Data
Menurut Moleong, Patton (1980:268) mengatakan bahwa
analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisir ke
dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti
disampaikan oleh data. (Moleong, 2002:103).
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Model Analisis Interaktif (Interactive Model of Analysis).
Dalam Analisis Data Kualitatif (Matthew B. dan Michael Huberman),
model Analisis Interaktif (Interactive Model of Analysis) memiliki 3
(tiga) komponen yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara ketiga
komponen dengan komponen pengumpul data selama proses
pengumpulan data berlangsung. Pertama-tama, data yang muncul
berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
telah dikumpulkan dalam aneka macam cara (observasi, wawancara,
intisari dokumen, pita rekaman), dan yang biasanya “diproses” kira-
kira sebelum siap digunakan (melalui pencatatan, pengetikan,
penyuntingan, atau alih-tulis), tetapi analisis kualitatif tetap
menggunakan kata- kata, yang biasanya disusun ke dalam teks yang
diperluas. Analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/
verifikasi. Untuk lebih jelasnya, masing- masing tahap dapat
dijabarkan secara singkat sebagai berikut:
a) Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan.
Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang pelaksanaan
penelitian, yang dimulai sebelum pengumpulan data dilakukan.
Data reduksi dimulai sejak peneliti mengambil keputusan untuk
memilih kasus, pertanyaan yang akan diajukan dan tentang cara
pengumpulan data yang dipakai.
b) Penyajian Data
Kegiatan ini merakit informasi atau mengorganisasikan
data serta menyajikannya dalam bentuk cerita agar dapat diambil
suatu kesimpulan.
c) Penarikan Kesimpulan
Menarik kesimpulan dari keseluruhan data yang diperoleh
dari hasil melakukan penelitian terhadap obyek penelitian.
Bila proses siklus dan interaktif tersebut digambarkan
kedalam suatu diagram berwujud sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Gambar 3: Skema Model Analisis Interaktif (Interactive Model of Analysis Miles and
Huberman
7. Validitas Data
Untuk menguji keabsahan data yang telah terkumpul, peneliti
menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber.
Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh mealaui waktu dan alat
yan berbeda. Hal itu dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data
hasil pengamatan dengan data hasil wawancara (2) membandingkan apa yang
dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara
pribadi. (3) membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi
penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. (4)
membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang. (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu
dokumen yang berkaitan. (Moleong, 2002:178). Untuk melakukan
pembandingan dan pengecekan, peneliti melakukannya dengan menanyakan
kembali kebenarannya pada obyek yang penelitian.
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Kesimpulan:
Penarikan/verifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB II
DISKRIPSI LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah dan Potensi Kawasan Laweyan
Ketika bertanya pada wong Solo dimana tempatnya belajar mengenai
batik maka orang Solo akan mengatakan “pergilah ke Laweyan”, karena
Laweyan adalah pusatnya industri batik. Pada masa kerajaan Pajang
Laweyan sudah terkenal sebagai sentra industri tenun. Industri batik
tradisional baru berkembang setelah jaman penjajahan Belanda dan
mencapai puncaknya pada tahun 1970-an. Karena terkenal dengan produksi
batiknya maka kampung ini segera menjadi ikon batik pedalaman khususnya
di Pulau Jawa di samping batik pesisir produksi Pekalongan, Lasem, Cirebon
dan Indramayu. Kampung ini secara cepat menjadi ikon melegenda dan
memantapkan diri sebagai pusat kejayaan perkembangan seni batik di kota
Solo hingga sekarang.
Selama pemerintahan kerajaan, masyarakat laweyan terdiri dari dua
wilayah yaitu wilayah laweyan barat dan laweyan timur yang dipisahkan
oleh sungai laweyan. Karakteristik penduduk juga sangat berbeda. Penduduk
laweyan barat dalam masalah ekonomi dan kebudayaan lebih banyak
berhubungan dengan fasilitas yang disediakan raja karena makam-makam
raja ada didaerah laweyan barat ini. Sebaliknya penduduk laweyan timur
yang dihuni oleh sebagian besar pedagang dan pengusaha batik, lebih
banyak memusatkan perhatian pada kegiatan pasar (mati) laweyan. Pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
yang sudah mati itu sekarang menjadi kampung lor (utara) dan kidul
(selatan) pasar.
Mayoritas penduduk di kampung laweyan bekerja sebagai
pengrajin batik. Batik-batik itu dipajang langsung di depan rumah mereka
yang diubah menjadi ruang pamer atau butik. Ada yang terlihat mewah
ada pula yang terlihat sederhana. Tapi nuansa kuno tetap dipertahankan.
Pengunjung yang ingin membeli batik bisa melihat langsung proses
pembatikan, dari dalam rumah juga terdengar mesin jahit yang diputar
oleh seorang perempuan sedang menjahit kain batik menjadi pakaian jadi
yang dipasarkan di depan rumah mereka. Seorang pemilik usaha batik
yang biasa disebut juragan batik terlihat sibuk membuat garis-garis diatas
kain batik sambil berbincang dengan beberapa tamunya yang juga
perempuan. Tamu-tamu ini adalah seorang buruh yang mau mengambil
kain batik yang sudah berbentuk pola baju untuk dijahit dirumah mereka,
dalam waktu 3 hari mereka akan kembali ke rumah juragan batiknya
tersebut untuk menyerahkan hasil jahitannya yang kemudian akan
dipajang di showroom bagian depan rumah juragan.
Berkeliling Laweyan menyusuri gang-gang kecil, jalan sempit
diantara rumah penduduk seolah membawa kita pada masa kejayaan
penduduk Laweyan tempo dulu. Rumah-rumah saudagar batik berpagar
tinggi menjulang dan tertutup, seolah rumah-rumah ini tidak berpenghuni
dan tidak ada aktivitas yang tampak dari luar. Sesekali hanya ada kain
batik panjang yang sedang dijemur di pinggir jalan. Namun ketika pintu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
sudah diketuk dan memasuki rumah, kita akan melihat para pengrajin batik
tengah sibuk memegang cap batik yang ditekan diatas selembar kain putih
panjang, mereka sedang membuat batik cap. Masyarakat laweyan adalah
seorang pekerja keras dan ulet. Ketika peneliti melakukan wawancara pada
seorang ibu pengrajin batik di laweyan, anaknya sedang menjahit manual sisa
kain batik menjadi baju untuk boneka barbienya, ia bertanya bagaimana
membuat lengan baju untuk boneka barbienya. Ibunya menuturkan bahwa
kalo dirumah anak-anaknya suka bermain dengan kain-kain sisa batik untuk
dibuat mainan, bahkan anaknya juga ikut berdagang, menjaga stan pada saat
ada pameran-pameran batik. Itulah yang diajarkan oleh orang tua terdahulu
mereka kepada anak-anaknya, untuk belajar menjadi seseorang yang mau
berusaha, mandiri dan memiliki ketrampilan serta keuletan dalam berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pada zaman sebelum kemerdekaan kampung Laweyan pernah
memegang peranan penting dalam kehidupan politik terutama pada masa
pertumbuhan pergerakan nasional. Sekitar tahun 1911 Serikat Dagang Islam
(SDI) berdiri di kampung Laweyan dengan Kyai Haji Samanhudi sebagai
pendirinya. Dalam bidang ekonomi para saudagar batik Laweyan juga
merupakan perintis pergerakan koperasi dengan didirikannya “Persatoean
Peroesahaan Batik Boemipoetra Soerakarta (PPBBS) pada tahun 1935.
Laweyan merupakan kampung tradisional yang keberadaannya sudah
ada sejak sebelum tahun 1500 M. Sebagai pusat perdagangan lawe (bahan
sandang) kerajaan Pajang, kehadirannya baru berarti setelah Kyai Ageng Anis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
(keturunan Brawijaya V) dan cucunya yaitu Raden Ngabehi Lor Ing Pasar
yang kelak menjadi raja pertama Mataram bermukim di Laweyan tahun 1546
M. Sebagai daerah sentra industri batik dan permukiman tradisional,
kawasannya banyak bercirikan jalan/gang sempit, rumah berbeteng tinggi dan
berhimpitan. (www.kampoengLaweyan.com/pdf/tata _ruang.pdf)
Di ruas utama kampung Batik Laweyan ada jalan Sidoluhur yang
diapit bangunan legendaris bertembok tinggi milik para saudagar batik yang
pernah mendapat julukan Mbok Mase dan nDoro Nganten Kakung. Para
saudagar batik tadi membuat batik dengan menggunakan cap atau canting
sebagai peralatan kerja. Dalam proses pembuatannya menggunakan lilin yang
ditorehkan di kain putih. Lilin atau malam digoreskan menggunakan cap
tembaga atau canting. Karena dibuat dengan cap maka dinamakan batik cap
sedangkan yang menggunakan canting disebut batik carik atau batik tulis.
Malam atau lilin ini melekat dikain putih lalu dalam proses pengerjaannya
disertakan warna untuk memperindah corak motif batik. Selama masa
pembuatan hingga selesai dipasarkan melibatkan tenaga kerja dari penduduk
sekitar Laweyan. Tenaga kerja ini disebut buruh batik.
Mengutip tulisan Yayat Suparna dalam situs onlinenya menuliskan
bahwa dalam tesis yang ditulis Soedarmono menyebutkan Mbok Mase adalah
pemegang kuasa atas jalannya perdagangan batik Laweyan dengan terampil
mereka mengelola usaha, mulai dari proses membatik, memasarkan,
mengelola keuangan hingga mengembangkan usaha.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Karena pekerjaan membatik butuh ketelitian dan kesabaran tinggi, dan
hanya kaum perempuan yang dianggap mampu melakukannya. Sang suami
hanya memegang peranan 25 persen dengan sebutan Mas Nganten. Seorang
Mas Nganten boleh melakukan apa saja yang diinginkannya asal tidak
poligami, foya-foya, dan tidak menyakiti hati Mbok Mase. Secara psikologis
boleh dibilang usaha batik menjadi cara bagi Mbok Mase agar terhindar dari
penindasan kaum lelaki. Dengan menguasai usaha batik, Mbok Mase memiliki
bargaining kuat ketika berhadapan dengan lelaki. Akibatnya pengaruh
dominasi ibu rumah tangga terasa lebih kuat dalam kebijakan ekonomi rumah
tangga, bila dibandingkan dengan peranan ayah sebagai kepala rumah tangga.
Puncak struktur sosial dalam masyarakat Laweyan adalah keluarga majikan
yang diduduki perempuan. Keberhasilan perempuan mengangkat batik ,
sebenarnya juga mengangkat status mereka, bukan lagi perempuan yang
terpinggirkan melainkan telah memperoleh posisi secara proporsional.
Mbok mase juga menyiapkan anak-anak perempuannya menjadi
penerus usaha. Anak perempuan yang disebut mas Roro ini sejak kecil sudah
dilibatkan dalam industri batik. Kemudian dinikahkan, membina rumah tangga
dan mengembangkan usaha batik hingga menjadi pasangan mbok mase dan
mas nganten. Alih generasi semacam ini berlangsung hingga beberapa
keturunan.
Akan tetapi kejayaan Laweyan sebagai industri batik tidak bertahan
lama. Hingga tahun 1970-an, masih banyak Mbok Mase-Mbok Mase di
Laweyan. Perdagangan batik ketika itu juga masih semarak. Tapi keadaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
berubah begitu masuk dekade 70-an setelah digalakkannya industri printing
yang biayanya jauh lebih murah dan efisien. Teknologi-teknologi modern
yang mulai masuk laweyan membentuk sebuah pergeseran dimana juga
membuat banyak tenaga kerja lelaki masuk ke industri ini sebagai tukang cap.
Sontak batik Laweyan redup pamornya. Banyak pabrik batik tutup. Satu
persatu Mbok Mase-Mbok Mase pun tumbang menyisakan saksi kejayaan
berupa rumah-rumah besar bertembok menjulang. Mbok mase tidak berhasil
menyiapkan mas roro memasuki industri yang lebih modern.
Memasuki tahun 1990-an industri batik di Laweyan kian
memprihatinkan. Laweyan masih bisa bergema sebagai penghasil batik
dengan pembatiknya yang semakin susut, masih banyak pecinta batik yang
mau berkunjung ke Laweyan mencari atau memesan batik yang eksklusif
apalagi para kolektor Batik, tidak mau ketinggalan berburu koleksi batik di
Laweyan. Tidak ingin Laweyan tenggelam dalam kesedihan surutnya usaha
batik maka pada tanggal 25 September 2004 ditetapkanlah Laweyan menjadi
Kampung Batik dan sekaligus sebagai daerah tujuan wisata di Kota Solo.
Setelah FPKBL dibentuk terlebih dulu oleh masyarakat Laweyan pada tanggal
21 September 2004.
Seorang informan yaitu Widhiharso seorang anggota pelaksana harian
Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan menuturkan bahwa, Lebih
dari 30 tahun Batik Laweyan bagai hidup segan mati tak mau, kampung sepi
masyarakat tidak semangat. Lalu pada tahun 2004 seorang bernama Alpha
Febela Priyatmono yang menikah dengan seorang wanita dari keturunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
pembatik Laweyan, menulis sebuah tesis untuk program S2 Arsitektur UGM
tentang kampung Laweyan. Usai menulis tesis, kecintaaannya terhadap
laweyan semakin bertambah. Ia kemudian berupaya menghidupkan kembali
gairah kampung Laweyan seperti jaman kejayaannya dulu. Bersama warga
Laweyan Alpha membentuk lembaga kepeloporan bernama Forum
Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) pada bulan September
2004. Usahanya ternyata disambut baik, ekonomi di kampung batik Laweyan
mulai bergeliat kembali. Kini jumlah pengusaha batik Laweyan meningkat
pesat menjadi 56 pengusaha padahal pada tahun 2004 jumlahnya hanya 22
pengusaha. Selain sisi ekonomi, Laweyan juga tengah berbenah menjadi
kawasan heritage dan menjadi daerah wisata andalan kota Solo. Bahkan
menurut dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) kondisi Kampung Batik
Laweyan dinilai sangat layak untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata
berbasis lingkungan dan budaya atau cultural heritage tourism.
Kalau dulu Laweyan sepi sekarang mulai banyak turis yang datang ke
Laweyan. Sehingga semangat masyarakat untuk menghidupkan kembali usaha
batiknya tumbuh kembali. Akan tetapi semangat seperti ini tidak dimiliki oleh
semua masyarakat, sebagian masyarakat masih tetap acuh dengan geliat
perubahan di kampung mereka. Mereka hanya menjadi penonton saja dalam
perputaran roda perubahan di Laweyan. Sehingga kehidupan ekonomi mereka
pun tertinggal oleh kemajuan masyarakat yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
B. Keadaan Geografis dan Demografis
Kelurahan Laweyan merupakan salah satu wilayah yang berada dalam
administrasi kecamatan Laweyan berbatasan dengan Kelurahan Sondakan
(sebelah utara), sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Sukoharjo, timur berbatasan dengan Kelurahan Bumi, dan barat berbatasan
dengan Kelurahan Pajang. Kelurahan Laweyan yang berada di bagian barat
kota Solo ini letaknya berada di tengah propinsi Jawa Tengah dan di tengah
pulau Jawa. Posisi tersebut sangat strategis dan merupakan modal awal yang
baik bagi dunia industri dan perdagangan. Di sepanjang jalan utama kampung,
seperti jalan Tiga Negeri, Sidoluhur, maupun Laweyan banyak terdapat
pertokoan, bengkel kerja, dokter praktek, maupun warung-warung makan
yang menempati bangunan gedung-gedung pemukiman di tengah wilayah itu
yang menjadi pusat kegiatan ekonomi.
Luas wilayah kelurahan Laweyan 24,8 Ha, dengan jumlah penduduk
pada tahun 2009 adalah 2.083 yang terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah
1.046 dan perempuan berjumlah 1.037. Dari data yang peneliti peroleh dari
Kantor Kelurahan Laweyan per April 2010 di Laweyan kini terdapat 603
kepala keluarga.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci dari keadaan demografis
di kelurahan Laweyan peneliti mencoba menggambarkannya dalam tabel-tabel
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
a. Komposisi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Kondisi kependudukan yang terdapat di Laweyan yang didasarkan atas
komposisi penduduk menurut jenis kelamin, dirasa perlu untuk melihat
komposisinya, tabel dibawah ini akan menggambarkan kondisi tersebut.
Tabel komposisi penduduk dalam kelompok umur dan jenis kelamin
Tahun 2010
Kel. Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 55 46 101
5-9 65 84 149
10-14 114 194 308
15-19 150 152 302
20-24 144 153 297
25-29 145 148 293
30-39 155 162 317
40-49 149 163 312
50-59 161 161 322
60+ 73 96 169
jumlah 1211 (47, 03%) 1364 (52, 97%) 2575
Sumber: Laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan/kecamatan Laweyan
kota Surakarta april 2010
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi penduduk
Laweyan yang lebih banyak adalah perempuan yaitu berjumlah 1.364
sedangkan laki-laki berjumlah 1.211 orang. Kemudian yang paling
dominan dari tabel diatas adalah jumlah penduduk yang memasuki
usia produktif (kerja) yaitu diatas usia 20 tahun sampai 59 tahun, yang
berjumlah 1829. Dan sisanya adalah penduduk yang tersebar dalam
berbagai segmen aktivitas seperti pendidikan dan pensiunan. Jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
usia profuktif disuatu daerah ini menentukan besarnya tingkat
pendapatan di daerah tersebut. Apabila jumlah usia produktif rendah
maka rata-rata tingkat pendapatan daerah tersebut juga rendah, begitu
pula sebaliknya jika jumlah usia produktif suatu daerah tinggi maka
pendapatan daerah juga tinggi.
b. Komposisi Penduduk Menurut Pendidikan
Komposisi penduduk menurut pendidikan untuk melihat
keadaan berlangsungnya proses pendidikan di Laweyan.
Tabel komposisi penduduk menurut pendidikan
Pendidikan Jumlah Tamat akademi/sarjan 387 (15, 02%) Tamat SLTA 532 (20, 66%) Tamat SLTP 433 (16, 83%) Tamat SD 447 (17, 35%) Tidak tamat SD 275 (10, 67%) Belum tamat SD 282 (10, 95%) Belum/tidak sekolah 219 (8, 50%) Jumlah 2575
Sumber: Laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan tahun 2010
Gambaran diatas merupakan suatu potret tentang besarnya
penduduk Laweyan yang telah mendapatkan pendidikan (formal)
jumlah paling tinggi yaitu tamatan SLTA berjumlah 532 orang, yang
juga berarti terhadap penghargaan yang tinggi penduduk Laweyan
pada aspek pendidikan yang mesti mereka peroleh. Pendidikan dan
ketrampilan merupakan salah satu factor yang sangat penting bagi
kehidupan khususnya dalam hal mencari pekerjaan maupun mengelola
usaha dan keuangan suatu rumah tangga. Karena rendahnnya tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pendidikan maka sedikit pula pengetahuan dan ketrampilan yang
diperolehnya. Suatu masyarakat dapat berkembang apabila memiliki
skill dan ketrampilan.
c. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian masyarakat suatu daerah mempengaruhi
tingkat pendapatan daerah tersebut. Bila dianalogikan antara penduduk
kota dengan penduduk desa. Mata pencaharian di kota lebih bervariasi
sehingga tingkatan pendapatannya pun relative tinggi disesuaikan
dengan jumlah usia produktif sadangkan di desa sebagian besar
penduduk hanya bermata pencaharian sebagai petani maka pendapatan
juga relative lebih rendah.
Gambaran mengenai aktivitas perekonomian serta
komposisinya dapat secara jelas dipahami dari tabel dibawah ini:
Tabel komposisi penduduk menurut mata pencaharian
Jenis Pekerjaan Jumlah Petani - Buruh tani - Nelayan - Pengusaha 60 (3, 54%) Buruh industri 200 (11, 80%) Buruh bangunan 150 (8, 85%) Pedagang 50 (2, 95%) Pengangkutan 75 (4, 42%) PNS 20 (1, 18%) Pensiunan 28 (1, 65%) Lain-lain 1111 (65, 58%) Jumlah 1694
Sumber: laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Gambaran mengenai aktivitas perekonomian serta
komposisinya dapat secara jelas dipahami dari tabel diatas. Dari tabel
diatas terdapat 2 jenis pekerjaan yang banyak diambil oleh penduduk
Laweyan yaitu buruh industri dan lain-lain (dalam hal ini adalah
wiraswasta) dimana karena banyaknya industri batik di daerah
Laweyan yaitu ada 57 perusahaan/industri batik sehingga industri batik
ini menyerap tenaga kerja yang sebagian besar adalah penduduk
Laweyan yang tidak memiliki cukup modal untuk membuka usaha
sendiri. Sedangkan mereka yang memiliki cukup modal menjadi
wiraswasta dengan membuka usaha sendiri seperti usaha konveksi atau
membuat kerajinan dari batik. Usaha yang dilakukan oleh
wiraswastawan ini tidak jauh-jauh dari batik dan tekstil karena
memang kekhasan Laweyan yang merupakan daerah centra industri
batik.
d. Keadaan Sarana dan Prasarana
Dari tabel keadaan sarana dan prasarana, peneliti ingin
menjelaskan berbagai perangkat kebudayaan yang dimiliki oleh
penduduk Laweyan, sebagai salah satu ukuran dari adanya
kepemilikan individu terhadap sesuatu, yang digunakannya secara
produktif.
Jenis Prasaran Jumlah Radio 50 Televisi 350 Sepeda motor 200 Mobil dinas 150 Mobil pribadi 2 Truk 4 Becak 10
Sumber: laporan monografi dinamis kelurahan Laweyan tahun 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kepemilikan prasarana
pengangkutan penduduk terbanyak adalah televisi dimana televisi ini
sudah menjadi barang yang lazim dimiliki dalam sebuah rumah untuk
mendapatkan berbagai informasi atau hanya sebagai media hiburan
bagi keluarga. Kemudian sarana yang banyak dimiliki lagi oleh
penduduk Laweyan adalah sepeda motor yaitu berjumlah 200 sepeda
motor, orientasinya adalah tentu saja untuk semua aktifitas produktif
bagi penduduk.
C. Profil Keberadaan dan Potensi Limbah Perca Batik di Laweyan.
Laweyan sebagai industri batik dalam proses produksinya banyak
mengahasilkan limbah. Yang dihasilkan bukan hanya limbah cair yang dapat
mencemari lingkungan karena seringkali hanya dibuang ke saluran air yang
akhirnya bermuara ke sungai. Untuk penanganan limbah cair di Laweyan
sudah dibangun satu IPAL komunal (Instalasi Penanganan Air Limbah). Akan
tetapi masalah limbah di Laweyan ini tidak berhenti setelah ditanganinya
pembuangan limbah cair. Selain menghasilkan limbah cair Laweyan juga
banyak menghasilkan limbah padat seiring dengan aktivitas produksi industri
konfeksi yang ada di Laweyan. Limbah padat tersebut yaitu berupa kain-kain
bekas, sisa potongan kain kecil-kecil yang biasa disebut kain perca. Kain-kain
ini dibuang oleh industri tekstil dalam bentuk karungan, jika dalam usaha
konfeksi rumah tangga maka kain-kain sisa produksi ini dibiarkan menumpuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
begitu saja kemudian dibuang atau digunakan untuk menjadi kain lap. Akan
tetapi ditangan orang-orang yang kreatif kain-kain bekas, sisa produksi ini
dapat diubah menjadi sesuatu yang lebih menarik dan bermanfaat. Jika tahu
cara memanfaatkannya dan mau sedikit berusaha memutar pikiran untuk
mendapatkan ide kreatif maka kain-kain perca ini bisa diubah menjadi sesuatu
yang mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dari pada sekedar menjadi alat
pembersih. Kain perca ini bisa dimanfaatkan untuk :
1. Dijadikan bahan pengisi badan boneka, sofa
2. Digiling halus untuk bahan pengisi bantal atau guling
3. Dijahit menjadi rangkaian keset
4. Dibentuk menjadi tas,dompet,sandal atau souvenir lainnya
5. Di jahit lagi untuk baju anak-anak.
6. Diserut untuk dijadikan benang.
Masih banyak lagi barang-barang yang bisa dibuat dari bahan dasar
kain perca batik. Pemanfaatan kain perca ini membutuhkan sentuhan
kreativitas dari perajin. Hal ini dikarenakan perajin kain perca dituntut untuk
dapat menggabungkan berbagai motif dan bentuk kain sisa menjadi sebuah
barang utuh yang dapat digunakan dan juga menarik untuk dilihat. Inilah
tantangan tersendiri dari seni merubah kain sisa/ kain perca menjadi barang
kerajinan yang mempunyai nilai estetika.
Pengembangan industri lanjutan dari kain perca ini didapatkan oleh
orang-orang yang berpikir kreatif untuk mendapatkan nilai guna dari kain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
perca. Mulai dari coba-coba membuat kain perca menjadi barang sederhana
seperti keset atau taplak meja dengan balutan seni, kemudian berkembang
menjadi sesuatu barang-barang yang khas unik karena berbahan dasar dari
kain batik seperti tas, dompet, sandal bahkan ada yang membuat bola batik.
Permintaan pasar konsumen akan produk yang memiliki ciri khas dan
bernilai seni semakin tinggi membuat produk berbahan perca batik ini
memiliki pangsa pasar yang lumayan.
Pengembangan ekonomi kreatif juga sudah diusahakan oleh
pemerintah. Sebagai langkah nyata dan komitmen pemerintah atas
pengembangan ekonomi kreatif Indonesia 2025, maka pemerintah telah
melakukan kajian awal untuk memetakan kontribusi ekonomi dari industri
kreatif yang merupakan bagian dari ekonomi kreatif. Dalam pengembangan
ekonomi kreatif ada 14 sektor yang menjadi focus perhatian untuk
dikembangkan, sub sektor tersebut yaitu arsitektur, periklanan, barang seni
(lukisan, patung), kerajinan, disain, mode/fesyen, musik, permainan interaktif,
seni pertunjukan, penerbitan-percetakan, layanan komputer dan piranti lunak
(software), radio dan televisi, riset dan pengembangan, serta film-video-
fotografi. Tiga sub sektor yang memberikan kontribusi paling besar nasional
adalah fashion (30%), kerajinan (23%) dan periklanan (18%).
Maka pemanfaatan perca batik menjadi sesuatu yang bernilai ekonomi
khususnya kerajinan tangan (handicraft) ini dapat digarap hingga sedemikian
rupa menjadi bagian dari pengembangan ekonomi kreatif. Yang juga akan
meningkatkan perekonomian nasional Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Sekarang ini Laweyan sedang berbenah mengembangkan Laweyan
menjadi kawasan wisata berbasis lingkungan dan budaya atau cultural heritage
tourism yang akan meningkatkan kunjungan masyarakat baik domestic
maupun turis ke Laweyan. Pemanfaatan limbah perca batik menjadi sesuatu
yang bernilai ekonomi ini dapat dijadikan sebagai salah satu produk kerajinan
batik khas Laweyan yang mengusung tema peduli lingkungan.
Meningkatnya kunjungan wisatawan seiring dengan dikembangkannya
Laweyan menjadi kawasan wisata maka lebih mempermudah pemasaran
produk kain perca ini. Produk-produk ini dapat dijual melalui showroom-
showroom pedagang batik yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik
domestic maupun manca Negara. Melihat peluang pasar yang menyambut
baik, maka industri pengolahan kain perca ini mulai dilirik untuk ditekuni
secara serius.
Ide pemanfaatan kain perca di Laweyan berasal dari kepedulian
terhadap lingkungan oleh masyarakat Laweyan khususnya wanita yang gerah
melihat kain sisa menumpuk dipojokan ruang produksi mereka, maka
pemanfaatan limbah perca batik menjadi sesuatu yang memiliki dayaguna dan
memiliki nilai ekonomis ini pada akhirnya juga akan mengurangai
pencemaran lingkungan. Kreativitas dan kepedulian perempuan ini kemudian
ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan ketrampilan, pelatihan
management pengembangan usaha serta pelatihan tentang lingkungan. Hal
inilah yang akhirnya akan menjadikan wanita-wanita Laweyan ini menjadi
seseorang yang mandiri, inovatif, dan berwawasan lingkungan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
D. Profil Kelompok yang Diberdayakan
Kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup
bersama sehingga terdapat hubungan timbal-balik dan saling pengaruh
mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong.
Menurut maclever dan page (1961) dalam Totok Mardikanto (1996).
Menurut Totok Mardikanto dalam L.V Ratna Devi (2008)
mengemukakan beberapa ciri kelompok yaitu:
1. Memiliki ikatan yang nyata
2. Memiliki interaksi dan interelasi antar anggotanya
3. Memiliki struktur dan pembagian tugas yang jelas
4. Memiliki norma tertentu yang disepakati bersama
5. Memiliki keinginan dan tujuan bersama
Kelompok dalam artian sosiologis dikategorikan menjadi 2 yaitu
kelompok primer dan kelompok sekunder. Dalam kelompok primer (utama)
ada hubungan yang akrab dan bersifat pribadi. Solidaritas timbul tanpa
disadari sehingga lebih banyak bersifat emosional daripada rasional.
Kelompok utama ini biasanya berbentuk kelompok-kelompok kecil dimana
anggotanya mengadakan hubungan tatap muka (face to face) spontan,
mempunyai tujuan bersama yang kadang-kadang bersifat implicit. Sedangkan
kelompok sekunder ditandai dengan hubungan-hubungan yang bersifat
impersonal, disamping adanya hubungan yang bersifat kontraktual, rasional,
dan resmi. Masing-masing anggota berhubungan dalam kapasitas tertentu dan
bukan sebagai pribadi yang menyeluruh (Soerjono Soekanto, 1986).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
L.V Ratna dalam bukunya mengemukakan pendapat beberapa ahli
bahwa Kelompok terbentuk karena:
1. masing-masing anggota mempunyai karakteristik yang sama
2. mempunyai kepentingan yang sama
3. mempunyai ikatan-ikatan afektif (perasaan) dan motivasi
membentuk hubungan antar individu
4. mempunyai tujuan bersama yang dicapai melalui pola interaksi
yang mantab dan masing-masing anggota memiliki perannya
sendiri-sendiri.
Birsstedt (1984) dalam Ratna Devi (2008) menggunakan 3 kriteria
untuk membedakan jenis kelompok yaitu ada tidaknya (a) organisasi, (b)
hubungan social di antara anggota kelompok, dan (c) kesadaran jenis.
Berdasarkan ketiga criteria tersebut Bierstedt kemudian membedakan empat
jenis kelompok:
· Kelompok statistic adalah kelompok yang tidak memenuhi ketiga
criteria Bierstedt
· Kelompok kemasyarakatan (social group) adalah kelompok yang
anggotanya hanya memiliki kesadaran akan persamaan diantara
mereka. di dalam kelompok ini belum ada kontak dan komunikasi
diantara para anggotanya, juga belum ada organisasi.
· Kelompok social (social group) adalah merupakan kelompok yang
anggotanya mempunyai kesadaran jenis dan berhubungan satu sama
lain tetapi tidak terikat dalam ikatan organisasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
· Kelompok asosiasi (association group) adalah kelompok dimana para
anggotanya mempunyai kesadaran jenis. Dalam kelompok ini
dijumpai persamaan kepentingan pribadi (like interest) maupun
kepentingan bersama (common interest). Adanya hubungan social,
adanya kontak dan komunikasi.
Banyaknya forum atau organisasi yang ada dalam suatu daerah dapat
mengindikasikan bahwa kepedulian dan kondisi keberdayaan masyarakat
untuk memajukan daerahnya cukup tinggi. Forum-forum yang terbentuk ini
diharapkan dapat menjadi wadah atau media untuk memajukan daerahnya,
sehingga pada akhirnya juga akan menyejahterakan masyarakatnya.
Di Laweyan sendiri kepedulian masyarakat akan kondisi dan potensi
daerahnya mulai meningkat, terbukti dengan terbentuknya organisasi-
organisasi atau lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti FPKBL (Forum
Pengembangan Kampung Batik Laweyan), Forum Peduli Lingkungan
Berbasis Gender. Sedangkan untuk lembaga atau kelompok usaha ekonomi
yang terbentuk yaitu Laweyan Art, Sentono (pecahan dari Laweyan Art),
Kelompok Usaha Bersama Kidul Pasar dan Klaseman, kemudian kelompok
yang baru terbentuk lagi tahun ini adalah Kelompok Belajar Usaha
Ketrampilan (KBUK). Kelompok-kelompok yang terbentuk ini diharapkan
dapat menyejahterakan anggota kelompoknya.
Dalam masyarakat yang sudah kelompok biasanya individu menjadi
anggota dari suatu kelompok tertentu. Para pengrajin atau pengusaha
membentuk kelompok-kelompok pergaulan dalam masyarakat yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
tujuan dan kepentingan yang sama serta perasaan senasib. Mereka adalah
kelompok-kelompok kecil yang hubungan antara anggotanya saling merapat,
kenal mengenal antar anggota serta kerjasama erat yang bersifat pribadi
sebagai kelompok primer. (Soerjono Soekanto : 125-136).
Fungsi kelompok bagi individu menurut Robbins (2001) dalam Ratna
Devi (2008) adalah sebagai berikut:
1. Memberi rasa aman, dengan bergabung dalam kelompok seseorang
dapat menguarangi ketidakamanan dalam kesendirian. Seseorang
merasakan lebih kuat, merasa tidak ragu-ragu dan lebih menentang
pada halangan ketika menjadi bagian dari suatu kelompok.
2. Memberi status sosial: termasuk dalam kelompok berarti
dipandang penting oleh yang lain memberikan pengakuan dan
status untuk kelompknya.
3. Menambah harga diri: kelompok dapat memberikan orang dengan
perasaan bahwa harga dirinya berharga. Hal itulah untuk
menambahkan status pada kelompok luar, anggota dapat
menambah perasaan dihargai dalam anggota kelompok itu.
4. Memenuhi kebutuhan beraifliasi: kelompok dapat memenuhi
kebutuhan social. Seseorang menikmati interaksi terus menerus
yang dating dari anggota kelompok. Bagi banyak orang, dalam
interaksi pekerjaan merupakan sumber utama bagi pemenuhan
kebutuhan berafiliasi mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
5. Memberi kekuatan: apa yang tidak bisa dicapai secara individu
sering muncul dalam tindakan kelompok. Hal inilah kekuatan
dalam anggota.
6. Wahana pencapaian tujuan: ada saatnya ketika hal itu ditempatkan
lebih dari seorang untuk menyelesaikan suatu tugas rutin, ada
kepentingan untuk talenta, pengetahuan, atau kekuatan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan.
Laweyan Art merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang
dibentuk oleh masyarakat untuk mencapai tujuan bersama yaitu untuk
mengembangkan usaha handicraft. Dengan membentuk sebuah kelompok
usaha bersama ini diharapkan akan ada kerjasama yang terjalin diantara para
anggota, adanya pertukaran informasi mengenai buyer, trend produk terbaru,
info pasar, pembagian kerja bahkan juga berbagi pengetahuan. Dengan begitu
mereka dapat mengembangkan usaha bersama-sama sehingga tercapai
pemenuhan kebutuhan oleh masing-masing individu pada khususnya serta
masyarakat pada umumnya. Dengan tercapainya kebutuhan-kebutuhan
kompleks dalam masyarakat kemudian juga meningkatkan taraf hidup
keluarga dalam masyarakat laweyan tersebut.
Laweyan Art terbentuk setelah adanya pelatihan ketrampilan
memanfaatkan kain perca bagi ibu-ibu PKK yang diselenggarakan oleh
Disperindag. Berikut ini adalah selayang pandang mengenai kelompok
tersebut:
Nama kelompok : Laweyan Art
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Berdiri pada : 28 November 2007
Jumlah anggota : 12 Orang
Kegiatan : 1. Pertemuan rutin 1bulan sekali
2. Pembayaran angsuran bantuan
3. Pembuatan Proposal Kelompok untuk Pengajuan
bantuan Dana
Kepengurusan :
Ketua : Dyah Ayu Sarastuti
Wakil ketua : Rina Anggraeni
Sekretaris : Satiti Wahyu R
Anggota :
1. Syafarudin Nasution
2. Dewi Waraswati
3. Mika Parida
4. Kristysningsi
5. Puji Hartiwi
6. Sri Lestari, SH
7. Sri Suwarni
8. Arini Wiji Utami
9. Harsodi
Beberapa anggota dari kelompok ini mengembangkan usaha
pembuatan handicraft yang memanfaatkan limbah batik berupa kain perca,
sedangkan yang lain pada dasarnya adalah pengusaha konfeksi yang juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
membuat membuat handicraft dan bersedia menerima pesanan handycraft dari
bahan kain perca batik. Untuk mengembangkan usaha bersama ini
memerlukan usaha dan kerjasama dari berbagai pihak. Maka dari itu,
kelompok ini mengajukan proposal permohonan bantuan baik teknis maupun
modal kepada dinas-dinas/ lembaga yang terkait.
E. Pihak-Pihak yang Memberdayakan Perempuan dalam Pengelolaan
Limbah Perca Batik di Kelurahan Laweyan.
Adapun pihak-pihak yang memberdayakan perempuan dalam
pengelolaan limbah batik berupa kain perca adalah:
· Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Surakarta.
Membantu dalam hal pemasaran produk seperti informasi untuk
mengikuti pameran-pameran dan memberikan bantuan dalam bentuk
alat produksi yang sebelumnya telah melalui proses pengajuan
proposal permintaan bantuan, dari kelompok yang bersangkutan
membuat proposal permohonan bantuan kepada Disperindag,
kemudian dinas menindaklanjuti dengan memantau daerah atau
kelompok yang bersangkutan dan mengkroscek dari data yang ada.
Selain itu Disperindag juga mengadakan pelatihan-pelatihan
peningkatan kapasitas diri dan pengembangan ketrampilan.
· DED (Lembaga Donor Pemerintah Jerman) memberikan bantuan dana
yang diberikan melalui Disperindag.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
· Dinas Koperasi: sebagai dinas pemerintahan yang mempunyai fungsi
perumusan kebijakan teknis dibidang koperasi dan usaha mikro kecil
menengah (UMKM) seta penyelenggaraan sosialisasi memberikan
bantuan dana modal serta informasi untuk mengikuti pameran-pameran
yang diadakan oleh dinas-dinas koperasi.
· Forum Pengembangan Kampoeng Batik Laweyan sebagai sebuah
forum yang memfasilitasi pengembangan kampung batik Laweyan,
menjalin kerjasama dengan pihak terkait untuk memberikan pelatihan
bagi ibu-ibu PKK.
Gambar 4. Skema lembaga kerjasama dalam pemberdayaan pengelolaan
limbah batik perca
Laweyan Art
Disperindag Surakarta
DED (Lembaga Donor Jerman)
FPKBL
Dinas Koperasi & UMKM Surakarta
UPPKS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
BAB III
KONDISI PEREMPUAN, INDIKATOR DAN STRATEGI
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH
PERCA BATIK
A. KONDISI PEREMPUAN SEBELUM DIBERDAYAKAN
Tujuan utama pemberdayaan adalah untuk memperkuat kekuasaan
masyarakat, khususnya kelompok yang memiliki ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan ini baik dikarenakan oleh kondisi internalnya yaitu persepsi
mereka sendiri, maupun karena kondisi eksternal yaitu karena system dan
struksur social yang tidak adil. Ketidakberdayaan juga seringkali disebabkan
oleh beberapa factor antara lain ketiadaan jaminan ekonomi, ketiadaan
pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses terhadap informasi,
ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan dan adanya
ketegangan fisik maupun emosional.
Masyarakat yang berdaya adalah yang mampu mengatasi
permasalahan yang dihadapi dengan segala potensi dan sumberdaya yang
dimiliki. Dan untuk mencapai derajat keberdayaan itu haruslah melalui proses
yang berkelanjutan.
Minimnya kesadaran individu/kelompok sebagai akibat dari motivasi
yang kurang memadai untuk merubah dan memperbaiki kondisi kehidupan
inilah masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Berangkat dari
keinginan seseorang untuk merubah keadaan dirinya maka seseorang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
bergerak kemudian mengalami perubahan sehingga menjadi berdaya. untuk
mencapai hal tersebut maka dibutuhkan pihak lain yang dapat membantu
membuka wawasan kesadaran diri, wawasan pengetahuan serta membantu
mengembangkan diri. Disinilah peran pihak-pihak pemberdaya diperlukan.
Yaitu Untuk membantu menumbuhkan kesadaran dan inisiatif dalam diri
individu maupun kelompok.
Masyarakat yang sudah terlalu lama berkutat dalam kemiskinan atau
kesulitan hidup sering terjebak dan larut dalam kondisi keadaannya tersebut,
mereka seolah menerima keadaan dan menikmatinya. Seperti tidak ada
permasalahan dalam kehidupan karena sikap penerimaan keadaan yang begitu
saja ini. Akan tetapi dalam menjalani kehidupan manusia tidak pernah lepas
dari permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikannya. Seseorang tidak
akan dapat menyelesaikan masalah jika ia tidak tahu permasalahan apa yang
dihadapinya. Maka langkah awal untuk menyelesaikan masalah adalah dengan
mengidentifikasi masalah yang dihadapi.
Loekman dalam bukunya kemiskinan, perempuan dan pemberdayaan
mengungkapkan bahwa manusia sebenarnya memiliki strategi sendiri untuk
dapat memecahkan permasalahan kesempatan kerja. Yaitu strategi “Self
employment” atau menciptakan kesempatan bekerja untuk dirinya sendiri.
Dan sector informal menjadi manifestasi dari strategi tersebut. Maka disinilah
sebenarnya masyarakat hanya perlu dibukakan wawasan dan kesadaran
dirinya bahwa mereka sebenarnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan
untuk dapat menyelesaikan masalahnya terlebih masalah ekonomi mereka. Hal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
ini juga dapat dimaksudkan untuk membentuk suatu mentalitas masyarakat
yang mandiri tidak menggantungkan hidupnya terhadap bantuan orang lain
atau Negara. Bantuan Dana yang diberikan secara langsung dari pemerintah
seringkali hanya mampu menjawab persoalan hari ini, seperti bagaimana kita
memperoleh makanan untuk hari ini dan makan apa kita hari ini. Hal ini tidak
menyelesaikan persoalan jangka panjang. Uang yang telah dibagikan bagi
masyarakat yang tidak mampu tersebut pada akhirnya akan cepat habis. Jika
pemberian bantuan secara langsung tersebut juga disertai dengan pembekalan
terhadap penerima mengenai bagaimana memanfaatkan uang tersebut agar
tidak habis seketika, atau masyarakat di dorong untuk menggunakan potensi
yang dimiliki dengan memberikan pelatihan-pelatihan ketrampilan pada
akhirnya masyarakat akan menjadi lebih mandiri dan kreatif untuk
menggunakan bantuan modal yang telah ia peroleh. Dengan begitu jumlah
penerima bantuan langsung secara langsung dapat berangsur-angsur berkurang
seiring dengan tumbuhnya kemandirian masyarakat.
Secara umum Laweyan sebagai sector industry batik sebenarnya
memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan baik dalam hal ekonomi
maupun pariwisata. Hadirnyan Forum Pengembangan Kampoeng Batik
Laweyan mulai menghidupkan kembali geliat perkembangan laweyan yang
dimotori oleh Alfa Pabela. Laweyan yang secara umum sudah mulai
berkembang, akan tetapi derap perkembangan ini tidak dapat diikuti oleh
semua masyarakat. Masih ada sebagian golongan masyarakat yang tidak
peduli dengan perkembangan wilayahnya, keramaian yang ada disekitarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Kurangnya kesadaran dari masyarakat inilah yang membuat masyarakat tidak
dapat memandirikan dirinya sendiri serta tidak dapat mengikuti perkembangan
pembangunan Laweyan menjadi daerah wisata dan heritage.
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh salah seorang
informan:
“Setelah FPKBL terbentuk laweyan mulai rame dikunjungi orang, akan
tetapi masyarakat ada juga yang tidak mau tahu dengan perkembangan
Laweyan. Ada turis datang ya mereka hanya duduk diam di depan rumah
menonton. Acuh tak acuh githu mba’ tidak peduli.” (wawancara dengan
pak Widiarso)
Laweyan yang sebenarnya banyak membuka peluang untuk bisa
dikembangkan, dari aspek budaya sudah tidak diragukan lagi bahwa laweyan
memiliki keterkaitan langsung dengan sejarah berdirinya sarekat dagang
islam. Apalagi Laweyan sekarang sudah ditetapkan sebagai kota harritage
serta menjadi pilot projek untuk pengembangan kampung wisata di Surakarta
sehingga dikembangkan menjadi salah satu tujuan wisata bagi para wisatawan.
Maka semakin membuka pintu pengembangan potensi yang ada di laweyan.
Dan pengembangan ini tidak dapat berjalan dengan sendirinya, dibutuhkan
kerjasama berbagai pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat serta pihak
swasta yang dapat bekerja sama untuk mengembangkan laweyan menjadi
daerah harritage dan wisata. Senada dengan keterangan salah satu informan:
“Sebenarnya kalau mau ya mba dilaweyan ini banyak yang bisa
dikembangkan dan dimanfaatkan. Misalnya pemuda-pemuda itu bisa
menjadi guide (mengantar turis keliling melihat laweyan) atau bahkan
masyarakat bisa menyewakan rumahnya, bisa juga menjadi tukang parker,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
yang ibu-ibu bisa membuat kerajinan, souvenir dari kain batik atau
membuka rumah makan dan toko oleh-oleh. Dan masih banyak lagi yang
bisa menghasilkan uang kalau mau dikerjakan. Laweyan ini kalau
berkembang dan banyak dikunjungi orang baik local maupun manca
masyarakat juga yang akan dapat menikmati hasilnya. Tapi kembali lagi,
masyarakat disini banyak yang belum mau bergerak kalau ndak dikasih
bantuan langsung, atau dituntun untuk mempunyai inisiatif memanfaatkan
sumber daya yang ada. Kesadaran mereka masih kurang mba.”
(wawancara dengan pak widhiharso).
Kepedulian beberapa orang terhadap pembangunan wilayah dengan
memanfaatkan potensi local yang ada akan kurang maksimal hasilnya
manakala tidak ada kerjasama dan sinergi dalam proses pengembangan
tersebut. Kerjasama berbagai pihak baik dari anggota masyarakat laki-laki
maupun perempuan, pemerintah setempat serta instansi terkait akan menjadi
kekuatan besar tercapainya tujuan pembangunan suatu wilayah menuju ke
arah perbaikan dan pengembangan.
Mengacu pada penjelasan salah satu informan tersebut diatas dapat
dilihat bahwa perempuan-perempuan Laweyan juga memiliki potensi yang
dapat dikembangkan. Mayoritas dari perempuan Laweyan memiliki
ketrampilan menjahit, mereka juga terbiasa untuk membantu orang tua mereka
dalam kegiatan rumah tangga seperti memasak, membantu berjualan.
Perempuan-perempuan Laweyan juga memiliki kemampuan untuk mengatur
keuangan karena pengelolaan keuangan keluarga berada dalam tanggung
jawab mereka. sebagian besar perempuan-perempuan ini juga melakukan
pekerjaan sampingan untuk membantu menambah pendapatan keluarga.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Laweyan pada masa kejayaan memang terkenal dengan ciri khasnya
dimana banyak perempuan-perempuan yang menjadi saudagar dan pengusaha
batik berkat ketelatenannya dalam menuangkan malem di lembar-lembar kain
menjadi sebuah kain bermotif batik, serta keuletan perempuan-perempuan
Laweyan dalam mengelola keuangan keluarga dan perdagangan kain batik
mereka. Hal ini menjadikan perempuan sebagai pemegang pengelolaan uang
sepenuhnya dalam keluarga. Kondisi tersebut berubah ketika batik printing
mulai masuk di Laweyan pada abad 20an. Ketelatenan perempuan dalam
proses pembatikan mulai digantikan oleh laki-laki yang memiliki kemampuan
untuk menggunakan alat-alat cap batik. Industry batik di Laweyan lebih
memilih menggunakan cap untuk memproduksi batik karena dirasa lebih
efisien dan lebih cepat menghasilkan kain batik. Seiring berkembangnya batik
printing maka usaha saudagar-saudagar perempuan ini mulai meredup.
Laweyan yang sebelumnya memang banyak diramaikan dan di dominasi oleh
perempuan dalam hal aktifitas produksi mulai lesu. Kondisi Usaha perempuan
ini selama beberapa tahun menjadi seperti hidup segan matipun tak mau. Anak
keturunannya pun hidup dengan mengenang kejayaan masa silam, masa
kejayaan orang tua mereka yang mampu membangun rumah besar dengan
tembok tinggi. Sikap penerimaan keadaan seperti ini kemudian menjadikan
masyarakat Laweyan khususnya perempuan menjadi seolah tidak peduli
dengan geliat perubahan yang ada. Mereka menjadi tidak memiliki inisiatif
untuk merubah keadaan karena larut dalam kesedihan pudarnya kejayaan masa
silam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Senada dengan yang diungkapkan salah satu informan:
“Dulu perempuan-perempuan laweyan itu kaya mba” rumahnya gedongan.
Tapi setelah muncul batik printing jadi sepi. Nah karena larut dalam
kenangan kejayaan orang tua di masa lalu orang-orang jadi males, cuma
jagongan gak mau merubah keadaan. Terus muncul FPKBL yang didirikan
oleh pak Alfa bersama masyarakat jadi mulai agak rame. Tapi tidak
semuanya mau ikut mbangun laweyan dan mau berusaha berubah mba.
Lah wong sudah tak tawari untuk saya ajari membuat tas batik seperti ini,
menjahit atau membuat kue juga tidak mau. Alasannya katanya gak punya
bakatlah, kurang telaten, ga ada waktu, anaknya gak ada yang
nungguinlah, sakitlah.” (wawancara dengan bu Harsodi).
Melihat kondisi dari penjelasan beberapa informan diatas, maka dalam
proses pemberdayaan pembangunan mental positif masyarakat sangat
diperlukan, khususnya bagi perempuan. Pembangunan mental positif tersebut
yaitu secara terus menerus menumbuhkan mental perempuan untuk mau dan
mampu berusaha, bahwa mereka juga memiliki kemampuan dan bisa
memainkan peran-peran ekonomi, serta berkontribusi bagi keluarga dan
pembangunan sekitarnya. Untuk menumbuhkan mental positif seperti ini
AMT (achievement motivation training) digunakan sebagai suatu kegiatan
yang membantu peserta untuk dapat mengenal dirinya beserta potensi yang
dimiliki. Dengan pengenalan diri, baik kekurangan dan kelebihan beserta
potensi yang dimiliki maka individu menjadi tahu apa yang dapat mereka
lakukan dengan potensi dan kelebihan yang dimiliki.
Senada dengan penjelasan ibu Ayu:
“Kami pernah dapat pelatihan AMT mba’. Setelah ikut pelatihan ini kami
jadi tahu apa kelebihan dan kekurangan kami, sehingga kami jadi tahu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
bagaimana memanfaatkan kelebihan kami. Selain itu, kami jadi makin
semangat bekerja dan berusaha setelah mengikuti pelatihan mba.”
Program AMT merupakan pelatihan yang memungkinkan peserta
untuk mengenal potensi diri sendiri, mengenal pribadi orang lain dan mencoba
mensinergiskan keduanya. Diharapkan setelah mengikuti pelatihan AMT ini
peserta akan dapat mengetahuai kelebihan dan kekurangannya sebagai sesuatu
yang melekat secara alami, serta mempunyai motivasi kuat untuk berprestasi.
Selain minimnya kesadaran diri akan potensi yang dimiliki perempuan
juga terjebak pada kurangnya pengetahuan dan informasi yang mereka miliki.
Karena ranah mereka hanya berkutat pada ranah domestic, sehingga sulit
untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan yang mereka butuhkan.
Pengetahuan yang minim ini kemudian membuat mereka tidak memiliki
kemampuan dan ketrampilan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.
Seperti dituturkan oleh seorang informan:
“sebelum ikut pelatihan-pelatihan itu saya ya hanya menjahit baju-baju
batik biasa. Lihat ada kain batik sisa menjahit ya hanya saya tumpuk
kemudian dibiarkan begitu saja. Kalaupun saya gunakan paling-paling saya
jadikan kain lap. Tapi setelah ikut pelatihan bersama ibu-ibu PKK lainnya
saya jadi bisa membuat tas dari kain-kain sisa jahit. Yang kemudian
berlanjut pada kerajinan lain seperti baju anak, sprei, kemaren saya juga
ikut lomba membuat bunga dari kain batik” (Wawancara dengan bu
Harsodi)
“Dulu saya belum punya showroom, menjahit juga cuma sedikit-sedikit.
Tapi setelah ikut pelatihan-pelatihan, ilmu dan pengetahuan saya jadi
bertambah. Ide membuat karya juga semakin cemerlang saja. Hehehe…
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Kemudian saya memiliki inisiatif untuk mulai menekuni dan
mengembangkan usaha pembuatan handicraft dari kain sisa batik dan
akhirnya saya berani membuka showroom di depan rumah ini.”(wawancara
dengan bu Rina)
Penjelasan dari informan tersebut menunjukkan bahwa bertambahnya
pengetahuan dan pengalaman membuat seseorang berani mengambil resiko
untuk melakakun sebuah perubahan. Maka sebelum adanya pelatihan-
pelatihan yang diberikan pada ibu-ibu PKK Laweyan, kebanyakan ibu-ibu
hanya mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi rutinitas mereka.
Menurut Loekman dalam bukunya kemiskinan, perempuan dan
pemberdayaan mengungkapkan bahwa kaitannya dengan pemberdayaan yang
bermaksud untuk memandirikan individu maupun masyarakat yang juga
penting untuk dilakukan adalah usaha untuk mengembangkan sumber daya
manusia. Untuk mengembangkan sumber daya manusia dapat dilakukan
dengan menaikkan kualitas ketrampilan dan memperkuat mental ideologis
manusianya. Selain itu juga harus di kembangkan pula budaya execellent
(budaya untuk menjadi pintar) bukan menjadi mediokritas (yaitu berorientasi
pada kepuasan hasil yang berkualitas kelas dua, dan takut bersaing.) hal ini
harus ditanamkan tanpa meninggalkan integritas terhadap kelompok. Sehingga
mental yang sudah terbangun dengan baik untuk bersaing secara sehat. Bukan
menindas yang lemah. (Loekman Sutrisno:1997)
Dalam setiap masyarakat selalui dijumpai sumber-sumber yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhannnya. Bedanya adalah ada masyarakat
yang memiliki sumber-sumber yang relative melimpah, tetapi ada pula yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
terbatas. Sehingga diperlukan upaya untuk mendayagunakan dan
memanfaatkan sumber-sumber yang dimiliki untuk dapat memenuhi
kebutuhan.
Permasalahan lain yang muncul dalam kelompok adalah rendahnya
perekonomian keluarga. Perempuan-perempuan di Laweyan ini banyak yang
menjadi buruh di industry batik, atau menjadi buruh jahit pada seorang
juragan batik maka pendapatan yang diperoleh pun hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk kebutuhan dapur. Meskipun
anggota keluarga laki-laki bekerja hasilnya tetap saja tidak menyisakan uang
untuk modal usaha karena sudah digunakan untuk biaya sekolah anak. Hal ini
senada dengan penuturan dalah satu informan yang saya wawancarai ketika di
rumah ibu Dewi Nasution sebagai berikut:
“Untuk menjahit satu baju ini saya dapat Rp.12.500,00 maka hanya cukup
untuk membeli kebutuhan dapur mba, Uang hasil kerja bapaknya sebagai
pedagang asongan untuk biaya sekolah anak-anak yang mulai mahal. Jadi
ya sudah tidak ada sisanya mba. Bagi saya yang penting anak-anak bisa
sekolah untuk membuka usaha sendiri belum berani kalau harus
menggunakan uang cadangan sekolah anak-anak.” (wawancara ibu Wati)
Keterangan tersebut senada dengan penjelasan dari Bu Harsodi:
“Banyak juga ko mba orang sekitar sini yang minim pendapatannya lihat
saja mereka yang hanya duduk dipojokan pertigaan tadi, yang kerja hanya
istrinya jadi buruh jahit, jadi ya uangnya hanya cukup untuk makan dan
biaya sekolah anak-anak meskipun agak kesulitan juga”. (wawancara
dengan Bu Harsodi).
Meskipun data informasi dari kelurahan menyebutkan bahwa Laweyan
termasuk kelurahan yang paling sedikit warganya yang menjadi penerima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
BLT, akan tetapi pada kenyataannya sebagian warganya masih hidup dengan
pendapatan yang minim dari hasil menjadi buruh industry dan buruh jahit.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan seringkali juga menjadi
kendala untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Kemampuan yang
hanya mampu memenuhi kebutuhan primer saja pun membuat individu tidak
memiliki inisiatif dan ambil resiko untuk membuka usaha lain diluar pekerjaan
pokok mereka, yang diutamakan terlebih dahulu adalah bagaimana mereka
dapat memenuhi kebutuhan untuk makan dan sekolah anak-anak. Meskipun
sebenarnya mereka memiliki keinginan untuk mencoba melakukan hal lain
guna menambah pemasukan akan tetapi mereka tidak memiliki cukup biaya
dan keberanian untuk memulainya sehingga keinginan hanya menjadi sebatas
mimpi di awang-awang tanpa adanya biaya, keberanian dan kesempatan.
Keadaan ekonomi yang minim berkaitan dengan persoalan modal.
Perempuan-perempuan di Laweyan untuk membuka sebuah usaha juga
terkendala pada persoalan modal. Modal seringkali menjadi kebutuhan utama
untuk memulai sebuah usaha. Untuk membuat sebuah produk maka
diperlukan modal baik untuk membeli alat-alat produksi maupun bahan baku
produk. seperti penjelasan salah satu informan:
“Untuk membuat tas-tas seperti ini saya memerlukan biaya untuk membeli
alat-alat jahitnya mba’. Kadang-kadang kalau pas tidak ada sisa kain ya
saya harus membelinya pada juragan batik atau industry batik. Meskipun
harganya memang agak murah tapi kan terkadang uangnya sudah dipake
untuk kebutuhan lain-lain. Saya juga Cuma punya 1 mesin jahit, itu pun
dapet dari bantuan dinas koperasi jadi kalau ada pesanan banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
terkadang gak bisa memenuhinya karena gak ada yang bantuan.”
(wawancara bu Harsodi).
“Kalau pas ada pesanan banyak kadang-kadang saya kesulitan untuk
mencari modal mba. Dana bantuan hanya berupa mesin jahit yang
pembayarannya dapat diangsur tiap bulan.” (wawancara dengan bu
Satitik)
“Masyarakat seringkali mengeluhkan kalau tidak memiliki biaya atau
modal pertama untuk dapat membuat suatu karya. Gak ada uang ya gak
bisa memproduksi barang begithu kata mereka. Maka PNPM memberikan
pinjaman uang untuk digunakan sebagai modal awal membeli bahan yang
kemudian barang hasil produksinya kami beli untuk kemudian kami
pasarkan kembali. Jadi sistemnya seperti pesanan dengan memberikan
uang muka begitu.”(wawancara dengan staff PNPM Laweyan.)
Dalam memenuhi pesanan dalam skala besar tidak jarang para
pengrajin ini melakukan kerjasama antar pengrajin. Mereka membagi pesanan
sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki. Dengan seperti ini maka para
pengrajin akan tetap berkoordinasi, membagi informasi, dan membagi
pekerjaan. Senada dengan informasi bu Satitik:
“Biasanya saya dapat pesanan untuk membuat dompet-dompet kecil atau
kipas untuk souvenir githu mba’. Tapi karena kualahen tidak dapat
mengerjakannya sendiri saya minta bantuan pada teman-teman yang lain.
Kadang saya juga hanya menyarikan order pesanan kemudian saya suruh
yang lain yang membuat githu. Kemampuan orang kan beda-beda mba ada
yang pinter bikin barang tapi gak pinter jualnya, ada juga yang pinter nyari
orderan tapi barang buatan kurang bagus.”
Setelah dapat memproduksi suatu barang yang menjadi persoalan
selanjutnya adalah bagaimana memasarkan produknya. Biasanya perempuan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
perempuan yang membuat handicraft memasarkan produksinya dengan
menitipkannya di showroom-showroom miliki pengusaha industry batik.
“Untuk pemasarannya saya tidak begitu susah mba” karena biasanya saya
titipkan di showroom miliki juragan-juragan batik itu, mereka menerima
berapa pun jumlahnya. Tapi kalau belum punya tempat yang tetap memang
agak susah juga. Bisa membuat suatu barang tapi tidak bisa menjual dan
laku ya sama saja, rugi. Harus mencari dulu siapa yang mau dititipi… Dulu
saya menawarkan langsung pada pemilik showroom, juragan batik yang
punya toko di klewer juga saya tawari. Setelah mereka tahu barang buatan
saya kemudian mereka sering memesan untuk dibuatkan suatu barang
dalam jumlah yang lumayan. Pernah juga dapat pesanan dari luar negeri,
showroom yang ngasih tahu.“ (wawancara dengan ibu Ayu)
Namun tidak semua dapat memasarkan produknya. Beberapa orang
dapat membuat suatu produk akan tetapi kemudian bingung untuk
memasarkannya. Untuk mendapatkan palanggan atau pemesan tetap tidaklah
mudah. Disinilah diperlukan kepandaian dan keuletan untuk dapat membuka
pasar, menjalin kerjasama dengan pihak lain yang dapat memasarkan produk
yang sudah dihasilkan. Dengan kepandaian berkomunikasi maka jaringan
yang terbentuk akan semakin banyak, sehingga pasar yang terbuka pun
menjadi lebar. Tidak perlu lagi mencari siapa yang mau dititipi, tapi justru
pembuat kerajinanlah yang dicari untuk memesan barang.
Para pengrajin tidak sekedar harus mempunyai ketrampilan berdagang,
melainkan juga harus mulai menggunakan tenaga atau jasa pengrajin lain
dalam proses produksi. Hubungan kerja antara pengrajin tidak dibingkai oleh
interaksi antara pemberi kerja dan pekerja. Para pengrajin ini pada umumnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
memiliki peralatan dan tempat kerja sendiri. Mereka dapat membeli barang
mentah sendiri dan kemudian menjual barang produksinya langsung pada
konsumen. Atau mereka juga dapat berbagi kerja dalam menyelesaikan
pesanan.
Kemudian berdasarkan kondisi diatas, setelah mengikuti pelatihan dari
Disperindag muncullah keinginan yang kuat dari para peserta untuk
mengembangkan usaha mereka maka mereka membentuk kelompok usaha
bersama, yaitu Laweyan Art. Kelompok ini adalah sebagai sebuah wadah
untuk menjalin kerjasama dan koordinasi antar anggotanya. Melalui kelompok
usaha bersama ini kelompok dapat lebih mudah untuk mengajukan proposal
pada dinas terkait untuk memperoleh bantuan material maupun immaterial.
Mereka juga dapat berbagi informasi mengenai pasar serta dapat berbagi
pekerjaan ketika mereka mendapatkan banyak pesanan dan tidak mampu
menyelesaikannya sendiri, maka pesanan akan dibagi pada anggota yang lain.
Mulai tahun 2007 masyarakat mulai peduli dengan lingkungannya,
melihat ada banyak kain perca sisa jahitan mereka mulai berfikir untuk dapat
memanfaatkannya agar mengurangi timbunan sampah. Karena kalau di buang
sampah jenis kain seperti ini tidak dapat terurai jika tidak dibakar. Maka
mereka mulai memanfaatkan kain yang sudah tidak terpakai ini agar tidak
menimbulkan limbah baru serta dapat menambah pemasukan dan dapat
dijadikan sebagai terobosan usaha baru. Hal ini senada dengan informasi yang
didapat dari ketua Laweyan Art ibu Ayu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
“Awalnya kami mengikuti pelatihan dari Disperindag mba’ kemudian kami
sepakat untuk membentuk kelompok usaha bersama (KUB) yang kami beri
nama Laweyan Art. Anggotanya ya ibu-ibu yang kebanyakan sudah
memiliki usaha konfeksi. Hal ini untuk memudahkan kami memperoleh
bantuan dari dinas mba.”
“Usaha untuk memanfaatkan sesuatu yang dianggap sudah tidak berguna,
selain menambah pemasukan bagi saya juga dapat mengurangi limbah
yang ada dilingkungan kita kan mba’. Dengan begitu kita jadi lebih
memperhatikan lingkungan.” (wawancara ibu Dewi)
Dalam kelompok semacam ini proses belajar bersama berlangsung.
Mereka dapat saling membantu, mengajari dan berbagi informasi. Bila
kemampuan individu yang telah berkembang dipadukan secara bersama-sama,
maka akan muncul peningkatan kinerja kelompok. Dan secara otomatis
masing-masing individu akan menjadi mandiri mengembangkan potensi yang
dimiliki. Hal ini tanpa menutup diri untuk menjalin kerjasama dengan orang
lain. Sehingga hubungan yang berlangsung antar anggota kelompok disini
bukan lagi pemberi pekerjaan dan penerima pekerjaan. Akan tetapi mitra
sejajar yang sama-sama memiliki kemampuan yang dapat disinergikan untuk
dapat mengembangkan usahanya.
Pembangunan sebagai suatu proses untuk menciptakan hubungan
serasi antara sumber-sumber yang ada dengan kebutuhan masyarakat sehingga
tercapai kondisi kesejahteraan yang semakin meningkat dalam aspek fisik,
ekonomi, mental dan social. (Sartono Wirjosoemartono:20).
Di lain pihak hakikat pemberdayaan adalah pemberian kekuasaan
terhadap setiap orang (empower to everybody). Kekuasaan harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
didistribusikan pada setiap orang agar semua orang dapat mengaktualisasikan
diri. Akan tetapi pendapat ini akan menimbulkan anarki dan chaos (tanpa
aturan, saling bersaing). Maka yang memungkinkan atau realistis adalah
pendapat bahwa pemberdayaan adalah penguatan pada yang lemah tanpa
menghancurkan yang kuat. (power to powerless).
Dilapangan juga ditemukan bahwa masyarakat yang miskin khususnya
perempuan yang hanya menjadi buruh industry atau hanya sebagai buruh jahit
sulit untuk berkembang. Mereka hanya melakukan pekerjaan yang diberikan
oleh majikannya dan sudah menjadi kebiasaannya. Sehingga tidak ada inisiatif
atau ide untuk membuat produk baru.
Pembagian kerja yang diberikan oleh majikan pada buruh seperti
hanya menjadi tukang jahit, atau menjadi pengobras saja yang dimaksudkan
untuk meningkatkan efisiensi sebenarnya menyebabkan pemisahan social
antara buruh dan pemberi kerja atau pemilik, juga menyebabkan pemisahan
intelektual antara buruh dan tenaga ahli tenaga administrasi. Dalam
msayarakat industry Pemisahan intelektual ini semakin mengukuhkan
anggapan bahwa bagian-bagian tertentu lebih penting atau lebih prestigious
dibandingkan dengan bagian-bagian lain. Buruh tidak hanya terkoordinasi,
melainkan juga semakin dikuasai oleh pemilik, pengguna atau pembagi kerja.
Tidak mengherankan apabila kemudian buruh menjadi tidak memiliki
kesempatan untuk merubah status dan keadaan mereka. (Sunyoto
Usman.1988: 91 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Ketrampilan yang laku jual menjadi basis penghargaan, mereka
(majikan) yang mempunyai ketrampilan semacam itu selalu berusaha
mengontrol kondisinya agar tidak tersaingi, maka ketrampilan yang telah
diperoleh terkadang tidak dibagi atau di ajarkan pada buruh yang bekerja
pada mereka. disamping itu pemilik sendiri selalu berusaha sedemikian rupa
sehingga proses produksi tidak sangat tergantung pada orang-orang yang
memiliki marketable skill tersebut. Untuk cara yang paling murah adalah
membagi pekerjaan pada element-element kecil dan tidak perlu member
kesempatan pada pekerja untuk mengikuti training tertentu. Aktivitas kerja
diusahakan berjalan rutin saja, menonton sesuai dengan jenis pekerjaan atau
kegiatan yang telah di bebankan. Dalam kondisi demikian pengetahuan dapat
dimonopoli dan proses produksi pun menjadi mudah dikuasai.
Pada saat melakukan wawancara peneliti melihat secara langsung
bagaimana pembagian yang terjalin antara buruh dan majikan. Disitu
majikanlah yang membuat pola diatas selembar kain batik, kemudian
memotongnya menurut pola. Baru kemudian diberikan pada buruh untuk
dijahit dirumah.” Hal demikian maka mematikan kratifitas perempuan lain
yang dalam hal ini adalah buruh perempuan. Mereka yang bekerja sebagai
buruh hanya dapat mengerjakan sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya.
Majikan pun tidak memberi kesempatan pada buruhnya untuk melakukan
pekerjaan di luar yang biasa ia berikan. Buruh tersebut mengungkapkan
bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
“saya tidak bisa membuat pola mba” ibu (juragan) lah yang membuat pola
seperti ini saya biasanya hanya menjahit saja.” (wawancara dengan ibu
Wati)
Selain itu adanya kapitalisme oleh majikan. Sehingga masyarakat yang
kurang mampu menjadi tidak dapat bergerak untuk maju memperbaiki
kehidupannya. Dengan penguasaan semua sumberdaya ekonomi oleh
beberapa orang maka masyarakat yang lain menjadi tidak memiliki kekuatan
untuk mengembangkan usahanya. Tumbuh pula dalam kehidupan masyarakat
keegoisan individu dan kurangnya kebersamaan sehingga hanya berharap
dirinya sajalah yang akan hidup makmur dan dapat menguasai sumberdaya.
Pengetahuan yang didapatkan tidak dibagi dengan orang lain karena
kekhawatiran usahanya tersaingi. Keegoisan seperti itu menumbuhkan pula
keinginan untuk mempengaruhi orang lain. Dengan kekuasaanya
mempengaruhi maka roda perekonomian dalam kendalinya. Mereka yang
tidak memiliki cukup modal hanya menjadi buruh yang akan selalu patuh
tehadap perintah majikan tanpa bisa mengekspresikan diri dan keinginannya.
Jika ada inisiatif untuk membantu maka tindakan tersebut berdasarkan pada
penaklukan terhadap individu yang diberikan bantuan. Sehingga bantuan yang
diberikan akan semakin mengikat individu yang diberikan bantuan untuk
secara rela mengabdikan dirinya pada pemberi bantuan. Hal tersebut senada
dengan keterangan pak widhi selaku kepala bidang penelitian dan
pengembangan FPKBL:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
“Tidak semua masyarakat khususnya perempuan dapat mengikuti pelatihan
akan tetapi kami mengharapkan peserta yang telah ikut dapat mengajari
perempuan yang lainnya. Namun kenyataannya seringkali setelah ikut
pelatihan mereka tidak mau menularkan ilmunya pada yang lain, disimpan
sendiri ilmunya, biar mereka sendiri yang bisa begitu.”
Dari kondisi diatas perlu diingat kembali bahwa Pemberdayaan adalah
pemberian kekuasaan terhadap setiap orang (empower to everybody).
Kekuasaan harus didistribusikan pada setiap orang agar semua orang dapat
mengaktualisasikan diri. Akan tetapi pendapat ini akan menimbulkan anarki
dan chaos (tanpa aturan, saling bersaing). Maka yang memungkinkan atau
realistis adalah pendapat bahwa pemberdayaan adalah penguatan pada yang
lemah tanpa menghancurkan yang kuat. (power to powerless). (Edi, Suharto: )
Maka pemberdayaan ini sejatinya harus dilakukan untuk memberi kekuatan
pada semua orang bukan hanya pada beberapa kelompok. Adapun kelompok
yang sudah terbentuk pun diberikan pemahaman untuk memberikan
keberdayaan pula terhadap orang-orang disekitarnya. Dengan demikian akan
tercipta kondisi yang harmonis dan berdaya dalam kehidupan masyarakat.
Adanya tantangan maupun permasalahan dalam kelompok usaha
bersama tersebut, maka proses pemberdayaan harus dilakukan secara
sistematis, bertahap dan terintegrasi antar tahapannya.
B. INDIKATOR KEBERDAYAAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Penggerak ekonomi keluarga masyarakat laweyan mayoritas adalah
perempuan. Dahulu kala mbok mase ini juga sudah terkenal menjadi
pedagang yang handal, suami mereka hanya mendampingi, bahkan ada yang
hanya duduk di rumah menunggu toko, sang istrilah yang ubet. Pada masa
kerajaan mbok mase rela untuk mencukupi kebutuhan asalkan tidak di madu
oleh suaminya, sehingga laki-laki laweyan menjadi menggantungkan pada
istrinya. Akan tetapi pada akses pengambilan keputusan masih saja dominan
pada laki-laki.
Edi Suharto mengutip pendapat parsons dalam bukunya Membangun
Masyarakat Memberdayakan Masyarakat mengajukan tiga dimensi
pemberdayaan yang merujuk pada:
§ Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individu
yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan social yang
lebih besar.
§ Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri,
berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
§ Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan social, yang dimulai
dari pendidikan dan politisasi orang lemah-lemah dan kemudian
melibatkan upaya-upaya kolektif dari orang-orang lemah tersebut
untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur-struktur
masyarakat yang masih menekan.
Pemberdayaan yang seringkali dikaitkan dengan pemberdayaan
ekonomi yaitu meningkatkan kemampuan ekonomi individu memang tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
dapat dihindarkan karena penguatan ekonomi ini merupakan prasayarat
pemberdayaan. Akan tetapi program pemberdayaan tidak sekedar hanya focus
pada peningkatan kemampuan ekonomi, namun juga focus pada perbaikan
aspek lain baik social, budaya, politik psikologi baik secara individual maupun
secara kolektif yang berbeda menurut kelompok sosialnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa esensi dari pemberdayaan adalah
memberi kesempatan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas ke
pihak lain, upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan kepada
pihak lain dalam berbagai aspek baik ekonomi, social, budaya, politik, hukum,
dan ekologi baik secara personal maupun kolektif.
Pemberdayaan perempuan melalui usaha pengelolaan limbah batik
yang berupa kain perca ini dengan demikian adalah suatu upaya untuk
memberikan keberdayaan bagi masing-masing individu perempuan maupun
kelompok dalam berbagai aspek tersebut, sehingga mereka memiliki
kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri, mengembangkan potensi yang
dimiliki, dan bebas dari eksploitasi yang ada.
Dengan demikian masyarakat khususnya perempuan-perempuan ini
mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah
ekonomis, baik untuk dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya. Sehingga
perempuan yang sebelumnya berada dalam posisi belum termanfaatkan secara
penuh potensinya akan meningkat bukan hanya ekonominya, tetapi juga
harkat, martabat, percaya dirinya. Dapat dikatakan, pemberdayaan tidak saja
menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, lebih dari itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
pemberdayaan juga mengembangakan nilai tambah social dan budaya dan
ekologi. Sehingga pemberdayaan perempuan ini pada akhirnya juga
meningkatkan emansipasi perempuan.
Untuk mengetahui focus dan tujuan pemberdayaan secara operasional,
maka perlu diketahui beberapa indikator keberdayaan yang dapat
menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga program
pemberdayaan social diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada
aspek-aspek dari sasaran perubahan yang perlu dioptimalkan. Schuler,
Hashemi dan riley mengembangkan delapan indicator pemberdayaan.
Keberhasilan pemberdayaan dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang
menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat
kesejahteraan, dan kemampuan cultural dan politis. Ketiga aspek tersebut
dikaitkan dengan empat dimensi kekuaasaan yaitu:
§ Kekuasaan di dalam (power within)
§ Kekuasaan di luar (power to)
§ Kekuasaan atas (power over)
§ Kekuasaan dengan (power with)
(Edi Suharto, 2005:63)
Indicator yang dapat digunakan untuk mengukur proses pemberdayaan
masyarakat adalah:
1. Dimensi masyarakat sebagai subyek pembangunan dengan indicator
a. Partisipatif
b. Desentralisasi
c. Demokrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
d. Tranparansi
e. Akuntabilitas
2. Dimensi penguatan kelembagaan masyarkat dengan indicator
a. Pembentukan dan penguatan kelembagaan
b. Pelatihan bagi pengelola dan masyarakat
c. Desentralisasi kepada lembaga masyarakat
3. Dimensi kapasitas dan dukungan aparat pemerintah
a. Kapasitas aparat pemerintah dalam memfasilitasi
b. Kapasitas pemerintah dalam mendukung dan melakukan
pendampingan
4. Dimensi upaya penanggulangan kemiskinan
a. Pemetaan kemiskinan.
b. Keseusaian usulan dengan kebutuhan.
c. Coverage program.
d. Ketepatan pemberian dana dan kemampuan pengelola bantuan
langsung masyarakat.
Secara umum untuk menerapkan indicator-indikator
tercapainya suatu pemberdayaan dapat pula dianalisis melalui beberapa
dimensi. Pemberdayaan menurut Karl (1995) dapat dianalisis melalui
lima dimensi yaitu:
1. Dimensi kesejahteraan.
Secara sederhana variabel ini dapat diukur dengan mengetahui
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar, seperti kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
makanan, kesehatan, perumahan, pendapatan dan pendidikan.
Sejauhmana kebutuhan dasar tersebut telah dinikmati tidak saja
oleh semua orang baik yang kaya dan yang miskin, serta baik laki-
laki maupun perempuan.
2. Dimensi akses atas sumberdaya.
Variabel tersebut dapat diketahui dengan mengukur akses
terhadap modal, produksi, informasi, ketrampilan dan lainnya.
Adanya kesenjangan dalam mendapatkan akses terhadap
sumberdaya masyarakat akan mengakibatkan terjadinya perbedaan
produktivitas diantara mereka.
3. Dimensi penyadaran atau kesadaran kritis.
Variabel ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya upaya
penyadaran terhadap adanya kesenjangan diantara lapisan
masyarakat dan kesenjangan gender yang disebabkan faktor sosial
budaya yang sifatnya dapat berubah. Kesenjangan tersebut terjadi
karena adanya anggapan bahwa posisi sosial ekonomi masyarakat
pinggiran adalah lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang
hidup dikota. Dalam kasus kesenjangan gender maka kesenjangan
tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial
ekonomi perempuan lebih rendah dari daripada laki-laki.
Penyadaran dalam hal ini berarti terjadinya penumbuhkan sikap
kritis oleh perempuan.
4. Dimensi partisipasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan dalam
partisipasi yang ditunjukkan oleh terwakili atau tidaknya
masyarakat pinggiran atau perempuan dalam wadah lembaga-
lembaga yang terkesan elit. Upaya pemberdayaan diarahkan pada
kegiatan pengorganisasian kelompok masyarakat pinggiran dan
perempuan sehingga mereka dapat berperan dalam prose
pengambilan keputusan dan kepentingan mereka juga dapat
terwakili.
5. Dimensi kontrol.
Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan antara
laki-laki dengan perempuan ataupun dalam masyarakat pinggiran
terhadap alokasi kekuasaan pada segala aspek bidang kegiatan.
Siapa menguasai alat kerja, tenaga kerja, pembentukan modal, dan
lainnya. Pemberdayaan dalam hal ini diarahkan pada alokasi
kekuasaan yang seimbang dalam masyarakat.
Indicator-indikator pemberdayaan yang terkumpul dalam lima dimensi
diatas dapat digunakan untuk membuat analisis yang akan menunjukkan
apakah perempuan-perempuan Laweyan yang tergabung dalam kelompok
usaha bersama Laweyan Art ini sudah berdaya atau belum dan seberapa jauh
tingkat keberdayaan mereka karena pemberdayaan dapat diukur melalui
derajat keberdayaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Pada akhirnya kegiatan produktif yang dilakukan pada program
pemberdayaan ini akan menghasilkan barang sehingga memiliki pengaruh
yang luas. Kegiatan ini merupakan titik awal dari upaya peningkatan
pendapatan akan meningkatkan mobilitas social seseorang, karena dengan
penghasilan yang lebih baik akan menjadi jalan bagi terwujudnya
pengembangan wawasan dan mengelola berbagai potensi yang ada.
Dengan demikian maka pemberdayaan adalah sebuah proses dan
tujuan. Sebagai proses pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat
termasuk individu-individu yang megalami masalah kemiskinan. Sebagai
tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin
dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya yang
memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun
social seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi,
mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan social dan
mandiri melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertan pemberdayaan
sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indicator keberhasilan
pemberdayaan sebagai sebuah proses.
C. STRATEGI PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan sebagai sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses
pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk incividu-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya yang memiliki
kekausaan atau mempunyai pengetahuan, kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun social seperti
memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan social, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Secara Teoritis kecenderungan primer menunjukkan pemberdayaan
sebagai proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan,
kemampuan kepada masyarakat agar setiap individu menjadi lebih berdaya.
Proses ini dapat dilengkapi dengan membangun asset material guna
mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Sebaliknya
kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong,
atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan
untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog
(Pranaka dan Vidhyandika Moeljarto).
Sehubungan dengan deskripsi konsep dan pendekatan diatas, Randy
dalam bukunya Manajement Pemberdayaan menyebutkan minimal ada tiga
strategi pemberdayaan yang umum dipahami atau dilaksanakan. Untuk
memahaminya Randy mengumpakan strategi tersebut dalam beberapa proses
yaitu pemberdayaan yang berkutat di daun, batang, dan akar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Permberdayaan yang hanya berkutat di “daun” dan ranting atau
pemebrdayaan konformis. Karena struktur social, struktur ekonomi, dan
struktur politik yang sudah ada dianggap given, pemberdayaan hanya dilihat
sebagai upaya meningkatkan daya adaptasi terhadap struktur yang sudah ada.
Bentuk aksi starrtegi ini adalah mengubah sikap mental masyarakat yang tidak
berdaya dan pemberian bantuan, baik modal maupun sibsidi. Termasuk pula
program-program karikatif dan sinterklas.
Pemberdayaan yang hanya berkutat pada “batang” atau pemberdayaan
reformis. Konsep ini tidak mempermasalahkan tatanan social, ekonomi,
politik dan budaya yang ada. Yang dipersolakan adalah pelaksanaan di
lapangan atau pada kebijakan operasional. Dengan demikian pemberdayaan
difokuskan pada upaya peningkatan kinerja operasional dengan membenahi
pola kebijakan, peningkatan SDM, penguatan kelembagaan dan sebagainya.
Pola inilah yang biasanya digunakan untuk melakukan pemberdayaan pada
masyarakat kelas bawah yang hak-haknya belum terpenuhi karena kebijakan
yang tidak berpihak pada mereka seperti pembeerdayaan pada kaum difabel
untuk memperoleh hak-hak mereka terkait dengan aksesibilitas bagi difabel
terhadap fasilitas public. Atau kebijakan pemerintah dalam pembangunan
yang harus memasukkan criteria adil dalam design pembangunannya.
Sehingga pembangunan dapat dinikmati oleh semua orang, lapisan dan
golongan masyarakat.
Pemberdayaan yang berkutat di “akar” atau pemberdayaan structural
atau bisa disebut dengan critical paradigm. Strategi tersebut melihat bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
ketidakberdayaan masyarakat disebabkan oleh struktur social, politik, budaya
dan ekonomi yang kurang memberikan peluang bagi kaum lemah. Dengan
demikian, pemberdayaan harus dilakukan melalui transformasi structural
secara mendasar dengan meredesign struktur kehidupan yang ada.
Pemberdayaan ini biasanya dilakukan oleh fasilitator gender untuk mengubah
pandangan masayarakat mengenai gender. Pemberdayaan dilakukan mulai
dari awal melalui pengubahan struktur-struktur social yang ada dalam
masyarakat menjadi responsive gender hingga pada upaya pengubahan
struktur politik dan budaya.
Proses pemberdayaan harus melalui beberapa tahapan yang
berkesinambungan untuk menjadikan masyarakat menjadi berdaya. 4 tahapan
strategi yang harus dikembangkan dalam proses pemberdayaan bagi kelompok
ibu-ibu ini antara lain adalah pengembangan kesadaran kritis, penguatan
kapasitas, pengorganisasian, dan mobilitas sumber daya.
Diharapkan program-program yang dilakukan tidak hanya
berimplementasi pada peningkatan kesejahteraan social melalui distribusi
uang dan jasa untuk mencukupi kebutuhan dasar. Lebih dari itu adalah sebagai
upaya dengan spectrum kegiatan yang lebih menyentuh pemenuhan berbagai
macam kebutuhan sehingga segenap masyarakat dapat mandiri, percaya diri,
tidak bergantung dan dapat terlepas dari belenggu structural yang membuat
hidup sengsara.
Sejumlah kajian di beberapa negara menunjukkan bahwa usaha kecil
dan menengah mempunyai peranan cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
menyerap tenaga kerja melalui penciptaan lapangan pekerjaan, menyediakan
barang dan jasa dengan harga murah, serta mengatasi masalah kemiskinan.
Disamping itu, usaha kecil dan menengah juga merupakan salah satu
komponen utama pengembangan ekonomi lokal, dan berpotensi meningkatkan
posisi tawar (bargaining position) perempuan dalam keluarga.
Pemberdayaan dalam rangka menguatkan perekonomian perempuan di
Laweyan umumnya dilakukan oleh Dinas dengan bekerja sama dengan
lembaga donor, forum yang ada di Laweyan serta bekerja sama dengan
akademisi yaitu dengan Universitas-Universitas yang ada di Solo yang
memiliki focus perhatian pada masalah gender dan pengelolaan sumber daya
alam. Maka disini saya menguraikan pemberdayaan yang sudah dilakukan
oleh setiap lembaga dengan membuat pengelompokan pada tiap-tiap pihak
pemberdaya agar lebih mudah dipahami.
· Pemberdayaan OLEH DINAS
Dalam hal ini Dinas terkait yang melakukan pendampingan
khususnya dalam hal peningkatan ekonomi perempuan yaitu Disperindag
(Dinas Perindustrian dan Perdagangan). Upaya Disperindag dalam
menguatkan ekonomi masyarakat khusunya perempuan adalah dengan
memberikan bantuan berupa pelatihan, penyediaan alat produksi dan
pemasaran. Senada dengan penjelasan salah satu informan:
“Bantuan yang kami berikan pada masyarakat adalah dalam bentuk
pelatihan, bantuan peralatan dan pemasaran” (wawancara dengan ibu
Yuni, Ketua Bidang peindustrian Disperindag, 27oktober 2010 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
Adapun pelatihan-pelatihan diberikan kepada masyarakat adalah
sebagai upaya peningkatan kapasitas ketrampilan dan kecakapan hidup
dan dalam mengimplementasikannya Dinas Perindustrian dan
Perdagangan mengadakan pelatihan-pelatihan ketrampilan yang terkait
dengan pemanfaatan sisa kain batik untuk menjadi barang-barang yang
bernilai ekonomis seperti pembuatan handicraft dari kain perca batik,
pembuatan sandal batik, tas dan souvenir. Secara umum tujuan dari
pemberian pelatihan Keterampilan & kecakapan hidup (Life-Skill) adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kecakapan hidup dan kesadaran gender dalam rangka
memberdayakan perempuan dengan meningkatkan kapasitas pikir dan
kapasitas pengelolaan kelembagaan untuk meningkatkan ketrampilan
dan pengetahuan.
2. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perempuan dalam
pengelolaan usahanya.
3. Meningkatkan kesadaran kritis perempuan dalam mengatasi persoalan-
persoalan perempuan secara umum.
Senada dengan penjelasan salah satu informan Ibu Sri Wahyuni
selaku Ketua Bidang Perindustrian Disperindag Surakarta :
“Pertama-tama kami mengadakan pelatihan pengembangan
ketrampilan seperti pembuatan sandal batik yang diadakan pada
tanggal 13-16 April 2010 jumlah pesertanya 20 orang kebanyakan
yang ikut ibu-ibu mba’. Tujuan pelatihan itu adalah untuk memberikan
bekal ketrampilan pada peserta terlebih dahulu, sehingga peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
mempunyai kesadaran untuk menjadi seorang yang produktif mba.”
(Wawancara dengan ibu Yuni, 27 Oktober 2010)
Untuk memperkuat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki
oleh perempuan dalam memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhannya, pemberdayaan harus mampu menumbuh-kembangkan
kemampuan dan kepercayaan diri perempuan yang menunjang
kemandirian mereka.
Untuk dapat merubah pandangan seseorang memang bukanlah
suatu hal yang mudah. Namun, untuk mencapai tujuan pemberdayaan,
strategi yang digunakan haruslah benar-benar tepat sasaran.
Pengembangan potensi yang dimiliki perempuan dan kemandirian
perempuan yang menjadi modal utama harus dapat dicapai terlebih dahulu,
sehingga sumber daya manusia yang dicetak dapat maksimal.
Selain pelatihan ketrampilan masyarakat juga diberikan pelatihan
AMT (Achievement Motivation Training) sebagai upaya untuk membantu
peserta pelatihan yang sebagian besar adalah ibu-ibu untuk dapat menggali
potensi yang ada pada diri dan menumbuhkan kepercayaan diri mereka,
sehingga dengan tumbuhnya kepercayaan diri, mereka memiliki semangat
untuk dapat membuat perubahan pada kehidupannya. Selain itu dari
Disperindag juga mengadakan pelatihan kewirausahaan, bagaimana
caranya lobbying, managemen usaha serta managemen pemasaran yang
berguna untuk memudahkan memasarkan produk yang telah dihasilkan,
bagaimana mereka dapat membuat sebuah jaringan pemasaran yang kuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Dewi:
“Dulu kami juga pernah mendapat pelatihan AMT, pelatihan
management usaha, diajari juga bagaimana caranya lobby biar dapat
pesanan ini untuk membantu kita dalam pemasaran produk.”
(wawancara Bu Dewi, 25 juni 2010)
“Kami juga pernah dapat pelatihan management usaha diajari
pembukuan githu mba, berapa modal awal, pengeluaran, untung
ruginya, gitu harus dicatat, njlimet dan harus rinci mba’ hehehe.
Sebenarnya kalau ini bisa akan memudahkan kita untuk mengajukan
proposal.” (wawancara Bu Harsodi, 19 Juli 2010)
Disperindag juga mengadakan penyokongan dalam hal pemasaran
yaitu berupa pemberian informasi kepada masyarakat terkait dengan
event-event atau pameran yang bisa diikuti masyarakat, sebagai bentuk
bantuan pemasaran yang diberikan pada masyarakat yang produktif.
Bahkan ibu-ibu Laweyan juga sudah pernah mengikuti pameran sampai
ke luar negeri. Hal ini dimaksudkan untuk membuka pasar handicraft batik
juga.
Senada dengan informasi dari seorang informan:
“Saya dan Bu Dewi juga pernah ikut pameran sampai ke Malaysia.
Disana yang kami pamerkan adalah batik dan hasil kerajinan tangan.
Masing-masing anggota KUB menyerahkan produknya pada
perwakilan yang pergi ke Malaysia.”(Wawancara dengan ibu Ayu, 25
Juli 2010.)
Menurut ibu Sri Wahyuni (Ketua Bidang Perindustrian,
Disperindag) bantuan pemasaran yang diberikan ini meliputi pemasaran di
dalam daerah (Local), antar daerah (Regional), dan Internasional. Adapun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
event-eventnya yaitu seperti Java Expo di Kasunanan, Jateng Fair,
Inacraft, dan Cina Expo. Masyarakat yang produktif dapat berpartisipasi
dalam acara ini, mereka dapat memamerkan hasil karyanya, sehingga
dengan mengikuti acara-acara pameran diharapkan dapat memperluas
jaringan usaha dan menambah wawasan. Biasanya dari pihak Disperindag
memberikan informasi kepada kelompok-kelompok usaha bersama yang
telah terbentuk dalam suatu wilayah kelurahan.
“Produktif” menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mengikuti
dan berpartisipasi dalam pameran tersebut. Dimana produktif disini
diartikan sebagai mampu menciptakan dan menghasilkan sebuah barang
atau produk. Diambil dari arti kata produksi yang artinya adalah mengolah
sesuatu bahan mentah menjadi barang jadi. Hal ini dengan maksud untuk
menumbuhkan sikap mau berkarya dalam diri masyarakat. Bukan hanya
dapat mengkonsumsi. Untuk dapat menjadi mandiri dan berdaya seseorang
salah satunya adalah dengan mampu menggunakan potensi yang dimiliki
dan menghasilkan sebuah karya.
Selain pelatihan dan pemasaran Disperindag juga memberikan
penyokongan dalam bentuk bantuan penyediaan alat produksi, untuk
memperoleh bantuan tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan
yaitu:
1. Warga Solo.
2. Dalam bentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama) yang beranggotakan
minimal 10 orang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
3. Mengajukan proposal bantuan sesuai dengan bantuan yang dibutuhkan.
4. Memberikan laporan pertanggung jawaban setiap 6 bulan sekali.
Hal ini dengan maksud untuk mengevaluasi penggunaan bantuan yang
sudah diberikan.
Bantuan alat produksi yang diberikan oleh Disperindag kepada
Kelompok Usaha Bersama Laweyan Art adalah berupa 8 mesin jahit.
Mesin ini kemudian diberikan pada anggota kelompok yang membutuhkan
terlebih dahulu. Kemudian bagi masing-masing anggota yang menerima
mesin jahit tersebut atas kesepakatan bersama diharuskan membayar
angsuran tiap bulan. Jadi sistem penerimaan mesin jahit tersebut oleh
kelompok dijadikan sebagai pembelian secara cicilan. Uang hasil angsuran
anggota ini kemudian akan dibelikan mesin jahit lagi atau alat produksi
lainnya yang dibutuhkan oleh anggota kelompok. Sehingga semua anggota
kelompok dapat memperoleh dan memanfaatkan bantuan yang diberikan
oleh Disperindag.
Senada dengan keterangan ibu satitik selaku bendahara Laweyan
Art:
“Bagi yang menerima mesin jahit diwajibkan membayar angsuran mba
tiap bulannya sampai mencukupi harga mesin jahit biasanya selama 2
tahun kan agak ringan kalo begini. Uangnya biar bisa digunakan untuk
membeli alat lagi dan biar semua anggota kebagian begithu”.
(wawancara bu Satitik, 25 Juli 2010)
Untuk mengajukan proposal bantuan dana diharuskan untuk
membentuk sebuah kelompok yang beranggotakan minimal 10 orang. Dari
situ maka pihak Disperindag sebenarnya telah melakukan usaha untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
menumbuhkan pengorganisasian dalam masyarakat Laweyan setelah
diadakannya usaha untuk meningkatkan kapasitas diri masyarakat.
Pengorganisasian ini dimaksudkan untuk memberikan ruang agar
masyarakat dapat mengembangkan diri dan mencapai tujuan bersama
mereka. Karena idealnya, masyarakat perlu diberikan ruang untuk
mengorganisasi diri mereka sendiri tanpa intervensi dari pihak luar.
Setelah organisasi masyarakat terbentuk, baru pihak luar dapat mengambil
peran untuk memperkuat kapasitas organic tersebut. Pengembangan
organisasi ini terwujud dalam Kelompok Usaha Bersama (KUB) salah
satunya adalah Laweyan Art yang mana menjadi wadah bagi perempuan-
perempuan Laweyan untuk mengembangkan usaha handicraft mereka.
Meskipun tidak mengadakan peninjauan langsung secara berkala
akan tetapi Disperindag juga melakukan monitoring. Yaitu dengan cara
mewajibkan kepada kelompok penerima bantuan alat untuk membuat
laporan mengenai penggunaan bantuan alat yang telah diterima oleh
kelompok. Laporan ini harus diberikan setiap 6 bulan sekali. Dari laporan
pertanggung jawaban semacam ini dapat diperoleh data seberapa jauh
perkembangan usaha mereka, kemudian bagaimana pengelolaan bantuan
yang telah diberikan juga dapat diketahui, sehingga pada akhirnya nanti
laporan semacam ini dapat digunakan acuan untuk mengusulkan dan
memasukkan kebutuhan pengrajin atau pengusaha kecil ini dalam
anggaran pembelanjaan daerah.
· OLEH LSM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Untuk LSM selama ini belum ada sebuah LSM yang mengadakan
pendampingan atau pemberdayaan di laweyan terkait dengan
penguatan ekonomi perempuan di Laweyan. Hal ini seperti
diungkapkan salah satu informan bapak Eddy:
“Untuk melakukan pendampingan terhadap masyarakat kami
belum mempunyai cukup SDM, untuk kerjasama dengan LSM selama
ini juga belum ada.”
· FPBKL
Dalam proses pengembangan Laweyan menjadi Kampung Batik ini
FPKBL berperan sebagai sebuah lembaga mediasi yang memfasilitasi
kebutuhan industry batik. Jika suatu rombongan atau kelompok
masyarakat ingin mengadakan sebuah kunjungan misalnya maka
biasanya FPKBL yang memfasilitasi layaknya tuan rumah. FPKBL
juga sebagai penghubung dengan dinas terkait, forum inilah yang
menjadi penghubung antara kelompok-kelompok yang terbentuk oleh
masyarakat Laweyan untuk mendapatkan informasi dan bantuan oleh
dinas terkait atau melakukan mediasi dalam melakukan kerjasama
dengan dinas yang berkepentingan. Senada dengan keterangan bapak
Edy selaku coordinator bidang IT FPKBL mengatakan:
“FPKBL disini bertindak sebagai penghubung atau mediator bagi
kelompok-kelompok masyarakat yang ada di Laweyan. Kami biasanya
memfasilitasi jika ada dinas tertentu yang ingin bekerjasama untuk
membuat sebuah kegiatan di Laweyan. Contohnya ya seperti
pelatihan-pelatihan terhadap ibu-ibu PKK itu mba’ kami hanya
menginformasikan pada ketua kelompok atau memberi informasi pada
masyarakat siapa yang mau ikut.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Dalam proses pemberdayaan perempuan di Laweyan ini
FPKBL dapat dikatakan berperan serta sebagai lembaga pendampingan
social. Merujuk pada pendapat Edi Suharto dalam bukunya
membangun masyarakat dan memberdayakan rakyat (2005:95) yang
mengemukakan empat tugas pendampingan social yaitu pemungkinan
(enabling) atau fasilitasi, penguatan (empowering), perlindungan
(protecting), pendukungan (supporting). Meskipun tidak semua fungsi
dari lembaga pendampingan social dapat dipenuhi oleh FPKBL akan
tetapi FPKBL sudah melakukan fasilitasi dan pendukungan.
Management sumber juga dilakukan oleh FPKBL. Sumber yang
dimaksud disini adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
pemecahan masalah. Sumber dapat berupa sumber personal
(pengetahuan, motivasi, pengalaman hidup), sumber interpersonal
(system pendukung yang lahir baik dari jaringan pertolongan alamiah
maupun interaksi formal dengan orang lain, sumber social (respon
kelembagaan yang mendukung kesejahteraan masyarakat. (Edi
Suharto, 2005:95).
Pengertian manajemen disini mencakup pengkoordinasian,
pensistematisan, dan pengintegrasian bukan pengawasan dan
penunjukan. Pengertian managemen juga meliputi pembimbingan,
kepemimpinan dan kolaborasi dengan pengguna atau penerima
program. Dengan demikian FPKBL ini menghubungkan kelompok
Laweyan Art dengan sumber-sumber sedemikian rupa sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
meningkatkan kepercayaan diri anggota kelompok maupun kapasitas
pemecahan masalah individu dan kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
BAB IV
HASIL, HAMBATAN DAN SOLUSI
DALAM PROSES PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
A. HASIL PEMBERDAYAAN
Pemberdayaan yang merupakan upaya untuk membangun daya dengan
mendorong, memberikan motivasi, dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya, diharapkan
dapat membawa perubahan pada individu maupun kelompok. Perubahan yang
dimaksud disini adalah perubahan kondisi dari ketidakberdayaan menjadi
lebih berdaya, kondisi yang tidak memiliki kekuatan menjadi memiliki
kekuatan.
Pada hakikatnya masyarakat itu bersifat dinamis mengalami perubahan
selama proses hidup. Baik perubahan tersebut disengaja atau diupayakan
maupun terjadi dengan sendirinya seiring dengan berlangsungnya proses
kehidupan.
Pemberdayaan adalah proses menyeluruh yaitu suatu proses aktif
antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu
diberdayakan melalui peningkatan pengetahuan, ketrampilan, pemberian
berbagai kemudahan serta peluang untuk mencapai akses system sumber daya
dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses pemberdayaan
hendaknya meliputi enabling (menciptakan suasana kondusif), empowering
(penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat), protecting (perlindungan
dan keadilan), supporting (bimbingan dan dukungan) dan foresting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
(memelihara kondisi yang kondusif tetap seimbang) (Randy R, 2007). Pada
gilirannya diharapkan akan terwujud kapasitas ketahanan masyarakat secara
lebih bermakna, bukan sebaliknya bahwa stimulant yang diberikan dan proses
yang ada justru menjebak masyarakat pada suasana yang penuh
ketergantungan.
Menurut Friedmann (1992) dalam L.V. Ratna Devi (2008)
mengemukakan bahwa ketika masyarakat memiliki kekuatan (power),
sebenarnya sudah terdapat kesadaran kritis dalam diri seseorang dapat dicapai
dengan cara melihat ke dalam diri sendiri (lookoing inward), serta
menggunakan apa yang didengar, dilihat, dan dialami untuk memahami apa
yang sedang terjadi dalam kehidupannya. Seseorang menganilisis sendiri
masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi sebab-sebabnya, menetapkan
skala prioritasnya dan memperoleh pengetahuan baru darinya.
Masyarakat yang memiliki keberdayaan ditandai adanya:
1. Kekuatan mengaktualisasikan diri yaitu, mampu mengekspresikan
diri dan mampu menginternalisasikan hasil penilaian.
2. Koaktualisasi Eksistensi Masyarakat. (Ratna Devi, 2008)
Onyishi dalam makalahnya psychological empowerment and
development of entrepreneurship among women: implications for sustainable
economic development in Nigeria mengemukakan bahwa pemberdayaan
menurutnya adalah memungkinkan perempuan untuk mengakses keahlian dan
sumber daya untuk lebih efektif mengatasi tantangan. Kewirausahaan
memerlukan individu yang akan proaktif dalam mencari peluang untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk menciptakan kekayaan untuk
diri mereka sendiri dan orang lain. Akar dari semua kegiatan kewirausahaan
adalah kemauan pengusaha untuk melakukan sesuatu yang baru dan kemauan
untuk menerima ketidakpastian dan mengatasi tantangan yang muncul.
Kreativitas dan inovasi karena itu terlibat dalam sebagian besar upaya
kewirausahaan. Sehingga untuk memberdayakan perempuan dalam bidang
apapun terlebih lagi dalam bidang ekonomi maka diperlukan upaya untuk
memberdayakan kepribadian perempuan terlebih dahulu guna membangkitkan
kemauan individu perempuan untuk berubah. Dalam prosesnya program
pemberdayaan yang telah dilakukan juga sudah menyentuh pada
pemberdayaan psikologis perempuan. Pemberian pelatihan AMT
(Achievement Motivation Training) ini mampu memberikan pengaruh yang
positif terhadap perubahan persepsi pada diri individu perempuan.
Keberdayaan tidak muncul begitu saja, tetapi tidak lepas dari
pemberdayaan yang secara tidak langsung dilakukan oleh dan antar individu
dalam suatu kelompok sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam
kelompok. Dengan dilakukannya usaha pemberdayaan perempuan melalui
beberapa proses yang dilakukan dalam kegiatan pengelolaan limbah perca
batik menjadi barang bernilai ekonomi ini, pada akhirnya menunjukkan
perubahan yang berhasil dicapai. Berikut ini adalah beberapa perubahan yang
terjadi hasil dari pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah batik:
1. Pada Tingkat Individu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Melalui beberapa kegiatan pelatihan yang telah diberikan pada
kelompok-kelompok perempuan telah menumbuhkan kesadaran kritis
dalam diri mereka. Kesadaran untuk mengubah kondisi yang dialami
dimana mayoritas perempuan Laweyan ini hanya mengerjakan sesuatu
yang monoton yaitu hanya terlibat dalam proses produksi pakaian jadi
batik sebagai penjahit, setelah mendapat pelatihan mulai muncul inisiatif
mereka untuk memproduksi suatu barang diluar kebiasaannya sebagai
upaya menambah penghasilan dan meningkatkan pendapatan dari usaha
yang sudah mereka kerjakan. Kesadaran untuk membentuk sebuah
kelompok sebagai solusi untuk mengembangkan usaha adalah juga
merupakan salah satu bentuk kesadaran kritis yang telah tumbuh pada diri
individu anggota kelompok Laweyan Art.
Sebagaimana pendapat Friedmann dalam Ratna Levi yang
mengemukakan bahwa kesadaran kritis dalam diri seseorang yang dapat
dicapai dengan cara melihat ke dalam diri sendiri (lookoing inward), serta
menggunakan apa yang didengar, dilihat, dan dialami untuk memahami
apa yang sedang terjadi dalam kehidupannya. Seseorang menganilisis
sendiri masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi sebab-sebabnya,
menetapkan skala prioritasnya dan memperoleh pengetahuan baru darinya.
Adanya kesadaran kritis ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah
memiliki kemampuan (empowering).
Setelah mengikuti pelatihan perempuan-perempuan Laweyan ini
menggunakan apa yang telah mereka dengar, mereka lihat, untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
melakukan intropeksi ke dalam diri mereka akan keadaan yang sedang
dialami. Mereka menganalisis masalah yang sedang dihadapi, sebab-sebab
terjadinya masalah tersebut. Kemudian dari kemampuan menganalisis
masalah apa saja yang mereka hadapi maka mereka mencari solusi dan
menetapkan skala prioritas solusi yang diambil. Proses seperti ini akhirnya
menghasilkan pengetahuan baru mereka.
Setelah kesadaran diri tumbuh kemudian memunculkan solusi
penyelesaian dari masalah yang dihadapi maka perubahan yang terjadi
pada tingkat individu atau anggota kelompok Laweyan Art adalah mereka
menjadi mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki yaitu keuletan
mereka dalam berusaha dan ketelatenan dalam menghasilkan suatu
produk. Dengan pola yang seperti ini maka perempuan-perempuan ini
dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan keinginan
mereka, tanpa ada paksaan atau hambatan dari pihak luar dari dirinya.
Jika sebelum mengikuti pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas
diri dan ketrampilan perempuan laweyan memiliki wawasan dan
pengetahuan yang minim maka setelah mengikuti pelatihan perempuan-
perempuan ini menjadi lebih berani mengkomunikasikan, berani
mengambil resiko dengan berani merealisasikan ide yang mereka miliki.
Senada dengan keterangan ibu Rina pemilik took handicraft Mas Ayu
“saya berani membuka showroom ini setelah mengikuti pelatihan-
pelatihan dari dinas mba’ sebelumnya saya hanya menjahit biasa.
Kemudian setelah mengikuti pelatihan saya berfikir dan lebih berani
untuk mengembangkan usaha handicraft dari kain batik ini.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Meskipun seseorang mempunyai potensi dan motivasi untuk
berkembang, belum tentu ia mampu melakukan terobosan terhadap situasi
buruk yang menjeratnya. Berkaitan dengan pengembangan sumber daya
manusia, masalah ketrampilan merupakan salah satu persoalan penting
yang perlu mendapat perhatian. Dimana ketrampilan seseorang juga
memiliki pengaruh pada aktualisasi diri seseorang dan menentukan
“tempat” seseorang (eksistensi diri) dalam masyarakat.
Usaha perempuan-perempuan Laweyan dalam memanfaatkan
perca batik menjadi handicraft tidak hanya untuk menambah penghasilan
keluarga, lebih dari itu kemampuan perempuan untuk dapat hidup mandiri
dan memiliki kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya ke dalam
suatu hal yang menjadi minat mereka akan meningkatkan kepuasan dalam
diri perempuan itu sendiri yang akan melahirkan kepercayaan diri dalam
diri mereka. Kepercayaan diri yang dimiliki inilah yang mempengaruhi
produktivitas perempuan, hal ini terlihat pada bertambah kuatnya
semangat untuk menjadi lebih produktif mengembangkan ide-ide yang
mereka miliki dan keinginan untuk membuka usaha yang dapat
dikembangkan untuk menambah pendapatan keluarganya setelah
mengikuti pelatihan.
Kepercayaan diri yang dimiliki juga meningkatkan aktivitas social
mereka dalam masyarakat. Mereka yang memiliki usaha sendiri atau
mandiri secara ekonomi lebih sering mengikuti acara-acara yang diadakan
dalam kehidupan bermasyarakat dilingkungannya seperti kegiatan arisan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
PKK dan sebagainya. Dimana dalam kegiatan seperti ini terjadi pertukaran
informasi yang memperkaya pengetahuan dan wawasan perempuan.
Apalagi jika melihat pada budaya masyarakat Laweyan yang
memberikan penghargaan yang cukup tinggi terhadap mereka yang mau
bekerja keras dan produktif. Maka usaha perempuan untuk dapat hidup
mandiri membantu perekonomian keluarga serta aktivitas aktualisasi
dirinya baik dalam bidang social dan ekonomi akan memberikan nilai
tawar pada posisi perempuan dalam masyarakat Laweyan. Pada akhirnya
persepsi terhadap perempuan yang memiliki keahlian terhadap
pengelolaan rumah tangga atau kebutuhan domestic saja, kurang produktif
dan kurang aktif dapat berubah; bahwa dengan mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliki perempuan-perempuan tersebut menjadi
seseorang yang cerdas, mampu hidup mandiri, bermanfaat bagi kehidupan
dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya dan secara aktif ikut
berpartisipasi dalam ruang publik.
Selain adanya perubahan pada tingkat pendapatan, perubahan lain
yang terjadi pada individu adalah adanya pengembangan wawasan.
Pengembangangan wawasan perempuan sangat bergantung pada informasi
yang diperoleh. Semakin banyak perempuan memperoleh informasi maka
pengetahuan semakin bertambah dan wawasannya pun akan semakin luas.
Dan hal inilah biasanya yang membedakan perempuan yang secara aktif
memiliki kegiatan di luar rumah dengan yang hanya berdiam diri dirumah.
Karena di dalam rumah ia tidak dapat mendapatkan informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
mencukupi mengenai hal baru di luar dirinya dan keluarganya. Perempuan
yang secara aktif bekerja di luar rumah atau banyak mengikuti kegiatan
social memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Sehingga
membentuk pribadi yang terbuka dengan hal baru dan mampu memiliki
inisiatif untuk merubah keadaan diri.
Dibandingkan dengan suntikan modal pengembangan wawasan
yang dilakukan pihak pemberdaya dengan memberikan pelatihan dan
pengadaan workshop tertentu ternyata lebih mampu menjadikan seseorang
lebih dinamis. Wawasan yang berkembang akan melahirkan proses
refleksi diri, dan selanjutnya akan memunculkan berbagai pertanyaan
mengenai realitas yang mereka alami. Senada dengan yang diungkapkan
oleh seorang informan dari Disperindag:
“Melalui pengembangan wawasan akan lahir sikap kritis terhadap
keadaan yang mereka alami sehingga juga akan menumbuhkan
inisiatif dalam diri mereka untuk mau berusaha merubah keadaan
yaitu dengan mau membuat sebuah usaha untuk menambah
pendapatan mereka .” (wawancara dengan Ibu Yuni)
Diperkuat juga dengan pendapat senada oleh pihak FPKBL selaku
forum yang melakukan mediasi terhadap kelompok-kelompok masyarakat
di Laweyan dengan instansi-instansi terkait yang sesuai dengan kebutuhan
mereka:
“Dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang ada atau workshop
peserta menjadi lebih luas wawasan dan penegetahuannya, sehingga
membuat mereka berfikir mengenai keadaan dirinya. Wadah yang
efektif untuk mengembangkan dinamika masyarakat adalah melalui
penguatan kelompok-kelompok masyarakat yang telah terbentuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Kalau untuk ibu-ibu yang memiliki usaha untuk mengembangkan
usahanya ya Laweyan Art itu cocok menjadi wadah bagi perempuan
untuk mendapatkan informasi dan saling berbagi informasi dan
diharapkan dengan begitu dapat semakin mengembangkan usaha
handicraft mereka. ” (wawancara dengan pak Widiharso)
Meningkatnya jumlah permintaan masyarakat akan produk yang
unik, sentuhan kreativitas individu membuat usaha handicraft dari kain
perca ini memiliki pangsa pasar yang lumayan. Ditambah dengan
penggunaan bahan bakunya dari kain perca yang mudah didapat, biaya
pengadaan bahan baku murah serta dapat mengurangi jumlah sampah
maka semakin menambah ketertarikan ibu-ibu untuk memanfaatkan kain
perca ini menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Dengan modal usaha
yang bisa ditekan seminimal mungkin, usaha pemanfaatan perca batik
dapat menghasilkan keuntungan yang relative lebih banyak. Kemungkinan
harga jual lebih tinggi dari harga jual produk yang sejenis memberikan
keuntungan namun hal ini sesuai dengan proses produksinya yang
membutuhkan kreatifitas dan ketrampilan khusus. Maka pemanfaatan
perca batik ini dapat dijadikan alternative untuk menambah pendapatan
keluarga.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan perempuan
dalam pengelolaan limbah batik kain perca ini cukup memberikan andil
positif dalam peningkatan kesejahteraan keluarga masyarakat Laweyan
khususnya perempuan anggota Laweyan Art.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Usaha pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan limbah perca
batik menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ini selain menambah
pendapatan bagi perempuan secara pribadi dan bagi keluarga pada
umumnya juga membuka wawasan perempuan mengenai lingkungannya.
Dengan memanfaatkan limbah perca batik maka pesan yang disampaikan
adalah perempuan diajak untuk lebih peka terhadap kondisi lingkungan
sekitarnya. Industry batik yang menghasilkan banyak limbah baik padat
dan cair jika tidak dikelola secara baik akan menimbulkan pencemaran
terhadap lingkungan. Maka perlu mendapat perhatian yang lebih mengenai
solusi untuk mengatasi limbah yang ditimbulkan. Mulai dari proses
pembuatan batik (bahan yang digunakan) hingga proses produktifitas
menjadi batik dan menjadi pakaian.
Wacana untuk menjadi produktif dengan tetap memperhatikan
lingkungan juga sudah mulai disosialisasikan pada masyarakat. Di
Surakarta sendiri sudah mulai digalakkan pembuatan Batik dengan warna
alam, yaitu proses pembuatan batik yang menggunakan pewarna alami
tanpa menggunakan bahan kimia. Selain lebih ramah terhadap lingkungan,
penggunaan pewarna alami juga lebih murah dan terjangkau jika
dibandingkan pewarna kimia.
Keseriusan pemerintah dalam menggalakkan penggunaan pewarna
alami adalah dengan didirikannya Kelompok Usaha Bersama (KUB) Batik
Warna Alam oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag)
Kota Surakarta. Hingga saat ini sudah ada tiga KUB yang berada di bawah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
pembinaan Disperindag dengan jumlah perajin mencapai 80 orang.
(Harian Joglo Semar, selasa 23/03/2010)
Maka usaha memanfaatkan perca batik ini merupakan salah satu
usaha untuk mengurangi limbah atau sampah padat yang dihasilkan oleh
aktivitas produksi batik menjadi pakaian jadi. Kain perca merupakan
sampah non organic yang sulit dihancurkan oleh bakteri sehingga
pendaurulangan kain perca tentu saja dapat mengurangi jumlah sampah di
masyarakat.
Dengan memanfaatkan perca batik menjadi sesuatu yang memiliki
nilai tambah maka tidak akan ada kain yang tersisa, semua bisa
dimanfaatkan. Para industry besar juga mendapat keuntungan dari
penjualan perca batik ini. Jika pesanan dalam skala besar seringkali bahan
baku perca batik yang dimiliki oleh pengrajin tidak mencukupi maka
pengrajin akan membeli dari industry besar.
Pada akhirnya proses pemberdayaan memberikan manfaat bukan
hanya pada individu penerima pemberdayaan saja akan tetapi lebih dari itu
masyarakat sekitar yang terkait juga merasakan manfaat atau hasil dari
pemberdayaan.
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil pemberdayaan melalui
pengelolaan perca batik menjadi barang bernilai ekonomi, maka point
berikutnya adalah pemaparan hasil pemberdayaan pada tingkat kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
2. Pada Tingkat Kelompok
Kelompok adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup
bersama sehingga terdapat hubungan timbal-balik dan saling pengaruh
mempengaruhi serta memiliki kesadaran untuk saling tolong menolong.
Menurut Maclever dan page (1961) dalam Totok Mardikanto (1996).
Fungsi kelompok bagi individu menurut Robbins (2001) dalam
Ratna Devi (2008) adalah sebagai berikut:
1. Memberi rasa aman, dengan bergabung dalam kelompok seseorang
dapat menguarangi ketidakamanan dalam kesendirian. Seseorang
merasakan lebih kuat, merasa tidak ragu-ragu dan lebih menentang
pada halangan ketika menjadi bagian dari suatu kelompok.
2. Memberi status social: termasuk dalam kelompok berarti
dipandang penting oleh yang lain memberikan pengakuan dan
status untuk kelompknya.
3. Menambah harga diri: kelompok dapat memberikan orang dengan
perasaan bahwa harga dirinya berharga. Hal itulah untuk
menambahkan status pada kelompok luar, anggota dapat
menambah perasaan dihargai dalam anggota kelompok itu.
4. Memenuhi kebutuhan beraifliasi: kelompok dapat memenuhi
kebutuhan social. Seseorang menikmati interaksi terus menerus
yang dating dari anggota kelompok. Bagi banyak orang, dalam
interaksi pekerjaan merupakan sumber utama bagi pemenuhan
kebutuhan berafiliasi mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Mengembangkan Kelompok Usaha Bersama (KUB) sebagai wadah
upaya peningkatan ekonomi merupakan poin strategis untuk dapat
mengembangkan masyarakat pada umumnya, namun bukanlah hal yang
mudah untuk bisa memberdayakannya secara optimal. Untuk
pengembangan kelompok-kelompok yang telah terbentuk dalam
masyarakat tidak bisa terlepas dari peranan pihak-pihak yang
memberdayakan dalam hal ini LSM, Lembaga/Forum Pengembangan
Masyarakat dan Dinas Pemerintah.
Sebelum membentuk sebuah kelompok usaha bersama Laweyan
Art, anggota kelompok merupakan anggota PKK kelurahan Laweyan.
Dalam forum PKK ini perempuan-perempuan Laweyan berkumpul
melakukan kegiatan social. Kemudian untuk membentuk masyarakat yang
produktif yang mampu bersaing dalam dunia peindustrian dan
perdagangan serta untuk dapat meningkatkan sumber daya manusia Dinas
Perindustrian dan Perdagangan melakukan pendampingan pada kelompok-
kelompok masyarakat yaitu dengan mengadakan pelatihan bagi
perempuan-perempuan yang menjadi anggota PKK pada tiap-tiap
kelurahan akan tetapi hanya diambil perwakilannya saja. Hal ini dikarena
dana yang ada untuk mengadakan pelatihan tidak dapat mencukupi jika
semua anggota ikut.
Setelah mengikuti pelatihan-pelatihan dari dinas seperti ini maka
perwakilan yang mengikuti akan membagi informasi serta ilmu yang
diperolehnya kepada anggota PKK yang lain. Setelah pengkapasitasan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
diberikan selanjutnya bantuan yang diberikan adalah berupa bantuan
modal atau alat. Karena bantuan tidak diberikan secara individu maka
untuk memperoleh bantuan modal atau alat tersebut anggota PKK ini
membentuk kelompok-kelompok usaha bersama yang sesuai dengan
kebutuhan mereka. Di Laweyan sendiri dibentuklah Laweyan ART.
Sebagian anggota kelompok Laweyan Art ini sudah lebih dulu
memiliki usaha sampingan, order jahit pakaian jadi, toko kelontong, dan
ada juga yang memiliki usaha konveksi. Akan tetapi Kelompok Usaha
Bersama Laweyan Art ini awal mula terbentuk focus pada produksi
handicraft dengan memanfaatkan perca batik sebagai bahan bakunya.
Kegiatan yang sudah dilakukan anggota kelompok usaha bersama
Laweyan Art antara lain adalah:
a. Pelatihan bagi kelompok tentang pembuatan sandal batik, dompet, dan
tas dari kain perca batik.
b. Pelatihan bagi kelompok tentang pembuatan blangkon.
c. Mengikuti pameran-pameran yang dilakukan oleh pihak pemerintah
maupun lembaga swasta.
d. Melakukan study banding ke kelompok/pengusaha lain yang
hubungannya dengan usaha rumah tangga untuk menambah wawasan
bagi kelompok.
e. Menjalin hubungan pemasaran dengan dinas perindakop dan
pemerintahan kabupaten (PKK Kabupaten).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Jika diakumulasikan hasil dari pemberdayaan perempuan dalam
pengelolaan perca batik menjadi barang bernilai ekonomi di kelurahan
Laweyan ini telah memunculkan beberapa perubahan, baik itu perubahan
dalam individu, kelompok yang terlibat di dalamnya maupun masyarakat
sekitar, perubahan yang terjadi apabila disimpulkan antara lain sebagai
berikut:
1. Berkembangnya inisiatif local kelompok dalam menjawab kebutuhan
mereka, baik kebutuhan individu maupun kolektif. Hal ini terlihat dari
munculnya pengajuan proposal kelompok untuk memperoleh bantuan
modal atau pun alat.
2. Berkembangnya keberanian dan rasa percaya diri kelompok dalam
mengungkapkan pikiran, pendapat, dan mengambil keputusan.
3. Terorganisasinya inisiatif-inisiatif dan gagasan kelompok menjadi
rencana kegiatan yang lebih konkret.
4. Berkembangnya pola pengambilan keputusan yang lebih demokratis
dan relasi kuasa yang lebih setara dalam organisasi kelompok pada
umumnya.
5. Berkembangnya solidaritas antar anggota, antar warga, maupun antar
kelurahan dalam suatu komunitas.
6. Berkembangnya partisipasi aktif semua anggota kelompok dalam
mewujudkan gagasan-gagasan yang telah dirumuskan.
7. Tranparansi dalam pengelolaan informasi dan sumberdaya.
8. Berkembangnya pola relasi baru dan setara dengan berbagai pihak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
9. Terpenuhinya kebutuhan dasar individu dan kelompok, dan semakin
baiknya tingkat kesejahteraan kelompok.
10. Berkembangnya sumberdaya local yang dimiliki kelompok dan akses
terhadap sumber daya dari luar.
3. Bagi Masyarakat Sekitar
Melihat keberhasilan usaha handicraft mulai banyak tumbuh usaha
sejenis. Memacu masyarakat untuk mengembangkan kemampuan yang
dimiliki. Mereka yang memiliki keahlian memasak membuat makanan
kecil yang dapat dititipkan di rumah makan, angkringan, bahkan juga
menerima pesanan makanan kecil dari hotel, atau ketika ada acara mereka
yang membuat untuk snack.
Dalam kunjungan wawancara saya dengan salah seorang informan
mengatakan bahwa beliau tidak membuat sendiri sandal-sandal atau tas
yang di pamerkan di salah satu sudut tokonya tersebut. Banyaknya
kesibukan menjadikan waktunya membuat handicraft berkurang. Maka
untuk memenuhi pesanan selain bekerjasama dengan anggota Laweyan
Art yang lain beliau juga mengajari beberapa karyawan jahitnya yang
berminat untuk membuat tas atau sandal perca batik. Setelah diajari
pengerjaannya dapat dilakukan dirumah masing-masing.
Hel tersebut terlihat pula dari penuturan salah satu salah satu
karyawan Toko Mas Ayu:
“Toko ini yang punya adik saya mba’ saya membantu untuk mengelola
toko yang disini. Kalau tempat produksinya itu ada di rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Sukoharjo ada sekitar 5 karyawan yang membantu proses
prdosuksinya.”
Pada akhirnya usaha handicraft yang semakin berkembang untuk
memenuhi permintaan pasar menarik tenaga kerja masyarakat sekitar.
Maka masyarakat yang semula menganggur dapat menjadi karyawan atau
tenaga pembuat handicraft di toko handicraft. Selain itu keberhasilan
perempuan-perempuan ini dalam mengembangkan usahanya juga
memberikan suntikan semangat pada perempuan yang lain untuk dapat
mengikuti jejak teman mereka.
B. HAMBATAN
Dalam prakteknya, program pemberdayaan penguatan ekonomi
perempuan melalui pengembangan industry kreatif ternyata tidak sederhana.
Program seperti ini dalam implementasainya menjumpai beberapa hambatan
sehingga sukar mencapai hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
Hambatan yang ditemui dalam proses pemberdayaan perempuan dalam
pengelolaan limbah perca batik menjadi barang bernilai ekonomi di Kelurahan
Laweyan, antara lain terletak pada nilai-nilai social yang berkembang dalam
masyarakat Laweyan. Anggota kelompok yang mayoritas perempuan kurang
siap untuk menyongsong pengembangan industry kreatif. Mereka pada
umumnya mudah merasa puas dengan hasil yang sudah dicapai. Kurang berani
mengambil resiko, dan oleh karenanya sulit didorong untuk melakukan hal-hal
baru untuk pengembangan usahanya. Ketrampilan yang dimiliki pada
umumnya juga tergolong minim, sehingga produk yang dihasilkan kurang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
mendapat penambahan inovasi, tidak variatif. Konsep dan peralatann yang
digunakan masih sederhana, kapasitas produksinya terbatas, dan
manajemennya pun lemah sehingga sulit sekali untuk meningkatkan kualitas
produksi dan usaha yang telah dirintis.
Hambatan lainnya adalah lemahnya koordinasi dan kerjasama antar
anggota serta minimnya jaringan pemasaran; organic link antara sector besar
dengan sector kecil dan pihak pemesan. Mereka tampak berjalan sendiri-
sendiri, setelah dirasa usahanya mengalami perkembangan. Sehingga kadang
muncul persaingan tidak sehat.
Kelangkaan akses pasar juga menjadi hambatan dalam proses
pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan perca batik menajdi barang
bernilai ekonomi ini.
1. Pada Tingkat Individu.
· Kurangnya keberanian pada individu
· Kurang inovasi
Inovasi adalah setiap ide yang dibayangkan sebagai sesuatu yang baru
oleh seorang individu) ide tersebut mungkin sudah ada ditempat lain
tau dikalangan orang lain akan tetapi tidak mengubah pengaruhnya
terhadap individu yang menemukannya dan membanyangkannnya
sebagai sesuatu yang baru. (Robert H. Laurer.1977: 227) dan
kreatifitas dalam menghasilkan produk membuat hasil kerajinan atau
handicraft yang dibuat tidak memiliki varian yang lebih banyak. Hanya
terpaku pada beberapa model saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
· Kurang peka terhadap permintaan pasar/konsumen. Tidak mampu
menangkap perubahan pasar terhadap suatu produk.
· Minimnya modal.
· Keterbatasan kemampuan manajerial dan kecakapan teknis produksi
untuk meningkatkan daya saing di pasaran
· Keterbatasan fasilitas terhadap informasi dan teknis pemasaran
· Keterbatasan kemampuan untuk menangkap peluang pasar
2. Pada Tingkat Kelompok.
· Kurangnya koordinasi anggota kelompok. Dikarenakan kesibukan
masing-masing. Sehingga terkesan individu, kegiatan kelompok tidak
berjalan dengan baik. Bahkan terkesan vakum. Informasi terkadang
tidak sampai pada semua anggota.
· Kurangnya solidaritas anggota kelompok, terlihat pada aktivitas yang
terkesan individu.
· Kurangnya rasa saling memiliki sehingga kelompok hanya menjadi
sarana untuk memenuhi kebutuhan individu akan bantuan dari dinas.
· Sulit untuk membuka jaringan pemasaran dengan pihak luar dalam hal
ini adalah pihak pemesan sector besar.
· Tidak ada daftar spesialisasi keahlian dan produk yang spesifik dari
masing-masing anggota, menyebabkan kesamaan produk yang
dihasilkan. Jika masing-masing memiliki keahlian yang spesifik maka
akan lebih mudah untuk membagi tugas ketika mendapat pesanan
dalam partai besar dan memudahkan pembagian tugas dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
pengembangan usaha handicraft bersama dalam usaha pengembangan
indsutri kreatif.
· Kurangnya akses terhadap pihak pemberi pinjaman modal.
· Lemahnya kemampuan manajemen usaha kelompok membuat usaha
sulit berkembang.
C. SOLUSI
Jika ada kegagalan maupun hambatan dalam pelaksanaan suatu
program pemberdayaan, maka harus segera ditemukan solusinya agar program
tersebut dapat dilanjutkan lagi hingga memperoleh hasil yang diharapkan.
Kebanyakan dari proyek LSM memang mempunyai jangka waktu terten suatu
untuk melaksanakan sebuah program kerja, namun tidak menutup
kemungkinan, jika lembaga dana yang membanntu pengadaan anggaran masih
menghendaki kerjasama itu berlanjut, maka proyek tersebut dapat dilanjutkan
kembali.
Lain halnya dengan Dinas/lembaga pemerintahan yang sangat fleksibel
dalam menangani suatu program. Bila masih ada hambatan pelaksanaan dalam
suatu program, maka bisa segera dievaluasi dan dicarikan solusinya, sehingga
solusi tersebut bisa dijadikan rencana program untuk periode selanjutnya.
Hingga saat ini usaha pemberdayaan perempuan masih dalam proses
realisasi mencapai tujuan, namun untuk mencapai tujuan yang diharapkan baik
pihak yang memberdayakan maupun kelompok yang diberdayakan menemui
hambatan. Dalam proses penelitian ini, peneliti mencoba menganalisis
hambatan yang ada sekaligus mewancarai beberapa informan agar dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
memberikan solusi/pendapat untuk menimilasisir hambatan yang ditemui.
Beberapa solusi yang peneliti catat dari berbagai sumber/informan antara lain:
“Agar usaha handicraft ini dapat semakin berkembang maka
diperlukan usaha campur tangan dari pemerintah dalam hal pemasaran, yaitu
dengan membuka pasar handicraft yang lebih luas lagi. Agar produk yang
dibuat semakin dikenal masyarakat luas bukan hanya dalam negeri
saja.”(wawancara Ibu Dewi)
“Harus ada pendataan mengenai daftar pengrajin yang membuat
handicraft di Laweyan, bukan hanya yang sudah memiliki toko saja.”
(wawancara ibu harsodi)
“Harus ada spesialisasi produk dari masing-masing anggota, sehingga
produk yang dihasilkan dapat lebih bervariatif” (wawancara Ibu Ayu)
“Ketrampilan harus ditingkatkan dengan cara memperbanyak
pengadaan pelatihan-pelatihan. Dengan begitu akan menambah ide-ide dan
produk yang dihasilkan akan berkualitas.” (wawancara dengan Ibu Rina).
Untuk kelompok kendala yang dihadapi lumayan besar, karena
mereka memiliki keterbatasan akses baik untuk akses produksi dan jasa
serta akses pemasaran. Oleh sebab itu perlu ditingkatkan support dari
pemerintah, tidak hanya untuk pengembangan produk tetapi pemasaran serta
peningkatan kemampuan (Skills) dengan cara training serta kursus sangatlah
diperlukan. (Wawancara Ibu Ayu).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
D. KEBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH
PERCA BATIK MENJADI BARANG BERNILAI EKONOMI DI
KELURAHAN LAWEYAN.
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagi tujuan, maka pemberdayaan
menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan
sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
Masyarakat yang memiliki keberdayaan ditandai adanya:
1. Kekuatan mengaktualisasikan diri yaitu, mampu
mengekspresikan diri dan mampu menginternalisasikan hasil
penilaian.
2. Koaktualisasi Eksistensi Masyarakat. (Ratna Devi, 2008)
Kajian pemberdayaan perempuan yaitu kajian yang menggambarkan
upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dipandang dari
kesejahteraan, akses, partisipasi, kontrol dan penyadaran diri sebagai hasil
pembangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Adapun aspek-aspek yang ditekankan pada program pemberdayaan
perempuan yaitu:
1. Pengembangan Kapasitas dan Karakter
Dalam program ini dilakukan kegiatan-kegiatan pelatihan wirausaha
secara komprehensif, mulai dari motivasi berusaha, manajemen usaha,
dan hal lainnya seputar kewirausahaan untuk wanita.
2. Konsultasi dan Pendampingan
Setelah face pelatihan, para wanita kemudian mendapatkan konsultasi
dan pendampingan usaha untuk bisa menguatkan dan meng-upgrade
kapasitas serta kualitas usahanya di masa depan.
3. Organisasi
Sebagai individu ataupun kelompok usaha, wanita sangat
membutuhkan penguatan di bidang organisasi bisnisnya. Di tahapan
ini diharapkan para wanita yang berwirausaha mampu menjalankan
bisnisnya dengan aturan yang berlaku dan memiliki visi yang jelas.
4. Pasar
Wanita mendapatkan pengetahuan mengenai upaya membuka dan
membangun pasar untuk produk-produk yang telah dimiliki.
5. Jejaring
Diharapkan wanita dan kelompok usaha wanita mampu menemukan,
membuat, dan menguatkan jaringan sosial untuk usahanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Pada aspek pengembangan kapasitas dan karakter dalam program
pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik menjadi
barang bernilai ekonomi ini telah dilakukan beberapa pelatihan seperti
pelatihan pembuatan sandal dari perca batik, tas dan blankon. Dengan
dilaksanakannya pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan perempuan memiliki
ketrampilan guna meningkatkan kapasitas diri mereka sehingga akan
membentuk pribadi produktif. Pelatihan ini dapat diakses oleh perempuan-
perempuan Laweyan tergabung dalam kelompok Ibu-ibu PKK, namun tidak
semua anggota kelompok dapat mengikuti pelatihan dikarenakan minimnya
anggaran oleh pihak penyelenggara pelatihan.
Untuk pendampingan ini kelompok perempuan yang tergabung dalam
kelompok usaha bersama Laweyan Art memperolehnya dari Disperindag.
Akan tetapi pendampingan ini berjalan kurang maskimal. Kurang aktifnya dari
kedua belah pihak menjadi kendala dari program pendampingan ini. Pihak
Disperindag memang menerima konsultasi bagi perempuan yang ingin
berkonsultasi akan tetapi hal tersebut tidak begitu aktif mengadakan kegiatan
yang terjadwal untuk menerima konsultasi, sehingga membuat perempuan
menjadi kurang bersemangat untuk datang ke kantor Disperindag
berkonsultasi mengenai pengembangan usahanya atau hanya sekedar
memperoleh informasi mengenai pemasaran produk.
Pada aspek organisasi perempuan Laweyan sudah membentuk
beberapa kelompok usaha dengan tujuan perempuan yang berwirausaha
mampu menjalankan bisnisnya dengan aturan yang berlaku dan memiliki visi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
yang jelas. Kelompok tersebut antara lain Kelompok Usaha Bersama Laweyan
Art.
Pada aspek pasar perempuan telah diberikan pengetahuan mengenai
bagaimana usaha untuk membuka dan membangun pasar untuk produk yang
telah dihasilkan. Selain itu untuk memasarkan produk melalui pengikutsertaan
pameran baik local maupun regional dan nasional.
Secara umum untuk menerapkan indicator-indikator tercapainya suatu
pemberdayaan dapat pula dianalisis melalui beberapa dimensi. Pemberdayaan
menurut Karl (1995) dapat dianalisis melalui lima dimensi yaitu:
1. Dimensi kesejahteraan.
Secara sederhana variabel ini dapat diukur dengan mengetahui
terpenuhi atau tidaknya kebutuhan dasar, seperti kebutuhan makanan,
kesehatan, perumahan, pendapatan dan pendidikan. Sejauhmana
kebutuhan dasar tersebut telah dinikmati tidak saja oleh semua orang baik
yang kaya dan yang miskin, serta baik laki-laki maupun perempuan.
2. Dimensi akses atas sumberdaya.
Variabel tersebut dapat diketahui dengan mengukur akses terhadap
modal, produksi, informasi, ketrampilan dan lainnya. Adanya kesenjangan
dalam mendapatkan akses terhadap sumberdaya masyarakat akan
mengakibatkan terjadinya perbedaan produktivitas diantara mereka.
3. Dimensi penyadaran atau kesadaran kritis.
Variabel ini diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya upaya
penyadaran terhadap adanya kesenjangan diantara lapisan masyarakat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
kesenjangan gender yang disebabkan faktor sosial budaya yang sifatnya
dapat berubah. Kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan
bahwa posisi sosial ekonomi masyarakat pinggiran adalah lebih rendah
dibandingkan dengan mereka yang hidup dikota. Dalam kasus kesenjangan
gender maka kesenjangan tersebut terjadi karena adanya anggapan bahwa
posisi sosial ekonomi perempuan lebih rendah dari daripada laki-laki.
Penyadaran dalam hal ini berarti terjadinya penumbuhkan sikap kritis oleh
perempuan.
4. Dimensi partisipasi.
Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan dalam
partisipasi yang ditunjukkan oleh terwakili atau tidaknya masyarakat
pinggiran atau perempuan dalam wadah lembaga-lembaga yang terkesan
elit. Upaya pemberdayaan diarahkan pada kegiatan pengorganisasian
kelompok masyarakat pinggiran dan perempuan sehingga mereka dapat
berperan dalam prose pengambilan keputusan dan kepentingan mereka
juga dapat terwakili.
5. Dimensi control.
Variabel ini untuk mengetahui ada tidaknya kesenjangan antara laki-
laki dengan perempuan ataupun dalam masyarakat pinggiran terhadap
alokasi kekuasaan pada segala aspek bidang kegiatan. Siapa menguasai
alat kerja, tenaga kerja, pembentukan modal, dan lainnya. Pemberdayaan
dalam hal ini diarahkan pada alokasi kekuasaan yang seimbang dalam
masyarakat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Indicator-indikator pemberdayaan yang terkumpul dalam lima dimensi
diatas dapat digunakan untuk membuat analisis yang akan menunjukkan
apakah perempuan-perempuan Laweyan yang tergabung dalam kelompok
usaha bersama Laweyan Art ini sudah berdaya atau belum dan seberapa jauh
tingkat keberdayaan mereka karena pemberdayaan dapat diukur melalui
derajat keberdayaannya.
Alat lain untuk melihat tercapainya tujuan pemberdayaan adalah
menggunakan analisis gender Sarah Longwe. Tujuan dari konsep equality
level Longwe adalah untuk menilai apakah sebuah proyek/program intervensi
pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan pemberdayaan
perempuan atau tidak. Asumsi yaitu titik tercapainya equality antara
perempuan dan laki2 mengindikasikan level pemberdayaan perempuan.
Pada level partisipasi perempuan telah mengalami peningkatan
sebagaimana terlihat bahwa perempuan-perempuan Laweyan yang tergabung
dalam KUB Laweyan Art ikut berpartisipasi dalam mengembangkan
Laweyan, melalui pengelolaan limbah perca batik menjadi handicraft yang
memiliki nilai jual dapat dijadikan sebagai souvenir khas laweyan.
Pemanfaatan limbah perca batik ini juga dapat ditujukan pada pengembangan
industry kreatif di Laweyan. Hampir semua proses produksi hingga pemasaran
dilakukan oleh perempuan bahkan managemen usaha pun diatur oleh
perempuan. Hal ini menjadikan perempuan memiliki partisipasi pada
pengambilan keputusan dalam keluarga. Meskipun keputusan akhir yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
mengambil adalah suami akan tetapi istri ikut memberi masukan,
mengeluarkan pendapatnya.
Kesadaran praktis sudah tumbuh pada diri perempuan Laweyan.
Terbukti dengan kepedulian dan kepekaan perempuan terhadap lingkungan
mereka dengan memanfaatkan limbah perca batik untuk menambah
pendapatan sebagai solusi kondisi ekonomi dan untuk mengurangi limbah
dilingkungannya yang dihasilkan oleh kegiatan produksi. Perempuan ini
mampu menginternalisasikan apa yang mereka dengar dan mereka lihat ke
dalam diri mereka sehingga menghasilkan solusi dari masalah yang mereka.
Kondisi seperti inilah oleh Friedmann disebut sebagai kondisi berdaya.
Pada level akses perempuan sudah dapat mengakses pelatihan yang
diadakan oleh Disperindag. Informasi akan pameran yang diberikan oleh
Disperindag sebagai sarana pemasaran juga sudah diakses oleh kelompok
Laweyan Art. Untuk mengakses pinjaman modal di bank-bank tertentu
memang masih agak sulit disebabkan lemahnya managerial usaha individu
dan kelompok, hal ini menjadikan kendala dalam pembuatan proposal.
Pada level pemenuhan kebutuhan dasar-praktis dengan adanya usaha
pengelolaan perca batik menjadi handicraft ini dapat terpenuhi. Bertambahnya
pendapatan keluarga maka pemenuhan kebutuhan dasar pun tercukupi.
Bahkan mereka masih bisa menyisakan hasil pendapatan setelah digunakan
untuk mencukupi kebutuhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
perempuan dalam pengelolaan limbah perca batik menjadi barang bernilai
ekonomi di Kelurahan Laweyan ini telah membawa perubahan pada tingkat
individu yaitu tumbuhnya kesadaran kritis pada diri individu akan keadaan
yang dialami yang menghasilkan solusi-solusi akan permasalahan yang
dihadapi. Perempuan Laweyan menjadi mempunyai inisiatif untuk
memproduksi suatu barang guna manambah penghasilan. Selain itu individu
juga membentuk kelompok sebagai solusi untuk mengembangkan usaha
mereka. Pemilihan kain perca batik sebagai bahan dasar pembuatan handicraft
juga merupakan bentuk kesadaran kritis mereka akan kondisi lingkungan
mereka. Pelatihan-pelatihan seperti peningkatan kapasitas diri dan ketrampilan
yang telah diberikan sebagai upaya pemberdayaan bagi perempuan Laweyan
juga telah mampu meningkatkan kepercayaan diri individu. Kepercayaan diri
terlihat dari semakin meningkatnya semangat memproduksi lebih banyak
handicraft dari kain perca batik dengan beragam bentuk dan kreasi yang baru,
juga keberanian untuk mengambil resiko dalam pendirian usaha handicraft.
Meningkatnya kepercayaan diri berbanding lurus dengan meningkatnya
aktualisasi diri dan aktivitas social individu tersebut. Proses pemberdayaan
perempuan mulai dari pengembangan kesadaran kritis, penguatan kapasitas,
pengorganisasian,dan mobilitas sumber daya telah pada akhirnya juga telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
mampu meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan perempuan
Laweyan.
Perubahan pada tingkat kelompok yaitu semakin berkembangnya
sumberdaya yang dimiliki kelompok serta akses terhadap sumberdaya dari
luar. Melalui kelompok ini terjadi pertukaran infromasi yang mengembangkan
sumberdaya kelompok serta mempermudah kelompok dalam mengakses dan
membuat jaringan dengan pihak luar sebagai upaya untuk mengembangkan
usaha mereka.
Pemberdayaan tidak hanya ditujukan untuk memberikan perubahan
pada inidividu ataupun pada suatu kelompok, akan tetapi juga diharapkan
dapat memberi manfaat dan perubahan pula bagi masyarakat sekitar.
Kelompok binaan seperti kelompok Laweyan Art ini mampu menjadi pilot
actor membawa perubahan pada lingkungannya. Kelompok ini mampu
memberikan stimulus, motivasi serta inisiatif pada masyarakat khususnya
perempuan-perempuan Laweyan yang lain untuk memiliki usaha sejenis guna
meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka.
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
Teori yang digunakan adalah determinasi ekonomi oleh Karl marx.
Yang menyatakan bahwa factor ekonomi adalah penentu fundamental bagi
struktur dan perubahan masyarakat. Bentuk-bentuk produksi yang bersifat
teknologis menentukan organisasi social suatu produksi. Yaitu relasi-relasi
yang mengakibatkan pekerja memproduksi hasil dengan lebih efektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Relasi-relasi itu berkembang bebas dari kehendak manusia atau dikatakan
hal yang tidak terelakkan.
Kemandirian ekonomi mempengaruhi perubahan hidup seseorang.
Perubahan hidup ini mempengaruhi perubahan psikologis, membuat
seseorang lebih berdaya di setiap sektor kehidupan. Pengaruh hubungan
antara pemenuhan kebutuhan, kemandirian ekonomi, perubahan hidup
keluarga dan perubahan psikologis.
Selain menggunakan teori tersebut penelitian juga menggunakan
teori yang digunakan oleh Sarah Longwe, tentang Kerangka
Pemberdayaan dan Persamaan Wanita (Women’s Equality and
Empowerment Framework), pemberdayaan wanita ini harus diterapkan
bukan hanya pada kaum wanita, namun (terutama) pemahamannya
dimengerti dulu oleh kaum pria. Menurut Longwe kemiskinan tidak
disebabkan oleh kurangnya produktifitas tetapi oleh penindasan dan
eksploitasi. Sehingga ia juga memperkenalkan lima tingkatan kesetaraan
dalam berbagai area kehidupan sosial dan ekonomi yang disusun dalam
urutan hierarkis dengan tiap tingkatan yang lebih tinggi menunjukkan
tingkatan pemberdayaan yang lebih tinggi pula.
Teori sarah longwe ini memuat beberapa prinsip yaitu:
· Penciptaan situasi/pengkondisian dimana masalah kesenjangan,
diskriminasi dan subordinasi diselesaikan.
· Menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan
kesederajatan (equality).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
· Pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama
dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal).
· Pengambilan keputusan merupan puncak dari pemberdayaan dan
kesederajatan.
2. Implikasi Empiris
Pemberdayaan yang telah diupayakan oleh pemerintah dalam
membantu masyarakat khususnya perempuan untuk menjadi lebih berdaya
meskipun dalam pelaksanaannya ditemui banyak hambatan, hendaknya
proses pemberdayaan ini bisa berkelanjutan. Tidak serta merta terhenti
setelah terlaksanakannya beberapa kegiatan dalam upaya pemberdayaan
perekonomian perempuan tersebut dan meninggalkan tujuan-tujuan dari
sebuah program yang belum tercapai.
Kesimpulan empiris yang didapat dari hasil penelitian pada
pemberdayaan perempuan melalui pengelolaan limbah perca batik menjadi
barang bernilai ekonomi di Kelurahan Laweyan adalah sudah tumbuhnya
keberdayaan pada individu perempuan maupun kelompok dalam bidang
ekonomi maupun social dengan diadakannya kegiatan-kegiatan dalam
upaya meningkatkan ekonomi perempuan melalui pemanfaatan limbah
perca batik menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi tersebut.
Keberdayaan yang telah dicapai ini dapat dilihat dari sudah tumbuhnya
kesadaran kritis yang ada pada diri individu anggota kelompok Laweyan
Art, mereka juga dapat berpartisipasi pada pengambilan keputusan dalam
kelompok dan pada pengambilan keputusan dalam keluarga meskipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
bukan mereka yang mengambil keputusan akan tetapi mereka dapat
memberikan masukan sebagai bahan pertimbangan bagi suami mereka.
sumberdaya yang ada juga sudah dapat mereka akses, managemen usaha
juga perempuan yang melakukannya, pemegang control terhadap
managemen usaha adalah perempuan, serta terpenuhinya kebutuhan dasar
dengan keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi yang
memanfaatkan limbah perca batik.
3. Implikasi Metodologis
Secara umum metode-metode yang disusun dan dilakukan dalam
penelitian dapat dilaksanakan seluruhnya. Sebagai penelitian deskriptif
maka laporan ini menjawab permasalahan penelitian yang dirumuskan
dengan memaparkan keadaan objek yang diteliti sebagaimana adanya
berdasarkan fakta-fakta yang actual dan ada sekarang sesuai dilapangan.
Pemilihan lokasi ditetapkan dengan alasan bahwa dilokasi
penelitian telah terbentuk KUB Laweyan Art yang mana KUB ini dibentuk
sebagai wadah untuk mengembangkan usaha handicraft yang sebagian
besar anggotanya adalah perempuan-perempuan yang memiliki usaha
dibidang produksi handicraft.
Data yang dikumpulkan secara fieldnotes, direduksi secara terus-
menerus kemudian disajikan. Agar memperoleh data yang mempunyai
kredibilitas dilakukan trianggulasi data yaitu membandingkan dan
mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
waktu dan alat yang berbeda kemudian data diferifikasi selama proses
penelitian berlangsung.
Proses analisis data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan kait mengkait sampai proses analisa selesai. Maka dengan cara
seperti itu penelitian diharapkan nyata keabsahannya.
C. Saran
Mengacu pada hasil penelitian diatas, penulis merekomendasikan saran
sebagai alternative dan tindakan sebagai berikut:
1. Individu (perempuan) harus meningkatkan ketrampilan dan kreativitas
serta melakukan inovasi pada produk yang dihasilkan untuk dapat bersaing
dalam pasar handicraft.
2. Solidaritas kelompok dapat ditingkatkan dengan mengkoordinasi anggota
untuk mengadakan kegiatan-kegiatan rutin, pelatihan-pelatihan seperti
managemen usaha, bersama-sama mengikuti pameran handicraft dan study
banding yang akan membantu mengembangkan usaha mereka. hal ini juga
dapat dijadikan sebagai media alternative agar kelompok dapat lebih
hidup.
3. Dalam pemberdayaan perempuan diperlukan peran dan kerjasama
berbagai pihak seperti Pemerintah, Akademisi, LSM, Lembaga atau
Forum masyarakat, anggota Masyarakat. Diharapkan pemerintah setempat;
(dalam hal ini Kelurahan) mampu memfasilitasi terciptanya kerjasama
dengan berbagai pihak tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Matrik Hasil Penelitian
Keberdayaan Perempuan Anggota KUB Laweyan Art
No. Indicator keberdayaan Perempuan Belum mandiri
(belum memiliki showroom)
Perempuan Mandiri (sudah memiliki usaha sendiri atau showroom)
1. Kesejahteraan Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, pendidikan anak, hiburan, dan penggunaan sisa pendapatan.
Kebutuhan dasar seperti makan, pendidikan terpenuhi. mereka juga menyempatkan untuk berlibur bersama keluarga di daerah solo sep. balai kambang. Mereka masih memiliki sisa uang untuk dijadikan simpanan jika ada keperluan mendadak.
Kebutuhan dasar tercukupi, berlibur di luar kota bersama keluarga. Setelah kebutuhan dasar tercukupi mereka masih memiliki sisa pendapatan untuk menambah modal mengembangkan usaha.
2. Kemampuan mengakses sumber daya:
1. Modal 2. Informasi tentang
tren produk, pasar. 3. Alat produksi 4. Pameran 5. Pelatihan 6. Tenaga kerja 7. Jaringan usaha
1. Sumber modal diperoleh dari bantuan dg mengajukan proposal kelompok pd dinas koperasi.
2. memperoleh informasi tentang produk dari sesama anggota kelompok.
3. Alat produksi mesin jahit diperoleh dari bantuan disperindag.
4. Bersama anggota lain mengikuti pameran yg diadakan oleh pemerintah.
5. Informasi pelatihan dari sesama anggota kelompok.
6. Tenaga kerja dlm proses produksi dilakukan
1. Sumber modal dari dana pribadi dan pinjaman kelompok dari dinas koperasi.
2. Informasi produk dari wisatawan yang datang mengunjungi showroom, dan memesan barang yg diingankan.
3. Alat produksi mesin jahit dibeli sendiri, bantuan dari disperindag diberikan pd karyawan.
4. Ikut pameran bersama dengan anggota lain.
5. Informasi adanya pelatihan diperoleh dari FPKBL.
6. Jika dapat pesanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
sendiri. Jika ada pesanan dibagi dg anggota lainnya.
7. Jaringan usaha masih dalam wilayah Jawa Tengah.
banyak dikerjakan oleh karyawan.
7. Jaringan usaha sudah sampai ke luar negeri.
3. Kesadaran kritis
Kesadaran sudah tumbuh dengan memanfaatkan limbah perca batik untuk dijadikan produk yang ramah lingkungan.
Sama. kesadaran kritis juga sudah tumbuh.
4. Partisipasi Kemampuan untuk terlibat dalam: 1. kegiatan social
masayarakat 2. Pengambilan keputusan
Kelompok 3. Pengambilan keputusan
dalam keluarga
1. Aktif Terlibat dalam kegiatan social dan menjadi anggota lebih dari satu organisasi. 2. Dapat memberikan usulan dalam pengambilan keputusan dalam kelompok maupun keluarga.
1. Aktif terlibat dalam kegiatan social tapi jarang mengikuti kegiatan kelompok, menjadi lebih dari satu organisasi dan masuk dalam kepengurusan. 2. memberikan usulan dan berani mengemukakan pendapat.
5. Control Kemampuan untuk melakukan control terhadap pengelolaan usaha.
Pengelolaan usaha sepenuhnya dilakukan oleh perempuan.
Pengelolaan usaha dilakukan bersama dengan suami. Perempuan juga meminta pendapat pada suami mengenai pengembangan usahanya.
Sumber: data primer diolah 15 Januari 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Matrik 1. Potensi Perempuan Sebelum dan Sesudah Pemberdayaan
Sebelum Diberdayakan Setelah Diberdayakan
1. Bisa menjahit Tidak hanya menjahit pakaian, bisa membuat tas, sandal, blankon, kerajinan yang lain.
( Ketrampilan dan ide berkembang)
2. Menghasilkan suatu barang. (Pakaian, makanan, kerajinan)
Barang yang dihasilkan semakin baik kualitasnya. Karena bertambahnya pengetahuan mereka mengenai kualitas barang dan keinginan konsumen.
(Kualitas produk meningkat menjadi semakin baik)
3. Bisa mengatur uang Kemampuan untuk mengatur uang digunakan untuk membuka usaha dan mengelola usaha.
(Tumbuh keberanian dalam diri untuk mengambil resiko)
4. Memiliki pekerjaan sampingan seperti membuka toko kelontong, tenaga konveksi, menerima pesanan pembuatan makanan kecil. (Ulet)
Tidak hanya melakukan pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas.
(pengelolaan usaha dan ide untuk mengembangkan usaha sekemakin berkembang)
5. Suka bercerita Kemampuan berkomunikasi berkembang berguna untuk menawarkan barang yang dihasilkan.
6. Menjadi anggota PKK. Mau membentuk kelompok usaha bersama, sebagai salah satu solusi untuk mengembangkan usahanya.
(Kesadaran dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah meningkat, partipasi dalam kelompok juga meningkat)
7. Memiliki hubungan yang baik dengan pemilik showroom lain.
Membuat kerjasama dengan pemiliik showroom untuk memperoleh order dari luar negeri. (Jaringan usaha berkembang semakin luas)