pemberdayaan kantor pertanahan …/pemberd… · penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara...
TRANSCRIPT
PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN
BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Yoga Fernandes
NIM. E0008259
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN
BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Yoga Fernandes
NIM. E0008259
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Yoga Fernandes. 2012. PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI. Fakultas Hukum UNS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas mengenai pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, serta untuk mengetahui Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, dan bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sumber data berasal dari sumber data primer yaitu hasil wawancara dengan pegawai negeri sipil di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Sumber data sekunder berasal dari literatur, buku-buku ilmiah, makalah/hasil ilmiah para sarjana, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut: penerimaan pengaduan, penelitian masalah, mediasi, menentukan opsi yang dipilih, serta formalisasi kesepakatan yang dipilih. Kendala-kendala dalam pelaksanaan mediasi berasal dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, dari para pihak, dan dari putusan mediasi itu sendiri. Demikian halnya dengan solusi terkait pelaksanaan mediasi, masih berasal dari ketiga kategori tersebut. Kata kunci: Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, sengketa pertanahan,
mediasi, kendala dan solusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Yoga Fernandes. 2012. EMPOWERING BOYOLALI LAND OFFICE AS THE MEDIATOR ON LAND DISPUTE RESOLUTION IN BOYOLALI. Faculty of Law UNS.
This study aims to know clearly about the land dispute mediation by the Boyolali Land Office, and also to find out the obstacles in land dispute mediation, and find what is the best solution to overcome that obstacles..
This study uses empirical legal research is descriptive with qualitative approach. Data resources based on primary data sources that come from interviews with civil servants at the Boyolali Land Office. Secondary data sources come from the literature, scholarly books, papers / scientific results of the scholars, and documents relating to the object of research.
From the results of research and discussion can be concluded that the land dispute mediation by Boyolali Land Office is as follows: receiving complaint, problem research, mediation, assessing settlement options, and formalizing settlement. The obstacles of mediation come from Boyolali Land Office, each parties, and from mediation verdict it selves. And so it is with solution of the obstacle from land dispute mediation. Key words: Boyolali Land Office, land dispute, mediation, obstacle and solution
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan kepada penulis dalam pembuatan skripsi ini dari awal dan
akhir, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BOYOLALI
SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI
KABUPATEN BOYOLALI”.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana pelaksanaan mediasi sengketa
pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali serta kendala apa saja
yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan mediasi
sengketa pertanahan, dan bagaimana solusi terbaik untuk mengatasi kendala-
kendala tersebut.
Dalam penyusunan skripsi ini, Penulis banyak mengalami hambatan dan
kesulitan, tetapi atas bantuan, dorongan dan dukungan dari semua pihak yang
telah banyak membantu, akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
antara lain kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H, M.Si., selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara.
3. Bapak Purwono Sungkowo Raharjo, S.H., selaku pembimbing skripsi
dalam penelitian hukum ini yang telah menyediakan waktu, pikiran, dan
petunjuk, bimbingan maupun motivasinya kepada penulis hingga
terselaikannya skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Supanto, S.H.,M.Hum selaku pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menjalani kuliah di Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret.
5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada Penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Karyawan dan Staff Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah membantu kelancaran perkuliahan.
7. Bapak Samodra Yogalelana, S.H, bapak Suprayogo, bapak Hartadi,APthn,
bapak Kasinem, serta bapak Tjahjo Tri Rahardjo selaku pegawai Seksi
Sengketa, Konflik dan Perkara di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
yang selalu bersedia membimbing penulis dan telah banyak membantu
serta memberikan izin untuk melakukan penulisan.
8. Ibuku tercinta, Almarhum Ayah yang selalu ku banggakan, adik-adikku
serta keluarga besar penulis atas dorongan moril maupun spirituil
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman di Riau, khususnya alumni SDN 004 Tembilahan, MTsn
094 Tembilahan, dan SMAN 1 Teluk Kuantan.
10. Teman-teman Fakultas Hukum UNS.
11. Sahabat-sahabat karibku mas Ari, mas Yayak, mas Roris, mas Lukman,
mas Yuhdi dan Dedi. Sahabat seperjuangan di FOSMI, BEM FH UNS,
DEMA UNS, serta di Ikatan Keluarga, Pelajar, dan Mahasiswa Riau
Surakarta (IKPMRS).
12. Seorang yang tercinta, terkasih dan selalu memberikan semangat, Ardela
Distri Dinani, nothing gonna change my love for you.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu, Semoga Allah SWT membalas
kebaikan pada kita semua. Amin.
Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat memberikan manfaat
pada pihak-pihak yang berkepentingan. Dan demi kesempurnaan penulisan
Skripsi ini, segala sumbangan pemikiran dan kritik yang membawa kebaikan
dengan senang hati penulis perhatikan.
Surakarta, Agustus 2012
YOGA FERNANDES
E0008259
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ... iii
HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
E. Metode Penelitian ............................................................................... 7
F. Sistematika .......................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 12
A. Kerangka Teori ................................................................................... 12
1. Tinjauan Umum Tentang Pemberdayaan .................................. 12
a. Pengertian Pemberdayaan ..................................................... 12
2. Tinjauan Umum Tentang Mediasi.............................................. 13
a. Pengertian Mediasi ................................................................ 13
b. Pendekatan Mediasi ............................................................... 16
c. Prinsip-prinsip Mediasi ......................................................... 19
d. Jenis Negosiasi ....................................................................... 26
e. Tipe Mediator ........................................................................ 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
3. Tinjauan Tentang Sengketa Pertanahan .................................... 30
a. Pengertian Sengketa Pertanahan ........................................... 30
b. Sifat Permasalahan Sengketa Pertanahan ............................ 31
c. Bentuk-bentuk Sengketa Pertanahan .................................... 31
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 33
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 35
A. Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali ......................................................... 35
1. Penelitian Permasalahan ............................................................ 35
2. Kompetensi para Pihak ............................................................... 36
3. Musyawarah ................................................................................ 37
a. Persiapan ............................................................................... 39
b. Memulai Mediasi ................................................................... 42
c. Menyamakan Pemahaman dan Menetapkan Agenda
Musyawarah ........................................................................... 45
d. Identifikasi Kepentingan ...................................................... 48
e. Generalisasi Opsi-opsi para Pihak ....................................... 51
f. Penentuan Opsi yang Dipilih ............................................... 53
g. Negosiasi Akhir .................................................................... 54
h. Formulasi Kesepakatan Penyelesaian Sengketa ................. 56
B. Kendala-kendala yang Dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dalam Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan, serta
Solusi untuk Mengatasi Kendala-kendala tersebut ............................ 57
1. Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dalam Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan .. 57
2. Solusi untuk Mengatasi Kendala dalam Pelaksanaan Mediasi
Sengketa Pertanahan ................................................................. 61
BAB IV PENUTUP................................................................................................
A. Simpulan .............................................................................................. 64
B. Saran .................................................................................................... 66
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1: Jumlah Pokok Permasalahan ............................................................. 48
Tabel 2: Jumlah Kasus berdasarkan Tipologi................................................... 48
Tabel 3: Jumlah penyelesaian kasus pertanahan di Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali ............................................................................................... 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran ..................................................................... 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 : Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta kepada Kepala
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
Lampiran 2 : Surat keterangan penelitian dari Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan manusia tidak dapat terpisahkan dengan keberadaan manusia
lainnya, khususnya ketika mereka telah mengenal pergaulan dalam kehidupannya.
Mereka saling membutuhkan dan ditakdirkan tidak dapat hidup tanpa bantuan
manusia atau makhluk hidup lainnya, inilah mengapa manusia disebut juga
sebagai makhluk sosial atau zoon politicon. Karena keberadaannnya tersebut
maka setiap saat dalam menyelenggarakan kehidupan dan penghidupannya,
mereka selalu berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan demikianlah seringkali
terjadi persinggungan bahkan benturan kepentingan antar manusia tersebut, yang
tidak jarang berubah menjadi sengketa dan atau konflik yang tajam.
Agar tata kehidupan masyarakat dapat berlangsung secara harmonis,
diperlukan suatu perlindungan terhadap penyelenggaraan kepentingan manusia.
Hal ini dapat terwujud apabila terdapat suatu pedoman, norma, kaedah, ataupun
patokan yang dipatuhi oleh mereka. Gangguan terhadap kepentingan yang dapat
memunculkan sengketa dan atau konflik harus dicegah atau tidak dibiarkan
berlangsung secara terus menerus, karena akan mengganggu keseimbangan
tatanan masyarakat. Manusia akan selalu berusaha agar tatanan masyarakat dalam
keadaan seimbang, karena keadaan tatanan tersebut menciptakan suasana tertib,
damai, aman, yang merupakan jaminan kelangsungan hidupnya (Sudikno
Mertokusumo, 1991: 4).
Demikian juga terhadap penyelenggaraan kepentingan manusia yang
berkaitan dengan kebutuhan akan tanah, dalam kehidupan sehari-hari banyak
dijumpai permasalahan-permasalahan pertanahan yang memerlukan penanganan
yang serius. Bagi bangsa Indonesia, tanah mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam rangka penyelenggaraan hidup dan kehidupan manusia. Di lain
pihak, bagi negara dan pembangunan, tanah juga menjadi modal dasar bagi
penyelenggaraan kehidupan bernegara dalam rangka integritas Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dan sebagian besar untuk mewujudkan kemakmuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
rakyat sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pernyataan bahwa tanah dipergunakan untuk kemakmuran rakyat juga dipertegas
kembali dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau disebut juga UUPA. Sebagai roadmap
dari pengaturan pertanahan nasional, di dalam UUPA disebutkan bahwa:
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari negara tersebut pada ayat (2) Pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Oleh karena kedudukannya yang demikian itulah penguasaan, pemilikan,
penggunaan maupun pemanfaatan tanah perlu memperoleh jaminan perlindungan
hukum dari pemerintah.
Perlindungan hukum dapat diberikan apabila terdapat kepastian hukum
akan hak tanah yang bersangkutan. Kepastian hukum adalah suatu kondisi dimana
kenyataan yang manifest (das sein) sesuai dengan kondisi yang diharapkan (das
sollen). Implementasinya di bidang pertanahan adalah suatu jaminan terhadap
produk-produk pertanahan yang dijamin kebenarannya. Ini berarti data yang
termuat di dalam produk-produk tersebut sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya di lapangan. Namun demikian jaminan kepastian hukum yang
didambakan tersebut seringkali tidak sesuai dengan harapan masyarakat, terbukti
dengan adanya sengketa atau permasalahan-permasalahan pertanahan yang
diadukan atas produk-produk dari pertanahan tersebut di atas. Di Indonesia
kepastian hukum ini sudah seharusnya ditujukan untuk melindungi masyarakat
khususnya mereka yang secara ekonomi masih lemah dan termarjinalisasi oleh
kuatnya cengkraman para kapitalis. Ini dimaksudkan untuk dapat mewujudkan
keadilan dalam bidang pertanahan, dan menghindari hilangnya akses untuk
meraih keadilan tersebut (Jacqueline A.C. Vel dan Stepanus Makambombu, 2010:
18). Berbagai pengaduan masalah pertanahan pada dasarnya merupakan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
fenomena yang mempersoalkan kebenaran suatu kondisi hukum yang berkaitan
dengan pertanahan, yang berupa produk-produk pertanahan, riwayat perolehan
tanah, penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, pembebasan
tanah dan sebagainya. Pendek kata, hampir semua aspek pertanahan dapat
mencuat menjadi sumber dan potensi sengketa pertanahan.
Untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan, sengketa maupun
konflik pertanahan yang berkembang, kualitas maupun kuantitas yang sudah tidak
relevan dari ketentuan Perundang-undangan yang ada perlu kebijakan untuk
menghadirkan peraturan perundang-undangan baru yang mengatur tentang konflik
pertanahan sesuai dengan kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang
penologi dan viktimologi yang dapat memberikan perlindungan hukum sesuai
dengan rasa keadilan hukum masyarakat (H. Hambali Thalib, 2009: 188).
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa semua permasalahan
memerlukan penyelesaian secara tuntas. Apalagi permasalahan di b idang
pertanahan yang karena keberadaannya, tanah mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan hidup dan kehidupan manusia. Bermacam-macam lembaga yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah pertanahan tersebut, salah satunya
adalah Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) atau Mediasi. Masing-
masing lembaga penyelesaian sengketa pertanahan mempunyai keunggulan dan
kekurangan, demikian pula dengan mediasi.
Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi ini
mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan
yang tidak menarik dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/ tenaga. Di samping
itu, kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala
administratif yang melingkupinya, membuat pengadilan merupakan pilihan
terakhir untuk penyelesaian sengketa. Mediasi memberikan kepada para pihak
perasaan kesamaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan
dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan dan paksaan.
Lembaga mediasi di bidang pertanahan, meskipun sering dilakukan oleh
aparat Badan Pertanahan Nasional (BPN) namun dalam kenyataannya lembaga
tersebut belum tersosialisasi dengan optimal. Hal in i dikarenakan sebab-sebab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
seperti pemahaman yang kurang tepat mengenai penyelesaian sengketa itu sendiri,
adanya kekurangpercayaan pada efektivitas pelaksanaan putusan mediasi dan
adanya kekhawatiran akan menimbulkan kerancuan dari pemanfaatan lembaga
arbitrase yang telah ada.
Atas dasar adanya kelebihan maupun kekurangan mediasi pertanahan
tersebut, perlu adanya suatu pengoptimalan fungsi mediator khususnya dari Badan
Pertanahan Nasional selaku pihak yang bersinggungan langsung dengan
masyarakat dan persoalan agraria untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan seperti konflik dan sengketa pertanahan yang ada di daerah-daerah
seperti permasalahan dan sengketa tanah di Kabupaten Boyolali yang akan
diangkat o leh penulis dalam penelitian ini.
Sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, Boyolali
mempunyai luas sekitar 101.510,0965 Ha dengan berbagai jenis kontur tanah
(http://www.boyolalikab.go.id/). Dengan luas sebesar itu, bidang-bidang tanah di
Kabupaten Boyolali memiliki potensi yang besar untuk kepentingan ekonomi
maupun sosial. Potensi-potensi tersebut tentu saja seiring sejalan dengan potensi
konflik dan sengketa di dalamnya, mengingat nilai ekonomis dari bidang-bidang
tanah di Kabupaten Boyolali itu sendiri yang selalu meningkat berbanding lurus
dengan berjalannya waktu. Dari data yang ada, jumlah permasalahan dan kasus
pertanahan yang terjadi di Kabupaten Boyolali adalah sebanyak 13 (tiga belas)
kasus dalam kurun waktu 2011 saja, ini baru jumlah yang dilaporkan di Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali dan belum termasuk permasalahan lain yang
belum dilaporkan, yang jumlahnya bisa lebih besar dari data yang terlapor
(sumber: Sie. SKP Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali).
Berangkat dari kondisi dan data-data yang ada, sudah sewajarnya para
pemegang kepentingan terkait pertanahan di Kabupaten Boyolali, dalam hal ini
adalah Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk mengoptimalkan dan
memberdayakan peranannya sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa-
sengketa pertanahan di Kabupaten Boyolali guna membantu masyarakat
mendapatkan keadilan secara win-win solution dengan all win result.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk menyusun dan
mengkaji lebih mendalam mengenai kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa tanah di Kabupaten
Boyolali dalam rangka pemberdayaan fungsi mediasi yang ada melalui sebuah
tulisan yang berjudul “PEMBERDAYAAN KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN BOYOLALI SEBAGAI MEDIATOR DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI KABUPATEN BOYOLALI”.
B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas agar permasalahan yang ada dapat dibahas secara
lebih terarah dan sesuai dengan sasaran yang diharapkan, penulis akan
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta bagaimana
solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas sehingga dapat
memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. Terdapat dua jenis tujuan
dalam suatu penelitian, yaitu tujuan obyektif dan tujuan subyektif. Tujuan
obyektif merupakan tujuan yang berasal dari tujuan penelitian itu sendiri,
sedangkan tujuan subyektif berasal dari penulis. Adapun tujuan obyektif dan
subyektif yang hendak dicapai dalam penelitian in i adalah:
1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali.
b. Mengetahui Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta solusi
terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Tujuan Subyektif
a. Memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan bagi penyelesaian
penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
b. Menambah dan memperluas pengetahuan serta wawasan penulis di bidang
hukum pertanahan, dan sebagai sarana untuk menerapkan teori-teori dan
pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah di Fakultas Hukum UNS.
D. Manfaat Penelitian
Penulisan suatu penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat yang
dapat diperoleh, terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum pada
umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya.
b. Menambah referensi ilmiah di bidang hukum tentang pertanahan
khususnya dibidang mediasi sengketa pertanahan.
c. Penulisan hukum ini dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan
penulisan sejenis untuk selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran,
membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang telah
diperoleh.
b. Memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan hal-hal yang
menyangkut permasalahan yang diangkat.
c. Hasil dari penulisan hukum ini diharapkan dapat membantu
pengembangan hukum terutama dalam penyelesaian sengketa pertanahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
melalui mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali di Kabupaten
Boyolali.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan cara-cara ilmiah untuk memahami dan memecahkan
masalah sehingga didapatkan kebenaran ilmiah (Muhammad Idrus, 2009: 9).
Suatu penelitian ilmiah dapat dipercaya kebenarannya apabila disusun dengan
menggunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata
kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran dalam disiplin ilmu
pengetahuan yang terkait. Metode adalah pedoman-pedoman, cara seorang
ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapi
(Soerjono Soekanto, 2006:6).
Adapun hal-hal yang berkenaan dengan metode penelitian dalam
penelitian ini, penulis uraikan sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan jenis penelitian yang
tergolong dalam penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah
penelitian yang pada awalnya meneliti data-data sekunder, untuk kemudian
dilanjutkan dengan data primer di lapangan terhadap masyarakat (Soerjono
Soekanto, 2006: 52).
2. Sifat Penelitian
Dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan penelitian hukum yang
bersifat deskriptif. Suatu penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan
untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau
gejala-gejala lainnya, terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar
dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori yang lama, atau di dalam
kerangka menyusun teori-teori yang baru (Soerjono Soekanto, 2006: 10).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
pendekatan kualitatif. Adapun pendekatan penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk
kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Lexy J. Maleong, 2007: 6).
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
5. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis Data
1) Data Primer
Data yang diperoleh dari keterangan atau fakta langsung dan segera
diperoleh dari sumber-sumber data di lapangan. Data ini diperoleh di
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
2) Data Sekunder
Data yang tidak diperoleh secara langsung, yaitu data yang mendukung
dan menunjang kelengkapan data primer melalui bahan kepustakaan,
majalah, buku-buku ilmiah dan lain sebagainya.
b. Sumber Data
1) Sumber Data Primer
Pihak yang terkait secara langsung dengan masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini pihak yang terkait yaitu: Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali.
2) Sumber Data Sekunder
Jenis data yang mempunyai hubungan yang erat dan secara langsung
mendukung sumber data primer yang diperoleh dari literatur, buku-
buku ilmiah, makalah/hasil ilmiah para sarjana, dan dokumen-
dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data yang
diinginkan oleh peneliti. Dengan ketetapan penggunaan teknik pengumpulan
data, maka data yang diperoleh akan sesuai dengan yang diinginkan.
Sebagaimana yang telah diketahui, di dalam penelitian ini teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
pengumpulan data yang digunakan penulis, yaitu studi dokumen dan
wawancara.
a. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka
Suatu metode untuk mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, laporan, perundang-undangan, publikasi dari berbagai
organisasi dan bahan kepustakaan lainnya yang memiliki keterkaitan
dengan permasalahan yang diteliti.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu (Lexy J. Maleong,
2007: 186). Wawancara dimaksudkan untuk mengkonstruksi mengenai
orang, kejadian, perasaan, dan motivasi. Teknik pengumpulan data dengan
menggunakan metode wawancara digunakan untuk memperoleh data yang
tidak dapat diperoleh dengan cara pengamatan. Metode ini dilakukan
dengan percakapan formal yang menggunakan pedoman wawancara yang
bersifat baku. Wawancara bersifat depth interview (wawancara secara
mendalam), berstruktur maupun tidak berstruktur, menggunakan petunjuk
umum wawancara dan dimungkinkan dalam kondisi tertentu
menggunakan wawancara pembicaraan informal dan tertutup, dilakukan
langsung kepada pihak terkait yaitu Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali khususnya Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara.
7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menggunakan teknik analisis
data berupa model analisis interaktif (interactive model of analysis). Model
analisis interaktif yaitu data yang terkumpul akan dianalisa melalui tiga tahap,
yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Model
analisis seperti ini dilakukan melalui suatu proses antar tahap-tahap, sehingga
data yang terkumpul akan saling berhubungan satu dengan yang lain dan
benar-benar merupakan data yang mendukung penulisan penelitian (HB.
Soetopo, 2002: 37). Ketiga tahap tersebut yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
a. Reduksi Data
Mereduksi data d itujukan untuk mempertegas, memperpendek,
memfokuskan, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari
catatan dan pengumpulan data, serta mengatur sedemikian rupa sehingga
penarikan kesimpulan dapat dilakukan.
b. Penyajian Data
Merupakan berbagai informasi yang memungkinkan penarikan kesimpulan
penelitian dapat dilakukan, sajian data dapat meliputi berbagai jenis
matriks, gambar atau skema, jaringan kerja, kaitan kegiatan dan atau tabel.
c. Penarikan Kesimpulan
Upaya menarik kesimpulan dari semua hal yang terdapat dalam reduksi
data dan sajian data, dimana sebelumnya data diuji likuiditasnya agar
kesimpulan menjadi leb ih kuat (HB. Soetopo, 2002: 96).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi dalam 4 (empat) bab,
yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Secara rinci,
sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab in i berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika
penelitian, dan jadwal penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori yang
berkaitan erat dengan masalah yang diangkat. Tinjauan pustaka
dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Kerangka teori yang berisikan tentang tinjauan mengenai
pemberdayaan, mediasi dan sengketa pertanahan.
2. Kerangka pemikiran yang berisikan tentang gambaran alur
berpikir berupa konsep yang akan dijelaskan dalam penelitian
ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini memuat hasil penelitian dan pembahasan berkaitan
dengan rumusan masalah yang ada, yaitu pelaksanaan mediasi
sengketa pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
dan Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta
solusi terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari hasil
penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, serta memberikan
saran berkaitan dengan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Pemberdayaan
a. Pengertian Pemberdayaan
Ife mengemukakan bahwa pemberdayaan mengacu pada kata
“empowerment,” yang berarti memberi daya, memberi ”power” (kuasa),
kekuatan, kepada pihak yang kurang berdaya. Segala potensi yang dimiliki
oleh pihak yang kurang berdaya itu ditumbuhkan, diaktifkan,
dikembangkan sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun
dirinya (J. Ife, 1995).
MacArdle mengartikan pemberdayaan sebagai proses pengambilan
keputusan oleh orang-orang secara konsekuen melaksanakan keputusan
itu. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan
melalui kemandiriannya, bahkan merupakan “keharusan” untuk lebih
diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan,
keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan tanpa
tergantung pada pertolongan dari hubungan eksternal (J. McArdle, 1989:
47-54).
Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau
pemberian kekuatan (power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan
dan ketiadaan kekuatan, seperti yang dikemukakan Simon dalam
tulisannya tentang Rethinking Empowerment. Simon menjelaskan bahwa
pemberdayaan suatu aktivitas refleksi, suatu proses yang mampu
diin isiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari
kekuatan atau penentuan diri sendiri (self-determination). Sementara
proses lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-
sumber dan alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat
meningkatkan kehidupannya. Pemberdayaan merupakan sistem yang
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik. Dengan demikian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pemberdayaan bukan merupakan upaya pemaksaan kehendak, proses yang
dipaksakan, kegiatan untuk kepentingan pemrakarsa dari luar, keterlibatan
dalam kegiatan tertentu saja, dan makna-makna lain yang tidak sesuai
dengan pendelegasian kekuasaan atau kekuatan sesuai potensi yang
dimiliki masyarakat (Barbara Levy Simon, 1987: 27-39).
Sulistiyani menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis
pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau
kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan
dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau
kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan
dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum
berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang
dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya
pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau
memberikan daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan
masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan
kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan sekaligus memilih
alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi
yang dimiliki secara mandiri (www.damandiri.or.id/file/
dasminsiduipbbab2.pdf).
2. Tinjauan tentang Mediasi
a. Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan suatu proses penyelesaian masalah melalui
negosiasi dengan bantuan pihak ketiga (mediator) yang netral (Maria SW
Sumardjono, 2008: 4). Netralitas disini dimaksudkan bahwa mediator
tidak mempengaruhi para p ihak dalam menentukan, menerima atau
menolak alternatif penyelesaian yang ditawarkan oleh masing-masing
pihak, karena mediator merupakan corong untuk menyampaikan
keinginan-keinginan para pihak dalam menyelesaikan masalahnya. Namun
dalam pelaksanaannya, netralitas tersebut tidak berlangsung secara kaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Untuk memperoleh titik temu penyelesaian masalah, seringkali mediator
harus melakukan intervensi terhadap penyampaian keinginan para pihak,
namun terbatas pada klarifikasi, informasi dan akomodasi kepentingan
para pihak yang dimaksud, tidak berkenaan dengan substansi penyelesaian
masalah.
Menurut Moore sebagaimana dikutip Maria D. Muga, mediasi
adalah intervensi terhadap suatu sengketa atau negosiasi oleh para pihak
ketiga yang dapat diterima, tidak berpihak dan netral yang tidak
mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan dalam membantu
para pihak berselisih dalam upaya mencapai kesepakatan secara sukarela
dalam penyelesaian permasalahan yang disengketakan (Maria D. Muga,
2008: 34).
Sementara itu H. Priyatna Abdurrasyid mengemukakan bahwa
mediasi merupakan suatu proses dimana sengketa antara dua pihak atau
lebih (apakah berupa perorangan, kelompok atau perusahaan) diselesaikan
dengan menyampaikan sengketa tersebut pada pihak ketiga yang mandiri
dan independen yang berperan untuk membantu para pihak untuk
mencapai penyelesaian yang dapat diterima atas masalah yang
disengketakan. Selain itu, dinyatakan pula bahwa mediasi merupakan tata
cara berdasarkan ‘iktikad baik’ dimana para pihak yang bersengketa
menyampaikan saran-saran melalui jalur yang bagaimana sengketa akan
diselesaikan oleh mediator. Melalui mediasi in i d imungkinkan kepada
mediator untuk memberikan penyelesaian yang inovatif melalui suatu
bentuk penyelesaian yang tidak dilakukan oleh pengadilan, akan tetapi
para pihak yang bersengketa memperoleh manfaat yang saling
menguntungkan (Priyatna Abdurrasyid, 2002: 43). Dalam mediasi, kondisi
politik, sosial dan ekonomi sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pelaksanaannya. Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang berpengaruh
terhadap mediasi dalam kaitannya hubungan berbangsa, seperti hubungan
keetnisan, kedekatan secara geografis, intrik politik, serta permasalahan
keuangan (Frederic S. Pearson, 2001: 283).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Alternatif penyelesaian sengketa, termasuk mediasi merupakan
sekumpulan prosedur atau mekanisme yang berfungsi memberikan pilihan
atau suatu cara penyelesaian sengketa melalui bentuk alternatif agar
memperoleh putusan akhir dan mengikat para pihak (Priyatna
Abdurrasyid, 2002: 17). Alternatif penyelesaian sengketa ditujukan untuk
penyelesaian sengketa dan konflik dalam berbagai situasi dan kondisi,
seperti untuk kegiatan bisnis, keluarga, organisasi, perorangan, serta di
tingkat berbangsa dan bernegara sekalipun. Saat ini perkembangan
Alternatif penyelesaian sengketa sudah cukup pesat dengan berbagai
metode yang ada, dan perkembangan itu akan terus ada mengingat
teknologi yang ada sekarang memungkinkan melahirkan sesuatu yang baru
seperti penyelesaian sengketa secara online yang memudahkan para
pencari keadilan menemukan apa yang seharusnya ada dengan biaya dan
waktu yang akan semakin terjangkau (Tania Sourdin, 2007).
Gary Goodpaster dalam bukunya menyatakan bahwa mediasi
merupakan proses negosiasi penyelesaian masalah, dimana satu pihak luar,
tidak berpihak, netral, dan tidak bekerjasama dengan para pihak yang
bersengketa, untuk membantu mereka guna mencapai suatu kesepakatan
hasil negosiasi yang memuaskan. Istilah mediasi pada umumnya
digunakan untuk merujuk suatu proses resolusi sengketa di luar litigasi,
dimana satu pihak yang tidak terlibat sengketa mencampuri untuk
mengarah pada suatu penyelesaian (Gary Goodpaster, 1995: 241).
Sementara itu negosiasi yang merupakan salah satu instrumen dari
lembaga alternatif penyelesaian sengketa maupun mediasi adalah salah
suatu kegiatan untuk mempertemukan dua kepentingan atau lebih yang
saling bertentangan sehingga terdapat kesamaan persepsi dalam rangka
penyelesaian suatu masalah. Dengan demikian, kegiatan negosiasi adalah
mengupayakan para pihak untuk mencapai kata sepakat tentang
penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Penyelesaian masalah
melalui mediasi pada hakekatnya merupakan penciptaan komunikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan yang
bersangkutan.
Berdasarkan pengertian di atas, kedudukan mediator sangat
berperan dalam proses negosiasi yang bersangkutan. Tugasnya adalah
mengupayakan agar tercipta komunikasi di antara para pihak dan menjaga
mereka agar tetap dalam kerangka permasalahan yang hendak
diselesaikan. Pada hakekatnya segala permasalahan, terutama
permasalahan keperdataan dapat diselesaikan melalu i lembaga mediasi.
Oleh karena itu sebenarnya mediasi dapat menjadi salah satu alternatif
penyelesaian masalah, termasuk di bidang pertanahan.
Pada mediasi, penyelesaian suatu masalah lebih mengedepankan
kepuasan dari para pihak yang bersengketa. Dengan demikian
penyelesaian masalah itu harus mampu mengakomodasi kepentingan
mereka masing-masing.
“A dispute arise when two (or more) people (or group) perceive that their interest, needs, or goals are incompatible and seek to maximize fulfillment of their own interest, needs, or achievement of their own goals often at the expense of the others” (Anonim, bahan Alternative Dispute Resolution Training, FHUI-LRP-AusAid, 2003).
Berdasarkan pengertian d i atas, sebenarnya mediasi merupakan
suatu alternatif penyelesaian masalah yang dapat menjawab permasalahan
ketidakadilan maupun masalah ketimpangan, dengan pelaksanaannya yang
harus hati-hati karena untuk tercapainya tujuan penyelesaian secara ideal,
dan para pihak harus ditempatkan pada kedudukan yang sama dan
sederajat.
b. Pendekatan Mediasi
Menurut Sir Laurence Street yang dikutip dari bahan Alternative
Dispute Resolution Training, FHUI-LRP-AusAid, yang dimaksud
pendekatan (approach) disini adalah acuan yang digunakan dalam
penyelesaian sengketa melalui mediasi, yaitu dari sudut pandang mana
suatu sengketa diselesaikan. Untuk menciptakan kondisi masyarakat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
harmonis, setiap permasalahan yang menyebabkan terganggunya
kehidupan masyarakat harus dipulihkan dalam keadaan semula (restitutio
in integrum), dengan berpedoman pada norma-norma atau kaidah-kaidah
yang berlaku. Namun demikian penyelesaian suatu masalah atau sengketa
tidak selalu harus dilakukan dengan pendekatan norma atau kaidah hukum.
Hal ini untuk lebih memberikan bobot kemanfaatan penyelesaian sengketa
yang bersangkutan (Anonim, bahan Alternative Dispute Resolution
Training, FHUI-LRP-AusAid, 2003).
Dengan memberikan bobot yang lebih besar pada asas
kemanfaatan tersebut (Zweckmassigkeit), penyelesaian masalah dirasakan
dapat lebih memenuhi keinginan para pihak yang bersengketa. Oleh
karena itu mediasi merupakan suatu peluang yang perlu dikembangkan
dalam masyarakat. Yang d imaksud kemanfaatan adalah tingkat kepuasaan
yang diperoleh oleh para pihak. Ini dapat terwujud apabila kepentingan
mereka masing-masing sejauh mungkin dapat diakomodasi di dalam
putusan penyelesaian sengketanya.
Perkembangan pendekatan yang digunakan bagi penyelesaian
suatu sengketa banyak dipengaruhi oleh sistem ketatanegaraan yang
berlaku pada suatu negara. Demikian pula lembaga-lembaga penyelesaian
sengketanya. Penyelesaian suatu masalah atau sengketa selalu dapat
didekati melalui tiga aspek, yaitu: aspek kekuasaan atau kewenangan
(power), aspek hak atau hukum (rights) dan aspek kepentingan (interest)
(Sanusi dan JT. Manafe: 24). Dalam pelaksanaannya berbagai pendekatan
tersebut dapat digabung atau merupakan gabungan dari dua atau lebih
aspek pendekatan. Misalnya gabungan dari pendekatan aspek kekuasaan
(power) dengan aspek hukum (rights) yang akan melahirkan penyelesaian
sengketa seperti arbitrase.
Dari aspek kekuasaan (power), penyelesaian suatu masalah
dilakukan melalui kekuasaan dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat terlihat
melalui cara-cara seperti unjuk rasa (demonstrative), intimidasi, paksaan
maupun bentuk-bentuk penekanan yang lain bahkan dalam eskalasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
ekstrim bisa berbentuk perang. Cara ini memang dapat dilakukan dan
dalam banyak kasus dapat menyelesaikan sengketa secara proporsional.
Akan tetapi apabila dilakukan secara berleb ihan atau membabi-buta,
meskipun sepintas lalu dapat menyelesaikan masalah namun tidak jarang
juga menyisakan permasalahan lain yang pada suatu ketika muncul
menjadi permasalahan baru.
Dalam negara yang bersifat otoriter, kekuasaan (power) biasanya
menduduki peran sentral dalam menyelesaikan segala persoalan di negara
tersebut, termasuk menyelesaikan sengketa. Tentu saja kekuasaan tersebut
yang telah memperoleh justifikasi dari sistem perundang-undangan atau
hukum positif yang berlaku di negara tersebut. Penyelesaian sengketa
dengan pendekatan kekuasaan ini lebih mengutamakan efektivitas hasil
penyelesaian tersebut, daripada dampak filosofis maupun sosiologisnya
terhadap para pihak. Meskipun segala tindakan tetap dijustifikasi dengan
pranata hukum namun efektivitasnya disandarkan pada kekuatan
berlakunya secara yurid is. Bahwa hukum positif harus ditaati apa adanya.
Dari aspek hukum, penyelesaian suatu masalah atau sengketa (das
sein) dicoba dengan menerapkan prinsip-prinsip das sollen. Semua
masalah akan diselesaikan secara hitam putih, tanpa mempertimbangkan
faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi timbulnya masalah yang
bersangkutan, sehingga yang menjadi acuan dalam penyelesaian sengketa
tersebut adalah kebenaran hak dan perlindungan hukumnya. Yang benar
harus dilindungi, demikian pula yang salah harus dikenai sanksi.
Terhadap sengketa tersebut aspek hukum memegang peran yang
sangat penting. Oleh karena itu peraturan perundang-undangan selalu
menjadi sumber penerapan hukum dalam penyelesaian sengketa tersebut.
Pendekatan hukum mengutamakan aspek kepastian hukum dan keadilan
dalam setiap penyelesaian sengketa. Rasio logisnya, karena hukum
berfungsi sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan tatanan kehidupan
manusia baik secara pribadi, dalam bermasyarakat maupun bernegara.
Setiap gangguan terhadap keseimbangan tersebut harus dikembalikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
melalui penegakan hukum, dimana pelaksanaannya dengan menerapkan
hukum apa adanya. Pendekatan penyelesaian seperti ini akan memberikan
perlindungan hukum yang pasti kepada masyarakat.
Penyelesaian sengketa dengan pendekatan hukum, dilakukan oleh
lembaga peradilan negara. Adapun tujuannya adalah untuk memperoleh
penyelesaian sengketa yang didasarkan pada kebenaran data formil dan
materiil dilihat dari aspek hukum serta mencapai keseimbangan antara
aspek kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatannya. Penyelesaian
sengketa dengan pendekatan hukum tersebut tidak menutup upaya
perdamaian. Perdamaian atau dading dalam penyelesaian suatu perkara
dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu: perdamaian di dalam persidangan
dan perdamaian di luar persidangan.
Dari aspek kepentingan, suatu masalah menghendaki penyelesaian
secara adil dan memberikan manfaat optimal bagi para pihak. Oleh karena
itu pertimbangan utama dalam penyelesaian adalah sejauhmana
kepentingan para pihak harus memperoleh perlakuan secara proporsional
sepanjang tidak bertentangan dengan hukum. Dengan pertimbangan
tersebut penyelesaian suatu masalah dapat diterima secara sukarela oleh
yang bersangkutan (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 25-32).
c. Prinsip-prinsip Mediasi
Jelaslah bahwa mediasi merupakan suatu lembaga alternatif
penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh dalam mengatasi persoalan-
persoalan di dalam masyarakat. Mengingat tujuan utama mediasi adalah
menyelesaikan masalah, bukan sekadar menerapkan norma maupun
menciptakan ketertiban saja maka pelaksanaannya harus didasarkan pada
prinsip-prinsip umum, yakni sebagai berikut:
1) Sukarela
Penyelesaian sengketa melalui lembaga mediasi pada prinsipnya
harus berdasarkan keinginan para pihak secara sukarela. Artinya, tidak
dapat ditentukan penyelesaian suatu masalah apabila salah satu pihak
tidak menghendaki hal itu. Ini disebabkan rumusan penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
masalah yang dicapai merupakan kesepakatan para pihak yang
bersangkutan.
Kesepakatan pada hakekatnya merupakan persesuaian kehendak
para pihak yang untuk mengakhiri sengketa yang sedang berlangsung.
Tentu saja kesepakatan tersebut baru dapat diperoleh apabila kehendak
untuk menyelesaikan sengketa itu dilakukan secara sukarela. Artinya
tidak ada paksaan, kekhilafan atau bahkan penipuan.
Prinsip sukarela ini sangat penting karena para pihak mempunyai
kehendak yang bebas untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
obyek sengketa. Hal ini d imaksudkan agar dikemudian hari tidak
terdapat keberatan-keberatan atas kesepakatan yang telah diambil
dalam rangka penyelesaian sengketa tersebut. Kekhilafan, paksaan
maupun penipuan dapat menyebabkan batalnya kesepakatan yang
diperoleh.
Dalam proses mediasi, masing-masing pihak diminta untuk
menyampaikan keinginan-keinginan yang dipilih (option) bagi
penyelesaian masalahnya. Dari keinginan-keinginan tersebut,
dilakukan negosiasi untuk memperoleh the best alternative to
negotiation agreement (BATNA), yang merupakan the better solution
dari opsi-opsi yang ditawarkan. Dengan sukarela maka dalam
menyampaikan opsi-opsi maupun dalam melakukan negosiasi atau
penawaran (offer) terhadap opsi tersebut, tidak terjadi kesesatan.
Artinya, apa yang dimaksud di dalam kesepakatannya adalah apa yang
akan diterima dan dilaksanakan oleh para pihak (Sanusi dan JT.
Manafe, 2003: 33-36).
2) Independen dan Tidak Memihak (Independent and Neutrality)
Penyelesaian sengketa melalui mediasi harus bebas pengaruh dari
pihak manapun, baik dari masing-masing pihak, mediator maupun dari
pihak ketiga. Untuk itu mediator harus independen dan netral.
Independen berarti bebas dari pengaruh pihak manapun, sedangkan
netral berarti mediator tidak boleh mempengaruhi para pihak dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
melakukan penawaran atau menyampaikan opsi-opsinya, namun
demikian mediator boleh mengusulkan alternatif penyelesaian atas
sengketa tersebut.
Apabila mediator dapat menempatkan diri dalam kedudukan yang
netral maka hasil negosiasi merupakan resultan dari opsi-opsi murni
para pihak. Mediator tidak mempunyai kepentingan materiil apapun
atas penyelesaian sengketa yang d iajukan. Ia hanya mencoba
memfasilitasi para pihak agar mereka memperoleh penyelesaian yang
memuaskan kedua belah pihak dengan melakukan negosiasi dengan
para pihak secara adil. Oleh karena itu mediator tidak boleh berpihak
pada salah satu pihak yang bersengketa (disputants).
Namun dalam upaya negosiasi, seringkali sulit dihindari adanya
intervensi dari mediator (authoritative mediator). Meskipun demikian,
intervensi ini biasanya tidak berkaitan langsung dengan substansi
sengketa, melainkan untuk meluruskan opsi-opsi yang disampaikan.
Tujuannya agar kesepakatan (argreement) yang dicapai dapat
dilaksanakan secara efektif (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 36-37).
3) Hubungan personal antar pihak (relationship)
Didalam suasana hubungan yang baik akan tercipta suatu suasana
saling percaya, saling menghormati diantara pihak-pihak yang terlibat
dalam proses mediasi. Keadaan ini akan mempermudah komunikasi
yang sangat diperlukan untuk melakukan negosiasi, agar tidak terdapat
informasi yang tersembunyi atau yang disembunyikan (lack-
informations). Untuk membangun suasana yang diperlukan tersebut,
maka harkat dan martabat para pihak didudukkan pada posisi yang
wajar.
Dalam proses penyelesaian sengketa tersebut tidak boleh terjadi
kesenjangan status yang demikian tajam. Mediator harus
mengupayakan bahwa semua pihak harus berada dalam posisi yang
sejajar, dan tidak dipengaruhi oleh status sosial, ekonomi, kedudukan
dalam birokrasi, dan sebagainya. Apabila kesenjangan tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
berkembang di dalam proses mediasi, maka dapat dipastikan akan
muncul pula informasi-informasi yang sesat. Hal ini disebabkan
adanya penekanan, keseganan ataupun ketakutan-ketakutan oleh salah
satu pihak kepada pihak lainnya. Akibatnya kesepakatan yang
dihasilkan bukan merupakan penyelesaian yang terbaik, melainkan
suatu penyelesaian sengketa yang semu.
Hubungan antara para pihak (relationships) tidak hanya diperlukan
dalam atau selama proses mediasi saja, melainkan juga diperlukan bagi
pelaksanaan putusan penyelesaian tersebut dan sesudahnya. Hubungan
para pihak diupayakan tetap terjaga meskipun persengketaannya telah
selesai. In ilah yang menjadi alasan mengapa penyelesaian sengketa
melalui mediasi bukan saja berupaya untuk mencapai solusi terbaik,
tetapi juga solusi tersebut tidak mempengaruhi hubungan personal.
Jadi ada pemisahan antara hubungan personal dengan hubungan
persengketaan itu.
Hal ini merupakan salah satu kelebihan yang lain dari alternatif
penyelesaian sengketa melalui mediasi. Selain mediasi, boleh
dikatakan hampir tidak ada penyelesaian sengketa yang tidak
berpengaruh terhadap hubungan personal. Pada penyelesaian sengketa
dengan menggunakan pendekatan hak atau hukum (rights), misalnya
perkara-perkara di pengadilan. Para pihak yaitu penggugat dan
tergugat dihadapkan dalam satu keadaan dimana satu pihak
berhadapan dengan pihak lain sebagai lawan. Disini akan
menghasilkan penyelesaian sengketa dalam konteks ‘menang dan
kalah’. Penyelesaian yang demikian akan selalu meninggalkan
ketidakpuasan dari pihak yang kalah atau dikalahkan. Pelaksanaan
putusannya pun seringkali harus dilakukan secara paksa (eksekusi).
Demikian pula penyelesaian sengketa dengan pendekatan
kekuasaan atau power based. Didalamnya selalu terdapat paksaan, baik
dalam bentuk penekanan-penekanan atau memaksakan kehendak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
sampai dengan paksaan secara fisik. Oleh karena itu hasilnya selalu
meninggalkan ketidakpuasan bagi pihak yang dikalahkan.
Dari uraian di atas, penyelesaian sengketa dengan menggunakan
pendekatan hukum (rights) maupun kekuasaan (power) tidak
memperhatikan aspek hubungan personal para pihak (relationships)
yang bersengketa. Hal ini berbeda dengan penyelesaian sengketa
melalui mediasi, dimana hubungan tersebut menjadi prinsip yang harus
diperhatikan (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 37-39).
4) The Best Alternative to Negotiation Agreement (BATNA)
BATNA merupakan alternatif terbaik dari opsi-opsi yang
ditawarkan para pihak. Seorang mediator yang baik akan berusaha agar
negosiasi terhadap opsi-opsi tersebut dapat menghasilkan suatu
kesepakatan yang mampu mengakomodasi kepentingan para pihak
secara proporsional. Penyelesaian sengketa dengan mediasi lebih
merupakan solusi, penyelesaian atau jalan keluar terbaik daripada
sekadar proses maupun hasil rumusan penyelesaian sengketanya itu
sendiri (better solution than the best alternative to negotiation
agreement). Hal ini dilihat dari keseluruhan proses, hasil dan dampak
yang timbul sebagai akibat penyelesaian sengketa yang bersangkutan.
Dari segi prosesnya, para pihak mempunyai kebebasan untuk
mengemukakan opsi dan negosiasi terhadap pihak lainnya. Mereka
lebih aktif dalam proses mencari titik temu atas perbedaan-perbedaan
di antara para pihak. Jadi dalam proses mediasi para pihak mempunyai
kedudukan yang penting sehingga hubungan personal di antara mereka
harus tetap dijaga.
Dari aspek hasil, penyelesaian sengketa melalu i mediasi
merupakan resultan yang optimal dari keinginan dan kepentingan
masing-masing pihak terhadap obyek sengketa. Inilah yang
dimaksudkan sebagai The Best Alternative to Negotiation Agreement
(BATNA) tersebut di atas. Bahkan apabila dikaitkan dengan
terpeliharanya hubungan personal di antara mereka, penyelesaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tersebut merupakan solusi atau jalan keluar terbaik terhadap
perbedaan-perbedaan kepentingan mereka.
Dari aspek dampak yang dicapai, maka penyelesaian sengketa
melalui mediasi tersebut disamping mampu menghasilkan
penyelesaian yang dapat mengakomodasi kepentingan para pihak
secara optimal juga mempunyai keunggulan yaitu dengan tidak
terganggunya. Hubungan personal atau relationships di atas. Hal ini
tentu sangat berarti di dalam pergaulan sosial di masyarakat.
BATNA biasanya dihasilkan dari proses mediasi d imana mediator
bersifat independen. Hal ini baru dapat dilakukan apabila karakteristik
obyek sengketa sepenuhnya dalam lingkup kehendak bebas dan
sepenuhnya dari para pihak. Artinya, penentuan putusan tersebut tidak
dibatasi faktor-faktor ekstern, seperti peraturan perundang-undangan,
nilai-nilai sosial, moral, etika dan sebagainya (Sanusi dan JT. Manafe,
2003: 39-42).
5) Menggunakan pendekatan kepentingan (Interest Based)
Penyelesaian sengketa melalui mediasi berpedoman pada
kepentingan masing-masing pihak. Kepentingan merupakan motif
yang berada di balik sengketa yang terjadi.
Interest are the motivations behind every demand. There are the needs, fears and wants of human being. It is different from a position. A position is merely one way to satisfy a set of interest (Anonim, bahan Alternative Dispute Resolution Training, FHUI-LRP-Aus Aid, 2003).
Kepentingan seringkali dan hampir pasti tidak tampak pada
sengketanya itu sendiri. Ia mungkin berada di balik sengketa, sehingga
untuk mengetahui harus menggalinya lebih dahulu. Kepentingan
merupakan motif, latar belakang, keinginan ataupun alasan dari pihak-
pihak yang bersengketa.
Apabila orang bersengketa dan bersedia diselesaikan melalui
lembaga mediasi, hendaknya dicari kepentingan masing-masing.
Bukan tidak mungkin sengketa itu dilatarbelakangi oleh faktor hak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
saja, tetapi dapat disebabkan oleh faktor lain seperti harga diri,
kebutuhan, penghargaan, balas dendam dan sebagainya. Faktor-faktor
ini sebenarnya bukan faktor hukum, melainkan faktor-faktor sosial,
ekonomi, agama, reputasi dan sebagainya.
Karena sifatnya yang berada di bawah permukaan dari persoalan
yang muncul menjadi sengketa tersebut maka penyelesaian sengketa
melalui pendekatan hukum (rights) atau kekuasaan (power) saja
seringkali tidak dapat menyentuh akar permasalahannya. Ini
menyebabkan sengketa tersebut tidak selesai dengan tuntas.
Mediasi bekerja dengan prinsip pendekatan kepentingan. Artinya
putusan mediasi baru mempunyai makna yang sebenarnya apabila
putusan tersebut telah dapat dan didasarkan pada kepentingan para
pihak tersebut. Tugas mediator harus menggali sebanyak mungkin
kepentingan-kepentingan dari masing-masing pihak. Sebab apabila
kepentingan tersebut tidak tergali maka akan sulit untuk menciptakan
better solution. Mediator harus mampu:
a) Menggali kepentingan (interest) para pihak.
b) Mengklarifikasi kepentingan (interest) dari para pihak.
c) Mengestimasi atau memprediksi kepentingan (interest) pihak
lainnya.
d) Mengestimasi dan memprediksi kepentingan (interest) pihak ketiga
yang relevan dengan permasalahan tersebut.
Jadi mengetahui kepentingan yang sebenarnya dari pihak-pihak
yang bersengketa sangat diperlukan dalam suatu proses penyelesaian
masalah melalui mediasi. Penyelesaian sengketa yang bersangkutan
selalu harus disesuaikan dengan kepentingan yang dimaksud (interest
based). Apabila hal ini luput dari peran mediator, bukan tidak mungkin
hakekat penyelesaian sengketa tersebut telah bergeser dari pendekatan
kepentingan (interest based) ke pendekatan hukum (rights based) atau
bahkan ke pendekatan kekuasaan (power based) (Sanusi dan JT.
Manafe, 2003: 43-44).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
d. Jenis Negosiasi
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, mediasi dilakukan
melalui negosiasi-negosiasi. Dalam hal in i terdapat dua macam negosiasi,
yaitu negosiasi kompetitif (competitive negotiation) dan negosiasi
kooperatif (cooperative negotiation). Dalam negosiasi kompetitif,
penyelesaian sengketa bertumpu pada positional dispute. Jadi focus
permasalahannya yang akan diselesaikan. Oleh karena itu dikembangkan
pendekatan penyelesaian dengan hukum (rights based). Yang penting
disini adalah pokok sengketa tersebut memperoleh keputusan
penyelesaian, sehingga terdapat kepastian mengenai posisi obyek sengketa
yang dimaksud. Disini tentu saja tidak mempertimbangkan faktor-faktor
non-teknis di balik terjad inya sengketa tersebut.
Para pihak menghendaki bagaimana sebesar mungkin
kepentingannya dapat diakomodasi. Para pihak akan membandingkan
alternatif-alternatif penyelesaian yang dapat mengakomodasi sebanyak
mungkin kepentingan tersebut. Jadi sifat penyelesaian sengketa atau
masalahnya masih diwarnai dengan keuntungan yang sebanyak mungkin
dapat dicapai oleh salah satu pihak dalam sengketa d imaksud. Meskipun
demikian dalam mediasi terhadap sengketa ini, prinsip-prinsip mediasi
tetap harus mewarnai putusan penyelesaian sengketa yang bersangkutan.
Hanya saja ada penekanan-penekanan tertentu dari prinsip-prinsip
tersebut, sementara itu prinsip yang lain kurang diperhatikan.
Apabila mengenai sengketa batas tanah misalnya, yang terpenting
dalam negosiasi kompetitif ini adalah masalah tersebut selesai melalui
mediasi, dengan cara apakah diperoleh manfaat yang lebih
menguntungkan bagi para pihak. Tidak dipersoalkan apakah setelah
penyelesaian tersebut, para pihak merasa puas atau tidak.
Hal sebaliknya terjadi pada negosiasi kooperatif (cooperative
negotiation). Penyelesaian sengketa mengutamakan kerjasama dari para
pihak dan untuk keuntungan atau kemanfaatan di masa yang akan datang.
Jadi dalam sengketa batas tersebut tidak semata-mata ditekankan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
terdapatnya kepastian melainkan juga apakah penyelesaian dapat
menciptakan kepuasan yang dapat diterima oleh para pihak, sehingga di
masa yang akan datang itu tidak mengganggu interaksi atau hubungan
personal di antara mereka. Disini mungkin akan terlihat pengorbanan salah
satu pihak, demi mengakomodasi kepentingan p ihak lawannya. Oleh
karena itu, penyelesaian sengketa didasarkan pada akar permasalahan yang
sebenarnya, dimana digunakan pendekatan kepentingan (interest based)
(Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 44-45).
e. Tipe Mediator
Negosiasi dalam rangka mediasi sebenarnya tidak asing dalam
kehidupan kita sehari-hari. Hampir setiap orang melakukan atau pernah
melakukan mediasi ataupun negosiasi. Hal ini disebabkan
beranekaragamnya kepentingan manusia di dalam pergaulan
bermasyarakat, sehingga menimbulkan persinggungan atau konflik
kepentingan tersebut. Namun konflik telah dapat diselesaikan dengan
mekanisme sosial sehingga kehidupan masyarakat kembali dalam
keseimbangan. Dari sanalah muncul mediator-mediator atau negosiator
alamiah.
Dari kenyataan mediasi di lapangan, pada hakekatnya terdapat tiga
macam tipe mediator. Masing-masing didasarkan pada perannya dalam
menyelesaikan masalah yang diajukan kepadanya, yaitu:
1) Mediator Jaring Sosial (Social Network Mediator)
Mediator ini sering dijumpai dalam kehidupan sosial masyarakat
sehari-hari. Yang menjadi mediator biasanya tokoh-tokoh informal
dalam masyarakat, misalnya ulama atau tokoh-tokoh agama lainnya,
tokoh adat, tokoh pemuda dan sebagainya. Mereka biasanya diminta
untuk menjadi mediator dalam permasalahan keluarga, rekan kerja,
tetangga dan sebagainya.
Mediator semacam ini biasanya adalah orang-orang yang
berwibawa, mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat atau orang-
orang yang disegani. Kekuatan mediator di sini tumbuh dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
pengakuan sosial lingkungan masyarakatnya. Sebagai hal demikian
maka orientasi penyelesaian sengketa yang diajukan kepadanya
biasanya didasarkan pada nilai-nilai sosial yang berlaku. Itu berupa
nilai-nilai keagamaan atau nilai religius dan sakral lainnya, adat-
kebiasaan, sopan santun, moral dan sebagainya.
Mediator ini akan menggali kepentingan dari pihak-pihak yang
bersengketa, namun sekaligus akan memberikan justifikasi dari aspek
sosial tersebut di atas. Jadi putusan mediasi melalui mediator ini
disamping dimaksudkan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
juga untuk mengembalikan keseimbangan nilai-nilai sosial yang
dilanggar.
2) Mediator sebagai Pejabat yang Berwenang (Authoritative Mediator)
Mediator authoritatif merupakan orang yang mempunyai posisi,
potensi dan kapasitas yang kuat yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan dan hasil mediasi. Dikatakan authoritatif karena
kekuasaannya, mediator memberikan pendapat-pendapat yang akan
mempengaruhi opsi, negosiasi serta putusan mediasi. Mediator jenis
ini biasanya adalah pejabat-pejabat atau tokoh-tokoh formal yang
mempunyai kompetensi di bidang sengketa yang ditangani.
Dari pengertian ini maka authoritative mediator disayaratkan
orang yang mempunyai pengetahuan yang cukup berkaitan dengan
sengketa yang ditanganinya. Tujuannya agar dalam proses mediasi
tersebut, mediator dapat memberikan pendapat jalan keluar yang tidak
melanggar ketentuan yang berlaku bagi sengketa yang bersangkutan.
Hal ini dimaksudkan agar putusan sengketa mediasi dapat
dilaksanakan secara efektif, baik dalam arti pelaksanaan fisik maupun
tindak lanjut administrasinya (khususnya di bidang pertanahan).
Bahwa meskipun mediasi menempatkan suatu penyelesaian
sengketa pada kebebasan para pihak, namun putusannya harus tetap di
dalam kerangka hukum. Bahwa penyelesaian sengketa tersebut tidak
boleh menyebabkan dilanggarnya ketentuan-ketentuan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
menguasai obyek sengketa. Disinilah kewajiban mediator tersebut
untuk mengarahkan kesepakatan-kesepakatan para pihak agar tidak
melanggar ketentuan perundang-undangan. Mediasi ini sering
digunakan pula dalam penyelesaian sengketa pertanahan yang diajukan
ke BPN. Instansi BPN yang menerima pengaduan atas sengketa
tersebut dapat mengupayakan penyelesaian sengketa secara damai.
3) Mediator Independen (Independent Mediator)
Mediator independen adalah mediator profesional, yaitu seorang
yang berprofesi sebagai mediator atau orang-orang yang mempunyai
legitimasi untuk melakukan negosiasi-negosiasi dalam proses mediasi.
Ini bisa berupa konsultan hukum, arbiter, pengacara atau orang-orang
lain yang ditunjuk secara resmi sebagai mediator umum.
Sesuai dengan predikatnya, mediator ini menjalankan tugas dengan
tidak memihak serta tidak mempengaruhi para pihak dalam proses
negosiasi. Tugasnya memfasilitasi agar para pihak dapat menciptakan
solusi penyelesaian sengketa yang terbaik. Untuk dapat berfungsi
independen, sengketa yang diselesaikan harus merupakan sengketa
mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Ini
artinya kedudukan obyek hak tersebut termasuk penguasaan dan
pemilikannya tidak terpengaruh oleh faktor-faktor lain. Terhadap
obyek sengketa tersebut dapat melakukan perbuatan apa saja, dengan
batasan-batasan menurut undang-undang tersebut.
Meskipun demikian dalam prakteknya, mediator juga tidak dapat
menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa yang bersangkutan
pada kehendak para pihak saja. Ia juga wajib menyampaikan hal-hal
yang dapat membatasi isi putusan mediasi dan pelaksanaannya. Jadi
meskipun independen, dalam batasan-batasan tertentu mediator dapat
mempengaruhi opsi yang ditawarkan serta negosiasinya. Hal ini
dimaksudkan agar kesepakatan yang dicapai dapat dilaksanakan secara
efektif (Sanusi dan JT. Manafe, 2003: 46-48).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
3. Tinjauan tentang Sengketa Pertanahan
a. Pengertian Sengketa Pertanahan
Konflik yang secara umum sering juga diistilahkan sama dengan
sengketa, sebenarnya dapat dijelaskan dari asal katanya. Konflik berasal
dari conflict dalam bahasa inggris, sedangkan sengketa berasal dari kata
dispute, yang keduanya berarti perselisihan dan percekcokan, serta
pertentangan antara dua pihak atau lebih. Perbedaan keduanya adalah
bahwa suatu konflik tidak akan berkembang menjadi suatu sengketa,
apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak
puas atau keprihatinan. Sedangkan suatu konflik dapat menjadi sengketa,
jika pihak yang tadinya merasa tidak puas dipendam perasaannya atau
masih terbatas pada keprihatinan, kemudian berubah menjadi kejengkelan
bahkan kerap kali berubah menjadi kemarahan yang diungkapkan
langsung kepada pihak-pihak yang menjadi penyebab kerugian. Oleh
karena itu, sengketa merupakan kelanjutan dari konflik yang tidak dapat
diselesaikan (Agung Basuki Prasetyo, 2008: 142).
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sengketa adalah segala
sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian atau
pembantahan timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan
sesuatu pihak (orang / badan) yang berisi keberatan dan tuntutan hak atas
tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan
harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan
ketentuan peraturan yang berlaku.
Menurut Ali Achmad sengketa adalah pertentangan antara dua
pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu
kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya (Ali Achmad Chomzah, 2003: 14).
Menurut Rusmadi Murad sengketa adalah perselisihan yang terjadi
antara dua belah pihak atau lebih karena merasa diganggu dan merasa
dirugikan oleh pihak-pihak tersebut atas penggunaan hak dan penguasaan
tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
sedangkan masalah pertanahan yang lebih bersifat teknis, penyelesaiannya
cukup melalui petunjuk-petunjuk teknis kepada aparat pelaksana
berdasarkan kebijakan meupun peraturan yang berlaku (Rusmadi Murad,
1991: 22).
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Penanganan Sengketa Pertanahan Pasal 1 butir 1, disebutkan:
sengketa tanah adalah perbedaan pendapat mengenai: 1) Keabsahan suatu pihak. 2) Pemberian hak atas tanah. 3) Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan
tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan dengan instansi badan pertanahan nasional.
b. Sifat Permasalahan Sengketa Pertanahan
Sifat permasalahan dari suatu sengketa tanah secara garis besar ada
empat macam (Rusmadi Murad, 1991: 23), antara lain:
1) Masalah atau persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat
ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus
hak; ataupun terhadap tanah yang belum ada hak di atasnya.
2) Bantahan terhadap suatu alas hak atau bukti perolehan yang digunakan
sebagai dasar pemberian hak (berkaitan dengan masalah keperdataan).
3) Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang d isebabkan karena
penerapan peraturan yang kurang tepat ataupun tidak benar.
4) Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial
praktis yang bersifat strategis.
c. Bentuk-bentuk Sengketa Pertanahan
Menurut Maria S.W. Sumardjono secara garis besar peta
permasalahan tanah dikelompokkan lima (Maria S.W. Sumardjono, 1982:
28), yaitu :
1) Masalah penggarapan rakyat atas tanah areal perkebunan, kehutanan,
proyek perumahan yang ditelantarkan dan lain-lain;
2) Masalah yang berkenaan dengan pelanggaran ketentuan Landerform;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3) Ekses-ekses penyediaan tanah untuk keperluan pembangunan;
4) Sengketa perdata berkenaan dengan masalah tanah;
5) Masalah yang berkenaan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat.
Dalam konteks tipologi, BPN membagi sengketa pertanahan dibagi
menjadi sengketa penguasaan dan pemilikan, sengketa prosedur penetapan
dan pendaftaran tanah, sengketa batas/letak bidang tanah, sengketa ganti
rugi eks tanah partikelir, sengketa tanah ulayat, sengketa tanah obyek
landreform, sengketa pengadaan tanah, dan sengketa pelaksanaan putusan
(http://portaldaerah.bpn.go.id/Propinsi/Kalimantan-Selatan/Kota-
banjarmasin/Artikel/Mediasi-Sengketa-Tanah.aspx).
Selain itu, Boedi Harsono dalam bukunya Arie Sukanti
Hutagalung, menyebutkan beberapa jenis masalah tanah yang dapat
disengketakan yang terdiri dari (Ari Sukanti Hutagalung, 2002: 52):
1) Sengketa mengenai bidang mana yang dimaksud;
2) Sengketa mengenai batas-batas bidang tanah;
3) Sengketa mengenai luas bidang tanah;
4) Sengketa mengenai status tanahnya: tanah negara atau tanah hak;
5) Sengketa mengenai pemegang hak;
6) Sengketa mengenai hak yang membebaninya;
7) Sengketa mengenai pemindahan hak;
8) Sengketa mengenai penunjuk lokasi dan penetapannya untuk suatu
proyek atau swasta;
9) Sengketa mengenai pelepasan / pembebasan tanah;
10) Sengketa mengenai pengosongan tanah;
11) Sengketa mengenai pemberian ganti kerugian;
12) Sengketa mengenai pembatalan hak;
13) Sengketa mengenai pemberian hak;
14) Sengketa mengenai pencabutan hak;
15) Sengketa mengenai pemberian sertifikat;
16) Sengketa mengenai alat-alat pembuktian adanya hak/perbuatan;
dan/atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
17) Sengketa mengenai tanah waris, dan sengketa-sengketa lainnya.
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Setiap bidang tanah tidak lepas dari potensi-potensi permasalahan
baik itu konflik, maupun sengketa. Sengketa tanah tersebut terjadi akibat
berbagai faktor pemicu, dan hampir terjadi d i seluruh daerah di Indonesia,
termasuk di Kabupaten Boyolali, yang akan menjadi concern utama
penelitian ini. Atas keberadaan sengketa-sengketa yang ada di Kabupaten
Sengketa Pertanahan
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
Mediasi
Berhasil Gagal
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi dan solusi
penyelesaiannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Boyolali, Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sebagai lembaga yang
legitimate khusus menangani permasalahan pertanahan memiliki urgensi
untuk menyelesaikan sengketa-sengketa tersebut melalui berbagai upaya,
salah satunya adalah melalui pelaksanaan mediasi. Dari pelaksanaan
mediasi ini ada dua kemungkinan hasil yang akan ditemui, yaitu gagal atau
berhasil, serta efektif ataupun tidak. Menarik untuk mengetahui kendala-
kendala apa saja yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta bagaimana solusi
terbaik untuk mengatasi kendala-kendala tersebut .
Jadi bisa disimpulkan bahwa concern penelitian ini akan ada pada
bagaimana pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali dan mengungkap kendala-kendala apa saja
yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam pelaksanaan
mediasi sengketa pertanahan, serta bagaimana solusi terbaik untuk
mengatasi kendala-kendala tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan oleh Kantor
PertanahanKabupaten Boyolali
Penyelesaian sengketa pertanahan dapat dilakukan melalui bermacam-
macam lembaga, termasuk oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sendiri
yang dilakukan oleh unit struktural menurut struktur organisasi maupun unit
prosedural oleh Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara (SKP). Penanganan
sengketa tersebut dilakukan dengan mekanisme yang pada pokoknya dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Penelitian Permasalahan
Penelitian masalah pada dasarnya untuk mengetahui relevansi
permasalahan yang diadukan sebelumnya. Sebagaimana yang diutarakan oleh
bapak Suprayogo selaku Kasie Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan tindaklanjut
proses penanganannya. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah ditentukan bahwa apabila ternyata pengaduan yang
bersangkutan tidak beralasan maka permasalahan tersebut harus ditolak.
Kriteria untuk menentukan relevansi permasalahan tersebut didasarkan pada
kompetensi pihak pengadu terhadap obyek masalah yang diadukan.
Disamping itu juga didasarkan pada alasan materiil mengenai berkaitan
dengan status tanah, kondisi obyektif di lapangan serta hal-hal lain yang harus
memperoleh perlindungan hukum.
Sebagai contoh meskipun secara historis pengadu mempunyai hubungan
yang relevan dengan obyek yang dipermasalahkan akan tetapi karena
kebijakan politik pertanahan, pengaduan yang bersangkutan tidak dapat
dikabulkan; misalnya penuntutan pengembalian tanah (reclaiming action) atas
tanah-tanah obyek Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang
Penghapusan Tanah-tanah Partikelir, Undang-Undang Nomor 3 Prp. Tahun
1960 tentang Penguasaan Benda-benda Tetap Milik Perseorangan Warga-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
negara Belanda, tanah swapraja dan sebagainya.Namun pada kenyataannya, di
Boyolali sendiri tidak pernah terjadi penolakan atau tidak dikabulkannya
pengaduan-pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat terkait
permasalahan pertanahan, hal ini karena Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali pada dasarnya berperan sebagai fasilitator mediasi, dan jika dalam
pengaduan tersebut masih ada beberapa data yang kurang, Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali dapat menjadi fasilitator dengan melakukan penelitian-
penelitian terkait permasalahan yang ada.
2. Kompetensi Para Pihak
Sebelum proses mediasi dilakukan perlu diteliti terlebih dahulu
kewenangan dari para pihak yang bersengketa. Perlu diingat bahwa mediasi
dimungkinkan karena para pihak dapat berbuat bebas terhadap kebendaan
miliknya. Sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Suprayogo selaku Kasie
Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali. Oleh karena itu
kewenangan para pihak terhadap obyek sengketa sangat penting untuk
diklarifikasi terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi dapat
dilaksanakan secara sukarela dan tidak ada keberatan lagi dari p ihak-pihak
yang merasa dirugikan.
Pertama, harus dipastikan terlebih dahulu hubungan hukum para pihak
terhadap obyek sengketa. Mereka bisa sebagai pemilik maupun kuasanya.
Apabila para pihak atau salah satunya tidak mempunyai hubungan hukum
dengan obyek sengketa maka mediasi tidak dapat dilanjutkan. Sebagai pemilik
pun juga harus diketahui apakah merupakan satu-satunya atau bersama-sama
dengan pemilik yang lain. Dalam obyek sengketa merupakan milik bersama
maka semua pihak yang terkait harus hadir, kecuali mereka memberi kuasa
kepada salah satu. Untuk mengetahui hubungan hukum tersebut perlu diteliti
identitas para p ihak dan identitas atau bukti-bukti dari obyek sengketa. Kedua
hal ini harus terdapat hubungan keterkaitan secara langsung. Artinya,
hubungan antara subyek (para pihak) dan obyeknya harus bersesuaian.
Identitas subyek hak minimal harus tercantum dan termuat di dalam bukti
tanah yang menjadi obyek sengketa. Dapat juga terjadi hubungan subyek dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
hubungan tersebut telah melalui proses derivatif yang belum tercatat di dalam
bukti obyek tanahnya. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan bukti-bukti
derivatifnya tersebut, misalnya dalam hal pewarisan harus ada surat
keterangan waris.
Kedua, apabila para pihak diwakili oleh kuasanya maka disamping
identitas tersebut, perlu pula diteliti kewenangan yang diberikan oleh para
pihak sebagai pemberi kuasa kepada penerima kuasa dimaksud. Sekiranya
kewenangan penerima kuasa terbatas maka negosiasi yang dilakukan tidak
boleh melampaui kewenangan yang diberikan. Hal ini mungkin dapat
menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam proses negosiasi. Idealnya
kewenangan yang diberikan kepada kuasa bersifat penuh, mencakup
perbuatan-perbuatan hukum yang dapat dilakukan oleh pemberi kuasa
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
(misalnya larangan kuasa mutlak).
Meskipun pengurusan kepentingan para pihak dapat dikuasakan, tetapi
dalam beberapa hal kehadiran pihak-pihak materiil sangat diperlukan. Dalam
proses mediasi seringkali perlu diketahui keinginan pribadi dari para pihak
atau akar permasalahan yang sebenarnya, sehingga negosiasi dengan kuasanya
saja kurang memperoleh hasil yang maksimal. Kewenangan penerima kuasa
tersebut harus dituangkan dalam bentuk tertulis sehingga dapat dipergunakan
sebagai dokumen penyelesaian sengketa yang bersangkutan. Tidak
dipenuhinya persyaratan kompetensi tersebut menyebabkan putusan mediasi
menjadi error in persona. Bahwa kesepakatan hanya berlaku bagi para pihak
yang membuatnya.
3. Musyawarah
Setelah diketahui pokok permasalahan dan duduk permasalahannya maka
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dapat mengambil prakarsa untuk
mempertemukan kedua belah pihak dalam sebuah forum musyawarah yang
terdiri dari negosiasi-negosiasi dan mediasi. Sebagaimana yang diutarakan
oleh bapak Suprayogo selaku Kasie Perkara Pertanahan di Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali. Upaya untuk mempertemukan kedua belah pihak ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
merupakan wujud dari asas-asas umum pemerintahan yang baik dengan cara
memberikan kesempatan yang sama untuk menyatakan pendapatnya
berdasarkan asas audi et alteram partem. Tujuannya adalah untuk
mengklarifikasi data yang ada pada masing-masing pihak dan untuk
mengupayakan perdamaian. Untuk tujuan tersebut pertama-tama disiapkan
dasar legitimasi tim yang akan melakukan mediasi. Namun tim ini bersifat
tentatif, artinya tidak selalu dilakukan oleh tim khusus. Berdasarkan tugas
pokok dan fungsinya, musyawarah atau mediasi dapat dilakukan oleh
unit/pejabat struktural pada unit kerja terkait.
Di tingkat pusat, mediasi tersebut biasanya dilakukan oleh Ketua
Sekretariat Penanganan Sengketa Pertanahan sebagaimana dimaksud dalam
PMNA/KBPN Nomor 1 Tahun 1999 atau oleh Sub Direktorat yang
kewenangannya terkait sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan-ketentuan
atau pasal-pasal Keputusan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2001. Dalam hal
perlu dibentuk tim khusus, maka diterbitkan Surat Keputusan Kepala BPN
tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Sengketa dimaksud dengan
keanggotaan dan tugas serta wewenangnya. Adapun kewenangan tim biasanya
dirumuskan dengan cara menyiapkan bahan bagi penyelesaian sengketa
dimaksud; melaksanakan musyawarah atau mediasi; merumuskan
rekomendasi penyelesaian sengketa kepada Kepala BPN sebagai bahan
pertimbangan penyelesaian sengketa tersebut; dan melaporkan hasil
musyawarah atau mediasi.
Di Kabupaten Boyolali sendiri, tim penyelesaian sengketa pertanahan oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dilaksanakan Seksi Sengketa, Konflik,
dan Perkara (SKP) yang keanggotaannya terdiri dari Ketua (merangkap
anggota), Sekretaris (merangkap anggota) dan Anggota-anggota. Namun
apabila permasalahannya cukup besar dan kompleks, seperti halnya yang
terjadi pada sengketa tanah di Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, antara
Pemerintah Desa Dukuh melawan Perhimpunan Pendidikan Kristen Surakarta
(PPKS) yang tercatat dalam Nomor Register Kasus: 1/I/2011, yang dapat
dikatakan sebagai suatu kasus yang cukup besar karena jika dilihat dari luas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
tanah yang disengketakan, yaitu 4.420 m2, maka kasus ini dapat dikategorikan
demikian, selain itu kompleksitas dari kasus tersebut dapat menimbulkan efek
negatif lain, seperti kenyataan bahwa kasus ini tidak hanya antara Pemerintah
Desa Dukuh dengan PPKS saja, tetapi juga melibatkan Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali yang dinilai telah lalai melakukan tindakan yang
mengakibatkan terjadinya cacat administrasi atas obyek tanah 4.420 m2
tersebut. Untuk kasus seperti Dukuh, tim ini tidak hanya terdiri dari Seksi
Sengketa, Konflik, dan Perkara (SKP) saja, tetapi juga bisa melibatkan Seksi-
Seksi lain seperti Seksi Pendaftaran Hak, Seksi Survey, Pengukuran dan
Pemetaan, Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan, dan Seksi Pengendalian
dan Pemberdayaan. Seksi-seksi seperti yang disebutkan tadi tidak hanya
membantu untuk urusan teknis saja, namun memberikan masukan-masukan
konstruktif untuk penyelesaian sengketa pertanahan melalui musyawarah
dalam mediasi in i.
Musyawarah merupakan bagian terpenting dari proses pelaksanaan
mediasi, hal ini karena inti dari mediasi itu sendiri yang berupa kristalisasi dari
beberapa musyawarah yang terjadi di dalamnya. Adapun proses musyawarah
dapat dimulai dengan tahapan sebagai berikut (Sanusi dan JT. Manafe, 2003:
67):
a. Persiapan
Persiapan mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
dimaksudkan adalah persiapan untuk mempertemukan kedua belah pihak.
Tentu saja hal ini baru dapat dilakukan setelah diketahui pokok
permasalahan serta duduk permasalahannya melalui sebuah pengaduan.
Pengaduan masyarakat ditangani oleh Seksi Sengketa, Konflik, dan
Perkara (SKP). Selanjutnya untuk mengetahui duduk permasalahannya,
maka diadakan penelitian dengan meminta laporan-laporan dari pihak-
pihak.Maksudnya agar mereka memperoleh kesempatan untuk
menyampaikan informasi, baik berupa sanggahan maupun memperkuat
pengaduan. Disamping itu dimaksudkan pula sebagai upaya mewujudkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
transparansi penanganan sengketanya serta untuk memperoleh data yang
obyektif.
Berdasarkan laporan dan data lainnya dilakukan pengkajian untuk
ditentukan proses penanganan sengketanya. Apabila permasalahannya
telah mengandung kepastian maka ditindaklanjuti dengan memberikan
putusan atau tanggapan terhadap pengaduan tersebut. Misalnya pengaduan
tindaklanjut pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap (in kracht van gewijsde), atau permintaan ganti kerugian atas
tanah-tanah yang terkena ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958
tentang Penghapusan Tanah-tanah Partikelir.
Dikatakan bahwa pengaduan tersebut telah mempunyai kepastian
antara lain karena penyelesaiannya hanya merupakan pelaksanaan dari
putusan yang telah ada. Terhadap putusan pengadilan tinggal
menindaklanjuti dengan pelaksanaan administrasinya. Demikian pula bagi
permintaan ganti rugi tersebut, tinggal realisasinya saja, karena hal ini
telah ditentukan di dalam Undang-Undang yang bersangkutan. Dalam hal
sengketa tersebut penyelesaiannya masih belum mengandung kepastian.
Artinya, penyelesaiannya tidak harus berupa putusan tertentu maka dapat
dilakukan mediasi. Terhadap suatu sengketa yang putusannya sudah dapat
ditentukan dan tidak dapat lain dari yang ditentukan itu, tidak dapat
diselesaikan melalui lembaga mediasi.
Apabila dilakukan juga, mediasi tersebut pada hakekatnya merupakan
mediasi semu. Misalnya pengaduan yang putusannya ‘mau tidak mau’
harus melalui pembatalan hak. Mediasi disini sifatnya tidak
mengupayakan penyelesaian sengketa dengan negosiasi-negosiasi,
melainkan hanya mengupayakan agar para pihak dapat menerima dengan
sportif suatu putusan penyelesaian sengketa pertanahan. Para pihak tidak
bebas lagi mengajukan penawaran atau negosiasi terhadap putusan
tersebut. Hal yang dapat dilakukan para pihak, maksimal hanya menunda
pelaksanaan putusan yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Pelaksanaan putusan yang lain dari yang telah diputus, akan
menyebabkan pelanggaran hukum, misalnya berdasarkan putusan
pengadilan suatu hak atas tanah harus dibatalkan karena penerbitannya
cacat hukum, dimana subyek haknya bukan satu-satunya pemilik tanah
yang bersangkutan. Kasus ini biasanya terjadi dalam pewarisan tanah.
Namun tidak jarang juga terjadi di atas tanah negara dimana disamping
pihak yang tercatat di dalam buku tanah, masih terdapat pihak lain yang
sebenarnya juga memperoleh prioritas untuk diberikan hak tanahnya.Pada
kasus tersebut tidak dapat diselesaikan melalui mediasi yang sebenarnya.
Bahwa putusan penyelesaian sengketa tersebut tidak boleh lain dari
putusan pengadilan. Jadi harus tetap melalui pembatalan hak. Sebab
apabila hal ini tidak dilaksanakan maka akan terdapat pelanggaran.
Pertama, terjadi inkonsistensi penerapan hukum. Bahwa sengketa yang
telah diputus oleh karena adanya kesepakatan, menjadi tidak dapat
dilaksanakan. Kedua, terjadi penyelundupan hukum. Bahwa dengan
pembatalan tersebut maka status tanahnya menjadi tanah negara. Dalam
setiap pemberian hak tanah atas tanah negara pada prinsipnya dikenakan
uang pemasukan dan bea perolehan hak tanah dan bangunan. Apabila
kesepakatan tersebut ditolerir, artinya hak tanah yang semula menjadi
obyek sengketa tidak dibatalkan maka ada penyelundupan hukum yang
berupa hilangnya uang pemasukan kepada negara. Jadi kesepakatan yang
dicapai pada hakekatnya untuk menyiasati agar pihak yang akan
memperoleh hak tersebut, minimal tidak membayar uang pemasukan
kepada negara.
Setelah jelas permasalahannya dapat diselesaikan melalui mediasi
maka dilakukan pemanggilan kepada pihak-pihak terkait. Selain itu juga
ditentukan unit mana yang akan melakukan mediasi tersebut. Adapun
persiapan-persiapan untuk melaksanakan mediasi, adalah:
1) Pembentukan tim penanganan sengketa
Untuk melakukan mediasi, biasanya dibentuk tim khusus. Namun
adanya tim tersebut tidak merupakan suatu keharusan. Adakalanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
pejabat struktural yang berwenang dapat langsung menyelenggarakan
mediasi. Untuk ditingkat BPN pusat, tim tersebut ditetapkan dengan
Surat Keputusan Kepala BPN, dengan susunan keanggotaan terdiri
dari: seorang ketua, seorang sekretaris dan beberapa anggota. Untuk
tingkat daerah, seperti di Kabupaten Boyolali tim penanganan sengketa
juga sama seperti di tingkat pusat, dan ditetapkan oleh Kepala Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali.
2) Penyiapan bahan
Selain persiapan prosedural, disiapkan juga bahan-bahan yang
diperlukan untuk melakukan mediasi terhadap pokok
persengketaannya. Sebelumnya tim mediasi harus telah memperoleh
gambaran persengketaan dimaksud dalam bentuk resume maupun
telaahan singkat. Hal ini dimaksudkan agar tim mediasi sudah
menguasai substansi permasalahan yang akan diselesaikan. Hal ini
sangat diperlukan karena mediasi terhadap sengketa pertanahan oleh
Kantor pertanahan Kabupaten Boyolali bersifat authoritative. Artinya,
mediator harus dapat meluruskan persoalan dan memberikan saran
bahkan peringatan apabila kesepakatan yang diupayakan cenderung
melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku di bidang pertanahan.
Sejauh dalam kewenangan publik, mediator dapat melakukan campur
tangan dalam proses negosiasi yang berlangsung. Misalnya apabila
dengan kesepakatan tersebut akan merugikan kepentingan pemegang
hak tanggungan, kepentingan ahli waris lain ataupun melanggar
hakekat pemberian haknya (berkaitan dengan tanah redistribusi).
3) Undangan/Surat Panggilan
Para pihak yang berkepentingan serta instansi yang terkait
diundang oleh tim untuk mengadakan musyawarah penyelesaian
sengketa dimaksud. Di dalam undangan harus dijelaskan pula acara
yang akan dibahas dan para pihak atau pejabat instansi tersebut dapat
diminta untuk membawa serta data atau informasi yang diperlukan.
b. Memulai mediasi (beginning the mediation)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1) Mengatasi hambatan hubungan antar pihak (relationship problems)
Sebelum mediasi dimulai, sebaiknya dilakukan upaya untuk
mengatasi masalah hubungan personal (relationship problems) dengan
cara mencairkan suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa.
Misalnya dengan melakukan pembicaraan-pembicaraan ringan
sehingga masing-masing pihak berada di dalam suasana yang akrab
atau sekurang-kurangnya tidak kaku.
2) Penataan struktur pertemuan
Dalam rangka memulai mediasi ini penting pula dipertimbangkan
pengaturan teknis pertemuan berkaitan dengan posisi tempat duduk.
Dari pengalaman yang sering dipergunakan, bentuk forum pertemuan
berupa huruf U atau lingkaran dengan mediator diujung meja, namun
bentuk-bentuk forum ini dapat disesuaikan berdasarkan kondisi tempat
pertemuan.
3) Penjelasan peran mediator
Upaya selanjutnya adalah menjelaskan peran mediator sebagai
pihak ketiga yang tidak memihak. Upaya ini diperlukan agar para
pihak bersedia menyampaikan informasi sebanyak-banyaknya. Dalam
hal-hal tertentu, persoalan yang dibicarakan sebaiknya kehendak para
pihak jangan dibatasi.Dalam rangka memulai mediasi ini dapat
dikemukakan kedudukan para pihak dan kedudukan mediator sendiri.
Kunci dari sesi ini adalah penegasan mengenai kesediaan para pihak
untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan oleh mediator
Kantor Pertanahan.
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa kedudukan mediator harus
netral. Artinya tidak boleh memihak pada salah satu dari mereka.
Namun demikian dalam hal-hal tertentu, berdasarkan kewenangannya
(otoritas) mediator dapat melakukan intervensi maupun campur tangan
dalam proses mencari kesepakatan dari persoalan-persoalan yang
disengketakan. Campur tangan ini bukan merupakan keberpihakan
mediator kepada salah-satunya, melainkan untuk menempatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
kesepakatan yang hendak dicapai sesuai dengan hukum pertanahan.
Jadi para pihak harus menyadari bahwa kedudukan Kantor Pertanahan
yang memberikan fasilitas mediasi bersifat authoritatif. Hal ini perlu
dipahami terlebih dahulu oleh para pihak agar tidak menimbulkan
dugaan yang a priori sifatnya.
4) Klarifikasi para pihak
Permulaan proses mediasi perlu diperhatikan benar-benar. Tidak
jarang terjadi, karena permulaan yang kurang baik dapat menimbulkan
rasa a priori pada salah satu pihak atau kedua-keduanya akan
kesungguhan dan obyektivitas upaya penyelesaian sengketa dimaksud.
Keadaan ini tentu akan menimbulkan kendala tersendiri bagi
kelancaran berlangsungnya mediasi. Selain itu para pihak perlu
mengetahui kedudukannya, hak dan kewajibannya. Dalam mediasi
para pihak mempunyai kedudukan yang sama. Oleh karena itu semua
ketentuan-ketentuan mediasi berlaku sama bagi keduanya. Demikian
pula hak-hak dan kewajibannya.
Masing-masing pihak berhak untuk memperoleh informasi yang
disampaikan pihak lawan. Hal ini d imaksudkan agar apabila terdapat
informasi yang dirasakan tidak benar, pihak lawan dapat membantah
dan meminta klarifikasi. Sementara itu masing-masing juga wajib
menghormati pihak lainnya, demikian pula kepada mediator.
Kewajiban ini berlangsung sampai pada pelaksanaan kesepakatan yang
dihasilkan.
5) Pengaturan pelaksanaan mediasi
Dalam permulaan mediasi ini dapat dikemukakan aturan-aturan
yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat di dalam mediasi.
Aturan-aturan tersebut dapat berasal dari inisiatif mediator, atau
disusun baru berdasarkan kesepakatan para pihak. Aturan-aturan
tersebut berlaku baik bagi mediator maupun para pihak. Penyimpangan
terhadap aturan teresebut hanya dapat dilakukan dengan persetujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
kedua belah pihak. Aturan-aturan tersebut antara lain untuk
menentukan:
a) Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh mediator.
b) Aturan dan tata tertib diskusi dan negosiasi.
c) Pemanfaatan sesi kaukus.
d) Pemberian waktu untuk ‘berfikir’.
Perumusan aturan tersebut mungkin akan mengundang perdebatan
yang panjang. Namun bagi mediator yang sudah terbiasa melakukan
tugas sebagai mediator, tidak sulit untuk mengatasi hal ini.
c. Menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda musyawarah (defining
the issues and setting an agenda)
Setelah permulaan mediasi tersebut dilalui maka tahap berikutnya
adalah menentukan fokus permasalahan yang hendak diselesaikan dan
menetapkan agenda pembicaraan.
1) Menyamakan pemahaman (defining the issues)
Dalam rangka menyamakan pemahaman (defining the issues)
tersebut para pihak diminta untuk menyampaikan permasalahannya
serta opsi-opsi alternatif penyelesaian yang ditawarkan, sehingga
ditarik benang merah permasalahannya agar proses negosiasi selalu
terfokus pada issue tersebut. Dari opsi tersebut tidak tertutup
kemungkinan terjadi kesalah-pahaman baik mengenai
permasalahannya, pengertian-pengertian yang terkait dengan
sengketanya maupun hal-hal yang berkaitan dengan status tanah dan
sebagainya. Misalnya mengenai pengertian status tanah negara dan
individualisasi.
Perbedaan-perbedaan yang terjadi harus diatasi sehingga para
pihak akan mempunyai pemahaman yang sama mengenai persoalan
yang hendak dibicarakan. Pembahasan, diskusi, musyawarah, maupun
negosiasi terhadap suatu persoalan (issues) yang tidak sama
pemahamannya hanya akan membuang-buang waktu dan akan
menimbulkan kesesatan mengenai substansi hasilnya. Oleh karena itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
upaya untuk menyamakan pemahaman mengenai berbagai hal tersebut
sangat penting disepakati bersama. Tentu saja kesepakatan mengenai
berbagai persoalan tersebut tidak boleh diserahkan sepenuhnya kepada
para pihak. Pejabat Kantor Pertanahan harus memberikan koreksi
apabila pengertian-pengertian persoalan yang disepakati tidak sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Dalam suatu diskusi,
musyawarah, atau komunikasi apapun, kesamaan pemahaman sangat
diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesesatan, dimana
apa yang dimaksud oleh satu pihak dipahami lain oleh pihak lawannya.
Akibatnya seandainya berhasil dicapai kesepakatan akan
mengakibatkan kesesatan atau kekhilafan mengenai obyeknya (error in
subjectum).
2) Menetapkan agenda musyawarah (setting on agenda)
Setelah persoalan-persoalan yang dapat menimbulkan
misinterpretasi diatasi maka barulah ditentukan agenda yang perlu
dibahas. Tentu saja hal ini d ilakukan setelah diketahui persoalan-
persoalan yang melingkupi sengketa yang bersangkutan. Menetapkan
agenda musyawarah tidak kalah pentingnya dengan kegiatan lainnya.
Hal ini dimaksudkan agar proses musyawarah, diskusi atau negosiasi
dapat terarah dan tidak melebar atau keluar dari fokus persoalan.
Mediator harus dapat menjaga momen pembicaraan, sehingga tidak
terpancing atau terbawa oleh pembicaraan para pihak.
Dengan telah disepakatinya persoalan yang hendak dimintakan
penyelesaiannya, maka mediator menyusun agenda atau acara diskusi
yang mencakup substansi permasalahan maupun alokasi waktu bahkan
jadwal pertemuan berikutnya apabila diperlukan. Dalam menyusun
agenda ini dapat dipergunakan catatan-catatan mediator atau
menuangkannya pada papan tulis.
Penentuan agenda pembicaraan harus pula memperoleh
persetujuan kedua belah pihak. Misalanya dalam sengketa tumpang-
tindih (overlapping) batas tanah, agenda yang akan dibahas antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
a) Batas tanah yang disengketakan.
b) Penguasaan tanah yang disengketakan.
c) Bangunan yang ada di atasnya, dan sebagainya.
Ketiga persoalan tersebut harus dibahas satu-persatu dan terfokus.
Selama proses mediasi, konsistensi pada persoalan yang dibicarakan
harus tetap dipegang. Tidak diperkenankan misalnya, diskusi melebar
sampai menyangkut kasus yang lain yang juga melibatkan kedua belah
pihak, misalnya diskusi berkembang ke masalah pewarisan tanah di
tempat lain yang kebetulan kedua belah pihak terikat pertalian darah,
atau masalah-masalah tanah yang bersangkutan tidak dikuasai secara
fisik atau bahkan masalah-masalah non teknis lainnya. Peran mediator
untuk mengelola diskusi agar tetap terfokus sangat penting agar
diskusinya tidak berlarut-larut.
Persoalan (issue) pertama membahas batas tanah, yang tentu saja
termasuk luasnya yang tumpang-tindih itu. Putusan terhadap persoalan
yang pertama ini tentunya benar atau tidak batas tanah tersebut,
dimana batas yang sebenarnya serta berapa luasnya. Pembahasan atau
diskusi tidak akan berlanjut apabila belum terdapat putusan (yang
disetujui oleh kedua belah pihak) mengenai hal ini.
Persoalan kedua, penguasaan tanahnya. Setelah terdapat kejelasan
mengenai persoalan yang pertama maka sebagaimana selanjutnya
penguasaan tanah tersebut. Maksudnya, apakah tanah tersebut
dikembalikan kepada yang seharusnya atau tetap dibiarkan dikuasai
menurut keadaan nyata (existing). Demikian pula prestasi dan kontra-
prestasi atau kompensasi kepada yang pemiliknya.
Persoalan ketiga, status bangunan. Apabila batas tanahnya
dikembalikan kepada yang seharusnya. Harus pula dibicarakan
mengenai bangunan yang berada di atasnya. Apakah dilakukan
pembongkaran, dengan ganti kerugian atau tidak maupun kewajiban
siapa yang harus membongkarnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Persoalan-persoalan tersebut dan pembahasan lanjutannya sangat
bervariatif. Masing-masing persoalan dapat berkembang sesuai dengan
hasil diskusi. Disamping menetapkan persoalan-persoalan yang akan
dibahas, perlu pula perencanaan jadwal waktu pembahasan.
Kemungkinan mediasi tidak dapat dilakukan dalam satu atau dua kali
pertemuan. Hal ini dimaksudkan agar putusan yang diambil dapat
mencerminkan obyektivitas dan memenuhi kepentingan kedua belah
pihak. Disamping itu penentuan jadwal diskusi atau negosiasi pada
hari yang lain, memberikan waktu kepada para pihak untuk
merenungkan kembali hal-hal yang dapat dicapai dalam kesepakatan
yang dihasilkan atau mendiskusikannya dengan pihak-pihak lain yang
dirasakan perlu. Putusan mediasi hendaknya bukan terkesan sebagai
penyelesaian sengketa yang diputus dengan terburu-buru.
d. Identifikasi kepentingan (identifying the interest of the disputants)
Berdasarkan permasalahan yang disampaikan para pihak maka
dilakukan identifikasi untuk menentukan pokok permasalahan yang
sebenarnya serta relevansinya untuk dilakukan negosiasi. Selain itu, pokok
permasalahan perlu diketahui untuk dijadikan masukan dalam pendataan
di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, d imana dari hasil pendataan
terkait pokok permasalahan pertanahan yang terjadi di boyolali, diperoleh
data terkait jumlah pokok permasalahan dalam kurun waktu 2009, 2010,
dan 2011 dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 1: Jumlah Pokok Permasalahan Pertanahan di Kabupaten Boyolali
pada Tahun 2009, 2010, dan 2011.
No Tahun Sengketa Konflik Perkara Jumlah
1.
2009
9
-
6
15
2.
2010
12
-
5
17
3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
2011 9 1 3 13
Jumlah
30
1
14
45
Sumber: Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali.
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa jumlah pokok permasalahan
pertanahan yang terjadi di Boyolali mengalami fluktuasi dalam tiga tahun
terakhir. Jumlah permasalahan yang paling tinggi terjadi pada tahun 2010
dengan 17 (tujuh belas) pokok permasalahan yang terdiri dari 12 (dua
belas) sengketa dan lima perkara. Sedangkan jumlah permasalahan paling
sedikit terjadi pada tahun 2011 yang lalu dengan 13 (tiga belas)
permasalahan, terdiri dari sembilan sengketa, satu konflik, dan tiga
perkara. Sedangkan pada tahun 2009 sendiri tercatat ada 15 (lima belas)
permasalahan, sehingga jika dijumlahkan seluruhnya maka dari tiga tahun
terakhir terjadi 45 (empat puluh lima) permasalahan pertanahan yang
terjadi di Kabupaten Boyolali.
Tabel 2: Jumlah Kasus berdasarkan Tipologi Permasalahan Pertanahan di
Kabupaten Boyolali pada Tahun 2009, 2010, dan 2011.
No Tipologi 2009 2010 2011 Jumlah
1. penguasaan pemilikan
tanah
14 9 - 23
2. Penetapan hak dan
pendaftaran tanah
- 2 - 2
3. Batas dan/atau letak
bidang tanah
- 2 3 5
4. Pelaksanaan putusan
pengadilan
1 - 1 2
5. Tumpang tindih
(overlapping)
- - 1 1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
6. Waris - 4 5 9
7. Lain-lain - - 3 3
jumlah 15 17 13 45
Sumber: Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali.
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa dari beberapa tipologi
permasalahan pertanahan yang terjadi d i Kabupaten Boyolali dalam kurun
waktu tiga tahun terakhir, permasalahan penguasaan pemilikan tanah
menjadi jenis permasalahan yang paling banyak terjadi dengan 23 (dua
puluh tiga) kasus, dengan rincian 14 (empat belas) kasus terjadi di 2009,
dan sembilan kasus di 2010. Sedangkan tipe permasalahan yang paling
sedikit terjadi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir adalah permasalahan
tumpang tindih (overlapping). Permasalahan tumpang tindih ini hanya
terjadi satu kali dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, tepatnya pada
tahun 2011. Kasus tumpang tindih yang dimaksud merupakan konflik
yang terjadi di kecamatan Banyudono, Kab. Boyolali yang disebabkan
oleh penerbitan sertip ikat hak pakai diatas lahan yang masih bersertipikat
hak guna bangunan.
Pokok permasalahan tersebut harus selalu menjadi fokus proses
mediasi selanjutnya. Apabila terdapat penyimpangan maka mediator dapat
mengingatkan untuk kembali pada fokus permasalahan. Setelah dipero leh
duduk permasalahan yang sebebarnya (dalam kasus di atas misalnya benar
telah terjadi tumpang-tindih/overlapping), tugas mediator untuk menggali
kepentingan yang terdapat di balik persoalan yang muncul ke permukaan
tersebut. Jadi kepentingan para pihak bukan pokok sengketa yang muncul,
melainkan motif, latar belakang atau persoalan-persoalan yang berada
dibalik sengketa dimaksud.
Sebagaimana kasus tumpang-tindih batas tanah di atas, meskipun
pengaduan atau sengketa yang diajukan mengandung kebenaran, tetapi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
penyelesaiannya mungkin tidak harus dilakukan eksekusi batas tanah.
Penyelesaian sengketanya dapat berbentuk lain, misalnya:
1) Batas tanah tetap dikembalikan tetapi atas bangunan pihak lain,
diberikan kompensasi.
2) Tanah yang overlapping tersebut direlakan untuk diberikan kepada
yang secara existing menguasainya.
3) Tanah yang menjadi obyek sengketa dibeli oleh yang menguasainya,
dan sebagainya.
Ini dapat dinegosiasi setelah kepentingan para pihak (interest)
diketahui. Dengan diketahuinya kepentingan masing-masing pihak
berkaitan dengan sengketa tersebut maka banyak cara untuk menetapkan
penyelesaian sengketanya. Namun apapun bentuk penyelesaian yang
disepakati, kedua belah pihak memperoleh keuntungan, misalnya dengan
diberikannya ganti rugi, maka tanah yang menjadi obyek sengketa tidak
perlu dikembalikan. Pihak yang berhak atas tanah tersebut mendapat
keuntungan dengan memperoleh ganti rugi sedangkan pihak lawannya
juga mendapat keuntungan dengan tidak dibongkarnya bangunan
miliknya.
Kepentingan yang dijadikan fokus mediasi, dapat menentukan
kesepakatan penyelesaiannya. Oleh karena itu, kepentingan tersebut tidak
perlu harus selalu dilihat dari aspek hukum saja, melainkan dapat dari
aspek-aspek lain sepanjang memungkinkan dilakukan negosiasi dan
hasilnya tidak melanggar hukum. Dalam hal ini kemampuan mediator
menggali kepentigan, menawarkan opsi-opsi penyelesaian serta melakukan
negosiasi sangat berperan dalam menentukan substansi kesepakatan.
e. Generalisasi opsi-opsi para pihak (generating options for settlement)
Setelah semua pihak mengemukakan opsi-opsi sebagai alternatif yang
diminta maka dilakukan generalisasi alternatif-alternatif tersebut sehingga
terdapat hubungan antara alternatif dengan permasalahannya. Dengan
generalisasi ini maka terdapat sekelompok opsi yang tidak dibedakan dari
siapa yang manyampaikan tetapi bagaimana cara menyelesaikan opsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
tersebut melalui negosiasi. Dengan generalisasi opsi (maupun alternatif
yang ditawarkan) maka proses negosiasi menjadi lebih mudah.
Opsi adalah sejumlah tuntutan dan alternatif penyelesaian terhadap
sengketa dalam suatu proses mediasi. Opsi tersebut ditawarkan setelah
duduk permasalahan yang sebenarnya diketahui. Kedua belah pihak dapat
mengajukan opsi-opsi penyelesaian yang diinginkan. Selain itu dalam
mediasi authoritatif, mediator juga dapat mengemukakan opsi atau
alternatif penyelesaian yang lain.
Generalisasi opsi yang dipilih misalnya: batas tanah tetap dibiarkan
untuk dikuasai seperti keadaan secara nyata (existing), namun pihak yang
seharusnya berhak, meminta ganti rugi. Disinilah akan dilakukan
negosiasi-negosiasi tersebut secara intensif guna memperoleh kesepakatan
mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi yang dimaksud. Jadi kegiatan
dalam generalisasi ini, telah terfokus pada pemilihan opsi penyelesaian
sengketa yang akan dinegosiasi realisasinya. Dalam momen ini, mediator
harus ekstra hati-hati, karena proses diskusi yang tidak terkendali akan
menyebabkan opsi yang telah disepakati menjadi batal, dan
berlangsungnya mediasi akan menjadi lebih sulit, karena persoalan yang
telah disepakati menjadi mentah kembali.
Bukan tidak mungkin salah satu pihak meminta ganti kerugian yang
tinggi, karena dia menyadari posisinya di pihak yang menang. Sebaliknya
pihak lawan terpaksa mengalah atau menolak opsi yang telah disepakati di
atas. Dalam situasi inilah seringkali diperlukan seorang yang berwibawa
atau mempunyai pengaruh kuat kepada para pihak sebagaimana fungsi
mediator jaring sosial (social network mediator).
Jadi generalisasi terhadap opsi-opsi dilakukan untuk proses negosiasi
sehingga akan mengarah pada kesepakatan yang mungkin dapat dicapai.
Tawar-menawar opsi dalam tahap ini biasanya berlangsung sangat alot,
dan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi dead-lock. Disinilah seorang
mediator harus menggunakan sesi pribadi (private session atau caucus) di
atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tahap ini merupakan tahap terpenting dalam proses mediasi. Adapun
kegiatannya adalah negosiasi dengan cara tawar-menawar terhadap opsi-
opsi yang telah ditetapkan. Bukan tidak mungkin dalam proses tersebut
terjadi kondisi yang tidak diinginkan. Dalam hal ini mediator harus
mengingatkan para pihak tentang maksud dan tujuan serta fokus
permasalahan yang dihadapi.
Sesi untuk berbicara secara pribadi dengan salah satu pihak, harus
sepengetahuan dan dengan persetujuan pihak lawan. Untuk perlakuan yang
adil pihak lawan harus juga diberikan kesempatan untuk menggunakan
sesi pribadi yang sama. Proses negosiasi seringkali harus dilakukan
berulangkali dalam waktu yang berbeda. Untuk itu penetapan waktu harus
memperhatikan kepentingan para pihak secara seimbang. Hasil dari tahap
ini adalah serangkaian daftar opsi yang dapat dijadikan alternatif
penyelesaian sengketa yang bersangkutan.
f. Penentuan opsi yang dipilih (assesing settlement options)
Setelah diperoleh daftar opsi tersebut maka dilakukan pengkajian
terhadap opsi-opsi tersebut oleh masing-masing pihak. Mereka akan
menentukan menerima atau menolak opsi dimaksud. Untuk menentukan
keputusannya, tentu saja mereka akan menghitung keuntungan dan
kerugiannya bagi masing-masing pihak. Dalam kegiatan ini dimungkinkan
para pihak melakukan konsultasi dengan pihak ketiga seperti pengacara
atau penasehat hukumnya. Demikian pula mediator maupun para pihak
dapat meminta keterangan mengenai posisi opsi-opsi tersebut kepada
pakar di bidang yang bersangkutan.
Sebagaimana maksud dari mediasi untuk memperoleh putusan yang
win-win solution, maka seorang mediator harus mampu mempengaruhi
para pihak untuk tidak menggunakan kesempatan guna menekan pihak
lawan. Disini diperlukan perhitungan dengan pertimbangan-pertimbangan
logis-rasional dan obyektif untuk merealisasi kesepakatan terhadap opsi
yang dipilih tersebut. Dalam kasus sebelumnya, yaitu menentukan bentuk
dan besarnya ganti rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Banyak cara untuk menghitung seberapa besar ganti rugi rasional yang
harus diberikan, misalnya:
1) Tidak dihitung berdasarkan seberapa besar keuntungan yang dapat
diperoleh, seandainya tanah tersebut tidak dikuasai pihak lawannya.
Tetapi dapat dipertimbangkan pula seberapa besar pengorbanan yang
telah dikeluarkan oleh pihak lawan itu selama menguasai tanah
dimaksud.
2) Itikad baik salah satu pihak pada waktu memperoleh tanah tersebut.
3) Seberapa besar pengaruh keuntungannya terhadap salah satu pihak,
apabila tanah tersebut dikembalikan atau tidak dikembalikan
kepadanya, dan sebagainya.
Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka suatu pihak tidak
akan memanfaatkan kesempatan untuk menekan pihak lainnya. Oleh
karena itu kemampuan mediator akan diuji untuk melakukan negosiasi
dalam sesi ini. Dengan berbekal pada kepentingan (interest) para pihak,
pemilihan opsi dan negosiasi alternatif penyelesaiannya harus selalu
dikembalikan pada kepentingan tersebut, misalnya apabila kepentingannya
hanya masalah rasa tersinggung pribadi, mengapa harus meminta ganti
kerugian yang sangat tinggi. Bukankah dengan memperbaiki hubungan
personal, sebenarnya kepentingannya sudah terpenuhi.
Hasil dari kegiatan ini adalah berupa putusan mengenai opsi yang
diterima kedua belah pihak, namun demikian hal ini belum final. Artinya,
pada prinsipnya masing-masing pihak menerima opsi-opsi tertentu, namun
konsekuensi dari penerimaan tersebut masih harus dibicarakan lebih lanjut,
misalnya apabila opsi yang dapat diterima berupa: ‘batas tanah dibiarkan
seperti semula sehingga bangunan yang terdapat di dalam batas tanah
tersebut tidak perlu dibongkar’, selanjutnya apa konsekuensi dari opsi ini,
masih harus dilakukan musyawarah ataupun negosiasi lagi dalam tahap
negosiasi akhir.
g. Negosiasi akhir (final bargaining)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Kegiatan ini merupakan proses negosiasi terhadap tindak-lanjut
sebagai konsekuensi dari opsi yang telah diterima oleh kedua belah pihak.
Setelah diketahui opsi-opsi yang diterima maka bersama-sama dilakukan
negosiasi final yang merupakan kesepakatan para pihak, yang sebenarnya
hanya merupakan klarifikasi untuk memperoleh ketegasan mengenai opsi
yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa dimaksud. Hasil dari
tahap ini adalah putusan penyelesaian sengketa yang merupakan
kesepakatan dari para pihak yang bersengketa. Jadi secara anatomis,
kesepakatan tersebut pada pokoknya berisi mengenai opsi yang diterima,
hak dan kewajiban para pihak.
Untuk menegaskan kesepakatan yang dicapai perlu diklarifikasi
kembali kepada para pihak. Dengan klarifikasi tersebut, diharapkan para
pihak akan memahami kesepakatan-kesepakatan yang telah dicapai,
menyadarinya untuk kemudian menumbuhkan niat untuk secara sukarela
melaksanakannya. Penegasan tersebut diperlukan agar para pihak tidak
ragu-ragu lagi akan pilihannya untuk menyelesaikan sengketa dimaksud.
Dengan demikian secara teknis kesepakatan tersebut tidak mengandung
kelemahan yang dapat mengganggu pelaksanaannya di lapangan.
Namun terkadang dalam tahap ini bisa terjadi negosiasi yang gagal
dikarenakan para pihak tidak menemukan kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak atau masing-masing pihak berikeras
terhadap opsinya sendiri. Kegagalan seperti ini masih ditemukan dalam
pelaksanaan mediasi oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, dari
data yang ada jumlah mediasi yang berhasil atau mencapai kata sepakat,
dan yang gagal adalah sebagai berikut:
Tabel 3: Jumlah penyelesaian kasus pertanahan di Kabupaten Boyolali
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali pada Tahun 2009, 2010, dan
2011.
No Tahun Selesai Tidak selesai
1. 2009 5 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2. 2010 1 16
3. 2011 4 9
Jumlah
10
35
Sumber: Seksi Sengketa, Konflik, dan Perkara Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali.
Dari tabel diatas dapat kita ketahui bahwa dari tiga tahun terakhir,
penyelesaian kasus yang paling banyak berhasil atau selesai adalah pada
tahun 2009 dengan lima kasus pertanahan yang selesai. Sedangkan
penyelesaian kasus yang paling sedikit adalah pada tahun 2010, dengan
hanya satu kasus yang selesai. Sedangkan untuk kasus yang tidak
terselesaikan, paling banyak terjadi pada tahun 2010 dengan 16 (enam
belas) kasus, dan paling sedikit terjadi pada tahun 2011 dengan hanya
sembilan kasus. Secara keseluruhan jumlah kasus yang tidak terselesaikan
lebih banyak dibanding kasus yang terselesaikan, yaitu 35 (tiga puluh
lima) kasus berbanding 10 (sepuluh) kasus.
h. Formulasi kesepakatan penyelesaian sengketa (formalizing settlement)
Kesepakatan final tersebut dirumuskan dalam bentuk kesepakatan atau
agreement. Dengan tercapainya kesepakatan dimaksud maka secara
substantif mediasi telah selesai. Sedangkan tindak-lanjut pelaksanaannya
di bidang pertanahan menjadi kewenangan pejabat tata usaha negara.
Dalam rangka penyelenggaraan mediasi tersebut setiap kegiatan
hendaknya dicatat. Biasanya dibuat dalam bentuk notulen yang
ditandatangani notulis dan mediator. Hasil mediasi dilaporkan kepada
pejabat yang berwenang untuk ditindak-lanjuti sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Formalisasi suatu kesepakatan dituangkan secara tertulis dengan
menggunakan format perjanjian. Demikian pula bukti-bukti dari proses
berlangsungnya mediasi serta kesepakatan-kesepakatan yang diperoleh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Untuk itu dalam setiap kegiatan mediasi perlu dibuatkan berita acara atau
notulis dari mediasi yang berlangsung. Agar mempunyai kekuatan
mengikat maka berita acara tersebut harus ditandatangani pula oleh para
pihak serta mediator.
Selain itu, kesepakatan yang termuat dalam perjanjian perlu untuk
memperhatikan kesesuaian substansinya dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sebab salah syarat sahnya perjanjian adalah suatu
sebab yang halal, yakni suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan atau ketertiban umum.
B. Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
dalam pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta solusi untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut
1. Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam
pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan.
Sebagaimana yang diutarakan oleh bapak Suprayogo selaku Kasie Perkara
Pertanahan di Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali, kendala-kendala yang
dimaksud antara lain:
a. Kendala dari para pihak.
1) Sebagian pihak memandang Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
dapat menyelesaikan seluruh permasalahan yang diadukan dalam
mediasi, dan mampu memberikan putusan yang adil untuk kedua belah
pihak meski para pihak tidak mengutarakan opsi-opsi penyelesaian
yang seharusnya ada untuk menjamin obyektifitas hasil putusan.
Fenomena ini menjadi kendala tersendiri karena semua permasalahan
yang penyelesaiannya dilakukan secara mediasi dipasrahkan kepada
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk diselesaikan secara adil,
dan para pihak hanya tinggal melaksanakan putusan atau kesepakatan
itu jika dirasa tidak merugikan kepentingannya. Intinya para pihak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
tidak terlibat atau melibatkan diri secara aktif dalam penyelesaian
sengketa melalui mediasi tersebut.
2) Sebagian pihak tidak memahami fungsi dan tujuan mediasi, yaitu
untuk menghasilkansuatu rencana atau kesepakatan kedepan yang
dapat diterima dandijalankan oleh para pihak yang bersengketa. Selain
itu, jugamempersiapkan para pihak yang bersengketa untuk
menerimakonsekuensi dari keputusan yang mereka buat dengan
mengurangikekhawatiran dan dampak negatif lainnya dari suatu
konflik, karena parapihak yang bersengketa telah dibantu untuk
mencapai konsensus melalui mediasi.
Karena kurangnya pemahaman pihak terkait fungsi dan tujuan mediasi
sebagaimana disebutkan diatas, maka tidak jarang terjadi mislead atau
kesalahpahaman di antara para pihak bahkan dengan mediatornya
sendiri, dan ini akan mempengaruhi kesepakatan-kesepakatan yang
akan dilaksanakan. Ketidakpahaman atas fungsi dan tujuan mediasi ini
juga dapat berakibat tidak ditemukannya titik temu dari permasalahan
yang disengketakan tersebut, sehingga mediasi tersebut berhenti di
tengah jalan dan pada akhirnya sengketa tersebut dibawa ke jalur
litigasi atau pengadilan yang putusannya memiliki kekuatan
eksekutorial.
3) Pihak-pihak masih ada yang ingin menang sendiri dan bersikukuh
mempertahankan argumentasi masing-masing, serta terkesan hanya
menuntut haknya saja tanpa mau melaksanakan kewajiban-kewajiban
hukumnya sendiri dan juga memperhatikan hak-hak dari pihak
lawannya. Kondisi ini memang sesuatu yang manusiawi bagi pihak-
pihak, namun tetap saja perlu pembatasan-pembatasan yang tegas
antara wilayah hukum masing-masing pihak. Dalam kondisi inilah
peran mediator sangat diharapkan untuk dapat mengambil alih arah
pelaksanaan mediasi yang dijalankan agar tidak mengikuti keinginan
atau ‘jalan cerita’ salah satu pihak yang ingin menang sendiri tanpa
memperhatikan kerugian pihak lawannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
4) Pihak-pihak masih ada yang tidak bisa atau tidak mau dipertemukan
dalam mediasi dengan berbagai alasan. Seperti terkait masalah waktu
dan tempat pelaksanaan mediasi. Ada pihak yang tidak datang karena
waktu dan tempat tidak sesuai dengan dengan yang diinginkannya,
atau memandang tempat pelaksanaannya tidak netral dan dapat
mempengaruhi hasil kesepakatan mediasi karena bisa saja terjadi
tekanan-tekanan dari pihak lawan dan pendukungnya. Selain itu juga
ada pihak yang tidak ingin dimediasi dengan alasan hanya ingin
menyelesaikan sengketa yang ada melalui jalur hukum atau melalu i
pengadilan serta menganggap opsi yang ditawarkan dari pihaknya
merupakan opsi yang terbaik. Pihak-pihak seperti ini menilai mediasi
tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat dan lemah dalam hal
eksekusinya.
Kasus pihak yang tidak mau dimediasi terjadi untuk kasus tumpang
tindih atau overlapping Hak Guna Bangunan dengan Hak Pakai di desa
Dukuh, Kecamatan Banyudono, Boyolali yang tercatat dalam Kasus
Pertanahan Register Nomor 1/I/2011. Pihak Desa Dukuh beranggapan
opsinya agar proses peralihan HGB ditangguhkan sampai berakhirnya
hak tersebut, dan mengklaimnya sebagai asset desa merupakan opsi
terbaik bagi semua pihak.
5) Pihak-pihak masih ada yang mengerahkan kekuatan massa dalam
jumlah besar selama proses pelaksanaan mediasi tengah berlangsung.
Tindakan-tindakan seperti ini ditujukan untuk mempengaruhi jalannya
mediasi dimana tekanan-tekanan yang berasal dari massa diharapkan
berdampak pada pihak lawan untuk mengikuti keinginan dan
kepentingan pihak yang mengarahkan massa tersebut, sehingga
jalannya mediasi tidak obyektif lagi. Tekanan-tekanan dan intimidasi
tersebut tidak hanya ditujukan terhadap pihak lawan, tetapi juga
kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali sebagai mediator
sengketa pertanahan. Harapannya agar mediator dari Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali ini lebih mendengarkan pihak dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
massa yang besar tadi sehingga kesepakatan yang dihasilkan pada
akhirnya lebih menguntungkan pihak tersebut. Tidak hanya intimidasi
maupun tekanan, terkadang massa yang dikerahkan juga melakukan
paksaan-paksaan, baik kepada pihak lawan maupun mediator dari
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk mengikuti keinginan
mereka dengan melaksanakan apapun yang dianggap menguntungkan
bagi mereka tanpa memandang untung rugi bagi pihak lawan. Kejadian
seperti ini pernah terjadi seperti kasus tumpang tindih hak di desa
Dukuh.
6) Pihak-pihak ada yang tidak segera melaksanakan hasil kesepakatan
yang diraih dalam proses mediasi. Kondisi-kondisi seperti ini terjad i
karena beberapa sebab, seperti pihak yang seharusnya melaksanakan
suatu kewajiban hukum dalam kesepakatan tersebut merasa terpaksa
untuk menyetujui opsi-opsi yang ditawarkan pihak lawan. Oleh karena
itu pihak yang mendapat tekanan dan paksaan itu merasa kesepakatan
yang dihasilkan tersebut cacat hukum dan tidak mau untuk segera
melaksanakannya. Pihak-pihak seperti ini biasanya lebih memilih jalur
hukum karena dinilai lebih formal dan mengikat. Ini tidak terlepas dari
anggapan beberapa pihak yang menyatakan putusan dari mediasi tidak
mengikat, karena tidak dikeluarkan oleh pejabat atau instansi yang
berwenang dan memiliki legitimasi yang kuat.
b. Kendala dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
1) Dalam pelaksanaan mediasi, kendala yang dirasa sangat menyulitkan
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah ketika menghadapi
sebuah sengketa, alat-alat bukti yang diberikan oleh pihak-pihak yang
terlibat tidak mencukupi atau kurang untuk dapat menyelesaikan
sengketa yang dihadapi. Misalnya ketika terjadi permasalahan terkait
jual beli tanah yang dilakukan secara di bawah tangan, dan pihak yang
berkepentingan secara langsung telah meninggal, saksi-saksi yang
melihat dan menyaksikan kesepakatan jual beli tersebut ternyata juga
tidak ada, ini akan menjadi permasalahan tersendiri karena saksi-saksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
tersebut sangat diperlukan untuk menentukan keabsahan jual beli
tersebut.
Beberapa alat bukti lain yang biasanya diperlukan dalam proses
mediasi adalah seperti Buku C Desa, Surat Penguasaan Fisik, Surat
Pernyataan Kesaksian, Surat Pernyataan dari Kepala Desa, Surat
Keterangan Waris, Surat Kematian, Surat Keterangan Pembagian
Waris, Akta Jual Beli, Saksi-saksi, serta surat-surat dan alat-alat bukti
lain yang diperlukan untuk penyelesaian sengketa pertanahan melalui
mediasi ini.
c. Kendala terkait putusan mediasi.
1) Kendala yang dirasakan para pihak terhadap putusan mediasi adalah
bahwa putusan mediasi tersebut tidak dapat langsung dieksekusi.
Misalnya untuk putusan yang mengisyaratkan adanya pembagian
tanah, seperti sengketa tanah waris, maka para ahli waris yang berhak
sesuai kesepakatan mediasi tidak dapat langsung memiliki dan
menguasai tanah tersebut, tetapi harus melalui beberapa prosedur lagi
seperti persetujuan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk
proses pembagian tanah. Ini artinya putusan mediasi terkadang dinilai
kurang komprehensif, bersifat parsial, sulit untuk dieksekusi secara
langsung, dan juga terkadang belum final. Meski mediasi telah selesai,
pelaksanaan kesepakatan masih tetap harus dilaksanakan. Jadi harus
ada kesinambungan.
2. Solusi untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan mediasi sengketa
pertanahan.
a. Solusi terkait kendala dari para pihak.
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu memberikan pengertian-
pengertian dan pemahaman-pemahaman secara intens dan benar kepada
masing-masing pihak terkait kedudukan pihak dalam proses mediasi
tersebut. Pengertian-pengertian dan pemahaman tersebut bisa berupa
penjelasan dari tujuan dan fungsi mediasi serta penjelasan hak-hak dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
kewajiban-kewajiban setiap pihak termasuk mediator dari Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali agar masalah-masalah dan kendala-
kendala yang timbul selama proses mediasi dapat dihindari seperti halnya
ketika para pihak yang hanya ingin menang sendiri dengan bersikeras
terhadap argumen dan opsinya sendiri atau menggunakan berbagai cara
untuk ‘memenangkan’ mediasi tersebut seperti menggunakan tekanan dan
paksaan melalu i pengerahan massa dan sebagainya.
Pemahaman ini juga bertujuan agar para pihak berkomitmen untuk
melaksanakan hasil putusan mediasi, apapun bentuknya, karena putusan
tersebut pastilah telah d iekstraksi dari setiap opsi-opsi yang ditawarkan
masing-masing pihak, dan merupakan solusi yang terbaik bagi kedua
pihak yang hanya akan bisa diraih melalui penyelesaian sengketa lewat
jalur mediasi dan akan sulit untuk diraih jika melalui jalur formal seperti
pengadilan, yang pastinya akan ada yang menang dan kalah serta akan
menyita banyak tenaga, waktu dan biaya untuk penyelesaiannya, dan itu
merupakan hal yang menjadikan mediasi sebagai alternatif penyelesaian
sengketa yang perlu untuk diberdayakan lebih lanjut dalam masyarakat
ketika terjadi persinggungan-persinggungan maupun sengketa, seperti
halnya sengketa pertanahan.
Untuk kendala-kendala yang bersifat lebih teknis, seperti waktu dan
tempat tidak sesuai keinginan pihak, serta ketika pihak mengerahkan
massa, hal-hal seperti ini bisa menjadi bahan masukan untuk Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali untuk lebih sering melakukan komunikasi
dengan para pihak.
Komunikasi menjadi penting untuk menghadapi pihak-pihak yang
mengerahkan massa. Komunikasi yang baik akan dapat mempengaruhi
pola pikir massa bahwa mediasi akan memberikan jalan keluar terbaik
bagi kedua belah pihak karena esensi dari mediasi adalah mengasilkan
win-win solution, sehingga kepentingan pihak yang mengarahkan massa
dapat diakomodir dengan baik.Komunikasi juga menjadi solusi ketika
tidak ditemukannya titik temu terkait persoalan netralitas tempat dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
waktu pelaksanaan mediasi. Komunikasi yang baik akan membuat para
pihak bisa menerima opsi yang netral dari mediator terkait tempat dan
waktu pelaksanaan mediasi, sehingg hal-hal yang tidak diinginkan seperti
adanya pengerahan massa dari salah satu pihak dapat dihindari.
b. Solusi terkait kendala dari Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali.
Terkait kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali
seperti disebutkan di atas, bahwa kurangnya alat bukti untuk penyelesaian
sebuah sengketa menjadi hal yang paling menyulitkan seperti ketika terjadi
cacat administrasi dalam penerbitan sertipikat maupun permasalahan-
permasalahan lainnya. Kurangnya alat bukti ini dapat diatasi dengan
melakukan penelitian. Penelitian yang dimaksud disini biasanya oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali berupa penelitian terhadap Data
Yuridis Administratif dan Data Fisik. Penelitian terhadap Data Yuridis
Administratif ini berupa penelitian terhadap Hak Atas Tanahnya, meliputi
juga pemilik, asal-usul hak, dan bagaimana Hak Atas Tanah tersebut
didaftarkan. Sedangkan penelitian Data Fisik berupa penelitian terhadap
bidang tanah yang bersangkutan. Penelitian ini meliputi pengukuran luas
tanah, penguasaan, peruntukan, dan batas-batas dari tanah tersebut. Baik
Data Fisik maupun Data Yuridis Administratif harus memiliki kesesuaian,
karena jika tidak sesuai, maka ada indikasi terjadinya cacat administrasi
yang disebagian kasus berasal dari ketidakcermatan administrasi Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali.
c. Solusi terkait kendala dari putusan mediasi.
Terkait kendala putusan mediasi yang tidak bisa langsung dieksekusi
karena masih perlu tindakan hukum lanjutan seperti diperlukannya
persetujuan dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk pembagian
tanah, maka hal ini sulit untuk dicarikan solusinya agar putusan tersebut
bisa langsung merubah suatu kondisi hukum seperti kepemilikan bidang
tanah untuk beberapa orang atau ahli waris dalam pembagian tanah waris.
Kendala ini terjadi karena aturan hukum positif kita yang mengharuskan
adanya prosedur seperti yang dimaksud diatas, yang dengan alasan adanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
suatu keharusan akan kepastian hukum, telah mengesampingkan asas-asas
kesederhanaan khususnya dalam mediasi tersebut. Memang cukup sulit
untuk memperbaiki kondisi seperti ini, namun hal tersebut bukan tidak
mungkin dirubah, salah satu solusinya adalah dengan merubah aturan-
aturan prosedural atau aturan-aturan hukum yang dinilai menghambat
putusan mediasi, sehingga dapat langsung dirasakan efeknya oleh para
pihak.
Namun untuk kendala dimana ada salah satu pihak yang tidak segera
melaksanakan putusan mediasi dan diindikasikan adanya wan prestasi
(breach of contract) atas putusan tersebut, maka solusinya dapat kita
jumpai dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang ini mengatur
sebuah mekanisme hukum yang dimaksudkan untuk memperkuat kekuatan
hukum dari kesepakatan mediasi, yaitu Pasal 6 ayat (7). Pasal 6 ayat (7)
menegaskan bahwa kesepakatan penyelesaian sengketa secara tertulis
bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad
baik serta wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan. Selain itu dengan
dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Prosedur Mediasi di Pengadilan, kesepakatan-kesepakatan penyelesaian
sengketa di luar pengadilan dapat diajukan kepada Pengadilan Tingkat
Pertama di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama untuk
kemudian dikuatkan dengan apa yang dinamakan Akta Perdamaian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Untuk menyempurnakan skripsi ini maka penulis akan menyimpulkan dari
apa yang telah diuraikan tersebut di muka, sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Mediasi Sengketa Pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali
Secara garis besar pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten
Boyolali dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama dalam proses
mediasi tentu saja Penerimaan Pelaporan dari pihak yang bersangkutan.
Setelah itu dilanjutkan dengan penelitian permasalahan guna mengetahui
relevansi permasalahan yang diadukan. Perlu juga mengetahui Kompetensi
para Pihak, karena kompetensi ini terkait dengan kewenangan pihak atas
obyek sengketa sehingga perlu diklarifikasi terlebih dahulu.
Setelah penelitian permasalahan dan kompetensi para pihak telah
terlaksana, maka pelaksanaan musyawarah dapat dilaksanakan. Musyawarah
ini terbagi dalam beberapa tahap lagi, dimulai dengan melakukan persiapan
seperti pembentukan tim penanganan sengketa, penyiapan bahan, dan
menyebarkan undangan. Setelah persiapan selesai, mediasi dapat dimulai.
Mediasi diawali dengan mengatasi hambatan hubungan antar pihak dengan
mencairkan suasana yang tegang. Dilanjutkan dengan penataan struktur
pertemuan agar mediasi berjalan lebih santai. Setelah hal teknis selesai,
mediator akan menjelaskan perannya sebagai p ihak ketiga yang tidak
memihak, dan diharapkan agar para pihak bersedia menyampaikan informasi
sebanyak-banyaknya. Selanjutnya ada sesi klarifikasi para pihak, dimaksudkan
agar apabila terdapat informasi yang dirasakan tidak benar, pihak lawan dapat
membantah dan meminta klarifikasi. Tahapan berikutnya ada pengaturan
pelaksanaan mediasi, disini diatur hal-hal seperti apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh mediator serta aturan dan tata tertib diskusi dan
negosiasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Selanjutnya adalah menyamakan pemahaman dan menetapkan agenda
musyawarah atau dengan kata lain menentukan fokus permasalahan yang
hendak diselesaikan dan menetapkan agenda pembicaraan. Setelah itu
dilakukan identifikasi kepentingan, tujuannya untuk menentukan pokok
permasalahan yang sebenarnya serta relevansinya untuk dilakukan negosiasi.
Tahapan krusial berikutnya adalah ketika generalisasi opsi-opsi yang
diperoleh dari pihak-pihak. Setelah semua pihak mengemukakan opsi-opsi
sebagai alternatif yang diminta maka dilakukan generalisasi alternatif-
alternatif tersebut sehingga terdapat hubungan antara alternatif dengan
permasalahannya. Setelah dilakukan generalisasi opsi maka selanjutnya ada
penentuan opsi yang dipilih. Setelah diperoleh daftar opsi tersebut maka
dilakukan pengkajian terhadap opsi-opsi tersebut oleh masing-masing pihak.
Mereka akan menentukan menerima atau menolak opsi dimaksud. Tahapan
selanjutnya adalah negosiasi akhir. Kegiatan ini merupakan proses negosiasi
terhadap tindak-lanjut sebagai konsekuensi dari opsi yang telah diterima oleh
kedua belah pihak dan merupakan penegasan atas opsi yang dipilih dan akan
dilaksanakan. Setelah tahapan demi tahapan terlaksana, maka kesepakatan
diformulasikan dalam sebuah kesepakatan penyelesaian sengketa yang
berformat perjanjian.
2. Kendala-kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali dalam
pelaksanaan mediasi sengketa pertanahan, serta solusi untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut
Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan mediasi ini dapat
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu yang berasal dari para pihak, Kantor
Pertanahan Kabupaten Boyolali, maupun dari putusan mediasi itu sendiri,
demikian halnya dengan solusi yang akan diberikan, pembagiannya berasal
dari ketiga kategori tersebut.
Kendala dari para pihak adalah ketika sebagian atau para pihak tidak
memahami arti dan tujuan mediasi, sehingga terkadang ada pihak yang
menyerahkan seluruh penyelesaian masalah kepada Kantor Pertanahan
Kabupaten Boyolali. Selain itu ada juga pihak yang hanya ingin menang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
sendiri dengan memaksakan opsi dari pihaknya. Kendala lain adalah ketika
pihak ada yang tidak mau atau tidak bias dipertemukan, atau ketika pihak telah
menggunakan kekuatan massa, serta ketika pihak tidak mau melaksanakan
hasil kesepakatan.
Solusi untuk kendala-kendala dari para pihak diatas adalah dengan
memberikan pemahaman terkait mediasi, mulai dari kedudukan masing-
masing pihak maupun tujuan dan fungsi dari mediasi itu sendiri. Selain itu
perlu juga untuk membangun komunikasi yang baik dengan setiap pihak agar
kendala-kendala yang bersifat teknis bisa diselesaikan.
Kendala yang dihadapi Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali adalah
ketika menghadapi sebuah sengketa, alat-alat bukti yang diberikan oleh pihak-
pihak yang terlibat tidak mencukupi atau kurang untuk dapat menyelesaikan
sengketa yang dihadapi. Solusi untuk kendala ini adalah dengan melakukan
penelitian-penelitian baik terhadap data fisik maupun data yuridis.
Kendala yang berasal dari putusan mediasi adalah bahwa putusan mediasi
tersebut tidak dapat langsung dieksekusi, kurang komprehensif, bersifat
parsial, dan juga terkadang belum final. Solusinya bisa dengan menguatkan isi
putusan mediasi dengan membuat akta perdamaian yang dikeluarkan oleh
pengadilan, seh ingga putusan tadi memiliki kekuatan eksekutorial.
B. Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan, beberapa saran dapat penulis
sampaikan sebagai berikut :
1. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu memberdayakan atau bahkan
menambah sumber daya manusia dalam menjalankan proses mediasi agar
mampu menggali lebih dalam setiap permasalahan pertanahan yang diadukan
sehingga ketidakpahaman pihak terkait mediasi yang dapat berimbas pada
gagalnya mediasi dapat diminimalisir, dan diharapkan dapat berefek domino
pada turunnya angka mediasi yang gagal.
2. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu meningkatkan pelayanannya
terkait keadministrasian untuk membantu masyarakat dalam melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
penelitian data yuridis terkait masalah yang diadukan, sebab system
administrasi yang bagus akan mempermudah penelitian masalah dan akan
meminimalisir kecacatan dalam mediasi tersebut. Keadministrasian ini
misalnya sistem pengarsipan dari data-data yuridis yang berkaitan dengan
sebuah kasus.
3. Kantor Pertanahan Kabupaten Boyolali perlu untuk mendaftarkan setiap
putusan mediasi ke pengadilan untuk dikuatkan menjadi akta perdamaian. Hal
ini untuk memberikan kekuatan eksekutorial guna memastikan p ihak-pihak
menjalankan isi putusan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user