pembangunan sebagai kebebasan

Upload: puti-fatimah

Post on 14-Apr-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    1/11

    Pembangunan sebagai kebebasan: Pengantar Amartya Sen tentang

    Pembangunan

    REVIEW

    Profesor Amartya Kumar Sen menjelaskan dalam bukunya mengenai kosepnya mengenaipembangunan, yaitu sebagai upaya untuk memperluas kebebebasan riil yang dapat dinikmati

    oleh rakyat.dalam konsepnya tersebut, kebebasan dipandang sebagai tujuan utama pembangunan.Nilai intrinsik kebebasan manusia didukung oleh berbagai kebebasan ini besar bersifat empiris

    dan kausal,saling menjadi bagian dan berkaitan. Contohnya, kebebasan ekonomi dan pilitik

    saling memperkuat. Untuk berperan serta dalam ekonomi dan politik, peluang sosial di bidangpendidikan dan kesehatan melengkapinya. Dapat kita lihat bahwa pandangan Profesor Sen yang

    luas ini kotras dengan pandangan konvensional bahwa pembangunan tergantung pada

    pertumbuhan ekonomi, seperti pertumbuhan PDB, pendapatan nasional, serta kemajuan

    teknologi dan modernisasi sosial.

    Untuk memenuhi perluasan kebebasan tersebut yang dikemukakan di atas, diharuskanuntuk menyingkirkan kemiskinan dan tirani, intoleransi, dan campur tangan rezim represif yangberlebihan. Walaupun mengalami peningkatan kesejahteraan material,teramsuk di Negara

    berkembang, tetapi sebagian besar manusia tidak memiliki berbagai kebebasan dasar. Seringkali

    ketidakbebasan ini disebabkan oleh kemiskinan absolut yang menyebabkan orang-orang sulitmemperoleh kebebasan untuk memuaskan rasa lapar, memenuhi nutrisi, pengobatan, sarana dan

    fasilitas yang memadai seperti air bersih.

    Profesor mengkritik pandangan tradisional dalam bukunyaPoverty and Famines-An

    Essay on Entitlement and Deprivation, bahwa bencana kelaparan disebabkan oleh turunnya

    persediaan pangan. Padahal menurut studi empiris, pandangan tersebut bisa terjadi tanpa adanya

    penurunan persediaan pangan. Ia juga menyatakan bahwa perhatian harus dipusatkan padaEntitlement(hak) yang dimiliki oleh setiap orang. Jika seseorang tidak dapat membangun hak

    atas jumlah pangan yang cukup maka ia akan kelaparan.

    Pada kasus lain, tiadanya kebebasan disebabkan langsung oleh tidak adanya program

    pendidikan dan kesehatan yang memadai dan tidak adanya lembaga yang menjaga keamanan,ketertiban dan hukum secara efektif. Kebebasan perempuan juga sangat dibatasi, padahal jika

    perempuan diberi kesempatan untuk bekerja di luar rumah, maka ia dapat membantu mengurangi

    kemiskinan, dan membantu mensejahterakan keluarga.

    Dalam hal lainnya pula, tiadanya kebebasan adalah akibat langsung dari hilangnya hak

    politik dan sipil karena tindakan otoriter pemerintah. Kebebasan untuk berperan serta dalamkehidupan sosial, poltik, dan ekonomi juga dibatasi. Di beberapa negara berkembang, penolakanterhadap sistem demokrasi dan kebebasan politik didasari pada beberapa argumen berikut.

    Pertama, klaim bahwa kebebasan dan hak politik menghambat pembangunan ekonomi.Pandangan ini tidak didukung bukti empiris yag kuat. Apalagi tidak banyak bukti yang

    memperlihatkan bahwa rezim otoriter mendorong pertumbuhan ekonomi secara nyata. Bukti-

    bukti yang sangat meyakinkan oleh professor Sen menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di

    http://bocahdoyanmakan.blogspot.com/2009/02/pembangunan-sebagai-kebebasan-pengantar.htmlhttp://bocahdoyanmakan.blogspot.com/2009/02/pembangunan-sebagai-kebebasan-pengantar.htmlhttp://bocahdoyanmakan.blogspot.com/2009/02/pembangunan-sebagai-kebebasan-pengantar.htmlhttp://bocahdoyanmakan.blogspot.com/2009/02/pembangunan-sebagai-kebebasan-pengantar.html
  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    2/11

    negara berkembang pertama disebabkan oleh iklim ekonomi yang menguntungkan daripada

    system politik yang keras.

    Kedua, beberapa pembela kebijakan otoriter mengklaim bahwa jika kepada orang-orang

    miskin diberikan pilihan apakah mereka menginginkan kebebasan politik atau pemenuhan

    kebutuhan ekonomi, maka mereka memilih yang kedua.

    Ketiga, argumen ini cenderung pada kebijakan otoriter didasarkan pada klaim bahwa

    kebebasan politik dan demokrasi adalah konsep Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilaiAsia yang lebih menekankan pada ketertiban serta disiplin diri dan sosial daripada kebebasan

    politik.

    Hubungan antara demokrasi dan tiadanya bencana kelaparan mudah dicari. Di negara-

    negara nondemokratis, yang tertimpa bencana kelaparan, para presiden , raja, dan pemimpin

    militer beserta keluarganya tidak pernah menjadi korban. Alasannya karena mereka tak perlumenanggung konsekuensi dari kegagalan mencegah kelaparan. Di negara-negara ini, tidak ada

    pemilu bebas, partai oposisi, dan pers yang tidak dihalangi mempublikasikan fakta-fakta yangmempermalukan pemerintah.

    Sebaliknya, di negara demokrasi, bencana kelaparan dapat menimpa kelompok berkuasa

    dan para pemimpin politik. Ancaman ini telah memberi peringatan politik kepada para pejabatuntuk mencegah bencana kelaparan. Pers yang bebas mengadakan liputan investigatifmemberikan informasi penting yang dapat mencegah terjadinya kelaparan.

    Analisis profesor Sen tentang pembangunan memandang kebebasan individu sebagai

    dasar. Karena itulah pembangunan harus dipandang sebagai usaha untuk memperluas kebebasan

    subtantif atau kemampuan manusia. Perspektif kemampuan manusia ini, berkaitan dengan

    perspektif modal manusia. Namun cakupan perspektif modal manusia lebih sempit, karenaia hanya memfokuskan perhatian kepada upaya manusia dalam mningkatkan produksinya atau

    cara agar manusia menjadi lebih produktif sehingga memberi sumbangan yang besar bagi

    pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, perspektif Profesor Sen tentang kemampuan manusia lebihluas yang memfokuskan perhatian pada kemampuan atau kebebasan subtantif semua orang untuk

    menempuh kehidupan yang menjadi idaman.

    Relevansi Pandangan Profesor Sen bagi Indonesia

    Di masa pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 1996 sampai pertengahan 1997,pandangan Profesor Sen ini bias dianggap sebagai idealis dan naf pandangan intelektual yang

    sama sekali tak mengenal realitas politik di banyak negara berkembang. Di negara-negara ini

    mayoritas penduduk belum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Pada masa itu negara-negara

    otoriter (termasuk Indonesia) mencapai laju pertumbuhan ekonomi lebih cepat daripada negara-negara yang kurang otoriter.

    Sebenanya pandangan yang anti demokrasi itu didasarkan pada bukti yang sangat terbatas.

    Namun pandangan ini kuat mencengkeram para pemimpin politik di banyak negara berkembang

    yang berpandangan bahwa satu-satunya jalan untuk meningkatkan taraf hidup dan membangun

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    3/11

    negara yang kuat adalah dengan mencapai pertumbuhan ekonomi dan industrialisasi yang pesat

    dengan kekuasaan otoriter.

    Setelah pecah krisis keuangan dan ekonomi di Asia Tenggara dan Asia Timur pada 1997/98,

    pandangan tentang nilai-nilai demokrasi dalam mengelola krisis ekonomi menjadi sangat

    relevan, khususnya untuk Indonesia.

    Menurut Profesor Andrew McIntyre, struktur politik di Indonesia dan Thailand sangat

    menyulitkan upaya perbaikan krisis secara cepat dan efektif karena kepercayaan investor sangatmenurun. Akibatnya, kerusakan ekonomi yang terjadi berlipat ganda. Walaupun demikian,

    struktur politik di kedua negara ini sangat berlainan.

    Tidak seperti di Thailand, struktur politik di Indonesia sangat otoriter dan represif, dengan

    otoritas pembuat kebijakan terpusat pada Soeharto. Dalam pidato Dr. Denis de Tray, menyatakan

    bahwa para ekonom telat menyadari ahwa petiumbuhan ekonomi yang pesat-berkelanjutan tidakhanya bergantung pada kebijakan makroekonomi dan mikroekonomiyang sehat, melainkan pada

    lembaga yang kokoh yang dapat menegakkan berbagai aturan dasar dalam mengendalikankegiatan pemerintah. Di Indonesia, satu-satunya lembaga yang kuat selama era Orde Baru adalah

    presiden, namun lembaga ini pun tidak dapat berfungsi dengan baik.

    Di Indonesia peranan proaktif demokrasi tidak ada. Karena itu pernyataan Profesor mohammadSadli sangat benar, bahwa hebatnya krisis di Indonesia mayoritas disebabkan oleh factor-faktorpolitik, termasuk ketidakstabilan politik sekita Soeharto, suksesi politik, korupsi besar-besaran,

    dan represi terhadap segala lapisan politik.

    Ketika ekonomi Indonesia semakin jatuh ke dalam jurang pada awal 1998, terlihat jelas bahwa

    disiplin reformasi keuangan dan ekonomi lainnya dihambat oleh Soeharto. Ia bertekad

    melindungi kepentingan ekonomi anak-anaknya. Walaupun banyak ekonom, pelaku bisnis, danbirokrat senior sangat menyadari bahwa langkah-langkah lebih mantap untuk menghentikan

    anjloknya ekonomi diperlukan, tak seorangpun di lingkungan politik yang berani mendorong

    presiden untk menghadapi situasi sulit itu dengan tabah. Dalam kasus Indonesia tersebut,pandangan Profesor Sen mengenai perana protektif demokrasi jelas relevan.

    Jadi, kebebasan politik memang merupakan unsur yang sangat penting dalam seluruh kebebasanyang dimiliki oleh bangsa-bangsa untuk untuk menempuh kehidupan yang diinginkan. Walaupun

    itu bukanlah satu-satunya kebebasan instrumental. Yang lainnya mencakup fasilitas ekonomi,

    peluang social, jaminan transparansi, jaminan perlindungan. Semua kebebasan instrumental

    tersebut merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh rakyat Indonesia.

    Mengherankan bahwa semua diskusi mengenai distribusi asset yang lebih merata, topiknya

    hanya terpusat pada redistribusi aset fisik atau aset moneter. Hampir tak seoranpun yangmengemukakan masalah krusial redistribusi asset nonfisik, yang unsure terpentingnya adalah

    keterampilan manusia. Memperluas akses kepada lembaga pendidikan yang baik bagi mayoritas

    penduduk kurang mampu, misalnya dengan meningkatkan beasiswa bagi anak-anak keluargakurang mampu, sepertinya sejalan dengan upaya memperluas kemampuan manusia. Dengan

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    4/11

    upaya ini kebebasan yang mereka miliki akan membimbing mereka ke arah kehidupan yang

    diimpi-impikan.

    Amartya Sen dengan Konsep Pembangunannya

    Oleh: H.Witdarmono

    Lebih dari sepuluh tahun yang lalu, dunia sangat memuji

    pertumbuhan ekonomi Asia Timur Bank Dunia bahkanmenerbitkan buku khusus, The East Asian Miracle: Economic,

    Growth and Public Policy (1993), guna melukiskan sukses

    ekonomi yang terjadi di Jepang, Korea Selatan, Taiwan,

    Hongkong, dan Singapura tersebut. "Mukjizat Asia Timur" itukemudian memunculkan teori baru mengenai keunggulan " Nilai-

    nilai Asia", khususnya nilai-nilai Konfusianisme, yang

    menekankan disiplin, ketertiban, dan pentingnya pendidikan.

    Penonjolan unsur budaya sebagai kunci keberhasilan

    kesejahteraan sebuah bangsa itu sempat membuat Samuel PHuntington untuk menulis The Clash of Civilization and theRemaking of the World Order (1996). Di sisi lain, studi mengenai

    Jepang, yang dinilai sebagai pelopor "mukjizat Asia Timur" itu

    menjadi sangat laku. Tulisan-tulisan Robert Bellah, MaruyamaMassao sampai Nakane Chie, kembali disimak secara lebih

    mendetil.

    Namun, sudah lebih dari sepuluh tahun itu pula, sesungguhnyatelah banyak keraguan mengenai keunggulan nilai-nilai Asia itu.

    Pada akhir dasawarsa 1980-an misalnya, sudah ada beberapa studi

    ilmiah yang mencoba menganalisa secara kritis kinerja "mukjizat

    Asia Timur". Salah satu studi yang populer adalah tulisan Karelvan Wolferen, The Enigma of Japanese Power: People and

    Politics in a Stateless Nation (1989). wartawan Belanda, yang

    sudah sepuluh tahun tinggal di Jepang itu, mampu menunjukkanbahwa sukses perekonomian Jepang terwujud karena aada represi

    terhadap rakyat, meski itu dilakukan dengan sangat halus penuh

    aturan.

    Sayang, pada masa itu, krisis terhadap Asia Timur, khususnya

    Jepang, masih terbatas pada bidang sosial dan politik belaka. Dari

    sisi ekonomi, Asia Timur masih tetap dinilai sebagai modelekonomi yang harus ditiru oleh negara-negara berkembang

    lainnya. "Mukjizat" itu bahkan telah melahirkan "macan-macan

    kecil baru" dalam bidang ekonomi, yaitu Thailand, Malaysia,Cina, dan Indonesia. Keunggulan "nilai-nilai Asia", yang juga

    disebut-sebagai "Hipotesa Lee" (diambil dari nama mantan PM

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    5/11

    Singapura, Lee Kuan Yew), seakan sudah menjadi sebuah tesis

    yang pasti. "Untuk membangun ekonomi diperlukan sebuah

    pemerintahan yang otoriter, "begitu kampanye Lee selalu.Sementara itu, berbagai kritik terhadap keunggulan budaya Asia

    sering dinilai lebih sebagai ungkapan sikap iri dari negara-negara

    Barat. "Negara-negara Barat selalu menonjolkan pemberlakuanhak-hak asasi manusia secara universal. Hal ini bisa merugikanapabila keuniversalan tersebut dipakai untuk mengingkari atau

    menyelubungi realitas perbedaan budaya, "demikian misalnya

    kata Menteri Luar Negeri Singapura Abdullah Badawi padakonperensi dunia mengenai "Hak-hak Asasi Manusia" di Wina,

    Austria, tahun 1993.

    * * *

    Tidak semua ekonom Asia begitu saja meyakini keunggulan nilai-

    nilai budaya Asia sebagai dasar kemajuan ekonomi. Amartya Sen,ekonom asl India pemenang Hadiah Nobel Ekonomi tahun 1998,

    adalah satu dari sedikit ekonom Asia yang berani melontarkan

    kritik tajam terhadap "hipotesa Lee" tersebut.

    Dalam artikelnya di majalah The New Republic (Juli 1997), ia

    misalnya mempertanyakan hubungan kausal antara corak

    pemerintahan otoriter dengan dampak positif kemajuan ekonomi."Pertumbuhan ekonomi di Botswana adalah paling tinggi di dunia.

    Negara itu bukan negara otoriter. Ia bahkan menjadi oasedemokrasi di benua Afrika, "tulisnya." Dari data statistik 100negara terbukti bahwa dampak positip sebuah pemerintahan yang

    otoriter terhadap pertumbuhan ekonomi sangat kecil," tambahnya.

    Dasar argumen Sen antara lain diambil dari penelitian Robert J

    Barro (Getting it Right: Markets and Choices in a Free Society,

    1996). Di situ dikatakan, datangnya kebebasan di negara-

    negaraotoritas memang menghidupkan ekonomi. Namun begitu,sebuah tingkat demokrasi tercapai, pertumbuhan ekonomi di

    negara-negara otoriter itu mundur. Hal ini disebabkan karena

    masyarakat mulai minta tambahan pembelanjaan kesejahteraan

    sosial. Sementara negara otoriter itu sendiri biasanya tidakmemiliki sebuah mekanisme yang demokratis untuk mengatur

    aspirasi masyarakat tersebut. Represi terhadap aspirasi itulah yang

    menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Amartya Sen kemudian menilai, kita tidak cukup hanya melihat

    hubungan-hubungan statistik belaka. Semua proses penyebab

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    6/11

    yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi

    harus diamati secara detil. Kesejahteraann sebuah bangsa

    tergantung dari satu faktor saja. Biasanya, kemajuan munculkarena adanya "kebijakan-kebijakan pendukung" seperti misalnya

    persaingan terbuka, pemanfaatan pasar internasional, tingkat

    pendidikan yang tinggi, keberhasilan program landreform, dantersedianya insentif bagi masyarakat umum untuk melakukaninvestasi, ekspor, dan industrialisasi. Di sinilah, nilai-nilai buday

    bukanlah satu-satunya nilai yang dominan dalam kemajuan

    ekonomi.

    Lalu, apa yang menjadi nilai yang paling dominan dalam

    pembangunan ekonomi? Kebebasan, kata Sen. Menurut

    kodratnya, pembangunan ekonomi adalah sebuah upaya untukmeningkatkan kebebasan, demikian tesis utama Sen dalam buku

    terbarunya, Development as Freedom (1999).

    Apa yang dikatakan oleh Sen bukanlah sesuatu yang baru, Adam

    Smith (The Theory of Moral Sentiments, 1790) dan Karl Marx

    (lihat selected Writings, edisi 1977) sudah lebih awal melihat

    pentingnya kebebasan sebagai faktor pendorong perubahanekonomi dan sosial. "Sangatlah penting untuk mengganti

    dominasi lingkungan dan kesempatan atas individu dengan

    dominasi individu atas kesempatan dan lingkungan, "kata Marx.

    Hal yang kurang lebih sama juga dikatakan oleh Peter Bauer

    (Economic Analysis and Policy in Underdeveloped Countries,

    1957), "saingan" Sen dalam pencalonan Nobel Ekonomi 1998(r)."Tumbuhnya kebebasan untuk memilih merupakan ukuran dari

    pembangunan, "tulis Bauer. Lalu apa yang khas dari teori

    Amartya Sen mengenai pembangunan sebagai kebebasan? Senmenjawabnya dengan lebih dahulu membuat perbedaan antara apa

    yang disebut sebagai analisis pembangunan yang mementingkan

    pertumbuhan out put per kapita (GNP per kapita) dengan upayayang terpusat untuk memperluas kebebasan manusia.

    Kebebasan manusia memiliki dua aspek yang berbeda, yaitu

    kebebasan sebagai proses dan kebebasan sebagai kesempatan.Sebuah kebebasan selalu terkait dengan berbagai proses

    pengambilan keputusan. Ia juga terhubung dengan terciptanya

    berbagai kesempatan untuk mendapatkan hasil yang bernilai. Dari

    sisi ini, kebebasan tidak hanya terbatas pada bentuk peningkatanatau peaningkatan konsumsi belaka. Kebebasan semacam itu

    hanya menunjuk pada aspek kesempatan dari kebebasan saja. Ada

    aspek kebebasan yang lain, yaitu misalnya proses partisipasipolitik dan pilihan sosial. Namun, proses itu bukan hanya sekadar

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    7/11

    sarana belaka dalam pembangunan. Proses itu harus dipahami

    sebagai bagian yang membentuk tujuan pembangunan itu sendiri.

    Dari sisi pandang ini, Sen mengatakan bahwa kalau kita ingin

    membuat pembangunan sebagai kebebasan, maka kita harus

    meneliti sampai seberapa jauh individu itu memiliki kesempatanuntuk memperoleh hasil yang bukan cuma mereka hargai saja,tetapi juga yang mereka ketahui mengapa hasil tersebut pantas

    dihargai. Konsep pembangunan harus dipahami lebih dari sekadar

    sebuah tataran material belaka.

    Sen menyebutkan bahwa pembangunan yang benar adalah bila

    individu mampu mencapai sebuah cara hidup dan tingkat martabat

    dimana kemampuan personal bisa diwujudkan. "Tingkatpengghasilan seseorang misalnya, memang sangat terkait dengan

    tingkat kesempatan yang tersedia melalui penghasilan tersebut.

    Namun tingkat tersebut baru disebut pantas apabila cukup untukmenjamin sebuah kehidupan yang lebih lama atau sebuah

    kehidupan sosial yang bebas dari kejahatan. Variabel-variabel di

    luar penghasilan inilah yang menentukan nilai negatif atau positif

    pendapatan yang diperoleh oleh seseorang, "kata Sen.

    * * *

    Perhatian utama Amartya sen terhadap pembangunan sebagai

    kebebasan-dalam arti untuk mewujudkan dan memanfaatkankemampuan personal-adalah hasil dari penelitiannya mengenaiberbagai penyebab kemiskinan dan kelaparan.

    Dalam Proverty and Famines: An Essay on Entitlement andDeprivation (1981), sen mengemukakan beberapa temuannya

    mengenai penyebab-penyebab utama bencana kelaparan " Tidak

    ada bencana dan kelaparan yang muncul di negara-negara yang

    demokratis dan memiliki pers bebas, "katanya. Sebuah situasikelaparan baru menjadi sebuah bencana ketika di negara-negara

    itu tidak ada demokrasi.

    Kelaparan di Ethiopia, Somalia, Uni Soviet tahun 1930-an tahun1958-1961, atau Irlandia dan India, berubah menjadi sebuah

    bencana karena pemerintahan negeri itu otoriter atau berada di

    bawah penjajahan asing.

    Sen membuktikan dengan data empiris, bahwa hampir semua

    bencana kelaparan terjadi karena untuk waktu yang cukup lama

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    8/11

    kebijakan pemerintah tidak pernah ada yang mengkritik. Bencana

    terjadi bukan, karena tidak ada makanan. "Waktu bencana

    kelaparan Bengali tahun 1943, sesungguhnya kemampuanmasyarakat untuk membeli makanan antara tahun 1941 - 1943

    naik 9 persen. Namun, ketimpangan dalam kemampuan untuk

    mewujudkan hak untuk memanfaatkan (entitlement rights) dikalangan buruh tani, sangat tinggi. Mereka inilah yang menjadikorban terbesar bencana kelaparan,"tulis Sen dalam Proverty and

    Famines.

    Hancurnya dinamika rakyat inilah yang membuat sebuah

    kelaparan menjadi bencana. Nilai dinamika rakyat itu, dalam

    bentuk peran politik dan penegakan hak-hak asasi, tidak tampak

    manfaatnya manakala situasi berada dalam keadaan baik. Akantetapi, peran tersebut baru kelihatan sangat menentukan tatkala

    situasi telah menajdi buruk. Dorongan-dorongan partisipasi politik

    yang dihasilkan oleh pemerintahan yang demokratis barukelihatan maknanya ketika terjadi sebuah krisis.

    Di sini Sen memang lalu menyinggung, krisis asia. Korea Selatan

    dan Thailand bisa lebih cepat mengatasi krisis ketimbangIndonesia, karena di Indonesia beban kemerosotan ekonomi tidak

    ditanggung secara seimbang. Ketimpangan ekonomi di Indonesia,

    yang diakibatkan oleh ketimpangan kesempatan (harus dimengertisebagai ketimpangan kebebasan, telah membuat sekelompok

    masyarakat terlempar, sementara kelompok lainnya tetap mapan

    (lihat Beyond the Crisis: Development Strategies in Asia, 1999).

    Sen kemudian menekankan, demokrasi, yang menjamin

    kebebasan, itu penting karena tiga hal. Pertama, ia dapat membuat

    hidup ini lebih berarti karena kita bisa bertindak lebih bebas danlebih efektif. Kedua, demokrasi memberi insentif politik bagi

    pemerintah untuk memperhatikan kelompok yang melarat. Dan

    ketiga, demokrasi memberi kesempatan bagi masyarakat untuksaling mempelajari dan membangun nilai-nilai serta prioritas

    bersama. Pada tataran inilah, demokrasi mempunyai nilai

    konstruktif.

    * * *

    Pemikiran Amartya Sen mengenai "pembangunan sebagaikebebasan" menjadi tantangan bagi banyak negara berkembang.

    Pikiran tersebut bahkan bisa diwujudkan secara konkret. Di India,

    pengentasan kemiskinan di negara bagian Kerala terjadi lebih

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    9/11

    cepat dibandingkan dengan negara-negara bagian lainnya. Padahal

    pertumbuhan ekonomi di Kerala tidaklah istimewa. Kerala lebih

    cepat bangkit kerena proses demokrasi memungkinkan merekasukses dalam program pendidikan dasar, pelayanan kesehatan,

    dan landreform.

    "Kemiskinan di Kerala bisa lebih cepat terhapus karena adakebebasan yang lebih besar dalam tingkat komunikasi dan

    informasi antar masyarakat, "begitu kata Sen dalam wawancara

    dengan Asiaweek bulan Desember lalu.

    Apakah tawaran "pemabangunan sebagai kebebasan" ini akan

    sebagai kebebasan" ini akan menjadi model pembangunan masa

    depan? Terpulang pada kita semua.

    PEMBANGUNAN SEBAGAI KEBEBASAN : PANDANGAN AMARTYA SEN

    TENTANG PEMBANGUNAN

    Pembangunan , adalah upaya untuk memperluas kebebasan riil yang dinikmati olehrakyat, sehingga perluasan kebebasan dipandang sebagai tujuan utama pembangunan.

    Bukti empiris menunjukkan bahwa kebebasan ekonomi dan politik saling memperkuat ,sehingga peluang sosial di bidang pendidikan dan kesehatan melengkapi peluangseseorang untuk berperan serta dalam ekonomi dan politik serta mendorong inisiatifguna mengatasi berbagai kekurangannya.

    Jelaslah pandangan dari Profesor Sen yang luas ini kontras dengan pandangan

    konvensional, yang melihat pembangunan melulu sebagai pertumbuhan produkdomestik bruto (PDB), peningkatan pendapatan pribadi, industrialisasi dan kemajuanteknologi, atau modernisasi sosial.

    Pembangunan sebagai perluasan kebebasan substantif, mengharuskan berbagaisumber utama nonkebebasan disingkirkan , yaitu kemiskinan dan tirani, minimnyapeluang ekonomi , penelantaran sarana umum, intoleransi atau campur tanganrezim reperesif yang berlebihan.

    Dalam suatu kasus tiadanya kebebasan adalah akibat langsung dari hilangnya hakpolitik dan sipil karena tindakan pemerintah otoriter. Juga karena pembatasan terhadap

    kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan social, politik dan ekonomi.

    Ada beberapa argumen mengapa sistem demokrasi dan kebebasan politik maupunsosial di negara berkembang :

    Pertama : Kebebasan dan hak politik menghambat pembangunan, pandangan ini lazimdinamakan Lee Thesis, pandangan ini tidak didukung oleh bukti empiris yang kuat.Bukti empiris menunjukkan bahwa pesatnya pertumbuhan ekonomi di negara

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    10/11

    berkembang disebabkan oleh iklim ekonomi yang menguntungkan daripada sistempolitik yang keras.

    Kedua : Jika kepada orang miskin diberikan pilihan apakah mereka menginginkankebebasan politik atau pemenuhan kebutuhan ekonomi, maka tentu orang miskin itu

    memilih yang kedua, argumen inipun tidak mempunyai bukti empiris yang kuat.

    Ketiga : Kebebasan politik dan demokrasi adalah konsep Barat, yang tidak sesuaidengan nilai-nilai Asia, yang menurut Lee Kuan Yew, bahwa lebih menekankan padaketertiban serta disiplin diri dan disiplin sosial daripada kebebasan politik. Ternyatanilai-nilai Asia mempunyai keanekaragaman yang luas, sehingga menyamaratakannilai2 Asia adalah cenderung keliru.

    Pentingnya peranan demokrasi tertutama tampak dalam upaya mencegah terjadinyabencana kelaparan. Bencana ini telah membunuh berjuta-juta orang diberbagai negaraotoriter, namun tidak pernah membunuh penguasanya.

    Di negara-negara demokrasi, bencana kelaparan dapat menimpa kelompok penguasadan para pemimpin politik. Ancaman ini mendorong mereka untuk mencegah terjadinyabencana kelaparan. Peran pers dan informasi yang transparan dan berharga akanmempengaruhi berbagai kebijakan , sehingga mencegah terjadinya bencana kelaparan.

    Analisa Profesor Sen, bahwa kebebasan individu sebagai pondasi dari pembangunan,oleh karena itu persepektif ini memfokuskan perhatian kepada kemampuan semuaorang untuk memilih kehidupan yang menjadi idaman dan memperkaya pilihan-pilihanriil yang ada. Dan menurut Adam Smith pembangunan kemampuan manusia untukmenuju kehidupan yang berfaedah dan lebih produktif adalah yang paling sentral.

    RELEVANSI PANDANGAN PROFESOR SEN BAGI INDONESIA.

    Apakah pandangan Profesor Sen, bahwa upaya pengembangan dan memperkokohsistem demokrasi sebagai komponen penting pembangunan, cocok untuk Indonesia?

    Karena di Indonesia Para pemimpin politik beserta teknokratnya berpendirian bahwa,satu-satunya jalan untuk meningkatkan taraf hidup penduduk dan membangun negarayang kuat sehingga setara dengan negara-negara maju adalah dengan mencapaipertumbuhan ekonomi dan industrialisasi yang pesat dengan kekuasaan otoriter.

    Setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997/1998, telah membuktikan bahwakemajuan ekonomi yang pesat jarang bisa dipertahankan tanpa batas waktu. PidatoDR. Denis de Tray, mantan Kepala World Bank Resident Mission untuk Indonesia ,dengan menyesalmengatakan bahwa para ekonom, termasuk mereka yang ada diBank Dunia, terlambat menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat-berkelanjutan tidak hanya bergantung pada kebijakan makroekonomi danmikroekonomi yang sehat, melainkan juga pada lembaga yang kokoh, yang dapatmenegakkan berbagai aturan dasar dalam mengendalikan kegiatan pemerintah,

  • 7/29/2019 Pembangunan sebagai kebebasan

    11/11

    perusahaan publik dan swasta, bank dan lembaga keuangan lainnya, serta masyarakatpada umumnya.

    Struktur politik di Indonesia yang terpusat pada Presiden Soeharto , yang merupakankekuatan tunggal karena tidak ada lembaga kuat yang mengontrol menyulitkan

    recovery ekonomi, karena banyak kebijakan yang ambigu terutama bila kebijakan yangakan diambil merugikan bisnis putra-putrinya dan konco-konconya.

    Profesor Mohammad Sadli menyatakan , hebatnya krisis di Indonesia sebagian besardisebabkan oleh faktor-faktor politik, termasuk instabilitas politik sekitar presidenSoeharto, suksesi politik, korupsi besar-besaran, dan represi terhadap segala lapisanpolitik.

    Jadi , kebebasan politik memang merupakan unsur yang sangat penting dalamseluruh kebebasan yang harus dimiliki oleh bangsa-bangsa untuk menempuhkehidupan sebagaimana yang dikehendaki. Namun kebebasan politik bukan satu-

    satunya kebebasan instrumental, kebebasan lainnya adalah:

    Fasilitas Ekonomi : peluang untuk memanfaatkan berbagai sumber ekonomi dengantujuan konsumsi, produksi dan pertukaran, seperti tersedianya uang dan akses padauang.

    Fasilitas sosial : program pendidikan dan kesehatan , baik yang diselenggarakanpemerintah maupun masyarakat yang menjadikan seseorang memiliki kebebasansubstantif agar dapat hidup lebih baik.

    Jaminan Transparansi : kebutuhan tentang keterbukaan , termasuk pengungkapan

    fakta guna mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme.

    Jaminan Perlindungan : memberikan jaring pengaman sosial kepada orang-orangyang menanggung kemiskinan bukan karena kesalahan sendiri, misalnya akibat krisis

    Asia khususnya Indonesia.

    Di Indonesia yang paling utama adalah redistribusi asset jangan hanya terpusat pada asset fisikatau asset moneter, namun yang lebih penting adalah distribusi asset non fisik, yang unsur

    terpentingnya adalah ketrampilan manusia, yaitu memperluas akses kepada lembaga

    pendidikan yang baik di semua tingkatan bagi mayoritas penduduk miskin, misalnya

    dengan memberi beasiswa bagi anak-anak dari rumahtangga yang berpenghasilanrendah.