pembangunan ketahanan pangan - · pdf filepangan dengan perlindungan sosial dan penanganan...
TRANSCRIPT
Pembangunan Ketahanan Pangan
untuk Peningkatan Kedaulatan Pagan
Prof. Dr. Bustanul Arifin
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UNILA
Dewan Pendiri/Ekonom Senior INDEF
Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan
Focus Group Discussion Stop Liberalisasi Beras, tanggal 15 Desember 2014 di Jakarta
Kemandirian Ekonomi dalam RPJM 2015-2019
1. Peningkatan kedaulatan pangan
2. Kedaulatan energi
3. Pelestarian sumberdaya alam, lingkungan hidup
dan pengelolaan bencana
4. Pengembangan ekonomi maritim dan kelautan
5. Penguatan sektor keuangan
6. Penguatan kapasitas fiskal negara
Peningkatan Kedaulatan Pangan
Kedaulatan pangan tercermin dari kekuatan untuk
mengatur masalah pangan secara mandiri, didukung oleh:
1. Ketahanan pangan, terutama kemampuan mencukupi
pangan dari produksi dalam negeri;
2. Pengaturan kebijakan pangan yang dirumuskan dan
ditentukan oleh bangsa sendiri; dan
3. Kemampuan melindungi dan mensejahterakan pelaku
utama pangan terutama petani dan nelayan.
Target Kedaulatan Pangan Kabinet Kerja Komoditas dan Indikator 2014
(baseline) 2019 Pertumbuhan
rata-rata (%)
1. Produksi
Padi (juta ton) 70,6 82,0 3,03
Jagung (juta ton) 19,13 24,1 4,7
Kedelai (juta ton) 0,92 1,92 16,15
Gula (juta ton) 2,6 3,8 8,25
Daging Sapi (ribu ton) 452,7 755,1 10,8
Ikan (juta ton) 12,4 18,7 8,5
Garam (juta ton) 2,5 3,3 7,2
2. Konsumsi
Konsumsi kalori (kkal) 1.967 2.150 -
Konsumsi ikan (kg/kap/tahun) 38,0 54,5 7,4
3. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) 81,8 92,5 -
Sumber: Bappenas (2014 ) RPJM 2015-2019, Buku 1
Arah Kebijakan & Strategi Pencapaian Target
1. Peningkatan ketersediaan pangan melalui penguatan
kapasitas produksi dalam negeri;
2. Peningkatan kualitas distribusi pangan dan aksesibilitas
masyarakat terhadap pangan,
3. Perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat
4. Mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan, antisipasi
bencana alam, dampak perubahan iklim, serangan
organisme tanaman dan penyakit hewan,
5. Peningkatan kesejahteraan pelaku utama penghasil bahan
pangan
Konsep Dasar Kebijakan Pangan UU 18/2012 Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara
mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Kemandirian Pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Padi: Produksi 69,9 juta ton gabah (40 juta ton beras, konversi
0,57). Jika konsumsi 124,8 kg per kapita, total konsumsi beras
250 juta penduduk: 31,2 juta ton. Surplus. Mengapa masih impor?
Jagung: Produksi 18,5 juta ton jagung pipilan kering, sebagian
besar untuk pakan ternak. Mirip dengan beras, impor 3 juta ton.
Kedelai: Produksi 893 ribu ton kedelai kering, terus menurun, jauh
dari target swasembada adalah 2,5 juta ton. Impor dari AS.
Gula: Produksi 2,5 juta ton, di bawah target produksi 2,8 juta ton.
Konsumsi >4,5 juta ton, terdiri dari 2,5 juta ton gula konsumsi dan
2 juta ton gula rafinasi, berasal dari impor gula mentah.
Daging Sapi: Produksi 470 ribu ton (?), konsumsi 550 ribu ton,
impor 80 ribu ton, besar dari Australia. Swasembada daging
masih agak sulit untuk tercapai karena inkonsistensi kebijakan.
Kinerja Swasembada Pangan, sampai 2014
Solusi Peningkatan Produksi-Produktivitas
Pencetakan sawah baru untuk jangka pendek, dan pergeseran basis produksi pangan secara bertahap ke Luar Jawa
Perbaikan manajemen usahatani, peningkatan produktivitas dan inovasi kelembagaan dengan memanfaatkan kearifan lokal.
Pengembangan sistem insentif baru yang berbasis inovasi dan teknologi, mulai dari benih, produksi, dan panen-pasca panen;
Evidence-based policy making, bukan voting suara terbanyak
Pembumian (ground-truthing) GAP dan pertanian presisi
Peran organisasi profesi (Perhepi, Peragi, HITI dll), kemitraan ABGC (academics, business, government, and civil society)
Universitas daerah harusnya mengembangkan pangan lokal sesuai dengan kekhasan dan dayasaing setiap wilayah
Kompleksitas Akses Pangan dan Gizi
Kontribusi harga beras pada laju inflasi masi cukup besar (25%) sehingga amat berpengaruh pada tingkat kemiskinan;
Disparitas harga eceran beras domestik dengan harga dunia telah menciptakan kerumitan tersendiri pada pengadaan beras;
Di satu sisi, pengurangan konsumsi beras 1,5% per tahun tidak tercapai, hanya 0,85% per tahun (Audit Investigatif BPK 2012);
Konsumsi gandum dan produk gandum mencapai 20 kg/kapita, kedua setelah beras, walau Indonesia tidak berproduksi gandum.
Di sisi lain, konsumsi pangan lain, terutama protein dan vitamin sangat rendah, jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi rokok;
Tingkat gizi kurang, terutama Balita, masih amat tinggi 20 persen, anak pendek masih 37 persen, suatu kondisi yang hanya terjadi pada negara dgn tingkat pembangunan ekonomi amat rendah;
Status Gizi Bayi Balita Indonesia, 2005-2013
Stunting
Gizi Buruk
Gizi Kurang
Gizi Lebih
(%)
Sumber: Kementerian Kesehata (2014)
Solusi Akses dan Diversifikasi Pangan
Perubahan mendasar pada sistem dis-insentif pangan impor;
Penganekaragaman pangan adalah strategi keseimbangan gizi;
Komuniksi, informasi dan edukasi (KIE) gizi, terutama bagi kaum wanita dan ibu muda pada golongan menengah ke bawah;
Integrasi pembangunan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pembangunan gizi masyarakat, mulai dari pangan pekarangan, pos pelayanan kesehatan terpadu, pusat kesehatan masyarakat;
Pengembangan pangan lokal sesuai kearifan masyarakat
Insentif investasi baru basis penguasaan teknologi tepat-guna
Pengindustrian pangan lokal bervisi peningkatan nilai tambah
Promosi pangan lokal di daerah melibatkan stakeholders
Integrasi promosi pariwisata daerah, industri kuliner dan budaya
Stabilitas Harga Pangan: Peran Beras
Disparitas harga eceran beras domestik dengan harga dunia telah menciptakan kerumitan pada pengadaan beras;
Kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) beras tidak mampu menjamin fluktuasi harga gabah dan harga beras;
Sistem informasi harga, informasi pasar dan teknologi baru untuk mengurangi inefisiensi rantai nilai pangan-pertanian;
Sistem administrasi perdagangan dalam dan luar negeri berhubungan erat dengan kinerja rantai nilai pangan;
Konsumsi gandum dan produk gandum oleh masyarakat telah 20 kg/kapita, kedua setelah beras, walau Indonesia tidak berproduksi gandum, juga menjadikan gandum dianggap lebih berjaya, dibandingkan petani pangan;
Sumber: Bulog, 2014
Sumber: Bulog, 2014
Pola Konsumsi Masyarakat : Rasional Raskin
Komoditi Kota (%) Desa (%)
Beras 25,44 32,81
Rokok 7,70 6,23
Telur 3,41 2,47
Gula 2,84 3,89
Mie instant 2,73 2,33
Tempe 2,39 1,88
Daging Ayam 2,15 1,12
Tahu 2,06 1,54
Bawang Merah 1,87 2,14
Komoditi Kota (%) Desa (%)
Perumahan 8,85 6,53
Listrik 3,48 1,92
Pendidikan 2,77 1,45
Angkutan 2,61 1,25 Sumber: BPS, 2013
Penerima Raskin: Tidak semua miskin
0
25
50
75
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Per
sen
tase
Pen
erim
a B
antu
an
Desil Konsumsi Rumah Tangga
2013
2012
2009
Sumber: Susenas 2009, 2012 & 2013 (Diolah TNP2K)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
Susenas 2012 Des-12 Jan-13 Feb-13
6.9
8.3
7.1 7.4
7.6
8.9
7.5 7.6
6.6
8.0
7.0 7.3
Nasional Prov Kartu Prov Non Kartu
Sumber: Susenas 2012 & 2013 (Diolah TNP2K)
Jumlah Beras Raskin yang Diterima Sasaran (kategori bottom 30% rumah tangga, rata-rata, dalam kg)
Upaya bertahap untuk
memerbaiki efektivitas
Program Raskin
TNP2K melakukan uji coba dengan mengirim Kartu Raskin ke 1,3 juta RTS-PM di 53 kabupaten/kota di 7 provinsi
Pemantauan efektivitas uji coba kartu dilakukan dengan survai 3.300 rumah tangga di 22 kabupaten/kota di 11 provinsi
TNP2K bekerja sama dengan J-PAL (Jameel Poverty Action Lab) melakukan eksperimen Kartu Raskin di 572 desa di 6 kabupaten/
kota untuk menguji desain kartu, informasi yang perlu ada dalam
kartu, target kartu, dsb.
Solusi Ketegasan Kebijakan Stabilitassi
Pemerintah menjamin ketersediaan dan aksesb