pembangkit listrik tenaga thorium (nuklir)

9
Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (nuklir) Disusun oleh : Yana Taryana 11-2011-059

Upload: yana-taryana

Post on 18-Jan-2016

61 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

nuklir

TRANSCRIPT

Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (nuklir)

Disusun oleh : Yana Taryana 11-2011-059

Pendahuluan

Akhir-akhir ini negara ini diramaikan dengan wacana pembangunan PLTN untuk menyuplai kebutuhan energi dalam negeri. Namun, banyak publik tanah air yang masih ‘meragukan’ kemampuan Indonesia dalam menghadapi potensi keamanan yang timbul jika terjadi ‘kecelakaan’ dengan PLTN tersebut, semisal kebocoran reaktor.

Nah, ada sebuah tulisan menarik tentang bahan bakar alternatif dari pembangkit nuklir selain Uranium dan Plutonium, yaitu Thorium. Bahan yang satu ini dikatakan lebih aman dibanding Uranium dan Plutonium. Jumlahnya pun lebih banyak di alam, diperkirakan bisa 3 hingga 4x lipat dibanding dengan Uranium. Selain itu, Thorium hanya memiliki 1 isotop sehingga tidak perlu pengayaan untuk memisahkan isotop yang tepat untuk proses fisi. Lantas, mengapa hingga kini Thorium tidak digunakan sebagai pengganti Uranium? ,Berikut ini ulasannya.

Siklus Thorium

Bentuk fisik dari Thorium

Unsur Thorium ditemukan pada tahun 1828 dan namanya diambil dari Thor, nama Dewa Petir bangsa Viking atau Norseman.

Di alam, bisa dikatakan semua thorium adalah thorium-232, dan mempunyai waktu paruh sekitar 14.05 milyar tahun. Jumlah thorium di kulit bumi diperkirakan sekitar empat kali lebih banyak dari uranium. Saat ini Thorium biasanya digunakan sebagai elemen dalam bola lampu dan sebagai bahan campuran logam.

Banyak negara di seluruh dunia mulai mempertimbangkan rencana untuk menggunakan thorium sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir karena keamanannya dan ketersediaan bahan baku yang lebih banyak di banding uranium.

Thorium dapat terbakar lebih lama dan suhu  lebih tinggi untuk mendapatkan efisiensi lebih banyak dibanding bahan bakar konvensional lainnya, termasuk penggunaan bahan bakar, tidak perlu mengemas limbah, dan secara signifikan mengurangi isotop radioaktif yang memiliki waktu paruh yang lama.

Sebagai perbandingan, 1 kilogram thorium akan menghasilkan energi yang setara dengan yang dihasilkan oleh 300 kilogram uranium atau 3,5 juta kilogram batubara, tanpa efek lingkungan dari batubara di atmosfir atau resiko yang berhubungan dengan limbah uranium.

Thorium menghasilkan limbah 90% lebih sedikit dibanding uranium, dan hanya membutuhkan sekitar 200 tahun untuk menyimpan limbahnya, dibanding uranium yang membutuhkan waktu 10.000 tahun untuk menyimpan limbahnya.

Seperti Uranium dan Plutonium, Thorium ini juga cocok dijadikan bahan bakar nuklir. Isotop yang didapat di dalam Thorium dapat digunakan untuk proses fisi. Namun, proses fisi yang terjadi tidak menghasilkan neutron yang cukup untuk membelah inti atom secara mandiri. Neutron harus selalu disediakan secara terus menerus dari luar untuk menembak dan membelah inti atom, dengan kata lain jika menggunakan Thorium maka tidak akan timbul reaksi berantai. Inilah mengapa Thorium disebut lebih aman dibanding Uranium dan Plutonium.

kelebihan dari Thorium ini pula yang menjadi kekurangannya. Dengan tidak terjadinya reaksi berantai dari proses fisi, maka bahan ini tidak dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir. Itulah alasan utama negara-negara besar pemilik teknologi nuklir tidak menggunakan Thorium sebagai bahan bakarnya (tentu saja tidak ada statement resmi dari negara-negara pengguna nuklir tentang hal ini, tapi saya termasuk yang setuju terhadap teori ini).

Padahal, Thorium menghasilkan produk-produk limbah yang jauh lebih sedikit dibanding Uranium atau Plutonium walau masih tetap radioaktif dan berbahaya. Thorium juga memberi jumlah energi yang lebih besar dibanding Uranium.

Menurut Carlo Rubbia dari CERN (sebuah organisasi riset nuklir dari Eropa) mengatakan, “Dua ratus ton uranium dapat memberikan jumlah energi yang sama bisa Anda dapatkan dari satu ton thorium,” ujarnya seperti dikutip dari BBC.

Jadi sebenarnya, jika ingin lebih aman Indonesia bisa menggunakan Thorium sebagai bahan bakar PLTN dalam negeri, namun masalahnya, teknologi yang ditransfer dari Rusia dan negara-negara barat semuanya menggunakan Uranium/Plutonium, sehingga Indonesia harus mengembangkan sendiri teknologi PLTN yang menggunakan Thorium.

Metode

Desain teras reactor dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu perhitungan densitas atom (atomic density) menentukan ukuran dan konfigurasi reactor, kemudian melakukan penghitungan dengan CITATION pada program SRAC.

Penghitungan densitas atom dilakukan pada pengayaan bahan bakar yang bervariasi jumlahnya. Pada masing – masing pengayaan bahan bakar dapat diketahui nilai k-efektif yang menunjukan kekritisan reactor. Penghitungan densitas atom digunakan sebagaiin put pada CITATIO. Densitas atom dihitung degan persamaan berikut (Zweifel 1973).