pembahasan surveilans epid sementara
DESCRIPTION
Surveilans EpidTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit menular masih merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat Indonesia, disamping mulai meningkatnya masalah penyakit tidak
menular. Penyakit menular tidak mengenal batas-batas daerah administratif,
sehingga pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama antar
daerah, misalnya antar propinsi, kabupaten/kota bahkan antar negara. Beberapa
penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia adalah diare,
malaria, demam berdarah dengue, influensa, tifus abdominalis, penyakit
saluran pencernaan dan penyakit lainnya. Beberapa penyakit tidak menular
yang menunjukkan kecenderungan peningkatan adalah penyakit jantung
koroner, hipertensi, kanker, diabetes melitus, kecelakaan dan sebagainya.
Upaya pemberantasan penyakit menular, penanggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB) penyakit dan keracunan, serta penanggulangan penyakit
tidak menular diperlukan suatu sistem surveilans penyakit yang mampu
memberikan dukungan upaya program dalam daerah kerja Kabupaten/Kota,
Propinsi dan Nasional, dukungan kerjasama antar program dan sektor serta
kerjasama antara Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional dan internasional.
Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu surveillance, yang
berarti “mengamati tentang sesuatu”. Meskipun konsep surveilans telah
berkembang cukup lama, tetapi seringkali timbul kerancuan dengan kata
surveillance dalam bahasa inggris, yang berarti “mengawasi perorangan yang
sedang dicurigai”. Sebelum tahun 1950, surveilans memang diartikan sebagai
upaya pengawasan secara ketat kepada penderita penyakit menular, sehingga
penyakitnya dapat ditemukan sedini mungkin dan diisolasi secepatnya serta
dapat diambil langkah-langkah pengendalian seawal mungkin.
Surveilans atau surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah
kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan
penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat
1
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses
pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan.
Prioritas surveilans penyakit yang perlu dikembangkan adalah penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang potensial menimbulkan
wabah atau kejadian luar biasa, penyakit menular dan keracunan, demam
berdarah dan demam berdarah dengue, malaria, penyakit-penyakit zoonosis
antara lain antraks, rabies, leptospirosis, filariasis serta tuberkulosis, diare,
tipus perut, kecacingan dan penyakit perut lainnya, kusta, frambusia,penyakit
HIV/AIDS, penyakit menular seksual, pneumonia, termasuk penyakit
pneumonia akut berat (severe acute respiratory syndrome), hipertensi, stroke
dan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, neoplasma, penyakit paru
obstuksi menahun, gangguan mental dan gangguan kesehatan akibat
kecelakaan.
B. Rumusan Masalah
Bertolok dari latar belakang tersebut, maka dapat diketahui rumusan
permasalahnnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian survailens epidemiologi?
2. Apa tujuan survailens epidemiologi?
3. Bagaimana ruang lingkup penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi
kesehatan?
4. Siapa sasaran penyelenggaraan survailens kesehatan?
5. Bagaimanaklasifikasi jenis dan pendekatan surveilans?
6. Apa syarat-syarat sistem surveilans yang baik?
7. Bagaimana aktifitas inti surveilans?
8. Bagaimana komponen kegiatan surveilans?
9. Bagaimana desain sistem surveilans?
C. Tujuan
2
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran mengenai survailens
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian survailens epidemiologi.
b. Mengetahui tujuan survailens epidemiologi
c. Mengetahui ruang lingkup penyelenggaraan sistem surveilans
epidemiologi kesehatan.
d. Mengetahui sasaran penyelenggaraan survailens kesehatan.
e. Mengetahui klasifikasi jenis dan pendekatan surveilans.
f. Mengetahui syarat-syarat sistem surveilans yang baik.
g. Mengetahui aktifitas inti surveilans.
h. Mengetahui Komponen Kegiatan Surveilans
i. Mengetahui Desain Sistem Surveilans.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Surveilans
Ada beberapa definisi surveilans, antara lain:
a. Menurut DCP2 (Disease Control Priorities in Developing Countries,
2nd Edition, 2008) surveilans adalah pengumpulan, analisis, dan
analisis data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian
diinformasikan kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam
pencegahan penyakit dan masalah kesehatan lainnya. Surveilans
memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,
mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit, seperti
perubahan-perubahan biologis pada agen, vektor, dan reservoir.
Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada
pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian penyakit (Last, 2001).
b. Menurut WHO (2004), surveilans adalah proses pengumpulan,
pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik dan terus
menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat
diketahui bahwa surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan
penyakit yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap
kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan
penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif.
c. Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara
sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan
dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata
lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara
teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan
4
kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun
penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan
pencegahan dan penanggulangan (Noor, 1997).
Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin
dan mengelola dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat
memberikan informasi kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan
dan manajer tentang masalah-masalah kesehatan yang perlu
diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan masyarakat
merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan
mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar.
Informasi dari surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan,
kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh mana populasi
telah terlayani dengan baik (DCP2, 2008). Gambar 5.1 menyajikan skema
sistem surveilans.
Surveilans berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa.
Surveilans dilakukan secara terus-menerus tanpa terputus (kontinu),
sedang pemantauan dilakukan intermiten atau episodik. Dengan
mengamati secara terus-menerus dan sistematis maka perubahan-
perubahan kecenderungan penyakit dan factor yang mempengaruhinya
5
dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat dilakukan langkah-langkah
investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat.
B. Tujuan Surveilans
Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan
pengendalian penyakit dalam masyarakat sebagai upaya deteksi dini
terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa (KLB), memperoleh
informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan,
penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat
administrasi (Depkes RI, 2004).
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang
masalah kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat
dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan
lebih efektif. Tujuan khusus surveilans, antara lain:
1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;
2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi
dini outbreak;
3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit
(disease burden) pada populasi;
4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;
5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset (Giesecke, 2002).
Surveilans dapat juga digunakan untuk memantau efektivitas
program kesehatan. Gambar 5.3.menyajikan contoh penggunaan
surveilans untuk memonitor performa dan efektivitas program
pengendalian TB. Perhatikan, dengan statistik deskriptif sederhana
surveilans mampu memberikan informasi tentang kinerja program TB
yang meningkat dari tahun ke tahun, baik jumlah kasus TB yang dideteksi,
ketuntasan pengobatan kasus, maupun kesembuhan kasus. Perhatikan
pula peran penting data time-series dalam analisis data surveilans
yang dikumpulkan dari waktu ke waktu dengan interval sama.
6
Tujuan: Memonitor kemampuan program TB dalam memastikan
kerampungan pengobatan (completion) dan kesembuhan (cure) kasus TB
tahun 2006-2009.
C. Ruang Lingkup Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan
Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh
karena itu secara operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat
diselesaikan oleh sektor kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana
terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar
sektor dan antar program, sehingga perlu dikembangkan subsistem
survailans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari Surveilans
Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular, Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku,
Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans Epidemiologi
Kesehatan Matra
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap penyakit menular dan faktor risiko
untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.
7
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, merupakan analisis
terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan
faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak
menular.
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku,
merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit
dan faktor risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungnan.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, merupakan analisis
terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor
risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra, merupakan analisis terus
menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan faktor risiko
untuk upaya mendukung program kesehatan matra
D. Sasaran Penyelenggaraan
Sasaran penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan
meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan program kesehatan yang
ditetapkan berdasarkan prioritas nasional, bilateral, regional dan global,
penyakit potensial wabah, bencana dan komitmen lintas sektor serta
sasaran spesifik lokal atau daerah. Secara rinci sasaran penyelenggaran
sistem surveilans epidemiologi kesehatan adalah sebagai berikut :
1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular. Prioritas sasaran
penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit menular adalah :
a) Surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
b) Surveilans AFP
c) Surveilans penyakit potensial wabah atau kejadian luar biasa
penyakit menular dan keracunan
d) Surveilans penyakit demam berdarah dan demam berdarah dengue
e) Surveilans malaria
f) Surveilans penyakit-penyakit zoonosis, antraks, rabies,
leptospirosis dan sebagainya
g) Surveilans penyakit filariasis
8
h) Surveilans penyakit tuberkulosis
i) Surveilans penyakit diare, tipus perut, kecacingan dan penyakit
perut lainnya
j) Surveilans penyakit kusta
k) Surveilans penyakit frambosia
l) Surveilans penyakit HIV/AIDS
m) Surveilans penyakit menular seksual
n) Surveilans penyakit pnemonia, termasuk penyakit pneumonia akut
berat (severe acute respiratory syndrome)
2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Prioritas sasaran
penyelenggaraan surveilans epidemiologi penyakit tidak menular
adalah:
a) Surveilans hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner
b) Surveilans diabetes mellitus
c) Surveilans neoplasma
d) Surveilans penyakit paru obstuksi kronis
e) Surveilans gangguan mental
f) Surveilans kesehatan akibat kecelakaan
3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku. Prioritas
sasaran penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan
dan perilaku adalah :
a) Surveilans sarana air bersih
b) Surveilans tempat-tempat umum
c) Surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan
d) Surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya
e) Surveilans vektor penyakit
f) Surveilans kesehatan dan keselamatan kerja
g) Surveilans rumah sakit dan sarana pelayanan kesehatan lainnya,
termasuk infeksi nosokomial.
4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan. Prioritas sasaran
penyelenggaraan surveilans epidemiologi masalah kesehatan adalah :
a) Surveilans gizi dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG)
9
b) Surveilans gizi mikro kurang yodium, anemia gizi besi, kekurangan
vitamin A
c) Surveilans gizi lebih
d) Surveilans kesehatan ibu dan anak termasuk reproduksi.
e) Surveilans kesehatan lanjut usia.
f) Surveilans penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat
adiktif dan bahan berbahaya
g) Surveilans penggunaan sediaan farmasi, obat, obat tradisionil,
bahan kosmetika, serta peralatan
h) Surveilans kualitas makanan dan bahan tambahan makanan.
5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra. Prioritas sasaran
penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan matra adalah :
a) surveilans kesehatan haji
b) Surveilans kesehatan pelabuhan dan lintas batas perbatasan
c) Surveilans bencana dan masalah sosial
d) Surveilans kesehatan matra laut dan udara
e) Surveilans pada kejadian luar biasa penyakit dan keracunan
Setiap penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan
sebagaimana tersebut diatas disusun dalam suatu pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan. Sesuai kebutuhan nasional dapat dikembangkan
penyelenggaraan surveilans epidemiologi kesehatan lainnya dengan
keputusan Menteri Kesehatan, dan sesuai kebutuhan di daerah Propinsi
dengan keputusan Gubernur Propinsi bersangkutan.
E. Klasifikasi Jenis dan Pendekatan Surveilans
Jenis penyelenggaraan surveilans epidemiologi adalah sebagai berikut:
1. Surveilans epidemiologi rutin terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor
resiko kesehatan atau penyelenggaraan surveilans epidemiologi terhadap
beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko kesehatan.
10
2. Surveilans epidemiologi terpadu penyakit. Menurut Kepmenkes RI Nomor
1479/Menkes/SK/X/2003, Surveilans Terpadu Penyakit (STP) adalah
pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit menular dan surveilans
epidemiologi penyakit tidak menular dengan metode pelaksanaan
surveilans epidemiologi rutin terpadu beberapa penyakit yang bersumber
data Puskesmas, Rumah Sakit, Laboratorium dan Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Tujuan dari STP menurut Kadun (2006) adalah
memperoleh informasi epidemiologi penyakit menular dan penyakit tidak
menular tertentu dan terdistribusinya informasi tersebut kepada program
terkait, pusat-pusat kajian dan pusat penelitian serta unit surveilans lain.
3. Surveilans epidemiologi sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans
epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan sinyal
adanya masalah kesehatan pada suatu poupulasi atau wilayah yang lebih
luas atau suatu sistem yang dapat memperkirakan insiden penyakit pada
suatu negara yang tidak memiliki sistem surveilans yang baik berbasis
populasi tanpa melakukan survei yang mahal. Tujuan dari surveilans
sentinel adalah untuk mendapatkan informasi (insiden CFR) yang tepat
waktu dengan cara yang relatif murah. Jenis-jenis sentinel yang dikenal
yaitu health event sentinel (sentinel kejadian kesehatan), site sentinel
(sentinel tempat, biasanya adalah klinik atau pusat pelayanan lain yang
memonitor kejadian-kejadian kesehatan, dan provider sentinel (sentinel
kerjasama antar para penyelenggara kesehatan perorangan.
Menurut Gordis (2000) pendekatan surveilans berdasarkan cara
mendapatkan data dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Surveilans pasif
Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan
menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable
diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Ciri
surveilans pasif yaitu:
a. Unit surveilans epidemiologi membiarkan penderita
melaporkan diri pada klinik/rumah sakit/unit pelayanan yang
11
berfungsi sebagai unit-unit surveilans terdepan dalam
pengumpulan data surveilans.
b. Unit surveilans epidemiologi membiarkan klinik/rumah
sakit/unit pelayanan sebagai unit surveilans terdepan
melaporkan data surveilans yang ada di tempatnya.
Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk
dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan
sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan
surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit
internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif
dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan
cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan
dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas
terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi
problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan
ringkas.
2. Surveilans aktif
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans
untuk kunjungan berkala kelapangan, desa-desa, tempat praktik
pribadi dokter dan tenaga medis lainnya, puskesmas, klinik, dan
rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit
atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan
konfirmasi laporan kasus indeks. Ciri-ciri surveilans aktif, yaitu:
a. Unit surveilans melakukan skrining dari rumah ke rumah,
sehingga tidak ada satu pun kasus yang lepas dari pendataan.
b. Unit surveilans mendatangi setiap unit sumber data untuk
meminta data surveilans epidemiologi yang dibutuhkan
sehingga tidak ada satu pun data yang tidak terekam olehnya.
Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans
pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan
12
untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif
dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif,
lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans
pasif.
Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut
community surveilance. Dalam community surveilance, informasi
dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga
memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi
kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan
merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan
definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium.
Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu (JHU,
2006).
F. Syarat-Syarat Sistem Surveilans yang Baik.
Syarat-syarat sistem surveilans yang baik hendaknya memenuhi
karakteristik sebagai berikut (Romaguera, 2000) :
a. Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan
pengorganisasian sistem. Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk
menunjang diagnosis, sumber pelapor, cara pengiriman data, organisasi
yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf, pengolahan dan analisa
data perlu dirancang agar tidak membutuhkan sumber daya yang terlalu
besar dan prosedur yang terlalu rumit.
b. Fleksibilitas (Flexibility)
Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam
mengatasi perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi
operasional tanpa memerlukan peningkatan yang berarti akan kebutuhan
biaya, waktu dan tenaga.
c. Dapat diterima (Acceptability).
13
Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat
partisipasi individu, organisasi dan lembaga kesehatan. lnteraksi sistem
dengan mereka yang terlibat, temasuk pasien atau kasus yang terdeteksi
dan petugas yang melakukan diagnosis dan pelaporan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan sistem tesebut. Beberapa indikator penerimaan
terhadap sistem surveilans adalah jumlah proporsi para pelapor,
kelengkapan pengisian formulir pelaporan dan ketepatan waktu pelaporan.
Tingkat partisipasi dalam sistem surveilans dipengaruhi oleh pentingnya
kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas kontribusi mereka yang
terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar,
beban sumber daya yang tersedia, adanya peraturan dan perundangan yang
dijalankan dengan tepat.
d. Sensitivitas (Sensitivity).
Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan
mendeteksi kejadian kasus-kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang
dipantau dan kemampuan mengidentifikasi adanya KLB. Faktor-faktor
yang berpengaruh adalah :
1) Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan.
2) Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan kasus yang
terdiagnosa akan dilaporkan.
3) Keakuratan data yang dilaporkan
e. Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)
Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi
sebagai kasus, yang kenyataannya memang menderita penyakit atau
kondisi sasaran surveilans. Nilai Prediktif Positif menggambarkan
sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/ insidensi penyakit atau
masalah kesehatan di masyarakat.
f. Representatif (Representative).
Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan
secara akurat distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik orang,
waktu dan tempat. Kualitas data merupakan karakteristik sistem surveilans
yang representatif. Data surveilans tidak sekedar pemecahan kasus-kasus
14
tetapi juga diskripsi atau ciri-ciri demografik dan infomasi mengenai
faktor resiko yang penting.
g. Tepat Waktu.
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh
ketepatan dan kecepatan mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan
analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada pihak-
pihak yang berkepentingan. Pelaporan penyakit-penyakit tertentu perlu
dilakukan dengan tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara efektif
atau tidak meluas sehingga membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu
dalam sistem surveilans dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi
untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk
perencanaan program dalam jangka panjang.Tekhnologi komputer dapat
sebagai faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu
penyediaan informasi.
G. Aktifitas Inti Surveilans
Aktivitas surveilans kesehatan masyarakat meliputi delapan aktivitas
inti (McNabb. et al., 2002), yaitu:
1) Pendeteksian kasus (case detection): proses mengidentifikasi peristiwa atau
keadaan kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperlukan
dalam penyelenggaraan surveilans epidemiologi termasuk rumah sakit,
puskesmas, laboratorium, unit penelitian, unit program-sektor dan unit
statistik lainnya.
2) Pencatatan kasus (registration): proses pencatatan kasus hasil identifikasi
peristiwa atau keadaan kesehatan.
3) Konfirmasi (confirmation): evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi
sampai pada hasil percobaan laboratorium.
4) Pelaporan (reporting): data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil
kegiatan surveilans epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang
dapat melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau
upaya peningkatan program kesehatan, pusat penelitian dan pusat kajian
serta pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi. Pengumpulan
15
data kasus pasien dari tingkat yang lebih rendah dilaporkan kepada fasilitas
kesehatan yang lebih tinggi seperti lingkup daerah atau nasional.
5) Analisis data (data analysis): analisis terhadap data-data dan angka-angka
dan menentukan indikator terhadap tindakan.
6) Respon segera/ kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness) kesiapsiagaan
dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.
7) Respon terencana (response and control): sistem pengawasan kesehatan
masyarakat hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam
peringatan dini dan munculnya masalah dalam kesehatan masyarakat.
8) Umpan balik (feedback): berfungsi penting dari semua sistem pengawasan,
alur pesan dan informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat
yang lebih tinggi.
H. Komponen Kegiatan Surveilans
Komponen-komponen kegiatan surveilans menurut Depkes. RI, (2004)
seperti dibawah ini:
1) Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang
jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan.
Tujuan dari pengumpulan data epidemiologi adalah untuk menentukan
kelompok populasi yang mempunyai resiko terbesar terhadap serangan
penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk menentukan jenis
dari penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan keadaan
yang dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit; untuk
mencatat penyakit secara keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu
wabah, sumbernya, cara penularannya dan seberapa jauh penyebarannya.
2) Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya
dikompilasi, dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa dapat
berupa teks tabel, grafik dan spot map sehingga mudah dibaca dan
merupakan informasi yang akurat. Dari hasil analisis dan interpretasi
selanjutnya dibuat saran bagaimana menentukan tindakan dalam
menghadapi masalah yang baru.
16
3) Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan
interpretasi data digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna
menentukan tindak lanjut dan disebarluaskan ke unit terkait antara lain
berupa laporan kepada atasan atau kepada lintas sektor yang terkait sebagai
informasi lebih lanjut.
Komponen-komponen dalam pelaksanaan sistem surveilans (WHO,
1999) adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data merupakan komponen yang sangat penting karena
kualitas informasi yang diperoleh sangat ditentukan oleh kualitas data yang
dikumpulkan. Data yang dikumpulkan harus jelas, tepat dan ada
hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk
dapat menjalankan surveilans yang baik pengumpulan data harus
dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus. Tujuan pengumpulan data:
Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko
terbesar terkena penyakit seperti jenis kelamin, umur, suku, pekerjaan
dan lain-lain.
Menentukan jenis agent atau penyebab penyakit dan karakteristiknya.
Menentukan reservoir infeksinya.
Memastikan keadaan yang menyebabkan kelangsungan transmisi
penyakit.
Mencatat kejadian penyakit, terutama pada kejadian luar biasa.
Sumber data yang dikumpulkan berlainan untuk tiap jenis penyakit.
Sumber data sistem surveilans terdiri dari 10 elemen (Langmuir, 1976)
yaitu:
1. Data Mortalitas. Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa
dilaporkan ke tingkat kelurahan seterusnya ke tingkat kecamatan dan
puskesmas lalu selanjutnya dilaporkan ke Kabupaten daerah tingkat II.
Beberapa seminar di Indonesia telah diadakan pula untuk menilai dan
membahas usaha untuk meningkatkan kelengkapan pencatatan kematian,
yang validitasnya relatif lebih baik karena didiagnosis oleh dokter.
Elemen ini akan bermanfaat bila data pada pencatatan kematian itu cepat
17
diolah dan hasilnya segera diberitahukan kepada yang berkepentingan
(Efendy, 2009).
2. Data Morbiditas, merupakan elemen yang terpenting dalam surveilans.
Data yang diperlukan : nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat,
diagnosis dan tanggal mulai sakit. Elemen ini juga penting untuk
mengetahui distribusi penyakit menurut waktu, apakah musiman atau
siklus. Dengan demikian, dapat diketahui pula ukuran endemis suatu
penyakit (Efendy, 2009).
3. Data Pemeriksaan Laboratorium. Laboratorium merupakan suatu sarana
yang penting untuk mengetahui kuman penyebab penyakit menular dan
pemeriksaan tertentu untuk penyakit-penyakit lainnya, misalnya kadar
gula darah untuk penyakit diabetes melitus, trombosit untuk penyakit
demam berdarah, dan lainnya (Efendy, 2009).
4. Laporan Penyakit
5. Penyelidikan peristiwa penyakit
6. Penyidikan kejadian luar biasa atau wabah.
7. Survei penyakit, vektor, dan reservoir : memerlukan tenaga, biaya dan
fasilitas. Survei adalah suatu cara penelitian epidemiologi untuk
mengetahui prevalensi penyakit. Dengan ukuran ini dapat diketahui
luasnya masalah penyakit tersebut. Bila setelah survei pertama dilakukan
pengobatan terhadap penderita, maka dengan survei kedua dapat
ditentukan keberhasilan pengobatan tersebut (Efendy, 2009).
8. Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir penyakit pada
hewan. Penyakit zoonosis terdapat pada manusia dan binatang; dalam hal
ini binatang dan manusia merupakan reservoir. Penyakit malaria
ditularkan oleh vektor nyamuk Anopheles dan penyakit demam berdarah
ditularkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. Vektor-vektor tersebut
perlu diselediki oleh entomologi untuk mengetahui apakah mengandung
plasmodium malaria atau virus dari demam berdarah (Efendy, 2009).
9. Data penggunaan obat-obatan, serum dan vaksin. Keterangan yang
menyangkut mengenai bahan-bahan tersebut, yaitu mengenai banyak,
jenis, dan waktu memberi petunjuk kepada kita mengenai masalah
18
penyakit. Selain itu, dapat pula dikumpulkan keterangan mengenai efek
samping dari bahan-bahan tersebut.
10. Data kependudukan dan lingkungan. Elemen ini penting untuk
menetapkan population at risk. Faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan kependudukan dan lingkungan ini perlu selalu dipikirkan dalam
rangka analisis epidemiologis. Data atau keterangan mengenai
kependudukan dan lingkungan itu tentu harus didapat di lembaga-
lembaga non kesehatan. Pengumpulan data dilakukan dengan
mengadakan pencatatan insidensi terhadap orang-orang yang dicurigai
atau population at risk melalui kunjungan rumah (active surveilance)
atau pencatatan insidensi berdasarkan laporan rutin dari sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, atau laporan dari petugas
surveilans di lapangan, dan laporan dari masyarakat serta petugas
kesehatan yang lain (pasive surveilance) (Budiarto, 2002)
b. Pengolahan Data. Data yang terkumpul segera diolah, biasanya dilakukan
secara manual atau dengan komputerisasi sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan yang dimiliki.
c. Analisa dan interpretasi data. Analisa data dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
1. Analisa Deskriptif. Analisa deskriptif dilakukan berdasarkan variabel
orang, tempat, dan waktu sehingga diperoleh gambaran yang sistematis
tentang penyakit yang sedang diamati. Visualisasi dalam bentuk grafik,
tabel, diagram yang disertai uraian atau penjelasan.
2. Analisa Analitik. Analisa analitik dilakukan dengan cara uji komparasi,
korelasi, dan regresi. Uji komparasi untuk membandingkan kejadian
penyakit pada kondisi yang berbeda. Uji korelasi untuk membuktikan
keterkaitan antara satu variabel dengna variabel lainnya. Uji regresi
untuk membuktikan pengaruh suatu variabel (kondisi) terhadap
kejadian penyakit.
Kunci keberhasilannya yaitu data lengkap, cepat, dan tahu cara
memanfaatkannya. Tahap-tahapnya meliputi coding (membuat kode-kode
dari data yang ada), editing (melengkapi dan memperjelas tulisan), entry
19
(memasukkan dalam program pengolahan data), dan pengolahan secara
diskriptif dan analitik.
d. Penyebarluasan Informasi dan umpan balik. Hasil analisa dan interpretasi
data selain terutama dipakai sendiri oleh unit kesehatan setempat untuk
keperluan penentuan tindak lanjut, juga untuk disebarluaskan dengan jalan
dilaporkan kepada atasan sehagai infomasi lebih lanjut, dikirimkan sebagai
umpan balik (feed back) kepada unit kesehatan pemberi laporan. Umpan
balik atau pengiriman informasi kembali kepada sumber-sumber data
(pelapor) mengenai arti data yang telah diberikan dan kegunaannya setelah
diolah, merupakan suatu tindakan yang penting, selain tindakan follow up.
Sasaran penyebaran informasi adalah instansi terkait baik secara vertikal
maupun horizontal dengan tujuan untuk memperoleh kesepahaman dan
feedback dalam perumusan kebijakan. Manfaat penyebaran informasi adalah
mendapatkan respon dari instansi terkait sebagai feedback, tindak lanjut, dan
kesepahaman. Metode yang dapat digunakan dalam penyebaran informasi
adalah tertulis dan deseminasi laporan, verbal dalam rapat, media cetak dan
elektronik.
I. Desain Sistem Surveilans
Desain sistem surveilans merupakan tahap-tahap dalam
melaksanakan surveilans hingga menuju proses evaluasi. Desain sistem
surveilans terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Menetapkan Tujuan Surveilans
Tujuan utama epidemiologi surveilans adalah untuk memperoleh
gambaran kejadian morbiditas dan mortalitas serta kejadian peristiwa vital
secara teratur sehingga dapat digunakan dalam berbagai kepentingan
perencanaan dan tindakan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat,
seperti memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan
populasi, sehingga penyakit dan faktor resiko dapat terdeteksi dini dan dapat
dilakukan respon pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Menetapkan
tujuan surveilans dapat mempermudah dalam menetukan output yang
diinginkan. Contoh dari tujuan surveilans adalah deteksi dan prediksi KLB,
20
evaluasi program pencegahan, memproyeksikan perencanaan pelayanan
kesehatan dan masih banyak lagi (Noor, 2008).
Menurut WHO (2002), ada lima kriteria agar surveilans efektif
dengan akronim “SMART”, yaitu:
a. Spesific. Masalah yang dihadapi harus khusus dan spesifik baik itu
rencana maupun tujuannya.
b. Measurable. Indikatornya harus dapat diukur.
c. Action-Oriented. Hasil surveilans harus berguna bagi pengambilan
kepututusan dan kebijakan terutama orientasi kepada sasaran.
d. Realistic. Sesuai dengan sumber daya yang dimiliki.
e. Time frame. Mempunyai batas waktu dalam pencapaian tujuan. Tepat
waktu baik sasaran maupun rencana.
2. Mengembangkan Definisi Kasus
Definisi kasus digunakan untuk mengklasifikasikan kasus kepada
individu yang diduga mengalami penyakit. Berdasarkan tingkat
ketidakpastian diagnosis, kasus dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kasus suspect atau tersangka
Kasus hanya berdasarkan gejala klinis. Kriterianya adalah tanda dan
gejala klinis cocok dengan penyakit, terdapat bukti epidemiologi, tetapi
tidak terdapat bukti laboratoriium yang menunjukan tengah atau telah
terjadi infeksi (bukti laboratorium negatif, tidak ada atau belum ada).
b. Kasus probable atau kemungkinan
Kasus suspek secara epidemiologi berhubungan dengan kasus yang
terbukti secara laboratorium. Kriterianya adalah tanda dan gejala klinis
cocok dengan penyakit, terdapat bukti epidemiologis, terdapat bukti
laboratorium yang mengarah tetapi belum pasti, yang menunjukan
tengah atau telah terjadi infeksi (misalnya bukti dari sebuah tes
serologis tunggal)
c. Kasus confirmed atau pasti
21
Kasus suspek dengan hasil laboratorium positif. Kriterianya adalah
terdapat bukti pasti laboratorium (serologis, biokimia, bakteriologis,
virologist, parasitologis) bahwa tengah atau telah terjadi infeksi dengan
atau tanpa kehadiran tanda, gejala klinis atau bukti epidemiologis.
Klasifikasi kasus bersifat dinamis, bisa berubah dan direvisi selama
investigasi seiring dengan tambahan informasi baru tentang sumber, modus,
transmisi, agen etiologi (Bres, 1986).
3. Menentukan Sumber Data, Alat Pengumpul Data dan Mekanisme Laporan
Pengumpulan data merupakan tahap awal dari rangkaian kegiatan
surveilans yang paling penting untuk proses selanjutnya. Pengumpulan data
surveilans dapat secara aktif dan pasif. Pengumpulan data aktif dapat
melalui survei, penelitian, penyelidikan langsung ke lapangan (masyarakat).
Sedangkan, pengumpulan data pasif melalui laporan dari fasilitas pelayanan
kesehatan pemerintah dan swasta, laporan dari jajaran departemen kesehatan
yang secara aktif memonitor suatu keadaan kesehatan.
Proses pengumpulan data diperlukan formulir sebagai alat untuk
pengumpulan data. Mekanisme pelaporan dalam pengumpulan data dapat
dilakukan harian, mingguan, bulanan, atau laporan nihil. Pengumpulan data
tersebut harus mengumpulkan data-data dari berbagai sumber data. Sumber
data dalam surveilans epidemiologi merupakan sumber data atau subjek dari
mana data dapat diperoleh yang digunakan untuk kegiatan surveilans
epidemiologi. Macam-macam sumber data dalam surveilans epidemiologi
menurut Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 :
a. Data kesakitan yang dapat diperoleh dati unit pelayana kesehatan
masyarakat.
b. Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta
laporan kantor pemerintah dan masyarakat.
c. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan
dan masyarakat.
d. Data geografi yang dapat diperoleh dari unit meteorologi dan geofisiska
e. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan
dan masyarakat.
22
f. Data kondisi lingkungan.
g. Laporan wabah.
h. Laporan penyelidikan wabah/KLB
i. Laporan hasil penyelididkan kasus perorangan
j. Studi epidemiologi dan hasil penelitian lainnya
k. Data hewan dan vektor sumber penularan penyakit yang dapat
diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan masyarakat.
l. Laporan kondisi pangan
4. Melaksanakan Analisis dan Presentasi Data
Analisis dan interpretasi data digunakan untuk keperluan kegiatan.
Data yang telah disususn dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan
dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan
tentang situasi yang ada dalam masyarakat. Analisis dapat dilakukan
berdasarkan orang, tempat dan waktu. Data yang sudah diolah kemudian
dibuat suatu tabulasi, grafik dan peta yang standard an mudah dipahami
(Noor, 2008).
5. Mengembangkan Mekanisme Umpan Balik dan Disseminasi Informasi
Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki nilai
keterangan yang cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu
kesimpulan, selanjutnya dapat disebarluaskan kepada semua pihak yang
berkepentingan, agar informasi ini dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya. Penyebarluasan data dan informasi dilakukan dalam tiga arah
yang meliputi:
a. Ditujukan ke tingkat informasi yang lebih tinggi sebagai informasi untuk
menetukan kebijakan selanjutnya.
b. Dikirim kepada instansi pelapor atau ke tingkat administrasi yang lebih
rendah yang berfungsi sebagai pengumpulan dan pelopor data dalam
bentuk umpan balik.
c. Disebarluaskan kepada instansi terkait dan kepada masyarakat luas
(Noor, 2008).
6. Pembagian Tugas Surveilans
23
Pembagian tugas surveilans dapat melalui pembentukan organisasi
dan staffing serta harus memasikan dalam organisasi dan staffing tersebut
tidak mempunyai beban ganda atau jabatan ganda.
7. Evaluasi Surveilans
Evaluasi data surveilans dapat digunakan untuk perencanaan
penanggulangan khusus dan program pelaksanaannya, untuk kegiatan tindak
lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan
program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi atau
penilaian hasil kegiatan (Noor, 2008).
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Surveilans epidemiologi adalah suatu proses pengamatan terus menerusdan
sistematik terhadap terjadinya penyebaran penyakit serta kondisi yang
meperbesar risiko penularan dengan melakukan pengumpulan data,
pengolahan dan analisis, interpretasi dan penyebaran interpretasi serta
tindak lanjut perbaikan dan perubahan secara efektif dan efisisen.
2. Tujuan survailens epidemiologi adalah untuk memonitor trends penyakit,
mendeteksi dini outbreak, memantau kesehatan populasi, menentukan
kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,
monitoring, dan evaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan,
mengidentifikasi kebutuhan riset.
3. Ruang lingkup penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan
adalah surveilans penyakit menular dan faktor resiko, surveilans penyakit
tidak meular dan faktor resiko, surveilans masalah gizi dan KIA, surveilans
kesehatan dan perilaku, surveilans kesehatan matra.
4. Sasaran penyelenggaran surveilans kesehatan bergantung pada ruang
lingkup dari surveilans kesehatan itu sendiri. Terbagi menjadi lima point,
yaitu:
a. Sasaran epidemiologi penyakit menular diantaranya adalah surveilans
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, surveilans ATP,
surveilans malaria, dll
b. Prioritas sasaran surveilans penyakit tidak menular adalah surveilans
hipertensi, stroke, penyakit jantung koroner, surveilans diabetes
mellitus, surveilans neoplasma, surveilans gangguan mental, dan lain-
lain.
c. Sureveilans epidemiologi kesehatan lingkungan dan perilaku adalah
surveilans saranan air bersih, surveilans tempat-tempat umum,
surveilans vektor penyakit, dan lain-lain.
25
d. Prioritas sasaran dari surveilans epidemilogi masalah kesehatan adalah
surveilans gizi dan kewaspadaan pangan dan gizi, surveilans gizi lebih,
surveilans kesehatan lanjut usia, dan lain-lain.
e. Prioritas sasaran surveilans epidemiologi kesehatan matra adalah
surveilans kesehatan haji, surveilans kesehatan pelabuhan dan lintas
perbatasan, surveilans bencana dana masalah sosial, dan lain-lain.
5. Klasifikasi jenis dan pendekatan surveilans adalah surveilans epidemiologi
terpadu, surveilans epidemiologi terpadu penyakit, surveilans epidemiologi
senitinel. Surveilans berdasarkan cara mendapatkan data dibagi menjadi
dua jenis, yaitu surveilans aktif dan surveilans pasif.
6. Syarat-syarat system surveilans yang baik adalah Kesederhanaan
(simplicity), fleksibilitas (flexibility), dapat diterima (acceptability),
sensitivitas (sensitivity), nilai prediktif positif (positive predictive value),
representative (representative) dan tepat waktu.
7. Aktivitas inti surveilans adalah pendekatan kasus (case detection),
pencatatan kasus (registration), konfirmasi (confirmation), pelaporan
(reporting), analisis data (data analysis), respon segera (epidemic
preparedness), respon terencana (response and control), umpan balik
(feedback).
8. Komponen kegiatan surveilans adalah pengumpulan data, pengolahan
data, analisis dan interpretasi data, penyebarluasan informasi dan umpan
balik.
9. Desain sistem surveilans meliputi menetapkan tujuan surveilans,
mengembangkan definisi kasus, menentukan sumber data, alat pengumpul
dan mekanisme laporan, melaksanakan analisis dan presentasi data,
mengembangkan maknisme umpan balik dan diseminasi informasi,
pembagian tugas surveilans, dan evaluasi surveilans.
26
Daftar Pustaka
Bres, P. 1986. Public Health Action in Emergencies Caused By Epidemics: a
Practical Guide. Am J Public Health; 97:544-48.
Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi, Edisi 2. Jakarta:EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004a. Kepmenkes tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan
Penyakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004b. Kepmenkes tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit
Menular dan Tidak Menular Terpadu.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori
dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Giesecke, J. 2002. Modern Infectious Disease Epidemiology. London:Arnold.
Gordis, L. 2000. Epidemiology. Philadelphia, PA: WB Saunders Co.
JHU. 2006. Disaster Epidemiology. Baltimore, MD: The Johns Hopkins and IFRC
Public Health for Emergencies.
Kadun, I Nyoman. 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : CV
Infomedika.
Kepmenkes RI No.1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan
Langmuir, AD. 1976. William Far: Founder of Modern Concepts of Surveillance.
Int. J. Epid. 5: 13-18.
27
McNabb, S.J., Chungong, S., dkk. 2002. BMC Public Health : Conceptual
Framework of Public Health Survellance and Action and Its
Application in Health Sector Reform. BioMed Central.
Noor, Nasri. 2008. Dasar Epidemiologi. Jakarta:Rineka Cipta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta
Romaguera, A. Raul, German, R.Robert & Klaucke N. Douglas, 2000.
Evaluating Public Health Surveillance in : Teutsch, M. Steven and
Churchill, E. R. ed. Principles and Practice of Public Health
Surveillance. New york : Oxford university press pp. 176 – 193.
WHO. 1999. WHO Recommended Surveillance Standards. The united Kingdom
of Great Britain: WHO.
WHO. 2004. WHO Comprehensive Assessment of The National Disease
Surveilans in Indonesia. Washington DC: WHO.
28