pembahasan steril (repaired) streptomisin pro injection
DESCRIPTION
pembahasanTRANSCRIPT
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan streptomisin sulfat.
Pada umumnya streptomisin sulfat digunakan sebagai antibakterial
aminoglikosida dan obat antituberkulosis. Berikut adalah struktur dari
streptomisin sulfat;
Secara organoleptis senyawa ini begitu mudah diidentifikasi dengan bentuknya
yang bubuk berwarna putih atau agak putih, higroskopis, dari segi kelarutan
sangat larut dalam air dan praktis tak larut dalam etanol.
Sediaan streptomisin sulfat ini dibuat sebagai sediaan injeksi padatan
karena antibiotik golongan aminoglikosida ini memiliki sifat stabilitas yang sama
dengan antibiotic golongan lainnya yaitu stabil pada keadaan kering dan bersifat
tidak stabil pada saat dalam bentuk larutan karena potensinya akan terus menurun,
untuk tetap menjaga kestabilan streptomisin sulfat hingga akan digunakan maka
dibuat sediaan injeksi bentuk keringnya sehingga pada saat penggunaanya perlu
dilarutkan terlebih dahulu. Sediaan streptomisin sulfat kali ini dibuat sebanyak 10
mL. Nilai tonisitas pun perlu diperhatikan untuk sediaan injeksi in karena akan
mempengaruhi keadaan plasma dan sel darah. Tonisitas adalah suatu nilai yang
menyatakan keadaan tekanan osmosis suatu sediaan. Perhitungan tonisitas penting
karena akan mempengaruhi kerja obat dalam tubuh. Perhitungan tonisitas adalah
sebagai berikut :
W = 0,52 - ∆tb . C
0,576
Jika hasil perhitungan nilai tonisitas itu bernilai 0% maka dapat dikatakan
sediaan bersifat isotonis. Jika positif maka bersifat hipotonis menyebabkan sel
darah pecah, sehingga harus dilakukan perlakuan berupa penambahan garam NaCl
sedangkan jika nilai tonisitas negatif maka maka bersifat hipertonis yang
menyebabkan penarikan cairan dari sel darah dalam tubuh sehingga menyebabkan
sel darah menyusut dan menimbulkan rasa sakit saat penginjeksian,, keadaan
hipertonis masih diperbolehkan jika tidak lebih dari 2%. Sediaan injeksi ideal
bersifat isotonis yang mana memiliki nilai tonisitas sama dengan cairan tubuh.
Pertama disiapkan alat dan bahan. Alat yang digunakan vial, tabung reaksi, spatel,
dan erlenmeyer. Alat yang digunakan harus steril karena supaya terbebas dari
kontaminan khususnya mikroba karena sediaan yang dibuat adalah sediaan steril,
selanjutnya adalah penyiapan bahan. Penyiapan bahan dilakukan dengan aseptis
yaitu dengan menggunakan api di dekat melakukan langkah kerja, harus aseptis
agar selama penyiapan baik bahan maupun alat yang digunakan tidak
terkontaminasi oleh mikroba sehingga mempengaruhi keamanan sediaan nantinya.
Karena sediaan dibuat 10 mL maka bahan yaitu streptomisin sulfat ditimbang
sebanyak 1 g oleh karena saat perhitungan tonisitas menghasilkan nilai W= -
0,25% maka dikatakan hipotonis sehingga perlu dilakukan penambahan NaCl.
NaCl digunakan untuk sedian injeksi karena dapat meningkatkan tonisistas dari
suatu sediaan hingga nilai tertentu sesuai dengan jumlah NaCl yang digunakan.
NaCl yang ditambahkan yaitu sebanyak 0,025 mg karena mengikuti perhitungan
tonisitas seperti berikut :
W = 0,52 - ∆tb . C = 0,52 – 0,038 . 10 = -0,25%
0,576 0,576
NaCl = 10 x 0,25 = 0,025 mg = 0,03 mg
Berdasarkan perhitungan maka NaCl yang ditambahkan sebanyak 0,025
namun saat penimbangan diberikan sebanyak 0,03 mg karena keterbatasan limit
deteksi dari timbangan. Penimbangan bahan dilakukan dua kali dengan prosedur
yang sama karena akan dibuat sebanyak dua sediaan. Bahan yang sudah
ditimbang dimasukkan ke dalam vial masing-masing. Satu sediaan dalam vial
dibuat dalam bentuk injeksi padat untuk dikemas dan satu lainnya untuk
pengujian sterilitas. Sehingga sediaan (streptomisin sulfat dan NaCl) dalam vial
pengujian langsung di larutkan dalam aqua bidest sebanyak 10 mL. Prosedur
pelarutan dilakukan didalam Laminar Air Flow (LAF) agar baik zat aktif maupun
pembawanya tidak terkontaminasi mikroba saat pencampuran. Prinsip kerja LAF
adalah dengan memfilter mikroba melalui HEPA filter dengan bantuan aliran
udara konstan dan bantuan sinar UV untuk mensterilkan lingkungan LAF.
Setelah sediaan siap untuk diujikan, dibuat media untuk pengujian. Media
yang digunakan ada dua yaitu FTM dan TSB keduanya media cair sehingga
digunakan tabung reaksi untuk pengujiannya. TSB (Tryptone Soya Broth) adalah
media yang mengandung kasein dan pepton kedelai yang menyediakan asam
amino dan substansi nitrogen lainnya yang membuatnya menjadi media bernutrisi
untuk bermacam mikroorganisme. Dekstrosa adalah sumber energi dan natrium
klorida mempertahankan kesetimbangan osmotik. Dikalium fosfat ditambahkan
sebagai buffer untuk mempertahankan pH. FTM (Fluid Thioglycolate Medium)
media yang umum digunakan untuk uji sterilitas dan dapat digunakan secara luas
untuk mengisolasi bakteri gram positif dan negative. Media TSB dibuat dengan
cara menimbang 3 g TSB dan dilarutkan dalam 100 mL aquadest. Media FTM
dibuat dengan cara menimbang 2,98 g FTM dan dilarutkan dalam 100 mL
aquadest. Setelah dilarutkan, media disterilisasi dalam autoklaf dengan suhu 121o
C selama 20 menit tujuan sterilisasi media adalah untuk mencegah adanya
mikroba yang tumbuh pada media sebelum pengujian dsterilitas dilakukan. Cara
kerja dengan autoklaf yaitu dengan uap panas yang berpenetrasi pada media yang
disterilkan sehingga bakteri akan mengalami lisis karena suhu uap begitu tinggi
dengan bantuan tekanan yang begitu tinggi sehingga tidak memungkinkan
mikroba untuk dapat masuk ke autoklaf ataupun media yang disterilkan.
Setelah media siap digunakan, selanjutnya disiapkan 6 tabung reaksi yang
sudah di sterilisasi. Media TSB dituang kedalam 3 tabung reaksi yang sudah di
sterilkan kurang lebih sebanyak 10 mL. Setiap tabung diberi label keterangan
yaitu TSB 1, TSB – dan TSB +. Tabung reaksi TSB 1 berisi media yang akan
diberi sediaan, dengan kata lain tabung ini akan digunakan sebagai tempat uji
sterilitas untuk sediaan obat yang telah dibuat. Tabung yang berlabel TSB –
merupakan tabung yang akan digunakan sebagai kontrol negatif. Tabung TSB –
hanya berisi media saja, tanpa ditambahkan apapun. Tabung berlabel TSB + akan
digunakan sebagai tabung untuk kontrol positif yaitu tabung yang berisi media
dan aqua bidest yang mana aqua bidest tersebut digunakan sebagai pelarut sediaan
obat yang dibuat. Tabung kontrol negatif dan positif digunakan untuk
pembanding akhir saat uji sterilitas, karena dikhawatirkan media dan aqua bidest
yang digunakan sudah terkontaminasi oleh mikroorganisme. Begitu pun pada
media FTM, dituang masing-masing sebanyak 10 mL kedalam 3 tabung reaksi
yang berbeda dan diberi label keterangan seperti pada media TSB, yaitu FTM 1,
FTM – dan FTM +. Kegunaan masing-masing tabung sama seperti kegunaan pada
tabung yang berisi media TSB. Proses penuangan media tersebut dilakukan
secara aseptis didalam Laminar Air Flow (LAF) dan dilakukan didekat api.
Setelah media dituangkan kedalam tabung reaksi, secara aseptis sediaan didalam
vial dipindahkan kedalam tabung reaksi TSB 1 dan FTM 1 masing-masing
sebanyak 5 mL dengan menggunakan syringe. Selanjutnya tabung TSB + dan
tabung FTM + diisi aqua bidest masing-masing sebanyak 5 mL. Semua proses
tersebut dilakukan secara aseptis dan dilakukan didalam LAF.
Setelah itu, semua tabung di inkubasi didalam inkubator. Inkubasi
dilakukan untuk memberikan kondisi lingkungan yang optimal atau suhu optimal
untuk pertumbuhan hidupnya yang memberikan waktu bagi bakteri untuk tumbuh
berkembang serta melakukan aktivitas metabolismenya. Untuk tabung yang berisi
media TSB, di inkubasi didalam inkubator pada temperatur 20-25°C karena pada
temperatur tersebut, mikroba pada media TSB dapat melakukan pertumbuhan dan
aktivitas metabolismenya secara optimal. Sedangkan pada media FTM, suhu
inkubasi yang digunakan yaitu pada suhu 30-35°C karena , mikroba pada media
FTM dapat melakukan pertumbuhan dan aktivitas metabolisme secara optimal
pada suhu tersebut. Inkubasi dilakukan selama 2x24 jam karena pada waktu
tersebut jumlah mikroba maksimal atau pertumbuhannya optimal setelah masa
tersebut, yang disebut dengan masa akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel
yang masih hidup akan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata.
Setelah masa inkubasi berakhir, setiap tabung reaksi diamati.
Pada waktu 1x24 jam, dilakukan pengamatan. Pegamatan tersebut
dilakukan agar dapat dibandingkan pertumbuhan mikroba saat 1x24 jam dengan
hasil pengamatan pada waktu 2x24 jam. Berdasarkan hasil pengamatan, pada
media TSB tabung TSB 1 tidak terlihat keruh atau tidak terdapat adanya koloni
bakteri saat dibandingkan dengan kontrol negatif pun kejernihannya sama. Namun
pada tabung TSB + yaitu yang berisi media dan aqua bidest, terdapat adanya
bintik-bintik putih pada media. Bintik-bintik tersebut merupakan koloni bakteri
yang tumbuh didalam media. Adanya koloni ini dapat disebabkan mungkin karena
teknik pemindahan aqua bidest pada tabung reaksi yang berisi media tidak aseptis.
Sehingga mikroba dapat dengan mudah tumbuh didalam media tersebut. Namun
aqua bidest tetap dapat dikatakan steril karena pada tabung TSB 1 yang berisi
sediaan tidak terdapat koloni bakteri (tabung tidak keruh), padahal serbuk
streptomisin sulfat dilarutkan dalam aqua bidest. Pada tabung dengan media FTM
1, terdapat sedikit koloni mikroba pada bagian atas media. Adanya koloni ini
dapat disebabkan mungkin karena teknik pemindahan aqua bidest pada tabung
reaksi yang berisi media tidak aseptis. Sehingga mikroba dapat dengan mudah
tumbuh didalam media tersebut. Mikroba yang mengkontaminasi merupakan
bakteri aerob yang mana untuk hidupnya ia butuh oksigen, sehingga bekteri
tersebut tumbuh di bagian atas media untuk mendapatkan oksigen untuk
kelangsungan hidupnya dari luar. Namun pada tabung FTM + (tabung yang berisi
media dengan aqua bidest) jumlah koloni lebih banyak dari tabung FTM 1. Pada
tabung ini, bakteri yang tumbuh tidak hanya bakteri aerob, karena pada bagian
tengah dan bawah media pun tumbuh beberapa koloni bakteri. Banyaknya
mikroba yang yang tumbuh ini disebakan karena teknik aseptis mungkin tidak
terjaga. Selain itu, perlakuan penambahan aqua bidest pada media FTM ini
dilakukan paling terakhir sehingga syringe yang digunakan untuk memindahkan
aqua bidest tersebut sudah digunakan untuk memindahkan sediaan-sediaan ke
dalam media. Sehingga dapat dikatakan bakteri-bakteri terakumulasi pada media
terakhir ini. Hal lain mungkin ini disebabkan terjadinya kontaminan yang berasal
dari alat yang digunakan, praktikan ataupun udara selama waktu pengerjaan.
Selain itu bisa juga disebabkan oleh kurangnya kecermatan dan ketelitian
praktikan baik dalam proses praktikum. Serta yang terpenting adalah
kemungkinan teknik kerja aseptis juga belum dilaksanakan secara optimal
sehingga banyak mikroba yang bukan dari sampel tumbuh di dalam media.
Pada pengamatan 2x24 jam tidak terlihat perubahan yang signifikan dari
media TSB. Sama seperti hari sebelumnya yang mana pengujian yang dilakukan
pada media ini terlihat bahwa sediaan dapat dikatakan cukup steril karena tidak
terlihat adanya koloni bakteri. Namun pada media FTM, semakin banyak bakteri
yang tumbuh. Hal ini dilihat dari kekeruhan yang terjadi dibagian permukaan
media pada tabung reaksi. Adanya perbedaan hasil pengujian sterilitas sediaan
disebabkan oleh penggunaan syringe yang digunakan berulang dimana
pemindahan sampel sediaan dari vial ke media FTM dilakukan setelah
pemindahan ke media TSB, sehingga memungkinkan bakteri terakumulasi di
media kedua ini. Selain itu mungkin adanya bakteri ini disebabkan karena teknik
aseptis kurang diperhatikan dalam pengujian ini. Kuragnya ketelitian dan kehati-
hatian pun dapat menyebabkan teknik aseptis kurang terjaga. Berdasarkan hasil
pengamatan, walaupun pada kedua media menunjukkan hasil yang berbeda,
sedian injeksi streptomisin sulfat yang dibuat dapat dikatakan steril karena pada
media TSB tidak terlihat adanya bakteri yang tumbuh, sedangkan pada media
FTM walaupun terdapat sedikit bakteri aerob yang tumbuh dipermukaan, itu dapat
disebabkan karena kesalahan saat pengerjaan, bukan dari sediaan yang dibuat.
Dalam hal pengemesan sediaan juga sangatlah penting, selain menjaga
stabilitas dari isi sediaan juga memberikan informasi penting tentang sediaan baik
cara penggunaan ataupun peringatan penting tentang sediaan. Dalam hal ini
pembuatan sediian pro injeksi yang penggunaannya intra vena dan berhubungan
langsung dengan cairan tubuh khususnya darah sehingga sangat diperlukan sekali
ketelitian dalam pembuatan juga pengemasaanya, digunakan vial yang terbuat dari
kaca agar tidak ada kemungkinan terjadinya pengaruh yang diberikan oleh wadah
atau kemasan primer terhadap stabilitas sediaan. Selain itu sediaan ini juga ditutup
rapat dengan tujuan tidak ada udara ataupun mikroorganisme yang masuk dalam
sediaan yang sudah dibuat secara aseptis agar terhindar dari kontaminan.
Pembuatan sediaan ini merupakan sediaan pro injeksi yaitu dalam bentuk padatan
sehingga perlu dilakukan pelarutan dengan pelarutnya terlebih dahulu sebelum
digunakan.
Pada suatu sediaan yang sangat penting adalah brosus karena pada brosur
tercantum Komposisi obat, Indikasi, Efek samping, Peringatan – Perhatian,
Peringatan khusus (bila ada) Cara penyimpanan, Nomor izin edar/registrasi, dan
Tanda Khusus untuk obat keras/bebas terbatas /bebas. Segala yang tercantum pada
brosur sangatlah penting mulai dari komposisi obat. komposisi obat harus
dicantumkan semua sesuai formulasinya, indikasi adalah kegunaan suatu obat
terhadap suatu kondisi penyakit tertentu maka dari itu indikasi sangatlah penting
tercantum pada brosur. Kemudian peringatan dan perhatian ini tergantung pada
zat aktif sediaan obatnya, pencantuman peringatan dan perhatian dan peringatan
khusus ini sangan penting karena apabila obat yang dibuat adalah obat golongan
keras sedangkan tidak dicantumkan maka itu bernilai fatal. Kemudian cara
penyimpanan ini wajib dicantumkan karena pada dasarnya sediaan dapat rusak
pada suhu yang berbeda-beda apalagi pada suhu panas dan tidak boleh lembab
juga. Nomor izin edar/registrasi penting untuk mengetahui kapan sediaan dibuat
dan kapan sediaan kadaluarsa atau tidak boleh dikonsumsi kembali. Tanda khusus
untuk obat keras/bebas terbatas /bebas ini penting. Biasanya ada beberapa obat
yang harus menggunakan resep dokter, tidak dengan mudah dijual diapotek.
Selain itu juga, yang perlu diperhatikan adalah konten dalam etiket
kemasan walaupun dalam dus telah tercantum keterangan yang lengkap dan pada
brosur yang juga sudah menyangkut semua informasi tentang sediaan, etiket juga
sangat diperlukan karena mungkin saja terjadi kekeliruan jika tidak diberi etiket,
dalam etiket melliputi identitas industri, ingredients atau zat aktif yang digunakan
beserta banyaknya, logo-logo penting seperti logo obat keras, harus dengan resep
dokter dan juga jumlah pelarut yang harus ditambahkan sebelum pemakaian
karena sediaan yang kita buat merupakan sediaan padat pro injeksi. Dalam etiket
haruslah jelas walaupun space nya kecil yang terpenting sudah menyangkut smua
aspek penting sediaan. Warna dan desain etiket harusnya mirip dengan dus karena
mungkin saja terjadi kekeliruan dan meyakinkan konsumen atau dokter bahwa
isinya sesuai dengan yang diinginkan.