pembahasan mengenai direksi dan komisaris dalam suatu pt
DESCRIPTION
Tulisan ini membahas mengenai Direksi dan Komisaris dalam suatu Perseroan Terbatas dikaitkan dengan UU No. 40 Tahun 2007 dan Pendapat dari Penulis yang bukunya kami jadikan pedoman penulisan ini.TRANSCRIPT
Kami mengenai Direksi dan Komisaris menggunakan Buku
I. Direksi
Di dalam suatu perseroan direksi memiliki 2 fungsi, yakni fungsi pengurusan (manajemen) dan
fungsi perwakilan (representasi). Pada dasarnya anggota direksi adalah buruh atau pegawai
perseroan. Perseroan sebagai badan hukum adalah majikan anggota direksi. Di dalam PT
Tertutup seringkali pemegang saham juga menjadi direksi perseroan yang bersangkutan.
Sedangkan di dalam PT Terbuka, biasanya orang yang menjadi anggota direksi adalah orang
yang professional yang bukan pemegang saham di perseroang yang bersangkutan. Dalam kondisi
demikian, anggota direksi murni pekerja atau karyawan perseroan.
Hubungan hukum antara direksi dan perseroan adalah hubunga kerja. Selain hubungan kerja,
direksi juga memiliki hubungan fidusia dengan perseroan. Ketergantungan antara badan hukum
dan pengurus menjadi sebab mengapa antara badan hukum dan pengurus lahir hubungan fidusia
dimana pengurus selalu menjadi pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan
wewenangnya hanya untuk kepentinga perseroan semata.
Biasanya fiduciary duty direksi dibagi menjadi dua komponen utama yaitu duty of care dan duty
of loyalty. Duty of care pada dasarnya merupakan kewajiban direksi untuk tidak bertindak lali,
menerapkan ketelitian tingkat tinggi dalam mengumpulkan informasi yang digunakan untuk
membuat keputusan bisinis. Duty of loyalty dapat dipahami sebagai kewajiban untuk bertindak
tanpa rasa egois atau kewajiban beneficiary untuk mengutamakan kepentingan fiduciarynya. Dua
kewajiban ini seringkali dibagi lagi menjadi beberapa kewajiban seperti duty of honesty, duty of
candor, dan duty of disclosure.
Berdasarkan fiduciary duty, direksi suatu perseroan diberik percayaan yang tinggi oleh perseroan
untuk mengeloala suat perusahaan. Dalam hal ini, direksi harus memiliki standar integritas dan
loyalitas yang tinggi, tampil serta bertindak untuk kepentingan perseroan, secara bona fides.
Dalam menjalankan tugas fiduciary duties, seorang direksi harus melakukan tugasnya sebagai
berikut:
a. Dilakukan dengan itikad baik;
b. Dilakukan dengan proper purposes;
c. Dilakukan dengan kebebasan yang tidak bertanggungjawab (unfettered disrection); dan
d. Tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest).
Oleh karena itu, apabila terjadi conflict of duty dan benturan kepentingan pada saat menjalankan
perseroan, direksi harus mampu mengelola secara bijak berbagai pertentangn sebagai akibat
adanya perbedaan kepentingan para pemegang saham.
Terkait dengan kewajiban direksi, kewajiban direksi dibagi menjadi dua bagian, yakni kewajiban
yang berkaitan dengan perseroan dan RUPS. Direksi tidak hanya mempunyai kewajiban, tetapi
juga mempunyai hak. Salah satunya adalah hak untuk mewakili untuk dan atas nama perseroan
baik di dalam maupun di luat pengadilan.
Tidak semua orang dapat menjadi anggota direksi PT. Pasal 93 ayat (1) UUPTT menentukan
bahwa orang yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseroangan yang
cakap melakukan perbuatan hukum. Anggota direksi diangkat oleh RUPS. Pasal 105 UUPT
menentukan bahwa anggota direksi menurut Penjelasan Pasal 195 ayat (1) UUPT anggota direksi
dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan kepurusan RUPS. Anggota direksi juga dapat
diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris. Kewenangan dewa komisaris ini didasarkan
pada rasio bahwa pemberhentian anggota direksi oleh RUPS memerlukan waktu
pelaksanaannya, sedangkan kepentingan perseroan tidak dapat ditunda. Untuk itu dewan
komisaris sebagai organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk melakukan pemberhentian
sementara.
UUPT tidak membatasi masa jabatan anggota direksi perseroan. Berkaitan dengan jumlah
anggota direksi, Pasal 92 ayat (3) UUPT menetukan bahwa direksi perseroan terdiri atas satu
orang anggota direksi atau lebih. Berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (5), dalam hal direksi
terdiri atas 2 (dua) orang anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewanang pengurusan
diantara anggota direksi ditetapkan berdasarkan RUPS.
Berbicara mengenai tanggung jawab direksi, Pasal 97 ayat (3) UUPT menentukan bahwa setiap
anggota direksi bertanggungjawab penuh sevara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas dalam mengurus perseroan. Dalam Pasal 97
ayat (4) UUPT menentukan bahwa jika direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih,
tanggung jawab secara pribadi tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
direksi. Namun demikian, jika anggota direksi dapat membuktikan sebagaimana ditentukan oleh
Pasal 97 ayat (5) UUPT, maka anggota direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi. Pasal ini
menyebutkan bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atas
kerugian yang menimpa perseroan.
Berbicara mengenai tanggung jawab pribadi direksi terhadap tindakan Ultra Vires, terminology
ultra vires dipakai khususnya terhadap tindakan perseroan yang melebihi kekuasaaannya
sebagaimana diberikan oleh anggaran dasarnya atau peraturan yang melandasi pembentukan
perseroan tersebut. Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak hanya
kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasar, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang,
tetapi melampaui yang diberikan kepadanya. Bahkan lebih jauh lagi, suatu tindakan digolongkan
sebagai ultra vires bukan hanya jika tindakannya itu melampaui kewenangan baik yang tersurat
maupun yang tersirat dalam anggaran dasar, tetapi juga tindakan itu bertentangan dengan
peraturan perundag-undangan ataupun ketertiban umum. Bagi perseroan, suatu perbuatan
dikatakan ultra vires bila dilakukan du luar atau melampaui wewenang direksi sebagaimana
tercantum dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Sampai seberapa jauh
perbuatan dapat dikatakan menyimpang dari maksud dan tujuan perseroan, dan karenanya dapat
dikategorikan sebagai perbuatan ultra vires, dapat dilihat dari kebiasaan atau kelaziman yang
terjadi dalam praktik dunia usaha. Menurut Fred B.G Tumbuan, suatu perbuatan hukum berada
di luar maksud dan tujuan perseroan terbatas apabila terpenuhi salah satu atau lebih kriteria,
yakni:
1. Perbuatan hukum yang bersangkutan secara tegas dilarang oleh anggaran dasar.
2. Dengan memperhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan tidak
dapat dikatakan akan menunjang kegiatan-kegiatan yang disebut dalam anggaran dasar.
3. Dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan
tidak dapat diartikan sebagai tertuju kepada kepentingan perseroan terbatas.
Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa pada dasarnya direksi hanya berhak dan berwenang
untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan
oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Setiap tindakan yang
dilakukan oleh direksi di luar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan. Ini
berarti direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan.
Doktrin ini dimaksudkan untuk melindungi para investor atau pemegang saham, yaitu untuk
mencegah direksi melakukan perbuatan ultra vires atau kemudian untuk memperoleh ganti
kerugian dari perseroan.
Didalam hukum perseroan, dikenal doktrin yang mengajarkan bahwa direksi perseroan tidak
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan putusan, apabila
tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Doktrin dikenal dengan nama
Business Judgment Rule yang mana mendorong direksi untuk lebih berani mengambil resiko
daripada terlalu berhati-hati, sehingga perseroan tidak jalan. Prinsip ini mencerminkan asumsi
bahwa pengadilan tidak dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam bidang bisnis daripada
direksi. Para hakim mempelajari permasalahan setelah terjadi fakta-fakta.
Terhadap kerugian yang diderita perseroan baik pelanggaran kewajiban fidusia, ultra vires
maupun kesalahan lainnya yang dilakukan fidusia, ultra vires maupun kesalahan lainnya yang
dilakukan anggota direksi, pemegang saham perseroan yang bersangkutan memilki hak untuk
mengajukan gugatan derivative terhadap anggota direksi tersebut. Gugatan derivative adalah
suatu gugatan berdasarkan hak utama dari perseroan, tetapi dilaksanakan pemegang saham atas
nama perseroan yang dilakukan karena adanya kegagalan dalam perseroan. Dikatakan derivative
(turunan) karena gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama
perseroan, gugatan mana sebenarnya berasal dari gugatan yang seharusnya dilakukan perseroan.
II. Komisaris
Dalam buku ini, pembahasan mengenai komisaris terdapat pada bab IX halaman 241-258 tentang
Dewan Komisaris. Dalam bab ini terdapat lima sub pokok bahasan yang mengulas tentang:
Kedudukan dan Fungsi Dewan komisaris; Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Dewan
Komisaris; Tanggung Jawab Anggota Dewan Komisaris; Kewenangan Anggota Dewan
Komisaris di Luar Bidang Pengawasan; dan Komisaris Independen. Untuk lebih jelasnya akan
diuraikan lebih lanjut mengenai sub pokok bahasan tersebut pada bagian berikutnya.
Menurut pasal 1 angka 6 UUPT, Komisaris adalah sebagai organ perseroan yang bertugas
melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta
memberikan nasihat kepada direksi. Ketentuan ini dilanjutkan oleh pasal 108 ayat (1) UUPT
yang menyebutkan bahwa Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan
memberi nasihat kepada Direksi.
Menurut pasal 108 ayat (2) UUPT, Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Penjelasan pasal 108
ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang
dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi
untuk kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan
Perseroan.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris di dalam perseroan
berkedudukan sebagai badan supervisi. Komisaris adalah badan non eksekutif yang tidak berhak
mewakili perseroan, kecuali dalam hal tertentu yang disebutkan dalam UUPT dan anggaran
dasar perseroan.
Fungsi komisaris dalam perseroan adalah untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada
direksi, agar perusahaan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum hukum yang merugikan
perseroan, shareholders dan stakeholders. Fungsi-fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Fungsi Pengawasan
Pada fungsi ini, dewan komisaris menjalankan fungsinya untuk melakukan Audit Keuangan,
Audit Organisasi dan Audit Personalia.
2. Fungsi Penasehat
Pada fungsi ini, dewan komisaris memberikan nasehat dalam pembuatan agenda program
hingga pelaksanaan agenda program.
Fungsi pengawasan dewan komisaris diwujudkan dalam dua level yaitu level performance dan
level conformance. Pada Level performance, dewan komisaris memberikan petunjuk pada
direksi dan RUPS. Sedangkan level conformance, memastikan pelaksanaan kegiatan pengawasan
dewan komisaris agar dipatuhi dan dilaksanakan.
Dalam melaksanakan fungsinya, dewan komisaris tuntuk pada prinsip yuridis menurut
ketentuaan UUPT. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Komisaris merupakan badan pengawas, artinya selain mengawasi direksi, juga mengawasi
perseroan secara umum;
2. Komisaris merupakan badan independen, artinya tidak tunduk pada kekuasaan siapapun dan
melaksanakan tugasnya semata-mata demi kepentingan perseroan;
3. Komisaris tidak mempunyai otoritas manajemen, artinya meskipun komisaris merupakan
pengambil keputusan, tetapi tidak memiliki fungsi eksekutif layaknya direksi;
4. Komisaris tidak bisa memberikan instruksi yang mengikat kepada direksi;
5. Komisaris tidak dapat diperintah oleh RUPS.
Pasal 108 ayat (3) menentukan bahwa Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau
lebih. Selanjutnya pada pasal 108 ayat (4) menentukan bahwa Dewan Komisaris yang terdiri atas
lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak
dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Dalam
menjalankan tugasnya, komisaris juga mempunyai tugas tertentu yang tertuang dalam pasal 116
UUPT, Dewan Komisaris wajib:
a. Dad membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;
b. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada
Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan
c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang
baru lampau kepada RUPS.
Pasal 110 ayat (1) menentukan bahwa Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris
adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5
(lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. Dinyatakan pailit;
b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang
berkaitan dengan sektor keuangan.
Menurut pasal 110 ayat (2), Ketentuan persyaratan di atas tidak mengurangi kemungkinan
instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan tersebut dibuktikan dengan surat yang disimpan
oleh Perseroan. Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calon
anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan di atas dan surat
dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan tersebut.
Pasal 111 ayat (4) menentukan agar Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang
pencalonan anggota Dewan Komisaris.
Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan
Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan
pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya
pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan,
penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.
Pasal 114 ayat (1) menentukan bahwa dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan
perseroan berkenaan dengan kebijsakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai perseroan, maupum usaha perseroan.
Pasal 114 ayat (2) menyebutkan bahwa Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad
baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan
pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan.
Pasal 114 ayat (3) menentukan bahwa Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab
secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan
Komisaris atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota
Dewan Komisaris.
Pasal 114 ayat (5) UUPT menentukan Anggota Dewan Komisaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian tersebut di atas apabila dapat membuktikan:
a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan
c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.
Anggota dewan komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kepailitan perseroan
apabila dapat membuktikan:
a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. Telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan
pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan
d. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.
Pasal 117 ayat (1) UUPT menentukan dalam anggaran dasar ditetapkan pemberian wewenang
kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam
melakukan perbuatan hukum tertentu. Penjelasan dari pasal tersebut adalah Yang dimaksud
dengan “memberikan persetujuan” adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan
Komisaris. Yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi
Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Pemberian persetujuan atau bantuan oleh
Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud
ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan.
Keberadaan komisaris independen saat ini sudah menjadi keharusan. UUPT mewajibkan
perseroan untuk mempunyai sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen, yang berasal
dari luar perusahaan serta tidak mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan atau afiliasinya
dan komisaris utusan. Kehadiran komisaris independen dalm PT diharapkan dapat menciptakan
keseimbangan di antara berbagai kepentingan pihak.
III. Keunggulan Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan
Yurisprudensi karya Ridwan Khairandy adalah:
1. Penulis buku ini, Ridwan Khairandy, adalah seorang Guru Besar UII ke-10 berdasarkan SK
47241/A4.5/KP/2010.1 Dengan predikat sebagai Guru Besar, tentunya hasil tulisan beliau
dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta kualitas dari buku juga
dapat dijamin
1 http://www.uii.ac.id/content/view/1064/257/ diakses pada tanggal 5 Desember 2012 pada pukul 13.00 WIB
2. Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas diberikan secara
komprehensif, artinya pembahasan yang diberikan bukan saja dari peraturan perundang-
undangan yang berlaku ( UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), namun juga
berdasarkan doktrin atau teori hukum yang berkaitan, antara lain doktrin Fiduciary Duty,
Ultra Vires dan Business Judgement Rule, selain itu penulis juga memberikan pembahasan
dari segi praktik pengadilan yang berkaitan dengan direksi dan komisaris seperti putusan No.
367 K/Sip/1972 yang memberikan pendapat MA mengenai tanggung jawab pribadi seorang
direktur bank yang menarik cek kosong dengan iktikad tidak jujur.
3. Penyampaian ide atau pokok bahasan yang diberikan oleh penulis tidak berbelit-belit
sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti apa yang menjadi ide atau pokok bahasan
yang disampaikan oleh penulis.
IV. Analisis Contoh (Akta Pendirian PT Screenplay Produksi (INDONESIA))
Kami akan menganalisis bagian mengenai Direksi dan Komisaris dengan menggunakan Akta
Pendirian Perseroan Terbatas PT. Screenplay Produksi (Indonesia) sebagai bahan analisis. Pada
akta pendirian tersebut pengaturan mengenai Direksi diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal
13. Pada Pasal 11 ayat (1) akta tersebut dikatakan bahwa perseroan diurus dan dipimpin oleh
Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan 3 (tiga) orang Direktur. Ketentuan tersebut
sesuai dengan Pasal 92 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa Direksi Perseroan terdiri atas 1
(satu) orang anggota Direksi atau lebih. Pada Pasal 11 ayat (4) akta tersebut dikatakan bahwa
ayat Direksi diangkat oleh RUPS yang mana hal ini sesuai dengan Pasal 94 ayat (1) UUPT.
Pada Pasal 11 ayat (5) akta tersebut, dinyatakan bahwa ketentan mengenai gaji Direksi
ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS dan wewenang tersebut dapat dilimpahkan kepada
Dewan Komisaris. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 96 ayat (1) yang mana mengenai gaji
dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.
Mengenai tugas dan wewenang direksi diatur dalam pasal 12 dari Anggaran Dasar ini. Dalam
pasal 12 ayat (1) Anggaran Dasar ini menyatakan bahwa Direksi berhak mewakili Perseroan di
dalam dan di luar Pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat Perseroan
dengan pihak lain dan pihak lain dengan Perseroan, serta menjalankan segala tindakan, baik yang
mengenai kepengurusan maupun kepemilikan. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan pasal 98
ayat (1) UUPT. Namun dalam pasal 98 ayat (3) UUPT ditentukan bahwa kewenangan tersebut di
atas adalah tidak terbatas, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
Dalam Anggaran Dasar diberikan pembatasan dari kewenangan direksi tersebut yakni:
Untuk transaksi-transaksi di bawah ini diperlukan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari
RUPS Perseroan yang dihadiri oleh pemegang saham atau wakilnya yang mewakili sekurang-
kurangnya 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang telah
dikeluarkan Perseroan:
a. Persetujuan dan perubahan materiil terhadap rencana kerja tahunan Perseroan;
b. Perseroan menjalankan kegiatan usaha baru;
c. Penandatanganan, perubahan atau pengakhiran setiap perjanjian atau pengaturan antara
Perseroan dengan afiliasi dari setiap pemegang saham, atau Direksi atau Dewan Komisaris
Perseroan;
d. Penandatanganan, perubahan atau pengakhiran setiap perjanjian (selain dari perjanjian
bisnis sehari-hari dengan pihak ketiga yang wajar) yang jumlahnya melebihi US$100.000
(seratus ribu Dolar Amerika Serikat);
e. Penerbitan oleh Perseroan atas efek-efek yang bersifat ekuitas atau efek-efek yang terkait
dengan ekuitas;
f. Perseroan mengadakan, meninjau atau memberikan pinjaman, uang muka, kredit atau
hutang lainnya atau penerbitan setiap surat hutang (debenture) (baik dengan jaminan
maupun tidak);
g. Pemberian jaminan atas aset apapun milik Perseroan;
h. Pemberian oleh Perseroan atas jaminan atau ganti rugi atau menjadi penjamin (surety) atas
kewajiban apapun dari pihak ketiga manapun, atau menerima pinjaman dari pihak ketiga
manapun;
i. Penandatanganan aliansi strategis dengan individu atau badan usaha lain, dan pendirian
anak perusahaan Perseroan;
j. Perubahan terhadap kebijakan akunting Perseroan;
k. Perubahan terhadap kebijakan deviden Perseroan;
l. Perubahan terhadap jumlah renumerasi atau kompensasi yang dibayarkan kepada anggota
Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan;
m. Setiap peningkatan, pengurangan atau perubahan lainnya atas modal ditempatkan dan
disetor Perseroan;
n. Perubahan terhadap komposisi anggota Direksi dan Dewan Komisaris; dan
o. Penawaran saham perdana (IPO) dari Perseroan.
Persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris diperlukan untuk transaksi apapun
yang mewajibkan Perseroan melakukan pembayaran (baik melalui satu transaksi atau sebagai
bagian dari transaksi yang berkelanjutan) dengan jumlah yang melebihi US$50.000 (lima
puluh ribu Dolar Amerika Serikat).
Selanjutnya dalam pasal 12 ayat (2) diatur mengenai perbuatan hukum untuk mengalihkan,
melepaskan hak atau menjadikan jaminan utang lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih
perseroan dalam satu tahun buku, baik dalam satu transaksi atau beberapa transaksi yang berdiri
sendiri ataupun yang berkaitan satu dengan yang lain. Perbuatan hukum oleh direksi tersebut
harus mendapat persetujuan dari RUPS dengan paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan RUPS
adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh suara
yang dikeluarkan dengan sah dalam RUPS.
Ketentuan dalam pasal 12 ayat (2) dalam Anggaran Dasar tersebut telah memenuhi ketentuan
UUPT pasal 102 ayat (1), (2), dan (5) tentang perbuatan direksi yang menimbulkan kewajiban
untuk meminta persetujuan RUPS dan pasal 89 ayat (1) UUPT tentang kuorum RUPS dalam
rangka penyetujuan tindakan Direksi tersebut.
Kemudian pada pasal 12 ayat (3) Anggaran Dasar ini dikatakan bahwa dalam hal direktur utama
tidak hadir maka hal tersebut tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, namun cukup dengan
penunjukan salah seorang anggota direksi lainnya melalui sebuah surat penunjukan. Dengan
demikian direksi yang ditunjuk tersebut berhak mewakili perseroan.
Mengenai ketentuan pasal 12 ayat (3) tersebut tidak secara jelas diatur dalam UUPT. Hanya
terdapat ketentuan pasal 107 huruf c UUPT yang menyatakan bahwa dalam Anggaran Dasar
diatur ketentuan mengenai pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili
Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.
Namun kami menemukan pengaturan mengenai hal ini dalam pasal 31 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No. 72 tahun 2012 tentang Perum Percetakan Negara yang berbunyi:
“Dalam hal Direktur Utama tidak ada atau berhalangan karena sebab apapun yang tidak perlu
dibuktikan kepada pihak ketiga, salah seorang anggota Direksi yang ditunjuk oleh Direktur
Utama berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan.”
Tetapi jelas bahwa ketentuan dalam Peraturan Presiden tersebut tidak dapat diberlakukan karena
hanya untuk Perum Percetakan Negara.
Mengenai rapat direksi telah secara rinci diatur dalam pasal 13 Anggaran Dasar Perseroan.
Dalam pasal 13 Anggaran Dasar diatur mengenai pengajuan penyelenggaraan rapat direksi,
pemanggilan rapat direksi, jumlah rapat dalam setahun, ketidakhadiran anggota direksi dalam
rapat, pemungutan suara dan pengambilan keputusan. Apabila merujuk pada ketentuan UUPT
maka tidak ditemui pengaturan mengenai teknis rapat direksi. Karena itulah sepanjang tidak
diatur dan tidak bertentangan dengan undang-undang maka ketentuan mengenai pasal 13
Anggaran Dasar tersebut dapat berlaku.
Dalam Anggaran Dasar PT Screenplay Produksi (selanjutnya disebut AD), Tugas dan
Wewenang Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 15 AD. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) AD,
Dewan Komisaris bertugas:
1. Mengawasi kepengurusan Perseroan yang dijalankan oleh Direksi;
2. Memberikan nasihat kepada Direksi sepanjang dipandang perlu oleh Dewan Komisaris.
Berdasarkan AD, Dewan Komisaris memiliki hak dan kewenangan (yang bersumber pada Tugas
pokok Dewan Komisaris sebagai pengawas dan pemberi nasihat dalam PT) untuk:
1. Memasuki bangunan dan halaman atau tempat lain yang dipergunakan atau yang dikuasai
oleh Perseroan (PT Screenplay Produksi);
2. Memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti lainnya;
3. Memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas dan lain-lain;
4. Mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh Direksi;
5. Dalam hal jabatan semua anggota Direksi lowong, oleh sebab apa pun, berdasarkan RUPS,
untuk sementara Dewan Komisaris mengurus Perseroan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan AD;
6. Memberi persetujuan terhadap ketetapan Direksi mengenai pembukaan kantor cabang atau
kantor perwakilan, baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia;
7. Menelaah serta menyetujui atau tidak menyetujui Laporan Tahunan yang disampaikan
Direksi dalam RUPS Tahunan;
8. Dalam hal semua anggota Direksi tidak hadir atau berhalangan karena sebab apa pun yang
tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, RUPS dipimpin oleh seorang anggota Dewan
Komisaris;
9. Anggota Dewan Komisaris dapat bertindak selaku kuasa dalam RUPS, namun suara yang
dikeluarkan selaku kuasa dalam RUPS tidak dihitung dalam pemungutan suara;
10. Memberikan persetujuan tertulis untuk transaksi apa pun yang mewajibkan Perseroan
melakukan pembayaran dengan jumlah yang melebihi US$50.000 (lima puluh ribu Dolar
Amerika Serikat);
11. Meminta secara tertulis untuk diselenggarakannya Rapat Direksi;
12. Mengundurkan diri dari jabatannya dengan memberitahukan secara tertulis mengenai maksud
tersebut kepada Perseroan paling lambat 30 hari sebelum tanggal pengunduran dirinya;
13. Mengadakan Rapat Dewan Komisaris setiap waktu apabila dipandang perlu;
14. Memberi kuasa kepada anggota Dewan Komisaris lainnya berdasarkan surat kuasa dalam
Rapat Dewan Komisaris;
15. Mengeluarkan 1 suara dan 1 tambahan suara untuk setiap anggota Dewan Komisaris lain yang
diwakilinya;
16. Memberi persetujuan dalam hal Perseroan, atas keputusan Direksi, membagikan dividen
interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir dengan syarat jumlah kekayaan bersih
Perseroan tidak menjadi lebih kecil dari pada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah
cadangan wajib serta tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat
memenuhi kewajibannya kepada kreditor atau mengganggu atau menyebabkan Perseroan
tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.
Berdasarkan AD, tanggung jawab dari Dewan Komisaris adalah:
1. Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen
interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan,
dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim tersebut maka
Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian
Perseroan
Melihat pada penjelasan di atas dan dibadingkan dengan peraturan perundang-undangan terkait
serta buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi maka:
1. Fungsi atau tugas Dewan Komisaris secara umum telah sesuai dengan UU No. 40 tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan
Perundang-undangan, dan Yurisprudensi.
Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) AD, Tugas Dewan Komisaris adalah mengawasi kepengurusan
Perseroan yang dijalankan oleh Direksi dan memberikan nasehat kepada Direksi sepanjang
dipandang perlu oleh Dewan Komisaris. Hal ini bersesuaian dengan Pasal 1 angka 6 jo. Pasal
108 ayat (1) UU PT, hanya saja dalam pengaturan AD ini, kurang ditekankan bahwa
pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan sebagaimana Pasal 108 ayat (2) menghendaki. Menurut Ridwan
Khairandy, Dewan Komisaris memiliki fungsi pengawasan dan fungsi menasehati direksi
agar Perseroan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan Perseroan,
shareholders, stakeholders.2 Dengan demikian, pengaturan mengenai tugas Dewan Komisaris
dalam AD telah sesuai dengan Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-
undangan, dan Yurisprudensi.
2. Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris
Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 14 ayat (2), (3), (4), (5), (6), dan (7) yang mengatur perihal
pengangkatan dan pemberhentian Anggota Dewan Komisaris telah sesuai dengan UU PT dan
tidak bertentangan dengan pembahasan dalam Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan
Perundang-undangan, dan Yurisprudensi (Buku Perseroan Terbatas).
3. Tanggung Jawab Anggota Dewan Komisaris
Mengenai tanggung jawab anggota Dewan Komisaris, AD hanya mengatur satu ketentuan
mengenai satu tanggung jawab, yaitu dalam Pasal 20 ayat (5) yang mewajibkan Dewan
Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng apabila Perseroan mengalami kerugian
yang disebabkan oleh setelah satu tahun buku berakhir para pemegang saham tidak dapat
mengembalikan dividen interim yang telah dibagikan. Ketentuan ini harus dibaca sebagai
keadaan khusus yang muncul apabila Pasal 20 ayat (4) telah dilakukan sehingga unsur
kesalahan dari Dewan Komisaris adalah telah memberikan persetujuan mengenai pembagian
dividen interim sebelum tahun buku berakhir. Dengan demikian, Pasal 20 ayat (5) ini sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 114 ayat (3) UU PT dan Buku Perseroan Terbatas.
4. Kewajiban Dewan Komisaris
Berdasarkan AD, tidak ditemukan ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban-kewajiban
Dewan Komisaris dalam melakukan tugasnya. Hal ini tidak sesuai dengan UU PT karena
Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 116 UU PT memberikan kewajiban kepada Dewan Komisaris
dalam melakukan tugasnya. AD ini pun tidak menyatakan dengan tegas apabila ada hal-hal
yang belum diatur apakah akan mengikuti UU PT atau tidak. Buku Perseroan Terbatas juga
menyebutkan kewajiban dari Dewan Komisaris, yaitu (a) membuat risalah rapat Dewan
Komisaris dan menyimpan salinannya; (b) Melaporkan kepada Perseroan mengenai
kepemilikan saham-sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan PT lain; (c)
memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang
baru lampau pada RUPS.3
5. Hak dan Kewenangan Dewan Komisaris
2 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan perundang-undangan, dan Yurisprudensi, (), hal. 242
3 Ibid., hal. 246
Hak dan Kewenangan Dewan Komisaris bersumber kepada Tugas Dewan Komisaris pada
umumnya, yaitu sebagai pengawas dan penasehat. Berdasarkan AD, hak dan kewenangan
Dewan Komisaris adalah sebagaimana telah disebut di atas. Jika melihat pada ketentuan UU
PT, tugas Dewan Komisaris secara konkrit diatur dalam Pasal 64 ayat (3), Pasal 67 ayat (1),
Pasal 72 ayat (4), Pasal 116 , Pasal 117 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2)
UU PT. Dari beberapa pasal UU PT tersebut, ada beberapa pasal yang tidak diatur atau
disesuaikan oleh AD seperti Pasal 64 ayat (3) dan Pasal 116 UU PT. Jika melihat pada Buku
Perseroan Terbatas, AD telah memberikan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk
melakukan pengawasan dalam hal audit keuangan (contohnya Pasal 8 ayat (2) butir a, Pasal
12 ayat (1)), audit organisasi (antara lain Pasal 1 ayat (2), Pasal 11 ayat (7)), dan audit
personalia.
V. Lampiran
VI.