pembahasan mengenai direksi dan komisaris dalam suatu pt

21
Kami mengenai Direksi dan Komisaris menggunakan Buku I. Direksi Di dalam suatu perseroan direksi memiliki 2 fungsi, yakni fungsi pengurusan (manajemen) dan fungsi perwakilan (representasi). Pada dasarnya anggota direksi adalah buruh atau pegawai perseroan. Perseroan sebagai badan hukum adalah majikan anggota direksi. Di dalam PT Tertutup seringkali pemegang saham juga menjadi direksi perseroan yang bersangkutan. Sedangkan di dalam PT Terbuka, biasanya orang yang menjadi anggota direksi adalah orang yang professional yang bukan pemegang saham di perseroang yang bersangkutan. Dalam kondisi demikian, anggota direksi murni pekerja atau karyawan perseroan. Hubungan hukum antara direksi dan perseroan adalah hubunga kerja. Selain hubungan kerja, direksi juga memiliki hubungan fidusia dengan perseroan. Ketergantungan antara badan hukum dan pengurus menjadi sebab mengapa antara badan hukum dan pengurus lahir hubungan fidusia dimana pengurus selalu menjadi pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan wewenangnya hanya untuk kepentinga perseroan semata. Biasanya fiduciary duty direksi dibagi menjadi dua komponen utama yaitu duty of care dan duty of loyalty. Duty of care pada dasarnya merupakan kewajiban direksi untuk tidak bertindak lali, menerapkan ketelitian tingkat tinggi dalam mengumpulkan informasi yang digunakan untuk membuat keputusan bisinis. Duty of loyalty dapat dipahami sebagai kewajiban untuk bertindak tanpa rasa egois atau kewajiban beneficiary untuk mengutamakan kepentingan fiduciarynya. Dua kewajiban ini seringkali dibagi lagi menjadi beberapa kewajiban seperti duty of honesty, duty of candor, dan duty of disclosure.

Upload: eriksona

Post on 26-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tulisan ini membahas mengenai Direksi dan Komisaris dalam suatu Perseroan Terbatas dikaitkan dengan UU No. 40 Tahun 2007 dan Pendapat dari Penulis yang bukunya kami jadikan pedoman penulisan ini.

TRANSCRIPT

Page 1: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

Kami mengenai Direksi dan Komisaris menggunakan Buku

I. Direksi

Di dalam suatu perseroan direksi memiliki 2 fungsi, yakni fungsi pengurusan (manajemen) dan

fungsi perwakilan (representasi). Pada dasarnya anggota direksi adalah buruh atau pegawai

perseroan. Perseroan sebagai badan hukum adalah majikan anggota direksi. Di dalam PT

Tertutup seringkali pemegang saham juga menjadi direksi perseroan yang bersangkutan.

Sedangkan di dalam PT Terbuka, biasanya orang yang menjadi anggota direksi adalah orang

yang professional yang bukan pemegang saham di perseroang yang bersangkutan. Dalam kondisi

demikian, anggota direksi murni pekerja atau karyawan perseroan.

Hubungan hukum antara direksi dan perseroan adalah hubunga kerja. Selain hubungan kerja,

direksi juga memiliki hubungan fidusia dengan perseroan. Ketergantungan antara badan hukum

dan pengurus menjadi sebab mengapa antara badan hukum dan pengurus lahir hubungan fidusia

dimana pengurus selalu menjadi pihak yang dipercaya bertindak dan menggunakan

wewenangnya hanya untuk kepentinga perseroan semata.

Biasanya fiduciary duty direksi dibagi menjadi dua komponen utama yaitu duty of care dan duty

of loyalty. Duty of care pada dasarnya merupakan kewajiban direksi untuk tidak bertindak lali,

menerapkan ketelitian tingkat tinggi dalam mengumpulkan informasi yang digunakan untuk

membuat keputusan bisinis. Duty of loyalty dapat dipahami sebagai kewajiban untuk bertindak

tanpa rasa egois atau kewajiban beneficiary untuk mengutamakan kepentingan fiduciarynya. Dua

kewajiban ini seringkali dibagi lagi menjadi beberapa kewajiban seperti duty of honesty, duty of

candor, dan duty of disclosure.

Berdasarkan fiduciary duty, direksi suatu perseroan diberik percayaan yang tinggi oleh perseroan

untuk mengeloala suat perusahaan. Dalam hal ini, direksi harus memiliki standar integritas dan

loyalitas yang tinggi, tampil serta bertindak untuk kepentingan perseroan, secara bona fides.

Dalam menjalankan tugas fiduciary duties, seorang direksi harus melakukan tugasnya sebagai

berikut:

a. Dilakukan dengan itikad baik;

b. Dilakukan dengan proper purposes;

c. Dilakukan dengan kebebasan yang tidak bertanggungjawab (unfettered disrection); dan

d. Tidak memiliki benturan kepentingan (conflict of duty and interest).

Oleh karena itu, apabila terjadi conflict of duty dan benturan kepentingan pada saat menjalankan

perseroan, direksi harus mampu mengelola secara bijak berbagai pertentangn sebagai akibat

adanya perbedaan kepentingan para pemegang saham.

Page 2: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

Terkait dengan kewajiban direksi, kewajiban direksi dibagi menjadi dua bagian, yakni kewajiban

yang berkaitan dengan perseroan dan RUPS. Direksi tidak hanya mempunyai kewajiban, tetapi

juga mempunyai hak. Salah satunya adalah hak untuk mewakili untuk dan atas nama perseroan

baik di dalam maupun di luat pengadilan.

Tidak semua orang dapat menjadi anggota direksi PT. Pasal 93 ayat (1) UUPTT menentukan

bahwa orang yang dapat diangkat menjadi anggota direksi adalah orang perseroangan yang

cakap melakukan perbuatan hukum. Anggota direksi diangkat oleh RUPS. Pasal 105 UUPT

menentukan bahwa anggota direksi menurut Penjelasan Pasal 195 ayat (1) UUPT anggota direksi

dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan kepurusan RUPS. Anggota direksi juga dapat

diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris. Kewenangan dewa komisaris ini didasarkan

pada rasio bahwa pemberhentian anggota direksi oleh RUPS memerlukan waktu

pelaksanaannya, sedangkan kepentingan perseroan tidak dapat ditunda. Untuk itu dewan

komisaris sebagai organ pengawas wajar diberikan kewenangan untuk melakukan pemberhentian

sementara.

UUPT tidak membatasi masa jabatan anggota direksi perseroan. Berkaitan dengan jumlah

anggota direksi, Pasal 92 ayat (3) UUPT menetukan bahwa direksi perseroan terdiri atas satu

orang anggota direksi atau lebih. Berdasarkan ketentuan Pasal 92 ayat (5), dalam hal direksi

terdiri atas 2 (dua) orang anggota direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewanang pengurusan

diantara anggota direksi ditetapkan berdasarkan RUPS.

Berbicara mengenai tanggung jawab direksi, Pasal 97 ayat (3) UUPT menentukan bahwa setiap

anggota direksi bertanggungjawab penuh sevara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang

bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugas dalam mengurus perseroan. Dalam Pasal 97

ayat (4) UUPT menentukan bahwa jika direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih,

tanggung jawab secara pribadi tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota

direksi. Namun demikian, jika anggota direksi dapat membuktikan sebagaimana ditentukan oleh

Pasal 97 ayat (5) UUPT, maka anggota direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi. Pasal ini

menyebutkan bahwa anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pribadi atas

kerugian yang menimpa perseroan.

Berbicara mengenai tanggung jawab pribadi direksi terhadap tindakan Ultra Vires, terminology

ultra vires dipakai khususnya terhadap tindakan perseroan yang melebihi kekuasaaannya

sebagaimana diberikan oleh anggaran dasarnya atau peraturan yang melandasi pembentukan

perseroan tersebut. Istilah ultra vires diterapkan dalam arti yang luas, yakni termasuk tidak hanya

kegiatan yang dilarang oleh anggaran dasar, tetapi termasuk juga tindakan yang tidak dilarang,

tetapi melampaui yang diberikan kepadanya. Bahkan lebih jauh lagi, suatu tindakan digolongkan

sebagai ultra vires bukan hanya jika tindakannya itu melampaui kewenangan baik yang tersurat

Page 3: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

maupun yang tersirat dalam anggaran dasar, tetapi juga tindakan itu bertentangan dengan

peraturan perundag-undangan ataupun ketertiban umum. Bagi perseroan, suatu perbuatan

dikatakan ultra vires bila dilakukan du luar atau melampaui wewenang direksi sebagaimana

tercantum dalam anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan. Sampai seberapa jauh

perbuatan dapat dikatakan menyimpang dari maksud dan tujuan perseroan, dan karenanya dapat

dikategorikan sebagai perbuatan ultra vires, dapat dilihat dari kebiasaan atau kelaziman yang

terjadi dalam praktik dunia usaha. Menurut Fred B.G Tumbuan, suatu perbuatan hukum berada

di luar maksud dan tujuan perseroan terbatas apabila terpenuhi salah satu atau lebih kriteria,

yakni:

1. Perbuatan hukum yang bersangkutan secara tegas dilarang oleh anggaran dasar.

2. Dengan memperhatikan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan tidak

dapat dikatakan akan menunjang kegiatan-kegiatan yang disebut dalam anggaran dasar.

3. Dengan mempertimbangkan keadaan-keadaan khusus, perbuatan hukum yang bersangkutan

tidak dapat diartikan sebagai tertuju kepada kepentingan perseroan terbatas.

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa pada dasarnya direksi hanya berhak dan berwenang

untuk bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan dalam batas-batas yang diizinkan

oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Setiap tindakan yang

dilakukan oleh direksi di luar kewenangan yang diberikan tersebut tidak mengikat perseroan. Ini

berarti direksi memiliki limitasi dalam bertindak atas nama dan untuk kepentingan perseroan.

Doktrin ini dimaksudkan untuk melindungi para investor atau pemegang saham, yaitu untuk

mencegah direksi melakukan perbuatan ultra vires atau kemudian untuk memperoleh ganti

kerugian dari perseroan.

Didalam hukum perseroan, dikenal doktrin yang mengajarkan bahwa direksi perseroan tidak

bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan putusan, apabila

tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Doktrin dikenal dengan nama

Business Judgment Rule yang mana mendorong direksi untuk lebih berani mengambil resiko

daripada terlalu berhati-hati, sehingga perseroan tidak jalan. Prinsip ini mencerminkan asumsi

bahwa pengadilan tidak dapat membuat keputusan yang lebih baik dalam bidang bisnis daripada

direksi. Para hakim mempelajari permasalahan setelah terjadi fakta-fakta.

Terhadap kerugian yang diderita perseroan baik pelanggaran kewajiban fidusia, ultra vires

maupun kesalahan lainnya yang dilakukan fidusia, ultra vires maupun kesalahan lainnya yang

dilakukan anggota direksi, pemegang saham perseroan yang bersangkutan memilki hak untuk

mengajukan gugatan derivative terhadap anggota direksi tersebut. Gugatan derivative adalah

suatu gugatan berdasarkan hak utama dari perseroan, tetapi dilaksanakan pemegang saham atas

nama perseroan yang dilakukan karena adanya kegagalan dalam perseroan. Dikatakan derivative

Page 4: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

(turunan) karena gugatan tersebut diajukan oleh pemegang saham untuk dan atas nama

perseroan, gugatan mana sebenarnya berasal dari gugatan yang seharusnya dilakukan perseroan.

II. Komisaris

Dalam buku ini, pembahasan mengenai komisaris terdapat pada bab IX halaman 241-258 tentang

Dewan Komisaris. Dalam bab ini terdapat lima sub pokok bahasan yang mengulas tentang:

Kedudukan dan Fungsi Dewan komisaris; Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Dewan

Komisaris; Tanggung Jawab Anggota Dewan Komisaris; Kewenangan Anggota Dewan

Komisaris di Luar Bidang Pengawasan; dan Komisaris Independen. Untuk lebih jelasnya akan

diuraikan lebih lanjut mengenai sub pokok bahasan tersebut pada bagian berikutnya.

Menurut pasal 1 angka 6 UUPT, Komisaris adalah sebagai organ perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta

memberikan nasihat kepada direksi. Ketentuan ini dilanjutkan oleh pasal 108 ayat (1) UUPT

yang menyebutkan bahwa Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan,

jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan

memberi nasihat kepada Direksi.

Menurut pasal 108 ayat (2) UUPT, Pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk

kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Penjelasan pasal 108

ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa Yang dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai

dengan maksud dan tujuan Perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang

dilakukan oleh Dewan Komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi

untuk kepentingan Perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan

Perseroan.

Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris di dalam perseroan

berkedudukan sebagai badan supervisi. Komisaris adalah badan non eksekutif yang tidak berhak

mewakili perseroan, kecuali dalam hal tertentu yang disebutkan dalam UUPT dan anggaran

dasar perseroan.

Fungsi komisaris dalam perseroan adalah untuk mengawasi dan memberikan nasihat kepada

direksi, agar perusahaan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum hukum yang merugikan

perseroan, shareholders dan stakeholders. Fungsi-fungsi tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Fungsi Pengawasan

Pada fungsi ini, dewan komisaris menjalankan fungsinya untuk melakukan Audit Keuangan,

Audit Organisasi dan Audit Personalia.

Page 5: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

2. Fungsi Penasehat

Pada fungsi ini, dewan komisaris memberikan nasehat dalam pembuatan agenda program

hingga pelaksanaan agenda program.

Fungsi pengawasan dewan komisaris diwujudkan dalam dua level yaitu level performance dan

level conformance. Pada Level performance, dewan komisaris memberikan petunjuk pada

direksi dan RUPS. Sedangkan level conformance, memastikan pelaksanaan kegiatan pengawasan

dewan komisaris agar dipatuhi dan dilaksanakan.

Dalam melaksanakan fungsinya, dewan komisaris tuntuk pada prinsip yuridis menurut

ketentuaan UUPT. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Komisaris merupakan badan pengawas, artinya selain mengawasi direksi, juga mengawasi

perseroan secara umum;

2. Komisaris merupakan badan independen, artinya tidak tunduk pada kekuasaan siapapun dan

melaksanakan tugasnya semata-mata demi kepentingan perseroan;

3. Komisaris tidak mempunyai otoritas manajemen, artinya meskipun komisaris merupakan

pengambil keputusan, tetapi tidak memiliki fungsi eksekutif layaknya direksi;

4. Komisaris tidak bisa memberikan instruksi yang mengikat kepada direksi;

5. Komisaris tidak dapat diperintah oleh RUPS.

Pasal 108 ayat (3) menentukan bahwa Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau

lebih. Selanjutnya pada pasal 108 ayat (4) menentukan bahwa Dewan Komisaris yang terdiri atas

lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak

dapat bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. Dalam

menjalankan tugasnya, komisaris juga mempunyai tugas tertentu yang tertuang dalam pasal 116

UUPT, Dewan Komisaris wajib:

a. Dad membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya;

b. Melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada

Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan

c. Memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang

baru lampau kepada RUPS.

Pasal 110 ayat (1) menentukan bahwa Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris

adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5

(lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:

a. Dinyatakan pailit;

Page 6: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

b. Menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah

menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

c. Dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang

berkaitan dengan sektor keuangan.

Menurut pasal 110 ayat (2), Ketentuan persyaratan di atas tidak mengurangi kemungkinan

instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Pemenuhan persyaratan tersebut dibuktikan dengan surat yang disimpan

oleh Perseroan. Yang dimaksud dengan “surat” adalah surat pernyataan yang dibuat oleh calon

anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan berkenaan dengan persyaratan di atas dan surat

dari instansi yang berwenang berkenaan dengan persyaratan tersebut.

Pasal 111 ayat (4) menentukan agar Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan,

penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta dapat juga mengatur tentang

pencalonan anggota Dewan Komisaris.

Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan

Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan

pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya

pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan,

penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.

Pasal 114 ayat (1) menentukan bahwa dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan

perseroan berkenaan dengan kebijsakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik

mengenai perseroan, maupum usaha perseroan.

Pasal 114 ayat (2) menyebutkan bahwa Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad

baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan

pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan

tujuan Perseroan.

Pasal 114 ayat (3) menentukan bahwa Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab

secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai

menjalankan tugasnya. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan

Komisaris atau lebih, tanggung jawab berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota

Dewan Komisaris.

Pasal 114 ayat (5) UUPT menentukan Anggota Dewan Komisaris tidak dapat

dipertanggungjawabkan atas kerugian tersebut di atas apabila dapat membuktikan:

a. Telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan

Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

Page 7: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

b. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan

pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

c. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian

tersebut.

Anggota dewan komisaris tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas kepailitan perseroan

apabila dapat membuktikan:

a. Kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. Telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan

Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. Tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan

pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan

d. Telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Pasal 117 ayat (1) UUPT menentukan dalam anggaran dasar ditetapkan pemberian wewenang

kepada Dewan Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam

melakukan perbuatan hukum tertentu. Penjelasan dari pasal tersebut adalah Yang dimaksud

dengan “memberikan persetujuan” adalah memberikan persetujuan secara tertulis dari Dewan

Komisaris. Yang dimaksud dengan “bantuan” adalah tindakan Dewan Komisaris mendampingi

Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Pemberian persetujuan atau bantuan oleh

Dewan Komisaris kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang dimaksud

ayat ini bukan merupakan tindakan pengurusan.

Keberadaan komisaris independen saat ini sudah menjadi keharusan. UUPT mewajibkan

perseroan untuk mempunyai sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen, yang berasal

dari luar perusahaan serta tidak mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan atau afiliasinya

dan komisaris utusan. Kehadiran komisaris independen dalm PT diharapkan dapat menciptakan

keseimbangan di antara berbagai kepentingan pihak.

III. Keunggulan Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan, dan

Yurisprudensi karya Ridwan Khairandy adalah:

1. Penulis buku ini, Ridwan Khairandy, adalah seorang Guru Besar UII ke-10 berdasarkan SK

47241/A4.5/KP/2010.1 Dengan predikat sebagai Guru Besar, tentunya hasil tulisan beliau

dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta kualitas dari buku juga

dapat dijamin

1 http://www.uii.ac.id/content/view/1064/257/ diakses pada tanggal 5 Desember 2012 pada pukul 13.00 WIB

Page 8: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

2. Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas diberikan secara

komprehensif, artinya pembahasan yang diberikan bukan saja dari peraturan perundang-

undangan yang berlaku ( UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), namun juga

berdasarkan doktrin atau teori hukum yang berkaitan, antara lain doktrin Fiduciary Duty,

Ultra Vires dan Business Judgement Rule, selain itu penulis juga memberikan pembahasan

dari segi praktik pengadilan yang berkaitan dengan direksi dan komisaris seperti putusan No.

367 K/Sip/1972 yang memberikan pendapat MA mengenai tanggung jawab pribadi seorang

direktur bank yang menarik cek kosong dengan iktikad tidak jujur.

3. Penyampaian ide atau pokok bahasan yang diberikan oleh penulis tidak berbelit-belit

sehingga pembaca dapat dengan mudah mengerti apa yang menjadi ide atau pokok bahasan

yang disampaikan oleh penulis.

IV. Analisis Contoh (Akta Pendirian PT Screenplay Produksi (INDONESIA))

Kami akan menganalisis bagian mengenai Direksi dan Komisaris dengan menggunakan Akta

Pendirian Perseroan Terbatas PT. Screenplay Produksi (Indonesia) sebagai bahan analisis. Pada

akta pendirian tersebut pengaturan mengenai Direksi diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal

13. Pada Pasal 11 ayat (1) akta tersebut dikatakan bahwa perseroan diurus dan dipimpin oleh

Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan 3 (tiga) orang Direktur. Ketentuan tersebut

sesuai dengan Pasal 92 ayat (3) UUPT yang menyatakan bahwa Direksi Perseroan terdiri atas 1

(satu) orang anggota Direksi atau lebih. Pada Pasal 11 ayat (4) akta tersebut dikatakan bahwa

ayat Direksi diangkat oleh RUPS yang mana hal ini sesuai dengan Pasal 94 ayat (1) UUPT.

Pada Pasal 11 ayat (5) akta tersebut, dinyatakan bahwa ketentan mengenai gaji Direksi

ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS dan wewenang tersebut dapat dilimpahkan kepada

Dewan Komisaris. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 96 ayat (1) yang mana mengenai gaji

dan tunjangan anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

Mengenai tugas dan wewenang direksi diatur dalam pasal 12 dari Anggaran Dasar ini. Dalam

pasal 12 ayat (1) Anggaran Dasar ini menyatakan bahwa Direksi berhak mewakili Perseroan di

dalam dan di luar Pengadilan tentang segala hal dan dalam segala kejadian, mengikat Perseroan

dengan pihak lain dan pihak lain dengan Perseroan, serta menjalankan segala tindakan, baik yang

mengenai kepengurusan maupun kepemilikan. Hal ini telah sesuai dengan ketentuan pasal 98

ayat (1) UUPT. Namun dalam pasal 98 ayat (3) UUPT ditentukan bahwa kewenangan tersebut di

atas adalah tidak terbatas, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.

Dalam Anggaran Dasar diberikan pembatasan dari kewenangan direksi tersebut yakni:

Page 9: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

Untuk transaksi-transaksi di bawah ini diperlukan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari

RUPS Perseroan yang dihadiri oleh pemegang saham atau wakilnya yang mewakili sekurang-

kurangnya 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang telah

dikeluarkan Perseroan:

a. Persetujuan dan perubahan materiil terhadap rencana kerja tahunan Perseroan;

b. Perseroan menjalankan kegiatan usaha baru;

c. Penandatanganan, perubahan atau pengakhiran setiap perjanjian atau pengaturan antara

Perseroan dengan afiliasi dari setiap pemegang saham, atau Direksi atau Dewan Komisaris

Perseroan;

d. Penandatanganan, perubahan atau pengakhiran setiap perjanjian (selain dari perjanjian

bisnis sehari-hari dengan pihak ketiga yang wajar) yang jumlahnya melebihi US$100.000

(seratus ribu Dolar Amerika Serikat);

e. Penerbitan oleh Perseroan atas efek-efek yang bersifat ekuitas atau efek-efek yang terkait

dengan ekuitas;

f. Perseroan mengadakan, meninjau atau memberikan pinjaman, uang muka, kredit atau

hutang lainnya atau penerbitan setiap surat hutang (debenture) (baik dengan jaminan

maupun tidak);

g. Pemberian jaminan atas aset apapun milik Perseroan;

h. Pemberian oleh Perseroan atas jaminan atau ganti rugi atau menjadi penjamin (surety) atas

kewajiban apapun dari pihak ketiga manapun, atau menerima pinjaman dari pihak ketiga

manapun;

i. Penandatanganan aliansi strategis dengan individu atau badan usaha lain, dan pendirian

anak perusahaan Perseroan;

j. Perubahan terhadap kebijakan akunting Perseroan;

k. Perubahan terhadap kebijakan deviden Perseroan;

l. Perubahan terhadap jumlah renumerasi atau kompensasi yang dibayarkan kepada anggota

Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan;

m. Setiap peningkatan, pengurangan atau perubahan lainnya atas modal ditempatkan dan

disetor Perseroan;

n. Perubahan terhadap komposisi anggota Direksi dan Dewan Komisaris; dan

o. Penawaran saham perdana (IPO) dari Perseroan.

Page 10: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

Persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris diperlukan untuk transaksi apapun

yang mewajibkan Perseroan melakukan pembayaran (baik melalui satu transaksi atau sebagai

bagian dari transaksi yang berkelanjutan) dengan jumlah yang melebihi US$50.000 (lima

puluh ribu Dolar Amerika Serikat).

Selanjutnya dalam pasal 12 ayat (2) diatur mengenai perbuatan hukum untuk mengalihkan,

melepaskan hak atau menjadikan jaminan utang lebih dari 50% jumlah kekayaan bersih

perseroan dalam satu tahun buku, baik dalam satu transaksi atau beberapa transaksi yang berdiri

sendiri ataupun yang berkaitan satu dengan yang lain. Perbuatan hukum oleh direksi tersebut

harus mendapat persetujuan dari RUPS dengan paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dari

jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS, dan keputusan RUPS

adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh suara

yang dikeluarkan dengan sah dalam RUPS.

Ketentuan dalam pasal 12 ayat (2) dalam Anggaran Dasar tersebut telah memenuhi ketentuan

UUPT pasal 102 ayat (1), (2), dan (5) tentang perbuatan direksi yang menimbulkan kewajiban

untuk meminta persetujuan RUPS dan pasal 89 ayat (1) UUPT tentang kuorum RUPS dalam

rangka penyetujuan tindakan Direksi tersebut.

Kemudian pada pasal 12 ayat (3) Anggaran Dasar ini dikatakan bahwa dalam hal direktur utama

tidak hadir maka hal tersebut tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, namun cukup dengan

penunjukan salah seorang anggota direksi lainnya melalui sebuah surat penunjukan. Dengan

demikian direksi yang ditunjuk tersebut berhak mewakili perseroan.

Mengenai ketentuan pasal 12 ayat (3) tersebut tidak secara jelas diatur dalam UUPT. Hanya

terdapat ketentuan pasal 107 huruf c UUPT yang menyatakan bahwa dalam Anggaran Dasar

diatur ketentuan mengenai pihak yang berwenang menjalankan pengurusan dan mewakili

Perseroan dalam hal seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara.

Namun kami menemukan pengaturan mengenai hal ini dalam pasal 31 ayat (2) Peraturan

Pemerintah No. 72 tahun 2012 tentang Perum Percetakan Negara yang berbunyi:

“Dalam hal Direktur Utama tidak ada atau berhalangan karena sebab apapun yang tidak perlu

dibuktikan kepada pihak ketiga, salah seorang anggota Direksi yang ditunjuk oleh Direktur

Utama berwenang bertindak untuk dan atas nama Direksi serta mewakili Perusahaan.”

Tetapi jelas bahwa ketentuan dalam Peraturan Presiden tersebut tidak dapat diberlakukan karena

hanya untuk Perum Percetakan Negara.

Mengenai rapat direksi telah secara rinci diatur dalam pasal 13 Anggaran Dasar Perseroan.

Dalam pasal 13 Anggaran Dasar diatur mengenai pengajuan penyelenggaraan rapat direksi,

pemanggilan rapat direksi, jumlah rapat dalam setahun, ketidakhadiran anggota direksi dalam

Page 11: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

rapat, pemungutan suara dan pengambilan keputusan. Apabila merujuk pada ketentuan UUPT

maka tidak ditemui pengaturan mengenai teknis rapat direksi. Karena itulah sepanjang tidak

diatur dan tidak bertentangan dengan undang-undang maka ketentuan mengenai pasal 13

Anggaran Dasar tersebut dapat berlaku.

Dalam Anggaran Dasar PT Screenplay Produksi (selanjutnya disebut AD), Tugas dan

Wewenang Dewan Komisaris diatur dalam Pasal 15 AD. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) AD,

Dewan Komisaris bertugas:

1. Mengawasi kepengurusan Perseroan yang dijalankan oleh Direksi;

2. Memberikan nasihat kepada Direksi sepanjang dipandang perlu oleh Dewan Komisaris.

Berdasarkan AD, Dewan Komisaris memiliki hak dan kewenangan (yang bersumber pada Tugas

pokok Dewan Komisaris sebagai pengawas dan pemberi nasihat dalam PT) untuk:

1. Memasuki bangunan dan halaman atau tempat lain yang dipergunakan atau yang dikuasai

oleh Perseroan (PT Screenplay Produksi);

2. Memeriksa semua pembukuan, surat dan alat bukti lainnya;

3. Memeriksa dan mencocokkan keadaan uang kas dan lain-lain;

4. Mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan oleh Direksi;

5. Dalam hal jabatan semua anggota Direksi lowong, oleh sebab apa pun, berdasarkan RUPS,

untuk sementara Dewan Komisaris mengurus Perseroan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dan AD;

6. Memberi persetujuan terhadap ketetapan Direksi mengenai pembukaan kantor cabang atau

kantor perwakilan, baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia;

7. Menelaah serta menyetujui atau tidak menyetujui Laporan Tahunan yang disampaikan

Direksi dalam RUPS Tahunan;

8. Dalam hal semua anggota Direksi tidak hadir atau berhalangan karena sebab apa pun yang

tidak perlu dibuktikan kepada pihak ketiga, RUPS dipimpin oleh seorang anggota Dewan

Komisaris;

9. Anggota Dewan Komisaris dapat bertindak selaku kuasa dalam RUPS, namun suara yang

dikeluarkan selaku kuasa dalam RUPS tidak dihitung dalam pemungutan suara;

10. Memberikan persetujuan tertulis untuk transaksi apa pun yang mewajibkan Perseroan

melakukan pembayaran dengan jumlah yang melebihi US$50.000 (lima puluh ribu Dolar

Amerika Serikat);

11. Meminta secara tertulis untuk diselenggarakannya Rapat Direksi;

Page 12: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

12. Mengundurkan diri dari jabatannya dengan memberitahukan secara tertulis mengenai maksud

tersebut kepada Perseroan paling lambat 30 hari sebelum tanggal pengunduran dirinya;

13. Mengadakan Rapat Dewan Komisaris setiap waktu apabila dipandang perlu;

14. Memberi kuasa kepada anggota Dewan Komisaris lainnya berdasarkan surat kuasa dalam

Rapat Dewan Komisaris;

15. Mengeluarkan 1 suara dan 1 tambahan suara untuk setiap anggota Dewan Komisaris lain yang

diwakilinya;

16. Memberi persetujuan dalam hal Perseroan, atas keputusan Direksi, membagikan dividen

interim sebelum tahun buku Perseroan berakhir dengan syarat jumlah kekayaan bersih

Perseroan tidak menjadi lebih kecil dari pada jumlah modal ditempatkan dan disetor ditambah

cadangan wajib serta tidak boleh mengganggu atau menyebabkan Perseroan tidak dapat

memenuhi kewajibannya kepada kreditor atau mengganggu atau menyebabkan Perseroan

tidak dapat memenuhi kewajibannya pada kreditor atau mengganggu kegiatan Perseroan.

Berdasarkan AD, tanggung jawab dari Dewan Komisaris adalah:

1. Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen

interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan,

dalam hal pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim tersebut maka

Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian

Perseroan

Melihat pada penjelasan di atas dan dibadingkan dengan peraturan perundang-undangan terkait

serta buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-undangan, dan Yurisprudensi maka:

1. Fungsi atau tugas Dewan Komisaris secara umum telah sesuai dengan UU No. 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan

Perundang-undangan, dan Yurisprudensi.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) AD, Tugas Dewan Komisaris adalah mengawasi kepengurusan

Perseroan yang dijalankan oleh Direksi dan memberikan nasehat kepada Direksi sepanjang

dipandang perlu oleh Dewan Komisaris. Hal ini bersesuaian dengan Pasal 1 angka 6 jo. Pasal

108 ayat (1) UU PT, hanya saja dalam pengaturan AD ini, kurang ditekankan bahwa

pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan

maksud dan tujuan Perseroan sebagaimana Pasal 108 ayat (2) menghendaki. Menurut Ridwan

Khairandy, Dewan Komisaris memiliki fungsi pengawasan dan fungsi menasehati direksi

agar Perseroan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan Perseroan,

Page 13: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

shareholders, stakeholders.2 Dengan demikian, pengaturan mengenai tugas Dewan Komisaris

dalam AD telah sesuai dengan Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-

undangan, dan Yurisprudensi.

2. Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris

Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 14 ayat (2), (3), (4), (5), (6), dan (7) yang mengatur perihal

pengangkatan dan pemberhentian Anggota Dewan Komisaris telah sesuai dengan UU PT dan

tidak bertentangan dengan pembahasan dalam Buku Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan

Perundang-undangan, dan Yurisprudensi (Buku Perseroan Terbatas).

3. Tanggung Jawab Anggota Dewan Komisaris

Mengenai tanggung jawab anggota Dewan Komisaris, AD hanya mengatur satu ketentuan

mengenai satu tanggung jawab, yaitu dalam Pasal 20 ayat (5) yang mewajibkan Dewan

Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng apabila Perseroan mengalami kerugian

yang disebabkan oleh setelah satu tahun buku berakhir para pemegang saham tidak dapat

mengembalikan dividen interim yang telah dibagikan. Ketentuan ini harus dibaca sebagai

keadaan khusus yang muncul apabila Pasal 20 ayat (4) telah dilakukan sehingga unsur

kesalahan dari Dewan Komisaris adalah telah memberikan persetujuan mengenai pembagian

dividen interim sebelum tahun buku berakhir. Dengan demikian, Pasal 20 ayat (5) ini sesuai

dengan ketentuan dalam Pasal 114 ayat (3) UU PT dan Buku Perseroan Terbatas.

4. Kewajiban Dewan Komisaris

Berdasarkan AD, tidak ditemukan ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban-kewajiban

Dewan Komisaris dalam melakukan tugasnya. Hal ini tidak sesuai dengan UU PT karena

Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 116 UU PT memberikan kewajiban kepada Dewan Komisaris

dalam melakukan tugasnya. AD ini pun tidak menyatakan dengan tegas apabila ada hal-hal

yang belum diatur apakah akan mengikuti UU PT atau tidak. Buku Perseroan Terbatas juga

menyebutkan kewajiban dari Dewan Komisaris, yaitu (a) membuat risalah rapat Dewan

Komisaris dan menyimpan salinannya; (b) Melaporkan kepada Perseroan mengenai

kepemilikan saham-sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan PT lain; (c)

memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang

baru lampau pada RUPS.3

5. Hak dan Kewenangan Dewan Komisaris

2 Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan perundang-undangan, dan Yurisprudensi, (), hal. 242

3 Ibid., hal. 246

Page 14: Pembahasan mengenai Direksi dan Komisaris dalam Suatu PT

Hak dan Kewenangan Dewan Komisaris bersumber kepada Tugas Dewan Komisaris pada

umumnya, yaitu sebagai pengawas dan penasehat. Berdasarkan AD, hak dan kewenangan

Dewan Komisaris adalah sebagaimana telah disebut di atas. Jika melihat pada ketentuan UU

PT, tugas Dewan Komisaris secara konkrit diatur dalam Pasal 64 ayat (3), Pasal 67 ayat (1),

Pasal 72 ayat (4), Pasal 116 , Pasal 117 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 118 ayat (1) dan ayat (2)

UU PT. Dari beberapa pasal UU PT tersebut, ada beberapa pasal yang tidak diatur atau

disesuaikan oleh AD seperti Pasal 64 ayat (3) dan Pasal 116 UU PT. Jika melihat pada Buku

Perseroan Terbatas, AD telah memberikan kewenangan kepada Dewan Komisaris untuk

melakukan pengawasan dalam hal audit keuangan (contohnya Pasal 8 ayat (2) butir a, Pasal

12 ayat (1)), audit organisasi (antara lain Pasal 1 ayat (2), Pasal 11 ayat (7)), dan audit

personalia.

V. Lampiran

VI.