pembahasan laporan kasus tetanus neonatorum

4
BAB II PEMBAHASAN Pasien bayi 10 hari datang ke RSDS dengan keluhan utama kejang. Berdasarkan anamnesis, diketahui kejang tiba-tiba, kejang terjadi pada seluruh tubuh, dan semakin lama semakin sering dan terutama dipengaruhi oleh sentuhan menandakan adanya suatu kejang rangsang. saat kejang pasien tidak bisa disusui, mulutnya tampak mencucu dan wajahnya meringis. Kejang rangsang merupakan tanda pada tetanus. Mulut mencucu terjadi akibat spasme otot maseter yang disebut trismus, sedangkan wajah meringis pada pasein ini adalah risus sardonicus. Hal ini mengarahkan pada penyakit tetanus. Adapun keadaan umum pasien sebelum kejang pasien masih menangis kuat dan bisa disusui. Tidak ada riwayat trauma atau demam tinggi sebelumnya. Riwayat asfiksia pada saat persalinan juga tidak ditemukan Informasi ini dapat membantu menyingkirkan kemungkinan kejang akibat iskemia otak akibat asfiksia saat lahir, trauma, demam, atau metabolik seperti hipoglikemia Setelah ditelusuri, diduga asal infeksi pencetus tetanus pada pasien ini berasal dari infeksi tali pusat 8

Upload: marlon-worthington

Post on 11-Feb-2015

294 views

Category:

Documents


26 download

DESCRIPTION

laporan kasus neonatorum

TRANSCRIPT

Page 1: pembahasan laporan kasus tetanus neonatorum

BAB II

PEMBAHASAN

Pasien bayi 10 hari datang ke RSDS dengan keluhan utama kejang. Berdasarkan

anamnesis, diketahui kejang tiba-tiba, kejang terjadi pada seluruh tubuh, dan semakin

lama semakin sering dan terutama dipengaruhi oleh sentuhan menandakan adanya

suatu kejang rangsang. saat kejang pasien tidak bisa disusui, mulutnya tampak

mencucu dan wajahnya meringis. Kejang rangsang merupakan tanda pada tetanus.

Mulut mencucu terjadi akibat spasme otot maseter yang disebut trismus, sedangkan

wajah meringis pada pasein ini adalah risus sardonicus. Hal ini mengarahkan pada

penyakit tetanus.

Adapun keadaan umum pasien sebelum kejang pasien masih menangis kuat dan

bisa disusui. Tidak ada riwayat trauma atau demam tinggi sebelumnya. Riwayat

asfiksia pada saat persalinan juga tidak ditemukan Informasi ini dapat membantu

menyingkirkan kemungkinan kejang akibat iskemia otak akibat asfiksia saat lahir,

trauma, demam, atau metabolik seperti hipoglikemia

Setelah ditelusuri, diduga asal infeksi pencetus tetanus pada pasien ini berasal dari

infeksi tali pusat di mana saat dilahirkan, tali pusat pasien dipotong dengan benda

tajam tidak steril yang kemungkinan mengandung bakteri Clostridium tetani. Faktor

risiko yang menyebabkan tetanus pada pasien ini adalah ibu pasien saat hamil tidak

mendapatkan imunisasi toksoid tetanus guna prevensi terjadinya tetanus.

Pemeriksaan fisik yang mendukung diarahkan diagnosis pada tetanus adalah

keadaan umum pasien yang tampak sakit sedang, pasien tidak mengalami konvulsi

tetapi spasme pada seluruh tubuh dengan kesadaran baik. Tanda vital nya normal,

ditemukannya risus sardonicus, trismus, kekakuan pada otot abdomen. Selain itu

ditemukan fokus infeksi pada umbilikus yang tampak hiperemis dan terdapat

discharge kental putih kehijauan. Pada ekstremitas ditemukan spasme pada otot

seluruh ekstremitas, dan ditemukan fleksi lengan bawah dengan jari terkepal.

8

Page 2: pembahasan laporan kasus tetanus neonatorum

9

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam kasus ini adalah pemeriksaan

darah rutin, hasil yang didapatkan hanya terdapat peningkatan sedikit trombosit.

Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk tetanus, karena diagnosis dapat ditegakkan

dengan gejala klinis dan riwayat penyakit.

Terapi yang diberikan pada pasien tetanus ini juga sudah tepat. Pasien ini dirawat

di intensive care unit, dan diberi cairan intravena maintenance berupa d5% ¼ NS dan

Oksigen (O2) ½ liter/menit. Cairan yang diberikan memberikan asupan cairan dan

nutrisi glukosa guna pembentukan ATP akibat metabolik yang meningkat pada pasien

tetanus yang mengalami spasme terus menerus. Selain itu juga mengurangi

glukoneogenesis lipid dan protein sehingga menurunkan kadar asam lemak dan keton,

yang memicu ketosis. Pemberian oksigen sendiri guna mencegah terjadinya hipoksia

akibat pemakaian O2 yang meningkat pada kondisi hipermetabolik. Pemberian

antibiotik pada pasien ini berupa ampisilin dan metronidazol. Pemilihan obat tersebut

benar sesuai dengan pengobatan tetanus diberikan antibiotik golongan penisilin dan

antibiotik untuk kuman anaerob seperti tetanus berupa metronidazol. Pemberian

diazepam golongan benzodiazepine juga dinilai tepat karena pada pasien ini terapi

yang diberikan adalah meminimalisir efek toksin pada sistem saraf pusat. Sifat

diazepam yang agonis neurotrasmiter GABA dapat mencegah eksitasi berlebihan

impuls saraf sehinga meminimalisir spasme tetanus. Pada pasien ini diberikan 10 mg

diazepam dilarutkan dalam 24 cc d5% 1 cc/jam. Dosis pemberiannya 0.1-0.2 mg/kg

setiap 3-6 jam secara titrasi intravena untuk mengontrol spasme tetanik.

Setelah mengalami perbaikan kondisi dari penyakitnya, pasien dipindahkan ke

ruangan rawat inap biasa. Saat dipindahkan, spasme sudah berkurang dan kondisi

umumnya telah membaik. Dosis rumatan diazepam tetap diberikan mengontrol

spasme dengan dosis 0,3 mg/kgbb/3 jam.

Adapun berdasarkan skoring prognosis tetanus, pasien ini mengalami

tetanus sedang dengan tingkat mortalitas 10-20%. Angka kematian tetanus tinggi

terutama jika terkena pada usia saat neonatus. Pada neonatus yang malnutrisi,

prognosisnya dua kali lebih jelek dari yang mempunyai gizi baik.

Page 3: pembahasan laporan kasus tetanus neonatorum

10

Edukasi untuk keluarga pasien adalah memeriksakan pasien seminggu setelah

keluar dari rumah sakit. Selain itu dilakukan kontrol setiap bulan, dan jika usia tiga

bulan belum bisa mengangkat kepala ketika tengkurap maka harus dibawa ke dokter

diperiksakan.