makalah tetanus neonatorum

34
TETANUS NEONATORUM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak 4 abad sebelum masehi, hippokrates sudah menggambarkan gejala penyakit tetanus pada manusia. Pada tahun 1882, dokter ahli penyakit dalam Jerman yaitu Nicolier dan Rosenbach menemukan bahwa penyakit ini disebabkan oleh bakteri. Kemudian pada tahun 1889 kuman Clostridium tetani dan toksinnya dapat diisolasi oleh nicolaier dan kitasato seorang ahli bakteriologi Jerman. 1 Selanjutnya pada tahun 1890 Kitasato dan Von behring yang juga seorang ahli bakteriologi Jerman melaporkan keberhasilan imunisasi dan netralisasi toksin menggunakan antiserum spesifik, yang merupakan dasar metode imunologi sebagai tindakan pencegahan dan pengobatan tetanus. Akhirnya pada tahun 1925 seorang ahli bakteriologi Prancis bernama Ramon, memperkenalkan tetanus toksoid untuk imunisasi aktif. 1 Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang dan WHO memperkirakan kurang lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus diseluruh dunia pada tahun 1992, termasuk didalamnya 580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, dimana 210.000 kematian di Asia Tenggara dan 152.000 di afrika. 2 Neonatus (bayi berumur 0 sampai 28 hari) merupakan populasi yang rentan terserang tetanus atau dikenal dengan istilah tetanus neonatorum. Hal ini selain disebabkan karena imunitas neonatus yang masih rendah, terutama disebabkan oleh pelayanan persalinan yang tidak memenuhi standar khususnya perawatan tali pusat yang merupakan port d’entree bakteri Clostridium tetani seperti pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril, atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dan sebagainya. 3 Di Indonesia tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal, dimana berdasarkan SKRT 2001 penyebab kematian neonatal dini adalah asfiksia neonatorum (33,6%) dan tetanus neonatorum (4,2%), sedangkan penyebab kematian neonatal lambat adalah asfiksia neonatorum (27%) dan tetanus neonatorum (9,5%) dan angka kematian neonatal yang teserang tetanus masih sangat tinggi yaitu 50% atau lebih yang menunjukkan

Upload: amal-bahrum-penas

Post on 21-Oct-2015

1.145 views

Category:

Documents


24 download

DESCRIPTION

tetanus neonatorum

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak 4 abad sebelum masehi, hippokrates sudah menggambarkan gejala penyakit tetanus

pada manusia. Pada tahun 1882, dokter ahli penyakit dalam Jerman yaitu Nicolier dan

Rosenbach menemukan bahwa penyakit ini disebabkan oleh bakteri. Kemudian pada tahun 1889

kuman Clostridium tetani dan toksinnya dapat diisolasi oleh nicolaier dan kitasato seorang ahli

bakteriologi Jerman.1

Selanjutnya pada tahun 1890 Kitasato dan Von behring yang juga seorang ahli

bakteriologi Jerman melaporkan keberhasilan imunisasi dan netralisasi toksin menggunakan

antiserum spesifik, yang merupakan dasar metode imunologi sebagai tindakan pencegahan dan

pengobatan tetanus. Akhirnya pada tahun 1925 seorang ahli bakteriologi Prancis bernama

Ramon, memperkenalkan tetanus toksoid untuk imunisasi aktif.1

Walaupun WHO menetapkan target mengeradikasi tetanus pada tahun 1995, tetanus tetap

bersifat endemik pada negara-negara sedang berkembang dan WHO memperkirakan kurang

lebih 1.000.000 kematian akibat tetanus diseluruh dunia pada tahun 1992, termasuk didalamnya

580.000 kematian akibat tetanus neonatorum, dimana 210.000 kematian di Asia Tenggara dan

152.000 di afrika.2

Neonatus (bayi berumur 0 sampai 28 hari) merupakan populasi yang rentan terserang

tetanus atau dikenal dengan istilah tetanus neonatorum. Hal ini selain disebabkan karena

imunitas neonatus yang masih rendah, terutama disebabkan oleh pelayanan persalinan yang tidak

memenuhi standar khususnya perawatan tali pusat yang merupakan port d’entree bakteri

Clostridium tetani seperti pemotongan tali pusat dengan bambu atau gunting yang tidak steril,

atau setelah tali pusat dipotong dibubuhi abu, tanah, minyak, daun-daunan dan sebagainya.3

Di Indonesia tetanus neonatorum merupakan salah satu penyebab utama kematian

neonatal, dimana berdasarkan SKRT 2001 penyebab kematian neonatal dini adalah asfiksia

neonatorum (33,6%) dan tetanus neonatorum (4,2%), sedangkan penyebab kematian neonatal

lambat adalah asfiksia neonatorum (27%) dan tetanus neonatorum (9,5%) dan angka kematian

neonatal yang teserang tetanus masih sangat tinggi yaitu 50% atau lebih yang menunjukkan

Page 2: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

2

prognosa tetanus neonatorum yang sangat buruk dan permasalahan dalam penanganan tetanus

neonatorum.4

1.2 Tujuan

Dalam panduan standar kompetensi dokter indonesia, penanganan penyakit tetanus

neonatorum termasuk dalam tingkat kemampuan 3b yang artinya dokter umum harus mampu

membuat diagnosa klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi

menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan atau kecacatan pada paseien. Lulusan

dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan selanjutnya dan juga

mampu menindaklanjuti sesudah pesien kembali dari rujukan.

Maka dari itu makalah ini dibuat selain sebagai tugas referat kepaniteraan klinik senior

pada bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Langsa, juga untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan

dokter muda khususnya penulis tentang penyakit tetanus neonatorum mengingat tingginya angka

kejadian dan kematian tetanus neonatorum. Malakah ini mencakup Definisi, gejala, penyebab,

penatalaksanaan dan pencegahan tetanus neonatorum.

Page 3: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk klinis tetanus infeksius yang berat dan terjadi

selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti tindakan

perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau kekurangan imunisasi maternal.5

Definisi tetanus sendiri adalah gangguan neurologis akut yang ditandai dengan

meningkatnya tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein

yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus memiliki 4 bentuk klinis yaitu

tetanus generalized, tetanus localized, tetanus cephalic dan tetanus neonatorum. 1,2,6

Pada referensi lain diterangkan bahwa tetanus adalah penyakit dengan tanda utama

kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran yang disebabkan oleh kuman

Clostridium tetani. Sedangkan definisi neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia di bawah 28

hari.3,5,7

2.2 Epidemiologi Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum menyerang seluruh dunia dengan angka kesakitan dan kematian

yang masih tinggi terutama di negara berkembang. Di indonesia, angka insiden tetanus di daerah

perkotaan sekitar 6-7/1000 kelahiran hidup, sedangkan di pedesaan angkanya lebih tinggi sekitar

2-3 kalinya yaitu 11-23/1000 kelahiran hidup dengan jumlah kematian kira-kira 60.000 bayi

setiap tahunnya. Alasan yang paling mungkin adalah karena adanya perbedaan kemudahan

menjangkau fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, dan kesadaran masyarakat untuk

cepat merujuk anak ke puskesmas, serta kesulitan geografis antara perkotaan dan pedesaan.7

Menurut SKRT 1995, angka kematian bayi (AKB) di indonesia masih cukup tinggi yaitu

58/1000 kelahiran hidup. Tetanus menyumbang 50% kematian bayi baru lahir dan sekitar 20%

kematian bayi, serta menempati urutan ke-5 penyakit penyebab kematian bayi di Indonesia.7

Sedangkan pada tahun 2007, menurut SKDI 2007 AKB indonesia telah menurun menjadi

34/1000 kelahiran hidup, namun tetanus neonatorum masih merupakan penyebab utama

Page 4: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

4

kematian bayi. Karena kontribusinya yang besar pada AKB, maka penyakit ini masih merupakan

masalah besar bagi dunia kesehatan.8

Pada tahun 2008 WHO Memperkirakan 59.000 bayi baru lahir meninggal akibat tetanus

neonatorum, terdapat penurunan 92% dari situasi pada akhir 1980 an dan awal 1990 an. WHO

dan UNICEF mengajak seluruh negara anggotanya untuk mengeliminasi tetanus neonatorum

sejak tahun 2000 namun pada tahun 2008 masih terdapat 46 negara yang masih belum eliminasi

tetanus neonatorum di seluruh kabupaten, salah satunya adalah indonesia. Eliminasi tetanus

tercapai bila kasus tetanus neonatorum di tiap kabupaten atau kota adalah <1/1000 bayi lahir

hidup.8

Di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tahun 2008 terdapat 2 kasus tetanus

neonatorum dan keduanya meninggal, pada kedua kasus penolong persalinan dilakukan dukun

bersalin, satu kasus ibu semasa hamil telah mengikuti ante natal care dengan bidan dan ibu telah

memperoleh imunisasi TT2, sedangkan pada kasus yang lain sama sekali ibu semasa hamil tidak

pernah mengikuti ante natal care maupun imunisasi. Sedangkan pada tahun 2011 kasus tetanus

neonatorum malah bertambah menjadi 3 kasus.8.9

Gambar 1. Insidensi Tetanus Neonatorum per provinsi di Indonesia tahun 2011

Sumber : Subdit surveilans, Ditjen P2&PL

Page 5: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

5

2.3 Etiologi dan Patogenesis Tetanus Neonatorum

2.3.1 Clostridium Tetani

Tetanus neonatorum disebabkan oleh bakteri clostridium tetani. Bakteri ini terdapat

banyak di alam, di tanah, di feses kuda, dan binatang lainnya, adapun sifat-sifat dari bakteri ini

antara lain2,6,7,10

:

1. Basil Gram-positif dengan spora pada pada salah satu ujungnya sehingga membentuk

gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.

2. Obligat anaerob yaitu berbentuk vegetative apabila berada dalam lingkungan anaerob

dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella serta menghasilkan eksotoksin

berupa tetanospasmin dan tetanolisin.

3. Pada lingkungan yang tidak kondusif, mampu membentuk spora (terminal spore) yang

mampu bertahan dalam suhu tinggi , kekeringan dan desinfektans. Namun hancur pada

pemanasan dengan autoklav pada tekanan 1 atm dan 120 c selama 15 menit.

Clostridium Tetani tidak bersifat invasif, kuman ini tetap berada di luka, bila keadaan

lingkungan anaerob seperti pada jaringan nekrotik, adanya garam kalsium dan adanya kuman

piogenik lainnya maka spora akan menjadi bentuk vegetatif dan membentuk eksotoksin.

Tetanospasmin akan menjalar menuju SSP, melalui jaringan perineural, pembuluh darah atau

pembuluh limfe dan menimbulkan manifestasi klinis tetanus.6,10

Gambar 2. Morfologi dan Daur Hidup Clostridium Tetani

Page 6: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

6

2.3.2 Patogenesis

Spora Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke

dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob),

sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak

mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan

oleh sel vegetatif yang sedang tumbuh. Clostridium tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu

tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani bersifat

sitolisin, dan mengawali infeksi bakteri ini dengan merusak jaringan-jaringan yang belum

nekrosis dan mengoptimalkan suasana anaerob yang terbentuk pada situs luka selain itu juga

menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini. Tetanospasmin sebagai

neurotoksin kemudian menjadi agen penyebab munculnya berbagai gejala klinis pada tetanus.

10,11

Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf, yaitu11,12

:

1. Motor end plate di otot rangka

2. Medula spinalis

3. Otak

4. Pada beberapa kasus pada sistem saraf simpatis

Dalam kondisi normal, sistem muskuloskeletal akan bereaksi sesuai dengan sinyal (aktif

potensial) yang berasal dari neuron-neuron (eksitatorik dan inhibitorik). Sel-sel neuron akan

bereaksi terhadap suatu sinyal dengan menghasilkan neurotransmitter dan dikeluarkan

menggunakan suatu protein membrane (synaptobrevin) menuju saraf motorik. Neurotransmiter

tersebut kemudian menyampaikan sinyal tersebut dan saraf motorik akan merangsang serat otot

untuk bereaksi.2,6,11

Pada kontraksi otot skeletal, neuron eksitatorik akan mengeluarkan neurotransmiter (cth:

Asetilkolin) untuk menyampaikan sinyal eksitatorik ke motor neuron yang merangsang otot

untuk berkontraksi, sementara itu neuron inhibitorik juga akan menghasilkan neurotransmitter

(cth: GABA) untuk membatasi dan memodulasi kontraksi yang terjadi, di mana pada saat satu

bagian otot berkontraksi, pada saat bersamaan terdapat otot lain yang relaksasi (antagonis

refleks). Infeksi Clostridium tetani menyebabkan neuron inhibitorik gagal mengeluarkan

neurotransmitter inhibitori, sehingga kontraksi yang terjadi tidak diimbangi dengan inhibisi otot

yang lain. Akibatnya baik otot agonis maupun antagonis mengalami kontraksi dan tidak

Page 7: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

7

terkontrol sehingga terjadi spasme otot yang menjadi gambaaran khas pada tetanus.2,6,11,12

Dapat disimpulkan dampak toksin antara lain2,6,11,12

:

1. Dampak pada ganglion pre sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin

membloks sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls

sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku

2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri

diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.

3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan

gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart

block dan takikardi.

Gambar 3. Dampak Tetanospasmin Pada Tubuh

Page 8: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

8

2.4 Faktor Resiko Terjadinya Tetanus Neonatorum

Kuman tetanus masuk kedalam tubuh manusia biasanya melalui luka yang dalam dengan

suasana anaerob, sebagai akibat dari 7,13,14

:

1. Kecelakaan

2. Luka tusuk

3. Luka operasi

4. Karies gigi

5. Radang telinga tengah

6. Pemotongan tali pusat

Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya tetanus neonatorum berhubungan dengan

rendahnya sterilisasi dan kebersihan dari proses partus, penanganan pasca persalinan yang tidak

adekuat dan kurangnya pengetahuan dan sosialisasi vaksin tetanus toxoid di berbagai negara

miskin dan kurang berkembang. Faktor-faktor resiko tersebut mencakup faktor medis dan faktor

non medis.13,14

Faktor medis meliputi kurangnya standard perawatan prenatal yaitu kurangnya perawatan

antenatal pada ibu hamil, kurangnya edukasi ibu hamil tentang pentingnya vaksinasi tetanus

toxoid sehingga Ibu tidak mendapatkan tetanus toksoid pada waktu kehamilannya, kurang

tersedianya fasilitas persalinan dan tenaga medis sehingga banyak persalinan dilakukan di rumah

oleh dukun yang tidak terlatih dan penggunaan alat-alat yang tidak steril, termasuk dalam

penanganan tali pusat. Selain itu juga perawatan neonatal dimana neonatus lahir dalam keadaan

tidak steril serta tingginya prematuritas.13,14

Faktor non medis sering kali berhubungan dengan adat istiadat setempat seperti

penggunaan bahan yang mengandung tepung atau abu untuk perawatan tali pusat.13,14

Gambar 4. Kondisi Tali Pusat Pada Tetanus Neonatorum

Page 9: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

9

2.5 Manifestasi Klinis Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum merupakan salah satu bentuk klinis dari tetanus, selain tetanus

neonatorum bentuk klinis lain tetanus antara lain generalized tetanus, localized tetanus dan

cephalic tetanus. Tetanus neonatorum merupakan bentuk infantil dari tetanus generalisata.2,6

Manifestasi awal yang ditemukan pada tetanus neonatorum dapat dilihat ketika bayi

malas minum dan menangis yang terus menerus, suhu tubuh bayi normal atau bisa meningkat

atau subfebris. Bayi kemudian akan kesulitan hingga tidak sanggup menghisap dan akhirnya

mengalami gangguan menyusu. Hal tersebut menjadi tanda khas onset penyakit ini. Kekakuan

rahang atau trismus mulai terjadi, dan mengakibatkan tangisan bayi berkurang dan akhirnya

berhenti. Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa,

karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan

mulut justru agak membuka dan kaku sehingga bentukan mulut menjadi mecucu seperti mulut

ikan karper. Kemudian terjadi kekakuan pada wajah dimana bibir tertarik kearah lateral, dan alis

tertarik ke atas yang disebut risus sardonicus. Kaku kuduk, disfagia, dinding abdomen kaku dan

mengeras serta kekakuan pada seluruh tubuh akan menyusul dalam beberapa jam berikutnya.

2,4,6,7,14

Awalnya kekakuan tubuh yang terjadi bersifat periodik, dan dipicu oleh rangsangan-

rangsangan sensoris seperti suara, cahaya atau sentuhan. Kemudian kejang akan terjadi secara

spontan dan akhirnya terus menerus. Kesadaran bayi masih baik namun spasme dan kejang

berulang atau terus menerus yang terjadi akan mempengaruhi sistem saraf simpatik sehingga

terjadi vasokonstriksi pada saluran napas dan akan terjadi apneu dan bayi menjadi sianosis. Hal

ini merupakan penyebab kematian terbesar pada kasus tetanus neonatorum.2,4,6,7,14

Pada saat spasme dan kejang berlangsung, kedua lengan biasanya akan fleksi pada siku

dan tertarik ke arah badan, sedangkan kedua tungkai dorsofleksi dan kaki akan mengalami

hiperfleksi. Spasme pada otot punggung menyebabkan punggung tertarik menyerupai busur

panah atau disebut opisthotonos. 2,4,6,7,14

Jarak antara gejala pertama muncul sampai munculnya gejala berikutnya pada kasus

tetanus neonatorum disebut periode onset. Periode onset ini berperan penting dalam menentukan

prognosis penyakit ini. Semakin pendek periode onset ini, semakin buruk prognosisnya. Periode

onset pada neonatus lebih pendek dibandingkan dengan pada anak atau dewasa dimana lebih ke

arah beberapa jam dari pada beberapa hari seperti pada dewasa, hal ini mungkin disebabkan

Page 10: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

10

jarak akson yang lebih pendek sehingga infeksi lebih cepat mencapai sistem saraf pusat. 2,4,6,7,14

Masa inkubasi tetanus pada bayi (tetanus neonatorum) lebih cepat dibanding tetanus tipe

lain yaitu berkisar antara 3-10 hari, dan biasanya bermanifestasi pada akhir minggu pertama atau

awal minggu ke dua pasca persalinan sehingga sering kali disebut sebagai penyakit hari ke tujuh

(disease of the seventh day). 2,4,6,7,14

Gambar 5. Gambaran Klinis Tetanus Neonatorum

Berdasarkan onset, masa inkubasi dan manifestasi klinis yang dijumpai pada bayi, dapat

ditentukan berat ringannya tetanus neonatorum, seperti tertera pada tabel dibawah ini14,15

:

Tabel. 1 Perbandingan Tetanus Neonatorum Sedang dan Berat

Kategori Tetanus Neonatorum

Sedang Tetanus Neonatorum Berat

Umur >7 hari 0-7 hari

Frekuensi kejang Kadang-kadang Sering

Bentuk kejang

Mulut mencucu, trismus

kadang-kadang, kejang

rangsang(+)

Mulut mencucu, trismus terus-

menerus, kejang rangsang (+)

Posisi Badan

Opistotonus kadang-kadang

Selalu Opistotonus

Kesadaran Masih sadar Masih sadar

Tanda infeksi Tali pusat kotor, lubang

telinga bersih/kotor

Tali pusat kotor, lubang telinga

bersih/kotor

Page 11: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

11

2.6 Diagnosa Tetanus Neonatorum

Untuk mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat tanda dan gejala klinis

yang ada sebagaimana yang telah dibahas pada bagian manifestasi klinis. Tali pusat bayi dapat

ditemui dalam kondisi kotor dan berbau merupakan tanda port d’entree clostridium tetani.

Pemeriksaan dengan spatula lidah dapat digunakan untuk mendeteksi dini penyakit ini. Hasil

positif ditunjukan ketika spatula disentuhkan ke orofaring lalu terjadi spasme pada otot maseter

dan bayi menggigit spatula lidah. Uji spatula memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi

(94%).2,11

Gambar 6. Uji Spatula

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus, beberapa hasil

pemeriksaan penunjang dibawah ini dapat ditemui pada kasus tetanus, antara lain11,12

:

1. Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus, namun

demikian, kuman Clostridium tetani dapat ditemukan di luka pada orang yang tidak

mengalami tetanus dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.

2. Nilai hitung leukosit dapat tinggi

3. Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal

4. Kadar antitoksin didalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai imunisasi

bukan tetanus.

5. Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.

6. EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus menerus dan

pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati setelah

potensial aksi.

7. Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.

Page 12: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

12

2.7 Komplikasi Tetanus Neonatorum

Komplikasi yang ditemui pada tetanus neonatorum dapat ditemui saat terjadinya tetanus

dan memperburuk keadaan bayi atau dapat pula berupa komplikasi jangka panjang, adapun

komplikasi yang dapat ditemui pada tetanus neonatorum antara lain2,6,11

:

1. Laringospasme yaitu spasme dari laring dan atau otot pernapasan menyebabkan

gangguan ventilasi. Hal ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus tetanus

neonatorum.

2. Fraktur dari tulang punggung atau tulang panjang akibat kontraksi otot berlebihan

yang terus menerus. Terutama pada neonatus, di mana pembentukan dan kepadatan

tulang masih belum sempurna

3. Hiperadrenergik menyebabkan hiperakitifitas sistem saaraf otonom yang dapat

menyebabkan takikardi dan hipertensi yang pada akhirnya dapat menyebabkan henti

jantung (cardiac arrest). Merupakan penyebab kematian neonatus yang sudah

distabilkan jalan napasnya.

4. Sepsis akibat infeksi nosokomial, infeksi sekunder (cth: Bronkopneumonia)

5. Pneumonia aspirasi, sering kali terjadi akibat aspirasi makanan ataupun minuman

yang diberikan secara oral pada saat kejang berlangsung.

Komplikasi jangka panjang dapat ditemukan defisit neurologis pada sebagian penderita

tetanus neonatorum yang selamat. Gejala yang muncul dapat berupa cerebral palsy, gangguan

perkembangan intelektual maupun gangguan perilaku. Gejala tersebut didapatkan pada anak-

anak berusia 7-12 tahun. Hal ini diperkirakan terjadi akibat anoksia yang terjadi semasa kejang

yang terjadi. Namun demikian presentasi terjadinya sequalae pada penyakit ini belum dapat

dipastikan.2,6,11

Page 13: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

13

2.8 Diagnosa Banding Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum memilki ciri khas, namun demikian, beberapa kelainan lainnya

dapat menyebabkan kejang pada neonatus dan harus dapat dibedakan dari tetanus neonatorum.

Secara umum penyebab kejang pada neonatus dapat dibagi menjadi 3 kategori11,12

:

1. Kongenital (anomaly cerebral)

2. Perinatal (komplikasi persalinan, trauma perinatal, anoxia, perdarahan intracranial).

3. Postnatal (infeksi dan gangguan metabolisme)

Kerusakan otak oleh karena gangguan kongenital atau perinatal dapat menyebabkan

spasticity, gerakan tubuh yang jerky, dan kejang. Cerebral contusion, umumnya berhubungan

dengan trauma pada saat persalinan atau kesulitan obstetrik lainnya, dan terjadi pada bayi cukup

bulan. Sindrom kerusakan otak sering menyebabkan laxness of mouth and tongue; refleks hisap

hilang, dan bayi tidak dapat menelan sejak lahir. Tidak ada kondisi yang menyebabkan trismus

seperti tetanus.11,12

Infeksi terpenting saat neonatus adalah meningitis, umumnya berhubungan dengan

septicemia. Meningitis neonatorum dapat disebabkan oleh Streptococcus grup B, Escherichia

coli, Lysteria monocytogenes, atau Klebsiella-Enterobacter-Serratia. Dua infeksi pertama

mencakup 70% penyebab infeksi sistemik oleh bakteri pada neonatus. Bayi dengan meningitis

datang dengan letargi, kejang, episode apneu, sulit minum, hipotermi atau hipertermi, dan,

kadang, respiratory distress pada minggu pertama. Gejala yang sering ditemukan adalah ubun-

ubun besar yang tegang.11,12

Infeksi streptococcus grup B dapat mengenai bayi dengan berat badan lahir rendah

(BBLR). Onset gejala dapat awal, dalam 48 jam pertama kehidupan, atau telat, antara 10 hari

sampai 4 bulan. Apneu merupakan gejala pertama yang sering ditemukan dan pneumonia dengan

gagal napas dapat terjadi. Trismus tidak terdapat pada penyakit-penyakit di atas, dan sifat kejang

berbeda dengan yang disebabkan oleh tetanus. Kejang pada kondisi di atas umumnya terjadi

dengan gerakan yang lebih lambat dalam waktu yang lebih singkat dan umumnya hanya

mengenai satu bagian tubuh. Pada tetanus neonatorum, tidak ditemukan ubun-ubun tegang.11,12

Gangguan metabolik meliputi hipoglikemi terutama pada bayi BBLR atau bayi dari ibu

dengan diabetes dan hipokalsemi. Insidens hipokalsemi pada neonatus tinggi pada hari pertama,

kedua, atau ketiga kehidupan, dan akhir minggu pertama. Hypocalcemic tetany pada bayi baru

lahir dapat menimbulkan kejang dan laringospasme. Kejang berbeda dengan yang disebabkan

Page 14: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

14

oleh tetanus, dan umumnya disertai tremor dan muscle twitching, sedangkan hipokalsemi tidak

menimbulkan trismus atau rigiditas seluruh tubuh yang dilihat pada tetanus. Bayi dengan

hypocalcemic tetany kelihatan normal di antara episode kejang.11,12

Tabel 2. Diagnosa Banding Tetanus

Page 15: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

15

2.9 Penatalaksanaan Tetanus Neonatorum

Penatalaksanaan tetanus neonatorum pada dasarnya sama dengan tetanus lainnya, yaitu

meliputi terapi suportif (sedasi, pelemas otot, dsb) selama tubuh berusaha memetabolisme

neurotoxin, menetralisir atau mencegah bertambahnya toxin yang mencapai CNS dan berusaha

membunuh kuman yang masih dalam bentuk vegetatif untuk mencegah produksi tetanospasmin

yang berkelanjutan. Perawatan di NICU mutlak diperlukan. Adapun tindakan atau pengobatan

pada pasien tetanus neonatorum sebagai berikut4,16

:

1. Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan

2. Berikan diazepam 10mg/kgbb/hari secara IV dalam 24 jam atau dengan bolus IV

setiap 3-6 jam (dengan dosis 0,1 – 0,2 mg/kgbb/kali pemberian), maksimum 40

mg/kgbb/hari.

- Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan beri diazepam melalui

pipa atau melalui rektum (dosis sama dengan dosis IV)

- Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kgbb tiap 6 jam

- Bila frekuensi nafas kurang dari 20 kali/ menit dan tidak tersedia fasilitas

penunjang nafas dengan ventilator, diazepam dihentikan meskipun bayi masih

mengalami spasme.

- Bila bayi mengalami henti nafas selama spasme atau sianosis sentral setelah

spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang, bila belum bernafas

lakukan resusitasi, bila tidak berhasil dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai

fasilitas NICU.

- Setelah 5-7 hari, dosis diazepam dapat dikurangi secara bertahap 5-10 mg/hari

dan diberikan melalui rute orogastrik.

- Pada kondisi tertentu, mungkin diperlukan vencuronium dengan ventilasi

mekanik untuk mengontrol spasme.

3. Berikan bayi Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau antitoksin tetanus (equine

serum) 5000 U IM sebelumnya dilakukan tes kulit terlebih dahulu.

4. Tetanus toksoid 0,5 ml IM diberikan pada tempat yang berbeda dengan tempat

pemberian antitoksin.

5. Pemberian antibiotik

- Lini 1: Metronidazol 30 mg/kgbb/hari dengan interval setiap 6 jam

(oral/parenteral) selama 7-10 hari.

- Lini 2 : Penisilin Procain 100.000 U/kgbb/hari IV dosis tunggal 7-10 hari.

Page 16: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

16

- Jika terdapat sepsis atau bronkopneumonia, berikan antibiotik yang sesuai.

6. Bila terjadi kemerahan dan atau pembengkakan pada kulit sekitar pangkal tali pusat,

atau keluar nanah dari permukaan tali pusat, atau bau busuk dari area tali pusat,

berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat.

7. Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 ml untuk melindungi ibu dan bayi yang

dikandung berikutnya dan minta datang kembali satu bulan kemudian untuk

pemberian dosis kedua

8. Perawatan lanjut bayi tetanus neonatorum:

- Rawat bayi di ruang yang tenang dan gelap untuk mengurangi rangsangan

yang tidak perlu, tetapi harus yakin bayi tidak terlantar.

- Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis rumatan dan antibiotik

dilanjutkan

- Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI perah diantara

periode spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan perhari dan

naikkan secara perlahan hingga mencapai kebutuhan penuh dalam dua hari.

- Nilai kemampuan minum dua kali sehari, dan anjurkan untuk menyusu ASI

secepatnya begitu terlihat bayi siap untuk menghisap

- Bila sudah tidak terjadi spasme dalam 2 hari, bayi dapat minum baik, dan

tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan dirumah sakit, maka bayi

dapat dipulangkan.

Banyak obat yang telah dipergunakan sebagai obat tunggal maupun kombinasi untuk

mengobati spasme otot pada tetanus. Pemberian muscle-relaxant atau sedative dengan tujuan

mengurangi spasme otot sekaligus melebarkan jalan napas. Obat yang terbukti cukup efektif

adalah benzodiazepine (cth: diazepam, midazolam). Diazepam memiliki efek pelemas otot, anti

anxietas dan sedasi. Hal itu menyebabkan diazepam efektif digunakan dalam penanganan tetanus

neonatorum, terlebih lagi diazepam dapat diberikan melalui rute yang bervariasi, murah dan

dipergunakan secara luas. Namun perlu diperhatikan bahwa hasil metabolit dari diazepam

(oksazepam dan desmetildiazepam) dapat terakumulasi dan berakibat koma berkepanjangan.2,6,11

Pemberian Human tetanus imunoglobulin (HTIG) atau antitoksin tetanus (ATS)

bertujuan untuk menetralisir tetanospasmin yang dihasilkan Clostridium Tetani. Pemberian

HTIG ataupun ATS harus dilakukan secepatnya yaitu maksimal 24 jam setelah didiagnosis,

karena toksin tidak dapat lagi dinetralisir oleh HTIG atau ATS apabila sudah mencapai medula

spinalis. Maka dari itu faktor yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan terapi tetanus

Page 17: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

17

adalah kecepatan pemberian terapi netralisasi toksin.2,6,11

Tidak banyak studi yang membahas perbandingan penggunaan ATS dan HTIG. ATS

berasal dari serum kuda sedangkan HTIG berasal dari serum manusia. Beberapa penelitian

menggambarkan bahwa angka kematian pada penggunaan HTIG sama atau lebih rendah

dibandingkan ATS. Pemberian HTIG juga memberikan resiko efek samping reaksi hipersensitif

sistemik dan reaksi lokal yang lebih kecil dibandingkan ATS.17

Maka pada kasus tetanus disarankan untuk memberikan HTIG sebagai pilihan utama

terapi netralisasi toksin pada kasus tetanus. Pemberian ATS dilakukan hanya apabila HTIG tidak

dapat diberikan pada pasien tersebut. Pemberian imunisasi aktif tetanus toksoid pada pasien

tetanus neonatorum mungkin perlu ditunda hingga 4-6 minggu setelah pemberian tetanus

imunoglobulin.4,11,17

Pada literatur lain dapat berbeda tentang dosis dan cara pemberian ATS maupun HTIG,

dimana dalam buku HTA Depkes tentang Penatalaksaan tetanus pada anak, tertulis pemberian

ATS pada Tetanus neonatorum adalah 10000 U dan diberikan secara Intravena.11

Pemberian antibiotik bertujuan untuk membunuh kuman Clostridium Tetani sehingga

produksi Tetanospasmin dapat dihentikan. Studi terbaru menemukan bahwa penicillin

merupakan suatu antagonis GABA sehingga dapat meningkatkan efek dari tetanospasmin, oleh

karenanya saat ini antibiotik pilihan adalah Metronidazole.2,6,11

Tabel 3. Perbandingan Penisilin dan Metronidazol

Penisilin Metronidazol

Spektrum Spektrum luas, bakteri Gram (+),

anaerob

Spektrum sempit, obligat

anaerob, tidak dapat

menginduksi superinfeksi

Mekanisme Kerja Menghambat sintesis dinding sel Menghambat sintesis DNA

Stabilitas Tidak stabil Stabil

Reaksi Alergi Sering Jarang

Resistensi Sering Jarang

Penetrasi ke abses Rendah Baik

Page 18: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

18

Pemberian cairan harus diberikan untuk menggantikan cairan dan elektrolit. Pemberian

makanan secara oral dilarang, karena dapat menyebabkan aspirasi, oleh karena itu, nutrisi

diberikan secara parenteral atau via nasogastric tube (NGT). Pada kasus neonatus dengan jalan

napas yang tidak berhasil distabilkan atau intubasi yang melebihi 10 hari, trakeostomi dapat

dilakukan.2,6,11

Bayi yang dapat bertahan hidup perlu pemantauan tumbuh kembang, terutama untuk

asupan gizi yang seimbang dan stimulasi mental, bayi juga mungkin membutuhkan penanganan

rehabilitasi medik seperti fisioterapi terdapat kekakuan atau spastisitas yang menetap.4

Page 19: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

19

2.10 Pencegahan Tetanus Neonatorum

Pencegahan terjadinya tetanus neonatorum pada bayi yang akan dilahirkan meliputi hal-

hal berikut ini 11,12,14

;

1. Proses persalinan yang steril yang didukung tenaga medis dan peralatan medis yang

mendukung

2. Perawatan tali pusat yang benar, jangan membungkus tali pusat atau mengoleskan cairan

atau bahan apapun ke dalam tali pusat. Mengoleskan alkohol atau povidon iodine

diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab.

3. Perawatan luka, dilakukan dengan pemberian hidrogen peroksida untuk oksigenasi luka

di jaringan tubuh.

4. Pendidikan dan pengarahan tentang pentingnya persalinan yang steril dan sosialisasi

vaksinasi tetanus pada ibu hamil khususnya yang belum mendapat vaksinasi atau dengan

riwayat vaksinasi yang belum jelas.

5. Imunisasi pada ibu hamil merupakan fokus primer dalam pencegahan tetanus neonatorum

Vaksin terdiri dari mikroorganisme atau komponen seluler yang bertindak sebagai

antigen. Pemberian vaksin menstimulasi produksi antibodi dengan protein spesifik. Pemberian

vaksin tetanus toksoid dilakukan untuk profilaksis jika riwayat vaksin tidak diketahui atau

kurang dari 3 kali imunisasi TT.11,12,14

Imunisasi tetanus pada wanita masa subur (12 atau 15 tahun sampai 45 tahun) atau

sedang mengandung merupakan cara pencegahan tetanus neonatorum yang paling mudah dan

efektif. Melalui imunisasi tetanus lengkap, proteksi terhadap infeksi tetanus mencapai lebih dari

90%. Dimana imunisasi dikatakan lengkap apabila Wanita usia subur (WUS) sudah

mendapatkan suntikan toksoid sebanyak 5 kali sebelum ia hamil, yang akan memberikan

perlindungan terhadap tetanus selama 25 tahun atau dapat dikatakan semua bayi yang akan

dilahirkan terlindungi dari tetanus neonatorum.11,12,14

Wanita tanpa adanya riwayat imunisasi tetanus harus diberikan minimal dua dosis tetanus

toxoid (TT) atau difteri tetanus toxoid (Td) atau DPT (difteri pertusis tetanus) dengan jarak antar

dosis minimal 4 minggu. Dosis ke 3 diberikan 6-12 bulan kemudian, dosis ke 4 satu tahun

sesudah pemberian dosis ke 3, dan dosis ke 5, 1 tahun setelah pemberian dosis ke 4.11,12,14

Pada wanita hamil dengan riwayat imunisasi telah memperoleh 3-4 dosis TT/Td/DPT

pada masa anak-anak, cukup diberikan 2 dosis vaksin , pertama secepatnya dan disusuli oleh

Page 20: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

20

dosis ke 2 maksimal 3 minggu sebelum melahirkan.11

Wanita yang sudah mendapat 2 dosis vaksin pada kehamilan sebelumnya harus diberikan

dosis ke 3 pada kehamilan berikutnya. Dosis ke 3 ini dapat memberikan perlindungan hingga 5

tahun.11

Tabel 4. Rekomendasi Jadwal Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan Tetanus Difteri Toxoid

(Td) untuk Wanita Usia Subur yang Belum Divaksinasi

Dosis Jadwal Pemberian

TT1 atau Td1 Pada kontak pertama atau sedini mungkin

saat kehamilan

TT2 atau Td2 Paling sedikit 4 minggu setelah dosis

pertama

TT3 atau Td3 6-12 bulan setelah dosis kedua atau pada

kehamilan berikutnya

TT4 atau Td4 1-5 tahun setelah dosis ketiga atau saat

kehamilan berikutnya

TT5 atau Td5 1-10 tahun setelah dosis keempat atau saat

kehamilan berikutnya

Tabel 5. Efikasi Vaksin Tetanus Toxoid Berdasarkan Dosis

Apabila ditemukan neonatus lahir dari ibu yang tidak pernah diimunisasi, tanpa

perawatan obstetrik yang adekuat, neonatus tersebut diberikan 250 IU human tetanus

immunoglobulin atau pemberian 750 U serum anti tetanus terhadap bayi beresiko tinggi dapat

memberikan perlindungan, dan pada ibu juga harus diberikan imunisasi aktif dan pasif .11,14

Dosis Interval minimum

antar dosis

Percent protected Durasi proteksi

TT1 - - -

TT2 4 minggu 80% 3 tahun

TT3 6 bulan 95% 5 tahun

TT4 1 tahun 99% 10 tahun

TT5 1 tahun 99% Mungkin seumur

hidup

Page 21: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

21

Perawatan persalinan dan pasca persalinan yang bersih dan steril secara signifikan dapat

menurunkan jumlah infeksi perinatal, termasuk di dalamnya tetanus neonatorum. Persalinan

yang bersih didefinisikan sebagai suatu persalinan yang dibantu oleh tenaga medis di dalam

suatu institusi medis atau dilakukan di rumah dengan bantuan bidan dengan prosedur persalinan

yang higienis (memastikan kebersihan tangan, tali pusat, perineum, dan semua substans yang

digunakan).11,18

Tali pusat merupakan port d’entree kuman clostridium tetani maka dari itu petugas

kesehatan harus menjelaskan cara perawatan tali pusat yang benar kepada ibu yang baru

melahirkan. Cara perawatan tali pusat yang benar adalah 11,18

:

1. Jangan membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan bahan atau ramuan

apapun ke puntung tali pusat, nasehati keluarga untuk tidak memberikan apapun pada

tali pusat bayinya.

2. Menutup luka tali pusat dengan dibalut kassa steril dan kering

3. Beri nasehat pada keluarganya sebelum penolong meninggalkan bayinya, yaitu lihat

popok dibawah puntung tali pusat. Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati

dengan air matang (DTT/Desinfeksi Tingkat Tinggi) dan sabun. Keringkan secara

seksama dengan air bersih. Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan

perawatan jika tali pusat menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah. Jika

pusat menjadi merah atau keluar nanah maupun darah, segera rujuk bayi tersebut ke

fasilitas yang mampu untuk menangani dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir

secara lengkap.

Menurut rekomendasi WHO, cara merawat tali pusat yaitu cukup membersihkan pangkal

tali pusat menggunakan air dan sabun, lalu kering anginkan hingga benar-benar kering.

Penelitian menunjukkan bahwa tali pusat yang dibersihkan dengan air dan sabun cenderung lebih

cepat puput (lepas) dari pada tali pusat yang dibersihkan menggunakan alkohol. Meski demikian,

praktek membersihkan tali pusat dengan alkohol juga tidak sepenuhnya dilarang karena bahkan

di beberapa negara maju pun masih diterapkan. Pertimbanganya, tali pusat yang dirawat tanpa

menggunakan alkohol terkadang menimbulkan aroma yang menyengat.11,18

Page 22: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

22

2.11 Prognosis Tetanus Neonatorum

Prognosis bergantung pada masa inkubasi, waktu yang dibutuhkan dari inokulasi spora

hingga gejala muncul, dan waktu dari pertama kali munculnya gejala hingga spasme tetanik yang

pertama. Statistik terbaru menunjukkan tingkat mortalitas pada tetanus ringan-sedang mencapai

6%. Sedangkan tetanus berat memiliki tingkat mortalitas 60%.2,11,12,15

Pada tabel dibawah ini terdapat suatu sistem penilaian untuk menilai prognosis dari

tetanus. Semakin tinggi nilai yang didapat, semakin buruk prognosisnya.

15

Tabel 6. Sistem Score Bleck untuk Menentukan Prognosis Tetanus

Nomor Faktor Prognosis 1 point 0 point

1 Masa Inkubasi < 7 hari >7 hari

2 Masa Onset < 2 hari >2hari

3 Situs masuk kuman (port of entry) Umbilikus, uterus,

luka bakar, fraktur

terbuka, injeksi

intramuskular

Situs lain atau tidak

diketahui

4 Spasme yang muncul mendadak,

dan bertambah buruk (paroxysm)

Ya Tidak

5 Suhu (diukur melalui rectal) >38,4o C ≤38,4

o C

6 Nadi : pada dewasa :

pada neonatus :

> 120x/menit

> 150x/ menit

<120x/menit

<150x/menit

Prognosa tetanus neonaturum dikatakan jelek bila umur bayi kurang dari 7 hari, masa

inkubasi 7 hari atau kurang, periode timbulnya gejala kurang dari 18 jam dan dijumpai muscular

spasm.12

Page 23: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

23

BAB III

STATUS PASIEN

3.1 Identitas Pasien

Nama : Bayi Nuryana

Umur : 7 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Perlak

Nama Ibu : Nuryana

Nama Ayah : Andika

3.2 Anamnesa Pasien

Alloanamnesa : Ibu pasien

Keluhan Utama : Kejang rangsang

Telaah :

Pasien dibawa oleh ibunya ke RSUD Langsa pada tanggal

27/11/2013 jam 12.55 WIB, pasien rujukan dari RSUD Idi dan telah

dirawat 1 hari.

Dari anamnesa terhadap ibu pasien di ketahui pasien kejang-kejang

sejak 4 hari yang lalu. Awalnya pasien sangat rewel sering menangis

namun tangisannya lemah dan juga tidak mau menghisap puting susu.

Kejang awalnya muncul sesekali dan semakin lama semakin sering,

begitu pula lamanya kejang awalnya hanya sekitar 30 detik hingga saat

ini bisa 15-30 menit. Saat kejang terkadang pasien menangis, Kejang

lebih sering muncul bila pasien di tempat yang lebih banyak orang,

bising atau diluar rumah. Saat kejang tubuh pasien melengkung dan

kepala tertarik kebelakang, kedua tangan, kaki dan seluruh tubuh

menegang dan bergetar. Ibu pasien juga merasa tubuh pasien menjadi

lebih kaku, sulit digendong dan perut pasien mengeras. pada awal

muncul kejang, tubuh pasien tidak terasa panas, namun sejak hari

kemarin terasa panas. Wajah pasien terlihat semakin lama semakin pucat.

Page 24: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

24

Riwayat Kehamilan :

Pasien anak pertama, Selama kehamilan ibu 1 kali memeriksakan

diri pada bidan dan 1 kali pada dukun bersalin. Ibu tidak ingat HPHT.

Selama hamil ibu tidak pernah mengalami demam (-), kejang (-), cacar

(-), campak (-), hiperemesis gravidarum (-), riwayat DM (-), penggunaan

obat anti kejang (-), penggunaan narkotika (-), penyakit lain (-).

Riwayat Kelahiran :

Dari anamnesa terhadap ibu pasien diketahui lahir pada tanggal

20/11/2013 di rumah, persalinan normal dan ditangani oleh dukun

bersalin. Saat lahir bayi segera menangis, tali pusat di potong dengan

gunting, diikat dengan tali dan dibungkus dengan kasa. Ibu tidak tahu

apakah gunting, tali dan kasa telah steril atau tidak dan ibu tidak ingat

warna air ketuban.

Pada hari kedua pasien dibawa ke bidan, pasien ditimbang; BB:

3500 gr dan memperoleh 1 suntikan pada paha kiri bayi dan tetes mata

(ibu tidak tahu nama obat yang diberikan), dan tali pusat dibersihkan dan

dibungkus dengan kain kasa, namun ibu tidak tahu dengan cairan apa tali

pusat dibersihkan.

Riwayat Imunisasi :

Imunisasi Paseien : HB0 (-), Polio 1 (-)

Imunisasi Ibu : ibu tidak pernah imunisasi TT atau Td atau DPT

baik selama hamil maupun sebelum hamil. Dan

tidak ingat imunisasi saat usia anak-anak.

RPO : Pasien telah mendapat pengobatan di RSUD Idi, yaitu:

- IVFD D 5% NaCl 0,225%

- Inj cefotaxime 180 mg/12 jam IV

- Inj gentamicin 18 mg

- Diazepam

RPK : Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien .

Page 25: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

25

3.3 Status Present

Keadaan Umum : Tampak lemah

Sensorium : Compos mentis

HR : 132 x/m

RR : 32 x/m

Temp : 38 C

BB : 3500 gram

3.4 Pemeriksaan Fisik

1. Kepala - Normochepalli : Lingkar kepala 36 cm

- Ubun ubun Belum Menutup (+), menonjol (-), tegang (-)

2. Wajah - Kulit wajah Ikterik (-), Anemis (+), oedem (-)

- Otot wajah kaku (+), Paralisis (-)

- Wajah rhisus sardonicus (+)

3. Mata - Periorbital Cekung (-)

- Konjungtiva palpebra Anemis (-)

- Sklera ikterik (-)

4. Hidung - NCH (-)

- Sekret (-)

5. Telinga - Normotia (+)

- Lubang telinga: Radang (-), Serumen (-), darah (-), nanah (-)

6. Mulut - Mulut mencucu (+), Trismus (+)

- Bibir kering (+), anemis (+), sianosis (-)

- Lidah sulit dinilai

- Tonsil sulit dinilai

- Faring sulit dinilai

7. Leher - I : Simetris (+),

- P : Trakea midline (+) Pembesaran KGB (-)

Page 26: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

26

8. Thorax - I : Simetris (+), retraksi intercostal (-), retraksi suprasternal (-)

- P : Nyeri tekan (-), Massa (-)

- P : ICS IV : Sonor

ICS V : Sonor Memendek ICS VI : Redup

- A : Suara nafas: Vesikuler (+/+)

Suara tambahan: Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

9. abdomen - I : Simetris (+), Distensi (+)

- P : Massa (-), otot abdomen kaku/keras (+), Nyeri tekan (-)

- P : Tympani (+)

- A : Peristaltik (+), kesan normal

- Tali pusat layu (+), berwarna hitam (+), bau (+), peradangan pada

pangkal tali pusat (+)

10. Punggung - Opisthotonus (+)

- Tanda traktur vertebra (-)

11. Ekstremitas - Ekstremitas atas : Kulit anemis (-/-), Sianosis (-/-), Ikterik (-/-)

Otot kaku (+/+), paralisis (-/-),

tanda fraktur (-/-),

kejang (+/+) dengan rangsangan suara, cahaya

dan sentuhan

- Ekstremitas bawah : Kulit anemis (-/-), Sianosis (-/-), Ikterik (-/-)

Otot kaku (+/+), paralisis (-/-)

tanda fraktur (-/-)

kejang (+/+) dengan rangsangan suara,

cahaya dan sentuhan

12. Rangsangan

Meningeal

- Kaku kuduk (+)

- Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-), lasegue (-), Kernig (-)

13. Neurologis - Reflek pupil (+), reflek kornea (+), Reflek glabela (+)

- Graps reflek (+), plantar reflek (+)

- Rooting reflek (-), sucking reflek (-)

Page 27: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

27

3.5 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin :

1. Hemoglobin : 11,9 gr/dl

2. Hematokrit : 33,9 %

3. Leukosit : 3.900 x109/L

4. Trombosit : 178.000 x109/L

3.6 Diagnosa Banding

1. Tetanus neonatorum

2. Sepsis neonatorum

3. Meningitis

3.7 Diagnosa

Tetanus neonatorum + Sepsis Neonatorum

3.8. Terapi

Suportif:

1. Oksigen 0,5 l/i

2. Rawat diinkubator, inkubator dibuat gelap dan ruangan diisolasi

3. Pasang IV line dan NGT

Medikamentosa

1. IVFD Dekstrose 5% NaCl 0,225% 15 tts mikro/i

2. Inf. Metronidazol 50 mg loading dose, 8 jam kemudian inf. Metronidazol 20 mg/8jam

3. Inj. Penisilin prokain 150.000 U/12 jam IM

4. Inj. Cefotaxim 200 mg/12 jam

5. Inj. ATS 3000 U IV

6. Inj. Diazepam 2,5 mg + aqua 1cc / 3jam

7. Diet sementara puasa, kemudian diet asi 5cc/3jam via NGT

Page 28: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

28

3.9 Follow Up

Tanggal Kondisi Pasien Terapi/Tindakan Waktu pemberian

27/11/2013

Siang

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Kompos mentis

HR : 132 x/i

RR : 32 x/i

T : 38 C

Kejang (+)

IVFD D5% NaCl 0,225%

15 tts mikro/i

Inj. Diazepam 2,5 mg + 1cc

aqua / 3 jam

13.30, 15.30, 19.30

Inj Penisilin Prokain

150.000 U/12 jm IM

15.00

Diet Sementara Puasa

27/11/2013

Malam

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Somnolen

HR : 120 x/i

RR : 28 x/i

T : 38,2 C

kejang (+++), kejang mudah

muncul dengan rangsangan

cahaya lampu dan suara .

IVFD D5% NaCl 0,225%

15 tts mikro/i

Inj. Diazepam 2,5 mg + 1cc

aqua / 3 jam

22.30, 01.30,

04.30, 7.30

Inj Penisilin Prokain

150.000 U/12 jm IM

03.00

Diet sementara puasa,

pasang NGT

Inkubator ditutupi kain,

keluarga dilarang bersuara

keras dan membatasi

kunjungan.

28/11/2013

Pagi

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Somnolen

HR : 104 x/i

RR :

T : 38 C

kejang (++++)

IVFD D5% NaCl 0,225%

15 tts mikro/i

Inj. Diazepam 2,5 mg + 1cc

aqua / 3 jam

10.30, 13.30, 16.30

Inj Penisilin Prokain

150.000 U/12 jm IM

15.00

Inf. Metronidazol 50 mg

loading dose, 8 jam

kemudian inf. Metronidazol

20 mg/8jam

09.30, 17.30

Page 29: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

29

Inj. Cefotaxim 200 mg/12

jam

11.00

Inj. ATS 3000 U IV 11.00

Diet Asi 5 cc/3jam via NGT 09.00, 12.00, 15.00

28/11/2013

Sore

Pasien Di rujuk Ke RSUZA

Page 30: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

30

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien adalah bayi perempuan baru lahir dengan usia 7 hari dengan berat 3500 garam.

Hasil alloanamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien diketahui gejala diawali dengan bayi

sering menangis dan tidak mau mengisap asi, kemudian muncul mulut mencucu, trismus, wajah

rhisus sardonicus, epistotonus, kekakuan pada otot perut dan anggota badan hingga muncul

kejang yang terpicu oleh rangsangan suara, cahaya dan sentuhan. Semua gejala ini telah muncul

sejak 4 hari SMRS. Gejala-gejala tersebut merupakan gejala klinis dari tetanus neonatorum,

maka sesuai dengan yang tertera pada tinjauan pustaka maka diagnosa Tetanus neonatorum

dapat ditegakkan pada pasien ini cukup berdasarkan gejala klinis yang sesuai.

Sumber masuknya infeksi atau port d’entree kuman Clostridium tetani pada pasien ini

dapat diperkirakan melalui tali pusat, dimana tali pusat pasien layu, berwarna hitam dan berbau.

Tali pusat berwarna hitam merupakan jaringan nekrotik yang rendah oksigen dan memberikan

suasana anaerob yang baik bagi pertumbuhan Clostridium tetani. Bau yang tidak sedap

menunjukkan proses pembusukan yang dilakukan oleh bakteri.

Pasien juga memiliki resiko yang tinggi untuk terserang tetanus neonatorum, dimana ibu

pasien sama sekali tidak pernah mendapatkan imunisasi tetanus baik berupa TT, Td ataupun

DPT baik selama kehamilan maupun sebelum kehamilan. Pasien dilahirkan dirumah dengan

pertolongan tenaga yang tidak ahli yaitu dukun bersalin, dengan penggunaan alat-alat persalinan

dan perawatan tali pusat yang penulis anggap tidak dapat diyakini steril atau tidak memenuhi

standar. Selama hamil ibu pasien hanya sekali memeriksakan diri pada tenaga kesehatan dan

pernah kontak dengan dukun bersalin. Maka dengan gejala klinis yang sesuai dan faktor resiko

yang dimiliki oleh pasien maka diagnosa tetanus neonatorum dapat ditegakkan.

Pasien diberi terapi suportif berupa perawatan di inkubator yang digelapkan untuk

mengurangi rangsangan cahaya dan ruangan diisolasi untuk mengurangi rangsangan suara yang

menambah frekuensi kejang. Selain itu juga pemberian Oksigen ½ L untuk membantu kebutuhan

oksigen tubuh pasien yang kurang akibat kebutuhan oksigen yang tinggi karena kejang

sedangkan asupan oksigen rendah akibat kakunya otot-otot dada. Pemasangan NGT dilakukan

untuk pemberian diet asi 5cc/3jam pada hari ke dua, pada hari pertama pasien dipuasakan.

Pemberian antibiotik untuk membunuh Clostridium tetani. Dalam kasus ini digunakan

Page 31: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

31

penisilin prokain 150.000 U/12 jam IM pada hari pertama dan pada hari kedua ditambah inf.

Metronidazol 50 mg loading dose, 8 jam kemudian inf. Metronidazol 20 mg/8jam. Untuk

antikonvulsan diberikan Inj. Diazepam 2,5 mg + aqua 1cc / 3jam. Pemberian ATS atau HTIG

dosis terapi tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia, sehingga hanya dapat diberikan ATS

3000 unit. Maka dari itu pasien di rujuk ke RSUZA, untuk memperoleh perawatan NICU dan

penatalaksanaan Tetanus neonatorum lanjut.

Prognosis pasien buruk karena masa inkubasi kurang dari 7 hari dan masa onset kurang

dari 2 hari, selain itu sumber infeksi umbilikus, dan adanya kejang pada seluruh tubuh yang

bertambah buruk sehingga score bleck semakin tinggi. Pada pasien juga telah terjadi komplikasi

berupa sepsis neonatorum sehingga diberi terapi Inj. Cefotaxim 200 mg/12 jam. Sepsis

neonatorum memiliki gejala yang tidak spesifik dan beberapa gejala yang sama dengan tetanus

seperti, malas minum, bayi gelisah, kaku kuduk kejang, sesak nafas, suhu tubuh meningkat. Pada

pasien ini didapati kesadaran yang semakin menurun pada hari ke 2, hal ini dapat karena sepsis

atau bisa karena penggunaan diazepam. Hasil lab pasien tidak khas baik untuk tetanus maupun

sepsis, namun penurunan jumlah leukosit merupakan salah satu kriteria sepsis.

Page 32: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

32

BAB V

PENUTUP

Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk klinis tetanus infeksius yang berat dan terjadi

selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti tindakan

perawatan sisa tali pusat yang tidak higienis atau kekurangan imunisasi maternal.

Tetanus neonatorum menyerang seluruh dunia dengan angka kesakitan dan kematian

yang masih tinggi terutama di negara berkembang. Pada tahun 2008 masih terdapat 46 negara

yang masih belum eliminasi tetanus neonatorum di seluruh kabupaten, salah satunya adalah

indonesia. Di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) pada tahun 2011 terdapat 3 kasus

tetanus neonatorum.

Tetanus neonatorum disebabkan oleh bakteri clostridium tetani yang biasanya masuk

melalui luka tali pusat yang tidak dirawat dengan baik. Kuman ini menghasilkan tetanospasmin

yang merupakan neurotoksin berperan terhadap bentuk gejala klinis dari tetanus. Untuk

mendiagnosa tetanus neonatorum adalah dengan melihat tanda dan gejala klinis yaitu bayi sering

menangis dan tidak mau mengisap asi, kemudian muncul mulut mencucu, trismus, wajah rhisus

sardonicus, epistotonus, kekakuan pada otot perut dan anggota badan hingga muncul kejang

yang terpicu oleh rangsangan suara, cahaya dan sentuhan.

Pengobatan pada intinya terdiri dari suportif (O2, Diazepam), netralisir toksin (ATS dan

HTIG), eradikasi kuman clostridium tetani (antibiotik penisilin prokain dan metronidazol), serta

perawatan luka yang benar.

Pencegahan tetanus neonatorum adalah dengan pemberian TT atau Td pada ibu hamil

minimal 2 kali sebelum bayi lahir, persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dan dengan

peralatan yang sesuai standar sterilitas. Prognosis tetanus buruk apabila masa inkubasi kurang

dari 7 hari, onset kurang dari 7 hari, terdapat kejang yang bertambah buruk, suhu tubuh yang

tinggi, dan peningkatan denyut jantung.

Pada kasus, pasien didiagnosa tetanus neonatorum karena sesuai dengan gejala klinis dan

pasien memang memiliki faktor resiko tinggi untuk terserang tetanus neonatorum. pada pasien

juga telah terdapat komplikasi berupa sepsis neonatorum.

Page 33: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de jong. 2005. Jakarta: EGC.

Hal : 45-50

2. Ismanoe, gatoet. Tetanus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. 2009. Jakarta :

Interna Publishing. Hal: 2911-2923

3. Hasan, rusipno. Buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2.2007. Jakarta: Infomedika

jakarta. Hal: 568-573

4. Pudjiadi, H. Antonius dkk. Pedoman Pelayanan Medis. 2009. Jakarta : IDAI. Hal : 315-

318

5. Dorland AN william, Mahode A Albertus. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. 2005.

Jakarta : EGC. Hal: 2216

6. Arnon, S.stephen. Tetanus. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Vol 2. 2012. Jakarta :

EGC. Hal : 1004-1007

7. Widoyono. PenyakitTropis: Epidemiologi,Penularan,Pencegahan dan Pemberantasannya.

Hal : 29-33

8. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. Eliminasi Tetanus Maternal dan

Neonatal (MNTE) di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Vol 1.

September 2012. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Hal : 1-22

9. Pusat data dan informasi Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2008. 2009. Jakarta :

Depkes RI. Hal : 73 – 118.

10. Rahim, abdul dkk. Clostridium Tetani. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. 1994.

Jakarta : Binarupa Aksara. Hal : 125-128

11. Health Technonlogy Assessment Indonesia Depkes RI. Penatalaksanaan Tetanus Pada

Anak. 2008. Jakarta : Depkes RI. Hal : 7-30

12. Ritarwan, kiking. Tetanus. 2004. Medan : USU Digital Library. Hal : 2-9

13. Ilic M, et al. Neonatal Tetanus : a report of a case. 2010. Turk J Pediatric. Hal : 404-408

14. Wibowo tanjung, Anggraeni alifah. Tetanus Neonatorum. Buletin Jendela Data dan

Informasi Kesehatan. Vol 1. September 2012. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI. Hal :

29-32

15. Ogurin OA. Tetanus – A review of Current Concepts in Management. 2009. BJPM 11.

Hal : 46-59

16. WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit : Pedoman Bagi Rumah

Page 34: Makalah Tetanus Neonatorum

TETANUS NEONATORUM

34

Sakit Rujukan Tingkat Kabupaten/Kota. 2008. Jakarta : WHO Indonesia. Hal: 70-71.

17. Martimus m, Leman dkk. Penggunaan Anti Tetanus Serum dan Human Imunoglobulin

Pada Tetanus anak. Sari Pediatri. Vol 12 No 4. Desember 2010. Hal 283-288

18. Kementrian Kesehatan RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial :

Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar. 2010. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Hal: 9 – 10.