pembahasan gizi
DESCRIPTION
Status giziTRANSCRIPT
2.1.2 Status Gizi
A. Definisi Status Gizi
Status gizi adalah keadaan gizi seseorang sebagai hasil dari
metabolisme dan utilitas zat- zat gizi atau zat makanan sehari- hari.
Status gizi yang baik terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat- zat
gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan
kesehatan secara umum pada tingkat yang optimal (Almatsier, 2010).
Zat gizi diartikan sebagai zat kimia yang terdapat dalam makanan
yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan. Sampai saat ini kurang lebih 45 jenis zat gizi dan
dikelompokan menjadi zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energi
berupa karbohidrat, lemak dan protein serta zat gizi mikro yaitu vitamin
dan mineral. Keadaan tubuh dikatakan dalam tingkat gizi optimal, jika
kondisi tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang
tinggi (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2002)
B. Cara Penilaian Status Gizi
Untuk menentukan atau menilai status gizi seseorang, suatu
kelompok atau suatu masyarakat dilakukan pengukuran untuk
menentukan tingkatan kurang gizi yang terjadi. Penilaian status gizi
dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pengukuran secara langsung
dan pengukuran secara tidak langsung (Supariasa, 2002).
Menurut Supariasa (2002), Penilaian status gizi secara langsung
dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu :
a. Antropometri
Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan
dengan mengukur beberapa parameter antara lain : umur, berat
badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar pinggul
dan tebal lemak dibawah kulit. Beberapa indeks antropometri yang
sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB).
b. Klinis
Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas
perubahan – perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
(superficial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
mukosa oral atau pada organ – organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara
cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk
mendeteksi secara cepat tanda- tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan
pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau
riwayat penyakit.
c. Biokimia
Penilaian satus gizi secara biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain : darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh
seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.
Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan secara
faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan
gizi yang spesifik.
d. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat
digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemik (epidemic of night blindness). Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi
menjadi tiga (Supariasa, 2002), yaitu :
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang di
konsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan
dan kekurangan zat gizi.
b. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian
berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan
penilaian status gizi dengan statistik vital dipertimbangkan sebagai
bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi
masyarakat.
c. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah
makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi, dan lain – lain. Pengukuran faktor ekologi
dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di
suatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi
gizi.
C. Jenis dan Parameter Status Gizi
Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku
(reference). Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia
adalah baku World Health Organization – National Centre for Health
Stastics (WHO-NCHS) sesuai rekomendasi pakar gizi dalam
pertemuannya di Bogor tahun 2000. Selain itu juga dapat digunakan
baku rujukan yang dibuat oleh Departeman Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan RI membuat baku rujukan penilaian status gizi
anak balita yang terpisah antara anak laki-laki dan perempuan.
Kriteria jenis kelamin inilah yang membedakan baku WHO-NCHS
dengan baku Harvard. Baku rujukan penilaian status gizi menurut
Depkes RI terlampir dalam lampiran.
Parameter antropometri untuk penilaian status gizi
berdasarkan parameter :
a. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status
gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi
status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan
maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti
bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti
1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan
umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya
adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari.
Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya
sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes,
2004).
Rumus antropometri anak (Soetjiningsih. 1998) yang
berhubungan dengan umur :
1) Berat Badan
Umur 1 – 6 bulan = BBL (gr) + (usia x 600 gr)
Usia 7 – 12 bulan = BBL (gr) + (usia x 500 gr) atau (usia / 2) +3
Umur 1- 6 tahun = 2n + 8
2) Tinggi badan
Umur 1 tahun = 1,5 x panjang badan lahir
Umur 2 – 12 tahun = umur (tahun) x 6 + 77
Kriteria status gizi berdasarkan pengukuran tersebut dibandingkan
dengan NCHS adalah :
1) Gizi baik, jika BB menurut umur > 80% standart WHO – NCHS.
2) Gizi kurang, jika BB menurut umur 61% - 80% standart WHO –
NCHS.
3) Gizi buruk jika BB menurut umur ≤ 60% standart WHO - NCHS
b. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang
memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan
tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang
terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan
untuk menentukan apakah bayi termasuk normal atau
tidak (Supariasa,et all, 2001).
Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan
semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot,
lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk
melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat
karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan
(Soetjiningsih 1998).
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U
(Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian
dengam melihat perubahan berat badan pada saat
pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu
pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur,
tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias
Abunain, 1990) dalam Atmarita, Soendoro, T. Jahari, AB.
Trihono dan Tilden, R. (2009).
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil
peningkatan atau penurunan semua jaringan yang ada
pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan
cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi
atau tumbuh kembang anak. Selain menilai berdasarkan
status gizi dan tumbuh kembang anak, berat badan juga
dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan
makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan.
Interpretasi :
1) BB/U < dipetakan pada kurva berat badan :
a) BB< sentil ke-10 : disebut defisit
b) BB>sentil ke-90 : disebut kelebihan
2) BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam presentase:
>120% : disebut gizi lebih
80-120% : disebut gizi baik
60-80%: - tanpa edema : gizi kurang
- dengan edema : gizi buruk (kwashiorkor)
< 60% : - tanpa edema : marasmus
- dengan edema : marasmus- kwashiorkor
Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat perhatian karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut. Kehilangan BB dihitung sebagai berikut (BB saat ini/BB semula)x 100%.
1) 85-95% : kehilangan BB ringan (5-15%)
2) 75-84% : kehilangan BB sedang (16-25%
3) <75% : kehilangan BB berat (>25%
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakan adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi
masyarakat, pemantauan status gizi anak balita menggunakan metode
antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi (Supariasa, 2002).
Menurut standar kesehatan penentuan status gizi, status gizi tidak
lagi menggunakan persen terhadap median, melainkan nilai Z- score pada
Baku WHO- NCHS. Secara umum klasifikasi status gizi balita yang
digunakan secara resmi adalah seperti Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Klasifikasi Status Gizi Anak di Bawah Lima Tahun (Balita).
INDEKS Status Gizi Ambang Batas
Berat Badan
menurut Umur
(BB/U)
Gizi Lebih >+2 SD
Gizi Baik >= -2 SD sampai +2 SD
Gizi Kurang <-2 SD sampai >= -3 SD
Gizi Buruk <-3 SD
Tinggi Badan Normal >= -2 SD
menurut Umur
(TB/U) Pendek (Stunted) <-2 SD
Berat Badan
menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
Gemuk >+2 SD
Normal >=-2 SD sampai +2 SD
Kurus (Wasted) <-2 SD sampai >= -3 SD
Kurus sekali <-3 SD
Sumber : Depkes RI, 2004
Keterangan : SD = Standard Deviasi
C. Gizi terhadap Imunitas
Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau
menghilangkan benda asing atau sel abnormal yang berpotensi
merugikan, mempertahankan tubuh dari patogen invasif
(mikroorganisme penyebab penyakit misalnya bakteri dan virus),
menyingkirkan sel dan jaringan yang rusak oleh trauma atau penyakit,
memudahkan jalan untuk penyembuhan luka dan memperbaiki jaringan
(Sherwood, 2002).
Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik, kulit, selaput lendir,
silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis pertahanan
terhadap infeksi. Udara yang dihirup mengandung banyak mikroba,
biasanya berupa bakteri dan virus. Sekret di permukaan mukosa
mengandung enzim dekstruktif seperti lisozim yang menghancurkan
dinding sel bakteri. IgA juga merupakan pertahanan permukaan
mukosa, memusnakan banyak bakteri dengan memusnakan dinding
selnya (Baratawidjaja, 2010)
Imunoglobulin A banyak ditemukan pada permukaan mukosa
saluran cerna dan saluran nafas. Dua molekul imunoglobulin A
bergabung dengan komponen sekretori membentuk IgA sekretori
(sIgA). Fungsi utama sIgA adalah mencegah melekatnya kuman
patogen pada dinding mukosa dan menghambat perkembangbiakan
kuman di dalam saluran cerna serta saluran nafas (Baratawidjaja, 2010).
Gangguan pada berbagai aspek imunitas, termasuk fagositosis,
respons proliferasi sel ke mitogen, serta produksi T- lymphocyte dan
sitokin telah ditemukan pada kondisi kekurangan gizi (Siagian, 2006).
Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi. Sebaliknya malnutrisi,
walaupun ringan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh
terhadap infeksi. Kedua- duanya bekerja sinergistik, maka malnutrisi
bersama – sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih
besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi
secara sendiri – sendiri (Pudjiadi, 2001).
D. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan
UNICEF dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi
beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita,
baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok
masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi
nasional (Depkes RI, 2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya
disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit.
Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama
merupakan penyebab kurang gizi.
b. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam
jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah
kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan
sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga.
Faktor-faktor tersebut sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan,
pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Semakin tinggi pendidikan,
pengetahuan dan ketrampilan semakin baik tingkat ketahanan
pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga
makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan
pangan keluarga juga berkaitan dengan ketersediaan pangan, harga
pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan
kesehatan
.
E. Status Gizi dengan Kejadian Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi bakteri, virus dan
jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur
sangat jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit
pneumonia disebabkan oleh bakteri. Berbagai faktor risiko yang
meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena
pneumonia salah satunya status gizi (Kartasasmita, 2010)
Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan
kematian balita dengan infeksi saluran pernapasan. Perbaikan gizi
seperti pemberian ASI ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa
membantu pencegahan penyakit pada anak (Kartasasmita, 2010).
Menurut Scrimshaw et al (1959) cit. dalam Supariasa, Bakri, &
fajar (2001) menyatakan ada hubungan yang sangat erat antara infeksi
(bakteri, virus, dan parasit) dan malnutrisi. Mereka menekan interaksi
yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi, dan juga
infeksi akan mempengaruhi status gizi dan mempercepat malnutrisi.
Menurut penelitian Achmad Gozali (2010) membuktikan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan klasifikasi
pneumonia di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta.
Balita yang pneumonia lebih banyak pada anak yang status gizi kurang
dan buruk.