pemantauan produpemantauan_produksi_padi_di_sumatera_utara_dengan_citra_satelit_terra_modisksi padi...

18
PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) CITRA SATELIT MODIS-TERRA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI PADI DI PROVINSI SUMATERA UTARA Oleh: Edi/127003006 Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan USU I. PENDAHULUAN Sistim Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu disiplin ilmu berbasis teknologi informasi yang berkembang begitu cepat akhir-akhir ini. Ide penyampaian informasi pada setiap titik koordinat bumi ini, semakin melejit seiring dengan perkembangan teknologi perekaman informasi melalui satelit. Hasil perekaman informasi terkait dengan kondisi fisik suatu wilayah melalui satelit, meskipun tidak sempurna, telah banyak digunakan untuk mensubstitusi perekaman informasi melalui survai lapangan yang butuh waktu lebih lama dan biaya yang relatif juga lebih mahal. Integrasi data satelit dan model produktivitas tanaman merupakan metode analisis kuantitatif yang penting untuk menduga hasil panen pada skala lokal dan regional. Data penginderaan jauh praktis digunakan untuk permodelan tanaman dengan kondisi kanopi yang selalu dinamis berubah dalam waktu dan ruang. Aplikasi SIG di bidang pertanian misalnya untuk prediksi produksi tanaman, pemetaan perwilayahan komoditi dan identifikasi penyebaran pupuk. Di bidang kehutanan, untuk pemetaan hutan, evaluasi lahan kritis, perencanaan penebangan pohon untuk industri hutan, perencanaan refo-restasi, dan visualisasi bentangan lahan. Untuk konservasi, SIG digunakan untuk pemetaan habitat flora dan fauna dan perencanaan kawasan konservasi. Modeling produksi tanaman merupakan salah satu contoh aplikasi SIG di bidang pertanian yang akan di uraikan lebih lanjut dalam tulisan ini. Permodelan dengan menggunakan SIG menawarkan suatu mekanisme yang mengintegrasikan berbagai jenis data (biofisik) yang dikembangkan atau digunakan dalam penelitian pertanian. Monitoring kondisi tanaman pertanian sepanjang musim tanaman serta prediksi potensi hasil panen berperan penting dalam menganalisis produksi musiman dan fase produksi padi. Informasi hasil panen yang akurat dan terkini sangat dibutuhkan oleh Kementerian Pertanian/Dinas/Instansi terkait. Modeling

Upload: ahmadduri

Post on 09-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pemantauan_Produksi_Padi_di_Sumatera_Utara_dengan_Citra_Satelit_Terra_Modis

TRANSCRIPT

  • PENGGUNAAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)CITRA SATELIT MODIS-TERRA DALAM PERENCANAAN PRODUKSI PADI

    DI PROVINSI SUMATERA UTARAOleh: Edi/127003006

    Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan USU

    I. PENDAHULUAN

    Sistim Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu disiplin ilmu berbasis

    teknologi informasi yang berkembang begitu cepat akhir-akhir ini. Ide

    penyampaian informasi pada setiap titik koordinat bumi ini, semakin melejit

    seiring dengan perkembangan teknologi perekaman informasi melalui satelit.

    Hasil perekaman informasi terkait dengan kondisi fisik suatu wilayah melalui

    satelit, meskipun tidak sempurna, telah banyak digunakan untuk mensubstitusi

    perekaman informasi melalui survai lapangan yang butuh waktu lebih lama dan

    biaya yang relatif juga lebih mahal. Integrasi data satelit dan model produktivitas

    tanaman merupakan metode analisis kuantitatif yang penting untuk menduga

    hasil panen pada skala lokal dan regional. Data penginderaan jauh praktis

    digunakan untuk permodelan tanaman dengan kondisi kanopi yang selalu

    dinamis berubah dalam waktu dan ruang.

    Aplikasi SIG di bidang pertanian misalnya untuk prediksi produksi tanaman,

    pemetaan perwilayahan komoditi dan identifikasi penyebaran pupuk. Di bidang

    kehutanan, untuk pemetaan hutan, evaluasi lahan kritis, perencanaan

    penebangan pohon untuk industri hutan, perencanaan refo-restasi, dan

    visualisasi bentangan lahan. Untuk konservasi, SIG digunakan untuk pemetaan

    habitat flora dan fauna dan perencanaan kawasan konservasi. Modeling produksi

    tanaman merupakan salah satu contoh aplikasi SIG di bidang pertanian yang

    akan di uraikan lebih lanjut dalam tulisan ini. Permodelan dengan menggunakan

    SIG menawarkan suatu mekanisme yang mengintegrasikan berbagai jenis data

    (biofisik) yang dikembangkan atau digunakan dalam penelitian pertanian.

    Monitoring kondisi tanaman pertanian sepanjang musim tanaman serta prediksi

    potensi hasil panen berperan penting dalam menganalisis produksi musiman dan

    fase produksi padi. Informasi hasil panen yang akurat dan terkini sangat

    dibutuhkan oleh Kementerian Pertanian/Dinas/Instansi terkait. Modeling

  • agroekosistem berbasis SIG merupakan metode powerful di mana dapat

    membantu pengelola/pengambil keputusan di bidang pertanian untuk

    menganalisis secara langsung bukan hanya pengaruh lingkungan biofisik

    terhadap produksi tanaman tetapi juga menganalisis pengaruh sistem budidaya

    terhadap hasil panen.

    Program Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang dicanangkan

    pemerintah sebagai salah satu strategi mengurangi kemiskinan dan

    pengangguran, dengan jelas telah menempatkan pertanian sebagai salah satu

    sektor unggulan. Perbaikan mutu, kuantitas dan kontinuitas produk pertanian

    merupakan target yang harus dicapai sebagai salah satu indikator keberhasilan

    program tersebut. Tantangan yang dihadapi dalam upaya mencapai target di

    atas di antaranya musim panas yang berkepanjangan (kekeringan),

    berkurangnya kesuburan tanah, serangan hama dan penyakit serta gulma. Dari

    uraian sebelumnya jelas terlihat bagaimana potensi teknologi penginderaan jauh

    dalam mendeteksi kondisi biofisik tanaman, tanah, bahkan memberikan informasi

    cuaca (satelit cuaca) yang cepat, murah, detail dan up-to-date. Selain itu,

    prediksi hasil panen untuk skala lokal dapat diperoleh langsung lewat data

    penginderaan jauh. Walaupun untuk prediksi hasil pada skala yang lebih luas

    (regional), dibutuhkan adanya integrasi dengan SIG karena menggunakan

    parameter yang lebih kompleks.

    Adopsi teknologi geospasial merupakan salah satu management option

    dalam mencapai keberhasilan program revitalisasi bidang pertanian. Dari uraian

    di atas, jelas terlihat potensi pemanfaatan data penginderaan jauh dan SIG di

    bidang pertanian contohnya untuk memantau pertumbuhan dan prediksi hasil

    panen. Data penginderaan jauh yang di integrasikan dengan GIS berperan

    penting dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pertanian di mana

    akan menghasilkan keputusan/kebijakan yang lebih realistik dan akurat.

    Vegetasi yang sehat mengandung klorofil dalam jumlah besar, substansi

    yang memberikan vegetasi warna hijau khas. Mengacu pada tanaman sehat,

    pantulan (reflektan) biru dan merah mempunyai spektrum rendah karena klorofil

    menyerap energi. Sebaliknya, pantulan di daerah spektral hijau dan near-

    inframerah tinggi. Tanaman stres atau rusak mengalami penurunan kandungan

    klorofil dan perubahan struktur daun internal. Penurunan kandungan klorofil juga

  • menyebabkan penurunan kemampuan dalam memantulkan pada bagian yang

    hijau dan kerusakan daun internal menurunkan kemampuan memantulkan pada

    near-inframerah. Penurunan pemantulan daerah spectral hijau dan inframerah

    merupakan deteksi dini stres tanaman. Tanaman sehat memiliki nilai TKV tinggi

    karena pantulan cahaya inframerah tinggi, dan memantulkan cahaya merah yang

    relatif rendah. Fenologi dan kekuatan merupakan faktor utama dalam

    mempengaruhi TKV. Contoh, perbedaan antara tanaman pada lahan irigasi dan

    lahan non irigasi. Tanaman yang diairi tampak hijau terang dan cerah. Semakin

    gelap area lahan maka semakin kering dengan indeks vegetasi yang semakin

    kecil (Campbell, 1987).

    Vegetasi dapat stres atau kurang sehat karena perubahan dalam berbagai

    faktor lingkungan. Faktor-faktor ini termasuk kekurangan air, konsentrasi unsur-

    unsur beracun/herbisida dan infestasi oleh serangga/virus. Spektral reflektansi

    vegetasi berubah sesuai dengan struktur dan kesehatan tanaman. Secara

    khusus, pengaruh klorofil dalam pigmen daun mengontrol respon vegetasi

    terhadap radiasi dalam panjang gelombang terlihat. Tanaman menjadi sakit,

    struktur sel dari tumbuhan dan mengubah tanda tangan spektral suatu kelompok

    tumbuhan atau tanaman akan berubah. Refleksi maksimum radiasi

    elektromagnetik dari vegetasi terjadi pada panjang gelombang inframerah dekat

    (near-infrared). Vegetasi memiliki karakteristik tinggi pada reflektansi dekat-

    inframerah dan pantulan merah rendah. Pemantauan udara menggunakan pita

    spektrum sempit antara 0,4 dan 0,9 m merupakan petunjuk memburuknya

    kesehatan tanaman sebelum terlihat perubahan pada tanaman itu sendiri

    (Sanderson, 2006).

    Vegetation Index adalah ukuran empiris keberadaan suatu vegetasi pada

    permukaan. Indeks vegatasi diperoleh dari respon spectral merah (0.6 - 0.7m)

    dan spektral inframerah dekat (0.7 1.1m). Indeks vegetasi MODIS

    menghasilkan nilai spasial dan perbandingan temporal dari kondisi vegetasi

    secara global sehingga dapat digunakan untuk kegiatan pemantauan aktivitas

    fotosintesis vegetasi daratan dalam mendukung proses perkembangan, deteksi

    perubahan dan interpretasi biofisika (Huete et al, 1999).

    Tingkat kehijauan vegetasi ditentukan dengan melakukan Reclassification

    dari hasil perhitungan EVI, EVA dan TKV (Tingkat Kehijauan Vegetasi) dengan

  • memperhitungkan nilai histogram dan standart deviasi. Kerapatan vegetasi di

    Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi 7 klas yaitu sangat rendah, rendah,

    sedang dan tinggi, sedangkan yang tidak termasuk klas kehijauan disebut klas

    bera, air dan awan.

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran

    memperhitungkan nilai histogram dan standart deviasi. Kerapatan vegetasi di

    Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi 7 klas yaitu sangat rendah, rendah,

    sedang dan tinggi, sedangkan yang tidak termasuk klas kehijauan disebut klas

    bera, air dan awan.

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran

    memperhitungkan nilai histogram dan standart deviasi. Kerapatan vegetasi di

    Sumatera Utara diklasifikasikan menjadi 7 klas yaitu sangat rendah, rendah,

    sedang dan tinggi, sedangkan yang tidak termasuk klas kehijauan disebut klas

    bera, air dan awan.

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran

  • II. KOMPONEN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

    Komponen utama dalam geografis information system (GIS) adalah

    seperti dalam gambar dibawah ini:

    Gambar 2. Komponen Sistem Informasi Geografis

    2.1. Sumberdaya Manusia

    Komponen manusia memegang peranan yang sangat menentukan, karena

    tanpa manusia maka sistem tersebut tidak dapat diaplikasikan dengan baik.

    Jadi manusia menjadi komponen yang mengendalikan suatu sistem sehingga

    menghasilkan suatu analisa yang dibutuhkan.

    2.2. Software

    Dalam pembuatan GIS di perlukan software yang menyediakan fungsi tool

    yang mampu melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan

    informasi geografis. Dengan demikian, elemen yang harus terdapat dalam

    komponen software GIS adalah:

    - Tool untuk melakukan input dan transformasi data geografis

    - Sistem Manajemen Basis Data (DBMS)

    - Tool yang mendukung query geografis, analisa dan visualisasi

    - Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool

    geografi.

    Inti dari software GIS adalah software GIS itu sendiri yang mampu

    menyediakan fungsi-fungsi untuk penyimpanan, pengaturan, link, query dan

  • analisa data geografi. Beberapa contoh software GIS adalah ArcView,

    MapInfo, ArcInfo untuk SIG; CAD system untuk entry graphic data; ERDAS,

    ILWISS, ENVI, dan ER-MAPPER untuk proses remote sensing data. Modul

    dasar perangkat lunak SIG: modul pemasukan dan pembetulan data, modul

    penyimpanan dan pengorganisasian data, modul pemrosesan dan penyajian

    data, modul transformasi data, modul interaksi dengan pengguna (input

    query).

    2.3. Hardware

    GIS membutuhkan komputer untuk penyimpanan dan pemproresan data.

    Ukuran dari sistem komputerisasi bergantung pada tipe GIS itu sendiri. GIS

    dengan skala yang kecil hanya membutuhkan PC (personal computer) yang

    kecil dan sebaliknya. Ketika GIS yang di buat berskala besar di perlukan

    spesifikasi komputer yang besar pula serta host untuk client machine yang

    mendukung penggunaan multiple user. Hal tersebut disebabkan data yang

    digunakan dalam GIS baik data vektor maupun data raster penyimpanannya

    membutuhkan ruang yang besar dan dalam proses analisanya membutuhkan

    memori yang besar dan prosesor yang cepat. Untuk mengubah peta ke

    dalam bentuk digital diperlukan hardware yang disebut digitizer.

    2.4. Data dan Sumber Data

    SIG merupakan perangkat pengelolaan basis data (DBMS = Data Base

    Management System) dimana interaksi dengan pemakai dilakukan dengan

    suatusistem antar muka dan sistem query dan basis data dibangun untuk

    aplikasi multiuser. SIG merupakan perangkat analisis keruangan (spatial

    analysis) dengan kelebihan dapat mengelola data spasial dan data non-

    spasial sekaligus.

    Syarat pengorganisasian data: Volum kecil dengan klasifikasi data yang baik;

    Penyajian yang akurat; Mudah dan cepat dalam pencarian kembali (data

    retrieval) dan penggabungan (proses komposit).

  • Gambar 3. Syarat pengorganisasian data

    Jenis data adalah sebagai berikut: data lokasi, koordinat lokasi, nama lokasi,

    lokasi topologi (letak relatif: sebelah kiri danau A, sebelah kanan pertokoan B),

    data non-lokasi, curah hujan, jumlah panen, variabel (tanah), kelas (alluvial),

    nilai luas (10 ha), jenis (pasir), data dimensi waktu (temporal), data non-lokasi di

    lokasi bersangkutan dapat berubah dengan waktu (misal: data curah hujan bulan

    Desember akan berbeda dengan bulan Juli), data penginderaan jarak jauh:

    MODIS Terra & Aqua, Landsat, Alos, Aster, IKONOS, Quickbird, Spot dan

    Worldview.

    III. PERMASALAHAN DAN KENDALA

    Berbagai permasalahan dan kendala dihadapi dalam pengembangan SIG,

    sebagai berikut:

    3.1. Keterbatasan Sumberdaya Manusia

    Perlunya dukungan dan komitmen berbagai pihak, baik di tingkat

    pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten dan

    kota, untuk menyiapkan sumberdaya manusia yang mewadahi baik kualitas

    maupun kuantitas terkait dengan penyediaan dan pengelolaan,

    pendistribusian/penyebarluasan dan pelaksanaan data sharing serta untuk

  • menangani data citra satelit secara berkala dalam memberikan informasi

    terkait SIG. Permasalahan yang sering terjadi dibeberapa daerah adalah:

    - Sumberdaya manusia yang terlatih dalam pengelolaan SIG terutama

    dalam mengoperasikan ER Mapper dan Arcgis 3.3 sangat terbatas.

    kalaupun ada yang terlatih biasanya tidak mentrasfer ilmunya kepada

    yang lain, sehingga ketika terjadi mutasi staf bersangkutan maka harus

    dilakukan pelatihan terhadap staf yang baru.

    - Kurangnya komitmen atasan atau pimpinan.

    - Keterbatasan anggaran.

    3.2. Software

    a. ER MAPPER

    Sampai saat ini telah banyak software pengolah citra, diantaranya: ER

    Mapper, ERDAS Imagine, Idrisi Kilimanjaro, ENVI, CVIP tools, PCI,

    ILLWIS, dan lain-lain. Masing-masing software tersebut memiliki

    kelebihan dan kekurangan. Kelebihan ER Mapper yaitu kemampuannya

    menghemat tempat pada hard disk dan setiap hasil proses dapat

    langsung dilihat tampilannya pada layar monitor. Selain dua hal

    tersebut kelebihan ER Mapper adalah dalam fungsi koreksi geometrik,

    dimana terdapat fasilitas image to image rectification yang memudahkan

    dalam mengambil titik control bumi (GCP).

    ERMAPPER didesain khusus untuk pengolahan data masalah-

    masa kebumian, dimana aplikasi dari ER MAPPER ini juga meliputi

    industri - industri yang bergerak di bidang kebumian. Bidang - bidang

    yang dapat menggunakan aplikasi ER MAPPER antara lain adalah :

    Pemantauan lingkungan Manajemen perencanaan kota Manajemen sumber daya hutan Eksplorasi kelautanER MAPPER dan perangkat lunak pengolahan citra lainnya telah

    mengalami berbagai macam perkembangan. ER MAPPER didesain untuk

    selalu mengikuti kemajuan teknologi, baik perangkat keras, system

  • operasi dan kemajuan IT (Information Technology). Dari segi

    penyimpan data ER MAPPER membutuhkan space yang lebih kecil, yaitu

    sekitar 300 MB untuk data asli dan sekitar 30 KB untuk aplikasi

    pengolahan. Selain itu, koreksi geometric dan pembuatan komposit citra

    jauh lebih mudah dilakukan di ER MAPPER.

    Kelemahan ER Mapper adalah penggunaannya yang sulit bagi pemula

    karena menggunakan rumus-rumus yang relatif rumit dan

    penggabungan data citra dengan data polygon relatif sulit dan

    membutuhkan pengalaman. Kelemahan lainnya dalam penggunaan

    software adalah masalah lisensi. Mahalnya harga dan sulitnya

    mendapatkan sebagian software pengolah peta menyebabkan operator

    menggunakan yang tidak berlisensi dengan keterbatasan fitur dalam

    aplikasi.

    b. ARCGIS 3.3

    Kelemahan Argis 3.3 adalah tidak dapat dioperasikan pada Windows

    System 64 dan hanya dapat dioperasikan pada Windows System 32.

    Kadang-kadang terdapat permasalahan pada Windows System 32, tetapi

    permasalahan ini dapat diatasi dengan teknik tertentu, yaitu dengan

    cara melakukan klik kanan pada file SETUPPropertiesKlikCompatibilityChecklistRun this programs in compatibility modeforChecklist Windows XP (Service Pack 3)OK:, sebagaiman padagambar dibawah ini.

  • Gambar 4. Cara Mengatasi permasalahan kompatibilitas pada Arcgis 3.3

    Mahalnya harga software pengolah peta berlisensi menyebabkan

    operator menggunakan yang tidak berlisensi dengan keterbatasan fitur

    dalam aplikasi. Misalnya ESRI telah merelease Argis 10.1 yang

    mempunyai fitur yang relatif mudah digunakan oleh operator.

    3.3. Hardware

    ER Mapper dan Arcgis 3.3 pada umumnya sudah dapat dijalankan pada

    workstation dengan sistem operasi unix atau PC dengan sistem operasi windows

    NT atau window 7, RAM 2 GB, Hardisk 500 GB. Tidak ada permasalahan

    hardware yang berarti dalam pengoperasian ER Mapper dan Arcgis 3.3 karena

    spesifikasi computer dan laptop dewasa ini sudah sangat memadai, kalaupun ada

    permasalahan hanya pada laptop mini (NETBOOK) prosessor Intel Atom lambat

    karena memang tidak diperuntukkan untuk pengelolaan gambar dan pengolah

    gambar terutama untuk aplikasi GIS.

    3.4. Data dan Sumber Data

    a. Peta Dasar dan Tutupan Lahan

    Ketersediaan peta dasar sangat terbatas, khususnya peta dasar,

    peta kontur, dan peta tutupan lahan (landcover) untuk provinsi,

    kabupaten, dan kota, terlebih apabila untuk perencanaan yang sifatnya

    rinci/detail. Peta dasar yang berkualitas dan mempunyai standar yang

    sama akan merupakan faktor yang sangat penting untuk merealisasikan

    sinergi dan integrasi perencanaan pembangunan antar sektor. Bila

    memungkinkan, peta dasar tersebut bisa didapatkan secara gratis.

    Pengelola data spasial tersebar sesuai dengan wilayah provinsi,

    kabupaten dan kota, kondisi ini memerlukan infrastruktur yang

    memadai, terutama terkait dengan upaya distribusi dan pemutakhiran

  • data spasial. Oleh karena itu, pengintegrasian data spasial di seluruh

    wilayah menjadi sangat mahal dan lambat.

    b. Citra Satelit Terra-Modis

    MODIS, Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer adalah salah

    satu instrument utama yang dibawa Earth Observing System (EOS)

    Terra satellite. MODIS digunakan untuk mengamati, meneliti dan

    menganalisa lahan, lautan, atmosfir bumi dan interaksi di dalamnya.

    MODIS memiliki dua satelit yang berbeda yaitu satelit Aqua (citranya

    disebut dengan Aqua MODIS) dan satelit Terra (citranya disebut

    dengan Terra MODIS).

    Permasalahan dalam penggunaan citra ini adalah mempunyai resolusi

    spasial yang rendah berkisar dari 250-1000, sehingga detail permukaan

    bumi tidak dapat terpantau dengan baik, tutupan awan menghalangi

    pemantauan daratan pengolahan data lebih kompleks.

    IV. DATA DAN METODE

    Alat yang digunakan dalam pengolahan citra satelit ini adalah seperangkat

    laptop, data, software Modis Tools, ER-MAPPER 7.0, Arc GIS 3.3, Microsoft Office

    untuk pengolahan dan analisis data.

    Bahan yang digunakan dalam makalah ini terdiri dari data citra satelit

    Data citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)

    reflektan kanal 1-2 resolusi 250 m (MODQ1), reflektan kanal 3-7 resolusi 500 m

    (MODA1), data yang digunakan periode data tanggal 12 Desember 2012 -15 Mei

    2013 dalam hal ini diambil data pada minggu kedua setiap bulannya, Data Digital

    Elevation Model (DEM)/Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) resolusi spasial

    3 detik atau setara dengan 90 meter yang di peroleh dari NASA, data

    administrasi Sumatera Utara dari Bakosurtanal.

    Tahap Perolehan Data MODIS-Terra dilakukan koreksi geometrik dengan

    metode Image to Map Registration. Kemudian dilakukan interpretasi untuk

    mendapatkan informasi Tingkat Kehijauan Vegetasi (TKV). Tidak semua

  • parameter yang digunakan dalam penelitian ini dapat disadap dari citra, ada

    beberapa parameter yang menggunakan data tutupan lahan (landcover) tahun

    2007, dan peta dasar. Tahapan proses yang dilakukan dalam tingkat kehijauan

    vegetasi di Provinsi Sumatera Utara adalah:

    - Pengolahan data MODIS yaitu dengan melakukan konversi data MODIS dari

    format HDF ke format geotiff, pemilihan kanal spektral band resampling pixel

    dari 500 m menjadi 250 m, ditentukan proyeksi peta Geographic dan Datum

    WGS84, b) Pengolahan data MODIS dengan ER-Mapper dengan beberapa

    tahap, yaitu a) tahap penggabungan BAND 1-7.

    - Cropping atau pemotongan citra dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah

    pixel, merubah koordinat atau dengan zoom langsung. Komposit Citra untuk

    mendapatkan tampilan yang baik dan informatif dari citra, kita dapat

    melakukannya dengan komposit citra. Beberapa contoh kombinasi band RGB

    menggunakan data MODIS yang teridir dari NCC (Natural Colour Composit),

    kombinasi band 6, 2, 1, TCC (True Colour Composit), kombinasi band 1, 4,

    3, FCC (False Colour Composit), kombinasi band 5, 7, 1.

    - Koreksi geometric, yaitu untuk mendapatkan citra yang akurat, dimana

    posisinya sama dengan posisi di bumi. Koreksi geometric dilakukan dengan

    mengambil titik control bumi/ Ground Control Point (GCP). Pengambilan titik

    control bumi ini dapat dilakukan dengan mengambil titik pada peta rupa

    bumi, citra terkoreksi atau data lapangan.

    - Klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan menentukan klas

    berdasarkan kelas kehijauan vegetasi atau pengolahan Enhance Vegetation

    Index (EVI) dan Tingkat Kehijauan Vegetasi (TKV)

    - Pengolahan Data MODIS dengan Arc-Gis 3.3, yaitu: image analysis, overlay

    citra dan peta dasar serta layout hasil.

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Karakteristik Fase Pertumbuhan Tanaman Padi

    Lahan sawah memiliki karakteristik yang khas yang membedakannya

    dengan tanaman lainnya. Pada awal pertumbuhan tanaman padi, areal sawah

    selalu digenangi air sehingga kenampakan yang dominan yaitu air (fase air).

  • Seiring dengan pertumbuhannya kondisi lahan sawah akan berubah didominasi

    oleh daun padi. Pada saat puncak pertumbuhan vegetatif, tingkat kehijauan

    tinggi disebabkan oleh kandungan klorofil tinggi. Setelah masa tersebut, tingkat

    kehijauan akan menurun, lalu timbul bunga-bunga padi sampai menguning.

    Fase pertumbuhan akan diakhiri dengan masa panen dan lahan dibiarkan

    kosong selama jangka waktu tertentu (bera) tergantung pada pola tanam

    dari satu wilayah. Sehubungan dengan itu, maka fase pertumbuhan tanaman

    padi dapat dikelompokkan kedalam 4 kategori, yaitu fase air, fase pertumbuhan

    vegetatif, fase pertumbuhan generatif dan fase bera (Wahyunto 2006). Dengan

    mempelajari karakteristik spektral dari fase pertumbuhan tanaman padi dari awal

    tanam hingga fase siap panen sebagai acuan dalam mengenali pertumbuhan

    tanaman padi tersebut dapat dilakukan pemantauan menggunakan citra satelit.

    Pemantauan itu diarahkan untuk melihat umur tanaman padi, luas areal panen

    serta melihat pola spasial distribusi selama masa tanam. Dengan menggunakan

    citra satelit dari beberapa tanggal perekaman, pemantauan terhadap

    pertumbuhan tanaman dapat dilakukan lebih akurat dan tepat waktu.

    5.2. Pola Hubungan Nilai TKV terhadap Pertumbuhan Tanaman PadiSawah

    Penggunaan nilai tingkat kehijauan vegetasi (TKV) digunakan sebagai

    parameter untuk memantau kehijauan tanaman terkait dengan tingkat

    produksinya. Secara rinci sering digunakan untuk mendapatkan informasi

    mengenai pertumbuhan tanaman, penutupan lahan, perkiraan panen pada

    tanaman padi, pendugaan produksi pada tanaman padi serta perkiraan luasan

    produksi padi.

    Makalah ini mencoba mengkaji penggunaan data TKV MODIS-Terra untuk

    menganalisis tren perubahan fenologi pada tanaman padi sawah. Dengan

    menganalisa tren fenologi pada tanaman padi, maka dapat diduga masa panen

    padi dan hal-hal yang terkait dengan produktivitasnya. Selain itu, dapat juga

    digunakan untuk perbandingan dua masa tanam dari tanaman padi. Berdasarkan

    skala klasifikasi indeks kehijauan, maka nilai tersebut menunjukkan bahwa

    Provinsi Sumatera Utara memiliki tingkat vegetasi yang cukup tinggi. Selain

    untuk pemantauan vegetasi, secara spesifik data tingkat kehijauan vegetasi

    (TKV) juga dapat digunakan untuk menganalisis tren perubahan fenologi

  • tanaman padi. Nilai indeks vegetasi yang didapatkan berkisar dari 0 hingga 0.8

    yang menunjukkan tingkat kehijauan vegetasi yang cukup tinggi.

    1. Perkiraan Panen Padi

    Nilai TKV memiliki kisaran antara -1 sampai 1. Dimana semakin tinggi

    nilai TKV, maka tanaman padi akan semakin mendekati fase siap panen. Nilai

    indeks vegetasi yang semakin mendekati +1 (0.8-0.9) menunjukkan bahwa

    kerapatan daun yang tinggi. Nilai TKV dari saat tanaman padi berumur 3 - 4 MST

    (Minggu Setelah Tanam) sampai 16 MST menunjukkan bentuk kurva dengan

    puncaknya (parabolik) saat padi pada umur (fase) vegetatif optimum padi

    bunting (umur sekitar 70-80 hari setelah tanam atau sekitar 10-11 MST).

    Begitu juga sebaliknya, dengan semakin rendahnya nilai TKV, maka

    menunjukkan bahwa tanaman berada pada fase tidak produktif (bera).

    Berdasarkan hal tersebut, maka nilai TKV dapat digunakan untuk menentukan

    perkiraan panen dari tanaman padi. Berdasarkan pengolahan data TKV Deseber

    2012 Mei 2013, maka dapat dihubungkan dengan umur padi. Sehingga,

    dapat diketahui hubungan antara TKV dan umur padi pada saat memasuki

    panen.

    Hasil analisis terhadap pertumbuhan sawah di wilayah Provinsi Sumatera

    Utara menunjukkan bahwa nilai TKV dari awal tanam hingga memasuki fase

    vegetatif optimum berlangsung pada umur 70-90 hari setelah tanam dan

    mencapai fase bera pada umur 120 hari setelah tanam bahwa nilai TKV padi

    akan mencapai puncak sekitar 70 hari setelah tanam, kemudian nilai TKV akan

    menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Berikut ini

    perkembangan fase pertumbuhan tanaman padi di Provinsi Sumatera Utara

    periode Bulan Desember 2012 Mei 2013.

  • Gambar 5. Tingkat Kehijauan Vegetasi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

    Setelah melewati fase generatif tersebut, maka dapat diketahui bahwa

    masa panen akan datang satu bulan berikutnya (dengan nilai TKV yang tinggi

    yang berkisar antara (0.7 0.8). Setelah tanaman padi mengalami masa panen

    pada umur 90 hari, maka tren- nya akan menurun hingga umur tanaman padi

    120 hari. Fase inilah yang disebut dengan fase bera. Pada saat fase ini, nilai TKV-

    pun mengalami penurunan hingga kembali pada fase awal (fase air), hal ini

    disebabkan oleh jumlah tanaman padi (vegetasi) yang menurun akibat telah

  • dipanen, sehingga bentukan permukaan lahan adalah non-vegetasi dan akan

    kembali didominasi oleh permukaan air.

    2. Pendugaan Produksi Padi

    Tanaman padi akan mengalami pertumbuhan optimum pada umur 9-12

    minggu setelah tanam. Pada tahap inilah yang disebut sebagai fase generatif,

    dimana mulai bermunculan butir-butir padi yang menguning. Berdasarkan fase

    pertumbuhan padi seperti gambar dibawah, dapat diketahui bahwa padi mulai

    berproduksi umur 60 hari. Hal ini membuktikan bahwa padi mengalami fase

    generatif pada umur 9 12 minggu.

    Fase air terjadi apabila nilai TKV negatif. Hal ini menunjukkan bahwa nilai

    TKV akan negatif jika permukaan lahan berupa air atau tidak bervegetasi.

    Sedangkan nilai TKV tertinggi menunjukkan bahwa wilayah memiliki tingkat

    kehijauan yang tinggi yang menutupi seluruh lahan sawah. Pada fase ini,

    penutupan lahan didominasi oleh warna biru.

    Fase pertumbuhan vegetatif, ditandai dengan semakin lebatnya daun

    tanaman padi yang menutupi seluruh lahan sawah. Pada fase ini, penutupan

    lahan didominasi oleh warna hijau. Berdasarkan gambar, dapat diketahui bahwa

    sebagian besar telah beranjak dari fase air, dimana mulai terbentuk kehijauan

    dari tanaman. Fase inilah yang disebut sebagai fase vegetatif. Fase

    pertumbuhan generatif, dimana lahan sawah yang semula didominasi daun

    yang berwarna biru laut akan digantikan dengan warna hijau tua. Fase panen

    atau bera merupakan fase dimana lahan sawah menjadi bera dibiarkan kosong

    selama jangka waktu tertentu.

    Berikut ini perkembangan fase pertumbuhan tanaman padi di Provinsi

    Sumatera Utara periode Bulan Desember 2012 Mei 2013.

  • Gambar 6. Fase Pertumbuhan Padi di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013

    VI. KESIMPULAN

    1. Melalui analisis citra satelit khususnya MODIS-Terra, maka dapat

    diestimasi umur tanaman padi yang bermanfaat dalam

    memperkirakan waktu panen serta luas arealnya.

    2. Dari data yang diperoleh terlihat bahwa tingkat kehijauan (nilai TKV)

    mempunyai korelasi yang positif dengan fase pertumbuhan tanaman

  • padi, sehingga hasil pemetaan dari nilai sebaran indeks tersebut

    dapat dijadikan acuan dalam analisis visual pertumbuhan padi

    dalam satu musim tanam.

    3. Fase pertumbuhan padi menunjukkan bahwa masa tanam terjadi

    sekitar bulan Oktober dan masa panen sebagian besar terjadi pada

    bulan April dan Mei.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonymous, 2012. Modul Pengenalan ER-Mapper dan Arcgis untuk PengelolaanSumberdaya Lahan Pertanian. Bidang Lingkungan dan Mitigasi BencanaKededeputian Bidang Penginderaan Jauh. Lembaga Penerbangan danAntariksa Nasional (LAPAN). Jakarta.

    Campbell, J.B. 1987. Introduction to Remote Sensing. The Guilford Press, NewYork.

    Huete A, Didan K, Miura T, Rodriquez E, Gao X, Ferreira L, 2002. Overview of theradiometric and biophysical performance of the MODIS vegetation indices.Rem Sens Environ 83:195213.

    Pradipta, D., 2012. Analisis Data Time Series Ndvi-Spot Vegetation UntukTanaman Padi (Studi Kasus: Kabupaten Karawang). Skripsi IPB Bogor.

    Sanderson, R. 2006. Introduction to Temote Sensing. New Mexico StateUniversity.

    Wahyunto, W dan B Heryanto, 2006. Pendugaan Produktivitaas Tanaman PadiSawah Melalui Analisis Citra Satelit. IPB Bogor.