pemanfaatan sistem informasi geografis (sig) dan …
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
204
PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)
DAN EDUKASI DAERAH RAWAN LONGSORLAHAN Studi Kasus: Desa Pulung Kabupaten Ponorogo
Ulfa Della Nova Tilova1), Muhammad Abdul Latif2),
Laelly Nadhira Sindy Ashari3)
Prodi Geografi1,2,3)
Universitas Muhamadiyyah Surakarta1,2,3)
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Era Milenial saat ini teknologi dan informasi merupakan suatu hal yang telah menjadi
kebutuhan pokok masyarakat. Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat
telah mencakup seluruh aspek kehidupan salah satunya yaitu identifikasi daerah rawan
longsorlahan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Desa Pulung
Kabupaten Ponorogo merupakan daerah yang sangat rawan terhadap bencana
longsorlahan, tercatat korban bencana longsor lahan pada tahun 2017 terdapat 28 orang
yang tertimbun. Terjadinya longsorlahan ini dipengaruhi oleh beragam parameter seperti
ketinggian daerah, kemiringan lereng, curah hujan, penggunaan lahan atau tutupan lahan
dan jenis tanah. Tujuan dari penelitian ini ialah memetakan daerah rawan longsorlahan
serta mampu mengetahui upaya dalam menanggulanginya. Selain itu penelitian ini juga
akan digunakan sebagai sarana edukasi kepada masyarakat tentang mitigasi terjadinya
bencana longsorlahan. Metode yang digunakan yaitu diskriptif kualitatif dengan sumber
data sekunder BPS serta pengolahan data digital spasial Desa Pulung. Hasil yang
didapatkan dari peneliatian ini ialah peta wilayah rawan longsor di Desa Pulung
Kabupaten Ponorogo.
Kata kunci: Longsorlahan, Sistem Informasi Geografis, Mitigasi
PENDAHULUAN
Era Milenial teknologi dan informasi merupakan suatu hal yang telah menjadi
kebutuhan pokok masyarakat. Salah satu teknologi dan informasi yang menjadi
kebutuhan pokok masyarakat pada era milenial saat ini adalah Sistem Informasi
Geografis (SIG). SIG memiliki keandalan dalam menganalisis suatu persoalan secara
spasial yang diimplemetasikan dalam berbagai bidang. SIG perlu digunakan dalam
berbagai kajian karena SIG mampu memetakan kawasan yang layak dan tidak layak
untuk dimanfaatkan atau dikembangkan untuk kepentingan tertentu. Artinya, ada batasan-
batasan yang jelas dan tegas dari hasil analisis SIG terhadap suatu lahan atau kawasan
sehingga hasilnya bisa menjadi acuan atau masukan bagi setiap pengambil keputusan
untuk membuat kebijakan yang tidak merugikan lingkungan dan masyarakat.
Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat telah mencakup seluruh
aspek kehidupan salah satunya yaitu identifikasi daerah rawan longsorlahan dengan
memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG).
Longsor (landslide) adalah suatu proses perpindahan tanah atau batuan dengan arah
miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap karena
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
205
pengaruh gravitasi dengan gerakan berbentuk rotasi dan translasi, selain itu dapat juga
diartikan sebagai suatu bentuk erosi yang pengangkutan dan perpindahan tanahnya terjadi
pada suatu saat dalam volue yang besar. Longsor berbeda dari bentuk erosi lainnya, pada
longsor pengangkutan tanag terjadi sekaligus. Longsor terjadi karena meluncurnya suatu
volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air, lapisan tersebut terdiri
dari liat atau mengandung kadar liat tinggi yang setelah jenuh air berfungsi sebagai rel
(Arsyad, 2006). Beberapa faktor penyebab longsor adalah geologi (sifat batuan,
stratigrafi, struktur geologi, tingkat pelapukan dan kegempaan), iklim (curah hujan),
tanah (tebal solum), topografi (kemiringan lereng), vegetasi (kerapatan vegetasi) dan
manusia (penggunaan lahan). Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, faktor alam dan faktor manusia dapat menjadi pemicu terjadinya longsor
(Effendi, 2008: 9 -10). Faktor alam meliputi kondisi geologi seperti batuan lapuk,
kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, lereng yang terjal, gempa bumi,
stratigrafi dan gunung api, lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng, dan retakan
karena proses alam; kondisi tanah seperti terjadi erosi dan pengikisan, adanya daerah
longsoran lama, ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh
karena air hujan; iklim seperti curah hujan tinggi; keadaan topografi seperti lereng yang
curam; keadaan tata air seperti kondisi drainase tersumbat, akumulasi massa air, erosi
dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, banjir, aliran bawah tanah pada sungai lama;
tutupan lahan yang mengurang seperti lahan kosong, lahan kritis. Sedangkan faktor
manusia seperti pemotongan tebing, penimbunan tanah urugan di daerah lereng,
kegagalan struktur dinding penahan tanah, perubahan tata guna lahan (penggundulan
hutan), sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman, pengembangan
wilayah yang tidak sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), sistem drainase yang
tidak tepat sehingga menggerus tebing, adanya retakan akibat getaran mesin, terjadinya
bocoran air saluran dan luapan air saluran. Kebanyakan longsor lereng tanah di Indonesia
terjadi sesudah hujan lebat atau hujan yang berlangsung lama (Priyono, 2015: 1602).
Deteksi daerah rawan longsorlahan perlu dilakukan sejak dini, hal ini dilakukan
sebagai upaya menghindari serta meminimalisir kerugian yang akan ditimbulkan oleh
bencana longsorlahan. Untuk dapat memantau dan mengamati fenomena longsorlahan di
suatu kawasan diperlukan adanya suatu identifikasi dan pemetaan daerah rawan
longsorlahan yang mampu memberikan gambaran kondisi kawasan yang ada berdasarkan
penyebab terjadinya tanah longsorlahan. Pembuatan peta zonasi rawan tanah
longsorlahan dapat dilakukan dengan bantuan SIG (Sistem Informasi Geografis). Bahaya
tanah longsorlahan dapat diidentifikasi secara cepat melalui Sistem Informasi Geografis
dengan menggunakan metode tumpang susun atau overlay intersect terhadap parameter-
parameter penyebab tanahlongsor seperti, curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng,
dan tutupan lahan. Ponorogo merupakan Kabupaten yang terdiri dari beberapa kecamatan
yang berpotensi bencana tanah longsor. Salah satu kecamatan dengan potensi
longsorlahan tertinggi, yaitu di Desa Pulung. Pada tahun 2017 tercatat korban bencana
longsor lahan 28 orang yang tertimbun. Maka perlu dilakukan edukasi terhadap upaya
mitigasi longsorlahan agar penduduk sekitar kecamatan tersebut dapat waspada dan
melakukan penganggulangan mengurangi terjadinya longsorlahan. Tujuan dari penelitian
ini ialah memetakan daerah rawan longsorlahan serta mampu mengetahui upaya dalam
menanggulanginya. Selain itu penelitian ini juga akan digunakan sebagai sarana edukasi
kepada masyarakat tentang mitigasi terjadinya bencana longsorlahan.
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
206
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terletak Desa Pulung dengan kondisi geografis 111° 17’ – 111°
52’ Bujur Timur dan 7° 49’ – 8° 20’ Lintang Selatan dengan luas wilayah sebesar
1.371,78 km²[5]. Pemilihan lokasi untuk studi kasus di Pulung ini didasari karena Pulung
merupakan kecamatan yang berada dielevasi tertingg di Kabupaten Ponorogo dengan
ketinggian antara 92 sampai dengan 2.563 meter diatas permukaan laut. Lokasi Desa
Pulung dipilih karena daerah tersebut termasuk salah satu kecamatan yang sangat potensi
akan terjadinya bencana longsorlahan. Hal ini disebabkan topografi sebagian besar
wilayahnya curam atau terjal. Sedangkan secara administrasi Desa Pulung berbatasan
dengan, sebelah utara: Kecamatan Ngebel, sebelah selatan : Kecamatan Bendungan dan
Kecamatan Sawo, sebelah barat : Kecamatan Jenangan, Kecamatan Siman dan
Kecamatan Mlarak, sebelah timur : Kecamatan Sooko, dan Kecamatan Bendungan .
Gambar 1. Lokasi Penelitian (Kecamatan Pulung)
Diagram Alir Pengolahan Data
Penelitian merupakan penilitian diskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam
penilitian ini berupa data sekunder dengan sumber data BPS serta pengolahan data digital
spasial Desa Pulung. Data digital spasial tersebut berupa shapefile, data shapefile
adminitrasi Desa Pulung berupa, data shapefile curah hujan, jenis tanah, tutupam lahan,
dan kemiringan lahan Desa Pulung. Data shapefile tersebut kemudian dijadikan satu
dengan metode overlay intersect/ tumpang susun dari ke-4 parameter. Overlay intersect
ke-4 parameter tersebut menghasilkan peta kawasan rawan longsor.
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
207
Diagram 1. Diagram Alir Pengolahan Data
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
208
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Peta Curah Hujan Kecamatan Pulung
Gambar 2. Peta Curah Hujan Kecamatan Pulung
Tabel 1. Parameter Klasifikasi Curah Hujan
No Klasifikasi Curah Hujan
1 Rendah 4592,15 mm/thn
2 Tinggi 1128,73 mm/thn
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Tabel 2. Luasan Klasifikasi Curah Hujan
No Klasifikasi Luas (Ha)
1 Rendah 252,843
2 Tinggi 13566,522
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
209
Hasil dari Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Pulung
Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Pulung
Tabel 3. Parameter Klasifikasi Kemiringan Lereng
No Klasifikasi Kemiringan (%)
1 Datar 0-8
2 Landai 8-15
3 Agak Curam 15-45
3 Sangat Curam >45
Tabel 4. Luasan Klasifikasi Kemiringan Lereng
No Klasifikasi Luas (Ha)
1 Datar 10588,110
2 Landai 1831,973
3 Agak Curam 1295,014
4 Sangat Curam 99,68
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
210
Hasil Peta Tekstur tanah Kecamatan Pulung
Gambar 4. Peta Tekstur tanah Kecamatan Pulung
Tabel 4. Luasan Klasifikasi Tekstur Tanah
No Klasifikasi Luas (Ha)
1 Halus 1824797,196
2
3
Sedang
Kasar
55837,453
895844,7
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
211
Hasil Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Pulung
Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Pulung
Tabel 5. Luas Penggunaan Lahan
No Klasifikasi Luas (Ha)
1 Hutan Sekunder 12,27508
2 Hutan Tanaman 69,42842
3 Pemukiman 10,16572
4 Pertanian Lahan Kering 3,591792
5 Pertanian Lahan Kering Campur Semak 22,29932
6 Sawah 20,43331
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
212
Hasil Peta Rawan Tanah Longsor Kecamatan Pulung
Gambar 6. Peta Rawan Tanah Longsor Kecamatan Pulung
Tabel 6. Luas Kerawanan Tanah Longsor
No Kerawanan Luas (Ha)
1 Rendah 7992,259
2 Sedang 3313,335
3 Tinggi 889,860
4 Sangat Tinggi 1624,228
Berdasarkan hasil olah data dari beragam parameter seperti penggunaan lahan, curah
hujan, tekstur tanah, serta kemiringan lereng maka didapatkan peta rawan longsorlahan di
Kecamatan Pulung Ponorogo. Dari analisa peta curah hujan Kecamatan Pulung 2019,
Kecamatan Pulung termasuk memiliki curah hujan yang tinggi, curah hujan yang tinggi
merupakan faktor utama dalam terjadinya longsorlahan yang prosesnya diawali dengan
erosi tanah. Hampir semua wilayah Kecamatan Pulung memiliki curah hujan yang tinggi.
Longsorlahan dapat terjadi karena adanya kemiringan lereng yang terjal dari hasil olah
data penulis diperoleh tidak semua wilayah Kecamatan Pulung memiliki lereng yang
terjal atau curam, lereng yang sangat curam terletak di Desa Banaran dan sebagian
wilayah di Desa Bekiring, Desa Munggung, Desa Wayang serta Desa Serak. Wilayah
terluas dengan lereng yang curam terletak di Desa Banaran. Lereng yang curam serta
curah hujan yang tinggi mengakibatkan semakin mudahnya terjadi longsorlahan,
sehingga penggunaan lahan atau konservasi lahan yang tepat perlu dilakukan.
Penggunaan lahan di wilayah Kecamatan Pulung ini didominasi oleh hutan sekunder
dengan tanaman yang tumbuh beragam serta hutan tanaman., pertanian kering campuran,
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
213
sawah, serta pemukiman. Penggunaan lahan yang tepat perlu diperhatikan di wilayah
yang curam agar tanah tidak mudah tergerus. Pada wilayah Desa Banaran penggunaan
lahan harus sangat diperhatikan karena wilayah tersebut sangat rawan terhadap bencana
longsorlahan.
Parameter tekstur tanah juga menjadi faktor atau parameter terjadinya longsorlahan.
Tanah yang bertekstur kasar atau pasir memiliki gaya adhesi serta kohesi yang rendah,
partikel tanah kasar atau berpasir sangat lemah dalam mengikat air sehingga tanah kasar
atau berpasir mudah terjadi longsorlahan karena permeabilitasnya yang tinggi.
Berbanding terbalik dengan tanah yang bertekstur lembut atau berlempung, gaya adhesi
dan kohesinya kuat sehingga kemampuan artikel tanah dalam mengikat air sangat kuat
sehingga tidak mudah terjadi longsorlahan. Dari hasil olah data pada peta tekstur tanah di
Kecamatan Pulung, Kecamatan Pulung di dominasi tekstur kasar di Desa Banaran, serta
tekstur halus di berbagai desa seperti desa Karangpatihan, Desa Pulung, Desa Sidoharjo,
dan tekstur sedang seperti desa Singgahan dan desa Munggung. Hasil dari analisa Peta
rawan longsorlahan, diperoleh bahwa Kecamatan Pulung memiliki wilayah yang rawan
terhadap longsorlahan, seperti desa Banaran memiliki luas daerah yang besar dengan
kerawanan longsorlahan yang tinggi. Pembuatan peta rawan longsorlahan di Kecamatan
Pulung ini dapat bermanfaat guna mengetahui daerah yang rawan longsor sehingga
antisipasi seperti konservasi serta penggunaan lahan yang tepat perlu dilakukan.
Edukasi yang dapat diberikan dalam penelitian ini kepada masyarakat yaitu
pemberian informasi daerah yang rawan terhadap longsorlahan. Pembuatan Peta rawan
longsorlahan ini mampu menjadi edukasi bagi masyarakat untuk mengetahui wilayah
kecamatan pulung yang rawan terhadap longsorlahan. Upaya konservasi lahan akan
sangat mudah dilakukan ketika zonasi daerah rawan longsorlahan sudah diketahui,
sehingga upaya penanggulangan mudah dilakukan. Selain itu edukasi juga bermanfaat
sebagai upaya mitigasi kepada masyarakat dalam menghadapi bencana longsorlahan,
sehingga kerugian yang akan ditimbulkan mampu diminimalisir.
KESIMPULAN
Pemanfaatan sistem informasi geografis (SIG) dan edukasi daerah rawan
longsorlahan dapat dilakukan dengan pembuatan peta rawan longsorlahan. Kecamatan
Pulung merupakan salah satu kecamatan yang sangat rawan terjadi bencana longsorlahan.
Pada tahun 2017 di Desa Banaran, Kecamatan Pulung Pada terjadi bencana longsorlahan
dengan korban 28 orang yang tertimbun. Longsorlahan tersebut diakibatkan karena
adanya kesalahan penggunaan lahan, curah hujan tinggi, dan kemiringan lereng yang
curam. Upaya edukasi yang dilakukan berupa sosialisasi peta daerah rawan longsor yang
dapat bermanfaat untuk evaluasi penggunaan lahan dan upaya konservasi lahan yang
lebih baik. Selain itu edukasi juga bermanfaat sebagai upaya mitigasi untuk
meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan serta kerugian akibat longsorlahan.
Prosiding Seminar Nasional diselenggarakan Pendidikan Geografi FKIP UMP
“Manajemen Bencana di Era Revolusi Industri 5.0”
ISBN 978-602-6697-38-7
Purwokerto, 10 Agustus 2019
214
DAFTAR PUSTAKA
Elly, Muhammad Jafar. (2016). Sistem Informasi Geografi; Konsep dan Implementasi
Disertai Contoh Kasus Analisis Spasial Edisi 2. Jakarta: Teknosain.
Priyono, Kuswaji Dwi. (2006). Analisis Tingkat Bahaya Longsor Tanah Di Kecamtan
Banjarmangu Kabupaten.
Putra, Mahardhika Noor (2019). Teknologi Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan
Daerah Kawasan Rawan Longsor di Kecamatan Tawangmangu. Prosiding Seminar
Nasional GEOTIK, 269-278.