pemanfaatan limbah lumpur lapindo dalam …konteks.id/p/04-099.pdf · pemanfaatan limbah lumpur...
TRANSCRIPT
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 29
PEMANFAATAN LIMBAH LUMPUR LAPINDO DALAM CAMPURAN BETON
NORMAL
Jonie Tanijaya1 dan Mardiana Oesman
2
1Program Studi Teknik Sipil, Universitas Kristen Indonesia Paulus, Jl. P. Kemerdekaan Km.13 Makassar
Email : [email protected] 2Program Studi Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung, Jl. Geger Kalong Hilir, Desa Ciwaruga Bandung
Email : [email protected]
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku mekanis beton lumpur Lapindo dengan pemanfaatan
lumpur Lapindo sebagai bahan baku campuran beton, serta mengetahui komposisi campuran beton
tersebut sehingga didapat kuat tekan optimum. Studi ini dilakukan secara eksperimental di
laboratorium dengan variabel slump dan nilai rasio antara kandungan lumpur Lapindo dan pasir
dalam agregat halus. Perencanaan campuran beton dilaksanakan berdasarkan metode ACI 221.1-91
Pembuatan benda uji tekan menggunakan benda uji kubus dengan dimensi 150 mm x 150 mm x 150
mm, sedangkan benda uji tarik tidak langsung dan modulus elastisitas menggunakan silinder dengan
diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Jumlah benda uji adalah 84 buah. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa perilaku beton lumpur Lapindo sama dengan perilaku beton pada umumnya, di
mana nilai slump mempengaruhi kuat tekan beton. Semakin rendah nilai slump, maka semakin
tinggi kuat tekan yang dihasilkan. Pada umumnya beton yang mengandung kadar lumpur Lapindo
terendah mencapai kuat tekan yang tertinggi. Kuat tekan untuk slump 25-50 mm dan slump 75-100
mm adalah 22,00 MPa dan 16,33 MPa secara berurutan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa beton
dengan komposisi perbandingan lumpur : pasir = 35% : 65% dapat dikategorikan sebagai beton
lumpur Lapindo dengan komposisi optimum. Kuat tarik beton lumpur Lapindo rata-rata di bawah
20% kekuatan tekan beton tersebut, yaitu 6,48% untuk beton dengan slump 25-50 mm dan 11,60%
untuk beton dengan slump 75-100 mm. Modulus elastisitas beton lumpur Lapindo untuk slump 25-
50 mm dan slump 75-100 mm adalah 11504,1 MPa dan 22012,0 MPa, secara berurutan.
Kata kunci : lumpur Lapindo, slump, kuat tekan, kuat tarik, modulus elastisitas.
1. PENDAHULUAN
Banjir lumpur panas Lapindo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran PT Lapindo
Brantas di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur sejak tanggal 29 Mei 2006.
Semburan lumpur panas tersebut menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian,
serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Permasalahan penanganan lumpur panas ini menjadii
jauh lebih berat akibat semakin membesarnya volume lumpur panas yang disemburkan, antara 40.000 m³ sampai
60.000 m³ (Mei-Agustus 2006) menjadi 126.000 m³ per hari (Oktober 2008), sehingga yang akan dibuang tidak
hanya air dari lumpur tersebut, akan tetapi keseluruhan lumpur panas yang menyembur di sekitar sumur Banjar
Panji 1 (www.wikipedia.com). Limbah lumpur Lapindo ini harus segera ditangani, salah satu cara penanganan
masalah tersebut adalah dengan mengurangi volume lumpur yang ada pada daerah sekitar yang tergenangi, yaitu
dengan memanfaatkan lumpur tersebut menjadi salah satu bahan baku konstruksi pada campuran beton yang disebut
beton lumpur Lapindo, sehingga pemanfaatan dan penggunaan lumpur sebagai bahan baku konstruksi dapat
mengurangi dampak negatif limbah lumpur tersebut.
Untuk dapat memanfaatkan dan menggunakan lumpur Lapindo sebagai agregat halus dalam bahan baku konstruksi
yaitu beton lumpur Lapindo, maka perlu dilakukan penelitian mengenai campuran beton dengan menggunakan
lumpur Lapindo pada beton. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perilaku mekanis beton
lumpur Lapindo dengan pemanfaatan lumpur Lapindo sebagai bahan baku dalam campuran beton. Selain itu juga
untuk mengetahui komposisi campuran beton lumpur Lapindo tersebut sehingga didapat kuat tekan optimum, serta
mengetahui perilaku mekanis beton lumpur Lapindo seperti kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitas.
2. STUDI PUSTAKA
Hasil penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa beberapa limbah industri dapat dimanfaatkan sebagai
bahan campuran beton, antara lain limbah tailing dan abu terbang.
Jonie Tanijaya dan Mardiana Oesman
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 30
Limbah tailing adalah salah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan industri tambang. Limbah tailing
berasal dari batu-batuan dalam tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai bubur kental. Setelah bebatuan
hancur menyerupai bubur, dimasukkan bahan kimia agar mudah memisahkan mineral yang dicari seperti emas,
tembaga dan perak. Biasanya jumlah mineral tersebut sebanyak 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan.
Sisa batuan sebanyak 95% sampai 98% dibuang menjadi tailing (www.bappenas.go.id).
Dengan mengacu pada hasil penelitian Lationo, dkk (1997), pemanfaatan tailing sebagai bahan konstruksi dapat
dijadikan sebagai beton mortar (beton yang tidak menggunakan batu kerikil sebagai salah satu bahannya). Secara
fisik komposisi tailing terdiri dari 50% fraksi halus dengan diameter 0,075-4,0 mm dan sisanya merupakan fraksi
lempung dengan diameter 0,075 mm. Tailing juga mengandung silika dan alumunium yang tinggi dengan sedikit
kalsium dan magnesium. Kandungan tailing tersebut menyerupai kandungan semen Portland tipe I pada umumnya.
Beton tailing merupakan jenis beton yang berasal dari limbah pertambangan khususnya tambang tembaga (Lationo,
Budi,1997). Dalam proses pembuatan beton, sebenarnya tailing dapat diikat dengan semen, namun karena tailing
mengandung magnesium yang dapat menyebabkan keretakan pada beton. Oleh karena itu, untuk mengurangi proses
perambatan retak pada beton tailing, maka ditambahkan polimer dalam campuran beton tailing. Di mana semen
tetap sebagai matriks pengikat, dengan polimer sebagai komatriks, sehingga kinerja beton akan lebih baik dan lebih
lentur, serta tidak mudah retak. Bahan baku polimer yang digunakan dapat berasal dari plastik bekas (sintetis)
maupun dari getah pohon (alam). Polimer ini berguna untuk menetralkan unsur bahaya yang berasal tailing baik
berupa timbal maupun air raksa. Disamping itu juga, polimer ini dapat mempercepat dehidrasi (pengeringan beton).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lationo, komposisi campuran beton tailing polimer yang
digunakan terdiri dari 10% semen dan 90% tailing sehingga akan mencapai kuat tekan sekitar 20 MPa; sedangkan
untuk komposisi campuran 30% semen dan 70% tailing akan mencapai kuat tekan sekitar 30 - 40 MPa dimana kadar
polimer yang dipakai adalah antara 2 – 15 % dari kandungan semen, tergantung dari jenis polimer yang digunakan.
Oleh karena itu, campuran tailing yang dibuat dinamakan sebagai beton dikarenakan kuat tekan yang dicapai
sekitar 15 – 30 MPa, walaupun bahan pembentuknya tidak terdiri dari agregat kasar, seperti halnya mortar (
umumnya mempunyai kuat tekan 4,7 – 17,2 MPa).
Abu terbang adalah produk sampingan dari industri pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang menggunakan
batubara sebagai bahan bakar, berupa butiran halus ringan, bundar, tidak porous serta bersifat pozolanik. Hasil
penelitian-penelitian terhadap penggunaan abu terbang pada campuran beton (antara lain di Puslitbangkim,dan ITB,
serta dinegara-negara lain) menunjukkan bahwa dengan mensubstitusi 20% kadar semen pada beton dengan abu
terbang dapat meningkatkan kuat tekan beton.
Berdasarkan pengujian toksikologis di 3 laboratorium terakreditasi (Sucofindo, Corelab dan Bogorlab, 2006)
diperoleh kesimpulan bahwa lumpur Lapindo tidak termasuk limbah B3 baik untuk bahan anorganik seperti Arsen,
Barium, Boron, Timbal, Raksa, Sianida Bebas dan sebagainya, maupun untuk bahan organik seperti
Trichlorophenol, Chlordane, Chlorobenzene, Chloroform dan sebagainya, seperti tertera pada tabel 1, di mana
parameter bahan kimia itu berada di bawah baku mutu.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan, ditemukan kandungan yang terdapat dalam lumpur Lapindo berbeda-
beda. Menurut Noerwarsito (2006), bahwa karakteristik lumpur mengandung clay 71,43%, silt 10,71%, dan sand
17,86 %, sedangkan menurut Tekmira (2006), bahwa komposisi lumpur yang utama adalah clay 40-45 %.
Berdasarkan kandungan tersebut, Noerwarsito, Tekmira, dan Dirjen Migas menyarankan bahwa lumpur Lapindo
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan blok-blok tanah liat dan batu bata (www.wikipedia.com).
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Syekfani (2006), bahwa lumpur Lapindo mengandung unsur S,
K, Ca, dan Mg, di mana zat-zat ini dimiliki oleh semen sebagai bahan pembentuk beton.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lationo (2006), bahwa lumpur Lapindo secara geoteknik termasuk
dalam anorganik lanauan dengan berat jenis 3,04-3,07 (berat jenis anorganik lanauan biasa 2,6), merupakan zeolit
dengan unsur utama SiO2 dan ErSe. Unsur Er dan Se inilah yang menyebabkan berat jenis unsur menjadi sangat
tinggi. Pemanfaatan yang potensial adalah penggunaan lumpur untuk beton.
Berdasarkan penelitian sifat mekanis beton dari lumpur baik, uji TCLP memenuhi baku mutu dan biaya lebih murah
karena menggunakan bahan yang dianggap limbah. Selain aman terhadap lingkungan, lumpur Lapindo juga
mengandung unsur K, Ca, SiO2, S, Mg yang pada umumnya didapat pada bahan baku pembentuk beton seperti
halnya semen. Kandungan yang terdapat pada semen, tailing, abu terbang, serta lumpur Lapindo tertera pada tabel 2.
Pemanfaatan Limbah Lumpur Lapindo Dalam Campuran Beton Normal
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 31
Hasil-hasil penelitian terdahulu terhadap limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran beton
mempunyai fungsi berlainan. Tailing merupakan pengganti agregat pada beton tailing yang memiliki kandungan
kimia menyerupai semen. Sedangkan abu terbang merupakan substitusi semen pada beton yang berfungsi
meningkatkan mutu beton. Pada penelitian ini, lumpur Lapindo dimanfaatkan sebagai substitusi agregat halus
sehingga diketahui komposisi campuran beton lumpur Lapindo yang terbentuk serta pengaruh lumpur perlu
dilakukan studi eksperimental.
Tabel 1. Unsur - unsur dalam lumpur Lapindo (www.wikipedia.com)
Parameter Hasil uji maks Baku mutu (PP Nomor 18/1999)
Arsen 0,045 Mg/L 5 Mg/L
Barium 1,066 Mg/L 100 Mg/L
Boron 5,097 Mg/L 500 Mg/L
Timbal 0,05 Mg/L 5 Mg/L
Raksa 0,004 Mg/L 0,2 Mg/L
Sianida Bebas 0,02 Mg/L 20 Mg/L
Trichlorophenol 0,017 Mg/L 2 Mg/L (2,4,6 Trichlorophenol) 400 Mg/L (2,4,4
Trichlorophenol)
Tabel 2. Perbandingan Unsur-unsur Kimia
3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara eksperimental di laboratorium. Penelitian diawali dengan pengambilan sampel lumpur
Lapindo untuk dilakukan pengujian sifat fisik material pembentuk beton lumpur Lapindo. Kemudian dilakukan
perencanaan campuran beton lumpur Lapindo, serta dibuat benda uji. Selanjutnya dilakukan pengujian benda uji
beton lumpur Lapindo serta analisis data hasil pengujian. Variabel dalam penelitian ini adalah slump, serta rasio
antara kandungan lumpur Lapindo dan pasir dalam agregat halus.
Perencanaan campuran beton dilaksanakan berdasarkan metode ACI 221.1-91 mengenai beton normal dengan mutu
rencana 25 MPa. Pembuatan benda uji tekan menggunakan benda uji kubus dengan dimensi 150 mm x 150 mm x
150 mm, sedangkan benda uji tarik tidak langsung dan modulus elastisitas menggunakan silinder dengan diameter
150 mm dan tinggi 300 mm. Jumlah benda uji yang dibuat adalah sebanyak 84 buah, dengan jumlah benda uji 3
buah untuk setiap variabel yang digunakan.
4. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisik lumpur Lapindo yang dilakukan berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI).
Unsur
kimia Semen Tailing
Abu
Terbang
Lumpur
Lapindo
Al2O3 √ √ √
CaO √ √ √
Fe2O3 √ √ √
SiO2 √ √ √ √
SO3 √ √
Jonie Tanijaya dan Mardiana Oesman
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 32
Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa lumpur Lapindo tidak bersifat pozolan (tidak aktif), maka lumpur
Lapindo tidak bisa digunakan sebagai pengganti semen dalam campuran beton; namun demikian lumpur Lapindo
dapat digunakan sebagai pengganti pasir (agregat halus) dalam campuran beton.
Hasil pengujian terhadap lumpur Lapindo juga menunjukkan bahwa kadar agregat halus yang terkandung dalam
lumpur Lapindo cukup tinggi, seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1 hasil analisis ukuran butir.
Pada studi ini perencanaan campuran beton lumpur Lapindo dibedakan terhadap:
• Nilai Slump, yaitu slump 75-100 mm dan 25-50 mm.
• Komposisi agregat halus yang terdiri dari lumpur Lapindo dan pasir Cimalaka dengan komposisi 35% : 65%;
25% : 75%; 15% : 85%; dan 0% : 100%
Tabel 3. Sifat-sifat fisik lumpur Lapindo
Pengujian Hasil
Berat Jenis 2,58 gr/ml
Kadar air 51,35 %
Lolos ayakan No. 200 89,83%
Analisa agregat halus Grafik 4.1
Pozolan Tidak aktif
Hasil perencanaan campuran beton lumpur Lapindo untuk setiap slump 75-100 mm dan 25-50 mm tertera pada tabel 4.
KURVA GRADASI AGREGAT HALUS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,15 0,30 0,60 1,18 2,36 5,0 9,5 20,0<0,15
UKURAN AYAKAN (MM), DALAM SKALA LOG.
LO
LO
S
KU
MU
LA
TIF
(%
)
Gambar 1. Grafik hasil analisis ukuran butir lumpur Lapindo
Pemanfaatan Limbah Lumpur Lapindo Dalam Campuran Beton Normal
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 33
Tabel 4. Campuran beton Lumpur Lapindo (1m³)
Agregat Halus
Slump
Rencana
Semen Lumpur Lapindo Pasir Kerikil Air
75 mm 354 kg 250,3 kg (35%) 464,8 kg (65%) 715,5 kg 216 kg
s.d 354 kg 178,8 kg (25%) 536,3 kg (75%) 715,5 kg 216 kg
100 mm 354 kg 107,3 kg (15%) 607,8 kg (85%) 715,5 kg 216 kg
354 kg 000,0 kg (0 %) 715,1 kg (100%) 715,5 kg 216 kg
25 mm 326 kg 266,1 kg (35%) 494,1 kg (65%) 715,5 kg 199 kg
s.d 326 kg 190,0 kg (25%) 570,1 kg (75%) 715,5 kg 199 kg
50 mm 326 kg 114,0 kg (15%) 646,2 kg (85%) 715,5 kg 199 kg
326 kg 000,0 kg (0 %) 760,2 kg (100%) 715,5 kg 199 kg
Tabel 5. Hasil Uji Tekan Beton
Kuat Tekan rata-rata (MPa) Slump
(mm)
Komposisi
Lumpur Lapindo :
Pasir 7 hari 21 hari 28 hari
35% : 65% 9,16 11,97 13,55
25% : 75% 7,79 10,08 10,84
15% : 85% 13,53 16,46 17,86
75-
100
0% : 100% 22,55 28,27 30,90
35% : 65% 13,76 16,06 17,84
25-50 25% : 75% 12,05 16,38 16,75
15% : 85% 19,91 23,03 23,78
0% : 100% 23,85 29,81 33,44
Hasil pengujian kuat tekan terhadap perbandingan lumpur Lapindo : pasir untuk benda uji beton dengan nilai slump
yang berbeda (25-50 mm dan 75-100 mm) diperlihatkan pada gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
beton lumpur Lapindo dengan nilai slump yang lebih kecil (25-50 mm) mencapai kuat tekan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan beton lumpur Lapindo dengan nilai slump yang lebih tinggi (75-100mm). Pada umumnya
beton yang mengandung kadar lumpur Lapindo terendah mencapai kuat tekan yang tertinggi. Namun demikian,
hasil pengujian dari 4 perbandingan yang ada menunjukkan bahwa kuat tekan beton dengan komposisi perbandingan
lumpur Lapindo : pasir = 35% : 65% mencapai kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tekan beton
dengan perbandingan lumpur Lapindo : pasir = 25% : 75%. Kuat tekan untuk slump 25-50 mm dan slump 75-100
mm adalah 17,84 MPa dan 13,55 MPa. Kuat tekan yang dicapai oleh beton lumpur lapindo dengan nilai slump 25-
50 mm memenuhi syarat sebagai beton struktural (mutu beton struktural minimum yang disyaratkan dalam SNI
Jonie Tanijaya dan Mardiana Oesman
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 34
adalah 15 MPa) dan dalam gambar 2 terlihat kuat tekan terendah dicapai dengan perbandingan lumpur Lapindo :
pasir = 25% : 75% yaitu 16,75 MPa. Sedangkan untuk beton lumpur Lapindo dengan slump 75-100 mm yang
memenuhi persyaratan untuk diaplikasikan sebagai beton struktural adalah dengan perbandingan lumpur Lapindo :
pasir = 15% : 85%.
Dari hasil pengujian ini maka beton lumpur Lapindo dengan komposisi perbandingan lumpur Lapindo : pasir = 35%
: 65% dapat dikategorikan sebagai beton lumpur Lapindo dengan komposisi optimum. Dengan pemanfaatan lumpur
Lapindo maksimum dicapai kuat tekan yang memadai sebagai beton struktural. Oleh karena itu, dalam pemanfaatan
beton lumpur Lapindo disarankan untuk menggunakan komposisi perbandingan lumpur Lapindo : pasir = 35% :
65%, dengan slump 25-50 mm.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0;100 15;85 25:75 35:85
Slump (mm)
Ku
at
Te
ka
n (
MP
a)
Slump 25-50 mmSlump 75-100 mm
Gambar 2. Grafik hubungan antara Komposisi Lumpur Lapindo: Pasir terhadap Kuat Tekan
Keterangan:
0 → lumpur Lapindo : pasir = 0% : 100%
0.17 → lumpur Lapindo : pasir = 15% : 85%
0.33 → lumpur Lapindo : pasir = 25% : 75%
0.54 → lumpur Lapindo : pasir = 35% : 65%
Pengujian kuat tarik dan modulus elastisitas beton dilakukan berdasarkan SNI 2491-2002 dan SNI 03-4169-1996,
secara berurutan, dilakukan terhadap komposisi optimum yaitu dengan perbandingan lumpur Lapindo : pasir = 35%
: 65%.
Hasil pengujian tersebut, untuk slump 25-50 mm didapatkan modulus elastisitas sebesar 11504,1 MPa dan kuat tarik
sebesar 1,37 MPa. Sedangkan untuk slump 75-100 mm didapatkan modulus elastisitas sebesar 22012 MPa dan kuat
tarik sebesar 1,51 MPa.
Pengujian kuat tekan, kuat tarik tidak langsung, dan modulus elastisitas dilakukan dengan alat UTM dengan
kapasitas 2500 kN. Hasil pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Uji tekan, uji tarik dan modulus elastisitas beton lumpur Lapindo
Komposisi Optimum Beton
Lumpur Lapindo Nilai Slump
(mm) Lumpur
Lapindo Pasir
Kuat Tekan
(MPa)
Kuat Tarik
(MPa)
Modulus
Elastisitas
(MPa)
25-50 35% 65% 17,84 1,37 11504,1
75-100 35% 65% 13,55 1,51 22012,0
Pemanfaatan Limbah Lumpur Lapindo Dalam Campuran Beton Normal
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 35
5. KESIMPULAN
Perilaku beton lumpur Lapindo sama dengan perilaku beton pada umumnya, dimana nilai slump mempengaruhi kuat
tekan beton. Semakin rendah nilai slump, maka semakin tinggi kuat tekan yang dihasilkan. Pada umumnya beton
yang mengandung kadar lumpur Lapindo terendah mencapai kuat tekan yang tertinggi.
Namun demikian, hasil pengujian menunjukkan bahwa kuat tekan beton dengan komposisi perbandingan lumpur
Lapindo : pasir = 35% : 65% mencapai kuat tekan lebih tinggi dibandingkan dengan kuat tekan beton dengan
perbandingan lumpur Lapindo : pasir = 25% : 75%, ini terjadi pada campuran beton dengan nilai slump yang
berbeda. Kuat tekan untuk slump 25-50 mm dan slump 75-100 mm adalah 17,84 MPa dan 13,55 MPa secara
berurutan. Dengan demikian, dimungkinkan kuat tekan maksimum dicapai pada komposisi lumpur : pasir lebih dari
35% : 65%.
DAFTAR PUSTAKA
1. ACI (2005) “American Concrete Institute Manual” (ACI 211.1-91), American Concrete Institute.
2. ASTM (1996) ”American Standard Testing Method Manual”, (ASTM C), American Standard Testing Method.
3. Lationo, Budi (2002) ”Pemanfaatan Limbah Tailing”, www.wikipedia.com
4. Lationo, Budi (2006) ”Pemanfaatan Lumpur Lapindo”, www.wikipedia.com
5. Oesman, Mardiana (2007) ”Pemanfaatan Limbah Tailing Papua”, Orasi Ilmiah Penerimaan Mahasiswa Baru
Politeknik Negeri Bandung, Mei 2007.
6. Noerwarsito, Totok (2006) ” Pemanfaatan Lumpur Lapindo”, www.Bappedal-jatim.com
7. Lismito (2006) ” Pemanfaatan Lumpur Lapindo” , www.Bappedal-jatim.com
8. Tekmira (2006) ” Pemanfaatan Lumpur Lapindo” , www.Bappedal-jatim.com
9. Syekfani (2006)” Pemanfaatan Lumpur Lapindo”, www.Bappedal-jatim.com
10. Sucofindo, Corelab dan Bogorlab (2006) ”Pengujian Lumpur Lapindo”, www.wikipedia.com
11. www.wikipedia.com ”Banjir Lumpur Panas Sidoarjo ”.
12. www.hotmudflow.com ”Banyak Pihak Ingin Memanfaatkan Deposit Lumpur Sidoarjo”.
Jonie Tanijaya dan Mardiana Oesman
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 36