pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

12
No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414 PEMANFAATAN LIMBAH IJUK (SERAT ALAMI) DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN AKSESORIS KENDARAAN Naskah Publikasi Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-2 Minat Studi Magister Sistem Teknik Program Studi S2 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin dan Industri Konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah/Limbah Perkotaan Diajukan oleh Rama Prangeta SS NIM 09/298274/PTK/06667 Kepada PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

Upload: rama-prangeta

Post on 22-Jan-2018

417 views

Category:

Engineering


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

PEMANFAATAN LIMBAH IJUK (SERAT ALAMI) DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN AKSESORIS KENDARAAN

Naskah Publikasi Tesis

untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Sarjana S-2

Minat Studi Magister Sistem Teknik

Program Studi S2 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Mesin dan Industri

Konsentrasi Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah/Limbah Perkotaan

Diajukan oleh

Rama Prangeta SS

NIM 09/298274/PTK/06667

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

1

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

Page 3: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

2

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

Page 4: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

3

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

Intisari

Pengaplikasian material komposit dalam bidang rekayasa semakin berkembang, salah satu unsur komposit yang digunakan untuk membuat aksesoris kendaraan tersebut adalah menggunakan serat penguat, seperti

penggunaan serat ijuk (serat alami). Pemanfaatan serat ijuk tersebut, dapat mengurangi penggunaan serat sintetik (fiberglass) yang memiliki efek negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Dalam penelitian ini, bahan komposit dibuat dari serat alami berupa serat ijuk (hitam) yang selama ini hanya digunakan sebagai bahan pembuatan

perlengkapan rumah tangga yang memiliki nilai ekonomis rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai kekuatan tarik dan kekuatan lentur serta komposisi terbaik

komposit dari hasil kombinasi campuran serat ijuk dan kalsium karbonat (CaCO3) dengan matrik resin poliester. Bahan dalam penelitian ini adalah serat ijuk yang dipotong 100 mm, variasi fraksi volume serat 10%, 20%, 30%, 40%, 50%

serta variasi matriks antara resin poliester dan kalsium karbonat 90:10, 85:15, 80:20. Hasil pengujian menunjukkan bahwa komposit dengan fraksi volume serat 10% dan fraksi volume matriks 90%

(80% resin poliester: 20% kalsium karbonat), ternyata memiliki hasil kekuatan uji tarik dan lentur terbaik. Hasil kekuatan tarik terbaik yaitu mencapai 51,73 MPa dengan nilai rata-rata sebesar 36,83 MPa, nilai regangannya sebesar

0,057% dan nilai modulus elastisitas 664,30 MPa. Sedangkan kekuatan lentur terbaik berada pada fraksi volume serat 0% (tanpa penguat serat) yang mencapai 82,91 MPa dengan nilai rata-rata sebesar 65,07 MPa. Namun, berdasarkan peruntukan sebagai aksesoris kendaraan, komposisi serat optimum komposit yang memiliki nilai terbaik pada kedua

nilai kekuatan (tarik dan lentur), berada pada komposit dengan komposisi fraksi volume serat 10%.

Sejarah: Diterima 10 Mei 22 Juni

2010 Disetujui2 Juli 2010 Tersediao1 Agustus 2010

Kata Kunci:

Serat ijuk Fraksi Volume KekuatanTarik Kekuatan Lentur

Available at www.mts.ft.ugm.ac.id

JurnalSistemTeknik

PEMANFAATAN LIMBAH IJUK (SERAT ALAMI) DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT SEBAGAI BAHAN AKSESORIS KENDARAAN

Rama Prangeta SS1, Indra Perdana2, Suryo Darmo3

1Magister Sistem Teknik, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

2Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada 3Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada

1. Pendahuluan

Tanaman aren (Arenga pinata) tumbuh hampir di setiap kawasan pesisir di Indonesia. Jumlahnya yang melimpah dan tidak mengenal musim merupakan salah satu dari beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan tanaman lain. Dari hasil observasi lapangan pada beberapa industri pembuatan sapu ijuk dan barang berbahan baku ijuk lainnya, ijuk hanya digunakan sebagai bahan baku untuk membuat sapu atau sikat yang bernilai ekonomi rendah. Selain itu bagian ijuk yang tidak dapat digunakan sebagai bahan utama pembuatan sapu ijuk juga hanya dibuang sehingga berpotensi menjadi limbah.

Limbah ijuk (serat alami) yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu serabut berwarna hitam dan liat yang terdapat pada bagian pangkal dan pelepah daun pohon aren. Limbah ijuk ini bersifat lentur dan tidak mudah rapuh, sangat tahan terhadap asam termasuk air laut yang mengandung garam. Karakter tersebut dapat dimanfaatkan dalam pembuatan komposit sebagai bahan aksesoris kendaraan,

Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor (mobil dan motor) di Indonesia termasuk di Yogyakarta, penggunaan fiberglass (serat sintetis) sebagai bahan pembuatan aksesoris juga meningkat. Tujuannya adalah membuat tampilan kendaraan bermotor sesuai dengan keinginan pengguna, seperti untuk pembuatan spoiler mobil, body kit, dan lain-lain, di mana permintaan dan kebutuhan akan pemenuhan kebutuhan masyarakat yang ingin

mengubah ataupun menambah tampilan kendaraannya berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaraan.

Fiberglass yang digunakan selama ini umumnya menggunakan serat sintetis (serat kaca). Hal ini tentunya menjadikan serat sintetis tidak ramah terhadap lingkungan karena memiliki berbagai efek negatif. Adapun efek negatif yang utama adalah serat sintetis tidak bisa terurai dan mencemari lingkungan karena bersifat anorganik. Kalaupun ingin memusnahkan serat sintetis yang tidak layak pakai, maka dilakukan tindakan pembakaran komposit fiberglass yang dapat menghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan jika fiberglass tersebut tidak didaur ulang.

Selain itu banyak produk dengan bahan dasar resin polyester dengan penguat serat gelas (fiberglass) di pasaran yang tidak mengindahkan baku mutu dan lingkungan sesuai dengan ketentuan, sehingga saat ini banyak dikembangkan komposit berbasis serat alami. Keunggulan komposit serat alami dibandingkan dengan fiberglass adalah komposit serat alami mampu terdegradasi oleh alam dan harganya lebih murah (Wicaksono, 2006).

Dengan memanfaatkan limbah pohon aren dengan ijuk (serat alami) sebagai pengganti serat sintetis (fiberglass) diharapkan akan mengurangi pencemaran terhadap lingkungan serta dapat meningkatkan nilai dari limbah tersebut dan produk yang akan dihasilkan akan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Serat sintetis yang biasa digunakan dalam pembuatan aksesoris memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Untuk itu, pemanfaatan

Page 5: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

2

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

limbah ijuk (serat alami) sebagai bahan pengganti yang murah dan cenderung menjadi masalah lingkungan akan menjadi fokus penelitian ini.

2. Metode Penelitian

Pembuatan spesimen penelitian dilakukan di bengkel modifikasi motor, Yogyakarta pada bulan November 2010 dan pembuatan produk penelitian dilakukan di tempat yang sama pada bulan januari 2012. Bahan: a. Limbah ijuk, diperoleh dari industri pembuatan sapu

ijuk yang berada di kawasan industri rumah tangga di RT.02/ RW. 02, Damar, Desa Manggis, Kecamatan Mojosongo, Boyolali. Hasil pengukuran di Laboratorium Material Teknik Teknik Mesin UGM, didapatkan massa jenis yang cukup kecil yaitu 0,82, dengan ketebalan maksimal 0,5 mm.

b. Serbuk filler, dengan massa jenis kalsium karbonat 2,83 gr/cm3. Ukuran butiran 200 mesh. Pengujian sampel dengan metode Atomic Absorption Spectoscopy terhadap jenis kalsium karbonat yang dijual di pasaran didapatkan kemurnian CaCO3 sebesar 82%.

c. Resin poliester dengan karateristik cairan yang kental, dengan jenis Unsaturated Polyester Yukalac BQTN 157. Jenis resin yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan resin yang diproduksi oleh PT. Justus Kimia Raya.

d. Hardener berupa katalis jenis MEKPO (metil ethyl keton peroxide) yang berbentuk cair dan bewarna bening, diproduksi oleh PT. Justus Sakti Raya (2001).

e. Wax (mold release), dengan merk KIT WAX. f. Dempul, dengan merk Alfaglos dempul plastik,

lengkap dengan hardenernya. Alat:

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang

bahan-bahan campuran. b. Ceret ukur digunakan untuk wadah bahan

penelitian. c. Alat tambahan lain seperti kuas, suntikan, gunting,

amplas halus, gerinda, sikat untuk membersihkan serat ijuk dan lain-lain sesuai kebutuhan penelitian.

Variabel Penelitian: a. Variabel Bebas (Independent Variable)

Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah komposisi perbandingan limbah ijuk, resin serta kalsium karbonat. b. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah nilai kuat tarik dan bending produk hasil cetakan. c. Variabel Kontrol

Variabel kontrol pada penelitian ini antara lain adalah jumlah perbandingan hardener sebesar 0,5 % terhadap volume resin dalam proses campuran adonan matriks/ perekat aksesoris serta waktu pengeringan pada suhu ruangan selama 4-6 jam.

Tabel 1. Komposisi Campuran Sampel (Volume) dengan Campuran Perekat (Matrix) Resin Poliester 157 BQTN dan

Kalsium karbonat (CaCO3) Sampel Serat Ijuk

(% volume) Campuran Resin dan Kalsium Karbonat

(% volume)

1 50% 50%

2 40% 60%

3 30% 70%

4 20% 80%

5 10% 90%

Catatan: Kadar hardener jenis MEKPO ± 0,5% terhadap volume perekat/ matriks

Tabel 2. Perbandingan Komposisi Campuran Perekat (Resin dan Kalsium Karbonat)

Variasi Resin Poliester 157 BQTN

(% volume)

Kalsium

Karbonat (% volume)

1 90% 10%

2 85% 15%

3 80% 20%

Gambar 1. Hasil Cetak Spesimen Uji Tarik dan Lentur

Pengujian Komposit a. Pengujian Kuat Tarik

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dengan melakukan uji tarik dapat diketahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan diketahui pula sejauh mana material bertambah panjang.

Spesimen

Gaya tarikGaya tarik

Deformasi lokal

Putus ( )rupture/ break

Gaya tarik

Titik putus

Titik luluh

Tegangan tarik maksimum

Daerah linear

Petambahan panjang Gambar 2. Gaya Tarik terhadap Pertambahan Panjang

Yang menjadi perhatian dalam gambar tersebut

adalah kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban. Untuk semua bahan, pada tahap awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu : rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan.

Bentuk sampel uji secara umum dapat dilihat pada gambar 3.

TL

Lo

R

Wo W

Gambar 3. Spesimen Uji Tarik ASTM D 638M

Page 6: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

Tabel 3. Keterangan Ukuran Dimensi dari Gambar Spesimen

Simbol Keterangan

W Width of narrow section

(Lebar pada bagian yang sempit)

Lo Length of narrow section

(Panjang pada bagian yang

sempit)

Wo Width overall, min

(Lebar keseluruhan)

L Length overall, min

(Panjang keseluruhan)

G Gage length 50 ± 0,25

D Distance between grip

(Jarak antar pegangan)

R Radius of fillet

T Thickness (ketebalan komposit)

Enginering Stess (σ) :

…………………. (1)

Fmaks = Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap penampang spesimen (kg)

A0 = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (mm2)

σ = Enginering Stress (kg/mm2) (MPa)

Enginering Strain (ε):

…………………. (2)

ε = Enginering Strain

l0 = Panjang awal spesimen sebelum pembebanan (mm)∆l = Pertambahan panjang (mm)

Besarnya nilai modulus elastisitas komposit

merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan pada daerah proporsionalnya, yang dinyatakan dengan persamaan (Hubungan antaradan strain dirumuskan) : …………………. (3)

E = Modulus Elastisitas atau Modulus Young

σ = Enginering Stress (MPa)

ε = Enginering Strain (%)

b. Pengujian Kuat Lentur (Bending) Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui

ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui elastisitas suatu bahan. Pengujian dilakukan dengan three point bending

Gambar 4. Pemasangan Benda Uji Lentur

Pada perhitungan untuk menentukan kekuatan

lentur (bending), digunakan persamaan sesuai standar ASTM D-790, yaitu : …………………. (4)

K = Tegangan lentur maksimum (MPa)W = Beban maksimum (N) b = Lebar dari benda uji (mm) h = Tebal benda uji (mm)

No. I Th. MMX

Tabel 3. Keterangan Ukuran Dimensi dari Gambar

mm in

13 ± 0,5 0,5 ± 0,02

57 ± 0,5 2,25 ± 0,02

19 ±0,5 0,75 ± 0,25

165 (no

max)

6,5 (no

max)

50 ± 0,25 2 ± 0,01

115 ± 5 4,5 ± 0,2

76 ± 1 3 ± 0,04

5 ± 10 -

= Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap

mula spesimen sebelum

) (MPa)

= Panjang awal spesimen sebelum pembebanan (mm)

Besarnya nilai modulus elastisitas komposit merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan pada daerah proporsionalnya, yang

Hubungan antara stress

Modulus Young (MPa)

Pengujian kuat lentur dilakukan untuk mengetahui

ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui elastisitas suatu

three point bending.

Gambar 4. Pemasangan Benda Uji Lentur

Pada perhitungan untuk menentukan kekuatan , digunakan persamaan sesuai standar

K = Tegangan lentur maksimum (MPa)

l = Jarak antara penyangga/ panjang span (mm) Pembuatan spesimen uji

standar ASTM D790, dengan bentuk seperti pada gambar 3 dan dengan ukuran dimensi pada tabel 4.

L

Lo

Gambar 5. Spesimen Uji

Tabel 4. Ukuran Dimensi dari Specimen Uji Simbol Keterangan

Lo Span

L Panjang total

b Lebar

d/h Tebal

Sedangkan untuk mencari modulus elastisitas

bending mengunakan rumus

…………………. (5)

Di mana : Eb = Modulus Elastisitas BendingL = Panjang Span / Support span(mm)b = Lebar/ Width (mm) d = Tebal / Depth (mm) m = Slope Tangent pada kurva beban defleksi (N/mm) Pembuatan Sampel Produk

Komposisi terbaik pada komposit penelitian ini adalah nomor sampel 15, dengan komposisi 10 % serat ijuk dan 90 % matriks (80% resin : 20% kalsium karbonat). Asumsi ukuran volume sampel yang dijadikan produk adalah fairing sepeda motor dengan ukuran :

Panjang = 65 cm Lebar = 26,16 cmTebal = 0,5 cm Volume Total= p x l x t = 65 x 26,16 x 0,5 = 850 cm

A B

Desain Produk Penelitian

60 cm

26,16

Gambar 6. Desain Produk Penelitian

3. Hasil dan Pembahasan

Dari hasil pengujian mekanik pada bahan baku serat ijuk diperoleh data kekuatan tarik yang dimiliki serat ijuk, seperti terlihat pada tabel 5.

3

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

l = Jarak antara penyangga/ panjang span (mm)

Pembuatan spesimen uji bending menggunakan standar ASTM D790, dengan bentuk seperti pada gambar 3 dan dengan ukuran dimensi pada tabel 4.

b

d

Gambar 5. Spesimen Uji Bending

Tabel 4. Ukuran Dimensi dari Specimen Uji Bending mm

16 x d

Lo + 10%

4 x d

Sesuai ketebalan material

uji

Sedangkan untuk mencari modulus elastisitas mengunakan rumus

…………………. (5)

Bending (Mpa) L = Panjang Span / Support span(mm)

m = Slope Tangent pada kurva beban defleksi (N/mm)

Pembuatan Sampel Produk pada komposit penelitian ini

adalah nomor sampel 15, dengan komposisi 10 % serat ijuk dan 90 % matriks (80% resin : 20% kalsium karbonat). Asumsi ukuran volume sampel yang dijadikan produk

sepeda motor dengan ukuran :

= 26,16 cm

Volume Total= p x l x t = 65 x 26,16 x 0,5 = 850 cm3

C

Desain Produk Penelitian

B

A

C

Tampak Samping

= 850 cm

= 612 cm

= 765 cm= 85 cm

= 153 cm

Tampak Depan

Tampak Belakang

Tota l Volume Produk Volume Serat Ijuk (10%)Volume Matriks (90%)

Matriks (Resin : CaCO )Volume Resin (80%)Volume CaCO (20%)

3

3

3

33

3

0,5 cm

KETERANGAN :

Nama : Rama Prangeta SSNIM : 09/298274/PTK/6667

Program StudiMagister Teknik Sistem

Teknologi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah/ Limbah PerkotaanUniversitas Gadjah Mada

2011

3

Gambar 6. Desain Produk Penelitian

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil pengujian mekanik pada bahan baku serat kekuatan tarik yang dimiliki serat

ijuk, seperti terlihat pada tabel 5.

Page 7: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

4

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

Tabel 5. Hasil Pengujian Kekuatan Tarik Serat Ijuk

No Diameter Serat Ijuk

Kekuatan Tarik

Catatan

kg/mm2 MPa

1 Ø 0,17 mm 53,4783 524,1 Ijuk berdiameter lebih

besar, memiliki umur yang lebih tua sehingga

lebih rapuh 2 Ø 0,25 mm 33,7037 330,3

3 Ø 0,34 mm 24,7778 242,8

4 Ø 0,43 mm 32,2220 315,8

Dari hasil analisis kekuatan tarik serat ijuk diperoleh nilai Average Tensile Strength serat ijuk sebesar 36,045 kg/mm2 (353,25 MPa).

Hasil Uji Tarik Komposit Hasil pengujian tarik rata-rata produk komposit

penelitian dengan variasi fraksi volume serat di tunjukkan pada tabel 27 berikut:

Tabel 6. Kekuatan Tarik, Regangan dan Modulus Elastisitas Tarik Rata-Rata pada Produk Komposit

No Fraksi Volume

Serat (%)

Kekuatan Tarik Spesimen

σtk (MPa)

Regangan Tarik Spesimen

εtk (%)

Moduluds Elastisitas Spesimen

Etk (MPa)

1 10 29,79 0,048 613,09

31 0,043 724,01

36,84 0,057 664,29

2 20 23,64 0,048 491,38

22,84 0,05 451,62

15,66 0,055 289,48

3 30 16,12 0,032 548,58

40,19 0,042 963,8

21,72 0,06 359,54

4 40 24,22 0,047 514,12

22,84 0,050 509,63

19,14 0,040 471,93

5 50 23,24 0,0546 431,48

15,38 0,0486 317,60

20,89 0,0506 410,92

Pada tabel 6, ditampilkan nilai kekuatan tarik,

regangan dan modulus elastisitas maksimum komposit terhadap variasi komposisi Vi (Volume ijuk). Dengan adanya variasi penambahan fraksi volume serat dengan metode penempatan serat secara searah, secara umum berpengaruh negatif terhadap hasil kekuatan tarik maksimum produk komposit.

Gambar 7. Pengaruh Prosen Volume Serat Terhadap Kekuatan

Tarik (σtk) untuk Pengikat yang Mempunyai Perbandingan

Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat (90:10)

Gambar 8. Pengaruh Prosen Volume Serat Terhadap Kekuatan

Tarik (σtk) untuk Pengikat yang Mempunyai Perbandingan

Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat (85:15)

Gambar 9. Pengaruh Prosen Volume Serat Terhadap Kekuatan

Tarik (σtk) untuk Pengikat yang Mempunyai Perbandingan

Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat (80:20)

Adapun secara umum beberapa faktor yang

mempengaruhi kekuatan tarik komposit polimer penguat serat, antara lain ikatan antara serat dan pengikatnya, gaya coulomb, gaya adhesi, void, sifat mekanik serat dan pengikat, jenis serat, bentuk serat, letak serat, serta hardener (Schwardz, dalam Gargazi, 2010).

Grafik hubungan komposisi campuran limbah serat ijuk dengan pengikat (resin dan kalsium karbonat) terhadap nilai kekuatan tarik komposit pada gambar 7,8,9 menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah perbandingan campuran kalsium karbonat yang digunakan dalam pengikat (semakin banyak resin), maka semakin tinggi nilai kekuatan tarik komposit yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami, karena dengan bertambahnya jumlah resin menyebabkan jumlah perekat yang mengenai partikel dan serat juga semakin banyak dan luas permukaan partikel dan serat yang dikenai resin semakin besar.

Dengan peristiwa tersebut, maka kontak area antar resin dan kalsium karbonat serta ikatan antar pengikat dan serat menjadi semakin baik. Hal tersebut sesuai dengan beberapa hasil penelitian seperti yang diungkapkan Thio dkk (2002) dalam Samsudin (2008) di mana semakin kecil partikel filler dan semakin tinggi fraksi volume dari filler menyebabkan retak yang dini dan juga mengarah pada berkurangnya hasil kekuatan. Kondisi tersebut juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Y. W. Leong, dkk (2003) yang menyatakan bahwa berkurangnya kekuatan tarik dan lentur komposit dengan penambahan kalsium karbonat adalah hal yang normal. Selain itu, pengaruh pemberian filler CaCO3 pada komposit dengan matriks PP (Polypropylene) biasanya menyebabkan sifat tarik komposit menjadi lebih lemah dibandingkan dengan PP (Polypropylene murni (Pukanszky, 1995 dalam Samsudin (2008)).

Akan tetapi, pada fraksi volume serat 10% dengan pertambahan fraksi volume kalsium karbonat di dalam pengikat memiliki kecenderungan berbeda, di mana semakin banyak volume kalsium karbonat di dalam pengikat justru menambah kekuatan tarik yang dihasilkan. Menurut penulis, hal tersebut disebabkan karena komposisi fraksi volume serat 10% merupakan

29,79

23,64

16,12

24,22

23,24

0

5

10

15

20

25

30

35

40

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n T

ari

k (

MP

a)

Volume Serat

31,01

22,84

40,19

22,84

15,38

0

10

20

30

40

50

60

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n T

ari

k (

MP

a)

Volume Serat

36,84

15,66

21,72 19,1420,90

0

10

20

30

40

50

60

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n T

ari

k (

MP

a)

Volume Serat

Page 8: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

5

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

volume dengan nilai kekuatan optimal/ terbaik, yang pengaruh penambahan jumlah volume kalsium karbonat justru meningkatkan nilai kekuatan tarik. Hal tersebut juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gall Timothy L (1986), di mana komposisi terbaik penggunaan kalsium karbonat dalam komposit peruntukan lempeng/ lembaran adalah 10%.

Gambar 10. Perbandingan Kekuatan Tarik Rata-Rata Produk Komposit untuk Berbagai Prosen Volume Serat Ijuk dan Fiber

Poliester Murni

Berpegangan pada data hasil penelitian tersebut,

dan kemudian dibandingkan dengan hasil uji kekuatan tarik komposit, maka campuran ini (komposit serat dan komposit partikel) kekuatannya lebih besar. Kekuatan rata-rata dari serat alam yang diujikan berkisar 24,23 MPa, atau meningkat sebesar 11 MPa. Jadi, penggunaan serat ijuk dan kalsium karbonat dalam komposit cukup berpengaruh.

Gambar 11. Perbandingan Regangan Tarik Maksimal Produk

Komposit untuk Berbagai Prosen Volume Serat Ijuk

Gambar 12. Perbandingan Modulus Elastisitas Tarik Rata-

rata Produk Komposit untuk Berbagai Prosen Volume Serat Ijuk

Pada gambar 11, secara keseluruhan hasil didapatkan

nilai regangan (E) relatif kecil, hal ini mengindikasikan bahwa material memiliki keuletan yang rendah. Hal ini juga ditandai dengan pertambahan panjang (∆L) yang kecil menunjukkan sifat getas dari material komposit, sebaliknya jika pertambahan panjang yang semakin besar maka material tersebut bersifat ulet.

Hasil Uji Lentur Komposit

Hasil pengujian lentur rata-rata produk komposit penelitian dengan variasi fraksi volume serat untuk keseluruhan pengujian di tunjukkan pada tabel 8 berikut:

Tabel 7. Kekuatan Lentur Rata-rata Produk Komposit

No Fraksi Volume Serat (%)

Kekuatan Lentur Spesimen

σtk (MPa)

Regangan Lentur Spesimen

εtk (%)

Moduluds Elastisitas Spesimen

Etk (MPa)

1 10 10,41 0,010 3792,16

9,15 0,012 1746,20

12,28 0,015 2781,51

2 20 5,86 0,016 463,21

8,5 0,017 945,24

5,64 0,016 897,02

3 30 10,85 0,014 2135,12

7,95 0,016 1444,11

5,45 0,016 556,65

4 40 8,68 0,011 2692,02

5,92 0,007 1435,56

8,55 0,018 1342,12

5 50 8,32 0,017 853,02

3,71 0,020 373,82

7,31 0,011 762,73

Hasil uji bending keseluruhan penelitian ini dapat

dikatakan bahwa adanya variasi penambahan fraksi volume serat dengan metode penempatan serat secara searah berpengaruh negatif terhadap hasil kekuatan lentur maksimum produk komposit. Pada gambar 13,14,15 di bawah memperlihatkan pengaruh peningkatan/ penambahan Vi terhadap kekuatan lentur. Nilai kekuatan lentur cenderung menurun dengan adanya peningkatan variasi fraksi volume serat (Vi).

Gambar 13. Pengaruh Prosen Volume Serat Terhadap Kekuatan

Lentur (σbd) untuk Pengikat yang Mempunyai Perbandingan

Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat (90:10)

Gambar 14. Pengaruh Prosen Volume Serat Terhadap Kekuatan

Lentur (σbd) untuk Pengikat yang Mempunyai Perbandingan

Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat (85:15)

Gambar 15. Pengaruh Prosen Volume Serat Terhadap Kekuatan

Lentur (σbd) untuk Pengikat yang Mempunyai Perbandingan

Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat (80:20)

0

10

20

30

40

50

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n T

ari

k (

MP

a)

Volume Serat

Matriks 80:20 Matriks 85:15 Matriks 90:10 Poliester murni

0,000

0,020

0,040

0,060

0,080

10% 20% 30% 40% 50%

Re

ga

ng

an

Ta

rik

(%

)

Volume serat

Matriks 90:10 Matriks 85:15 Matriks 80:20

0

200

400

600

800

1000

1200

10% 20% 30% 40% 50%

Mo

du

lus

Ela

stis

ita

s (M

Pa

)

Volume serat

Matriks 90:10 Matriks 85:15 Matriks 80:20

10,41

5,86

10,858,68

8,32

0

2

4

6

8

10

12

14

16

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n L

en

tur

(MP

a)

Volume Serat

9,15 8,49

7,95

8,88

3,71

0

2

4

6

8

10

12

14

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n L

en

tur

(M

Pa

)

Volume Serat

12,28

5,645,45

8,56 7,31

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n L

en

tur

(M

Pa

)

Volume Serat

Page 9: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

6

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

Variasi maksimum penambahan Vi dalam penelitian produk komposit dengan teknik hand lay up dan penempatan serat secara searah ini adalah Vi 50%, di mana untuk kondisi Vi 50% terlihat nilai yang paling rendah, hal ini disebabkan pengikat (resin+ kalsium karbonat) tidak mampu membasahi/ mengikat serat penguat secara merata karena jumlah Vi yang banyak. Hal ini menyebabkan permukaan papan lembaran cetakan sampel tampak lebih kasar dibandingkan lembaran cetakan dengan Vi yang lebih kecil/rendah.

Semakin tinggi nilai Vi sampai batas maksimum variasi fraksi volume serat, maka semakin rendah nilai kekuatan lentur komposit. Untuk variasi fraksi volume kalsium karbonat pada pengujian bending, memilki pengaruh yang berbeda-beda tergantung dari variasi fraksi volume serat. Nilai kekuatan lentur tertinggi dominan terdapat pada Vi 10% dengan variasi fraksi volume kalsium karbonat 10% dari 100% volume pengikat (resin 90%: kalsium karbonat 10%), dan nilai lentur terendah terdapat pada Vi 20% dengan variasi fraksi volume kalsium karbonat 20%.

Grafik hubungan komposisi campuran limbah serat ijuk dengan pengikat (resin dan kalsium karbonat) terhadap nilai kekuatan lentur komposit pada gambar 13,14,15, sebagian besar menunjukkan semakin sedikit jumlah perbandingan campuran kalsium karbonat yang digunakan dalam pengikat (semakin banyak resin), maka semakin tinggi nilai kekuatan tarik komposit yang dihasilkan. Hal ini dapat dipahami, karena dengan bertambahnya jumlah resin menyebabkan jumlah perekat yang mengenai partikel dan serat juga semakin banyak dan luas permukaan partikel dan serat yang dikenai resin semakin besar.

Dengan peristiwa tersebut maka kontak area antar resin dan kalsium karbonat serta ikatan antar pengikat dan serat menjadi semakin baik. Hal ini sesuai dengan beberapa hasil penelitian seperti yang diungkapkan Thio dkk (2002) dalam Samsudin (2008) di mana semakin kecil partikel filler dan semakin tinggi fraksi volume dari filler menyebabkan retak yang dini dan juga mengarah pada berkurangnya hasil kekuatan. Kondisi tersebut juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Y. W. Leong, dkk (2003) yang menyatakan bahwa berkurangnya kekuatan tarik dan lentur komposit dengan penambahan kalsium karbonat adalah hal yang normal.

Gambar 16. Perbandingan Kekuatan Lentur Rata-Rata Produk Komposit Volume Serat Ijuk dan Komposit Poliester Murni

Berpegangan pada data hasil penelitian tersebut jika

dibandingkan dengan hasil kekuatan uji tarik komposit campuran ini (komposit serat dan komposit partikel) maka kekuatannya lebih kecil. Kekuatan rata-rata dari keseluruhan rata-rata serat alam yang diujikan berkisar 7,9 MPa, atau lebih kecil hampir 10 MPa. Namun apabila dibandingkan dengan sampel terbaik dari hasil uji yaitu sekitar 16,91 MPa dengan rata-rata 12,28 MPa pada

sampel 15 bd, maka selisih dengan kekuatan lentur komposit poliester murni tidak terlalu jauh. Jadi, penggunaan serat ijuk dan kalsium karbonat dalam komposit cukup berpengaruh mengurangi kelenturan komposit.

Gambar 17. Perbandingan Regangan Lentur Rata-rata pada Produk Komposit untuk Berbagai Prosen Volume Serat Ijuk

Gambar 18. Perbandingan Modulus Elastisitas Lentur Rata-

rata pada Produk Komposit untuk Berbagai Prosen Volume

Serat Ijuk

Pada gambar 17, terlihat secara keseluruhan hasil

yang didapatkan hasil nilai regangan (E) yang relatif kecil, hal ini mengindikasikan bahwa material memiliki keuletan yang rendah. Hal ini juga ditandai dengan pertambahan panjang (∆L) yang kecil menunjukkan sifat getas dari material komposit, sebaliknya jika pertambahan panjang yang semakin besar maka material tersebut bersifat ulet. Penentuan Komposisi Serat Optimum pada Komposit Penentuan komposisi serat optimum terhadap kekuatan tarik dapat dilihat dari gambar 8 dan 9. Komposisi serat optimum terhadap kekuatan tarik pada komposit berpenguat serat terdapat pada variasi volume fraksi 10% serat ijuk dengan komposisi matriks 80:20. Tapi, karena komposisi serat 10% adalah komposisi serat minimum yang telah ditentukan sebelumnya, maka perlu dilakukan percobaan tambahan pada komposisi serat yang lebih rendah (0% serat), untuk melihat kemungkinan komposisi yang lebih optimal terhadap kekuatan tarik komposit.

Gambar 19. Pengaruh Selutuh Prosen Volume Serat Terhadap

Kekuatan Tarik (σtk) untuk Pengikat yang Mempunyai

Perbandingan Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat

(80:20)

0

5

10

15

20

10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n L

en

tur

(M

Pa

)

Volume serat

Matriks 90:10 Matriks 85:15 Matriks 80:20 Poliester murni

0,000

0,005

0,010

0,015

0,020

0,025

10% 20% 30% 40% 50%

Re

ga

ng

an

(%

)

Volume serat

Matriks 90:10 Matriks 85:15 Matriks 80:20

0

1000

2000

3000

4000

10% 20% 30% 40% 50%M

od

ulu

s E

last

isit

as

(MP

a)

Volume serat

Matriks 90:10 Matriks 85:15 Matriks 80:20

9,57

36,84

15,66

21,7219,14 20,90

0

10

20

30

40

50

60

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n T

ari

k (

MP

a)

Volume Serat

Page 10: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

7

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

Gambar 20. Pengaruh Selutuh Prosen Volume Serat Terhadap

Kekuatan Lentur (σbd) untuk Pengikat yang Mempunyai

Perbandingan Campuran Resin Terhadap Kalsium Karbonat (80:20)

Dari seluruh data kekuatan tarik dan kekuatan

lentur yang diperoleh, dapat dilihat bahwa komposisi optimal komposit terhadap kekuatan tarik terbaik berada pada komposit dengan komposisi fraksi volume serat 10%. Sedangkan untuk kekuatan lentur terbaik berada pada komposit dengan komposisi fraksi volume serat 0% (tanpa serat penguat). Untuk itu, penentuan komposisi optimum komposit ditentukan dengan melihat lebih kepada peruntukan dari jenis aksesoris kendaraan yang ditentukan dan juga pada komposisi komposit yang memiliki nilai terbaik pada kedua nilai kekuatan (tarik dan lentur).

Dalam pengaplikasian komposit pada aksesoris kendaraan tidak terlalu berpatokan pada kekuatan lentur, karena karakter kekuatan lentur adalah kemampuannya dalam menahan reaksi beban yang diterimanya. Dalam hal ini, pengaplikasian komposit pada aksesoris kendaraan biasanya hanya berupa penambahan ataupun perubahan bentuk aksesoris, tanpa peruntukan yang akan menerima beban yang besar. Sedangkan pengaruh kekuatan tarik akan cukup berpengaruh, di mana pada pengaplikasiannya sebagai aksesoris (seperti bemper mobil) akan lebih sering menerima tegangan tarik akibat dari massa aksesoris itu sendiri dan dari tekanan udara pada saat dipacu.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka komposisi serat optimum pada komposit dengan nilai terbaik pada kedua nilai kekuatan (tarik dan lentur) berada pada komposit dengan komposisi fraksi volume serat 10% yang memiliki nilai kekuatan tarik terbaik mencapai 51,73 MPa dengan rata-rata sebesar 32,55 MPa, dan kekuatan lentur terbaik mencapai 16,91 MPa dengan kekuatan lentur rata-rata 10,41 MPa

4. Kesimpulan

Dari hasil karakterisasi dan analisa data diperoleh kesimpulan yang menjawab tujuan penelitian dan hipotesis awal penelitian, yaitu: 1) Bahwa penggunaan variasi fraksi volume serat ijuk

(serat alami) sebagai bahan komposit dalam pembuatan aksesoris kendaraan, dengan menggunakan variasi volume serat dan pengikat yang berbeda, ternyata menghasilkan nilai kekuatan tarik yang berbeda-beda.

2) Bahwa penggunaan variasi fraksi volume serat ijuk (serat alami) sebagai bahan komposit dalam pembuatan aksesoris kendaraan, dengan menggunakan variasi volume serat dan pengikat yang berbeda, ternyata menghasilkan nilai kekuatan lentur yang berbeda-beda.

3) Bahwa komposisi campuran terbaik pada penelitian ini, dapat digunakan sebagai bahan komposit dalam pembuatan aksesoris kendaraan, yaitu: a. Kekuatan tarik komposit terbaik adalah sebesar

51,73 MPa dengan rata-rata 36,83 MPa. b. Kekuatan lentur/ bending terbaik adalah sebesar

82,91 MPa dengan rata-rata 65,07 MPa. c. Komposit polimer berpenguat serat ijuk pada

fraksi volume 10% memiliki karakteristik paling mendekati ideal yakni memiliki kekuatan tarik antara 21,53 MPa sampai 51,73 MPa dengan nilai rata-rata sebesar 32,55 MPa dengan nilai regangan sebesar 0,012% dan nilai modulus elastisitas sebesar 667,13 MPa. Sehingga dapat digunakan sebagai bahan penguat poliester dan alternatif bahan baku pembuatan aksesoris kendaraan yaitu menggantikan bahan serat kaca (fiberglass).

d. Komposisi bahan optimum berdasarkan hasil kuat tarik dan kuat lentur penelitian ini adalah komposit dengan komposisi sampel 15 dengan perbandingan volume 10% serat ijuk : 90% matriks (resin polyester 80% : kalsium karbonat 20%). Secara umum komposisi antara 13-15 (tk/bd) adalah komposisi terbaik untuk komposit dengan volume fraksi serat ijuk 10%

e. Penambahan serat ijuk sebagai penguat dan kalsium karbonat sebagai tambahan matriks dapat meningkatkan kekuatan tarik komposit pada komposit poliester murni serta mendekati dengan kualitas serat sintetis (fiberglass) di pasaran. Akan tetapi justru menurunkan kekuatan lentur komposit.

4) Dari segi ekonomi, bahwa industri komposit aksesoris kendaraan ini dipandang layak dikembangkan, dengan beberapa pertimbangan atas dasar perhitungan nilai parameter ekonomi yang dihasilkan yaitu : a. Break Even Point (BEP) adalah 49 set/bulan

atau 593 set/tahun b. B/C Ratio adalah 1,05 c. Percent Return of Investment (ROI) industri

setelah pajak adalah 65% d. Payback Period (PBP) adalah 18,2 bulan

5. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan komposit yang baik dan sesuai

dengan karakter yang diinginkan, maka harus meminimalkan kesalahan sejak proses awal (pencampuran material sampai benar-benar homogen) hingga ke tahap pengujian, karena bahan komposit memerlukan perlakuan khusus (sensitif).

2. Pada proses penuangan matriks ke dalam serat, harus merata dan cepat agar serat benar-benar terbungkus oleh matrik, sehingga dapat meminimalkan terjadinya void pada komposit yang akan dibuat sehingga kekuatan yang diperoleh benar-benar sesuai dengan harapan.

3. Dalam proses pencetakan, hendaknya serat disusun secara merata agar menghasilkan cetakan komposit yang tebalnya sama dalam satu bidang.

65,07

12,285,64 5,45 8,56 7,31

0

20

40

60

80

100

0% 10% 20% 30% 40% 50%

Ke

ku

ata

n L

en

tur

(M

Pa

)

Volume Serat

Page 11: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

8

No. I Th. MMX - EdisiJuli 2010 ISSN 2087-1414

4. Untuk menghasilkan ukuran spesimen yang tidak jauh berbeda, maka dalam pembuatan/ pemotongan spesimen menggunakan gergaji mesin duduk.

5. Untuk lebih meningkatkan kualitas hasil penelitian, sebaiknya dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap komposit yang dihasilkan, yaitu dengan melakukan uji kekuatan impact serta uji kekerasan.

6. Untuk mendapatkan hasil yang mudah dibaca dengan tingkat ketelitian yang mendalam, maka sebaiknya dilakukan pengujian tarik dengan menggunakan mesin uji tarik digital.

7. Untuk meningkatkan kekuatan komposit dengan perlakuan kimia pada serat penguat, serta untuk meningkatkan kekuatan serat, dapat dilakukan melalui perendaman dengan Alkali seperti pada beberapa penelitian sejenis yang menggunakan serat alami.

References Andri D, Johar L. 2010. “Karakterisasi Komposit

Berpenguat Serat Bambu Dan Serat Gelas Sebagai Alternatif Bahan Baku Industri”.Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.

Araújo, E. M. et al. 2006. “Fiberglass Waste/ Polyester Resin Composite: Mechanical Properties and Water Sorption ”. Brasil: Universidade Federal de Campina Grande.

Bukit, Harmonis. 2010. “Pembuatan Dan Karakterisasi Batako Ringan Dengan Campuran Ijuk Sebagai Bahan Pengisi yang Direncanakan untuk Konstruksi Dinding Peredam Suara”. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Christiani, Evi. 2008. “Karakterisasi Ijuk Pada Papan Komposit Ijuk Serat Pendek Sebagai Perisai Radiasi Neutron”. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Firman, Andy dkk., “Pengaruh Ekstrak Kasar Buah Aren (Arenga pinnata Merr.) Terhadap Mortalitas Keong Emas (Pomacea sp.)”. Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Gall, Timothy L, 1986.“Engineers’ Guide to Composite Materials”. Ohio, USA: American Society for Metals.

Hartomo, Anton. 1995. “Penuntun Analisis Polimer Aktual”. Yogyakarta : Andi Offset.

Misriadi, 2010.“Pemanfaatan Serat Alami (Serabut Kelapa) Sebagai AlternatifPengganti Serat Sintetis Pada Fiberglass GunaMendapatkan Kekuatan Tarik Yang Optimal”.Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.

Pambudi, Warih. 2005. “Pengaruh Penambahan Serat Ijuk dan Pengurangan Pasir Terhadap Beban Lentur dan Berat Jenis Genteng Beton”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Prasetyo, Adyanto Eko. 2006. “Pengaruh Prosentase Katalis Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Chopped Strandmat Serat Tebu Dengan Matrik Resin Epoxy”. Surakarta:Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Purboputro, Pramuko I. 2006. “Pengaruh Panjang Serat Terhadap Kekuatan Impak Komposit Enceng Gondok dengan Matriks Poliester”. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rusmiyatno, Fandhy. 2007. “Pengaruh Fraksi Volume Serat Terhadap Kekuatan Tarik dan Kekuatan Bending Komposit Nylon/Epoxy Resin Serat Pendek Random”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Samsudin, Mohd S F. 2008. “Rheological Behavior of Talc and Calcium Carbonate Filled Polypropylene Hybrid Composites”. Malaysia: Universiti Sains Malaysia.

Satria, J. 2010. “Analisa Pengaruh Luas Penampang Sambungan Terhadap Kekuatan Tarik Komposit Polyester - Fiberglass”.Surabaya: Institut Teknologi Surabaya.

Setiawan, Acip. 2007. “Sohor Jadi Modofikator Motor”. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Wibowati, Salis Ambar. 2009. “Pemanfaatan Ampas Tebu (Bagasse) Sebagai Serat Penguat Bahan Friksi Non Asbes Pada Pembuatan Kampas Rem”.Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Wicaksono, Arif. 2006. “Karakterisasi Kekuatan Bending KompositBerpenguat Kombinasi Serat KenafAcak Dan Anyam”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Widodo, Basuki. 2008. “Analisa Sifat Mekanik Komposit Epoksi dengan Penguat Serat Pohon Aren (Ijuk Model Lamina Berorientasi Sudut Acak (Random)”. Vol 1: Jurnal Teknologi Technoscientia. Malang: Institut Teknologi Negeri Malang.

Wiley, Jack. 1988. “The Fiberglass Repair and Construction Handbook (2nd Edition)”. USA: McGraw-Hill, Inc.

Y. W. Leong, M. B. Abu Bakar, Z. A. Mohd. Ishak & A. Ariffin.2003. “Mechanical And Morphological Study Of Talc/ Calcium Carbonate Filled Polypropylene Hybrid Composites Weathered In Tropical Climates”. Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.

Page 12: pemanfaatan limbah ijuk sebagai isian komposit

ix