pemanfaatan gadai tanah sawah di desa sruwen,...
TRANSCRIPT
i
PEMANFAATAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA
SRUWEN, KEC.TENGARAN, KAB.SEMARANG
MENURUT HUKUM ISLAM
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
DINA AMALIA HIDAYATI
NIM 214 11 008
JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
PEMANFAATAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA
SRUWEN, KEC.TENGARAN, KAB.SEMARANG
MENURUT HUKUM ISLAM
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
DINA AMALIA HIDAYATI
NIM 214 11 008
JURUSAN S1-HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
iv
v
vi
vii
MOTTO PENULIS
Selau Syukuri apa yang kita dapatkan saat ini, saat kita menginginkan
sesuatu dan kita belum mendapatkannya, mungkin kita belum membutuhkannya
hanya sekedar ingin, sehingga Allah tidak memberikannya kepada kita.
Kita hidup untuk bermanfaat bagi orang lain, bukan memanfaatkan orang
lain untuk hidup kita.
Selalu dasari dengan rasa cinta saat melalukan apapun dalam hidup kita,
karena dengan satu cinta akan hilangkan naluri saling menghancurkan.
Always P.L.U.R , Peace, Love, Unity and Respect terhadap sesama.
(Dina Amalia Hidayati)
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan dengan cinta dan ketulusan hati karya ilmiah berupa skripsi ini
kepada :
1. Kedua Orang tuaku BapakSamsudi dan Ibu Ngadiyah tercinta, yang telah
mendoakan dan memberi kasih sayang serta semangat kepadaku selama
ini.
2. Ketiga Adikku Itsna Millatul Himmayati, Wildan Fahmi Syarfi’I dan Wafa
Firmana Al makhali yang telah mendoakan agar selalu tetap semangat
dalam menuntut ilmu dan menjalani kehidupan di dunia ini.
3. Para guru sejak Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi yang penulis
sayangi dan hormati dalam memberikan ilmu dan membimbing dengan
penuh kesabaran
4. Muh Ihsannurudin, seseorang yang telah memberikan semangat dan
motivasi yang tinggi sehingga penulis selalu semangat dalam menjalani
kehidupan.
5. Sahabat-Sahabati saya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII),
sahabat Ya Bismillah ( Bidikmisis IAIN Salatiga), Rekan-Rekanita saya di
IPNU-IPPNU, sahabat-sahabati di Senat Mahasiswa Institut (SMI) dan
Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Syariah yang selalu menjadi
penyemangat dan alasan saya untuk selalu menambah ilmu pengetahuan
6. Teman-teman satu angkatan Hukum Ekonomi Syariah dan Almamater
Tercinta Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang penulis banggakan.
ix
7. Murid-murid serta rekan guru di TK dan MI NU Siti Hajar Tengaran dan
TPQ Al kahfy yang selalu memberikan semangat dan menyadarkan betapa
pentingnya ilmu untuk disampaikan.
x
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat-Nya Penulisan Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan
yang diharapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan
yang telah diberikan oleh-Nya sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi
ini.
Sholawat dan salam selalu penulis sanjungkan kepada Nabi, Kekasih,
Spirit Perubahan, Rasullah Muhammad SAW beserta segenap keluarga dan para
sahabat-sahabatnya, syafa’at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan
nanti.
Penulisan skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) dalam ilmu syari’ah, Fakultas
Syari’ah, Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah yang berjudul: “
PEMANFAATAN GADAI TANAH SAWAH DI DESA SRUWEN,
KEC.TENGARAN, KAB.SEMARANG MENURUT HUKUM ISLAM ”. Penulis
mengakui bahwa dalam menyusun Penulisan Skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi-tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa
mewakili kata-kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
xi
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah di IAIN
Salatiga.
3. Bapak Ilya Muhsin, S.H.i., M.Si, selaku Wakil Dekan Fakultas Syari’ah
Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama yang selalu memberikan ilmunya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar
dan baik.
4. Ibu Evi Ariyani, M.H, selaku Ketua Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah
di IAIN Salatiga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing yang selalu
meberikan saran, pengarahan dan masukan berkaitan penulisan skripsi
sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan.
5. Ibu Lutfiana Zahriani, M.H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari’ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan skripsi
sehingga penulisan skripsi ini bisa saya selesaikan.
6. Bapak Shodiq,Bapak Sutrisno dan Ibu Daryanti yang telah bersedia
memberikan informasi tentang penelitian penulis
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf adminitrasi
Fakultas Syari’ah yang tidak bisa kami sebut satu persatu yang selalu
memberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
tanpa halangan apapun.
8. Sahabat-sahabatku tercinta, Tince,Mumun, Bunda, Jannah, Muji dan
semua yang selalu mendukung penulis dalam menyusun skripsi ini.
xii
9. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syari’ah angkatan 2011 di
IAIN Salatiga yang telah memberikan banyak cerita selama menempuh
pendidikan di IAIN Salatiga.
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan
balasan yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya. Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun
analisanya, sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapan
demi enaknya penulisan skripsi ini dibaca dan dipahami.
Akhirnya, penulis berharap semoga skrispi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 10 Februari 2016
Penulis.
xiii
Abstrak
Hidayati,Dina Amalia.2016. Pemanfaatan Gadai Tanah Sawah di Desa Sruwen
Kec.Tengaran, Kab.Semarang Menurut Hukum Islam. Skripsi. Fakultas
Syariah. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam
Negeri Salatiga.Pembimbing: Evi Ariyani, M.H
Kata Kunci : Pemanfaatan, Gadai Tanah, Hukum Islam dan
Penelitian ini merupakan upaya untuk meneliti kegiatan pemanfaatan
Gadai Tanah sawah di Desa Sruwen, Kec.Tengaran, Kab.Semarang. Pertanyaan
yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana praktek
pemanfaatan gadai tanah sawah di desa Sruwen Kec.Tengaran Kab.Semarang?,
(2) Bagaimana status hukum pemanfaatan gadai tanah sawah di desa Sruwen
Kec.Tengaran Kab.Semarang menurut hukum Islam?. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut maka peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan
nmetode pendekatan deskriptif analitis yaitu dengan mengambarkan kegiatan
yang terjadi kemudian dianalisis dengan teori yang mendukung. Dengan
penelitian ini bisa menambah wawasan keilmuan tentang Ekonomi Syariah dalam
hal gadai tanah sawah dan bisa menjadi bahan sosialisasai untuk masyarakat
secara umum. Serta bisa menjadi bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya
tentang gadai tanah sawah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, gadai tanah di desa
sruwen adalah meminjam uang dengan menggadaikan tanah sawah, dalam jangka
waktu yang telah disepakati atau selama belum bisa melunasi tanah sawah digarap
oleh penerima gadai atau pemilik uang, apabila sampai jangka waktu yang
disepakati pemilik sawah belum bisa melunasi hutangnya maka hasil dari sawah
tersebut tetap menjadi hak penerima gadai atau pemilik uang . Kedua, menurut
hadis nabi yang telah ditelaah oleh ulama Syafiiyah bahwa penerima gadai tidak
berhak atas manfaat dari barang gadai. Seperti yang telah dijelaskan nabi dalam
sebuah hadis bahwa utang yang menarik manfaat adalah riba. Dan riba hukumnya
adalah haram. Jadi memanfaatkan barang gadai oleh penerima gadai hukumnya
haram.
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN....................................................
i
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................. Iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN...................................... V
HALAMAN MOTO............................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN..........................................................................
vi
vii
KATA PENGANTAR.........................................................................................
ABSTRAK...........................................................................................................
ix
xii
DAFTAR ISI....................................................................................................... Xiii
DAFTAR TABEL………………………………………………………….... Xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian........................................................... 1
B. Fokus Penelitian.......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian.........................................................................
D. Kegunaan Penelitian....................................................................
E. Penegasan Istilah.........................................................................
F. Tinjauan Pustaka.........................................................................
5
6
6
7
G. Metode Penelitian........................................................................ 9
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................ 9
2. Kehadiran Peneliti................................................................ 9
3. Lokasi Penelitian.................................................................. 10
xv
4. Sumber Data Penelitian......................................................... 10
5. Prosedur Pengumpulan Data................................................ 11
6. Analisis Data........................................................................ 12
7. Pengecekan Keabsahan Data................................................
8. Tahap-Tahap penelitian........................................................
13
14
H. Sistematika Penulisan................................................................ 15
BAB II
BAB III
BAB IV
PEMBAHASAN TEORITK.........................................................
A. Pengertian Gadai…………….....................................................
B. Dasar Hukum Gadai…………………………............................
C. Syarat dan Rukun Gadai………...............................................
D. Status dan Jenis Barang Gadai..................................................
E. Hak dan Kewajiban pemberi dan penerima gadai....................
F. Pemanfaatan Barang Gadai......................................................
G. Berakhirnya Gadai...................................................................
HASIL PENELITIAN………..........................................................
A. Desa Sruwen dalam Lintas Sejarah.............................................
B. Demografi Pendududk.................................................................
C. Praktek Pemanfaatan Gadai Tanah Sawah di Desa Sruwen,
Kec.Tengaran,Kab.Semarang...................................................
ANALISIS......................................................................................
Analisis Pemanfaatan Gadai Tanah Sawah di Desa
Sruwen,Kec.Tengaran,Kab.Semarang Menurut Hukum
Islam.......................................................................................
16
16
18
21
25
26
28
34
37
37
44
49
52
54
54
xvi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................
60
B. Saran........................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
63
64
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Rekap Data Jumlah Penduduk Desa Sruwen Tahun
2015...............................................................................................................
Tabel 3.2 Rekap Data Penduduk Menurut Pendididikan…………..............
Tabel 3.3 Rekap Data Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian...............
Tabel 3.4 Rekap Data Penduduk Menurut Agama..........................................
45
46
47
48
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam Kehidupan bermasyarakat berinteraksi dengan sesama
manusia merupakan suatu kebutuhan, karena dengan interaksi antar
sesama manusia akan mendapatkan apa yang mereka butuhkan serta bisa
saling bertukar informasi. Termasuk dalam hal memenuhi kebutuhan
ekonomi manusia tidaklah mungkin bisa memenuhinya sendiri, ada
banyak cara manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dimulai dari
cara yang paling sederhana yaitu barter (saling tukar menukar barang)
dan sampai saat ininberkembang dengan cara-cara yang lebih modern
sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup..
Dalam Islam pun tata cara memenuhi kebutuhan ekonomi telah di
atur, seperti halnya jual-beli, berserikat atau bekerja sama, membuat
perjanjian sampai pada hal hutang-piutang pun telah diatur dalam Islam.
Sehingga Islam secara lengkap telah mengatur kehidupan manusia. Mana
yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan.
Salah satu akad dalam hal perekonomian adalah masalah gadai
atau dalam Islam disebut dengan akad Rahn. Penegertian Gadai atau
Rahn adalah meyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan
secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud setelah
ditebus.(Ali,2008:2).
2
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHP) pasal
1150 Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berhutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan
kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari
barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang
lainya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan
biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu
digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
Sedangkan untuk dasar hukum yang mengatur tentang Gadai atau
Rahn seperti yang disebutkan dalam ayat Al Qur’an Surat Al Baqarah
ayat 283 :
1.
jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi
jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah
ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS.Al
Baqarah:283)
3
Dalam ayat tersebut bahwa menangguhkan suatu benda sebagai jaminan
atas hutang adalah diperbolehakan. Namun Gadai sebagai suatu akad
tentunya harus memenuhi rukun dan syarat sahnya, Rukun Gadai adalah
adanya Aqid( Orang yang berakad) dan Ma’qud ‘alaih (Barang yang
diakadkan). Syarat-Syarat Gadai adalah Shighat, Pihak-pihak yang
berakad cakap menurut Hukum Islam, Utang (Marhun Bih) dan Marhun.
Marhun atau harta yang dipegang oleh penerima gadai pun ada
ketentuannya sendiri seperti yang telah disepakati oleh para ulama. Syarat
yang berlaku pada barang yang digadaikan seperti yang berlaku pada
barang yang dapat diperjualbellikan.(Ali,2008:22)
Dalam hal ini barang yang digadaikan tidak dapat diambil
manfaatnya oleh orang yang menerima gadai sekalipun orang yang
mengadaikan mengijinkannya. Seperti halnya sabda Rosul SAW, yang
berbunyi :
كل قر ض جر نفعأ فهؤ ر بأ
“Setiap utang yang menarik manfaat adalah Riba” (Riwayat Harits bin
Abi Usamah).(Suhendi,2010:108)
Dari Pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa gadai dalam
Islam Hukumnya adalah boleh. Lalu bagaimana dengan Gadai Tanah
Sawah ? Seperti halnya yang terjadi di Desa Sruwen Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang dengan gambaran umumnya sebagai
berikut, Ada seorang petani atau orang yang memiliki lahan atau sawah
4
membutuhkan pinjaman uang. Kemudian dia meminjam kepada orang
lain hutang berupa uang atau emas dengan akad gadai. Adapun sebagai
barang jaminan adalah lahan atau sawah yang dia punyai. Kemudian
tanah atau sawah tersebut berpindah tangan dengan diserahkan kepada
pemberi hutang.
Sawah yang menjadi jaminan tersebut berada dalam penguasaan
pemberi hutang sampai pelunasan hutang. Selama berada ditangan
pemberi hutang, hak penggarapan dan penanaman sawah berada ditangan
pemberi hutang. Hasil panen yang melimpah dari sawah pun menjadi hak
pemberi hutang. Terkadang apabila hutang belum terlunasi mencapai
waktu bertahun-tahun sehingga hasil keuntungan menggarap sawah itu
sudah lebih besar dari nilai hutang yang dipinjamkan.
Dari gambaran gadai sawah di atas diketahui kebatilan dari
praktek gadai sawah dimana terdapat unsur keuntungan dari peminjaman
hutang. Padahal setiap pinjaman yang menghasilkan keuntungan maka itu
adalah riba. Bukankah akad hutang piutang dalam islam adalah dalam
rangka tolong menolong bukan mencari keuntungan.
Maka dari itu perlu adanya penelitian lebih detail atas Gadai tanah
sawah dalam pandangan Hukum Islam. Dalam hal ini peneliti akan
menganalisis kegiatan gadai tanah sawah yang ada di Desa Sruwen
Kec.Tengaran, Kab.Semarang.Dengan begitu peneliti bisa mendapatkan
pengetahuan yang lebih luas terutama dalam masalah perekonomian
dalam Islam. Serta bisa meluruskan masalah perekonomian yang belum
5
jelas atau belum diketahui hukumnya oleh masyarakat, sehingga tatanan
ekonomi dalam masyarakat bisa benar dan sesuai syariat. Dengan judul
penelitaian “ Pemanfaatan Gadai Tanah Sawah di Desa Sruwen,
Kec.Tengaran, Kab.Semarang dalam Prespektif Hukum Islam”
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana praktek pemanfaatan gadai tanah sawah di desa Sruwen
Kec.Tengaran Kab.Semarang ?
2. Bagaimana hukum pemanfaatan gadai tanah sawah di desa Sruwen
Kec.Tengaran Kab.Semarang menurut hukum Islam?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Praktek pemanfaatan Gadai Tanah Sawah Di Desa
Sruwen, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang
2. Untuk mengetahui hukum pemanfaatan Gadai Tanah Sawah di Desa
Sruwen, Kec.Tengaran,Kab.Semarang menurut Prespektif Hukum
Islam.
D. Kegunaan Penelitian
1. Menambah wawasan keilmuan tentang sistem pamanfaatan gadai
tanah sawah
2. Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya
3. Menambah wawasan keilmuan mahasiswa serta masyarakat umum
tentang status hukum pemanfaatan gadai tanah swah
6
4. Bisa menjadi bahan sosisalisasi kepada masyarakat tentang sistem
pemanfaatan gadai tanah sawah terutama bagi pelaku gadai tanah
sawah.
E. Penegasan Istilah
1. Gadai (Rahn) meyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai
jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta
dimaksud setelah ditebus.(Ali,2008:2)
2. Gadai Tanah Sawah adalah menjaminkan tanah sawah yang dimiliki
orang yang berhutang kepada orang yang berpiutang dalam jangka
waktu tertentu sesuai perjanjian kedua pihak dan akan kembali kepada
pemilik(orang yang berhutang) ketika telah ditebus hutangnya dan
selama tanah sawah dijadikan jaminan semua hak atas tanah tersebut
menjadi milik orang yang berpiutang.
3. Hukum Islam adalah keseluruahan khitab Allah yang mengatur
kehidupan setiap muslim di dalam segala aspeknya ( Naim,2009:15)
F. Tinjauan Pustaka
Sejauh ini peneliti telah menemukan penelitian tentang gadai
tanah yaitu : Skripsi oleh Aris Nugroho, Dengan Judul Tinjuan Hukum
Islam Terhadap Praktek Gadai Tanah di Desa Ululor, Wonogiri. Fakultas
Syari’ah dan Ekonomi Islam : Fiqh Siyasah.Tahun:2013.
Skripsi yang ditulis oleh Istianah dengan judul praktek gadai tanah
sawah ditinjau dari Hukum Islam (Studi Kasus di Desa
Harjowinangun,Kec.Balapulang, Kab.Tegal.
7
Praktek gadai tanah sawah di Desa Sana Tengan, Kab.Pameksaan,
ditinjau dari Hukum Ekonomi Islam.
Dari ketiga penelitian terdahulu tersebut belum ada penelitian
gadai sawah yang mengarah pada status hukum pemanfaatan gadai tanah
sawah tersebut. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tersebut.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah penelitian
kualitatif. Maksud dari penelitian kualitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, tekhnik pengumpulan data dilakukan
secara gabungan, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekannkan makna dari pada
generalisasi. (Sugiyono,2010:9)
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan
prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis
statistik atau cara kuantifikasi lainnya. Pengertian ini
mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang
bernuansa kuantitatif yaitudengan menonjolkan bahwa usaha
8
kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif.
(Moleong,2006:6)
2. Metode pendekatan
Dalam penelitian in metode yang digunakan peneliti
adalah Deskriptif Analitis, yaitu mempelajari masalah dan
menggambarkan tata cara yang berlaku dalam masyarkat, kemudian
menganalisis dengan teori yang ada.
Menurut Sugiyono dalam bukunya metode penelitian
kualitatif, Metode Deskriptif Analisis merupakan metode penelitian
dengan cara mengumpulkan data data sesuai dengan yang
sebenarnya kemudian data-data tersebut disusun, diolah dan
dianalisis untuk dapat memberikan gambaran mengenai masalah
yang ada. (Sugiyono,2008:105)
3. Kehadiran peneliti
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai pengumpul
data dan instrumen atau alat penelitian yang aktif dalam
mengumpulkan data-data di lapangan. Sedangakan instrumen
pengumpulan data yang lain selain peneliti adalah dokumen-
dokumen yang menunjang keabsahan hasil penelitian serta alat-alat
bantu lain yang dapat mendukung terlaksananya penelitian, seperti
kamera dan alat perekam. Oleh karena itu kehadiran peneliti di
lokasi penelitian sangat menunjang keberhasilan suatu penelitian,
alat bantu memahami masalah yang ada, serta hubungan dengan
9
informan menjadi lebih dekat sehingga informasi yang didapat
menjadi lebih jelas. Maka kehadiran peneliti menjadi sumber data
yang mutlak.
4. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat dimana lokasi penelitian
itu akan dilakukan. Penelitian tentang Pelaku Gadai Tanah Sawah
baik Pemberi Gadai dan Penerima Gadai berlokasi di Desa
Sruwen, Kec.Tengaran, Kab.Semarang.
Alasan peneliti memilih lokasi Desa
Sruwen,Kec.Tengaran, Kab.Semarang karena banyaknya pelaku
gadai tanah sawah di Desa tersebut.
5. Sumber data
Sumber data yang bisa didapatkan untuk mendukung penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber data yang langsung
didapatkan dari lapangan atau tempat penelitian. Seperti hasil
wawancara dengan informan, dan atau langsung ikut berperan
dalam masalah yang diteliti. Jadi sumber data primer yang
didapat dari penelitian ini adalah wawancara langsung kepada
informan di tempat penelitian yaitu para pelaku gadai tanah
sawah baik pemberi gadai serta penerima gadai.
10
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari
berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang
bertema sama. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung
penelitian ini adalah dengan telaah pustaka seperti buku-
buku, jurnal ataupun hasil penelitian sebelumnya yang
meneliti hal serupa.
6. Prosedur pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan hal yang sangat penting dalam
suatu penelitian, oleh karena itu peneliti harus pandai dalam
mengumpulkan data, sehingga data yang diperoleh valid.
Pengumpulan data merupakan prosedur yang standar dan sistematis
dalam memperoleh data yang dibutuhkan.
a. Observasi langsung
Kita melihat langsung dengan mata tanpa alat bantu,
sehingga kita bisa tau secara langsung apa yang diilakukan
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam
aktivitas Gadai Tanah Sawah Tujuan dari metode ini
adalah untuk mencatat perilaku dan aktivitas yang
dilakukan oleh masyarakat
11
b. Wawancara
Wawancara adalah tehnik penegumpulan data dengan
tanya-jawab langsung dengan informan, baik dengan
informan pangkal atau pun informan inti.
Tujuan penulis mengunakan metode pengumpulan data ini
adalah untuk mendapatkan data yang kongkrit mengenai
gadai tanah sawah. Dalam penelitian ini peneliti akan
wawancara dengan masyarakat pelaku Gadai Tanah
Sawah yang ada di Desa Sruwen.
c. Dokumentasi
Untuk mendapatkan data yang jelas dan kongkrit, maka
peneliti juga menggunakan metode dokumentasi berupa,
bacaan-bacaan yang memuat tentang tema yang akan
diteliti. Selain itu peneliti juga akan mendokumentasikan
kegiatan penelitian lapangan yanga kan dilakukan.
7. Analisis data
Sesuai dengan metode pendekatan penelitian yaitu
Deskriptif Analitis mata metode analisa data pun menyesuaikan
yaitu dengan cara mempelajari masalah yang ada kemudian
menggambarkan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, setelah
itu peneliti akan menganalisis gambaran masalah dengan teori yang
akan digunakan untuk menganalisis data
lapangan.(Maslikhah,2013:327)
12
8. Pengecekan keabsahan data
Menurut Tjutju Sundari kriteria keabsahan data penelitian
ada empat macam yaitu,credibility (validitas internal), transferability
(validitas eksternal), dependability (reabilitas) dan confirmability
(objektivitas). Dalam penelitian kualitatif penegecekan keabsahan
ada tiga yaitu, credibility, transferbility dan confirmability.
a. Credibility( kepercayaan) untuk membuktikan bahwa data yang
dilaporkan sama dengan objek yang ada di lapangan. Apabila
laporan dengan objek yang dilaporkan sama maka data tersebut
valid. Apabila data yang dilaporkan dengan objek penelitian
berbeda maka data tidak valid.
b. Dependability(kebergantungan) kriteria ini dilakukan untuk
menjaga kehati-hatian dalam mengumpulkan dan
mengambarkan data sehingga bisa dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. Untuk menghindari hal itu bisa dilakukan
pengecekan oleh pembimbing.
c. Confirmability (kepastian)
Kriteria ini digunakan untuk mengecek data dan informasi
serta gambaran hasil penelitian. Setelah dilakukan pengecekan
sebelumnya.(Sugiono,2010:85)
13
H. Tahap-Tahap Penelitian
Peneliti akan menganalisi data dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut ;
1) Memilih tempat,pelaku serta kegiatan yang akan diteliti
2) Melaksanakan observasi berupa wawancara kepada informan
secara langsung
3) Mencatat hasil observasi
4) Melakukan observasi deskriptif atau menjabarkan hasil
wawancara
5) Melakukan analisis domain yaitu menemukan berbagai
gambaran umum dari objek yang diketahui. Selanjutnya memilih
kategori objek yang spesifik untuk dikembangkan.
6) Melakukan analisis , menjabarkan kategori yang dipilih secara
lebih rinci
7) Melakukan analisis dengan mengabungkan antara data yang
diperoleh dari hasil wwancara dengan teori yang digunakan
untuk menganalisis
8) Mencatat hasil analisis teori dengan hasil penelitian, mencari
kekuragan data yang diperoleh
9) Mencari data tambahan dari sumber yang mendukung
10) Mencatat hasil penelitian. (sugiyono,2010:254)
14
I. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan hasil penelitian, sistematika penulisan
laporan adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan
Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian
BAB II PEMBAHASAN TEORITIK
A. Gadai dalam Hukum Islam
Berisi pengertian Gadai, Dasar Hukum Gadai, Syarat dan
Rukun Gadai,Gadai dalam Hukum Islam, Jenis dan Status
barang Gadai, hak dan kewajiban pemberi dan penerima
gadai, pemanfaatan barang gadai,berakhirnya gadai.
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Desa Sruwen
Berisi tentang Sejarah terjadinya desa Sruwen, Data
penduduk Desa Sruwen menurut Agama,Tingkat
Pendidikan,Jenis Kelamin, Usia, Jenis Mata
Pencaharian.
B. Praktek Gadai Tanah Sawah di Desa Sruwen
Kec,Tengaran Kab. Semarang
15
Berisi tentang data hasil penelitian dan wawancara
dengan pelaku (Penerima dan Pemberi) Gadai Tanah
Sawah di Desa Sruwen Kec.Tengaran Kab.Semarang.
BAB IV ANALISIS
A. Analisa Praktek Gadai Tanah Sawah di Desa Sruwen
dengan Hukum Islam
Berisi tentang hasil analisa peneliti terhadap status
pemanfatan gadai tanah sawah di Desa Sruwen
Kec.Tengaran Kab.Semarang menurut Hukum Islam
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan Hasil Penelitian dan Saran-
saran
DAFTAR PUSTAKA
16
BAB II
PEMBAHASAN TEORITIK
A. Pengertian Gadai
Gadai secara bahasa Arab rahn menurut arti bahasa berasal dari
kata rahana-rahnan yang sinonimnya adalah habasa yang artinya
menahan. (Ahmad,2010:286)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Gadai adalah meminjam
uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai
tanggungan, jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus, barang itu
menjadi hak yang memberi pinjaman. (KBBI,2006:341)
Transaksi Hukum Gadai dalam Fikih Islam disebut Ar Rahn,
secara bahasa ar rahn berarti tetap,kekal dan jaminan. Sedangkan
menurut istilah ar rahn berarti meyandera sejumlah harta yang diserahkan
sebagai jaminan secara hak,dan dapat diambil kembali sejumlah harta
yang dimaksud sesudah ditebus.(Ali,2008:2)
Menurut MA.Tihami Gadai adalah menjadikan penguasaan
terhadap suatu harta benda sebagai jaminan piutang, dengan tujuan utang-
piutang itu terjamin pemenuhan pembayarannnya manakala terjadi
kesulitan dalam pembayarannya.(Sahrani,2011:157)
Menurut Sayid Sabiq dalam buku karyanya Fikih Sunnah Gadai
adalah tindakan yang menjadikan barang yang mempunyai nilai harta
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang hingga orang yang
bersangkutan boleh mengambil utang. (Sabiq,1983:3)
17
Para ulama juga memberikan pengertian tentang ar rahn,
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Ulama Syafi’iyah
Ar rahn adalah menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagia
jaminan hutang dipenuhi dari harganya, bila yang beruntung tidak
sanggup membayar hutangnya.
b. Ulama Hanabilah
Ar rahn adalah suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang,
untuk dipenuhi suatu harganya, bila beruntung tidak sanggup
membayar utangnya.
c. Ulama Malikiyah
Ar rahn adalah sesuatu yang bernilai harta yang diambil dari
pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap(mengikat).
Jika memperhatikan beberapa pengertian gadai atau ar rahn
diatas, maka tampak bahwa fungsi dari akad perjanjian antara pihak
peminjam dengan pihak yang meminjam uang adalah untuk
memberikan ketenangan bagi pemilik uang dan/atau jaminan
keamanan uang yang dipinjamkan.
B. Dasar Hukum Gadai
1. Al Qur’an
QS Al Baqarah ayat 283 yang digunakan sebagai dasar dalam
membangun konsep gadai, adalah sebagi berikut :
18
jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan.(QS.Al Baqarah:283)
dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil
(yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat
19
kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian
kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. (QS Al Baqarah :
83)
Landasan hukum pinjam-meminjam dengan jaminan adalah
firman Allah QS Al Muddatsir ayat 38, sebagai berikut
tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya,
Syaikh Muhammad Ali As-Sayis berpendapat, bahwa ayat Al
Qur’an diatas adalah petunjuk untuk menerapkan prinsip kehati-
hatian bila seseorang hendak melakukan transaksi utang-piutang
yang memakai jangka waktu dengan orang lain, dengan cara
menjaminkan sebuah barang kepada orang yang
berpiutang.(Ali,2008:6)
Fungsi barang gadai pada ayat diatas adalah untuk menjaga
kepercayaan masing-masing pihak, sehingga penerima gadai
meyakini bahwa pemberi gadai beriktikad baik untuk
mengembalikan pinjamannya dengan cara menggadaikan benda
atau barang yang dimilikinya, serta tidak melalaikan jangka waktu
pengembalian utangnnya itu.
2. Hadis
Dasar Hukum yang kedua yang bisa dijadikan rujukan
dalam membuat rumusan tentang gadai adalah Hadis Nabi
Muhammad SAW. Diantaranya adalah sebagai berikut :
20
ا خبر نا : حد ثنا أ سحا ق بن أبراهيم الحنظلي و علي بن حشر م قا ل
عسى بن يو نس بن العمش عن أ بر ا هيم عن الأ سو د عن عأ عشة قأ لت
ط : من يهو د يه ر و اه )عاما ورهنه در عا من حديد ا شتر ى رسول ا لله
(مسلم
Telah Meriwayatkan kepada kami ishaq bin IbrahimAl-Hanzhali
dan Ali bin Khasyram berkata : keduanya mengabarkan kepada
kami Isa bin ‘Amasy dari Ibrahim dari Aswad dari ‘Aisyah berkata
: bahwasanya Rosulullah SAW. membeli makanan dari seorang
Yahudi dengan menggadaikan baju besinya.(HR.Muslim)
Hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Al-
Bukhori, yang berbunyi :
د بن مقا تل أحبر نا مقا تل أخبرنا عبد الله أخبرنا حد ثنأ محم بن مبا رأ
الشعبى عن أبي هريرة قا ل الظهر ير كب : زكريا عن قا ل ر سلو ا لله
هذا كا ن مر هو نا ولبن الد ار و يشرب النفقه أذا كا ن مر هو نا بنفقته أ
(رواه البخاري)ذ ي يركب ويشرب النفقه وعلى ال
Telah meriwayatkan kepada kami Muhammad bin Muqatil,
mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak, mengabarkan
kepada kami Zakkariya dari Sya’bi dari Abu Hurairah dari Nabi
saw. Bahwasanya beliau bersabda : kendaraan dapat digunakan
dan hewan ternak dapat pula diambil manfaatnya apabila
digadaikan. Penggadai wajib memberikan nafkah dan penerima
gadai boleh mendapatkan manfaatnya.(HR.Bukhari)(Ali,2008:7)
3. Ijma’ Ulama
Jumhur Ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai.
Hal ini dimaksud berdasrkan kisah Nabi Muhammad saw. yang
menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari
seorang Yahudi. Para Ulama juga mengambil indikasi dari contoh
Nabi Muhammad saw. tersebut, ketika beliau berdalih dari yang
21
biasa bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang
Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih sebagai sikap Nabi Muhammad
saw. yang tidak mau memberatkan para sahabat yang biasanya
enggan mengambil ganti ataupun harga yang diberikan oleh Nabi
Muhammad saw. kepada mereka. (Ali,2008:8)
C. Syarat dan Rukun Gadai
1. Syarat Gadai
a. Pemberi dan Penerima Gadai
Pihak-pihak yang melakukan perjanjian gadai, yakni pemberi
dan penerima gadai harus mempunyai kemampuan, yaitu
berakal dan sehat . Kemampuan juga berarti kelayakan
seseorang untuk melakukan tranksaksi kepemilikan. Setiap
orang yang sah untuk melakukan jual beli maka ia juga sah
untuk melakukan akad gadai, karena gadai seperti jual beli,
yang merupakan pengelolaan harta.
b. Akad
Akad atau shigat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan
juga dengan waktu di masa mendatang. Gadai mempunyai sisi
pelepasan barang atau pemberian utang seperti halnya akad jual
beli, sehingga tidak boleh diikat dengan syarat tertentu atau
dengan suatu waktu tertentu atau dengan waktu di masa depan.
22
c. Utang
Harus merupakan hak wajib diberikan dan diserahkan kepada
pemiliknya dan memungkinkan pemanfaatannya. Bila sesuatu
yang menjadi utang itu tidak bisa dimanfaatkan maka tidak sah.
Harus dikuantifikasikan atau dihitung jumlahnya. Bila tidak
dapat diukur maka gadai tidak sah.
d. Barang gadaian
Menurut ulama Syafi’iyah, gadai bisa sah dengan dipenuhinya
tiga syarat, pertama, harus berupa barang, karena utang tidak
bisa digadaikan. Kedua, penetapan kepemilikan penggadai atas
barang yang digadaikan tidak terhalang. Ketiga, barang yang
digadaikan bisa dijual manakala sudah tiba masa pelunasan
utang gadai. Jadi, para ulama sepakat bahwa syarat barang
gadai adalah syarat yang berlaku pada barang yang bisa
diperjualbelikan. ( Nawawi,2012: 200)
2. Rukun Gadai
a. Orang yang menggadaikan (Rahin)
1) Berakal
2) Baligh
3) Tidak dalam pengampuan
b. Orang yang menerima Gadai (Murtahin)
1) Berakal
2) Baligh
23
3) Tidak dalam pengampuan
c. Utang (Marhun bih)
Harus jelas jumlah nominalnya serta harus diberikan kepada
pemberi gadai.
d. Ucapan Shighah ijab dan qabul
Ada ucapan menggadaikan dari pemberi gadai serta ada ucapan
menerima dari penerima gadai, serta disaksikan oleh 2(dua)
orang saksi. (Rasjid,2004:309)
e. Barang Gadaian
1) Jelas wujudnya
2) Sah hak milik
3) Bisa diperjualbelikan (Nawawi,2012: 199)
D. Status dan Jenis Barang Gadai
1. Status Barang Gadai
Ulama’ Fikih menyatakan bahwa akad gadai baru sempurna
setelah barang yang digadaikan itu secara hukum sudah berada
ditangan penerima gadai dan uang yang dibutuhkan telah diterima
oleh pemberi gadai.
2. Jenis Barang Gadai
Barang-barang yang boleh digadaikan adalah barang-barang yang
memenuhi kategori sebagai berikut :
a) Barang-barang yang dapat dijual. Karena itu barang-barang
yang tidak berwujud tidak dapat dijadikan barang gadai
24
b) Barang yang digadaikan harus berupa harta
c) Barang yang digadaikan harus diketahui
d) Barang tersebut merupakan milik si rahin
Setelah kategori barang-barang yang bisa digadaikan, ada prinsip-
prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan akad gadai :
a) Akad Rahn merupakan salah satu akad tabarru’. Sebab
pinjaman yang diberikan oleh murtahin tidak dihadapkan denga
sesuatu yang lain
b) Hak dalam Gadai (Rahn) bersifat menyeluruh ,Jika seseorang
mengadaikan hartanya maka barang tersebut tetap di tangan
penerima gadai sampai semua utang dapat dilunasi
c) Musnahnya Barang Gadai, para ulama berbeda pendapat dalam
hal ini, Imam Syafi’I berpendapat bahwa penerima gadai tidak
bertanggung jawab atas musnahnya barang gadai. Mazhab
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ketika barang gadai
musnah maka musnah juga kewajiban membayar utang.
d) Penjualan barang gadai setelah jatuh tempo adalah sah.
e) Pemeliharaan Barang gadai, ketika akad rahn adalah tabarru
maka yang berkewajiban membiayayai pemeliharaan barang
adalah pemilik barang yang sebenarnya yaitu pihak pemberi
gadai.(Ali,2008:30)
E. Hak dan Kewajiban Penerima dan Pemberi Gadai
1. Hak penerima Gadai
25
1) Penerima gadai berhak menjual marhun apabila rahn tidak
dapat memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Hasil
penjualan harta benda gadai (marhun) dapat digunakan untuk
melunasi pinjaman (marhun bih) dan sisanya dikembalikan
kepada rahin.
2) Penerima gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang
telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan harta benda
gadai (marhun).
3) Selama pinjaman belum dilunasi maka pihak pemegang gadai
berhak menahan harta benda gadai yang diserahkan oleh
pemberi gadai (nasabah atau rahin ).
2. Kewajiban Penerima Gadai
1) Penerima gadai bertanggung jawab atas hilang atau merosotnya
harta benda gadai bila hal itu disebabkan karena kelalaiannya.
2) Penerima gadai tidak boleh menggunakan barang gadai untuk
kepentingan pribadinya
3) Penerima gadai berkewajiban memberitahukan kepada pemberi
gadai sebelum diadakan pelelangan harta benda gadai.
3. Hak Pemberi Gadai
1) Pemberi gadai berhak mendapat pengembalian harta benda
yang digadaikan sesudah ia melunasi pinjaman utangnya
26
2) Pemberi gadai berhak menuntut ganti rugi atau kerusakan
dan/atau hilangnya harta benda yang digadaikan, bila hal itu
disebabkan oleh kelalaian penerima gadai
3) Pemberi gadai berhak menerima sisa hasil penjualan harta
benda gadai sesudah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya
lainnya
4) Pemberi gadai berhak meminta kembali harta benda gadai bila
penerima gadai diketahui menyalahgunakan harta benda
gadaiannya.
4. Kewajiban Penerima Gadai
1) Pemberi gadai berkewajiban melunasi pinjaman yang telah
diterimanya dalam tenggang waktu yang telah ditentukan,
termasuk biaya-biaya yang ditentukan oleh penerima gadai
2) Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan harta benda
gadaiannya, bila dalam jangka waktu yang telah ditentukan
pemberi gadai tidak dapat melunasi uang pinjamannya.
F. Pemanfaatan Barang Gadai
Hukum Islam terbagi menjadi dua yaitu yang qath’I dan dzanny.
Qath’i adalah hukum yang telah ditetapkan status boleh dan tidaknya
dalam alqur’an dan Hadis, sedangkan dzanny adalah hasil ijtihad para
mujtahid. Maka dalam hal pemanfaatan barang gadai juga dipaparkan
secara syariat Islam yaitu dengan dasar Al qur’an dan Hadis, serta Ijtihad
para ulama.(Khallaf,2003:136)
27
Dalam Al qur’an Surat Al Baqarah ayat 83 dan 283 dijelaskan tentang
kebolehan melakuakan tranksaksi gadai. Dengan demikian kita sebagai
umat Islam dibolehkan untuk melakukan tranksaksi gadai atau
memberikan utang keapada seseorang dengan jaminan.
Tentang status hukum pemanfaatan barang gadai dijelaskan oleh
Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan oleh abu harits yang
berbunyi كل قر ض جر نفعأ فهؤ ر بأ artinya setiap utang yang menarik
manfaat adalah riba. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa utang yang
mengambil manfaat adalah riba, maka ketika penerima gadai
memanfaatkan barang gadai dan mengambil keuntungan dari barang
tersebut termasuk kategori riba, padahal riba dilarang oleh Islam.
Kemudian dijelaskan lagi oleh nabi Muhammad dalam sebuah hadis yang
artinya adalah “ Rahn itu milik orang yang menggadaikannya, mereka
berhak atas keuntungan dan kerugiannya” hadis riwayat Ibnu Majah bisa
dilihat pada hadis diatas bahwa barang gadai adalah milik pemberi gadai,
maka yang berhak atas keuntungan dan kerugian atas benda tersebut
adalah pemberi gadai. Dan pada hadis riwayat Bukhari yang artinya
sebagai berikut “ punggung hewan itu bisa dinaiki dengan mengeluarkan
biaya untuknya jika hewan tersebut digadaikan. Air susu bisa diperah
dengan mengeluarkan biaya yang digadaikan dan orang yang memerah
susu atau menungganginya harus mengeluarkan pembiayaannya”. Dalam
hadis tersebut dijelaskan bahwa barang gadai boleh dimanfaatkan dengan
syarat harus mengeluarkan biaya atas pemanfaatan brang gadai tersebut.
28
apabila dianalisis dari ketiga hadis diatas peneliti mengambil kesimpulan
bahwa barang gadai boleh dimanfaatkan atas ijin dari pemberi gadai dan
penerima gadai menanggung biaya pemanfaatnnya. Apabila penerima
gadai memanfaatkan barang gadai melebihi apa yang ia keluarkan untuk
biaya pemanfaatnnya tidak diperbolehkan karena setiap utang yang
mengambil manfaat masuk kategori riba.
Dalam hal ini ada perbedaan pendapat antar para ulama, yaitu sebagai
berikut :
1. Ulama Syafi’iyah
Menurut ulama Syafi’iyah bahwa yang mempunyai hak atas
manfaat harta benda gadai adalah pemberi gadai walaupun benda
gadai itu berada di bawah kekuasaan penerima gadai. Dasar hukum
hal ini dimaksud adalah hadis Nabi Muhammad saw., sebagai berikut
Pertama, hadis nabi Muhammad saw., sebagai berikut :
قا ل : عن أبى هريرة قا ل الر هن مخلوب ومركوب : ان رسل الله
Dari Abu hurairah ra. Berkata bahwasanya Nabi Muhammad saw.
bersabda : barang jaminan itu dapat air susunya dan ditunggangi
atau dinaiki.
Hadis kedua, hadis yang artinya sebagai berikut :
Dari Abi Hurairah ra. Nabi Muhammad saw. bersabda :
gadaian itu tidak menutup hak yang punya dari manfaat barang itu,
faedahnya kepunyaan dia, dan dia wajib mempertanggung jawabkan
segalanya (kerusakan dan biaya). (HR.Asy-Syafii dan Ad Daruqutni)
Hadis yang ketiga, artinya adalah sebagai berikut :
Dari Umar bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: hewan seseorang
tidak boleh diperah tanpa seizing pemiliknya. (HR.Bukhari)
Berdasarkan ketiga hadis tersebut, bisa disimpulkan bahwa
barang gadai hanya sebagai jaminan atau kpercayaan atas penerima
29
gadai. Kepemilikan barang gadai tetap melekat pada pemberi gadai.
Oleh karena itu, manfaat atau hasil dari barang gadai tetap pada
pemberi gadai kecuali manfaat atau hasil dari barang gadai
diserahkan kepada penerima gadai.
2. Ulama Malikiyah
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa penerima harta benda
gadai hanya dapat memanfaatkan harta benda gadai atas ijin pemberi
gadai dengan persyaratan sebagi berikut :
a. Utang disebabkan karena jual beli, bukan karena mengutangkan.
Hal itu terjadi seperti orang menjual barang dengan harta tangguh,
kemudian orang itu meminta gadai dengan suatu barang sesuai
dengan utangnya maka hal itu diperbolehkan
b. Pihak penerima gadai mensyaratkan bahwa manfaat dari harta
benda gadai diperuntukkan pada dirinya
c. Jika waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus
ditentukan batas waktunya maka menjadi batal
Pendapat diatas berdsarkan pendapat hadis Rosulullah saw.
sebagai berikut :
الر هن محلوب ومر كوب : عن أبى هرير ة قا ل
Artinya : Abu Hurairah ra. Berkata, bahwasanya Rosulullah saw.
bersabda: Barang jaminan itu dapat ditunggangi dan diperah
susunya.(HR.Bukhori)
3. Ulama Hanabillah
Menurut pendapat ulama Hanabillah, persyaratan bagi
penerima harta benda gadai untuk mengambil manfaat harta benda
30
gadai yang bukan hewan adalah ada ijin dari pemberi gadai dan
adanya gadai bukan karena mengutangkan. Apabila harta benda gadai
berupa hewan yang tidak dapat diperah dan tidak dapat ditunggangi,
maka boleh menjadikannya sebagai khadam. Akan tetapi, apabila
harta benda gadai itu berupa rumah,sawah, kebun, dan semacamnya
maka tidak boleh mengambil manfaatnya.
Hal ini berdasarkan dalil hukum sebagai berikut :
ن أبى هرير ة قا ل ع قا ل : الر هن محلوب ومر كوب : : أ ن رسو ل الله
Barang gadai (mahrum dikendarai) oleh sebab nafkahnya apabila
digadaikan dan atas yang mengendarai dan meminum susunya wajib
nafkahnya. (HR. Al Bukhari)
Kebolehan penerima gadai memanfaatkan harta benda gadai
atas seizing pihak pemberi gadai dan nilai pemanfaatannya harus
disesuaikan dengan biaya yang telah dikeluarkannya untuk harta
benda gadai didasarkan atas hadis nabi Muhammad saw. yang artinya
sebagai berikut : Dari Abu Hurairah ra. berkata bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda :
barang jaminan itu dapat ditunggangi dan diperah susunya.
Dari Umar ra.bahwasanya Rasulullah saw. bersabda : hewan
seseorang tidak dapat diperah tanpa seijin pemiliknya. (HR.Al-
Bukhari)
31
4. Pendapat ulama Hanafiyah
Menurut pendapat ulama hanafiyah, tidak ada perbedaan antara
pemanfaatan barang gadai yang mengakibatkan kurangnya harga atau
tidak. Alasannya adalah hadis nabi Muhammad saw. sebagai berikut :
ن أبى هرير ة قا ل قا ل : الر هن محلوب ومر كوب : : أ ن رسو ل الله
Dari Abu Shahih dari Abu Hurairah ra. berkata, bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda : barang jaminan hutang dapat
ditunggangi dan diperah sususnya, serta atas dasar menunggangi
dan memerah susunya, wajib menafkahi. (HR. Al Bukhari)
Menurut ulama Hanafiya, sesuai dengan fungsi dari barang
gadai sebagai barang jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai.
Apabila barang tersebut tidak dimanfaatkan oleh penerima gadai
maka berarti menghilangkan manfaat dari barang tersebut, padahal
barang tersebut memerlukan biaya untuk pemeliharaanya. Hal ini
dapat mendatangkan kemudharatan bagi kedua belah pihak, terutama
bagi pemnber gadai.
Lain halnya dengan Sayyid Sabiq, memanfaatkan barang gadi
tanpa izin pemberi gadai tidak ubahnya qiradh, dan setiap bentuk
qiradh yang mengalir manfaat adalah riba. Kecuali barang yang
memberikan izin untuk memanfaat barang tersebut, maka penerima
gadai boleh memanfaatnya. (Ali,2008:44)
Dari beberapa pendapat ulama yang diungkapkan diatas,
mempunyai dasar hukum yang sama. Namun mempunyai penafsiran
yang berbeda. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa fungsi barang
gadai sebagai barang jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai
32
sehingga barang tersebut dapat dimanfaatkan oleh penerima gadai.
Namun, pemberi gadai bila ingin memanfaatkan marhun harus seizin
dari penerima gadai. Hal itu berarti kekuasaan pemanfaatan barang
gadai berada pada penerima gadai selama utang pemberi gadai belum
dilunasi.
Dalam hai ini peneliti akan menggunakan dasar dari ulama
Syafiiyah, yaitu penerima gadai tidak diperbolehkan memanfaatkan
barang gadai. Menurut ulama syafi’iyah hak atas manfaat barang
gadai adalah pemberi gadai meskipun barang gadai berada
dipenguasaan penerima gadai.
G. Berakhirnya Gadai
Suatu akad dipandang berakhir apabila telah tercapai tujuannya.
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1381 disebutkan
beberapa cara untuk berakhirnya suatu perjanjian :
1. Pembayaran
2. Penawaran pembayaran tunai disertai penitipan
3. Pembaharuan utangpercampuran utang
4. Pembebasan utang
5. Musnahnya benda yang terutang
6. Pembatalan
7. Berlakunya syarat batal
8. Kadaluarsa (Ariyanii,2012:21)
33
Dalam akad gadai, akad dipandang telah berakhir apabila utang
telah dibayar. Selain Karena telah tercapainya tujuan, akad dipandang
berakhir apabila terjadi pembatalan atau telah berakhir waktunya.
Pembatalan terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut :
1. Dibatalkan, karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan menurut
syara’, seperti yang disebutkan dlam akad rusak
2. Dengan sebab adanya khiyar
3. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan
karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan.
4. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak
dipenuhi oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Karena tidak mendapat ijin dari pihak yang berwenang
6. Karena kematian
Dalam akad gadai, kematian pihak yang pemegang gadai tidak
mengakibatkan berakhirnya akad, tetapi dilanjutkan oleh ahli
warisnya, guna menjamin hak atas piutang. Apabila yang
meninggal adalah pihak yang berhutang dan ahli warisnya masih
anak-anak, barang gadai dijual untuk melunasi utang. Tetapi
apabila ahli warisnya sudah dewasa, maka mereka menggantikan
kedudukan yang mewariskan, dan berkewajiban untuk
menyelesaikan akad gadai dan melunasi hutangnya.
(Gemala,2005:94)
Secara Hukum Islam berakhirnya gadai adalah sebagai berikut :
34
1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya yaitu
pemberi gadai
2. Pemberi gadai telah membayar utangnya
3. Pembebasan utang dengan cara apa pun
4. Pembatalan oleh penerima gadai, meskipun tanpa persetujuan dari
pemberi gadai
5. Rusaknya barang gadai bukan karena tindakan penerima gadai
6. Dijual atas perintah hakim atas permintaan pemberi gadai
7. Memanfaatkan barang gadai dengan cara menyewakan, hibah,
atau hadiah baik dari pihak pemberi gadai atau penerima gadai.
(Ismail,2012:204)
Dalam bukunya Fikih Muamalah Ahmad Wardi Muuslich
menyebutkan sebab-sebab berakhirnya gadai yang ia kutip dari kitab
Fiqh As sunnah juz 3 karangan Sayyid Sabiq, adalah sebagai berikut :
1. Diserahkannya barang gadai kepada pemiliknya
Menurut jumhur Ulama selain Syafi’iyah, akad gadai berakhir
karena diserahkannya barang gadai kepada pemberi gadai atau
pemilik barang gadai. Hal ini boleh karena gadai merupakan
jaminan terhadap utang. Apabila barang gadai diserahkann
kepadapemberi gadai, maka jaminan dianggap tidak berlaku,
sehingga karenanya akad gadai menjadi bereakhir.
2. Utang telah dilunasi seluruhnya
3. Penjualan secara paksa
35
Apabila utang telah jatuh tempo dan pemberi gadai tidak mampu
membayarnya maka atas perintah hakim, pemberi gadai bisa
menjual barang gadai. Dengan menjualnya maka pemberi gadai
bisa melunasi hutang, dan akad gadai berakhir.
4. Utang telah dibebaskan oleh penerima gadai dengan berbagai
macam cara termasuk dengan cara pemindahan utang kepada
pihak lain
5. Gadai telah dibatalkan oleh pihak penerima gadai, walaupun
tanpa persetujuan pemberi gadai. Apabila pembatalan tersebut
dari pihak pemberi gadai, maka gadai tetap berlaku dan tidak
batal
6. Menurut ulama Malikiyah, gadai berakhir dengan meninggalnya
pemberi gadai sebelum barang gadai diberikan kepada penerima
gadai.
7. Rusaknya barang gadai. Para ulama sepakat bahwa akad gadai
dapat hapus karena rusaknya barang gadai.
8. Tindakan hukum terhadap barang gadai seperti disewakan, hibah
atau shadaqah. Apabila pemberi atau penerima gadai
menyewakan, menghibahkan, menyedekahkan atau menjual
barang gadai tersebut atas ijin kedua belah pihak maka akad
gadai menjadi berakhir. (Ahmad, 2010:313).
36
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Desa Sruwen dalam Lintas Sejarah
Desa Sruwen merupakan desa yang tidak berdiri begitu saja, akan
tetapi ada cerita turun temurun yang dimulai dari subuah perjalanan
panjang seorang pengembara, yang konon merupakan salah seorang murid
seorang Wali Jawa yang sangat terkenal yaitu Sunan Kalijaga.
Sang pengembara itu bernama Slamet, lahir di Pasuruan sekitar
tahun 1504 M / 923 Hijriyah, anak dari Suyuti. Beliau sebenarnya tiga
bersaudara, tetapi dua orang saudaranya sudah wafat.
Konon, semenjak berumur sepuluh tahun, Slamet sudah tertarik
dengan kegiatan syiar Islam , ritual ibadah , terutama bacaan Dzikir , yang
menurutnya sangat bisa merasuk di hati hingga bisa menikmatinya
melebihi ritual ibadah yang lainnya. Kemudian beliau mohon ijin dan restu
dari kedua orang tuanya untuk lebih mendalami ajaran Islam, yaitu
berguru kepada seorang Kyai.
Dengan ketekunan yang luar biasa beliau bisa mendalami ilmu
agama Islam, sehingga beliau sangat disayang oleh Gurunya, sehingga
sering diajak sowan kepada para Ulama’ dan para Wali untuk silaturahmi
dan tentunya menambah wawasan ilmu.
37
Di usia lima belas tahun, ayahnya wafat dan satu tahun kemudian
Ibunya pun meninggal dunia. Hidup sebatang kara, beliau diasuh dan
dididik oleh sang Guru. Tapi satu tahun kemudian yaitu di usianya ke
tujuh belas, Gurunya meninggal . Walaupun sudah ditinggal pergi untuk
selamanya oleh orang orang yang sangat berjasa , kecintaan untuk belajar
masih tinggi dan bertambah semangat. Maka beliau melanjutkan
pengembaraan, mencari sosok Guru yang terkenal akhirnya bertemu
dengan Sunan Kalijaga, seorang Wali Jawa yang sangat melegenda sampai
saat ini. Maka mulailah Ia menjadi murid Sang Wali.
Saat menjadi murid Sang Wali, ia punya Sahabat akrab bernama
Ngaliman. Keduanya sama sama pintar dan disenangi teman temannya.
Untuk lebih mudah membedakan keduanya, Sunan memberi nama
belakang Slamet yaitu menjadi Slamet Pasuruan, yang pada akhirnya
teman temannya memanggilnya Pasuruan.
Suatu hari Pasuruan mengajak Ngaliman kembali ke kampung
halaman dengan niat mengembangkan ilmu / berdakwah. Tapi karena
mendapat tantangan berat dari warga sekitar, akhirnya keduanya kembali
lagi ke pada Sang Wali, mengadukan nasibnya. Kemudian oleh Sunan
dianjurkan berdakwah di tempat lain. Dalam melaksanakan tugas, beliau
mendapat amanat yang harus dipatuhi, yaitu :
a. Keduanya disuruh berjalan menyusuri Sungai Serang.
b. Selama dalam perjalanan, harus melaksanakan Puasa.
38
c. Tidak boleh berhadas / selalu dalam kondisi suci / menggantung
Wudlu’.
d. Tidak boleh beranjak dari Sungai sebelum diserang oleh binatang buas.
Berangkatlah keduanya dengan mohon ridlo dari Sang Wali.
Dalam melaksanakan puasa, untuk makan Buka & Sahur hanya
mengandalkan air, dedaunan dan buah buahan yang ditemuinya. Selama
empat puluh hari perjalanan, bertemu dengan dua ekor Buaya yang sedang
kawin. Buaya tersebut sangat ganas sehingga menyerang keduanya hingga
keduanya lari ke daratan demi keamanan. Sesuai pesan Sang Guru ( poin
empat ), tempat tersebut ditancapkan sebatang Tongkat dari Bambu
Kuning. Buaya kawin ( jawa : Boyo Kromo ), maka daerah itu dikenal
dengan Desa Boyoromo ( Kec. Suruh ).
Kemudian melanjutkan perjalanan darat sampai masuk waktu
Maghrib. Kemudian mencari air untuk wudlu dan Shalat. Usai Shalat
segera meninggalkan tempat tersebut yang berisi bebatuan besar, yang
sekarang dikenal dengan Desa Karang Gede ( Kab. Boyolai ).
Perjalanan malam dilanjutkan hingga keduanya mendengar suara
seorang Kakek yang sedang berdzikir. Maka mampirlah disitu . Dalam
percakapannya, si tamu bertanya, disini sepi ya Kek ? Si Kakek menjawab
bahwa besuk bakal rame. Kata Bakal Rame menjadikan desa itu sekarang
dikenal dengan nama Desa Bakal Rejo ( Susukan ).
39
Siang hari kembali berjalan dan di tepi tebing / jurang sepi,
terdengar sura nenek bernyanyi ( kidung ) namun setelah mencoba
didekati suara itu semakin jauh, hingga daerah itu dikenal dengan Desa
Ketawang. Setelah bertemu dengan nenek itu, ternyata bukan orang
sembarangan. Dia adalah Sekar Sinumpit atau orang memanggilnya Raden
Ajeng Sekar Sinumpit yang konon merupakan adik kandung dari Syekh
Maulana Maghribi Pantaran.
Mengetahui keduanya murid Sunan Kalijaga, beberapa hari
dimohon menginap karena pada malam Jum’at Kliwon di timur desa
Tawang akan ada pertemuan para Wali dan keduanya dimohon hadir.
Setelah waktunya tiba keduanya mohon pamit. Oleh si Nenenk dipesankan
untuk hati hati karena banyak Singa buas. Ternyata benar, dalam
perjalanannya bertemu banyak Singa buas besar yang mondar mandir
tetapi tidak mengganggu perjalanan atas ijin Allah Swt. Keduanyapun
heran. Akhirnya dalam pertemuan para Wali itu keduanya dinobatkan
sebagai Kyai Muda dengan sebutan Kyai Ngalim ( Ki Ageng Ngalim ) dan
Kyai Suru ( Ki Ageng Suru ). Dan tempat pertemuan yang dijaga Singa
tersebut sekarang dikenal dengan Desa Singo Walen.
Karena kecakapan ilmunya keduanya diajak menyebarkan ajaran
Islam di daerah itu. Dan untuk mengikat jangan sampai pergi Ki Ageng
Ngalim dinikahkan dengan putri Ki Demang. Karena temannya sudah
menikah, maka Ki Ageng Suru pamit untuk melanjutkan perjalanan.
40
Sampailah di suatu tempat yang tandus dan ditumbuhi banyak bambu.
Menetap disitu beberapa lama, sambil berdakwah warga masyarakat
diajari memanfaatkan bambu untuk membuat perlengkapan rumah tangga
dari anyaman bambu. Dengan keberhasilan ketrampilan itu warga
masyarakat sekitar bisa lebih makmur, badan menjadi sehat. Badan Sehat
dalam bahasa jawa Rogo Mulyo yang akhirnya manjadi sebutan desa.
Kemudian beliau dinikahkan dengan putri Ki Demang.
Dua puluh tahun menikah hidup bahagia tetapi belum dikarunia
anak, sehingga selama beberapa bulan Ki Ageng Suru menyepi. Setelah
pulang, istrinya ikut prihatin dan keduanya pergi menyepi ke suatu daerah
sambil membuat Keris. Keris Ki Ageng Suru sangat terkenal hingga
banyak orang pesan dan berguru. Daerah Empunya Keris sekarang dikenal
dengan dusun Putatan ( salah satu desa Sruwen yang berada di sebelah
timur Dusun Prusakan. Karena tempat tersebut berlatar belakang orang
lagi menyepi / prihatin, maka konon tidak cocok untuk kegiatan keramaian
/ pertunjukan. Hal ini menurut penuturan warga sudah banyak buktinya,
banyak grup kesenian bubar setelah mengadakan kegiatan / pentas di
dusun Putatan. Bahkan jika ada seseorang yang memiliki pangkat tinggi
kalau masuk desa Putatan pangkatnya akan turun. (Wawancara dengan
Bapak Rokhim dan Bapak Darno pada hari minggu 30 Agustus 2014)
Walaupun sebagian masyarakat sudah tidak percaya dengan
mitos tersebut akan tetapi masih ada cerita yang bersumber dari Bapak
41
Darno bahwa salah satu dari saudaranya ada yang jadi polisi kemudian
berniat ingin membeli tanah di daeah Putatan. Pak Darno sudah
mengingatkan tentang adanya mitos tersebut, akan tetapi adiknya tidak
menghiraukan. Setelah melihat tanah tersebut beberapa bulan kemudian
orang tersebut turun pangkatbnya. Sedangkan mitos yang lain tentang
bubarnya group seniman setelah pentas di Putatan juga diungkapkan oleh
Bapak Rokhim. Ada salah satu group kesenian rebana yang sudah lama
ada tapi setelah pentas di Putatan sekarang juga sudah tidak ada lagi.
Bapak Rokhim menekankan bahwa kasus-kasus tersebut masih ada hanya
saja masyarakat percaya atau tidak hal itu hanya Allah saja yang tahu.
Selain meninggalkan dusun Putatan, konon Kyai Suru juga
meninggalkan kenang kenangan yaitu hasil hentakan kakinya hingga
menimbulkan mata air yang sampai sekarang masih baik dan dikenal
dengan sungai Buyutan . Sumber air di Buyutan tersebut sampai sekarang
masih bisa di lihat oleh warga.
Beberapa tahun menetap di Desa Sruweu hingga meninggal
tahun 1576 M. Sebelum wafat, beliau berpesan, agar dimakamkan di
sekitar ditancapkannya Tongkat kesayangannya.
Dan setelah wafat tak seorangpun yang bisa mencabut tongkat itu
hingga Jenazah almarhun dimakamkan sebelah timur tongkat itu. Di
sebelah liang kubur, ada pohon Jati yang sangat besar sehingga sekarang
42
dikenal dengan nama Makam Jati. Dua tahun kemudian istrinya meninggal
dunia.
Makam Kyai Suru pada zaman dulu berada ditengah-tengah
pagar (dadah) yang subur dan lebat. Setiap orang yang masuk makam
siapapun orangnya harus masuk dulu ke makam kyai Suru, dengan dijaga
oleh aparat desa. Sehingga setiap orang yang lewat tidak bisa lepas dari
masuk dulu ke makam kyai Suru.(wawncara dengan Bapak Prapto pada
hari minggu 28 September 2014)
Makam Jati tempat dimakamkannya Ki Ageng Suru konon
menjadi legenda asal muasal nama desa, yang mana daerah tersebut kini
dikenal dengan nama Desa Sruwen. Tempat di mana Ki geng Suru itu
dimakamkan sampai saat ini dijaga oleh keberadaannya, karean tempat
makan tersebut sekarang menjadi makam umum bagi masyarakat Desa
Sruwen.
Selain sebagai makam umum saat ini sebagian masyarakat yang
memiliki kepercayaan akan adanya kekuatan spritualitas tersendiri jika
memanjatkan doa disekitar makam Kayi Suru. Konon kabarnya jika ada
perempuan tua yang tidak segera mendapatkan jodoh maka jika mau
melakukan bertapa di makan tersebut akan segera mendapatkan jodoh.
Demikian ringkasan cerita yang dapat dirangkum dari berbagai
sumber. Tentang kebenaran pastinya, hanya Alah SWT Yang Maha Tahu.
43
Dikisahkan dari berbagi sumber, diantaranya :Bp. Tukimin ( Juru
kunci Makam Jati, Bp. Suyono Kadus Putatan Mbah Wiryo ( Bayan
Suruan / Rogomulyo, Mizan Warga Sruwen ).
B. Demografi Penduduk
1. Penduduk
Menurut data monografi bulan mei 2015 jumlah seluruh
pendududk sruwen berjumlah 6.410 jiwa, terdiri dari 3143 jiwa
perempuan dan 3.267 jiwa penduduk laki-laki. Pendududuk usia
produktif yaitu antara usis 16-50 tahun berjumlah 3.215 Dari data ini
bisa dilihat bahwa prospek perkembangan Desa ini dalam hal SDM
cukup baik. Seperti pada tabel berikut :
NO. KELOMPOK
UMUR ( TAHUN )
LAKI-
LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 0 < 1
94
91
185
2 1 > 5
211
210
421
3 6 - 10
338
285
623
4 11 - 15
280
300
580
5 16 - 20
292
331
623
6 21 - 25
296
377
673
44
7 26 - 30
271
231
502
8 31 - 40
311
293
604
9 40 - 50
400
403
803
10 51 - 60
336
307
643
11 60 - keatas
438
315
753
JUMLAH
3,267
3,143
6,410
Tabel 3.1
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan Masyarakat Desa Sruwen menurut data
monografi pada bulan mei 2015, sudah mengalami peningkatan dari
tahun-tahun sebelumnya. Bisa dikatakan seperti itu karena masyarakat
yang melanjutkan pendidikan sampai Perguruan Tinggi sudah cukup
banyak. Dan untuk masyarakat yang telah lulus Sarjan Keatas pun
mencapai jumlah 156 orang. Namun tingkat masyarakat yang tidak
sekolah juga tinggi mencapai 1,149 orang yang terdiri dari masyarakat
yang telah usia lanjut. Sedangkan untuk saat ini kondisi pendidikan
masyarakat untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel berikut ini :
45
NO. JENIS PENDIDIKAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Tidak Sekolah
588
561
1,149
2 PLAY GRUP
102
107
209
3 Belum Tamat SD.
288
280
568
4 Tidak Tamat SD
386
456
842
5 Tamat SD.
617
623
1,240
6 Tamat SLTP
746
536
1,282
7 Tamat SLTA
401
432
833
8 Tamat Akademi /
Diploma
60
71
131
9 Sarjana keatas
79
77
156
JUMLAH
3,267
3,143
6,410
Tabel 3.2
3. Mata Pencaharian
Ditinjau dari mata pencaharian penduduk Desa Sruwen,
banyak diantaranya adalah sejumlah 79 orang sebagai PNS, Pegawai
Swasta 202 orang, buruh pabrik mencapai jumlah 820 orang
penduduk, kurang lebih 731 orang penduduk sebagai petani, dan
sekitar 100 orang pedagang. Dari tingkat mata pencaharian masyarakat
46
tentu sebagian besar masyarakatnya berada pada tingkat penghasilan
menengah ke bawah. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada tabel
dibawah ini :
NO. JENIS PEKERJAAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 PNS
56
23
79
2 TNI
10
-
10
3 POLRI
4
-
4
4 Pegawai Swasta
123
79
202
5 Pensiunan
39
19
58
6 Pengusaha
85
13
98
7 Buruh bangunan
155
3
158
8 Buruh industri
261
559
820
9 Buruh Tani
163
54
217
10 Petani
555
176
731
11 Nelayan
-
-
-
12 Lain lain
47
291 185 476
JUMLAH
1,742
1,111
2,853
Tabel 3.3
4. Agama
Masyarakat desa Sruwen, Kec.Tengaran.Kab.Semarang 99.9%
penduduknya beragama Islam, dan sisanya beragama Kristen. Dengan
begitu kegiatan keagamaan yaitu kegiatan berbasis Islam sangatlah
banyak.
NO. AGAMA LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 Islam 3,264 3,139
6,403
2 Katholik - -
-
3 Kristen 3 4
7
4 Hindu - -
-
5 Budha - -
-
6 Khonghucu - -
-
JUMLAH 3,267 3,143
6,410
48
Tabel 3.4
C. Praktek Pemanfaatan Gadai Tanah Sawah di Desa Sruwen Kec.Tengaran,
Kab.Semarang
Hasil wawancara peneliti dengan beberapa pelaku gadai tanah
sawah baik pemberi maupun penerima gadai diperoleh banyak
informasi tentang gadai tanah sawah. Seperti prosedur gadai tanah
sawah, isi perjanjian atau kesepakatan kedua belah pihak, sistim
pengarapan atau pengolahan barang gadai tersebut, pemanfaatan hasil
tanah gadai tersebut, serta apabila terjadi wanprestasi dalam akad gadai
tanah sawah tersebut.
Pertama, hasil wawancara dengan ibu daryanti warga dusun
Margosuko, Desa Sruwen sebagai pelaku penerima gadai sawah dari
Bapak Suroto sebagai pemberi gadai tanah sawah. Didapatkan informasi
sebagai berikut :
1. Bapak Suroto telah menggadaikan sawahnya seluas 400 m
persegi kepada Ibu Daryanti dengan utang sebesar
Rp.10.000.000
2. Perjanjian antar kedua belah pihak bahwa jangka waktu
penggadaian tanah selama 1 (satu) tahun
3. Perjanjian dilakukan pada bulan februari 2013, dengan
menandatangani surat perjanjian yang berisi :
49
a. Utang Bapak Suroto kepada Ibu Daryati berjumlah Rp.
10.000.000 dengan jaminan sepetak tanah sawah seluas
400 m
b. Jangka waktu pengembalian utang adalah 1 tahun
4. Sawah tersebut digarap oleh Ibu Daryanti dan hasil sepenuhnya
dimanfaatkan oleh beliau.
5. Akad atau Tranksaksi gadai tanah sawah tersebut sampai saat ini
telah berlangsung hampir 2 (dua) tahun, namun dari pihak
pemberi gadai belum juga melunasi utang kepada penerima gadai,
sehingga tanah sawah tersebut masih tetap digarap oleh penerima
gadai.
6. Karena tidak adanya perjanjian tentang apabila terjadi hal
semacam itu sehingga pihak penerima gadai tetap mengolah tanah
sawah tersebut sambil menunggu pihak pemberi gadai melunasi
utangnya.
Kedua, hasil wawancara dengan Bapak Sutrisno warga dusun
Margosuko, Desa Sruwen juga sebagai pelaku Gadai Tanah sawah.
Beliau sebagai pihak pemberi Gadai kepada Bapak Sholeh sebagai
penerima Gadai didapatkan informasi sebagai berikut :
1. Bapak Sutrisno menggadaikan sawahnya seluas 600 meter kepada
Bapak Sholeh dengan utang sebesar Rp.20.000.000
50
2. Jangka waktu Pelunasan selama 4 tahun
3. Dengan menandatangani surat perjanjian yang isinya sebagai
berikut :
a. Bapak Sutrisno Menggadaikan tanah sawah seluas 600 meter
kepada Bapak Sholeh
b. Utang yang diberikan Bapak Sholeh kepada Bapak Sutrisno
Sebesar Rp.20.000.000
c. Jangka waktu pelunasan utang adalah 4(empat) tahun
4. Sebelum 4 (empat) tahun Bapak Sutrisno telah melunasi
hutangnya kepada Bapak Sholeh secara penuh, namun karena
kesepakatan awal jangka waktu tranksaksi tersebut selama
4(empat tahun), Bapak Sholeh masih tetap mengolah sawah
tersebut.
5. Selama jangka waktu tersebut hasil dari Sawah tersebut
sepenuhnya dimanfaatkan oleh Bapak Sholeh sebagai penerima
gadai.
Ketiga , hasil wawancara dengan Bapak Shodiq warga Dusun
Sruwen I, beliau bukan pelaku gadai tanah sawah, namun seorang
perangkat desa, yang sering dimintai tolong oleh pelaku gadai untuk
membantu membuat surat perjanjian gadai tanah sawah. Sehingga bisa
memperoleh informasi dari pengalaman beliau tentang Gadai tanah
51
sawah. Dari wawancara tersebut didapatkan hasil, yang pertama tentang
isi surat perjanjian, yaitu nama pemberi dan penerima gadai Nominal
utang , jangka waktu pelunasan, Luas serta Lokasi tanah sawah, Nomor
Sertifikat atau SPPT tanah Sawah (apabila ada), Tanda tangan serta nama
terang para pihak serta tanda tangan para saksi.
Bentuk gadai sawah pada umumnya seperti yang dipaparkan
oleh informan lainnya, yaitu pihak pemberi gadai meminjam uang
kepada penerima gadai dengan jaminan tanah sawah, selama jangka
waktu yang ditentukan, selama itu pula tanah sawah tersebut dikelola
oleh pihak penerima gadai dan hasil sepenuhnya milik penerima gadai.
Cara lain dari gadai tanah sawah yaitu pihak penerima gadai
meminjamkan uang kepada pemberi gadai, namun sawah tetap dikelola
oleh pemberi gadai, gadai jenis ini hasilnya dimanfaatkan kedua belah
pihak. Dengan prosentase yang pada umumnya adalah 50% =50%
apabila tanah tersebut ditanami padi dan 35% penerima gadai = 65%
pemberi gadai apabila ditanami sayuran dan sejenisnya. Ini karena harga
sayuran yang tidak stabil.
Nominal pemberian hutang oleh penerima gadai kepada
pemberi gadai disesuaikan dengan luas serta keadaan tanah, apabila
tanah itu produktif dan mudah untuk dikelola akan semakin besar pula
pinjman yang akan diberikan.
52
Apabila dalam jangka waktu yang sudah disepakati bersama
pihak pemberi gadai belum bisa melunasi hutangnya maka sawah akan
terus dikelola penerima gadai sampai pemberi gadai bisa melunasi
utangnya. Apabila sebelum jatuh tempo pihak pemberi gadai telah
melunasi hutangnya kepada penerima gadai, tanah sawah tersebut tetap
dikelola oleh pihak penerima gadai sampai habis masa penggadainannya
sesuai perjanjian dan hasilnya tetap sepenuhnya penerima gadai. Meski
sudah dipanen atau pun belum dipanen hasil tanah sawah tersebut milik
penerima gadai sepenuhnya.
Saat terjadinya perjanjian sawah dalam keadaan masih belum
panen, maka hasil panen tersebut dibagi antara pihak pemberi gadai dan
pihak penerima gadai. Dengan ketentuan pembagian apabila tanaman
padi maka prosentase pembagian adalah 50:50. Untuk tanaman sayuran
dan sejenisnya 65:35, yaitu 65% Pemilik sawah dan 35% penerima gadai.
Begitupun sebaliknya jika jangka waktu gadai telah habis dan hutang
sudah lunas maka pembagian hasil panen pun sama yang membedakan
adalah untuk tanaman sayur adalah 65% penerima gadai dan 35%
pemilik tanah atau pemberi gadai.
Saat sudah jatuh tempo pelunasan hutang dan pemberi gadai
belum sanggup melunasinya maka gadai bisa diperpanjang sesuai
kesepakatan keduanya. Tanah sawah tidak bisa dipindah alihkan
kepemilikan dengan sebab sudah jatuh tempo pelunasan dan belum lunas.
53
. Hal ini terjadi karena sudah menjadi adat kebiasaan warga
masyarakat Sruwen terutama para pelaku gadai, faktor penyebab
terjadainya tranksaksi ini adalah mendesak kebutuhan. Sebagian besar
pelaku gadai tanah sawah ini mengetahui bahwa dalam hukum Islam,
tranksaksi semacam ini tidak diperbolehkan namun mereka tetap
melakukannya dengan alasan mendesakknya kebutuhan. ( hasil
wawancara dengan Ibu Daryanti, Bapak Sutrisno dan Bapak Shodiq)
54
BAB IV
ANALISIS
A. Analisis Pemanfaatan Gadai Tanah Sawah di Desa Sruwen,
Kec.Tengaran, Kab.Semarang menurut Hukum Islam
Berdasarkan hasil wawancara, observasi serta dokumentasi yang
telah peneliti paparkan di bab III. Sudah jelas bahwa sistem pemanfaatan
gadai tanah sawah yang terjadi di desa Sruwen, Kec.Tengaran,
Kab.Semarang adalah sepenuhnya hak penerima gadai. Seperti apa yang
telah diutarakan oleh para informan yaitu Ibu Daryanti, Bapak Sutrisno
serta Bapak Shodiq bahwa pelaku gadai pada umumnya atau mayoritas
warga Desa Sruwen adalah pinjam uang dengan jaminan tanah sawah,
selama jangka waktu sesuai kesepakatan kedua belah pihak, dalam jangka
waktu yang telah ditentuakan tersebut sawah yang dijadikan jaminan
digarap oleh pihak penerima gadai serta hasil sepenuhnya dimanfaatkan
oleh penerima gadai. Tidak hanya itu mayoritas pelaku gadai tanah sawah
di desa Sruwen, Kec.Tengaran,. Kab. Semarang juga menggunakan
sistem perjajian jangka waktu penggadaian, misal jangka waktu pada
perjanjian selam 3 tahun, dan sebelum 3 tahun pemberi gadai sudah bisa
melunasi hutang tersebut, tanah sawah sebagai jaminan tetap digarap oleh
penerima gadai sampai jangka waktu yang ditentuakan dalam perjajian
telah habis. Dan hasil dari sawah tersebut pun tetap menjadi hak
penerima gadai. Bila dilihat dari kasus tersebut pemanfaatan tanah sawah
sebagaiu jaminan adalah kesepakatan kedua belah pihak, sesuai dengan
55
hadis nabi Muhammad saw. yang diriwayakan oleh Bukhari dalam hadis
tersebut dijelaskan bahwa barang gadai boleh dipergunakan dengan
syarat biaya pemanfaatan ditanggung oleh penerima gadai dan harus
dengan persetujuan pemberi gadai.
Jadi berdasarkan hadis tersebut peneliti menyimpulkan bahwa
penerima gadai boleh mengambil manfaat dari barang gadai dengan
syarat biaya pengelolaannya ditanggung oleh penerima gadai. Jadi
apabila dianalisis dari segi hadis tersebut pemanfaatan gadai tanah sawah
tersebut sah-sah saja.
Namun saat dilihat dari sisi lain penerima gadai tetap menerima
pelunasan utang pemberi gadai secara penuh serta masih mendapat
manfaat dari tanah sawah tersebut. Apakah masih bisa dikatakan sah-sah
saja ? apalagi kalau pemberi gadai sudah melunasi hutangnya kepada
penerima gadai namun sawah masih tetap digarap oleh penerima gadai
karena jangka waktu perjanjian belum habis. Peneliti menganggap hal
tersebut merugikan pihak pemberi gadai serta menguntungkan pihak
penerima gadai. Secara otomatis manfaat sawah tersebut secara penuh
diambil oleh pihak penerima gadai.
Dari paparan hadis diatas disebutkkan bahwa barang gadai boleh
diambil manfaatnya oleh penerima gadai dan biaya pengolahannya
ditanggung oleh penerima gadai. Berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan informan saat hasil panen sedang dalam keadaan baik maka hasil
penjualannya bisa menutup hutang pemberi gadai secara penuh. Bisa
56
disimpulkan bahwa penerima gadai mendapatkan manfaat yang sangat
besar dari gadai tanah tersebut. Padahal ada hadis Rosulullah saw yang
berbunyi
“Setiap utang yang menarik manfaat adalah Riba” (Riwayat Harits bin
Abi Usamah) . Jadi apabila penerima gadai mendapat manfaat dari ia
meminjami uang kepada pemberi gadai itu termasuk kategori riba, seperti
yang disebutkan dalam hadis diatas.
Apabila dilihat kembali dari kasus Gadai tanah sawah di Desa
Sruwen, Kec.Tengaran,Kab.Semarang Ijab Qobul yang diucapkan pada
saat terjadinya tranksaksi adalah ucapakan menggadaikan tanah sawah
dari pemberi gadai danmenerima gadai tanah sawah dari penerima gadai.
Secara akad gadainya sah, karena telah terpenuhi syarat-syarat akad yaitu
adanya Ijab dan Qobul. Namun dari kesepakatan pemnafaatan tanah
sawah tersebut berdasarkan kebiasaan yang terjadi pada umumnya di
Masyarkat desa Sruwen yaitu mengolah sawah yang digunakan sebagai
jaminan utang.
Dari sisi hasil tanah sawah tersebut apabila selama masa
penggadaian penerima gadai tidak bisa menggambil manfaat dari tanah
tersebut karena terbatasnya waktu atau karena penerima gadai memang
tidak mengolah tanah sawah tersebut menurut keterangan hasil
wawancara adalah hal tersebut merupakan hak penerima gadai, ia hendak
memanfaatkan tanah sawah tersebut atau tidak.
57
Kemudian bagaimana dengan kasus pemanfaatan sawah yang
terjadi saat hutang sudah lunas namun jangka waktu yang disepkati
belum habis. Menurut adat kebiasaan yang berlaku sawah tersebut tetap
diolah sampai jangka waktu yang telah disepakati, walaupun sudah panen
ataupun belum. Hasil tanah sepenuhnya tetap menjadi hak penerima
gadai sampai habis jangka waktu penggadaian tanah sawah tersebut.
Ketika telah habis masa gadai namun penerima gadai belum bisa
memanen hasil dari tanah sawah tersebut maka dilakukan sistem bagi
hasil dengan ketentuan yang biasa berlaku adalah apabila tanaman padi
maka prosentase pembagian adalah 50:50, namun apabila tanaman
tersebut sayuran dan sejenisnya pembagiannya adalah 65:35, 65% untuk
penerima gadai dan 35% untuk pemberi gadai.
Menurut hasil analisa peneliti, penerima gadai boleh
menggunakan tanah gadai tersebut dan mengambil manfaatnya namun
dengan syarat tidak melebihi apa yang penerima gadai keluarkan untuk
biaya pengolahan tanah tersebut serta apabila pemberi gadai telah
melunasi hutangnya maka penerima gadain wajib mengembalikan tanah
sawah tersebut kepada pemberi gadai. Namun apabila penerima gadai
mengambil manfaat dari tanah sawah tersebut melebihi apa yang ia
keluarkan maka hal itu termasuk riba dan riba dilarang dalam syariat
Islam.
Dari segi syarat dan rukunnya gadai tanah sawah di desa Sruwen
Kec.Tengaran, Kab. Semarang sah karena ada pemberi gadai, penerima
58
gadai, barang jaminan, utang serta ijab qobul dalam bentuk perjanjian.
Syarat setiap rukunnya pun sudah memenuhi syarat seperti pelaku gadai
harus berakal dan baligh, kemudian syarat barang gadai harus sah hak
milik juga sudah terpenuhi dengan dibubuhkannya nomor sertifikat tanah
atau bisa juga SPPT pada surat perjanjian. Kemudian syarat Ijab Qobul
juga sah karena selain ada kedua belah pihak juga disertai dua orang
saksi,
Dalam hal ini seperti firman Allah QS Al Baqarah ayat 283 yang
menjelaskan bahwa setiap tranksaksi yang tidak tunai supaya dituliskan.
Di Desa Sruwen, Kec.Tengaran, Kab.Semarang. Para pelaku gadai telah
menuliskan akad tranksaksi tersebut ke dalam sebuah perjanjian, dan
ditandatangani kedua belah pihak serta saksi. Namun yang disayangkan
dalam surat perjanjian tersebut pada umumnya hanya dituliskan jumlah
nominal hutang pemberi gadai, luas tanah serta jangka waktu
penggadaian saja. Sehingga dalam surat perjanjian tersebut tidak memuat
kesepakatan tentang pengambilan manfaat dari barang jaminan yaitu
tanah sawah tersebut. Mengenai pengambilan manfaat yang dilakukan
hanya berdasar pada kebiasaan atau hukum adat yang berlaku di Desa
Sruwen Kec.Tengaran Kab.Semarang.
Sedangkan apabila terjadi wanprestasi dalam tranksaksi gadai
tersebut, seperti yang terjadi pada kasus Ibu Daryanti dan Bapak Suroto,
yaitu dalam perjanjian tercatat jangka waktu penggadaian adalah 1 tahun,
namun sampai hampir 2 tahun dari pihak pemberi gadai yaitu Bapak
59
Suroto belum juga melunasi hutangnya. Dan belum ada rembug atau
pembicaraan lagi sampai ssat ini. Dari pihak penerima gadai pun tetap
mengolah sawah tersebut sampai pemberi gadai melunasi hutangnya.
Mengenai berakhirnya gadai disebutkan oleh Ismail Nawawi
dalam bukunya Fiqh Muamalah yaitu gadai berakhir apabila pemberi
gadai telah membayar hutangnya. Dari kasus gadai tanah sawah di Desa
Sruwen Kec.Tengaran, Kab.Semarang bahwa penerima gadai tetap
menggarap sawah dan mengambil manfaat dari sawah tersebut meski
pemberi gadai telah melunasi hutangnya, dengan alasan bahwa dalam
surat perjanjian telah disepakati jangka waktunya. Namun peneliti rasa
hal tersebut bila dilihat dari ketentuan berakhirnya gadai tentu tidak boleh
dilakukan. Karena selain seharusnya sudah berakhir gadainya,
penerima gadai juga masih memanfaatkan hasil dari tanah tersebut, bisa
dikatakan hal tersebut termasuk riba, karena memberikan hutang dna
mengambil manfaat dari hutang tersebut.
Jadi hukum pemanfaatan gadai tanah sawah oleh penerima gadai
adalah tidak boleh sesuai dengan pendapat ulama syafiiyah bahwa
penerima gadai tidak berhak atas manfaat dari barang gadai tersebut.
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan peneliti mulai dari BAB I sampai dengan BAB
IV, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Gadai tanah sawah di Desa Sruwen Kec.Tengaran Kab.Semarang
adalah meminjamkan sejumlah uang kepada pemilik tanah sawah
dengan jaminan selama pemilik sawah belum melunasi hutangnya
tanah sawah tersebut digarap atau dikelola oleh pemberi hutang
sampai jangka waktu yang disepkati dua belah pihak atau sampai
pemilik tanah melunasi hutangnya kepada penerima gadai.
2. Status hukum pemanfaatan gadai tanah sawah yang terjadi di desa
Sruwen Kec.Tengaran Kab.Semarang menurut hukum Islam adalah
tidak boleh sesuai dengan pendapat ulama syafiiyah bahwa penerima
gadai tidak berhak atas manfaat dari barang gadai.
B. Saran-saran
Untuk para pelaku gadai di Desa Sruwen, Kec.Tengaran,
Kab.Semarang adalah :
1) Sebaiknya pengambilan manfaat gadai tanah sawah tersebut tidak
melebihi biaya pengolahan sawah tanah tersebut. Apabila hasilnya
lebih dari biaya pengolahan sebaiknya diberikan kepada pemberi
gadai.
61
2) Sebaiknya perjanjian yang dibuat dimuat juga kesepakatan
pemanfaatan gadai tanah sawah serta ketentuan-ketentuan apabila
terjadi wanprestasi, sehingga apabila terjadi wanprestasi dari salah
satu pihak, pihak lain bisa menuntut.
3) Apabila utang pemberi gadai sudah dilunasi sebaiknya tanah sawah
tersebut dikembalikan pula kepada pemberi gadai walaupaun jangka
waktu dalam perjanjian belum habis dan apabila belum panen maka
hasilnya bisa dibagi.
Saran untuk Masyarakat Desa Sruwen, Kec. Tengaran,
Kab.Semarang pada umumnya :
1) Sebaiknya para Tokoh Agama di Desa Sruwen lebih banyak
memberi pengajian atau ceramah kepada masyarakat tentang aturan-
aturan bermuamalah menurut syariat Islam
2) Sebaiknya pelaku gadai tanah sawah di Desa Sruwen Kec.Tengaran,
Kab.Semarang yang sudah mengetahui bahwa memanfaatkan barang
gadai sampai menimbulkan riba itu dilarang dalam Islam, mulai
menghentikan tranksasksi berikut dan diganti dengan tranksaksi yang
diperbolehkan dalam Islam
3) Dari pihak pemerintah Desa Sruwen, Kec.Tengaran, Kab.Semarang
sebaiknya melakukan sosialisasi dengan masyarakat terutama pelaku
gadai tanah sawah tentang ketidakbolehan memanfaatkan gadai tanah
sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Khallaf,Adbul Wahhab.2003.Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam. Jakarta :
Pustaka Amani
Muslich,Ahmad Wardi.2010.Fiqih Muamalat.Jakarta : Amzah
Ariyani,Evi.2012.Hukum Perjanjian Implementasinya dalam Kontrak Karya.
Salatiga:STAIN Salatiga Press
Dewi,Gemala, Wirdyaningsih & Yeni Salma Barlinti.2005. Hukum Perikatan
Islam di Indonesia.Jakarta:Prenada Media
Suhendi,Hendi.2014.Fiqh Muamalah Membahas Ekonomi Islam Kedududkan
Harta, Hak Milik, Jual Beli, Bunga Bank dan Riba,
Musyarakah,Ijarah, Mudyanah, Koperasi, Asuransi, Etika Bisnis.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nawawi,Ismail.2012.Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer Hukum
Perjanjian,Ekonomi, Bisnis, dan Sosial.Bogor:Ghalia Indonesia
Naim,Ngainun.2009.Sejarah Pemikiran Hukum Islam Sebuah
Pengantar.Yogyakarta: Sukses Offset.
Sugiono.2010.Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, dan R & D. Bandung :
Alfabeta
2008.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta
Moleong,Lexy J.2006. Metode Penelitian Kualitataif Edisi Revisi. Bnadung:
Remaja Rosdakarya
Ali,Zainuddin.2008. Hukum Gadai Syariah.Jakarta: Sinar Grafika
Sahrani,Sahroni.2011.Fikih Muamalah.Bogor: Ghalia Indonesia
Sabiq,Sayyid.1983.Fikih Sunnah Jilid 6.Bandung:Al Ma’arif
1983.Fikih Sunnah Jilid 3.Bandung:Al Ma’arif
Rasyid,Sulaiman.2004.Fiqh Islam.Bandung:Algesindo Offset
Istianah.2007.Praktek Gadai Tanah Sawah di Tinjau dari Hukum Islam(Studi
Kasus di Desa Harjawinangaun,Kec.Balapulang,
Kab.Tegal).Skripsi:STAIN Balapulang
Suhriyanto.2006.Praktek Gadai Tanah Swaah di Desa Sana
Tengah,Kab.Pameksaan di Tinjau dari Hukum Ekonomi Syariah.
Skripsi : STAIN Pameksaan
Maslikhah.2013.Melejitkan Kemampuan Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta:TrustMedia Publishing
situs web http://wikipedia.ensiklopedia.com/pengertian fatwa diakses pada
tanggal 12 oktober 2014.
LAMPIRAN-LAMPIRAN